Disusun oleh:
KELOMPOK 2
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Praktik Fisioterapi
Komprehensif I
Disusun oleh:
KELOMPOK 2
LAPORAN KASUS
Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk
LAPORAN KASUS
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari laporan kasus ini adalah “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Post Orif
Fraktur Femur Dengan Intervensi Terapi Latihan untuk Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis banyak sekali mendapatkan bantuan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin
1. Direktur Rumah Sakit Siaga Raya yang telah mengizinkan kami melakukan praktik klinik
3. Bapak Robiarto, S.Ft. selaku Kepala Bagian Fisioterapi dan Pembimbing Lahan unit
4. Ibu Ratu Karel Lina, SSt.Ft., SKM., MPH. selaku Ketua Program Studi Fisioterapi D-IV
Fisioterapi Poltekkes Kemenkes jarta III dan Pembimbing Pendidikan Poltekkes Kemenkes
Jakarta III.
5. Bapak dan Ibu Fisioterapis di Rumah Sakit Siaga Raya yang tidak bisa kami sebut satu
persatu.
7. Pasien pada studi kasus komprehensif I yang sudah meluangkan waktunya dan bekerja sama
dengan kami.
8. Orangtua kami tercinta yang sudah mendoakan dan mendukung kami dalam bentuk moril dan
materil.
9. Kelompok 2 Komprehensif I antara lain; Dinda, Aisha, Awan, dan Devista yang sudah
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sebagai alat mobilisasi guna memperlancar aktivitas sehari-hari. Namun hal ini
juga diiringi dengan timbulnya beberapa dampak negatif yang tidak diinginkan,
seperti kemacetan dan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas. Menurut Undang-
undang Nomor 22 Tahun 2009 yang membahas mengenai lalu lintas dan angkutan jalan,
kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan
tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang
Dalam Global Status Report on Road Safety (WHO, 2015) disebutkan bahwa
setiap tahun, di seluruh dunia, lebih dari 1,25 juta korban meninggal akibat kecelakaan
lalu lintas dan 50 juta orang luka berat. Dari jumlah ini, 90% terjadi di negara
berkembang.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2013
menyebutkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang terjadi, terdapat 5,8% korban cedera atau
sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang paling banyak terjadi
yaitu fraktur pada bagian ekstremitas bawah sebesar 65,2% dan ekstremitas atas sebesar
36,9%.
Menurut Desiartama & Aryana (2017) di Indonesia kasus fraktur femur merupakan
yang paling sering yaitu sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula
(11%), dimana penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya
disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh
(37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%). 4,5% Puncak distribusi usia pada fraktur femur
adalah pada usia dewasa (15 - 34 tahun) dan orang tua (diatas 70 tahun).
Fraktur femur disebut juga sebagai fraktur tulang paha yang disebabkan akibat
benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung (Helmi, 2012). Salah satu
penatalaksanaan yang sering dilakukan pada kasus fraktur femur adalah tindakan operatif
pasien fraktur kebanyakan masih memilih mengobati penyakitnya pada pengobatan patah
Menurut Subroto Sapardan (RSCM dan RS Fatmawati Jakarta, Februari- April 1974),
Neglected Fracture adalah penanganan patah tulang pada extremitas (anggota gerak) yang
salah oleh bone setter (dukun patah), yang masih sering dijumpai di masyarakat Indonesia.
Neglected fracture adalah suatu fraktur dengan atau tanpa dislokasi yang tidak ditangani atau
ditangani dengan tidak semestinya sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan dalam
Jumlah penderita neglected fracture terutama laki-laki. Sebagian besar pada usia
produktif (92,5%). Lokasi anatomis neglected fracture sebagian besar di femur (38,46 %).
