Anda di halaman 1dari 120

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI

FROZEN SHOULDER DENGAN MODALITAS


SHORT WAVE DIATHERMY (SWD), HOLD RELAX
EXERCISE DAN MOBILIZATION WITH MOVEMENT

HALAMAN JUDUL LUAR


PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Guna Menyelesaikan Tugas dan Memenuhi


Syarat-syarat untuk Menyelesaikan Program Pendidikan
Diploma III Fisioterapi

Oleh:

NAJAMUDIN ISMAIL

NPM.1020002971

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2022

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI


FROZEN SHOULDER DENGAN MODALITAS

i
SHORT WAVE DIATHERMY (SWD), HOLD RELAX
EXERCISE DAN MOBILIZATION WITH MOVEMENT
HALAMAN JUDUL DALAM
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Guna Menyelesaikan Tugas dan Memenuhi


Syarat-syarat untuk Menyelesaikan Program Pendidikan
Diploma III Fisioterapi

Oleh :

NAJAMUDIN ISMAIL

NPM.1020002971

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2022

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Telah disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan didepan dewan penguji


Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul “PENATALAKSANAAN
FISIOTERAPI PADA KONDISI FROZEN SHOULDER DENGAN
MODALITAS SHORT WAVE DIATHERMY (SWD), HOLD RELAX
EXERCISE DAN MOBILIZATION WITH MOVEMENT” Program Studi
Diploma III Fisioterapi Fakultas Kesehatan Universitas Pekalongan.

Pembimbing Akademik

(Irine Dwitasari Wulandari,SST.FT.,M. Fis)

NPP.111009194

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Proposal Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa


Program Studi Diploma III Fisioterapi Fakultas Kesehatan Universitas Pekalongan
dan di terima untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk
menyelesaikan Program Pendidikan DIII Fisioterapi.

Hari : Rabu

Tanggal
: 28 Desember 2022

Dewan Penguji Proposal Karya Tulis Ilmiah

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Irine Dwitasari Wulandari,SST.FT.,M. Fis ( )

Anggota : Agung Hermawan, S.Ftr., M.Erg ( )

Disahkan Oleh

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Pekalongan

(Rr.Vita Nurlatif,S.KM.,M.Kes)

NPP.111009181

iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta

hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah

dengan judul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI

FROZEN SHOULDER DENGAN MODALITAS SHORT WAVE

DIATHERMY (SWD), HOLD RELAX EXERCISE, DAN MOBILIZATION

WITH MOVEMENT”, Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk melengkapi

tugas dan memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi

Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan.

Penulis berharap semoga Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat

bagi kita semua khususnya diri saya pribadi untuk menambah ilmu pengetahuan

dan wawasan penulis juga mohon maaf bila terdapat hal-hal yang kurang berkenan

baik lisan, tulisan maupun perilaku. Terima kasih.

Penulis

v
DAFTAR ISI

Contents
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 10
Tabel 2. 2 Otot-otot Penggerak Shoulder ............................................................. 26
Gambar 2. 6 USG Frozen Shoulder .............................................................. 49
Gambar 2. 7 MRI Frozen Shoulder ............................................................... 49
Tabel 2. 3 Nilai Manual Muscle Test (MMT) ...................................................... 82
Tabel 2. 4 Fulcrum Goniometer LGS ................................................................... 81
Tabel 2. 5 Nilai Normal LGS Shoulder................................................................. 81
Tabel 3. 1 Instrumen Penelitian .................................................................... 88
Lampiran 1 Indeks SPADI ............................................................................. 97
Indeks SPADI (Shoulder Pain And Disability Index) ................................... 98
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...................................................................... 99

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 State of The Art .................................... Error! Bookmark not defined.

Tabel 2. 2 Otot-otot Penggerak Shoulder ............................................................. 26


Tabel 2. 3 Nilai Manual Muscle Test (MMT) ...... Error! Bookmark not defined.
Tabel 2. 4 Fulcrum Goniometer LGS ................................................................... 81
Tabel 2. 5 Nilai Normal LGS Shoulder ................................................................ 81

vii
DAFTAR GAMBAR

viii
DAFTAR SINGKATAN
ACJ : Acromioclavicular Joint
C5 : Cervical ke lima
C6 : Cervical keenam
C7 : Cervical ketujuh
C8 : Cervical kedelapan
CPP : Close Packed Position
LGS : Lingkup Gerak Sendi
M : Muscle
MLPP : Maximally Loose Packed Position
MMT : Manual Muscle Test
MRI : Magnetic Resonance Imaging
Os : Osteo
ROM : Range of Motion
SCJ : Sternoclavicular Joint
SPADI : Shoulder Pain And Disability Index
SWD : Short Wave Diathermy
T1 : Thorakal kesatu
US : Ultrasound
VAS : Visual Analogue Scale

ix
DAFTAR ISTILAH
Abduksi : Gerakan menjauhi tubuh
Adduksi : Geralan mendekati tubuh
Anterior : Depan
Arthrokinematik : Gerakan fisiologis yang menghasilkan gerakan roll gliding
Eksorotasi : Gerakan memutar keluar pada sekeliling tulang sendi
Ekstensi : Gerakan meluruskan
Endorotasi : Gerakan memutar kedalam pada sekeliling tulang sendi
Exercise : Latihan
Fleksi : Gerakan menekuk
Lateral : Sisi bagian luar
Medial : Dalam
Nervus : Saraf
Os : Tulang
Osteokinematik : Gerakan berputar pada satu aksis
Plexus : Kumpulan saraf dalam satu lokasi
Posterior : Belakang
Processus : Tonjolan
Pain : Nyeri

x
DAFTAR LAMPIRAN

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anggota gerak atas memliki keterlibatan yang cukup besar dalam

semua kegiatan sehari-hari. Terutama pada tangan dan lengan sebagai peran

utama, sehingga apabila mengalami gangguan tentu saja akan mengganggu

mobilitas dan aktivitas manusia. Kegiatan dasar sepeti bergerak adalah

kebutuhan dan tuntutan kepada manusia terutama pada era globalisasi seperti

sekarang. Seluruh aktivitas yang dilakukan sehari-hari kebanyakan bergantung

pada anggota gerak atas. Salah satunya adalah bahu. Ketika bahu mengalami

nyeri maka aktivitas pun akan terganggu. Salah satu problem yang ada pada

bahu adalah frozen shoulder.

Frozen Shoulder adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

kaku sendi bahu yang berakibat berkurangnya lingkup gerak sendi bahu. Pada

kasus umum terjadi, kondisi ini bisa berubah meskipun penanganan sudah

dilakukan untuk beberapa bulan. Pada kondisi frozen shoulder terdapat rasa

nyeri dan keterbatasan saat menggerakkan bahunya (Ariani, 2020).

Frozen Shoulder adalah gangguan umum dan mengerikan, terhitung

sekitar 5% dari semua penyakit bahu, dengan perkiraan kejadian antara 0,75%

dan 5,0% pada populasi umum. Ini muncul dengan onset nyeri dan kekakuan

bahu yang bertahap. Pada tahap awal penderita biasanya mengeluhkan nyeri

bahu yang parah pada malam hari, sehingga mereka mencari pengobatan dari

profesional medis.
2

Frozen Shoulder bukanlah kondisi jinak, dan studi hasil klinis jangka panjang

telah mendokumentasikan rasa sakit dan kecacatan yang berkelanjutan

beberapa tahun setelah diagnosis (Robinson et al., 2017).

Pada kondisi frozen shoulder terbagi menjadi 2 pola gerakan, pola

kapsuler dan non kapsuler. Pada pola kapsuler merupakan pola yang spesifik

dengan ditandainya gerakan eksorotasi lebih nyeri dan terbatas dari gerakan

abduksi serta lebih terbatas lagi dari endorotasi. Sedangkan untuk pola non

kapsuler merupakan pola yang tidak spesifik dengan ditandainya gerak dan

nyeri terjadi pada arah gerak tertentu, tergantung tempat kerusakannya (Suharti

et al., 2018).

Prevalensinya terjadi Frozen Shoulder sekitar 2-5% populasi dengan

insiden puncak antara usia 40 dan 70 tahun. Kondisi ini lebih sering terjadi

pada wanita. Kondisi ini biasanya sembuh sendiri, namun pada beberapa

pasien, gejala dapat berlangsung selama beberapa tahun atau mungkin tidak

pernah sembuh total (Date & Rahman, 2020).

Di Indonesia angka kejadian frozen shoulder mencapai sekitar 2%

dengan 11% pada penderita diabetes melitus. Frozen shoulder dapat terjadi

pada kedua bahu pada saat yang bersamaan atau bergantian sebanyak 16%.

Sejumlah 14% penderita mengalami frozen shoulder bahu kontra lateral pada

saat bahu di sisi lainnya masih mengalami hal yang sama. Wanita dengan usia
3

40-60 tahun lebih sering mengalami gangguan ini daripada pria dengan angka

kejadian 60 dari 2-5% populasi (Purnomo et al., 2017).

Frozen Shoulder dapat menyebabkan gangguan nyeri apabila faktor-

faktor tidak ditangani dengan baik. Nyeri yang terjadi jika tidak ditangani

dengan segera dapat menyebabkan spasme dan reflek spasme otot penting

dalam fibritic primer. Nyeri dan spasme dapat menyebabkan imobilisasi pada

bahu sehingga menyebabkan perlengketan intra/ekstra seluler pada kapsul.

Nyeri akan timbul saat bahunya di gerakkan, sehingga para penderita

mengalami ketakutan saat menggerakkan bahunya. Akibat terlalu lamanya

terjadi imobilisasi menyebabkan berkurangnya kekuatan pada otot. Fisoterapi

mampu berperan dalam proses penyembuhan pada kondisi frozen shoulder.

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada

individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan

memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,

elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi (PERMENKES

RI No 65, 2015).

Problematika fisioterapi pada kasus frozen shoulder antara lain terdapat

nyeri diam dan nyeri tekan pada m. infraspinatus, dan m. teres minor, serta

nyeri gerak kearah eksorotasi, abduksi dan endorotasi. Adanya penurunan

lingkup gerak sendi bahu kearah fleksi, ekstensi, adduksi, eksorotasi, abduksi,

dan endorotasi. Jika keterbatasan lingkup gerak sendi itu terutama ke arah

eksorotasi, abduksi, dan endorotasi bahu ini menunjukkan pola yang spesifik
4

yaitu pola kapsuler. Sedangkan untuk pola non kapsuler keterbatasan gerak dan

nyeri hanya terjadi pada arah tertentu tergantung tempat kerusakannya,

misalnya keterbatasan kearah endorotasi dan abduksi saja. Terdapat spasme

pada m.trapezius upper, m.infraspinatus, dan m.teres minor. Dijumpai juga

penurunan kekuatan otot pada gerak fleksi, abduksi, eksorotasi, dan endorotasi.

Dan terjadinya penurunan aktivitas fungsional seperti untuk membersihkan

punggung, menyisir rambut, menjemur pakaian dan mengambil

barang ditempat yang tinggi (Suharti et al., 2018).

Peran fisioterapi pada kondisi frozen shoulder dapat dilakukan

penanganan dengan cara menggunakan modalitas alat berupa (1) Short Wave

Diathermy, (2) Micro Wave Diathermy, (3) Infra Red, (4) Ultrasound, (5)

TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation). Dan dapat juga dilakukan

secara manual yaitu Terapi Latihan. Macam dari terapi latihan tersebut

diantaranya (1) Codman Pendular Exercise, (2) Contract Relax Stretching, (3)

Hold Relax Resisted Exercise, (5) Active Resisted Exercise, (6) Manual Terapi.

Akan tetapi pada penelitian ini peneliti hanya meneliti pengaruh terapi Short

Wave Diathermy, Ultrasound, Hold Relax Exercise dan Mobilization With

Movement pada kondisi frozen shoulder.

Short Wave Diathermy (SWD) Adalah alat terapi yang menggunakan

energy elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi tinggi.

Frekuensi yang diperbolehkan pada pemakaian SWD yaitu 13,66 Mhz, 27,33

MHz, dan 40,98 MHz (Wulandari, 2021). SWD merupakan alat terapi yang

menggunakan pemanasan pada jaringgan yang merubah energi elektromagnet


5

menjadi energi panas. Pemberian terapi menggunakan modalitas SWD

bertujuan untuk memperlancar peredaran darh, mengurangi rasa sakit,

mengurangi spasme otot, membantu meningkatkan kelenturan jaringan lunak

(Ariani, 2020).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Didik Purnomo, dkk (2017) yang

berjudul “Pengaruh Short Wave Diathermy (SWD) dan Terapi Latihan

terhadap Frozen Shoulder Dextra” yang mendapatkan hasil bahwa setelah

dilakukannya 5 kali terapi pada 8 sample pasien yang mengalami nyeri bahu,

terjadi penurunan atau nyeri berkurang. Hal ini karena Short Wave Diathermy

mampu untuk mengurangi nyeri, memperbaiki sistem metabolisme, perbaikan

sirkulasi dan vasodilatasi pembuluh darah

Terapi Latihan adalah salah satu upaya pengobatan dalam fisioterapi

yang pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerak tubuh, baik secara

aktif maupun pasif. Tujuan dari terapi latihan adalah rehabilitasi untuk

mengatasi gangguan fungsi dan gerak, mencegah timbulnya komplikasi,

mengirangi nyeri dan oedem serta melatih aktivitas fungsional (Damping,

2012).

Jenis-jenis terapi latihan ada 2 yaitu stretching dan strengthening.

Stretching bertujuan untuk memperpanjang otot, menguatkan otot, dan agar

otot tetap fleksibel. Sedangkan strengthening bertujuan untuk memperkuat

sekumpulan otot dan tujuannya agar tidak mudah melemah dan otot menjadi

lebih kuat (Singh, 2018)


6

Hold relax exercise adalah suatu teknik dimana otot atau grup antagonis

yang memendek dikontraksikan secara isometris dengan kuat (optimal) yang

kemudian disusul dengan relaksasi otot atau grup otot tersebut. Efek dari

gerakan ini untuk rileksasi otot-otot yang mengalami spasme sehingga dapat

dilakukan penguluran yang maksimal sehingga dapat menurunkan nyeri,

spasme, dan lingkup gerak sendi (Purnomo et al., 2017)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lanang Dananjaya, dkk (2021)

yang berjudul “Kombinasi Mobilization with Movement dan Hold Relax

Exercise Lebih Baik Dibandingkan Kombinasi Mobilization with Movemeny

dan Active Resistance Exercise dalam Menurunkan Disabilitas pada Kasus

Frozen Shoulder Idiopatik Di Denpasar” mendapatkan hasil bahwa Kombinasi

mobilization with movement dan hold relax exercise meningkatkan lingkup

gerak sendi bahu pada kasus frozen shoulder idiopatik.

Mobilization with Movement (MWM) merupakan suatu teknik

mobilisasi yang dikembangkan oleh Mulligan pada tahun 1993. Teknik ini

menggabungkan aplikasi berkelanjutan teknik manual gliding untuk memaksa

koreksi posisi sendi yang mengalami kesalahan posisi bersamaan dengan

diikuti dengan gerak sendi fisiologis (osteokinematic), baik secara aktif

dilakukan oleh subjek atau pasif dilakukan oleh terapis (WA et al., 2021).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ananta Resti Ayundari, Sugijanto dan

M. Ali Imron yang berjudul “Perbedaan Penambahan Mobilization With

Movement Pada Traksi Statik Inferior Untuk Penurunan Nyeri Dan Disabilitas

Bahu Terhadap Kasus Subacromial Impingement Syndrome Di Rsud


7

Cengkareng” mendapatkan hasil bahwa mobilization with movement

meningkatkan lingkup gerak sendi karna adanya perbaikan kembali pada posisi

sendi yang salah sehingga dapat merangsang mechanoreseptor yang akan

meningkatkan vaskularisasi.

