Disusun oleh:
KELOMPOK 5
ELIWATI P3.73.26.1.13.015
MUHAMMAD MUFTI FAQIHI P3.73.26.1.13.027
RIA NUR ANDRIANI P3.73.26.1.13.037
VIVI DESTASARI P3.73.26.1.13.047
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kulah Praktik Fisioterapi
Komprehensif I
Disusun oleh:
KELOMPOK 5
ELIWATI P3.73.26.1.13.015
MUHAMMAD MUFTI FAQIHI P3.73.26.1.13.027
RIA NUR ANDRIANI P3.73.26.1.13.037
VIVI DESTASARI P3.73.26.1.13.047
LAPORAN KASUS
Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk
dipertahankan di hadapan penguji
(Ratu Karel Lina, SST. Ft., SKM., MPH) (Virgorika Basuki Raharjo, SST. Ft.)
NIP: 196007021989012002 NIP: 196908301993031003
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Laporan kasus ini telah diujikan dalam konferensi kasus pada tanggal 5 bulan
Desember tahun 2016
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia dan rahmat-Nya, kami dapat menyusun laporan konferensi kasus yang
Sinistra dengan Free Active Exercise dan Resisted Active Exercise Terhadap
bantuan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan
3. Ibu Ratu Karel Lina, SST. Ft., M.PH selaku Ketua Program Studi D-IV
Fatmawati
RSUP Fatmawati
Fatmawati yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, yang telah
v
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
8. Orang tua kami, yang telah selalu memberikan dukungan moral maupun
materi
Harapan kami bahwa laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Kami menyadari bahwa laporan kasus
ini masih jauh dari sempurna dengan keterbatasan yang kami miliki. Kritik dan
saran yang membangun dari pembaca akan kami terima dengan tangan terbuka
Penulis
vi
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR ISI
vii
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB V................................................................................................................... 61
PENUTUP ............................................................................................................. 61
A. Simpulan .................................................................................................... 61
B. Saran ........................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... xii
viii
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR GAMBAR
ix
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 ............................................................................................................... 47
Tabel 3. 2 ............................................................................................................... 47
Tabel 3. 3 ............................................................................................................... 49
Tabel 3. 4 ............................................................................................................... 49
Tabel 3. 5 ............................................................................................................... 49
Tabel 3. 6 ............................................................................................................... 52
Tabel 3. 7 ............................................................................................................... 56
Tabel 3. 8 ............................................................................................................... 56
x
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR GRAFIK
xi
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tinggi yang akan berdampak pada meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas.
atau terjatuh dalam posisi miring, pemuntiran, atau penarikan dan terjadi
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam dua tahun terakhir ini,
negara urutan kelima tertinggi angka kecelakaan lalu lintas di dunia (Rahman
2014).
lalu lintas berada pada usia produktif, yakni 22-50 tahun. Terdapat sekitar
400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di jalan raya dengan
rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Bahkan,
1
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Pada kecelakaan lalu lintas sering terjadi trauma fisik, salah satunya adalah
dislokasi pada hip. Dislokasi pada daerah hip dapat menyebabkan kerusakan
jaringan lunak di sekitarnya mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai
struktur neuromuskuler. Apabila hal ini tidak ditangani secara tepat maka
kejadian dislokasi atau fraktur pada femur dapat membahayakan pasokan darah
dari area lokal femur ke kepala femur yang akan menyebabkan terjadinya
panggul, dan angka ini meningkat dengan tertundanya reduksi. Jika reduksi
8 jam. Pada dislokasi lebih dari satu bulan, kaput femur dapat dijerat oleh
kapsul sendi, hal ini dapat dikoreksi hanya dengan operasi (Moesbar 2006).
