Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN STUDI KASUS

RSKD. DADI PROV. SULAWESI SELATAN

MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA KASUS


“RADICULOPATHY LOW BACK PAIN ET CAUSA
SPONDYLOLISTHESIS L5-S1 DI RSKD. DADI
PROV.SULAWESI SELATAN”

Aidil Syafridah (PO.71.4.241.22.2.003)


Nur Iffah Sasmita Anas (PO.71.4.241.22.2.020)
Sri Wahyuni N (PO.71.4.241.22.2.024)
ST. Khaerun Fathiyah (PO.71.4.241.22.2.025)
Diploma IV Alih Jenjang Fisioterapi

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

PRODI DIPLOMA IV FISIOTERAPI

TAHUN 2023
2
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Fisioterapi

Aidil Syafridah (PO.71.4.241.22.2.003)


Nur Iffah Sasmita Anas (PO.71.4.241.22.2.020)
Sri Wahyuni N (PO.71.4.241.22.2.024)
ST. Khaerun Fathiyah (PO.71.4.241.22.2.025)

Dengan Judul :

“MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA KASUS


“RADICULOPATHY LOW BACK PAIN ET CAUSA SPONDYLOLISTHESIS
L5-S1 DI RSKD. DADI PROV.SULAWESI SELATAN”

Telah disetujui untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam


menyelesaikan praktek klinik di Poli Fisioterapi RSKD. Dadi Prov. Sul-Sel
tanggal 11-30 September 2023 oleh Pembimbing Lahan/Clinical Educator

Makassar, 05 Oktober 2023

Mengetahui,

Clinical Educator, Preceptor,

Nadir, S.St.Ft Dr. Hendrik, SH., S.ST.Ft., M.Kes


NIP. 19651231 1989031 102 NIP. 19670610 199003 1 003

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat

rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyusun laporan

kasus ini yang berjudul “Manajemen Fisioterapi Pada Kasus “Radiculopathy

Low Back Pain Et Causa Spondylolisthesis L5-S1 Di Rskd. Dadi Provinsi

Sulawesi Selatan”.

Laporan kasus ini merupakan salah satu dari tugas praktek klinik di Poli

Fisioterapi RSKD. Dadi Prov. Sul-Sel. Selain itu juga laporan kasus ini bertujuan

memberikan informasi mengenani penatalaksaan fisioterapi untuk kasus tersebut.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak / Ibu dosen Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar.


2. Bapak Dr. Hendrik, SH., S.ST.Ft., M.Kes selaku preceptor Program
Studi Diploma IV di Poli Fisioterapi RSKD. Dadi Prov Sul-Sel.
3. Bapak Nadir, S.St.Ft selaku Clinical Educator di Poli Fisioterapi
RSKD. Dadi Prov Sul-Sel.
4. Kakak-Kakak Fisioterapis di Poli Fisioterapi RSKD. Dadi Prov Sul-Sel

Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak

kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi perbaikan dan penyempurnaan laporan ini.

Makassar, 23 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN KASUS
A. Tinjauan Tentang Anatomi dan Biomekanik Vertebrae
1. Anatomi Vertebrae
a. Tulang Pembentuk Vertebrae
b. Discus IntervertebralisFacet Joint pada Vertebrae
c. Ligamen Vertebrae
d. Otot VertebraeInervasi pada Vertebrae
2. Biomekanik Vertebrae
a. Gerakan Fleksi Lumbal
b. Gerakan Ekstensi LumbalGerakan Lateral Fleksi Lumbal
c. Gerakan Rotasi LumbalB...................Tinjauan Tentang Spondylolisthesis
LumbalDefinisi Spondylolisthesis Lumbal
1. Epidemiologi Spondylolisthesis LumbalPatofisiologi Spondylolisthesis
Lumbal
2. Gambaran Klinis Spondylolisthesis Lumbal

BAB III TINJAUAN ASSESSMENT DAN INTERVENSI FISIOTERAPI


A. Algorithma Assessment Fisioterapi
B. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi
1. Visual Analog Scale (VAS)
2. Schoober TestOswestry Disability Index (ODI)
C. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi
1. Transcutaneus Electrical Nervus Stymulation (TENS)Soft Tissue
Manipulation
2. William FlexionBAB IV PROSES ASSESSMENT FISIOTERAPI

A. Identitas Pasien
B. History Taking
C. Inspeksi/Observasi
D. Pemeriksaan dan Pengukuran Fisioterapi
E. Diagnosa Fisioterapi

iii
F. Problematik Fisioterapi

BAB V PROSES INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI


A. Rencana Intervensi
B. Strategi Intervensi
C. Prosedur Pelaksanaan
D. Edukasi dan Home Program
E. Evaluasi

BAB VI PEMBAHASAN
A. Pembahasan Assessment Fisioterapi
B. Pembahasan Intervensi FisioterapiBAB VII PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Nyeri punggung merupakan keluhan yang sering dijumpai pada

kehidupan sehari-hari. Diperkirakan hampir semua orang pernah

mengalami nyeri punggung semasa hidupnya. Nyeri punggung bawah

tetap menjadi beban kesehatan masyarakat yang utama diseluruh dunia

industri, dari data epidemiologi menunjukan nyeri punggung bawah masuk

pada urutan yang ke 19 dengan presentase 27% dan prevalensi dirasakan

seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin 2012).

Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya

juga menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekauan

pada otot atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar

tulang vertebralis yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak

fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada

tulang belakang hingga ke pinggang (Rahayu, 2013).

Spondylolisthesis Lumbal (spon-dee-lo-lis-thee-sis) adalah suatu

kondisi tulang belakang dimana salah satu vertebra bergeser ke depan atau

ke belakang dengan vertebra selanjutnya. Bergeser ke depan vertebra yang

lain disebut sebagai anterolisthesis, sedangkan bergeser ke belakang

disebut sebagai retrolisthesis (Eck, 2012). Spondylolisthesis menunjukkan

suatu pergeseran ke depan satu korpus vertebra bila dibandingkan dengan

vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan

lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan

1
tetapi hal tersebut dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi.

Pergeseran tulang belakang ini menyebabkan adanya rasa nyeri pada

daerah punggung bawah, penurunan kekuatan otot abdominal dan anggota

gerak bawah, spasme otot hamstring, dan penurunan lingkup gerak sendi

(LGS) vertebra lumbal sehingga menyebabkan penurunan kemampuan

aktivitas fungsional sehari-hari.

Spondilolisthesis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang

asimtomatis. Di Amerika Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia

lebih dari 40 tahun mengalami Spondilolisthesis lumbalis, meningkat dari

3% pada individu berusia 20-29 tahun. Di dunia Spondilolisthesis lumbal

dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini meningkat, dan

mungkin tidak dapat dihindari, (Mahadewa dan Maliawan, 2009).

Adanya nyeri yang disebabkan oleh spondylolisthesis lumbal dapat

menyebabkan gangguan impairment berupa nyeri pada punggung bawah,

terbatasnya fleksibilitas lumbal, adanya kelemahan otot perut dan

punggung. Fungsional limitation berupa kesulitan melakukan gerakan

membungkuk, berjalan dalam waktu yang lama dan duduk dalam waktu

yang lama karena adanya nyeri yang dirasakan. Disability dalam aktifitas

sehari-hari seperti tidak lagi dapat mengikuti kegiatan-kegiatan social

masyarakat di lingkungannya. Fisioterapi dalam hal ini memegang peranan

untuk mengembalikan dan mengatasi gangguan impairment, fungtional

limitation dan disability tersebut sehingga pasien dapat beraktifitas

kembali. (IFI, 2016).

2
BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Tinjauan Tentang Anatomi Biomekanik Vertebrae

1. Anatomi Vertebrae

a. Tulang Pembentuk Vertebrae

Tulang vertebra lumbal tersusun 5 vertebra yang bersendi satu

sama lain yang berperan penting dalam menjalankan fungsinya

untuk menyangga tubuh dan alat gerak tubuh. Susunan vertebra

secara umum terdiri dari corpus, arcus, dan foramen vertebra.

Keterangan Gambar 2.1

1. Vertebra Cervical I-VII

2. Vertebra Thoracal I-XII

3. Vertebra Lumbal I-V

4. Os.Sacrum

5. Os.Coccygae

6. Atlah

7. Axis

8. Vertebrae Prominens

9. Foramen Intervertebralis

10. Promotorium Gambar 2.1 Vertebrae

Keterangan Gambar 2.2 (a)

1. Proc.Spinosus

2. Proc.Transversus

3. Proc.Articularis Superior Gambar 2.2 (a) Arkus

3
4. Incisura Vertebralis Superior

5. Corpus Vertebrae

6. Incisura Vertebralis Inferoir

Keterangan Gambar 2.2 (b)

1. Proc.Spinosus

2. Proc.Articularis Inferior

3. Proc.Articularis Superior

4. Proc.Transversus

5. Incisura Vertebralis Gambar 2.2 (b) Axis

b. Discus Intervertebralis

Merupakan struktur penghubung antara ruas vertebra yang

cukup besar (Sugijanto, 2009). Fungsi utama diskus

intervertebralis adalah memisahkan antara 2 korpus vertebra

sedemikian rupa sehingga dapat terjadi pergerakan dan cukup kuat

untuk menahan beban kompresi. Kontribusinya sekitar sepertiga

dari panjang total tulang belakang lumbal, sedang di bagian tulang

belakang lainnya kurang lebih seperlimanya.