Berdasarkan latar belakang diatas, peran fisioterapi sangat penting dan

tepat dalam menangani kasus tersebut, maka penulis mengambil judul

“Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Frozen Shoulder dengan Modalitas

Short Wave Diathermy (SWD), Hold Relax Exercise, dan Mobilization With

Movement”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat merumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah pemberian modalitas Short Wave Diathermy (SWD) dapat mengurangi

nyeri pada kondisi frozen shoulder?

2. Apakah pemberian modalitas Short Wave Diathermy (SWD) dapat mengurangi

spasme pada kondisi frozen shoulder?

3. Apakah pemberian Mobilization With Movement dapat meningkatkan Lingkup

Gerak Sendi bahu pada kondisi frozen shoulder?

4. Apakah pemberian Hold Relax Exercise dapat meningkatkan kekuatan otot pada

kondisi frozen shoulder?

5. Apakah pemberian modalitas Short Wave Diathermy (SWD), Hold Relax

Exercise dan Mobilization With Movement dapat meningkatkan

aktivitas fungsional dengan konisi frozen shoulder?


8

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan proposal karya tulis ilmiah yang terjadi pada kondisi

frozen shoulder ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui manfaat penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi

frozen shoulder dengan modalitas Short Wave Diathermy (SWD),

Ultrasound,

Hold Relax Exercise, dan Mobilization With Movement.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pemberian Short Wave Diathermy (SWD) dapat

mengurangi nyeri dan pada pasien dengan kondisi frozen shoulder.

b. Untuk mengetahui pemberian Short Wave Diathermy (SWD) dapat

mengurangi spasme pada kondisi frozen shoulder.

c. Untuk mengetahui pemberian modalitas Mobilization With Movement

dapat meningkatkan Lingkup Gerak Sendi bahu.

d. Untuk mengetahui pemberian modalitas Hold Relax Exercise dan dapat

meningkatkan kekuatan otot pada kondisi frozen shoulder.

e. Untuk mengetahui pemberian modalitas Short Wave Diathermy (SWD),

Hold Relax Exercise dan Mobilization With Movement dapat

meningkatkan kemampuan fungsional pasien dengan kondisi frozen

shoulder.
9

D. Manfaat
1. Bagi penulis

Memberi wawasan dan pemahaman pada penulis dalam memberikan

dan menyusun penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi frozen shoulder.

2. Bagi institusi

Sebagai referensi tambahan untuk mengetahui penatalaksanaan

fisioterapi pada kondisi frozen shoulder.

3. Bagi fisioterapi

Sebagai acuan dalam melaksanakan tindakan fisioterapi serta untuk

mendapatkan metode terapi yang bermanfaat dalam melakukan penanganan

pada kondisi frozen shoulder.

4. Bagi masyarakat

Menyebarluaskan informasi pada masyarakat tentang penanganan

pada kondisi frozen shoulder.

5. Bagi pasien

Untuk mambantu mengurangi masalah yang timbul pada pasien dengan

kondisi frozen shoulder.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. State of The Art
State of The Art merupakan kumpulan jurnal yang digunakan sebagai

referensi dalam penelitian ini. State of The Art turut memberikan penjabaran

mengenai perbedaan antara penelitian terdahulu dan penelitian yang akan

dilakukan (Rakasiwi et al., 2022).

Tabel 2. 1 State of The Art


Penulis Jurnal Judul Jurnal Hasil Penelitian
Putri. A.P., Penatalaksanaan Hasil penelitian menunjukkan setelah
Wulandari. I.D., Fisioterapi Kondisi Frozen dilakukannya 4 kali terapi, peneliti mendapatkan 4
(2018) Shoulder e.c Tendinitis hasil. Pada T3 didapatkan penurunan nyeri tekan
Muscle Rotator Cuff dengan menjadi nilai 3 dan pada T2 nilai nyeri gerak
Modalitas Short Wave berkurang menjadi 2. Adanya peningkatan lingkup
Diathermy, Active gerak sendi di T3 dan T4 pada gerakan fleksi,
Resisted Exercis dan abduksi, eksorotasi, dan endorotasi shoulder
Codman Pendular Exercise sinistra dalam gerakan aktif maupun pasif.
Peningkatan otot terjadi di T3 pada grup otot
eksorotator dan endorotator. Dan peningkatan
aktivitas fungsional terjadi di T3.
Purnomo. D., Pengaruh Short Wave Hasil penelitian menunjukkan pemberian
Abidin. Z.P., Diathermy (SWD) dan Terapi modalitas Short Wave Diathermy dapat
Nurwahida. (2017) Latihan terhadap Frozen mengurangi nyeri pada kondisi frozen shoulder.
Shoulder Dextra Pada penelitian kali ini juga didapatkan hasil
bahwa terapi latihan dapat meningkatkan lingkup
gerak sendi.
Cogan. C.J., Cevallos. Evaluating Utilization Trends Lebih dari 68% dari modalitas diagnostik dan
N., Freshman. R.D., in Adhesive Capsulitis of the terapeutik diberikan dari sebelum 3 bulan sampai 3
Lansdown. D., Shoulder: A Retrospective bulan setelah diagnosis. Pasien dengan diabetes,
Feeley. B.T., Zhang. Cohort Analysis of a Large gangguan tiroid, penggunaan tembakau, dan
A.L., Databas obesitas memiliki peluang lebih besar untuk terap
(2022) fisik, opioid, radiografi, dan injeksi jika
dibandingkan dengan pasien tanpa penyakit
penyerta ini.

10
11

Penulis Jurnal Judul Jurnal Hasil Penelitian


WA, AA L.D.P.D., Kombinasi Mobilization Teknik hold relax exercise dilakukan 4x
Tirtayasa, K, With Movement Dan dalam seminggu selama 4 minggu
Sugijanto, Hold Relax Exercise berturutturut dan menemukan bahwa terdapat
Samatra, D.P.G., Lebih Baik penurunan yang signifikan pada indeks
Primayanti, I Dibandingkan disabilitas bahu ketika dilakukan teknik hold
D.A.I.D., Kombinasi Mobilization relax exercise secara rutin karena
Muliarta, I M. With Movement Dan menyebabkan terjadinya perangsangan
(2021) Active Resistance melalui kontraksi maksimal dari kelompok
Exercise Dalam otot yang tegang sehingga diharapkan terjadi
Menurunkan Disabilitas kontraksi sejumlah motor unit secara
Pada Kasus Frozen maksimum dan bersamaan
Shoulder Idiopatik Di
Denpasar

B. Deskripsi Kasus

1. Definisi

Frozen shoulder adalah kondisi etiologi yang ditandai dengan

adanya keterbatasan yang signifikan dari gerak aktif dan pasif bahu yang

terjadi karena kerusakan pada jaringan dalam3. Selain itu frozen

shoulder dideskripsikan sebagai kondisi bahu dengan ciri – ciri rasa

nyeri dan keterbatasan range of motion (ROM) pada gerakan aktif dan

gerakan pasif yang akan mengganggu kegiatan sehari – hari (WA et al.,

2021).

Frozen Shoulder adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan kaku sendi bahu yang berakibat berkurangnya lingkup

gerak sendi bahu. Pada kasus umum terjadi, kondisi ini bisa berubah

meskipun penanganan sudah dilakukan untuk beberapa bulan. Keluhan

utama yang dialami yaitu nyeri dan keterbatasan gerak sehingga dapat
12

menimbulkan penurunan kekuatan otot. Penyebabnya belum diketahui

pasti namun kemungkinan besar penyebab dari frozen shoulder adalah

terjadinya tendinitis, capsulitis, rupture rotator cuff, post immobilisasi

lama, serta trauma (Ariani, 2020).

Frozen Shoulder merupakan suatu kondisi dimana gerakan bahu

menjadi terbatas. Kondisi ini bervariasi dalam tingkat keparahan dari

nyeri ringan sampai berat dan tingkat keterbatasan dalam gerakan bahu

(Mound, 2012).

Pada ftozen shoulder keterbatasan lingkup gerak sendi dibagi

menjadi dua pola yaitu pola kapsuler dan pola non kapsuler. Pola

kapsuler pada bahu adalah eksternal rotasi lebih terbatas daripada

abduksi lebih terbatas dari internal rotasi. Salah satu gerakan yang

terhambat adalah abduksi shoulder dimana pada gerakan abduksi

tersebut terjadi gerakan atrhrokinematik berupa tranlasi ke kaudal.

Sedangkan pola non-kapsular keterbatasan lingkup gerak sendi tidak

hanya terjadi pada gerakan- gerakan tertentu pada sendi bahu. Besar

kemungkinan keterbatasan sendi dalam pola non-kapsular digambarkan

dengan aktualitas, dimana aktualitas merupakan derajat keluhan pada

saat pemeriksaan dalam keadaan nyata yang menunjukkan aktivitas dari

proses patologis terjadi

(Suharti et al., 2018).

Penyebab primer masih belum bisa dipastikan penyebabnya

(idiopatik), sedangkan penyebab sekunder berkembang karena ganguan


13

bahu sebelumnya atau ada trauma bahu. Frozen shoulder terbagi

menjadi 3 tahap :

a. Painful “freezing” : diamana pada tahap ini rasa nyeri

mengakibatkan adanya keterbatasan lingkup gerak sendi

yang berlangsung selama 10-36 minggu.

b. Stiffness “frozen” : berlangsung selama 4-12 bulan ditandai

dengan rasa nyeri yang berkurang namun lingkup gerak

sendi masih terbatas.

c. Recovery “thawing”: ditandai dengan tidak adanya rasa

nyeri dan lingkup gerak sendi meningkat secara bertahap

dan berlangsung selama 5-26 bulan (Sarasua et al., 2021).

2. Etiologi
Penyebab frozen shoulder belum diketahui pasti. Adapun faktor

predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat

trauma, overuse, cidera atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme,

penyakit kardiovaskuler, clinical depression dan parkinson. Namun

frozen shoulder dapat disebabkan oleh trauma langsung pada shoulder,

imobilisasi atau disuse dalam jangka waktu yang lama. Selain itu juga

ada penyebab lain seperti diabetus militus, bronchitis kronis, dan

hemiparase dan penyakit ini merupakan respon autoimun terhadap

rusaknya jaringan local (Purnomo et al., 2017).

Adhesive capsulitis didefinisikan sebagai kondisi idopatik

dengan restriksi fungsional dari gerakan bahu aktif maupun pasif, yang
14

radiografinya biasa-biasa saja dan tidak diketahui penyebab yang

mendasari kondisi terkait. Penyebab adhesive capsulitis saat ini tidak

diketahui, meskipun banyak peneliti telah berhipotesis peran sitokin

inflamasi, predisposisi genetik untuk fibros, dan pengaruh hormonal

estrogen dan thyroid-stimulating hormone (Cogan et al., 2022).

Ada beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya frozen

shoulder, yaitu :

a. Usia

Kebanyakan kasus terjadi pada pasien dengan usia 40-60

tahun. Hal ini bisa terjadi dikarenakan usia yang sudah

memasuki degenerasi.

b. Diabetes melitus

Pasien denga riwayat diabtes melitus memiliki risiko

lebih besar mengalami keterbatasan dalam sendi, tidak hanya

dibahu namun pada sendi lainnya. Penggunaan insulin juga

memperbesar risko kekakuan sendi.

c. Operasi
Kekakuan juga dapat terjadi pasca operasi. Contoh

umum termasuk diseksi aksila dan diseksi leher, terutama

diseksi aksila dengan kombinasi terapi radiasi. Frozen shoulder

digambarkan sebagai penghalang utnuk rehabilitasi setelah

operasi kanker payudara. Immobilisasi. Sejumlah besar rujukan

untuk kekakuan bahu setelah masa istirahat yang sering

direkomendasikan oleh dokter.


15

d. Penyakit Diskus Cervical

Degeneratif pada C5-C6 dan C6-C7 menjadi faktor

umum kekakuan bahu. Pasien dengan radikulopati cervical dan

sakit bahu mengalami kecenderungan kekakuan bahu.

e. Kondisi Neurologis

Insiden frozen shoulder pada pasien parkinson secara

signifikan lebih tinggi. Pasien dengan hemiplegi mengeluhkan

nyeri bahu dan rentan mengalami kekakuan sendi bahu. Sindrom

tangan dan bahu banyak terjadi pada pasien stoke.

f. Reaksi

Terhadap Obat Obat yang dikaitkan dengan timbulnya

frozen shoulder termasuk barbirute, flouroquinolones,

nelfinavir, dan isoniazid. Setelah pengobatan Human

Immunodeficiency

Virus (HIV) dengan protease inhibitor.

g. Genetika
Keturunan berpengaruh lebih dari 40% pada kasus

frozen shoulder, namun tidak ditemukan gen tertentu yang telah

diidentifikasikan (Suharti et al., 2018).

3. Anatomi
Glenohumeral Joint adalah sendi sinovial bola dan soket yang

kompleks, terdiri atas humerus, scapula, dan clavikula. Labrum adalah

tulang rawan cincin yang mengelilingi dan memperdalam rongga


16

glenoid scapula. Posisi istirahat sendi glenohumeral adalah 55˚ abduksi

dan 30˚ adduksi horizontal. Apa yang dapat membuat bahu unik di

antara semua sendi tubuh adalah bahwa dukungan, stabilitas, dan

integritasnya bergantung pada otot dari pada tulang dan ligamen. Namun

dalam penelitian terbaru menunjukan bahwa itu adalah kelompok otot

yang dikenal sebagai rotator cuff yang paling umum terlibat dalam

patologi myofascial sendi bahu. Kelompok otot rotator cuff terdiri dari

m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, dan m.

subscapularis. Terdiri dari tulang, sendi, ligamen, jaringan otot, dan

biomekanik. Tulang scapula tulang berbentuk pipih yang terletak pada

aspek dorsal thoraks dan mempunyai tiga proyeksi menonjol ke tulang

belakang, akromion, dan coracoid. Scapula sebagai tempat melekat

bebrapa otot yang berfungsi menggerakkan bahu secara kompleks.

Empat otot rotator cuff berorigo pada scapula (Bickley, 2015).

a. Sistem Tulang
1) Os.Humerus

Os.Humerus merupakan tulang terpanjang dan

terbesar dari ekstremitas atas. Pada bagian proximal tulang

tersebut bersendi dengan scapula dan pada bagian distal

bersendi dengan Os.ulna dan Os.radius. Tulang ini

mempunyai tiga bagian yaitu : epiphysis, diaphysis,

epiphysis distal.

Ujung proksimal Os.humerus memiliki bentuk kepala bulat

yang disebut caput humeri yang bersendi dengan cavitas


17

glenoidalis dari scapula yang akan membentuk articulatio

glenohumeral joint. Pada bagian distal dari caput humeri

terdapat collum humeri yang terlihat sebagai sebuah lekukan

berbentuk oblique.