Total Hip Replacement (THR) merupakan salah satu operasi yang dilakukan
biasa juga dikenal dengan Total Hip Arthroplasty adalah mengganti tulang
rawan dan tulang yang rusak dengan komponen prostetik yang terbuat dari
metal, cobalt, dan titanium (Orthoinfo.org 2015). Jumlah THR di setiap negara
tahun 2004, dan sedikitnya 150.000 kasus ditemukan di Jepang untuk kurun
2
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
mencapai 2,5 juta orang (1,4 juta perempuan dan 1,1 juta laki-laki) dengan
THR di Amerika Serikat pada tahun 2010 (Maradit Kremers et al. 2015). Di
pada 2030 diperkirakan akan ada lebih dari empat juta pasien yang menjalani
operasi penggantian sendi. Pada observasi lapangan dan survey yang telah
(RSO) dr. Soeharso, Solo yang merupakan rumah sakit rujukan ortopedi di
Jawa Tengah dan salah satu rumah sakit ortopedi terbaik level nasional. Hasil
survey menunjukkan angka THR di rumah sakit ini mencapai 200 sampai 400
orang per tahun. Sedangkan di RSUP Fatmawati, angka kejadian THR pada
tahun 2015 adalah sebanyak 51 orang.Hal ini tentu terjadi relatif sedikit
masalah baru lagi pada pasien. Keadaan post THR biasanya menjalani proses
problematika yang cukup kompleks. Baru-baru ini, hasil kesehatan pasien yang
THR (Holm et al. 2013). Kasus THR yang ringan sampai sedang memiliki
3
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
melakukan aktivitas sehari-hari (ADL), kelemahan otot, kelemahan hip
operasi THR. Pada minggu pertama setelah THR, kemungkinan tidak aktifnya
tungkai bawah dapat mengurangi kekuatan otot sebagai dasar dari fungsi fisik.
Oleh karena itu, pemulihan awal dan rehabilitasi otot-otot yang lemah sangat
berperan penting dalam penanganan pasca operasi dari THR. Intervensi yang
dapat dilakukan memiliki tujuan dalam memulihkan gerak dan fungsi yang
adalah berupa terapi latihan dengan teknik free active exercise dan resisted
4
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Berdasarkan problematika fisioterapi di atas, maka penulis tertarik untuk
terhadap peningkatan lingkup gerak sendi pada pasien dengan kasus pasca
B. Identifikasi Masalah
Adapun masalah yang ditemui pada kasus pasca operasi Total Hip
2. Nyeri
C. Pembatasan Masalah
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Resisted Active Exercise yang diterapkan pada kasus post op Total Hip
5
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
2. Tujuan Khusus
E. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pasien
6
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang keluar dari sendi, atau dari
posisi normalnya. Dislokasi hip posterior terjadi karena ada gaya yang
karena trauma atau kecelakaan dalam keadaan posisi kaki fleksi dan lutut
hip. Hal ini terjadi karena pasokan darah pada kaput femur mengalami
iskemia karena terputusnya arteri dan dapat juga terjadi karena kerusakan
intraseluler pada daerah tulang kaput femur akibat trauma yang kuat
Kerusakan permanen yang terjadi pada sendi hip akibat dari proses
penggantian tulang yang disebut dengan Total Hip Replacement (atau Total
7
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Hip Arthroplasty). Tulang yang rusak tersebut diganti dengan komponen
palsu yang terbuat dari metal, cobalt, atau titanium (Anon 2013).
4. Fisioterapi
postoperasi. Pada kasus dislokasi hip joint, fisioterapi dapat berperan pada
dipilih dan pengukuran ini juga sangat bermanfaat untuk hasil evaluasi
pasien sebelum dan setelah dilakukan intervensi. Menurut Potter dan Perry,
8
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
persendian secara normal dan lengkap, serta meningkatkan massa otot dan
tonus otot. Untuk mempertahankan nilai LGS agar tetap normal, setiap ruas
sendi harus digerakkan secara periodik pada ruang gerak yang dimilikinya
(Nadia 2012).
6. Terapi Latihan
Terapi latihan adalah salah satu metode yang dapat dilakukan oleh
ketidaknormalan gerak dan fungsi tubuh. Tujuan lain dari terapi latihan
diantaranya:
Teknik dari terapi latihan dapat dilakukan pada kasus post-op THR
diantaranya:
tanpa adanya perlawanan atau tahanan dari luar. Tujuan dari teknik ini
9
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
b. Active Movement with Resisted Exercise
dengan adanya perlawanan dan tahanan dari luar. Salah satunya dapat
Nagavani 2000).
Sendi hip adalah ball and socket joint yang terbentuk dari
dan pusat acetabulum terisi oleh suatu massa jaringan lemak yang
2012).