Setiap diskus terdiri dari 3 komponen yaitu, (1) nukleus

sentralis pulposus gelatinous, yang berperan dalam mengganjal

anulus fibrosus dari dalam dan mencegahnya tertekuk ke dalam,

(2) anulus fibrosus ya ng mengelilingi nukleus pulposus, terdiri

dari lamina – lamina konsentrik serabut kolagen, pada setiap

lamina serabutnya paralel, serabut terdalam anulus fibrosus menge

4
lilingi nukleus pulposus dan terlekat pada vertebral endp late,

sedangkan serabut bagian luarnya ligamentum dari anulus

fibrosus, serabut– serabut anulus fibrosus bergabung sempurna

membentuk Ligamentum Longitudinal anterior dan ligamentum

longitudinal posterior, (3) sepasang vertera endplates yang

mengapit nukleus ermukaan permukaan datar teratas dan terawah

dari diskus merupakan vertebral endplate (Kusumaningrum,

2014). Derajat gerakan (Sudaryanto, 2013) yaitu :

1) Tilting ke depan-belakang dalam bidang sagital sebagi

fleksiekstensi, sebagai anterior-posterior glide.

2) Tilting kesamping kanan-kiri dalam bidang frontal sebagai

lateral fleksi kanan-kiri, bidang frontal sebagai gerak gesek

kanan-kiri.

3) Rotasi kanan-kiri dalam bidang trasversal sebagai rotasi

kanankiri, gliding sumbu longitudinal sebagai traksi-kompresi

Gambar 2.3 Diskus Intervertebralis

5
c. Facet Joint pada Vertebrae

Sendi facet dibentuk oleh processus articularis superior

bawah dengan processus articularis inferior dari vertebra atas.

Sendi facet termasuk dalam non-axial diarthrodial joint. Setiap

sendi facet mempunyai cavitas articular dan terbungkus oleh

sebuah kapsul. Gerakan yang terjadi pada sendi facet adalah

gliding yang cukup kecil. Besarnya gerakan pada setiap vertebra

sangat ditentukan oleh arah permukaan facet articular. Pada regio

lumbal kecuali lumbosacral joint, facet articularis-nya terletak

lebih dekat kedalam bidang sagital. Karena bentuk facet ini, maka

vertebra lumbal sebenarnya terkunci melawan gerakan rotasi

sehingga rotasi lumbal sangat terbatas (Sudaryanto, 2004).

d. Ligamen pada Vertebrae

Ligamen pada Vertebrae berperan sebagai stabilitas pasif.

Adapun ligament pada vertebrae terdiri dari :

1) Ligamen Longitudinal Anterior yang melekat pada bagian

anterior tiap diskus dan anterior korpus vertebrae, ligament ini

mengontrol gerak ekstensi.

2) Ligamen Longitudinal Posterior yang memanjang dan

melekat pada bagian posterior diskus dan posterior vertebra.

Ligament ini berfungsi untuk mengontrol gerakan fleksi

3) Ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina

yang berfungsi melindungi medulla spinalis dari posterior.

6
4) Ligament Transversum melekat pada tiap processus

transversus yang berfungsi dalam mengontrol gerakan fleksi.

5) Ligament Interspinosus menghubungkan prosesus spinosus

yang berdekatan. Hanya duapertiga yang benar – benar

ligamentum, sepertiganya bersatu dengan ligamentum

supraspinosus. Ligamentum ini berperan dalam mencegah

terpisahnya 2 vertebra.

6) Ligament Supraspinosus berada di garis tengah di bagian

dorsal prosesus spinosus, di mana ia melekat. Selain

membentuk ligamentum, ia merupakan serabut terdineus dari

otot punggung, dan tidak tambak di bawah level L3.

7) Ligament Intertransversus Ligmen ini merupakan suatu

membran yang membentang antara prosesus transversus dan

merupakan sistem fascial yang memisahkan otot – otot di

bagian ventral dan posterior.

8) Ligament Iliolumbal mengikat prosesus transversus L5 ke

ilium. Pada usia – usia awal ia bersifat muskular dan

merupakan komponen L5 dari iliokostalis lumborum, seiring

bertambahnya usia akan mengalami metaplasia fibrosa.

Ligamentum ini menahan terluncurnya ke depan, menekuk ke

lateral dan rotasi aksial vertebra L5 terhadap sacrum.

7
e. Otot pada Vertebrae

Otot pada Vertebrae berperan sebagai stabilitas aktif yang

berfungsi dalam penggerak lumbal yang terletak di sebelah

anterior, lateral, maupun posterior. Adapun otot-otot vertebrae :

Keterangan Gambar 2.3

1. M. Serratus Anterior

2. M. Serratus Posterior

3. M. Oblique Eksternus

4. M. Intercostalis Internus

5. M. Intercostalis Eksternus

6. M. Oblique Externus

7. M. Oblique Internus

8. M. Piramidalis
Gambar 2.4. Anterior Muscle
9. M. Rectus Abdominis

Keterangan Gambar 2.4

1. M. Deltoid

2. M. Teres Major

3. M. Infraspinatus

4. M. Thoromboid Major

5. M. Lattisimus Major

6. M. Lattisimus Dorsi

7. M. Oblique Eksternus

8. M. Thoracolumbal Fascia

9. M. Trapezius Gambar 2.5. Back Muscle

8
Keterangan Gambar 2.5

1. M. Oblique Internus Abdominis

2. M. Intertransversalis Lateralis

3. Lumborum

4. M. Oblique Eksternus Abdominis

5. M. Multifidi

6. M. Transversus Abdominis

7. M. Quadratus Lumborum
Gambar 2.6. Local Muscle

f. Inervasi pada Vertebrae

Saraf vertebra L1-L4 membentuk basis pleksus lumbal,

seringkali juga turut dibentuk oleh ramus anterior saraf vertebra

T12. Pleksus lumbal adalah penghubung dari serabut saraf yang

menyuplai kulit dan otot pada ekstremitas inferior. Pada setiap

level vertebra, sepasang saraf vertebra meninggalkan spinal cord

melalui foramen intervertebra. Setiap saraf dibagi menjadi serabut

saraf anterior dan posterior. Ramus anterior akar saraf vertebra L1-

L4 dibagi menjadi beberapa saraf. Saraf tersebut saling

berkombinasi membentuk 6 saraf tepi utama pada pleksus lumbal.

Saraf-saraf ini kemudian menuruni dinding abdomen posterior

untuk menuju ekstremitas inferior dimana target struktur

persarafannya berada. Adapun saraf-saraf tepi dari pleksus lumbal

yaitu : (Kristen, 2017).

9
Tabel 2.1. Saraf Terpi dari Pleksus Lumbal

Akar
No Nama Saraf Fungsi Motorik Fungsi Sensorik
Persarafan

Mempersarafi Mempersarafi
L1 dengan otot internal daerah kulit
Iliohypogastri
1. konstribusi oblique dan posterolateral
c
dari T12 transversus gluteal pada regio
abdominis pubis

Mempersarafi
daerah kulit pada
upper middle
Mempersarafi
thigh, juga daerah
otot internal
penis dan anterior
2. Ilioinguinal L1 oblique dan
skrotum pada
transversus
pria, serta daerah
abdominis
mons pubis dan
labia majora pada
wanita.

Mempersarafi
daerah kulit
anterior skrotum
(pada pria), mons
Mempersarafi pubis dan labia
3. Genitofemoral L1, L2
otot kremaster majora (pada
wanita), serta
pada bagian
upper anterior
thigh

Mempersarafi
Lateral bagian anterior
4. L2, L3 -
Kutaneus dan lateral paha
ke tingkat lutut

Mempersarafi Mempersarafi
5. Obturator L2, L3, L4
otot obturator daerah kulit pada

10
eksternus,
pectineus,
adductor longus,
bagian medial
adductor brevis,
paha
adductor
magnus, dan
gracilis
Mempersarafi
Mempersarafi
otot iliacus,
daerah kulit pada
pectineus,
6. Femoral L2, L3, L4 bagian anterior
Sartorius, dan
paha dan medial
grup quadriceps
kaki
femoris

2. Biomekanik Vertebrae

Biomekanik adalah sendi tentang struktur dan fungsi dari sistem

biologis dengan mekanika. Ditinjau dari keluasan gerak sendinya

termaksuk amphiartrosis (hyaline joint). Adapun bidang geraknya

antara lain bidang gerak sagital, trasversal dan frontal. Sedangkan

gerakan yang terjadi yaitu fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi.

(Kapanji, 2010).

a. Gerakan Fleksi Lumbal

Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis gerakan

frontal. Sudut yang normal gerakan fleksi lumbal sekitar 60°.

