Anda di halaman 1dari 78

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA SPRAIN ANKLE

DI POLI FISIOTERAPI REHAB MEDIK RSUD PROVINSI NTB

STASE FT SPORT

Disusun Oleh :

Suharni Raufe 202020641011086


Shifaul Azizatun Sholehah 202020641011089
Mia Agustina 202020641011090
Dwi Gita Wahyuning 202110641011034
Rizqia Mawalidain 202110641011019

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


2022
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN FT SPORT

Penatalaksanaan Fisioterapi Pada SPRAIN ANKLE


Di Poli Fisioterapi RSUD Provinsi NTB

Disusun Oleh:

Suharni Raufe 202020641011086


Shifaul Azizatun Sholehah 202020641011089
Mia Agustina 202020641011090
Dwi Gita Wahyuning 202110641011034
Rizqia Mawalidain 202110641011019

Makalah FT Sport ini Telah Disetujui


Dan Diujikan Pada April 2022

Clinical Instructur : Clinical Educator :

Kurnia Putri Utami, S.Ft., Physio. M.Biomed


NIP. 1803110101992

Mengetahui,

Ketua Program Studi Profesi Fisioterapi

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

Safun Rahmanto, SST. Ft., M. Fis


NIP. 11414100563

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
DAFTAR IS...........................................................................................................iii
BAB I ............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 3
BAB II ........................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 4
A. Anatomi Dan Fisiologi Ankle .............................................................................. 4
B. Definisi Sprain Ankle .......................................................................................... 8
C. Tanda Dan Gejala Sprain Ankle........................................................................... 9
D. Etiologi Sprain Ankle ................................................................................ 9
E. Klasifikasi Sprain Ankle .................................................................................... 11
F. Patofisiologi Sprain Ankle ................................................................................. 12
G. Faktor Resiko Sprain Ankle ............................................................................... 13
H. Intervensi Sprain Ankle ..................................................................................... 15
BAB III ........................................................................................................................ 25
STATUS KLINIS ........................................................................................................ 25
BAB IV PENUTUP ..................................................................................................... 33
Kesimpulan................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 34
LAMPIRAN JURNAl ................................................................................................. 35

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kaki adalah salah satu bagian anggota gerak tubuh yang sering

digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Apabila fungsi kaki terjadi

gangguan atau disfungsi yang menyebabkan terhambatnya aktivitas sehari-

hari seperti dalam lingkup pekerjaan sehingga mampu menurunkan

produktifitas seseorang. Salah satu kasus yang sering terjadi pada kaki

yaitu, terkilir. Terkilir dapat terjadi oleh beberapa faktor seperti, jatuh

tersandung atau gerakan yang terjadi secara tibatiba sehingga kaki belum

siap untuk menerima tumpuan. Dan salah satu gangguan maupun penyakit

pada kaki adalah Sprain Ankle. Sprain ankle adalah cedera pada ligamen

kompleks lateral karena overstretch dengan posisi inversi dan plantar

fleksi yang terjadi secara tiba-tiba saat kaki tidak menumpu dengan

sempurna (Muawanah, 2016).

Sprain ankle atau keseleo pergelangan kaki adalah kondisi

terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamentum lateral complex

yang disebabkan oleh gerak inversi dan plantar flexi ankle yang tiba-tiba.

Kerobekan yang terjadi pada ligamentum akan memicu terjadinya reaksi

radang dan menimbulkan nyeri. Pada pembuluh darah akan terjadi

haemorhage dan dilatasi yang dapat meningkatkan perlepasan zat-zat

iritan yang akan meningkatkan sensitivitas nocisensorik sehingga akan

menimbulkan nyeri.

1
2

Tingkat prevalensi cedera cukup tinggi. Prevalensi cedera sebesar

86% pada olahragawan pada penelitian pendahuluan, dan 73,5% dari

cedera tersebut tidak sembuh sempurna (Kushartanti, dkk., 2009). Di

seluruh dunia, satu kasus sprain ankle terjadi pada 10.000 orang per hari.

Hampir dari sebagian sprain ankle terjadi karena aktifitas olahraga.

Olahraga basket 17 memiliki urutan pertama yang rentan terkena cedera

sprain ankle, sedangkan sepak bola dan lari juga merupakan kegiatan

atletik yang sering mengalami cedera sprain ankle. Gejala yang muncul

setelah terjadinya sprain ankle pada 30 - 40% pasien dilaporkan bahwa

terdapat nyeri kronis, kelemahan otot dan tidak stabil (Gulano & Vega,

2013). Pada bidang olahraga cedera ankle menghasilkan bermacam derajat

kelemahan, termasuk berkurangnya performa atlit, absen pada saat

kompetisi dan merugikan secara aspek psiokolgis (Doherty et al., 2013).

Dewasa ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk

mengatasi cedera pada pergelangan kaki (ankle) meliputi obat, fisioterapi,

terapi manual, dan massage. Salah satu alternatif penanganan cedera

ankle adalah theraband therapy. Theraband therapy merupakan salah satu

bentuk terapi latihan berupa karet (strip elastis) yang berfungsi untuk

pemulihan cedera dan membantu memperkuat fungsi kerja otot (Philip

Page and Todd S. Ellenbecker, 2003: 3). Metode ini sering digunakan

oleh para fisioterapis untuk memulihkan fungsi kerja otot, ligamen dan

tendo yang mengalami penurunan kinerja saat terjadi cedera. Khusus

pada theraband therapy belum banyak diteliti. Salah satunya adalah

theraband therapy dalam pemulihan cedera ankle.


3

Modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan

sprain ankle antara lain infrared, TENS dan terapi latihan.Infra Red dapat

menghasilkan panas yang memiliki efek fisiologis dan efek terapeutik

yang dapat meningkatkan sirkulasi darah dan proses metabolism,

mengurangi nyeri oleh efek sedative yang dihasilkannya, serta dapat

menimbulkan relaksasi otot sehingga dapat menurunkan spasme otot.

Maka peran Fisioterapi adalah sebagai bentuk pelayanan kesehatan yang

ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan,

memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur

kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,

peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis),

pelatihan fungsi, dan komunikasi (Depkes RI, 2007).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus sprain ankle di poli

fisioterapi RSUD Provinsi NTB?

C. Tujuan penulisan

Mampu memahami dan memaparkan penatalaksanaan fisioterapi pada

kasus sprain ankle di poli fisioterapi RSUD Provinsi NTB.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Dan Fisiologi Ankle

1. Srtuktur tulang

Bagian distal dari tulang tibia dan fibula berartikulasi dengan tulang

tarsal pada pergelangan kaki yang membentuk struktur kaki. Yang

termasuk tulang tarsal adalah calcaneus, talus, navicular, cuneiform 1,

cuneiform 2, cuneiform 3 dan cuboid, hampir sama dengan tulang

carpal pada tangan. Dikarenakan menumpu beban yang besar maka

bentuk dan ukurannya lebih luas. Kaki memiliki persendian yang

kompleks dengan 7 tulang tarsal, 5 tulang meta tarsal dan 14 tulang

phalang yang menopang beban tubuh ketika berdiri, berjalan dan

berlari (Wright, 2011).

2. Struktur otot

Sendi ankle terbentuk dari struktur yang kompleks seperti tulang,

ligamen dan otot. Struktur tersebut yang memungkinkan sendi ankle

menjadi fleksibel dan mudah beradaptasi dengan lingkungan.

4
5

Fleksibilitas ini dibutuhkan karena kaki beresentuhan langsung dengan

tanah dan harus dapat beradaptasi ketika berubah posisi. Fungsi otot

sangat berpengaruh terhadap fleksibilitas tersebut. Otot pada kaki

dibedakan menjadi empat macam, yaitu :

a) Otot bagian anterior (m. tibialis anterior, m. peroneus tertius, m.

extensor digitorum longus, m. extensor hallucis longus) berfungsi

untuk gerakan dorsi fleksi.

b) Otot bagian posterior (m. gastrocnemius, m. soleus, m. plantaris, m.

flexor digitorum longus, m. flexor hallucis longus, m. tibialis

anterior) berfungsi untuk gerakan plantar fleksi.

c) Otot bagian lateral, terdiri dari m. tibialis anterior untuk gerakan


supinasi dan m. peroneus tertius yang berfungsi untuk gerakan

pronasi.

d) Otot bagian dalam, m. extensor digitorum longus untuk gerakan


ekstensi empat jari kaki dan m. extensor hallucis longus untuk

gerakan supinasi serta gerakan ekstensi tungkai kaki (Milner, 2008).

M. dorsal pedis untuk gerakan abduksi jari kaki, m. plantar

interossei, m. lumbricalis, m. digiti minimi, m.flexor digiti minimi,

m. flexor hallucis brevis, m. flexor digitorum brevis, m. abductor

digit minimi, m.abductor hallucis (Cael, 2010).


6

3. Struktur persendian

Menurut Premkumar (2012) Sendi pergelangan kaki (Ankle Joint)

terdiri dari bagian distal dari tulang tibia, distal fibula dan bagian

superior tulang talus. Jenis dari ankle joint adalah hinge joint. Dengan

bagian lateral dan medial diikat oleh ligamen. Adapun artikulasi

disekitarnya antara lain adalah talus dan calcaneus (subtalar joint),

antara tulang tarsal (midtarsal joint), antar tarsal bagian depan (anterior

tarsal joint), antara tarsal dengan metatarsal (tarsometatarsal joint),

antara metatarsal dengan phalang (metatarsophalangeal joint) dan

antara phalang (proximal & distal interphalangeal joint).

4. Struktur ligament

Talocrural joint (sendi ankle) termasuk dalam dua artikulasi antara

os tibia dengan os talus dibagian medial dan os fibula dengan os talus

dibagian lateral yang tergabung dalam satu kapsul sendi. Jaringan pada

sendi ankle diikat oleh beberapa ligamen, antara lain adalah ligamen

anterior tibiofibular dan ligamen posterior tibiofibular yang mengikat

antara tibia dengan fibula, ligamen deltoid yang mengikat tibia dengan

telapak kaki bagian medial, ligamen collateral yang mengikat fibula

dengan telapak kaki bagian lateral. Tendon calcaneal (Achilles)


7

terletak pada otot betis sampai calcaneus yang membantu kaki untuk

gerakan plantar fleksi dan membatasi dorsi fleksi (Saladin, 2010).

5. Struktur vaskuler

Pada ankle terdapat dua percabangan arteri poplitea, yaitu arteri

anterior tibia dan arteri posterior tibia yang berfungsi untuk mensuplai

darah ke kaki. Arteri anterior tibia mensuplai bagian anterior dari

tungkai dan masuk ke bagian posterior kaki dibawah superior dan

inferior retinaculum menjadi arteri dorsalis pedis. Sedangkan arteri

posterior tibia mensuplai 75% darah di kaki pada bagian posterior dan

lateral yang masuk melalui malleolus medialis yang kemudian akan

terbagi menjadi arteri medial dan lateral anterior sebagai pemasok

darah pada bagian plantar dari kaki. Percabangan dari arteri posterior

tibia lainnya adalah arteri peroneal yang mensuplai darah di bagian

lateral pada kompartemen belakang kaki (Dutton, 2012).

6. Biomekanik

Secara gerakan sendi ini dapat melakukan gerakan dorsofleksi,

plantarfleksi, inversi dan eversi. ROM (Range of Motion) dalam

keadaan normal untuk dorsofleksi adalah 20˚, plantarfleksi adalah

50˚, gerakan eversi adalah 20˚, dan gerakan inversi adalah 40˚.

Penulisan yang disesuaikan dengan standar ISOM (Internaional

Standard Orthopaedic Meassurement) untuk gerak dorsofleksi dan 12

plantarfleksi akan tertulis (S) 20-0-50 dan gerak inversi dan eversi

tertulis (S) 20-0- 40 (Russe, 1975 dalam Nugroho, 2016).


8

B. Definisi Sprain Ankle

Sprain ankle adalah kondisi dimana terjadinya penguluran dan

robekan pada ligamentum lateral compleks. Yang meliputi

ligamentum calcaneofibularis, ligamentum talofibularis anterior dan

ligamentum talofibularis posterior bahkan dapat mengenai

ligamentum talocalcaneare interosseum. Hal ini biasanya disebabkan

oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi secara tiba-tiba saat kaki

tidak menumpu sempurna pada tumpuan seperti lantai atau tanah,

biasanya terjadi pada permukaan yang tidak rata.

Menurut Calatayud (2014), sprain ankle terjadi karena adanya

cedera berlebihan (overstreching dan hypermobility) atau trauma

inversi dan plantar fleksi yang tiba - tiba, ketika sedang berolahraga,

aktivitas fisik, saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah

yang tidak rata sehingga hal ini akan menyebabkan telapak kaki

dalam posisi inversi, menyebabkan struktur ligamen yang akan

teregang melampaui panjang fisiologis dan fungsional normal,

terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamen kompleks lateral,


9

hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada saat berkontraksi, adanya

nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi penurunan

kekuatan otot dan kerterbatasan gerak.

C. Tanda dan gejala Sprain Ankle

Gejala pergelangan kaki terkilir (sprain ankle) diantaranya adalah:

a) Timbulnya rasa nyeri terutama saat kaki terkilir menopang berat


badan

b) Terjadi pembengkakan dan terkadang memar

c) Pergerakan yang terbatas

d) Terbentuknya nodul (benjolan) kecil pada ligament di pergelangan

kaki yang menyebabkan gesekan menetap di dalam sendi, sehingga

terjadi peradangan kronis dan lama-lama bisa menyebabkan

kerusakan menetap

e) Spasme di pembuluh darah di daerah pergelangan kaki, sehingga

tulang dan aringan lainnya bisa mengalami kerusakan akibat

kekurangan darah

f) Peradangan sendi

g) Ketidakstabila sendi di pergelangan kaki

D. Etiologi Sprain Ankle

Pergelangan kaki dapat terkilir apabila ligament-ligamen di

pergelangan kaki dapat tekanan untuk bergerak melampaui posisi

normalnya atau teregang melampaui batas.


10

a) Beberapa situasi yang merupakan penyebab pergelangan kaki

terkilir (sprain ankle) adalah:

1) Jatuh dengan pergelangan kaki terputar

2) Posisi mendarat dengan posisi kaki tidak baik setelah

melompat atau salah tumpuan

3) Berjalan atau berlari pada tanah dengan permukaan yang tidak

rata, terutama di bebatuan

b) Beberapa kondisi berikut dianggap sebagai faktor risiko

pergelangan kaki terkilir (sprain ankle) adalah:

1) Longgarnya ligament di pergelangan kaki akibat riwayat

terkilir sebelumnya hal ini menyebabkan ketidakstabilan

posisi kaki

2) Jenis sepatu tertentu (hells/sepatu tumit tinggi) akan

meningkatkan resiko untuk jatuh

3) Pola jalan tertentu yang cenderung memungkinkan kaki

untuk berputar atau ada kelainan pada postur tumit yang

mengarah ke dalam

4) Bentuk aktivitas dan olahraga yang mnandalkan gerakan pada

kaki.
11

E. Klasifikasi Sprain Ankle

Ankle merupakan persendian yang menghubungkan antara

tungkai bawah dengan kaki, sehingga sendi ankle sering mengalami

cedera oleh karena sendi ankle menjadi bagian pertama dari rantai

gerak tubuh untuk menahan dampak berjalan, berlari, memutar,

mendorong. Menurut Ali Satia Graha (2009), cedera ligament pada

sendi ankle itu sendiri dapat dikelompokkan berdasarkan berat

ringannya tingkat cedera yang terjadi, yaitu:

a) Cedera Tingkat I (Cedera Ringan) merupakan cedera yang tidak

diikuti oleh kerusakan dari jaringan tubuh, misalnya kekuatan dari

otot dan kelelahan. Pada cedera ini biasanya tidak diperlukan

pengobatan apapun, dan akan sembuh dengan sendirinya setelah

istirahat beberapa waktu.

b) Cedera Tingkat II (Cedera Sedang) Merupakan cedera dengan

tingkatan kerusakan jaringan lebih nyata, dan berpengaruh pada

reformance. Keluhan biasanya berupa nyeri, bengkak, dan

gangguan fungsi tanda-tanda inflamasi atau robeknya ligament.

c) Cedera Tingkat III (Cedera Berat) Merupakan cedera yang serius,


12

yang ditandai akan adanya kerusakan pada jaringan tubuh, seperti

robek otot, ligament maupun fraktur atau bahkan patah tulang.

F. Patofisiologi Sprain Ankle

Menurut Dutton (2012) proses penyembuhan ligamen sama

dengan jaringan tubuh lainnya. Ligamen tidak dapat pulih dengan cepat

karena darah yang tersuplai sedikit, berikut merupakan fase

penyembuhan ligamen :

a) Fase I Hemoragik

Setelah terjadinya kerusakan jaringan, celah yang ada di

area kerusakan akan diisi oleh gumpalan darah (hematoma).

Leukosit dan limfosit akan muncul yang dipicu oleh lepasnya

sitokinin pada gumpalan darah. Kemudian leukosit dan limfosit

merespon sinyal autrokin dan parakrin untuk diterjemahkan

sebagai respon inflamasi karena adanya luka.

b) Fase II Inflamasi

Makrofag akan muncul 24-48 jam dan menjadi sel utama

dalam beberapa hari. Makrofag akan memfagositosis jaringan yang

nekrosis dan menyebabkan neovaskularisasi. Setelah hari ketiga

area yang rusak akan mengandung makrofag, PMN leukosit,

limfosit dan sel mesensimal, faktor pertumbuhan dan platelet.

Faktor pertumbuhan akan menstimulasi fibroblas untuk

berpoliferasi dan sintesis kolagen tipe I, III dan V sebagai protein

non kolagen.
13

c) Fase III Proliferasi

Sel terakhir yang terdapat pada jaringan yang rusak adalah

fibroblast. Fibroblas memiliki reticulum endoplasma yang

berlimpah dan memproduksi kolagen dan protein lain dalam satu

minggu masa cedera. Setelah minggu kedua baru terbentuk

jaringan baru dan serabut kapiler pembulu darah.

d) Fase IV Remodelling dan Maturasi

Merupakan fase yang ditandai dengan penurunan bertahap

di dalam seluler pada jaringan yang mengalami proses

penyembuhan. Ligamen sudah mengalami remodeling, jaringan

menjadi kuat tapi tidak seperti morfologi normalnya. Cedera

ligamen dapat pulih kembali selama tiga tahun untuk

mengembalikan kekuatannya. Biasanya ligamen dapat pulih 50%

selama 6 bulan pasca cedera, 80% setelah 1 tahun dan 100%

setelah 1-3 tahun.

G. Factor resiko Sprain Ankle

a) Usia

Proses degenerasi tubuh akan dialami oleh semua orang,

pada umumnya proses degenerasi mulai terjadi saat usia 30 tahun.

Fungsi tubuh akan berkurang sekitar 1% per tahun. Hal ini

membuat tubuh akan menurun sesuai proses degenerasi yang

semakin rentan dengan kerusakan akibat trauma.


14

b) Jenis Kelamin

Perbedaan anatomi pada pria dan wanita menimbulkan

masalah pada olahraga jenis tertentu,terutama berkaitan dengan

anatomi organ reproduksi. Hal ini berkaitan dengan pemberian

proteksi pada alat kelamin untuk mencegah terjadinya cedera.

Perbedaan kapasitas sistem muskuloskeletal antara pria dan

wanita akan berpengaruh terhadap tingkat keparahan cedera yang

terjadi.

c) Jenis Olahraga

Olahraga tertentu akan menimbulkan cedera yang lebih

besar. Olahraga kontak yang dengan sengaja menimbulkan

cedera terhadap lawan tanding untuk mendapat nilai sudah pasti

akan menimbulkan risiko cedera paling besar. Olahraga kontak

kemungkinan akan menimbulkan luka robek, sedangkan pada

atlit tenis atau bulu tangkis lebih sering terjadi sprain atau strain.

d) Pengalaman Melakukan Teknik Olahraga

Penguasaan terhadap teknik yang digunakan akan

berpengaruh terhadap risiko cedera. Gerakan yang berlebihan

dengan frekuensi yang berlebihan akan menyebabkan cedera

overuse pada ekstremitas yang dominan digunakan.

1. Sarana Olahraga dan Peralatan Olahraga

Lingkungan olahraga yang kondusif akan menunjang

kenyamanan dalam berolahraga dan meminimalkan risiko

terjadinya cedera. Olahraga yang dilakukan 16 dilingkungan


15

ekstrim akan meningkatkan faktor risiko. Penggunaan alat olahraga

yang tepat juga diperlukan untuk mencegah terjadinya cedera.

2. Faktor Gizi

Faktor gizi merupakan faktor yang sangat berpengaruh

terhadap kapasitas jaringan dan ketahanan fisik. Pengaturan kalori,

protein serta zat gizi lainnya yang tepat akan sangat menjaga

kebugaran dan ketahanan atlit.

Pada prinsipnya cedera yang terjadi pada kegiatan olahraga

sama dengan cedera yang terjadi pada trauma lainnya.beberapa jenis

cedera yang sering terjadi pada kegiatan olahraga antara lain adalah

kontusio dan hematoma (benturan), strain (cedera pada otot atau

tendon yang menggerakkan suatu sendi atau tulang), sprain (cedera

pada ligamen yang menopang sendi), subluksasi dan dislokasi (geser

dan keluarnya sendi dari tempatnya), fraktur (patah tulang).

