Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS NYERI

PUNGGUNG BAWAH (LBP) EC DISLOKASI KOKSIGEUS DI

RS COLUMBIA ASIA PULOMAS TAHUN 2022

Disusun oleh :

Kelompok 8

Annas Diah Lisaninda P3.73.26.1.19.006

Ramadoni P3.73.26.1.19.039

Rossa Anggita Lisdianti P3.73.26.1.19.040

Zehan Savira Aprilia P3.73.26.1.19.050

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III

JURUSAN FISIOTERAPI

PROGRAM STUDI D-IV FISIOTERAPI

TAHUN 2022
LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS KASUS NYERI

PUNGGUNG BAWAH (LBP) EC DISLOKASI KOKSIGEUS DI

RS COLUMBIA ASIA PULOMAS TAHUN 2022

Disusun oleh :

Kelompok 8

Annas Diah Lisaninda P3.73.26.1.19.006

Ramadoni P3.73.26.1.19.039

Rossa Anggita Lisdianti P3.73.26.1.19.040

Zehan Savira Aprilia P3.73.26.1.19.050

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III

JURUSAN FISIOTERAPI

PROGRAM STUDI D-IV FISIOTERAPI

TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS KASUS

NYERI PUNGGUNG BAWAH (LBP) EC DISLOKASI

KOKSIGEUS DI

RS COLUMBIA ASIA PULOMAS TAHUN 2022

Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk
dipertahankan dihadapan penguji

Pembimbing Pendidikan, Pembimbing Lapangan,

(Ari Sudarsono., Ftr., M.Fis) (Ajat Sudrajat., S.Ft)

Ketua Program Studi D IV

Fisioterapi Poltekkes Kemenkes

Jakarta III

Roikhatul Jannah, SST.Ft.,MPH.


NIP. 197905012012122001

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS KASUS NYERI

PUNGGUNG BAWAH (LBP) EC DISLOKASI KOKSIGEUS DI

RS COLUMBIA ASIA PULOMAS TAHUN 2022

Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk
dipertahankan dihadapan penguji

Pembimbing Pendidikan, Pembimbing Lapangan,

(Ari Sudarsono., Ftr., M.Fis) (Ajat Sudrajat., S.Ft)

Ketua Program Studi D IV

Fisioterapi Poltekkes Kemenkes

Jakarta III

Roikhatul Jannah, SST.Ft.,MPH.


NIP. 197905012012122001

ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa atas karunia dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan kasus

ini dengan baik dan tepat waktu dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi

pada kasus Nyeri Punggung Bawah (LBP) ec Dislokasi Koksigeus di RS

Columbia Asia Pulomas pada bulan Agustus 2022”. Dalam menyelesaikan

laporan kasus ini penulis banyak sekali mendapatkan bantuan bimbingan

dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Orang tua kami, yang telah selalu memberikan dukungan moral

maupun materi.

2. Ibu Ratu Karel Lina, SST. Ft., SKM., MPH selaku Ketua Jurusan

Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Jakarta III.

3. Bapak Ari Sudarsono., Ftr., M.Fis selaku pembimbing Pendidikan

Poltekkes Kemenkes Jakarta III.

4. Bapak Ajat Sudrajat., S.Ft selaku pembimbing Fisioterapi beserta

seluruh staff fisioterapis di RS Columbia Asia Pulomas.

5. Pasien dan keluarga, yang telah bersedia dan menyempatkan waktu

datang ke RS Columbia Asia Pulomas untuk menjadi pasien

konferensi kami.

6. Teman-teman angkatan 8 Fisioterapi Poltekkes Jakarta III.

iii
Harapan kami bahwa laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang

Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Nyeri Punggung Bawah (LBP) ec

Dislokasi Koksigeus di RS Columbia Asia Pulomas pada bulan Agustus

2022. Kami menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna

dengan keterbatasan yang kami miliki. Kritik dan saran yang membangun

dari pembaca akan kami terima demi perbaikan dan penyempurnaan

laporan kasus ini.

Bekasi, Agustus 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN.....................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Identifikasi Masalah......................................................................................6
C. Tujuan...........................................................................................................7
D. Manfaat.........................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9
A. Definisi..........................................................................................................9
B. Epidemiologi.................................................................................................9
C. Etiologi........................................................................................................10
D. Patofisiologi LBP Myogenik......................................................................11
E. Anatomi Lumbosakral.................................................................................11
F. Biomekanik.................................................................................................19
G. Klasifikasi...................................................................................................21
H. Tanda Dan Gejala........................................................................................24
I. Pemeriksaan Fisioterapi..............................................................................25
J. Tes Pemeriksaan.........................................................................................27
K. Teknologi Intervensi...................................................................................28
L. Terapi Latihan.............................................................................................31
M. Menifestasi Klinis.......................................................................................35
BAB III STATUS KLINIS....................................................................................37
A. Identitas Klien.............................................................................................37
B. Diagnosa Fisioterapi...................................................................................41
C. Perencanaan Fisioterapi..............................................................................42
D. Intervensi Fisioterapi...................................................................................42
E. Evaluasi.......................................................................................................43

v
BAB IV PEMBAHASAN KASUS........................................................................46
A. Hasil Penatalaksanaan Fisioterapi...............................................................46
B. Keterbatasan................................................................................................50
BAB V PENUTUP.................................................................................................51
A. Kesimpulan.................................................................................................51
B. Saran............................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................53

vi
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri punggung bawah atau yang biasa disebut dengan Low Back

Pain merupakan sebuah rasa ketidak nyamanan yang dirasakan didaerah

pungung bawah, dapat berupa nyeri muskuloskeletal yang bersifat lokal,

radikuler atau keduanya. Low Back Pain adalah suatu gejala dan bukan

suatu diagnosis, dimana pada beberapa kasus gejalanya sesuai dengan

diagnosis patologisnya dengan ketepatan yang tinggi, namun di sebagian

besar kasus, diagnosis tidak pasti dan berlangsung lama(Anggiat et al.,

2020). Low back pain atau disebutkan nyeri punggung bawah merupakan

1 dari 10 penyakit yang ada dinegara. dapat diperkirakan sekitar 60-70%

warga di negara maju akan mengalami nyeri punggung bawah non spesifik

minimal sekali seumur hidup. Sekitar 20% pasien dengan nyeri punggung

bawah akut akan berlanjut mengalami gejala kronis.

Menurut penelitian Meucci R, et al., angka prevalensi nyeri

punggung bawah tiga hingga empat kali lipat lebih tinggi di atas usia 50

tahun dibandingkan dengan di antara usia 18 hingga 30 tahun. Nyeri

punggung bawah kronis adalah 4.2% di antara usia 24 – 39 tahun dan

19.6% di antara 20–59 tahun. Nyeri punggung bawah juga lebih sering

ditemukan pada wanita, pada populasi dengan status ekonomi rendah,

tingkat edukasi lebih rendah, dan perokok(Helfgott, 2009). Nyeri

punggung bawah bisa terjadi di beberapa bagian tubuh tertentu yaitu

1
seperti (discuss – trunk , lower back , multiple trunk , sacrum and coccyx )

dan kondisi cedera penyebab yaitu (Memar, Traumatic , hernia, inflamasi,

keseleo, ketegangan, ruptur, patah tulang ) (Murphy & Courtney, 2000).

Coccyx atau disebut tulang ekor adalah tulang segitiga yang terdiri dari 3

hingga 5 segmen yang menyatu, yang terbesar di antaranya berartikulasi

dengan segmen sakral terendah.

Beberapa hal yang dapat dapat menimbulkan nyeri pada pungung

bawah, yaitu traumatik, patah tulang, ruptur dan inflamasi. Seperti

Traumatic Cossygeus itu bisa disebut juga Coccdynia, Coccdynia itu

adalah salah satu penyebab low back pain dari penderitanya. Coccydynia

adalah merupakan kondisi yang mungkin idiopatik atau terkait dengan

trauma atau persalinan. Pasien juga mungkin terkait dengan cedera kronis

yang diderita di masa kanak-kanak.  Kondisi berikut dapat menyebabkan

nyeri di daerah tulang ekor: dislokasi tulang ekor, kista pilonidal dengan

abses atau bisul, linu panggul, wasir, sindrom piriformis, dll.

Alasan paling umum untuk dislokasi tulang ekor adalah trauma akut

akibat jatuh ke bokong(Cakir et al., 2021). Faktor peningkatan risiko

coccydynia termasuk obesitas dan jenis kelamin perempuan. Wanita lima

kali lebih mungkin mengembangkan coccydynia dari pada pria. Remaja

dan orang dewasa lebih mungkin mengalami coccydynia dari pada anak-

anak, penurunan berat badan yang cepat juga dapat menjadi faktor risiko

karena hilangnya bantalan mekanis. Etiologi coccydynia yang paling

umum adalah trauma eksternal atau internal.

2
Trauma eksternal biasanya terjadi karena jatuh ke belakang,

menyebabkan tulang ekor memar, terkilir, atau patah. Trauma ringan juga

dapat terjadi karena duduk berulang-ulang atau berkepanjangan di

permukaan yang keras, sempit, atau tidak nyaman. Coccydynia non

traumatic dapat diakibatkan oleh sejumlah penyebab, termasuk penyakit

sendi atau diskus degeneratif, hipermobilitas atau hipomobilitas sendi

sacrococcygeal, infeksi, dan varian morfologi tulang ekor. Coccydynia

juga dapat berupa nyeri radikular atau nyeri alih, meskipun jenis nyeri ini

biasanya tidak berhubungan dengan nyeri tekan coccygeal yang khas pada

pemeriksaan fisik. Lebih jarang, neoplasma telah dikaitkan dengan

coccydynia. Coccydynia juga dapat dikaitkan dengan penyebab

nonorganik, seperti gangguan somatisasi dan gangguan psikologis lainnya.

