Anda di halaman 1dari 32

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KETERBATASAN

LINGKUP GERAK SENDI SIKUAKIBAT FRAKTUR OLECRANON


POST ORIF (OPEN REDUCTION INTERNAL FIXAATION) SINISTRA

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan

Program Studi D III Fisioterapi

INDRIANI ESTER LOGOR

20063002

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
2022
HALAMAN PERSETUJUAN
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

“Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi Akibat


fraktur olecranon post ORIF (Open Reduction Internal Fixation)“

Disusun dan diajukan oleh :

Indriani Ester Logor

NIM : 20063002

Menyetujui

, 2022

Pembimbing,

Karya Tulis Ilmiah

Mengetahui,

Dekan Ketua Program Studi

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena segala

berkatNya sehingga penulis dapat menyusun proposal Karya Tulis Ilmiah tentang

“ Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus fraktur olecranon post ORIF Dengan Modalitas

Infra Red (IR) Dan terapi latihan berupa hold relax dan passive stretching“ dengan sebaik –

baiknya.

Adapun tujuan dari penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk

melengkapi sebagian persyaratan menyelesaikan program pendidikan Diploma III

Fisioterapi.

Penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu

menyelesaiakan penulisan proposal karya tulis ilmiah ini, sehingga dapat selesai tepat pada

waktunya. Meski penulis telah menyusun proposal ini dengan maksimal, namun tidak

menutup kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharpkan kritik

dan saran yang konstruktif dari pembaca sekalian.

Akhirnya penulis berharap proposal karya tulis ilmiah ini dapat menambah ilmu

pengetahuan pembaca sekalian.

, 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ iv
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah .............................................................................................................. 2
C. Tujuan penulisan ............................................................................................................... 2
D. Terminologi istilah ............................................................................................................ 2
BAB II ........................................................................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 4
A. Anatomi dan biomekanik sendi siku ................................................................................. 4
B. Fraktur olecranon ............................................................................................................ 11
C. Problematik fisioterapi .................................................................................................... 14
D. Teknologi interfensi ........................................................................................................ 15
BAB III .................................................................................................................................... 19
RENCANA PELAKSANAAN STUDI KASUS ..................................................................... 19
A. Waktu dan Tempat .......................................................................................................... 19
B. Rencana Prosedur Studi Kasus ........................................................................................ 19
1. Rencana Pengkajian Fisioterapi ................................................................................... 19
3. Rencana pelaksanaan fisioterapi .................................................................................. 25
4. Rencana evaluasi .......................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................xxvii

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Komponen sendi cubiti (aspek medial)

Gambar 2. Kapsul dan ligamen pada sendi cubiti

Gambar 3. Komponen ligamentum collateral medialis sendi cubiti (aspek medial)

Gambar 4. Komponen ligamentum collateral lateralis sendi cubiti (aspek lateral)

Gambar 5. Ligamentum annularis

Gambar 6. Bursa olecranon dan bursa bicipitoradialis

Gambar 7. Otot Lengan atas a. M. brachialis; b. M. biceps brachii; c. M. triceps brachii

Gambar 8. Gerakan pada sendi cubiti

Gambar 9. Carrying angle

Gambar 10. Visual Analog Scale (VAS)

Gambar 11. Goniometer

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Fraktur adalah putusnya hubungan suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh
kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi
anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).
World Health of Organisation (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6
juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita patah tulang atau fraktur
akibat kecelakaan lalu lintas. 3Menurut data kepolisian RI tahun 2018 sejak bulan
April hingga Juni 2018 tercatat telah terjadi 26.755 kasus kecelakaan lalu lintas di
seluruh Indonesia. 4 Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di
Indonesia, dan dengan jenis fraktur yang paling banyak terjadi yaitu fraktur pada
bagian ektremitas atas sebesar 32,7% dan ekstremitas bawah sebesar 46,2%.
Fraktur dapat mengakibatkan terjadinya keterbatasan gerak, terutama di
daerah sendi yang fraktur dan sendi yang ada di daerah sekitarnya. Karena
keterbatasangerak tersebut mengakibatkan terjadinya keterbatasan lingkup gerak
sendi dan gangguan pada fleksibilitas sendi (Gusty & Armayanti, 2014).
LingkupGerak Sendi (LGS) adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan jauhnya
jangkauan darigerak sendi (Pangemanan et al., 2012).
Pada kondisi fraktur olekranon tersebut fisioterapi mempunyai peranan
penting dan tanggung jawab dalam mengatasi masalah nyeri, spasme, bengkak
(oedem), meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan lingkup gerak sendi,
meningkatkan aktifitas fungsional, sehingga diharapkan dapat mengembalikan
kapasitas fisik dan kemampuan fungsional. Dan pada kondisi fraktur olekranon

1
2

modalitas fisioterapi yang digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu


menggunakan infra merah dan terapi latihan.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah dari


proposal pada kasus fraktur olecranon ini adalah:
1. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus fraktur olecranon dengan
modalitas Infra Red?
2. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus fractur olecranon dengan
modalitas hold relax dan passive stretching?

C. Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus fraktur


olecranon dengan modalitas Infra Red.
2. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus fraktur
olecranon dengan modalitas hold relax dan passive stretching.