Tuberculum mayor merupakan sebuah tonjolan lateral

bagian distal dari collom humeri sebagai tempat

perlengketan m.supraspinatus, m.infraspinatus, dan m.teres

minor. Di bagian medialnya terdapat tonjolan yang lebih

kecil disebut

Tuberculum minor sebagai tempat perlengketan

m.subscapularis. Antara tuberculum mayor dan tuberculum

minor terdapat sebuah lekukan yang disebut sebagai sulcus

intertubercularis. Pada bagian distal dari kedua tuberculum

terdapat Collum Chirurgicum yang merupakan suatu bentuk

penyempitan dari Os.humerus

Di bagian tuberculum mayor dapat dipalpasi di bawah

acromion terutama bila lengan atas pada posisi internal

rotasi. Bila lengan pada posisi full eksternal rotasi maka

tuberculum minor dapat dipalpasi. Kelanjutan kedua

tuberculum tersebut adalah crista tuberculi mayoris dan

minoris humerei, sulcus diantara crista ini disebut sulcus

intertubercularis dan dilewati oleh tendo biceps caput

longum
Keteraangan gambar 2.1 13. Fossa olecrani
(a) Os. Humerus Anterior View 14. Sulcus nervi ulnaris
1. Tuberculum mayor 15. Epicondylus medialis
2. Sulcus intertubercularis
3. Tuberculum minor (c) Os. Humerus Lateral View
4. Caput humeri 1. Caput humeri
5. Collum anatomicum 2. Collum anatomicum
6. Collum chirurgicum 3. Tuberculum mayus
7. Crista tuberculi minoris 4. Sulcus intertubercularis
8. Crista tuberculi majoris 5. Tuberculum minus
9. Tuberositas deltoidei 6. Collum chirurgicum
10. Facies anterilateralis 7. Sulcus nervi radialis
11. Facies anteromedialis 8. Corpus humeri, facies
12. Crista supracondylar anterolateral
lateral 9. Margo lateralis
13. Crista supracondylar 10. Crista supra condylaris
medial lateralis
14. Fossa coronoidea 11. Fossa radialis
15. Fossa radialis 12. Capitulum humeri
16. Epicondylus medialis 13. Epicondylus lateral
17. Epicondylus lateralis
18. Capitulum humeri
19. Trochlea humeri

(b) Os. Humerus Posterior View


1. Tuberculum majus
2. Caput humeri
3. Collum anatomicum
4. Collum chirurgicum
5. Sulcus nervi radialis
6. Corpus humeri, facies
superior
7. Margo lateralis
8. Margo medialis
9. Crista supracondylar
medialis
10. Crista supracondylar
lateralis
11. Epicondylus lateralis
12. Throclea humeri
19

3
1 2 4 2 1
5 3
6 4
7
8

9 5
6
10

11 8 7
12 10
13 9
15 14
16 15
17 18 19 14 11
13 12
(a)
2 (b)
3 4
1
5
6

9
10 11
12

13
(c)

Gambar 2. 1 Os.humerus (a) Anterior View, (b) Posterior View, (c) Lateral View
(Gillroy & MacPherson, 2008)
20

2) Os.clavicula

Merupakan tulang yang sedikit bengkok

dan berbentuk seperti huruf S. Bagian yang

berhubungan dengan os.sternum disebut

ekstremitas sternalis dan bagian yang berhubungan

dengan os.acromialis disebut dengan ekstremistas

acromialis. Os.clavicula memiliki dua permukaan

yaitu dataran atas disebut facies superior yang

berbentuk licin, dan dataran bawah disebut facies

inferior yang permukaannya kasar sebagai tempat

perlengketan m.pectoralis mayor dan m.deltoideus

anterior. Clavicula berfungsi sebagai penyanggga

tulang tunggal yang menghubungkan belalai

dengan ikat pinggang bahu melalui sendi klavikula

sterno pada medial dan sendi akromioklavikula

secara lateral. Clavicula memiliki kurva ganda

sepanjang sumbu panjang dan subkutan secara

penuh. Sepertiga terluar datar berfungsi sebagai

titik perlengketan untuk otot dan ligamen, dimana

sepertiga medial tubulus menerima pembebanan

aksial.
Keterangan Gambar 2.2 Os.clavicula

(a) superior view

1. Extremitas acromialis

2. Tuberculum conoideum

3. Corpus claviculae

4. Facies articularis sternalis

5. Extremitas sternalis

(b) Inferior view

1. Facies articularis acromialis

2. Extremitas acromialis

3. Tuberculum conoideum

4. Sulcus musculi subclavii

5. Impressio ligament costoclavicularis

6. Extremitas sternalis
21

3 5

(b)
6

1
5
2 4

Gambar 2. 2 Os Clavicula (a) superior view (b) Inferior view


(Gillroy & MacPherson, 2008)
22

3) Os.scapula

Tulang ini merupakan tulang pipih yang

berbentuk segitiga terletak pada lateroposterior

dari thorax, setinggi costa kedua sampai costa

ketujuh. Os.scapula mempunyai dua permukaan

yaitu permukaan depan (facies ventralis atau fossa

subscapularis) dan permukaan belakang (facies

dorsalis). Pada facies dosraslis dibagi dua bagian

oleh peninggian tulang yang disebut spinascapula.

Bagian atas dari spinacapula terdapat dataran yang

melekuk yaitu fossa suprascapula sebagai tempat

melekatnya m.supraspinatus dan bagian bawah

dari spinascapula terdapat fossa infrascapula

sebagai melekatnya m.infraspinatus. Ujung dari

spinascapula dibagian bahu yang membentuk

tonjolan disebut acromion yang akan berhubungan

dengan clavicula. Di sebelah bawah medial dari

acromion terdapat sebuah tonjolan yang

menyerupai paruh burung gagak yang disebut

prossesus coracoideus. Di sebelah bawahnya

terdapat lekukan tempat kepala sendi yang disebut

cavitas glenoidalis yang akan bersendi dengan

os.humerus
(a) Os.Scapula Anterior view (c) Os.Scapula Lateral view
1. Acromion 1. Acromion
2. Processus coracodeus
2. Angulus superior
3. Incisura scapula
4. Margo superior 3. Processus coracoideus

5. Angulus superior 4. Tuberculum supraglenoidale


6. Fossa subscapularis
5. Cavitas glenoidale
7. Margo medialis
6. Tuberculum infraglenoidale
8. Tuberculum supraglenoidale
9. Angulus lateralis 7. Margo lateralis
10. Cavitis glenoidalis 8. Facies costalis
11. Tuberculum infraglenoidale
9. Facies posterior
12. Collum scapula
13. Margo lateralis 10. Angulus inferior

14. Angulus inferior


(b) Os.Scapula Posterior view

1. Angulus superior
2. Margo superior
3. Incisura scapulae
4. Spina scapula
5. Processus coracoideus
6. Acromion
7. Angulus acromia
8. Cavitis glenoidalis
9. Tuberculum infraglenoidale
10. Fossa infraspinata
11. Margo lateralis
12. Angulus inferior
13. Margo medialis
14. Fossa supraspinata
23

1 2 3 4 5 2 3 5
1 4
6 6
8 14
9 7
8
10
11 13 9
12 10
13 7
11

14 12
(a) (b)
1
2
3
5 4
6

7
9 8

10
(c)

Gambar 2. 3 Os Scapula (a) Anterior view, (b) Posterior view, (c) Lateral view
(Gillroy & MacPherson, 2008)
24

b. Sistem Otot

Sistem otot pada shoulder mempunyai tugas masing-

masing. Yang pertama sebagai penggerak, berguna sebagai

penggerak pada glenohumeral joint. Yang kedua sebagai

stabilisator bergunua sebagai stabilitas glenohumeral joint.

Otot yang berhubungan dengan shoulder yaitu

m.deltoideus, m.supraspinatus, m.infraspinatus,

m.subscapularis, m.teres minor, m.lattisimus dorsi,

m.teres mayor, m. corocobrachialis, dan m.pectoralis

mayor.

Dari sembilan otot tersebut, yang termasuk otot

penggerak utama pada sendi shoulder adalah m.deltoideus

dan otot-otot yang termasuk dalam rotator cuff. Otot rotator

cuff adalah otot stabilisator dinamis dan penggerak shoulder.

Otot yang membentuk rotator cuff yaitu m.supraspinatus,

m.infraspinatus, m.subscapularis, dan m.teres minor.

Rotator cuff adalah otot stabilisator dinamis dan

penggerak sendi bahu serta berperan menyesuaikan posisi

kepala humerus dan tulang belikat selama bahu bergerak.

Rotator cuff terdiri dari beberapa otot yaitu m.supraspinatus,

m.infraspinatus, m.teres minor dan m.subskapularis.

Otot penggerak dibagi menjadi 6 grup kelompok

otot. Fleksor, ekstensor, abduktor, adduktor, eksorotator,


25

dan endorotator. Grup otot fleksor terdiri dari m. pectoralis

major, m. deltoid, m. biceps brachii, m. coraco brachialis.

Grup otot ekstensor terdiri dari m. latissimus dorsi, m. teres

major, m. deltoid, m. pectoralis major, m. triceps. Grup otot

abduktor terdiri dari m. supraspinatus dan m. deltoid. Grup

otot adduktor terdiri dari m. coraco brachialis, m. latissimus

dorsi, dan m. teres major. Grup otot endorotasi terdiri dari

m. deltoid, m. pectoralis major, m. latissimus dorsi, m. teres

major, m. subscapularis. Grup otot eksorotasi terdiri dari m.

deltoid, m. teres minor, dan m. infraspinatu


26

Tabel 2. 2 Otot-otot Penggerak Shoulder


No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi

A. Grup Otot Fleksor


1. M. Pectoralis -Clavicula Crista Nervus Adduksi
Major (setengah sternal) - tuberculi pectoralis et internal
Manubrium sterni majoris lateralis rotasi,
dan corpus sterni, humeri fleksi
cartilago costalis dan
2-7 ekstensi
-Aponeurosis shoulder
musculi
abdominalis

-1/3 Adduksi,
M. Deltoid acromioclavicularis Tuberositas Nervus internal
2.
-acromion deltoidea axillary (C5-C6) rotasi,
-spina scapula abduksi
shoulder,
eksternal
rotasi
shoulder
3. M. Biceps -Tuberculum Tuberositas Nervus Abduksi,
brachii supraglenoidale radii musculocutaneus anteversi
(C5,C6) , internal
-ujung rotasi,
proc.coracoideus adduksi
4. M. Coraco Processus Nervus Abduksi
Facies
brachialis coracoideus musculocutaneus shoulder,
anterior
(C5-C7) internal
humeri
(medial dan rotasi
distal dari
crista
tuberculum
inoris
humeri)
B. Grup Otot Ekstensor

1. M. Latisimus -Proc.spinous Crista Nerve Adduksi,


Dorsi pada enam tuberculi thoracodor sal dan
vertebra bagian minoris (C6-C8) internal
bawah dan humeri rotasi
lumbalis shoulder

-Fasis doralis
ossis sacrum
27

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi

-Labium
eksternal crista
illiaca
-angulus inferior
scapulae

Angulus inferior
2. M. Teres Crista Nerve Adduksi
Major tuberculi subscapula dan
minoris -ris internal
sebelah rotasi
medial
m.latissimus
dorsi

-1/3 Tubero-
Nerve Adduksi,
3. M. Deltoid acromioclavicularis sitas
-acromion deltoidea axillary (C5- internal
C6) rotasi,
-spina scapula abduksi
shoulder,
eksternal
rotasi
shoulder

4. M. Pectoralis -Clavicula Crista Nervus Adduksi


major (setengah sternal) - tuberculi pectoralis et internal
Manubrium sterni majoris lateralis rotasi,
dan corpus sterni, humeri fleksi
cartilago costalis dan
2-7 ekstensi
-Aponeurosis shoulder
musculi
abdominalis

5. M. Triceps Olecranon Nervus Abduksi,


-Tuberculum radialis eksstensi
infraglenoidale shoulder

-facies posterior
humeri (medial,
distal dari sulcus
nervi radialis)

-facies posterior
humeri (latreal,
proksimal dari
sulcus nervi
radialis)
28

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi

C. Grup Otot Abduktor


1. M. Supra -Fossa Permukaan Nervus Supra Adduksi
spinatus supraspinata - atas scapularis shoulder
fascia tuberculum (C5-C6)
supraspinata majus,
capsul sendi Nervus
M. Deltoid -1/3 Tuberositas axillary (C5-C6) Adduksi,
2.
acromioclavicularis deltoidea internal
-acromion rotasi,
-spina scapula abduksi
shoulder,
eksternal
rotasi
shoulder
D. Grup Otot Adduktor
1. M. Coraco Processus Facies Nervus Abduksi
brachialis coracoideus anterior musculocutaneus shoulder,
humeri (C5-C7) internal
rotasi
(medial dan
distal dari
crista
tuberculum
inoris
humeri)

2. M. Latisimus -Proc.spinous Crista Nerve Adduksi,


Dorsi pada enam tuberculi thoracodor sal ekstensi
vertebra bagian minoris (C6-C8) dan
bawah dan humeri internal
lumbalis
rotasi
-Fasis doralis shoulder
ossis sacrum

-Labium
eksternal crista
illiaca

-angulus inferior
scapulae
29

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi

3. M. Teres Major -margo lateralis - Crista Nervus Ekstensi,


Angulus tuberculi subscapular adduksi,
inferior majoris dan
humeri internal
rotasi

E. Grup Otot Endorotasi Fleksi


1. M. Deltoid Tuberositas Nervus
deltoidea dan
-1/3 axillary (C5- internal
acromioclavicularis C6) rotasi,
-acromion abduksi
-spina scapula shoulder,
eksternal
rotasi
shoulder
2. M. Pectoralis -Clavicula Crista Medial dan Adduksi,
Major (setengah sternal) tuberculi lateral internal
-Manubrium majoris pectoral rotasi,
sterni dan corpus humeri nerve (C5- fleksi
sterni, cartilago T1) dan
costalis 2-7 - ekstensi
Aponeurosis shoulder
musculi
abdominalis

3. M. Latisimus Crista Nerve Adduksi,


Dorsi -proc.spinosus tuberculi thoracodor ekstensi
enam vertebra minoris sal (C6-C8) dan
bagian bawah humeri internal
rotasi
-vertebra lumbalis shoulder

-fasis dorsalis ossis


sacri

-labium eksternal
crista illiaca

-angulus inferior
scapulae

4. M. Teres Major -margo lateralis Crista Nervus Ekstensi,


tuberculi subscapular adduksi,
-angulus inferior minoris dan
humeri internal
rotasi
30

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi

5. M. Sub- -Facies costalis Tuberculum Upper dan Internal


scapularis -Fossa minus dan lower rotasi
subscapularis bagian yang subscapular shoulder
membatasi nerve (C5-
crista C6)
tuberculi
minoris
humeri

F. Grup Tuberositas
-1/3 deltoidea Nervus Fleksi
1. Otot Eksorotasi axillary (C5- dan
M. Deltoid acromioclavicularis
-acromion C6) internal
-spina scapula rotasi,
abduksi
shoulder,
eksternal
rotasi
shoulder
2. M. Teres Minor 1/3 tengah margo Permukaan Nervus Eksterna
laterlis bawah Axillary l rotasi
tubereculum (C5-C6) shoulder,
majus, adduksi
capsul sendi shoulder
3. M. Infraspinatus -Fossa infra spinata Permukaan Nervus Eksterna
tengah supra l rotasi
-Fascia infra tuberculum scapular shoulder
spinata majus, (C5-C6)
capsul sendi

(Paulsen & Waschke, 2002)


31

(b)
10
1
2
3
(a) 9 4
7 6 5 1 4 8
5
7

6
3
2
1 4 5

(c) 2 3

1
2
3

(d)

Gambar 2. 4 Otot Penggerak pada Shoulder


(Gillroy & MacPherson, 2008)
35

Keterangan Gambar 2.4 Otot Penggerak shoulder


(a) Anterior view
1. M.superaspinatus
2. M.subscapularis
3. Medial border
4. Superior border
5. Scapular notch
6. Coracoid process
7. Acrommion
(b) Lateral view
1. M.supraspinatus
2. Coracoid process
3. Greater tuberosity
4. M.subscapularis
5. Shaft of humerus
6. Inferior angle
7. Lateral border
8. M.teres minor
9. M.infraspinatus
10. Acrimion
(c) Posterior view
1. M.supraspinatus
2. M.infraspinatus
3. M.terer minor
4. Scapular spine
5. Acromion
(d) Otot Besar
1. M.deltoid
2. M.Pectoralis Major
3. M.latissimus dorsi
4. M.biceps brachii
36

c. Sistem Saraf

Saraf yang mempersarafi bagian shoulder adalah

plexus brachialis. Plexus brachialis merupakan saraf-saraf

yang keluar dari cervical dan menuju ke bahu dan tangan.

Terdapat lima saraf yang mencakup dalam plexus

brachialis berupa C5, C6, C7, C8 dan T1. Plexus brachialis

berada dalam regio colli posterior, dibatasi disebelah

caudal oleh clavicula dan terletak di sebelah posterolateral

m.sternocleidomatoideus, berada disebelah cranial dan

dorsal arteri subclavia (Paulsen & Waschke, 2002).

