Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ORIF


FRAKTUR FEMUR DENGAN INTERVENSI TERAPI LATIHAN UNTUK
MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI LUTUT
DI RUMAH SAKIT SIAGA RAYA TAHUN 2018

Disusun oleh:
KELOMPOK 2

ADINDA DWI NURUL AZMI P3.73.26.1.15.002

AISHA RIZKA RAHMAWATI P3.73.26.1.15.004

ADITYA SETIAWAN P3.73.26.1.15.051

DEVISTA PUTRI KAROLINA P3.73.26.1.15.056

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III
PROGRAM STUDI D-IV FISIOTERAPI
TAHUN 2018
LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ORIF


FRAKTUR FEMUR DENGAN INTERVENSI TERAPI LATIHAN UNTUK
MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI LUTUT
DI RUMAH SAKIT SIAGA RAYA TAHUN 2018

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Praktik Fisioterapi
Komprehensif I
Disusun oleh:
KELOMPOK 2

ADINDA DWI NURUL AZMI P3.73.26.1.15.002

AISHA RIZKA RAHMAWATI P3.73.26.1.15.004

ADITYA SETIAWAN P3.73.26.1.15.051

DEVISTA PUTRI KAROLINA P3.73.26.1.15.056

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III
PROGRAM STUDI D-IV FISIOTERAPI
TAHUN 2018
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ORIF

FRAKTUR FEMUR DENGAN INTERVENSI TERAPI LATIHAN UNTUK

MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI LUTUT

DI RUMAH SAKIT SIAGA RAYA TAHUN 2018

Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk

dipertahankan di hadapan penguji

Pembimbing Pendidikan, Pembimbing Lapangan,

(Ratu Karel Lina, SST.Ft, SKM, MPH) (Robiarto, S. Ft)

NIP. 196007021989012002 NIP. 40608181


LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ORIF

FRAKTUR FEMUR DENGAN INTERVENSI TERAPI LATIHAN UNTUK

MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI LUTUT

DI RUMAH SAKIT SIAGA RAYA TAHUN 2018

Laporan kasus ini telah diujikan dalam konferensi kasus

pada tanggal Bulan Tahun 2018

Penguji I, Penguji II,

(Ratu Karel Lina, SST.Ft, SKM, MPH) (Robiarto, S. Ft)

NIP. 196007021989012002 NIP. 40608181


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari laporan kasus ini adalah “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Post Orif

Fraktur Femur Dengan Intervensi Terapi Latihan untuk Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi

Lutut di Rumah Sakit Siaga Raya Tahun 2018”

Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis banyak sekali mendapatkan bantuan

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Direktur Rumah Sakit Siaga Raya yang telah mengizinkan kami melakukan praktik klinik

komprehensif I di unit Fisioterapi.

2. Direktur Poltekkes Kemenkes Jakarta III.

3. Bapak Robiarto, S.Ft. selaku Kepala Bagian Fisioterapi dan Pembimbing Lahan unit

Fisioterapi di Rumah Sakit Siaga Raya.

4. Ibu Ratu Karel Lina, SSt.Ft., SKM., MPH. selaku Ketua Program Studi Fisioterapi D-IV

Fisioterapi Poltekkes Kemenkes jarta III dan Pembimbing Pendidikan Poltekkes Kemenkes

Jakarta III.
5. Bapak dan Ibu Fisioterapis di Rumah Sakit Siaga Raya yang tidak bisa kami sebut satu

persatu.

6. Staf Administrasi unit Fisioterapi Rumah Sakit Siaga Raya.

7. Pasien pada studi kasus komprehensif I yang sudah meluangkan waktunya dan bekerja sama

dengan kami.

8. Orangtua kami tercinta yang sudah mendoakan dan mendukung kami dalam bentuk moril dan

materil.

9. Kelompok 2 Komprehensif I antara lain; Dinda, Aisha, Awan, dan Devista yang sudah

bekerjasama dalam penyusunan laporan kasus ini.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan kendaraan sebagai alat transportasi membawa dampak

positif bagi pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan manusia, terutama

sebagai alat mobilisasi guna memperlancar aktivitas sehari-hari. Namun hal ini

juga diiringi dengan timbulnya beberapa dampak negatif yang tidak diinginkan,

seperti kemacetan dan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas. Menurut Undang-

undang Nomor 22 Tahun 2009 yang membahas mengenai lalu lintas dan angkutan jalan,

kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan

tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang

mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

Dalam Global Status Report on Road Safety (WHO, 2015) disebutkan bahwa

setiap tahun, di seluruh dunia, lebih dari 1,25 juta korban meninggal akibat kecelakaan

lalu lintas dan 50 juta orang luka berat. Dari jumlah ini, 90% terjadi di negara

berkembang.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2013

menyebutkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang terjadi, terdapat 5,8% korban cedera atau

sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang paling banyak terjadi

yaitu fraktur pada bagian ekstremitas bawah sebesar 65,2% dan ekstremitas atas sebesar

36,9%.

Menurut Desiartama & Aryana (2017) di Indonesia kasus fraktur femur merupakan

yang paling sering yaitu sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula

(11%), dimana penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya

disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh

(37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%). 4,5% Puncak distribusi usia pada fraktur femur

adalah pada usia dewasa (15 - 34 tahun) dan orang tua (diatas 70 tahun).

Fraktur femur disebut juga sebagai fraktur tulang paha yang disebabkan akibat

benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung (Helmi, 2012). Salah satu

penatalaksanaan yang sering dilakukan pada kasus fraktur femur adalah tindakan operatif

atau pembedahan (Mue DD, 2013).

Sedangkan di Indonesia sendiri, pasien dengan trauma muskuloskeletal terutama

pasien fraktur kebanyakan masih memilih mengobati penyakitnya pada pengobatan patah

tulang tradisional yang dapat mencebabkan kondisi Neglected Fracture.

Menurut Subroto Sapardan (RSCM dan RS Fatmawati Jakarta, Februari- April 1974),

Neglected Fracture adalah penanganan patah tulang pada extremitas (anggota gerak) yang

salah oleh bone setter (dukun patah), yang masih sering dijumpai di masyarakat Indonesia.

Neglected fracture adalah suatu fraktur dengan atau tanpa dislokasi yang tidak ditangani atau
ditangani dengan tidak semestinya sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan dalam

penanganan, atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan.

Jumlah penderita neglected fracture terutama laki-laki. Sebagian besar pada usia

produktif (92,5%). Lokasi anatomis neglected fracture sebagian besar di femur (38,46 %).

