Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS LOW BACK PAIN

ETC TRAUMA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS

RS COLUMBIA ASIA PULOMAS TAHUN 2022

Disusun oleh :

Kelompok 8

Annas Diah Lisaninda P3.73.26.1.19.006

Ramadoni P3.73.26.1.19.039

Rossa Anggita Lisdianti P3.73.26.1.19.040

Zehan Savira Aprilia P3.73.26.1.19.050

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III

JURUSAN FISIOTERAPI

PROGRAM STUDI D-IV FISIOTERAPI

TAHUN 2022
LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS LOW BACK PAIN

ETC TRAUMA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS

RS COLUMBIA ASIA PULOMAS TAHUN 2022

Disusun oleh :

Kelompok 8

Annas Diah Lisaninda P3.73.26.1.19.006

Ramadoni P3.73.26.1.19.039

Rossa Anggita Lisdianti P3.73.26.1.19.040

Zehan Savira Aprilia P3.73.26.1.19.050

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III

JURUSAN FISIOTERAPI

PROGRAM STUDI D-IV FISIOTERAPI

TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS LOW


BACK PAIN ETC TRAUMA AKIBAT KECELAKAAN LALU
LINTAS
RS COLUMBIA ASIA PULOMAS TAHUN 2022

Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk
dipertahankan dihadapan penguji

Pembimbing Pendidikan, Pembimbing Lapangan,

(Ari Sudarsono., Ftr., M.Fis) (Ajat Sudrajat., S.Ft)

Ketua Program Studi D IV

Fisioterapi Poltekkes Kemenkes

Jakarta III

Roikhatul Jannah, SST.Ft.,MPH.


NIP. 197905012012122001
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS LOW


BACK PAIN ETC TRAUMA AKIBAT KECELAKAAN LALU
LINTAS
RS COLUMBIA ASIA PULOMAS TAHUN 2022

Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk
dipertahankan dihadapan penguji

Pembimbing Pendidikan, Pembimbing Lapangan,

(Ari Sudarsono., Ftr., M.Fis) (Ajat Sudrajat., S.Ft)

Ketua Program Studi D IV

Fisioterapi Poltekkes Kemenkes

Jakarta III

Roikhatul Jannah, SST.Ft.,MPH.


NIP. 197905012012122001
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa atas karunia dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan kasus

ini dengan baik dan tepat waktu dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi

pada kasus Low Back Pain yang disebabkan oleh Dislocation of Coccygeus

cause Trauma di RS Columbia Asia Pulomas pada bulan Agustus 2022”.

Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis banyak sekali

mendapatkan bantuan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk

itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

yang terhormat:

1. Orang tua kami, yang telah selalu memberikan dukungan moral

maupun materi.

2. Ibu Ratu Karel Lina, SST. Ft., SKM., MPH selaku Ketua Jurusan

Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Jakarta III.

3. Bapak Ari Sudarsono., Ftr., M.Fis selaku pembimbing Pendidikan

Poltekkes Kemenkes Jakarta III.

4. Bapak Ajat Sudrajat., S.Ft selaku pembimbing Fisioterapi beserta

seluruh staff fisioterapis di RS Columbia Asia Pulomas.

5. Pasien dan keluarga, yang telah bersedia dan menyempatkan waktu

datang ke RS Columbia Asia Pulomas untuk menjadi pasien

konferensi kami.

6. Teman-teman angkatan 8 Fisioterapi Poltekkes Jakarta III.


Harapan kami bahwa laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang

Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Low Back Pain yang disebabkan

oleh Dislocation of Coccygeus cause Trauma di RS Columbia Asia

Pulomas pada bulan Agustus 2022. Kami menyadari bahwa laporan kasus

ini masih jauh dari sempurna dengan keterbatasan yang kami miliki. Kritik

dan saran yang membangun dari pembaca akan kami terima demi

perbaikan dan penyempurnaan laporan kasus ini.

Bekasi, Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri punggung bawah atau yang biasa disebut dengan Low Back

Pain merupakan sebuah rasa ketidak nyamanan yang dirasakan didaerah

pungung bawah, dapat berupa nyeri musculoskeletal yang bersifat lokal,

radikuler atau keduanya. Low Back Pain adalah suatu gejala dan bukan

suatu diagnosis, dimana pada beberapa kasus gejalanya sesuai dengan

diagnosis patologisnya dengan ketepatan yang tinggi, namun di sebagian

besar kasus, diagnosis tidak pasti dan berlangsung lama.(Anggiat,

Fransisko and SSt.Ft, 2020) Low back pain atau disebutkan nyeri

punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit yang ada dinegara. dapat

diperkirakan sekitar 60-70% warga di negara maju akan mengalami nyeri

punggung bawah non spesifik minimal sekali seumur hidup. Sekitar 20%

pasien dengan nyeri punggung bawah akut akan berlanjut mengalami

gejala kronis. Menurut penelitian Meucci R, et al., angka prevalensi nyeri

punggung bawah tiga hingga empat kali lipat lebih tinggi di atas usia 50

tahun dibandingkan dengan di antara usia 18 hingga 30 tahun. Nyeri

punggung bawah kronis adalah 4.2% di antara usia 24 – 39 tahun dan

19.6% di antara 20–59 tahun. Nyeri punggung bawah juga lebih sering

ditemukan pada wanita, pada populasi dengan status ekonomi rendah,

tingkat edukasi lebih rendah, dan perokok.(Helfgott, 2009) Nyeri

punggung bawah bisa terjadi di beberapa bagian tubuh tertentu yaitu


seperti (discuss – trunk , lower back , multiple trunk , sacrum and coccyx )

dan kondisi cedera penyebab yaitu (Memar, Traumatic , hernia, inflamasi,

keseleo, ketegangan, ruptur, patah tulang ) .(Murphy and Courtney, 2000)

Coccyx atau disebut Tulang ekor adalah tulang segitiga yang terdiri dari 3

hingga 5 segmen yang menyatu, yang terbesar di antaranya berartikulasi

dengan segmen sakral terendah.

Beberapa hal yang dapat dapat menimbulkan nyeri pada pungung

bawah, yaitu Traumatic , Patah tulang , Ruptur dan inflamasi. Seperti

Traumatic Cossygeus itu bisa disebut juga Coccdynia , Coccdynia itu

adalah salah satu penyebab low back pain dari penderitanya. Coccydynia

adalah merupakan kondisi yang mungkin idiopatik atau terkait dengan

trauma atau persalinan. Pasien juga mungkin terkait dengan cedera kronis

yang diderita di masa kanak-kanak.  Kondisi berikut dapat menyebabkan

nyeri di daerah tulang ekor: dislokasi tulang ekor, kista pilonidal dengan

abses atau bisul, linu panggul, wasir, sindrom piriformis, dll. Alasan

paling umum untuk dislokasi tulang ekor adalah trauma akut akibat jatuh

ke bokong.(Cakir et al., 2021) Faktor peningkatan risiko coccydynia

termasuk obesitas dan jenis kelamin perempuan. Wanita 5 kali lebih

mungkin mengembangkan coccydynia dari pada pria. Remaja dan orang

dewasa lebih mungkin mengalami coccydynia dari pada anak-anak,

penurunan berat badan yang cepat juga dapat menjadi faktor risiko karena

hilangnya bantalan mekanis. Etiologi coccydynia yang paling umum

adalah trauma eksternal atau internal. Trauma eksternal biasanya terjadi


karena jatuh ke belakang, menyebabkan tulang ekor memar, terkilir, atau

patah. Trauma ringan juga dapat terjadi karena duduk berulang-ulang atau

berkepanjangan di permukaan yang keras, sempit, atau tidak nyaman.