Terdapat enam saraf penting yang keluar dai plexus

brachialis yaitu nervus thoracolis longus, nerves axillaris,

nervus radialis, nervus musculocutaneus, nerve medianusm

dan nervus ulnaris (Snell, 1997).

d. Sistem Peredaran Darah

Sistem peredaran darah merupakan suatu jalan untuk nutrisi

yang dapat disebarkan pada jaringan-jaringan yang terdapat

dalam tubuh. Untuk sistem peredaran darah vena dan arteri

yang terdapat dalam bahu yaitu:

1) Sistem Peredaran Darah Vena

Sistem pembuluh darah dibagi menjadi dua yaitu

vena superfacial yang berjalan diluar fascia dan vena

profondus (Snell, 1997).


37

a) Vena Superficial

Vena superfaicial berhubungan dengan daerah bahu

yaitu bagain vena chipalica yang berasal dari bagian

dorsal processus stiloideus radii kemudian berjalan

ditepi medial lengan bawah dan setelah sampai di

lengan atas berjalan di luar fascia brachii yang kira-

kira pada caput brevis dan caput longum m.biceps

brachii. Setelah sampai pada tepi caudal otot

pectoralis mayor, berjalan dan berada dalam vena

axillaris.

b) Vena Profundus

Vena profundus berada di daerah bahu mengikuti

arteriarteri yang sesuai dengan pencabangannya.

Vena ini terdiri dari vena axillaris dan vena

brachialis (Snell, 1997).

2) Sistem Peredaran Darah Arteri

Sistem peredarah darah arteri yang ada pada

daerah bahu yaitu arteri subclavicula yang

merupakan cabang dari aorta dan berlanjut sebagai

arteri brachialis.

a) Arteri Subclavia

Arteri ini berjalan diantara clavicula dan costa satu

kirakira mulai dari pertengahan clavicula yang


38

akhirnya masuk ke dalam fossa axillaris sebagai

arteri axillaris. Arteri subclavia yang di sebelah

kanan dipercabangkan oleh arteri anyoma,

sedangkan sebelah kiri langsung oleh arcus aorta.

Arteri ini bercabang menjadi arteri suprascapularis

yang tersebar ke fossa supraspinatus dan

infraspinatus serta arteri cervicalis superfisial yang

mempercabangkan profundus yang berjalan turun

pada pinggir medial scapula menyertai nervus

dorsalis scapula (Snell, 1997).

b) Arteri Axillaris

Arteri ini merupakan lanjutan dari arteri

subclavia yang berjalan dari tepi caudal clavicula

dan apeks fossa axillaris yaitu di bagian dorsal dari

m.coracobrachialis dan

berlanjut pada bagian ventral m.subscapularis,

m.lattisimus dorsi, m.teres mayor dan berlanjut

menjadi arteri brachialis yang dapat dibagi menjadi

: (1) arteri thoracalis suprema, (2) arteri thoracalis

acromion, (3) arteri subscapularis, (4) arteri

circumflexa humeri anterior, (5) arteri circumflexa

humeri posterior (Snell, 1997).


39

4. Biomekanik

Secara terminologi, biomekanik terdiri atas dua kata yaitu

“bio” yang berarti gerakan. Jadi biomekanik adalah ilmu yang

mempelajari gerakan pada makhluk hidup, dimana dalam

biomekanik hanya mempelajari gerakan pada manusia. Dengan

demikian, pengertian biomekanik secara umum adalah ilmu yang

mempelajari gerakan pada manusia, yang dipengaruhi oleh sistem

anatomi, fisiologi, psikologi, mekanis, dan sosiokultural. Sedangkan

pengertian biomekanik secara sempit adalah ilmu yang mempelajari

gerakan pada manusia. Adapun pengertian biomekanik secara

ilmiah adalah ilmu yang mempelajari cara menentukan gaya,

perubahan dan beban mekanik pada otot, tulang, dan sendi dari

tubuh manusia (Clarkson, 2000).

Ada dua tipe dasar gerakan tulang yaitu osteokinematika dan

artrhokinematika. Gerakan osteokinematika adalah rotasi atau

gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan

menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan

gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi. Gerakan

artrhokinematika adalah rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan

menghasilkan gerakan roll gliding di dalam sendi dan translasi

tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression

dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement


40

a. Gerakan Osteokinematika

1) Gerakan Fleksi

Gerakan fleksi yaitu gerakan lengan kedepan, ke arah

atas mendekati kepala, bergerak pada bidang sagital dan

aksisnya melalui pusat caput humeri dan tegak lurus

bidang sagital. Otot penggeraknya adalah deltoid anterior

dan otot supraspinatus dari 0˚ - 90˚, sedangkan untuk

Gerakan 90˚-180˚ dibantu oleh otot pectoralis mayor, otot

coracobrachialis, dan biceps brachii.

2) Gerakan Ekstensi

Gerakan ekstensi yaitu gerakan lengan ke belakang

yang menjauhi dari posisi anatomis, bergerak pada bidang

sagital. Otot penggerak utamanya adalah latissimus dorsi

dan teres mayor. Sedangkan pada gerakan hiperekstensi

teres mayor tidak berfungsi lagi, hanya sampai 90˚ dan

digantikan fungsinya oleh deltois posterior.

3) Gerakan Abduksi

Gerakan abduksi adalah gerakan pada bidang frontal

rotasi abduksinya 90˚ dengan aksisnya horizontal. Otot

penggerak utamanya adalah otot deltoid middle dan

supraspinatus.
41

4) Gerakan Adduksi

Gerakan adduksi yaitu suatu gerakan yang

merupakan kebalikan dari gerakan abduksi. Otot

penggerak utamanya adalah pectoralis mayor dibantu

oleh latissimus dorsi, teres mayor serta otot

subscapularis. Luas gerak sendinya pada bidang frontal.

5) Gerakan Abduksi horizontal

Gerakan abduksi horizontal yaitu gerakan lengan

yang menjauhi tubuh dengan posisi lengan awal 90˚ dan

mencapai jarak gerak sendi 145˚ yang dimulai dari posisi

anatomis tubuh.

6) Gerakan Adduksi horizontal

Gerakan adduksi horizontal yaitu gerakan lengan

yang mendekati tubuh dengan posisi awal lengan 90˚ dan

mencapai

jarak gerak sendi 45˚ yang dimulai dari posisi anatomis


tubuh.

7) Gerakan Eksorotasi

Gerakan eksorotasi yaitu gerakan sepanjang aksis

longitudinal yang melalui caput humeri. Gerakan ini

dilakukan oleh otot infraspinatus, teres mayor dan deltoid

posterior.
42

8) Gerakan Endorotasi

Gerakan endorotasi yaitu gerakan yang merupakan

kebalikan dari gerakan eksorotasi. Otot penggerak pada

gerakan ini dilakukan oleh otot subscapularis, pectoralis

mayor, latissimus dorsi, dan teres mayor

(Abbas, 2011).

b. Gerakan Arthrokinematika

Pada Glenohumeral Joint gerakan fleksi-ekstensi dan

abduksi adduksi terjadi karena roll dan slide caput humeri

pada Fossa glenoidalis. Arah slide berlawanan arah dengan

caput humeri. Caput humeri slide kearah posterior dan

inferior pada gerakan fleksi, kearah anterior dan superior pada

gerakan ekstensi, kearah inferior pada gerakan abduksi. Pada

gerakan eksternal rotasi, caput humeri slide pada fossa

glenoidalis kearah anterior pada gerakan interval rotasi slide

kearah posterior (Suharti et al., 2018).

Dalam glenohumeral joint terdapat scapulohumeral

rhythm yaitu gerakan shoulder abduksi-elevasi.

Scapulohumeral rhythm

pada :

1) Abduksi 0-30˚ : gerak humerus 30˚ scapula posisi


tetap/ sedikit adduksi.

2) Abduksi 30˚-60˚ : gerak proposional humerus:


scapula 2:1
43

3) Abduksi 60˚-120˚ humerus external rotasi secara

bertahap sebesar 90˚ menghindari benturan acromion

dengan head of humerus gerak proposal humerus :

scapula 2:1

4) Abduksi 120˚-160˚ gerak proposional humerus :

scapula 2:1

5) Abduksi 160˚-180˚ mulai terjadi kompresi

sternoclavicular joint (SCJ) dan acromioclavicular

joint (ACJ)serta terjadi gerak interverbal dan costae

dalam sendi glenohumeral juga terdapat jenis posisi

sendi pada saat melakukan pemeriksaan dan

penanganan pada kondisi frozen shoulder

yaitu :
a) Maximal Lose Packed Position (MLPP) : kedua

permukaan sendi dalam keadaan melonggar

maximal, kapsul sendi dan ligamen. Dalam

shoulder dapat dilakukan pada posisi abduksi

55˚ - adduksi

horisontal 30˚ - sedikit endorotasi

b) Close Packed Position (CPP) : suatu posisi

dimana kedua permukaan sendi dalam keadaan

merapat/ kompresi yang maksimal. Dalam


44

shoulder dapat dilakukan dengan posisi

abduction-eksorotasi (Soegijanto, 2002).

5. Patofisiologi

Patofisiologi pada frozen shoulder biasanya digambarkan

sebagai fibrotik, peradangan kontraktur dari interval rotator, kapsul,

dan ligamen. Namun sebenarnya proses belum sepenuhnya

diketahui. Meskipun belum disepakati, patologi yang banyak

diketahui adalah adanya peradangan sinovial yang dimediasi sitokin

dengan proliferasi fibroblastik berdasarkan pengamatan

arthroscopic. Terdapat temuan tambahan seperti adhesi di sekitar

interval rotator yang disebabkan oleh peningkatan kolagen dan

pembentukan pita nodular. Struktur yang cenderung terkena pertama

kali adalah ligamen korakohumeral yang merupakan bagian teratas

dari interval rotator cuff. Kontraksi ligamen korakohumeral

membatasi rotasi eksternal lengan, yang biasanya terkena lebih dulu

pengaruh awal adhesi kapsulitis. Pada tahap lanjut, penebalan dan

kontrakasi kapsul sendi glenohumeral semakin buruk, sehingga

rentang gerak ke segala arah makin terbatas (Wardani & Wintoko,

2021).

Pada frozen shoulder patofisiologinya terjadi kekakuan pada

capsul sendinya. Dimana bila terjadi gangguan pada kapsul sendinya

maka keterbatasan gerak yang terjadi adalah pola kapsuler.

Sedangkan pola non kapsuler terjadi disebabkan karena adanya


45

kerusakan pada jaringan yang ada pada shoulder (Suharti et al.,

2018).

Immobilisasi lama pada lengan karena terdapat nyeri yang

disebabkan oleh peradangan pada tendon merupakan awal

terjadinya frozen shoulder. Lengan yang mengalami mobilisasi lama

akan menyebabkan vena statis. Kondisi ini akan menimbulkan

reaksi timbunan protein, oedema, eksudat dan akhirnya terjadi

fibrous sehingga kapsul sendi akan kontraktur serta hilangnya

lipatan inferior sendi, fibrosis kapsul sendi meningkat sehingga

mudah robek saat humerus bergerak abduksi dan rotasi. (Apley,

1995)

6. Tanda dan gejala

a. Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang

tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual

atau potensial. Salah satu jenis nyeri yang dapat dirasakan pada

kondisi frozen shoulder adalah nyeri gerak dan nyeri tekan.

Nyeri gerak merupakan rasa nyeri yang dialami saat

menggerakan bahunya. Hal ini disebabkan oleh perubahan

patiologi dari kapsul artikularis glenohumeral yang

menyebabkan cairan synovial pada kapsul sendi terjadi

perlengketan kapsul sendi yang mengakibatkan sendi menjadi


46

terbatas dan terasa nyeri saat digerakkan (Smeltzer & Bare,

2013).

Nyeri tekan juga dapat dirasakan oleh penderita frozen

shoulder. Nyeri ini dirasakan saat adanya tekanan dari luar

terhadap jaringan yang mengalami patologi. Bagian yang sering

mengalami nyeri tekan adalah dibagian tendon m. rotator cuff

karena bagian ini mudah dipalpasi saat lengan dalam posisi

abduksi dan endorotasi (Widiarti, 2016).

Nyeri yang dirasakan pada kondisi frozen shoulder

digambarkan sebagai nyeri tumpul dan dapat menyebar ke

lengan. Nyeri dan kaku dapat terstimulasi ketika mengangkat

tangan atau meletakkan tangan pada punggung (Ramirez J.,

2019).

b. Spasme

Spasme pada kondisi frozen shoulder bisa terjadi akibat

gerakan kompensasi lingkup gerak sendi pada bahu yang

mengalami

keterbatasan. Selain itu spasme bisa terjadi akibat reaksi

protektif dari tubuh yang bertujuan agar sendi bahu tidak

bergerak sehingga terhindar dari rasa nyeri (Widiarti, 2016).

c. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi

Frozen shoulder biasanya ditandai dengan adanya

keterbatasan lingkup gerak sendi pada glenohumeral joint, baik


47

gerakan aktif maupun gerakan pasif, keterbatasan lilngkup

gerak sendi dibagi menjadi dua pola yaitu pola kapsuler dan pola

non kapsuler.

Pola kapsuler pada bahu ditandai dengan eksternal rotasi

lebih terbatas daripada abduksi lebih terbatas dari internal rotasi.

Sedangkan pola non kapsuler keterbatasan lingkup gerak sendi

tidak hanya terjadi pada gerakan-gerakan tertentu pada

glenohumeral joint (Mardiman et al., 1994).

d. Penurunan Kekuatan Otot

Penurunan kekuatan otot terjadi karena adanya keterbatasan

lingkup gerak sendi dan adanya nyeri gerak yang menyebabkan

penderita mengalami ketakutan saat melakukan gerakan pada

shoulder. Otot-otot penggerak shoulder yang tergabung dalam

rotator cuff menjadi statis. Sehingga apabila dibiarkan lama,

maka otot akan kehilangan keelastisannya dan mngeakibatkan

kekuatan otot menurun

(Mardiman et al., 1994).

e. Gangguan Fungsional dasar

Gangguan fungsional yang disebabkan oleh frozen shoulder

terdiri dari jangkauan yang terbatas, terutama aktivitas

mengangkat tangan diatas kepala misalkan menggantung

pakaian atau kesamping misalnya memakai sabuk pengaman.

Ada juga rotasi bahu yang terbatas yang menyebabkan kesulitan


48

dalam kebersihan pribadi, pakaian dan menyisir rambut.

Kondisi lain yang sering terjadi bersamaan dengan frozen

shoulder adalah nyeri leher, sebagian besar berasal dari

pengguanaan otot cervical yang berlebihan untuk

mengkompensasi hilangnya gerakan bahu (Mezian et al., 2018).

7. Catatan klinis

Pada kondisi frozen shoulder dapat dilakukan pemeriksaan

penunjang yaitu:

a. X-ray

Foto polos X-ray bahu hanya memindai jaringan

tulang, maka sering kali terlihat normal, namun dapat terlihat

periarticular osteopenia akibat efek disuse.

Gambar 2. 5 X-ray Frozen Shoulder


(Albakheet, 2018)
49

b. Ultrasonografi (USG)

Mampu mendeteksi robekan pada otot rotator cuff,

serta mendeteksi adanya peningkatan vaskularisasi di sekitar

rotator cuff pada kondisi frozen shoulder

Gambar 2. 6 USG Frozen Shoulder


(Albakheet, 2018)

c. Magnetic resonance imaging (MRI)

Adanya jaringan parut fibrovascular pada rotator cuff

dapat dipakai sebagai tanda yang readible untuk frozen

shoulder dan dapat mendeteksi adanya penebalan ringan dari

kapsul sendi dan ligament coracohumeral.

Gambar 2. 7 MRI Frozen Shoulder


(Albakheet, 2018)
50

d. Arthroscopy

Merupakan gold standart untuk pemeriksaan frozen

shoulder dimana terlihat kapsul sendi berwarna merah dan

terjadi inflamasi sinovium (Dias et al., 2005).

Gambar 2. 8 Arthroscopy Frozen Shoulder


(Kordey, 2010)

8. Diagnosis banding

a. Tendinitis bicipitalis

Tendinitis bicipitalis adalah peradangan pada tendon

di sekitar head long biceps tendon atau caput otot biceps.