Untuk teknik operasi biasanya dilakukan dengan ORIF (Open Reduction Internal
Fixation), ORIF adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya mengacuh pada
operasi terbuka untuk mengatur tulang kembali pada posisi anatominya. Fiksasi internal
mengacu pada fiksasi Plate and Screw untuk memfasilitasi penyembuhan (Brunner
&Suddart, 2003). Dari teknik penyembuhan menggunakan teknik operatif dari tindakan post
operatif tersebut tentu menimbulkan adanya suatu permasalahan yang meliputi gangguan
kapasitas fisik dan kemampuan fungsional, yaitu adanya keluhan nyeri akibat incise serta
nyeri gerak, oedema, keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS), penurunan kekuatan otot, serta
dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi
peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis) pelatihan fungsi, dan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil
judul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Post Orif Fraktur Femur Dengan Intervensi
Terapi Latihan untuk Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Lutut di Rumah Sakit Siaga Raya
Tahun 2018”
B. Identifikasi Masalah
Masalah gerak fungsional yang ditemui pada kasus Post Operasi Fraktur Femur
adalah:
c. Adanya stiffness
berjalan
2. Pembatasan Masalah
Adapun tujuan penulisan dalam laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pasien
Femur Dextra dan dapat menjadi referensi tambahan program latihan di rumah.
kasus Post Operasi Fraktur Femur Dextra dan dapat menambah wawasan fisioterapis
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
1. Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah suatu kondisi dimana kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang pada disebabkan
oleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare, 2013; American Academy
Fraktur merupakan kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya
trauma ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan,
namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi
kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur (Garner, 2008; Price &
Wilson, 2006).
2. Klasifikasi Fraktur
e. Depressed: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam, sering terjadi pada
g. Patologik: fraktur pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget, metastasis
h. Avultion: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.
Merupakan reduksi terbuka dengan fiksasi interna (Open Reduction and Internal
kawat, plat, sekrup, batangan logam, atau pin ke dalam tempat fraktur dengan tujuan
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang baik
4. Neglected Fracture
ditangani dengan baik (proper treatment)(Ayu, 2014). Neglected fracture dengan atau
tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan atau tanpa dislokasi yang tidak ditangani
dalam penanganan, atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan.
5. Malunion
Malunion adalah suatu keadaan tulang patah yang telah mengalami penyatuan
dengan fragmen fraktur berada dalam posisi tidak normal (posisi buruk). Malunion
imobilisasi yang tidak efektif dalam masa penyembuhan. (Ramadhian et al., 2016)
c. terdapat rotasi antara kedua fragmen fraktur lebih dari 45 derajat dengan ada atau
B. Anatomi
1. Os. Femur
Femur dalam bahasa latin berarti paha, adalah tulang terpanjang, terkuat dan terberat
dari semua tulang pada rangka tubuh. Bentuk dari tulang femur menyerupai bentuk
silinder yang memanjang. Femur terbagi atas tiga bagian yaitu bagian proximal, medial,
a. Proximal femur
Adalah bagian tulang femur yang berdekatan dengan Pelvis. Terdiri atas : kepala
1) Kepala (Caput)
Permukaan lembut dari bagian caput femur mengalami depresi, fovea kapitis
Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Caput femur masuk dengan
pas ke accetabulum untuk membentuk sudut sekitar 125--0 dari bagian Collum
femur.
2) Leher (Collum)
kecil yang berlokasi di bagian medial dan posterior dari leher dan corpus tulang
femur.
Adalah bagian tulang femur yang membentuk corpus dari femur menyerupai
bentuk silinder yang memanjang. Bagian batang permukaannya halus dan memiliki
satu tanda saja, linea aspera yaitu lekuk kasar untuk perlekatan beberapa otot.
c. Distal Femur
Bagian anterior dari distal femur merupakan lokasi tempat melekatnya tulang
patella, terletak 1,25 cm di atas knee joint. Bagian posterior dari distal femur
terdapat dua buah condilus, yaitu condilus lateral dan condilus medial. Kedua
a. Anterior
1) M. Rectus Femoris
2) M. Vastus Medialis
Insersio: Lateral dari ujung os. Tibia (di atas Tractus iliotibialis di bawah
Condylus lateralis)
5) M. Sartorius
b. Posterior
1) M. Semitendinosus
2) M. Semimembranosus
3) M. Biceps Femoris
Origo :
Caput brevis: Labium lateral dari linea aspera (1/3 bagian tengah).
c. Medial
1) M. Adductor brevis
Insersio: Femur, garis pectineal, dan proksimal setengah medial linea aspera.