D. Terminologi istilah

1. Fraktur olecranon
fraktur olecranon sinistra adalah suatu keadaan dimana terputus tulang ulnaris
proksimal sebelah kiri yang disebabkan karena adanya tekanan, pukulan, beban
yang berlebih, gerakan yang ekstrim sehingga tulang tidak mampu menahan.
2. Infra red
Infra red adalah pancaran gelombang elektromagnetik. Infra merah mempunyai
frkuensi 7 x 10 14 – 400 x 10 12 Hz dan panjang gelombang 700 – 15.000 nm
(Rimas, 2013).
Pemanasan yang dihasilkan dari pemberian infra red menimbulkan kenaikan
temperatur daerah lokal yang diikuti oleh terjadinya vasodilatasi pembuluh darah,
aliran darah pada daerah nyeri menjadi lancar, proses metabolisme meningkat dan
nyeri berkurang (Tesyah,
2018).
3

3. Hold relax
Hold-relax merupakan suatu teknik dimana group otot antagonis yang memendek
dikontraksikan secara isometrik dengan melawan tahanan optimal yang diberikan
fisioterapis. Kemudian diikuti dengan rileksasi, otot agonis dikontraksikan secara
isotonik untuk mengulur otot antagonis yang mengalamispasme atau memendek.
Pemberian intervensi ini bertujuan sebagai rileksasi dan penguluran otot,
meningkatkan lingkup gerak sendi, dan mengurangi nyeri.
4. Passive Stretching
Passive stretching adalah metode untuk memperpanjang komponen kontraktil atau
nonkontraktil dari unit musculotendinoeus dimana gaya yang diberikan dari luar dan
diberikan secara manualPada teknik ini merupakan teknik yang dilakukan oleh
terapis secara manual mengontrol lokasi stabilisasi serta arah, kecepatan, intensitas
dan lamanya durasi peregangan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan biomekanik sendi siku

 Anatomi sendi siku


Articulatio/sendi cubiti merupakan sendi synovial tipe engsel yang terletak
pada 2-3 cm inferior dari epicondylus humerus, terdiri dari tiga tulang, tiga ligamen,
dua sendi dan sebuah kapsul. Artikulasi antara humerus dengan radius dan ulna akan
membentuk sendi cubiti, yaitu terdiri dari sendi humero-ulnaris dan humeroradialis.

Gambar 1. Komponen sendi cubiti (aspek medial)

Sendi humero-ulnaris (a hinge joint) dibentuk oleh artikulasi antara trochlea


humeri dengan incisura trochlearis pada ulna, sendi humeroradialis dibentuk oleh
artikulasi antara capitulum humeri dengan caput radii. Kedua sendi ini dibungkus oleh
kapsul sendi yang tipis dan lemah di bagian anterior dan posterior, namun tebal dan
kuat di bagian lateral dan medial untuk membentuk ligamentum collateral lateralis
dan medialis
1. Kapsul dan Ligamen Sendi Cubiti
Kapsul sendi cubiti membungkus sendi humero-ulnaris dan humeroradialis,
serta sendi radio-ulnaris proksimal. Lapisan fibrosa kapsul sendi melekat pada
humerus pada tepi distal lateral dan medial permukaan sendi pada capitulum dan
trochlea humeri. Bagian anterior dan dan posterior terletak pada superior dan

4
5

proksimal fossa coronoidea dan fossa olecranon. Membran synovial terletak pada
permukaan dalam lapisan fibrosa kapsul sendi dan bagian non-articular intracapsular
humerus. Bagian inferior bergabung dengan membran synovial pada sendi radio-
ulnaris bagian proksimal.
Ligamen pada cubiti terdiri dari ligamentum collateral medialis dan lateralis
serta ligamentum annularis. Ligamentum collateral medialis berbentuk segitiga dan
terletak pada sisi medial cubiti. Ligamen ini melekat pada epicondylus medialis
humeri dan berjalan obliq ke sisi medial processus coronoideus dan processus
olecranon ulnaris. Ligamentum collateral lateralis juga berbentuk segitiga, bagian
proksimal melekat pada epicondylus lateralis humeri dan distal melekat pada
ligamentum annularis dan sisi lateral ulna. Kedua ligamen ini sangat menentukan
stabilitas medial dan lateral cubiti. Ligamentum annularis melekat pada bagian
anterior dan posterior incisura radialis ulnaris, mencakup caput radii dan ulna.

Gambar 2. Kapsul dan ligamen pada sendi cubiti

 Ligamentum Collateral Medialis


Ligamentum collateral medialis terdiri dari berkas serat anterior, posterior
dan transversa. Serat anterior merupakan serat yang paling kuat dan paling
tebal pada ligamentum collateral medialis. Serat anterior ini berjalan dari
bagian anterior epicondylus medialis dan berakhir pada bagian medial
processus coronoideus ulna. Serat posterior kurang didefinisikan
dibandingkan ligamentum collateral medialis dan pada dasarnya merupakan
serat yang tebal pada bagian capsula posterior-medial. Serat posterior
melekat pada epicondylus medialis bagian posterior dan memasuki tepi
medial processus olecranon. Serat transversa merupakan serat yang kurang
berkembang, berjalan menyilang dari olecranon ke processus coronoideus
ulna.
6

Gambar 3. Komponen ligamentum collateral medialis sendi cubiti (aspek


medial)

 Ligamentum Collateral Lateralis


Kompleks ligamentum collateral lateralis memiliki bentuk yang lebih
bervariasi dibandingkan ligamentum collateral medialis. Kompleks
ligamen berasal dari epicondylus lateralis dan kemudian terbagi menjadi
dua serat yaitu ligamentum collateral radialis, yang menyebar dan berbaur
dengan ligamenetum annularis, dan ligamentum collateral ulnaris, yang
melekat pada distal crista musculi supinator ulnaris. Ligamentum
collateral ulnaris bersama dengan serat anterior ligamentum collateral
medialis berfungsi sebagai “guy wire” kolateral pada sendi cubiti yang
berpengaruh terhadap stabilitas medial dan lateral ulna selama gerakan
pada bidang sagital.

