PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Apakah dengan intervensi Latihan (Strengthening Exercise) dapat
meningkatkan kekuatan otot Quadriceps Femoris pada lansia?
C. Tujuan Masalah
Untuk mengetahui efektivitas dan intervensi Strengthening Exercise untuk
dapat meningkatkan kekuatan otot Quadriceps Femoris pada lansia
D. Bagi Penulisan
1. Bagi Fisioterapi
Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang peningkatan kekuatan otot
quadriceps femoris dengan intervensi strengthening exercise pada lansia
2. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang kondisı Kelemahan otot Quadriceps
Femoris pada lansia dengan menggunakan intervensi Strengthening Exercise
A.Kerangka Teori
1 Defenisi Lansia
Lansia merupakan orang yang sistem biologisnya mengalam perubahan-
perubahan struktur dan fungsi dikarenakan usia yang sudah lanjut. Pada lansia terjadi
penurunan kapasitas fisik yang ditandai dengan penurunan massa otot serta
kekuatannya yang akan menjads penghambat dalam melaksanakan aktivitas.
Definisi operasional lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang berumur 260
tahun ke atas. Pengelompokkan usia menggunakan pembagian menurut WHO,
dengan usia 45-60 tahun (middle age), usia 60-75 tahun (elderly), usia 75-90 tahun
(old), usia diatas 90 tahun (very old) (Patandianan, Wungouw & Marunduh, 2015).
Quadriceps Femoris merupakan otot besar yang membentuk kontur paha
bagian depan. Grup otot ini terdiri atas beberapa otot yaitu: rectus femoris, vastus
medial, vastus intermedius, vastus lateral. Fungsi utama otot Quadriceps Femoris
adalah sebagai penggerak ekstensi sendi lutut, selain sebagai penggerak sendi lutut
otot quadriceps femoris juga berperan penting pada saat proses berjalan (Melianita &
Hardjono, 2005).
Penurunan kekuatan otot merupakan salah satu perubahan yang nyata dari
proses penuaan Menurunnya kekuatan otot disebabkan oleh banyak faktor. Faktor
penyebab yang utama yaitu penurunan massa otot. Penurunan kekuatan otot ini
dimulai pada umur 40 tahun dan prosesnya akan semakin cepat pada usia setelah usia
75 tahun menurunnya kekuatan otot pada penuaan terjadi akibat kebocoran kalsium
dari kelompok protein dalam sel otot yang disebut ryanodine yang kemudian memicu
terjadinya rangkaian kejadian yang membatasi kontraksi serabut otot. Dengan
berkurangnya kalsium yang Tersedia, maka kontraksi otot melemah (Pinontoan,
Marunduh & Wungouw, 2015).
Penurunan kekuatan otot pada lansia ini terjadi Akibat kebocoran Kalsium
dari kelompok protein dalam sel otot yang disebut ryanodine yang kemudian memicu
terjadinya rangkaian kejadian yang membatasi kontraksinya serabut otot. Hal ini
menyebabkan gangguan pada pelepasan kalsium dari dalam sisterna retikulum
sarkoplasma ke miofilamen. gangguan pelepasan kalsium menyebabkan
terganggunya proses kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin dimana kedua
filamen tersebut tidak bergeser satu sama lain sebagaimana mestinya. Hasil akhirnya
berupa gangguan dalam terbentuknya kontraksi otot sehingga kontraksi otot menjadi
lemah. Penurunan kekuatan otot ini menyebabkan seorang lansia memiliki
keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehan-hari (Putri & Purnawati, 2017).
Proses penuaan menyebabkan berbagai pada fungsi dan struktur otot Massa
otot akan menurun sejalan dengan pertambahan umur Dengan massa otot yang
berkurang, kekuatan dan fungsi otot juga akan menurun signifikan. Kondisi
menurunnya massa, secara kekuatan dan Nee fungsi otot dikenal sebagai Sarkopenia.
Menurunnya kekuatan otot akibat penurunan massa otot, merupakan Faktor yang
prediktif yang penting dari keterbatasan fungsi dan stabilitas fisik lansia (Tantri,
Sunarti, Nurlaila & Wahono, 2017).