10
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Gambar 2. 1 Sendi Hip
Sumber: http://teachmeanatomy.info/lower-Limb/joints/hip-joint/
1) Coxae
dan ischium.
Gambar 2. 2 Os Coxae
Sumber: (Function 2012)
11
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
2) Femur
fossa intercondiloide.
Gambar 2. 3 Os Femur
Sumber : (Function 2012)
12
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
3) Tibia
4) Fibula
5) Tarsalia
6) Metatarsalia
7) Phalanges
1) Sendi Sacroiliaca
13
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
e. Ligamen sacroruberosum
f. Ligamen sacrospinasum
3) Sendi Coxa
14
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Ligamen- ligament penguat yang menyokong kestabilan
sendi:
trochanter minor.
c. Otot
a) iliopsoas
b) Rectus Femoris
c) Sartorius
d) Gracilis
15
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Gambar 2. 5 Grup Otot Bagian Anterior
Sumber : (Function 2012)
a) Pectineus
b) Adductor magnus
c) Adductor longus
d) Adductor brevis
16
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Gambar 2. 6 Grup otot bagian medial
Sumber : (Function 2012)
a) Gluteus maximus
b) Deep rotators
c) Semimembronosus
d) Semitendinosus
e) Biceps femoris
17
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
4) Grup otot lateral
a) Gluteus medius
b) Gluteus minimus
A.poplitea.
Cabang-cabang A.femoralis:
1) Cabang superficial:
18
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
a) A.epigastrica superficialis yang berjalan ke arah
2) Cabang profunda:
avascular necrosis.
(3) Aa.perforantes
19
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
A.poplitea yakni lanjutan A. femoralis, mempercabangkan:
4) A.surales
posterior.
ramus profundus.1
20
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Gambar 2. 9 Vaskularisasi Otot Tungkai Atas
Sumber: (Vizniak A. Nikita Dr. 2010)
2. Kinesiologi Hip
Sendi hip merupakan ball and socket joint sehingga gerakan yang
21
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
membentuk sendi hip ialah bagian dari kepala femur yang menghadap
hip/rotasi internal.
1) Osteokinematik
22
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
a) Lingkup gerak sendi
(2) Bersepeda
2) Arthrokinematik
1) Osteokinematik
unilateral
23
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
2) Arthrokinematik
c. Rotasi internal/eksternal
1) Osteokinematik
2) Arthrokinematik
acetabulum.
24
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Gambar 2. 11 Gerakan pada sendi hip
Sumber: (Kisner Carolyn 2012)
C. Epidemiologi
THR pertama kali dilakukan pada tahun 1960, operasi penggantian pinggul
adalah salah satu operasi paling sukses dalam dunia pengobatan. Sejak tahun
1960, perbaikan dalam teknologi dan teknik bedah penggantian sendi sangat
Healthcare Research and Quality, lebih dari 300.000 THR dilakukan setiap
Amerika Serikat. Pada tahun 2003 terdapat 200.000 THR yang dilakukan,
100.000 penggantian hip parsial, dan 36.000 revisi THR. Pada beberapa kasus
THR harus drevisi agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut. Insiden revisi THR
dalam rentang empat belas bulan yang terhitung dari Oktober 2005 sampai
25
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Di Indonesia sendiri menurut Buletin Orthopaedi Indonesia Edisi Kedua
(2015), pada 2030 diperkirakan akan ada lebih dari empat juta pasien yang
menjalani operasi penggantian sendi. Pada observasi lapangan dan survey yang
telah dilakukan oleh Jamari dan kawan-kawan (2012) di Rumah Sakit Ortopedi
(RSO) dr. Soeharso, Solo yang merupakan rumah sakit rujukan ortopedi di Jawa
Tengah dan salah satu rumah sakit ortopedi terbaik level nasional. Hasil survey
menunjukkan angka THR di rumah sakit ini mencapai 200 sampai 400 orang per
tahun. Sedangkan di RSUP Fatmawati, angka kejadian THR pada tahun 2015
sebanyak 51 orang. Hal ini tentu terjadi relatif sedikit dibandingkan dengan
negara maju.
D. Etiologi
menekuk.
2. Nyeri pinggul yang terus dirasakan ketika sedang beristirahat, baik siang
atau malam.
