Anda di halaman 1dari 35

1

LAPORAN STUDI KASUS


KOMPETENSI FISIOTERAPI OLAH RAGA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA


SPRAIN ANKLE
DI RSUD ROKAN HULU

Oleh :
Halimas Dewi
NIM : P 27226018381

PRODI PROFESI FISIOTERAPI


JURUSAN FISIOTERAPI POLITEKNIK KEMENTERIAN
KESEHATAN SURAKARTA
2019
i

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

KOMPETENSI FISIOTERAPI OLAH RAGA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
PADA
SPRAIN ANKLE

Oleh :
Halimas Dewi
NIM : P 27226018381

Mengetahui,
Clinical Educator

(AYU PERMATA, SST.FT, M.Fis)


ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4

A. Definisi ............................................................................................................... 4

B. Anatomi Fisiologi .............................................................................................. 4

C. Etiologi ............................................................................................................... 8

D. Gambaran Klinis tanda dan gejala .................................................................... 8

E. Patofisiologi ........................................................................................................ 9

F. Prognosis ............................................................................................................. 9

G. Problematic Fisioterapi...................................................................................... 10

H. Teknologi Intervensi Fisioterapi ....................................................................... 10

BAB III LAPORAN STATUS KLINIK .............................................................................. 21

A. Pengkajian Fisioterapi ....................................................................................... 21

B. Proplematika Fisioterapi .................................................................................... 26

C. Program Fisioterapi............................................................................................ 27

D. Tindakan Fisioterapi .......................................................................................... 28

E. Hasil Terapi Akhir.............................................................................................. 29


iii

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 31

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... .

1. Formulir monitoring laporan kasus

2. Print out power point presentase laporan kasus

3. Absensi Presentase Laporan Kasus


1

BAB I
PENDAHULUAN

Kaki adalah salah satu bagian anggota gerak tubuh yang sering digunakan

dalam aktivitas sehari-hari. Apabila fungsi kaki terjadi gangguan atau disfungsi

yang menyebabkan terhambatnya aktivitas sehari-hari seperti dalam lingkup

pekerjaan sehingga mampu menurunkan produktifitas seseorang. Salah satu kasus

yang sering terjadi pada kaki yaitu, terkilir. Terkilir dapat terjadi oleh beberapa

faktor seperti, jatuh tersandung atau gerakan yang terjadi secara tibatiba sehingga

kaki belum siap untuk menerima tumpuan. Dan salah satu gangguan maupun

penyakit pada kaki adalah Sprain Ankle.

Sprain ankle adalah cedera pada ligamen kompleks lateral karena

overstretch dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang terjadi secara tiba-tiba

saat kaki tidak menumpu dengan sempurna (Muawanah, 2016)

Di kota Denpasar sebuah penelitian yang dilakukan kepada 24 pasien

dengan penyakit Sprain Ankle yang dikemukakan oleh Nazar Moesbar yang

menyatakan bahwa 85,7% pria lebih banyak terkena sprain ankle pada tendon

achilles dibandingkan dengan wanita yang hanya 14,3% dan kelompok usia

produktif lebih rentan terkena cidera Sprain Ankle kronis. (Fujastawan, Gede, &

Nopi, 2015)

Maka peran Fisioterapi adalah sebagai bentuk pelayanan kesehatan yang

ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan,

memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan

dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan

(fisik, elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi, dan komunikasi (Depkes

RI, 2007).
1
2

Dan peran Fisioterapi dalam menangani kasus Sprain Ankle yaitu untuk

mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak pada sendi ankle. Untuk

mewujudkan tujuan ini maka diberikan beberapa modalitas

Setiap melakukan aktivitas fisik khususnya olahraga selalu dihadapkan

kemungkinan cedera, dan cedera ini akan berdampak pada gangguan aktivitas

fisik, psikis dan prestasi. Salah satu anggota tubuh yang sering terjadi cedera

adalah pada bagian sendi pergelangan kaki. Cedera pergelangan kaki dapat terjadi

karena terkilir secara mendadak ke arah lateral atau medial yang berakibat

robeknya serabut ligamentum pada sendi pergelangan kaki (Arnheim, 1985: 473,

Brunker dan Khan, 1993:439, Peterson, 1990: 341).