Kontraksi otot terjadi kama interaksi antara aktm dan myosin dimana
filament-filamen disorongkan satu terhadap yang lain. pergeseran filamen-filamen
tipis pada filamen- fiamen yang tebal yang saling bergerak dan saling mendekat dan
akan menimbulkan kontraksi otot Jadi jika kedua filament tersebut tidak terjadi
pergeseran maka tidak terjadi kontraksi pada otot dan nantinya akan terjadi
penurunan kekuatan otot (Rahmatullah & Lesmana, 2005).
b). Tulang
1). Os Femur
Femur atau tulang paha adalah tulang yang terpanjang dari tubuh tulang itu
bersendian dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sisi
menjulur medial lutut dan membuat sendi dengan tibia. pada dasar leher tulang ada
dua garis yang menghubungkan trokanter mayor dan trokanter minor yaitu garis
intertrokanter (Pearce, 2013)
2).Os Patela
Os patella atau tulang tempurung adalah tulang biji atau tulang sesamoid yang
berkenmbang di dalam tendon otot quadriceps ekstensor apeks patella meruncing
kebawah. permukaan anterior tulang kasar permukaan posterior halus dan bersendi
dengan permukaan patella ujung bawah femur (Pearce, 2013)
3). Os Tibia
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka utama tungkai yang terletak
medial dari fibula atau tulang betis, tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang
dan dua ujung. Ujung proksimalnya mempunyai dua bongkol kondilus medialis dan
kondilus lateralis. Pada permukaan tibia mempunyai fasies artikularis superior, dibagi
dua oleh eminensa interkondiloid medial dan lateral (Pearce, 2013)
4). Os Fibula
Os Fibula lebih kurang panjangnya dengan tibia, tetapi lebih kecil sehingga
lebih fleksibel. Ia tidak terletak pada sendi lutut, namun dibawah ia membentuk
malleolus lateralis dari art talocruralis (sendi pergelangan kaki). Tulang ini
mempunyai dua extermitas dan corpus fibula. Tulang fibula terletak disebelah lateral
dari tibia juga terdiri dari tiga bagian yaitu: epiphysis proximal, diaphysis, epiphysis
distalis (Pearce, 2013).
3. Etiologi
Penyebab dari Kelemahan otot quadriceps femoris pada lansia :
a). Penurunan massa otot dimana perubahan komposisi tubuh pada proses
penuaan akan menyebabkan perubahan massa otot yang terlihat dari penurunan
protein yang berperan dalam kontraksi otot (akrin dan miosin) (Putri &
Purnawati, 2017).
b). Penurunan kekuatan otot dimana Penurunan kekuatan otot dapat
menimbulkan penurunan kemampuan fungsional pada lansia karena kekuatan
otot mempengaruhi hampir semua aktivitas sehari-hari yang akhirnya dapat
menyebabkan lansia mengalami ketergantungan pada orang lain (Pinontoan,
Marunduh & Wungouw, 2015)
e). Trauma, dimana aktivitas fisik dan pekerjaan, adanya stress yang
berkepanjangan pada lutut seperti pada olahragawan dan pekerjaan yang terlalu
banyak menumpu pada lutut seperti membawa beban atau berdiri terus menerus,
mempunyai resiko lebih besar terkena riwayat trauma langsung maupun tidak
langsung (Suriani & Lesmana, 2013)
4. Patofisiologi
Penurunan kekuatan otot pada lansia disebabkan karna perubahan komposisi
tubuh pada proses penuaan yang akan menyebabkan perubahan massa otot yang
terlihat dari pernurunan protein yang berperan dalam kontraksi otot (aktin dan
miosin). Kontraksi otot terjadi tejadi akibat mekanisme pergeseran filament (filament
aktin bergeser di antara filamen miosin) Penurunan kekuatan otot pada lansia ini juga
terjadi akibat kebocoran Kalsium darı kelompok protein dalam sel otot yang disebut
ryanodine yang kemudian menmicu terjadinya rangkaian kejadian yang membatasi
kontraksinya serabut otot. Hal ini menyebabkan gangguan pada pelepasan kalsium
dari dalam sisterna reticulum sarkoplasma ke miofilamen gangguan pelepasan
kalsium menyebabkan terganggunya proses kekuatan menarik antara filamen aktin
dan miosin dimana kedua filamen tersebut tidak bergeser satu sama lain sebagaimana
mestinya. Hasil akhirnya berupa gangguan dalam terbentuknya kontraksi otot
sehingga kontraksi otot menjadi lemah pada lansia terjadi perubahan metabolisme
protein seperti meningkatnya ektraksi splanikus dan reststensi anabolik. Lansia
membutuhkan lebih banyak protein Ketidakseimbangan antara suplai protein dan
kebutuhan protein dapat mengakibatkan hilangnya massa otot Akibatnya, lansia yang
mengalami kehilangan massa otot dan kekuatan otot akan mengalami keterbatasan
fisik untuk melakukan aktivitas sehari- hari (Halim, 2017).
