Disusun oleh :
KELOMPOK 8
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Praktik Fisioterapi
Komprehensif I
Disusun oleh :
KELOMPOK 8
LAPORAN KASUS
Laporan kasus ini telah diperiksa dan di setujui oleh pembimbing untuk
dipertahankan dihadapan penguji
iii
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Laporan kasus ini telah diujikan dalam konferensi kasus pada tanggal bulan 9
tahun 2019
iv
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
v
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
KATA PENGANTAR
vi
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR ISI
vii
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR GAMBAR
viii
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR TABEL
ix
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
mulia. Tetapi, anak-anak yang terlahir di dunia tidak selalu normal. Beberapa
kemampuan baik itu bersifat fisik seperti tunanetra dan tunarungu, maupun
Salah satu kebutuhan khusus yang paling banyak dialami anak adalah
penampakan wajah yang khas dan mirip satu sama lain, serta mengalami
retardasi mental dengan derajat ringan dan sedang. Anak dengan DS memiliki
2007)
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, pada anak
24 -59 bulan kasus down syndrome sebesar 0,12%, pada tahun 2013
meningkat menjadi 0,13% dan pada tahun 2018 meningkat lagi menjadi
0,21%. Sedangkan jumlah kasus baru pasien down syndrome rawat jalan di
rumah sakit di indonesia berdasarkan data SIRS online laporan tahun 2015
terdapat 2.488 RS, pada tahun 2016 terdapat 2.598 RS, dan tahun 2017
perhatian khusus dari orangtua dan peranan dari orangtua itu sendiri sangat
2
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
penting dalam perkembangan anak down syndrome yang lambat dan berbeda
pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut
sebagai fase ”Golden Age”. Golden age merupakan masa yang sangat penting
kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat meminimalisasi disfungsi
Harapan Kita.
B. Identifikasi Masalah
Masalah gerak fungsional yang ditemui pada kasus down syndrome yaitu :
1. Adanya hypotonus
3
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
down syndrome.
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pasien
yang ada di institusi, khususnya dalam bidang fisioterapi pediatri pada kasus
down syndrome
4
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
3. Bagi Profesi Fisioterapi
down syndrome.
5
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
disebabkan oleh trisomi seluruh atau sebagian kromosom 21. Ini adalah
penyakit genetik yang paling umum di seluruh dunia dan penyebab umum dari
terjadi ketika ada tiga kromosom nomor 21 yang hadir di setiap sel tubuh.
sindrom Down memiliki 47. Bahan genetik tambahan inilah yang mengubah
kromosom 21 terputus saat pembelahan sel dan menempel pada kromosom lain,
biasanya kromosom 14. Jumlah total kromosom dalam sel tetap 46, namun
terjadi dalam satu (tetapi tidak semua) dari pembelahan sel awal setelah
6
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
pembuahan. Ketika ini terjadi, ada campuran dua jenis sel, beberapa
Tubuh manusia terbuat dari sel, yang teridri dari bagian utamanya yaitu
yang mempunyai struktur disebut kromosom. Di sebelah telur dan sel sperma
non-seks) dan sepasang jenis kelamin kromosom (XX, XY). Kromosom ini
diberi nomor sesuai dengan ukurannya dari 1 hingga 22. Sebagian besar sel
tubuh membelah melalui proses mitosis, dimana dua sel anak yang memiliki
jumlah pasangan kromosom yang sama dengan sel aslinya. Jenis pembelahan
sel ini memungkinkan untuk pertumbuhan dan penggantian sel yang rusak.
Jenis pembelahan sel lain, yaitu meiosis. Meiosis terjadi pada sel reproduksi,
sel telur dan sperma. Hasil akhir dari pembelahan sel meiosis hanya
7
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Society, 2005).
sama, yang berarti bahwa gen yang sama berada di daerah yang sama pada
kromosom. (Jaelani, 2015). Ada dua cara pembelahan sel manusia. Yang
pertama adalah pembelahan sel biasa (mitosis). Dengan cara ini, satu sel
membelah menjadi dua sel yang memiliki jumlah dan tipe kromosom yang sama
persis dengan kromosom sel induk. Yang kedua adalah pembelahan sel yang
terjadi dalam ovarium dan testis (meiosis) dan terdiri dari satu sel yang
kromosom sel induk. Jadi, normalnya sel telur dan sel sperma hanya memiliki
8
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Selama perkembangan sel telur maupun sel sperma, kesalahan dapat
terjadi pada tahap migrasi (langkah segregasi) meiosis. Dengan kesalahan ini,
yang menghasilkan sel telur atau sperma dengan probabilitas bahwa beberapa
Saat sel membelah, kromosom ekstra direplikasi di setiap sel- sel tubuh.