Tendinits bicipitalis disebabkan iritasi dan inflamasi tendon

biceps. Pada umumnya penderita mengeluh nyeri bahu

sepanjang otot biceps yang menjalar ke lengan bawah dan

nyeri tekan pada daerah sulkus bicipitalis. Tendinitis

bicipitalis biasanya disertai dengan SLAP

(Superior Labrum Anterior ke Posterior) (Zubairi Abdillah

et al., n.d.).
51

b. Subacromial Bursitis
Bursitis subakromial adalah kondisi peradangan

yang merupakan penyebab umum nyeri bahu. Biasanya

disebabkan oleh aktivitas berulang di atas kepala dan trauma

ringan seperti jatuh, tetapi etiologinya bisa multifaktorial.

Kegiatan ini menjelaskan evaluasi dan pengelolaan radang

bursitis subakromial dan menyoroti peran tim

interprofessional dalam mengevaluasi dan merawat pasien

dengan kondisi ini (Faruqi & Rizvi, 2022).

9. Komplikasi

Pada kondisi frozen shoulder yang berat dan tidak dapat

mendapatkan penanganan yang tepat dengan jangka waktu yang

lama, maka akan menimbulkan problematika atau komplikasi yang

lebih berat yaitu kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan

otot-otot penggerak shoulder karena shoulder immobilisasi terlalu

lama, kekakuan sendi akan semakin parah, potensi terjadinya

deformitas pada shoulder, terjadinya atropi otot, dan gangguan

fungsional sehari-hari akan tetap ada karena penderita masih

merasakan keterbatasan LGS dan masih terasa nyeri.


52

10. Pemeriksaan fisioterapi

a. Pemeriksaan Subjektif

1) Anamnesis

Anamnesi adalah pemeriksaan yang dilakukan melalui

tanya jawab antara terapis dan sumber data mengenai keadaan

pasien. Anamnesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

autoanamnesis dan heteroanamnesis. Autoanamnesis yaitu

tanya jawab langsung terhadap pasien dalam keadaan sadar

dan tidak mengalami gangguan komunikasi. Sedangkan

heteroanamnesis yaitu tanya jawab secara tidak langsung

dengan penderita, yaitu melalui keluarga atau orang yang

mengetahui kondisi pasien, dilakukan apabila kondisi pasien

tidak sadar atau ada keterbatasan komunikasi. Pada pasien

kondisi frozen shoulder biasanya mereka melakukan dengan

cara autoanamnesis karena pasien sadar dan tidak mengalami

gangguan komunikasi (Mardiman et al., 1994).

2) Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan suatu ungkapan atau keluhan

yang dialami oleh pasien, untuk mendorong pasien mencari

pertolongan atau tindakan medis. Pada kondisi frozen shoulder

biasanya pasien mengeluhkan adanya nyeri gerak pada bahu,

keterbatasan gerak pada shoulder, penurunan kekuatan otot,

dan penurunan aktivitas fungsional.


53

3) Lokasi Keluhan

Menunjukkan tempat atau lokasi yang diderita oleh

pasien. Lokasi keluhan dari frozen shoulder biasanya berada

pada area bahu. 4) Riwayat Penyakit Sekarang

Menyeritakan perjalanan penyakit yang menggambarkan

kronologis atau timbulnya gejala-gejala penyakit yang diderita

dengan jelas dan lengkap. Serta prejalanan pengobatan

menggambarkan riwayat pengobatan yang pernah didapatkan

pasien sebelumnya dan bagaimana hasilnya.

5) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat yang pernah diderita oleh pasien baik fisik

maupun psikis. Pada pasien dengan kondisi Frozen Shoulder.

6) Riwayat Penyakit Penyerta

Riwayat penyakit yang masih ada kaitannya dengan

penyakit yang diderita sekarang. Biasanya para penderita

frozen shoulder mempunyai riwayat diabetes melitus,

gangguan tyroid, dan gangguan paru.

7) Riwayat Pribadi dan Status Sosial

Riwayat yang berkaitan dengan hobi, lingkungan kerja

atau sekolah, lingkungan rumah, aktivitas rekreasi, dan

diwaktu senggang. Penderita frozen shoulder akan terganggu

dengan hobi, lingkungan, aktivitas rekreasi. Hal ini


54

dikarenakan rasa nyeri pada bahu yang mengakibatkan

penderita merasa ketakutan saat melakukan aktivitas.

8) Riwayat Keluarga

Terkait dengan penyakit herediter yang menular atau

diturunkan oleh orang tua.

9) Anamnesis Sistem

Mencoba mengidentifikasi penyakit melalui satu sistem ke

sistem lainnya yaitu:

a) Kepala dan Leher

Tanyakan keluhan yang berada pada kepala dan leher.

Biasanya kepala dan leher akan sedikit menjauhi area yang

mengalami masalah.

b) Kardiovaskuler

Tanyakan kepada penderita apakah ada sesak napas

atau rasa berdebar-debar. Pada kondisi frozen shoulder tidak

menyebabkan masalah pada sistem kardiovaskuler.

c) Respirasi

Tanyakan apakah ada gangguan pernapasan pada

pasien. Frozen shoulder biasanya tidak mengalami gangguan

pada sistem

respirasi.
55

d) Gastrointestinalis

Tanyakan apakah ada gangguan pencernaan pada pasien.

Frozen shoulder tidak menyebabkan gangguan pencernaan.

e) Urogenitalis

Tanyakan pada pasien apakah ada kesulitan saat kencing.

Penderita frozen shoulder tidak mengalami kesulitan saat


kencing.

f) Muskuloskeletal

Tanyakan kepada pasien apakah ada rasa nyeri di

persendian atau pada otot. Kondisi frozen shoulder biasanya

terdapat nyeri, kelemahan kekuatan otot, dan keterbatasan

lingkup gerak sendi.

g) Nervorum

Tanyakan pada pasien apakah ada rasa kesemutan pada

tangan pasien. Terkadang pada kondisi frozen shoulder terjadi

rasa kesemutan.

(Mardiman et al., 1994).

b. Pemeriksaan Objektif

1) Tanda-tanda Vital

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan tekanan darah,

denyut nadi, pernapasan, tempertatur tubuh, tinggi badan, dan

berat badan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk

menentukan keadaan umum pasien. Pada kondisi frozen


56

shoulder perlu dilakukannya pemeriksaan tanda-tanda vital

untuk menentukan apakah bisa diberikan terapi latihan.

2) Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan

mengamati. Hal yang bisa diamati dan dilihat seperti keadaan

umum, sikap tubuh, hipotonus postural, ekspresi wajah, daerah

atrofi, warna kulit, dan pola jalan. Inspeksi dibagi menjadi dua

yaitu :

a) Inspeksi Statis

Melakukan pengelihatan dan pengamatan dimana

penderita dalam keadaan diam. Biasanya pada kondisi frozen

shoulder bahu dan scapula tidak simetris, kepala dan leher

cenderung menjauh dari area yang bermasalah untuk

kompensasi.

b) Inspeksi Dinamis

Melakukan penglihatan dan pengamatan dimana

penderita dalam keadaan bergerak. Penderita kondisi frozen

shoulder raut wajahnya akan seperti menahan rasa sakit ketika

diminta untuk mengangkat tangannya.

3) Palpasi

Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan cara meraba,

menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien.

Berfungsi untuk mengetahui tonus otot, spasme, dan


57

perbedaan suhu. Kondisi frozen shoulder biasanya terdapat

spasme otot pada m.deltoid.

4) Perkusi

Perkusi adalah cara pemeriksaan dengan cara mengetuk

atau vibrasi. Berfungsi untuk mengetahui mengeluarkan

sputum dan pemeriksaan reflek. Pada pemeriksaan untuk

kondisi frozen shoulder perkusi tidak dilakukan.

5) Auskultasi

Auskultasi adalah cara pemeriksaan dengan cara

mendengarkan dengan alat bantu stetoskop. Berfungsi untuk

mengetahui adanya sputum. Pada pemeriksaan untuk kondisi

frozen shoulder auskultasi tidak dilakukan.

6) Pemeriksaan Gerak Dasar

a) Gerak Aktif

Gerak aktif adalah suatu cara pemeriksaan gerakan

yang dilakukan oleh pasien itu sendiri tanpa bantuan dari

terapis.

Terapis melihat dan mengamati serta memberikan aba-aba.

Informasi yang diperoleh pemeriksaan ini rasa nyeri, lingkup

gerak sendi, kekuatan kerja otot dan koordinasi gerak

(Suharti et al., 2018). Pasien penderita frozen shoulder akan

mengalami rasa nyeri dan keterbatasan gerak saat melakukan

gerak aktif. Pada pola kapsuler pola gerakan eksternal


58

rotasi>abduksi>internal rotasi mengalami keterbatasan dan

nyeri. Sedangkan pola non kapsuler nyeri dan keterbatasan

gerak tidak hanya pada gerakan-gerakan

tertentu.

b) Gerak Pasif

Gerak pasif adalah suatu cara pemeriksaan dilakukan

oleh terapis pada pasien sementara itu pasien dalam keadaan

pasif dan rileks. Informasi yang diperoleh pemeriksaan ini

lingkup gerak sendi, end feel, provokasi nyeri, kelenturan

otot (Suharti et al., 2018). Pada pola kapsuler ketika gerak

pasif akan terasa nyeri dan keterbatasan gerak pada gerakan

endorotasi paling nyeri dan terbatas kemudian gerakan

abduksi serta endorotasi. Sedangkan pola non kapsuler nyeri

dan keterbatasan gerak tidak spesifik atau tidak hanya pada

gerakan tertentu. End feel yang dirasakan firm end feel.

c) Gerak Isometrik

Gerak isometrik melawan tahanan adalah suatu cara

pemeriksaan gerak yang dilakukan terapis dengan cara,

pasien mengkintraksikan otot tetapi tidak ada perubahan

lingkup gerak sendi dan panjang pendeknya otot. Tahanan

diberikan terapis berlawanan dengan kerja otot. Informasi

yang diperoleh dari pemeriksaan ini adalah nyeri dan

kekuatan otot (Suharti et al., 2018). Pasien pada kondisi


59

frozen shoulder biasa bisa melakukan gerak isometrik

namun ada sedikit rasa nyeri.

7) Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal, dan Interpersonal

a) Kognitif

Keadaan dimana pasien mampu atau tidak untuk

menceritakan kronologi penyakitnya. Pasien frozen

shoulder mampu untuk menjelaskan kronologis

penyakitnya.

b) Intrapersonal

Semangat atau motivasi yang ada didalam diri

pasien. Pasien dengan kondisi frozen shoulder biasanya

memiliki semangat yang tinggi untuk sembuh.

c) Interpersonal

Keadaan dimana pasien mampu atau


tidaknya

berkomunikasi dengan terapis. Biasanya pasien kondisi

frozen shoulder mampu berkomunikasi dengan terapis.

8) Pemeriksaan Kemampuan Fungsional dan Lingkungan


Aktivitas

a) Kemampuan fungsional dasar

Kemampuan pasien dalam hubungannya dengan gerak

dasar anggota tubuh. Seperti duduk, berdiri, dan berlari.

Kondisi frozen shoulder tidak mengalami masalah

fungsional dasar.
60

b) Aktivitas fungsional

Kemampuan pasien dalam hubungannya dengan

aktivitas sehari-hari. Seperti makan sendiri, minum sendiri,

dan bermain.

Ada beberapa aktivitas fungsional pada frozen shoulder

yang terganggu, contohnya menyisir rambut.

c) Lingkungan fungsional

Kemampuan pasien yang berkaitan dengan

lingkungan sosial atau lingkungan tempat tinggal.

Tergantung kondisi lingkungan sosial dan tempat tinggal

penderita frozen shoulder.

9) Pemeriksaan Nyeri

Pemeriksaan untuk mengetahui seberapa besar nyeri

yang dirasakan pada kondisi frozen shoulder. Pemeriksaan

nyeri menggunakan alat ukur Visual Analogue Scale (VAS).

Pada kondisi frozen shoulder nyeri yang terjadi saat bergerak

dan tertekan, nilai hasil pemeriksaan tergantung kondisi

pasien.

10) Pemeriksaan Kekuatan Otot

Untuk mengetahui kekuatan otot pada shoulder. Alat

ukur yang bisa digunakan Manual Muscle Test (MMT).

Kekuatan otot pada kondisi frozen shoulder mengalami

kelemahan namun masih mampu untuk melawan gravitasi.


61

11) Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi

Pemeriksaan lingkup gerak sendi shoulder untuk

mengetahui berapa derajat kemampuan shoulder dalam

melakukan gerakan. Alat ukur yang digunakan goniometer.

Pada kondisi frozen shoulder bukanlah keterbatasan gerak

yang diukur tetapi titik dimana shoulder mengalami

kemacetan.

12) Pemeriksaan Aktivitas Fungsional

Aktivitas fungsional dari penderita frozen shoulder

pasti terganggu akibat adanya nyeri, keterbatasan gerak dan

kelemahan otot. Aktivitas fungsional dapat diukur

menggunakan indeks SPADI

(Shoulder Pain And Disability Indeks).

13) Pemeriksaan Khusus/Spesifik Test

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui informasi

khusus yang belum diperoleh pada pemeriksaan dasar.

Pemeriksaan pada kondisi frozen shoulder ini meliputi:

a) External rotation Lag Test

Pemeriksaan ini dilakukan untuk sebagai tes valid

untuk mendiagnosis robekan yang terjadi pada otot

infraspinatus. Serta mengidentifikasi integritas dari otot

supraspinatus dan infraspinatus yang merupakan bagian

dan rotator cuff. Pelaksanaan Posisi pasien: duduk ditepi


62

bed dengan posisi shoulder rotasi lateral full, Fleksi elbow

90˚. Posisi terapis: Berdiri disamping pasien kemudian

terapis membantu memposisikan shoulder dalam rotasi

lateral full serta menginstruksikan pasienn untuk bertahan

pada posisi tersebut dalam beberapa detik, kemudian

lepaskan lengan pasien. Positif apabila tidak mampu

mempertahankan posisi dan menjatuhkan lengan ke

belakang atau kembali netral serta terasa nyeri pada

m.infraspinatus. Negatif apabila pasien mampu

mempertahankan posisi tersebut dan tidak terasa nyeri

(Suharti et al., 2018).

Gambar 2. 9 External rotation Lag Test


(Duncan, 2003)
63

b. Infraspinatus Test

Tes Infraspinatus digunakan untuk menguji

keterlibatan otot infraspinatus dalam patologi rotator cuff

seperti impingement subakromial atau robekan rotator

cuff. Identifikasi integritas dari rotasi lateral shoulder.

Pelaksanaan Posisi Pasien:

Beridiri dengan shoulder sedikit fleksi dan elbow fleksi

90˚ Posisi Terapis: Didepan pasien dengan memberikan

dorongan ke arah medial pada bagian wrist dan pasien

diminta untuk melawan tahanan. Hasil positif apabila

ketidakmampuan menahan tahanan yang diberikan dan

timbul nyeri (Suharti et al., 2018).

Gambar 2. 10 Infraspinatus Test


(Fraticelli, 2019)
c. Apley Scratch Test

Tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya tendinitis

supraspinatus, bursitis, dan capsulits adhesiva bahu.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien diminta

untuk menggaruk daerah disekitar angulus medialis

scapula dengan tangan sisi kontralateral melewati


64

belakang kepala. Hasil positif terdapat nyeri pada sekitar

persendian bahu (Ariani, 2020).

Gambar 2. 11 Apley Scratch Test


(Woodward & Best, 2000)

d. Drop Arm Test


Tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya cedera

pada rotator cuff yang kompleks. Tes ini dilakukan

dengan cara pemeriksa mengabduksikan shoulder pasien

sampai 90˚ dan meminta pasen menurunkan lengannya

secara perlahan atau timbul nyeri saat mencoba

melakukan gerakan. Hasil positif jika pasien tidak mampu

menurunkan secara perlahan karena terdapat rasa nyeri

(Woodward & Best, 2000).