Cedera sprain ankle bisa terjadi karena overstretch pada ligamen complex

lateral ankle dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba terjadi saat ini

tidak menumpu sempurna pada lantai / tanah yang tidak rata. Ligamen pada

lateral ankle antara lain: ligamen talofibular anterior yang berfungsi untuk

menahan gerakan ke arah plantar fleksi. Ligamen talofibular posterior yang

berfungsi untuk menahan pergerakan kearah inversi. Ligamen calcaneo

cuboideum yang berfungsi untuk menahan pergerakan ke arah plantar

fleksi. Ligamen talo calcaneus yang berfungsi untuk menahan pergerakan ke arah

inversi dan ligamen calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan pergerakan ke

arah inversi (Chan, 2011).

Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya cedera keseleo

pergelangan kaki yaitu kelemahan otot terutama otot-otot disekitar sendi kaki dan

pergelangan kaki. Kelemahan atau longgarnya ligamen-ligamen pada sendi

kaki dan pergelangan kaki , keseimbangan kemampuan yang buruk, sepatu atau

alas kaki yang tidak tepat dan aktivitas sehari-hari seperti bekerja, berolahraga,
3

berjalan dan lain-lain (Farquhar, 2013). Cedera sprain ankle memiliki 4 fase: fase

initial akut berlangsung 3 hari setelah cedera, respons inflamasi (fase akut) berlangsung

1-6 hari, fibroblastic repair (fase sub akut) berlangsung hari ke 4-10 setelah cedera, fase

kronis (maturation remodeling) berlangsung lebih dari 7 hari setelah cedera (Chan keith

et al., 2011).
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sprain adalah pembebanan, peregangan atau kerobekan berat pada jaringan

lunak, seperti kapsul sendi, ligament, tendon, atau otot. Istilah ini sering

digunakan pada cedera ligament dan dibedakan menjadi sprain derajat satu

(ringan), dua (sedang), dan tiga (berat).

Sprain ankle adalah cedera pada ligament kompleks lateral karena overstretch

dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang terjadi secara tiba-tiba saat kaki tidak

menumpu dengan sempurna sehingga menyebabkan terganggunya aktifitas

fungsional

B. Anatomi Fisiologi

1. Pada sendi ankle terdapat ruas tulang

a) Tulang Tibialis

4
5

b) Tulang Fibula

c) Tulang Talus & Tulang Calcaneus


6

2. Otot-otot penggerak Sendi Ankle

a) Plantar Fleksi

- Gastrocnemius

- Soleus

- Plantaris

- Peroneus longus

- Tibialis posterior

- Flexor digitorum longus

- Flexor halucis longus

- Peroneus brevis

b) Dorso Fleksi

- Tibialis anterior

- Ekstensor digitorum longus

- Ekstensor hallucis longus

- Peroneus tertius

c) Inversi

- Tibialis anterior

- Tibialis posterior
7

d) Eversi

- Peroneus longus

- Peroneus tertius

- Peroneus brevis

3. Ligament Sendi Ankle

Ligament adalah tali pengikat antar tulang agar stabil saat

melakukan gerakan dan menjaga persendian dari kerusakan internal dan

eksternal yang menyebabkan tulang bergeser dari posisinya.

Sendi ankle mempunyai 3 bagian ligament yang menjaga ankle

anda stabil dan kuat dalam melakukan gerakan lokomotor, ligament

tersebut adalah:

1. ATL : Anterior Talo Fibular Ligament

2. PTL : Posterior Talo Fibular Ligament


8

3. CFL : Calcaneo Fibular Ligament

C. Etiologi

Gerakan mekanikal yang dipaksa dan berlebih dari batas kemampuan

gerak tumit, akan menyebabkan ligament pendukung mengalami cedera.

Beberapa faktor predisposisi yang membuat ankle sprain

- Tonus otot yang lemah

- Kapsul sendi atau tendon yang memendek atau kontraktur

- Aktivitas berat seperti olahraga basket atau olahraga yang menggunakan

lompatan.

- Pasien dengan bentuk telapak kaki varus

- Pasien dengan riwayat ankle sprain yang hebat sebelumnya.

- Obesitas

D. Gambaran klinis tanda dan gejala

Gambaran klinis, tanda inflamasi tampak pada tahap akut: yaitu

bengkak, kemerahan, panas, nyeri istirahat, dan hilangnya fungsi. Tahap kronik

tidak ada tanda inflamasi selama tahap kronik. Mungkin terjadi kontraktur atau
9

perlekatan yang membatasi lingkup gerak, dan mungkin terjadi kelemahan otot

yang membatasi fungsi normal, selama tahap ini, jaringan ikat terus menguat

dan mengalami remodeling sebagai respon tahap pembebanan yang di

terimanya.