Kehadiran tiga salinan kromosom 21 dalam semua sel tubuh disebut trisomi.
Ada tiga langkah utama dalam pembelahan sel meiosis I pada manusia,
metafase untuk menghasilkan dua anakan sel. Langkah pemisahan ini sekarang
Jika gamet (sel kelamin - sperma atau sel telur) dengan jumlah
kromosom yang abnormal yang bergabung dengan gamet normal, yaitu embrio
Kesalahan dalam distribusi kromosom terjadi pada saat produksi sel telur atau
sperma sebelum pembuahan jadi ekstra kromosom 21 hadir di semua sel bayi
yang muncul dari telur yang telah dibuahi. Karena itu, mereka memiliki 47
9
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
bahan penyebab perkembangan abnormal sel yang mengarah ke kelainan
intelektual, medis dan fisik yang khas pada orang dengan trisomi 21. (Down
C. Epidemiologi
kejadian sindrom Down di mana saja dari 1 dalam 600 hingga 1 dalam 1.000
kelahiran hidup. Sebuah analisis yang diterbitkan oleh I. Bray dan rekan pada
tahun 1998 dari data gabungan dari sembilan studi yang berbeda menemukan
bahwa kejadian bervariasi dari 1 dalam 1.445 kelahiran hidup untuk ibu pada
usia 20 hingga 1 dalam 25 kelahiran hidup untuk ibu pada usia 45. Peningkatan
insiden pada ibu yang lebih tua , karena kesalahan dalam pembelahan sel
reproduksi yang mungkin terjadi perubahan terkait usia dalam sel-sel prekursor
telur, yang semuanya hadir pada saat kelahiran ibu. Sekitar 1 dari 150
Keguguran juga terjadi pada sekitar 35% kehamilan di mana sindrom Down
Fenomena down syndrome kira-kira terjadi satu dari 800 sampai 1.000
kelahiran bayi (Brain Research Succee Stories, 2005). Gangguan ini merupakan
gangguan genetis yang mempengaruhi lebih dari 5.000 kelahiran bayi di United
States tiap tahunnya (Becky, 2006). Sama halnya di Indonesia, sekitar 1-2%
anak dilahirkan dengan kondisi down syndrome. Berdasarkan data ini dapat
10
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
disimpulkan bahwa diseluruh dunia termasuk Indonesia, tiap tahun ada anak
penyandang DS pada tahun 2010. Angka itu meningkat hingga 0,13% di tahun
2013 (Msn. com, 2017). Sumber yang sama menyebutkan bahwa prevelensi
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, pada anak 24
-59 bulan kasus down syndrome sebesar 0,12%, pada tahun 2013 meningkat
menjadi 0,13% dan pada tahun 2018 meningkat lagi menjadi 0,21%. Sedangkan
jumlah kasus baru pasien down syndrome rawat jalan di rumah sakit di
indonesia berdasarkan data SIRS online laporan tahun 2015 terdapat 2.488 RS,
pada tahun 2016 terdapat 2.598 RS, dan tahun 2017 terdapat 2.776 RS yang
D. Etiologi
yang paling dapat diterima untuk patogenesis trisomi 21 adalah hipotesis gene-
11
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
salinan tambahan pada kromosom 21. Dan pada tahun 1959, para peneliti
(disebut trisomi 21) adalah penyebab Down Syndrome. (Kazemi et al, 2016)
faktor radiasi, faktor virus, faktor umur ibu dan faktor umur ayah. Menurut hasil
syndrome, salah satu faktor yang paling banyak mempengaruhi adalah faktor
umur ibu saat hamil atau melahirkan (> 35 tahun). (Rahmah, 2014)
meningkat dengan bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita
yang hamil pada usia di atas 35 tahun. Walau bagaimanapun, wanita yang hamil
pada usia muda tidak bebas terhadap risiko mendapat bayi dengan down
E. Patofisiologi
12
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Proses kehidupan berlangsung pada berbagai tingkat. Sel merupakan
di dalam sel. Dalam sel terdapat bahan genetik yang disebut dengan kromosom.