Gambar 2. 12 Drop Arm Test


(Fraticelli,2019)
65

11. Diagnosis fisioterapi

a. Impairment

Impariment adalah adanya gangguan kapasitas fisik

yang ada hubungannya dengan aktivitas fungsional dasar.

Pada kondisi forzen shoulder adanya nyeri tekan dan nyeri

gerak pada bahu, penurunan kekuatan otot pada bahu, ada

keterbatasan LGS bahu, penurunan kemampuan fungsional.

b. Disability
Disability merupakan keterbatasan yang dimiliki

seseorang untuk melakukan hobi dengan lingkungan sekitar

dan lingkungan sosial. Pada kondisi frozen shoulder

penderita mengalami

keterbatasan aktifitas sehari – hari.

c. Fungsional Limitation

Fungsional Limitation merupakan gangguan

keterbatasan atau penurunan fungsional. Pasien dengan

kondisi frozen shoulder terjadinya gangguan aktifitas

fungsional seperti menyisir rambut, memakai bra, dan

membawa beban.

12. Prognosis fisioterapi

Quo ad vitam : pada kondisi frozen shoulder quo ad vitam baik

karena tidak menyebabkan kematian


66

Quo ad sanam : penderita frozen shoulder quo ad sanamnya

baik karena penyakit ini bisa sembuh apabila rajin terapi

Quo ad fungsional : pada kondisi frozen shoulder quo ad

fungsionalnya buruk karena terbatasnya lingkup gerak sendi

yang mengakibatkan keterbatasan aktivitas fungsional.

Quo ad cosmeticam : pada kondisi frozen shoulder quo ad

cosmeticamnya baik karena tidak mempengaruhi penampilan

seseorang.

13. Tujuan fisioterapi

a. Tujuan Jangka Pendek


Tujuan jangka pendek pada kondisi frozen shoulder

adalah mengurangi nyeri, spasme, kekuatan otot dan lingkup

gerak sendi pada shoulder.

b. Tujuan Jangka Panjang

Hasil yang diharapkan akan memerlukan jangka

waktu yang lama atau dipengaruhi oleh tujuan jangka pendek

dan berkesinambungan yang membutuhkan waktu lama.

Tujuan

jangka panjang pada kondisi frozen shoulder adalah

meningkatkan aktivitas fungsional.


67

14. Teknologi intervensi (Teknologi terpilih)

a. Short Wave Diathermy

1) Definisi

Short Wave Diathermy (SWD) Adalah alat terapi

yang menggunakan energy elektromagnetik yang

dihasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi tinggi.

Frekuensi yang diperbolehkan pada pemakaian SWD

yaitu 13,66 Mhz, 27,33 MHz, dan 40,98 MHz (Hayes

& Hall, 2014).

Dalam penggunaan short wave diathermy pada

kondisi frozen shoulder metode yang digunakan yaitu

metode kontraplanar. Namun ada 3 metode

penempatan elektroda

yaitu:

a) Metode Kontraplanar

Pemasangan elektrode berlawanan

dengan elektrode lainnya. Metode ini paling baik,

penetrasi panas kejaringan lebih dalam, dan paling

tepat untuk kondisi frozen shoulder.

b) Metode Coplanar

Dengan pemasangan elektrode berdampingan

atau sejajar dengan elektrode lainnya. Metode ini


68

kurang tepat bila diterapkan pada kondisi frozen

shoulder.

c) Cross Fire

Dengan setengah terapi diberikan dengan

elektroda 1 posisi, setengah terapi diberikan

elektroda pada posisi lain

(Wulandari, 2021)

2) Generator

a) Sirkuit Mesin

Sirkuit mesin ini terdiri dari dua

transformator, yang kumparan primernya terhubung

ke sumber AC. Salah satunya adalah transformator

step-down dan kumparan sekundernya memasok

arus ke pemanas filamen, rangkaian katup triode.

Yang satunya adalah transformator step-up dan

terhubung ke sirkuit anoda. Sirkuit anoda membawa

arus yang dihasilkan oleh katup. Katup tersebut

terdiri dari katup trioda dan rangkaian osilator.

Rangkaian osilator terdiri dari kondensor (XY) dan

induktor atau kumparaan osilator (CD). Arus

frekuensi yang berbeda diperoleh dengan memilih

kondensor dan induktansi yang sesuai. Untuk

melepaskan arus frekuensi tinggi, kapasitansi dan


69

induktansi yang digunakan harus kecil dan dibuat

untuk mengisi dan melepaskan berulang kali dan

untuk mendapatkan ini, sebuah osilator dimasukkan

ke dalam rangkaian mesin bersama dengan katup

rangkaian.

b) Sirkuit Pasien

Rangkaian pasien atau resonator

dihubungkan ke rangkaian mesin oleh kumparan

induktor (EF) yang terletak dekat dengan kumparan

osilator (CD) dan terdiri dari kondensor variabel

(HK) yang biasanya paralel dengan terminal pasien.

Arus frekuensi tinggi yang cocok dihasilkan dalam

rangkaian resonator dengan induksi elektromagnetik.

Agar hal ini terjadi, rangkaian osilator dan resonator

harus beresonasi satu sama lain, yang mensyaratkan

bahwa produk induktansi dan kapasitansi harus sama

untuk kedua rangkaian.

(Singh, 2018)

3) Tujuan

Tujuan pemberian SWD yaitu memperlancar

peredaran darah, mengurangi rasa sakit, mengurangi

spasme otot, membantu meningkatkan kelenturan


70

jaringan lunak, mempercepat penyembuhan radang

(Ariani, 2020).

4) Efek Fisiologis

Efek yang ditimbulkan dari modalitas short wave

diathermy adalah meningkatkan metabolisme tubuh,

meningkatkan vasomotion sphincter sehingga timbul

homeostatic lokal dan akhirnya terjadi vasodilatasi

lokal, meningkatkan elastisitas jaringan ikat dan

jaringan otot, meningkatkan konduktivitas saraf.

5) Efek Terapeutik

Efek terapeutik dapat dirasakan apabila efek

fisiologis dari penggunaan Short Wave Diathermy

sudah dirasakan penderita. Efek terapeutik yang timbul

dari pemberian Short Wave Diathermy adalah

mengurangi nyeri, mengurangi spasme, dapat

meningkatkan ekstensibilitas, dan dapat menurunkan

kekuatan otot (Wulandari, 2021).

Mekanisme penurunan nyeri dengan pemberian

intervensi Short Wave Diathermy pada kasus ini

didapatkan dari modulasi nyeri pada level sensoris

dimana dengan pemberian intervensi Short Wave

Diathermy akan meningkatkan aktivitas metabolisme

sebesar 18% yang diikuti dengan perubahan PO2,


71

PCO2 dan perubahan Ph jaringan. Akibatnya akan

terjadi perbaikan kondisi lokal jaringan karena

terbukanya spinkter prekapiler dan metarteriole,

bersamaan dengan itu pula akan terjadi vasodilatasi

dan peningkatan aliran darah sebesar 30ml/100 gram

jaringan sehingga akan meningkatkan suplay nutrien

ke jaringan miofasial yang mengalami gangguan dan

akan membuang zatzat iritan penyebab nyeri sehingga

spasme atau ketegangan jaringan fasia dan serabut otot

akibat penumpukan zat-zat sisa metabolisme dan zat

iritan hasil proses radang ini dapat diturunkan. Dengan

menurunnya ketegangan pada jaringan ini maka nyeri

juga akan berkurang (Bunadi, 2006).

6) Indikasi

Indikasi dari Short Wave Diathermy antara lain

frozen shoulder, nyeri dan spasme otot, low back pain,

myalgia, bursitis.

7) Kontra Indikasi

Kontra indikasi dari short wave diathermy adalah

pemasangan alat pacu jantung, kehamilan, gangguan

sensibilitas, dan logam apapun pada area terapi yang

tidak dapat dilepaskan

(Wulandari, 2021).
72

8) Dosis

Pada nilai tengah daya 5 W atau kurang

dianggap tidak memiliki akumulasi termal bersih dan

sering digunakan untuk kondisi akut. Pada kondisi akut

dianjurkan dengan durasi denyut 65 hingga 80 µdetik

dengan frekuensi pada 100 hingga 200 pps.

Pada nilai tengah 5 W – 48 W dianggap bersifat

termal dan biasanya digunakan pada kondisi kronik.

Pada kondisi kronik dianjurkan dengan durasi denyut

yang panjang pada 300 hingga 400 µdetik dan

frekuensi lebih dari 300 pps (Hayes & Hall, 2014).

Ada juga parameter yang harus diperhatikan

pada saat pengaplikasian short wave diathermy.

Apabila penderita kondisinya adalah sub akut maka

waktu yang diberikan dalam terapi sekitar 15-20 menit

dengan arus intermitten. Sedangkan untuk kondisi

kronis maka waktu yang diberikan dalam terapi sekitar

20-30 menit dengan arus continous

(Putri & Wulandari, 2018).

9) Prosedur Aplikasi

Sebelum melakukan terapi menggunakan short

wave diathermy, yang pertama kali dilakukan yaitu


73

persiapan pasien. Berupa memposisikan pasien

senyaman mungkin untuk duduk dikursi. Pastikan

bukan kursi yang berbahan dari besi. Jelaskan rasa dari

terapi yang dilaksanakan dan tanyakan tentang kontra

indikasinya. Setelah pasien nyaman dengan posisinya,

persiapkan alat-alat yang akan digunakan. Seperti

memastikan short wave diathermy sudah teraliri listrik.

Setelah short wave diathermy dipastikan menyala

sudah bisa dilakukan terapi. Sebelum dilakukan terapi

lapisi handuk atau selimut area yang akan diterapi

untuk menghindari burn. Kemudian posisikan

elektrode pada shoulder yang mengalami masalah.

Metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah

metode kontraplanar. Atutar waktu dan intensitas yang

akan digunakan. Selama terapi selalu pantau dan

tanyakan tentang rasa hangat yang dirasakan. Setelah

waktu selesai, kembalikan posisi elektrode seperti

semula serta mengambil handuk atau selimut yang

melapisi tadi. Setelah itu rapikan alat dan pasien bisa

melanjutkan terapi selanjutnya.

Dalam penggunaan short wave diathermy

(SWD) pada kondisi frozen shoulder pengaplikasian

alat yang dapat dilaksanakan yaitu mempersiapkan


74

modalitas SWD dengan elektrodenya, pasangkan

elektrode SWD dengan metode kontraplanar atau

elektrode dipasang secara berlawanan dengan

elektrode lainnya. Metode ini lebih efektif untuk

penderita kondisi frozen shoulder karena penetrasi

panas ke jaringan lebih dalam. Atur arus intermitten

pada kondisi akut dan continous untuk kondisi kronis,

intensitas bisa diatur sesuai dengan kondisi pasien.

b. Terapi Latihan

1) Definisi

Salah satu upaya pengobatan dalam fisioterapi

yang pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan

gerak tubuh, baik secara aktif maupun pasif. Tujuan

dari terapi latihan adalah rehabilitasi untuk mengatasi

gangguan fungsi dan gerak, mencegah timbulnya

komplikasi, mengirangi nyeri dan oedem serta melatih

aktivitas fungsional (Damping, 2012).

2) Tujuan

Tujuan dari diberikannnya terapi latihan yaitu untuk

meningkatkan lingkup gerak sendi, kekuatan otot, dan

meningkatkan aktivitas fungsional.


75

3) Jenis terapi Latihan

a) Hold-Relax Exercise

Hold relax Exercise merupakan suatu teknik

dimana kontraksi isometric mempengaruhi otot

antagonis yang mengalami pemendekan, yang akan

diikuti dengan hilang atau kurangnya ketegangan dari

otot-otot tersebut (Ariani, 2020).

Hold-relax Exercise merupakan salah satu

teknik dalam Propioceptor Neuromuscular

Facilitation (PNF) yang menggunakan kontraksi

isometrik dan sekelompok otot antagonis yang

memendek, setelah itu dilanjutkan dengan relaksasi

otot tersebut. Latihan ini dapat mengurangi nyeri,

merelaksasikan otot, dan meningkatkan lingkip gerak

sendi. Dalam prosedur hold-relax exercise, pasien

melakukan kontraksi isometric end-range dari otot

yang tegang sebelum diperpanjang secara pasif. Hold-

relax exercise mempunyai variasi latihan lain yang

disebut contract-relax. Kontraksi prestretch

menyebabkan relaksasi refleksif disertai dengan

penurunan aktivitas elektromiografi (EMG) pada otot

yang tegang (Kisner & Colby, 2002).


76

Pada hold-relax exercise ada beberapa kondisi

yang tidak boleh dilakukannya terapi ini. Fraktur yang

masih baru post immobilisasi lama, dan tanda-tanda

inflamasi akut merupakan contoh dari kondisi yang

tidak boleh dilakukannya terapi hold-relax exercise.

(1) Pelaksanaan Terapi Hold-Relax Exercise

(a) Fiksasi terapis ada pada elbow dan wrist

(b) Pasien diminta melakukan gerakan fleksi-

ekstensi, abduksi-adduksi

(c) Ketika pasien melakukan gerakan, terapis

memberikan tahanan minimal, kemudian

dinaikkan dengan tahanan maksimal

(d) Hitungan 1-4 dengan tahanan dan 5-8


istirahat

(e) Lakukan sebanyak 8 kali pengulangan atau

sesuai dengan kemampuan pasien

c. Manual Terapi

1) Definisi

Manual terapi merupakan salah satu teknik terapi

fisik yang biasanya digunakan oleh fisioterapis.

Manual terapi menggunakan tangan terapis langsung

untuk memberikan tekanan di jaringan otot dan/atau

memanipulasi sendi tubuh. Manual terapi saat ini


77

telah berkembang sebagai ilmu dengan tingkatan

yang lebih baik dan area yang lebih luas.

2) Tujuan

Manual Terapi memiliki tujuan untuk mengurangi

nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi,

meningkatkan ekstensibilitas dan stabilitas.

3) Jenis Manual Terapi

a) Mobilization With Movement

Mobilization With Movement merupakan

sebuah teknik manual terapi yang digunakan oleh

fisioterapis khususnya musculoskeletal yang

dikembangkan oleh Brian Mulligan. Mobilization

With Movement adalah suatu penerapan bersama

antara mobilisasi dari terapis dan gerakan aktif dari

pasien yang mana pada akhir lingkup gerak sendi

diberikan tekanan tambahan secara pasif.

Mobilization With Movement juga bisa

digunakan untuk pengoreksi gerakan sendi dari

penyimpangan posisi dengan mereposisi ke trek

normalnya (Position Faulth). Pemberian

mobilization with movement memberikan efek

mekanik dan efek neurologis. Efek mekanik yang di

berikan yaitu gerakan yang terjadi untuk


78

mengoreksi pada penyimpangan posisi dan gerakan

yang fungsional tanpa timbulnya rasa nyeri. Efek

neurologis yang diberikan seperti meningkatnya

lingkup gerak sendi, mengurangi nyeri, dan dapat

meningkatkan aktivitas fungsional.

(Ayundari et al., 2015)

(1) Penatalaksanaan Terapi Mobilization With

Movement

(a) Posisi Pasien berdiri

(b) Posisi terapis berada dibelakang pasien

(c) Fiksasi terapis pada acromion dan satu

tangan lainnya berada di scapula untuk

membantu mobilisasi

(d) Pasien diminta menggerakkan lengannya

kearah fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi

(e) Lakukan 8 kali pengulangan atau sesuai

dengan kemampuan pasien


79

C. Objek yang dibahas

1. Nyeri

a. Definisi

Nyeri merupakan sensoris dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial. Salah satu jenis nyeri yang dapat dirasakan pada kondisi

frozen shoulder adalah nyeri gerak dan nyeri tekan.

Nyeri gerak merupakan nyeri yang dirasakan pada saat

menggerakkan bahunya. Pada kondisi frozen shoulder nyeri gerak

muncul karena perubahan patologi pada kapsul sendi yang

menyebabkan peradangan pada cairan synovial sehingga terjadi

perlengketan kapsul sendi yang mengakibatkan sendi menjadi terbatas

dan terasa nyeri saat digerakkan.