Gerakan ini dilakukan oleh otot fleksor yaitu otot recturabdominis

dibantu oleh otot-otot esktensor spinal (Kapanji, 2010).

b. Gerakan Ekstensi Lumbal

11
Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis frontal,

sudut ekstensi lumbal sekitar 35°. Gerakan ini dilakukan oleh otot

spinalis 18 dorsi, otot longisimus dorsi dan iliococstalis lumborum

(kapanji, 2010).

c. Gerakan Lateral Fleksi Lumbal

Terjadi di bidang horizontal dengan aksis melalui processus

spinosus dengan sudut normal yang dibentuk 45° dengan otot

pergerakan utama M. iliocostalis lumborum untuk rotasi ipsi

leteral dan kontra lateral, bila otot berkontraksi terjadi rotasi ke

pihak berlawanan oleh m. obliques eksternal abdominis. Gerakan

ini dibatasi oleh rotasi samping yang berlawanan dan ligamen

interspinosus (Kapanji, 2010).

d. Gerakan Rotasi Lumbal

Gerakan pada bidang frontal dan sudut normal yang di bentuk

sekitar 30° dengan otot pergerakan m. Abliques internus

abomiminis, m rektus abdominis. Pada posisi normal, seharusnya

semua komponen struktur stabilitator terjadi harmonisasi gerak,

yaitu antara otot dan ligamen. Bagian lumbal mempunyai

kebebesan yang besar sehingga mempunyai kemungkinan cidera

yang besar walaupun tulang-tulang vertebra dan ligament di

daerah punggung lebih kokoh (Cailliet, 2003). Posisi berdiri sudut

normal lumbosakral untuk laki-laki 30° dan wanita 34°. Semakin

besar sudut lumbosacral, semakin besar kurva lordosis, begitu pula

sebaliknya (kepandji, 2010).

12
Gerakan fleksi trunk 50% juga berasal dari rotasi pelvis,

demikian juga geraka dari posisi membungkuk ke berdiri

(fleksiekstensi) juga akan terjadi rotasi pelvis ke depan yang

diikuti ekstensi tulang belakang. Beban pergerakan dari fleksi 90°

ke 45° akan ditanggung oleh ligament sedangkan beban dari fleksi

45° ke posisi tegak akan di tanggung oleh otot. Tekanan intra

discus di daerah lumbal pada posisi tidur terlentang 20 kg. Tidur

miring 75 kg, duduk tegak 175 kg, duduk membungkuk 190 kg.

Jadi tekanan intradiskus pada posisi tegak lebih rendah dari pada

posisi membungkuk, dan tekanan intradiskus yang paling kecil

adalah posisi tidur terlentang (Cailliet, 2003).

B. Tinjauan Tentang Spondylolisthesis Lumbal

1. Definisi Spondylolisthesis Lumbal

Spondylolisthesis Lumbal (spon-dee-lo-lis-thee-sis) adalah suatu

kondisi tulang belakang dimana salah satu vertebra bergeser ke depan

atau ke belakang dengan vertebra selanjutnya. Bergeser ke depan

vertebra yang lain disebut sebagai anterolisthesis, sedangkan bergeser

ke belakang disebut sebagai retrolisthesis (Eck, 2012).

Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran ke depan satu korpus

vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya.

Umumnya terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints)

dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat

terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi. Pergeseran tulang belakang ini

13
menyebabkan adanya rasa nyeri pada daerah punggung bawah,

penurunan kekuatan otot abdominal dan anggota gerak bawah, spasme

otot hamstring, dan penurunan lingkup gerak sendi (LGS) vertebra

lumbal sehingga menyebabkan penurunan kemampuan aktivitas

fungsional sehari-hari.

Gambar 2.7. Kondisi Spondylolisthesis Lumbal

2. Epidemiologi Spondylolisthesis Lumbal

Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan

lumbosakral (kecil bagian belakang dan bagian belakang panggul)

yang kecil, sendi facet tidak kompeten, yang dapat bersifat kongenital

(bawaan), disebut sebagai spondilolisthesis displastik, atau mungkin

terjadi selama masa remaja karena patah tulang atau cedera pada salah

satu tulang-tulang belakang dari kegiatan olahraga terkait seperti

angkat berat, berlari, berenang, atau sepak bola yang menyebabkan

seseorang memiliki spondilolisthesis isthmic.

3. Patofisiologi Spondylolisthesis Lumbal

14
Spondylosis terjadi diawali dengan adanya pergeseran kedepan

satu korpus vertebra dengan vertebra yang terletak dibawahnya.

Umumnya terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints)

dimana vertebra L5 bergeser (slip) diatas vertebra S1, akan tetapi hal

tersebut dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi. Pergeseran

tulang belakang ini menyebabkan adanya rasa nyeri pada daerah

punggung bawah, penurunan kekuatan otot abdominal dan anggota

gerak bawah, spasme otot hamstring, dan penurunan lingkup gerak

sendi (LGS) vertebra lumbal sehingga menyebabkan penurunan

kemampuan aktivitas fungsional sehari-hari. Ada lima jenis utama dari

Spondilolisthesis dikategorikan oleh sistem klasifikasi Wiltse:

a. Displatik

1) Sendi facet memungkinkan pergeseran kedepan

2) Lengkungan neutral biasanya masih utuh

b. Isthmic

1) Lesi pada pars

2) Terdapat 3 subtipe : fraktur stress, pemanjangan dari pars, dan

fraktur pars akut

c. Degeneratif

Spondilolisthesis bisa disebabkan oleh penuaan, umur, dan

keausan tulang, jaringan, otot-otot, dan ligamen tulang belakang

disebut sebagai spondilolisthesis degeneratif.

d. Trauma

15
Setelah kecelakaan besar atau trauma untuk kembali

menghasilkan kondisi yang disebut spondilolisthesis trauma.

e. Patologis

Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling

langka, disebut spondilolisthesis patologis. Jenis Spondilolisthesis

terjadi karena kerusakan pada elemen posterior dari metastasis

(kanker sel-sel yang menyebar ke bagian lain dari tubuh dan

menyebabkan tumor) atau penyakit tulang metabolik. Jenis ini

telah dilaporkan dalam kasus-kasus penyakit Paget tulang

(dinamai Sir James Paget, seorang ahli bedah Inggris yang

menggambarkan gangguan kronis yang biasanya menghasilkan

tulang membesar dan cacat), tuberkulosis (penyakit menular

mematikan yang biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat

menyebar ke bagian lain dari tubuh), tumor sel raksasa, dan

metastasis tumor.

4. Gambaran klinis pada Spondylolisthesis Lumbal

Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis

pergeseran dan usia pasien. Selama tahun-tahun awal kehidupan,

presentasi klinis dapat berupa nyeri punggung bawah ringan yang

sesekali dirasakan pada panggul dan paha posterior, terutama saat

beraktivitas. Gejala jarang berkorelasi dengan tingkat pergeseran,

meskipun mereka disebabkan ketidakstabilan segmental. Tanda

neurologis seringkali berkorelasi dengan tingkat selip dan melibatkan

16
motorik, sensorik, dan perubahan refleks yang sesuai untuk

pelampiasan akar saraf (biasanya S1).

Gejala yang paling umum terjadi pada Spondylolisthesis adalah :

a. Nyeri punggung bawah, Hal ini sering lebih memberat dengan

latihan terutama dengan ekstensi tulang belakang lumbal

b. Beberapa pasien dapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan,

atau kelemahan pada kaki karena kompresi saraf. Kompresi parah

dari saraf dapat menyebabkan hilangnya kontrol dari usus atau

fungsi kandung kemih.

Keketatan paha belakang dan penurunan jangkauan gerak dari

punggung bawah Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya

lebih tua dan datang dengan nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio

neurogenik, atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut.

BAB III

17
TINJAUAN ASSESSMENT DAN INTERVENSI FISIOTERAPI

A. Algorithma Assessment Fisioterapi

Algorithma Assessment Fisioterapi berdasarkan Evidence Based

Practice dan Clinical Practice Guidelines terhadap kasus yang di tangani :

ALGORHITMA ASSESSMENT PADA SPONDYLOSIS LUMBAL

Nama Pasien :Ny. J Umur : 58 Tahun Gender : Perempuan

Kondisi/Penyakit : Specific Low Back Pain With Radiculopathy Pain

History Taking :
Sebenarnya pasien sudah merasakan nyeri karena terjatuh sejak beberapa tahun yang lalu tetapi pasien
menghiraukannya. Dan pada seminggu yang lalu pasien merasakannya nyeri yang sangat hebat hingga
ke tungkainya, akhirnya pasien konsul ke dokter saraf dan sempat menjalan rawat inap.Hasil rontgen
menunjukkan adanya pergeseran L5 terhadap S1 sehingga pasien di rujuk ke fisioterapi.
.