2) M. Adductor magnus
Insersio: Femur, medial linea aspera, medial garis supracondylar, dan tuberculum
adductor.
3) M. Adductor longus
4) M. Gracilis
5) M. Pectineus
Pada kasus ini, pasien menglami keterbatasan gerak lutut. Berikut merupakan
Aksis gerak fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi, yaitu
diterima sendi lutut dalam keadaan normal akan melalui medial sendi lutut dan
akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga resultannya akan
a) Osteokinematika
ekstensi pada bidang sagital dengan lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130
derajat, bila posisi hip fleksi penuh, dan dapat mencapai 140 derajat, bila hip
derajat gerakan putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk
derajat dari posisi awal mid posision. Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi
lutut fleksi 90 derajat (Kapandji, 1995), gerakan yang terjadi pada kedua
permukaan tulang meliputi gerakan rolling dan sliding. Saat tulang femur
yang bergerak maka, gerakan rolling ke arah belakang dan sliding ke arah
depan (berlawanan arah). Saat fleksi, femur rolling ke arah belakang dan
belakang. Saat tibia yang bergerak fleksi adapun ekstensi maka rolling
maupun sliding bergerak searah, saat fleksi maka rolling maupun sliding
bergerak searah, saat fleksi rolling dan sliding ke arah belakang, sedangkan
b) Artrokinematika
Artrokinematika pada sendi lutut di saat femur bergerak rolling dan sliding
berlawanan arah, disaat terjadi gerak fleksi femur rolling ke arah belakang
maka rolling maupun sliding terjadi searah, saat fleksi menuju dorsal,
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 diketahui bahwa pada tahun
2002 kecelakaan di Indonesia terjadi sejumlah 12.267 kecelakaan dan pada tahun 2012
meningkat menjadi 117.949 atau hampir sepuluh kali lipat terjadinya kecelakaan dalam
sepuluh tahun.
Dalam Global Status Report on Road Safety (WHO, 2015) disebutkan bahwa
setiap tahun, di seluruh dunia, lebih dari 1,25 juta korban meninggal akibat kecelakaan
lalu lintas dan 50 juta orang luka berat. Dari jumlah ini, 90% terjadi di negara
berkembang.
menyebutkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang terjadi, terdapat 5,8% korban cedera atau
sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang paling banyak terjadi
yaitu fraktur pada bagian ekstremitas bawah sebesar 65,2% dan ekstremitas atas sebesar
36,9%.
Menurut Desiartama & Aryana (2017) di Indonesia kasus fraktur femur merupakan
yang paling sering yaitu sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula
(11%), dimana penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya
disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh
(37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%). 4,5% Puncak distribusi usia pada fraktur femur
adalah pada usia dewasa (15 - 34 tahun) dan orang tua (diatas 70 tahun).
D. Etiologi
Menurut (Noor, 2012), Fraktur dapat terjadi karena beberapa penyebab, yaitu:
Sebagian besar fraktur disebabkan kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi
miring, pemuntiran atau penarikan. Bila terkena secara langsung, tulang dapat patah pada
tempat yang terkena dan jaringan lunak juga akan rusak. Pemukulan (pukulan sementara)
yang meluas. Bila terkena secara tidak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan tersebut dan kerusakan jaringan
pendek.
e. Penarikan, dimana tendon atau ligamen benar-benar menarik tulang sampai terpisah.
2. Fraktur Patologis
Mekanisme terjadinya fraktur yaitu terjadiya trauma menyebabkan tekanan pada tulang
hingga tidak mampu meredam energi yang terlalu besar maka terjadilah fraktur. Hal ini
diperparah jika ditambah adanya kondisi patologis seperti osteoporosis, osteomyelitis dan
tumor tulang yang menyebabkan kepadatan tulang berkurang, tulang menjadi sangat rapuh
Karena tulang femur merupakan tulang yang kuat maka jenis trauma yang menyebabkan
fraktur disebabkan oleh trauma high impact seperti kecelakaan kendaraan bermotor.