Coccydynia non traumatic dapat diakibatkan oleh sejumlah penyebab,

termasuk penyakit sendi atau diskus degeneratif, hipermobilitas atau

hipomobilitas sendi sacrococcygeal, infeksi, dan varian morfologi tulang

ekor. Coccydynia juga dapat berupa nyeri radikular atau nyeri alih,

meskipun jenis nyeri ini biasanya tidak berhubungan dengan nyeri tekan

coccygeal yang khas pada pemeriksaan fisik. Lebih jarang, neoplasma

telah dikaitkan dengan coccydynia. Coccydynia juga dapat dikaitkan

dengan penyebab nonorganik, seperti gangguan somatisasi dan gangguan

psikologis lainnya.(Lirette et al., 2014)

Fisioterapi berperan dalam menangani permasalahan pada penderita

nyeri punggung bawah dikarenakan Traumatic coccygeus atau yang

disebut juga Coccydynia dengan melakukan pelayanan kesehatan yang

ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan,

memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang

kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan

gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi,

dan komunikasi.(PERMENKES NO.65 2015, 2015) Fisioterapi dapat

berperan dengan berbagai macam metode untuk mengatasi nyeri yang

disebabkan oleh penekanan radiks, kelemahan otot oleh karena nyeri dan

keterbatasan lingkup gerak sendi karena nyeri serta spasme yang terjadi.
Tindakan fisioterapi pada penderita HNP yang alami nyeri punggung

bawah dapat diberikan intervensi seperti :

1) Ultrasound (US) merupakan modalitas terapi fisik yang digunakan

untuk membantu jaringan lunak seperti otot pada pinggang untuk

merileksasikan bagian yang spasme, ultrasound (US) memiliki dua

efek yaitu thermal dan non thermal (Raharjo et al., 2015). Ultrasound

(US) therapy dapat diberikan dalam dua mode yaitu continuous atau

pulsed. Continuous ultrasound mencangkup pengiriman gelombang

ultrasonic tanpa henti selama periode intervensi, sementara untuk

pulsed ultrasound pengiriman gelombang ultrasonic secara terputus-

putus. Ultrasound (US) therapy digunakan untuk mengurangi rasa

nyeri, meningkatkan aliran darah ke jaringan, meningkatkan aktivitas

fungsional dan mengurangi disability.(Haile et al., 2021)

2) Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah non

invasive, transkutan, penggunaan electrical stimulation untuk

menghasilkan efek analgesic. TENS merupakan perangkat portable

yang menghasilkan arus listrik berdenyut ringan yang dikirimkan ke

seluruh permukaan kulit untuk merangsang saraf perifer melalui

bantalan elektroda. Mekanisme kerja TENS didukung dengan “gate

control theory of pain” yang menjelaskan penghambatan sinyal rasa

sakit. TENS menghasilkan aktivasi interneuron inhibisi di substansia

gelatinosa di kornu dorsalis medulla spinalis oleh stimulasi listrik dari

serat berdiameter besar yang menhambat transmisi sinyal nosiseptif


dari serat diameter kecil. Mekanisme lain dari pereda nyeri oleh TENS

termasuk pelepasan endorphin yang sebabkan vasodilatasi pada

jaringan yang cedera.(Je et al., 2020)

3) McKenzie Exercise merupakan terapi latihan yang mengutamakan

gerakan ekstensi. Tujuan dari exercise ini adalah mencapai dan

mempertahankan postur normal lordosis vertebrae, mengurangi

penekanan posterior pada diskus intervertebralis dan ligament

vertebrae. McKenzie exercise merupakan metode perbaikan tulang

belakang dengan gerak ekstensi. Pada saat gerakan ekstensi, nucleus

pulposus akan terdorong ke anterior akibat dari meningkatnya tekanan

di posterior. Sehingga jika latihan ini dilakukan dengan rutin dan

ritmis akan mereposisi posisi nucleus pulposus dalam annulus fibrosus

yang mengalami herniasi.(Dwi and Fauziah, 2020)

4) Cryotherapy merupakan terapi modalitas yang dapat menyerap suhu

jaringan sehingga terjadi penurunan suhu jaringan melewati

mekanisme konduksi. Efek fisiologis (cryotherapy) disebabkan oleh

penurunan suhu jaringan yang mencetuskan perubahan hemodinamis

lokal dan sistemik serta adanya respon neuromuscular. Terapi dingin

secara klinis dapat meningkatkan ambang nyeri, mencegah

pembengkakan dan menurunkan performa motorik lokal Secara

fisiologis es mengurangi aktivitas metabolisme dalam jaringan

sehingga mencegah kerusakan jaringan sekunder dan

mengurangi nyeri ke sistem saraf pusat.


B. Identifikasi Masalah

1. Masalah Gerak Fungsional

Stelah melakukan pemeriksaan kepada pasien dan berdasarkan latar

belakang masalah diata, maka penulis mengidentifikasi masalah gerak

Fungsional yang ditemukan pada kasus Low Back Pain yang

disebabkan oleh Dislocation of coccygeus ec Trauma

a. Metode dan teknik intervensi yang diberikan kepada pasien,

disesuaikan dengan gangguan patologi yang terjadi seperti Pelvic

Tilt , Mc Kenzie Exercise , Cat And Cow , Rotasi Hip, Back

Stretch with Gym Ball, Lumbar Strech Exercise ,Fasilitasi duduk

ke berdiri

b. Assesment dan pemeriksaan tes spesifik yang dilakukan berupa

Faber Test , Straight Leg Raise, dan Bragard Test

2. Pembatasan Masalah

a. Laporan hasil penelitian ini sesuai dengan yang sudah dilakukan di

RS Columbia Asia Pulomas pada bulan Agustus 2022

b. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh asuhan fisioterapi

terhadap kasus Low Back Pain yang disebabkan oleh Dislocation of

Coccygeus cause Trauma dengan gangguan gerak dan fungsi

membungkuk, Keterbatasan Activiti of Daily Living seperti dari duduk

ke berdiri dan Terdapat Spasme M. Paralumbal, M. Quadriceps

lateralis dan M. Piriformis


C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami pengaruh asuhan fisioterapi yang

ditetapkan pada kasus Low Back Pain yang disebabkan oleh

Dislocation of Coccygeus cause Trauma

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisa pemeriksaan yang efektif dan efisien dalam

rangka menegakkan diagnosa fisioterapi pada kasus Low Back Pain

yang disebabkan oleh Dislocation of Coccygeus cause Trauma

b. Untuk menentukan metode dan teknik intervensi yang tepat dalam

penerapannya terhadap kasus Low Back Pain yang disebabkan oleh

Dislocation of Coccygeus cause Trauma.

c. Untuk mengevaluasi hasil intervensi dalam kajian akademik dan

professional pada kasus Low Back Pain yang disebabkan oleh

Dislocation of Coccygeus cause Trauma.

D. Manfaat

1. Bagi Pendidikan

d. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

pembelajaran dan menambah wawasan terkait penanganan

fisioterapi yang dapat diterapkan pada kasus Low Back Pain yang

disebabkan oleh Dislocation of Coccygeus cause Trauma.


2. Bagi Profesi Fisioterapi

e. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan

dapat dijadikan referensi dalam penanganan fisioterapi terhadap

kasus Low Back Pain yang disebabkan oleh Dislocation of

Coccygeus cause Trauma.

3. Bagi Pasien

Diharapkan pasien mendapatkan informasi terkait kondisi yang

dialami dan dapat mengetahui peran fisioterapi dalam penanganan

gangguan yang diderita. Selain itu, diharapkan pasien mendapatkan

manfaat dari penanganan fisioterapi yang diberikan serta memahami

langkah-langkah yang harus dilakukan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Low Back Pain atau nyeri punggung bawah didefinisikan sebagai nyeri

yang berasal dari sistem muskuloskeletal di sepanjang tulang rusuk terakhir

hingga lipatan gluteal yang terkadang dapat meluas sebagai nyeri somatik

yang menjalar sampai ke paha (di atas lutut). Low Back Pain dapat dibagi

menjadi kelompok akut, di mana rasa sakitnya mungkin parah tetapi

berlangsung singkat, dan kelompok di mana rasa sakit berlanjut untuk waktu

yang lebih lama dan sering mempengaruhi banyak aspek kehidupan. Pasien

dengan Low Back Pain yang menetap, berlangsung lebih dari 3 bulan,

biasanya disebut sebagai kronis.

