Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI DENGAN


INTERVENSI TENS DAN LATIHAN STABILISASI DENGAN
PENAMBAHAN ULTRASONIK UNTUK PENGURANGAN
NYERI PADA OA GENU

OLEH :

Desnidar Nababan
LEMBAR PENGESAHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI DENGAN


INTERVENSI TENS DAN LATIHAN STABILISASI DENGAN
PENAMBAHAN ULTRASONIK UNTUK PENGURANGAN
NYERI PADA OA GENU

OLEH :

Desnidar Nababan

Mengetahui,

(……………………………………)

II
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam
menyelesaikan program pendidikan profesi Fisioterapi Poltekkes surakarta.

Penyelesaian penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan,bimbingan arahan dan
dorongan dari berbagai pihak ,baik dari keluarga maupun dari sahabat2 semua maka
dalam kesempatan ini saya menghaturkan terimakasih yang sebesar – besarnya.

Penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam makalah ini masih banyak
kelemahan dan kekurangannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan. Semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 3 Maret 2022

Penulis
Desnidar Nababan

III
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................v
BAB 1.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................................................2
C. Tujuan penulisan.............................................................................................................2
D. Manfaat penulisan...........................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................4
E. Kajian Teori....................................................................................................................4
F. Intervensi Fisioterapi.....................................................................................................13
G. C . Latihan Stabilisasi...................................................................................................17
BAB III....................................................................................................................................24
LAPORAN STUDI KASUS..................................................................................................24
A. Keterangan Umum Penderita........................................................................................24
B. Data-data Medis Rumah sakit.......................................................................................24
BAB IV....................................................................................................................................30
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................................30
A. Kesimpulan...................................................................................................................30
H. Saran..............................................................................................................................30
DAFAR PUSTAKA................................................................................................................25
DAFTAR GAMBAR
2.9 Skema Kerangka Teori ……………………………………………………….. 22
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya orang
perorang tetapi juga oleh keluarga, kelompok bahkan masarakat. Untuk mewujudkan
keadaan sehat tersebut banyak hal yang perlu dilakukan, salah satu diantaranya yang
dinilai mempunyai peranan yang cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan seperti promotif, preventif, kuratif serta rehabilitatif dimana lebih
dititikberatkan pada upaya promotif dan preventif tanpa meninggalkan upaya kuratif
dan rehabilitatif.
Fisioterapi sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan
kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan
gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan
secara manual, peningkatan gerak, peralatan, pelatihan fungsi dan komunikasi.
Perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan sehingga usia
lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikanitu terlihat pula pada
semua system musculoskuletal. Salah satu gangguan musculosculetal yang perlu
mendapat perhatian ialah osteoarthritis.
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degenerative yang progresif, dimana
adanya gangguan cartilage articularis yang secara simultan ditemukan perubahan
cartilage hyaline, tulang subchodrial dan tulang disekitar sendi. Adapun keluhan yang
sering dijumpai pada penderita osteoarthritis genu ialah adanya rasa nyeri, adanya
kekakuan sendi, keterbatasan luas gerak sendi, kelemahan otot dan serta deformitas.
Nyeri pada osteoartiritis sendi lutut dapat disebabkan oleh inflamasi tulang
subchondrale yang terkelupas lapisan rawan sendinya, sehingga timbul nyeri bila
terjadi kompresi misalnya pada saat berjalan. Nyeri juga dapat terjadi akibat
instabilitas, dimana saat aktifitas terjadi gesekan yang tidak fisiologis sehingga
menimbulkan iritasi jaringan lunak disekitarnya, sehingga nyeri muncul setelah
olahraga atau aktifitas lainnya. Disamping itu pada kasus kronis terjadi kontraktur
kapsul sendi, sehingga timbul nyeri dan pembatasan gerak ( nyeri regang). Pada kasus
lepasan rawan sendi yang cukup besar sebagai korpus libera dapat mengunci pada

1
2

ROM tertentu sehhingga nyeri mengunci. Nyeri juga terjadi oleh iritasi osteofit yang
mengiritasi jaringan lunak sekitarnya.
Menurut para peneliti, untuk mengatasi problem penderita osteoartritis sendi
lutut fisioterapi sering direkomendasikan terapi latihan. Banyak hasil penelitian ilmiah
yang menunjukkan manfaat terapi latihan. Namun di indonesia, hampir tidak mungkin
bila hanya memberikan intervensi terapi latihan saja. Hasil survei singkat peniliti
menunjuikkan mayoritas penderita merasakan perbaikan keluhan setelah
mendapatkan terapi termal atau elektris bila dibandingkan hanya terapi latihan saja.
Oleh sebab itu pemberian terapi latihan selalu dikombinasikan dengan salah satu
modalitas.
Modalitas lain yang cukup banyak sigunakan adalah TENS, diatermi dan
ultrasonik. Penelitian ini berusaha mengetahui beda efek penambahan ultrasonik pada
intervensi TENS dan latihan stabilisasi dalam mengurangi nyeri penderita osteoartritis
sendi lutut (RSUD,2015).
Dalam penulisan makalah ini, mengingat terbatasnya waktu penelitian maka
penulis membatasi penelitian hanya dapat pengaruh beda efek ultrasonik pada
intervensi TENS dan latihan stabilisasi terhadap penurunan nyeri penderita
osteoatritis sendi lutut di instalasi Rehabiltasi Medik RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru.

B. Rumusan masalah

1. Apakah intervensi TENS dan latihan stabilisasi dapat memberikan efek terhadap
penurunan nyeri pada osteoartritis sendi lutut?
2. Apakah TENS dan latihan stabilisasi serta penambahan ultasonik dapat meberikan
efek terhadap penurunan nyeri pada osteoartritis sendi lutut?

C. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum
untuk mengetahui bahwa penambahan ultrasonik pada intervensi TENS dan
latihan stabilisasi lebih berpengaruh daripada intervensi TENS dan stabilisasi saja
terhadap penurunan nyeri pada osteoartritis.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui efek intervensi TENS dan latihan stabilisasi dapat
memberikan efek terhadap penurunan nyeri pada osteoartritis sendi lutut.
3

b. Untuk mengetahui efek TENS dan latihan stabilisasi serta penambahan


ultasonik dapat meberikan efek terhadap penurunan nyeri pada osteoartritis
sendi lutut.

D. Manfaat penulisan

Bagi penulis

Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman tentang penatalaksanaan fisioterapi


pada penderita osteoartritis dengan intervensi TENS dan latihan stabilisasi untuk
mengurangi nyeri pada osteoartritis sendi lutut.

Bagi institusi pendidikan dan kesehatan

Untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan dan sebagai bahan


masukan dan bahn kepustakaan di masa yang akan datang bagi mahasiswa fisioterapi
yang akan melakukan penelitian.