(Lirette et al., 2014)

Fisioterapi berperan dalam menangani permasalahan pada penderita

nyeri punggung bawah dikarenakan Traumatic coccygeus atau yang

disebut juga Coccydynia dengan melakukan pelayanan kesehatan yang

ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan,

memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang

kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan

gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi,

dan komunikasi.(PERMENKES NO.65 2015, 2015) Fisioterapi dapat

berperan dengan berbagai macam metode untuk mengatasi nyeri yang

disebabkan oleh penekanan radiks, kelemahan otot oleh karena nyeri dan

3
keterbatasan lingkup gerak sendi karena nyeri serta spasme yang terjadi.

Tindakan fisioterapi pada penderita HNP yang alami nyeri punggung

bawah dapat diberikan intervensi seperti :

1) Ultrasound (US) merupakan modalitas terapi fisik yang digunakan

untuk membantu jaringan lunak seperti otot pada pinggang untuk

merileksasikan bagian yang spasme, ultrasound (US) memiliki dua

efek yaitu thermal dan non thermal (Raharjo et al., 2015). Ultrasound

(US) therapy dapat diberikan dalam dua mode yaitu continuous atau

pulsed. Continuous ultrasound mencangkup pengiriman gelombang

ultrasonic tanpa henti selama periode intervensi, sementara untuk

pulsed ultrasound pengiriman gelombang ultrasonic secara terputus-

putus. Ultrasound (US) therapy digunakan untuk mengurangi rasa

nyeri, meningkatkan aliran darah ke jaringan, meningkatkan aktivitas

fungsional dan mengurangi disability.(Haile et al., 2021)

2) Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah non

invasive, transkutan, penggunaan electrical stimulation untuk

menghasilkan efek analgesic. TENS merupakan perangkat portable

yang menghasilkan arus listrik berdenyut ringan yang dikirimkan ke

seluruh permukaan kulit untuk merangsang saraf perifer melalui

bantalan elektroda. Mekanisme kerja TENS didukung dengan “gate

control theory of pain” yang menjelaskan penghambatan sinyal rasa

sakit. TENS menghasilkan aktivasi interneuron inhibisi di substansia

gelatinosa di kornu dorsalis medulla spinalis oleh stimulasi listrik dari

4
serat berdiameter besar yang menhambat transmisi sinyal nosiseptif

dari serat diameter kecil. Mekanisme lain dari pereda nyeri oleh TENS

termasuk pelepasan endorphin yang sebabkan vasodilatasi pada

jaringan yang cedera (Je et al., 2020)

3) McKenzie Exercise merupakan terapi latihan yang mengutamakan

gerakan ekstensi. Tujuan dari exercise ini adalah mencapai dan

mempertahankan postur normal lordosis vertebrae, mengurangi

penekanan posterior pada diskus intervertebralis dan ligament

vertebrae. McKenzie exercise merupakan metode perbaikan tulang

belakang dengan gerak ekstensi. Pada saat gerakan ekstensi, nucleus

pulposus akan terdorong ke anterior akibat dari meningkatnya tekanan

di posterior. Sehingga jika latihan ini dilakukan dengan rutin dan

ritmis akan mereposisi posisi nucleus pulposus dalam annulus fibrosus

yang mengalami herniasi (Dwi & Fauziah, 2020).

4) Cryotherapy merupakan terapi modalitas yang dapat menyerap suhu

jaringan sehingga terjadi penurunan suhu jaringan melewati

mekanisme konduksi. Efek fisiologis (cryotherapy) disebabkan oleh

penurunan suhu jaringan yang mencetuskan perubahan hemodinamis

lokal dan sistemik serta adanya respon neuromuscular. Terapi dingin

secara klinis dapat meningkatkan ambang nyeri, mencegah

pembengkakan dan menurunkan performa motorik lokal Secara

fisiologis es mengurangi aktivitas metabolisme dalam jaringan

5
sehingga mencegah kerusakan jaringan sekunder dan

mengurangi nyeri ke sistem saraf pusat.

B. Identifikasi Masalah
1. Masalah Gerak Fungsional
Stelah melakukan pemeriksaan kepada pasien dan berdasarkan latar

belakang masalah diata, maka penulis mengidentifikasi masalah gerak

Fungsional yang ditemukan pada kasus Nyeri Pinggang Bawah (LBP)

ec Dislokasi Koksigeus.

a. Metode dan teknik intervensi yang diberikan kepada pasien,

disesuaikan dengan gangguan patologi yang terjadi seperti Terapi

Latihan (Pelvic Tilt , Mc Kenzie Exercise , Cat And Cow , Rotasi

Hip, Back Stretch with Gym Ball, Lumbar Strech Exercise),

Latihan Fungsional (Fasilitasi duduk ke berdiri), dan pemberian

alat elektroterapi (TENS, US, Cryotherapy).

b. Assesment dan pemeriksaan tes khusus yang dilakukan berupa

Faber Test , Straight Leg Raise, dan Bragard Test.

2. Pembatasan Masalah

a. Laporan hasil penelitian ini sesuai dengan yang sudah dilakukan di

RS Columbia Asia Pulomas pada tanggal 29 Agustus 2022 sampai

1 September 2022 dengan kondisi terakhir pasien nyeri punggung

bawah sudah menurun dan aktifitas pasien sudah mulai membaik

dengan keluhan sudah mulai berkurang.

6
b. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh asuhan fisioterapi

terhadap kasus Nyeri Punggung Bawah (LBP) ec Dislokasi Koksigeus

dengan keterbatasan Activity of Daily Living seperti dari duduk ke

berdiri dan Terdapat Spasme M. Paralumbal, M. Quadriceps lateralis

dan M. Piriformis.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami pengaruh asuhan fisioterapi yang

ditetapkan pada kasus Nyeri Punggung Bawah (LBP) ec Dislokasi

Koksigeus.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisa pemeriksaan yang efektif dan efisien dalam

rangka menegakkan diagnosa fisioterapi pada kasus Nyeri Punggung

Bawah (LBP) ec Dislokasi Koksigeus.

b. Untuk menentukan metode dan teknik intervensi yang tepat dalam

penerapannya terhadap kasus Nyeri Punggung Bawah (LBP) ec

Dislokasi Koksigeus.

c. Untuk mengevaluasi hasil intervensi dalam kajian akademik dan

professional pada kasus Nyeri Punggung Bawah (LBP) ec Dislokasi

Koksigeus.

D. Manfaat

1. Bagi Pendidikan

7
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran

dan menambah wawasan terkait penanganan fisioterapi yang dapat diterapkan

pada kasus Nyeri Punggung Bawah (LBP) ec Dislokasi Koksigeus.

2. Bagi Profesi Fisioterapi

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan dapat

dijadikan referensi dalam penanganan fisioterapi terhadap kasus Nyeri

Punggung Bawah (LBP) ec Dislokasi Koksigeus.

3. Bagi Pasien

Diharapkan pasien mendapatkan informasi terkait kondisi yang dialami

dan dapat mengetahui peran fisioterapi dalam penanganan gangguan yang

diderita. Selain itu, diharapkan pasien mendapatkan manfaat dari

penanganan fisioterapi yang diberikan serta memahami langkah-langkah

yang harus dilakukan.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Low back pain didefinisikan sebagai nyeri, ketegangan otot atau kekauan

yang terlokaliasasi dibawah batas costa dan diatas gluteal inferior dengan atau

tanpa gejala kaki. Kategori low back pain ditentukan berdasarkan durasi yaitu

lowback pain akut kurang dari 4 minggu, sub akut 4 - 12 minggu, dan kronis

lebih dari 12 minggu. Low back pain dipengaruhi oleh interaksi fisik,

psikologis, sosial, gaya hidup, kesehatan komorbiditas, dan faktor kesehatan

lainnya. Kontribusi dan interaksi relatif dari faktor faktor low back pain ini

bervariasi. Setiap individu dengan low back pain yang tercermin dalam respon

nyeri, kesusahan, dan coping (behavior) individu yang mempengaruhi tingkat

kecacatan. (Lewin Group, n.d. 2022)

B. Epidemiologi
LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara

industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami

episode ini selama hidupnya. Prevalensi pertahunannya bervariasi dari 15-

45%, dengan point prevalence rata-rata 30%. Data epidemiologi mengenai

LBP di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa

Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang, prevalensi

pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan

pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-17%

(Purnamasari et al., 2010). Kecepatan dominansi nyeri punggung bawah tiga

9
kali lipat lebih tinggi di atas usia 50 tahun dibandingkan dengan mereka yang

berusia antara 18-30 tahun (Ilmi, 2021).

C. Etiologi
Nyeri Punggung Bawah (LBP) dapat disebabkan oleh berbagai kelainan

yang terjadi pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun

struktur lain yang menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain

seperti kelainan congenital atau kelainan perkembangan yang terdiri dari

spondilosis dan spondilolistesis, kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda

spinalis, trauma minor yaitu regangan dan cedera whiplash, fraktur atau

traumatik seperti jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, traumatik yaitu

osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen, herniasi diskus

intervertebral, degeneratif yaitu kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus

internal, stenosis spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi

vertebral, gangguan sendi atlantoaksial (misalnya arthritis rheumatoid),

arthritis seperti : spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun

(misalnya ankylosing spondilitis, sindrom reiter), neoplasma : metastasis,

hematologic, tumor tulang primer, infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral,

abses epidural, sepsis diskus, meningitis, arachnoiditis lumbalis, metabolik:

osteoporosis, hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis, vascular: aunerisma

aorta abdominal, diseksi arteri vertebral, dan lainnya seperti nyeri alih dari

gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-pura sakit serta sindrom nyeri

kronik (Engstrom & Deyo, 2012).