B. Epidemiologi

LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara

industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami

episode ini selama hidupnya. Prevalensi pertahunannya bervariasi dari 15-

45%, dengan point prevalence rata-rata 30%. Data epidemiologi mengenai

LBP di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa

Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang, prevalensi

pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan

pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-17%


(Purnamasari et al., 2010). Kecepatan dominansi nyeri punggung bawah tiga

kali lipat lebih tinggi di atas usia 50 tahun dibandingkan dengan mereka yang

berusia antara 18-30 tahun (Ilmi, 2021).

C. Etiologi

Nyeri Punggung Bawah (LBP) dapat disebabkan oleh berbagai kelainan

yang terjadi pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun

struktur lain yang menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain

seperti kelainan congenital atau kelainan perkembangan yang terdiri dari

spondilosis dan spondilolistesis, kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda

spinalis, trauma minor yaitu regangan dan cedera whiplash, fraktur atau

traumatik seperti jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, traumatik yaitu

osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen, herniasi diskus

intervertebral, degeneratif yaitu kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus

internal, stenosis spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi

vertebral, gangguan sendi atlantoaksial (misalnya arthritis rheumatoid),

arthritis seperti : spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun

(misalnya ankylosing spondilitis, sindrom reiter), neoplasma : metastasis,

hematologic, tumor tulang primer, infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral,

abses epidural, sepsis diskus, meningitis, arachnoiditis lumbalis, metabolik:

osteoporosis, hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis, vascular: aunerisma

aorta abdominal, diseksi arteri vertebral, dan lainnya seperti nyeri alih dari

gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-pura sakit serta sindrom nyeri

kronik (Engstrom & Deyo, 2012).


D. Patofisiologi LBP Myogenic

LBP Myogenic merupakan salah satu bentuk gangguan pada struktur otot

punggung umumnya terjadi karena trauma. Trauma dapat berupa, strain,

spasme otot dan sprain ligament di punggung bawah ataupun dislokasi pada

vertebrae. LBP myogenic dapat terjadi akibat direct muscle problem dan

indirect muscle problem. Hal ini dapat mengakibatkan spasme. Spasme otot

yang berkepanjangan dapat menimbulkan penjepitan pembuluh darah yang

mengakibatkan iskemia yang dapat menimbulkan nyeri. LBP myogenic akibat

indirect muscle problem dipengaruhi oleh postur pasien. Keadaan yang

berlangsung lama dapat membuat otot kontraktur sehingga menimbulkan

trauma yang menyebabkan perubahan postur. Low Back Pain Myogenic dapat

mengakibatkan nyeri, spasme otot dan imbalance muscle, sehingga stabilitas

otot perut dan punggung bawah mengalami penurunan, mobilitas lumbal

terbatas, mengakibatkan penurunan aktivitas fungsional. Faktor resiko LBP

meliputi ketegangan pada postur tubuh, obesitas, kehamilan, faktor psikologi

dan beberapa aktivitas yang dilakukan dengan tidak benar. Aktivitas yang

dilakukan dengan tidak benar contohnya yaitu mengangkat barang yang berat

dan berdiri yang lama (Purwasih et al., 2020).

E. Anatomi

1. Lumbal

Lumbal terdiri atas 5 Corpus vertebra yang lebih kekar dan kuar dari

pada regio torakal dan servikal (L1 – L5)


a) Anatomi tulang vertebra lumbal

Corpus vertebra berbentuk slilinder dengan permukaan rata. Untuk

menahan beban yang diberikan pada vertebra sebagai fungsi shock

absorber terdapat diskus atau disc. Diskus vertebra merupakan sistem

hidrolik yang memisahkan corpus vertebrae. Terdapat Anulus, atau

dinding, dari diskus yang merupakan rangkaian fibroelastik yang

membungkus matriks diskus. Pada sisi posterior vertebra terdapat

processus trensversus, processus spinosus dan facet atau artikulasi

antara bagian inferior dan superior vertebra.

b) Anatomi Ligamen Veterbra Lumbal

(Becker ec al., 2015)

Terdapat beberapa ligamen pada vertebra lumbal di antaranya yaitu

Posterior Longitudinal Ligament (PLL), Anterior Longitudinal

Ligament (ALL), Ligamentum Flavum (LF), Dan Interspinosus

Ligament (ISL)

c) Anatomi Otot Vertebra Lumbal

Pada regio lulbal terdiri atas beberapa otot yang bertanggung jawab
sebagai stabilisator lumbal. Iliocostalis berfungsi sebagai penyangga

sisi lateral rusuk, longissimus berfungsi sebagai penyangga bagian

tegah di samping processus transversus , dan otot spinalis penyangga

medial processus spinosus, ketiga otot tersebut termasuk dalam

rangaian otot erector spine, terdapat pula kelompok otot profunda

terdiri dari semispinalis, multifidus, rotatores.

(Becker ec al., 2015)

d) Anatomi Saraf Veterbra Lumbal

(Becker ec al., 2015)

Plexus lumbal (L1 - L5) turun keluar melalui kanalis spinalis,

kemudian meintasi diskus di atas foramen, akar saraf lalu memasuki


foramina di bawah pedicle dan kemuadian akar saraf akan bercabang

ke sisi anterior posterior dan inferior.

2. Anatomi Pelvic

a) Struktur tulang

pelvic adalah komponen yang berkaitan dalam pergerakan tulang

belakang. Pelvic merupakan bagian dari inferiorposterior vertebra dan

berada di daerah batang tubuh yang letaknya di sebelah dorsalcaudal

terhadap abdomen. Pelvis bersendi secara langsung dengan tulang

lumbal. Pelvis merupakan komposisi dari tiga buah tulang, yaitu tulang

cosae, tulang sacrum dan tulang coccygeus.

Tulang cosae sendiri terbagi dalam tulang illium, tulang pubis,

dan tulang ishcium. Sedangkan tulang pubis terdiri dari bagian superior

ossis pubis dan bagian inferior ossis pubis. Kedua bagian tersebut

dibatasi oleh foramen obturaturium.

b) Sendi

Sacroilliac joint, biasanya berbicara tentang S1 joint sendi ini


adalah synovial join. Non axial joint antara sacrum dan ilium. Ini

digambarkan sebagai sendi bebas, biarpun gerak permukaan tidak

beraturan ini akan membantu mengunci kedua permukaan secara

bersamaan.Fungsi dari sendi sacroiliac adalah untuk meneruskan

beban tubuh dari ekstremitas atas menuju kolum vertebra sampai tulang

femur. Sendi sacroiliac ini juga berfungsi sebagai stabilitas dan sedikit

mobilitas. Seperti sendi synovial dan permukaan artikular yang

berhubungan langsung dengan kartilago hialin (Lippert, Clinical

Kinesiologi and Anatomy, 2006)

Nutasi disebut juga sebagai fleksi dari sacral. Nutasi terjadi

ketika bagian superior sacrum bergerak kearah anterior dan inferior.

Hal ini menyebabkan bagian inferior sacrum dan coccygis bergerak

kearah posterior. Contranutasi disebut juga gerakan ekstensi sacral,

mengacu pada gerakan berlawanan. Dasar sacrum bergerak kearah

posterior dan yang menyebabkan bagin inferior dari tulang coccygis

bergerak kearah anterior(Lippert, 2006)

c) Ligament

Sendi sacroiliac berperan penting dalam stabilitas tubuh manusia.

Pada bagian pelvic banyak sekali terdapat ligamen yang menjaga

stabilitas pasif dalam pergerakan.

Anteriorsacroiliac ligament yang lebar dan tipis, ligamen pada sisi

depan permukaan pelvic menghubungkan permukaan pelvic ke sisi

atas permukaan illium. Ligameninterosseseous sacroiliac adalah


ligamen terdalam, terpendek dan terkuat dari semua ligament

sacroilliac. Ligamen ini terasa lebih kasar di area atas dan belakang

sisi atas permukaan dan ligament sacroiliacanterior. Ini

menghubngkan tuberositas illium ke sacrum (Milner, 2008)

Posteriorsacroiliac ligament terdiri atas dua bagian. Posterior

sacroiliac ligamen yang pendek terletak menyilang antara illium dan

bagian atas sacrum pada permukaan depan. Ini dapat menjaga gerakan

dari sacrum. Posterior sacroiliac ligament yang panjang berada di

vertical antara posterior superior iliac spine dan bagian bawah dari

sacrum (Milner, 2008).