Penatalaksanaan semua cedera tersebut tetap menggunakan prinsip

penanganan cedera musculoskeletal (Rizal, 2014)

H. Intervensi Sprain Ankle

a) TENS

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

adalah penggunaan arus listrik yang dihasilkan oleh perangkat

untuk merangsang saraf untuk mengurangi rasa sakit. Unit ini

biasanya dilengkapi dengan elektroda untuk menyalurkan arus

listrik yang akan merangsang saraf pada daerah yang mengalami

nyeriAnother theory is that the electrical stimulation of the nerve


16

may help the body to produce natural painkillers called

endorphins, which may block the perception of pain.. Rasa geli

sangat terasa dibawah kulit dan otot yang diaplikasikan elektroda

tersebut. Sinyal dari TENS ini berfungsi untuk mengganggu

sinyal nyeri yang mempengaruhi saraf-saraf dan memutus sinyal

nyeri tersebut sehingga pasien merasakan nyerinya berkurang.

Namun teori lain mengatakan bahwa stimulasi listrik saraf dapat

membantu tubuh untuk memproduksi obat penghilang rasa sakit

alami yang disebut endorfin, yang dapat menghalangi persepsi

nyeri.

TENS memberikan arus listrik dengan amplitudo sampai

dengan 50mA dengan frekuensi 10-250Hz, banyak digunakan untuk

terapi pengurangan rasa sakit. Banyak teori yang mendukung prinsip

kerja TENS, satu diantaranya adalah teori pain gates yang diajukan

oleh Melzack dan Walls. Menurut teori ini TENS diperkirakan

mengaktifkan secara khusus perifer A beta pada daerah tanduk

dorsal sehingga memodulasi serabut A delta dan C yang

menghantarkan rasa nyeri. Hipotesis lain menjelaskan efek TENS

dalam mengurangi nyeri melalui system neurotransmitter lain yaitu

perubahan system serotonin dan substansia P.

Dengan menggunakan metode TENS, transkutan (yaitu melalui

kulit) Listrik Stimulasi saraf, fungsi saraf penting dapat diaktifkan

secara efektif. Frekuensi impuls, yang sebanding dengan

bioelectricity alami, merangsang menghilangkan rasa sakit. Dengan


17

cara ini, transmisi nyeri oleh serabut saraf terhambat dan aliran

listrik menghilangkan rasa sakit, seperti zat endorphin, yang dipicu.

Selanjutnya, aliran darah melalui zona tubuh ditingkatkan.

Terapi dengan TENS dilakukan dengan kontak langsung alat

terhadap pasien melalui sepasang elektroda. Demi memenuhi

persyaratan standar keamanan alat medis sebuah sistem keamanan

harus dirancang sehingga cidera pada pasien dapat dicegah. Sistem

keamanan yang dirancang pada dasarnya adalah mencegah

terjadinya luka bakar pada kulit akibat kesalahan penempatan

elektroda. Kesalahan penempatan elektroda memungkinkan

elektroda tidak melekat dengan baik pada kulit dan sementara itu

arus dialirkan, dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.

Adapun penempatan elektroda TENS:

1) Di sekitar lokasi nyeri : Cara ini paling mudah dan paling sering

digunakan, sebab metode ini dapat langsung diterapkan pada

daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter dan letak yang

paling optimal dalam hubungannya dengan jaringan penyebab

nyeri.

2) Dermatome : Penempatan pada area dermatome yang terlibat,

penempatan pada lokasi spesifik dalam area dermatome,

penempatan pada dua tempat yaitu di anterior dan di posterior

dari suatu area dermatome tertentu.

3) Area trigger point dan motor point


18

b) US

Terapi US merupakan jenis thermotherapy (terapi panas) yang

dapat mengurangi nyeri akut maupun kronis. Terapi US biasanya

dilakukan pada rentang frekuensi 0,8 sampai dengan 3 MHz.

Frekuensi yang lebih rendah dapat menimbulkan penetrasi yang

lebih dalam (sampai dengan 5 cm). Penyebaran efek ultra sonik

dalam jaringan. Efek penyebaran ultra sonik dalam jaringan

bergantung pada kedalaman penetrasi yang tergantung pada

absorpsi dan penyebaran pancaran ultra sonik selama dalam

jaringan.Merupakan penerima panas yang dikonversikan dari

energi akustik.

Penetrasi terdalam pada setiap media:

1) Bila tulang: penetrasi 7mm pada frekuensi 1MHz, pada 3MHz

tidak diperoleh penetrasi. Bila media kulit: penetrasi 36 mm

pada frekuensi 1 MHz, pada 3 MHz 12 mm

2) Bila media tendon: penetrasi 21 mm pada frekuensi

1MHz, pada 3MHz 7 mm

3) Bila media otot: penetrasi 30 mm pada frekuensi 1MHz,

pada 3 MHz 7 mm

4) Bila media lemak: penetrasi 165 mm pada frekuensi 1

MHz, pada 3 MHz 55 mm (3 MHz penetrasi 1/3 dari

frekuensi 1 MHz.
19

4) Dosis

1) Frekuensi

Ultrasound diberikan setiap 2-3 hari sekali

2) Intensitas

Merupakan rata-rata energi yang dipancarkan tiap unit

area, dan dinyatakan dalam watt per sentimeter persegi

(W/cm2).Umumnya intensitas untuk terapi ultra sonik ini

berkisar antara 0 s.d 5 W/cm2.Pemberian ultrasound

dengan intensitas tinggi dapat mengakibatkan terjadinya

unstable cavitation ataupun mikrotrauma jaringan.

3) Time

Waktu pemberian ultrasound di dasarkan pada luas area

yang diterapi dengan rumus luas daerah yang diterapi

dibagi luas tranducer dikali 1-2 menit.Waktu maksimal

pemberian ultrasound yaitu 15 menit.

4) Aplikasi transducer

Penggunaan tranduser diaplikasikan tegak lurus secara

stroking sirkuler ataupun transversal terhadap area yang

akan diterapi.

a. Efek yang ditimbulkan oleh ultrasound

Efek lain dari micromassage adalah efek biologis yang

merupakan refleks fisiologis dari pengaruh mekanik dan

pengaruh panas. Efef biologis yang ditimbulkan oleh

ultrasound antara lain: Meningkatkan sirkulasi darah,


20

Rileksasi otot serta Mengurangi nyeri.

b. Indikasi

Spasme (neuromuskuler/muskuloskeletal) pada cedera atlet,

kompresi akar saraf dan beberapa jenis neuritis, tendinitis

(peradangan tendon), bursitis, sprain, cedera rotator cuff,

frozen shoulder, arthritis, CTS.

c. Kontraindikasi

Epifise tulang yang sedang tumbuh, uterus wanita hamil,

tonjolan tulang, mata, jaringan testis, pace maker, hati-hati

pada gangguan sensorism di dalam air hati-hati tangan terkena

paparan yang lama, proses osteogenik pada penyembuhan

fraktur, keganasan, inflamasi akut.

c) Latihan

Plantar Flexion Exercise

1 Berdiri didepan meja atau kursi

2 Letakkkan tangan anda pada meja atau kursi untuk keseimbangan

3 Angkatlah badan anda dengan menggunakan ujung jari kaki anda

4 Kemudian tahan pada posisi ujung jari kaki mengangkat tubuh

selama 5 detik

5 Secara perlahan-lahan turunkan telapak kaki sampai


21

menyentuh tanah/pada posisi berdiri

6 Ulangi 10 kali

Dorsi Flexion Exercise

1 Berdiri didepan meja atau kursi

2 Letakkan tangan anda pada meja atau kursi untuk keseimbangan

3 Angkatlah tubuh anda dengan menggunakan tumit

4 Tahan pada posisi tersebut dengan tumit anda selama 5 detik

5 Perlahan-lahan kembalikan pada posisi berdiri

6 Ulangi 10 kali

Inversion Dan Eversion Exercise

1 Duduk dengan kaki lurus, badan bersandar pada tembok

2 Secara perlahan putar kaki anda kedalam dan tahan selama 5


detik
22

3 Sekarang putar kaki anda perlahan-lahan keluar dan tahan

selam 5 detik pula

4 Ulangi latihan ini selama 10 kali

5 Ulangi latihan tersebut pada kaki yang lain

2. Terapi latihan

Menurut Marcia et al (2009, dalam Nugroho, 2016) bentuk latihan yang

digunakan adalah sebagai berikut :

1) Plantar Fascia Stretch

dengan cara menarik ankle menggunakan handuk, dengan cara

melilitkan handuk pada telapak kaki dan mengulur tendon Achilles.

Seperti gambar 2.17.

2) Towel Crunches

dengan cara meletakkan handuk dibawah telapak kaki dan melakukan

gerakan menggulung dan melepaskan gulungan handuk.

Seperti gambar 2.18.

Gambar 2.18 Towel Crunches (Nugroho, 2016)


23

3) Picking Up Object

Latihan dengan cara mengambil suatu objek dan memindahkan ke

tempat lain. Seperti gambar 2.19.

4) Unilateral Balance Activities

Latihan dengan cara berdiri dengan satu kaki diawali dengan mata

terbuka dilanjutkan dengan mata tertutup seperti gambar 2.20.

5) Triceps Surae Strecth

Latihan dengan cara mengkontraksikan otot gastrocnemius pada lantai

atau dinding. Seperti gambar 2.21.


24

Gambar 2.21 Triceps Surae Stretch (Nugroho, 2016)

6)Thera Band

Latihan dengan cara dililitkan pada ankle dan kaki meja dilanjutkan

dengan melatih gerakan dorsifleksi, plantar fleksi, inverse dan eversi.

Seperti gambar 2.22.


BAB III
STATUS KLINIS

TEMPAT PRAKTIK : RSUD Provinsi NTB


PEMBIMBING : Baiq Hifzatul Mandalika
Tanggal Pembuatan Laporan: 2 Mei 2022
Kondisi/ Kasus: Sprain Ankle

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama : Ny E
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Nasrani
Pekerjaan : Atlet Marathon Ultra
Alamat : Perampuan, Lombok Barat

II. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT


A. DIAGNOSIS MEDIS
Sprain Ankle Sinistra

B. CATATAN KLINIS
(Medika mentosa, hasil lab, foto rontgen, MRI, CT-Scan, dll)
-

C. RUJUKAN DARI DOKTER


-

III. SEGI FISIOTERAPI


A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

25
26

B. ANAMNESIS (AUTO/HETERO)
1.KELUHAN UTAMA
Px mengeluhkan nyeri pada bagian pergelangan kaki sebelah kiri dan bengkak
serta sulit untuk digerakkan

2.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG (Sejarah keluarga dan genetic, kehamilan, kelahiran dan
perinatal, tahap perkembangan, gambaran perkembangan, dll)

Pada 20 April 2022 lalu pasien melakukan marathon di track trill gunung rinjani,
saat turun dari summit pasien menumpu pada batu dan tergelincir sehingga
membuat pergerakan ankle yang tidak stabil dan mengarah ke inversi. Akibatnya
pasien langsung terjatuh dan merasakan kesakitan pada pergelangan kaki, pasien
mendapat pertolongan pertama berupa chlorethyl spray, namun hingga 2 hari
kemudian pasien masih merasakan nyeri dan kesulitan berjalan. Kemudian pasien
mengkonsultasikan nyeri yang dirasakan pada kaki sebelah kiri kepada fisioterapis.

3.RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Tidak ada riwayat penyakit dahulu

4.RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA


Tidak ada riwayat penyakit penyerta

5.RIWAYAT PENGOBATAN
Tidak ada riwayat pengobatan

6.ANAMNESIS SISTEM
a. Kepala dan Leher
Tidak ada keluhan
b. Kardiovaskular
Tidak ada keluhan
c. Respirasi
Tidak ada keluhan
d. Gastrointestinal
Tidak ada keluhan
e. Urogenital
Tidak ada keluhan
f. Musculoskeletal
1. Nyeri pada pergelangan kaki sebelah kiri
2. Oedema pada pergelangan kaki sebelah kiri
3. Spasme pada otot gastrocnemius
g. Nervorum
Tidak ada keluhan

C. PEMERIKSAAN
1.PEMERIKSAAN FISIK
a) TANDA-TANDA VITAL
27

Tekanan Darah: 120/80 mmhg


Denyut nadi : 75 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Temperatur : 36,5 ℃
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 50 kg

b) INSPEKSI (STATIS & DINAMIS)


(Posture, Fungsi motorik, tonus, reflek, gait, dll)
 Inspeksi Statis : raut wajah px menahan nyeri dan terdapat bengkak
pada pergelangan kaki sebelah kiri.
 Inspeksi Dinamis : px datang dengan jalan pincang dan menggunakan
bandage pada kaki kiri.

c) PALPASI
(Nyeri, Spasme, Suhu lokal, tonus, bengkak, dll)
 Nyeri gerak pada pergelangan kaki sebelah kiri
 Oedema pada pergelangan kaki sebelah kiri
 Spasme pada otot gastrocnemius
 Suhu lokal terasa hangat

d) PERKUSI
Tidak dilakukan perkusi

e) AUSKULTASI
Tidak dilakukan auskultasi

f) GERAK DASAR
 Gerak Aktif : px tidak mampu melakukan gerakan aktif pada ankle
sinistra secara full ROM.
 Gerak Pasif : px mampu melakukan gerakan pasif pada ankle
sinistra dengan dibantu oleh terapis namun tidak full ROM.
 Isometrik : px tidak mampu melakukan tahanan minimal dari terapis.

g) KOGNITIF, INTRA-PERSONAL, INTER-PERSONAL


 Kognitif : Bagus, karena pasien mampu menceritakan keluhan dan
riwayat penyakit.
 Intrapersonal : Bagus, karena pasien mempunyai motivasi untuk
sembuh.
 Interpersonal : Bagus, karena pasien mampu berkomunikasi dan
kooperatif kepada terapis.
28

h) KEMAMPUAN FUNGSIONAL DASAR, AKTIVITAS FUNGSIONAL,


& LINGKUNGAN AKTIVITAS
 Kemampuan Fungsional Dasar : px keterbatasan dalam melakukan
gerakan full ROM pada ankle sinistra.
 Aktivitas Fungsional : px kesulitan pada saat berjalan dan berdiri saat
beribadah di gereja.
 Lingkungan Aktivitas : px belum mampu melakukan aktivitas
pekerjaannya sebagai atlet marathon ultra.

2.PEMERIKSAAN SPESIFIK
(Nyeri, MMT, LGS, Antropometri, Sensibilitas, Tes Khusus, dll)
a. Nyeri (NRS)

 Diam :3
 Tekan :5
 Gerak :7

b. MMT ankle sinistra = dorso fleksi : 3


= plantar fleksi : 3
= inversi : 3
= Eversi : 3

c. LGS ankle sinistra = dorso - plantar fleksi : 150 - 00 - 300


= inversi - eversi : 50 - 00 - 250

d. Pemeriksaan bengkak (antropometri) : 20 cm

e. Tes khusus =
 Anterior Drawer Test = (+)
 Tallar Tilt Test = (+)
29

D. UNDERLYING PROCCES

E. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
(International Clatification of Functonal and disability)
Hypomobility, pain and spasme e.c Sprain Ankle sinistra
1. Impairment
 Nyeri pada pergelangan kaki sebelah kiri
 Oedema pada pergelangan kaki sebelah kiri
 Spasme pada otot gastrocnemius
 Keterbatasan ROM
2. Functional Limitation
 Px keterbatasan dalam gerakan dorso plantar fleksi
 Px belum mampu berjalan normal dan naik turun tangga
3. Disability
 Px belum mampu melakukan aktivitas pekerjaannya sebagai atlet marathon
ultra.

F. PROGNOSIS
Qua at Vitam : Bonam
Qua at Sanam : Bonam
Qua at Fungsionam : Dubia et Bonam
30

Qua at cosmeticam : Dubia et Bonam

G. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI
1.Tujuan treatment
a) Jangka Pendek
 Menurunkan nyeri
 Menurunkan oedema
 Menurunkan spasme
 Meningkatkan ROM
 Meningkatkan keseimbangan dan berjalan

b) Jangka Panjang
 Melanjutkan program jangka pendek
 Meningkatkan ADL secara mandiri
 Return to sport

2.Rencana tindakan
a. Teknologi Fisioterapi
a. TENS
- Mengurangi rasa nyeri
b. USD (Ultra Sound Dhiathermy)
- Merangsang jaringan tubuh yang mengalami kerusakan untuk
mempercepat proses penyembuhan jaringan, meningkatkan rileksasi
jaringan dan mengurangi nyeri
c. Terapi latihan
- Meningkatkan kekuatan otot / menstimulasi gerakan sendi kearah normal

H. PELAKSANAAN FISIOTERAPI

T0-T2
1. US (Ultra Sound Dhiathermy)
- F : 2 x/seminggu
- I : toleransi px
- T : Direct contact
- T : 5 menit
2. Electrical Stimulation
- F: 2 x seminggu
- I: toleransi pasien
- T: TENS
- T: 10 menit
3. Tapping
- F : 2 x/minggu
- I : 30-40%
- T:-
- T : Continues
31

4. Terapi Latihan
- F : 3 x/seminggu
- I : toleransi px
- T : Fase I : (isometrik )
` - ankle pumping
- AROM & PROM
- stretching gastrocnemius,
- ankle 4 gerakan
- quad set & ham set
T3-T4
Fase II : (isotonik)
- Ankle 4 gerakan + teraband
- Towel curl
- Calf rise, heel rise
- Step up & step down
- Wall squat, body weight squat
- Single leg stand (tanpa alat, handuk, bosu)
- Bridging
- Clam shell + miniband
- T : 10 x 3 set

I. HASIL EVALUASI TERAKHIR


- Nyeri
NRS T0 T1 T2 T3 T4
Diam 3 2 1 0 0
Gerak 7 5 4 3 2
Tekan 5 4 3 3 2

- MMT Ankle Sinistra


T0 T1 T2 T3 T4
Dorso fleksi 3 3 3 4 4
Plantar fleksi 3 3 4 4 4
inversi 3 3 4 4 4
eversi 3 3 3 4 4

- Spasme
T0 T1 T2 T3 T4
+ + + - -

- LGS
T0 T1 T2 T3 T4
S 15 -0-30o
o
15 -0-30o
o
20 -0-30o
o
20 -0-35o
o
20 -0-35o
o

F 50-0-250 50-0-250 50-0-300 100-0-300 150-0-300


32

J. EDUKASI DAN KOMUNIKASI


 Px dianjurkan melakukan pemanasan dan pendinginan sebelum/sesudah
latihan.
 Px dianjurkan melakukan latihan yang telah diinstruksikan oleh terapis.
 Px dianjurkan memakai ankle support

K. CATATAN PEMBIMBING PRAKTIK

L. CATATAN TAMBAHAN

Mataram, 9 Mei 2022


Pembimbing

(...............................................................)
33

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sprain ankle merupakan cedera pada ligamen kompleks lateral karena overstretch

dengan posisi inversi dan plantar flexi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu

sempurna pada lantai/tanah, dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/tanah

yang tidak rata. Ligament-ligament yang terkena adalah anterior talofibular ligament,

posterior talofibular ligament, calcaneocuboideum ligament, talocalcaneus ligament,

dan calcaneo fibular ligament (Kisner dan Colby, 2012).

Sprain ankle akan menimbulkan nyeri, nyeri yang diakibatkan karena inflamasi

akan meningkat dikarenakan adanya kelemahan pada ligament sebagai stabilitas pasif

(ligament laxity), ketidakseimbangan otot (muscle imbalance) dan sebagai stabilitas

aktif pada ankle, sehingga kemampuan untuk menyangga tubuh menurun, hal ini akan

menyebabkan ketidakmampuan aktivitas fungsional sehari-hari.

Oleh sebab itu, penatalaksanaan fisioterapi yang digunakan dalam penanganan

kasus sprain ankle antara lain, IR dan USD yang berguna untuk mengurangi nyeri,

spasme, melancarkan sirkulasi darah dan memperbaiki sistem jaringan yang rusak dan

juga diberikannya terapi latihan untuk meningkatkan kekuatan otot / menstimulasi

gerakan sendi kearah normal.


34

DAFTAR PUSTAKA

Ansar dan Sudaryanto.2011. Biomekanik Osteokinematika dan Arthokinematika.

Aras Djohan dkk, 2016. “The New Concept Of Physical Therapist Test and

Measurment”. Makassar: Physiocare Publishing

Aras Djohan dkk, 2014. “Tes Spesifik Muskuloskeletal Disorder (Edisi Revisi)”.

Makassar: Physiocare Publishing

Richard S S. Anatomi Klinis berdasarkan Sistem. Sugiharto L, Suwahjo A, LIestyawan

YA, editors. Jakarta: EGC; 2012.