Nyeri tekan juga dapat dirasakan oleh penderita frozen shoulder.

Nyeri ini dirasakan saat adanya tekanan dari luar terhadap jaringan yang

mengalami patologi. Bagian yang sering mengalami nyeri tekan adalah

dibagian tendon m. rotator cuff karena bagian ini mudah dipalpasi saat

lengan dalam posisi abduksi dan endorotasi (Widiarti, 2016).


80

b. Alat Ukur

Visual Analogue Scale (VAS) merupakan cara pengukuran

derajat nyeri dengan menunjukkan suatu titik pada garis skala nyeri (0-

10 cm).

Salah satu ujung menunjukkan tidak nyeri dengan nilai 0 dan

ujung lainnya menunjukkan nyeri yang tak tertahankan dengan nilai 10.

Panjang garis dimulai dari titik tidak nyeri hingga titik yang ditunjuk

menunjukkan besarnya nyeri (Mardiman et al., 1994).

c. Prosedur Pengukuran

Menanyakan kepada pasien tentang nyeri yang dirasakan

menggunakan VAS. Pasien diminta untuk menggerakkan jarum pada

VAS sesuai dengan rasa nyerinya. Pengukuran dilakukan secara 3 kali

dengan nyeri diam, nyeri gerak, dan nyeri tekan. Jarak dari titk pada

VAS adalah

0 cm sebagai awal dan 10 cm adalah akhir.

d. Kriteria Penilaian

0 cm 10 cm

Tidak terasa Nyeri tak


nyeri tertahahankan

Keterangan:

0 cm = tidak terasa nyeri

10 cm = Nyeri tak tertahankan


81

2. Spasme

a. Definisi

Spasme merupakan kontraksi otot tiba-tiba terjadi dalam waktu

tanpa disadari, yang menjadikan otot menegang dan kuat. Cara

mengukur spasme otot dapat dilakukan dengan cara palpasi yaitu dengan

cara menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien untuk

mengetahui kelenturan otot terasa kaku, tegang, atau lunak.

b. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui spasme dapat

menggunakan palpasi.

c. Prosedur Pengukuran

Meminta izin terlebih dahulu kepada pasien kemudian meraba dan

menekan pada bagian yang akan diperiksa, usahakan tidak terhalang

oleh kain atau pakaian pasien.

d. Kriteria Penilaian

Kriteria dalam penilaian spasme yaitu untuk nilai 0 adalah tidak

ada spasme, dan nilai 1 adalah terdapat spasme (Widiarti, 2016).

3. Kekuatan Otot

a. Definisi

Kekuatan otot adalah kontraksi maksimal yang dihasilkan oleh

otot atau sekelompok otot. Secara fisiologis, kekuatan otot adalah

kemampuan otot atau sekelompok otot untuk melakukan satu kali


82

kontraksi secara maksimal melawan tahanan atau beban. Secara

mekanis, kekuatan didefinisikan sebagai kerja maksimal yang

dihasilkan otot atau sekelompok otot.

b. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kekuatan otot dapat

menggunakan MMT.

c. Prosedur Pengukuran

Meminta izin terlebih dahulu kepada pasien kemudian beri tahanan pada

pasien dan meminta pasien untuk melawan tahanan yang diberikan

terapis pada bagian yang akan diperiksa.

d. Kriteria Penilaian

Tabel 2. 3 Nilai Manual Muscle Test (MMT)


Keterangan Nilai

Tidak ada gerakan dan tidak ada kontraksi 0

Ada kontraksi namun tidak ada gerakan 1

Ada kontraksi dan gerakan namun tidak dapat melawan gravitasi 2

Mampu melawan gravitasi 3

Mampu melawan tahanan minimal 4


Mampu melawan tahanan maksimal 5

(Widiarti, 2016).
4. Lingkup Gerak Sendi

a. Definis

Lingkup gerak sendi (LGS) adalah rentang gerak yang dapat

dilakukan oleh suatu sendi. LGS dapat diartikan sebagai ruang

gerak/batas gerakan daru suatu kontraksi otot dalam melakukan gerakan.

b. Alat Ukur
Goniometer adalah alat untuk mengukur lingkup gerak sendi.

Goniometer berkaitan dengan pengukuran sendi, khususnya sudut yang

dihasilkan dari sendi melalui tulang tubuh manusia.

c. Prosedur Pemeriksaan

1) Posisikan pasien senyaman mungkin dengan mengupayakan posisi

terdebut dalam keadaan yang memungkinkan untuk melakukan

pengukuran serta posisikan sendi dalam posisi awal (0˚) sebelum

dilakukan pengukuran dan memperhatikan aspek kesesuaian

aligment.

2) Menyiapkan alat ukur yang digunakan. Serta menjelaskan

penggunaannya terhadap pasien seperti tujuan dan kegunaan

pengukuran, peragaan pengukuran, posisi pengukuran, tipe

gerakan, dan memastikan pasien paham tentang pengukuran

tersebut.

3) Penempatan fulcrum goniometer tepat pada aksis gerakan sendi

yang diukur

4) Pasien diminta untuk menggerakkan shoulder secara aktif terlebih

dahulu untuk mengukur LGS aktif


81

5) Setelah melakukan pemeriksaan LGS aktif, terapis memberikan

bantuan dalam melakukan gerakan untuk mendapat nilai LGS pasif.

Tabel 2. 4 Fulcrum Goniometer


LGS
No Fulcrum Gerakan
1 Proc. Acromialis Fleksi
2 Proc. Acromialis Ekstensi
3 Bagian depan acromion Abduksi
4 Bagian depan acromion Adduksi
5 Olecranon Endorotasi
6 Olecranon Eksorotasi

Pencatatan hasil ditulis menggunakan teori yang dikembangkan oleh

gerhard dan russe yang dilakukan dengan melakukan pencatatan awal gerak

sampai akhir gerak pada suatu bidang untuk 2 (dua) gerakan yang

berlawanan.

d. Kriteria Penilaian

Pengukuran lingkup gerak sendi shoulder pada saat gerakan fleksi,

ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi, dan endorotasi. Nilai normal dari

lingkup gerak sendi yaitu:

Tabel 2. 5 Nilai Normal LGS


Shoulder
Bidang Gerak Aktif Gerak Pasif

Sagital 50˚-0˚-170˚
60˚-0˚-180˚

Frontal 170˚-0˚-75˚ 180˚-0˚-80˚

Rotasi 90˚-0˚-80˚ 100˚-0˚-85˚

(Widiarti, 2016)
5. Aktivitas Fungsional

a. Definisi

Aktivitas fungsional adalah aktivitas gerak sendi bahu dengan

tujuan untuk melakukan gerak fungsional seseorang dalam kehidupan

sehari-hari seperti keramas, menggosok punggung saat mandi, memakai

dan melepas kaos. Keterbatasan aktivitas fungsional diketahui dengan

presentase nilai spadi yang tinggi, sedangkan perbaikan atau peningkatan

aktivitas fungsional diketahui penurunan presentase nilai spadi

(Suprawesta et al.,

2015).

b. Alat Ukur

Pada kondisi frozen shoulder alat ukur yang dapat digunakan

adalah index spadi.

c. Prosedur Pemeriksaan

Pasien diberikan blanko index spadi dan jelaskan mengenai indeks

tersebut, nyeri maupun disabilitasnya. Serta menjelaskan arti dari setiap

nilai pada indeks spadi. Kemudian pasien diminta untuk melingkari salah

satu angka yang dirasa sesuai dengan kondisinya.

d. Kriteria Penilaian

Pemeriksaan dengan cara melakukan tanya jawab kepada pasien tentang

keterbatasan saat melakukan aktivitas. Jenis skala disabilitas dari indeks

spadi adalah keramas, menggosok punggung saat mandi, memakai dan


83

melepas kaos, memakai kemeja berkancing, memakai celana, mengambil

benda diatas, mengangkat beban berat (5kg atau lebih).

Skor Disabilitas Skor Nyeri

0 : Tidak ada kesulitan 0: Tidak nyeri

1-3 : menggunakan alat bantu 1-3 : Nyeri ringan

4-6 : bantuan orang lain 4-6 : Nyeri sedang

7-9 : dengan bantuan orang lain 7-9 : Nyeri berat

10 : sangat kesulitan 10 : Nyeri tak tertahankan


e. Indeks Spadi Terlampir
85

D. Kerangka Berfikir

Faktor Ideopatik Faktor Predisposisi


FROZEN SHOULDER

Diagnosa Fisioterapi

Impairment Fungsional limitation Disability


1. Terdapat nyeri tekan dan nyeri Penderita mengalami Mengalamiketerbatasan
gerak kesulitan untuk – hari.
aktifitas sehari
2. Terdapat spasme pada membersihkan punggung,
m.trappezius upper, menyisir rambut, dan
m.infraspinatus, m.teres minor membawa beban seperti
3. Keterbatasan LGS fleksi
-ekstensi,
mengepel lantai dan
abduksi-adduksi, eksorotasi
-
endorotasi menjemur pakaian
4. Terdapat penurunan kekuatan otot
5. Terdapat penurunan aktivitas
fungsional

Jangka Pendek Jangka Panjang


1. Mengurangi nyeri Tujuan Fisioterapi Meningkatkan aktivita
s
2. Mengurangi spasme fungsional pasien
3. Meningkatkan kekuatan otot
4. Meningkatkan lingkup gerak
sendi pada shoulder

Intervensi Fisioterapi
1. Short Wave Diathermy
2. Ultrasound
3. Hold Relax Exercise
4. Mobilization With Movement

RencanaEvaluasi

1. Nyeri dengan VAS


2. Spasme dengan palpasi
3. Kekuatan otot dengan MMT
4. LGS dengan Goniometer
5. Aktivitas Fungsional dengan SPADI
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik.

Penelitian deskriptif analitik adalah penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan fenomena yang ada, yaitu fenomena alam atau fenomena

buatan manusia, atau yang digunakan untuk menganalisis atau menggambarkan

hasil subjek tetapi tidak dimaksudkan untuk memberikan implikasi yang lebih

luas. Penelitian deskriptif analitik muncul karena begitu banyaknya muncul

pertanyaan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah kesehatan seperti

mortalitas, morbiditas yaitu menyangkut besarnya masalah, luasnya masalah

dan pentingnya masalah tersebut. Analisa data pada penelitian deskriptif dengan

mengadakan perhitungan statistik sederhana seperti rasio, persentase atau

proporsi, rata- rata, simpangan baku, koefisien korelasi atau pengukuran risiko

relatif sesuai dengan skala ukuran data yang diperoleh. Rancangan penelitian

yang digunakan adalah rancangan studi kasus (Adiputra et al., 2021).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Rencana studi kasus ini dilakukan di RSUD Bendan Kota Pekalongan

yang akan dilaksanakan pada bulan Februari 2023

86
87

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang dijadikan sampel dalam

penelitian. Subjek yang akan diteliti dalam Proposal Karya Tulis Ilmiah ini

adalah pasien dengan kondisi Frozen Shoulder.

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang bervariasi atau berubah nilainya.

Karena suatu variabel mewakili kualitas yang dapat menunjukkan perbedaan

nilai, berupa besar atau kekuatannya. Secara umum variabel adalah segala

sesuatu yang mungkin diasumsikan dengan nilai numerik atau kategori yang

berbeda. Ada dua macam variabel yaitu variabel dependen atau variabel yang

dapat dipengaruhi dan variabel independen atau variabel bebas (Adiputra et al.,

2021).

1. Variabel Dependen

Variabel dependen yaitu variabel yang bersifat terikat atau tergantung,

dimana hasil yang diperoleh dari variabel independen, variabel disini

adanya nyeri pada shoulder, adanya penurunan kekuatan otot, penurunan

lingkup gerak sendi shoulder, dan penurunan kemampuan fungsional.

2. Variabel Independen

Variabel independen yaitu variabel yang bersifat bebas, dimana akan

sangat mempengaruhi hasil dari variabel dependen. Dalam hal ini variabel

independen adalah pelaksanaan terapi yang akan dilaksanakan dengan


88

modalitas Short Wave Diathermy, Hold Relax Exercise, dan Active

Resisted Exercise.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan


menggunakan status klinis, Visual Analogue Scale (VAS), goniometer,
Manual
Muscle Test (MMT), dan Indeks SPADI
Tabel 3. 1 Instrumen Penelitian
No. Pemeriksaan Definisi Alat Kriteria Penilaian
1 Nyeri Sesuatu rasa yang tidak VAS Dengan cara Menanyakan
nyaman kepada pasien tentang nyeri
yang dirasakan, baik nyeri
diam, tekan, dan gerak.
Pasien diminta untuk
menggerakkan jarum pada
VAS sesuai dengan rasa
nyerinya.

2 Spasme Teknik 0 = tidak terdapat spasme


Pemeriksaan untuk
Palpasi 1 = terdapat spasme
mengetahui kondisi otot
ada atau tidaknya spasme
3 Keterbatasan LGS Tindakan Goniometer Pengukuran lingkup gerak
pemeriksaan yang sendi shoulder pada saat
dilakukan gerakan fleksi, ekstensi,
untuk mengetahui abduksi, adduksi,
lingkup gerak sendi yang bisa eksorotasi, endorotasi. Nilai
dicapai oleh suatu normal dari sendi shoulder
persendian yaitu : a) Sagital : 50˚-0˚-
saat bergerak, baik 150˚, b) Frontal : 170˚-0˚-
secara aktif maupun pasif 75˚, c) Rotasi : 90˚-0˚-75˚
4 Kekuatan Otot Tindakan pemeriksaan yang MMT Nilai 0 = Tidak ada gerakan dan
digunakan untuk mengetahui (Manual tidak ada kontraksi
kekuatan otot Muscle Nilai 1 = Ada kontraksi namun
Test) tidak ada gerakan
Nilai 2 = Ada kontraksi tidak
dapat melawan gravitasi
Nilai 3 = Gerakan melawan
gravitasi
Nilai 4 = Resistance minimal
Nilai 5 = Resistance maksimal
89

No Pemeriksaan Definisi Alat Kriteria Penilaian


5 Aktivitas Fungsional aktivitas gerak sendi bahu Indeks Kriteria penilaiannya yaitu 0 :
dengan tujuan untuk Spadi tidak ada kesulitan,
melakukan gerak 1-3 : menggunakan alat bantu
fungsional seseorang dalam 4-6 : sedikit bantuan orang
kehidupan sehari-hari lain
7-9 : dengan bantuan orang
lain
10 : sangat kesulitan

F. Teknik Analisis Data

Prosedur pengambilan atau pengumpulan data dalam penyusunan

proposal karya tulis ilmiah ini mencakup :

1. Data Primer

a. Pemeriksaan Fisik

Memiliki tujuan untuk mengetahui keadaan fisik pasien yang

pemeriksaannya meliputi tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi,

auskultasi

(IPPA), dan pemeriksaan gerak dasar serta pemeriksaan spesifik

b. Interview

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dengan

cara tanya jawab antara terapis dengan pasien atau dengan keluarga

pasien

(auto anamnesis/hetero anamnesis)

c. Observasi

Dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien selama


90

diberikannya terapi.

2. Data Sekunder

a. Studi Dokumentasi

Pada studi dokumentasi penulis berencana untuk mengamati dan

mempelajari status pasien di Rumah Sakit.

b. Studi Pustaka

Pada studi pustaka penulis mengambil dari buku-buku, e-book,

jurnal atau kumpulan artikel dan bahan kuliah yang berkaitan

dengan kondisi frozen shoulder

G. Metode Pengumpulan Data dan Analisa Data

Data penelitian dikumpulkan dengan cara pengukuran langsung

terhadap pasien, yang ditunjang dengan diagnosis dokter dan assesment

fisioterapi. Setelah itu penulis mengumpulkan data yang ada dari hasil

evaluasi. Langkah selanjutnya menganalisa data diperoleh tahapan-tahapan

sebagai berikut :

1. Mengumpulkan sumber data-data yang dihasilkan sehingga dapat

dijadikan acuan untuk mengetahui perkembangan dan kemunduran

dalam proses terapi.