Selanjutnya tiga ligamen assesoris memperkuat sacroiliac joint .

ligament sacrotuberous adalah ligament yang sangat kuat bentuk

triangular ligamen ini berada diatara PSIS and PIIS dari illium, sisi

belakang dan samping belakang sacrum ke tepi atas permukaan dan

coccyx. Ligamen ini sama sama melekat pada iscial tuberosity. Ini

juga membantu perlekatan dari gluteus maximus, dan mencegahrotasi

kearah depan dari sacrum (Milner, 2008).

Ligament sacrospinous bentuknya juga triangular dan berada di

dalam sacrotuberuous ligament. Ini adalah perlekatan terbesar dari

bagian samping bawah sacrum dan sisi bawah coccyx. Ini adalah

perlekatan yang sempit dari iscium. Kedua ligamen merubah

greather sciatic notch ke dalam foramen dari sciatic nerve.


Ligament iliolumbar menghubungkan prosesus transverses dari L5

dari sacrum. Ini menggambarkan secara jelas sendi lumbosacral.

F. Biomekanik

1. Lumbal

a) Osteokinematik

Pergerakan fisiologi pada lumbal terjadi pada tiga bidang yaitu bidang

sagital pada gerakan fleksi dan ekstensi, bidang frontal pada gerakan

lateral fleksi, bidang transversal pada gerakan rotasi.

Saat gerakan fleksi terjadi gerakan pada lumbosakral, pada

bagian anterior akan terjadi kompresi pada korpus vertebralis, diskus

vertebralis, diskus intervertebralis, ligamenanterior memendek dan

otot-otot abdominal kontraksi.

Sedangkan pada gerakan ekstensi bagian inferior terjadi

peregangan pada otot-otot abdominal, peregangan pada ligamen

longitudinal anterior, diskus intervertebralis teregang dan korpus

vertebralis membuka, sedangkan pada bagian posterior terjadi

kompresi pada korpus vertebralis.

2. Pelvic

Gerakan pada lumbal spine dan hip joint dapat menghasilkan

pelvic tilting ke depan, ke belakang, ke samping dan kearah rotasi. Maka

dari itu gerakan yang terjadi pada pelvic yaitu (Peterson & Bronzino,

2008):
a) Forward Tilt

Forward tilt adalah suatu gerakan dari tulang pelvic pada bidang

sagital denga axis frontal-horizontal. Gerakan yang terjadi adalah

tulang pubis berputar kearah bawah

b) Backward tilt

Backward tilt adalah suatu gerakan dari tulang pelvic pada sumbuh

axis frontal-horizontal. Gerakan yang terjadi adalah tulang symphysis

pubis bergerak ke depan atas.

c) Lateral tilt

Lateral tilt adalah suatu gerakan rotasi pelvic dalam bidang frontal

pada axis sagital-horizontal, sehingga tulang crista illiaca bergerak

kearah bawah.

d) Rotasi tilt

Rotasi adalah gerakan rotasi pelvic dalam bidang horizontal sekitar

axis vertical
G. Klasifikasi

Klasifikasi Low back pain dibagi menjadi 2 menurut kategorinya yaitu :

1. Mekanik statik

LBP mekanik statik terjadi apabila postur tubuh dalam keadaan

posisi statis (duduk atau berdiri) sehingga menyebabkan peningkatan pada

sudut lumbosakral (sudut antara segmen vertebra L5 dan S1 yang sudut

normalnya 30° - 40°) dan menyebabkan pergeseran titik pusat berat badan.

Peningkatan sudut lumbosakral dan pergeseran titik pusat berat badan

tersebut akan menyebabkan peregangan pada ligamen dan kontraksi otot-

otot yang berusaha untuk mempertahankan postur tubuh yang normal

sehingga dapat terjadi strain atau sprain pada ligamen dan otot-otot di

daerah punggung bawah yang menimbulkan nyeri.

2. Mekanik dinamik

LBP mekanik dinamik dapat terjadi akibat beban mekanik

abnormal pada struktur jaringan (ligamen dan otot) di daerah punggung

bawah saat melakukan gerakan. Beban mekanik tersebut melebihi

kapasitas fisiologik dan toleransi otot atau ligamen di daerah punggung

bawah. Gerakan-gerakan yang tidak mengikuti mekanisme normal dapat

menimbulkan LBP mekanik, seperti gerakan kombinasi (terutama fleksi

dan rotasi) dan repetitif, terutama disertai dengan beban yang berat.

Klasifikasi Low back pain menurut waktu terjadinya nyeri berlangsung yaitu :
1. Nyeri akut yang tajam, dalam dan langsung maupun tiba-tiba. Seorang

tidak dapat beristirahat dengan tenang dan setiap gerak bagian punggung

yang terkena bertambah nyeri yang terjadi selama kurang dari 8 minggu.

2. Nyeri kronis yang terus menerus dan cenderung tidak berkurang . Nyeri

biasanya terjadi dalam beberapa hari tetapi kadang kala membutuhkan

waktu selama satu atau bahkan beberapa minggu. Kadang-kadang nyeri

berulang akan tetapi untuk kekambuhan bisa ditimbulkan dari aktivitas

fisik yang sederhana.

Klasifikasi Low back pain menurut penyebabnya yaitu :

1. Low back pain traumatik

Lesi traumatik dapat disamakan dengan lesi mekanik. Pada daerah

punggung bawah, semua unsur susunan neuromuskoletal dapat terkena

oleh trauma. LBP ini dibagi 2 menjadi :

a) Trauma pada unsur miofasial

Setiap hari banyak orang mendapat trauma miofasial, mengingat

banyaknya pekerja kasar yang gizinya kurang baik dengan kondisi

kesehatan badan yang kurang optimal. Juga di kalangan sosial yang

serba cukup atau berlebihan keadaan tubuh tidak optimal karena

kegemukan, terlalu banyak duduk dan terlalu kaku karena tidak

mengadakan gerakan-gerakan untuk mengendurkan ototnya.

b) Trauma pada komponen keras

Akibat trauma karena jatuh fraktur kompresi dapat terjadi di

vertebrata torakal bawah atau vertebra lumbal atas. Fraktur kompresi


dapat terjadi juga pada kondisi tulang belakang yang patalogik. Karena

trauma yang ringan (misal jatuh terduduk dari kursi pendek), kolumna

vertebralis yang sudah osteoporotik mudah mendapat fraktur kompresi

2. Low back pain inflamasi

Spondilitis tuberkulosis atau spondilitis purulen berkembang ketika

basil tuberkel atau bakteri piogenik menghancurkan badan vertebra atau

diskus intervertebra. Jika vertebra dihubungkan seperti bambu, pasien

menderita ankylosing spondylitis, penyakit rematik yang negatif untuk

faktor rematik.

3. Low back pain tumor

Tumor ganas yang dapat menyebabkan low back pain yaitu seperti

kanker paru-paru, kanker perut, kanker payudara, kanker prostat, dll.,

terkadang bermetastasis ke tulang belakang lumbar, dan metastasis

diseminata ke tulang belakang lumbar adalah salah satu gambaran

patologis dari multiple myeloma. Ketika tumor seperti neuroma atau

angioma berkembang di medula spinalis atau tulang belakang lumbal,

pasien mengalami nyeri punggung bawah yang hebat.

4. Low back pain degenerasi

Seiring bertambahnya usia pekerja konstruksi, insiden nyeri

punggung bawah mereka meningkat, dan peningkatan tersebut disebabkan

oleh perkembangan lesi yang terkait dengan degenerasi tulang belakang

lumbar dan jaringan di sekitarnya. Degenerasi mengarah pada

perkembangan deformans spondylosis, degenerasi diskus intervertebralis


lumbal, nyeri punggung bawah artikular intervertebralis, spondylolisthesis

non-spondylolytic lumbal, hiperostosis tulang belakang ankilosa, dan

stenosis tulang belakang lumbal.