Gambar 4. Komponen ligamentum collateral lateralis sendi cubiti (aspek


lateral)

 Ligamentum Annularis
7

Ligamentum annularis merupakan salah satu ligamen yang berperan


dalam mempertahankan stabilitas sendi cubiti. Ligamen ini membentuk
bagian sentral dari kompleks struktur yang terdiri dari kapsul sendi cubiti
lateral dan ligamen. Kompleks ini terdiri dari membran synovial kapsul
sendi, kondensasi annularis dan kontribusi dari kompleks ligamen
collateralis lateralis dan musculus supinator.

Gambar 5. Ligamentum annularis

Ligamentum annularis membentuk cincin yang mengelilingi caput radii,


melekat pada bagian tepi anterior dan posterior insicura radialis pada
ulna. Bagian dari kondensasi annular pada caput radii disebut dengan
“annular band”. Bagian superior dari ligamentum ini sangat kuat,
sedangkan bagian inferiornya melekat longgar pada collum radii melalui
membran synovial. Bagian bawah ligamen annularis dapat memutar
selama gerakan rotasi radius (pronasi dan supinasi) pada sendi radio-
ulna.
2. Bursa Sendi Cubiti
Hanya beberapa bursa di sekitar sendi cubiti yang berperan penting dalam
klinis, antara lain bursa olecranon dan bicipitoradialis (bursa biceps).
8

Gambar 6. Bursa olecranon dan bursa bicipitoradialis

Bursa olecranon terdiri dari bursa olecranon intratendineus, subtendineus dan


subcutaneus. Bursa olecranon intratendineus terletak pada tendon musculus triceps
brachii, bursa olecranon subtendineus terletak antara olecranon dan tendon triceps,
dan hanya bagian proksimal yang melekat pada olecranon, sedangkan bursa
olecranon subcutaneus terletak pada jaringan ikat subkutan. Bursa bicipitoradialis
(bursa biceps) merupakan bursa yang memisahkan tendon musculus biceps brachii
dengan bagian anterior tuberositas radii.
3. Otot-otot Cubiti
 Musculus brachialis
Musculus brachialis berorigo pada pertengahan distal humerus fascia anteromedial
dan anterolateral humeri dan berinsertio pada processus coronoideus dan
tuberositas ulnae. Otot ini terletak profundus dari musculus biceps brachii dan
diinervasi oleh nervus musculocutaneus. Otot ini tidak mempunyai perlekatan
dengan radius sehingga tidak ikut berperan dalam gerak pronasi dan supinasi,
tetapi berfungsi sebagai fleksor kuat pada sendi cubiti sehingga disebut “workhorse
of the elbow joint”.
 Musculus biceps brachii Musculus biceps brachii mempunyai dua caput, yaitu
caput brevis dan caput longum. Kedua caput ini melekat di scapula. Caput longum
berorigo di tuberositas supraglenoidalis, berjalan melewati caput humerus dan
keluar dari kapsul sendi untuk turun melalui sulcus intertubercularis dan kemudian
bergabung dengan caput brevis yang berorigo di processus coracoideus. Otot ini
berinsersio di tuberositas radii, sebagian tendo insersionya sebagai lacertus fibrosus
yang melekat di fasia antebrachii dan ulna. Caput longum berfungsi untuk fleksi
pada sendi humeri dan cubiti, sedangkan caput brevis berfungsi untuk supinasi
pada sendi radioulnaris. Otot ini diinervasi oleh nervus musculocutaneus.
9

 Musculus triceps brachii Musculus triceps brachii mempunyai tiga caput, yaitu
caput longum dan lateral yang terletak di lapisan supeerficial, serta caput medial
yang terletak di lapisan profundus. Otot ini terletak di bagian posterior humerus
dan sebagian besar membentuk massa otot pada regio brachii dorsalis.

Gambar 7. Otot Lengan atas a. M. brachialis; b. M. biceps brachii; c. M. triceps


brachii

Caput longum beorigo di tuberositas infraglenoidalis, caput lateral berorigo di


permukaan posterior humerus, di bawah tuberculum majus, sedangkan caput
medial berorigo di posterior humerus, inferior dari origo caput lateral. Otot ini
diinervasi oleh nervus radialis dan berfungsi untuk ekstensi cubiti.

 Musculus brachioradialis

Musculus brachioradialis mempunyai dua tempat perlekatan, yaitu pada humerus


dan radius. Otot ini berorigo di bagian superior dari linea supracondylaris lateralis
humeri, dan berinsertio di processus styloideus radii. Otot ini diinervasi oleh
nervus radialis dan berfungsi untuk fleksi cubiti.