Inspeksi :
Statis : Wajah pasien terlihat cemas, terdapat tightness pada back muscle, dan terdapat perubahan
kontur pada back muscle dengan kondisi hyperlordosis pada lumbal.
Dinamis : Pasien dapar berjalan tanpa alat bantu dan bantuan orang lain, posisi pelvic tidak seimbang,
dan pola jalan tidak normal

Pemeriksaan Fisik

Tes Gerak : Palpasi :


Terjadi keterbatasan Tightness / Spasme Pemeriksaan Pengukuran
akibat nyeri pada gerakan pada back muscle Fisioterapi : Fisioterapi :
fleksi lumbal. Dan lateral terutama pada -Schoober Test :
fleksi lebih terbatas pada o Fleksi : selisih 10 cm
M.Erector Spine - Tes Kompresi :
sisi kiri daripada sisi o Ekstensi : selisih 6 cm
kanan. Nyeri L5-S1
- PACVP : Hard o Lat.Kanan : 1 cm
Endfeel. o Lat.Kiri : 4 cm
- SLR : + < 45° - Fungsional Lumbal
- Myotome Test : (+) (ODI) : 57% (Dis.Parah)
- Nyeri tekan
Pengukuran Nyeri segmen L5-S1
(VAS) dengan Hasil - Nyeri tekan pada
- Nyeri Diam : 2 M. Erector Spine
- Nyeri Tekan :7 - Nyeri Gerak
Fleksi Ekstensi
- Nyeri Gerak : 5 Lumbal Memperkuat Diagnosa dengan foto MRI

Diagnosa :
Gangguan Aktivitas Fungsional Lumbal Akibat Low Back Pain Et Causa
Spondylolisthesis Lumbal Segmen L5-S1

B. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi

18
1. Visual Analog Scale (VAS)

Pada tahun 1994, International Association for the Study of Pain

(IASP) mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensorik dan

emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan kerusakan jaringan

yang aktual atau menggambarkan istilah adanya kerusakan.

Pengetahuan tentang nyeri saat ini menunjukkan adanya proses neural

yang komplek saat terjadinya nyeri dan adanya modulasi pengalaman

nyeri yang terjadi pada beberapa lokasi dalam sistem saraf perifer dan

seluruh sistem saraf pusat.

VAS merupakan sistem pengukuran nyeri yang lebih sensitif

dibandingkan metode-metode lain. VAS terdiri dari sebuah garis lurus

yang horizontal sepanjang 10 cm yang tidak diberikan pembagian

skala. Awal garis menunjukkan tidak ada nyeri sedangkan akhir garis

menunjukkan nyeri tidak tertahankan. Pasien diminta untuk menandai

di sepanjang garis tersebut sesuai dengan level intensitas nyeri yang

dirasakan pasien (ukuran centimeter), dengan skala 1-10. Skor

menunjukkan level intensitas nyeri pasien dan dijadikan evaluasi

kemajuan pengobatan/terapi selanjutnya.

Adapun kriteria pengukuran diatas adalah :

1) Nilai 0 : Tidak nyeri


2) Nilai 1-3 : Nyeri ringan
3) Nilai 3-7 : Nyeri sedang
4) Nilai 7-9 : Nyeri berat
5) Nilai 9-10 : Nyeri tak tertahankan.

2. Tes Fleksibilitas Lumbal

19
Pengukuran fleksibilitas lumbal, kita dapat mengetahui gambaran

kemampuan gerak tulang belakang dan mengidentifikasi penurunan

fleksibilitas seseorang. Pengukuran fleksibilitas lumbal bervariasi

seperti Modified Sit and Reach, Static Flexibility Test-Shoulder dan

wrist,Standing Trunk Flexion,Double inclinometer, Modified Schober

Test (MST), dan lain-lain.16,17 Pengukuran yang akandigunakan

untuk mengukur fleksibilitas lumbal pada penelitian adalah Modified

Schober Test (MST). Schober Test merupakan pengukuran yang paling

sederhana dengan metode noninvasif.

a. Instruksi : Pengukuran awal dibuat saat pasien dalam posisi Zero

starting dan pengukuran selanjutnya dibuat dalam akhir ROM saat

fleksi lumbal.

b. Penatalaksanaan :

1) Posisikan pasien berdiri tegak

2) Sebuah garis acuan dibuat pada daerah punggung bawah yang

menghubungkan kedua dimples of pelvic (kurang lebih

setinggi tuberkel vertebra sakral

3) Kemudian dibuat dua tanda pada garis tengah punggung

(sepanjang vertebra lumbal dan sakral). Tanda pertama 5 cm

dibawah garis acuan dan tanda kedua 10 cm diatas garis acuan

(jadi jarak kedua tersebut adalah 15 cm).

4) Kemudian pasien disuruh membungkuk semaksimal mungkin

5) Lalu jarak antara kedua tanda tadi diukur kembali.

20
c. Interpretasi : Fleksibilitas lumbal dikatakan baik jika nilai

perbedaan jarak kedua tanda dalam posisi tegak dan dalam posisi

membungkuk minimal 5 cm atau lebih 20 cm (≥5 cm).

Gambar 3.1 Modified Schoober Test (MST)

3. Oswestry Disability Disorder (ODI)

Oswestry Disability Indeks didesai untuk membantu fisioterapi

mendapatkan informasi tentang bagaimana nyeri yang diderita pasien

dapat berdampak pada kemampuan fungsional pasien sehari-hari.

a. Tujuan : menilai keterbatasan fungsional pada nyeri punggung

b. Persiapan Alat : alat ukur fungsional dan nyeri (ODI)

c. Persiapan pasien : Jelaskan prosedur test kepada pasien untuk

mengurangi kecemasan pasien serta untuk memastikan pasien

kooperatif selama pelaksanaan test.

21
d. Teknik Pelaksanaan :

1) Pasien diberi 10 sesi, masing-masing berisi 6 pertanyaan.

2) Pasien diminta untuk membaca setiap pernyaan yang ada

dalam 10 sesi tersebut dan menandai pernyataan yang paling

sesuai dengan keaadannya

3) Setiap sesi memiliki nilai 0 hingga 5, tergantung pernytaan

yang dipilih pasien.

4) Pernyataan pertama dalam tiap sesi bernilai 0, yang kedua

bernilai 1, dan seterusnya.

5) Semua sesi yang telah dijawab kemudian dinilai dan

dijumlahkan, kemudian dihitung dengan rumus

DS = JN : 50 X 100%

Keterangan :

JN = Jumlah nilai

DS = Disability Score (Nilai Ketidakmampuan)

Table 3.2 Oswestry Disability Index/ODI

Item di ODI Pernyataan Skor

Ssaya saat ini tidak memiliki rasa sakit 0


Rasa sakit ini sangat ringan 1
Intensitas Saat ini rasa sakit cukup berat 2
Nyeri Rasa sakit ini cukup parah 3
Rasa sakit ini sangat parah 4
Rasa sakit yang tidak ketertahanan 5

22
Tidak ada gangguan mandi dan berpakaiyan 0
Masih dapat melakukan mencuci dan mandi
1
meskipun menyebabkan sedikit rasa sakit
Perawatan Mencuci dan berpakaian meningkatkan rasa sakit,
Diri namu masih mampu melakukannya 2

Mencuci dan berpakaian meningkatkan rasa sakit


dan saya merasa perlu untuk mengubah cara saya 3
melakukannya
karena rasa sakit, saya tidak dapat mencuci dan
4
berpakaian tanpa bantuan
Karena rasa sakit, saya tidak dapat melakukannya 5
Saya bisa mengangkat beban berat tanpa rasa sakit 0
Saya dapat mengangkat beban yang berat, namun
1
hal itu menyebabkan sedikit rasa sakit
Mengangkat Nyeri membuat kesulitan mengangkat beban berat
dari lantai namun benda saya posisikan untuk 2
mengurangi nyeri saat mengangkat
Nyeri mencegah saya dari mengangkat beban berat
3
dari lantai
Nyeri mencegah saya dari mengangkat beban berat,
4
tapi saya bisa mengangkat setengah dari beban
Saya hanya bisa mengangkat beban sangat ringan 5
Saya tidak memiliki rasa sakit saat berjalan 0
Saya punya sedikit rasa sakit saat berjalan, tetapi
1
tidak meningkat saat berjalan
Berjalan Saya tidak bisa berjalan lebih dari 1 mil tanpa
2
timbul rasa sakit
Saya tidak bisa berjalan lebih dari ½ mil tanpa
3
timbul rasa sakit
Saya tidak bisa berjalan lebih dari ¼ mil tanpa
4
timbul rasa sakit

23
Saya tidak bisa berjalan sama sekali 5
Saya bisa duduk di kursi apapun selama saya suka 0
Saya hanya bisa duduk di kursi favorit saya 1
Duduk Nyeri mencagah saya duduk lebih dari 1 jam 2
Nyeri mencagah saya duduk lebih dari ½ jam 3
Nyeri mencagah saya duduk lebih dari 10 jam 4
Saya menghindari duduk karena meningkatkan
5
rasa sakit
Saya dapat berdiri selama saya inginkan tanpa
0
menambah nyeri
Saya dapat berdiri selama yang saya inginkan tetapi
1
menambah nyeri
Berdiri
Nyeri menghambat saya berdiri lebih dari 1jam 2
Nyeri menghambat saya berdiri lebih dari ½ jam 3
Nyeri menghambat saya berdiri lebih dari 10 menit 4
Nyeri menghambat saya berdiri 5
Saya tidak memiliki rasa sakit di tempat tidur 0
Tidur Saya mendapatkan sakit di tempat tidur tetapi tidak
1
menggagu tidur saya
Karena sakit tidur malam normal saya berkurang
2
dari ¼ waktu tidur sebelumnya
Karena sakit tidur malam normal saya berkurang
3
dari ½ waktu tidur sebelumnya
Karena sakit tidur malam normal saya berkurang
4
dari ¾ waktu tidur sebelumnya
Nyeri membuat saya tidak tidur sama sekali 5
Kehidupan sosial saya normal 0
Kehidupan sosial saya normal, ada sedikit rasa sakit 1
Kehidupan Nyeri tidak berpengaruh signifikat terhadap
2
sosial kehidupan sosial saya, tidak membatasi aktivitas
Nyeri telah membatasi kehidupan sosial saya dan
3
saya tidak sering pergi ke luar