Bagi pasien dan masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah


pengetahuan bagi masyarakat tentang penanganan osteoarthritis genu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
E. Kajian Teori

Untuk memahami secara mendalam tentang kondisi osteoartritis sendi lutut, maka
perlu diketahui struktur jaringan yang mengalami gangguan patologis pada sendi
lutut, dan gangguan musculoskletal pada kondisi ini. Dengan demikian pada sub bab
ini penulis akan memaparkan tentang anatomi terapan sendi lutut, patologi
osteoartritis sendi lutut.
1. Anatomi terapan sendi lutut
a) Sendi lutut
Sendi lutut terdiri dari 3 persendian yang meliputi sendi tibio-femoral,
sendi tibiofibular proksimal dan sendi patelofemoral.
1) Sendi tibiofemoralis
Sendi tibiofemoralis disusun oleh kondilus femur dan kondilus tibia.
Sendi lutut digolongkan sebagai modified hinge joint yang memiliki tiga
bidang gerak yaitu fleksi – ekstensi pada bidang sagital, abduksi – aduksi
pada bidang koronal ( frontal) dan rotasi pada biadang transversal
(partono,2001). Arthrokinematik joint adalah gerak traksi dan kompresi
dengan arah kaudal – kranial searah aksis longitudinal tibia. Saat gerakan
fleksi terjadi translasi ke dorsal dan saat ekstensi terjadi translasi keventral.
Selain itu saat fleksi dan ekstensi juga terjadi translasi ke medial dan
lateral.
2) Sendi patello femoralis
Sendi ini dibentuk oleh facies articularis dengan tulang femur, sendi ini
diperkuat dengan ligament transversum genu, otot vastus lateralis dan
vastus medialis sehingga patella tetap stabil. Adapun struktur sendi
modified plane joint, permukaan patella tertutup cartilage tebal uang
berfungsi membantu mekanisme kerja dan mengurangi friction otot
quadriceps. Gerak geser patella terhadap femur mengikuti pola atur gerak
lurus – melengkung kemedial – lurus, gerak geser patella keproximal dan
kedistal saat extensi dan flexi, saat extensi disertai gerak geser patella
kemedial hingga kembali lurus.

4
5

3) Sendi proximal tibio fibularis


Meskipun bukan sebagai sendi utama, tribiofibular joint turut berperan
dalam menerima beban, 105 populasi kapsul sendinya menyatu dengan
tibiofemoral, merupakan jenis sendi plane sinovial joint yang terbentuk
antara caput fibulae dengan tibia. Gerakan yang terjadi pada saat sendi ini
bukan murni berasal dari sendi ini sendiri melainkan akibat pengaruh
gerak ankle joint ke arah cranial dorsal. Arthrokinematik dari sendi ini
terdiri atas gerak geser ke cranial dan dorsal saat ankle joint melakukan
dorsi fleksi dan tidak terpemgaruh gerak lutut.
b) Meniskus
Diantara kondilus femur dan kondilus tibia terdapat meniskus.
Meniskus merupakan lempegan fibrokartilago di permukaan artikularis tibia
yang berfungsi memperdalam permukaan dan meredam pembebanan. Bagian
luarnya lebuh tebal dan melekat kuat pada area interkondiler tibia serta kapsul
sendi, semakin ke dalam semakin tipis dan dapat bergerak. Meniskus medialis
berbentuk C, lebih luas di bagian posterior daripada anterior. Meniskus
lateralis bentuknya hampir sirkuler ( O ), lebih kecil dan lebih bebas bergerak
dibandingkan meniskus medialis. Kedua meniskus ini dihubungkan oleh
ligamen transversal ( Moore dan Dalley, 2004 ).
c) Ligamentum
Ligamentum pada sendi lutut dapat dikelompokkan menjadi ligamentum
intrakapsuler ( internal ) dan ekstrakapsuler ( eksternal ). Yang termasuk
ligamentum intrakapsuler adalah ligamen krusiatum anterior dan posterior.
Sedangkan ligamen ekstrakapsuler meliputi ligamentum patelaris, kolateral
medial, kolateral lateral, popliteal obliquis dan popliteal arquatum ( Moore dan
Dally, 2004).
1. Ligamen krusiatum anterior
Ligamen ini berasal dari anterior area interkondiler tibia ( sedikit di
posterior dari pendekatan miniskus medialis ) membentang ke supero-
postero-lateral dan melekat di bagian posterior sisi medial kondilus
lateralis femur. Berfungsi membatasi rolling ke posterior dari kondilus
femur terhadap tibia plateau saat fleksi, sehingga yang terjadi adalah
gerakan spin. Fungsi lainnya adalah mencegah pergeseran ke posterior dari
6

femur terhadap tibia dan hiper-ekstensi sendi lutut. Ligamen ini miskin
vaskularisasi dan lebih lemah dibandingkan ligament krisiatum posterior.
2. Ligamen krusiatum posterior
Dari perlekatannya di posterior area interkondiler, ligamen ini
membentang ke supero-anterior dan berakhir di bagian anterior permukaan
lateral kondilus medialis femur. Ligamen krusiatum posterior membatasi
rolling femur ke anterior terhadap tibia plateau dan mengubahnya menjadi
gerakan spin. Juga berfungsi mencegah pergeseran ke anterior dan femur
terhadap tibia dan hiperfleksi sendi lutut.
3. Ligamen patelaris
Ligamen ini merupakan bagian distal tendon quadriceps, berupa pita
fibrous tebal dan kuat yang membentang dari apeks patella sampai ke
tuberositas tibia. Dibagian lateral dan medial, yaitu perpanjangan
aponeurosis dari vastus lateralis dan medialis serta fascia yang menutupi.
Retinakula ini menyusun kapsul sendi lutut pada tiap sisi patella dan
memegang peranan penting dalam mempertahankan posisi patella terhadap
fascies artikularis patellaris femur. Posisi miring dari femur atau garis
tarikan otot quadriceps femoris terhadap tendon patella dan tibia dikenal
sebagai sudut-Q (Q-angle) yang menunjukkan pergeseran patella ke
lateral.
4. Ligamen kolateral medial
Ligamen ini terbentang dari epikondilus medialis femur sampai
kondilus medialis dan permukaan medial tibia bagian superior. Pada
bagian pertengahan, serabut dalam (deep) ligamen ini melekat kuat pada
meniscus medialis. Ligamen kolateral medial lebih lemah dibandingkan
ligamen kolateral lateral. Oleh karena itu, ligament kolateral medial dan
meniscus medialis mudah mengalami cidera dalam olahraga keras seperti
sepakbola atau hoki es.
5. Ligamen kolateral lateral
Ligamen ini berbentuk seperti dawai, kuat, terbentang dari epikondilus
lateralis femur kesisi lateral kaput fibula. Ligamen ini tidak berhubungan
dengan meniscus akibat adanya tendon popliteus yang membatasi
keduanya.
7

d) Kapsul sendi
Kapsul sendi lutut yang terdiri dari lapisan fibrous eksternal ( kapsul
fibrous ) dan membran sinovial internal yang menyelubungi seluruh
permukaan sendi yang tidak tertutup oleh kartilago artikularis.
Dibagian superior, lapisan fibrous melekat pada femur di dekat margin
artikuliaris kondilus. Dibagian posterior, lapisan fibrous menyelubungi
kondilus dan fossa interkondiler. Lapisan fibrous memiliki celah di sebelah
posterior kondilus tibialis lateralis sebagai jalan bagi tendon popliteus untuk
keluar dari kapsul sendi dan melekat di tibia. Dibagian inferior, lapisan fibrous
melekat pada tibia plateau. Dibagian anterior, lapisan fibrous ini berlanjut
dengan bagian medial dan lateral dari tendon quadriseps, patella dan ligamen
patella.

e) Otot regio lutut


Otot quadriceps femoris (vastus lateralis, vastus intermedius, vastus
medialis, rectus femoris ) merupakan salah satu otot terbesar dan terkuat
dalam tubuh manusia, diperkirakan tiga kali lebih kuat dibandingkan otot
hamstring. Sebagai ekstensor utama tungkai, kontraksi kosentrik otot
quadriceps berperan sangat penting saat berdiri dari posisi duduk atau
jongkok, saat memanjat dan naik tangga, serta untuk akselerasi dan proyeksi
( melompat dan lari ). Selama aktifitas jalan, otot ini mulai aktif pada akhir
fase mengayun ( swing phase ) untuk mempersiapkan lutut menerima beban,
kemudian aktifitasnya terus berlanjut sampai awal fase tegak (stance phase ).
1) Otot hamstring ( semitendinosus, semimembranosus, biceps femoris) juga
merupakan otot yang bekerja pada dua sendi yaitu untuk ekstensi sendi
panggul dan fleksi sendi lutut. Namun aksinya pada kedua sendi ini tidak
dapat dilakukan secar maksimal pada saat bersamaan. Aktivitas terbanyak
justru terjadi saat otot ini berkontraksi eksentrik menahan fleksi sendi
panggul dan ekstensi sendi lutut selama terminal swing dari fase berjalan.
2) Otot sartorius berfungsi pada dua sendi yaitu untuk fleksi sendi panggul
dan membantu fleksi sendi lutut. Berorigo di spina iliaka anterior superior
8

(SIAS) dan berinsersio di bagian superior permukaan medial tibia serta


diinervasi oleh nervus femoralis.
3) Otot tensor fascia lataeberorigo dari SIAS dan bagian anterior krista iliaka,
insersio di traktus iliotibialis yang melekat pada kondilus lateralis tibia.
(L5, SI). Berfungsi membantu fleksi dan abduksi sendi panggul.
4) Otot gracilis merupakan otot paha yang paling medial, paling superficial
dan paling lemah diantara otot – otot adductor. Oirgonya dari ramus pubis
dan berinsersio di sisi medial tibia proksimal. Insersionya bersama otot
sartorius dan semitendinosus akan membentuk pesanserinus. Aksinya
adalah adduksi sendi panggul, fleksi sendi lutut dan internal rotasi tungkai
bahwa saat sendi lutut fleksi. Gracilis mendapat inervasi dari nervus
obturatorius (L1, L3 ).
5) Otot gastrocnemius kaput lateral berorigo di kondilus lateralis femur dan
kaput medial di permukaan popliteal femur. Insersio di kalkaneus melalui
tendon kalkaneus (Achilles). Inervasi oleh nervus tibialisa (S1, S2). Fungsi
utamanya adalah plantar fleksi pergelangan kaki pada posisi sendi lutut
ekstensi dan membantu fleksi sendi lutut (Sobotta, 1998).

f) Vaskularisasi dan persyarafan sendi lutut


Lutut mendapat suplai darah dari artery popliteal yang merupakan
terusan dari artery iliac eksternal yang menjadi artery femoralis di daerah
proksimal paha. Arteri femoralis berjalan menuju ke arah posterior lutut dan
menjadi arteri popliteal.
Untuk persarafan, sendi lutut dikelilingi oleh otot – otot yang
mendapat persarafan dari serabut – serabut saraf yang juga mempersarafi
anggota gerak bawah. Ada nervus femoralis dan nervus obturator yang berasal
dari plexus lumbosacral dan menginervasi sisi depan dan anteromedial paha.

g) Biomekanik
Sendi lutut mempunyai dua derajsd kebebasan gerak yaitu fleksi –
ekstensi (S = 5°/10° – 0 – 140°) dan internal rotasi – eksternal rotasi pada
posisi sendi lutut. Fleksi 90° (R = 45° - 0 - 30°). Gerakan sendi lutut
dipengaruhi oleh bentuk permukaaan sendi tibia dan femur serta peran empat
9

ligamen utama yang memperkuat sendi (2 ligamen kolateral dan 2 ligamen


krusiatum).
Gerakan fleksi – ekstensi melibatkan kombinasi antara rolling dan
sliding yang disebut mekanisme femoral roll back. Karena asimetridari
permukaan kondilus femoris lateral dan medial, menyebabkan rolling pada
kondilus lateralis lebih besar daripadakondilus medialis. Akibatnya pada
gerak dari fleksi ke ekstensi akan disertai dengan eksternal rotasi, ini disebut
the screwhome mechanism (kapandji, 1995).
Beratnya beban yang diterima sendi lutut selama aktivitas sehari – hari
membutuhkan mobilitas dan stabilitas sendi yang sangat baik. Seperti sendi
yang lain, sendi lutut juga diperkuat oleh stabilisator aktif dan pasif. Stabilitas
pasif sendi lutut sangat tergantung pada 4 ligamen utama yaitu ligamen
krusiatum anterior – posterior dan ligamen kolateral medial – lateral. Ligamen
krusiatum menghambat gerakan berlebihan pada bidang sagital sedangkan
ligamen kolateral menghambat gerakan pada bidang frontal. Pada penderita
osteoartritis sendi lutut, ligamen – ligamen ini mengalami penurunan
ketegangan (slack down) sehingga stabilitas sendi juga akan lebih buruk.
Stabilisator aktif sendi lutut dua kelompok otot besar yaitu otot
quadriceps femoris ( vastus lateralis, vastus medialis, vastus intermedius,
rektus femoris) dan hamstring (semimembranosus, semitendinosus, biceps
femoris) yang sekaligus merupakan penggerak utama sendi lutut. Aksi kedua
kelompok otot ini dibantu oleh otot sartorius, tensor fascia latae, gracilis dan
gastrocnemius.

2. Patologi Osteoartritis
a) Definisi
Osteoartritis adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang terutama
terjadi pada orang berusia lanjut dan ditandai dengan degenerasi progresif
kartilago artikularis, perubahan membrana sinovia serta hipertrofi tulangpada
tepinya/osteofit (felson, 2008).
Osteoartritis (OA) atau penyakit sendi degeneratif adalah hasil dari
peristiwa mekanik dan biologik yang mengakibatkan tidak stabilnya perangkat
normal dari degradasi dan sintesis kondrosit kartilago artikuler dan matriks
10

ekstraseluler serta tulang subkrondral. Meskipun keadaan tersebut diawali oleh


berbagai faktor termasuk genetik, pertumbuhan, metabolik dan traumatik (F).
Osteoartritis merupakan bentuk yang paling banyak ditemukan.
Osteoartritis dapat terjadi hampir di semua persendian, namun paling sering
menyerang sendi penyangga berat badan seperti sendi lutut dan panggul.
Penyakit ini disebabkan oleh kerusakan kartilago artikularis.

b) Patologi
Penyebab pasti osteoartritis belum diketahui sampai saat ini, yang
sudah diketahui barulah faktor – faktor resikonya. Faktor resiko ini dapat
digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu yang tidak dapat dirubah dan yang
mungkin dirubah. Faktor resiko yang dapat dirubah meliputi jenis kelamin,
usia, genetik, dan ras. Penderita dengan usia di bawah 50 tahun sebagian besar
adalah pria, sedangkan diatas 50 tahun mayoritas adalah wanita. Komponen
herediter ditemukan pada 40 – 50 % penderita yaitu berupa efek genetik dan
gen kolagen tipe II.
Osteoartritis sendi lutut lebih banyak diderita oleh penduduk asia khususnya
pada wanita cina bila dibandingkan di amerika utara. Faktor resiko yang
mungkin dirubah meliputi cidera, obesitas dan aktivitas berlebihan (overuse).
Cidera merupakan faktor resiko yang sangat penting, robeknya meniskus dan
ligamen krusiatum meningkatkan resiko osteoartritis 5 – 10 kali. Obesitas
sudah lama diketahui sebgai faktorvresiko osteoartritis. Peningkatan indeks
masa tubuh (IMT) sekitar 10 kg/m2 meningkatkan resiko terjadinya
osteoartritis sendi lutut sebesaraktivitas berlebihan (overuse). Cidera
merupakan faktor resiko yang sangat penting, robeknya meniskus dan ligamen
krusiatum meningkatkan resiko osteoartritis 5 – 10 kali. Obesitas sudah lama
diketahui sebgai faktorvresiko osteoartritis. Peningkatan indeks masa tubuh
(IMT) sekitar 10 kg/m2 meningkatkan resiko terjadinya osteoartritis sendi
lutut sebesar 36%, sedangkan IMT > 30 kg/m2 memiliki resiko 20 kali lipat
menimbulkan osteoartritis lutut bilateral. Aktivitas berlebihan sangat erat
kaitannya dengan cidera minor. Aktivitas jongkok, mendapat atau mendaki
yang berulang – ulang meningkatkan resiko osteoartritis sendi lutut sampai 30
%.
11

Adapun faktor – faktor resiko osteoartritis sendi lutut antara lain yaitu :

1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Kegemukan dan penyakit metabolik
4. Cidera sendi dan pekerjaan

c) Proses patologi
Kartilago sendi merupakan organ sasaran utama pada OA. Terdapat 2
perubahan morfologi utama yang mewarnai OA yaitu kerusakan lokal tulang
rawan sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi
tulang rawan sendi dan tepi sendi ( osteofit ). Penelitian – penelitian
menunjukkan bahwa perubahan – perubahan metabolisme tulang rawan sendi
telah timbul sejak awal proses patologi OA. Perubahan tersebut berupa
peningkatan aktifitas enzim – enzim yang merusak makromolekul matrik
tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen). Hal ini menyebabkan
penurunan kadar proteoglikan dan kolagen serta berkurangnya kadar air tulang
rawan sendi (kalim, 1996).
Rusaknya rawan sendi pada OA tidak semata – mata disebabkan oleh
penggunaan yang lama (wear and tear). Akan tetapi juga disebabkan oleh
adanya proses inflamasi rawan sendi tersebut. Perubahan utama yang timbul
pada OA akibat proses wear and tear atau penggunaan yang lama dan
berlebihan yaitu timbulnya kerusakan yang diikuti oleh proses perbaikan yang
tidak sempurna yang tergambar dari pembentukan osteofit. Proses ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, beban mekanik, dan lain – lain.
Struktur non inflamasi seperti tendon, ligamen, bursa dan otot dianggap
memegang peranan penting pada proses timbulnya nyeri pada OA.

d) Diagnosa
Diagnosis osteoartritis menurut american college of rheumatology (2000)
ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini :
a. Nyeri sendi yang berulang setiap hari
b. Gambaran osteofit dalam pemeriksaan radiologis
12

c. Analisis cairan sendi positif osteoartritis


d. Usia 40 tahun atau lebih
e. Kaku sendi di pagi hari selama kurang lebih 30 menit
f. Krepitasi dalam pergerakan sendi

Problematik yang timbul pada penderita osteoartitis sendi lutut adalah


oedema, spasme otot, nyeri, keterbatasan ROM, atropi dan kelemahan otot,
stabilitas sendi menurun, gangguan fungsi berdiri, berjalan. Dengan demikian
maka diagnose fisioterapinya adalah “adanya odema, myeri, kelemaham otot,
ligamen laxity dan gangguan berdiri, berjalan sehubungan dengan inflamasi
local pada sendi lutut akibat osteoartritis”.

3. Proses Terjadinya Nyeri pada Osteoartritis Sendi Lutut

Terjadinya Nyeri pada osteoatritis sendi lutut adalah dimana mulanya


tulabg rawan melunak kemudian terjadi retakan.Lama kelamaan terjadi celah yang
semakin lama semakin dalam dan memasuki tulang rawan sampai tulang rawan
menghilang.Dengan menghancurkan tulang rawan maka tulang meresparasi
dengan membentuk tulang baru(osteofit).Kemudian osteofit akan menusuk
kejaringan lunak dan jarngan saraf sekitar sendi sehingga menimbulkan rasa nyeri.

Osteofit dan Skelorosis Subchondreal timbul bersamaan degenerasi


rawan.Timbulnya resparasi berupa pembentukan Ostefit ditulang
Subchondreal.Pada tulang Subchondrreal tersebut terjadi skelorosit(pemadatan
tulang) tepat dibawah lapisan rawan yang mulai rusak.

Inflamasi dari synovial pada membrane synovial terjadi peningkatan cairan


sendi yang mengandung macam enzim hyaluronidase.Cairan tersebut bisa
menekan jaringan lunak sekitar sendi lutut.Perubahan-perubahan didalam sendi ini
disertai oleh adanya sinovitis yang menyebabkan nyeri.

Adanya nyeri timbul semakin parah jika terlalu banyak melakukan


aktivitas dengan memopang berat badan.Nyeri ini disebabkan karena instabilitas
sehingga akan menimbulkan spasme otot-otot serta peregangan otot dan tendon.

Nyeri yang terjadi pada osteoartritis sendi lutut mengakibatkan terjadinya


keterbatasangerak dan fungsi sebagai akibat kontraktur,laxity,doformitas,tegangan
13

otot,nyeri yang menimbulkan gangguan dalam aktivitas berjalan,toileting,aktivitas


daily-living yang akan mengakibatkan ketrbatasan partisipadi yaitu hambatab
dalam bekerja,berolahraga dan dalam fungsi masyarakat.

F. Intervensi Fisioterapi

Problema utama penderita osteo artritis adalah sendi nyeri yang


disebabkan oleh proses inflamasi didalam sendi.Rasa nyeri akan memicu
terjadinya lingkaran setan dengan spasme otot,penurunaunan aktivitas,kekuatan
otot dan stabilitas sendi yang pada ujungnya justru semakin meningkatkan
keluhan nyeri.Intervensi fisioterapi semaksimal munglin diarahkan untuk
memutus lingkaran tersebut.Diantara berbagai modaloitas fisioterapi itu adalah
ultrasonic,tens dan latihan stabilisasi yang akan diaplikasikan pada penderita osteo
artritis sendi lutut.

a) Ultrasonik
1) Pengertian Ultrasonik

Ultrasound merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang secara


klinis sering diaplikasikan untuk tujuan terapentik pada kasus
musculoskeletal.Tetapi Ultrasound mengunakan energy gelombang suara
dengan frekwensi lebih dari 20.000 HZ,yang digunakan dalam fisioterapi
adalah 0,5 MHZ-5 MHZ.

2) Efek Ultrasonik
a) Efek mekanik
b) Efek Panas

3) Efek Biologis
a) Meningkatkan sirkulasi darah
b) Rileksasi otot
c) Meningkatkan permeabilitas membrane
d) Mempercepat proses penyembuhan jaringan
14

4) Mekanisme penurunan nyeri lutut akibat osteo artritis dengan ultrasonic.

Efek biologis pemberian ultrasonic yang merupakan reflex fisiologis


dari pengaruh mekanik dan pengaruh panas memberikan efek:

a) Mempercepat proses penyembuhan jaringan


Dengan pemberian ultra sonic menyebabkan terjadinya
vasodilitasi pembuluh darah sehingga meningkatkan suplay bahan
makanan pada jaringan lunak dan juga terjadi peningkatan zat antibody
yang mempermudah terjadinya perbaikan jaringan yang rusak.
b) Penurunan Spasme otot
Dengan adanya efek panas maka akan mengakibatkan
vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi perbaikan sirkulasi darah
yang mengakibatkan relaksasi otot.Hal ini disebabkan oleh zat-zat
pengiritasi diangkaut oleh darah disamping itu efek vibrasi ultra sonic
mempengaruhi serabut afferent langsung dan mengakibatkan rileksasi
otot dan penurunan spasme otot.

c) Meningkatkan SIrkulasi Darah


Salah satu efek yang ditimbulkan oleh ultrasonic adalah panas
sehingga tubuh memberikan reaksi terhadap panas tersebut yaitu terjadinya
vasodilatasi.
Dari efek biologis pemberian uktrasonik berpengaruh pada
peningkatan elasitas jaringan kapsular sehingga nyeri lutut akibat
osteoarthritis mengalami penurunan.

b) TENS (Trancutanneous Electrical Nerve Stimulation)

TENS merupakan suatu cara penggunaan energy listrik guna


merangsang system saraf melalui permukaan kulit,untuk mendapatkan efek
analgesic dan ditemukan sebagai suatu alat efektif untuk memodulasi nyeri.

1) Teknik Penempatan Elektroda


15

Keberhasilan intervensi dengan TENS ditentukan oleh kualitas aplikasi


stimulus TENS dan penempatan elektrodanya.Penempatan elektroda tidak
terbatas pada daerah nyeri saja tetapi bisa juga segmental.
Metode Aplikasi Pemasangan TENS antara lain:
a) pemasangan elektrode pada atau di sekitar nyeri
cara ini merupakan cara yang paling mudah dan paling digunakan
sebuah metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa
memperhatikan karakter nyeri ataupun Letal paling optimal dan hubungan
dengan jaringan penyebab nyeri.
b) Pemasangan electrode pada area Dermatome
dasar pemikiran dari pemasangan elektroda dermatome bahwa
daerah kulit tertentu akan mempunyai persyaratan yang sama dengan
struktur jaringan yang tepat dibawahnya.
c) Pemasangan Elektroda pada Segmen Medulla Spinalis
Satu electrode diletakkan pada level final sedangkan elektronik
lainnya diletakkan pada dermatome yang berhubungan dengan motor point
atau Trigger Point. Selain itu cara tersebut masih ada yang lain yaitu
menempatkan elektrode yang kedua pada saraf perifer yang berhubungan
dengan letaknya superficial (Partojo,2000).

2) Efek fisiologis TENS


a) Mengaktifkan sistem saraf berdiameter besar yaitu Aq dan Ab yang
memiliki nilai ambang rangsang yang lebih kecil dibandingkan Serabut
saraf yang berdiameter kecil yaitu tipe Aq dan C. aktifnya saraf
berdiameter besar akan mempermudah interneuron pada substansia
gelatinousa untuk menghalangi input saraf berdiameter kecil ke sel-sel
transmisi melalui inhibisi presinaps, sehingga nyeri di hambat oleh
stimulus elektrik dengan menutup gerbang bagi Input nyeri.
b) Meningkatkan aliran darah pada jaringan yang rusak di mana efek
meningkatkan aliran darah pada jaringan yaitu akan
menurunkansubstansi yang memproduksi nyeri seperti bradikinin dan
histamin
16

c) Berperan dalam stimulasi anti donrik di sistem saraf afferent, stimulasi


anti donrik ini akan menghambat pengurangan nyeri dari nociceptor
sampai ke medulla spinalis.Substansi yang memproduksi nyeri seperti
bradikinin dan histamin .
d) Merangsang pelepasan endorphine depends sistem dan serotin oleh
tubuh .Pelepasan sistem ini dirangsang dengan menggunakan TENS
frekuensi rendah dengan merangsang reseptor nocisensorik.

3) Mekanisme Penurunan nyeri pada osteo artritis sendi lutut oleh TENS
Pada penelitian ini menggunakana gelombang bisasik,karena
gelombang bifasik lebih besar untuk modulasi nyeri level spinal yang pada
kasus osteo artritis genu ini nyerinya juga pada level spinal.

Pada level spinal dimulai terjadinya proses transmisi,dimana impuls


nyeri disalurkan melalui syaraf sensorik menyusul proses
transduksi.Impuls nyeri pada tingkat ini dapat dikurangi dengan pelepasan
encephalin dan terjadi inhibisi pelepasan substansi P,dimana substansi ini
dapat meningkatkan sensitifitas ujung-ujung serabut saraf.Selanjutnya
pada level subtravinal akan merangsang keluarnya endorfine di thalamus
sehingga terjadi blocking saraf tipe III dan IV oleh rangsang nuxios.
Rangsang noxious ringan akan menimbulkan respon pada hypotamus
sehingga merangsang mengeluarkan endorphin yang akan memberikan
mengantuk lama.

Nyeri pada kasus ini disebabkan oleh terjadinya osteofit pada


membrane sinovial uang menyebabkan terlepasnya partikel-partikel rawan
sendi sehingga terjadi inflamasi dan penekanan pada ujung-ujung saraf
polimedial dan pada kapsul ligament terjadi inflamasi sehingga terjadi
penurunan elstisitas jaringan akibatnya terjadilah kekakuan yang
menyebabkan nyeri sedangkan pada otot terjadi spasme yang
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah dan aliran darah menjadi
terganggu(ischemic) sehingga menimbulkan nyeri.
17

Dengan pemberian TENS akan mengaktifkan serabut syaraf bermyelin


tebal dan tipis pada daerah lutut dan otot-otot penggerak flexi dan ektensi.Lalu
terjadi stimulasi yang akan mengakibatkan terlepasnya substansi P dan neuron
sensoris dan akan menimbulkan vasodilatasi ateriole sehingga pemgangkutan
matera yang memberi pengaruh nyeri,terjadi peningkatan elastisitas jaringan
nyeri berkurang.

G. C . Latihan Stabilisasi

Terapi latihan adalah modalitas fisioterapi yang digunakan untuk


mengembalikan dan meningkatkan kapasitas muskuloskeletal atau
kardiopulmoner dengan memanfaatkan gerak anggota tubuh (Kisner, 2003).
Aplikasi terapi latihan untuk penderita osteoartritis seharusnya dimulai
dengan latihan yang dapat meningkatkan kapasitas fungsional, baru kemudian
mengarah ke kebugaran fisik sehingga penderita dapat beraktivitas tanpa
keluhan nyeri dan tidak mudah lelah. Diawali dengan latihan fleksibilitas
untuk mencegah kontraktur sendi, kemudian dilanjutkan latihan penguatan
yang fokus pada gerak fungsional untuk meningkatkan daya tahan dan
kecepatan kontraksi otot, serta dapat dilanjutkan dengan latihan aerobik (Sisto
dan Malanga, 2006)
Terapi latihan untuk penderita osteoartritis lutut terutama ditunjukkan
untuk otot quadricep dan hamstring sebagai penggerak utama sendi lutut.
Kedua otot ini sangat penting bagi stabilitas dan mobilitas sendi lutut. Untuk
mencapai hal tersebut, program terapi latihan yang diberikan harus mencakup
latihan penguatan dan Peregangan. Efek terapi sesaat yang diperoleh dari
latihan ini adalah peningkatan aliran darah otot, relaksasi otot dan
pengurangan nyeri. Latihan yang dilakukan secara berkelanjutan akan
menghasilkan peningkatan kekuatan dan fleksibilitas otot sehingga otot
mampu berfungsi secara optimal dalam menjaga stabilitas dan mobilitas sendi
serta mencegah cidera.
1) mekanisme penurunan nyeri lutut akibat osteoartritis dengan latihan
stabilisasi
18

kontraksi otot yang dilakukan terus-menerus akan meningkatkan


kecepatan potensial aksi dan impuls saraf yang berasal dari medula
spinalis.
Impuls saraf ini akan diatur sebagian oleh sinyal-sinyal yang dijalankan
dari otak ke Motor Neuron yang ada di antara medula spinalis yang sesuai,
dan sebagian lagi oleh sinyal-sinyal yang berasal dari gelendong otot yang
terdapat dalam otot itu sendiri. Pengaruh dari adanya kontraksi juga akan
merangsang perbaikan sirkulasi Arteri perifer akibat pelepasan substansi
kimia yang menyebabkan terjadinya vaso dilatasi dan efek kontraksi juga
menjadi fungsi pompa Vena atau pompa otot, dan pompa ini cukup efisien
mendorong aliran Vena menuju ke jantung.
Pemberian latihan stabilisasi yang teratur dan termonitor akan
meningkatkan fungsi saraf dan perbaikan sirkulasi darah yang berdampak
pada peningkatan fleksibilitas otot, meningkatkan kekuatan otot dan
memperbaiki stabilitas dan mobilitas sendi lutut pada penderita
osteoarthritis, sehingga menghasilkan pengurangan nyeri.

2) Pelaksanaan Latihan Stabilisasi


a) Latihan peregangan otot
Beberapa faktor harus diperhatikan dalam pemberian latihan
peregangan untuk memperbaiki lingkup gerak sendi atau (LGS) dan
fleksibilitas penderita osteoarthritis. Pertama, sendi harus digerakkan
sampai LGS maksimal yang mampu dicapai minimal sekali dalam
sehari. Prinsip ke dua, peregangan seluruh otot-otot besar yang
melewati setiap hari tanpa menimbulkan penekanan berlebih pada
sendi.
Peregangan otot quadriceps femoris dilakukan pada posisi
tengkurap, kemudian penderita diminta menutup secara aktif dengan
mengkontraksikan otot hamstring semaksimal mungkin untuk
menghasilkan efek inhibisi resiprokal pada otot quadriceps.
Selanjutnya diberikan dorongan / tarikan pasif lebih lanjut ke arah
fleksi lutut sampai batas LGS fleksi maksimal. Selama latihan ini
harus dihindari terjadinya nyeri berlebihan di dalam sendi lutut karena
19

hal ini merupakan tanda adanya kompresi sendi yang mungkin


disebabkan adanya formasi ostefit.
Peregangan otot hamstring dilakukan pada posisi terlentang
tungkai yang bersangkutan lurus sedangkan tungkai yang lain sedikit
ditekuk untuk menghindari ketegangan berlebihan pada pinggang.
Peregangan dilakukan dengan mengangkat tungkai (fleksi sendi
panggul) sampai terasa ada penekanan di paha atau lutut bagian
belakang dengan tetap mempertahankan posisi ekstensi penuh sendi
lutut. Tiap gerakan peregangan dipertahankan selama 30 detik

Dosis latihan :

1. Durasi : 326 detik kemudian rileks


2. Repetisi : 10 kali
3. Frekuensi : 3 kali per minggu

b) Latihan Penguatan Otot


Latihan penguatan untuk penderita osteoartritis sendi lutut
pada awalnya memang harus difokuskan pada otot quadriceps femoris
dan hamstring, namun dalam perkembangan selanjutnya harus
melibatkan semua otot tungkai.
Latihan diawali dengan kontraksi isometrik yang ditujukan
untuk mengurangi nyeri dan menambah kepercayaan diri penderita
untuk mengkontraksikan ototnya. Latihan isometrik dilakukan pada
posisi tidur terlentang, tungkai Lurus di atas permukaan yang datar.
Untuk otot quadriceps penderita diminta menekan lututnya ke arah
tempat tidur, Sedangkan untuk otot hamstring dengan menekan tumit
ke arah tempat tidur

Dosis latihan :

1. Durasi : 6 detik kemudian rileks


2. Repetisi : 10 kali
3. Frekuensi : 3 kali per minggu

c) Closed Chain Exercise Dilakukan Pada Posisi Berdiri.


Latihan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena sendi lutut
menyangga berat badan. untuk mengurangi pembebanan sendi maka
dilakukan maka latihan dilakukan pada posisisemifleksi sendi lutut.
20

Jenis latihannya antara lain adalah quads dan wall sits. Teknikl atihan
ini mempunyai manfaat tambahan yaitu untuk melatih proprioseptif
sendi yang sering juga mengalami gangguan pada penderita
osteoartritis sendi lutut.

Dosis latihan :

1. Durasi : 6 detik kemudian rileks


2. Repetisi : 10 kali
3. Frekuensi : 3 kali per minggu
A. Kerangka Berpikir
Penyebab pasti osteoartritis belum diketahui sampai saat ini, yang sudah
diketahui adalah faktor risiko yaitu usia, jenis kelamin, obesitas, dan cidera sendi dan
pekerjaan. Factor - faktor tersebut menyebabkan peningkatan pembebanan pada sendi
lutut sehingga terjadi degenerasi kartilago. degenerasi kartilago artikularis akan
memicu terjadinya inflamasi sendi sehingga menyebabkan nyeri. Nyeri akan memicu
spasme dan disuse otot quadriceps dan hamstring sehingga berpotensi menimbulkan
penurunan kekuatan fleksibilitas otot. Penurunan kekuatan dan fleksibilitas otot akan
mengganggu stabilitas dan mobilitas sendi sehingga meningkatkan risiko kerusakan
sendi lebih lanjut. Rangkaian proses ini justru akan memperburuk keluhan nyeri
penderita dan dampak dari osteoarthritis sendi lutut adalah adanya kontraktur akibat
dari imobilisasi, deformitas akibat dari instabilitas , ketegangangan otot dan nyeri
yang mengakibatkan keterbatasan gerak dan fungsi dalam beraktivitas.
Ultrasonik merupakan modalitas fisioterapi yang menggunakan energi
gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. pada kasus OA sendi lutut,
pengaruh ultrasonik dapat meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan ketegangan otot
,mempercepat proses penyembuhan jaringan sehingga nyeri berkurang.

Tens merupakan modalitas fisioterapi yang menggunakan energi listrik untuk


merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. Pada kasus OA sendi lutut,
pengaruh tens dapat meningkatkan sirkulasi darah, mengurangi nyeri dan
meningkatkan elastisitas jaringan.

Latihan stabilisasi merupakan modalitas fisioterapi yang berupa terapi latihan


yang digunakan untuk mengembalikan dan meningkatkan kapasitas muskuloskeletal
atau kardiopulmoner dengan memanfaatkan gerakan anggota tubuh. Pada kasus OA
21

sendi lutut, pengaruh latihan stabilitas dapat memperbaiki sirkulasi


darah ,meningkatkan fungsi saraf dan yang berdampak pada peningkatan fleksibilitas
otot, meningkatkan kekuatan otot dan memperbaiki stabilitas dan mobilitas lutut pada
penderita OA sehingga menghasilkan pengurangan nyeri.
22
23

B. Hipotesa Gambar
1. ada efek penurunan nyeri akibat osteoartritis sendi lutut dengan penerapan tens
dan latihan stabilisasi.
2. ada efek penurunan nyeri akibat osteoartritis sehingga lutut dengan penerapan
ultrasound, tens dan latihan stabilisasi.
3. ada perbedaan efek penurunan nyeri akibat osteoarthritis sendi lutut antara
penerapan tens dan latihan stabilisasi dengan penerapan ultrasound, tens dan
latihan stabilisasi.
BAB III
LAPORAN STUDI KASUS
A. Keterangan Umum Penderita

1. Nama : Tn EM
2. Umur : 58 th
3. Jenis kelamin : laki-laki
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Pensiunan PNS
6. Alamat : Jl Merbau No 83 berigin indah

B. Data-data Medis Rumah sakit

Diagnosa Medis : OA (Osteoartritis) Genu

Catatan klinis : Nyeri pada lutut kiri

General treatment : Dari dokter penyakit dalam

Medika mentosa : obat mengurangi nyeri

Hasil lab :-

Foto ro :-

C. Segi Fisioterapi

1. Anamnese ( auto)
a) Keluhan utama : nyeri pada lutut sebelah kiri
b) Riwayat penyakit sekarang : 2 bln yg lalu pasien jatuh dari motor dengan
posisi menumpu pada lututnya.paien dibawa ke poli ortophedi, dari hasil ro
tidak tampak adanya patah, setelah itu pasien merasa sakit saat menekuk lutut
dan saat memulai gerakan.
c) Riwayat penyakit dahulu : sudah ada pengapuran pada lutut sebelah kiri
d) Riwayat penyakit penyerta : obesitas : 68 kg
e) Riwayat penyakit keluarga : tidak ada riwayat keluarga, status sosial pasien
terganggu saat sholat mesjid

24
25

2. Pemeriksaan fisik
1. Vital sign
- tekanan darah : 110/80mmhg
- denyut nadi : 80kali/ menit
- pernafasan : 16 kali/menit
- temperatur : 36
- berat badan : 68 kg
- tinggi badan : 150 cm

2. Inspeksi
Statis : tidak tampak kelainan
Dinamis: wajah meringis menahan sakit

3. Palpasi
nyeri tekan genu

4. Auskultasi
adanya kripitasi

5. Perkusi
tidak dilakukan

6. pemeriksaan fungsi

1). Quick test : fleksi knee nyeri

2). Gerakan dasar

Aktif : fleksi knee nyeri dan tebatas

Pasif : nyeri pada lutut kiri dan ROM full

Isometrik : tidak dilakukan

3. fungsi
pola jalan berbeda : fase mid swing tidak ada diakibatkan rasa nyeri
26

a) pemeriksaan khusus dan pengukuran


1) ballotement test
Posisi pasien : terlentang dengan kedua tungkai lurus
Posisi terapis : berdiri / duduk disamping bed
Pelaksanaan : terapis mendorong patella pasien keatas, kebawah, medial
dan lateral.
Hasil : nyeri positif
Krepitasi : positif

2) VAS ( Visual Analogue Skale )


Posisi pasien : duduk
Posisi terapis : duduk
Pelaksanaan : tanyakan pada pasien dengan ditunjukkan garis yang
berisi angka 0 – 10 pasien diminta menunjuk diangka berapa nyeri pasien
Hasil : nyeri pasien saat menekuk lutut nilai vas 7 dan nyeri
saat pasien memulai gerakan nilai vas 9

3) Kognitif, intrapersonal, interpersonal


Kognitif : pasien mampu menjelaskan dengan jelas tentang sakit
dan pasien mampu mengikuti intruksi terapis.
Interpersonal : pasien mempunyai semangat yang baik untuk sembuh.
Intrapersonal : pasien mampu berinteraksi dengan baik kepada
terapis.

4. diagnosa fisioterapi
a) Impairment
1). Nyeri gerak pada lutut
2). Adanya kripitasi
b) Functional limitation
pasien mengalami kesulitan pada saat berjongkok dan berjalan
c) Disability/participation restriction
terganggunya saat mengikuti sholat di mesjid
27

5. Rencana evaluasi
Pada kasus ini terapis menggunakan alat ukur skala VAS ( visual analog scale)
untuk mengetahui apakah ada penurunan nyeri dan balloteent test untuk
mengetahui apakah kripitasi masih ada

6. Pronosis
Quo ad vitam : bagus ( tidak menyebabkan kematian )
Quo ad sanam : bagus ( dapat sembuh )
Quo ad cosmeticam : bagus (tidak meniggalkan kecacatan )
Quo ad fungsionam : bagus

7. Program fisioterapi
Tujuan :
a). Jangka pendek

1). Mengurangi nyeri, mengurangi kripitasi.

b). Jangka panjang

1). Melajutkan tujuan jangka pendek

2). Mengembalikan aktivitas fungsional lutut semaksimal mungkin

8. Tindakan fisioterapi

a). Ultra sonic

1). Persiapan alat

a. Semua tombol dalam keadaan nol

b. Kabel utama disambungkan ke sumber listrik

c. Tranduser dalam keadaan stand by

d. Tekan tombol ON untuk menghidupkan alat

e. Atur jenis arus, intensitas dan waktu


28

f. Setelah selesai semua tombol diposisikan kembali ke nol

g. Bersihkan jelly dari tranduser

h. Simpan tranduser dengan rapi pada tempatnya

i. Tekan tombol OFF untuk mematikan alat

j. Cabut stop kontak dari steker

2). Persiapan pasien

a. Sebelum dilakukan pemberian terapi, pasien terlebih dahulu


diberikan penjelasan mengenai cara kerja alat, indikasi dan kontra
indikasinya.
b. Posisi pasien duduk, dalam keadaan senyaman mungkin
c. Daerah yang akan diberikan terapi (daerah bahu) dibebaskan dari
pakaian.
d. Tranduser digerakkan dengan irama yang teratur dan tidak terlalu cepat
sehingga intensitas yang bervariasi tidak akan menetap pada satu tempat
saja dan dengan mempergunakan media gel.

3). Pelaksanaan terapi

Dosis US yang diberikan

a. Durasi : 7 menit

b. Intensitas : 1.2 watt/cm

c. Frekuensi : 3x/minggu selama 6 x terapi

d. Observasi pasien secara berkala

e. Kontrol : Adanya rasa panas akibat sentuhan

transduser adanya peningkatan nyeri


29

b). TENS

1). Persiapan alat


Basahkan pad terlebih dahulu, lalu cek kabel agar tidak terlilit, lalu
hidupkan alat dan panaskan alat selama 5 menit.
2). Persiapan pasien dan terapis
Posisikan pasien tidur terlentang diatas bed dengan posisi pasien
senyaman mungkin dan terapis berada di samping pasien.
3). Pelaksanaan
Letakkan pad pada bagian pinggang bawah pasien lalu jelaskan tujuan
dan rasa tertusuk – tusuk pada pinggang lalu atur waktu selama 10 menit
denga interaksi sesuai yang dirasakan pasien.

C). Latihan stabilisasi


1). Persiapan alat
Sediakan matras dan bantal
2). Persiapan pasien dan terapis
Posisikan pasien tidur terlentang diatas matras dengan posisi pasien
senyaman mungkin dan terapis berada di samping pasien.
3). Pelaksanaan
Terapis menginstruksikan pasien untuk melakukan peregangan (penguluran)
otot quadriceps dan hamstring dilanjutkan dengan streng thening ( penguatan )
otot. Dengan durasi 6 detik kemudian rileks , repetisi 10 kali, frekuensi 3 kali
per minggu.
9. Edukasi dan home program
Edukasi : kurangi aktivitas yang membebani pada lutut yang sakit
Home program : mengulangi latihan yang telah diberikan oleh terapis.

10. Hasil terapi akhir


Seorang pasien bernama Tn. Erlis malin umur 58 tahun denagn diagnosa OA
genu sinistra setelah mendapat tindakan fisioterapi sebanyak 2 kali didapatkan hasil :
30

nyeri pasien saat menekuk lutut nilai VAS 6 dan saat memulai gerakan nilai VAS 8,
kripitasi masih ada.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. pemberian terapi dengan intervensi US dan latihan stabilisasi mempunyai efek
dalam mengurangi nyeri osteoarthritis sendi lutut
2. pemberian terapi dengan intervensi Tens dan latihan stabilisasi mempunyai efek
dalam mengurangi nyeri osteoartritis lutut.
3. pemberian terapi dengan penambahan ultrasonik pada intervensi tens dan latihan
stabilisasi mempunyai efek yang lebih bermakna dalam mengurangi nyeri
osteoarthritis sendi lutut dibanding dengan pemberian terapi dengan intervensi
tens dan latihan stabilisasi saja

H. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas penelitian memberikan saran sebagai berikut :


1. Diharapkan rekan-rekan sendiri fisioterapis pada institusi pelayanan dapat
menerapkan penggunaan modalitas ultrasonik dan latihan stabilisasi sebagai
standar intervensi dalam mengurangi nyeri penderita osteoartritis sendi lutut.
2. Dengan pemberian intervensi, fisioterapi diharapkan selalu menggunakan
instrumen pengukuran sebagai salah satu cara untuk mengevaluasi tingkat
keberhasilan dari suatu intervensi yang dilakukan.
3. Diharapkan rekan-rekan fisioterapis agar selalu berusaha mempertahankan
interaksi dengan penderita selama proses terapi untuk membuat kondisi
psikologis penderita agar mampu mendukung pemulihan.
4. Diharapkan tekan-tekan fisioterapis mampu maupun mahasiswa fisioterapi dapat
mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap metode ini untuk mendapatkan hasil
yang lebih optimal dan dapat dijadikan masukan yang bermanfaat bagi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi fisioterapis

30
31

DAFAR PUSTAKA

Adnan Zainal Arifin, 2007, patogenesis OA dan terapi latihan, simposium Reuumatologi,
Surakarta.

Anonym, 2005, pengapuran tulang bukan akibat kelebihan kalsium www.lintasberita.com,

Anonym, 2005, osteoarthritis, www.mja.com.au.

Anonym,2007,http://www.cra.org/activities/craw_archive/dmp/awards/2007/tolbert/
osteoartritis-therapeutic.pdf,diakses.

Isbagio , harry, 1995, masalah dan penanganan osteoartritis lutut,


http://www.kalbe.co.id/files/cdk.

Hogenmiller MS, lozada CJ, 2006, An Update on osteoarthristis therapeutics, Curr Opin
Rheumatol 18:256-160.

Anda mungkin juga menyukai