26
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Keluhan-keluhan tersebut dirasakan akibat adanya beberapa kondisi, salah
satunya avascular necrosis. Cedera pada pinggul, seperti dislokasi atau fraktur,
dapat membatasi suplai darah ke caput femur. Hal ini disebut avascular necrosis
E. Patofisiologi
Salah satu komplikasi dari dislokasi posterior sendi hip yaitu nekrosis
berkembang seiring dengan waktu, hal ini harus dideteksi hingga 3 tahun
avaskular yang semakin luas, maka diperlukan tindakan operasi total hip
replacement.
27
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Gambar 2. 12 Pemotongan Tulang Femur dan Pemasangan Hip Joint
Prosthesis
Sumber : (Nadia 2012)
joint. Dalam penggantian panggul total (total hip replacement), tulang dan
kartilago yang rusak akan dibuang dan diganti dengan komponen palsu. Caput
femur yang rusak akan dibuang dan diganti dengan batang logam yang
ditempatkan pada pusat cekungan femur. Batang femoralis akan disemen atau
ditempatkan pada bagian atas batang. Bola ini menggantikan caput femur yang
rusak dan telah dibuang. Lalu permukaan kartilago yang rusak dari soket
(acetabulum) akan dibuang dan diganti dengan soket logam. Sekrup atau semen
2010).
28
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
acetabullar shell dan acetabular liner, sedangkan pada sistem femoral terdiri
F. Manifestasi Klinis
bersangkutan. Adapun komplikasi yang umum terjadi pada THR adalah sebagai
berikut:
3. Emboli paru
5. Hematoma
6. Infeksi sendi
7. Dislokasi sendi
29
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
8. Cedera saraf sciatik
atau gangguan motorik dan / atau gangguan distribusi saraf sensorik, tiba-tiba
resting heart rate, intervensi fisioterapi harus dihentikan dan segera konsultasi
dengan tim medis lain yang bersangkutan (Brigham and Women’s Hospital
2010).
Pada pasien diharapkan dapat melakukan ambulasi tanpa alat bantu dalam
waktu tiga sampai enam minggu setelah operasi. Pasien juga harus menunjukkan
kekuatan otot pinggul setelah operasi ≥ 4 / 5 MMT dalam waktu 3 bulan berikut
setelah operasi THR. Tujuan jangka panjang untuk pasien THR adalah
(Brigham and Women’s Hospital 2010). Pasien dengan pra operasi yang
30
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
H. Penatalaksanaan Fisioterapi
1. Asesmen
a. Anamnesis
1) Keluhan Utama
2) Keluhan Penyerta
31
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
4) Riwayat Penyakit Dahulu
b. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran
keadaan yang menjadikan individu itu sendiri sadar dan paham betul
2) Tekanan darah
3) Denyut nadi
4) Pernafasan
5) Kooperatif
32
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
c. Pemeriksaan Fisioterapi, yang terdiri dari:
1) Inspeksi
umum pasien.
a) Statis
b) Dinamis
2) Tes Cepat
pasien.
isometrik.
a) PFGD Aktif
pasien tanpa bantuan dari orang lain atau terapis. Hasil yang
33
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
b) PFGD Pasif
pasien dalam keadaan pasif atau rileks. Hasil yang didapat dari
c) PFGD Isometrik
4) Tes Khusus
a) Palpasi
b) Nyeri
intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda “no pain” dan ujung kanan
34
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
c) Pengukuran LGS
goniometer.
Tabel 2. 1
Lingkup Gerak Sendi
d) Pengukuran Antropometri
35
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
e) MMT
dan didokumentasikan.
Tabel 2. 2
Manual Muscle Test
Nilai Keterangan
Otot benar-benar diam dan tidak
0
ada kontraksi
Ada kontraksi pada tonus, tapi
1
tidak bisa menggerakkan sendi
Ada kontraksi otot tidak bisa
2 melawan gaya gravitasi dan
tidak full ROM
Ada kontraksi otot, bisa
3 melawan gravitasi, dan tidak
full ROM.
Kontraksi otot dengan tahanan
4
minimal
Kontraksi otot normal dengan
5
tahanan maksimal
Sumber: (Maimurahman 2012)
5) Pemeriksaan penunjang
36
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
2. Penegakan Diagnosis
b. Activity Limitation
c. Participation Restriction
3. Perencanaan intervensi
37
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
indikasi-kontra indikasi, setidaknya mengandung tujuan jangka pendek
lingkungan.