 Biomekanik sendi siku


1. Gerakan Sendi Siku
Sendi cubiti/elbow joint merupakan sebuah persendian yang
melibatkan tiga tulang dalam, tiga ligamentum, dua persendian, dan satu
kapsul. Persendian antara humerus dan radioulna sering disebut sebagai sendi
cubiti/elbow joint. Trochlea humeri akan berartikulasi dengan incisura
trochlearis pada ulna dan capitulum humeri akan berartikulasi dengan caput
10

radii. Sendi cubiti merupakan sendi engsel/hinge uniaksial yang hanya


memungkinkan pergerakan fleksi dan ekstensi (Gambar 8).
Gerakan ekstensi yang terjadi bukan hanya murni ekstensi karena ulna
akan sedikit mengalami pronasi saat ekstensi dan mengalami supinasi saat
fleksi. Sebagai konsekuensinya, semua otot yang melintasi sendi cubiti dapat
bertindak sebagai fleksor dan ekstensor pada sendi tersebut. Otot yang
melintasi sendi cubiti di posterior dari sumbu akan bertindak sebagai
ekstensor, sedangkan otot yang berada di depan sumbu akan bertindak sebagai
otot fleksores. Pada sendi cubiti tersebut, tidak memiliki komponen
hiperekstensi aktif seperti pada sendi bahu karena pergerakan hiperekstensi
dihambat oleh processus olecranii tulang ulna yang berada di fossa olecranon
humerus. Pada beberapa individu mungkin bisa melakukan gerakan
hiperkstensi beberapa derajat, namun hal tersebut lebih disebabkan oleh
kelenturan ligamentum yang berada pada sendi tersebut.

Gambar 8. Gerakan pada sendi cubiti

Pada posisi anatomi, sumbu longitudinal humerus dan antebrachii


membentuk sebuah sudut yang disebut sudut pembawa (carrying angle) yang
tampak saat siku diekstensikan penuh dan antebrachii disupinasikan penuh
(Gambar 9). Sudut ini lebih besar pada perempuan daripada laki-laki.
Normalnya sudut tersebut sebesar 5° pada laki-laki dan berkisar antara 10°-
15° pada perempuan. Sudut ini terbentuk karena ujung distal humerus tidak
sama tinggi. Sudut ini menghilang ketika siku diekstensikan dan antebrachii
dipronasikan. Sudut tersebut akan mengecil saat siku difleksikan. Karenanya,
ketika ulna dan radius berotasi pada trochlea dan capitulum humeri, tulang-
tulang tersebut tidak berotasi pada garis lurus seperti sendi engsel lain di mana
11

sumbu panjang segmen inferior segaris dengan sumbu panjang segmen


superior. Sebagai akibatnya pada ekstensi sendi cubiti, tangan/manus akan
tampak berada di luar garis imajiner sumbu brachii dan antebrachii.
Sebaliknya bila siku difleksikan maka tangan akan berada di dalam sumbu
imajiner tersebut.

Gambar 9. Carrying angle

Pada perabaan akan didapatkan perbedaan ujung sendi cubiti saat fleksi dan ektensi.
Saat fleksi, ujung sendi tersebut teraba lunak karena adanya massa besar otot pada regio
brachii dan antebrachii yang menekan bersamaan dan membatasi pergerakan lebih jauh.
Sebaliknya pada ekstensi sendi cubiti, pada perabaan akan teraba keras karena adanya
kontak antar tulang di mana processus olecranon tulang ulna bertemu dengan fossa
olecranii humerus. Saat supinasi, ujung antebrachii akan teraba padat karena tegangan otot
dan ligamentum. Saat pronasi ujung akhir antebrachii teraba keras karena kontak di antara
radius dan ulna walaupun lebih lunak jika dibanding saat sendi cubiti ekstensi.

B. Fraktur olecranon

1) Definisi
fraktur olecranon sinistra adalah suatu keadaan dimana terputus tulang ulnaris proksimal
sebelah kiri yang disebabkan karena adanya tekanan, pukulan, beban yang berlebih, gerakan
yang ekstrim sehingga tulang tidak mampu menahan.
2) Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
12

1. Cedera Traumatik . Pada tulang dapat disebabkan oleh :


a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di
atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik . Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai
keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan
progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin
D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan. Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
3) Patofisiologi

Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya
dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot
mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka
terjadi peubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi
menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan
mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri.

Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan
nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat
mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan
lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
13

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik,
patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan
mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu
dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.

Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap
pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183)

4) Manifestasi klinis

1. Deformitas

Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan
keseimbangan dan contur terjadi seperti :Rotasi pemendekan tulang, Penekanan tulang.

2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur.

3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous.

4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.

5. Tenderness / keempukan.

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.

7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan ).

8. Pergerakan abnormal.

9. Dari hilangnya darah.

10. Krepitasi (Black, 1993 : 199 ).


14

A. Problematik fisioterapi

a) Impairment
Masalah yang muncul pada fractur olecranon antara lain keterbatasan gerak,
nyeri, atrofi otot, dan kelemahan otot sekitar siku.
b) Functional limitation
Pasien mengalami berbagai hambatan dalam melakukan aktivitasnya karena
keterbatasan gerak dan nyeri serta penurunan kemampuan fungsionalnya.
c) Participation restriction
Pasien tidak mampu berinteraksi dan melakukan aktivitas di lingkungan
sekitarnya.