24
Nyeri telah membatasi kehidupan sosial saya di
4
rumah
Saya hampir tidak memiliki kehidupan sosial 5
Saya tidak merasa sakit saat perpergian 0
Saya merasakan sedikit rasa sakit saat berpergian
1
tapi tidak terganggu
Berpergian Saya merasakan sakit saat berpergian tapi tidak
2
terlalu berat
Saya mencari jenis-jenis alternative wisata 3
Saya merasakan sakit ekstra saat berpergian, yang
4
memaksa saya mencari jenis-jenis alternative wisata
Nyeri membatasi saya dalam berpergian 5
Pekerjaan/aktivitas kerja normal tetapi
0
menyebabkan sedikit nyeri

Urusan rumah tangga/altivitas kerja normal


menambah nyeri, tetapi saya dapat melakukan 1
semua yang membutuhkan saya

Saya dapat melakukan sebagian urusan rumah


tangga/tugas rumah tetapi nyeri menghambat saya
Pekerjaan/ melakukan aktivitas yang membutuhkan kegiatan 2
Rumah fisik (misalnya mengangkat, membersihkan
Tangga rumah)
Nyeri menghambat saya melakukan sesuatu
3
kecuali kerjaan ringan
Nyeri menghambat saya melakukan aktivitas
4
pekerjaan/urusan rumah tangga sehari-hari
Nyeri mencegah saya melakukan aktivitas
5
pekerjaan/urusan rumah tangga sehari-hari
Sumber : (trisnowiyanto, 2012)

25
Interprestasi :

1) 0% - 20% (Disabilitas minimal) : pasien dapat melakukan

aktivitas sehari-hari tanpa terggangu oleh rasa nyeri

2) 21% - 40% (Disabilitas sedang) : pasien merasakan nyeri yang

lebih dan mulai kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-

hari seperti duduk, menngangkat barang dan berdiri

3) 41% - 60% (Disabilitas parah) : nyeri terasa sepanjang waktu

dan aktivitas sehari-hari mulai terganggu karena rasa nyeri

4) 61% - 80% (Disabilitas sangat parah) : nyeri yang timbul

menggangu selurug aktivitas sehari-hari

5) 81% - 100% : pasien sudah sangat tersiksa oleh nyeri yang

timbul (trisnowiyanto, 2012)

C. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

1. Transcutaneus Electrical Nervus Stymulation (TENS)

Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation merupakan alat yang

dioprasikan dengan baterai kecil dan menggunakan transmisi listrik

dan bermanfaat mengurangi nyeri. Elektroda diletakkan di daerah yang

mengalami nyeri. Mesin dihidupkan dan arus listrik disalurkan lewat

elektroda. Perasaan geli terasa dibawah kulit dan otot. Sinyal ini

berfungsi mengganggu sinyal nyeri. (Agung Wahyu Permadi 2018).

a) Efek Fisiologi TENS

TENS melibatkan pemberian aliran listrik lemah melalui

elektroda yang ditempel di permukaan kulit. Elektroda tersebut

26
dipasang di bagian tubuh tertentu, kemudian arus dialirkan melalui

kabel dengan intensitas dan frekuensi yang disesuaikan untuk

menghasilkan efek. (Agung Wahyu Permadi 2018).

Mekanisme analgesi yang ditimbulkan oleh TENS dijelaskan

dengan mekanisme gate control (membiasakan nyeri dengan

presepsi sensoris yang lain). Dan perangsangan morfin endogen.

Teori gate control oleh mellzack dan Wall menjelaskan bahwa

impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme

pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Serabut saraf dengan

diameter kecil yang membawa stimulus nyeri akan melalui pintu

yang sama dengan serabut berdiameter besar. Apabila kedua

Serabut saraf tersebut secara bersama-sama melewati pintu yang

sama maka serabut yang lebih besar akan menghambat hantaran

impuls dari serabut yang lebih kecil. Gerbang biasanya tertutup,

menghalang transmisi nosiseptif melalui serabut C dari sel perifer

ke sel-T secara konstan. Jika timbul rasa nyeri perifer informasi

dibawa oleh serabut C mencapai sel T dan gerbang akan terbuka

sehingga menyebabkan transmisi Sentral ke thalamus dan konteks

ketika impuls akan diinterpretasikan sebagai nyeri. TENS berperan

dalam mekanisme tertutupnya gerbang dengan menghambat

nosiseptif serabut C degan memberikan impuls pada serabut

bermielin yang ter aktivitasi. Mekanisme lainnya melalui

rangsangan saraf akan menyebabkan tubuh mengeluarkan zat

endorfin. Endorfin merupakan zat yang diproduksi secara alami

27
oleh tubuh (diproduksi oleh kelenjar hipofisis dan sistem saraf

manusia) yang berfungsi untuk mengurangi rasa sakit. (Agung

Wahyu Permadi 2018).

b) Indikasi TENS

1) Keluhan nyeri

2) Kondisi sehabis trauma/operasi urat saraf yang

konduktivitasnya belum membaik.

3) Kondisi keluhan nyeri pada otot, kondisi peradangan sendi

(osteoartrosis, artritis reumatois, dan tennis elbow. (Agung

Wahyu Permadi 2018)

c) Kontraindikasi TENS

1) Kondisi sehabis operasi tendon transverse sebelum 3 minggu.

2) Adanya ruptur tendon/otot sebelum terjadi penyambungan.

3) Kondisi peradangan akut/penderita dalam keadaan panas

4) Wanita hamil karena dapat mengakibatkan gangguan

perkembangan janin.

5) Penderita yang terpasang alat pacu jantung dan pin.

6) Pendetita hemofilia dan trombosis

7) Epilepsi dan gangguan jantung lainnya.

d) Manfaat TENS

1) Mudah untuk dilakukan dan dapat dilakukan sendiri

2) Dapat meningkatkan jangkauan gerak, monilitas dan fungsi

3) Dapat mengurangi nyeri dan mengurangi kebutuhan terhadap

obat pengurang nyeri lainnya.

28
e) Prosedur dan dosis TENS

1) Tingkat Analgesia : Tingkat analgesia-sensoris: frekuensi

50-150 Hz, durasi denyut <200 (60-100) mikrodetik, dan

Tingkat analgesia untuk rasa nyeri: frekuensi 150 Hz, durasi

pulse > 150 mikrodetik.

2) Persiapan Alat : Pastikan mesin TENS dalam kondisi baik.

Sebelum terapi dimulai dilakukan pengecekan kabel, dan

persiapan pad elektroda.

3) Persiapan Pasien : Sebelum dilakukan terapi kita jelaskan

terlebih dahulu tentang tujuan dan manfaat pemberian terapi

ini. Pasien diposisikan duduk senyaman mungkin.

Sebelumnya diberikan tes sensibilitas rasa panas dan dingin

menggunakan tabung reaksi yang berisi air hangat dan dingin,

selain itu diperiksa daerah yang akan diterapi bebas dari

logam. Selanjutnya pasien diberi penjelasan terlebih dahulu

mengenai prosedur terapi. Jangan menstimulasi area

dekat/langsung di atas fraktur yang baru (non-union), di atas

jaringan perut baru, dan kulit baru.

4) Pelaksanaan Terapi : Setelah persiapan alat dan pasien telah

selesai maka pelaksanaan terapi dapat dimulai. Disini

menggunakan metode Pararel pada pad elektrodanya lalu

jangan lupa eratkan menggunakan pengerat atau pemberat.

Setelah itu naikkan intensitas sesuai batas toleransi pasien.

29
2. Soft Tissue Manipulation

a) Teknik Soft Tissue Manipulation

1) Massage Efflurage

Effleurage adalah suatu pergerakan stroking dalam atau

dangkal, effleurage pada umumnya digunakan untuk

membantu pengembalian kandungan getah bening dan

pembuluh darah di dalam ekstrimitas tersebut.

2) Massage Friction

Friction atau tekanan dalam adalah untuk menggerakkan

dan memisahkan jaringan lembut. Friction adalah memenuhi

pergerakan ke serabut, seperti di dalam urat daging atau

ligament, strukturnya: membujur atau gerak lingkar bertujuan

untuk melepaskan kekakuan otot dan untuk mengurangi

kerusakan jaringan lunak.

b) Indikasi Pemberian Soft Tissue Manipulation

1) kasus-kasus yang memerlukan relaksasi otot,

2) kasus oedem pada kondisi pasca operasi,

3) kasus perlengketan jaringan terutama pada kondisi post OP

4) kasus yang memerlukan perbaikan sirkulasi darah

c) Kontraindikasi Pemberian Soft Tissue Manipulation

1) penyakit yang penyebarannya melalui kulit,limfe dan

pembuluh darah,

2) daerah peradangan akut dengan pendarahan.