4. Intervensi
dengan waktu lebih diperpanjang. PLB ini adalah cara yang sangat
38
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
selama 8-10 repetisi setiap siklus dengan 3-4 kali sehari. Teknik ini
udara di paru. Ini juga daapat mengurangi sesak napas dan menjaga
yang berupa gerakan fisik secara aktif atau mandiri. Menurut Centers
1) Ankle Pumping
3) Heel Slide
39
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
c. Resisted Active Exercise
perlahan.
2) Quad Set
selama 5 detik.
3) Gluteal Set
selama 5 detik.
5. Evaluasi/Re-Evaluasi
40
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
6. Komunikasi dan Edukasi
7. Dokumentasi
pada lembar kajian khusus fisioterapis, serta dapat diakses oleh profesional
41
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
I. Kerangka Pikir Studi Kasus
Post Operasi
Problem Fisioterapi
- Adanya keterbatasan lingkup
gerak sendi pada ekstremitas
bawah sinistra Sebagai pemanasan dan
- Adanya nyeri pada persiapan sebelum latihan
Pursed lip
ekstremitas bawah sinistra serta untuk mencegah
breathing sesak nafas
- Penurunan kekuatan otot
- Gangguan mobilitas t
Meningkatan LGS pada
Free active ekstremitas bawah
exercise sinistra, mencegah oedem
dan pembekuan darah
Intervensi
42
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB III
STATUS KLINIS
A. DATA KLIEN
No. RM : 00051389
Agama : Islam
Berat Badan : 48 kg
43
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
B. ASESMEN/PEMERIKSAAN
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri pada daerah pinggul dan sulit gerak pada kaki kiri
b. Keluhan Penyerta
Pada tahun 2011 os pernah jatuh dari motor dan mengalami bengkak
Tidak ada
44
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
2. Pemeriksaan Umum
d. Pernafasan : 17 kali/menit
e. Kooperatif : Baik
3. Pemeriksaan Fisioterapi
a. Inspeksi
1) Inspeksi Statis
2) Inspeksi Dinamis
b. Tes Cepat
Tidak dilakukan
45
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
c. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD)
1) PFGD Aktif
kanan.
fleksi knee dan ekstensi knee kiri. Tidak ada keterbatasan dan
2) PFGD Pasif
kanan.
fleksi knee dan ekstensi knee kiri. Tidak ada keterbatasan dan
c) Tidak ada krepitasi pada fleksi hip, ekstensi hip, fleksi knee,
d) Terdapat soft end feel pada fleksi knee, hard end feel pada
ekstensi hip
3) PFGD Isometrik
b) Ada nyeri pada fleksi hip, ekstensi hip, fleksi knee dan
46
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
d. Tes Khusus
1) Antropometri
Tabel 3. 1
Pengukuran Antropometri
Lingkar Paha
Panjang
10 cm dari 20 cm dari
Tungkai
trochanter mayor trochanter
(cm)
(cm) mayor (cm)
Kanan 44 41,5 92
Kiri 44,5 41 92
2) Palpasi
a) Suhu normal
3) VAS
Tabel 3. 2
Pengukuran VAS
Nyeri
Diam (mm) Gerak (mm) Tekan (mm)
40 55 9
47
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Pasien merasakan nyeri yang paling hebat saat digerakkan, dan
48
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
4) MMT
Tabel 3. 3
Pemeriksaan MMT
Otot Penggerak Nilai MMT
Sendi
Sendi Kanan Kiri
Hip fleksor 4 3
Hip ekstensor 4 3
Hip
Hip abduktor 4 3
Hip adduktor 4 3
Knee fleksor 4 3
Knee
Knee ekstensor 4 3
Dorso fleksor 4 3
Ankle
Plantar fleksor 4 3
5) LGS
Tabel 3. 4
Pemeriksaan LGS
Aktif Pasif
Regio
Kiri Kanan Kiri Kanan
S: 0-0-15 S: 0-0-100 S: 0-0-20 S: 0-0-110
Hip F: 15-0-0 F: 30-0-15 F: 20-0-0 F: 30-0-20
e. Pemeriksaan Penunjang
49
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
C. DIAGNOSA FISIOTERAPI
1. Problematika Fisioterapi
b. Activity Limitation
c. Participation Restriction
keterbatasan LGS paha kiri pasca operasi THR kiri sehingga os tidak
D. PERENCANAAN FISIOTERAPI
50
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