Kromosom adalah struktur seperti benang yang terdiri dari DNA dan protein
lain. Kromosom-kromosom itu ada di setiap sel tubuh dan membawa informasi
genetik yang diperlukan oleh sel untuk berkembang. Kromosom ini akan
disusun dalam 23 pasang. Dari 23 pasang, 22 sama untuk pria maupun wanita
informasi yang sama, yang berarti bahwa gen yang sama berada di daerah yang
sama pada kromosom. (Jaelani, 2015). Ada dua cara pembelahan sel manusia.
Yang pertama adalah pembelahan sel biasa (mitosis). Dengan cara ini, satu sel
membelah menjadi dua sel yang memiliki jumlah dan tipe kromosom yang sama
13
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
persis dengan kromosom sel induk. Yang kedua adalah pembelahan sel yang
terjadi dalam ovarium dan testis (meiosis) dan terdiri dari satu sel yang
kromosom sel induk. Jadi, normalnya sel telur dan sel sperma hanya memiliki
Ada banyak kesalahan yang dapat terjadi selama proses pembelahan sel.
salah satu pasang tidak membelah, dan seluruhnya pergi ke satu daerah. Ini
kromosom dan yang lain akan memiliki 22 kromosom. Peristiwa kecelakaan ini
disebut dengan nondisjunction dan dapat terjadi pada meiosis I atau II (lebih
sering terjadi pada meiosis I). Jika sperma atau sel telur dengan jumlah
kromosom yang abnormal menyatu dengan pasangan normal, sel telur yang
Pada sindrom Down, trisomi 21 dapat terjadi tidak hanya pada saat
meiosis pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga dapat terjadi saat mitosis
pada saat profase meiosis I tidak berubah pada tahap tersebut sampai terjadi
14
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Selain nondisjunction, penyebab lain dari sindrom Down adalah
anaphase lag. Yaitu, kegagalan dari kromosom atau kromatid untuk bergabung
ke salah satu nukleus anak yang terbentuk pada pembelahan sel, sebagai akibat
tidak masuk ke nukleus sel anak akan menghilang. Ini dapat terjadi pada saat
F. Manifestasi Klinis
Bayi dengan sindrom Down biasanya memiliki tonus otot yang rendah
dan refleks yang buruk. Sendi lebih longgar dari biasanya. Tulang agak pendek
dan lebar dan sedikit lebih kecil, dan bagian belakang kepalanya lebih rata dari
biasanya. Fontanelles (atau "titik lunak"), struktur di kepala bayi yang biasanya
mendekati usia 2 tahun, biasanya lebih besar dan lebih lambat daripada bayi
yang berkembang secara normal.Bayi baru lahir dengan sindrom Down sering
memiliki kulit ekstra di belakang leher. Seiring bertambahnya usia anak, leher
Bentuk wajah bulat pada bayi baru lahir dan selama masa bayi. Seiring
15
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
keterbelakangan, bagian tengah wajah tampak rata. Hidung kecil, dan jembatan
hidung lebih rata dari biasanya. Nares, atau lubang hidung, biasanya kecil.
Bagian hidung mungkin lebih sempit, yang menyebabkan mereka menjadi lebih
mudah tersumbat. Pipinya bulat, dan mulutnya kecil dan memiliki sudut-sudut
yang menghadap ke bawah. Nada otot yang rendah dan rongga mulut yang kecil
dalam urutan yang tidak biasa, mungkin kecil dan berbentuk tidak biasa.
Fisura palpebral, atau bukaan mata, lebih kecil dari normal dan miring
ke atas. Bintik-bintik brushfield, atau bintik-bintik putih kecil pada iris, adalah
bagian dalam mata. Karena karakteristik ini, John Langdon Down menamakan
sesuai dan digantikan pertama dengan "sindrom Down" pada tahun 1961 dan
mereka sedikit lebih rendah daripada kepala anak normal pada biasanya.