10
D. Patofisiologi LBP Myogenic
E. Dislokasi adalah kondisi ketika tulang di sendi bergeser atau keluar dari
posisi normalnya. Dislokasi koksigeus dapat menyebabkan LBP karena
Koksigeus adalah area yang menjadi tempat bernaungnya ligamen, tendon,
dan beberapa otot panggul. Tulang ini bertugas menjaga keseimbangan
ketika seseorang dalam posisi duduk sehingga jika terjadi pergeseran pada
tulang koksigeus maka akan menyebabkan trauma. Trauma dapat berupa,
strain, spasme otot dan sprain ligament. Spasme otot yang berkepanjangan
dapat menimbulkan penjepitan pembuluh darah yang mengakibatkan
iskemia yang dapat menimbulkan nyeri dan jika dibiarkan dalam kondisi
yang berlangsung lama dapat membuat otot kontraktur sehingga
menimbulkan trauma yang menyebabkan perubahan postur (Purwasih et
al., 2020).

F. Anatomi Lumbosacral
1. Struktur Tulang

a. Lumbal

Lumbal terdiri dari 5 tulang belakang yang biasa disebut dengan

L1 - L5. Veterbra terendah dari lumbal yaitu L5 yang terhubung ke

bagian atas sacrum, tulang segitiga yang terdapat diantara 2 tulang

panggul. Setiap vertebra dibentuk oleh blok bulat tulang yang biasa

disebut dengan vertebral. Lumbal lebih besar dan lebih tinggi

dibandingkan dengan vertebra lainnya. (Fax, n.d.)

11
Lumbar Spine (Emmerich, n.d.)

Ada sebuah cincin yang menempel pada bagian belakang vertebra.

Cincin tersebut memiliki 2 bagian yaitu 2 tulang pedikel yang

terhubung langsung ke bagian belakang vertebra dan ada 2 tulang

lamina yang membentuk tepi luar cincin vertebra. (Fax, n.d.)

a) Pedikel

Pedikel merupakan tulang yang muncul dibagian atas

tulang. Pedikel berukuran pendek dan melekat pada setengah

bagian atas tulang vertebra lumbal. Pedikel dan lamina membentuk

lengkungan vertebral dari L1 - L5 (Ombregt, 2013)

12
Pedikel & Lamina (Fax, n.d.)

b) Lamina

Lamina merupakan bagian paling belakang dari lengkung

tulang punggung yang mengelilingi tulang belakang. Lamina

berbentuk datar dan lebar yang menyatu ditengah dengan spinal

processus. Ada 2 processus yang menonjol di bagian lamina yaitu

processus transversus yang menonjol ke lateral dan sedikit ke

dorsal dari pediculolaminar junction, dan processus artikularis

superior inferior yang biasa disebut dengan pars interlaminaris

yang berjalan miring dari atas lateral lamina ke batas medial

atasnya. Bagian lamina ini mengalami gaya luntur yang cukup

besar karena terletak antara lamina yang berorientasi vertikal dan

pedikel yang beorientasi horizontal. (Ombregt, 2013)

b. Sacrum

Sacrum berbentuk segitiga dengan alasnya diatas dan puncaknya

menghadap kebawah, sacrum memiliki kelengkungan concave ke

depan dan covex kebelakang. Sacrum dibentuk oleh 5 vertebra yang

biasa disebut dengan S1 - S5. sacrum memiliki foramen sacrum

13
anterior untuk cabang ventral dan foramina sacrum posterior untuk

cabang punggung. Foramen anterior lebih besar dari yang di depan dan

bertepatan dengan ukuran cabang anterior saraf sacrum yang

melewatinya. Cabang-cabang anterior memiliki kaliber yang lebih

besar daripada yang posterior karena mereka merupakan bagian dari

pleksus lumbosakral, yang merupakan asal saraf sciatic yang

merupakan saraf terluas di tubuh manusia (Emmerich, n.d.)

Sacrum (Emmerich, n.d.)

c. Coccyx

Coccyx merupakan bagian paling kaudal dari tulang belakang. Ini

dibentuk oleh sejumlah variabel vertebra rudymentary (3 hingga 5)

yang biasanya menyatu. Berbentuk segitiga, sedangkan ukuran

vertebra mengecil dari kranial ke ekor. Yang pertama memiliki

karakteristik yang mirip dengan S5, sedangkan sisanya jauh lebih kecil

dan biasanya menyatu. (Emmerich, n.d.)

14
Coccyx (Emmerich, n.d.)

2. Joint

a) Intervertebral Joint

Intervertebral joint merupakan synovial joint yang memiliki kapsul

artikular yang tipis dan longgar yang memberikan stabilitas pada

permukaan artikular. Permukaan artikular adalah planar pada level

thoracic sedangkan pada level lumbal berbentuk silinder yang

membentuk thoracic joint. Di dalam intervertebral joints terdapat

intervertebral diskus yang di bagi menjadi 3 komponen yaitu Annulus

fibrosus, Nucleus Pulposus, dan Endplates. (Emmerich, n.d.)

b) Sacroiliac Joint

Sacroilliac joint memiliki sedikit gerakan dan diklasifikasikan

menurut karakteristiknya di sebut dengan diarthro-amphiarthrosis

joint. Permukaan artikular yang di lengkapi oleh permukaan auricular

concave yang terletak di lateral dan permukaan artikular illium yang

memiliki karakteristik hampir sama tetapi sedikit convex. Kedua

permukaan artikular ditutupi oleh lapisan jaringan fibrokartilago yang

memiliki sendi dan 2 ligament. Ligament tersebut biasa disebut dengan


15
anterior sacroilliac ligament dan posterior sacroilliac ligament.

(Emmerich, n.d.)

c) Sacrococcygeal joint

Sacroccygeal joint merupakan sendi amphiarthrodial yang

terbentuk diantara permukaan oval di puncak sacrum dan dasar tulang

ekor. Sendi sacrococcygeal adalah artikulasi antara puncak sakrum

dan pangkal tulang ekor (tulang ekor). Sendi ini adalah simfisis,

memiliki dua tulang yang dilapisi oleh tulang rawan hialin dan

dihubungkan oleh diskus fibrosa yang disisipkan. (Woon & Stringer,

2014)

(lirette et al ochsner J, 2014)

sendi sacrococcygeal hanya sedikit bergerak. Gerakan di dalam

sendi sepenuhnya pasif dan terbatas pada satu derajat kebebasan;

fleksi-ekstensi. Fungsi dari mobilitas sacrococcygeal adalah untuk

meningkatkan diameter anteroposterior panggul selama persalinan dan

buang air besar. (Woon & Stringer, 2014)

3. Ligaments

16
a. Lumbal

a) Anterior Longitudinal Ligament

Anterior longitudinal Ligament berbentuk lebar dan tebal yang

berasal dari aspek anterior dan basilar occiput yang berakhir di bagian

atas anterior pada sacrum. (Ombregt, 2013). Anterior Longitudinal

Ligament melekat kuat pada permukaan diskus anterior dan veterbral.

Daerah anterior longitudinal ligament dekat dengan discus.

(Emmerich, n.d.)

Ligament (Emmerich, n.d.)

b) Posterior Longitudinal Ligament

Ligamentum longitudinal posterior berjalan dari permukaan

endokranial dari proses basilar tulang oksipital ke coccyx. Posterior

longitudinal ligament terletak di batas anterior kanal tulang belakang.

Posterior Longitudinal Ligament berbentuk bergigi karena lebih lebar

pada tingkat cakram daripada di dekat badan. ligament ini melekat

kuat pada diskus dan korpus vertebra pada titik-titik yang dekat dengan

diskus (Emmerich, n.d.)

17
Posterior longitudinal ligament (Emmerich, n.d.)

c) Supraspinosus Ligament

Ligamentum supraspinous adalah tali fibrosa yang memanjang di

belakang ligamentum interspinous sepanjang seluruh tulang belakang,

sebagai penahan dari puncak processus spinosus. (Emmerich, n.d.)

d) Interspinosus Ligament

Interspinosus Ligament berbeda dari ligament sebelumnya karena

memiliki distribusi yang tersegmentasi tanpa adanya kontinuitas

dengan ligament pada tingkat di atas atau di bawahnya. Ligament ini

menempati ruang antara processus spinosus dari segmen mobile, yang

terletak di batas inferior dan superior prossecus. Permukaan anterior

yang berhubungan dengan ligamentum flavum, sedangkan permukaan

posterior berhubungan dengan ligamentum supraspinous. (Emmerich,

n.d.)

e) Ligamentum Flavum

Ligamentum flavum adalah sepasang ligamen pendek, lebar, kuat

dan sangat elastis (kanan dan kiri) yang menempati ruang antara

18
lamina setiap segmen bergerak. Ligamentum Flavum memanjang

dalam arah horizontal dari proses artikular lateral ke garis median di

mana kedua pasangan bertemu. (Emmerich, n.d.)

Ligamentum flavum (Emmerich, n.d.)

Ukuran ligamentum flavum tergantung pada tingkat tulang

belakang. Biasanya, lebarnya, yaitu ekstensi medial ke lateral,

berkurang dari tulang belakang leher ke lumbar. Batas superior pada

permukaan anterior lamina atas yang bergerak lebih dekat ke batas

inferior lamina atas tersebut sambil bergerak ke bawah vertebra

menuju sacrum. Batas inferior terhubung ke batas superior lamina

yang terletak di tingkat di bawah. (Emmerich, n.d.)

b. Sacrococcygeal ligament

a) Ligamentum sacrococcygeal anterior – kelanjutan dari ligamentum

longitudinal anterior tulang belakang, dan menghubungkan aspek

anterior dari tubuh vertebral.

b) Ligamentum sacrococcygeal posterior dalam – menghubungkan

sisi posterior tubuh sakral ke-5 ke permukaan dorsal tulang ekor.