5. Low back pain karena penyebab lain

Selain penyakit yang timbul pada struktur yang menyusun

punggung bawah, yaitu poros tubuh, nyeri yang timbul dari penyakit organ

intra-abdomen, termasuk hati, kandung empedu, dan pankreas, dan nyeri

alih juga terlihat di antara penyakit yang menimbulkan nyeri punggung

bawah. Nyeri juga timbul dari organ perut posterior, termasuk rahim,

ovarium, dan kandung kemih. Keberadaan nyeri psikogenik yang terkait

dengan histeria dan depresi juga tidak boleh dilupakan.

H. Tanda Dan Gejala

Penderita LBP memiliki keluhan yang beragam tergantung dari

patofisiologi, perubahan kimia atau biomekanik dalam diskus intervertebralis,

dan umumnya mereka mengalami nyeri. Nyeri miofasial khas ditandai dengan

nyeri dan nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan (trigger points),

kehilangan ruang gerak kelompok otot yang tersangkut (loss of range of

motion) dan nyeri radikuler yang terbatas pada saraf tepi. Keluhan nyeri

sendiri sering hilang bila kelompok otot tersebut diregangkan.

Menurut McKenzie, LBP mekanik ditandai dengan gejala sebagai berikut :

1) Nyeri terjadi secara intermitten atau terputus-putus.

2) Sifat nyeri tajam karena dipengaruhi oleh sikap atau gerakan yang bisa

meringankan ataupun memperberat keluhan.


3) Membaik setelah istirahat dalam waktu yang cukup dan memburuk

setelah digunakan beraktivitas.

4) Tidak ditemukan tanda-tanda radang seperti panas, warna kemerahan

ataupun pembengkakan.

5) Terkadang nyeri menjalar ke bagian pantat atau paha.

6) Dapat terjadi morning stiffness.

7) Nyeri bertambah hebat bila bergerak ekstensi, fleksi, rotasi, berdiri,

berjalan maupun duduk.

8) Nyeri berkurang bila berbaring.

I. Pemeriksaan Fisioterapi

Oswestry Disability Index (ODI) Merupakan pengukuran yang berfungsi

untuk mengetahui level of function (disabilitas) pasien dalam aktivitas

kehidupan sehari-hari selama melakukan rehabilitasi LBP. Pemeriksaan akan

dilaksanakan setiap hari setelah melakukan program latihan. Kuesioner

menguji tingkat kecacatan yang dirasakan dalam 10 aktivitas kehidupan

sehari-hari. Pasien harus memberikan 6 pernyataan terkait keadaannya yang

dibagi dalam 6 tingkat dengan 0 sebagai tingkat paling rendah dan 5 sebagai

tingkat paling tinggi. Dengan penjelasan :

1) Saya tidak merasakan sakit saat ini. Skor = 0

2) Rasa sakitnya sangat ringan saat ini. Skor = 1

3) Rasa sakitnya sedang saat ini. Skor = 2

4) Rasa sakitnya cukup parah saat ini. Skor = 3

5) Rasa sakitnya sangat parah saat ini. Skor = 4


6) Rasa sakit adalah yang terburuk yang bisa dibayangkan saat ini. Skor =

5 Dalam 10 hari tingkat nyeri dikalkulasikan dan diinterpretasikan

dengan :

a) 0% hingga 20%: kecacatan minimal

Pasien dapat melakuka sebagian besar aktivitas sehari-hari.

Biasanya tidak ada pengobatan yang diindikasikan selain saran

untuk olahraga.

b) 21%-40%: disabilitas sedang

Pasien mengalami rasa sakit lebih tinggi dan kesulitan saat

duduk, mengangkat, juga berdiri. Kesulitan berpergian dan

kehidupan sosial, mereka mungkin dinonaktifkan dari pekerjaan.

Perawatan pribadi, aktivitas seksual, dan tidur tidak terlalu

terpengaruh, pasien biasanya dapat ditangani dengan cara

konservatif.

c) 41%-60%: disabilitas berat

Nyeri tetap menjadi masalah utama dalam kelompok ini

tetapi aktivitas hidup sehari-hari terpengaruh. Pasien-pasien ini

memerlukan pemeriksaan lebih lanjut

d) 61% -80%: lumpuh

Sakit punggung mengganggu semua aspek kehidupan

pasien. Intervensi positif diperlukan.

e) 81% -100%
Pasien-pasien ini terbatas di tempat tidur atau melebih-

lebihkan gejala mereka.

J. Tes Pemeriksaan

1. ROM

Lingkup Gerak Sendi (LGS) atau Range Of Motion (ROM) adalah

jangkauan gerak yang dapat dilakukan oleh sendi. Pengukuran lingkup

gerak sendi dilakukan dengan suatu alat yang disebut Goniometer. Nilai

ROM menggambarkan fleksibilitas suatu sendi. Semakin besar nilai ROM

dari suatu sendi, maka semakin rendah pula kemungkinan sendi dapat

mengalami cedera. Gerakan fleksi lumbal dan berbagai gerakan sendi

panggul diperlukan dalam banyak kegiatan sehari-hari, oleh karena itu

keterbatasan gerak pada fleksi lumbal dan sendi panggul mungkin akan

berimplikasi pada penurunan mobilitas. Nilai normal ROM sendi panggul

yaitu 30- 0- 85. Bila nilai ROM berkurang, maka 23 tidak hanya akan

mengalami kesulitan dalam aktivitas sehari-hari namun juga akan

mengalami gangguan keseimbangan yang dapat meningkatkan risiko

jatuh.

2. Numeric Rating Scale

Sebuah rumah sakit swasta di Indonesia Bagian Barat melakukan

penilaian nyeri menggunakan skala nyeri Numeric Rating Scale yang

terdiri dari angka nol sampai sepuluh untuk menilai ambang nyeri pasien

mengetahui ambang nyeri pasien.

3. Straight leg Raise (SLR) Test


Leg Raise (SLR) Test bertujuan untuk mengidentifikasi adanya

lumbar radiculopathy, umumnya adalah lumbar disc hernia. Sensitivitas

91% Spesifitas 26%. Interpretasi SLR Test yaitu positif jika nyeri

radikular, rasa kebas, dan kesemutan terprovokasi. Jika nyeri timbul saat

dilakukan pemeriksaan dia atas 35079 derajat, maka nyeri berasal dari

lumbar spine atau sacroilliac joint.

4. Bragards Test

Posisi pasien tidur terlentang menggerakkan fleksi hip secara pasif

dengan knee lurus disertai dorsi fleksi ankle dengan sudut 30 derajat. Hasil

positif bila pasien merasakan nyeri pada posterior gluteal yang menjalar ke

tungkai.

5. Faber test / Patrick’s test

Patrick’s test ditunjukan untuk mengidentifikasikan adanya

patologi pada hip, lumbar, sacroiliac atau ilipsoas spasm. Sensitivitas 89%,

Spesifitas 100%. Tes positif jika nyeri terprovokasi selama test, atau ROM

terbatas.

K. Teknologi Intervensi

1. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

Tens merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk

merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit TENS adalah nama

generik untuk metode stimulasi serabut saraf aferen yang dirancang untuk

mengendalikan nyeri. TENS mengaktifkan jaringan saraf asendens dan

desendens yang kompleks, pemancar neurokimiawi, dan reseptor


opioid/non-opioid yang akan mengurangi konduksi impuls nyeri dan

persepsi nyeri. Mekanisme TENS dalam kaitannya dengan modulasi nyeri

dibagi menjadi tiga. Mekanisme tersebut adalah mekanisme periferal,

mekanisme segmental, mekanisme ekstrasegmental. Fisika dasar arus

listrik dibagi menjadi aus searah, dan arus pulsatil. Arus searah merupakan

arus listrik yang mengalir satu arah dengan waktu 1 detik atau lebih. Arus

ini dikenal dengan arus searah (Dirrect Current/DC). Arus pulsatil

dibedakan menjadi bentuk gelombang monofasik, bifasik, dan polifasik

(Purwasih et al., 2020). Parameter TENS ditetapkan oleh peneliti pada 10

Hz, 250 sec selama 15 menit dan pada intensitas di atas rasa sakit ambang

batas pasien, intensitas stimulasi listrik harus dirasakan sedikit

menyakitkan, tetapi tidak lebih dari 2/10 pada skala penilaian verbal dan

mereka harus menyesuaikan intensitas stimulasi listrik yang sesuai.