5. Patologi Fungsional
Perubahan marfologis pada otot yang mengalami kelemahan dapat
menyebabkan perubahan pada fungsional otot,dan yaitu terjadinya penurunan
kekuatan otot, elastisitas fleksibilitas otot, kecepatan waktu reaksi dan rileksasi dan
kinerja fungsional.
Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan yaitu:
a). Penurunan kemampuan mempertahankan keseimbangan tubuh
b). Hambatan dalam gerak duduk ke berdiri
c). Peningkatan resiko jatuh
d). Perubahan postur
6. Faktor Resiko
a). Usia, Karna seiring bertambahnya usia, kekuatan otot akan mengalami penurunan
secara bertahap
b). Jenis Kelamin, Kelemahan otot cendrung terjadi pada wanita
c). Faktor biomekanik, Faktor neuromuscular (ukuran cross sectional otot,recruitment
motor unit, tipe kontraksi, jenis serabut otot dan kecepatan kontraksi), faktor
metabolism yang berhubungan dengan ketersedian energ (Noviyanti, 2014)
1. Pemeriksaan khusus
a).Palpasi
Palpasi dalah suatu gerakan penekanan yang dapat dilakukan dengan
jari untuk mengetahui adanya sofiness atau kekakuan. Palpasi ini diperlukan
untuk memastikan otot yang mana berkontraksi sehingga terapis bisa
mendekteksi adanya subsitusi otot yang lain.
Teknik palpasi dengan cara meraba atau menekan dan memegang otot
yang akan di palpasi menggunakan jari thumb. Lakukan palpasi pada otot
Rectus Femoris. Origo Spina Iliaca anterior superior. Insertsio: Patella,
tuberositas tibia
b) Tes Isometrik
Tes untuk mengetahui kelemahan pada otot dapat dilakukan dengan
Isometrik, dimana gerakan isometrik akan menekankan pada kekuatan otot
dan stabilisasi sendi dalam kontraksi saat menerima tahanan.
2. Pengukuran
One Repetitif Maximum (1 RM) adalah suatu alat ukur untuk
menentukan atau mengukur kekuatan maksimum otot. Tes 1 RM
merupakan suatu metode yang populer dalam mengukur kekuatan otot isotonik.
Dimana pengukuran dilakukan dengan mengangkat beban maksimum dalam
satu pengulangan. Test daya tahan otot menggunakan beban 40% dari 1 RM.
Otot quadrisep dikontraksikan secara konsentrik dan eksentrik. Kontraksi
konsentrik secera cepat dan kontraksi eksentrik secara perlahan. Jumlah
frekwensi pengulangan yang dapat dilakukan merupakan nilai daya tahan otot.
Posisi pasien sangat bergantung dari otot yang akan di tes, kekuatan dan
juga kondisi keseluruhan dari pasien dan bagian tubuh yang di tes diposisikan
yang enak pada tempat yang relative keras dan bagian yang akan di tes bebas
dari pakaian. Tidak semua pasien bisa di tes dengan menggunakan posisi
standar yang digunakan untuk menentukan kekuatan otot berdasarkan gravitasi
:
a). Eleminasi gravitasi, segmen tubuh yang dites diposisikan sedemikian rupa
sehingga efek grafitasi terhadap kerja otot tertentu menjadi maksimal.
b). Melawan gravitasi, subjek diposisikan sedemikian rupa sehingga efek
grafitasi bekerja mempengaruhi segmen yang di tes
Tes Lingkup Gerak
Untuk mengetahui luasnya gerak sendi yang bisa terjadi karna kontraksi otot
yang akan di tes LGS untuk otot-otot tertentu tidak perlu/komplit seperti yang
dapat dilakukan otot yang bersangkutan pada sendi tersebut.
c). Palpasi
Palpasi harus dilakukan untuk memeriksa kontraksi otot di tes, Setiap otot dites
harus di palpasi sehingga 1 RM ini bisa menjadi pemeriksaan yang valid.
palpasi ini diperlukan untuk memastikan otot yag mana berkontraksi sehingga
terapis bisa mendekteksi kemudian adanya subsitusi otot yang lain
d). Tahanan
Tahanan manual diberikan sedemikian rupa schingga gaya tahanan selalu lurus
terhadap sumbu panjan segmen yang bergerak
e). Stabilisasi
Stabilisasi eksentrik atau fiksasi merupakan kekuatan imbangan terhadap
tahanan yang memberikan support kepada subyek Untuk membantu mencegah
terjadinya gerakan subsitusi. stabilisasi diberikan pada segmen tubuh bagian
proksimal.