Malunion dan nonunion merupakan komplikasi yang tersering ditemukan (masing-masing

46,155%) (Wahyudiputra et al., 2015).

Ketika pasien telah menyadari bahwa keadaannya semakin memburuk barulah

mereka mengunjungi rumah sakit sehingga penanganan operatif terlambat dilakukan.

Untuk teknik operasi biasanya dilakukan dengan ORIF (Open Reduction Internal

Fixation), ORIF adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya mengacuh pada

operasi terbuka untuk mengatur tulang kembali pada posisi anatominya. Fiksasi internal

mengacu pada fiksasi Plate and Screw untuk memfasilitasi penyembuhan (Brunner

&Suddart, 2003). Dari teknik penyembuhan menggunakan teknik operatif dari tindakan post

operatif tersebut tentu menimbulkan adanya suatu permasalahan yang meliputi gangguan

kapasitas fisik dan kemampuan fungsional, yaitu adanya keluhan nyeri akibat incise serta

nyeri gerak, oedema, keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS), penurunan kekuatan otot, serta

penurunan aktivitas kegiatan sehari-hari (AKS).

Fisoterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu

dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi

tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,

peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis) pelatihan fungsi, dan

komunikasi (Menteri Kesehatan RI, 2015).


Fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan yang dapat membertikan pelayanan

untuk membantu memaksimalkan kualitas hidup dengan mempertahankan, mengembalikan

serta meningkatkan kemampuan fungsional (WCPT, 2014).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil

judul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Post Orif Fraktur Femur Dengan Intervensi

Terapi Latihan untuk Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Lutut di Rumah Sakit Siaga Raya

Tahun 2018”

B. Identifikasi Masalah

1. Masalah Gerak dan Fungsional

Masalah gerak fungsional yang ditemui pada kasus Post Operasi Fraktur Femur

adalah:

a. Adanya keterbatasan lingkup gerak sendi pada ekstremitas bawah dextra.

b. Adanya penurunan kekuatan otot pada quadriceps dextra

c. Adanya stiffness

d. Adanya keterbatasan melakukan activity daily living, meliputi ambulasi dan

berjalan

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut penulis membatasi permasalahan yang

akan ditangani, yaitu meningkatkan lingkup gerak sendi


C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam laporan kasus ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Jangka Pendek

Meningkatkan kekuatan otot dan lingkup gerak sendi

2. Tujuan Jangka Panjang

Kembali pada aktivitas seperti semula

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Pasien

Pasien mendapatkan penanganan fisioterapi untuk kasus Post Operasi Fraktur

Femur Dextra dan dapat menjadi referensi tambahan program latihan di rumah.

2. Bagi Instansi Pendidikan

Diharapkan dapat menjadi tambahan sumber informasi, khususnya dalam bidang

fisioterapi muskuloskeletal tentang Post Operasi Fraktur Femur Dextra.

3. Bagi Profesi Fisioterapi


Diharapkan dapat menjadi referensi dalam penatalaksanaan fisioterapi pada

kasus Post Operasi Fraktur Femur Dextra dan dapat menambah wawasan fisioterapis

pada muskuloskeletal dengan kasus tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

1. Fraktur

Fraktur atau patah tulang adalah suatu kondisi dimana kontinuitas jaringan tulang

dan/atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang pada disebabkan

oleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare, 2013; American Academy

Orthopaedic Surgeons [AAOS], 2013).

Fraktur merupakan kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya

trauma ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan,

namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi

kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur (Garner, 2008; Price &

Wilson, 2006).

2. Klasifikasi Fraktur

Smeltzer & Bare (2006) membagi jenis fraktur sebagai berikut:

a. Greenstick: fraktur sepanjang garis tengah tulang.

b. Oblique: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.

c. Spiral: fraktur memuntir seputar batang tulang.

d. Comminutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen/bagian.

e. Depressed: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam, sering terjadi pada

tulang tengkorak dan tulang wajah.


f. Compression: fraktur dimana tulang mengalami kompresi, biasanya sering terjadi

pada tulang belakang.

g. Patologik: fraktur pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget, metastasis

tulang, dan tumor).

h. Avultion: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.

i. Epificial: fraktur melalui epifisis.

j. Impaction: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya

Menurut Schrok (1997: 458) ada 3 klasifikasi fraktur femur, antaralain:

a. Fraktur femur 1/3 proximal

b. Fraktur femur 1/3 medial

c. Fraktur femur 1/3 distal

3. Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)

Merupakan reduksi terbuka dengan fiksasi interna (Open Reduction and Internal

Fixation/ORIF), dilakukan untuk mengimmobilisasi fraktur dengan memasukkan paku,

kawat, plat, sekrup, batangan logam, atau pin ke dalam tempat fraktur dengan tujuan
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang baik

(Smeltzer & Bare, 2013).

4. Neglected Fracture

Neglected fractures adalah fraktur yang terlantar penanganannya, karena tidak

ditangani dengan baik (proper treatment)(Ayu, 2014). Neglected fracture dengan atau

tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan atau tanpa dislokasi yang tidak ditangani

atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan

dalam penanganan, atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan.

5. Malunion

Malunion adalah suatu keadaan tulang patah yang telah mengalami penyatuan

dengan fragmen fraktur berada dalam posisi tidak normal (posisi buruk). Malunion

terjadi karena reduksi yang tidak akurat atau

imobilisasi yang tidak efektif dalam masa penyembuhan. (Ramadhian et al., 2016)

Tiga keadaan malunion os. femur yang memerlukan operasi adalah :

a. terdapat tumpang tindih (overlap) lebih dari 5 cm

b. terdapat angulasi antara fragmen fraktur lebih 15 derajat

c. terdapat rotasi antara kedua fragmen fraktur lebih dari 45 derajat dengan ada atau

tidak ada angulasi

B. Anatomi

1. Os. Femur

Femur dalam bahasa latin berarti paha, adalah tulang terpanjang, terkuat dan terberat

dari semua tulang pada rangka tubuh. Bentuk dari tulang femur menyerupai bentuk
silinder yang memanjang. Femur terbagi atas tiga bagian yaitu bagian proximal, medial,

dan distal (Sloane, 2003).

a. Proximal femur

Adalah bagian tulang femur yang berdekatan dengan Pelvis. Terdiri atas : kepala

(caput), leher (collum), trochanter mayor, dan minor.