Saluran telinga mungkin lebih kecil dan lebih mudah tersumbat, yang dapat
sindrom Down cenderung lebih pendek dan lebih kekar daripada individu dalam
populasi umum. Tangan mungkin lebar dan pendek, dengan jari-jari yang lebih
pendek dari biasanya. Jari kelima dapat melengkung ke dalam dan memiliki
satu lipatan, bukan dua. Sekitar setengah dari orang-orang dengan sindrom
Down memiliki satu lipatan palmar yang dalam (lipatan di telapak tangan). Kaki
16
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
cenderung lebar dan pendek, seringkali dengan celah karakteristik antara dua
jari pertama. Jika ada celah ini, lipatan plantar (lipatan dalam di bagian bawah
Sebagian kecil mereka mempunyai risiko untuk mengalami kanker sel darah
oleh ahli keluarga. Mereka juga mempunyai sifat periang. Perkembangan motor
kasar mereka lambat disebabkan otot-otot yang lembek tetapi mereka akhirnya
G. Prognosis
17
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Masa anak-anak merupakan masa emas mempersiapkan seorang
2010)
Tidak ada obat medis untuk DS. Namun, anak-anak dengan DS akan
lebih baik jika mendapat penanganan medis sejak dini dan intervensi terkait
mendapatkan terapi wicara, terapi fisik dan terapi yang terkait dengan
secara nyata dalam beberapa dekade terakhir. Saat ini, operasi jantung,
individu dengan DS. Angka harapan hidup penderita DS pada tahun 1960-an
yaitu usia hampir 30 tahun, sedangkan sekarang meningkat mencapai lebih dari
seperti adanya gagal jantung kongestif dini dan kelainan vaskular, hipotiroid
(prevalensi 40% DS), leukimia (DS berisiko 15x lebih besar) autisme, diabetes,
H. Penatalaksanaan Fisioterapi
18
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
1. Identitas Pasien
kondisi dan karakteristik dari pasien maupun keluarga pasien. Data inipun
b. Nama
d. Jenis Kelamin
e. Alamat
h. Diagnosa Medis
2. Anamnesis
bentuk wawancara kepada orang tua anak. Hal-hal yang penting untuk
1) Keluhan Utama
19
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
2) Keluhan Penyerta
kembang.
persalinan (postnatal).
20
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
6) Riwayat Penyakit Keluarga
8) Riwayat Imunisasi
hingga saat ini seperti Imunisasi campak, BCG, polio, DPT, hepatitis
B, dan lain-lain.
3. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran
Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale (GCS)
No. Respon Nilai
Respon Membuka Mata
Membuka mata tanpa
Spontan 4
stimulus
1
Membuka mata setelah
Respon
rangsangan suara atau 3
terhadap suara
perintah
21
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Rangsangan Membuka mata pada
2
tekanan tekanan rangsangan ujung jari
Tidak membuka mata sama
Tidak ada 1
sekali
Respon Verbal
Menyebutkan nama, tempat,
Orientasi Baik 5
dan tanggal
Orientasi tidak baik tapi
2 Bingung 4
komunikasi jelas
Kalimat Kata-kata Jelas 3
Suara Mengarang 2
Tidak ada Tidak ada suara yang jelas 1
Respon Motorik
Menuruti
Mematuhi 2 perintah berbeda 6
perintah
Mengangkat tangan diatas
Melokalisir clavicula pada rangsangan 5
kepala dan leher
Gerakan melipat siku lengan
3
Fleksi normal dengan cepat namun gerakan 4
kurang normal
Gerakan melipat siku lengan
Fleksi abnormal 3
namun gerakan tidak normal
Ekstensi Meluruskan siku lengan 2
Tidak ada gerakan lengan /
Tidak ada 1
tungkai
Interpretasi Glasgow Coma Scale (GCS) :
penuh
berhalusinasi
22
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
f. Coma (3) yaitu keadaan tidak bisa dibangunkan dan tidak ada
respon apapun.
2) Denyut Nadi
3) Pernapasan
4) Tekanan Darah
23
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Toddler (1-2 tahun) 86-106 42-63
Preschooler (3-5 tahun) 89-112 46-72
School – Age (6-9 tahun) 97-115 57-76
Preadolescent (10-11 102-120 61-80
tahun)
Adolescent (12-15 tahun) 110-131 64-83
5) Suhu Tubuh
Agrawal, 2008
6) Lingkar Kepala
cm setiap bulan pada usia 0-3 bulan. Pada usia 4-6 bulan akan
0,5 cm per bulan. Sampai usia 5 tahun biasanya sekitar 50 cm. Usia
5-12 tahun hanya naik sampai 52- 53 cm dan setelah usia 12 tahun
akan menetap.
7) Berat Badan
24
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan
8) Tinggi Badan
25
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Tinggi badan menggambarkan pertumbuhan panjang
b. Pemeriksaan Khusus
26
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh fisioterapi terkait kasus
1) Inspeksi
2) Palpasi
tonus otot dari pasien, yaitu apakah ada peningkatan tonus otot atau
a) Kemampuan Sensorik
b) Kondisi Keseimbangan
27
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
berguling, merayap, merangkak, ke duduk, ke berdiri, dan
berjalan.