E. Patofisiologi

Ankle adalah sebuah sendi yang dibangun oleh komponen tulang,

tendon, otot dan ligament sehingga gerakan plantar fleksi dan dorso fleksi yang

terlalu kuat akan menimbulkan tarikan pada komponen tersebut. Tarikan

tersebut memberikan efek regangan berlebih pada ligament sehingga beberapa

serat ligament akan terjadi robekan walaupun stabilitas ankle masih dapat

dipertahankan oleh karena kompleksitas komponen pembangun lainnya.

Kerusakan beberapa serat ligamen akan menimbulkan proses inflamasi awal

pada jaringan tersebut, sehingga muncul beberapa gejala inflamasi seperti

perubahan warna, bengkak, nyeri, panas, dan penurunan fungsi ankle.

Cedera pada ligament di tumit akan menyebabkan perubahan pada

sistem neuromuskuler yang mengatur dinamika dari tumit. Ketika terjadi cedera

pada ligament, pasien akan kehilangan beberapa persen sensasi cutaneus dan

menurunnya kecepatan konduksi saraf sehingga akan menyebabkan gangguan

propriosepsi dan kontrol pada neuromuskuler.

F. Prognosis

Tergantung pada penanganan yang di berikan pada waktu cedera dan

masa pemulihan.
10

G. Problematic Fisioterapi
Impairtment :

 Adanya nyeri pada ankle

 Adanya penurunan LGS ankle

 Oedema

 Kontraktur dan perlengketan otot.


Fungsional limtation :

Alat penopang atau adaktif mungkin diperlukan bergantung pada

area cedera dan aktifitas fungsional yang diharapkan.

Participation restriction :

Pada Akut penderita mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas

jalan, naik turun tangga. Pada Kronis penderita sudah bisa melakukan

jalan dan naik turun tangga tapi tidak sempurna.

H. Teknologi Intervensi Fisioterapi


1. Teknik mobilisasi atau manipulasi dosis rendah.

Teknik distrasi dan meruncur (glide) derajat 1, atau 2 berguna untuk

meningkatkan dinamika cairan didalam sendi guna mempertahankan

keseimbangan kartilago. Teknik ini juga secara langsung dapat

menghambat atau menghalangi persepsi nyeri. Mobilisasi sendi dosis

rendah berguna untuk patologi sendi cedera jaringan ikat lainnya yang

mempengaruhi selama tahap akut.

2. Muscle Setting.

Kontraksi otot isometric ringan yang dilakukan secara berjeda dan pada

intensitas yang sangat rendah sehingga tidak mengebabkan nyeri atau


11

kompresi sendi memiliki beberapa tujuan . Aktivitas pemompaan pada otot

yang berkontraksi membantu sirkulasi dan membantu dinamika cairan.

Bila ada kerusakan atau cedera otot, teknik Muscel Setting dilakukan

dengan posisi otot dalam yang lebih pendek untuk mempertahankan

mobilitas aktin dan myosin tanpa membebani jaringan yang rusak. Bila

terdapat cedera sendi, posisi pada Muscel Setting ditentukan oleh nyeri,

biasanya posisi istirahat adalah posisi paling nyaman bagi sendi. Bila di

toleransi, lakukan teknik Muscel Setting berjeda dalam bebrapa posisi.

3. Massage

Massage ditujukan untuk menggerakkan cairan dan bila diaplikasikan

secara hati-hati dan ringan ke jaringan ke jaringan yang cedera, dapat

membantu mencegah perlengketan. Lesi tendon yang diterapi dosis ringan

dan diaplikasikan secara tranvesal pada serabut bertujuan memperhalus

permukaan atau mempertahankan mobilitas tendon di dalam selubungnya.

Ketika diaplikasikan, tendon dibuat menegang. Ketika menerapi lesi otot,

biasa di jaga pada posisi mendek sehingga tidak mengganggu

penyembuhan. Massage bertujuan untuk menangani efek oedema

4. Latihan tahanan

Latihan tahanan dapat diaplikasikan dengan dosis sesuai pada otot yang

secara tidak langsung berhubungan dengan jaringan yang cedera untuk

mempersiapkan pasien menggunakan alat bantu.

5. IR (Infra Red)

Pengertian dan Sumber Sinar infra Merah

Sinar infra merah bila dilihat dari susunan spekrum sinar ( Hertzian.
12

Infra merah, merah, jingga, kuning, hijau ,biru, nila, ungu/violet, ritgment,

cosmic),terletak di antara sinar merah dan Hertzian.