3) daerah dengan gangguan sensibilitas,

30
3. William Flexion Execise

William Flexion Exercise memberikan efek stretching. Stretching

merupakan latihan peregangan untuk memanjangkan jaringan lunak

dan kulit yang mengalami kontraktur dan merupakan suatu bentuk

terapi yang di susun untuk mengulur struktur jaringan lunak yang

mengalami pemendekan secara patologis dan dengan dosis tertentu

dapat menambah range of motion (Kisner & Colby, 2013).

a) Tujuan William Flexion : untuk membentuk stabilitas batang

tubuh bagian bawah dengan cara: Aktivasi otot abdominal, gluteus

maksimus dan otot hamstring, Peregangan secara pasif otot-otot

fleksor panggul dan punggung bawah sehingga dapat

menghasilkan keseimbangan antara otot fleksor postural dengan

otot-otot ekstensor postural, Mengurangi posisi lordosis dari

vertebra lumbal sehingga dapat mengurangi tekanan pada struktur

posterior vertebra lumbal dan penguatan otot-otot abdominal dan

gluteus maksimus. Gerakan-gerakan pada William Flexion juga

dapat membuka foramen intervertebralis dan meregangkan

struktur ligamen (Wahyuni, 2012). Gerakan-gerakan William

Flexion berfungsi untuk menguatkan otototot penyokong di sekitar

punggung bawah terutama otot-otot abdomen dan gluteus

maksimus serta meregangkan kelompok otot back ekstensor.

Dengan teregangnya/terstretching nya otot back ekstenor akan

menimbulkan elastisitas jaringan otot dan menimbulkan efek

relaksasi pada otot sehingga otot cukup rileks untuk bergerak

31
karena semakin otot itu rileks dan tidak tegang maka otot tersebut

dapat bergerak dengan full tanpa adanya rasa nyeri.

b) Teknik William Flexion Exercise :

1) Pelvic tilting,

2) Knee to Chest,

3) Double Knee to Chest,

4) Partial Sit-Up,

5) Hamstring Stretch,

6) Hip Flexor Stretch,

7) Squad.

c) Indikasi William Flexion Exercise

1) ROM terbatas karena jaringan lunak kehilangan

Ekstensibilitasnya akibat perlekatan, Kontraktur, dan

pembentuk jaringan parut.

2) Keterbatasan gerak yang dapat menyebabkan deformitas

structural.

3) Kelemahan otot dan pemendekan jaringan yang berlawanan

menyebabkan keterbatasan ROM.

d) Kontraindikasi William Stretching Exercise

1) Fraktur baru

2) Terdapat nyeri tajam dan akut pada gerak sendi

3) Terdapat hematoma

4) Terjadi hipermobilitas

32
BAB IV

PROSES ASSESSMENT FISIOTERAPI

A. Identitas Pasien
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. J
Usia : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Antang

B. History Taking
1. Keluhan Utama : Nyeri Punggung Bawah
2. Penyebab : Riwayat trauma langsung (jatuh duduk)
3. Lokasi Keluhan : Punggung sisi sinistra
4. Keluhan Tambahan : Piriformis Syndrom
5. Riwayat Penyakit Dulu :-
6. Riwayat Penyakit Skrg : Sebenarnya pasien sudah merasakan nyeri
karena terjatuh sejak beberapa tahun yang lalu tetapi pasien
menghiraukannya. Dan pada seminggu yang lalu pasien
merasakannya nyeri yang sangat hebat hingga ke tungkai kirinya,
akhirnya pasien konsul ke dokter saraf dan sempat menjalan rawat
inap.Hasil rontgen menunjukkan adanya pergeseran L5 terhadap S1
sehingga pasien di rujuk ke fisioterapi.
7. Riwayat Penyakit orgtua : -
8. Riwayat Penyakit pnyrt : -
9. Faktor yang Memperberat : Duduk lama dan Berjalan lama
10. Faktor yang Memperingan: Beristirahat

33
C. Inspeksi/Observasi
1. Inspeksi Statis
a. Wajah pasien terlihat cemas
b. Pasien menggunakan korset sebagai fiksator lumbal
c. Terdapat tightness pada back muscle
d. Terdapat perubahan pada kontur otot back muscle
2. Inspeksi Dinamis
a. Pasien dapat berjalan tanpa alat bantu dan bantuan orang lain.
b. Pola jalan tidak normal

D. Pemeriksaan dan Pengukuran Fisioterapi


1. Pemeriksaan Vital Sign
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Denyut Nadi : 110 bpm
Pernafasan : 28 bpm
Suhu : 36°C

2. General Assessment
Kesadaran Umum : Baik
Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5)

3. Gait Analysis
Antalgik Gait : Pain in stance phase

4. Status Psikis
Sikap : Normal
Ekspresi Wajah : Menahan Nyeri
Orientasi : Normal
Perhatian : Normal

34
5. Palpasi
a. Suhu : (-) Tidak ada peningkatan suhu lokal
b. Oedem : (-) Tidak ada
c. Nyeri Tekan : (+) VAS 7 pada M.Erector Spine
d. Spasme : (+) Tightness di sepanjang M.Erector Spine
e. Tonus Otot : (-) Tidak ada
f. Kontur Kulit : (-) Normal

6. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD)

GERAKA
REGIO PFGD AKTIF PFGD PASIF TIMT
N
Tidak full ROM,
Mampu
Fleksi ada nyeri pada
Terbatas, ada nyeri melawan
area lumbal,
tahanan minimal
elastic endfeel
Tidak full ROM,
Mampu
Ekstensi ada nyeri pada
Terbatas, ada nyeri melawan
area lumbal, hard
tahanan minimal
endfeel
Full ROM, tidak Mampu
Lat.Fleksi (d) Mampu, full ROM,
ada nyeri dan melawan
tidak ada nyeri
Lumbal elastic endfeel tahanan
Mampu, tidak full Tidak full ROM, Mampu
Lat.Fleksi (s) ROM, ada sedikit sedikit nyeri dan melawan
nyeri elastic endfeel tahanan
Full ROM, tidak Mampu
Rotasi (d) Mampu, full ROM,
ada nyeri dan melawan
tidak ada nyeri
elastic endfeel tahanan
Mampu, tidak full Tidak full ROM, Mampu
Rotasi (s) ROM, ada sedikit sedikit nyeri dan melawan
nyeri elastic endfeel tahanan
Hip Full ROM, tidak Mampu
Fleksi Mampu, full ROM,
ada nyeri dan melawan
tidak ada nyeri
elastic endfeel tahanan
Full ROM, tidak Mampu
Ekstensi Mampu, full ROM,
ada nyeri dan melawan
tidak ada nyeri
elastic endfeel tahanan
Full ROM, tidak Mampu
Abduksi Mampu, full ROM,
ada nyeri dan melawan
tidak ada nyeri
elastic endfeel tahanan
Adduksi Mampu, full ROM, Full ROM, tidak Mampu
tidak ada nyeri ada nyeri dan melawan
elastic endfeel tahanan

35
Full ROM, tidak Mampu
Eksorotasi Mampu, full ROM,
ada nyeri dan melawan
tidak ada nyeri
elastic endfeel tahanan
Full ROM, tidak Mampu
Endorotasi Mampu, full ROM,
ada nyeri dan melawan
tidak ada nyeri
elastic endfeel tahanan

7. Pemeriksaan Fleksibilitas Lumbal (Schoober Test : Method II&III)


a. Fleksi dan Ekstensi Lumbal (Metode II)
Nilai normal fleksibilitas fleksi dan ekstensi lumbal : > 20 cm

Hasil Pemeriksaan Selisih Normal

Fleksi Lumbal 10 cm 10 cm
Ekstensi Lumbal 14 cm 6 cm

b. Lateral Fleksi Lumbal (Metode III)


Diukur dari ujung jari terpanjang sampai ke lantai :
Dengan nillai normal : < 45 cm

Hasil Pemeriksaan Selisih Normal

Lateral Fleksi (d) 44 cm 1 cm


Lateral Fleksi (s) 49 cm 4 cm

8. Restrictive

a. Limitasi ROM : (+) pada fleksi ekstensi lumbal


b. Limitasi ADL : (+) Sitting, Walking and Praying
c. Limitasi Pekerjaan : (-) Tidak ada
d. Limitasi Rekreasi : (-) Tidak ada

9. Tissue Impairment and Psychologycal Prediction


a. Psikogenetik : (+) Kecemasan
b. Neurogenik : (-) Tidak ada
c. Musculotendinogen : (+) Spasme M.Erector Spine (s)
d. Osteoarthrogen : (+) Degenerasi Disc/Spondylosis (L5-S1)

36
10. Specific Test
a. Visual Analog Scale (VAS) : (+) Nyeri Regio Lumbal
Nyeri diam :2
Nyeri Gerak :5
Nyeri Tekan :7
b. Compression Test : (+) nyeri pada L5-S1
c. PACVP : (+) Hard Endfeel
d. SLR Test : (+) < 45° (lesi pada facet joint)
e. Myotome Test : (+) L5-S1 (M. Tibialis Anterior dan
M. Gastrocnemius)