C. Instrumen penilaian

Adapun instrumen penilaian yang digunakan sebagai evaluasi untuk problematik


kasus trapezius myalgia adalah sebagai berikut:

1. Visual Analog Scale (VAS)

Adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini
menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang
pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda
pada tiap sentimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau
pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang
lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau
horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri.
Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah
penggunaannya sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah, VAS
tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi visual dan motorik serta
kemampuan konsentrasi.

Gambar 10. Visual Analog Scale (VAS)


15

2. Goniometer

Goniometer adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur seberapa luas gerak
sendi atau LGS dalam ukuran derajat. Alat ini sangat penting bagi seorang fisioterapis
dimana alat ini bisa kita jadikan tolak ukur seberapa besar hasil terapi yang kita lakukan
pada kasus kasus seperti post fraktur.
Ukuran 210x86mm.

Gambar 11. goniometer

D. Teknologi interfensi

1. Infra Red (IR)

a. Defenisi

Infra Red merupakan salah satu modalitas elekltrotherapy yang


menghasilakn energi elektromagnetik pada jaringan tubuh dengan penatarasi
yang dangkal. Energi elektromangnetik yang diserap menyebabkan efek
thermal didalam jaringan. Alat Infra Red ini menghasilkan rasa hangat yang
dapat meningkatkan vasodilatasi jaringan superfisial, sehingga dapat
mempelanjar metabolisme dan menyebabkan efek releks pada ujung saraf
sensorik. Efek terapuatik adalah untuk mengurang nyeri.
b. Efek Fisiologis
Secara umum Infra red sangat jarang menimbulkan efek samping.
Bila terjadi efek samping pun bersifat reversible atau dapat kembali sempurna
setelah treatmen yang dilakukan berhenti atau dalam waktu 2-3 hari. Efek
samping yang dapat terjadi:
16

1) Luka bakar ringan


2) Nyeri yang bertambah
3) Alergi kulit, terutama pada penderita yang mempunyai riwayat alergi
terhadap suhu panas
4) Perdarahan yang bertambah pada luka terbuka
5) Pingsan
c. Indikasi
Ada beberapa indikasai yang terdapat pada eletroterapi pada alat Infra
Red:
1) Nyeri otot, sendi dan jaringan lunak sekitar sendi, missal: nyeri
punggung bawah, nyeri leher, nyeri punggung atas, nyeri sendi tangan,
nyeri sendi lutut, dll
2) Kekakuan sendi atau keterbatasan gerak sendi karena berbagai sebab
3) Ketegangan otot atau spasme otot
4) Peradangan kronik yang disertai dengan pembengkakan
5) Penyembuhan luka dikulit
d. Kontraindikasi

1) Kontraindikasi absolut (mutlak tidak boleh) meliputi:


a) Kelainan perdarahan
b) Kelainan pembuluh darah vena atau peradangan pembuluh darah,
seperti thrombophlebitis
c) Gangguan sensoris berupa rasa raba maupun terhadap suhu
d) Gangguan mental
e) Tumor ganas atau kangker
f) Penggunaan Infra Red pada mata.
e. Penatalaksanaan Fisioterapi

1) Persiapan alat
a) Pastikan kabel dalam kondisi baik terhubung dengan alat
steker listrik
b) Pastikan alat bekerja dengan baik
c) Letakkan alat sesuai area yang akan diterapi
17

2) Persiapan pasien

a) Posisi pasien berbaring miring kesamping (miring kearah yang tidak


sakit) atau duduk
b) Beri jarak anata alat dan area tubuh sekitar 40-45 cm
c) Lepaskan pakian atau perhiasan dari area sekitar tubuh yang akan
disinari
d) Mintalah pasien untuk memberi tahu apabila tidak nyaman atau terlalu
panas
3) Pelaksanaan

Nyalakan alat dan atur waktu terapi 15 menit. Selalu memperhatikan


kondisi area terapi. Setelah waktu 15 menit, alat dapat dimatikan dan
dirapikan kembali

2. hold relax
Pemberian holdrelax stretching bertujuan untuk meningkatkan ROM,
mengurangi nyeri, dan spasme, hal ini didukung oleh studi yang dikemukakan oleh
Jason Wicke et al bahwa hold relax efektif dalam berbagai kondisi, seperti dalam
meningkatkan panjang otot yang disebabkan karena pemendekan, meningkatkan
vasodilatasi darah, dan meningkatkan lingkup gerak sendi. 17Dan karena adanya
penurunan ketegangan otot berkaitan dengan peningkatan panjang otot. Sehingga
dengan demikian dapat dikatakan bahwa hold relax juga dapat mengurangi spasme
dan nyeri akibat ketegangan pada otot.
Teknik hold relax itu sendiri merujuk pada aktifitas golgi tendon dan muscle
spindel. Muscle spindel bertanggung jawab menerima dan memberikan informasi
perubahan panjang dan kecepatan perubahan yang terjadi di otot atau yang biasa
yang disebut sebagai stretch receptor. Golgi tendon berperan dalam mekanisme
proteksi melalui autogenic inhibition, golgi tendon ini akan merileksasi otot setelah
6 detik. Kontraksi isometrik yang dilakukan pada otot yang mengalami ketegangan
berlebih akan memfasilitasi terjadinya autogenic inhibition, suatu refleks untuk
relaksasi yang muncul pada otot saatgolgi tendonnya terstimulasi.
Intervensi hold relax dilakukan 2 kali seminggu dengan waktu kontraksi 8
detik dan repetisi 10 kali. Intervensi ini diberikan berdasarkan studi yang dilakukan
Hashim ahmed, et al membuktikan bahwa hold relax selama tujuh detik kontraksi
18