Selama pemakaian TENS, pasien berbaring tengkurap (Tousignant-

Laflamme et al., 2017).

2. Ultrasound

Ultrasound (US) merupakan modalitas terapi fisik yang digunakan

untuk membantu jaringan lunak seperti otot pada pinggang untuk

merileksasikan bagian yang spasme, ultrasound (US) memiliki dua efek

yaitu thermal dan non thermal (Raharjo et al., 2015). Diagnosis paling

umum yang digunakan oleh AS profesional rehabilitasi meliputi

punggung, bahu, lutut, dan nyeri leher serta kesulitan berjalan dan gaya

berjalan lainnya. Ultrasound (US) therapy dapat diberikan dalam dua


mode yaitu continuous atau pulsed. Continuous ultrasound mencangkup

pengiriman gelombang ultrasonic tanpa henti selama periode intervensi,

sementara untuk pulsed ultrasound pengiriman gelombang ultrasonic

secara terputus-putus. Ultrasound (US) therapy digunakan untuk

mengurangi rasa nyeri, meningkatkan aliran darah ke jaringan,

meningkatkan aktivitas fungsional dan mengurangi disability.

Dosis ultrasound yang di berikan dengan pulsed 50 - 100%,

intensitas 1.0 W/𝑐𝑚2 , frekuensi 1 MHz, waktu pemberian 5 menit, dan

menggunakan transducer ERA 5 cm (Wibawa et al., 2018).

3. Cryotherapy

Terapi dingin adalah salah satu metode fisioterapi tertua. Terapi

dingin (cryotherapy) dapat meningkatkan perbaikan sirkulasi, metabolisme

yang lebih baik, detoksifikasi sistem kulit, hati dan limfa, penyembuhan

menjadi lebih cepat, dan perbaikan jaringan sehingga meningkatkan fungsi

imune. Cryotherapy adalah penerapan stimulus suhu cryotherapeutic di

bawah 100 C dalam periode waktu yang sangat singkat 2–3 menit (Giemza

et al., 2014).

Cryotherapy dapat membuat regenerasi otot lebih cepat dari cedera

sehingga kemampuan fungsional responden meningkat. Terapi dingin

(cryotherapy) merupakan terapi modalitas yang dapat menyerap suhu

jaringan sehingga terjadi penurunan suhu jaringan melewati mekanisme

konduksi. Efek fisiologis (cryotherapy) disebabkan oleh penurunan suhu

jaringan yang mencetuskan perubahan hemodinamis lokal dan sistemik


serta adanya respon neuromuscular. Terapi dingin secara klinis dapat

meningkatkan ambang nyeri, mencegah pembengkakan dan menurunkan

performa motorik local. Secara fisiologis es mengurangi aktivitas

metabolisme dalam jaringan sehingga mencegah kerusakan jaringan

sekunder dan mengurangi nyeri ke sistem saraf pusat (Rahmayanti et al.,

2021).

L. Terapi Latihan

1. McKenzie Exercise

Mc Kenzie Exercise merupakan suatu tehnik latihan dengan

menggunakan gerakan badan terutama ke arah ekstensi, biasanya

digunakan untuk penguatan dan peregangan otot - otot ekstensor dan

fleksor sendi lumbosacralis dan dapat mengurangi nyeri. Latihan ini

diciptakan oleh Robin McKenzie. Prinsip latihan McKenzie adalah

memperbaiki postur untuk mengurangi hiperlordosis lumbal. Tujuan terapi

ini adalah mengurangi rasa sakit, sentralisasi gejala (gejala bermigrasi ke

garis tengah tubuh) dan pemulihan lengkap nyeri. Latihan gerak aktif

dengan metode latihan Mc Kenzie diharapkan otot-otot daerah

lumbosakral dapat mengalami peregangan dan penguatan sehingga

kontraksi otot selama latihan akan meningkatkan muscle-pump yang

menjadikan suplai oksigen dan nutrisi lebih lancar dalam jaringan.

McKenzie merekomendasikan penggunaan fase ekstensi terlebih dahulu

dalam rangka pengurangan nyeri mekanis dan dalam usaha mengarahkan

mengurangi tekanan diskus terhadap akar saraf dan dengan kondisi


tersebut pasien lebih merasakan nyeri saat gerakan fleksi lumbal. Terapi

metode McKenzie dilakukan dengan dosis tiga kali seminggu dengan

pengulangan masing-masing gerakan 10 kali. Setelah itu, dilakukan

sebanyak 3 repetisi. Terapis memonitor kondisi pasien selama terapi

metode McKenzie dan memastikan pasien melakukan latihan dengan

benar. (Wibawa et al., 2018).

Latihan McKenzie yang dilakukan seperti gambar dibawah :

(Gambar 1. Gerakan Cat and camel)

(Gambar 2. Child Pose)


2. Pelvic Tilt Exercise

Pelvic tilt sering direkomendasikan untuk membantu mengobati

nyeri punggung bawah. Itu karena latihan sederhana ini berfokus pada

penguatan dan peregangan otot-otot inti yang berhubungan dengan

ketidaknyamanan di area pinggang bawah (lumbal). Terlebih lagi, pelvic

tilt aman untuk siapa saja, termasuk wanita yang sedang hamil.

Latihan pelvic tilt pada bidang sagital umumnya digunakan untuk

memperbaiki keselarasan tulang belakang lumbar pasien dengan nyeri

punggung bawah kronis (LBP). Postur yang memperkuat lordosis lumbal

diidentifikasi sebagai salah satu penyebab utama LBP. Saat merawat LBP,

penting untuk mengurangi penggunaan postur yang menyebabkan lordosis

lumbal (TAKAKI et al., 2016).

Latihan pelvic tilt dilakukan dengan pasien terlentang; pinggul

tertekuk hingga 45°, lutut tertekuk sampai 90°; pasien kemudian

memiringkan panggul ke belakang, meratakan tulang belakang lumbar

tanpa mengangkat pantat mereka dari kasur atau lantai. Kinerja manuver

kemiringan panggul posterior melibatkan beberapa derajat fleksi tulang

belakang lumbar dengan "perataan," atau pengurangan, lordosis lumbar,

gerakan yang dapat dilakukan secara sukarela. Latihan pelvic tilt telah

direkomendasikan sebagai latihan untuk menghilangkan LBP setidaknya

sejak tahun 1980-an dan kadang-kadang masih dapat ditemukan di

literatur pendidikan pasien dan situs Internet. Gerakan pelvic tilt biasanya
dilakukan sebanyak 8 hingga 10 kali dan dapat dilakukan 2 kali sehari

(Minicozzi et al., 2016).

3. Core Strengthening Exercise

Program core exercise melibatkan partisipasi aktif untuk

meningkatkan stabilitas lumbal dengan memulihkan kemampuan untuk

mengontrol otot dan gerakan melalui penguatan otot. Program core

exercise, disarankan oleh Brill, berfokus pada stabilisasi lumbal dengan

mengontrol ketegangan sendi lumbo-pelvic-hip, sehingga menjaga

stabilitas lumbal, memperkuat otot, meningkatkan daya tahan, dan

memperbaiki postur. Salah satu metode program core exercise berfokus

pada pernapasan perut. Metode pernapasan perut memasok oksigen

dengan lancar ke seluruh tubuh dan mengembangkan otot lumbar,

sehingga mengurangi ketegangan dan stres otot, yang pada akhirnya

mengurangi kelelahan. Program core exercise dapat dengan mudah

dilakukan di rumah hampir tanpa batasan tempat, waktu, dan biaya, serta

memiliki risiko cedera yang rendah. Ini dirancang agar sesuai dengan

pasien LBP dengan menggabungkan gerakan dan latihan yoga tradisional

untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot, dan untuk

memperbaiki postur (Cho et al., 2014).