E. INTERVENSI FISIOTERAPI
Tabel 3. 5
49
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
50
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
51
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
F. EDUKASI DAN HOME PROGRAM
51
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
G. EVALUASI
1. Evaluasi SOAP
Tabel 3. 6
52
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
53
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
54
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
55
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
2. Grafik Evaluasi
a. Pemeriksaan Respiratory Rate
EVALUASI RR
RR sebelum RR sesudah
22 23
18
17
20 21
17
12
T1 T2 T3 T4
EVALUASI HR
120 103
91 92
100 89
80 90 90
87 82
60
40
20
0
T1 T2 T3 T4
HR sebelum HR sesudah
54
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Denyut nadi Tn. MIR cenderung stabil, namun mengalami
c. Pemeriksaan VAS
EVALUASI VAS
70
60
60 55 54
51
50 57
43
40
37
40
45
30
35
20
9
7
10
0
T1 T2 T3 T4
55
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
d. Pemeriksaan LGS
Tabel 3. 7
Evaluasi LGS
Aktif Pasif
T1 T4 T1 T4
Hip kiri S : 0-0-15 S : 0-0-30 S : 0-0-20 S : 0-0-45
F : 15-0-0 F : 15-0-0 F : 20-0-0 F : 20-0-0
Knee kiri S : 5-0-35 S : 0-0-50 S : 0-0-105 S : 0-0-110
Ankle kiri S : 60-0-20 S : 60-0-20 S : 60-0-20 S : 60-0-20
50.
e. Pemeriksaan MMT
Tabel 3. 8
Evaluasi MMT
Nilai MMT
Otot penggerak
Sendi
sendi T1 T4
Kanan Kiri Kanan Kiri
Hip fleksor 4 3 4 3
Hip ekstensor 4 3 4 3
Hip
Hip abduktor 4 3 4 3
Hip adduktor 4 3 4 3
Knee fleksor 4 3 4 3
Knee Knee ekstensor 4 3 4 3
Ankle Dorso fleksor 4 3 4 3
56
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Plantar fleksor 4 3 4 3
f. Evaluasi Berjalan
EVALUASI BERJALAN
15
10
0 0
T1 T2 T3 T4
57
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
free active exercise dan resisted active exercise terhadap peningkatan lingkup gerak
sendi pada kasus post op Total Hip Replacement (THR) pada Tn. MIR yang berusia
23 tahun.
selama dua hari dengan empat kali terapi pada tanggal 17 November 2016 – 18
November 2016, terlihat perubahan yang signifikan pada lingkup gerak sendi
ekstremitas bawah sisi kiri. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya
pemberian intervensi free active exercise dan resisted active exercise selama dua
hari, sudah memberikan efektivitas yang baik terhadap lingkup gerak sendi
Corinne L. Coulter dkk (2013) bahwa latihan aktif serta isometrik selama 6
minggu dapat meningkatkan lingkup gerak sendi, kekuatan otot hip abductor,
dan kecepatan berjalan. (Coulter et al. 2013) Selain itu, terbukti pada penelitian
signifikan pada kekuatan otot, fungsi otot dan postural stability kelompok
Smith 2004).
58
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Pada Tn. MIR terjadi keterbatasan lingkup gerak sendi, adanya sedikit nyeri
bawah. Kemampuan tubuh untuk bergerak bebas yaitu tanpa pembatasan dan
kontrol selama kegiatan fungsional tergantung pada jaringan lunak serta kontrol
atrofi otot dan adanya penghambatan sebagian pada saraf yang sedang
diaktifkan, proses ini dikenal dengan inhibisi otot arthrogenic (AMI). AMI
sendi dan kerusakan struktural. AMI sendiri disebabkan oleh adanya perubahan
reseptor sensorik dari sendi panggul yang rusak. Anomali pada reseptor sensorik
ini memiliki efek yang kuat pada sistem saraf pusat, dan memengaruhi
Pada Tn. MIR nampak beberapa perubahan yang baik setelah dilakukan
intervensi selama empat kali terapi dalam kurun waktu dua hari dengan durasi
sendi, serta peningkatan akivitas fungsional mulai dari duduk mandiri sampai
berjalan menggunakan kruk pada hari ketiga setelah dilakukannya operasi THR.