1) Kepala (Caput)

Bentuk kepala femur membulat dan berartikulasi dengan accetabulum.

Permukaan lembut dari bagian caput femur mengalami depresi, fovea kapitis

untuk tempat perlekatan ligamen yang menyangga caput agar tetap di

tempatnya dan membawa pembuluh darah ke kepala femur tersebut.

Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Caput femur masuk dengan

pas ke accetabulum untuk membentuk sudut sekitar 125--0 dari bagian Collum

femur.

2) Leher (Collum)

Collum femur menyerupai bentuk piramida memanjang, serta merupakan

penghubung antara Caput femur dengan trochanter.

3) Trochanter Mayor dan Minor.

Trochanter mayor adalah prominance besar yang berlokasi di bagian

superior dan lateral tulang femur. Trochanter minor merupakan prominance

kecil yang berlokasi di bagian medial dan posterior dari leher dan corpus tulang

femur.

Trochanter mayor dan minor berfungsi sebagai tempat perlekatan otot

untuk menggerakan persendian panggul.


b. Medial Femur

Adalah bagian tulang femur yang membentuk corpus dari femur menyerupai

bentuk silinder yang memanjang. Bagian batang permukaannya halus dan memiliki

satu tanda saja, linea aspera yaitu lekuk kasar untuk perlekatan beberapa otot.

c. Distal Femur

Bagian anterior dari distal femur merupakan lokasi tempat melekatnya tulang

patella, terletak 1,25 cm di atas knee joint. Bagian posterior dari distal femur

terdapat dua buah condilus, yaitu condilus lateral dan condilus medial. Kedua

condilus ini dipisahkan oleh forsa intercondilus.

2. Otot yang melekat pada Os. Femur

a. Anterior

1) M. Rectus Femoris

Origo: Spina Iliaca Anterior Inferior (SIAI)

Insersio: Tuberositas tibia (di atas ligament patella)

2) M. Vastus Medialis

Origo: 2/3 distal dari labium medial linea aspera

Insersio: Tuberositas tibia (di atas ligament patella)


3) M. Vastus Lateralis

Origo: Trochanter major (bagian distal)

Insersio: Tuberositas tibia (di atas ligament patella)

4) M. Tensor Facia Latae

Origo: Spina Iliaca Anterior Superior (SIAS)

Insersio: Lateral dari ujung os. Tibia (di atas Tractus iliotibialis di bawah

Condylus lateralis)

5) M. Sartorius

Origo: Spina Iliaca Posterior Superior (SIPS)

Insersio: Tuberositas tibia (bagian medial)

b. Posterior

1) M. Semitendinosus

Origo: Tuberositas ischiadicus

Insersio: Tuberositas tibia (permukaan medial)

2) M. Semimembranosus

Origo: Tuberositas ischiadicus

Insersio: Proximal ujung os. Tibia (sebelah bawah condyle medial),

3) M. Biceps Femoris

Origo :

Caput longus: Tuberositas ischiadicus (bersatu dengan M. Semimembranosus).

Caput brevis: Labium lateral dari linea aspera (1/3 bagian tengah).

Insersio: Caput fibula

c. Medial
1) M. Adductor brevis

Origo: Pubis, pada permukaan terluar inferior ramus pubis

Insersio: Femur, garis pectineal, dan proksimal setengah medial linea aspera.

2) M. Adductor magnus

Origo: Pubis, inferior ramus, ramus ischium, dan tuberositas ischial

Insersio: Femur, medial linea aspera, medial garis supracondylar, dan tuberculum

adductor.

3) M. Adductor longus

Origo: Diantara crista pubis dan simpisis pubis

Insersio: Sepertiga tengah medial linea aspera

4) M. Gracilis

Origo: Symphisis pubis

Insersio: Proximal ujung os. Tibia (medial tuberositas tibia)

5) M. Pectineus

Origo: Pubis, pada superior ramus

Insersio: Femur, pada garis pectineal

Pada kasus ini, pasien menglami keterbatasan gerak lutut. Berikut merupakan

otot-otot penggerak fleksi-ekstensi knee


3. Biomekanik Sendi Lutut

Aksis gerak fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi, yaitu

melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada

daerah condylus medialis (Kapandji, 1995). Secara biomekanik, beban yang

diterima sendi lutut dalam keadaan normal akan melalui medial sendi lutut dan

akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga resultannya akan

jatuh di bagian sentral sendi lutut.

a) Osteokinematika

Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah gerakan fleksi dan

ekstensi pada bidang sagital dengan lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130

derajat, bila posisi hip fleksi penuh, dan dapat mencapai 140 derajat, bila hip

ekstensi penuh, untuk gerakan ekstensi, lingkup gerak sendi antara 0 – 10

derajat gerakan putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk

endorotasi antara 30 – 35 derajat, sedangkan untuk eksorotasi antara 40-45

derajat dari posisi awal mid posision. Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi
lutut fleksi 90 derajat (Kapandji, 1995), gerakan yang terjadi pada kedua

permukaan tulang meliputi gerakan rolling dan sliding. Saat tulang femur

yang bergerak maka, gerakan rolling ke arah belakang dan sliding ke arah

depan (berlawanan arah). Saat fleksi, femur rolling ke arah belakang dan

sliding ke belakang, untuk gerakan ekstensi, rolling ke depan dan sliding ke

belakang. Saat tibia yang bergerak fleksi adapun ekstensi maka rolling

maupun sliding bergerak searah, saat fleksi maka rolling maupun sliding

bergerak searah, saat fleksi rolling dan sliding ke arah belakang, sedangkan

saat ekstensi rolling dan sliding bergerak ke arah depan

b) Artrokinematika

Artrokinematika pada sendi lutut di saat femur bergerak rolling dan sliding

berlawanan arah, disaat terjadi gerak fleksi femur rolling ke arah belakang

dan sliding-nya ke depan, saat gerakan ekstensi femur rolling kearah

depannya sliding-nya ke belakang. Jika tibia bergerak fleksi ataupun ekstensi

maka rolling maupun sliding terjadi searah, saat fleksi menuju dorsal,

sedangkan ekstensi menuju ventral


C. Epidemiologi

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 diketahui bahwa pada tahun

2002 kecelakaan di Indonesia terjadi sejumlah 12.267 kecelakaan dan pada tahun 2012

meningkat menjadi 117.949 atau hampir sepuluh kali lipat terjadinya kecelakaan dalam

sepuluh tahun.