11. Pemeriksaan Radiologi

Interpretasi Hasil Foto Lumbosacral AP/L : Disc Anterior


Slippage ke arah Anterocaudal (Anterolisthesis) pada segmen
vertebrae L5-S1
Kesan : Spondylolisthesis Lumbal Segmen L5-S1

37
E. Diagnosa Fisioterapi
“Gangguan Aktivitas Fungsional Lumbal Akibat Low Back Pain Sinistra
Et Causa Spondylolisthesis Lumbal Segmen L5-S1”

F. Problematik Fisioterapi

Pemeriksaan/Pengukuran
No Komponen ICF
Yang Membuktikan

Impairment

Body Structure :
Disc Anterior Slippage
(Spondylolisthesis) ke arah
MRI
Anterocaudal (Anterolisthesis) pada
segmen vertebrae L5-S1
Body Function :

1. Nyeri tekan pada segmen L5-S1 (area


Palpasi, VAS, dan Tes Kompresi
proc.transversus vertebrae sisi sinistra)

Nyeri gerak pada Lumbopelvic Rhythm Inspeksi, PFGD, VAS

Tightness di sepanjang M.Erector


Palpasi, VAS,
Spine sisi Sinistra/Kiri

Penurunan fleksibilitas punggung


Inspeksi, Schoober Test
bawah (fleksi ekstensi lumbal)

Activity Limitation
2.
Kesulitan dalam transfer posisi dari
Inspeksi, PFGD, ODI Scale
Berdiri ke Jongkok

Kesulitan dalam melakukan aktivitas


ODI Scale
sehari-hari (ADL)

Participation Restriction
3.
Kesulitan dalam kehidupan social dan
Anamnesis, ODI Scale
beribadah

38
BAB V

PROSES INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Pendek

a. Menurunkan nyeri pada punggung bawah

b. Menurunkan tightness/spasme pada M.Erector Spine

c. Meningkatkan fleksibilitas lumbal

2. Tujuan Jangka Panjang

Meningkatkan dan mengembalikan kemampuan fungsional berdiri

ke jongkok dan beribadah tanpa keluhan dan hambatan.

B. Strategi Intervensi

NO
KOMPONEN ICF Tujuan Intervensi Jenis Intervensi
.
Impairment

Nyeri tekan pada segmen


L5-S1 (area
1. TENS
proc.transversus vertebrae
Menurunkan nyeri Soft Tissue
sisi sinistra/kiri)
Manipulation
Nyeri Gerak Lumbopelvic
Rhythm

39
TENS
Tightness di sepanjang Menurunkan Soft Tissue
M.Erector Spine sisi kiri. Tightness/Spasme Manipulation William
Flexion Exc

Soft Tissue
Penurunan fleksibilitas Manipulation William
Meningkatkan
punggung bawah (fleksi Flexion Exc
fleksibilitas lumbal
ekstensi lumbal) Core Stability and
Postural Control

Activity Limitation
TENS
Mengembalikan Soft Tissue
Kesulitan dalam transfer
kemampuan Manipulation
posisi dari Berdiri ke
fungsional berdiri ke William Flexion Exc
Jongkok
duduk Core Stability and
2. Postural Control

TENS
Soft Tissue
Kesulitan dalam Mengembalikan
Manipulation
melakukan aktivitas sehari- kemampuan
William Flexion Exc
hari (ADL) fungsional (ADL)
Core Stability and
Postural Control

Participant Restriction
TENS
Mengembalikan Soft Tissue
3. Kesulitan dalam kehidupan kemampuan untuk Manipulation
social dan beribadah bersosialisasi tanpa William Flexion Exc
hambatan Core Stability and
Postural Control

C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi

1. Transcutaneus Electrical Nervus Stimulation (TENS)

a) Tujuan : Untuk mengurangi nyeri (relief back pain)

b) Dosis : - T : Posisi pad electoda in painful area

40
- I : 60-80Hz

- T : 10 menit

2. Soft Tissue Manipulation

a) Tujuan : Untuk merileksasikan otot dan mengurangi spasme

b) Dosis : - T : Efflurage dan Friction

- F : 3x/seminggu

- I : Toleransi pasien

- T : 5 menit

3. William Flexion Exercise (Stretching)

a) Tujuan : untuk peregangan/pemanjangan jaringan lunak

b) Dosis : - T : Pelvic tiltinb, Knee to Chest, Double Knee to

Chest, Partial Sit-Up, Hamstring Stretch, Hip

Flexor Stretch, Squad

- I : 6hit 3rep

- T : 10 menit

4. Core Stability and Postural/Balance Control

a) Tujuan : untuk stabilisasi dari back muscle

41
b) Dosis : - T : tabletop strength, bridging, pilates crunch,

Front bridge, air planning, side plank

- F : 3x/minggu

- I : 6hit 3rep

- T : Sesuai toleransi pasien

D. Edukasi dan Home Program

1. Edukasi

Pasien dianjurkan agar tetap beraktivitas dalam batas toleransi

pasien untuk menghindari posisi immobilisasi yang lama yang dapat

memperburuk kondisi Low Back Pain dan menghindari posisi menetap

yang lama yang dapat memicu rasa nyeri.

2. Home Program

Adapun home program yang diberikan kepada pasien terkait

kondisinya ialah melakukan bougnet secara mandiri di rumah dan

stretching ringan pada area lumbal.

E. Evaluasi Fisioterapi

Evaluasi
KE- Problematik FT Jenis Intervensi
Sebelum Setelah

Minggu Nyeri diam pada  TENS Penurunan Nyeri


punggung bawah

42
Diam : 2 Diam : 2
Tekan : 7 Tekan : 6
Nyeri Tekan
Segmen L5-S1  Soft Tissue Gerak : 5 Gerak : 4.5

Manipulation
Nyeri Gerak Peningkatan LGS/ROM Trunk
Fleksi-Ekstensi  William

I Flexion Exc Fleksi : selisih 10 cm Fleksi : selisih 6 cm


Spasme
 Ekstensi : selisih 6 cm Ekstensi : selisih 4 cm
M.Erector Spine Core Stability
Lat.Fleksi (s) : Selisih 4cm Lat.Fleksi (s) : Selisih 3cm
and
Penurunan Postural/Balance
Fleksibilitas Fungsional / ADL Lumbal
lumbal Control

Gangguan ADL ODI : 57% ODI : 43%


(Disability Parah) (Disability Parah)

Penurunan Nyeri
Nyeri Diam pada
punggung bawah
 TENS Diam : 2 Diam : 1
Nyeri Tekan
Segmen L5-S1  Soft Tissue Tekan : 6 Tekan : 4.5
Manipulation Gerak : 4.5 Gerak : 3
Nyeri Gerak
Fleksi-Ekstensi  William
Minggu Peningkatan LGS/ROM Trunk
II Flexion Exc
Spasme Fleksi : selisih 6 cm Fleksi : selisih 4 cm
M.Erector Spine  Core Stability
Ekstensi : selisih 4 cm Ekstensi : selisih 3 cm
and
Lat.Fleksi (s) : Selisih 3cm Lat.Fleksi (s) : Selisih 2cm
Penurunan Postural/Balance
Fleksibilitas Contro
lumbal Fungsional / ADL Lumbal

ODI : 43% ODI : 35%


Gangguan ADL
(Disability Parah) (Disability Sedang)

Nyeri Diam pada  TENS Penurunan Nyeri


punggung bawah  Soft Tissue
Diam : 1 Diam : 1
Minggu
Nyeri Tekan Manipulation
III Tekan : 4.5 Tekan : 3
Segmen L5-S1  William
Gerak : 3 Gerak : 2,5
Nyeri Gerak Flexion Exc
Fleksi-Ekstensi  Core Stability
Peningkatan LGS/ROM Trunk

43
and Fleksi : selisih 4 cm Fleksi : selisih 3 cm
Spasme Postural/Balance Ekstensi : selisih 3 cm Ekstensi : selisih 2 cm
M.Erector Spine Control Lat.Fleksi (s) : Selisih 2cm Lat.Fleksi (s) : Selisih 2cm

Penurunan Fungsional / ADL Lumbal


Fleksibilitas
lumbal
ODI : 35% ODI : 28%
(Disability Sedang) (Disability Sedang)
Gangguan ADL

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Assessment Fisioterapi

1. History Taking/Anamnesis

Anamnesis adalah cerita tentang riwayat penyakit yang diutarakan

oleh pasien melalui tanya jawab, pada saat melakukan anamnesis

seorang pemeriksa sudah mempunyai gambaran untuk menentukan

strategi dalam pemeriksaan klinis selanjutnya, karena dengan

anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan kearah

diagnosis yang tepat. Umumnya sekitar 60-70 % diagnosis yang benar

dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.