Martin R, Daven P, Stephen P, Wukich D, Josep. 2013. Ankle Stability and Movement

Coordination impairments: Ankle Ligamen Sprains. Clinical Practice Guidelines

Linked to the International Classification of Functioning, Disability and Health

From the Orthopaedic Sectionof the American Physical Therapy Association. J

Orthop Sports Phys Ther. 2013;43(9):A1-A40. doi:10.2519/jospt.2013.0305

Hertel, J. (2002). Functional Anatomy, Pathomechanics, and Pathophysiology of Lateral

Ankle Instability. Journal of Athletic Training , 37 (4), 364-75


35

LAMPIRAN
JURNAL
International Journal of Research and Review
www.ijrrjournal.com E-ISSN: 2349-9788; P-ISSN: 2454-2237

Original Research Article

Effect of Therapeutic Ultrasound v/s Laser on


Functional Performance in Patients with Acute
Ankle Sprain
Dr. Pournima Pawar1, Dr. Ujwal Yeole2, Miss. Vrushali Dhavale3,
Dr. Rasika Panse4
1
Assistant Professor, Department of Physiotherapy, Tilak Maharashtra Vidyapeeth, Pune-37.
2
Associate Professor & Principal, Department of Physiotherapy, Tilak Maharashtra Vidyapeeth, Pune-37.
3
Intern, Department of Physiotherapy, Tilak Maharashtra Vidyapeeth, Pune-37.
4
Assistant Professor, Department of Physiotherapy, Tilak Maharashtra Vidyapeeth, Pune-37.
Corresponding Author: Dr. Pournima Pawar

ABSTRACT

Background: An ankle sprain is where one or more of the ligaments of the ankle are partially or
completely torn. An ankle sprain is a common injury. Inversion-type, lateral ligament injuries represent
approximately 85% of ankle sprain. The incident of ankle sprain is highest in sports population. Poor
rehabilitation after an initial sprain increases the chances of this injury recurrence.
Objective: To find out the effect of ultrasound and laser on functional performance in patients with acute
ankle sprain.
Materials and methodology: Total number of 38 both genders males and females participants between
the age18-35 years with ankle sprain patients were selected by customized sampling. Scoring scale for
subjective and functional follow-up evaluation after ankle injury was used to assess pain in ankle sprain
patients.
Results: After comparing pre and post intervention data using paired and unpaired t test results showed,
there was significant improvement in pain (p<0.0001) in Group A.
Conclusion: In this study we concluded that therapeutic ultrasound is more effective than LASER in ankle
sprain patients.
Keywords: Ankle sprain patients, Therapeutic ultrasound, LASER, functional performance scoring.

INTRODUCTION: grade 3 (severe) is a complete ligament


Ankle sprains are one of the most rupture. The symptoms of ankle sprain
common musculoskeletal injuries. The most include chronic pain, recurrent swelling in
common mechanism is combination of chronic instability. [1]
inversion and adduction of the foot in The following are some of the terms
plantar flexion (supination). This injury used to describe different forces the ankle
mechanism can cause damage to the lateral may be subjected to: Inversion (adduction):
ankle ligaments. Injury of the anterior talo- Inward twisting of the ankle, eversion
fibular ligament with intact medial (abduction): Outward twisting of ankle
ligaments leads to antero lateral rotator Supination Inversion plus adduction of the
instability. [1] foot so that the sole faces medially,
Ankle ligament sprains are usually Pronation Eversion and abduction of the
graded on the basis of severity. Grade foot so that the sole faces laterally, Rotation
1(mild) stretching of ligaments, grade 2 (external or internal): A rotator movement
(moderate) is a partial rupture of ligament, of the foot so that the talus is subjected to a

International Journal of Research & Review (www.ijrrjournal.com) 199


Vol.5; Issue: 12; December 2018
Pournima Pawar et.al. Effect of Therapeutic Ultrasound V/S Laser on Functional Performance in Patients with
Acute Ankle Sprain

rotatory force along its vertical axis, consent was taken and subjects explained
Vertical compression: A force along long the aim and objectives of the study.
axis of the tibia. [2] Demographic data is obtained by using data
Many treatment options have been collection sheet. The subjects were
suggested like surgery, immobilization, instructed to fill out the scoring scale for
functional treatment with bandages tape or functional follow-up evaluation after ankle
different braces. [1] injury. Group A subjects received treatment
Ultrasound is commonly used in with therapeutic Ultrasound and Group B
association with other forms of treatment in received treatment with LASER.
the management of sprains of the lateral Assessment was done on 1 st and 7th day pre
ligament of the ankle. Despite its wide and post treatment.
spread use there is little scientific evidence
to supports its role in the management of Ultrasound: [6] Mode- Pulsed
ankle sprain. [3] Ultrasound is used in Frequency- 3 MHz
physical therapy to relief pain, reduced Intensity- 0.1 to 0.5 or 0.8 wcm-2
swelling and improved joint instability in Duration- 8 min
ankle sprain. [4] LASER: [6] Device- 904nm
Treatment of painful disorder with Peak power- 25 watt
LASER is still considered to be Frequency- 5000 or 500 Hz
experimental by main stream medicine. Energy density- 4-10J/cm2
LASER has three basic effects Pulse duration- 200nsec
(biostimulative-regenerative, analgesic and For 7 days.
anti-inflammatory effect). [4] Inclusion Criteria
1. Both males and females.
MATERIALS AND METHODS 2. Patients within 18-35 years of age.
Material 3. Medically diagnosed with ankle sprain.
Demographic data sheet, consent form, 4. Patients with grade I, II ankle inversion
therapeutic ultrasound, Laser. sprain.
Method Exclusion Criteria
A pre-post experimental study was 1. Any recent fracture to lower limbs in
conducted where in 38 ankle sprain patients past months.
were selected according to inclusion an 2. Patients not willing to participate.
exclusion criteria using customized Outcome Measures
sampling. The study duration was of 6 Scoring scale for subjective and functional
months and study setting was hospitals in follow-up evaluation after ankle injury. [7]
and around Pune. The target population was
ankle sprain patients. Synopsis was STATISTICAL ANALYSIS:
submitted to Institutional Ethical clearance Microsoft office excel 2007 was used and
to Tilak Maharashtra Vidyapeeth, statistical analysis was done by Instat.
Department of Physiotherapy. Patients with Paired and unpaired t test was used for
ankle sprain were approached and 38 normalised data with p<0.0001. Mean Age
samples were customized. Informed were was found to be 24.99.

RESULTS
Table 1: Comparison of Variables in Group A & Group B.
Outcome Measures Group A Group B
(Mean ± SD) (Mean ± SD)
Age 22.86±4.03 27.13±4.59
Gender M=6 F=9 M=5 F=10
Scoring scale for subjective and functional follow up Pre Post P value Pre Post P
evaluation after ankle injury value
28.53±4.67 60.8±6.92 <0.0001 31.2±5.83 32.26±7.12 0.067

International Journal of Research & Review (www.ijrrjournal.com) 200


Vol.5; Issue: 12; December 2018
Pournima Pawar et.al. Effect of Therapeutic Ultrasound V/S Laser on Functional Performance in Patients with
Acute Ankle Sprain

Interpretation: This graph describes the


comparison of pre and post intervention mean
values of Scoring Scale for subjective and
Functional Follow up evaluation after ankle
Injury, for Group A (ULTRASOUND) and
Group B (LASER) and shows significant
improvement.

DISCUSSION
The purpose of the study was to
compare effect of ultrasound versus laser in
ankle sprain. In this study 38 medially
Graph 1: Group A Intergroup comparison of subjective and diagnosed patients were approached out of
functional follow up evaluation after ankle injury
which 4 participants were excluded
Interpretation: This graph describes the pre and post according to the inclusion and exclusion
intervention mean values of Scoring Scale for criteria and 4 patients dropped out of the
subjective and Functional Follow up evaluation after study. Group A and group B were divided,
ankle Injury, for Group A (ULTRASOUND) and Group A was of Therapeutic ultrasound and
shows significant improvement.
Group B was of LASER. Assessment was
done on 1st and 7th day pre and post
treatment. Scoring Scale for Subjective and
Functional Follow-up Evaluation after ankle
injury was taken as outcome measure in
which there were nine components present.
Grading system was based on four
categories (excellent,85-100;good,70-80;
fair, 55-65; and poor,<50.) Pain, swelling,
stiffness, tenderness, or giving way during
activity (mild only one of these symptoms is
present; severe, four or more of these
Graph 2: Group B Intergroup comparison of subjective and
symptoms are present).
functional follow up evaluation after ankle injury It is generally agreed that majority of
acute grade 1 to 3 ankle sprains can be
Interpretation: This graph describes the pre and post treated by non- operative measures. During
intervention mean values of Scoring Scale for the proliferation phase, the tissue responds
subjective and Functional Follow up evaluation after
ankle Injury, for Group B (LASER) and shows with vascular ingrowth, fibroblast
significant improvement. proliferation and new collagen formation.
Protection of inversion is important during
this phase of healing to prevent excess
formation of weaker type III collagen
formation that can contribute to chronic
elongation of the ligament. Controlled stress
on the ligament will promote proper
collagen fibre orientation. In addition,
motion, stretching and strengthening will
avoid the harmful effects of immobilization
on the muscle, joint cartilage and bone. [1]
A study done by Daniele AWM Van
der Windt et al stated that application of
Graph 3: Interagroup comparison of subjective and functional
therapeutic ultrasound for ankle sprain
follow up evaluation after ankle injury

International Journal of Research & Review (www.ijrrjournal.com) 201


Vol.5; Issue: 12; December 2018
Pournima Pawar et.al. Effect of Therapeutic Ultrasound V/S Laser on Functional Performance in Patients with
Acute Ankle Sprain

results in promotion of cellular metabolic assumed to be most effective in the first


rate and increased viscoelastic properties. [3] phase treatment. [3]
Another study done by Debie et al
stated that neither high nor low dose CONCLUSION
LASER therapy is effective in the treatment Our study concluded that Ultrasound has a
of Lat. Ankle sprains. [8] greater effect on Ankle sprain than LASER.
One study done by Makuloluwe
1977, which compared the effectiveness of REFERENCES
therapeutic ultrasound with immobilization 1. Wolf Petersen, Ingo Volker Rembitzki,
in patients with mild to moderate ankle Andreas Gösele Koppenburg et.al.
sprain and detected large and significant Treatment of acute ankle ligament injuries:
a systematic review. Arch Orthop Trauma
differences in favour of ultrasound therapy Surg. 2013 Aug; 133(8): 1129–1141.
when compared with immobilization using 2. J. Maheshwari, Essential Orthopaedics, 3rd
elastoplast. However, this study was edition.pg no136.
considered to be of relatively poor validity 3. van den Bekerom MP, van der Windt DA,
and at high risk of bias from lack of Ter Riet G. et. al. Therapeutic ultrasound for
blinding. Another pragmatic study acute ankle sprains. Cochrane Database Syst
comparing ultrasound with electrotherapy Rev. 2011 Jun 15;(6):CD001250.
reported better results for electrotherapy 4. Bjordal JM, Johnson MI, Iversen V, et.al.
with respect to improvements of swelling, Low-level laser therapy in acute pain: a
pain, and ability to walk Van Lelieveld systematic review of possible mechanisms
1979. None of the trials included a follow- of action and clinical effects in randomized
placebo-controlled trials. Photomed Laser
up period longer than one month. Surg. 2006 Apr;24(2):158-68.
Ultrasound therapy is assumed to be most 5. John Low and Ann Reed, Electrotherapy
effective in the first phase of treatment Explained Principles and Practice, 4th
(Roebroeck 1998) and long-term effects edition.pg no.284, 489.
may not be expected. Indeed as already 6. David J. Magee, Orthopaedic Physical
stated, the four trials with follow-up periods assessment, 5th edition.pg no 885.
of two to four weeks showed that the large 7. Kaikkonen A, Kannus P, Järvinen M. A
majority of participants had fully recovered performance test protocol and scoring scale
by that time and any difference between for the evaluation of ankle injuries. Am J
intervention groups were negligible. [3] Sports Med. 1994 Jul-Aug;22(4):462-9.
In 1998 Roebroeck, did a study 8. de Bie RA, de Vet HC, Lenssen TF, et.al.
Low-level laser therapy in ankle sprains: a
which stated that Ultrasound therapy is
randomized clinical trial. Arch Phys Med
Rehabil. 1998 Nov; 79(11): 1415-20.

How to cite this article: Pawar P, Yeole U, Dhavale V et.al. Effect of therapeutic ultrasound v/s
laser on functional performance in patients with acute ankle sprain. International Journal of
Research and Review. 2018; 5(12):199-202.

******

International Journal of Research & Review (www.ijrrjournal.com) 202


Vol.5; Issue: 12; December 2018
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

PERBEDAAN PELATIHAN PROPRIOCEPTIVE MENUNGGUNAKAN WOBBLE


BOARD DENGAN PELATIHAN PENGUATAN OTOT ANKLE MENGGUNAKAN
KARET ELASTIC RESISTANCE DALAM MENURUNKAN FOOT AND ANKLE
DISABILITY PADA KASUS SPRAIN ANKLE KRONIS

Oleh:
Siti Muawanah*, N. Adiputra**, Sugijanto***
*Program Studi Magister Fisiologi Olahraga, Universitas Udayana
**Program Studi Magister Fisiologi Olahraga, Universitas Udayana
***Universitas Esa Unggul
ABSTRAK
Sprain ankle kronis merupakan overstretch pada ligamen complex lateral terjadi pada
pergerakan plantar fleksi dan inversi. Kelemahan ligament sebagai stabilitas pasif
mengakibatkan keluhan nyeri, dan inflamasi kronis, hingga proprioceptive menurun,
kelemahan otot-otot foot and ankle serta ketidakstabilan dalam melakukan aktivitas normal.
kondisi-kondisi dari sprain ankle kronis menyebabkan ketidakmampuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari sehingga menyebabkan foot and ankle disability. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menganalisa apakah pelatihan proprioceptive menggunakan wobble board
berbeda dengan pelatihan penguatan otot ankle menggunakan karet elastic resistance dalam
menurunkan foot and ankle disability pada kasus sprain ankle kronis. Metode penelitian ini
adalah Eksperimental murni dengan randomized pre-test and post- test group design. Dalam
penelitian ini 10 responden diberikan pelatihan proprioceptive dengan wobble board selama
6 minggu dengan frekuensi latihan 3 kali seminggu, dan 10 responden diberikan pelatihan
penguatan otot ankle dengan karet elastic resistance selama 6 minggu frekuensi latihan 3 kali
seminggu. Alat ukur yang digunakan adalah foot and ankle disability indeks (FADI). Hasil
analisis statistik parametrik dengan Paired sample t-test. Hasil uji hipotesis menunjukkan
kedua kelompok perlakuan secara signifikan dapat menurunkan foot and ankle disability,
sebelum Perlakuan pada Kelompok I dengan rerata 25,90 + 15,56 dan Sesudah Perlakuan
pada Kelompok I 6,60 +5,03 nilai p=0,001(p<0,05), dan Sebelum Perlakuan pada Kelompok
II rerata 44,90+ 18.80 dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok II rerata 13,10 + 10,304 nilai
p=0,000 (p<0,05), sedangkan nilai sebelum Kelompok I 25,90±15,57 dan kelompok II
25,90±15,57 nilai p = 0,024 (p < 0,05) ada perbedaan bermakna maka memakai data selisih.
Uji beda dengan Independent sample t-test diantara ke dua Kelompok ada perbedaan yang
signifikan dengan nilai selisih Kelompok I 19,30±12,59 dan Kelompok II 31,10±12,19 dan p
= 0,047 (p < 0,005). Simpulan pada penelitian ini bahwa pelatihan proprioceptive
menggunakan wobble board dan pelatihan penguatan otot ankle menggunakan karet elastic
resistance ada perbedaan yang signifikan dalam menurunkan foot and ankle disability pada
kasus sprain ankle kronis.
Kata Kunci : foot and ankledisability, sprain ankle kronis, wobble board, karet elastic
resistance.

59
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

THE DIFFERENCE PROPRIOCEPTIVE EXERCISE WITH WOBBLE BOARD AND


ANKLE MUSCLE STRENGTHENING EXERCISE WITH ELASTIC RESISTANCE
BAND TO DECREASING FOOT AND ANKLE DISABILITY IN CHRONIC ANKLE
SPRAINED.
By:
Siti Muawanah*, N. Adiputra**, Sugijanto***
*Magister of Sport Physiology, Udayana University
** Magister of Sport Physiology, Udayana University
***Esa Unggul University

ABSTRACT
Chronic ankle sprained is the overstretched on complex lateral ankle ligament will
happens on that movement, especially on plantar flexion and inversion. The ligament
weakened as a passive stabilization will cause pain and chronic inflammation problem. So, it
will decreased proprioception, muscle weakness in foot and ankle and also unstable symptom
in normal activity. Chronic Ankle sprained coditions causing disability in daily activity so it
will lead to ankle and foot disability. The aim of this study is to analyze is the proprioception
exercise using a wobble board different with elastic resistance band to strengthened the ankle
muscle in decreasing foot and ankle disability in chronic ankle sprained condition. The
method rod this study is pure experimental with randomized pre and post test group design.
In this study there are 10 respondent given propioception exercise with wobble board for 6
weeks in 3 times frequent, and 10 respondent given given strengthening ankle muscle
exercise with elastic resistance band for 6 weeks in 3 times frequent. The measurement that
used is Foot And Ankle Disability Index (FADI). Result of parametric statistical analysis
with Paired sample-test. The hypothesis test shown that both group has significant result in
decreasing foot and ankle disability, pre group I result average 25,90 + 15,56 and post 6,60 +
5,03. And pre group II average 44,90+ 18,80 and post 13,10 + 10,304 with p value = 0,001
and p < 0,05. Group II and Group II After treatment at a mean 13.10 + 10.304 p = 0.000 (p
<0.05), while the value before the Group I 25.90 ± and group II 25.90 15.57 ± 15.57 p =
0.024 (p <0.05), significant differences then put the data difference. Different test with
independent sample t-test the result there is a significant difference from both group there are
differences group I 19,30±12,59 and group II 31,10 ± 12,19 and p = 0,047 ( p < 0,05). The
resume of this study is there are significant difference between proprioceptive exercise with
wobble board and ankle muscle strengthening exercise with elastic resistance band in
decreasing foot and ankle disability in chronic ankle sprained condition.
Key Word :foot and ankle disability, chronic ankle sprained, wobble board, elastic
resistance band.

60
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

PENDAHULUAN akut) berlangsung 1-6 hari, fibroblastic


repair (fase sub akut) berlangsung hari ke
Foot and ankle dibentuk oleh 3 4-10 setelah cedera, fase kronis
persendian yaitu articulation talocruralis, (maturation remodeling) berlangsung lebih
articulation subtalaris dan articulation dari 7 hari setelah cedera.2
tibiofibularis distal. Foot and ankle Sprain ankle kronis adalah cedera
merupakan struktur sendi yang sangat pada ligamen kompleks lateral yang
kompleks yang terdiri dari banyak tulang, berlangsung lebih dari 7 hari. Cedera
ligamen, otot dan tendon yang berfungsi dengan keluhan nyeri, inflmasi kronis dan
sebagai stabilisasi dan penggerak tubuh.1 . ketidastabilan dalam melakukan aktivitas
Pada komponen sendi foot and yang disebabkan terjadinya kelemahan
ankle ini akan terjadi pergerakan plantar ligamen dan penurunan fungsi termasuk
fleksi, dorso fleksi, inversi dan eversi. defisit sensorimotor yang dapat
Fungsi ankle sebagai penyangga berat menimbulkan terjadinya kelemahan otot
badan memungkinkan terjadinya cedera sehingga tonus postural dan kekuatan otot
pada ankle. menurun dan menurunnya propioceptive,
Cedera sprain ankle dapat terjadi fleksibilitas menurun, stabilitas dan
karena overstretch pada ligamen complex keseimbangan menurun.4
lateral ankle dengan posisi inversi dan Sprain ankle kronis yang
plantar fleksi yang tiba-tiba terjadi saat berlangsung lama dan tidak ditangani
kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ dengan tepat atau tidak melakukan
tanah, di mana umumnya terjadi pada perbaikan maka akan menyebabkan
permukaan lantai/ tanah yang tidak rata. disability. Foot and ankle disability
Ligamen pada lateral ankle antara ditandai dengan ketidakmampuan dalam
lain: ligamen talofibular anterior yang melakukan pergerakan dan aktivitas
berfungsi untuk menahan gerakan ke arah fungsional. Adanya kondisi-kondisi dari
plantar fleksi. Ligamen talofibular sprain ankle kronis sendiri menyebabkan
posterior yang berfungsi untuk menahan pasien merasa tidak nyaman dalam
gerakan ke arah inversi. Ligamen melaksanakan aktifitasnya sehari-hari
calcaneocuboideum yang berfungsi untuk sehingga menyebabkan foot and ankle
menahan gerakan ke arah plantar fleksi. disability. Jika hal ini tidak di intervensi
Ligamen talocalcaneus yang berfungsi dengan baik maka akan terjadi peningkatan
untuk menahan gerakan ke arah inversi foot and ankle disability pada sprain ankle
dan ligamen calcaneofibular yang kronis. Kemampuan aktivitas fungsional
berfungsi untuk menahan gerakan ke arah foot and ankle yang terganggu meliputi
inversi. 2 aktivitas berdiri, berjalan dengan normal,
Faktor-faktor yang dapat pekerjaan yang ringan sampai yang berat,
mempermudah terjadinya cedera sprain respon dengan pekerjaan rumah, jongkok,
ankle yaitu kelemahan otot terutama otot- aktivitas naik dan turun tangga, dan
otot disekitar sendi foot and ankle. perawatan/pemeliharaan pribadi, kegiatan
Kelemahan atau longgarnya ligamen- hidup sehari-hari, rekreasi dan olah raga.
ligamen pada sendi foot and ankle, balance Aktivitas tersebut dapat terganggu dan
ability yang buruk, permukaan lapangan fungsinya menurun hal itu dinamakan
olah raga yang tidak rata, sepatu atau alas disability. 5
kaki yang tidak tepat dan aktivitas sehari- Foot and ankle disability dapat
hari seperti bekerja, berolahraga, berjalan diketahui dengan pengukuran prosedur
dan lain-lain.3 tetap pemeriksaan fisioterapi pada ankle
Cedera sprain ankle memiliki 4 and foot, dan untuk mengukur intensitas
fase: fase initial akut berlangsung 3 hari disabilitas dengan FADI (Foot/Ankle
setelah cedera, respons inflamasi (fase Disability index). FADI merupakan
61
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