Dalam Global Status Report on Road Safety (WHO, 2015) disebutkan bahwa

setiap tahun, di seluruh dunia, lebih dari 1,25 juta korban meninggal akibat kecelakaan

lalu lintas dan 50 juta orang luka berat. Dari jumlah ini, 90% terjadi di negara

berkembang.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2013

menyebutkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang terjadi, terdapat 5,8% korban cedera atau

sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang paling banyak terjadi

yaitu fraktur pada bagian ekstremitas bawah sebesar 65,2% dan ekstremitas atas sebesar

36,9%.

Menurut Desiartama & Aryana (2017) di Indonesia kasus fraktur femur merupakan

yang paling sering yaitu sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula

(11%), dimana penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya

disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh

(37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%). 4,5% Puncak distribusi usia pada fraktur femur

adalah pada usia dewasa (15 - 34 tahun) dan orang tua (diatas 70 tahun).

D. Etiologi
Menurut (Noor, 2012), Fraktur dapat terjadi karena beberapa penyebab, yaitu:

1. Fraktur akibat trauma tunggal

Sebagian besar fraktur disebabkan kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang

dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi

miring, pemuntiran atau penarikan. Bila terkena secara langsung, tulang dapat patah pada

tempat yang terkena dan jaringan lunak juga akan rusak. Pemukulan (pukulan sementara)

biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit. Penghancuran

kemungkinan menyebabkan fraktur komunitif yang disertai kerusakan jaringan lunak

yang meluas. Bila terkena secara tidak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada

tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan tersebut dan kerusakan jaringan

lunak di tempat fraktur mugkin tidak ada. Kekuatan dapat berupa:

a. Pemuntiran (rotasi) menyebabkan fraktur spiral.

b. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) menyebabkan fraktur melintang.

c. Penekukan dan penekanan menyebabkan fraktur sebagian melintang tetapi disertai

fragmen kupu-kupu yang berbentuk segitiga yang terpisah.

d. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan menyebabkan fraktur obliq

pendek.

e. Penarikan, dimana tendon atau ligamen benar-benar menarik tulang sampai terpisah.

2. Fraktur Patologis

Fraktur patologis disebabkan oleh proses penyakit seprti osteoporosis,

osteosarkoma, osteomielitis sehingga struktur tulang menjadi keropos, lemah, dan

mudah patah. (Kumboro, 2014)


E. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya fraktur yaitu terjadiya trauma menyebabkan tekanan pada tulang

hingga tidak mampu meredam energi yang terlalu besar maka terjadilah fraktur. Hal ini

diperparah jika ditambah adanya kondisi patologis seperti osteoporosis, osteomyelitis dan

tumor tulang yang menyebabkan kepadatan tulang berkurang, tulang menjadi sangat rapuh

dan tidak mampu menahan berat badan kemudian terjadilah fraktur.

Karena tulang femur merupakan tulang yang kuat maka jenis trauma yang menyebabkan

fraktur disebabkan oleh trauma high impact seperti kecelakaan kendaraan bermotor.

F. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala menurut Jitowiyono.Sugeng.2010:

1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak

2. Nyeri pembengkakan

3. Gangguan pada anggota gerak

4. Deformitas

5. Kelainan gerak

6. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

7. Odema : muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang

berdekatan dengan fraktur.

8. Kehilangan sensasi (mati rasa mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau perdarahan)

G. Prognosis
Prognosa adalah prediksi perkembangan keadaan diagnostik pasien atau klien dimasa

mendatang setelah mendapatkan intervensi fisioterapi. Diagnosis dan prognosis timbul dari

pemeriksaan dan evaluasi dan mewakili hasil dari proses penalaran klinis dan

menggabungkan informasi tambahan dari lainnya yang diperlukan. Hal ini dapat dinyatakan

dalam disfungsi gerakan atau mencangkup kategori gangguan, keterbatasan aktivitas,

pembatasan partisipatif, lingkungan pengaruh atau kemampuan/cacat.

Menurut (A. Graham, 1995) prognosis pada pasien fraktur meliputi Qua ad vitam yaitu

dapat dikatakan baik apabila pasien dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal

fiksasi (ORIF), yang kedua Qua ad sanam yaitu dikatakan baik apabila pasien telah

direposisi dan difiksasi dengan baik maka fragmen yang fraktur akan stabil sehingga

mempercepat proses penyambungan tulang, yang ketiga Qua ad fungsionam yaitu berkaitan

dengan proses penyambungan tulang, yang terakhir Qua ad cosmeticam yaitu dikatakan baik

apabila fragmen yang telah direposisi dan difiksasi menyambung dengan baik, sehingga

tidak terjadi deformitas.

Dalam kasus ini, prognosis dari pasien adalah sebagai berikut:

1. Qua ad vitam

Qua ad vitam adalah sebuah prognosis yang memperkirakan mati atau hidupnya

pasien (Yuanita, 2014). Pada kasus ini qua ad vitam baik, karena trauma yang dialami

pasien tidak mengancam jiwa pasien.

2. Qua ad sanam

Qua ad sanam adalah prognosis yang memperkirakan sembuh atau tidaknya

pasien (Darwis, 2014). Pada kasus ini qua ad sanam baik, karena pasien dapat sembuh

dari penyakitnya.
3. Qua ad fungsionam

Qua ad fungsionam adalah prognosis yang memperkirakan kemampuan aktivitas

fungsional sehari-hari pasien. Pada kasus ini qua ad fungsionam baik, karena pasien

dapat beraktivitas secara mandiri.

4. Qua ad cosmeticam

Qua ad cosmeticam adalah prognosis yang berhubungan dengan penampilan,

apakah trauma tersebut mengganggu penampilannya . Pada kasus ini qua ad cosmeticam

kurang baik, karena terdapat bekas jahitan pada tangan pasien.

H. Teknologi Fisioterapi

1. Modalitas

a. Infrared

Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang

gelombang 7700 A° -4 juta A°, letak diantara sinar merah dan hertzain (Sujatno,

2003)

Efek Fisiologis :

1) Meningkatkan proses metabolisme

2) Vasodilatasi pembuluh darah

3) Pengaruh terhadap saraf sensoris

4) Pengaruh terhadap jaringan otot

5) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat

Efek terapeutik :

1) Mengurangi rasa sakit

2) Relaksasi otot
3) Meningkatkan suplai darah

4) Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme

b. IFC (Interferential Current)

Suatu bentuk modalitas fisioterapi dengan menggunakan penggabungan dua arus

bolak-balik frekuensi menengah yang menimbulkan frekuensi baru. Frekuensi 3000-

5000 Hz dengan frekuensi efektif 4000Hz. Dimana dalam pelaksanaannya dapat

menggunakan 2 atau 4 pad tergantung dari daerah yang akan diobati. IFC sangat sering

digunakan dalam aplikasi klinis karena penetrasi ke jaringan yang lebih dalam, dan arus

listrik nyaman serta tidak menimbulkan reaksi biokimia.