f). Subsitusi
Gerakan subsitusi akan terjadi apabila otot-otot lemah atau gerakannya tidak
terkoordinasi.
g). Motivasi dari pasien
Keinginan pasien bergerak mempengaruhi hasil pengukuran
h). Nyeri
Nyeri yang dirasakan pasien dapat mempengaruhi motivasi pasien yang pada
akhirnya akan berpengaruh juga terhadap hasil pengukuran
C. Intervensi Fisioterapi
D. Kerangka Berfikir
Lansia (lanjut usia) adalah suatu tahap yang di lalui dalam proses kehidupan
pada setiap manusia yang ditandai dengan penurunan kemampuan dan fungsi tubuh
baik secara fisik maupun psikologis. Lanjut usia sangat dikaitkan dengan
proprioseptif yang berkurang, proses degeneratif pada sistem vestibular, reflek posisi
yang melambat, dan melemahnya kekuatan otot yang sangat penting dalam
memelihara postur. kelemahan otot dan ketidakstabilan atau nyeri sendi dapat
menyebabkan menjadi sumber gangguan postur selama gerakan volunteer.
Lansia mengalami kemunduran atau perubahan marfologis pada otot yang
menyebabkan perubahan fungsional otot yaitu penurunan kekuatan otot dan kontaksi
otot, elastisitas dan fleksibilitas otot. penurunan fungsi dan kekuatan otot akan
mengakibatkan penurunan kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan tubuh
lansia. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan
otot pada lansia diantaranya efek dari penuaan, inaktivitas atau imobilisasi,
kecelakaan dan penyakit degeneratif
Problematika fisioterapi pada kelamahan otot Quadriceps Femoris pada lansia
adalah 1) Anatomi impairment Penurunan tonus otot, Kelemahan otot Quadriceps
Femoris, Atropi 2) Functional Iimitation Adanya nyern gerak pada saat gerakan
Ekstensi Knee 3) Limitation activity Kelemahan otot saat berdiri terlalu lama,
berjalan, naik tangga, dan posisi berdiri ke jongkok. 4) Participant restriction:
Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari seperti shalat
Sehingga penanganan fisioterapi yang mampu mengatasi permasalahan pada
kelemahan otot Quadricepas Femoris pada lansia yaitu dengan menggunakan
intervensi Stregthening Exercise untuk meningkatkan kekuatan otot. Evaluasi yang
digunakan setelah pelaksanaan fisioterapi yaitu berupa 1RM (One Repetitif
Maximum)
Palpasi
Isometrik
Strengthening exercise :
Alat Ukur 1 RM
BAB III
LAPORAN STATUS KLINIS
B. Data-Data Medis
Diagnosa Medis : Kelemahan Otot Quadriceps femoris
Catatan Klinis :-
General Treatment : Fisioterapi
Medika Mentosa : Tidak ada mengkonsumsi obat
Hasil Lab : Tidak ada hasil lab
Foto Rontgen : Tidak ada foto rontgen
C. Segi Fisioterapi
1. Anamnesis (Auto / Hetero)
a). Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan nyeri pada area lutut dan paha.
5. Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami sakit yang sama dengan pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
a). Vital Sign :Tekanan Darah :140/90 mmHg
Denyut Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Temperatur : 36° C
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan :75 kg
b). Inspeksi : Statis : Terlihat perbedaan antara lutut kiri dan kanan. Lutut
kanan cendrung lebih kecil dari lutut sebelah kiri.
Dinamis : Saat berjalan pasien tampak menahan sakit.
Pasien kesulitan dari posisi duduk ke berdiri.
4. Diagnosa Fisioterapi
a). Impairment
- Anatomical impairment : Adanya Penurunan tonus otot, Kelemahan otot
Quadriceps Femoris, Atropi
- Functional impairment : Adanya nyeri gerak pada saat gerakan Ekstensi
Knee
b). Functional Limitation : Pasien tidak kuat berdiri terlalu lama, berjalan jauh,
naik tangga dan dari posisi jongkok ke berdiri.
c). Participant restriction : Pasien kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari.
pasien masih dapat mengikuti kegiatan sosial di
dalam masyarakat seperti wirid pengajian.
5. Rencana Evaluasi
Pada kasus ini fisioterapis menggunakan alat alat ukur 1RM (One Repetitif
Maximum) yang dievaluasi sebelum program treatment dan setelah program
treatment (setelah 12 kali terapi).