kuesioner yang berisi aktivitas pasien pelatihan proprioceptive menggunakan


yang terdiri dari 26 item yang terdiri dari 4 wobble board berbeda dengan pelatihan
intensitas nyeri dan 24 aktivitas sehari – penguatan otot ankle menggunakan karet
hari.6 elastic resistance dalam menurunkan foot
Pelatihan proprioceptive and ankle disability pada kasus sprain
menggunakan wobble board merupakan ankle kronis?
pemberian pelatihan menggunakan papan Tujuan Penelitian yang ingin dicapai
keseimbangan (wobble board).7 pada penelitian ini adalah: 1) Untuk
Pelatihan proprioceptive dengan wobble membuktikan pelatihan proprioceptive
board yaitu melatih otot-otot ekstremitas menggunakan wobble board berbeda
bawah mulai dari panggul sampai foot and dengan pelatihan penguatan otot ankle
ankle secara bersamaan dalam menggunakan karet elastic resistance
meningkatkan kekuatan otot foot and dalam menurunkan foot and ankle
ankle, proprioceptive, stabilitas, disability pada kasus sprain ankle kronis.
keseimbangan sehingga foot and ankle 2) Untuk membuktikan pelatihan
disability menurun dan aktivitas sehari- proprioceptive menggunakan wooble
hari menjadi normal.2 board dapat menurunkan foot and ankle
Pelatihan penguatan otot ankle disability pada kasus sprain ankle kronis.
menggunakan karet elastic resistance 3) Untuk membuktikan pelatihan
dalam bentuk latihan isotonik bertujuan penguatan otot ankle menggunakan karet
untuk meningkatkan kekuatan otot elastic resistance dapat menurunkan foot
penggerak foot and ankle, sehingga and ankle disability pada kasus sprain
mampu pempertahankan posisi anatomi, ankle kronis.
tonus otot meningkat, refleks regang
meningkat yang dapat mencegah METODE PENELITIAN
terjadinya cedera ulang, serta A. Rancangan Penelitian
memperbaiki stabilitas kaki.8
Peningkatan kekuatan otot Penelitian ini adalah penelitian
didapatkan dengan pelatihan secara eksperimental dengan rancangan yang
continue sehingga kekuatan otot tonik digunakan adalah Randomized Alocation
dapat meningkatkan sirkulasi pembuluh Pre and Post Test Group Design yaitu
darah kapiler yang dapat meningkatkan membandingkan antara perlakuan dua
kekuatan otot phasik yang akan kelompok. Masing-masing kelompok
mengakibatkan terjadinya penambahan terdiri dari 10 pasien. Kedua kelompok
recuitment motor unit pada otot yang akan diberikan tes awal pemeriksaan foot and
mengaktivasi badan golgi sehingga otot ankle disability indeks (FADI). Pada
akan bekerja secara optimal, sehingga Kelompok Perlakuan I diberikan pelatihan
terbentuk stabilitas yang baik pada ankle, proprioceptive menggunakan wobble
dalam menurunkan foot and ankle board dan kelompok Perlakuan II
disability pada kasus sprain ankle diberikan pelatihan penguatan otot ankle
kronis. 8 menggunakan karet elstic resistance.
Rumusan masalah yang akan diteliti
sebagai berikut : 1) Apakah pelatihan B. Tempat dan Waktu Penelitian
proprioceptive menggunakan wobble
Penelitian dilakukan di Klinik
board dapat menurunkan foot and ankle
Fisioterapi Apotik Ubekko Pekan Baru..
disability pada kasus sprain ankle kronis?
Pelatihan pada kedua kelompok diberikan
2)Apakah pelatihan penguatan otot ankle
selama 6 minggu dengan frekuensi 3 kali
menggunakan karet elastic resistance
seminggu.
dapat menurunkan foot and ankle disability
pada kasus sprain ankle kronis? 3) Apakah
62
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

C. Populasi dan Sampel Mempersiapkan ruang/tempat


untuk administrasi dan pelaksanaan
Populai penelitian ini adalah kegiatan pelatihan, mempersiapkan alat-
populasi terjangkau penderita sprain ankle alat penunjang kegiatan administrasi dan
kronis yang dapat mengikuti program ke alat-alat keperluan pelatihan,
klinik Fisioterapi Apotik Ubekko, Pekan mempersiapkan konsumsi.
Baru selama waktu penelitian, dengan
kriteria : 1) jenis kelamin laki-lakidan 3. Prosedur Pelaksanaan Pelatihan
perempuan, 2) Usia 16 – 40 tahun, 2)
Pasien yang bersedia ikut dalam Kelompok I dan II : Wawancara:
penelitian, dengan perlakuan sebanyak 18 peneliti mencatat identitas sampel meliputi
kali. nama,umur,pekerjaan, pendidikan dalam
kartu identitas diri sampel. 2 Melakukan
D. Teknik Pengambilan Sampel pemeriksaan tentang kondisi sampel
termasuk tekanan darah, denyut nadi,
Dari populasi pasien sprain ankle pernafasan, dan suhu tubuh, berat badan,
kronis didapatkan 20 pasien yang tinggi badan. Sampel menanda tangani
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, formulir persetujuan tindakan sesuai
dengan tehnik simple random sampling dengan perilaku yang diberikan yang
kemudian dibagi menjadi dua kelompok dilakukan sebelum awal pelatihan.
dengan random alokasi masing-masing 10 Assessment sprain ankle kronis dan
sampel pada setiap kelompoknya. mengukur foot and ankle disability
Kelompok I akan mendapat pelatihan sebelum diberikan pelatihan dan setelah 6
proprioceptive menggunakan wobble minggu pelatihan dengan menggunakan
board dan kelompok II akan mendapatkan formulir FADI (sesuai format yang telah di
pelatihan penguatan otot ankle dengan siapkan). Atas dasar assesment dan
karet elastic resitance. pengukuran maka kelompok 1 siap untuk
di berikan intervensi diberi wobble board
E. Prosedur Penelitian exercise. Dengan prosedur sebaga berikut:
1) Peneliti memberikan penjelasan kepada
Langkah-langkah yang diambil
pasien apa yang akan dilakukan dan
dalam prosedur penelitian ini dibagi
tujuan menggunakan wobble board. 2)
menjadi tiga bagian yaitu: Persiapan
Lalu pasien diminta untuk berdiri dengan
Sumber Daya Manusia, Persiapan Sarana
satu kaki diatas wobble board dan
dan Prasarana, Prosedur Pelaksanaan
diusahakan jangan sampai jatuh atau
Pelatihan.
menggunakan dua kaki, selama 1 menit. 4)
1. Prosedur persiapan sumber daya
Kemudian terapis menggunakan alat
manusia.
stopwatch untuk mengukur lamanya pasien
Peneliti mengumpulkan pasien mempertahankan latihan diatas wobble
yang menderita sprain ankle kronis dari board. 5) Jika pasien jatuh atau
rujukan dokter dan pemeriksaan menggunakan kedua kakinya, maka
fisioterapi, mendapatkan persetujuan stopwatch diberhentikan dan waktunya
pasien, memberikan penjelasan tentang dicatat oleh terapis sebagai evaluasi untuk
pemberian wobble board exercise dan setiap latihan.
latihan penguatan otot dengan karet Dosis latihan: Minggu 1: 1 set
elastic resistance, subyek bersedia untuk dilakukan selama 15 detik, Minggu 2 -3: 1
berpartisipasi, mendatangani persetujuan set dilakukan 30 detik, Minggu 4: 1 set
tindakan terapi (informed consent). dilakukan 45 detik, Minggu 5- 6: 1 set,
2. Persiapan Sarana dan Prasarana dilakukan selama 1 menit,Dosis yang di
tetapkan: Frekuensi : 3x seminggu

63
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

Intensitas : 1 jenis latihan , 3 set. Time : tarik karet tersebut kearah dorsal fleksi.
1 menit , rest : 30 detik setiap 1 set latihan. Gerakan ankle ke plantar dan tahanan karet
Dalam latihan menggunakan wobble board elastic resistance ke dorsal fleksi, posisi
exercise dengan jenis pelatihan, yaitu : duduk dengan kaki lurus, tempatkan karet
Side-to-side Edge Taps, Front-to-back elastic resistance pada telapak kaki (dililit
Edge Taps, Edge Circles,Counter- 1 kali), tarik karet tersebut kearah plantar
Clockwise Edge Circles, Latihan Berdiri fleksi.
Statik, Latihan Partial Squat. Setelah Gerakan ankle inversi dan tahanan
selesai melakukan pelatiahan karet elastic resistanc eversi, posisi duduk
proprioceptive wobble board pada dengan kaki lurus, tempatkan karet elastic
Kelompok 1, maka peneliti mengevaluasi resistance pada telapak kaki (dililit 1
dan mencatat hasil dari perlakuan kali), tarik karet tersebut kearah inverse.
Kelompok 1 setiap 1 minggu 1 kali pada Gerakan ankle eversi dan tahanan
hari jumat, untuk mengetahui adanya karet elastic resistance inverse, posisi
penurunan foot and ankle disability, duduk dengan kaki lurus, tempatkan karet
kemudian pasien pulang. Prosedur di atas elastic resistance pada telapak kaki (dililit
di ulang sampai 3 x per minggu yaitu hari 1 kali), tarik karet tersebut kearah eversi.
senin, rabu, jumat hingga jumlah perlakuan Setelah selesai melakukan latihan
sebanyak 18 kali selama 6 minggu, pada penguatan otot ankle dengan karet elastic
saat ke 18 di lakukan assessment ulang dan resistance pada Kelompok II, maka
di data hasilnya sampai 18 kali (melakukan peneliti mengevaluasi dan mencatat hasil
rekapitulasi dan dokumentasi hasil test dari perlakuan Kelompok II setiap 1
pada form dan table data yang telah minggu 1 kali pada hari jumat, untuk
disiapkan). mengetahui adanya penurunan foot and
Kelompok II intervensi diberi ankle disability, kemudian pasien pulang.
latihan penguatan otot dengan karet elastic Prosedur di atas di ulang sampai 3 x per
resistance. Dengan prosedur sebagai minggu yaitu hari Senin, Rabu, Jumat
berikut : Latihan penguatan dengan karet hingga jumlah perlakuan sebanyak 18 kali
elastic resistance. Sebelum dilakukan selama 6 minggu, pada saat ke 18 di
latihan pasien terlebih dahulu diberikan lakukan assessment ulang dan di data
penjelasan tentang cara melakukan latihan hasilnya sampai 18 kali (melakukan
strengthening dengan karet elastic rekapitulasi dan dokumentasi hasil test
resistance.Selanjutnya posisikan pasien pada form dan table data yang telah
dalam posisi duduk rileks di bed dengan disiapkan).
posisi tungkai lurus. Kemudian terapis
berdiri di samping pasien. Lalu terapis F. Pengolahan dan Analisis Data
mengintruksikan pada pasien untuk
melawan tahanan karet elastic resisteanc Data yang diperoleh sejak
kearah atas-bawah (dorsal fleksi-plantar persiapan dan pelaksanaan (pre test dan
fleksi), medial-lateral (inverse-eversi) yang posttest) diproses dengan SPSS for
diikuti dengan rileksasi. windows. Data yang ada sebagai berikut :
Dosis latihan : Frekuensi : 3 x
Data yang diperoleh sejak
seminggu, Intensitas : 3 set latihan , Time
persiapan dan pelaksanaan (pre test dan
: 30 menit, Repetisi : 10 kali, Rest : 30
posttest) diproses dengan SPSS for
detik, 1 set latihan. Tehnik Latihan Latihan
windows. Data yang ada sebagai berikut :
dengan karet elastic resistance : Gerakan
ankle ke dorsal dan tahanan dengan karet 1. Mendeskripsikan rerata dan standard
elastic resistance ke plantar, posisi duduk deviasi terhadap umur, berat badan,
dengan kaki lurus, tempatkan karet elastic tinggi badan dan IMT. Uji normalitas
resistance pada telapak kaki (dililit 1 kali),
64
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

data dengan Saphiro Wilk Test pada Karakteristik subjek penelitian


semua variable pre test dan post test meliputi: umur, berat badan, tinggi badan,
pada kedua kelompo, bertujuan untuk indeks masa tubuh.
mengetahui distribusi data masing-
masing kelompok perlakuan. Data
dengan interpretasi p>0,05 berarti data Tabel 1
berdistribusi normal.
Distribusi Sampel Berdasarkan
2. Uji homogenitas data dengan Levene’s
Umur, Berat badan, Tinggi badan,
Test, bertujuan untuk mengetahui
IMT pada Kelompok Perlakuan 1
variasi data pada semua variable pre
dan Kelompok Perlakuan 2
test pada kedua kelompok. Batas
kemaknaan data yang di hasilkan p > Variabel Kelompok
0,05 maka data homogen. Wobble Karet elastic
3. Uji signifikan dua sampel yang saling Board resistance
berpasangan yaitu foot and ankle Rerata+SB Rerata +SB
disability sebelum dan sesudah Umur (th) 21,70+ 4,90 21,40 + 3.80
perlakuan kelompok I dengan uji
paired sample t-test. Data dengan hasil Berat Badan 56,20 + 5.43 57,20 + 6.52
p=0,001 (p<0,05), berarti ada
perbedaan sebelum dan sesudah Tinggi Badan 158,90 + 165,90
Perlakuan pada Kelompok I. 5.15 +5.32
4. Uji signifikansi dua sampel yang saling
berpasangan yaitu foot and ankle IMT (kg/m2 20,761 +
disability sebelum dan sesudah 1.86 25,17+9,14
Perlakuan pada Kelompok II dengan
uji paired sample t-test.. Data dengan
hasil p=0,000 (p<0,05), berarti ada Tabel 1 memperlihatkan
perbedaan sebelum dan sesudah karakteristik responden terkait umur, berat
Perlakuan pada Kelompok II. badan, tinggi badan, dan indeks massa
5. Uji beda sebelum perlakuan kelompok tubuh baik pada Kelompok pelatihan
I dan sebelum kelompok perlakuan II proprioceptive dengan wobble board
dengan menggunakan uji parametrik (Kelompok I), maupun pada Kelompok
(Independent sample t-test). Hal pelatihan penguatan otot dengan karet
tersebut ditujukan untuk menentukan elastic resistance Kelompok II). Pada
uji hipotesis III, dengan hasil p=0,024 Kelompok 1 dengan jumlah sampel (n=
(p<0,05) menggunakan data selisih 10) didapatkan bahwa rata-rata umur
perlakuan pada kedua kelompok. 21,70+ 4.90, rerata berat badan 56,20 +
6. Uji beda dari nilai rerata selisih kedua 5.43, Rerata tinggi badan 158,90 + 5.15.
kelompok untuk mengetahui signifikan dan rerata IMT 20,761 + 1.865 kg/m2.
dilakukan uji parametrik (Independent Pada Kelompok II dengan jumlah sampel
sample t-test), p = 0,047 (p<0,05). Hal (n= 10) didapatkan bahwa rata-rata umur
tersebut ada perbedaan yang bermakna 21,40 + 3,80, rerata berat badan 57,20 +
antara Perlakuan pada Kelompok 1 dan 6,52, rerata tinggi badan 165,90 + 5,33,
Perlakuan pada Kelompok II. dan rerata IMT 25,175+ 9,14 kg/m2.
Berdasarkan Tabel persentase usia
HASIL PENELITIAN pada penelitian ini sprain ankle kronis
terbanyak didapat pada usia 16-25 tahun.
1. Analisa Deskriptif Usia ini merupakan kelompok usia remaja

65
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

akhir yang memiliki aktivitas yang tinggi Uji ini untuk mengetahui
secara fisik. penurunan nilai foot and ankle disability
sebelum dan sesuodah Perlakuan pada
Kelompok pelatihan proprioceptive
dengan wobble board dengan
2. Uji Normalitas dan Uji Homogenitas
menggunakan paired sample t-test yang
Tabel 2 disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut :

Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Tabel 3


Uji Kelompok I

Variable Rerata±SB p
(n=10)

Sebelum 25,90 + 15,56 0,001


Sesudah 6,60 + 5,03

Tabel 3 menunjukkan adanya


perbedaan antara sebelum dan sesudah
Perlakuan pada Kelompok I dengan
Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil uji nilai yang signifikan p = 0,001 (p<
normalitas data dengan menggunakan Uji 0,05) hal tersebut bermakna bahwa
Shapiro Wilk Test pada semua variabel pre Pelatihan proprioceptive dengan
test dan post test pada ke dua kelompok wobble board dapat menurunkan Foot
data adalah p>0,05 maka data disimpulkan and Ankle Disability pada kasus Sprain
berdistribusi normal, uji pengaruh yang Ankle kronis.
digunakan adalah Uji Beda Dua Sampel
4. Uji Penurunan Nilai Foot and Ankle
Berpasangan (Paired sample t-test) untuk
Disability Pada Kelompok Pelatihan
mengetahui uji hipotesis I dan uji hipotesis
Penguatan Otot dengan Karet Elastic
II, dan uji homogenitas dengan
Resistance.
menggunakan uji Levene’s Test of varian
Uji ini untuk mengetahui penurunan
pada semua variabel pre test pada ke dua
nilai foot and ankle disability sebelum dan
kelompok data adalah p > 0,05 maka data
sesudah Perlakuan pada Kelompok
disimpulkan homogen. Dengan demikian
pelatihan penguatan otot dengan karet
pada pengolahan data berikutnya
elastic resistance dengan menggunakan
dilakukan Uji Beda menggunakan data
paired sample t-test yang disajikan pada
sebelum (pre) Kelompok I dan data
Tabel 4 sebagai berikut:
sebelum (pre) Kelompok II dengan
menggunakan uji Independent sample t-
test. Hal tersebut ditujukan untuk
mengetahui uji hipotesis III dengan
menggunakan data sesudah perlakuan atau
menggunakan data selisih.

3. Uji Penurunan Nilai Foot and Ankle


Disability Pada Kelompok Pelatihan
Proprioceptive dengan Wobble Board.

66
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

Tabel 4 Hal tersebut ditujukan untuk mengetahui


uji hipotesis III yang akan menggunakan
Uji Kelompok II data selisih dari masing-masing kelompok
dengan menggunakan uji independent
Variable Rerata±SB p
sample t-test.
(n=10)
6. Uji Beda Penurunan Nilai foot and
Sebelum 44,90+ 18.80 0,000 ankle disability Sesudah Perlakuan
Pada Kelompok I dan Sebelum
Sesudah 13,10 + 10,30 Perlakuan Kelompok II
Uji ini untuk mengetahui
Tabel 4 menunjukkan adanya signifikansi perbedaan rerata penurunan
perbedaan antara sebelum dan sesudah foot and ankle disability pada kedua
perlakuan pada Kelompok II dengan nilai kelompok perlakuan sesudah perlakuan
yang signifikan p = 0,001 (p< 0,05) hal maka dilakukan independent t-tes) yang
tersebut bermakna bahwa pelatihan disajikan pada tabel 6 sebagai berikut:
penguatan otot dengan karet elastic
resistance dapat menurunkan Foot and Tabel 6
Ankle Disability pada kasus Sprain Ankle.
Uji Beda Nilai rerata Foot and Ankle
5. Uji Beda Rerata Foot and Ankle Disability Antara Kedua Kelompok
Disability Sebelum Perlakuan Pada sesudah Perlakuan dengan Independent
Kelompok I dan Sebelum Perlakuan t-test
Kelompok II
Uji ini untuk mengetahui Kelompok
Kelompok 2
perbedaan rerata penurunan foot and ankle Variable 1 P
disability sebelum perlakuan pada masing
Rerata±SB Rerata±SB
- masing kelompok I dan kelompok II,
maka dilakukan uji Independent sample t- Sesudah 6,60 + 13,80 + 10,30 0,063
test yang disajikan pada Tabel 5 sebagai 5,03
berikut:

Tabel 5
Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai
Rerata Nilai FADI Sebelum rerata sesudah Kelompok I sebesar 6,60 +
PerlakuanPada Kelompok 1 dan 5,03 sedangkan Kelompok II sebesar 13,80
Kelompok 2 + 10,304. Analisis uji kemaknaan
independent t-test menunjukkan nilai nilai
Vari Kelompok 1 Kelompok 2
P p = 0,063 (p > 0,05). Hal tersebut
able Rerata±SB Rerata±SB menjelaskan bahwa penurunan nilai foot
and ankle disability kedua kelompok
Sebe 25,90±15,57 44,90±18,78 0,024 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
lum signifikan pada kasus sprain ankle kronis.