Tujuan :

1) Meningkatkan sirkulasi darah

2) Mengurangi nyeri

3) Memperkuat kontraksi otot

Indikasi :

1) Keluhan nyeri pada otot, tendon, ligamen, kapsul, saraf.

2) Keadaan hypertonus dan kelemahan otot


3) Post traumatic dan post operatif : ruptur, sprain, arthrosis, dll.

Penatalaksanaan : memasang 4 pad pada lutut dan pergelangan kaki pasien.

Kemudian atur waktu intervensi yang diberikan pada alat yaitu dalam waktu 10 menit

dengan intensitas toleransi pasien.

c. Ultrasound

Ultrasound therapy adalah suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik

gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan dalam

Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik

melalui proses tertentu. Bentuk gelombang ultrasound adalah longitudinal yang

memerlukan medium yang elastis sebagai media perlambatan. Setiap medium elastis

kecuali yang hampa udara. Gelombang elastis longitudinal menyebabkan kompresi

dan ekspansi medium pada jarak separuh gelombang yang menyebabkan variasi

tekanan pada medium.

Jika gelombang ultrasound masuk ke dalam jaringan maka efek yang diharapkan

adalah efek biologis. Gelombang ultrasound diserap oleh jaringan dalam berbagai

ukuran tergantung pada frekuensi, frekuensi rendah penyerapannya lebih sedikit


dibandingkan dengan frekuensi tinggi. Jadi ada ketergantungan antara frekuensi,

penyerapan dan kedalaman efek dari gelombang ultrasound. Disamping itu refleksi,

koefisien penyebaran menentukan penyebarluasan ultrasound di dalam jaringan tubuh.

Tujuan :

1) Mengurangi ketegangan otot

2) Mengurangi rasa nyeri

3) Memacu proses penyembuhan collagen jaringan

4) Dipilih untuk jaringan kedalaman 5cm.

Indikasi :

1) Kondisi peradangan subakut dan kronik

2) Kondisi traumatic subakut dan kronik

3) Kondisi ketegangan, pemendekan dan perlengketan jaringan lunak

4) Kondisi inflamasi kronik

2. Terapi Latihan

Terapi latihan adalah gerakan tubuh, postur, atau aktivitas fisik yang dilakukan

secara sistematis dan terencana guna memberikan manfaat bagi pasien/klien untuk:

a. Memperbaiki atau mencegah gangguan


b. Meningkatkan, mengembalikan, atau menambah fungsi fisik

c. Mencegah atau mengurangi faktor risiko terkait kesehatan

d. Mengoptimalkan kondisi kesehatan, kebugaran, atau rasa sejahtera secara

keseluruhan

1) Isometric Resistance Exercise

Merupakan bentuk latihan statik yang terjadi bila otot berkontraksi tanpa berubah

panjangnya otot atau tanpa terjadi gerakan sendi melawan tahanan dan

dipertahankan paling sedikit 6 detik.

Pada kasus yang dibahas di makalah ini strengthening yang digunakan yaitu:

a) Quadriceps Set Exercise. Bagian dari isometric exercises yang melibatkan

kontraksi isometrik dengan intensitas rendah tanpa beban. Latihan digunakan

untuk mengurangi spasme dan nyeri pada otot quadriceps

b) Isometric exercise pada ankle

2) Active Exercise

a) SLR

I. Penatalaksanaan Fisioterapi

1. Asesmen

Terdiri dari pemeriksaan dan evaluasi yang sekurang-kurangnya memuat data anamnesa

yang meliputi:

a. Anamnesis

Anamnesis adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu

percakapan antara seorang terapis dengan pasiennya baik secara langsung atau
dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data

pasien beserta permasalahan medisnya. Ada dua jenis anamnesis yang umum

dilakukan yaitu, auto anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya, dan

allo anamnesis yang dilakukan pada pasien tidak sadar, sangat lemah atau sangat

sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang

lain untuk menceritakan permasalahannya. Anamnesis dibagi menjadi dua bagian

besar, yaitu:

1) Anamnesis umum

Anamnesis umum meliputi data-data pribadi pasien seperti data lengkap

identitas pasien, yang bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam pemberian

intervensi fisioterapi. Dari identitas pasien kita juga bisa memperkirakan

keadaan ekonomi serta pendidikan terakhir pasien sehingga terapis dapat

menyesuaikan bagaimana cara berkomunikasi yang tepat dan memberikan

edukasi sesuai dengan latar belakang pasien. Data identitas pasien terdiri dari :

a) Nama

b) No. Rekam Medik

c) Tempat Tanggal Lahir (usia)

d) Jenis Kelamin

e) Alamat

f) Pendidikan terakhir

g) Pekerjaan

h) Diagnosa Medik

2) Anamnesis Khusus
a) Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan keluhan yang paling dirasakan dan paling

sering mengganggu pasien pada saat itu.

b) Keluhan Penyerta

Keluhan yang menyertai keluhan utama yang dirasakan pasien di area

tubuh lain.

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit sekarang merupakan rincian dari keluhan utama yang

berisi tentang riwayat perjalanan pasien selama mengalami keluhan secara

lengkap.

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit fisik maupun

psikologik yang pernah diderita pasien sebelumnya.

b. Pemeriksaan Umum

1) Kesadaran

Proses dimana seseorang memahami dan mengerti akan suatu keadaan

yang menjadikan individu itu sendiri sadar dan paham betul apa yang akan

terjadi.

a) Composmentis adalah kesadaran penuh, sadar sepenuhnya, pasien dapat

menjawab pertanyaan terapis dengan baik.

b) Apatis adalah keadaan dimana pasien terlihat mengantuk tetapi mudah

dibangunkan dan reaksi pengelihatan, pendengaran serta perabaan normal.


c) Somnolen adalah kesadaran menurun, respon psikomotor lambat, mudah

tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang tetapi jatuh tertidur lagi

bila rangsangan berhenti, mampu memberi jawaban verbal.

d) Sopor adalah sudah tidak mengenali lingkungan, kantuk meningkat, dapat

dibangunkan dengan rangsangan yang kuat tapi kesadaran menurun.

e) Sopor koma adalah keadaan seperti tertidur lelap. Reflek motoris terjadi

hanya bila dirangsang nyeri.

f) Koma adalah tidak bisa dibangunkan, tidak ada repon terhadap rangsangan

apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah).