F. Manifestasi Klinis
2. Nyeri pembengkakan
4. Deformitas
5. Kelainan gerak
7. Odema : muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
8. Kehilangan sensasi (mati rasa mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau perdarahan)
G. Prognosis
Prognosa adalah prediksi perkembangan keadaan diagnostik pasien atau klien dimasa
mendatang setelah mendapatkan intervensi fisioterapi. Diagnosis dan prognosis timbul dari
pemeriksaan dan evaluasi dan mewakili hasil dari proses penalaran klinis dan
menggabungkan informasi tambahan dari lainnya yang diperlukan. Hal ini dapat dinyatakan
Menurut (A. Graham, 1995) prognosis pada pasien fraktur meliputi Qua ad vitam yaitu
dapat dikatakan baik apabila pasien dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal
fiksasi (ORIF), yang kedua Qua ad sanam yaitu dikatakan baik apabila pasien telah
direposisi dan difiksasi dengan baik maka fragmen yang fraktur akan stabil sehingga
mempercepat proses penyambungan tulang, yang ketiga Qua ad fungsionam yaitu berkaitan
dengan proses penyambungan tulang, yang terakhir Qua ad cosmeticam yaitu dikatakan baik
apabila fragmen yang telah direposisi dan difiksasi menyambung dengan baik, sehingga
1. Qua ad vitam
Qua ad vitam adalah sebuah prognosis yang memperkirakan mati atau hidupnya
pasien (Yuanita, 2014). Pada kasus ini qua ad vitam baik, karena trauma yang dialami
2. Qua ad sanam
pasien (Darwis, 2014). Pada kasus ini qua ad sanam baik, karena pasien dapat sembuh
dari penyakitnya.
3. Qua ad fungsionam
fungsional sehari-hari pasien. Pada kasus ini qua ad fungsionam baik, karena pasien
4. Qua ad cosmeticam
apakah trauma tersebut mengganggu penampilannya . Pada kasus ini qua ad cosmeticam
H. Teknologi Fisioterapi
1. Modalitas
a. Infrared
gelombang 7700 A° -4 juta A°, letak diantara sinar merah dan hertzain (Sujatno,
2003)
Efek Fisiologis :
Efek terapeutik :
2) Relaksasi otot
3) Meningkatkan suplai darah
menggunakan 2 atau 4 pad tergantung dari daerah yang akan diobati. IFC sangat sering
digunakan dalam aplikasi klinis karena penetrasi ke jaringan yang lebih dalam, dan arus
Tujuan :
2) Mengurangi nyeri
Indikasi :
Kemudian atur waktu intervensi yang diberikan pada alat yaitu dalam waktu 10 menit
c. Ultrasound
gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan dalam
Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik
memerlukan medium yang elastis sebagai media perlambatan. Setiap medium elastis
dan ekspansi medium pada jarak separuh gelombang yang menyebabkan variasi
Jika gelombang ultrasound masuk ke dalam jaringan maka efek yang diharapkan
adalah efek biologis. Gelombang ultrasound diserap oleh jaringan dalam berbagai
penyerapan dan kedalaman efek dari gelombang ultrasound. Disamping itu refleksi,
Tujuan :
Indikasi :
2. Terapi Latihan
Terapi latihan adalah gerakan tubuh, postur, atau aktivitas fisik yang dilakukan
secara sistematis dan terencana guna memberikan manfaat bagi pasien/klien untuk:
keseluruhan
Merupakan bentuk latihan statik yang terjadi bila otot berkontraksi tanpa berubah
panjangnya otot atau tanpa terjadi gerakan sendi melawan tahanan dan
Pada kasus yang dibahas di makalah ini strengthening yang digunakan yaitu:
2) Active Exercise
a) SLR
I. Penatalaksanaan Fisioterapi
1. Asesmen
Terdiri dari pemeriksaan dan evaluasi yang sekurang-kurangnya memuat data anamnesa
yang meliputi:
a. Anamnesis
percakapan antara seorang terapis dengan pasiennya baik secara langsung atau
dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data
pasien beserta permasalahan medisnya. Ada dua jenis anamnesis yang umum
dilakukan yaitu, auto anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya, dan
allo anamnesis yang dilakukan pada pasien tidak sadar, sangat lemah atau sangat
sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang
besar, yaitu:
1) Anamnesis umum
edukasi sesuai dengan latar belakang pasien. Data identitas pasien terdiri dari :
a) Nama
d) Jenis Kelamin
e) Alamat
f) Pendidikan terakhir
g) Pekerjaan
h) Diagnosa Medik
2) Anamnesis Khusus
a) Keluhan Utama
b) Keluhan Penyerta
tubuh lain.
lengkap.
b. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran
yang menjadikan individu itu sendiri sadar dan paham betul apa yang akan
terjadi.