Perkembangan Usia
Dominan flexi pada seluruh tubuh 1-2 bulan
Mulai ke arah ekstensi 2 bulan
Kepala miring saat posisi prone 1-2 bulan
Kepala ke arah midline 1-2 bulan
Mulai rolling supine to side lying 3 bulan
Head control mulai ke arah midline 3 bulan
Hand support pada posisi prone,
4 bulan
kepala 900 chin tuck
Tangan ke arah midline 4 bulan
Meraih dengan tangan satu dari arah prone 5 bulan
Rolling prone to supine (segmental) 5 bulan
Ring sitting, unsupport 6 bulan
Memindahkan mainan dari tangan ke tangan 6 bulan
Mulain untuk posisi onggong-onggong 8 bulan
Mulai untuk berdiri full 8 bulan
Berjalan dengan rambatan 10 bulan
Berjalan mandiri 12 bulan
4) Tes Khusus
a) Tes Reflex
28
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Menurut buku Fisioterapi Pediatri, refleks primitif sangat
29
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
(0-4 bulan)
Saat tumit bayi diletakkan
pada permukaan yang rata,
Stepping/Walking bayi akan terdorong untuk
berjalan. (1-2 bulan. Muncul
kembali pada 8-11 bulan)
Respon berupa gerakan
ekstensi tungkai terhadap
stimulus goresan atau
sentuhan pada telapak kaki
Extensor thrust
di tungkai yang sama.
Refleks ini muncul dari usia
0 bulan sampai dengan 2
bulan.
Gallant
Respon berupa gerakan
fleksi tungkai pada satu sisi
sedangkan tungkai sisi yang
ATNR berlawanan ekstensi,
terhadap stimulus berupa
rotasi kepala bayi ke salah
Brainstem satu sisi. (4-6 bulan)
Respon berupa gerakan
fleksi kedua lengan dan
ekstensi kedua tungkai
STNR
terhadap stimulus berupa
fleksi kepala bayi. (4-6
bulan)
Reaksi tegak ditandai
dengan seluruh tubuh ikut
Neck Righting
berputar ketika ada rotasi
kepala. (0-6 bulan)
Reaksi gerakan otomatis
yang ditandai dengan respon
anak berupa badan dan
Midbrain
tungkai ekstensi pada saat
anak diangkat dalam posisi
Landau
tengkurap kemudian kepala
diangkat kearah ekstensi
secara aktif atau pasif.
(Muncul dari usia 6 bulan
sampai 2 tahun)
Respon berupa, kepala dan
badan lurus, abduksi dan
Kortikal Duduk
extensi kedua lengan dan
tungkai ke samping untuk
30
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
mencari keseimbangan
posisi duduk. (Mulai
muncul pada 9-10 bulan dan
berlangsung hingga akhir
hayat)
Jika bayi ditelungkupkan, ia
akan membentuk posisi
merangkak karena saat di
Merangkak
dalam rahim kakinya
tertekuk kearah tubuhnya. (8
bulan sampai akhir hayat)
Respon anak berupa
lurusnya kepala dan badan
serta melangkah ke kiri,
Berdiri kanan, depan dan belakang
saat anak di beri dorongan
ke arah yang sama. (15-18
bulan)
al., 2007)
31
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Kelompok usia 0 – 2 tahun
Bayi akan dapat bergerak maju dan mundur pada posisi
duduk dengan kedua tangga bebas memainkan suatu objek.
Bayi dapat merangkak dengan lututnya, bayi dapat berdiri
1
dengan berpedangan dan melangkah dengan merembet di
perabotan rumah tangga. Bayi dapat berjalan di usia 18
bulan dan 2 tahun tanpa menggunakan alat bantu.
Bayi mampu duduk dilantai dengan menggunakan kedua
tangannya untuk menjaga keseimbangannya. Bayi dapat
2 merayap dengan kedua tangan dan kakinya. Bayi mungkin
menarik untuk berdiri dan mengambil langkah-langkah
berpegangan pada perabotan rumah tangga.
Bayi memiliki head control namun tumpuan pada anggota
gerak tubuh bagian atas diperlukan saat duduk di lantai. Bayi
3
mampu melakukan rolling dengan posisi mengangkat wajah
dan mampu melakukan rolling dengan posisi wajah tertutup.