2) Tekanan darah

Tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri darah ketika darah di

pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia.

3) Denyut nadi

Denyutan arteri dari gelombang darah yang mengalir melalui pembuluh

darah sebagai akibat dari denyutan jantung.

4) Pernafasan

Peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 ke dalam

tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa

dari oksidasi keluar dari tubuh.

5) Kooperatif

Suatu sistem yang di dasarkan pada alasan bahwa manusia sebagai

makhluk individu yang berbeda satu sama lain sehingga konsekuensi logisnya
manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan

sesama.

c. Pemeriksaan Fisioterapi

Pemeriksaan Fisioterapi terdiri dari:

1) Inspeksi

Inspeksi yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan

merupakan metode yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Inspeksi ini

bertujuan untuk mengetahui keadaan fisik dan keadaan umum pasien.

a) Statis

Mengamati keadaan fisik pasien pada saat diam.

b) Dinamis

Mengamati keadaan fisik pasien pada saat bergerak.

2) Tes Cepat

Tes cepat adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui secara

cepat kasus yang dialami oleh pasien, sehingga dapat menentukan pemeriksaan

selanjutnya yang berhubungan dengan pasien.

3) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD)

Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan secara mandiri oleh pasien

tanpa bantuan dari orang lain atau terapis. Hasil yang didapat dari pemeriksaan

fungsi gerak dasar aktif adalah nyeri dan keterbatasan gerak.

4) Tes Khusus

a) Palpasi
Pemeriksaan dengan cara menyentuh atau merasakan dengan tangan

untuk mengetahui adanya nyeri tekan, spasme otot, suhu lokal, tonus otot,

dan oedem.

b) Nyeri

Pemeriksaan nyeri dapat dilakukan dengan Visual Analog Scale

(VAS). VAS adalah alat ukur nyeri yang digunakan untuk memeriksa

intensitas nyeri meliputi 10 cm-15 cm garis dengan setiap ujungnya ditandai

dengan level intensitas nyeri mulai dari 0-10 dengan 0 adalah no pain dan 10

adalah worst possible pain.

c) Pengukuran ROM (Range of Motion)

Range of Motion atau Lingkup gerak sendi adalah kemampuan gerak

persendian tubuh untuk dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Gerak sendi

merupakan suatu mekanisme hubungan tulang yang digerakkan oleh otot

ataupun gaya eksternal lain dalam lingkup geraknya. Pengukuran ROM dapat

dilakukan dengan menggunakan goniometer.

ROM dapat diukur dengan gerak aktif atau pasif. ROM aktif terjadi

dengan berkontraksinya otot-otot pada sekitar persendian yang akan diukur.

ROM pasif terjadi karena adanya dorongan dari luar pada tubuh di sekitar

sendi (misalnya, dari terapis atau alat). Pasif ROM selalu lebih besar dari

ROM aktif.

a) Tujuan / kegunaan :

1) Untuk mengetahui besarnya ROM yang ada pada suatu sendi

dan membandingkan dengan sendi yang normal


2) Membantu menegakkan diagnosis

3) Untuk bahan evaluasi pasien setelah terapi

4) Untuk meningkatkan motivasi pasien

5) Sebagai bahan dokumentasi

6) Sebagai bahan untuk keperluan riset

b) Cara menggunakan Goniometer :

1) Sejajarkan fulcrum (titik tumpu) goniometer dengan titik

tumpu atau sendi yang akan diukur

2) Luruskan stationery arm goniometer dengan anggota tubuh

yang diukur

3) Pegang stationery arm goniometer pada anggota tubuh yang

diukur, sementara sendi digerakkan semampu lingkup

geraknya.

c) Faktor yang harus diperhatian dalam melakukan pemeriksaan

ROM :

1) Reliabilitas

2) Usia

3) Jenis kelamin

4) Struktur persendian

5) Tipe gerakan

6) Alat ukur

7) Penentuan titik ukur yang akurat

8) Notasi dan recording


d) Notasi dan rekording

1) Notasi adalah cara mendeskripsikan ROM dalam bentuk

derajat (angka), sebagai contoh sistem 0° – 180° (AAOS)

2) Rekording adalah cara menuliskan / mencatat ROM dalam

bentuk angka ke dalam kartu dokumen / registrasi, contoh

dengan metode SFTR (ISOM).

d) Pengukuran Antropometri

Pengukuran dengan menggunakan midline untuk mengetahui panjang

lengan atau tungkai, maupun lingkar paha.

e) Manual Muscle Test (MMT)

Manual Muscle Test (MMT) atau pengukuran nilai otot untuk ekstremitas

atas dan ekstremitas bawah dengan pemberian nilai dan didokumentasikan.

Nilai Kriteria

0 Tidak ada tonus

1 Ada tonus dan kontraksi tetapi tidak ada gerakan

2 Ada tonus, kontraksi, dan gerakan tetapi tidak dapat

melawan gravitasi

3 Ada tonus, kontraksi, gerakan, dapat melawan

gravitasi, dan full ROM

4 Ada tonus, kontraksi, gerakan, dapat melawan

gravitasi, full ROM, dan dapat melawan tahanan

minimal

5 Ada tonus, kontraksi, gerakan, dapat melawan


gravitasi, full ROM, dan dapat melawan tahanan

maksimal

Sumber: www.prohealthcareproducts.com

Tabel 2.5 Manual Muscle Testing

5) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk

membantu atau melengkapi data untuk diagnosis pasien.

2. Penegakan Diagnosis

Diagnosis fisioterapi dituliskan berdasarkan International Classification of

Functioning, Disability and Health (ICF) atau berkaitan dengan masalah kesehatan

sebagaimana tertuang pada International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problem (ICD-10). Diagnosis fisioterapi terdiri atas:

a. Body Function and Structure Impairment

Body function and structure impairment adalah bagian diagnosa untuk

menggambarkan struktur dan fungsi anatomi yang terganggu

b. Activity Limitation

Activity limitation adalah keterbatasan aktivitas yang dialami oleh individu yang

diakibatkan dari kerusakan/gangguan yang terjadi pada struktur anatomi yang terkait.

c. Participation Restriction

Participation restriction adalah keterbatasan yang dialami individu disertai

hubungannya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non-fisik.