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang tetapi jatuh tertidur lagi
e) Sopor koma adalah keadaan seperti tertidur lelap. Reflek motoris terjadi
f) Koma adalah tidak bisa dibangunkan, tidak ada repon terhadap rangsangan
2) Tekanan darah
Tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri darah ketika darah di
3) Denyut nadi
4) Pernafasan
tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa
5) Kooperatif
makhluk individu yang berbeda satu sama lain sehingga konsekuensi logisnya
manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan
sesama.
c. Pemeriksaan Fisioterapi
1) Inspeksi
a) Statis
b) Dinamis
2) Tes Cepat
cepat kasus yang dialami oleh pasien, sehingga dapat menentukan pemeriksaan
tanpa bantuan dari orang lain atau terapis. Hasil yang didapat dari pemeriksaan
4) Tes Khusus
a) Palpasi
Pemeriksaan dengan cara menyentuh atau merasakan dengan tangan
untuk mengetahui adanya nyeri tekan, spasme otot, suhu lokal, tonus otot,
dan oedem.
b) Nyeri
(VAS). VAS adalah alat ukur nyeri yang digunakan untuk memeriksa
dengan level intensitas nyeri mulai dari 0-10 dengan 0 adalah no pain dan 10
ataupun gaya eksternal lain dalam lingkup geraknya. Pengukuran ROM dapat
ROM dapat diukur dengan gerak aktif atau pasif. ROM aktif terjadi
ROM pasif terjadi karena adanya dorongan dari luar pada tubuh di sekitar
sendi (misalnya, dari terapis atau alat). Pasif ROM selalu lebih besar dari
ROM aktif.
a) Tujuan / kegunaan :
yang diukur
geraknya.
ROM :
1) Reliabilitas
2) Usia
3) Jenis kelamin
4) Struktur persendian
5) Tipe gerakan
6) Alat ukur
d) Pengukuran Antropometri
Manual Muscle Test (MMT) atau pengukuran nilai otot untuk ekstremitas
Nilai Kriteria
melawan gravitasi
minimal
maksimal
Sumber: www.prohealthcareproducts.com
5) Pemeriksaan penunjang
2. Penegakan Diagnosis
Functioning, Disability and Health (ICF) atau berkaitan dengan masalah kesehatan
b. Activity Limitation
Activity limitation adalah keterbatasan aktivitas yang dialami oleh individu yang
diakibatkan dari kerusakan/gangguan yang terjadi pada struktur anatomi yang terkait.
c. Participation Restriction
Tujuan jangka pendek digunakan mengarahkan tindakan terapi yang segera dan
Tujuan jangka panjang digunakan untuk mengarahkan tindakan terapi namun bukan
4. Intervensi
kepada pasien guna mencapai tujuan yang telah disepakati oleh pasien dan fisioterapis.
a. Jenis intervensi
b. Metode intervensi
Metode intervensi yang digunakan yaitu Elektroterapi yang terdiri dari infra
Red, ultrasound, interferential current lalu Terapi Latihan yaitu active exercise,
Edukasi atau home program diberikan pada pasien agar latihan dapat dilakukan di
rumah dengan dibantu oleh pihak keluarga atau orang-orang yang ada di sekitar pasien.
Edukasi atau home program ini bertujuan sebagai penunjang intervensi yang diberikan
oleh fisioterapis.
6. Evaluasi
kondisi pasien dengan pengukuran sebagai perbandingan hasil sudah sejauh mana
keefektifan intervensi yang diberikan. Evaluasi ditulis dengan format SOAP yaitu
7. Dokumentasi
dari fisioterapis.
