Anda di halaman 1dari 4

Nama : Bustanil Ervan

NIM : 1926021
Matkul : Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman
Prodi : Agribisnis

KESIMPULAN BAB.I

1.1. Perlunya Perlindungan Tanaman

Perlindungan tanaman dilakukan agar supaya kegiatan budidaya tanaman yang


dilakukan dapat terhindar dari segala bentuk gangguan seperti hama dan penyakit
yang dapat menimbulkan kerugian. Dengan demikian kegitana membudidayakan
tanaman itu dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik kebutuhan pangan,
sandang, maupun papan, serta kebutuhan lainnya seperti rasa estetika, kesehatan
lingkungan, dan sebagainya.

Istilah yang digunakan untuk ilmu pengendalian serangan hama dan penyakit
tanaman ini adalah Ilmu Perlindungan Tanaman.

Gangguan pada tanaman disebabkan oleh serangan hama dan penyakit namun juga
dipengaruhi faktor genetik dan faktor lingkungan (kerusakan fisiologis). Penyakit
fisiologis ini seringkali timbul akibat tanaman kelebihan atau kekurangan unsur
hara dan air, perubahan suhu yang ekstrim (terlalu rendah atau tinggi), adanya
bahan kimia seperti herbisida dan pestisida, serta kelebihan atau kekurangan energi
surya.

1.2. Sejarah Perlindungan Tanaman dari Gangguan Hama


Pada awal abad ke-20, upaya pengendalian hama tanaman mulai dikembangkan
manusia. Hal ini ditandai dengan terbitnya buku berjudul “Insect Pest of Farm,
Garden, and Orchard” yang ditulis oleh E. Dwigt Sanderson pada tahun 1915
(Triwidodo, H. 2003). Dalam beberapa kurun waktu berikutnya terjadi revolusi
pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan adanya penggunaan DDT
(Dichloro Diphenil Trichlorethana) yaitu pengendalian hama dan penyakit dengan
menggunakan bahan kimia dan dianggap merupakan cara yang paling efisien.
Setelah adanya laporan penelitian dan kasus yang muncul sebagai akibat dampak
negative dari penggunaan DDT (Kusnaedi 2003) anggapan tersebut mulai
ditinggalkan.

Beberapa dampak negatif dari penggunaan DDT sebagai berikut:

(1) meningkatnya resistensi (kekebalan) hama.


(2) timbulnya ledakan hama yang tiba-tiba dengan intensitas serangan lebih besar.
(3) timbulnya hama sekunder.
(4) kontaminasi lingkungan.
(5) terdapat efek residu pada hasil pertanian dan peternakan.
(6) timbulnya gangguan kesehatan manusia.
Setelah penggunaan DDT dan bahan kimia sejenisnya banyak menimbulkan
dampak negative dan dilarang, lahirlah kemudian konsep Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) yang dikenal dalam istilah internasional sebagai “Integrated Pest
Management”. Di seluruh dunia, program PHT ini kemudian diperkenalkan dengan
harapan agar penggunaan pestisida ditekan serendah mungkin atau kalau bisa
dihindari penggunaannya. Di Indonesia, program PHT mulai diberlakukan sebagai
program nasional sejak tahun 1979.

1.3. Sejarah Perlindungan Tanaman dari Gangguan Penyakit

Pada tahun 1590, Hans dan Zacharias Jansen menemukan mikroskop compound.
Hooke (1655) merupakan orang pertama yang mampu melihat sel tumbuhan dan
mengilustrasikan secara rinci suatu cendawan mikroskopik patogenik tumbuhan.
Selanjutnya, pada tahun 1683, ditemukan bakteri, protozoa, dan mikroorganisme
lain dalam air dan substrat lain. Sejak itu, mulai populer “The Germ Theory of
Disease” yang merupakan dasar dari ilmu penyakit tumbuhan.