isometrik dan kemudian rileks selama lima detik efektif dalam meningkatkan
fleksibilitas otot hamstring.19Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
Cho Sun Ik et al, dengan merekomendasikan hold relax dengan kontraksi isometrik
untuk agonis selama tujuh hingga delapan detik, lalu rileks selama dua hingga lima
detik, dan kontraksi untuk agonis tujuh hingga delapan detik dan kemudian ulangi
empat hingga enam kali yang terbukti efektif untuk meningkatkan lingkup gerak
sendi.14 Sharman et al mengemukakan bahwa agar mendapatkan hasil yang efektif
latihan hold relax harus dilakukan 1-2 kali per minggu untuk dapat meningkatkan
lingkup gerak sendi.15Rowland et al menambahkan kontraksi selama 10 detik
efektif untuk meningkatkan fleksibilitas otot

3. Passive stretching

passive stretching memegang mebentang selama 20 hingga 30 detik adalah


standar yang baik karena sebagian besar relaksasi stres dalam passive stretching
terjadi dalam 20 detik pertama. Pasien bisa merasakan ini mengurangi ketegangan
otot ketika mereka tahan regangan statis.16Borms et al membandingkan efek
peregangan dari 10, 20 dan 30 detik dengan peregangan statis, yang berlangsung
selama 10 minggu dan terdiri dari dua sesi seminggu, dan membuktiktan bahwa
passive stretching dapat meningkatkan ROM.

Hal ini dikarenakan passive stretching adalah metode untuk memperpanjang


komponen kontraktil atau non kontraktil dari unit musculotendinoeus dengan gaya
yang diberikan dari luar dan diberikan secara manual. 9 Untuk mencapai otot
passive stretching adalah dijalarkan melalui jaringan ikat (perimysium dan
endomisium) keserat otot. Jaringan lunak dielongasi tepat melewati titik tahanan
jaringan kemudian dipertahankan dalam posisi memanjang dengan gaya regangan
terus- menerus selama beberapa waktu untuk mengarah ke peningkatan panjang
sarkomer alat kontraktil harus dihubungkan dengan nonkontraktil. Untuk
menjelaskan apakah otot meregang, akhirnya mengarah ke serat otot yang lebih
panjang dengan lebih banyak sarkomer seri (myofibrillogenesis), pengindraan
sinyal, transduksi sinyal dan transkip gen selanjutnya harus terjadi, sehingga
terjadi sarcomere yang dimana secara tidak langsung otot akan memanjang
(distraction osteogenesis)
BAB III

RENCANA PELAKSANAAN STUDI KASUS

A. Waktu dan Tempat

Rencana Proposal Karya Tulis Ilmiah ini akan diambil di Rumah Sakit pada
saat praktek Komprehensif selama satu bulan.

B. Rencana Prosedur Studi Kasus

Pengkajian fisioterapi yang rencananya akan dilakukan pada kondisi

fraktur adalah:

1. Rencana Pengkajian Fisioterapi

a. Anamnesis

Anamnesis adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan dengan


komunikasi percakapan antara seorang tenaga medis dengan pasiennya secara
langsung atau tidak langsung melalui orang lain yang mengetahui tentang
kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medis
yang dialaminya.
b. Obyek data

1) Keluhan Utama

Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien datang


memeriksakan diri atau dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit.
Keluhan utama merupakan titik tolak penelusuran informasi mengenai
penyakit yang dialami pasien saat ini. Keluhan utama yang di jumpai pada
kondisi myalgia trapezius antara lain yaitu keterbatasan gerak akibat nyeri
dan spasme otot.
2) Riwayat Keluhan dan Terapi

19
20

Termasuk didalamnya lokasi keluhan, aktualitas, sifat keluhan, waktu,


onset, penyebab, faktor-faktor yag memperberat atau memperingan,
manifestasi lain yang menyertai, pemeriksaan lain sebelumnya, riwayat
pengobatan.
3) Riwayat penyakit Dahulu dan Penyerta

Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Perjalanan


penyakit sangat penting diketahui. Harus dapat ditentukan kapan
dimulainya perjalanan penyakit, yang dimulai dari kapan saat terakhir
pasien merasa sehat.
Pada riwayat penyakit penyerta ditanyakan apakah pasien pernah
mengalami sakit yang serupa sebelumnya. Bila pernah, kapan terjadinya
dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja. Juga ditanyakan
apakah pernah mengalami penyakit yang relevan dengan keadaan
sekarang dan penyakit kronik
c. Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-tanda vital yang meliputi pengukuran tekanan darah, denyut nadi,


pernapasan dan temperatur.
2) Inspeksi

Inspeksi adalah proses pemeriksaan dengan metode pengamatan atau


observasi menggunakan pancaindra untuk mendeteksi masalah kesehatan
pasien yang sedang sakit. Masalah kesehatan yang dideteksi berupa
bentuk, warna, posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien.
3) Palpasi