Dengan demikian definisi sinar Infra merah adalah pancaran

gelombang elekromagnetik dengan panjang gelombang 7.700-4 juta A.

Pauline M,Scoott,1973)

a. Mekanisme kerja dari lampu IR Luminous generator

Sinar yang dipancarkan dari luminous generator dihasikkan oleh satu atau

lebih incandescent lamb ( lampu pijar ).Struktur lampu pijar terdiri dari

filament yang kuat dari bahan kawat tunssten atau carbon yang di

bunggkus dalam gelas lampu. Pancaran sinarnya. Lampu ini mempunyai

kekuatan yang bermacam-macam mulai dari 60 watt sampai 1.000 watt ate

1.500 watt. Sumber IR dan lampu pijar adalah adanya lucutan pendek pada

kawat tungsten dalam ruang hampa udara,sehingga tidak terjadi oksidasi.

Lucutan pendek menimbulkan panas dan cahaya panas akan menimbulkan

panas dan cahaya panas akan menimbulkan gelombang elektromagnetik

yang mempunyai panjang gelombang antara 3.500-40.000 A ate sinar infra

merah (Pauline M,Scoott,1973).

b. Efek fisiologis dan teraupetik dari sinar infra merah

Pengaruh fisiologi infra merah, jika di absorsikan pada kulit, maka panas

akan timbul pada tempat dimana sinar tadi diasorbsi.Infra merah yang

bergelombang pendek (7.700 A – 12.000 A ) penetrasinya sampai pada

lapisan dermis atau sampai pada lapisan bawah kulit,sedang yang

bergelombang panjang (diatas 12.000 A ) penetrasinta hanya sampai pada

superficial epidermis. Pauline M,Scoott,1973)

Dengan adanya panas ini temperature naik dan pengaruh-pengaruh lain


13

akan terjadi. Pengaruh tersebut antara lain :

1) Meningkatkan Proses metabolisme,

2) Vasodilatasi pembuluh darah,

3) Pigmentasi,

4) Pengaruh terhadap urat syaraf sensoris,

5) Pengaruh terhadap jaringan otot,

6) Destruksi jaringan,

7) Meningkatkan kerja kelenjar keringat

c. Efek Teraupetik : Relief of Pain (mengurangi /menghilangkan rasa sakit).

d. Indikasi dan kontra indikasi Infra merah Indikasi : Infra red yaitu :

1) Kondisi peradangan setelah sub-acute : kontusio, muscle stain,mascle

sprain,trauma sinovitis,

2) Arthritis, rheumatoid arthtitis, osteoarthritis, myalgia, lumbago,

neuralgia ,neuritis,

3) Gangguan sirkulasi darah,

4) Penyakit kulit,

5) Persiapan exercise dan massage. Kontra indikasi infra merah yaitu :

 Daerah dengan insufiensi pada darah,


14

 Gangguan sensibilitas kulit,

 Ada kecenderungan terjadi pendarahan.

6. US (Ultra Sound)

Ultrasound therapy adalah suatu terapi dengan menggunakan

getaran mekanik gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000

Hz. Yang digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan

tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu

Efek Mekanik

1. Efek Ultrasound

a. Efek Mekanik

Bila gelombang ultrasound masuk ke dalam tubuh maka

akan menimbulkan pemampatan dan peregangan dalam jaringan

sama dengan frekuensi dari mesin ultrasound sehingga terjadi

variasi tekanan dalam jaringan. Dengan adanya variasi tersebut

menyebabkan efek mekanik yang sering disebut dengan istilah

“micromassage” yang merupakan efek terapeutik yang sangat

penting karena hampir semua efek ini sangat diharapkan

sehingga pada daerah micro tissue damage baru yang memacu

proses inflamasi fisiologis.

b. Efek Panas

Micromassage pada jaringan akan menimbulkan efek

“friction” yang hangat. Panas yang ditimbulkan oleh jaringan

tidak sama tergantung dari nilai “acustic independance”,


15

pemilihan bentuk gelombang, intensitas yang digunakan dan

durasi pengobatan. Area yang paling banyak mendapatkan panas

adalah jaringan “interface” yaitu antara kulit dan otot serta

periosteum. Hal ini disebabkan oleh adanya gelombang yang

diserap dan dipantulkan. Agar efek panas tidak terlalu dominan

digunakan intermitten ultrasound yang efek mekanik lebih

dominan dibandingkan efek panas.