B. Keterbatasan
hambatan. Diantaranya adalah pasien di rawat inap yang sangat terbatas, oleh
karena itu penulis hanya dapat melakukan penatalaksanaan pada kasus post op
59
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
melakukan intervensi dan evaluasi karena pasien yang sudah dijadwalkan pulang
intervensi sebanyak empat kali terapi. Selain itu, obat anti nyeri pasien sudah
60
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Terdapat peningkatan LGS pada hip dan knee sinistra setelah dilakukan free
2. Terdapat peningkatan LGS pada hip dan knee sinistra setelah dilakukan
3. Terdapat peningkatan LGS sekitar 6,7 % pada hip dan knee sinistra setelah
dilakukan free active exercise dan resisted active exercise selama 4 kali
terapi.
4. Tidak terjadi penurunan nyeri pada pasien setelah dilakukan free active
B. Saran
pasien untuk menjalankan edukasi dan home program yang sudah diberikan
untuk mendapatkan hasil yang optimal dari terapi yang sudah dilakukan.
61
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
2. Bagi Profesi Fisioterapi
dengan permasalahan yang dialami oleh pasien pasca operasi THR dan
dapat tercapai.
3. Bagi Penelitian
62
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR PUSTAKA
xii
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Universitas Diponegoro, pp.74–79.
Kaur, S. et al., 2015. Angka Kejadian Korban Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan
Hasil Pemeriksaan Luar Visum Et Repertum di RSUP Dr . Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2011-2013. , 184(2), pp.2011–2015.
Kenyon, Jonathan; Kenyon, Karen;, 2009. The Physiotherapist's Pocket Book. 1st
penyunt. Churchill Livingstone: Elsevier.
Maimurahman, H., 2012. Keefektifan Range Of Motion (ROM) Terhadap
Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke.
Maradit Kremers, H. et al., 2015. Prevalence of Total Hip and Knee Replacement
in the United States. The Journal of bone and joint surgery. American volume,
97(17), pp.1386–97. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26333733\nhttp://www.pubmedcentral
.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC4551172.
Moesbar, N., 2006. Nekrosis Avaskular pada Traumatik Dislokasi Sendi Panggul
Terlantar. Sub Departemen Orthopaedi dan Trauma Departemen Bedah FK-
USU/RSUP H. Adam Malik Medan, 39(3), pp.199–201.
Nadia, K., 2012. Sistem Sendi Ekstremitas Manusia.
Precautions, G. & Goals, W., 2013. Total Hip Replacement Protocol. , 04102(207),
pp.5–6.
R, N. et al., 2012. Lobus Frontalis.
Rahman, A., 2014. Indonesia Urutan Kelima Negara dengan Kecelakaan Tewas
Tertinggi. GresNews. Available at:
http://www.gresnews.com/berita/hukum/1530261-Indonesia-urutan-kelima-
negara-dengan-kecelakaan-tewas-tertinggi.
Trudelle-Jackson, E. & Smith, S.S., 2004. Effects of a late-phase exercise program
after total hip arthroplasty: A randomized controlled trial. Archives of Physical
Medicine and Rehabilitation, 85(7), pp.1056–1062.
Vissers, M. et al., 2011. Recovery of physical functioning after total hip
arthroplasty: systematic review and meta-analysis of the literature (Provisional
abstract). Physical Therapy, 91(5), pp.615–629. Available at:
http://onlinelibrary.wiley.com/o/cochrane/cldare/articles/DARE-
12011004558/frame.html.
Vizniak A. Nikita Dr., 2010. Muscle Manual dr.Nikita.pdf,
xiii
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Yousefi, A. et al., 2012. Posterior hip dislocation associated with posterior wall
acetabular fracture and ipsilateral intertrochantric fracture: A very rare case
report. Trauma Monthly, 17(4), pp.409–411.
Winther, S.B. et al., 2016. Muscular strength after total hip arthroplasty. Acta
orthopaedica, 3674(January), pp.1–7. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26141371.
xiv
Poltekkes Kemenkes Jakarta III