7. Uji Beda Penurunan Nilai Foot and


Tabel 5 menunjukkan bahwa pada Ankle Disability Antara Ke dua
rerata foot and ankle disability sebelum Kelompok Perlakuan.
perlakuan Kelompok I dan Kelompok II Uji ini untuk mengetahui
menunjukkan adanya perbedaan yang perbedaan dari nilai rerata selisih
signifikan p =.0,024 (p < 0,05). Dengan Kelompok I dan Kelompok II, dan untuk

67
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

mengetahui signifikan perbedaan Penelitian ini didukung oleh


penurunan foot and ankle disability pada sebanyak 34 subjek laki-laki dan
ke dua kelompok perlakuan maka perempuan yang di bagi menjadi dua
dilakukan uji Independent sample t-test kelompok untuk Kelompok I diberi
yang disajikan pada Tabel 7 sebagai latihan dengan wobble board dan
berikut: Kelompok II menyelasaikan studi.
Intervensi pelatihan wobble board dengan
Tabel 7 frekuensi 2x perminggu selama 4 minggu,
hasil ada perbaikan yang signifikan pada
Uji Beda Penurunan Nilai Foot and
kelompok perlakuan dengan nilai p= 0,000
Ankle Disability antara Kedua
( p<0,05).9
Kelompok Perlakuan dengan
Independent Sample t-test Hasil penurunan foot and ankle
disability pada penderita sprain ankle
Kelompok 1 Kelompok 2
Variable P kronis karena berlatih diatas wobble board
Rerata±SB Rerata±SB otot-otot bagian ekstremitas bawah mulai
dari pelvic sampai ankle secara bersamaan
Selisih 19,30±12,57 31,10±12,19 0,047 akan kontraksi, sehingga memperbaiki
kerja otot dan ligament yang dapat
Tabel 7 menunjukkan adanya meningkatkan propriceptive sehingga
perbedaan nilai selisih antara Kelompok I terbentuk stabilitas dan keseimbangan
dan Kelompok II dengan nilai yang yang baik yaitu kesadaran atas gerakan
signifikan p = 0,047 (p< 0,05) hal tersebut tubuh untuk mempertahankan posisi tubuh
Ada Perbedaan yang bermakna antara agar tetap stabil. Pada subjek yang
pelatihan proprioceptive menggunakan melakukan latihan wobble board sesuai
wobble board dengan pelatihan penguatan dengan program fisioterapi akan terhindar
otot dengan karet elastic resistance pada terjadinya cedera berulang dan akan
kasus Sprain Ankle Kronis kembali pada aktivitas normal tanpa
keluhan nyeri akibat sprain ankle kronis.9
PEMBAHASAN
Pelatihan Proprioceptive menggunakan Pelatihan Penguatan Otot
Wobble Board dapat Menurunkan Foot menggunakan Karet Elastic Resistance
and Ankle Disability Kasus Sprain Ankle dapat Menurunkan Foot and Ankle
Kronis. Disability pada Kasus Sprain Ankle
Berdasarkan uji paired t-test pada Kronis.
penelitian ini dilaporkan bahwa beda rerata Berdasarkan hasil pengukuran
sebelum dan sesudah didapatkan data selama terapi 6 minggu dari tes awal dan
rerata hasil sebelum perlakuan 25,90 + tes akhir, Kelompok Perlakuan II
15,56 dan sesudah perlakuan 6,60 + 15,56 didapatkan data rerata hasil sebelum
pada Kelompok Perlakuan I dengan nilai p perlakuan 44,90 + 18,80 dan rerata hasil
= 0,001 p < 0,05, berarti Ho ditolak dan Ha setelah perlakuan 13,80 + 10,30. Untuk
diterima. Kesimpulan penelitian ini adalah menguji Hipotesis II digunakan Uji paired
pelatihan prorioceptive menggunakan sample t-test pada Kelompok Perlakuan II
wobble board signifikan dapat dengan jumlah 10 orang sampel dengan
menurunkan foot and ankle disability pada Pelatihan penguatan otot dengan karet
penderita sprain ankle kronis. Penurunan elastic resistance. Pengukuran nilai pada
foot and ankle disability akibat dari foot and ankle disability menggunakan foot
program latihan yang dilakukan secara and ankle Disability Index (FADI),
progresif dari minggu 1 sampai minggu ke diperoleh penurunan nilai foot and ankle
6, dengan frekuensi 3x perminggu. disability yang dapat dilihat pada Tabel 4

68
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

kemudian diperolah nilai p = 0,001 dimana Hasil analisa data kedua kelompok
p < 0.05 yang berarti Ho ditolak dan Ha bermakna dipengaruhi oleh takaran.
diterima yang menunjukan bahwa pada Takaran dalam penelitian ini menunjukkan
Kelompok Perlakuan II adanya perbedaan adanya perbedaan intensitas latihan pada
antara sebelum dan sesudah perlakuan. Kelompok I dan Kelompok II. Pada
Penurunan foot and ankle disability Kelompok I diberikan initesitas, Minggu 1:
didapat adanya peningkatan kekuatan otot 1set: dilakukan selama 15 detik, Minggu 2-
dengan pelatihan selama 6 minggu dengan 3: 1 set: dilakukan 30 detik, Minggu 4: 1
frekuensi 3x/minggu. Peningkatan set: dilakukan 45 detik, Minggu 5- 6: 1 set:
kekuatan otot tonik dapat meningkatkan dilakukan selama 1 menit. Dosis Menit.
sirkulasi pembuluh darah kapiler hingga Pada Kelompok II diberikan intensitas dan
meningkatkan kekuatan otot phasik dosis latihan frekuensi 3x seminggu,
mengakibatkan terjadinnya penambahan intensitas 3 set latihan, time 30 menit,
recuitment motor unit pada otot yang akan repetisi 10 kali pada I set latihan.
mengaktifasi badan golgi sehingga otot
akan bekerja secara optimal. Dengan Dilihat berdasarkan intensitas pada
meningkatnya kekuatan otot ankle maka kedua kelompok maka pelatihan
fungsi ankle sebagai penyangga tubuh menggunakan wobble board tidak dalam
akan bekerja lebih efesien sehingga lebih jumlah yang jelas pengulangannya (dalam
stabil dan menurunkan foot and ankle satuan detik) maka progresifitas latihan
disability yaitu mampu melakukan yang di lakukan menggunakan wobble
kegiatan secara normal dalam aktivitas board tidak bisa di amati dengan baik.
sehari-hari.8 Oleh karena itu di asumsikan pelatihan
Pelatihan dengan karet elastic menggunakan wobble board tidak
resistance pada anke. selama 6 minggu mengalami progresifitas seperti pada
dengan dosis 3x perminggu, sebanyak 3 set pelatihan pengutan otot menggunakan
dengan 10 repetisi, dapat meningkatkan karet elastic resistance. Hal tersebut
kekuatan otot foot and ankle.11 menunjukkan bahwa pelatihan penguatan
otot menggunakan karet elastic resistance
Perbedaan Perlakuan Kelompok I dan lebih baik dari pada pelatihan
Perlakuan Kelompok II Terhadap Foot proprioceptive menggunakan wobble
and Ankle Disabiility pada Kasus Sprain board.
Ankle Kronis. Dari hal tersebut berarti sampel
Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata termasuk kategori sprain ankle
dari Tabel 5 didapat nilai dengan derajat I dan II, yaitu adanya kelemahan
menggunakan Uji t-test Independent maka otot dan kelemahan ligamen, dengan usia
didapatkan hasil dengan nilai p= 0.047 terbanyak 16-25 tahun pada usia tersebut
dimana p < 0.05, ini berarti ada penurunan tingkat gangguan keseimbangannya sangat
nilai foot and ankle disability secara minim. Selain itu tingkat aktivitas ataupun
signifikan baik pada Kelompok I maupun pekerjaan yang kurang terkontrol pada
Kelompok II. Sedangkan pada uji hipotesis masing-masing individu juga dapat
III menunjukkan adanya perbedaan efek mempengaruhi terjadinya cedera berulang
antara Kelompok I dan Kelompok II yang memperlambat proses perbaikan dari
bahwa Perlakuan penguatan otot jaringan yang cedera.
menggunakan karet elastic resistance lebih
Pencegahan cedera sprain ankle
baik menurunkan foot and ankle disability
kronis diperlukan pelatihan khusus untuk
di bandingkan pelatihan proprioceptive
menghindari terjadinya cedera ulang
menggunakan wobble board pada kasus
karena secara umum cedera yang terjadi
sprain ankle kronis.

69
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

pada ankle adalah sprain. Melalui


pelatihan proprioceptive dengan dan DAFTAR PUSTAKA
pelatihan penguatan otot ankle dengan
karet elastic resistance maka 1. Kisner C dan Colby L
keseimbangan dan kontrol neuromuscular Alen.2012.Therapeutic Exercise
akan membaik sehingga terjadi penurunan Foundations and Techniques. Sixth
foot and ankle disability dengan Edition. F.A Davis Company.America.
kembalinya efesiensi gerakan dan aktivitas hal 850-859.
normal.12 2. Chan K, Ding B, dan Mroczek K, 2011.
Acute and chronic lateral ankle
Berdasarkan uraian di atas bahwa instability in the athlete. Bulletin of the
latihan ke duanya memiliki perbedaan, dan Nyu Hospital for Joint Diseases
dapat dipergunakan untuk penurunan foot 2011;69(1):17-26 17
and ankle disability sesuai dengan 3.Farquhar W, 2013. Muscle Spindle
kebutuhan dengan memperhatikan faktor Traffic in Functionally Unstable Ankles
usia, kondisi jaringan, beban kerja, dan During Ligamenous Stress. Journal of
posisi saat bekerja. Athletic Training 2013;48(2):192–202,
4. Calatayud J, Borreani S, Colado J. C,
Flandes J, Page P. 2014. exercise and
SIMPULAN ankle sprain injuries A Comprehensive
Review. Hal 88- 93, vol 42 issue 1,
Berdasarkan uraian hasil penelitian februari 2014.
yang telah dilakukan, maka penulis 5. Barr K dan Harrast M 2005. Evidence-
mengambil kesimpulan sebagai berikut: Based Treatment of Foot and Ankle
1. Pelatihan proprioceptive dengan wooble Injuries in Runners. Phys Med Rehabil
board dapat menurunkan foot and ankle Clin N Am 16 (2005) 779–799
disability pada kasus sprain ankle Department of Rehabilitation Medicine,
kronis dengan nilai sebelum 25,90 + Box 356490, University of Washington,
15,56 dan sesudah perlakuan 6,60 + Seattle, WA 98195
5,03. 6. Martin R, Daven P, Stephen P, Wukich
2. Pelatihan penguatan otot ankle dengan D, Josep, 2013. Ankle Stability and
karet elastic resistance dapat Movement Coordination impairments:
menurunkan foot and ankle disability Ankle Ligamen Sprains. Clinical
pada kasus sprain ankle kronis dengan Practice Guidelines Linked to the
nilai sebelum Perlakuan 44,90+ 18.80 International Classification of
sesudah Perlakuan 13,80 + 10,30. Functioning, Disability and Health
3. Perbedaan Pelatihan proprioceptive From the Orthopaedic Sectionof the
menggunakan wooble board dengan American Physical Therapy
pelatihan penguatan otot ankle dengan Association. J Orthop Sports Phys
karet elastic resistance dalam Ther.2013;43(9):A1-A40.
menurunkan foot and ankle disability doi:10.2519/jospt.2013.0305
pada kasus sprain ankle kronis dengan 7. Wees P. Lessen A, Hendriks E, Dekker
nilai selisih 19,30±12,57 pada J, Bie Rob. 2006. Effectiveness of
Kelompok I dan pada Kelompok II exercise therapy and manual
31,10±12,19. mobilisation in acute ankle sprain and
functional instability. Department of
Epidemiology, Maastricht University,
Royal Dutch Society for Physical
Therapy (KNGF) 3University Medical

70
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 59-71, April 2016

Centre Australian Journal of individuals with a functionally unstable


Physiotherapy 2006 Vol. 52 hal : 27-37 ankle. Phys Ther Sport 2005, 181-187.
8. Driscoll J dan Delahunt E. 2011. 11. Han K dan Ricard M, 2011 Effects
Neuromuscular training to enhance of 4 Weeks of Elastic-Resistance
sensorimotor and functional deficits in Training on Ankle-Evertor Strength and
subjects with chronic ankle instability: Latency, Journal of Sport Rehabilitation,
A systematic review and best evidence 2011, 20, 157-173, 2011 Human
synthesis. Sports Medicine, Kinetics, Inc
Arthroscopy, Rehabilitation, Therapy
& Technology 12. Hyeyoung K, Chung F, Hee Lee B
2013, A Comparison of the Foot and
9. Hale, Axmacher, Kiser, 2014. Bilateral Ankle Condition between Elite Athletes
improvements in lower extremity and Non-athletes 2013 November 20.
function after unilateral balance 25 (10) : 1269-1272.
training in individuals with chronic
anke instability 2014 Mar-Apr; 49 (2)
: 181-91
10. Calrk V. 2005, A 4-week wobble board
exercise programme improved muscle
onset latency and perceived stability in

71
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

PENAMBAHAN GLUTE EXERCISE PADA TERAPI LATIHAN DASAR


LEBIH MENINGKATKAN STABILITAS ANKLE PADA PENDERITA
SPRAIN ANKLE KRONIS
Donal Syafrianto1, Nyoman Mangku Karmaya2, S. Indra Lesmana3, Ida Bagus Ngurah4, I
Wayan Weta5, Muh. Ali Imron6
1 Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana, Bali
2 Bagian Anatomi, Universitas Udayana, Bali
3 Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta
4,5
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali
6
Fakultas Fisioterapi, Universitas Aisyiyah, Yogyakarta

ABSTRAK
Latar belakang: Sprain ankle kronis merupakan overstretch pada ligamen compleks lateral
ankle pada gerak inversi dan plantar fleksi. Kelemahan ligamen sebagai stabilitas pasif
mengakibatkan keluhan nyeri, inflamasi kronis, gangguan proprioceptive, hingga gangguan
aktivasi otot ankle, knee serta hip sehingga memicu terjadinya instabilitas ankle. Sprain ankle
kronis menyebabkan instabilitas ankle, yang disertai dengan reaksi penurunan kekuatan otot
gluteus karena perubahan aktivasi otot. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membuktikan apakah penambahan glute exercise pada terapi latihan dasar lebih meningkatkan
stabilitas ankle pada kasus sprain ankle kronis. Metode: Penelitian ini adalah penelitian
experimental dengan rancangan pre test and post test control group design. Dalam penelitian ini
9 responden diberikan pelatihan terapi latihan dasarselama 8 minggu dengan frekuensi latihan 2
kali seminggu, dan 9 responden diberikan penambahan glute exercise pada terapi latihan dasar
selama 8 minggu frekuensi latihan 2 kali seminggu. Alat ukur yang digunakan adalah balance
error scoring system (BESS).Hasil analisis statistik parametrik dengan Paired sample t-test.
Hasil: Hasil uji hipotesis menunjukkan kedua kelompok perlakuan secara signifikan dapat
meningkatkan stabilitas ankle, sebelum Perlakuan pada Kelompok I dengan rerata
23,67±5,408dan sesudah perlakuan dengan rerata 13,11±3,887, dan Sebelum Perlakuan pada
Kelompok II 24,22±4,024 dan Sesudah Perlakuan dengan nilai 8,89±2,147dengan nilai p= 0,000
(p< 0,05). Uji beda dengan Independent sample t-test diantara ke dua Kelompok ada perbedaan
yang signifikan dengan nilai selisih Kelompok I 10,56±1,944 dan Kelompok II 15,22±2,635dan
p= 0,001 (p<0,005). Simpulan: Penambahan glute exercise pada terapi latihan dasar lebih
meningkatkan stabilitas ankle pada penderitasprain ankle kronis.
Kata Kunci: instabilitas ankle, sprain ankle kronis, glute exercise, terapi latihan dasar

GLUTE EXERCISE ADDITION TO BASIC EXERCISE THERAPY IS


MOREIMPROVETOANKLE STABILITY PATIENTS OF CHRONIC
ANKLE SPRAIN
ABSTRACT
Introduction: Chronic ankle sprain is an over stretch to the lateral ankle ligament complex on
the motion inversion and plantar flexion. The weakness of the ligaments as a result of passive
stability complaints of pain, chronic inflammation, impaired proprioceptive, until disorders of
muscle activity ankle, knee and hip thus causing ankle instability. Chronic ankle sprain make
ankle instability, which is accompanied by the reaction of the gluteus muscle strength decrease
due to changes in muscle activation. Purpose: The purpose of this study was to prove whether
the addition of glute exercise on the basis of exercise therapy further increase the stability of the
51
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

ankle in case of chronic ankle sprain. Methods: The research method in this study is
experimental design with pretest and posttest control group design. In this study, nine
respondents were given basic training exercise therapy for 8 weeks with a frequency of exercise
two times a week, and 9 respondents were given additional glute exercise therapy for 8 weeks of
basic training exercise frequency 2 times a week. Measuring instrument used is the balance error
scoring system (BESS). Results: Results of parametric statistical analysis with Paired sample t-
test. Hypothesis test results show both treatment groups can significantly improve the stability of
the ankle, before treatment in Group I with a mean of 23.67±5.408 and after treatment with a
mean of 13.11 ± 3.887, and Prior Treatment in Group II 24.22 ± 4.024 and after treatment with a
value of 8.89 ± 2.147 with p = 0.000 (p < 0.05). Different test by Independent sample t-test
between the two groups was significant difference to the value of 10.56 ± 1.944 difference in
Group I and Group II 15.22 ± 2.635 with p = 0.001 (p < 0.005). Conclusion: The conclusions of
this research is the addition of glute exercise on the basis of exercise therapy further increase the
stability of the ankle in patients with chronic ankle sprain.
Keywords: ankle instability, chronic ankle sprain, glute exercise, therapy basic training.

PENDAHULUAN kaki menjadi terbalik. Sendi pergelangan


Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas kaki mudah sekali mengalami cedera karena
fisik yang terencana dan terstruktur yang kurang mampu melawan kekuatan medial,
melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan lateral, tekanan dan rotasi.2
ditujukan untuk meningkatkan kebugaran Sprain ankle kronis sangat berpengaruh
jasmani. Olahraga merupakan sebagian terhadap terjadinya gangguan stabilitas
kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia ankle, hal ini dapat dilihat dari insiden
karena dapat meningkatkan kebugaran yang gejala sisadan pengembangan
diperlukan dalam melakukan tugas sehari- ketidakstabilan pergelangan kaki kronis
hari.Kegiatan olahraga bertujuan untuk setelah terjadi lateral ankle sprainsekitar
kesehatan, kesenangan serta olahraga prestasi. 31% sampai 40%.Ketika sprain ankle
Setiap melakukan aktivitas fisik khususnya terjadi, kerusakan tidak hanya terjadi pada
olahraga para pelakunya selalu dihadapkan pada strukturintegritas ligamen tetapi juga untuk
risiko terjadinya cedera, akibat dari cedera akan berbagai mechano receptors sekitar
mengganggu aktivitas fisik, psikis maupun pergelangan kaki. Secara kolektif, reseptor
prestasi. ini memberikan umpan balik terhadap
Cedera olahraga mengakibatkan rasa sakit, tekanan dan ketegangan sendi, yang
kehilangan waktu bermain atau waktu kerja, akhirnya akan menyediakan informasi
serta membutuhkan perawatan medis. Ada tentang gerakan dan posisisendi.3
beberapa faktor yang menyebabkan cedera, Dua teori penyebab terjadinya
antara lain kesalahan metode latihan, kelainan instability anklesecara umum adalah
struktural, kelemahan otot dan penopang sendi.1 ketidakstabilan mekanik dan ketidakstabilan
Salah satu cedera yang terjadi pada pelaku fungsional.4 Ketidakstabilan mekanis
olahraga adalah sprain ankle atau keseleo mengacu pada pengukuran kelemahan
pergelangan kaki, sprain ankle merupakan ligamen, sedangkan ketidak stabilan
cedera pergelangan kaki karena pergerakan yang fungsional berasal dari defisit
5
dilakukan secara mendadak ke arah lateral atau neuromuscular system.
medial yang berakibat robeknya serabut ligamen Kelemahan otot-otot extermitas bawah
pada sendi pergelangan kaki.2 disebabkan karena gangguan sistem
Sekitar 85% sprain ankle terjadi karena sensorimotoryang merupakan integrasi
inversion injury, cedera ini terjadi karena kompleks informasi aferen dan eferen.
banyaknya tulang penstabil pada sisi sebelah luar Output eferen memberikan stabilisasi global
atau samping yang menyebabkan tekanan pada
52
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