Pada tendon dan otot akan meningkatkan temperatur

sebesar 0,07 derajat Celcius perdetik. Pengukuran ini dilakukan

pada sebuah model jaringan otot. Jadi tanpa adanya efek

regulasi dari sirkulasi darah.

c. Efek Biologis

Efek lain dari micromassage adalah efek biologis yang

merupakan refleks fisiologis dari pengaruh mekanik dan

pengaruh panas. Efek biologis yang ditimbulkan oleh ultrasound

antara lain :

1) Meningkatkan sirkulasi darah

Salah satu efek yang ditimbulkan oleh ultrasound adalah

panas sehingga tubuh memberikan reaksi terhadap panas

tersebut yaitu terjadinya vasodilatasi, hal tersebut disebabkan

oleh :

a) Adanya pembebasan zat-zat pengiritasi jaringan yang

merupakan konsekuensi dari sel-sel tubuh yang rusak

sebagai akibat dari mekanisme vibrasi


16

b) Adanya iritasi langsung pada serabut saraf efferent atau

bermielin tebal. Iritasi ini mengakibatkan terjadinya post

excitatory depression dalam aktivitas orthosympatik

2) Rileksasi Otot

Dengan adanya efek panas maka akan

mengakibatkan vasodilatsi pembuluh darah sehingga terjadi

perbaikan sirkulasi darah yang mengakibatkan rileksasi otot.

Hal ini disebabkan oleh karena zat-zat pengiritasi diangkut

oleh darah disamping itu efek vibrasi ultrasound

mempengaruhi serabut afferent secara langsung dan

mengakibatkan rileksasi otot.

3) Meningkatkan Permeabilitas Membran

Melalui mekanisme getaran gelombang ultrasound

maka cairan tubuh akan didorong ke membran sel yang

menyebabkan perubahan konsentrasi ion sehingga

mempengaruhi nilai ambang dari sel-sel.

4) Mempercepat proses penyembuhan jaringan

Dengan pemberian ultrasound akan menyebabkan

terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga

meningkatkan suplai bahan makanan pada jaringan lunak

dan juga terjadi peningkatan antibody yang mempermudah

terjadinya perbaikan jaringan yang rusak. Disamping itu

akibat dari efek panas dan efek mekanik yang ditimbulkan

oleh ultrasound menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan


17

secara fisiologis yang mengakibatkan terjadinya reaksi

radang yang diikuti oleh terlepasnya “P” substance,

prostaglandin, bradikin dan histamine yang mengakibatkan

terangsangnya serabut saraf bermyelin tipis sehingga timbul

rasa nyeri. Namun dengan terangsangnya “P” substance

tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih

terpacu sehingga mempercepat terjadinya penyembuhan

jaringan yang mengalami cedera.

Reaksi “P” substance bersama neurotransmitter

lainnya seperti histamine, bradikinin dan prostaglandin

merupakan kelompok senyawa amin yang ikut berperan

dalam reaksi radang yang terjadi oleh karena adanya

kerusakan jaringan akibat trauma atau stimulus mekanik,

stimulus elektris maupun stimulus kimia. Reaksi “P”

substance tersebut dapat bersifat vascular dan reaksi seluler

yang pada prinsipnya memacu induksi proliferasi fibroblast

pada fase pembentukan jaringan kollagen muda sebagai

proses regenerasi awal yang dimulai sejak 24-30 jam

pertama. “P” substance juga merupakan salah satu

neurotransmitter yang sangat bermanfaat bagi dimulainya

proses regenerasi jaringan. Pada fase akut nocisensorik akan

teriritasi oleh reaksi kimia akibat “P” substance di sekitar

lesi. Dengan demikian maka pada fase akut suatu

peradangan akan ditandai dengan nyeri yang hebat.


18

5) Mengurangi Nyeri

Nyeri dapat dikurangi dengan menggunakan

ultrasound, selain dipengaruhi oleh efek panas juga

berpengaruh langsung pada saraf. Hal ini disebabkan oleh

karena gelombang pula dengan intensitas rendah sehingga

dapat menimbulkan pengaruh sedative dan analgesi pada

ujung saraf afferent II dan IIIa sehingga diperoleh efek

terapeutik berupa pengurangan nyeri sebagai akibat

blockade aktivitas pada HPC melalui serabut saraf tersebut.