2. Inspeksi

Untuk melengkapi data suatu pemeriksaan fisioterapi, diperlukan

pemeriksaan observasi. Observasi memerlukan kecermatan dan

kecepatan menganalisa pasien dalam waktu yang singkat

3. Pemeriksaan/Pengukuran Fisioterapi

a) Vital Sign

44
Pemeriksaan vital sign atau TTV (tanda-tanda vital) adalah

suatu prosedur mendasar yang bertujuan untuk mendeteksi adanya

suatu kelainan, gangguan, perubahan fungsi organ tubuh dan

masalah medis lainnya agar dapat membantu tenaga medis

mengangkat suatu diagnosa. Terdapat empat komponen tanda-

tanda vital utama yang harus rutin dipantau meliputi Tekanan

Darah/Tensi Darah, Denyut Nadi, Laju Pernapasan dan Suhu.

b) Gait Analysis

Pemeriksaan gait adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk

menilai cara berjalan atau berlari yang normal atau abnormal.

Pemeriksaan gait mencakup spektrum teknik pemeriksaan yang

luas, mulai dari teknik observasi sederhana hingga penggunaan

analisis biomekanik dengan komputer.

Siklus gait (gait cycle) melibatkan 2 fase utama yakni fase

berdiri dan fase ayunan. Fase berdiri berkontribusi sebesar 60%

dan fase ayunan 40% dari siklus gait. Selain dibagi menjadi 2 fase

tersebut, siklus gait juga bisa dibagi menjadi 6 gerakan yaitu heel

strike, foot flat, mid stance, heel off, toe off, dan midswing

c) Palpasi

Ini adalah pemeriksaan fisik lanjutan dengan menyentuh tubuh

dan dilakukan bersamaan dengan inspeksi. Palpasi dilakukan

hanya mengandalkan telapak tangan, jari, dan ujung jari.

Tujuannya untuk mengecek kelembutan, kekakuan, massa, suhu,

posisi, ukuran, kecepatan, dan kualitas nadi perifer pada tubuh.

45
Saat palpasi dilakukan, posisi harus rileks dan nyaman untuk

mencegah ketegangan otot. Tenaga medis menjelaskan apa yang

akan dilakukan, alasan, dan apa yang dirasakan. Kamu juga

diminta menghela napas agar lebih rileks dan berhenti jika

merasakan nyeri saat pemeriksaan berlangsung.

d) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD)

Pemeriksaaan fungsi gerak adalah suatu cara pemeriksaan

dengan melakukan yang terdiri dari pemeriksaan gerak aktif, pasif,

dan isometrik melawan tahanan.

e) Pemeriksaan Spesific

1) Visual Analog Scale (VAS)

Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak

digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan

secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami

seorang pasien. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal.

VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa

nyeri. Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa.

2) Fleksibilitas Lumbal

Fleksibilitas lumbal berperan penting dalam aktivitas

membungkuk dan mengangkat pada saat melakukan pekerjaan.

Dengan meningkatnya fleksibilitas otot lumbal, beban akan

terdistribusi secara merata dan mengurangi beban pada tulang

46
belakang sehingga resiko terjadinya keluhan musculoskeletal

menurun.

3) SLR Test

Merupakan teknik uji provokasi nyeri Selama pemeriksaan,

pasien berbaring posisi supinasi dan rileks pada meja

pemeriksaan, lalu dokter menggerakkan dan mengarahkan kaki.

B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi

1. Transcutaneus Electrical Nervus Stymulation (TENS)

TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) merupakan

alat yang dioprasikan dengan baterai kecil dan menggunakan transmisi

listrik dan bermanfaat mengurangi nyeri. Elektroda diletakkan di

daerah yang mengalami nyeri. Mesin dihidupkan dan arus listrik

disalurkan lewat elektroda. Perasaan geli terasa dibawah kulit dan otot.

Sinyal ini berfungsi mengganggu sinyal nyeri. (Agung Wahyu Permadi

2018).

2. Soft Tissue Manipulation

a) Teknik Massage

1) Efflurage

Effleurage adalah suatu pergerakan stroking dalam atau

dangkal, effleurage pada umumnya digunakan untuk membantu

pengembalian kandungan getah bening dan pembuluh darah di

dalam ekstrimitas tersebut.

2) Friction

47
Friction atau tekanan dalam adalah untuk menggerakkan

dan memisahkan jaringan lembut. Friction adalah memenuhi

pergerakan ke serabut, seperti di dalam urat daging atau

ligament, strukturnya: membujur atau gerak lingkar bertujuan

untuk melepaskan kekakuan otot dan untuk mengurangi

kerusakan jaringan lunak.

3. William Flexion

William Flexion Exercise memberikan efek stretching. Stretching

merupakan latihan peregangan untuk memanjangkan jaringan lunak

dan kulit yang mengalami kontraktur dan merupakan suatu bentuk

terapi yang di susun untuk mengulur struktur jaringan lunak yang

mengalami pemendekan secara patologis dan dengan dosis tertentu

dapat menambah range of motion (Kisner & Colby, 2013).

4. Core Stability and Postural/Balance Control

Core stability merupakan kemampuan untuk mengontrol posisi dan

gerak dari trunk sampai pelvic yang digunakan untuk melakukan

gerakan secara optimal. Core stability merupakan faktor penting dalam

postural yang mengambarkan kemampuan untuk mengontrol atau

mengendalikan posisi dan gerakan central pada tubuh yaitu : head and

neck aligment of vertebral column thoraxs dan pelvic

stability/mobility, ankle and hip strategies. (Karren, 2008).

48
Aktifitas core stability akan memelihara postur yang baik dalam

melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada

lengan dan tungkai. Selain itu core stability juga berpengaruh terhadap

stabilitas. Stabilitas postural pada spine digambarkan ke dalam tiga

subsistem : pasif (inert structures / tulang dan ligament), aktif (otot),

kontrol neural. Ketiga subsistem ini saling berkaitan, jika salah salah

satu dari subsistem ini tidak memberikan dukungan (support), maka

akan mempengaruhi stabilitas secara keseluruhan.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam laporan ini dapat disimpulkan bahwa setelah diberikan

intervensi selama 3 minggu dengan 3 kali evaluasi (1x seminggu) di

dapatkan hasil bahwa terjadi penurunan nyeri baik nyeri diam, nyeri gerak

maupun nyeri tekan setelah diberikan intervensi TENS, dan Soft Tissue

Manipulation. Selain nyeri, terjadi juga penurunan tightness/spasme pada

area M.Erector Spine sisi Sinistra setelah diberikan intervensi Soft Tissue

Manipulation, dan William Flexion Exercise serta core stability. Setelah

nyeri berkurang dan spasme menurun maka fleksibilitas lumbal juga

perlahan mengalami peningkatan dan fungsional/ADL lumbal juga

perlahan kembali normal ditinjau dari hasil pengukuran Oswestry

Disability Index (ODI) dari 57% (disabilitas parah) menjadi 28%

(Disabilitas sedang).

49
DAFTAR PUSTAKA

Meliala LKRT. Patofisiologi Nyeri Pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala

LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung

bawah. Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 17-28.

Anonymous. Spondilosis. Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Spondylosis.

Cited at: July 12th 2023

Ropper AH and Brown RH. Pain in the Back, Neck and Extrimities. In: Adams

and Victor’s Principle of Neurology, 8th Edition. . New York: McGraw Hill,

2005. p.168-191

Mahadewa TGB. Diagnosis dan Tatalaksana Spondylosis Lumbalis. Dalam:

Mahadewa TGB dan Maliawan S (Ed.). Diagnosis dan tatalaksana

kegawatdaruratan tulang belakang. Jakarta: Sagung Seto, 2009. Hal: 88-101.

50
Thumbaraj V. Lumbar Spondilosis. Available at:

http://www.globalspine.net/lumbar_ spondylosis. 2003-2005. Access on:

July 2023

Kulkarni SS and Meier RH. Spinal Orthotic. Available at:

http://emedicine.medscape.com/ article/314921-overview#showall.

Updated: Aug 25, 2008.

Aras Djohan, Hasnia Ahmad, Andy Ahmad, 2017. Tes Spesifik Muskuloceletal

Disorder. Makassar: Physiocare Publishing

Aras Djohan, Hasnia Ahmad, Andy Ahmad, 2017. Thw New Concept Of Physical

Therapist test and Measure. Makassar: Physiocare Publishing

Behrens, BJ. 2006. Physical Agents Theory and Practice Laboratory Manual, F.A

Davis, Philadephia, USA. Fibriani, I. A., & Prasetyo, E. B. (2018).

Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Low Back Pain Et Causa Spondylosis

Lumbal Dengan Modalitas Ultrasound, Transcutaneus Electrical Nerve

Stimulation Dan William’s Flexion Exercise Di Rsud Kraton Pekalongan.

Jurnal Fisioterapi Dan Rehabilitasi, 2(2), 104–114.

. Amir D. Terapi Fisik Pada NPB. Dalam: Meliala LKRT, Suryamiharja A, Purba

JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri

PERDOSSI, 2003. Hal: 197-223.

Rosadi, R., Sunaringsih, S., Wardojo, I., Algifari, M. F., Program, ), Fisioterapi,

S., Kesehatan, I., Malang, U. M., Program, M., & Fisioterapis, S. P. (2022).

51
Penatalaksanaan Fisioterapi Kasus Lower back pain e.c Spondylosis

Lumbal; Studi Kasus. Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF), 05, 15–20

52

Anda mungkin juga menyukai