19
c) Ligamentum sacrococcygeal posterior superfisial – menempelkan

puncak sakral median ke permukaan dorsal tulang ekor.

d) Ligamentum sacrococcygeal lateral – berjalan dari aspek lateral

sakrum ke proses transversal coccygeus 1.

e) Ligamentum interartikular – membentang dari kornu sakrum ke

kornu tulang ekor. (Coccyx et al., 2016)

G. Biomekanik
Biomekanik terbagi atas gerakan osteokinematik dan

arthrokinematik. Gerak osteokinematik merupakan gerakan yang

berhubungan dengan Lingkup Gerak Sendi. Pada lumbal spine melibatkan

gerakan fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi. Sedangkan gerak

arthrokinemetik merupakan gerakan yang terjadi didalam kapsul sendi

pada persendian. Pada lumbal spine gerakannya berupa gerak slide atau

glide terjadi pada permukaan persendian.

1. Lumbal

a) Osteokinematik

Gerakan osteokinematik pada fleksi dan ekstensi terjadi pada

sagital plane, lateral fleksi pada frontal plane, dan rotasi kanan-kiri

terjadi pada transverse plane. Sudut normal gerakan fleksi yaitu 65°-

85°, gerakan ekstensi sudut normal gerakan sekitar 25°-40°, dan untuk

gerakan lateral fleksi 25°, sedangkan gerakan rotasi dengan sudut

normal yang dibentuk adalah 45° (Effect et al., 2016)

20
b) Arthokinematik

Arthrokinematika yang terjadi pada gerakan lumbal adalah (Effect et

al., 2016) :

1) Rolling dan rolling ke anterior

Saat terjadinya gerakan fleksi lumbal, corpus verterbra

superior miring dan roling secara lamban ke arah anterior. Pada

saat yang sama procesus artikulari inferior dan verterbra akan slide

searah dari processus articularis superior pada vertebra inferior

2) Rolling dan rolling ke posterior

Saat terjadinya fleksi lumbal, corpus vertebra superior

mirinng dan rolling secara lamban ke arah posterior

3) Rolling ke lateral

Saat terjadinya gerakan lateral fleksi corpus verterbra

superior miring ke arah ipsilateral. Discus akan menjadi lebar pada

permukaan kontras lateral dan nucleus pulposus bergerak ke arah

kontra lateral.

4) Rotasi

Pada saat terjadinya gerakan rotasi pada lumbal, corpus

vertebra superior bergerak di atas corpus verterbra inferior

berlawanan kearah processus spinosus selama gerakan rotasi ini

21
discus intervertebralis tidak ikut bergerak.

2. Pelvic

Gerakan pada lumbal spine dan hip joint dapat menghasilkan

pelvic tilting ke depan, ke belakang, ke samping dan kearah rotasi. Maka

dari itu gerakan yang terjadi pada pelvic yaitu (Peterson & Bronzino,

2008):

a) Forward Tilt

Forward tilt adalah suatu gerakan dari tulang pelvic pada bidang

sagital denga axis frontal-horizontal. Gerakan yang terjadi adalah

tulang pubis berputar kearah bawah

b) Backward tilt

Backward tilt adalah suatu gerakan dari tulang pelvic pada sumbuh

axis frontal-horizontal. Gerakan yang terjadi adalah tulang symphysis

pubis bergerak ke depan atas.

c) Lateral tilt

Lateral tilt adalah suatu gerakan rotasi pelvic dalam bidang frontal

pada axis sagital-horizontal, sehingga tulang crista illiaca bergerak

kearah bawah.

d) Rotasi tilt

Rotasi adalah gerakan rotasi pelvic dalam bidang horizontal sekitar

axis vertikal.

22
H. Klasifikasi
Klasifikasi Low back pain dibagi menjadi 2 menurut kategorinya yaitu

(Tanderi, 2017) :

1. Mekanik statik

LBP mekanik statik terjadi apabila postur tubuh dalam keadaan

posisi statis (duduk atau berdiri) sehingga menyebabkan peningkatan pada

sudut lumbosakral (sudut antara segmen vertebra L5 dan S1 yang sudut

normalnya 30° - 40°) dan menyebabkan pergeseran titik pusat berat badan.

Peningkatan sudut lumbosakral dan pergeseran titik pusat berat badan

tersebut akan menyebabkan peregangan pada ligamen dan kontraksi otot-

otot yang berusaha untuk mempertahankan postur tubuh yang normal

sehingga dapat terjadi strain atau sprain pada ligamen dan otot-otot di

daerah punggung bawah yang menimbulkan nyeri.

2. Mekanik dinamik

LBP mekanik dinamik dapat terjadi akibat beban mekanik

abnormal pada struktur jaringan (ligamen dan otot) di daerah punggung

bawah saat melakukan gerakan. Beban mekanik tersebut melebihi

kapasitas fisiologik dan toleransi otot atau ligamen di daerah punggung

bawah. Gerakan-gerakan yang tidak mengikuti mekanisme normal dapat

menimbulkan LBP mekanik, seperti gerakan kombinasi (terutama fleksi

dan rotasi) dan repetitif, terutama disertai dengan beban yang berat.

23
Klasifikasi Low back pain menurut waktu terjadinya nyeri berlangsung yaitu

(Helfgott, 2009) :

1. Nyeri akut yang tajam, dalam dan langsung maupun tiba-tiba. Seorang

tidak dapat beristirahat dengan tenang dan setiap gerak bagian punggung

yang terkena bertambah nyeri yang terjadi selama kurang dari 8 minggu.

2. Nyeri kronis yang terus menerus dan cenderung tidak berkurang . Nyeri

biasanya terjadi dalam beberapa hari tetapi kadang kala membutuhkan

waktu selama satu atau bahkan beberapa minggu. Kadang-kadang nyeri

berulang akan tetapi untuk kekambuhan bisa ditimbulkan dari aktivitas

fisik yang sederhana.

Klasifikasi Low back pain menurut penyebabnya yaitu :

1. Low back pain traumatik

Lesi traumatik dapat disamakan dengan lesi mekanik. Pada daerah

punggung bawah, semua unsur susunan neuromuskoletal dapat terkena

oleh trauma. LBP ini dibagi 2 menjadi (Hayashi, 2004):

a) Trauma pada unsur miofasial

Setiap hari banyak orang mendapat trauma miofasial, mengingat

banyaknya pekerja kasar yang gizinya kurang baik dengan kondisi

kesehatan badan yang kurang optimal. Juga di kalangan sosial yang

serba cukup atau berlebihan keadaan tubuh tidak optimal karena

kegemukan, terlalu banyak duduk dan terlalu kaku karena tidak

mengadakan gerakan-gerakan untuk mengendurkan ototnya.

24
b) Trauma pada komponen keras

Akibat trauma karena jatuh fraktur kompresi dapat terjadi di

vertebrata torakal bawah atau vertebra lumbal atas. Fraktur kompresi

dapat terjadi juga pada kondisi tulang belakang yang patalogik. Karena

trauma yang ringan (misal jatuh terduduk dari kursi pendek), kolumna

vertebralis yang sudah osteoporotik mudah mendapat fraktur kompresi

2. Low back pain inflamasi

Spondilitis tuberkulosis atau spondilitis purulen berkembang ketika

basil tuberkel atau bakteri piogenik menghancurkan badan vertebra atau

diskus intervertebra. Jika vertebra dihubungkan seperti bambu, pasien

menderita ankylosing spondylitis, penyakit rematik yang negatif untuk

faktor rematik.

3. Low back pain tumor

Tumor ganas yang dapat menyebabkan low back pain yaitu seperti

kanker paru-paru, kanker perut, kanker payudara, kanker prostat, dll.,

terkadang bermetastasis ke tulang belakang lumbar, dan metastasis

diseminata ke tulang belakang lumbar adalah salah satu gambaran

patologis dari multiple myeloma. Ketika tumor seperti neuroma atau

angioma berkembang di medula spinalis atau tulang belakang lumbal,

pasien mengalami nyeri punggung bawah yang hebat.

4. Low back pain degenerasi

Seiring bertambahnya usia pekerja konstruksi, insiden nyeri

punggung bawah mereka meningkat, dan peningkatan tersebut disebabkan

25
oleh perkembangan lesi yang terkait dengan degenerasi tulang belakang

lumbar dan jaringan di sekitarnya. Degenerasi mengarah pada

perkembangan deformans spondylosis, degenerasi diskus intervertebralis

lumbal, nyeri punggung bawah artikular intervertebralis, spondylolisthesis

non-spondylolytic lumbal, hiperostosis tulang belakang ankilosa, dan

stenosis tulang belakang lumbal.

5. Low back pain karena penyebab lain

Selain penyakit yang timbul pada struktur yang menyusun

punggung bawah, yaitu poros tubuh, nyeri yang timbul dari penyakit organ

intra-abdomen, termasuk hati, kandung empedu, dan pankreas, dan nyeri

alih juga terlihat di antara penyakit yang menimbulkan nyeri punggung

bawah. Nyeri juga timbul dari organ perut posterior, termasuk rahim,

ovarium, dan kandung kemih. Keberadaan nyeri psikogenik yang terkait

dengan histeria dan depresi juga tidak boleh dilupakan.

I. Tanda Dan Gejala


Penderita LBP memiliki keluhan yang beragam tergantung dari

patofisiologi, perubahan kimia atau biomekanik dalam diskus

intervertebralis, dan umumnya mereka mengalami nyeri. Nyeri miofasial

khas ditandai dengan nyeri dan nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan

(trigger points), kehilangan ruang gerak kelompok otot yang tersangkut

(loss of range of motion) dan nyeri radikuler yang terbatas pada saraf tepi.

Keluhan nyeri sendiri sering hilang bila kelompok otot tersebut

diregangkan.

26
Menurut McKenzie, LBP mekanik ditandai dengan gejala sebagai berikut :

1) Nyeri terjadi secara intermitten atau terputus-putus.

2) Sifat nyeri tajam karena dipengaruhi oleh sikap atau gerakan yang bisa

meringankan ataupun memperberat keluhan.

3) Membaik setelah istirahat dalam waktu yang cukup dan memburuk

setelah digunakan beraktivitas.

4) Tidak ditemukan tanda-tanda radang seperti panas, warna kemerahan

ataupun pembengkakan.