6. Prognosis
Quo ad vitam : Baik
Quo ad sanam : Baik
Quo ad cosmeticam : Baik
Quo ad fungsional : Baik
b) Tindakan Fisioterapi
Strengthening Exercise
Latihan 1 :Quadriceps Setting
- Persiapan pasien yaitu: Pasien duduk di atas bad/tempat tidur dengan
posisi lutut ekstensi dengan lulut pasien diberikan gulungan handuk
- Prosedur : Terapis memberikan arahan kepada pasien Instruksikan pasien
untuk menekan lutut ke bawah dan kencangkan otot paha dengan
pergelangan kaki dorsofleksi. Tahan selama 6 detik dilakukan 8 kali
pengulangan.
Tujuan
untuk penguatan otot quadriceps femoris yang mengalami kelemahan.
8. Evaluasi
Evaluasi dilakukan sebanyak 4 kali dilakukan setiap minggu selama 1 bulan.
Setelah dilakukan intervensi fisioterapi dengan menggunakan Strengthening Exercise
pada kondisi Pemurunan kekuatan Otot Quadriceps Femoris pada lansia yang
dilakukan terapi sebanyak 12 kali terapi dalam sebulan dengan evaluasi setiap
minggunya dan mendapatkan hasil adanya peningkatan kekuatan otot
Efek pemberian Strengthening Exercise pada kekuatan otot Quadriceps
PFemoris, Pada saat dilakukan latihan penguatan, pada saat itu otot akan berkontraksi
dimana akan terjadi proses sintesa protein pada kontraktil otot yang berlangsung lebih
cepat dari dari penghancurannya Hal yang terjadi kemudian adalah adalah bertambah
banyaknya filamen aktin dan miosin secars progresif didalam miofbril. Selanjutnys
miofibril menjadi hipertropi Serat yang mengalami hipertropi akan meningkatkan
komponen sistem metabolisme pospagen termasuk ATP dan faspokkrcatin, akibatnya
akan terjadi peningkatan kemampuan sistem metabolism aerob dan anaerob yang
mampu meningkatkan energi dan kekuatan otot.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A Kesimpulan
Pasien dengan Kelemahan otot Quadriceps Femoris untuk meningkatkan
kekuatan otot setelah dilakukan pemberian penatalaks fisioterapi dengan
Strengthening Exercise selama 12 kali dengan menggunakan 1RM didapatkan hasil
adanya Peningkatan kekuatan Otot dari Evaluasi 1-IV ada peningkatan .
B. Saran
Adapun saran yang berkaitan dengan kondiss Kelemahan Quadriceps Femoris
pada lansia yang dapat penelit berikan adalah sebagai berikut :
Kepada peneliti agar lebih bisa memberikan penjelasan tentang bagaimana efek dani
latihan yang di berkan agar pasien lebih bias memahami dan melakukannya dirumah
kepada peneliti agar memberikan penjelasan tentang kondisi yang akan memperburuk
kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA
Ardani, I. 2013. Eksistensi dukun dalam era dokter spesialis. Jurnal kajian sastra dan
budaya. 4(1):28-33
Ahmad, H., Aras, D. & Ahmad, A. 2014. Palpasi Anatomi Otot. Physiocare
Publishing : Makassar.
Chan, F. 2012. Strength Training (Latihan kekuatan). Jurnal Cerdas Sifa. Edisi
Nomor 1:1-6
Danismaya, I. 2010. Pengaruh terapi infra red terhadap kemampuan mobilitas fisik
lansia. Jurnal Fisioterapi Indonesia. 12(1):1-11.
Kusnanto, Indrawati, R. & Mufidah, N.. 2007. Peningkatan stabilitas postural pada
lansia Melalui balance exercise. Media Ners, 1(2):49-68.
Lumongga, F. 2004. Sendi Lutut. Sumatra Utara: Library.
Melianita, R. & Hardjono, J. 2015. perbedaan pengaruh pemberian latihan metode de
lorme dengan latihan metode oxford terhadap peningkatan kekuatnn olot quadriceps.
Jurnal Fisioterapi Indonesia. 5(2):1-16
Noviyanti, S. 2014. Hubungan kekuatan otot quadriceps femoris dengan resiko Jatuh
pada lansia. 1-12
Pinontoan, P. M., Marunduh, S. & Wungouw, H.I.S. 2015, Gambaran kekuatan otot
pada lansia di bplu senja cerah paniki bawah. Jurnal e-Biomedik (eBm). 3(1).
Suriani, S., Lesmana, I,. 2013. Latihan teraband lebih baik menurunkan nyeri dari ada
Tatihan quadriceps bench pada osteoatritis genu. Jurnal Fisioterapi 13(1):46-58
Sugjanto, 2009. Manual Terapt.