3. Perencanaan intervensi

Fisioterapis melakukan perencanaan intervensi fisioterapi berdasarkan hasil

asesmen dan diagnosis fisioterapi, prognosis dan indikasi-kontra indikasi, setidaknya

mengandung tujuan jangka pendek dan jangka panjang.

a. Tujuan jangka pendek

Tujuan jangka pendek digunakan mengarahkan tindakan terapi yang segera dan

dibuat berdasarkan prioritas masalah yang utama dengan memerhatikan waktu

pencapaian, kondisi pasien, dan lingkungan.

b. Tujuan jangka panjang

Tujuan jangka panjang digunakan untuk mengarahkan tindakan terapi namun bukan

yang segera. Tujuan jangka panjang menggambarkan pencapaian maksimal dari

pasien dengan memerhatikan harapan pasien serta target yang memungkinkan

berdasarkan hasil pemeriksaan.

4. Intervensi

Intervensi merupakan suatu penanganan fisioterapi yang diimplementasikan

kepada pasien guna mencapai tujuan yang telah disepakati oleh pasien dan fisioterapis.

a. Jenis intervensi

Jenis intervensi yang diberikan disesuaikan dengan tujuan jangka pendek

maupun jangka panjang yang ingin dicapai.

b. Metode intervensi

Metode intervensi yang digunakan yaitu Elektroterapi yang terdiri dari infra

Red, ultrasound, interferential current lalu Terapi Latihan yaitu active exercise,

SLR, isometric exercise.


c. Dosis

Dosis latihan pasien ini yaitu 2x seminggu.

5. Edukasi / home programe

Edukasi atau home program diberikan pada pasien agar latihan dapat dilakukan di

rumah dengan dibantu oleh pihak keluarga atau orang-orang yang ada di sekitar pasien.

Edukasi atau home program ini bertujuan sebagai penunjang intervensi yang diberikan

oleh fisioterapis.

6. Evaluasi

Setelah dilakukan berbagai macam intervensi, fisioterapi akan melakukan evaluasi

kondisi pasien dengan pengukuran sebagai perbandingan hasil sudah sejauh mana

keefektifan intervensi yang diberikan. Evaluasi ditulis dengan format SOAP yaitu

subjektif, objektif, assessment dan planning.

7. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pencatatan yang dibuat selama pasien mendapat penanganan

dari fisioterapis.
J. Kerangka Berpikir

Trauma

fraktur 1/3 proximal femur

fraktur terbuka fraktur tertutup

konserfatif operatif

ORIF OREF

keterbatasan LGS

activity Limitation
outcome
- Activity Limitation: intervensi Fisioterapi
- Jangka Pendek:
tidak dapat berjalan - elektroterapi : Infrared,
mengurangi nyeri,
tanpa alat bantu Interferential current,
menambah LGS, dan ultrasound
- Impairment:
dapat melakukan - Terapi Latihan : Isometric
keterbatasan LGS exercise, Active Exercise,
kemampuan
pada knee dextra, Contract Relax
fungsional
kelemahan otot
- Jangka Panjang:
quadriceps
dapat melakukan
- Participation
aktivitas fungsional;
Restriction: tidak
bekerja dan berolahraga
dapat bekerja dan
travelling.
BAB III

URAIAN KASUS

A. Identitas Pasien

1. NRM : 201630

2. Nama : Tn. UIM

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/4 Oktober 1991

5. Alamat : Jln. Ayat No. 94 RT 09 RW 08 Kel. Jati

Makmur Kec. Pondok Gede, Bekasi

6. Agama : Islam

7. Pekerjaan : Creative designer

8. Hobi : Olahraga di gym

9. Tanggal Masuk : 3 September 2018

10. Diagnosa Medis : Post Op Negleted Malunion for Femur

Fracture 1/3 Proximal Dextra

11. Medika Mentosa :


B. Asesmen/Pemeriksaan

1. Anamnesis

a. Keluhan Utama

Tidak bisa menekuk lutut kanan

b. Keluhan Penyerta

Tidak ada

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada 15 Maret 2018 pasien mengalami kecelakaan mobil setelah kelelahan

berolahraga di gym pada malam hari. Pasien mengalami kecelakaan saat

mengendarai mobil. Pasien menabrak mobil Dinas Kebersihan lalu dibawa ke

pengobatan tradsional. Pasien dipasang papan pada sepanjang tungkai selama 4

bulan pengobatan, lalu diganti dengan papan yang dipasang hingga lutut selama 2

bulan berikutnya, lalu lutut pasien ditekuk secara paksa di tempat pengobatan

tradisional tersebut hingga pasien memaksakan diri berjalan dengan kaki pincang.

Pasien merasakan pangkal keluar pada saat berjalan.

Pasien datang ke Rumah Sakit Siaga Raya pada 30 Agustus 2018 untuk

melakukan pemeriksaan rontgen. Pada 4 September 2018 pasien menjalani

operasi pemasangan Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) dan dirawat

selama 5 hari. Pasien mendapat penanganan dari Fisioterapi pada 6 September


2018. Saat itu pasien belum dapat menggerakan extremitas bawah kanan,

terutama menekuk lutut. Setelah dirawat di rumah sakit, pasien menjalani terapi

selama 1 bulan di rumah, namun tidak banyak kemajuan hingga akhirnya pada 20

Oktober 2018 pasien datang kembali ke Rumah Sakit Siaga Raya untuk mendapat

penanganan Fisioterapi. Saat ini pasien menjalani fisioterapi dengan waktu 2 kali

per minggu. Kemampuan saat ini, pasien sudah dapat menggerakan extremitas

bawah dextra (fleksi knee, ekstensi knee, fleksi hip, ekstensi hip) walaupun

dengan lingkup derak sendi yang masih terbatas.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Fraktur pada pergelangan tangan kiri (2002)

2. Pemeriksaan Umum

a. Kesadaran : compos mentis

b. Tekanan darah :

c. Denyut nadi : 77 kali/menit

d. Pernafasan : 22 kali/menit

e. Kooperatif : Kooperatif

3. Pemeriksaan Fisioterapi

a. Inspeksi

1) Statis
a) Postur : normal

b) Terdapat bekas jahitan pada lateral hip dextra sepanjang… cm

c) Permukaan kulit pada tungkai dextra tampak kering

2) Dinamis

a) Cara datang : Pasien berjalan dengan alat bantu kruk

b) Weight bearing :

c) Cara jalan :

b. Tes Cepat

1) Palpasi :

a) Suhu : afebris

b) Edema : tidak ada

c) Nyeri tekan?