Ilmu penyakit tumbuhan terus berkembang, tahun 1729 hingga 1800, berbagai
ilmuwan mempelajari taksonomi dari cendawan, terutama penyebab karat dan
gosong, serta cendawan dari kelas Ascomycetes. Henrich Anto de Bary (1853)
membuktikan melalui demonstrasi dan mengemukakan kesimpulan bahwa
cendawan adalah penyebab penyakit, bukan akibat atau hasil dari penyakit
tumbuhan. Berkat hasil penelitiannya, Henrich Anton de Bary dijuluki “Bapak Ilmu
Penyakit Tumbuhan”.
Beberapa penelitian dan penemuan dibidang penyakit tanaman antara lain:

• Tahun 1858 merupakan tahun diterbitkannya pertama kali buku teks dalam
ilmu penyakit tumbuhan. Buku tersebut ditulis oleh Julius Kuhn dengan judul:
Die Kranheiten der Kulturewachse ihre Ursachen un ihre Verhutung (Penyakit
Tanaman, Penyebabnya dan Pencegahannya).
• Thomas J. Burrial (1878 hingga 1883) membuktikan bahwa fireblight pada
apel dan pear disebabkan oleh bakteri. Smith, EF juga mempelajari beberapa
bakteri penyebab penyakit penting pada berbagai tanaman.
• Iwanoski (1892) dan Beijerinck (1898) merupakan peneliti yang paling awal
membuktikan bahwa virus (partikel yang sangat kecil) sebagai penyebab
penyakit pada tumbuhan. Penemuan ini merupakan awal dari bidang virology.
• Stanley (1935) adalah orang pertama yang berhasil mengkristalisasi virus
(TMV) sebagai protein katalitik yang mampu melakukan multiplikasi dalam
sel hidup inang. Partikel virus dilihat pertama kali oleh Kaushe dkk, pada tahun
1939 dengan mikroskop elektron.
• Needham (1743) adalah orang pertama yang menemukan nematode sebagai
patogen tumbuhan dalam puru pada akar gandum.
• Cobb (1913 hingga 1932) melakukan studi ekstensif dalam morfologi dan
taksonomi nematode parasitik tumbuhan.
• Lafont pada tahun 1909 melaporkan bahwa protozoa flagelata merupakan
penyebab penyakit tumbuhan. Mycoplasm like organism (MLO), sekarang
disebut phytoplasm like organism, sebagai penginfeksi penyakit aster yellow,
dilaporkan oleh Doi et al di Jepang.
• pada tahun 1972, Davis dkk mempelajari spiroplasma (microorganism helical)
sebagai penyebab kerdil pada jagung. Sementara itu, viroid diketahui pertama
kali sebagai penyebab spindle tuber disease pada tahun 1971, kemudian
dilaporkan juga sebagai penyebab penyakit “kadang-kadang” pada kelapa dan
exocuritus pada jeruk.

Di Indonesia, penyakit tanaman mulai mendapat perhatian dari Pemerintah Hindia


Belanda baru pada tahun 1877, yaitu saat epidemik berat penyakit karat daun kopi
(Hemileia vastatrix) di Srilanka.
Pada tahun 1887, dimulailah kegiatan penelitian di bidang fitopatologi yang
dipelopori oleh Treub, Burch, dan Warburg yang meneliti penyakit sereh pada tebu,
karat daun kopi, dan kanker pada kina. Kemudian, van Breda de Haan meneliti
berbagai penyakit tembakau (cendawan dan nematode). Pada tahun 1897, didirikan
Balai Penelitian Kopi dan tahun 1906, berdirilah Balai Penelitian Tembakau
Swasta.

Pada tanggal 1 Januari 1919, berdiri pula Institut voor Plantenziekten (Balai
Penyelidikan Hama dan Penyakit Tumbuhan) di Bogor, sebagai tempat awal
penelitian penyakit tumbuhan. Sejak tahun 1913 hingga 1936, secara teratur setiap
tahun Lembaga Penyakit Tumbuhan di Bogor menerbitkan laporan tahunan
mengenai hama dan penyakit pertanian, perkebunan, dan kehutanan di Indonesia.

Ilmu penyakit tumbuhan merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik penyakit,


penyebab penyakit, interaksi tumbuhan dan patogen, dan lingkungan biotik serta
abiotik, faktor yang memengaruhi perkembangan penyakit dalam suatu populasi
atau individual tumbuhan; dan berbagai cara pengendalian penyakit.

Tujuan mempelajari ilmu penyakit tumbuhan adalah mencegah atau menekan


seminimal mungkin terjadinya serangan penyakit tumbuhan, meningkatkan
produksi makanan, menjaga kuantitas dan kualitas hasil panen.

Anda mungkin juga menyukai