2. Dari data-data yang sudah diperoleh selanjutnya dievaluasi terapis

secara periodik digunakan untuk perbandingan terhadap hasil yang

telah dicapai pada terapi berikutnya.

3. Menganalisa data dengan cara deskriptif dan dievaluasi untuk

mengetahui perkembangan pasien


91

Dengan menganalisa data, terapis dapat menentukan program terapi

berikutnya untuk dapat mencapai tujuan terapi. Sehingga dapat

diperoleh hasil akhir dari tindakan yang mengalami kemajuan dari

sebelum di terapi.

H. Jalannya Penelitian

Langkah pertama dalam penelitian ini yaitu penulis membuat

proposal penelitian terlebih dahulu. Setelah itu penulis melakukan sidang

proposal. Setelah proposal disetujui, penulis pergi kelahan dan mencari

pasien. Setelah bertemu pasien, penulis dan pasien membuat surat

pernyataan kesediaan menjadi subjek penelitian melalui inform concent.

Selanjutnya jika pasien setuju, maka penulis melakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik seperti vital sign, inspeksi, palpasi, gerak dasar, dan

lainlain. Dari anamnesi dan pemeriksaan tersebut akan terbentuk diagnosa

fisioterapi. Kemudian penulis memberikan intervensi kepada pasien. Yang

terakhir penulis melakukan evaluasi setelah pemberian intervensi.


BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Frozen Shoulder merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan

kaku sendi bahu yang berakibat berkurangnya lingkup gerak sendi bahu.

Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan laki-

laki. Frozen shoulder terjadi pada rentang usia sekitar 40-65 tahun. Frozen

shoulder ditandai dengan adanya nyeri, adanya spasme, adanya kelemahan

otot, keterbatasan lingkup gerak sendi, dan penurunan aktivitas fungsional.

Untuk mengurangi permasalahan fisioterapi pada kondisi frozen shoulder,

modalitas yang dapat diberikan adalah Short Wave Diathermy, Hold Relax

Exercise, dan Active Restricted Exercise. Setelah diberikan terapi tersebut

diharapkan mampu untuk mengurangi nyeri, mengurangi spasme,

meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan lingkup gerak sendi, dan

meningkatkan aktivitas fungsional.

B. Saran

1. Bagi Pasien

Pasien disarankan untuk lebih rutin melakukan latihan yang sudah diajarkan

oleh terapis secara mandiri agar kesembuhan pasien dapat tercapai.


2. Bagi Institusi Kesehatan

Institusi kesehatan diharapkan dapat memberikan informasi yang objektif

mengenai kondisi frozen shoulder serta penanganan yang tepat dalam

menyelesaikan problem yang ada, baik kepada Rumah Sakit atau institusi

kesehatan lainnya.

3. Bagi Fisioterapi

Untuk fisioterapi diharapkan dapat lebih memahami tentang kondisi frozen

shoulder baik definisi, penyebab, tanda gejala maupun penanganannya.

Dengan mengetahui hal tersebut akan memberikan efek positif dari hasil

yang akan dicapai.

4. Bagi Masyarakat

Masyarakat diharapkan lebih memahami tentang masalah frozen shoulder.

Masyarakat diharapkan meminimalisir gaya hidup yang dapat memicu

timbulnya frozen shoulder, diharapkan masyarakat juga menjaga aktivitas

dengan berolahraga secara teratur sesuai kempuannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S. (2011). Biomekanik Shoulder Joint. 1–9.


Adiputra, I. M. S., Trisnadewi, N. W., Oktaviani, N. P. W., & Munthe, S. A. (2021).
Metodologi Penelitian Kesehatan. Yayasan Kita Menulis.
Apley, A. G. (1995). Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley (Edisi 7). Widya
Medika.
94

Ariani, A. P. (2020). Fisioterapi. Nuhamedika.


Bickley, L. S. (2015). Physical Examination and History Taking (11th ed.). EGC.
Bunadi, S. (2006). Perbedaan Pengaruh Pemberian Short Wave Diathermy ( Swd )
Dan Contract Relax and Stretching Dengan Short Wave Diathermy Dan
Transverse Friction Terhadap Pengurangan Nyeri Pada Sindroma Nyeri
Miofasial Otot. Fisioterapi Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta F,
6(1).
Clarkson, H. M. (2000). Musculoskeletal assessment. In The Sports Rehabilitation
Therapists’ Guidebook: Accessing Evidence-Based Practice.
https://doi.org/10.4324/9781003045267-26
Cogan, C. J., Cevallos, N., Freshman, R. D., Lansdown, D., Feeley, B. T., &
Zhang, A. L. (2022). Evaluating Utilization Trends in Adhesive Capsulitis of
the Shoulder: A Retrospective Cohort Analysis of a Large Database.
Orthopaedic Journal of Sports Medicine, 10(1), 1–8.
https://doi.org/10.1177/23259671211069577
Damping, H. (2012). Pengaruh Penatalaksanaan Terapi Latihan Terhadap Kepuasan
Pasien Fraktur Di Irina a Blu Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal
Ilmiah Perawat Manado, 1(1), 92740.
Date, A., & Rahman, L. (2020). Frozen shoulder: Overview of clinical presentation
and review of the current evidence base for management strategies. In Future
Science
OA (Vol. 6, Issue 10). Future Medicine Ltd. https://doi.org/10.2144/fsoa-2020-
0145
Dias, R., Cutts, S., & Massoud, S. (2005). Clinical review Frozen shoulder. Bmj,
331(December), 1453–1456.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1315655&tool=p
mcent rez&rendertype=abstract
Faruqi, T., & Rizvi, T. J. (2022). Subacromial
Bursitis. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541096/
Gillroy, A. M., & MacPherson, B. R. (2008). Atlas Of Anatomy. New York
Stuttgart.
Hayes, K. W., & Hall, K. D. (2014). Agen Modalitas Praktik Fisioterapi (Edisi
Keen). Buku Kedokteran EGC.
Kisner, C., & Colby, L. A. (2002). Therapeutic Exercise Foundations and
Technique (Third Edit). F. A. Davis Company Philadelphia.
Mardiman, S., Parjoto, S., Syatibi, M. M., Sujatno, I., Suharyono, H., Kuntono, H.
P., Wahyono, Y., Basuki, N., & Waluyo, I. (1994). Dokumentasi Persiapan
95

Praktek Profesional Fisioterapi (DP3FT). Akademi Fisioterapi Surakarta


DEPKES RI.
Mezian, K., Chang, K., & Branch, B. (2018). Shoulder , Frozen. March.
Mound, E. (2012). Management of frozen shoulder: a systematic review and
costeffectiveness analysis. Health Technology Assessment, 16(11), 1–243.
https://doi.org/10.1136/bmj.2.351.251
Paulsen, F., & Waschke, J. (2002). Sobotta (Edisi 23).
PERMENKES RI No 65. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi. 65. https://doi.org/1
Purnomo, D., Abidin, Z., & Puspitasari, N. (2017). Pengaruh Short Wave
Diathermy (SWD) dan Terapi Latihan terhadap Frozen Shoulder Dextra.
Jurnal Fisioterapi Dan Rehabilitasi, 1(1), 65–71.
https://doi.org/10.33660/jfrwhs.v1i1.12
Putri, A. R., & Wulandari, I. D. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi Kondisi Frozen
Shoulder E.C Tendinitis Muscle Rotator Cuff Dengan Modalitas Short Wave
Diathermy, Active Resisted Exercise Dan Codman Pendular Exercise. Jurnal
PENA, 32(2), 38–48.
Rakasiwi, A. M., Wulandari, I. D., Prasetyo, E. B., Susanti, N., Nahdliyyah, A. I.,
& Hermawan, A. (2022). Buku Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
Ramirez J. (2019). Adhesive capsulitis: Diagnosis and management. American
Family Physician, 99(5), 297–300.
Robinson, P. M., Norris, J., & Roberts, C. P. (2017). Randomized controlled trial
of supervised physiotherapy versus a home exercise program after
hydrodilatation for the management of primary frozen shoulder. Journal of
Shoulder and Elbow Surgery, 26(5), 757–765.
https://doi.org/10.1016/j.jse.2017.01.012
Sarasua, S. M., Floyd, S., Bridges, W. C., & Pill, S. G. (2021). The epidemiology
and etiology of adhesive capsulitis in the U.S. Medicare population. BMC
Musculoskeletal Disorders, 22(1), 1–12. https://doi.org/10.1186/s12891-
02104704-9
Setyawati, D. (2014). Kombinasi Ultrasound dan Traksi Bahu ke Arah Kaudal
Terbukti Sama Efektifnya dengan Kombinasi Ultrasound dan Latihan Codman
Pendulum dalam Menurunkan Nyeri dan Meningkatkan Kemampuan Aktifitas
Fungsional
Sendi Bahu pada Penderita Sindroma Impingement Suba. Fisioterapi : Jurnal
Ilmiah
Fisioterapi, 14(1), 11.
https://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Fisio/article/view/1107
96

Singh, J. (2018). Textbook Of Electrotherapy (Second Edi). Jaypee Brother Medical


Publishers.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Keperawatan Medical Bedah Brunner dan
Suddarth (Volume 2). EGC.
Snell, R. S. (1997). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran (C. Wijaya (ed.)).
EGC. Soegijanto. (2002). Biomekanik Bahu.
Suharti, A., Sunandi, R., & Abdullah3, F. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi pada
Frozen Shoulder Sinistra Terkait Hiperintensitas Labrum Posterior Superior di
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Jurnal Vokasi Indonesia,
6(1), 51–65. https://doi.org/10.7454/jvi.v6i1.116
Suprawesta, L., Pangkahila, J. A., & Irfan, M. (2015). Pelatihan Hold Relax Dan
Terapi Manipulasi Lebih Meningkatkan Aktivitas Fungsional Daripada
Pelatihan Contract Relax Dan Terapi Manipulasi Pada Penderita Frozen
Shoulder.
WA, A. L. D. P. D., Tirtayasa, K., Sugijanto, S., Samatra, D. P. G., Primayanti, I.
D. A. I. D., & Muliarta, I. M. (2021). Kombinasi Mobilization With Movement
Dan Hold Relax Exercise Lebih Baik Dibandingkan Kombinasi Mobilization
With Movement Dan Active Resistance Exercise Dalam Menurunkan
Disabilitas Pada Kasus Frozen Shoulder Idiopatik Di Denpasar. Sport and
Fitness Journal, 9(1), 1. https://doi.org/10.24843/spj.2021.v09.i01.p01
Wardani, A. B., & Wintoko, R. (2021). Frozen shoulder. Medula, 11(2), 240–246.
https://doi.org/10.1016/S0039-6109(16)34096-8
Widiarti. (2016). Buku Ajar dan Pemeriksaan Fisioterapi (1st ed.). deepublish.
Woodward, T. W., & Best, T. M. (2000). The Painful Shoulder: Part I. Clinical
Evaluation. American Family Physician.
https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2000/0515/p3079.html
Wulandari, I. D. (2021). Bahan Ajar SWD_MWD_AplikasiHasilRisetSWD.
Zubairi Abdillah, O., Kurnianing Putri, A., Arya Nugraha, D., & Maulana Azmi
Putri, A. (n.d.). Pengaruh Modalitas Infra Red Dan Terapi Latihan Hold Relax
Exercise
Dalam Mengurangi Nyeri Dan Meningkatkan Kemampuan Fungsional
Pasien
Tendinitis Bicipitalis.
97

LAMPIRAN

Lampiran 1 Indeks SPADI


Nama Pasien : Nama Terapis :
Alamat : Tgl Pemeriksaan :
Usia Pasien : Pemeriksaan terapi ke-:
Keluhan pasien :
Diagnosis :
No. RM :
Jenis Kelamin :
Agama :
98

Indeks SPADI (Shoulder Pain And Disability Index)


No Jenis aktivitas T1 T2 T3 T4 T5 Nilai

1 Mencuci rambut (keramas) 0-10


2 Menggosok punggung saat mandi 0-10
3 Memakai dan melepas kaos dalam 0-10
(T-shirt)
4 Memakai kemeja berkancing 0-10
5 Memakai celana 0-10
6 Mengambil benda diatas 0-10

7 Mengangkat benda berat (lebih dari 0-10


10 pon)

Keterangan :
0 : Tidak ada kesulitan
1-3 : menggunakan alat bantu
4-6 : sedikit bantuan orang lain
7-9 : dengan bantuan orang lain
10 : sangat kesulitan

Lampiran 2 Lembar Berita Acara Bimbingan Proposal KTI

UNIVERSITAS PEKALONGAN FAKULTAS


ILMU KESEHATAN

Jl. Sriwijaya No. 3 telp. 421466.426800.433447.423668

BERITA ACARA BIMBINGAN PROPOSAL


KARYA TULIS ILMIAH
Pada hari Senin tanggal 30 November 2022 berdasarkan surat keputusan Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Pekalongan perihal petunjuk dosen pembimbing KTI
Nama : Irine Dwitasari Wulandari,SST.FT.,M. Fis
Pangkat/golongan : Penata Muda Tk.I III/b
99

Jabatan : Dosen Pembimbing Akademik


Dengan ini menyatakan bahwa mahasiswa yang tersebut dibawah ini sedang dalam proses
bimbingan proposal KTI :
Nama : Najamudin Ismail
NPM : 1020002971
Judul : PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI FROZEN SHOULDER
DENGAN MODALITAS SHORT WAVE DIATHERMY (SWD), HOLD RELAX EXERCISE,
DAN
ACTIVE RESISTED EXERCISE
NO. TAHAPAN TANGGAL KETERANGAN PARAF
1. Pengajuan Judul 23 November 2022 ACC
2. BAB I 7 Desember 2022 Revisi
3. BAB I, II 13 Desember 2022 Revisi
4. BAB I, II 16 Desember 2022 Revisi
5. BAB I, II, III 23 Desember 2022 Revisi
6 BAB IV dan Daftar Pustaka 27 Desember 2022 ACC
Demikian berita acara bimbingan proposal KTI ini dibuat untuk diketahui dan digunakan
oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Mengetahui Dekan Fakultas
Ilmu Kesehatan Pembimbing

(Rr.Vita Nurlatif,S.KM.,M.Kes) (Irine Dwitasari Wulandari,SST.FT.,M. Fis)

NPP.111009181 NPP.111009194

Lampiran 3 Curiculum Vitae

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Foto
3x4
100

1. Data Pribadi
Nama : Najamudin Ismail
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 22 Tahun
Tempat dan Tanggal Lahir : Pekalongan, 4 September 2000
Tinggi, Berat Badan : 165 cm, 68 kg
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Jl. Melati III No.36 Kemplong, kab. Pekalongan
2. Riwayat Pendidikan
Menyelesaikan studi di MI Muhammadiyah Kauman
Lulus tahun 2013
Menyelesaikan studi di SMP Negeri 1 Wiradesa
Lulus tahun 2016
Menyelesaikan studi di SMA Negeri 3 Pekalongan
Lulus tahun 2019

Lampiran 4 Informed Consent


INFORMED CONSENT PELAYANAN FISIOTERAPI

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :

Umur/Jenis Kelamin :

Alamat :
101

Telah menerima dan memahami informasi yang diberikan mencangkup :

a. Tata cara tindakan pelayanan fisioterapi.


b. Tujuan tindakan pelayanan fisioterapi yang dilakukan.
c. Alternatif tindakan lain
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

Dengan ini menyatakan sesungguhnya memberikan PERSETUJUAN/


PENOLAKAN, untuk diberikan tindakan fisioterapi :

Terhadap :Diri sendiri/Suami/Istri/Anak/Ayah/Ibu


Nama :
Umur/Jenis Kelamin :
Alamat :
Ruang/Kamar
: No. Rekam Medik
:

Pekalongan,

Fisioterapis Yang membuat pernyataan

(.................................) (.............................)
*Coret yang tidak perlu

Anda mungkin juga menyukai