melalui stabilitas postural dan lokal melalui penelitian dipilih berdasarkan kriteria
stabilisasi fungsional sendi.6 inklusi dan eklusi yang diambil secara
Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui consecutive sampling. Sampel yang dipilih
lebih lanjut tentang pengaruh penurunan dibagi menjadi dua kelompok dengan cara
stabilitas ankle dan penurunan kekuatan otot random alocation, masing-masing
gluteussetelah terjadi sprain ankle kronis. Untuk kelompok terdiri dari 9 sampel sesuai
membantu keluhan yang ditimbulkan dari dengan perhitungan rumus Pocock.
kasussprain ankle seperti adanya gangguan Kelompok I mendapatkan perlakuan terapi
stabilitas ankle, intervensi fisioterapi yang akan latihan dasar isometrik exercise dan
digunakan adalah pemberian terapi latihan dasar kelompok II mendapat pelatihanterapi
dan pemberian glute exercise. latihan dasar dengan penambahan
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan gluteexercise.
penambahan glute exercise pada terapi latihan
Kelompok I
dasar lebih meningkatkan stabilitas ankle Kelompok I mendapatkan pelatihan
penderita sprain anklekronis. terapi latihan dasar isometrik
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat exercisedengan teknik latihan : muscle
sebagai penambah wawasan tentang peningkatan setting exercise, latihan stabilisasi dan
stabilitas anklepada kasus sprain ankle kronis multiple-angel isometric. Latihan
dengan memberikan latihan penguatan otot- dilaksanakan berdasarkan gerakan yang
ototankle dengan pemberian intervesi terapi terdapat pada ankle yaitu gerak inversi,
latihan dasar, serta pemberian glute exercise eversi, plantar fleksi dan dorsal fleksi,
dalam membantu meningkatkan stabilitas ankle.
beban latihan berasal dari tubuh sampel
sendiri. Latihan dilaksanakan selama 8
MATERI DAN METODE
minggu dengan frekuensi 2 kali seminggu.
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan di Poltekkes Dr. Rusdi Kelompok II
Kelompok II mendapatkan
Medan selama 8 minggu dari bulan Maret
penambahan glute exercise pada terapi
sampai dengan April 2016. Penelitian ini
latihan dasar isometrik exercise, teknik
melibatkan pemain tim futsalKarya Setia dan tim
latihan yang diberikan muscle setting
futsal Poltekkes Dr. Rusdi Medan yang
exercise, latihan stabilisasi dan multiple-
mengalami cedera sprain ankle kronis.
angel isometric dengan penambahan side
Penelitian ini menggunakan metode
plank with abduction leg down, side plank
experimental denganrancangan pre testandpost
with abduction leg up, front plank with hip
test control group design. Penelitian ini terbagi
extension dan single-limb squat.Latihan
menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuaan
dilaksanakan selama 8 minggu dengan
terapi latihan dasar latihan isometrik, dan
kelompok perlakuaan penambahan glute exercise frekuensi 2 kali seminggu.
pada terapi latihan dasar. Penelitian dilakukan C. Cara Pengumpulan Data
untuk membuktikan peningkatan stabilitas ankle Data sampel penelitian pada kedua
dengan pemberian kedua metode latihan. Nilai kelompok didapatkan dengan mengukur
stabilitas ankle diukur dengan menggunakan stabilitas ankle sebelum pelatihan dan
balance erorr scorring system (BESS). sesudah mendapatkan pelatihan. Stabilitas
ankle diukur dengan menggunakan balance
B. Populasi dan Sampel
erorr scoring system (BESS).
Populasi sampel pada penelitian ini adalah
pemain futsal berjenis kelamin laki-laki dengan Prosedur pengukuran stabilitas ankle
rentang usia 19-25 tahun yang mengalami sprain Pengukuran dengan balance erorr
ankle dari tim futsalpoltekkes Dr. Rusdi Medan scoring system (BESS), dilakukandengan 3
dan tim futsal Karya Setia yang dapat mengikuti kondisi sikap dan 2 kondisi permukaan, 3
program pelatihan ke poltekkes Dr. Rusdi kondisi sikap yaitu double leg, single leg
Medan selama waktu penelitian. Sampel dan tandem stances sedangkan 2 kondisi
53
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

permukaan adalah permukaan stabil dan HASIL DAN PEMBAHASAN


permukaan tidak stabil dengan total posisi A. Deskripsi karakteristik subjek
pemeriksaan adalah 6 posisi. Deskripsi karakteristik subjek
Pemeriksaan dilakukanselama 20 detik penelitian pada kedua kelompoktertera pada
dengan cara sampel menutup mata dan kedua Tabel 2.
tangan memegang pinggang, jumlah data
didapatkan dari menghitung jumlah kesalahan Tabel 2. Karakteristik sampel
yang dilakukan oleh sampel. Kesalahan yang Karakteristi Kel I (n=9) Kel II (n=9)
dinilai dalam balance error scoring system k Rerata±SB Rerata±SB
antara lain: Umur (th) 22,00 ±1,80 21,78 ±1,98
Tabel 1. Penilaian Kesalahan balance error TB (cm) 166,11 ±1,80 165,33 ±6,78
scoring system BB (kg) 68,67 ±5,01 66,67 ±4,69
Balance Error Scoring System (BESS)
1 Membukamata Berdasarkan uji analisis Deskripsi
2 Mengangkattangan daripinggul umur pada kedua kelompok berkisar antara
3 hip fleksiatau abduksi lebih dari30˚ 19-25tahun dengan rerata umur kelompok
4 Mengangkatkaki depanatau tumit I22,00 ±1,80 dan rerata umur kelompok
5 Menyentuhkakinon-weight- II21,78 ±1,98.Deskripsi berat badan pada
bearingke lantai kedua kelompok berkisar antara 60-73 kg
6 Keluar dari posisi pengujian (jatuh) dengan rerata berat badan pada kelompok
7 Gagal kembali ke posisi tes di lebih I68,67±5,01 dan rerata berat badan pada
dari 5 detik kelompok II66,67±4,69. Deskripsi tinggi
badan pada kedua kelompok berkisar antara
Data nilai kesalahan responden untuk satu 150-172 cm dengan rerata tinggi badan
posisi tes adalah 0 (minimal) sampai 10 pada kelompok I166,11 ±1,80 dan rerata
(maksimal) kesalahan. Penilaian jumlah tinggi badan pada kelompok II165,33
kesalahan pada pemeriksaan ini adalah dengan ±6,78. Dengan melihat nilai p>0,05
menjumlahkan setiap kesalahan yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
selama waktu uji. Skor tolal BESS yang karakteristik sampel penelitian pada kedua
didapatkan merupakan nilai stabilitasankle dari kelompok penelitian.
sampel. Selain karakteristik subjek diatas juga
dibahas mengenai lamanya cedera sprain
D. Analisis Data ankle kronis yang diderita oleh responden,
1. Karakeristik statisik untuk mengetahui lamanya cedera dihitung dan
kondisi fisik umur, tinggi badan, berat badan dikelompokkan dalam hitungan bulan,
dan lamanya cedera yang dialami sampel seperti tertera dalam Tabel 3.
yang di ambil sebelum perlakuan.
2. Uji normalitas data stabilitas ankle dengan Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian
Shapiro Wilk test. Kelompok I Kelompok II
3. Uji homogenitas data stabilitas ankle dengan LC n % Mean n % Mean
Levene’s Test.
1Bln 4 44,4 3 33,3
4. Uji komparasi data sebelum dan setelah 2,11 2,22
perlakuan terhadap stabilitas ankle pada 2Bln 1 11,1 2 22,2
kelompok 1 dan kelompok 2 dengan paired 3Bln 3 33,3 3 33,3
sampel t-test. 4Bln 1 11,11 1 11,1
5. Uji komparasi data pada kedua kelompok Total 9 100 9 100
sebelum perlakukan dan sesudah perlakuan
Berdasarkan lamanya cedera lamanya
dengan menggunakan independent sampel t-
cedera yang dialami oleh sampel berkisar
test.
antara 1-4 bulan (p > 0,05) yang berarti
tidak ada perbedaan yang berarti antara
54
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

distribusi sampel antara kelompok I dengan Kekuatan otot sekitar pergelangan kaki
kelompok II. seperti peroneus longus, brevis, dan tertius
sangat penting dalam meredam tekanan dan
B. Uji Normalitas dan homogenitas
memberikan dukungan tambahan ke
Berdasarkan uji normalitas (shapiro wilk-
ligament lateral ankle kompleks.8
test) data stabilitas ankle sebelum, sesudah dan
Hasil penelitian ini sejalan dengan
selisih, pada kedua kelompok memiliki nilai
penelitian dilakukan oleh Jong Kim, et.al,9
p<0,05 berarti data berdistribusi normal.
ditemukan bahwa latihan strengthening
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Data dengan menggunakan isometrik exercise
dapat meningkatkan stabilitas fungsional
Nilai BESS p (Shapiro wilk test) ankle. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Kel I Kel II Kaminski et.al,8 mengatakan bahwa terjadi
Sebelum 0,190 0,922 peningkatan kekuatan inversi dan dorsi
Sesudah 0,177 0,053 fleksi ankle setelah 6 minggu melakukan
Selisih 0,547 0,560 latihan penguatan secara progresif. 20
subjek dengan riwayat unilateral stabilitas
Tabel 5. Pengaruh Penambahan fungsional menunjukkan perbaikan dalam
glute Exercise pada Terapi pengaturan posisi ankle dalam melangkah
Latihan Dasar dan terjadinya peningkatan aktivitas
Kelom Stabilitas p*
pok
muscles-spindel.
Pre Test Post Test Selisih
Klp 1 23,67±5,40 13,11±3,88 10,56±1 0,000 Pada kelompok II di awal penelitian
8 7 ,944 nilai rerata stabilitas ankle adalah 24,22 ±
Klp 2 24,22±4,02 8,89±2,147 15,22±2 0,000 4,024 kesalahan (pre exercise). Setelah
4 ,635 mendapatkanpelatihan penambahan glute
p** 0,808 0,012 0,001 exercise pada terapi latihan dasar isometrik
Ket. : p* Paired Sample t test exercise nilai rerata kesalahan stabilitas
: p** Independent sample t test ankle dengan menggunakan BESS menurun
menjadi 8,89 ± 2,147 kesalahan. Dengan
C. Pengaruh penambahan glute exercise nilai p = 0,000 karena nilai p < 0,05 dapat
pada terapi latihan dasar terhadap disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
peningkatan stabilitas ankle signifikan dalam hal rerata nilai stabilitas
Hasil uji statistik tertera pada Tabel 5, pada ankle sebelum perlakuan dengan setelah
kelompok I di awal penelitian rerata nilai setelah perlakuan.
stabilitas ankle adalah 23,67±5,408 kesalahan Kurangnya kekuatan pada abductor
(pre exercise). Setelah mendapatkan latihan pinggul tidak memungkinkan seseorang
terapi latihan dasar isometrik exercise nilai rerata untuk memulai hip strategy tepat pada
kesalahan stabilitas ankle dengan menggunakan waktunya untuk menahan gangguan
BESS menurun menjadi 13,11±3,887 kesalahan. /tekanan eksternal lateral yang tiba-tiba.
Dengan nilai p = 0,000 karena nilai p<0,05. Situasi ini dapat meningkatkan risiko
Disimpulkan bahwa ada perbedaan yang terjadinya cedera pergelangan kaki.10 Hal
signifikan dalam hal rerata nilai stabilitas ankle tersebut juga dapat terjadi secara
sebelum dan setelah perlakuan. Latihan berlawanan, adanya cedera pada
isometrik pada pergelangan kaki dilakukan pergelangan kaki (ankle sprain dan ankle
berdasarkan 4 arah gerakan ankle yaitu plantar isntability) dapat menimbulkan kelemahan
flexi, dorsal flexi, inversi dan eversi7. Latihan pada oto-otot gluteus. Hal ini terjadi karena
isometrik berpengaruh terhadap peningkatan perubahan aktivasi otot gluteus setelah
stabilitas ankle dengan cara membantu terjadi ankle sprain, perubahan kerja otot
meningkatkan kekuatan otot disekitar gluteus ini sebagai mekanisme pelindung
pergelangan kaki dan membantu terjadinya tubuh setelah terjadinya cedera.3
pengurangan nyeri ketika dilakukannnya latihan.

55
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

Pemberian glute exercise pada abductor dan glute exercise pada terapi latihan dasar
ektensor hip yaitu pada otot gluteus madius dan isometrik exercise memberikan pengaruh
gluteus maximus akan membantu meningkatkan lebih besar terhadap peningkatan stabilitas
kekuatan otot gluteus sehingga memberikan ankle.
dampak terhadap perbaikan ketidakstabilan
Penambahan Glute Exercise pada Terapi
extremitas bawah.Latihan ini akan membantu
Latihan Dasar Lebih Meningkatkan
meningkatkan kontrol postural pada extremitas
Stabilitas Ankle Penderita Sprain Ankle
bawah dengan cara memperbaiki kekuatan otot
Kronis
yang ada.10 Rerata selisih penurunan kesalahan
Kombinasi glute exercise dan terapi latihan BESS pada kedua kelompok yaitu 10,56 ±
dasar isometrik exercise akan memberikan
1,944 kelompok I dan 15,22 ± 2,635
dampak pada dua titik permasalahan yaitu pada kelompok II dengan nilai p = 0,001 (p <
ankle yang mengalami sprain dan pada area hip 0,05) terlihat bahwa pada kelompok II
(gluteus) yang mengalami kelemahan. Dengan perbaikan stabilitas ankle jauh lebih baik
pemberian kedua metode ini perbaikan defisit dibandingkan dengan kelompok I.
posturalterutama yang berkenaan dengan Gangguan stabilitas ankle
gangguan stabilitas yang diakibatkan oleh ankle mengakibatkan aktivasi otot pergelangan
sprain akan lebih cepat diperbaiki. kaki, lutut, dan pinggul menjadi lebih
Uji beda pada penelitian ini dilakukan pada lambat jika dibandingkan dengan subjek
kedua kelompok untuk membandingkan data normal. Dalam keadaan normal kerja otot
penelitian, dengan menggunakan independent ektremitas bawah dimulai dengan adanya
sample t test pada rerata nilai kesalahan BESS
respos antisipasi untuk mengkompensasi
sebelum perlakuan kedua kelompok didapatkan penundaan kerja otot intrinsik hal ini akan
nilai p = 0,808 dimana p > 0,05 yang berarti berpengaruh dalam mencegah terjadinya
sebelum dilakukan pelatihan pada kedua gangguan keseimbangan pada ektremitas
kelompok tidak ada perbedaan nilai kesalahan bawah.11
BESS yang berarti data penelitian bersifat sama. Pasien dengan gangguan stabilitas
Independent sample t test pada kedua ankle telah memperlihatkan strategi inisiasi
kelompok setelah pelatihan didapatkan nilai p = cara berjalan yang berbeda dengan orang
0,012 di mana p < 0,05, hal ini menunjukkan normal, hal ini berkaitan dengan perubahan
bahwa pada kedua kelompok terdapat perbedaan mekanisme supraspinal dari kontrol
nilai kesalahan BESS setelah dilakukan program motorik. Mekanisme sistem saraf pusat
pelatihan.
memainkan peran dalam defisit fungsional
Analisis statistik independent sampel t- yang berhubungan dengan ankle instability,
testdata selisih pada masing- masing subjek sehingga pendekatan komprehensif dalam
menunjukkan nilai p = 0,001. Karena nilai melakukan rehabilitasiyang meliputi fungsi
p<0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan otot distal dan proksimal sangat
antara pemberian terapi latihan dasar isometrik 12
diperlukan.
exercisesaja dengan penambahan glute exercise Pernyataan diatas sejalan dengan
pada terapi latihan dasar isometrik exercise, penelitian ini karena perbaikan stabilitas
dalam meningkatkan stabilitas ankle pada kasus ankle tidak hanya difokuskan pada bagian
sprain ankle kronis. pergelangan kaki saja (distal) tetapi juga
Dengan membandingkan rerata selisih memberikan pelatihan pada otot proksimal
penurunan kesalahan BESS pada kedua dari ektremitas bawah yaitu group otot
kelompok yaitu 10,56 ± 1,944 kelompok I dan gluteal.
15,22 ± 2,635 kelompok II terlihat bahwa Pada pengujian hipotesis satu arah
penurunan nilai kesalahan pada kelompok II jauh menunjukkan p < 0,05, hal tersebut
lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan menunjukkan bahwa intervensi pada
nilai kesalahan pada kelompok I. Dari hal ini kelompok penambahan glute exercise pada
dapat diambil kesimpulan bahwa penambahan terapi latihan dasar isometrik exercise lebih
56
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

baik secara signifikan dibandingkan dengan 8. Kaminski, TW., Heather, DH. 2002.
intervensi pada kelompok terapi latihan dasar Factors Contributing to Chronic Ankle
isometrik exercise dalam meningkatkan stabilitas Instability: A Strength Perspective.
anklekasus sprain ankle kronis. Journal of Athletic Training. Vol. 37.
Perbedaan rerata selisih yang cukup jauh No. 4: 394-405.
antara kedua kelompok penelitian disebabkan 9. Jong, KK., Young-Eok, K. 2014.
karena perbaikan tidak hanya mencakup area Which Treatment is More Effective For
ankle saja tetapi juga meliputi otot-otot gluteus. Fungtional Ankle Instability :
Perbaikan kontrol postural dengan meningkatkan Strengthening or Combined Muscle
kekuatan otot dan ligamen sekitar pergelangan Strengthening and Proprioceptive
kaki serta perbaikan aktivasi otot gluteus Exercise. Journal of Athletic Training
menjadi kunci utama pembeda antara kelompok Vol. 37. No. 4:394–405.
I dengan kelompok II. Kelompok I yang hanya 10. Presswood, L., John, C., Justin, WLK.
mendapatkan satu perlakuan yang hanya Chris, W. 2008. Gluteus Medius:
berfokus pada area pergelangan kaki, perbaikan Applied Anatomy, Dysfunction,
stabilitas tidak didapatkan secara menyeluruh Assessment, and Progressive
bila dibandingkan dengan kelompok II. Strengthening. Strength and
Conditioning Journal. Vol 3, No. 5.
SIMPULAN 11. Deun, SV., Filip, FS., Karel, HS. 2007.
Penambahan glute exercise pada terapi Relationship of Chronic Ankle
latihan dasar lebih meningkatkan stabilitas ankle Instability to Muscle Activation
pada penderita sprain ankle kronis. Patterns During the Transition From
Double-Leg to Single-Leg Stance. The
DAFTAR PUSTAKA American Journal of Sports Medicine,
1. Bahr, R., Holme, I. 2003. Risk Factor for Vol. 35. No. 2.
Sport Injuries- a Methodological Approach. 12. Feger, MA., Luke, D. 2014. Lower
Br J Sports Med. Vol. 37:384-392. Extremity Muscle Activation During
2. Sumartiningsih, S. 2012. Cedera Keseleo Functional Exercises in Patients With
pada Pergelangan Kaki (Ankle Sprains). and Without Chronic Ankle Instability.
Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia American Academy of Physical
Vol 2. No. 1. Medicine and Rehabilitation. Vol. 6:
3. Hertel, J. 2008. Sensorimotor Deficits with 602-611.
Ankle Sprains and Chronic Ankle Instability,
Clinics in Sport Medicine. Virginia.
Elsevier.
4. Hertel, J. 2002. Functional Anatomy,
Pathomechanics, and Pathophysiology of
Lateral Ankle Instability. Journal of Athletic
Training. Vol. 37. No. 4:364–375.
5. Eric, E., Dieter, R. 2001. A Multi-Station
Proprioceptive Exercise Program in Patients
with Ankle Instability. Med. Sci. Sports
Exerc. Vol. 33. No. 12.
6. Page, P., Baton, R., Clare, CF. 2010.
Assessment and Treatment of Muscle
Imbalance The Janda Approach. Los
Angeles: Human Kinetics.
7. Mattacola, CG., Dwyer, MK. 2002.
Rehabilitation of the Ankle After Acute
Sprain or Chronic Instabilit. Journal of
Athletic Training. Vol. 37. No. 4:413–429.
57
PJAHS • Volume 3 Issue 2 2020 • (doi:10.36413/pjahs.0302.003)

Original Article
Biomechanical Taping and standard physical therapy were effective in the management of
acute ankle inversion sprain: a pre- and post- intervention study
Valentin Dones III,a,b Lyle Patrick Tangcuangcoa, Mark Angel Serraa, Angeleah Abada, Zacharie Fuentesa, Phyll Josh
Labada, Jannie Mauren Liboona, Judy April Emmanuelle Mianoa, Gian Karlo Reyesa, Marc Ryan Gerald Sabatina, Maria
Bianca Vergel de Diosa
aDepartment
of Physical Therapy, College of Rehabilitation Sciences, University of Santo Tomas, Manila, Philippines; bCenter for Health Research
and Movement Sciences, College of Rehabilitation Sciences, University of Santo Tomas, Manila, Philippines

Correspondence should be addressed to: Valentin Dones III,a,b; vcdones@ust.edu.ph


Article Received: October 31, 2019
Article Accepted: December 28, 2019
Article Published: February 14, 2020 (Online)
Copyright © 2020 Dones et al. This is an open-access article distributed under the Creative Commons Attribution License, which permits
unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.

Abstract
Background: Ankle inversion sprain is a common musculoskeletal injury due to an inward foot twist. It results in pain, swelling, limited movement,
instability, and tenderness of the injured ankle. Standard physical therapy (PT) for acute ankle inversion sprain involves cryotherapy, range of
motion, balance, and strengthening exercises. Biomechanical Taping (BMT) is an adjunct to PT. Objectives: To identify the short-term effects of
BMT and PT on pain and function of individuals with acute ankle inversion sprains. Methods: Two licensed physiotherapists screened the
participants. Eligible participants were treated 3x/week with BMT and PT, with a day of home exercises in between treatments. Participants
answered the Visual Analogue Scale (VAS) and Foot and Ankle Ability Measure (FAAM). Friedman Test was used to determine differences in pre-
post measurements of VAS and FAAM. Results: 17 participants (10 males: 7 females) with unilateral acute ankle inversion sprains were included
in the study with a mean (95% CI) age of 21 (20-22) years. BMT and PT (a) decreased VAS mean rank scores at Treatments 3 and 5 (p<0.05); (b)
improved FAAM-ADL mean rank scores in Treatments 1 and 3 (p<0.05); (c) improved FAAM-Sports mean rank scores in all Treatments (p<0.05);
and (d) improved in VAS, FAAM ADL and Sports scores between Treatment 1, Treatment 2 and Treatment 3 (p<0.00001). Conclusion: BMT may
be an effective adjunct to PT in improving pain and function of participants with acute ankle inversion sprains. The increased stability created by
BMT may underpin the improved pain and function of participants.
Keywords: Biomechanical Taping, ankle injuries, fascia, physical therapy, lateral ligament ankle, pain

INTRODUCTION

Ankle inversion sprain is the most common the presence of severe ankle pain especially on
traumatic ankle injury associated with lateral the lateral portion with or without ankle motion,
ankle pain and difficulty in walking.1 It is localized heat, inability to severe difficulty
described as stretching, partial or complete bearing weight, and/or increased levels of
rupture of anterior talofibular ligament (ATFL), a localized swelling usually with ecchymosis.4 In
commonly injured lateral ankle ligament, after a the presence of equivocal evidence on the use of
sudden forceful inward movement of the foot Protection, Rest, Ice, Compression, and Elevation
due to miscalculated step.1,2 Ankle inversion (PRICE) protocol is widely used in clinics and
sprain has a prevalence rate of 93 per 1,000 research as standard physical therapy (PT) in
persons among athletes.3 managing acute ankle sprain.5 Ice combined with
exercise therapy reduced pain and swelling of
Typical clinical presentations of acute ankle
the ankle.6 Ice with compression combined with
inversion sprain (up to 4-6 days post-injury) are
elevation or rest is common treatment for acute
9
PJAHS • Volume 3 Issue 2 2020 • (doi:10.36413/pjahs.0302.003)

ankle inversion sprain.6 Functional rehabilitation Study Design. This is a pre- and post-
consisting of ankle stabilization and progressive intervention experimental study.
weight-bearing and exercise is considered the
Sample Size. Using G*Power 3.1.9.2, a minimum
standard of care for acute ankle inversion
sample size of 30 was needed to determine the
sprains. Generally, early range of motion (ROM)
effectiveness of PT and BMT on acute ankle
exercises are followed by strengthening,
inversion sprains. This was computed using the
proprioception, and functional exercises. This
following information: mean (95% CI) VAS
early functional rehabilitation may aid in
values of 1.04 (0.20, 1.88), alpha value of 0.05
improving function and enabling a faster
and power of 0.20, as reported by Dones et al.9
recovery.7
Setting. This study was done at the Physical
Taping is an adjunct treatment tool used with PT
Therapy Skills Laboratory of the College of
in the management of acute ankle inversion
Rehabilitation Sciences of the University of Santo
sprains. Inelastic tapes improve neuromuscular
Tomas.
control, support and partially limit ankle joint
movement. It allows early weight-bearing by Biomechanical Tape. BMT fascia tape is
preventing excessive unnecessary movements of inelastic tape (Figure 1) with a height of 6 cm
the ankle joint area.8 The Biomechanical Taping and a length of 5.5 m. The BMT fascia tape is
Technique (BMT) is a taping technique that more stretchable than Leukoplast and Mueller
addresses pain secondary to acute ankle tapes.9
inversion sprains. BMT uses fascia tape, an Figure 1. The BMT fascia tape that was used in
inelastic tape, that pinches the skin and the study.
hypothesized to lift the deep fascia. The lift
creates light skin fold potentially allowing
movement between deep fascia and underlying
muscles. Unlike inelastic tape, it does not limit
ankle joint movement.9
Considering that BMT is an emerging taping
technique, no study reports on the effectiveness
of BMT on ankle inversion sprain. The
effectiveness of BMT, however, was reported by
Dones et al. in the management of lateral elbow
pain, which reported significantly decreased
lateral elbow pain (p<0.05), increased handgrip
strength (p<0.05) and improved function
(p<0.0001) of 23 patients with lateral
epicondylalgia. Improvements in clinical
symptoms and functions were reported after
three applications of BMT (on Days 1, 3 and 5).9
This study aimed to determine the effectiveness
of BMT and PT on pain and function of patients
with acute ankle inversion sprains.

Outcome Measures. Visual Analog Scale (VAS)


METHODS for pain (Appendix A) and Foot and Ankle Ability
Measure (FAAM) (Appendix B) for function were
Ethics. This study was approved by the Ethics used to determine the effectiveness of BMT and
Review Committee of the College of PT on acute ankle inversion sprain.
Rehabilitation Sciences of the University of Santo
Tomas (Ethics protocol number: SI 2017-005- VAS is a continuous scale of ten centimeters
OR). (100mm) in length with two verbal descriptors,
one for each extreme. It uses descriptors of “no
10
PJAHS • Volume 3 Issue 2 2020 • (doi:10.36413/pjahs.0302.003)

pain at all” and “pain as bad as it could be” or Elevation. Ice and elevation above heart-level
“worst imaginable pain”. The participants were were done for ten (10) minutes. Participants
asked to draw a line perpendicular to the VAS received the following based on their ability to
line corresponding to their pain. The score was perform the exercises:
determined by measuring the distance (mm)
• Ankle dorsiflexion, plantarflexion, eversion,
between the “no pain” anchor to the patient’s
and inversion for 10 repetitions within the
mark using a ruler. A longer distance suggested
pain-free range;
greater pain intensity. The minimal clinically
• Ankle isometric exercises towards
significant difference was 1.1 points on an 11-
dorsiflexion, plantarflexion, eversion, and
point scale (or 11 points on a 110-point scale).
inversion for 10 repetitions with a 6-second
The minimum clinically important difference
hold for each repetition;
was 1.37 cm. VAS was highly correlated with a 5-
point verbal descriptive scale and a numeric • Balance exercises in the following sequence:
rating scale graded from no pain with worst pain o Single leg stance with eyes open for
with correlations ranging from 0.71–0.78 and 30 seconds,
0.62–0.91, respectively).10 VAS was sensitive o Single leg stance on unaffected limb
(sensitivity = 0.70) and reliable (between groups swinging for 30 seconds, and
r = 0.97) in measuring the intensity of pain.11-15 o Single leg squats for 30 seconds.

FAAM a self -report measure, assesses the The progression of the balance exercises was
physical function of individuals who had lower from eyes opened to eyes closed.7,20
leg, ankle, and foot musculoskeletal disorders. It Recruitment and Eligibility Criteria of
is a 29-item questionnaire that has two Participants. Potential participants were
subscales: ADLs subscale (21 items) and sports recruited through purposive sampling from
subscale (8 items). Subscale scores are based on November 2017 to March 2019 in clinics, sports
a Likert scale (4-no difficulty; 3- slight difficulty; clubs, and barangays. Information dissemination
2-moderate difficulty; 1- extreme difficulty; 0- was done using social media, posters, brochures,
unable to do). The participants answer N/A for flyers, and personal invitations. Participants
the activities limited by other factors other than were screened by either one of the two licensed
the foot and ankle. Participants assess their physiotherapists using the Initial Screening
current functional level as “normal”, “nearly Checklist (Appendix C).
normal”, “abnormal” and “severely abnormal”.
The inclusion criteria used were as follows:
N/As are not counted. The score is determined
by the sum of the points divided by the total • Male or female aged 18-35 years old;
possible score. A higher score reflects a higher • Has an ankle sprain with at least Grade 1
level of physical function. The minimal tenderness suggesting inflammation 1 day to
detectable changes for the activities of daily 3 weeks before being seen by the group; and
living and sports subscales are 5.7 and 12.3 • Diagnosed with Grade 1 or 2 ankle sprain
respectively.16-18 The ADL and Sport subscales using the West Point Ankle Grading System
demonstrated the following associations:
The exclusion criteria used were as follows:
• strong with SF-36 physical function
subscale (r = 0.84, 0.78) • (+) fracture on the ankle/foot for < 6 weeks
• strong with physical component • (+) neurologic deficits in the lower
summary score (r = 0.78, 0.80) extremities
• weak with SF-36 mental function • (+) for Squeeze Test, External Rotation Stress
subscale (r = 0.18, 0.11) and test, and syndesmosis ligament palpation.
These potential participants would have
• weak with mental component summary
suffered a syndesmotic ankle injury
score (r = 0.05, -0.02).19
• (+) chronic ankle instability as reported by
PT Management for Acute Ankle Inversion participants
Sprain. Participants received the PRICE protocol • infected skin
namely; Protection, Rest, Ice, Compression, and
11
PJAHS • Volume 3 Issue 2 2020 • (doi:10.36413/pjahs.0302.003)

• previous surgical treatment on the


ankle/foot for >= 6 weeks
• Those who took medications that had altered
pain intensity
• Two or more recurrent ankle sprains in the
past six (6) months
Eligible participants were oriented as to the
purpose and protocol of the study. Consenting
participants sign the informed consent form.
Study Protocol. Eligible participants answered
the VAS for pain and FAAM prior to PT and
immediately after BMT, for each of the three
treatment sessions. Participants were treated
three times per week separated by a day of home Figure 3. Second BMT fascia strip. The second
exercises. For days without treatment, strip of BMT fascia was anchored on the
participants were asked to perform the following participant’s skin overlapping the first BMT
exercises and update diary (Appendix D): fascia strip. The tape was pushed towards the
• Active range of motion exercises on ankle posterior aspect of the ankle by the investigator
towards all planes for 10 repetitions, in creating a skin lift (green arrow) over the painful
supine; area. The distal end of the second BMT fascia
• Ankle isometric exercises towards all planes strip was anchored laterally to the Achilles
for 10 repetitions with a 6-second hold for tendon.
each repetition, in supine;
• Balance exercises in the following sequence:
a. single-leg stance with eyes open; b. single-
leg stance on the unaffected limb with
opposite leg swinging, and c. single-leg
squats for 30 seconds done for 3 repetitions.
BMT application. Immediately after the
standard physical therapy, the first strip of BMT
fascia tape was placed on the skin overlying the
painful area (of the injured ankle) (Figure 2). The
second strip of BMT fascia tape was applied
directly on top of the first BMT fascia tape
leaving shallow skin folds on the painful ankle
area (Figure 3). The distal end of the first strip of
BMT fascia tape was anchored on the posterior
aspect of the Achilles tendon. The third strip of
BMT fascia tape was applied on top of the second
tape starting from the painful area and was
anchored on the medial side of Achilles tendon
(Figure 4). The participants were instructed to
wear the BMT tape for up to three (3) hours.
Figure 2. First BMT fascia strip. The participant
was in a long sitting position with the injured
ankle placed in a neutral position. The first strip
of BMT fascia tape was applied without tension
over the painful lateral ankle area.

12
PJAHS • Volume 3 Issue 2 2020 • (doi:10.36413/pjahs.0302.003)

Figure 4. Third BMT fascia strip. The third BMT scheduling difficulties. Seventeen (17) patients
fascia strip was anchored on the participant’s (10 male: 7 females) with unilateral ankle
skin overlapping the previous BMT fascia strips. inversion sprains (11 left: 6 right) were included
The tape was pushed towards the posterior in the study with mean (95% CI) age of 21 (20-
aspect of the ankle by the investigator creating a 22) years. At baseline, patients reported mean
skin lift over the painful area. The distal end of (95% CI) VAS scores of 3.40 (2.11 to 4.69). Two
the BMT fascia strip was attached to the medial participants did not return on Treatment 5. The
aspect of the Achilles tendon. mean (95% CI) FAAM ADL and Sports Subscale
Scores were 72.56 (67.90 to 77.22) and 62.87
(54.50 to 71.23).
The following number of participants received
the three treatments (Treatments 1, 2, and 3) on
the following days:
• 13 participants on Days 1, 3 and 5;
• 2 participants on Days 1, 3 and 7;
• 1 participant on Days 1, 4 and 7;
• 1 participant on Days 1, 4 and 6.
15 of 17 participants performed the home
exercise program with two (2) participants
resting the injured ankle.
Shapiro-Wilk Test reported non-normal
Statistical Analyses Used. Descriptive statistics distribution of VAS scores, FAAM ADL and FAAM
(median, range) were used to describe baseline Sports Subscale Scores (p<0.01). Using Friedman
demographics of participants. Using MedCalc Test, a difference in VAS, FAAM ADL and Sports
version 15.2.2. Friedman Test was used to scores was found between Treatment 1,
determine differences in pre-post measurements Treatment 2 and Treatment 3 (p<0.00001).
of VAS and FAAM. Friedman Test is the non- Conover post-hoc test found improved
parametric equivalent of repeated measures differences in VAS, FAAM ADL and Sports Scores
one-way ANOVA). Alpha value at p<0.05 with a (p<0.05) between:
calculated 25th-7th percentile range will be • Treatment 1 Pre vs Treatment 2 Post
determined.21 Imputation method was used • Treatment 2 Pre vs Treatment 3 Post
during intention-to-treat-analysis. The last VAS, • Treatment 1 Pre vs Treatment 3 Post
and FAAM scores of non-compliant participants
at Treatment 3 were carried forward and used in Except on Day 1, the pre- and post-VAS Scores
data analysis. were different in Treatment 3 and Treatment 5
(p<0.05). Table 1 reports the mean ranks
between pre- and post-VAS scores.
RESULTS Except in Treatment 3, the pre- and post-FAAM
During this 2-year study, a total of 17 out of 30 ADL Subscale Scores were different in Treatment
patients were investigated. Using post hoc 1 and Treatment 3 (p<0.05). Table 2 reports the
analysis by G*Power 3.1.9.2, the power was mean ranks between pre- and post-FAAM ADL
calculated at 61% with an effect size of 0.50, and Subscale Scores.
an alpha value of 0.05.22 The pre- and post-FAAM Sports Subscale Scores
A total of 30 participants were recruited for the were different in Treatments 1, 2 and 3 (p<0.05)
study. 11 were excluded due to pain experienced Table 3 reports the mean ranks between pre and
on the posterior aspect of the ankle and negative post FAAM Sports Subscale Scores.
anterior drawer test. Two (2) potential
participants did not participate due to
13
PJAHS • Volume 3 Issue 2 2020 • (doi:10.36413/pjahs.0302.003)

No adverse reactions (skin redness, itchiness,


blisters) to BMT were reported by the
participants.

Table 1. Pre and Post VAS Mean Rank for each treatment

Treatments Mean Rank p-value

1 Pre 4.85 >0.05

Post 4.44

2 Pre 4.32 <0.05*

Post 3.38

3 Pre 2.47 <0.05*

Post 1.53
*p<0.05 significant value
Legend: VAS, Visual Analogue Scale

Table 2. Pre and Post FAAM ADL Subscale Mean Rank for every treatment

Treatments Mean Rank p-value

1 Pre 1.47 <0.05*

Post 3.06

2 Pre 2.41 <0.05*

Post 3.82

3 Pre 4.76 >0.05

Post 5.47
*p<0.05 significant value
Legend: ADL, Activities of Daily Living; FAAM, Foot and Ankle Ability Measure

14
PJAHS • Volume 3 Issue 2 2020 • (doi:10.36413/pjahs.0302.003)

Table 3. FAAM Sports Subscale Mean Rank for each treatment

Treatments Mean Rank p-value

1 Pre 1.50 <0.05*

Post 2.50

2 Pre 2.71 <0.05*

Post 3.79

3 Pre 4.91 <0.05*

Post 5.59
*p<0.05 significant value
Legend: FAAM, Foot and Ankle Ability Measure

DISCUSSION No difference in pre and post VAS mean rank


scores were found on Day 1 (p>0.05). Three (3)
Biomechanical Taping is an emerging taping
of 17 participants reported increased pain
technique used in reducing pain and improving
immediately after doing the exercises. We
the function of individuals with musculoskeletal
speculate that the skin lift created by tape caused
conditions. This study found that BMT and PT:
further tightening of the injured ankle area
(a) decreased VAS mean rank scores at
perceived as uncomfortable by the participants
Treatments 2and 3 (p<0.05); (b) improved
thus, possibly affecting the reported VAS scores.
FAAM-ADL Subscale mean rank scores in
Treatments 1 and 2 (p<0.05); (c) improved The improved FAAM ADL subscale means rank
FAAM-Sports Subscale mean rank scores in all scores on Day 5 albeit non-significant was
Treatments (p<0.05); and (d) improved in VAS, possibly due to the ceiling effect of the
FAAM ADL and Sports scores between treatments provided. The majority of the
Treatment 1, Treatment 2 and Treatment 3 participants reached a higher percentage on
(p<0.00001). Treatment 2 compared to Treatment 1 in which
a significant increase in scores was difficult to
The significant improvement in VAS, FAAM ADL
achieve. Albeit not used in the study, a personal
and Sports Subscale mean rank scores (p<0.05)
narrative on perceived improvements by the
may be secondary to the physical changes
participants could have been used in describing
brought about by the skin lift created by the BMT
changes brought by the use of BMT.
fascia tape. The skin lift could have tightened the
superficial fascia that promoted stability on the Despite the 2-yearlong study, we only evaluated
injured ankle area while it was moving. We and treated 17 participants with true ATFL
assumed that the skin lift likewise created an injury. This had decreased the power of our
increased space between deep fascia and muscle study to 60%, limiting the external
that promoted slide thereby movement in generalizability of our results. The absence of a
between these apposed layers. Similar control group in the study precludes the
improvement in VAS and function scores were determination on the sole effects of BMT on pain
reported by Dones et al. on handgrips of 23 and function of individuals with ankle inversion
patients with Lateral Epicondylalgia during BMT sprain. This study only determined the short-
application (p<0.05).9 term effects of BMT and PT. Given the three (3)
15
PJAHS • Volume 3 Issue 2 2020 • (doi:10.36413/pjahs.0302.003)

treatment sessions, the effectiveness of BMT as Audrely Nicole Boiser, Regine Paola Galanga,
an adjunct to PT may be evident more so, not Angela Beatriz Imperio, Mary Helen Kagaoan,
causing additional pain or limitation in function Marcus Ian Lizardo, Sheree Mae Silvia, Mary Jude
on the injured ankles of participants. Karla Soller, Guineviere Tubay and Patricia Mae
Yumol.
Implications to practice. BMT with PT may be
used in the treatment of acute ankle inversions
sprains. The increased stability provided by a
Individual author’s contributions
possibly compact superficial fascia secondary to
the skin-lift created by BMT fascia tape may The following are the authors’ contributions to
underpin the improved pain and function of the paper:
participants. BMT fascia tape allows the mobility Valentin C. Dones III – writing of research
of ankle while maintaining a certain level of proposal, research implementation, writing of
stability. drafts, writing of final manuscript;
Albeit no adverse skin reactions were reported Lyle Patrick Tangcuangco Mark Angel Serra,
in the study, the application of BMT fascia tape Angeleah Abada, Zacharie Fuentesa, Phyll Josh
may potentially cause skin reactions to the Labada, Jannie Mauren Liboona, Judy April
involved area such as redness, itching, and Emmanuelle Mianoa, Gian Karlo Reyesa, Marc
blisters. Regular monitoring of the skin condition Ryan Gerald Sabatina, Maria Bianca Vergel de
throughout the treatment period is Diosa– writing of research proposal, research
recommended. Patients should be instructed to implementation, writing of drafts.
keep the tape for a maximum of three (3) hours
from the time of application to minimize skin
reactions. Disclosure statement
Implications to research. A large-scale This paper did not receive any funding.
randomized controlled trial is needed to increase
the external generalizability of the reported
effectiveness of BMT on pain and function of Conflicts of interest
individuals with acute inversion ankle sprains.
VCD was the originator of Biomechanical Taping.
Albeit he trained the researcher who applied the
CONCLUSION BMT on participants, he took no part in the
actual taping of participants and collection of
Biomechanical Taping may be an effective outcome measures. Other authors had no conflict
adjunct to PT in managing pain and improving of interest.
the function of patients with an acute inversion
ankle sprain. The stability the BMT is assumed to
create in the ankle joint decreased pain Supplementary files
promoting functional improvement, such as
experienced when walking. The basic science Appendix A. Visual Analogue Scale
underpinning the mechanism on pain Appendix B. Foot and Ankle Ability Measure
improvement experienced by patients with ankle
inversion sprain during BMT application has yet Appendix C. Screening Checklist
to be investigated. Appendix D. Participant’s Diary

Acknowledgments References:
The authors would like to thank the following 1. Czajka CM, Tran E, Cai AN, DiPreta JA. Ankle sprains
students of the University of Santo Tomas- and instability. Medical Clinics. 2014 Mar 1;98(2):313-
29.
College of Rehabilitation Sciences for assistance
during data collection and writing of draft:
16
PJAHS • Volume 3 Issue 2 2020 • (doi:10.36413/pjahs.0302.003)

2. Fallat L, Grimm DJ, Saracco JA. Sprained ankle 12. Jamison RN, Gracely RH, Raymond SA, Levine JG,
syndrome: prevalence and analysis of 639 acute Marino B, Herrmann TJ, Daly M, Fram D, Katz NP.
injuries. The Journal of Foot and Ankle Surgery. 1998 Comparative study of electronic vs. paper VAS ratings:
Jul 1;37(4):280-5. a randomized, crossover trial using healthy volunteers.
Pain. 2002 Sep 1;99(1-2):341-7.
3. Doherty C, Delahunt E, Caulfield B, Hertel J, Ryan J,
Bleakley C. The incidence and prevalence of ankle 13. Price DD, McGrath PA, Rafii A, Buckingham B. The
sprain injury: a systematic review and meta-analysis of validation of visual analogue scales as ratio scale
prospective epidemiological studies. Sports Medicine. measures for chronic and experimental pain. Pain.
2014 Jan 1;44(1):123-40. 1983 Sep 1;17(1):45-56.
4. Millas D. Ankle sprain-conservative versus operational 14. Jensen MP, Karoly P, Braver S. The measurement of
treatment: A literary review. 2017 clinical pain intensity: a comparison of six methods.
Pain. 1986 Oct 1;27(1):117-26.
5. van den Bekerom MP, Kerkhoffs GM, McCollum GA,
Calder JD, van Dijk CN. Management of acute lateral 15. Scott J, Huskisson EC. Graphic representation of pain.
ankle ligament injury in the athlete. Knee Surgery, Pain. 1976 Jun 1;2(2):175-84.
Sports Traumatology, Arthroscopy. 2013 Jun
16. Foot and Ankle Ability Measures. (n.d.). Retrieved
1;21(6):1390-5.
March 31, 2018, from
6. Kerkhoffs GM, van den Bekerom M, Elders LA, van Beek https://www.sralab.org/rehabilitation-measures/foot-
PA, Hullegie WA, Bloemers GM, de Heus EM, Loogman and-ankle-ability-measures
MC, Rosenbrand KC, Kuipers T, Hoogstraten JW.
17. Carcia CR, Martin RL, Drouin JM. Validity of the Foot
Diagnosis, treatment and prevention of ankle sprains:
and Ankle Ability Measure in athletes with chronic
an evidence-based clinical guideline. British Journal of
ankle instability. Journal of Athletic Training. 2008
Sports Med. 2012 Sep 1;46(12):854-60.
Mar;43(2):179-83.
7. Mattacola CG, Dwyer MK. Rehabilitation of the ankle
18. Mazaheri M, Salavati M, Negahban H, Sohani SM,
after acute sprain or chronic instability. Journal of
Taghizadeh F, Feizi A, Karimi A, Parnianpour M.
Athletic Training. 2002 Oct;37(4):413.
Reliability and validity of the Persian version of Foot
8. Kuni B, Mussler J, Kalkum E, Schmitt H, Wolf SI. Effect and Ankle Ability Measure (FAAM) to measure
of kinesiotaping, non-elastic taping and bracing on functional limitations in patients with foot and ankle
segmental foot kinematics during drop landing in disorders. Osteoarthritis and Cartilage. 2010 Jun
healthy subjects and subjects with chronic ankle 1;18(6):755-9.
instability. Physiotherapy. 2016 Sep 1;102(3):287-93.
19. Martin RL, Irrgang JJ, Burdett RG, Conti SF, Swearingen
9. Dones III VC, Serra MA, Kamus III GO, Esteban Jr AC, JM. Evidence of validity for the Foot and Ankle Ability
Mercado AM, Rivera RG, Vergara AC, Francisco III RJ, Measure (FAAM). Foot & Ankle International. 2005
De Ocampo LM, De Jesus PJ. The effectiveness of Nov;26(11):968-83.
Biomechanical Taping Technique on visual analogue
20. Bleakley CM, O'Connor S, Tully MA, Rocke LG,
scale, static maximum handgrip strength, and Patient
MacAuley DC, McDonough SM. The PRICE study
Rated Tennis Elbow Evaluation of patients with lateral
(Protection Rest Ice Compression Elevation): design of
epicondylalgia: A cross-over study. Journal of
a randomised controlled trial comparing standard
Bodywork and Movement Therapies. 2019 Apr
versus cryokinetic ice applications in the management
1;23(2):405-16.
of acute ankle sprain [ISRCTN13903946]. BMC
10. Hawker GA, Mian S, Kendzerska T, French M. Measures Musculoskeletal Disorders. 2007 Dec;8(1):125.
of adult pain: Visual analog scale for pain (vas pain),
21. Schoonjans F. MedCalc statistical software [Internet].
numeric rating scale for pain (nrs pain), mcgill pain
MedCalc. MedCalc Software; 2019 [cited 2019Jan20].
questionnaire (mpq), short‐form mcgill pain
Available from: https://www.medcalc.org/
questionnaire (sf‐mpq), chronic pain grade scale
(cpgs), short form‐36 bodily pain scale (sf‐36 bps), and 22. G*Power 3.1 manual [Internet]. [cited 2018Jan20].
measure of intermittent and constant osteoarthritis Available from:
pain (icoap). Arthritis Care & Research. 2011 http://gpower.hhu.de/fileadmin/redaktion/Fakultaete
Nov;63(S11):S240-52. n/Mathematisch-
Naturwissenschaftliche_Fakultaet/Psychologie/AAP/g
11. Williamson A, Hoggart B. Pain: a review of three
power/GPowerManual.pdf
commonly used pain rating scales. Journal of Clinical
Nursing. 2005 Aug;14(7):798-804.

17
“Innovation of Physiotherapy Community on Increasing Physical
Activity during Pandemic Covid-19”
Jl. A. Yani, Pabelan, Kec. Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 57169

O-10
PHYSIOTHERAPY MANAGEMENT OF ANKLE SPRAIN IN THE
ACUTE PHASE: A CASE STUDY

Deviana Tristian1, Adnan Faris Naufal2 , Hakny Kusuma Maulana3


1
Student of Profession Physiotherapy, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia
2
Faculty of Health Sciences, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia
3Physiotherapist, Sport Injury Life, Surakarta, Indonesia

*Corresponding author: Deviana Tristian, Email:devianatristian@gmail.com

ABSTRACT
Introduction: Ankle sprain is a condition in which the ligaments in the ankle are injured due to
sprains. According to research, injuries to the ankle are less than 10% due to PTFL and CFL, and
injuries in an inversion state or to the lateral ligaments of the foot occur in 85% of cases. The
meta-analysis found that 13.6 occurred in female athletes and 6.94 occurred in male athletes per
1000 exposures to soccer, basketball, hockey, tennis, and other sports. In the problem of acute
ankle sprains will cause symptoms of pain and swelling.
Case Presentation: a case study of three databases (PubMed, Pedro, Science Direct) with the aim
of knowing the effect of ultra sound, ice packs, exercise therapy and kinesio tape in The purpose
of this paper is to influence the effect of giving ice, ultrasound, exercise, and kinesio tape in the
acute phase of the right lateral ankle sprain patients.. The keyword used in the search was ankle
sprain related to "acute phase exercise". Inclusion criteria were athletes who had a grade 1 ankle
sprain and had no fractures.
Management and Results: The use of ultrasound and ice packs can reduce pain intensity and can
reduce edema, as well as the implementation of exercise therapy prescriptions and the use of
kinesio taping can increase functional activity.
Discussion: the study showed a decrease in silent pain from 5 to 3, tenderness from 8 to 6, and
motion pain from 8 to 6. a decrease in edema from a difference of 3cm to 2cm, an increase in the
functional activity of the FADI index, a decrease in the level of limitation after physiotherapy
actions from 41.3% to 36.3%.
Conclusion: physiotherapy management in the acute phase of ankle sprain cases uses a
therapeutic program twice. Ultrasound, ice packs, exercise therapy, and kinesio tape are used to
treat pain and swelling in ankle sprains.

Keywords: Sprain Ankle, Ultra Sound, Ice Compress, Exercise, Kinesio Tape.

562
“Innovation of Physiotherapy Community on Increasing Physical
Activity during Pandemic Covid-19”
Jl. A. Yani, Mendungan, Pabelan, Kec. Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 57169

Introduction
Every sport activity will be faced with the risk of injury. This injury will affect physical
activity, psychological, and achievement. The ankle is one of the most frequently injured limbs.
Injury to the ankle due to a sudden sprain can occur both medially and laterally which can result in
tearing of ligament fibers in the joint (Sumartiningsih, 2012). Ankle sprains can cause local joint
disturbances that affect the entire musculoskeletal and sensory system. This is what causes
disability, repetitive injuries, and a decrease in a person's quality of life (Abdelmonem et al., 2018).
The ankle joint is formed by the ends of the distal bones of the tibia malleolli, fibula, and dome of
the talus. There are supporting ligaments such as the medial collateral ligament and the lateral
collateral ligament which consist of the Anterior Talofibular Ligament (ATFL), Posterior
Talofibular Ligament (PTFL) and Calcane Fibular Ligament (CFL). AFTL stretches towards
inversion and plantar, CFL is injured when resisting excessive inversion, and PTFL is the strongest
and is rarely injured. PTFL itself serves to limit excessive external rotation (A. Attia et al., 2018).
According to research, injuries to the ankle are less than 10% due to PTFL and CFL, and
injuries in an inversion state or to the lateral ligaments of the foot occur in 85% of cases. From the
meta-analysis, it was found that 13.6 occurred in female athletes and 6.94 occurred in male athletes
per 1000 exposures to soccer, basketball, hockey, tennis, and other sports (Haque, 2019). In the
problem of acute ankle sprains will cause symptoms of pain and swelling. The standard treatment
commonly used is RICE which consists of Rest, Ice, Compression, and Elevation. One of the
physiotherapy modalities used to relieve pain, reduce edema, and increase joint space is ultrasound
(Bekerom et al., 2012). The kinesio tape modality in ankle sprain cases can provide injury
protection and rehabilitation (Yuliawan & Setiawan, 2019). Exercise therapy is also given to
reduce the prevalence of repetitive injuries and ankle instability (Halabchi & Hassabi, 2020). Based
on the background of the problem, the purpose of this paper is to influence the effect of giving ice,
ultrasound, exercise, and kinesio tape in the acute phase of ankle sprain.

Case Presentation
The author takes a sample of the basketball player Mr. H, a 19-year-old basketball athlete at the
Sport Injury Life Clinic in Surakarta, came after an injury while playing basketball. The main
complaint felt by the patient was pain in the right ankle when walking and lifting the leg, and the
presence of edema because it was still in the acute phase. The patient complained of pain in the

563
ankle due to an injury while playing basketball. This is the first time the patient has had a sprain.
Pain increases with inversion and dorsal flexion and then swelling is present, limiting ROM. The
patient received positive scores for the application of the specific talar tilt test, and negative results

“Innovation of Physiotherapy Community on Increasing Physical


Activity during Pandemic Covid-19”
Jl. A. Yani, Mendungan, Pabelan, Kec. Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 57169

for the anterior drawer test and heel tap test. Limited range of motion is seen in dorso and plantar
flexion of the ankle. The ankle inversion is also seen to be limited. The patient has not been able to
carry out his activities as a basketball player.

Management and Outcome


The patient underwent physiotherapy and was given education in the form of ice packs and
light exercises on the ankle to maintain muscle activation. Physiotherapy technology used
is ultra sound, ice compression, exercise therapy and kinesio tape. Ultrasound is a device
of a generator and a transducer. This generator will produce electromagnetic energy with a
frequency of 0.5 to 3.5 MHz and then converted by a transducer into mechanical energy
with the same intensity up to 3.5 W/Cm2. From US laboratory-based research it is used in
physiotherapy to reduce pain, reduce edema, and increase joint space in various
musculoskeletal disorders including the ankle (Bekerom et al., 2012). Ice therapy may be
used to represent cryotherapy in general. Ice is used to limit inflammation by reducing
local temperature in the injured area so that it is expected to reduce metabolic demands,
induce vasoconstriction, and limit bleeding (Bekerom et al., 2012). Then exercise therapy
can be used as a rehabilitation program for ankle sprains. The purpose of this exercise
therapy is to restore the range of motion of the joint, as well as the reduced sensory
strength due to injury. One of these exercise therapy programs is proprioceptive exercise,
which is an exercise in the ability of the sensory functional to feel the presence of stimuli
both active and passive movements and the movement and direction of forces in the joints.
This therapy is important to prevent repeated injuries (Wiharja & Nilawati, 2018). In the
case of ankle sprains, the application of kinesio tape can be used to increase proprioceptive
feed back so that the body can position itself correctly, this is what is used as a basis in
exercises to restore the function of the extremity that is being installed (Yuliawan &
Setiawan, 2019).

Result
This research was conducted in May 2020 at the Sport Injury Life Clinic, Surakarta. The
results for the examination of pain using the Numerical Rating Scale (NRS). Examination
of this ankle sprain uses the NRS with a value of 0 (no pain), 5 (moderate pain), and 10
(very severe pain). Then the results are obtained as shown in Figure 1. In Figure 1 there is
a decrease in silent pain, motion and pressure in the right ankle area. The use of
ultrasound, ice compresses, exercise therapy and kinesio taping can reduce silent pain from
5 to 3, tenderness from 8 to 6, and motion pain from 8 to 6.

564
Figure 1. Pain Examination Using NRS

“Innovation of Physiotherapy Community on Increasing Physical


Activity during Pandemic Covid-19”
Jl. A. Yani, Mendungan, Pabelan, Kec. Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 57169

In edema using a meterline and a decrease from 3cm to 2cm after physiotherapy
intervention. For functional ability checks using FADI (Foot and Ankle Disability Index)
get in Figure 2:

Figure 2. Physical and Functional Activity Examination with FADI Index

From the graph above, it can be seen that the patient experienced a decrease in the level of
activity limitation after physiotherapy actions from the level of limitation of 41.3%,
showing improvement to 36.3%.

Discussion
The use of ultra sound according to the results of research that has been carried out, there
is a decrease in pain described in Figure 1, namely reduced silent pain from 5 to 3,
tenderness from 8 to 6, and motion pain from 8 to 6. In addition, there was a decrease in
edema from a difference of 3 cm to 2 cm. Decreased pain due to the effects of using
ultrasound. According to research, exposure to 1MHz at 50 joules/cm2 can increase tissue
temperature which is considered a mediator in tissue repair mechanisms, increase
extensibility in soft tissues, relax muscles, augment blood flow, and reduce inflammation
in tissues. soft. With this research, it can be used as therapy in relieving pain, reducing
edema, and increasing the range of motion of joints in musculoskeletal disorders including
ankle sprains (M. P.J. Bekero et al., 2012). The decrease in pain pain to 3, tenderness to 6,
and motion pain to 6, as well as a decrease in edema from a difference of 3 cm to 2 cm
also because cold therapy was given in the first week of injury can help reduce pain in the
short term and reduce the presence of edema. This is due to the occurrence of
vasoconstriction (especially applied in the first hours. Cold therapy can also be used before
exercise therapy without disturbing sensory perception (Michel P.J. et al., 2012). At the

565
beginning of the treatment the limitation of the patient was 41.3% but after the second
treatment there was a decrease in limitations to 36.3% as described in Figure 2. The
provision of exercise therapy is expected to increase activity and functional ability. One of
the recommended exercise therapies in this phase is proprioceptive exercise.
Proprioceptive exercise can improve functional instability, gait abnormalities, and prevent
re-injury. In the first week of injury there is pain. Proprioception has a role in providing
feedback to the nervous system. This is known as the ability to recognize the position of
our joints. So proprioceptive exercises are expected to increase joint stability and affect

“Innovation of Physiotherapy Community on Increasing Physical


Activity during Pandemic Covid-19”
Jl. A. Yani, Mendungan, Pabelan, Kec. Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 57169

balance dynamically (Yong & Lee, 2017). The increase in limitations as measured by the
FADI index of 41.3% to 36.3% is also due to the installation of kinesio tape. The use of
kinesio tape is done to prevent injury during injury rehabilitation, this is because the
installation of kinesio tape will limit or slow down the inversion motion. In addition to
preventing movement towards inversion to minimize repeated injury, kinesio tape has also
been shown to have a placebo effect. The elastic properties of the kinesio tape will also
increase the functional stability of the ankle joint (Mohamed et al., 2016).

Conclusion
After carrying out a physiotherapy program in the case of right lateral ankle sprain 2 times
using ultrasound, ice packs, exercise therapy, and kynesio tape on a patient named Mr. H
gets the following results:
1. Physiotherapy treatment with ultrasound, ice packs, exercise therapy, and kynesio tape
can reduce pain in the right lateral ankle sprain.
2. Physiotherapy treatment with ultrasound, ice packs, exercise therapy, and kynesio tape
can reduce edema in the right lateral ankle sprain.
3. Physiotherapy treatment with ultrasound, ice packs, exercise therapy, and kynesio tape
can improve the functional ability of the right lateral ankle sprain.
Acknowledgments

Acknowledgments
We thank the ankle sprain patients and thank everyone who has provided input and
suggestions for the author

References
Abdelmonem, A. F., Mohamed, G. A., & Elhafez, S. M. (2018). Effect of Kinesio Tape
Versus Athletic Tape on Myoelectric Activity of Ankle Muscles in Patients with
Chronic Ankle Sprain. International Journal of Physiotherapy, 5(2), 50–56.
https://doi.org/10.15621/ijphy/2018/v5i2/170741
Attia, A. M., Mohammed, A. H., & Sayed, N. I. El. (2018). Effect of cyclic stretch
exercise on lateral ankle sprain. International Journal of Scientific and Engineering

566
Research, 9(11), 1819–1827.
Charly Daniel, D. (2017). Effects of ultrasound therapy with taping PNF training and PNF
training with taping in treatment and rehabilitation of sports injuries of high ankle
sprain. Journal of Dr. NTR University of Health Sciences, 6(2), 92.
https://doi.org/10.4103/2277-8632.208003
Halabchi, F., & Hassabi, M. (2020). Acute ankle sprain in athletes: Clinical aspects and
algorithmic approach. World Journal of Orthopedics, 11(12), 534–558.

“Innovation of Physiotherapy Community on Increasing Physical


Activity during Pandemic Covid-19”
Jl. A. Yani, Mendungan, Pabelan, Kec. Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 57169

https://doi.org/10.5312/wjo.v11.i12.534
Haque, M. O. (2019). Evidence Based Physiotherapy Guideline for Conservative
Management of Ankle Sprain. Biomedical Journal of Scientific & Technical Research,
23(2). https://doi.org/10.26717/bjstr.2019.23.003885
Juliastuti, J., Alma, A. D. A., & Sarina, S. (2020). Efektivitas Ultrasound Therapy Dan
Auto Stretching Dengan Penambahan Neuromuscular Taping Terhadap Penurunan
Nyeri Dan Peningkatan Luas Gerak Sendi Proximal Interphalangeal Pada Pasien
Trigger Finger Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. FISIO MU:
Physiotherapy Evidences, 1(2), 76–82. https://doi.org/10.23917/fisiomu.v1i2.11420
Lazarou, L., Kofotolis, N., Pafis, G., & Kellis, E. (2018). Effects of two proprioceptive
training programs on ankle range of motion, pain, functional and balance performance
in individuals with ankle sprain. Journal of Back and Musculoskeletal Rehabilitation,
31(3), 437–446. https://doi.org/10.3233/BMR-170836
Mohamed, M. A., Radwan, N. L., Shimaa, A., & Azab, R. (2016). Effect of kinesio-taping
on ankle joint stability. International Journal of Medical Research & Health
Sciences, 5, 51–58. Retrieved from www.ijmrhs.com
Nur’aini, R. D. (2020). Penerapan Metode Studi Kasus Yin Dalam Penelitian Arsitektur
Dan Perilaku. INERSIA: lNformasi Dan Ekspose Hasil Riset Teknik SIpil Dan
Arsitektur, 16(1), 92–104. https://doi.org/10.21831/inersia.v16i1.31319
Sumartiningsih, S. (2012). Cedera Keseleo pada Pergelangan Kaki (Ankle Sprains). Media
Ilmu Keolahragaan Indonesia, 2(1). https://doi.org/10.15294/miki.v2i1.2556
Van Den Bekerom, M. P. J., Struijs, P. A. A., Blankevoort, L., Welling, L., Van Welling,
C. N., & Kerkhoffs, G. M. M. J. (2012). What is the evidence for rest, ice,
compression, and elevation therapy in the treatment of ankle sprains in adults?
Journal of Athletic Training, 47(4), 435–443. https://doi.org/10.4085/1062-6050-
47.4.14
Van Den Bekerom, M. P. J., Van Der Windt, D. A. W. M., Ter Riet, G., Van Der Heijden,
G. J., & Bouter, L. M. (2012a). Therapeutic ultrasound for acute ankle sprains.
European Journal of Physical and Rehabilitation Medicine, 48(2), 325–334.
https://doi.org/10.1002/14651858.cd001250.pub2
Wiharja, A., & Nilawati, S. (2018). Terapi Latihan Fisik Sebagai Tata Laksana Cedera

567
Sprain Pergelangan Kaki Berulang: Laporan Kasus. Jorpres (Jurnal Olahraga
Prestasi), 14(2), 137–148. https://doi.org/10.21831/jorpres.v14i2.23824
Yong, M. S., & Lee, Y. S. (2017). Effect of ankle proprioceptive exercise on static and
dynamic balance in normal adults. Journal of Physical Therapy Science, 29(2), 242–
244. https://doi.org/10.1589/jpts.29.242
Yuliawan, E., & Setiawan, I. B. (2019). Sosialisasi Pencegahan Dan Rehabilitasi Cedera
Olahraga Menggunakan Kinesio Taping Pada Sekolah Sepak Bola Lambur Ii. Cerdas
Sifa, 1(2), 47–55.

568

Anda mungkin juga menyukai