2. Indikasi Ultrasound

- Kelainan-kelainan / penyakit pada jaringan tulang sendi dan otot

- Keadaan-keadaan post traumatik

- Fraktur

- Rheumathoid Arthritis pada stadium tidak aktif

- Kelainan / penyakit pada sirkulasi darah

- Penyakit-penyakit pada organ dalam

- Kelainan / penyakit pada kulit

- Luka bakar

- Jaringan parut oleh karena operasi

- Kontraktur
19

3. Kontra Indikasi Ultrasound


- Mata

- Jantung

- Uterus pada wanita hamil

- Epiphysela plates

- Testis

- Post laminectomi

- Hilangnya sensibilitas

- Tumor

- Diabetes Mellitus (DM)

- Trombhoplebitys dan Varises.

7. Electroterapy

Electrotherapy, atau terapi listrik merupakan terapi dengan

menggunakan listrik arus rendah. Arus listrik terjadi karena adanya

arus elektron yang melewati konduktor. Jumlah arus yang melewati

suatu konduktor dihitung dalam ampere. Sedangkan hambatan yang

dialami oleh arus diukur dalam satuan ohms (Ω) dan tegangan yang

terjadi dalam satuan volt. Satu volt merupakan tegangan yang terjadi

ketika arus sebesar satu ampere melewati konduktor dengan hambatan

1 ohm. Pada electrotherapy, arus yang terjadi pada tegangan 1 sampai

150 V disebut arus tegangan rendah, sedangkan diatas 150 V disebut

arus tegangan tinggi. Energi yang terjadi pada terapi tersebut dihitung

sebagai watt (ampere kali voltage).


20

Arus listrik yang diapliaksikan pada syaraf dapat berupa arus

AC (alternating current), DC (direct curent) maupun pulsed. Arus

listrik tersebut pada intensitas dan durasi yang memadai dapat

meningkatkan kerja syaraf dalam merangsang jaringan yang

dipersarafi. Tiga jenis syaraf secara fisiologis dibedakan menjadi :

sensoris, motoris dan persepsi nyeri. Listrik arus rendah dapat

mengurangi nyeri dengan memblokir saraf sensorik. Arus listrik

rendah ini juga dapat menstimulasi saraf motorik karena impuls

elektrik ini menyerupai impuls saraf otak untuk menstimulasi gerakan

otot. Oleh karenanya terapi ini dapat digunakan untuk memperbaiki

kelemahan otot.

Beberapa teori tentang mekanisme terapi listrik dalam

mengurangi nyeri antara lain adalah lewat mekanisme menghambat

transmisi nyeri ke otak (gate control theory) dan teori kedua adalah

lewat mekanisme pengeluaran endorphins (suatu hormon dalam otak

yang menurunkan kepekaan terhadap nyeri dan mempengaruhi emosi).


21

BAB III

LAPORAN STATUS KLINIK

A. Pengkajian Fisioterapi

Dalam pengkajian Fisioterapi tersebut, penulis melakukan langkah-

langkah sabagai berikut

1. Anamnesis

Anamnesis yang digunakan adalah Auto anamnesis dan hasil

yang diperoleh adalah :

a) Nama : Imran

b) Umur : 30 Tahun

c) Jenis Kelamin : laki-laki

d) Agama : Islam

e) Pekerjaan : Wiraswasta

f) Alamat : Ujung batu Sosa

Informasi yang diperoleh lewat anamnesis khusus ini yaitu

a. Keluhan Utama

Nyeri di pergelangan kaki sebelah kiri

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Sekitar dua minggu yang lalu pasien jatuh saat bermain sepak

bola kemudian pasien diantar langsung ke RSUD Rohul untuk di rawat

karena kaki pasien mengalami cedera. Pasien di rawat inap selama 2

hari, setelah itu pasien di pulangkan ke rumah dan pasien menjalankan

rawat jalan. Saat control dan menurut ahli bedah pasien di diagnose
21
22

Post Sprain Ankle, setelah itu pasien di rujuk ke Fisioterapi untuk

mendapatkan penanganan Fisioterapi.

2. Pemeriksaan Fisik

Dalam hal ini pemeriksaan yang akan dilakukan pada pasien Post

Sprain Ankel

a. Tanda – tanda Vital

Yang di peroleh yaitu:

a) Tekanan Darah : 130/80 mmHg

b) Denyut Nadi : 61x / Menit

c) Pernapasan : 21x / Menit

d) Temperatur : 36 C

e) Berat Badan : 59 kg

f) Tinggi Badan : 164 cm

b. Inspeksi :

Statis :

- Ekpresi pasien tidak terlihat merasakan nyeri

- Keadaan umum pasien baik

- Kaki kiri dibalut elastic bandage

- Ada oedema
23

Dinamis

- Pasien datang dengan menggunakan cruck

- Expresi wajah menahan nyeri saat ankle kiri digerakkan

- Adanya keterbatasan ROM pada ankle sinistra

- Saat berjalan kaki kiri pasien tidak ditumpukan.

c. Palpasi

- Adanya nyeri tekan daerah ankle sinistra.