5) Terkadang nyeri menjalar ke bagian pantat atau paha.

6) Dapat terjadi morning stiffness.

7) Nyeri bertambah hebat bila bergerak ekstensi, fleksi, rotasi, berdiri,

berjalan maupun duduk.

8) Nyeri berkurang bila berbaring.

J. Pemeriksaan Fisioterapi
Oswestry Disability Index (ODI) Merupakan pengukuran yang berfungsi

untuk mengetahui level of function (disabilitas) pasien dalam aktivitas

kehidupan sehari-hari selama melakukan rehabilitasi LBP. Pemeriksaan akan

dilaksanakan setiap hari setelah melakukan program latihan. Kuesioner

menguji tingkat kecacatan yang dirasakan dalam 10 aktivitas kehidupan

sehari-hari. Pasien harus memberikan 6 pernyataan terkait keadaannya yang

dibagi dalam 6 tingkat dengan 0 sebagai tingkat paling rendah dan 5 sebagai

tingkat paling tinggi. Dengan penjelasan :

1) Saya tidak merasakan sakit saat ini. Skor = 0

27
2) Rasa sakitnya sangat ringan saat ini. Skor = 1

3) Rasa sakitnya sedang saat ini. Skor = 2

4) Rasa sakitnya cukup parah saat ini. Skor = 3

5) Rasa sakitnya sangat parah saat ini. Skor = 4

6) Rasa sakit adalah yang terburuk yang bisa dibayangkan saat ini. Skor =

5 Dalam 10 hari tingkat nyeri dikalkulasikan dan diinterpretasikan

dengan :

a) 0% hingga 20%: kecacatan minimal

Pasien dapat melakuka sebagian besar aktivitas sehari-hari.

Biasanya tidak ada pengobatan yang diindikasikan selain saran

untuk olahraga.

b) 21%-40%: disabilitas sedang

Pasien mengalami rasa sakit lebih tinggi dan kesulitan saat

duduk, mengangkat, juga berdiri. Kesulitan berpergian dan

kehidupan sosial, mereka mungkin dinonaktifkan dari pekerjaan.

Perawatan pribadi, aktivitas seksual, dan tidur tidak terlalu

terpengaruh, pasien biasanya dapat ditangani dengan cara

konservatif.

c) 41%-60%: disabilitas berat

Nyeri tetap menjadi masalah utama dalam kelompok ini

tetapi aktivitas hidup sehari-hari terpengaruh. Pasien-pasien ini

memerlukan pemeriksaan lebih lanjut

d) 61% -80%: lumpuh

28
Sakit punggung mengganggu semua aspek kehidupan

pasien. Intervensi positif diperlukan.

e) 81% -100%

Pasien-pasien ini terbatas di tempat tidur atau melebih-

lebihkan gejala mereka. (Fairbank & Pynsent, 2000)

K. Tes Pemeriksaan Pada LBP Ec Dislokasi Koksigeus


a. Pemeriksaan Fungsi Gerak

1. ROM

Lingkup Gerak Sendi (LGS) atau Range Of Motion (ROM) adalah

jangkauan gerak yang dapat dilakukan oleh sendi. Pengukuran lingkup

gerak sendi dilakukan dengan suatu alat yang disebut Goniometer. Nilai

ROM menggambarkan fleksibilitas suatu sendi. Semakin besar nilai ROM

dari suatu sendi, maka semakin rendah pula kemungkinan sendi dapat

mengalami cedera. Gerakan fleksi lumbal dan berbagai gerakan sendi

panggul diperlukan dalam banyak kegiatan sehari-hari, oleh karena itu

keterbatasan gerak pada fleksi lumbal dan sendi panggul mungkin akan

berimplikasi pada penurunan mobilitas. Nilai normal ROM sendi panggul

yaitu 30- 0- 85. Bila nilai ROM berkurang, maka 23 tidak hanya akan

mengalami kesulitan dalam aktivitas sehari-hari namun juga akan

mengalami gangguan keseimbangan yang dapat meningkatkan risiko

jatuh.

2. Numeric Rating Scale

29
Sebuah rumah sakit swasta di Indonesia Bagian Barat melakukan

penilaian nyeri menggunakan skala nyeri Numeric Rating Scale yang

terdiri dari angka nol sampai sepuluh untuk menilai ambang nyeri pasien

mengetahui ambang nyeri pasien.

b. Tes Khusus

3. Straight leg Raise (SLR) Test

Leg Raise (SLR) Test bertujuan untuk mengidentifikasi adanya

lumbar radiculopathy, umumnya adalah lumbar disc hernia. Sensitivitas

91% Spesifitas 26%. Interpretasi SLR Test yaitu positif jika nyeri

radikular, rasa kebas, dan kesemutan terprovokasi. Jika nyeri timbul saat

dilakukan pemeriksaan dia atas 35079 derajat, maka nyeri berasal dari

lumbar spine atau sacroilliac joint.

4. Bragards Test

Posisi pasien tidur terlentang menggerakkan fleksi hip secara pasif

dengan knee lurus disertai dorsi fleksi ankle dengan sudut 30 derajat. Hasil

positif bila pasien merasakan nyeri pada posterior gluteal yang menjalar ke

tungkai.

5. Faber test / Patrick’s test

Patrick’s test ditunjukan untuk mengidentifikasikan adanya

patologi pada hip, lumbar, sacroiliac atau ilipsoas spasm. Sensitivitas 89%,

Spesifitas 100%. Tes positif jika nyeri terprovokasi selama test, atau ROM

terbatas.

30
L. Perencanaan Intervensi
1. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

Tens merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk

merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit TENS adalah nama

generik untuk metode stimulasi serabut saraf aferen yang dirancang untuk

mengendalikan nyeri. TENS mengaktifkan jaringan saraf asendens dan

desendens yang kompleks, pemancar neurokimiawi, dan reseptor

opioid/non-opioid yang akan mengurangi konduksi impuls nyeri dan

persepsi nyeri. Mekanisme TENS dalam kaitannya dengan modulasi nyeri

dibagi menjadi tiga. Mekanisme tersebut adalah mekanisme periferal,

mekanisme segmental, mekanisme ekstrasegmental. Fisika dasar arus

listrik dibagi menjadi aus searah, dan arus pulsatil. Arus searah merupakan

arus listrik yang mengalir satu arah dengan waktu 1 detik atau lebih. Arus

ini dikenal dengan arus searah (Dirrect Current/DC). Arus pulsatil

dibedakan menjadi bentuk gelombang monofasik, bifasik, dan polifasik

(Purwasih et al., 2020). Parameter TENS ditetapkan oleh peneliti pada 10

Hz, 250 sec selama 15 menit dan pada intensitas di atas rasa sakit ambang

batas pasien, intensitas stimulasi listrik harus dirasakan sedikit

menyakitkan, tetapi tidak lebih dari 2/10 pada skala penilaian verbal dan

mereka harus menyesuaikan intensitas stimulasi listrik yang sesuai.

Selama pemakaian TENS, pasien berbaring tengkurap (Tousignant-

Laflamme et al., 2017). Untuk itu maka kami merencanakan penggunaan

tens untuk mengurangi nyerinya.

2. Ultrasound

31
Ultrasound (US) merupakan modalitas terapi fisik yang digunakan

untuk membantu jaringan lunak seperti otot pada pinggang untuk

merileksasikan bagian yang spasme, ultrasound (US) memiliki dua efek

yaitu thermal dan non thermal (Raharjo et al., 2015). Diagnosis paling

umum yang digunakan oleh AS profesional rehabilitasi meliputi

punggung, bahu, lutut, dan nyeri leher serta kesulitan berjalan dan gaya

berjalan lainnya. Ultrasound (US) therapy dapat diberikan dalam dua

mode yaitu continuous atau pulsed. Continuous ultrasound mencangkup

pengiriman gelombang ultrasonic tanpa henti selama periode intervensi,

sementara untuk pulsed ultrasound pengiriman gelombang ultrasonic

secara terputus-putus. Ultrasound (US) therapy digunakan untuk

mengurangi rasa nyeri, meningkatkan aliran darah ke jaringan,

meningkatkan aktivitas fungsional dan mengurangi disability. (Wibawa et

al., 2018).

Dosis ultrasound yang di berikan dengan pulsed 50 - 100%,

intensitas 1.0 W/𝑐𝑚2 , frekuensi 1 MHz, waktu pemberian 5 menit, dan

menggunakan transducer ERA 5 cm (Wibawa et al., 2018).

3. Cryotherapy

Terapi dingin adalah salah satu metode fisioterapi tertua. Terapi

dingin (cryotherapy) dapat meningkatkan perbaikan sirkulasi, metabolisme

yang lebih baik, detoksifikasi sistem kulit, hati dan limfa, penyembuhan

menjadi lebih cepat, dan perbaikan jaringan sehingga meningkatkan fungsi

imune. Cryotherapy adalah penerapan stimulus suhu cryotherapeutic di

32
bawah 100 C dalam periode waktu yang sangat singkat 2–3 menit (Giemza

et al., 2014).

Cryotherapy dapat membuat regenerasi otot lebih cepat dari cedera

sehingga kemampuan fungsional responden meningkat. Terapi dingin

(cryotherapy) merupakan terapi modalitas yang dapat menyerap suhu

jaringan sehingga terjadi penurunan suhu jaringan melewati mekanisme

konduksi. Efek fisiologis (cryotherapy) disebabkan oleh penurunan suhu

jaringan yang mencetuskan perubahan hemodinamis lokal dan sistemik

serta adanya respon neuromuscular. Terapi dingin secara klinis dapat

meningkatkan ambang nyeri, mencegah pembengkakan dan menurunkan

performa motorik local. Secara fisiologis es mengurangi aktivitas

metabolisme dalam jaringan sehingga mencegah kerusakan jaringan

sekunder dan mengurangi nyeri ke sistem saraf pusat (Rahmayanti et al.,

2021).