J. Kerangka Berpikir
Trauma
konserfatif operatif
ORIF OREF
keterbatasan LGS
activity Limitation
outcome
- Activity Limitation: intervensi Fisioterapi
- Jangka Pendek:
tidak dapat berjalan - elektroterapi : Infrared,
mengurangi nyeri,
tanpa alat bantu Interferential current,
menambah LGS, dan ultrasound
- Impairment:
dapat melakukan - Terapi Latihan : Isometric
keterbatasan LGS exercise, Active Exercise,
kemampuan
pada knee dextra, Contract Relax
fungsional
kelemahan otot
- Jangka Panjang:
quadriceps
dapat melakukan
- Participation
aktivitas fungsional;
Restriction: tidak
bekerja dan berolahraga
dapat bekerja dan
travelling.
BAB III
URAIAN KASUS
A. Identitas Pasien
1. NRM : 201630
6. Agama : Islam
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama
b. Keluhan Penyerta
Tidak ada
bulan pengobatan, lalu diganti dengan papan yang dipasang hingga lutut selama 2
bulan berikutnya, lalu lutut pasien ditekuk secara paksa di tempat pengobatan
tradisional tersebut hingga pasien memaksakan diri berjalan dengan kaki pincang.
Pasien datang ke Rumah Sakit Siaga Raya pada 30 Agustus 2018 untuk
operasi pemasangan Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) dan dirawat
terutama menekuk lutut. Setelah dirawat di rumah sakit, pasien menjalani terapi
selama 1 bulan di rumah, namun tidak banyak kemajuan hingga akhirnya pada 20
Oktober 2018 pasien datang kembali ke Rumah Sakit Siaga Raya untuk mendapat
penanganan Fisioterapi. Saat ini pasien menjalani fisioterapi dengan waktu 2 kali
per minggu. Kemampuan saat ini, pasien sudah dapat menggerakan extremitas
bawah dextra (fleksi knee, ekstensi knee, fleksi hip, ekstensi hip) walaupun
2. Pemeriksaan Umum
b. Tekanan darah :
d. Pernafasan : 22 kali/menit
e. Kooperatif : Kooperatif
3. Pemeriksaan Fisioterapi
a. Inspeksi
1) Statis
a) Postur : normal
2) Dinamis
b) Weight bearing :
c) Cara jalan :
b. Tes Cepat
1) Palpasi :
a) Suhu : afebris
c) Nyeri tekan?
d) Spasme?
Nyeri
ROM MMT
No Regio Gerakan (VAS)
G Internal
0 0 15˚ 35 3 5
D rotasi
Eksternal
0 0 20˚ 40 3 5
A rotasi
t Ekstensi 0 0 5˚ 0˚ 3 5
2) P Doso
0 0 10˚ 20˚ 3 5
F fleksi
G Plantar
0 0 10˚ 30˚ 3 5
D fleksi
Pasif
3) PFGD Isometrik
d. Tes Khusus
Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Superficial pain
Tata laksana : pasien diberi tau tajam/tumpul seperti apa, pasien diminta
tanyakan sensasi apa yang dirasa. Test sensasi ini dilakukan pada kedua
b. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen
Pemeriksaan
1.
C. Diagnosa Fisioterapi
1. Problematik Fisioterapi
b. Activity Limitation
c. Partisiption Restriction
Keterbatasan gerak fleksi knee joint dikarenakan stiffness dan nyeri akibat post
orif 1/3 proximal femur dextra sehingga tidak bekerja sebagai creative design.
C. PERENCANAAN FISIOTERAPI
1. Tujuan Jangka Pendek : Menambah LGS dan dapat melakukan kemampuan fungsional.
2. Tujuan Jangka Panjang : Dapat melakukan aktivitas bekerja sebagai creative design
D. INTERVENSI FISIOTERAPI
E. EVALUASI
Tanggal S O A P
Jum’at, Pasien Fleksi elbow: Terjadi Lanjutkan
14 mengeluhkan 95⁰ peningkatan program yang
september masih kaku untuk Ekstensi ROM setelah berlangsung
2018 menekuk siku kiri elbow: 20⁰ dilakukan
intervensi
Fisioterapi