d) Spasme?

c. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD)

Nyeri
ROM MMT
No Regio Gerakan (VAS)

Dextra Sinistra Dextra Sinistra Dextra Sinistrra

1 Hip Fleksi 0 0 60˚ 120˚ 3 5


Ekstensi 0 0 10˚ 20˚ 3 5

1) P Abduksi 0 0 30˚ 45˚ 3 5

F Adduksi 0 0 25˚ 30˚ 3 5

G Internal
0 0 15˚ 35 3 5
D rotasi

Eksternal
0 0 20˚ 40 3 5
A rotasi

k 2 Knee Fleksi 70˚ 120˚ 3 5

t Ekstensi 0 0 5˚ 0˚ 3 5

i 3 Ankle Inversi 0 0 10˚ 20˚ 3 5

f Eversi 0 0 10˚ 20˚ 3 5

2) P Doso
0 0 10˚ 20˚ 3 5
F fleksi

G Plantar
0 0 10˚ 30˚ 3 5
D fleksi

Pasif

3) PFGD Isometrik

d. Tes Khusus
 Pemeriksaan Fungsi Sensorik

Superficial pain

Tujuan : membedakan sensasi tajam/tumpul

Tata laksana : pasien diberi tau tajam/tumpul seperti apa, pasien diminta

untuk tidak melihat tungkainya, pasien diberi sensasi tajam/tumpul dan

tanyakan sensasi apa yang dirasa. Test sensasi ini dilakukan pada kedua

tungkai pada daerah-daerah dermatom.

Hasil : pasien tidak memiliki gangguan sensorik

b. Pemeriksaan Penunjang

Rontgen

No. Tanggal Hasil Pemeriksaan

Pemeriksaan

1.

C. Diagnosa Fisioterapi

1. Problematik Fisioterapi

a. Body Function and Structure Impairment

1) Keterbatasan Range of Motion (ROM) pada knee Dextra


2) Penurunan kekuatan otot pada otot hamstring, quadriceps, dan gluteus

maximus sisi Dextra

3) Spasme pada otot hamstring dan otot gastrocnemius Dextra

b. Activity Limitation

1) Tidak dapat berjalan tanpa bantuan

2) Tidak dapat naik turun tangga

c. Partisiption Restriction

Tidak dapat bekerja sebagai creative design

2. Diagnosa Fisioterapi berdasarkan ICF

Keterbatasan gerak fleksi knee joint dikarenakan stiffness dan nyeri akibat post

orif 1/3 proximal femur dextra sehingga tidak bekerja sebagai creative design.

C. PERENCANAAN FISIOTERAPI

1. Tujuan Jangka Pendek : Menambah LGS dan dapat melakukan kemampuan fungsional.

2. Tujuan Jangka Panjang : Dapat melakukan aktivitas bekerja sebagai creative design

D. INTERVENSI FISIOTERAPI

1. Intervensi Fisioterapi (Uraian)

Tanggal Keluhan Intervensi Dosis Ket

Jum’at Keterbata a. Actinotherapy: F: 1x seminggu


14 san gerak  Infra Red I: 40 cm
septemb fleksi ( T: 15 menit
er 2018 fleksi T: continous
aktif 95°
dan fleksi
pasif 105
° )
b. Electrical Stimulation: F: 100 Hz
 Muscle Stimulation I: 16-17 mA
T: 13 menit
T: continous
c. Terapi Latihan F: 1x seminggu
 Hold Relax I: 7 repetisi 3 set
(hold: 6 detik rest: 4
detik)
T: 3,5 menit
T: intermittent
F: 1x seminggu
 Active Exercise I: 10 repetisi 3 set
(rest: 10 detik tiap
set)
T: 1 menit
T: intermittent
Jum’at, Keterbata a. Electrical Stimulation: F: 100 Hz
21 san gerak  Muscle Stimulation I: 16-17 mA
septemb fleksi(flek T: 13 menit
er 2018 si aktif T: continous
110⁰ dan
fleksi
pasif
115⁰ )
b.Terapi Latihan F: 1x seminggu
 I: 7 repetisi 3 set
(hold: 6 detik rest: 4
detik)
T: 3,5 menit
T: intermittent
F: 1x seminggu
 Active Exercise I: 10 repetisi 3 set
(rest: 10 detik tiap
set)
T: 1 menit
T: intermittent
Rabu, Keterbata a. Terapi Latihan F: 1x seminggu
26 san gerak  Hold Relax I: 7 repetisi 3 set
septemb fleksi(flek (hold: 6 detik rest: 4
er 2018 si aktif detik)
120⁰ dan T: 3,5 menit
fleksi T: intermittent
pasif F: 1x seminggu
125⁰ )  Active Exercise I: 10 repetisi 3 set
(rest: 10 detik tiap
set)
T: 1 menit
T: intermittent
Tabel 3.1 Intervensi Fisioterapi

2. Edukasi/ Home Programe : Latihan Activity daily living

E. EVALUASI

Tanggal S O A P
Jum’at, Pasien Fleksi elbow: Terjadi Lanjutkan
14 mengeluhkan 95⁰ peningkatan program yang
september masih kaku untuk Ekstensi ROM setelah berlangsung
2018 menekuk siku kiri elbow: 20⁰ dilakukan
intervensi
Fisioterapi

Jum’at, Pasien Fleksi elbow: Terjadi Lanjutkan


21 mengeluhkan 110⁰ peningkatan program yang
september masih kaku untuk Ekstensi ROM setelah berlangsung
2018 menekuk siku kiri elbow: 10⁰ dilakukan
dan jarang intervensi
menggunakan Fisioterapi
tangan kiri untuk
melakukan
kegiatan sehari-
hari
Rabu, 26 Pasien Fleksi elbow: Terjadi Lanjutkan
september mengeluhkan 120⁰ peningkatan program yang
2018 kurang sedikit lagi Ekstensi ROM setelah sedang
untuk menekuk elbow: 0⁰ dilakukan berlangsung
siku kiri secara intervensi
penuh Fisioterapi

Tabel 3.2 Evaluasi Intervensi Fisoterapi

Anda mungkin juga menyukai