Palpasi ialah metode pemeriksaan dimana penguji merasakan, meraba


atau menekan bagian tubuh pasien untuk mengetahui ukuran, kekuatan,
letak, spasme otot dan nyeri tekan (dari bagian tubuh dimana penguji ialah
praktisi kesehatan).
4) Pemeriksaan Gerak Dasar

a) Gerak aktif
21

Gerakan aktif merupakan gerakan yang dihasilkan oleh pasien


sendiri tanpa adanya batuan dari luar.

b) Gerak pasif

Gerak pasif merupakan suatu gerakan yang dilakukan oleh


daya eksternal yang terjadi saat sendi yang digerakan dalam kondisi
rileks. Gerakan pasif bisa dilakukan oleh fisioterapis terhadap pasien.

c) Gerak isometrik melawan tahanan

Gerak isometrik melawan tahanan atau tes provokasi

nyeri adalah pemeriksaan yang ditujukan pada musculotendinogen dan


neurogen. Caranya; penderita melakukan gerakkan dengan melawan
tahanan yang diberikan oleh pemeriksa tanpa terjadi gerakkan yang
merubah posisi ROM sendi pada region yang diperiksa.

5) Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal dan Interpersonal

Pemeriksaan kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori,


pemecahan masalah, pengambilan sikap, integrasi belajar dan proses
komprehensif. Pemerikaan intrapersonal meliputi kemampuan seseorang
dalam
berhubungan denga orang lain sebagai individu, kelompok dan
masyarakat serta berhubungan dengan lingkungan. Pemeriksaan
interpersonal meliputi kemampuan pasien dalam mengetahui atau
memahami dirinya, menerima keadaan dirinya, motivasi, komunikasi
dengan lingkunga sekitarnya, bekerjasama dengan terapis dan lain
sebagainya. Dari pemeriksaan ketiga tersebut didapatkan hasil bahwa
pasien tidak mengalami gagguan
kognitif, intrapersonal dan interpersonal.

6) Pemeriksaan Fungsioal dan Lingkungan Aktivitas


22

Pemeriksaan fungsional adalah suatu proses untuk mengetahui


kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Bentuk-bentuk
pemeriksaan yang dilakukan antara
lain:

a) Aktivitas perawatan diri (mandi, BAK, BAB, berpakaian, dan lain-


lain)
b) Mobilitas (transfer, ambulasi, dan lain-lain)

c) Kemampuan komunikasi (telepon, menulis, dan lain-lain)

d) Kemampuan kerja dan rekreasi

d. Pemeriksaan Spesifik

1. Pemeriksaan Nyeri dengan VAS

Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang

multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,


sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi
(transmiten, intermiten, persisten), dan penyebaran (superficial, dan
terlokalisir) (Mukaromah, 2020).
Visual Analogue Scale (VAS) adalah alat ukur yang digunakan untuk
memeriksa intensitas nyeri dan secara khusus meliputi 0-10 cm garis
dengan setiap ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung kiri
diberi tanda “no pain” dan ujung kanan diberi tanda “bad pain” atau
nyeri hebat). Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut
sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian
jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien,
itulah nilainya yang menunjukkan level intensitas nyeri. Penilaian dengan
VAS dapat dilakukan untuk menilai nyeri diam, nyeri tekan maupun nyeri
gerak. Pengukuran
dilaksanakan sesuai tujuan penilaian.

2. Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi dengan Goniometer


23

Pelaksanaannya, pasien yang diukur Range Of Movement (ROM) akan


diarahkan oleh terapis untuk menggerakkan anggota gerak tubuhnya yang
mengalami keluhan secara mandiri dengan gerakan-gerakan tertentu.
Gerakan itu adalah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi,
endorotasi, horizontal abduksi san horizontal adduksi dengan batasan
maksimal pada pasien. Kemudian terapis mengukur dengan menggunakan
goniometer dan mencatat hasil dari ROM.
2. Rencara program fisioterapi

a. Tujuan Jagka Pendek

Berkaitan dengan keadaan pasien yang dianggap penting dengan


kelangsungan hidupnya, pekerjaan dan penampilannya. Tujuan jangka pendek
yang diambil adalah mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak
sendi.

b. Tujuan Jangka Panjang

Merupakan kelanjutan dari tujuan jangka pendek serta membutuhkan


waktu yang lama. Tujuan jangka panjang yang diambil adalah
mengembalikan kemampuan gerak fungsional
pasien.

c. Modalitas Fisisoterapi

1) Modalitas Alternatif

Modalitas fisioterapi yang dapat digunakan untuk

penatalaksanaan pada kasus fraktur olecranon sebagai berikut:

a) Infra Red
b) Ultrasound (US)
c) Terapi Latihan
d) Massage
e) Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation ( TENS )
24

2) Modalitas Terpilih

Modalitas fisioterapi terpilih yang digunakan untuk penatalaksanaan


pada kasus myalgia trapezius adalah:
a) Infra Red

b) Terapi latihan

3) Prognosis

Prognosis adalah perkiraan suatu penyakit.

Prognosis dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu:

1. Quo ad Vitam adalah mengenai hidup dan matinya penderita.

2. Quo ad Sanam adalah mengenai penyembuhan.

3. Quo ad Fungsionam adalah menyangkut kemampuan fungsional


penderita.