- Adanya Oedema pada ankle sinistra

- Suhu local normal

3. Pemeriksaan Gerak Dasar

a. Gerak Aktif

- Pasien bisa melakukan gerakan aktif dorsolfleksi & plantarfleksi

disertai dengan adanya nyeri

b. Gerak pasif

- Dengan bantuan Fisioterapi semua gerakan Full ROM disertai

dengan adanya nyeri

c. Gerakan isometric melawan tahanan

- Pasien bisa melawan tahanan minimal dari fisioterapi disertai

dengan adanya nyeri

4. Pemeriksaan Kognitif dan Intrapersonal

- Kognitif

Pasien mampu menceritakan kembali kronologis riwayat penyakit

hingga sampai ke fisioterapi, bisa mengetahui waktu dan tempat,


24

ingatan pasien baik

- Intrapersonal

Pasien mempunyai semangat untuk sembuh

- Interpersonal

Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dengan fisioterapi dan pasien

yang lain

5. Pemeriksaan Fungsional dan Lingkungan Aktivitas :

- BAB : Pasien bisa melakukannya dengan mandiri

- BAK : Pasien bisa melakukannya dengan mandiri

- Naik turun tangga pasien masih merasakan nyeri di pergelangan kaki

kiri.

6. Pemeriksaan Spesifik

1. Pemeriksaan Pengukuran derajat nyeri menggunakan Verbal

Descriptive Skale (VDS)

Nyeri diam = 1 1. Tidak nyeri

Nyeri Tekan = 3
2. Nyeri sangat ringan
Nyeri Gerak =5
3. Nyeri ringan

4. Nyeri tidak begitu berat

5. Nyeri cukup berat

6. Nyeri berat

7. Nyeri hampir tak tertahankan


25

2. Pemeriksaan MMT (Manual Muscle Testing )

Regio Gerakan Nilai MMT

Kiri Kanan
Dorsofleksi 4 4
Ankle Plantarfleksi 4 4
Inversi & Eversi 3 3

3. Pemeriksaan LGS

4. Dorsofleksi & Plantarfleksi

Kanan S : 115o – 50o – 55o

Kiri S : 95o – 70o – 50o

5. Inversi & Eversi

Kanan S : 35o – 0o – 25o

Kanan S : 25o – 0o – 10o

6. Antropometri

Ukur lingkar pada sendi ankle menggunakan midline

- Kiri : 23 Lingkar

- Kanan : 22 Lingkar

7. Stabilitas Sendi

Untuk menilai apakah ada unstabilitas pada ankle

1. Anterior drawer test of ankle

a. Test ligamen talofibular anterior (-)

b. Test ligamen deltoid capsul (-)


26

2. Anterior drawer test of ankle 2 (-)

3. Talar Tlit (-)

Ket : untuk menilai apakah terjadi gerakan berlebihan pada sendi

Ankle

Mis – Test Ligamen Talofibular Anteroir (+) di pergelangan kaki

pasien ada gerakan yang berlebihan itu menandakan adanya

ankle frok, (-) di pergelangan kaki psien tidak ada gerkan

yang berlebihan.

B. Problematik Fisioterapi

Dari pemeriksaan dan pengkajian yang dilakukan, maka data yang

diperoleh dipakai untuk menentukan problem fisioterapi. Pada penderita post

sprain ankle ini didapati problem berupa:

Impairtment :

 Adanya nyeri tekan dan nyeri gerak pada ankle

 Adanya penurunan LGS ankle

 Adanya Oedema

 Kontraktur dan perlengketan otot.

Fungsional limtation :

Terganggu nya aktivitas fungtional pasien seperti berdiri, jalan, kesulitan

naik turun tangga dan posisi jongkok.

Disability :

Pasien belum mampu melakukan aktivitas social dimasyarakat dan

melakukan hobynya bermain bola kaki.


27

C. Program Fisioterapi

1. Tujuan

Jangka Pendek :

 Mengurangi Nyeri tekan dan nyeri gerak pada ankle

 Meningkatkan LGS ankle

 Mengurangi oedema pada ankle

 Mengurangi perlengketan jaringan otot

Jangka Panjang :

Melanjutkan tujuan jangka panjang dan meningkatkan fungsi ADL.