Bayi memiliki head control namun butuh tumpuan atau dan
4 dan sandaran pada saat bayi duduk, mampu melakukan
rolling dengan posisi wajah menunduk.
Keterbasan fisik mengakibatkan keterbatasan dalam
mengontrol gerakan. Bayi tidak cukup baik dalam head
5
control, bayi membutuhkan bantuan orang dewasa saat
melakukan rolling.
Kelompok usia 2-4 tahun
Anak dapat duduk di lantai dengan tangan bebas untuk
memainkan suatu objek, dalam hal pergerakan anak dapat
1 melakukan sendiri tanpa bantuan orang dewasa, anak dapat
berjalan sebagai bentuk mobilisasi tanpa menggunakan alat
bantu gerak.
Anak duduk di lantai dengan mengalami kesulitan
keseimbangannya pada saat tangan anak memainkan suatu
objek. pergerakan bisa dilakukan secara mandiri tanpa
bantuan orang dewasa, tetapi pada saat anak berdiri
membutuhkan bantuan atau pegangan agar anak dapat
2
berdiri biasanya anak memilih permukaan yang stabil atau
halus agar keseimbangannya tetap stabil. Anak dapat
merangkak dengan tumpuan di kedua tangan dan kakinya,
dengan menggunakan pola aktif silmutan, berjalan
menggunakan bantuan.
32
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Anak duduk dengan menggunakan pola W tertekuk dan
internal rotasi hip dan knee dan memungkinkan untuk
memerlukan bantuan orang dewasa untuk menjaganya saat
duduk. Anak-anak merangkak pada kedua tangan dan
lututnya tanpa gerakan kaki yang aktif simultan sebagai
metode utama mereka bergerak. Anak-anak berdiri dengan
3
cara berpegangan dengan permukaan yang stabil dan jarak
yang pendek, dalam hal ini anak-anak mungkin berjalan
dengan jarak tempuh yang tidak panjang atau tidak lama
didalam ruangan dan anak-anak level III ini membutuhkan
alat bantu pegangan pada saat berjalan dan butuh bantuan
dari orang dewasa.
Anak-anak duduk di lantai dengan bantuan orang dewasa
atau sudah di posisikan duduk oleh orang dewasa, anak-anak
tidak bisa menjaga keselarasannya dan keseimbangannya
4 tanpa menggunakan kedua tangannya untuk bertumpu. Anak
membutuhkan alat adaptif untuk duduk dan berdiri.
Pergerakan yang di lakukan dengan jarak yang pendek dapat
dicapai dengan merayap ataupun merangkak.
Gangguan fisik tersebut akan membatasi gerakan yang
diinginkan dan kemampuan untuk mengantur control kepala
dan trunk controlnya. Semua fungsi motoriknya memiliki
5
keterbatasan. Keterbatasan fungsional dalam melakukan
duduk dan berdiri tidak sepenuhnya bisa dikompensasi oleh
alat bantu.
Kelompok usia 4 – 6 tahun
Anak dapat duduk dan bangkit ketika anak duduk di kursi
tanpa menggunakan bantuan tangan. anak mampu berjalan
1
baik di dalam maupun di luar ruangan dan dapat naik dan
turun tangga, anak mampu untuk berlari dan melompat.
Anak duduk di kursi dengan kedua tangannya bebas
melakukan atau memainkan suatu objek. Anak mampu
bangkit dari lantai untuk berdiri, tetapi hal ini sering
membutuhkan sesuatu pegangan yang dapat menyanggah
untuk menstabilkan tubuhnya dengan menggunakan kedua
2
tangan anaknya. Anak mampu berjalan tanpa menggunakan
alat bantuan dengan jarak tempuh yang tidak panjang pada
permukaan yang stabil di luar ruangan. Anak dapat berjalan
dan menaiki tangga dengan bantuan atau berpegangan pada
tepi tangga, dalam level ini anak belum mampu untuk
33
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
melakukan berlari ataupun melompat.
Anak dapat duduk dengan menggunakan alat bantu pada
pelvic untuk memaksimalkan fungsi tangannya. Anak dapat
bangkit dari duduk dengan menggunakan alat bantu di
3
permukaan yang rata. Anak sering kali di bantu dalam hal
pergerakan pada jarak yang jauh dan di luar ruangan untuk
jalan yang tidak rata.
Anak mampu duduk di kursi dengan alat bantu untuk
mengkontrol keseimbangannya. Anak bangkit dari
duduknya dengan bantuan orang dewasa atau suatu objek
yang dapat menjadi tumupan tubuhnya bergerak. Anak
mampu berjalan dengan jarak yang pendek dengan
4
menggunakan alat bantu walker dengan pengawasan orang
dewasa, tetapi kesulitan untuk melakukan berputar dan
menjaga keseimbangannya pada permukaan yang rata. Anak
di bantu menggukan alat bantu di tempat umum. Anak bisa
mampu mengendalikan kursi roda yang bertenaga listrik.
Gangguan fisik sangat membatasi kemampuan control
gerakan, head control dan postural control. Semua fungsi
gerak motorik sangat terbatas. Keterbatasan untuk duduk
5 dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi dengan alat
bantu. anak tidak dapat melakukan aktifitas secara mandiri
dan dibantu untuk pergerakannya.dalam level ini
membutuhkan sebuah kursi roda untuk kegiatan di luar
Kelompok 6 – 12 tahun
Anak-anak dapat berjalan didalam maupun di luar sekolah,
anak-anak dapat aktivitas di dalam dan diluar seperti
bersekolah. Anak-anak dapat naik dan turun ditangga tanpa
1 berpegangan pada pagar tangganya. Anak-anak dapat berlari
dan melompat tetapi dengan keterbatasan kecepatan,
koordinasi, dan keseimbangan. Anak-anak dapat mengikuti
kegiatan seperti berolah raga.
Anak-anak dapat berjalan dengan keterbatasan, anak-anak
menemukan kesulitan ketika berjalan di permukaan yang
tidak rata, permukaan yang condong, di lingkungan yang
2 ramai, atau kesulitan berjalan sambil memegang suatu
objek. Anak-anak dapat naik dan turun ditangga dengan
perpegangan pada pagar tangga atau bantuan dari orang
dewasa. Ketika di luar ruangan anak-anak membutuhkan
34
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
bantua seperti walker untuk berjalan jarak jauh.
Keterbatasan pada melompat dan berlari sehingga membuat
anak ini keterbatasan mengikuti kegiatan seperti olah raga.
Anak-anak berjalan menggunakan alat bantu berjalan.
Ketika anak pada level ini duduk, anak-anak memerlukan
sabuk pengaman untuk keselarasan panggul dan
keseimbangan tubuhnya. Dari posisi duduk ke berdiri
memerlukan bantuan fisik dari orang dewasa. Ketika
3 berpergian jarak jauh memerlukan alat bantu gerak seperti
kursi roda. Anak-anak naik dan turun tangga berpegangan
pada pagar tangga dengan pengawasan atau bantuan fisik
dari orang dewasa. Keterbatasan dalam berjalan
membutuhkan adaptasi untuk berpartisipasi mengikuti
kegiatan fisik.
Anak-anak membutuhkan alat bantu fisik untuk bergerak.
Anak-anak membutuhkan tempat duduk yang khusus untuk
mengkontrol panggul dan bantuan fisik untuk perpindahan.
Dirumah anak-anak menggunakan alat bantu untuk bergerak
di lantai (roll, creep atau merangkak) anak berjalan dengan
4 jarak pendek membutuhkan bantuan fisik atau menggunakan
mobilitas bertenaga. Ketika anak berada diluar ruangan
anak-anak menggunakan alat bantu untuk menjaga
keseimbangannya di dalam ruangan maupun di luar ruangan.
Di luar ruangan anak-anak di angkut menggunakan kursi
roda.
Anak-anak di angkit menggunakan alat bantu gerak seperti
kursi roda. Anak-anak kesulitan untuk mempertahankan
antigravitasi kepala (head control), postral tubuh, control
lengan dan gerakan kaki. Alat bantu dapat meningkatkan
head control, tempat duduk tetapi tidak sepenuhnya di
kompensasi olet peralatan. Di rumah anak-anak mampu
5 bergerak dengan jarak yang minim dengandi bantu oleh
orang dewasa. Anak-anak beradaptasi menggunakan alat
bantu bergerak untuk mengkontrol perpindahan.
Keterbatasan dalam bergerak mengharuskan anak
beradaptasi untuk mengikuti atau berpartisipasi dalam
kegiatan fisik dan olah raga termasuk bantuan fisik dan
menggunakan mobilitas bertenaga.
Kelompok usia 12-18 tahun
35
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Pemuda dapat berjalan didalam maupun di luar ruangan.
Pemuda dapat berjalan naik dan turun trotoar atau tangga
tanpa menggunakan alat bantu pagar tangga. Pemuda dapat
melakukan keterampilan motoric kasar seperti berlari dan
1
melompat tetapi memiliki keterbatasan dalam kecepatan,
keseimbangan dan koordinasi. Pemuda mampu
berpartisipasi dalam kegiatan tergantung pada pilihan
individu pemuda.
Pemuda berjalan dengan aturan keterbatasan berjalan di
permukaan yang tidak rata, condong, jarak yang jauh,
tuntutan waktu dan cuaca. Diluar ruangan pemuda
membutuhkan alat bantu untuk pemuda bisa berjalan untuk
keamanan si pemuda itu sendiri. Pemuda mampu berjalan
2
menaiki dan turun tangga dengan berpegangan pagar tangga
atau dengan bantuan fisik jika tidak memiliki pagar pada
tangganya. Keterbatasan pada kerja motoric kasar
membutuhkan waktu untuk beradaptasi dalam kegiatan
fisik.
Pemuda mampu berjalan dengan menggunakan alat bantu
gerak seperti cruck. Pemuda duduk dengan membutuhkan
sabuk pengaman untuk keselarasan panggul dan menjaga
keseimbangannya. Pemuda bangkit dari duduk di lantai
memerlukan bantuan fisik dari orang dewasa. Di sekolah
pemuda membutuhkan alat bantunkursi roda manual atau
3 menggunakan yang bertenanga. Pemuda mampu berjalan
naik ataupun turun dengan berpegangan pada pagar tangga
dengan pengawasan dan bantuan fisik dari orang dewasa.
Keterbatasan dalam berjalan mungkin memerlukan adaptasi
untuk mengaktifkan partisipas dalam kegiatan fisik dan olah
raga termasuk unutk mendorong kursi roda atau mobilitas
pengguna bertenaga.
Pemuda menggunakan mobilitas roda di sebagian besar
waktunya. Pemuda membutuhkan tempat untuk duduk
adaptif sehingga dapat mengkontrol panggul dan trunknya.
Membutuhkan bantuan fisik ketika berpindah temoat.
4 Pemuda dapat menggunakan kakinya untuk membantunya
berdiri. Dalam ruangan pemuda dapat berjalan dengan jarak
yang pendek dengan bantuan fisik dari orang dewasa. Ketika
pemuda berada di luar ruangan pemuda membutuhkan kursi
roda, pemuda mampu mengoperasikan kursi roda bertenaga.
36
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Ketika kursi roda bertenaga tidak layak maka membutuhkan
kursi roda yang manual.
Pemuda di angkut menggunakan kursi roda yang manual
dalam semua pengaturan. Pemuda memiliki keterbatasan
dalam mempertahankan head control, postur tubuh, control
5 lengan dan gerakan kaki. Untuk melakukan perpindahan
berat badan atau perpindahan gerak di butuhkan tenaga 1
atau 2 orang untuk membantunya. Pemuda dapat mencapai
pergerakannya dengan bantuan mobilitas bertenaga.
c) Pemeriksaan Penunjang
laboratorium.
gangguan.
b) Activity Limitation
fungsional.
37
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
c) Participation Restriction
lingkungannya.
J. Prognosa
waktu dekat, dimana disesuaikan dengan kondisi pasien pada saat ini.
b. Tujuan jangka panjang merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dari
L. Intervensi Fisioterapi
(NSMRDS)
38
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
sentuhan dengan pola gerak yang terstruktur. Stimulasi ini diharapkan
(Takarini, 2012)
2) Neuro-Tactile Reflex
39
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
(1) Sensory Motor Reflex Stimulation yaitu: stimulasi taktil, stimulasi
extremities facilitation.
2. Brain Gym
40
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
perlu untuk menyeimbangkan rasional berpikir dengan emosi.
dengan gangguan fungsi, gerakan dan kontrol postural karena lesi dari
sistem saraf pusat (SSP), dan dapat diterapkan untuk individu dari
segala usia serta semua derajat kecacatan fisik dan fungsional. Tujuan
41
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
bukanlah sebuah teknik tapi lebih ke proses perkembangan dari motor
teknik, yaitu :
(Tecklin, S, 2001)
M. Kerangka Berfikir
Perinatal
DOWN SYNDROME
Problematika Fisioterapi
STATUS KLINIS
A. IDENTITAS KLIEN
43
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
44
Poltekkes Kemenkes Jakarta III