4. Quo ad Cosmeticam adalah ditinjau dari segi kosmetik atau


penampilan fisik penderita.
4) Edukasi
Merupakan saran atau anjuran yang diberikan kepada pasien tentang hal-hal
yang dapat dilakukan dan yang dihindari untuk kelangsungan penyembuhan
pasien. Edukasi yang dapat diberikan kepada pasien dengan kasus trapezius
myalgia adalah memberitahu kepada pasien untuk dapat melakukan kompres
hangat pada area yang nyeri dan memberitahu pasien untuk mengurangi
aktivitas yang dapat memperberat rasa nyeri seperti mengangkat beban yang
terlalu berat.
5) Home Program

Merupakan salah satu transfer pengetahuan yang bisa dilakukan fisioterapis


kepada pasien, yaitu pemberian pengetahuan dan pemahaman kepada pasien
atau keluarga pasien tentang program-program atau latihan-latihan apa saja
yang bisa dilakukan pasien dan keluarga di rumah untuk menunjang
25

kesembuhan pasien secara paripurna. Latihan yang dapat pasien lakukan di


rumah yaitu latihan gerakan seperti yang dilakukan pada saat terapi.

3. Rencana pelaksanaan fisioterapi

a. Infra red (IR)

Persiapan alat

a) Pastikan kabel dalam kondisi baik terhubung dengan alat

steker listrik

b) Pastikan alat bekerja dengan baik

c) Letakkan alat sesuai area yang akan diterapi

Persiapan pasien

a) Posisi pasien berbaring miring kesamping (miring kearah yang


tidak sakit) atau duduk
b) Beri jarak antara alat dan area tubuh sekitar 40-45 cm

c) Lepaskan pakian atau perhiasan dari area sekitar tubuh yang akan
disinari
d) Mintalah pasien untuk memberi tahu apabila merasa tidak nyaman
atau terlalu panas
Pelaksanaan terapi

d) Nyalakan alat dan atur waktu terapi selama 15 menit

e) Selalu memperhatikan kondisi area terapi

f) Setelah waktu 15 menit, alat dapat dimatikan dan dirapikan


kembali

b. hold relax
26

Dosis latihan untuk Hold Relax dengan frekuensi 2x seminggu, dengan


hold 8 detik, rest 30 detik dan dilakukan 10x repetisi.
c. passive stretching
Untuk Passive Stretching diberikan dosis dengan frekuensi 2x
seminggu, durasi 30 menit dan dilakukan 10x repetisi atau toleransi pasien.

4. Rencana evaluasi

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam memberikan terapi maka


diperlukan evaluasi sehingga terapi dapat membandingkan data sebelum dan sesudah
terapi. Apakah perlu diganti, diteruskan atau ditambah dengan program yang baru.
Disini, evaluasi yang dilakukan pada kasus myalgia trapezius yaitu derajat nyeri
dengan Visual Analogue Scale (VAS) dan lingkup gerak sendi (LGS) dengan
menggunakan goniometer.
DAFTAR PUSTAKA

Dr.Meutia maulina, M.Si. 2018. Anatomi dan Biomekanika Sendi Siku dan
Pergelangan Tangan. 1-20. Unimalpress Jl. Sulawesi No.1-2 Kampus Bukit Indah
Lhokseumawe 24351.

Nugraha, D. A., Rahmawati, R. A., & Jannah, M. (2021). Efektivitas Ultrasound


Theraphy Dan Active Passive Exercise Pada Pasien Post Fracture Elbow Dalam
Mengurangi Nyeri Dan Menambah Lingkup Gerak Sendi. Physiotherapy Health Science
(PhysioHS), 3(1), 22-25.

Rakasiwi, A. M. (2015). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI POST OPEN


REDUKSI INTERNAL FIKSASI FRAKTUR OLEKRANON DEKSTRA DENGAN
PEMASANGAN SCREW. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 19(1).

Hadipurwa, D. A., & Fis, D. R. K. S. (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada


Kondisi Post Fraktur Olecranon Sinistra Dengan Pemasangan Plate And Screw Di RST Dr
Soedjono Magelang (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Mumtazah, N., & Djawas, F. A. (2020). Hold Relax dan Passive Stretching Efektif
Dalam Meningkatkan Kemampuan Fungsional Pada Pasien Post-Gips Fracture Tibial
Plateau Dextra. Jurnal Ilmiah Fisioterapi, 3(2), 16-23.

Hernama, M. J., Wahyuning, C. S., & Yuniar, Y. (2014). USULAN STRATEGI


MINIMASI STRES KERJA PADA PEKERJA BACK OFFICE BANK JABAR BANTEN
BERDASARKAN GALVANIC SKIN RESPONSE, VISUAL ANALOG SCALE, DAN
NIOSH GENERAL JOB STRESS QUESTIONNAIRE. REKA INTEGRA, 2(3).

Munzirin, R. M. (2020). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA


KETERBATASAN LINGKUP GERAK SENDI BAHU AKIBAT POST ORIF
FRAKTURS HAFT HUMERUS DEXTRA (Management of Physiotherapy on Range of
Motion Limitation due to Post Orif Fracture of Shaft Humerus Dextra). Research of Service
Administration Health and Sains Healthys, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai