Anda di halaman 1dari 28

PENGARUH TENS DAN THERABAND PADA PASIEN SPRAIN ANKLE

PROPOSAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan

Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma IV Fisioterapi

Diajukan oleh:

Gita Rinatri Primastuti


P 27226019113

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI


JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA
2021
PENGARUH TENS DAN THERABAND PADA PASIEN SPRAIN ANKLE

PROPOSAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan

Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma IV Fisioterapi

Diajukan oleh:

Gita Rinatri Primastuti


P 27226019113

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI


JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA
2021

ii
PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH TENS DAN THERABAND PADA PASIEN SPRAIN ANKLE

Disusun oleh:
Gita Rinatri Primastuti
P 27226019113

Telah disetujui
Pada tanggal :……………..

Pembimbing I Tanda tangan


Setiawan, M Physio
NIP. 19690314 199203 1 002
---------------------------

Pembimbing II
Marti Rustanti, SKM, Ftr, MPH.
NIP. 19621219 1986032013 -----------------------------

Mengetahui;
Ketua Prodi D IV Fisioterapi

Saifudin Zuhri, SKM, Ftr, M.Kes


NIP. 1974042720011210

iii
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................i
JUDUL..............................................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................5
A. Latar Belakang........................................................................................5
B. Rumusan Masalah...................................................................................7
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................7
D. Manfaat Penelitian...................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................9
A. Anatomi Sendi Ankle...............................................................................9
B. Biomekanika Sendi Ankle.......................................................................10
C. Stabilitas Sendi Ankle..............................................................................10
D. Alat Ukur.................................................................................................11
E. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation...........................................12
F. Theraband Exercise.................................................................................15
G. Penelitian yang Relevan..........................................................................16
H. Kerangka Pikir.........................................................................................17
I. Kerangka Konsep....................................................................................18
J. Hipotesis..................................................................................................19
BAB III METODE PENELITIAN................................................................20
A. Rancangan Penelitian..............................................................................20
B. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................21
C. Subjek Penelitian.....................................................................................21
D. Variable Penelitian dan Definisi Operational..........................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................26

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kaki adalah salah satu anggota gerak tubuh yang sering digunakan untuk

aktivitas sehari-hari. Apabila fungsi dari kaki terjadi gangguan yang menyebabkan

terhambatnya aktivitas sehari-hari seperti dalam lingkup pekerjaan sehingga

mampu menurunkan produktivitas seseorang. Salah satu kasus yang sering terjadi

pada seseorang adalah kaki terkilir. Terkilir dapat terjadi oleh beberapa faktor

seperti, jatuh, tersandung, atau gerakan yang terjadi secara tiba-tiba sehingga

menyebabkan terkilir, karena kaki belum siap menerima tumpuan. Dan salah satu

gangguan pada kaki yaitu sprain ankle.

Sprain ankle adalah cedera pada ligament kompleks lateral karena overstretch

dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang terjadi secara tiba-tiba saat kaki tidak

menumpu dengan sempurna (Muawanah, 2016). Menurut hasil penelitian The

Electronic Injury Nasional Surveillancem System (NEISS) pada tahun 2013 di

Amerika menunjukan bahwa sprain ankle dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia,

dan keterlibatan dalam olah raga. Laki-laki berusia antara 15-24 tahun memiliki

tingkat lebih tinggi terkena spain ankle, dan perempuan berumur 30 tahun

memiliki tingkat lebih tinggi terkena sprain ankle. Setengah dari semua sprain

ankle (58,3%) terjadi selama kegiatan atletik, dengan basket (41,1%), football

(9,3%), dan soccer (7,9%). Hal ini dapat membuktikan bahwa presentase tertinngi

sprain ankle adalah selama berolahraga. Menurut Junaidi (2013) dalam

Muawanah (2016), melaporkan kejadian sprain ankle di Poliklinik KONI Provinsi

5
DKI Jakarta pada bulan September dan Oktober 2021 populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh atlet

6
6

Pelatda PON XVIII/2012 Provinsi DKI sebanyak 419 kasus yang merupakan

41,1% dari total kasus cidera yang terjadi.

Fisioterapi dalam dunia kesehatan ditujukan kepada individu dan atau

kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak serta fungsi

secara manual, peralatan, pelatihan fungsi maupun komunikasi (PMK no. 65 tahun

2015). Apabila tidak diberi penanganan fisioterapi maka akan menurunkan

fungsional sendi, menambahkan kekuatan otot-otot sekitar ankle dan

memperlambat proses penyembuhan.

Dan peran Fisioterapi dalam menangani kasus Sprain Ankle yaitu untuk

mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak sendi ankle. Untuk

mewujudkan tujuan ini maka diberikan beberapa modalitas yaitu electrotherapy

seperti Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), terapi latihan metode

Ankle Exercise Theraband, dan Ultrasound (US). TENS adalah teknik intervensi

analgesik non-invasif yang digunakan untuk meringankan nyeri neuropatik dan

nyeri muskuloskeletal.

Terapi latihan merupakan suatu teknik fisioterapi untuk memulihkan dan

meningkatkan kondisi otot dan tulang agar menjadi lebih baik, faktor penting yang

berpengaruh pada terapi latihan adalah edukasi dan keterlibatan pasien secara aktif

dalan rencana pengobatan yang telah terprogram. Pemberian terapi latihan aktif

maupun aktif, baik menggunakan alat maupun tanpa alat, dapat memberikan efek

naiknya adaptasi pemulihan kekuatan tendon, ligamen, serta menambah luas gerak

sendi, manfaat terapi latihan yang lain adalah untuk membantu pemulihan cidera

seperti kontraksi otot, kesleo, pergerseran sendi, putus tendon, dan patah tulang,

supaya dapat beraktifitas kembali tanpa mengalami kesakitan dan kekuatan otot

(Nugrohoetal.,2009).
7

Berdasarkan modalitas dan intervensi diatas, penulis memilih menggunakan


TENS dan Terapi Latihan theraband dengan metode Ankle Exercise Theraband. Dan
penulis meeasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih jauh tentang “Pengaruh
TENS dan Theraband Exercise pada Pasien Sprain ankle”

B. Rumusan Masalah

Latar belakang yang telah disampaikan memberikan rumusan masalah yaitu :

1.) Apakah pemberian modalitas TENS dapat membantu mengurangi nyeri pada

ankle terhadap kasus Sprain Ankle ? 2.) Apakah pemberian TENS dan terapi

latihan Theraband dapat membantu meningkatkan kekuatan otot? 3.) Apakah ada

pengaruh pada pemberian terapi latihan Theraband terhadap kasus Sprain Ankle ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini antara lain : 1.) Untuk mengetauhi

pengaruh pemberian TENS dapat membantu mengurangi nyeri pada ankle

terhadap kasus Sprain Ankle. 2.) Untuk mengetauhi apakah pemberian TENS dan

terapi latihan metode theraband dapat membantu meningkatkan kekuatan otot

ankle terhadap kasus Spran Ankle. 3.) Untuk mengetauhi apakah pemberian

Theraband dan terapi latihan metode theraband dapat meningkatkan LGS pada

ankle terhadap kasus Sprain Ankle.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis

Menambah pengetauhan dan wawasan tentang fisioterapi dalam menangani

kasus Sprain Ankle dengan modalitas TENS dan Terapi Latihan Metode

Theraband, serta memahami tentang Sprain Ankle.


8

2. Institusi

Dapat bermanfaat bagi insitusi-insitusi kesehatan dalamupaya pengembangan

ilmu pengetauhan dan kemampuan dalam mempelajari, menganalisa masalah

dan membuat kesimpulan pada kasus sprain ankle yang ditemui di masyarakat

sehingga bisa memberi intervensi pada kasus tersebut agar dapat ditangani

sebagaimana mestinya dengan baik dan benar.

3. Bagi pembaca

Memberikan informasi bagi pembaca tentang apa itu Sprain Ankle serta

mengetauhi bagaimana cara fisioterapi dalam menangani kasus tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sendi Ankle

Sendi ankle atau yang disebut juga dengan pergelangan kaki merupakan

persendian ekstremitas bawah manusia. Sendi ankle disusun beberapa tulang,

bagian distal tibia, dan distal fibula yang berartikulasi pada bagian proximal sendi

serta talus pada bagian distal sendi (Arnhein dan Prentice, 2000).

Artikulasi antar tulang pada sendi ankle diperkuat oleh 3 ligamen utama yaitu

ligamen medial atau disebut juga dengan deltoid, ligamen lateral, dan ligamen

tibiofibular. Ligamen lateral meliputi ligamen talofibular anterior, ligamen

talofibular posterior, dan ligamen calcaneofibular. Ligamen medial atau deltoid

merupakan ligamen utama yang menjaga gerak eversi sendi ankle. Ligamen

medial atau deltoid berbentuk segitiga yang melekat pada bagian superior ke batas

malleolus medial, inferior ke permukaan medial talus, dan untuk batas posterior

melekat pada tulang navicular ( Arnhein dan Prentice, 2000).

Otot yang berada pada daerah sendi ankle diinervasi oleh saraf tibialis dan

peroneal dan dikelompokan menjadi 4 bagian. Pada bagian anterior diisi oleh otot

tibialis anterior, ekstensor hallucis longus, dan ekstorum digitorum longus. Bagian

superfisial posterior diisi oleh otot tibialis posterior, fleksor digitorum longus,

dan fleksor hallucis longus. Pada bagian lateral diisi oleh otot peroneus longus

dan brevis (Arnheim dan Prentice, 2000).

9
10

Gambar 1. Anatomi pergelangan kaki


Sumber : Gleneagles Singapore

B. Biomekanika Sendi Ankle

Biomekanik sendi ankle sangat kompleks. Secara anatomis sendi ankle

merupakan sendi engsel yang stabil dimana talus diapit oleh ujung distal tibia dan

fibula. Sehingga memungkinkan sendi ankle untuk bergerak bebas pada gerakan

dorsofleksi dan plantarfleksi. Susunan ligamen pada sendi ankle membatasi sendi

sehingga tidak banyak gerakan pada arah eversi dan inversi pada persendian

subtalar. Bentuk persegi tulang talus berkontribusi untuk menstabilkan sendi

ankle. Posisi paling tidak stabil pada sendi ankle adalah pada posisi dorsofleksi

karena sisi anterior talus kontak pada bagian sempit yang terletak antara

malleolus dan mencengkeram erat (Brockett dan Chapman, 2016).

C. Stabilitas Sendi Ankle

Stabilitas sendi merupakan kemempuan sendi ankle menjaga keselarasan

fungsi untuk menjaga struktur ankle secara benar (Greenwood et al., 2003).

Stabilitas sendi yang bagus dapat membantu memaksimalkan tubuh dalam

beraktivitas serta mengurangi resiko cedera yang mungkin terjadi. Kemampuan

untuk mempertahankan struktur ankle yang baik saat memlakukan suatu gerakan

membantu melindungi ankle dari penguluran ligamen yang berlebih ( Jonathan,

2008).
11

Ankle instability dapat digambarkan sebagai rasa tidak nyaman saat

melakukan gerakan yang melibatkan sendi ankle. Atau dapat pula digambarkan

dengan suatu kondisi dimana sendi dapat bergerak diluar batas kontrol aktif tetapi

tidak menyebabkan pertambahan dalam luas gerak sendi secara fisiologis

(Jonathan, 2008).

Faktor yang dapat menimbulkan kondisi ankle instability antara lain

mechanical instability dan functional instability. Mechanical instabillity

bersangkutan dengan adanya kondisi pathologic joint laxity. Halini digambarkan

dengan adanya perbedaan kemiringan pada takar lebih dari 10 derajat. Functional

instability berhubungan dengan adanya defisit sensomotor dan neuromuskuler

yang menyertai cedera ligamen. Faktor resiko instability ankle pada kasus sprain

ankle dikategorikan menjadi faktor intrinsik atau ekstrinsik. Faktor instrinsik

menggambarkan karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, karakteristik

fisik seperti tinggi, berat, dan indeks massa tubuh, karakteristik musculoskeletal

seperti keseimbangan, propioception, luas gerak sendi, kekuatan, dan kondisi

ligamen.

D. Alat Ukur

Brown dan myark pada tahun 2007 meneliti tentang gangguan

keseimbangan pada pasien dengan ankle instability pada penelitian yang berjudul

Valance Deficit in Rectional Athletes with Chronic Ankle Instability. Diungkapkan

bahwa pasien dengan kondisi tersebut akan mengalami gangguan keseimbangan

oleh adanya penurunan dari sistem sensorimotor dan propioseptif . defisit dari

input propioseptif akan memunculkan sensasi yang tidak stabil. Sensasi tersebut

membuat keseimbangan juga menjadi berkurang karena penurunan kontrol


12

postural oleh tubuh. Kondisi yang tidak stabil tersebut dapat diikur dengan

menggunakan alat ukur Star Excursion Balance Test ( SEBT).

SEBT merupakan tes noninvasive, murah, dan valid yang dapat digunakan

untuk menilai keseimbangan dan memprediksi adanya cedera pada seseorang. Tes

tersebut tersusun atas beberapa kemampuan gerak tungkai bawah dalam beberapa

arah dengan subjek berdiri pada satu kaki. SEBT dilakukan diatas permukaan

yang rata.

Tes dilakukan dengan cara berdiri tanpa alas kaki dengan satu kaki di alas

titik tengah bintang. Tungkai lain meraih sejauh mungkin searah titik yang telah

ditandai dengan plester atau solasi hitam. Jarak yang mampu diraih kemudian

diukur dengan satuan centimeter.

SEBT memilikirealibilitas intra dan inter-tester yang tinggi ( intra-class

Correlation Coefficients antara 0,81 dan 0,96) dan mampu untuk mendeteksi

adanya defisit keseimbangan, khususnya pada pasien dengan ankle sprain

( Amacker et al ., 2015)

Dalam penelitian ini sebagian pembanding dalam pengukuran Pengaruh

TENS dan Theraband exercise pada pasien Sprain Ankle.

E. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation

Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS) adalah suatu cara

penggunaan energi listrik untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit

dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri. (Garisson, 1995).

TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk merangsang sistem

saraf melalui permukaan kulit. Dalam hubungannya dengan modulasi nyeri

(Parjoto, 2000).
13

Gambar 1.2 . TENS


Sumber : jual alat fisioterapi hwato sdz

1. Mekanisme penurunan nyeri dengan TENS


TENS bekerja dengan cara menstimulasi serabut tipe α β yang bisa
mengurangi nyeri (Corwin 2009). Mekanisme kerja dari TENS melalui
“penutupan gerbang” transmisi nyeri dari serabut saraf kecil dengan
menstimulasi serabut saraf besar, setelah itu serabut saraf besar ini akan
menutup jalur pesan nyeri ke otak serta dapat meningkatkan aliran darah
menuju area nyeri dan TENS ini juga dapat menstimulasi produksi anti nyeri
alamiah tubuh yakni endorfin (James et al. 2008).
Penempatan elektroda negatif atau katoda pada trigger point upper
trapezius dan elektoda positif atau anoda pada insersionya yaitu acromion
process (Jerald, 2006) (Ardic, 2002). Pemberian TENS selama 20 menit
dengan frekuensi 80 Hz dan intensitas sesuai batas kemampuan responden
(Jerald, 2006).
TENS konvensional menghasilkan efek analgesia terutama melalui
inhibisi neuron nosiseptif di kornu posterior medulla spinalis, hal ini mengacu
pada teori gerbang control. TENS yang bersifat nosiseptif yang akan memacu
14

algogenic chemical pain (histamine, prostaglandin, bradikinin) yang berperan


meneruskan stimulus nosiseptif dengan merangsang reseptor enkepalin.
Rangsangan pada reseptor enkepalin merupakan stimulus prodromik yang
akan diikuti pembebasan endorphin sehingga nyeri berkurang. Pada sisi lain
aktivasi dari algogenic chemical pain akan memacu substan P yang membuat
vasodilatasi pembuluh darah. (Haryatno & Kuntono, 2016).

2.Indikasi TENS
Keuntungan dalam menggunakan TENS adalah menghilangkan rasa sakit
atau nyeri tidak seperti obat, hal ini karena transcutaneous (TENS) tidak
menimbulkan atau membuat ketagihan, tidak menyebabkan mual atau
ngantuk, dan dapat dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan (Josimari et al.
2008).
Indikasi TENS (Menurut Klein and DP, 1987):
a. Nyeri akut
Untuk pengobatan pada nyeri akut efektif menggunakan jenis TENS
konvensional, juga efektif untuk pengobatan nyeri tulang belakang akut,
berbagai strain, dan sprain tulang belakang.
b. Nyeri kronis
Banyak kondisi nyeri kronik yang telah berhasil diterapi dengan
menggunakan TENS seperti nyeri punggung bawah, rematoid arthritis,
penyakit sendi degeneratif, sedera saraf perifer, neuropati perifer, migrain,
nyeri “phantom limb”.
3. Kontra indikasi TENS
Beberapa kontraindikasi terhadap penggunaan TENS: Fraktur baru(untuk
menghindari gerakan yang tidak diinginkan), perdarahan aktif, phlebitis,
pasien dengan kerusakan sistem pacemaker jantung (Ganong, 2003).

Gambar 1.3. Peletakan pad pada sprain ankle


Sumber : klinik prima
physio
15

F. Theraband Exercise
Ankle theraband umumnya digunakan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kekuatan tubuh. Latihan ini telah dilakukan dalam olahraga dan
kesehatan profesi untuk meningkatkan kontrol motorik proprioseptif. Selain itu,
latihan ini telah diteliti secara sistematis untuk lebih memahami mekanisme dan
kinerja terhadap kemampuan adaptasi tubuh.

Theraband exercise bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dinamik,


endurance, dan kekuatan otot dengan menggunakan tahanan yang berasal dari
external force. Theraband exercise dalam bentuk latihan isotonik dapat membantu
serta memperbaiki kelemahan otot yang disebabkan kerusakan ligament lateral
kompleks. Peningkatan kekuatan otot didapatkan dengan pelatihan secara
continue sehingga kekuatan otot tonik dapat meningkatkan sirkulasi pembuluh
darah kapiler yang dapat meningkatkan kekuatan otot phasik yang akan
mengakibatkan terjadinya penambahan recuitment motor unit pada otot yang
akan mengaktivasi badan golgi sehingga otot akan bekerja secara optimal,
sehingga terbentuk stabilitas yang baik pada ankle (O’Driscoll & Delahunt, 2011)

Gambar 1.4 Ankle theraband exercise


Sumber : trail runners : how to build bulletproof ankles
16

Keterangan Gambar 4
a. Latihan pada kelompok otot dorsifleksor yaitu otot. Latihan dilakukan dengan
cara menggerakkan kaki ke arah dorsofleksi dengan melawan tahanan dari
theraband.
b. Latihan pada kelompok otot invertor yaitu otot Latihan dilakukan dengan cara
menggerakkan kaki ke arah inversi dengan melawan tahanan dari theraband
c. Latihan pada kelompok otot plantarfleksor yaitu otot gastrocnemius dan soleus.
Latihan dilakukan dengan cara menggerakan kaki ke arah plantarfleksi dengan
melawan tahanan dari theraband.
d. Latihan pada kelompok otot eversi yaitu otot. Latihan dilakukan dengan cara
menggerakkan kaki ke arah eversi dengan melawan tahanan dari theraband.
Sebuah penelitian membuktikan latihan penguatan selama 4 minggu secara
progresif akan meningkatkan jumlah dan ukuran dari collagen fibril yang
merupakan bahan utama pembentuk ligamen sehingga lebih kuat dan sendi lebih
stabil (Komi, 2002).

G. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang telah dilakukan oleh (O’Driscoll & Delahunt, 2011) yang
menyatakan bahwa theraband exercise dalam bentuk latihan isotonik dapat
membantu serta memperbaiki kelemahan otot yang disebabkan kerusakan
ligament lateral kompleks. Peningkatan kekuatan otot didapatkan dengan
pelatihan secara kontinyusehingga kekuatan otot tonik dapat meningkatkan
sirkulasi pembuluh darah kapiler yang dapat meningkatkan kekuatan otot
phasik yang akan mengakibatkan terjadinya penambahan recruitment motor
unit pada otot yang akan mengaktivasi badan golgi sehingga otot akan
bekerja secara optimal, dan akan terbentuk stabilitas yang baik pada ankle.
Pada penelitian tersebut peneliti menggunakan Star Excursion Balance Test
(SEBT) sebagai alat ukur keseimbangan sendi ankle. SEBT adalah sebuah tes
yang telah secara luas digunakan sebagai alat ukur untuk menilai stabilitas sendi.
Seperti yang diungkapkan oleh Amacker et al. pada tahun 2015 dalam penelitian
dengan judul Responsiveness of the Star Excurcion Balance Test on Firm and
Unstable Underground bahwa SEBT adalah tes yang valid dan sensitif yang
mampu memprediksi adanya cedera pada anggota gerak bawah.
17
18

H. Kerangka pikir

. Sprain ankle

Faktor dinamis : Faktor statis :


1. Trauma 1. Usia
2. Aktivitas fisik 2. Jenis kelamin
3. Kesalahan postur 3. Karakteristik fisik
4. Kongenital laxity

Instability Ankle Joint

Pathologic laxity +
deficit propioceptif

TENS Theraband exercise

Peningkatan stabilitas
sendi ankle

Gambar 5 . Skema kerangka pikir


Keterangan gambar 5. :
Ankle instability terjadi karena dua faktor yaitu faktor statis dan
dinamis. Yang termasuk faktor statis antara lain adalah kongenital laxity, usia,
dan jenis kelamin. Sedangkan faktor dinamis antara lain trauma dan aktivitas
fisik. Dalam kondisi ankle instability terdapat pathologic laxity dan defisit
proprioseptif. Hal tersebut akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh. Aplikasi kinesiotaping dan ankle terra
band exercise pada sendi ankle diharapkan mampu untuk membantu
19

meningkatkan stabilitas sendi ankle yang menghasilkan peningkatan


keseimbangan.

I. Kerangka Konsep

Aktivitas

Stabilitas Stabilitas
TENS
sendi sendi

Sampel
dengan
Dibandingkan
instability
sendi
ankle
Stabilitas
Stabilitas Theraband sendi
sendi ankle

Aktivitas

Gambar 2. 5 Skema kerangka konsep

Keterangan gambar 5:

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah peningkatan stabilitas sendi ankle
dengan aplikasi TENS dan ankle terra band exercise. Penelitian dilakukan pada
30 orang sampel yang dibagi kedalam dua kelompok dan diobservasi sebelum
dan pasca pemberian modalitas TENS dan ankle terra band exercise dengan
menggunakan Star Excursion Balance Test. Hasil dari observasi tersebut
kemudian dibandingkan untuk menentukan kesimpulan.
20

J. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah, (1) ada pengaruh pemberian modalitas
TENS terhadap peningkatan stabilitas sendi ankle, (2) ada pengaruh pemberian
theraband ankle exercise terhadap peningkatan stabilitas sendi ankle, (3) TENS
lebih berpengaruh dibandingkan ankle theraband exercise dalam peningkatan
stabilitas sendi ankle.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan 2 grup yaitu pre and post- test design
(Sarwono, 2006). Yaitu membandingkan antara kelompok I menggunakan
TENS dan kelompok II menggunakan theraband ankle exercise setelah 4
minggu perlakuan. Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

O1 X1 O2

O3 X2 O4

Gambar 3. 1 Rancangan penelitian (Sarwono, 2006)


Keterangan gambar:
S : Subyek penelitian.

O1 : Keadaan subyek sebelum perlakuan pada kelompok I.

O2 : Keadaan subyek setelah perlakuan pada kelompok I.

X1 : Intervensi TENS pada kelompok I.

O3 : Keadaan subyek sebelum perlakuan pada kelompok II

O4 : Keadaan subyek setelah perlakuan pada kelompok II.

X2 : Intervensi ankle theraband exercise pada kelompok II

21
22

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di komunitas futsal di Institut Teknologi Sepuluh
November Surabaya. Penelitian dilakukan pada tanggal 2 – 29 Desember
2018.
C. Subjek Penelitian
Subyek penelitian diambil dari penderita ankle instability di komunitas
futsal di Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya sejumlah 30 subyek
yang memenuhi kriteria inklusi dari populasi total sebanyak 331 orang.
Pengelompokkan sampel menggunakan metode simple random sampling.
Yaitu dengan cara mengumpulkan semua subyek yang memenuhi kriteria
inklusi yang kemudian disuruh mengambil undian yang telah disiapkan berupa
gulungan kertas yang sudah dituliskan kelompok eksperimen di dalam sebuah
wadah. Kriteria inklusi, eksklusi, dan drop out sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah (1) mahasiswa berjenis
kelamin laki-laki dengan usia antara 18 – 23 tahun, (2) tergabung dalam
komunitas futsal di Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, (3)
pernah mengalami ankle sprain lebih dari 3 bulan lalu, (4) mengalami
instabilitas sendi ankle yang dibuktikan dengan tes anterior drawer ankle
positif, (4) kooperatif dan bersedia mengikuti program penelitian dari awal
sampai akhir.
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah (1) subyek memiliki
riwayat bedah pada anggota gerak bawah, (2) memiliki kelainan pada
anggota gerak bawah berupa flat foot.
3. Kriteria drop out
Kriteria drop out pada penelitian ini adalah (1) subyek tidak mengikuti
perlakuan sebanyak 2 kali berturut-turut, (2) subyek mengalami cedera
yang berarti selama aktivitas yang dapat mengganggu program penelitian,
(3) subyek tidak menghadiri pemeriksaan post- test.
23

D. Variable Penelitian dan Definisi Operational


Variabel penelitian dan definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Variable Penelitian
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kinesiotaping dan ankle terra
band exercise. Sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah
stabilitas sendi ankle.
2. Definisi Operational
Definisi operational pada penelitian ini meliputi :
a. TENS
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation adalah terapi yang
menggunakan arus tegang rendah untuk memberikan pereda nyeri, unit
TENS terdiri dari perangkat bertenaga batrai yang mengirimkan impuls
listrik melalui elektroda yang ditempatkan di permukaan kulit.
Menggunakan pad yang menempel dipermukaan kulit. Elektroda
ditempatkan didekat saraf dimana rasa sakit berada atau berada di titik
pemicu.
b. Theraband Ankle Exercise
Theraband Ankle Exercise adalah latihan penguatan dengan
menggunakan pita elastis yang memiliki resistensi tertentu. Latihan ini
dilakukan dengan melawan resistensi pita ke arah gerakan dorsofleksi
plantarfleksi, inversi,, dan eversi pada sendi ankle.
c. Stabilitas Sendi Ankle
Stabilitas sendi ankle merupakan kemampuan sendi ankle untuk
menjaga postur Ankle instability merupakan suatu gejala berkurang
atau hilangnya kemampuan untuk menstabilkan sendi ankle. Kondisi
tersebut ditandai dengan hasil positif pada pemeriksaan anterior
drawer dengan adanya gerakan translasi anterior sebesar lebih dari
10mm.
d. Treatment program TENS
Program yang diberikan pada kelompok satu adalah pemberian
TENS pada ankle selama 4 minggu dengan frequensi rendah ( 30hz),
burs mode, durasi 10 menit, di berikan selama 6 sesi dalam 6 hari
24

secara seling. Elektroda positif didekat talus, dan elektroda negatif


ditempat sepanjang saraf, yakni di navicular joint.
e. Treatment program Theraband Ankle Exercise
Pada kelompok dua diberikan program berupa latihan penguatan
dengan theraband yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu
selama 4 minggu. Dosis yang diberikan tetap atau tidak progresif yaitu
sebanyak 3 set dengan 10 kali repetisi pada setiap gerakan.
f. Alat ukur penelitian
Star Excursion Balance Test dilakukan dengan cara berdiri di atas
sebuah tanda bintang yang sudah disiapkan dengan menggunakan
plester atau solasi berwarna hitam. Subyek berdiri 20 tanpa alas kaki
dengan satu kaki tepat di tengah tanda bintang. Kemudian subyek
diminta untuk meraih sejauh mungkin dengan satu kaki yang sedang
diangkat. Dilakukan tiga kali percobaan sebelum kemudian diukur dan
dicatat dalam satuan centimeter. SEBT memiliki reliabilitas intra dan
inter-tester yang tinggi (Intra-class Correlation Coefficients antara 0,81
dan 0,96) dan mampu untuk mendeteksi adanya defisit keseimbangan.
g. Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu: (1) tahap
persiapan, (2) tahap pengumpulan data, (3) tahap pengolahan data.
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi:
a. Perizinan penelitian

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu mengajukan


permohonan izin kepada pengurus komunitas futsal di Institut
Teknologi Sepuluh November Surabaya. Perizinan meliputi
pengajuan izin penelitian dan izin peminjaman fasilitas yang
mendukung proses penelitian.

b. Seleksi subyek penelitian

Seleksi subyek penelitian mengikuti tahapan-tahapan sebagai


berikut: (1) Mendata subyek yang sesuai dengan kriteria inklusi
dan eksklusi, (2) memberikan penjelasan kepada subyek mengenai
25

tujuan dan manfaat penelitian, (3) meminta kesediaan untuk


menjadi subyek pada penelitian ini dan sanggup mengikuti
program penelitian dari awal sampai selesai, (4) mengumpulkan
data penelitian dengan melakukan pemeriksaan subyektif
(anamnesis), data dikumpulkan berupa biodata subyek.

2. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan penelitian ini meliputi:
a. Pre- test

Setelah mendapat subyek penelitian yang memenuhi kriteria


inklusi, prosedur selanjutnya adalah pengukuran stabilitas sendi
dengan menggunakan SEBT pada setiap subyek yang memenuhi
kriteria inklusi yang telah ditetapkan.

b. Tahap pelaksanaan

Pemberian perlakuan dimulai pada tanggal 2 Desember 2018.


Dilakukan selama 4 minggu dengan 3 kali latihan dalam
seminggu. Kelompok I diberikan perlakuan berupa TENS dan
kelompok II diberi perlakuan berupa ankle theraband exercise.

c. Post- test

Setelah dilakukan intervensi berupa aplikasi TENS dan ankle


theraband exercise, selanjutnya dilakukan evaluasi pengukuran
stabilitas sendi dengan menggunakan SEBT pada semua subyek.

h. Analisis Data
Pada penelitian ini data didapatkan setelah melakukan pengukuran
dengan menggunakan SEBT. Data yang didapatkan berupa bilangan/
angka sehingga data yang diperoleh merupakan data numerik. Uji
prasyarat/ uji parametrik tidak diperlukan karena jumlah sampel tidak
lebih dari 30 dimana hal tersebut termasuk sampel kecil (Sarwono,
2006). Oleh karena itu jenis uji yang dilakukan adalah non parametrik
yang merupakan alternatif dari uji parametrik. Alternatif uji statistik
variabel numerik tidak berpasangan menggunakan uji t tidak
berpasangan adalah Mann-Whitney. Sedangkan alternatif uji statistik
26

data variabel numerik berpasangan menggunakan uji t berpasangan


adalah Wilcoxon.
1. Uji beda sebelum dan setelah perlakuan kelompok I

Uji beda sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I


digunakan untuk mengetahui beda hasil stabilitas sendi sebelum dan
setelah perlakuan. Data hasil sebelum dan setelah perlakuan adalah
data yang berpasangan sehingga uji beda menggunakan uji t
berpasangan. Dasar pengambilan kesimpulan adalah bila p ≤ 0,05,
maka ada pengaruh atau ada perbedaan pengaruh. Bila p > 0,05, maka
tidak ada pengaruh atau perbedaan pengaruh (Sarwono, 2006).

2. Uji beda sebelum dan setelah perlakuan kelompok II

Uji beda sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok II


digunakan untuk mengetahui beda hasil stabilitas sendi sebelum dan
setelah perlakuan. Data hasil sebelum dan setelah perlakuan adalah
data yang berpasangan sehingga uji beda menggunakan uji t
berpasangan. Dasar pengambilan kesimpulan adalah bila p ≤ 0,05,
maka ada pengaruh atau ada perbedaan pengaruh. Bila p > 0,05, maka
tidak ada pengaruh atau perbedaan pengaruh (Sarwono, 2006).

3. Uji beda setelah perlakuan kelompok I dan kelompok II

Uji beda setelah perlakuan kelompok I dan kelompok II dilakukan


untuk melihat adanya perbedaan tingkat keseimbangan setelah latihan.
Uji beda yang digunakan adalah uji t tidak berpasangan. Dasar
pengambilan keputusan adalah jika p < 0,05 maka ada perbedaan
bermakna antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Namum jika p > 0,05 maka tidak didapatkan adanya perbedaan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Sarwono, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Al-Aththur, Reyhan H. (2020). Beda pengaruh kinesiotaping dan ankle terra band
exercise terhadap peningkatan stabilitas sendi ankle. Surakarta
Azzahro, A. H., Winarni, W., & Leni, A. S. M. (2018). PERBEDAAN
PENGARUH PENAMBAHAN THERABAND EXERCISE PADA TERAPI
TRANSCUTANEUS ELEKTRICAL NERVE STIMULATION TERHADAP
PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL OSTEOATHRITIS LUTUT
PADA LANSIA (Doctoral dissertation, STIKES'Aisyiyah Surakarta).
Can, G. T. E. N. S. T. PEMBERIAN TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL
NERVE STIMULATION (TENS) DAPAT MENINGKATKAN
KETAJAMAN VISUAL PADA KONDISI KELELAHAN MATA.
Herzog, M. M., Kerr, Z. Y., Marshall, S. W., & Wikstrom, E. A. (2019).
Epidemiology of ankle sprains and chronic ankle instability. Journal of
athletic training, 54(6), 603-610.
Kusumadari, F. A., Herawati, I., & Fis, S. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi
Pada Sprain Ankle Sinistra Dengan Modalitas Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (Tens) Dan Terapi Latihan Di Rsud Dr. Moewardi
Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Pangesti, Tiofanny Mukti. (2020). PERBEDAAN PENGARUH THERABAND
EXERCISE DENGAN STATIC CYCLE EXERCISE SETELAH TERAPI
STANDAR TERHADAP NYERI OSTEOARTRITIS LUTUT. Surakarta
Sluka, Kathleen A., Deirdre Walsh. (2003). Transcutaneous electrical nerve
stimulation : Basic science mechanisms and clinical effectiveness
UMM. “Penanganan Cederà Musculoskeletal Sprain Ankle”.
https://eprints.umm.ac.id/46277/3/BAB%20II.pdf diakses pada tanggal 21
November 2021
UMS. “Perbedaan Pengaruh Theraband Exercise dengan TENS Pada Sprain
Ankle”. http://eprints.ums.ac.id/64626/1/BAB%20I.pdf diakses pada tanggal
20 November 2021,

27

Anda mungkin juga menyukai