M. Terapi Latihan
1. McKenzie Exercise

Mc Kenzie Exercise merupakan suatu tehnik latihan dengan

menggunakan gerakan badan terutama ke arah ekstensi, biasanya

digunakan untuk penguatan dan peregangan otot - otot ekstensor dan

fleksor sendi lumbosacralis dan dapat mengurangi nyeri. Latihan ini

diciptakan oleh Robin McKenzie. Prinsip latihan McKenzie adalah

memperbaiki postur untuk mengurangi hiperlordosis lumbal. Tujuan terapi

ini adalah mengurangi rasa sakit, sentralisasi gejala (gejala bermigrasi ke

33
garis tengah tubuh) dan pemulihan lengkap nyeri. Latihan gerak aktif

dengan metode latihan Mc Kenzie diharapkan otot-otot daerah

lumbosakral dapat mengalami peregangan dan penguatan sehingga

kontraksi otot selama latihan akan meningkatkan muscle-pump yang

menjadikan suplai oksigen dan nutrisi lebih lancar dalam jaringan.

McKenzie merekomendasikan penggunaan fase ekstensi terlebih dahulu

dalam rangka pengurangan nyeri mekanis dan dalam usaha mengarahkan

mengurangi tekanan diskus terhadap akar saraf dan dengan kondisi

tersebut pasien lebih merasakan nyeri saat gerakan fleksi lumbal. Terapi

metode McKenzie dilakukan dengan dosis tiga kali seminggu dengan

pengulangan masing-masing gerakan 10 kali. Setelah itu, dilakukan

sebanyak 3 repetisi. Terapis memonitor kondisi pasien selama terapi

metode McKenzie dan memastikan pasien melakukan latihan dengan

benar. (Wibawa et al., 2018).

Latihan McKenzie yang dilakukan seperti gambar dibawah :

(Gambar 1. Gerakan Cat and camel)

34
(Gambar 2. Child Pose)

2. Pelvic Tilt Exercise

Pelvic tilt sering direkomendasikan untuk membantu mengobati

nyeri punggung bawah. Itu karena latihan sederhana ini berfokus pada

penguatan dan peregangan otot-otot inti yang berhubungan dengan

ketidaknyamanan di area pinggang bawah (lumbal). Terlebih lagi, pelvic

tilt aman untuk siapa saja, termasuk wanita yang sedang hamil.

Latihan pelvic tilt pada bidang sagital umumnya digunakan untuk

memperbaiki keselarasan tulang belakang lumbar pasien dengan nyeri

punggung bawah kronis (LBP). Postur yang memperkuat lordosis lumbal

diidentifikasi sebagai salah satu penyebab utama LBP. Saat merawat LBP,

penting untuk mengurangi penggunaan postur yang menyebabkan lordosis

lumbal (TAKAKI et al., 2016).

Latihan pelvic tilt dilakukan dengan pasien terlentang; pinggul

tertekuk hingga 45°, lutut tertekuk sampai 90°; pasien kemudian

memiringkan panggul ke belakang, meratakan tulang belakang lumbar

tanpa mengangkat pantat mereka dari kasur atau lantai. Kinerja manuver

kemiringan panggul posterior melibatkan beberapa derajat fleksi tulang

belakang lumbar dengan "perataan," atau pengurangan, lordosis lumbar,

gerakan yang dapat dilakukan secara sukarela. Latihan pelvic tilt telah

35
direkomendasikan sebagai latihan untuk menghilangkan LBP setidaknya

sejak tahun 1980-an dan kadang-kadang masih dapat ditemukan di

literatur pendidikan pasien dan situs Internet. Gerakan pelvic tilt biasanya

dilakukan sebanyak 8 hingga 10 kali dan dapat dilakukan 2 kali sehari

(Minicozzi et al., 2016).

3. Core Strengthening Exercise

Program core exercise melibatkan partisipasi aktif untuk

meningkatkan stabilitas lumbal dengan memulihkan kemampuan untuk

mengontrol otot dan gerakan melalui penguatan otot. Program core

exercise, disarankan oleh Brill, berfokus pada stabilisasi lumbal dengan

mengontrol ketegangan sendi lumbo-pelvic-hip, sehingga menjaga

stabilitas lumbal, memperkuat otot, meningkatkan daya tahan, dan

memperbaiki postur. Salah satu metode program core exercise berfokus

pada pernapasan perut. Metode pernapasan perut memasok oksigen

dengan lancar ke seluruh tubuh dan mengembangkan otot lumbar,

sehingga mengurangi ketegangan dan stres otot, yang pada akhirnya

mengurangi kelelahan. Program core exercise dapat dengan mudah

dilakukan di rumah hampir tanpa batasan tempat, waktu, dan biaya, serta

memiliki risiko cedera yang rendah. Ini dirancang agar sesuai dengan

pasien LBP dengan menggabungkan gerakan dan latihan yoga tradisional

untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot, dan untuk

memperbaiki postur (Cho et al., 2014).

36
Gerakan yang dilakuka oleh pasien ketika melakukan program core

exercise yang kami berikan adalah sebagai berikut :

Gambar 1.
Gerakan pertama

Gambar 2.
Gerakan kedua

37
N. Menifestasi Klinis
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien adalah nyeri punggung bawah.

Nyeri punggung bawah terjadi karena adanya odema pada area tulang ekor

pasien. Nyeri pada punggung bawah ini diperberat ketika pasien

membungkuk, mengangkat, duduk lama, duduk ke berdiri, miring kiri dan

kanan lalu akan berkurang jika tirah baring. Pasien merasakan kesulitan dan

keterbatasan gerak ketika akan melakukan aktivitas membungkuk,

mengangkat, duduk lama, duduk ke berdiri, miring kiri dan kanan.

38
BAB III

STATUS KLINIS
A. IDENTITAS KLIEN
1. NRM : PULO-00000109580

2. Nama : Ny. BRS

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Tempat/Tanggal Lahir : 9 Agustus 1970 (52 tahun)

5. Alamat : Kayu Putih, Jakarta Timur

6. Agama : Kristen

7. Pekerjaan : Ibu rumah tangga, mengasuh cucu

8. Hobi :-

9. Tanggal Masuk : 10 Agustus 2022

10. Diagnosa Medis : Nyeri Punggung Bawah (LBP) ec Dislokasi

Koksigeus.

11. Medika Mentosa : Omeprazole 20 mg capsule, CAL 95 tablet,

myonep 50 mg tablet, lacosib 90 mg tablet

A. ASSESMENT PEMERIKSAAN

39
1. Anamnesis

a. Keluhan utama :

Nyeri pada area pinggang bawah serta bokong kanan dan kiri.

b. Keluhan penyerta :

 Bengkak pada punggung bawah

 Ps berjalan dengan menahan rasa sakit

 Hipertensi (-), DM (-)

c. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien mengalami Riwayat kecelakaan lalu lintas sekitar 1 minggu

yang lalu terhitung dari tanggal masuk (10 Agustus 2022) dalma

posisi terduduk, kemudian pasien sempat dirawat di RSCA

Pulomas. Saat ini pasien mengeluhkan nyeri pada area pinggang

serta bokong kanan dan kiri, pasien merasakan kesulitan saat

miring kanan dan miring kiri serta duduk ke berdiri

d. Riwayat penyakit dahulu :

Pasien memiliki riwayat sakit usus buntu

2. Pemeriksaan umum

a. Kesadaran : compos mentis

b. Tekanan darah : 121/70 mmHg

c. Denyut nadi : 72x/menit

d. Pernapasan : 18x/menit

e. Kooperatif/tidak kooperatif : kooperatif

3. Pemeriksaan Khusus/Pemeriksaan Fisioterapi

40
a. Inspeksi

1) Statis

Postur : semifleksi trunk

Alat bantu : kursi roda

2) Dinamis

Pola jalan : antalgic gait

b. Palpasi

Tenderness : m. paralumbar, m. quadratus lumborum bilateral

c. Skala nyeri : 7/10 NRS

d. Tes cepat : fleksi lumbal lebih nyeri dibandingkan dengan

ekstensi lumbal

e. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

1) Pemeriksaan Fungsi Gerak Aktif

 Fleksi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal

 Ekstensi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal

 Lateral fleksi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal minimal

 Rotasi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal minimal

2) Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif

41
 Fleksi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal, endfeel firm

 Ekstensi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal, endfeel hard

 Lateral fleksi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal minimal, endfeel hard

 Rotasi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal minimal, endfeel firm

3) Pemeriksaan Fungsi Gerak Isometrik

Keterbatasan gerak ke arah fleksi dan ekstensi lumbal, mampu

melawan tahanan minimal

f. Tes khusus

1. SLR Test : (-) tidak ada nyeri menjalar

2. Bragard Test : (-) tidak ada nyeri menjalar

3. FABER Test : (+) nyeri terprovokasi di area lumbosacral

4. Pemeriksaan ROM Aktif

S 30ᵒ-0ᵒ-90ᵒ

F 30ᵒ-0ᵒ-30ᵒ

T 30ᵒ-0ᵒ-30ᵒ

5. Pemeriksaan Nyeri

Nyeri tekan : pada area lumbosacral NRS 8/10

Nyeri diam : saat berbaring NRS 6/10

Nyeri gerak : pada saat beraktifitas NRS 8/10

42
g. Pemeriksaan Penunjang

Radiologi :

MRI (04.08.2022)

 os coccygeus distal lebih ke anterior, suspek listhesis,

DD/Normal varian

 Spondilosis disertai degenerasi corpus vertebra

thorcolumbal yang terlihat

 Bulding diskus interveterbralid L4-5, L5-S1 disertai

penyempitan ringan foramen neuralis kanan kiri

 Facet joint effusion minimal pada L4-5 kanan kiri

 Lesi relative bulat pada corpus uteri yang hipointens pada

T1WI dan isohiperintens pada T2WI-STIR, suspek myoma

B. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
1. ICF Framework (Clinical Reasoning)

Kondisi/ Gangguan Keterbatasan Keterbatasan

Diagnosis ICD Struktur dan Aktifitas Partisipasi

Fungsi

Low back pain - Nyeri pada - Adanya - Pasien

M54.5 area keterbatasa belum

pinggang n untuk mampu

bawah duduk lama lagi

43
- Keterbatasa - Adanya melakukan

n gerak keterbatasa kegiatanny

trunk n untuk a secara

- Spasme m berdiri mandiri

paralumbal lama dan tidak

dan mQL mampu

serta m mengasuh

piriformis cucu

seperti

sebelumny

2. Diagnosis ICF (Deskripsi)

Pasien merasakan kesulitan saat duduk dan berdiri lama (d4105)

karena adanya nyeri pada area pinggang bawah (kode ICF),

keterbatasan gerak trunk, spasme m. paralumbal, dan m. quadratus

lumborum, serta m. piriformis akibat LBP ec dislocation of coccygeus

(M54.5).