Rencana Evaluasi

- Mengurangi nyeri dengan skala VDS

2. Prognosis

Dari hasil pengamatan, pemeriksaan, dan kondisi pasien saat ini

didapatkan:

Qua ad Vitam : Baik

Qua ad Sanam : Baik

Qua ad Fungsionam : Baik

Qua ad Cosmeticam : Baik


28

D. Tindakan Fisioterapi

a. Teknologi Fisioterapi

1. Teknologi Alternatif

 IR (infra red)

 Ultra sound

 Exercis

2. Teknologi Terpilih/dilaksanakan

o Modalitas : Ultrasound

Ultrasound adalah terapi menggunakan gelombang suara tinggi

(frekuensi >20000 HZ) dengan penggunaan transduser yang

bergerak dinamis (sirkulair dana parallel) dan menggunakan

media sebagai penghantar US. Pemilihan ultrasound sebagai

modalitas utama pada kondisi kronik sprain ankle adalah tepat

karena efek mekanik dan terapeutik yang dihasilkannya.

Gelombang suara sebesar 1-3 MHz. Modalitas ini dapat

menghasilkan efek mekanik, termal, microtissue damage. Adanya

efek mekanik dan ultrasound menghasilkan panas di jaringan sehingga

terjadi peningkatan metabolisme dan sirkulasi darah. Disamping itu,

efek mekanik yang continue dapat menghasilkan micrutissue damage

di dalam jaringan sehingga memicu terjadinya reaksi radang barus

ecara fisiologis yang akhirnya terjadi penyembuhan jaringan.

Dosis :1.5 - watt/cm2


Waktu : 2-3 menit
29

o Transverse friction

o Active stabilization and balance Exercise

o Walking, exc

o Isometric eversi dan inversi

Terapis dapat memberikan perlawanan dengan tangan, atau

menggunakan kaki dinding atau kursi. Pasien melakukan

gerakan perlawanan terhadap tahanan yang diberikan

o Resisted Passive Movement

Menggunakan sebuah band rehabilitasi. Pasien menarik kaki dan

jari kaki melawan perlawanan kemudian turun lagi. Diulangi 10

sampai 20 kali dengan 3 set istirahat pendek.

E. Hasil Terapi Akhir.

Pasien adalah seorang pemain bola, umur 30 tahun dengan keluhan

terkilir pada bagian lateral kaki kiri, setelah menjalani 5 kali terapi didapatkan

hasil : pengurangan nyeri, peningkatan LGS, oedem pada lengan mulai

berkurang, peningkatan kemampuan fungsional.


30

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sprain ankle merupakan kondisi terjadinya penguluran dan kerobekan

pada ligamentum lateral kompleks. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya inversi

dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada

lantai/tanah, dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/tanah yang tidak

rata. Intervensi yang digunakan untuk pasien sprain ankle pada fase akut adalah

RICE, sedangkan pada fase sub akut hingga kronis dengan pemberian modalitas,

transverse friction, active stabilisation, balance exercise, dan sebagainya

Saran

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu diperlukan

kritik dan saran untuk perbaikan.

30
31

DAFTAR PUSTAKA

Caroline Kisner & Lynn Allen Colby, 2014, Terapi Latihan Dasar Dan
Teknik, Edisi ke 6, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 327, 331, 332

Tim Penyusun, 1993, Sumber Fisis, Surakarta, Pusat Pendidikan Tenaga


Kesehatan RI, Hal 53-60.

Sulfandi & Nurjana, 2018, Atlas Anatomy Of Musculoskeletal, Edisi ke ,


PhysioSmart Publising, Makasar, 67-71.

Fesa Aprinda Kusumadari, 2018, Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Sprain


Ankle Sinistra Dengan Modalitas Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
(tens) dan Terapi Latihan di RSUD Dr.Moewardi Surakarta, KTI, Surakarta, 1-3.

Setrno Pena, 2018, Penyembuhan Fisioterapi Dalam Kasus Sprain Ankle,


www.secangkirterapi.com

IMFI Wilayah 5, 2017, Sprain Ankle,


http://wilayah5.imfi.or.id/2017/12/08/sprain-angkle/

Sri Surmatiningsih, 2012, Cedera Keseleo pada Pergelengan Kaki (Sprain


Ankle), Tesis, Semarang, 1

Wahyu Pulguna, 2010, Ultrasound, www.wahyupalguna.com/2010/12/.html

Anda mungkin juga menyukai