Gerakan yang dilakuka oleh pasien ketika melakukan program core

exercise yang kami berikan adalah sebagai berikut :


Gambar 1.
Gerakan pertama

Gambar 2.
Gerakan kedua

M. Menifestasi Klinis
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien adalah nyeri punggung bawah.

Nyeri punggung bawah terjadi karena adanya odema pada area tulang ekor

pasien. Nyeri pada punggung bawah ini diperberat ketika pasien

membungkuk, mengangkat, duduk lama, duduk ke berdiri, miring kiri dan

kanan lalu akan berkurang jika tirah baring. Pasien merasakan kesulitan dan

keterbatasan gerak ketika akan melakukan aktivitas membungkuk,

mengangkat, duduk lama, duduk ke berdiri, miring kiri dan kanan.


BAB III

STATUS KLINIS

A. IDENTITAS KLIEN

1. NRM : PULO-00000109580

2. Nama : Ny. BRS

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Tempat/Tanggal Lahir : 9 Agustus 1970 (52 tahun)

5. Alamat : Kayu Putih, Jakarta Timur

6. Agama : Kristen

7. Pekerjaan : Ibu rumah tangga, mengasuh cucu

8. Hobi :-

9. Tanggal Masuk : 10 Agustus 2022

10. Diagnosa Medis : LBP ec Dislocation of Coccygeus ec

Trauma

11. Medika Mentosa : Omeprazole 20 mg capsule, CAL 95 tablet,

myonep 50 mg tablet, lacosib 90 mg tablet


B. ASSESMENT PEMERIKSAAN

1. Anamnesis

a. Keluhan utama :

Nyeri pada area pinggang bawah serta bokong kanan dan kiri.

b. Keluhan penyerta :

 Bengkak pada punggung bawah

 Ps berjalan dengan menahan rasa sakit

 Hipertensi (-), DM (-)

c. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien mengalami Riwayat kecelakaan sekitar 1 minggu yang lalu

terhitung dari tanggal masuk (10 Agustus 2022), kemudian pasien

sempat dirawat di RSCA Pulomas. Saat ini pasien mengeluhkan

nyeri pada area pinggang serta bokong kanan dan kiri, pasien

mersakan kesulitan saat miring kanan dan miring kiri serta duduk

ke berdiri

d. Riwayat penyakit dahulu :

Pasien memiliki riwayat sakit usus buntu

2. Pemeriksaan umum

a. Kesadaran : compos mentis

b. Tekanan darah : 121/70 mmHg

c. Denyut nadi : 72x/menit

d. Pernapasan : 18x/menit

e. Kooperatif/tidak kooperatif : kooperatif


3. Pemeriksaan Khusus/Pemeriksaan Fisioterapi

a. Inspeksi

1) Statis

Postur : semifleksi trunk

Alat bantu : kursi roda

2) Dinamis

Pola jalan : antalgic gait

b. Palpasi

Tenderness : m. paralumbar, m. quadratus lumborum bilateral

Oedema : oedema pada area tailbone

c. Skala nyeri : 7/10 NRS

d. Tes cepat : fleksi lumbal lebih nyeri dibandingkan dengan

ekstensi lumbal

e. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

1) Pemeriksaan FGD Aktif

 Fleksi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal

 Ekstensi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal

 Lateral fleksi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal minimal

 Rotasi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal minimal
2) Pemeriksaan FGD Pasif

 Fleksi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal, endfeel firm

 Ekstensi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal, endfeel hard

 Lateral fleksi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal minimal, endfeel hard

 Rotasi lumbal : nyeri dan keterbatasan gerak

lumbal minimal, endfeel firm

3) Pemeriksaan FGD Isometrik

Keterbatasan gerak ke arah fleksi dan ekstensi lumbal, mampu

melawan tahanan minimal

f. Tes khusus

1. SLR Test : (-) tidak ada nyeri menjalar

2. Bragard Test : (-) tidak ada nyeri menjalar

3. FABER Test : (+) nyeri terprovokasi di area lumbosacral

4. Pemeriksaan ROM Aktif

S 30ᵒ-0ᵒ-90ᵒ

F 30ᵒ-0ᵒ-30ᵒ

T 30ᵒ-0ᵒ-30ᵒ

5. Pemeriksaan Nyeri

Nyeri tekan : pada area lumbosacral NRS 8/10

Nyeri diam : saat berbaring NRS 6/10


Nyeri gerak : pada saat beraktifitas NRS 8/10

g. Pemeriksaan Penunjang

Radiologi :

MRI (04.08.2022)

 os coccygeus distal lebih ke anterior, suspek listhesis,

DD/Normal varian

 Spondilosis disertai degenerasi corpus vertebra

thorcolumbal yang terlihat

 Bulding diskus interveterbralid L4-5, L5-S1 disertai

penyempitan ringan foramen neuralis kanan kiri

 Facet joint effusion minimal pada L4-5 kanan kiri

 Lesi relative bulat pada corpus uteri yang hipointens pada

T1WI dan isohiperintens pada T2WI-STIR, suspek myoma

C. DIAGNOSIS FISIOTERAPI

1. Underlying Process (Clinical Reasoning)

Kondisi/ Gangguan Keterbatasan Keterbatasan

Diagnosis ICD Struktur dan Aktifitas Partisipasi

Fungsi

- Nyeri pada - Adanya - Pasien

area keterbatasa belum

pinggang n untuk mampu


bawah duduk lama lagi

- Keterbatasa - Adanya melakukan

n gerak keterbatasa kegiatanny

trunk n untuk a secara

- Spasme m berdiri mandiri

paralumbal lama dan tidak

dan mQL mampu

serta m mengasuh

piriformis cucu

seperti

sebelumny

2. Diagnosis Fisioterapi berdasarkan ICF

Pasien merasakan kesulitan saat duduk dan berdiri lama karena adanya

nyeri pada area pinggang bawag, keterbatasan gerak trunk, spasme m.

paralumbal, dan m. quadratus lumborum, serta m. piriformis ec LBP

ec dislocation of coccygeus ec trauma.

D. PERENCANAAN FISIOTERAPI

1. Jangka Pendek

 Mengurangi nyeri

 Mengurangi spasme

 Meningkatkan LGS

2. Jangka Panjang
 Meningkatkan ADL kembali seperti semula

E. INTERVENSI FISIOTERAPI

1. Intervensi Fisioterapi (Uraian)

a. TENS

F: 10 Hz

I: 30 mA

T: Electrical Stimulation

T: 15 menit

b. Terapi Latihan

2. Edukasi/Home Program

a. Kompres es sebelum dan sesudah latihan

b. Pelvic tilt exercise

c. McKenzie exercise

d. Core Strengthening exercise

F. EVALUASI

Rehabilitation Problem Solving Form

Name: Ny. BRS Date: 10 Agustus 2022

Health Condition:

Body, Function & Activities &

Structure Participation
According to Client Nyeri pada pinggang Pasien belum mampu

bawah dan bokong duduk lama dan

berjalan jauh

Pasien tidak mampu

menngasuh cucu

seperti sebelumnya

According to 1. Adanya nyeri pada Pasien belum mampu

Fieldworker daerah lumbosacral duduk lama, dan

2. Adanya berjalan jauh karena

keterbatasan gerak nyerinya yang

trunk menyebabkan pasien

3. Adanya spasme merasakan

otot untuk keterbatasan saat

statbilisasi trunk beraktifitas yang lama

bersama orang lain

Personal Factors Environmental Factors

According to Emosi baik Keluarga dan lingkungan

Client membantu dan

mendukung program

fisioterapi pasien
According to Atensi, persepsi, dan Keluarga dab lingkungan

Fieldworker komunikasi pasien baik mendukung program

dan kooperatif fisioterapi yang diterma

pasien
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

A. Hasil Penatalaksanaan Fisioterapi

Intervensi yang diberikan kepada pasien dengan diagnosis LBP ec

Dislocation of Coccygeus ec Trauma, untuk mengetahui pengaruh latihan

pelvic tilt dan McKenzie exercise serta core strengthening terhadap

peningkatan ROM serta MMT dan penurunan nyeri pada L4-L5, dan L5-

S1. Pasien dengan inisial Ny. BRS dengan usia 52 tahun mengalami Low

Back Pain sekitar 3 minggu lalu setelah mengalami kecelakaan lalu lintas,

pasien terjatuh dalam posisi terduduk. Terjadinya tekanan saat jatuh

terduduk membuat vertebrae segmen sacral mengalami listesis atau

pergeseran kedepan, yang menyebabkan pembengkakan dan menimbulkan

nyeri pada area sekitar tailbone. Pasien dalam keadaan tingkat kesadaran

compos mentis dengan tanda tanda vital stabil saat dilakukan pemeriksaan

awal.