C. PERENCANAAN FISIOTERAPI
1. Jangka Pendek

 Mengurangi nyeri

 Mengurangi spasme

 Meningkatkan LGS

2. Jangka Panjang

44
 Meningkatkan ADL kembali seperti semula

D. INTERVENSI FISIOTERAPI
1. Intervensi Fisioterapi (Uraian)

a. TENS

F: 10 Hz

I: 30 mA

T: Electrical Stimulation

T: 15 menit

b. Terapi Latihan

2. Edukasi/Home Program

a. Kompres es sebelum dan sesudah latihan

b. Pelvic tilt exercise

c. McKenzie exercise

d. Core Strengthening exercise

E. EVALUASI
Rehabilitation Problem Solving Form

Name: Ny. BRS Date: 10 Agustus 2022

Health Condition:

Body, Function & Activities &

Structure Participation

45
According to Client Nyeri pada pinggang Pasien belum mampu

bawah dan bokong duduk lama dan

berjalan jauh

Pasien tidak mampu

menngasuh cucu

seperti sebelumnya

According to 1. Adanya nyeri pada Pasien belum mampu

Fieldworker daerah lumbosacral duduk lama, dan

2. Adanya berjalan jauh karena

keterbatasan gerak nyerinya yang

trunk menyebabkan pasien

3. Adanya spasme merasakan

otot untuk keterbatasan saat

statbilisasi trunk beraktifitas yang lama

bersama orang lain

Personal Factors Environmental Factors

According to Emosi baik Keluarga dan lingkungan

Client membantu dan

mendukung program

fisioterapi pasien

46
According to Atensi, persepsi, dan Keluarga dab lingkungan

Fieldworker komunikasi pasien baik mendukung program

dan kooperatif fisioterapi yang diterma

pasien

47
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS
A. Hasil Penatalaksanaan Fisioterapi
Intervensi yang diberikan kepada pasien dengan diagnosis Nyeri

Punggung Bawah (LBP) ec Dislokasi Koksigeus, untuk mengetahui

pengaruh latihan pelvic tilt dan McKenzie exercise serta core

strengthening terhadap peningkatan ROM serta MMT dan penurunan

nyeri pada L4-L5, dan L5-S1. Pasien dengan inisial Ny. BRS dengan usia

52 tahun mengalami Low Back Pain sekitar 3 minggu lalu setelah

mengalami kecelakaan lalu lintas, pasien terjatuh dalam posisi terduduk.

Terjadinya tekanan saat jatuh terduduk membuat vertebrae segmen sacral

mengalami listesis atau pergeseran kedepan, yang menyebabkan

pembengkakan dan menimbulkan nyeri pada area sekitar tailbone. Pasien

dalam keadaan tingkat kesadaran compos mentis dengan tanda tanda vital

stabil saat dilakukan pemeriksaan awal.

Pada saat diruangan assesmen pasien dilakukan pemeriksaan

menggunakan alat ukur Numeric Rating Scale (NRS) untuk mengukur

tingkat nyeri yang dirasakan pasien, Range of Motion (ROM) dengan

goniometer untuk mengukur lingkup gerak sendi pasien, serta pengukuran

Manual Muscle Testing (MMT) untuk mengukur kekuatan otot pasien.

Pemeriksaan ketidakmampuan aktifitas juga dilakukan dengan

48
menggunakan pengukuran Oswestry Disability Index (ODI) pada saat

pemeriksaan awal dan evaluasi setelah diberikan intervensi. Pemeriksaan

khusus pasien pun dilakukan guna memastikan kembali masalah yang

terjadi pada pasien, pada saat di ruangan assesmen diantaranya dengan

pemeriksaan SLR test, Bragard test, dan FABER test. Tes cepat yang

dilakukan pada saat assesmen awal adalah pasien diminta untuk

melakukan fleksi lumbal. Hasil pemeriksaan tersebut didapatkan hasil

dengan total skor NRS untuk nyeri tekan pada area lumbosacral NRS 8/10,

nyeri diam saat berbaring NRS 6/10, dan nyeri gerak pada saat beraktifitas

NRS 8/10. Hasil pengukuran Range Of Motion didapatkan hasil ROM

lumbal aktif S 30ᵒ-0ᵒ-90ᵒ F 30ᵒ-0ᵒ-30ᵒ serta T 30ᵒ-0ᵒ-30ᵒ. Setelah

dilakukan intervensi berupa pelvic tilt exercise, McKenzie exercise dan

core strengthening serta terapi alat berupa TENS didapatkan perubahan

yang dapat dilihat sebagai berikut:

Nilai Numeric Rating Scale (NRS)

Intensitas Nyeri Diam


8
7 7
6
5 5
4
3
2
1
0
29-Agustus-22 1-Sep-22

Intensitas Nyeri Diam

49
Intensitas Nyeri Gerak
9
8 8
7
6 6
5
4
3
2
1
0
29-Agustus-2022 1-Sep-22

Intensitas Nyeri Gerak

Intensitas Nyeri Tekan


9
8 8
7
6 6
5
4
3
2
1
0
29-Agustus-2022 1-Sep-22

Intensitas Nyeri Tekan

Active Range Of Motion


62
60 60
58
56
54
52
50 50
48
46
44
29-Agustus-22 1-Sep-22

Fleksi Lumbal

50
Active Range Of Motion
36
35 35
34
33
32
31
30 30
29
28
27
29-Agustus-2022 1-Sep-22

Ekstensi Lumbal

Kekuatan Otot Back Muscle dan Abdom-


inal Core
4.5
4 4
3.5
3 3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
29-Agustis-2022 1-Sep-22

Kekuatan Otot

Oswestry Disability Index


70%
60% 60%
50% 48%
40%
30%
20%
10%
0%
29-Agustus-22 1-Sep-22

Nilai Disabilitas Fungsional Pasien

51
Cara Perhitungan Oswestry Disability Index:

Total skor
x 100
Total keseluruhan poin skor

Pada tanggal 29 Agustus 2022:

30
x 100=60 %
50

Pada tanggal 1 September 2022:

24
x 100=48 %
50

Berdasarkan intervensi yang dilakukan, terdapat penurunan rasa

nyeri pada pengukuran Numeric Rating Scale, serta peningkatan Range Of

Motion pada daerah lumbal dan peningkatan hasil MMT.

B. Keterbatasan
Adapun keterbatasan dalam pembuatan laporan kasus ini

diantaranya penulis tidak mendapatkan waktu lebih saat menyusun laporan

kasus ini dengan observasi yang hanya dilakukan dua kali karena

menyesuaikan dengan jadwal fisioterapai pasien ke rumah sakit, pencarian

jurnal untuk menunjang penyusunan laporan kasus ini cukup sulit

ditemukan karena lebih banyak jurnal membahas LBP non traumatik dan

tidak terlalu maksimal dalam penyusunan laporan dengan rentang waktu

yang singkat untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

52
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan grafik yang tertera pada Bab IV Pembahasan kasus,

penulis menyimpulkan bahwa intervensi yang telah dilakukan pada

pasien berusia 52 tahun dengan kasus Nyeri Punggung Bawah (LBP)

ec Dislokasi Koksigeus dapat mempengaruhi:

1. Menurunkan nyeri karena mekanisme TENS yang mengaktifkan

jaringan saraf asendens dan desendens yang kompleks, pemancar

neurokimiawi, dan reseptor opioid/non-opioid yang akan

mengurangi konduksi impuls nyeri dan persepsi nyeri (Purwasih et

al., 2020).

2. Membantu mengurangi nyeri dan spasme otot dengan Ultrasound

yaitu dengan efek panas (thermal) yang dihasilkan Ultrasound (US)

tergantung dari nilai frekuensi gelombang yang dipakai, intensitas

dan waktu pengobatan akan memberikan pengaruh yaitu

memperlancar proses metabolisme, mengurangi nyeri dan spasme

otot, meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan fleksibilitas dan

elastisitas otot (Fibriani & Prasetyo, 2018).

3. Meningkatkan Range Of Motion (ROM) lumbal, membantu

mengembalikan keselarasan tulang lumbal, dan mengurangi nyeri

yang dirasakan dengan latihan anterior posterior pelvic tilting.

Latihan pelvic tilt telah direkomendasikan sebagai latihan untuk

53
menghilangkan LBP setidaknya sejak tahun 1980-an dan kadang-

kadang masih dapat ditemukan di literatur pendidikan pasien dan

situs Internet. Gerakan pelvic tilt biasanya dilakukan sebanyak 8

hingga 10 kali dan dapat dilakukan 2 kali sehari (Minicozzi et al.,

2016).

4. Meningkatkan kekuatan otot dengan program core exercise yang

melibatkan partisipasi aktif untuk meningkatkan stabilitas lumbal

dengan memulihkan kemampuan untuk mengontrol otot dan

gerakan melalui penguatan otot. Program core exercise, disarankan

oleh Brill, berfokus pada stabilisasi lumbal dengan mengontrol

ketegangan sendi lumbo-pelvic-hip, sehingga menjaga stabilitas

lumbal, memperkuat otot, meningkatkan daya tahan, dan

memperbaiki postur (Cho et al., 2014).

B. Saran
Program fisioterapi sebaiknya dilakukan secara teratur 1 minggu sekali

dengan ditambah melakukan home program yang telah diberikan oleh

fisioterapis di rumah serta adanya kerjasama yang baik antara

fisioterapis, pasien, dan keluarga pasien selama program fisioterapi

berlangsung. Pasien diharapkan dapat mengolah waktu dengan baik

untuk melaksanakan program yang diberikan, mulai dari mengubah

kebiasaan postur yang buruk ke arah postural normal.

54
DAFTAR PUSTAKA

Anggiat, L., Fransisko, I. J., & SSt.Ft, S. (2020). Terapi Konvensional Dan

Metode Mckenzie Pada Lansia Dengan Kondisi Low Back Pain Karena

Hernia Nukleus Pulposus Lumbal. Jurnal Fisioterapi Dan Rehabilitasi, 4(2),

44–57. https://doi.org/10.33660/jfrwhs.v4i2.113

Cakir, O., Sade, R., Pirimoǧlu, B., Polat, G., & Yalcin, A. (2021). Posterior

Dislocation of Coccyx: A Rare Cause of Coccydynia. American Journal of

Physical Medicine and Rehabilitation, 100(8), E109.

https://doi.org/10.1097/PHM.0000000000001682

Cho, H. Y., Kim, E. H., Kim, J., & Kim, E. H. (2014). Effects of the CORE

exercise program on pain and active range of motion in patients with chronic

low back pain. Journal of Physical Therapy Science, 26(8), 1237–1240.

https://doi.org/10.1589/jpts.26.1237

Coccyx, T., Pelvis, T., & Last, T. C. (2016). The coccyx. 1–6.

Dwi, W. Y., & Fauziah, E. (2020). Management of Physiotherapy for Lumbar

Functional Disorders due to Hernia Nucleus Pulposus with PNF Technique,

TENS and McKenzie Exercise at RSUD Ulin Banjarmasin 2019. Jurnal

Kajian Ilmiah Kesehatan Dan Teknologi, 2(1), 6–14.

Effect, T., Envy, M., Choice, C. P., Role, T. M., & Orientation, M. (2016). 연구

보고서 ( Research Report ) 악의적 질투가 소비자의 제품 선택에 미치는

영향 : 심적 초점의 조절 효과. 31(4), 101–126.

55
Emmerich, A. J. (n.d.). Thoracic , Lumbosacral and Pelvic Regions Thoracic ,

Lumbosacral and Pelvic Regions.

Fairbank, J. C. T., & Pynsent, P. B. (2000). Questionário de Deficiência da Dor

Lombar Oswestry. Coluna, 25(22), 2940–2953.

Fax, P. (n.d.). 651 Old Country Road The Central Orthopedic Group.

Fibriani, I. A., & Prasetyo, E. B. (2018). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

PADA KONDISI LOW BACK PAIN et CAUSA SPONDYLOSIS

LUMBAL DENGAN MODALITAS ULTRASOUND, TRANSCUTANEUS

ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN WILLIAM’S FLEXION

EXERCISE DI RSUD KRATON PEKALONGAN. Jurnal Fisioterapi Dan

Rehabilitasi, 2(2), 104–114. https://doi.org/10.33660/jfrwhs.v2i2.26

Giemza, C., Matczak-Giemza, M., Ostrowska, B., Bieć, E., & Doliński, M.

(2014). Effect of cryotherapy on the lumbar spine in elderly men with back

pain. Aging Male, 17(3), 183–188.

https://doi.org/10.3109/13685538.2013.863860

Haile, G., Tekle, T., Hailemariam, & Haile, T. G. (2021). Effectiveness of

ultrasound therapy on the management of chronic non-specific low back

pain: A systematic review. Journal of Pain Research, 14, 1251–1257.

https://doi.org/10.2147/JPR.S277574

Hayashi, Y. (2004). Classification, diagnosis, and treatment of low back pain.

Japan Medical Association Journal, 45(5), 227–233.

56
http://www.med.or.jp/english/pdf/2004_05/227_233.pdf

Helfgott, S. (2009). Low back pain. Decision Making in Medicine: An

Algorithmic Approach: Third Edition, 524–525.

Ilmi, M. B. (2021). NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA BURUH PANGGUL DI

PASAR BATUAH MARTAPURA KABUPATEN BANJAR TAHUN 2021. 30.

Je, T., Cb, D. M., Dooley, L., Ferroni, E., La, A., Ga, B., Ml, V. D., Ma, J.,

Thorning, S., Em, B., Clark, J., Tc, H., Pp, G., Jm, C., Je, T., Cb, D. M.,

Dooley, L., Ferroni, E., La, A., … Clark, J. (2020). Je erson T, Del Mar CB,

Dooley L, Ferroni E, Al-Ansary LA, Bawazeer GA, van Driel ML, Jones MA,

Thorning S, Beller EM, Clark J, Ho mann TC, Glasziou PP, Conly JM.

https://doi.org/10.1002/14651858.CD006207.pub5.www.cochranelibrary.co

Lewin Group, T. (n.d.). VA/DoD CLINICAL PRACTICE GUIDELINE FOR THE

DIAGNOSIS AND TREATMENT OF LOW BACK PAIN The Diagnosis and

Treatment of Low Back Pain Work Group Office of Quality and Patient

Safety, Veterans Health Administration & Clinical Quality Improvement

Program, Defens. www.tricare.mil

Lirette, L. S., Chaiban, G., Tolba, R., & Eissa, H. (2014). Coccydynia: An

overview of the anatomy, etiology, and treatment of coccyx pain. Ochsner

Journal, 14(1), 84–87.

Low Back Pain. (2009). American Journal of Research Communication,

57
5(August), 12–42.

http://downloads.esri.com/archydro/archydro/Doc/Overview of Arc Hydro

terrain preprocessing

workflows.pdf%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.jhydrol.2017.11.003%0Ahttp://

sites.tufts.edu/gis/files/2013/11/Watershed-and-Drainage-Delineation-by-

Pour-Point.pdf%0Awww

Minicozzi, S. J., Russell, B. S., Ray, K. J., Struebing, A. Y., & Owens, E. F.

(2016). Low Back Pain Response to Pelvic Tilt Position: An Observational

Study of Chiropractic Patients. Journal of Chiropractic Medicine, 15(1), 27–

34. https://doi.org/10.1016/j.jcm.2016.02.009

Murphy, P. L., & Courtney, T. K. (2000). Low back pain disability: Relative costs

by antecedent and industry group. American Journal of Industrial Medicine,

37(5), 558–571. https://doi.org/10.1002/(SICI)1097-

0274(200005)37:5<558::AID-AJIM12>3.0.CO;2-7

Ombregt, L. (2013). Applied anatomy of the lumbar spine. A System of

Orthopaedic Medicine, 415-436.e4. https://doi.org/10.1016/b978-0-7020-

3145-8.00031-4

PERMENKES NO.65 2015. (2015). PERMENKES NO.65 2015‫ة‬. PERMENKES

NO.65 2015, 32.

Purnamasari, H., Gunarso, U., & Rujito, L. (2010). Overweight Sebagai Faktor

Resiko Low Back Pain Pada Pasien. Mandala of Health, 4(1), 26–32.

58
Purwasih, Y., Prodyanatasari, A., & Salam, A. (2020). Penatalaksanaan

Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation ( TENS ) pada Low Back Pain

Myogenic Management of Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation

( TENS ) in Myogenic Low Back Pain. JURNAL PIKes Penelitian Ilmu

Kesehatan Vol, 1(1), 16–21.

Rahmayanti, R., Hamdayani, D., & Wahyuni S, F. (2021). Efektivitas

Cryotherapy Terhadap Tingkat Nyeri Punggung Bawah Ibu Postpartum Pada

Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Kesehatan Mercusuar, 4(2), 99–105.

https://doi.org/10.36984/jkm.v4i2.253

TAKAKI, S., KANEOKA, K., OKUBO, Y., OTSUKA, S., TATSUMURA, M.,

SHIINA, I., & MIYAKAWA, S. (2016). Analysis of muscle activity during

active pelvic tilting in sagittal plane. Physical Therapy Research, 19(1), 50–

57. https://doi.org/10.1298/ptr.e9900

Tanderi, E. A. (2017). Hubungan Kemampuan Fungsional Dan Derajat Nyeri

Pada Pasien Low Back Pain Mekanik. Institutional Repository (UNDIP-IR),

7–26. http://eprints.undip.ac.id/53788/

Tousignant-Laflamme, Y., Laroche, C., Beaulieu, C., Bouchard, A. J., Boucher,

S., & Michaud-Létourneau, M. (2017). A randomized trial to determine the

duration of analgesia following a 15- and a 30-minute application of

acupuncture-like TENS on patients with chronic low back pain.

Physiotherapy Theory and Practice, 33(5), 361–369.

https://doi.org/10.1080/09593985.2017.1302540

59
Wibawa, A., Tianing, N. W., Kinandana, G. P., & Juniantari, N. K. A. (2018).

Perbandingan Intervensi Ultrasound Dan Muscle Energy Technique Dengan

Intervensi Ultrasound Dan Mckenzie Exercise Terhadap Peningkatan

Kemampuan Fungsional Pada Non-Specific Low Back Pain. 6(3), 3–6.

Woon, J. T. K., & Stringer, M. D. (2014). The anatomy of the sacrococcygeal

cornual region and its clinical relevance. Anatomical Science International,

89(4), 207–214. https://doi.org/10.1007/s12565-013-0222-x

(Emmerich, n.d.; Fairbank & Pynsent, 2000; Fax, n.d.; Hayashi, 2004; Helfgott,

2009; “Low Back Pain,” 2009; Ombregt, 2013; Tanderi, 2017)

60

Anda mungkin juga menyukai