Pada saat diruangan assesmen pasien dilakukan pemeriksaan

menggunakan alat ukur Numeric Rating Scale (NRS) untuk mengukur

tingkat nyeri yang dirasakan pasien, Range of Motion (ROM) dengan

goniometer untuk mengukur lingkup gerak sendi pasien, serta pengukuran

Manual Muscle Testing (MMT) untuk mengukur kekuatan otot pasien.

Pemeriksaan ketidakmampuan aktifitas juga dilakukan dengan


menggunakan pengukuran Oswestry Disability Index (ODI) pada saat

pemeriksaan awal dan evaluasi setelah diberikan intervensi. Pemeriksaan

khusus pasien pun dilakukan guna memastikan kembali masalah yang

terjadi pada pasien, pada saat di ruangan assesmen diantaranya dengan

pemeriksaan SLR test, Bragard test, dan FABER test. Tes cepat yang

dilakukan pada saat assesmen awal adalah pasien diminta untuk

melakukan fleksi lumbal. Hasil pemeriksaan tersebut didapatkan hasil

dengan total skor NRS untuk nyeri tekan pada area lumbosacral NRS 8/10,

nyeri diam saat berbaring NRS 6/10, dan nyeri gerak pada saat beraktifitas

NRS 8/10. Hasil pengukuran Range Of Motion didapatkan hasil ROM

lumbal aktif S 30ᵒ-0ᵒ-90ᵒ F 30ᵒ-0ᵒ-30ᵒ serta T 30ᵒ-0ᵒ-30ᵒ. Setelah

dilakukan intervensi berupa pelvic tilt exercise, McKenzie exercise dan

core strengthening serta terapi alat berupa TENS didapatkan perubahan

yang dapat dilihat sebagai berikut:

Nilai Numeric Rating Scale (NRS)

Intensitas Nyeri Diam


8
7 7
6
5 5
4
3
2
1
0
29-Agustus-22 1-Sep-22

Intensitas Nyeri Diam


Intensitas Nyeri Gerak
9
8 8
7
6 6
5
4
3
2
1
0
29-Agustus-2022 1-Sep-22

Intensitas Nyeri Gerak

Intensitas Nyeri Tekan


9
8 8
7
6 6
5
4
3
2
1
0
29-Agustus-2022 1-Sep-22

Intensitas Nyeri Tekan

Active Range Of Motion


62
60 60
58
56
54
52
50 50
48
46
44
29-Agustus-22 1-Sep-22

Fleksi Lumbal
Active Range Of Motion
36
35 35
34
33
32
31
30 30
29
28
27
29-Agustus-2022 1-Sep-22

Ekstensi Lumbal

Kekuatan Otot Back Muscle dan Abdom-


inal Core
4.5
4 4
3.5
3 3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
29-Agustis-2022 1-Sep-22

Kekuatan Otot

Oswestry Disability Index


70%
60% 60%
50% 48%
40%
30%
20%
10%
0%
29-Agustus-22 1-Sep-22

Nilai Disabilitas Fungsional Pasien


Cara Perhitungan Oswestry Disability Index:

Total skor
x 100
Total keseluruhan poin skor

Pada tanggal 29 Agustus 2022:

30
x 100=60 %
50

Pada tanggal 1 September 2022:

24
x 100=48 %
50

Berdasarkan intervensi yang dilakukan, terdapat penurunan rasa

nyeri pada pengukuran Numeric Rating Scale, serta peningkatan Range Of

Motion pada daerah lumbal dan peningkatan hasil MMT.

B. Keterbatasan

Adapun keterbatasan dalam pembuatan laporan kasus ini

diantaranya penulis tidak mendapatkan waktu lebih saat menyusun laporan

kasus ini dengan observasi yang hanya dilakukan dua kali karena

menyesuaikan dengan jadwal fisioterapai pasien ke rumah sakit, pencarian

jurnal untuk menunjang penyusunan laporan kasus ini cukup sulit

ditemukan karena lebih banyak jurnal membahas LBP non traumatik dan

tidak terlalu maksimal dalam penyusunan laporan dengan rentang waktu

yang singkat untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan grafik yang tertera pada Bab IV Pembahasan kasus,

penulis menyimpulkan bahwa intervensi yang telah dilakukan pada

pasien berusia 52 tahun dengan kasus LBP ec Dislocation of

Coccygeus ec Trauma dapat mempengaruhi:

1. Menurunkan nyeri karena mekanisme TENS yang mengaktifkan

jaringan saraf asendens dan desendens yang kompleks, pemancar

neurokimiawi, dan reseptor opioid/non-opioid yang akan

mengurangi konduksi impuls nyeri dan persepsi nyeri (Purwasih et

al., 2020).

2. Membantu mengurangi nyeri dan spasme otot dengan Ultrasound

yaitu dengan efek panas (thermal) yang dihasilkan Ultrasound (US)

tergantung dari nilai frekuensi gelombang yang dipakai, intensitas

dan waktu pengobatan akan memberikan pengaruh yaitu

memperlancar proses metabolisme, mengurangi nyeri dan spasme

otot, meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan fleksibilitas dan

elastisitas otot (Fibriani & Prasetyo, 2018).

3. Meningkatkan Range Of Motion (ROM) lumbal, membantu

mengembalikan keselarasan tulang lumbal, dan mengurangi nyeri

yang dirasakan dengan latihan anterior posterior pelvic tilting.

Latihan pelvic tilt telah direkomendasikan sebagai latihan untuk


menghilangkan LBP setidaknya sejak tahun 1980-an dan kadang-

kadang masih dapat ditemukan di literatur pendidikan pasien dan

situs Internet. Gerakan pelvic tilt biasanya dilakukan sebanyak 8

hingga 10 kali dan dapat dilakukan 2 kali sehari (Minicozzi et al.,

2016).

4. Meningkatkan kekuatan otot dengan program core exercise yang

melibatkan partisipasi aktif untuk meningkatkan stabilitas lumbal

dengan memulihkan kemampuan untuk mengontrol otot dan

gerakan melalui penguatan otot. Program core exercise, disarankan

oleh Brill, berfokus pada stabilisasi lumbal dengan mengontrol

ketegangan sendi lumbo-pelvic-hip, sehingga menjaga stabilitas

lumbal, memperkuat otot, meningkatkan daya tahan, dan

memperbaiki postur (Cho et al., 2014).

B. Saran

Program fisioterapi sebaiknya dilakukan secara teratur 1 minggu sekali

dengan ditambah melakukan homeprogram yang telah diberikan oleh

fisioterapis di rumah serta adanya kerjasama yang baik antara

fisioterapis, pasien, dan keluarga pasien selama program fisioterapi

berlangsung. Pasien diharapkan dapat mengolah waktu dengan baik

untuk melaksanakan program yang diberikan, mulai dari mengubah

kebiasaan postur yang buruk ke arah postural normal.

Anda mungkin juga menyukai