4.4 PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dijelaskan temuan penelitian seperti yang sudah
dijelaskan pada uji hipotesis, yaitu hasil uji pengaruh kepemilikan institusional,
Keuangan
saham yang dimiliki oleh pemegang saham institusional maka semakin besar pula
kinerja keuangan.
116
117
menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil
oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan
yang strategis sehingga mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba yang
Tabel 4.1
Perbandingan Rata-rata Nilai Kepemilikan Institusional
dengan Kinerja Keuangan
Dilihat dari data deskriptif pada Tabel 6.1 di atas dapat dilihat bahwa
tahun 2014 sampai tahun 2017 dan mulai kembali mengalami kenaikan pada tahun
2018 sampai tahun 2019. Secara umum besarnya kepemilikan institusional tetap
118
berada pada angka di atas 60%, artinya kepemilikan institusional masih menjadi
atas juga mengalami fluktuasi namun pada tahun 2016 terjadi kenaikan kinerja
keuangan yang signifikan sebesar 60,13%, dimana kenaikan ini ditopang oleh
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ahmad et al. (2019), Soufeljil et al. (2016), Haija dan Alrabba (2017), Masry
(2016), Tsouknidis (2019), Khamis et al. (2015), Amin dan Hamdan (2018),
Gugong et al. (2014), Mohammed (2018), serta Yahaya dan Lawal (2018)
ini tidak mendukung terhadap hasil penelitian yang dilakukan oleh Balagobei dan
Velnampy (2017), Pirzada et al. (2015), Folorunso dan Sajuyigbe (2018), Galal
dan Soliman (2017), serta Muthoni dan Olweny (2018) yang membuktikan bahwa
Kinerja Keuangan
berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja keuangan, hasil penelitian ini tidak
mendukung agency theory, dimana pada teori keagenan disebutkan bahwa adanya
dan pemegang saham supaya manajer akan mendapatkan dampak langsung dari
berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah
membuat manajer ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil
pemegang saham, maka manajer akan menutupi sebagian informasi tersebut. Hal
Tabel 4.2
Perbandingan Rata-rata Nilai Kepemilikan Manajerial dengan
Kinerja Keuangan
Dari Tabel 6.2 di atas dapat dilihat bahwa kepemilikan manajerial setiap
2014 dan tahun 2015 berada pada angka 6%, kemudian terjadi penurunan pada
tahun 2016 menjadi 4,7% serta kembali naik pada tahun 2017 dan tahun
2020 menjadi 5%. Dilihat dari rata-rata kepemilikan manajerial berada pada nilai
5%. Namun jika dilihat dari sampel penelitian yang berjumlah 39 perusahaan,
sepanjang tahun 2014 sampai tahun 2020. Perusahaan tersebut yaitu ANTM ( PT.
Aneka Tambang, Tbk), ARTI (PT. Ratu Prabu Energi, Tbk), BIPI (PT. Astrindo
BUMI (PT. Bumi Resources, Tbk), CITA (PT. Cita Mineral Investindo, Tbk),
DEWA (PT. Darma Henwa, Tbk), DSSA (PT. Dian Swastatika Sentosa, Tbk),
ELSA (PT. Elnusa, Tbk), ENRG (PT. Energi Mega Persada, Tbk), ESSA (PT.
Surya Esa Perkasa, Tbk), GEMS (PT. Golden Energy Mines, Tbk), GTBO (PT.
Garda Tujuh Buana, Tbk), INCO (PT. Vale Indonesia, Tbk), MBAP (PT.
Mitrabara Adiperdana, Tbk.), MYOH (PT. Samindo Resources, Tbk), PTBA (PT.
Bukit Asam, Tbk), PTRO (PT. Petrosea Tbk), SMMT (PT. Golden Eagle Energy,
Tbk), SMRU (PT. SMR Utama, Tbk), dan TINS (PT. Timah, Tbk).
atas juga mengalami fluktuasi namun pada tahun 2016 terjadi kenaikan kinerja
keuangan yang signifikan sebesar 60,13%, dimana kenaikan ini ditopang oleh
121
lebih baik. Proporsi kepemilikan manajerial masih sangat kecil yang menyebabkan
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Saidu dan Gidado (2018), Farouk dan Mailafia (2013), Zondi dan Sibanda (2015),
Folorunso dan Sajuyigbe (2018), Amin dan Hamdan (2018), Galal dan Soliman
(2017), Yahaya dan Lawal (2018), serta Muthoni dan Olweny (2018)
dewan komisaris tanpa memperhatikan prinsip kehati- hatian, maka mereka akan
ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang
Katper et al. (2018), Gugong et al. (2014), serta Mohammed (2018), dimana hasil
keuangan, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak dan luas kegiatan dan
citra yang cukup baik bagi perusahaan. Citra perusahaan yang baik akan membuat
maka penjualan perusahaan juga akan meningkat, hal tersebut juga akan
Selain itu, secara tidak langsung kegiatan CSR dapat menjadi bagian
tenaga kerja, dan Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi perhatian penting bagi
keputusan. Nilai positif yang didapat melalui kepercayaan para konsumen secara
tidak langsung berdampak pada keinginan konsumen yang berdampak juga pada
tanggung jawab sosial perusahaan merupakan good news bagi stakeholder. Good
123
Kondisi ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Heinze (1976)
kegiatan CSR berdasarkan GRI Standards 2018 sebesar 0,4757. Jika dilihat dari
konsumen, dan HAM secara umum sudah diungkapkan dalam annual report
stakeholder.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Arsoy et al. (2012), Hafez (2016), Ilmi et al. (2017), Jallo dan Mus (2017),
Firdaus et al, (2018), Maqbool dan Zameer (2018), Laili et al. (2019), Javeed dan
Lefen (2019) serta Cho et al. (2019) menunjukkan bahwa pengungkapan CSR
bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chetty et al.
(2015), Madorran dan Garcia (2016) serta Mansaray et al. (2017). Kebanyakan
iklan dan menghindari untuk memberikan informasi yang relevan. Oleh karena
itu, tak jarang perusahaan akan mengungkapkan hal-hal yang baik dan menutupi
hal yang menurut perusahaan tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan pada
Graves, 1997).
Perusahaan
125
peningkatan nilai perusahaan yakni agency conflict. Pihak institusi yang memiliki
karena jumlah dana investasi dari pihak institusi biasanya bernilai tinggi sehingga
akan diterima oleh pemilik saham institusi. Semakin tinggi tingkat kepemilikan
institusional maka semakin kuat tingkat pengendalian yang dilakukan oleh pihak
memiliki kekuatan yang cukup dalam hak voting. Perilaku ini terutama disebabkan
yang dilakukan oleh manajemen. Dengan seperti ini otomatis akan meningkatkan
126
nilai perusahaan dan para investor lebih percaya terhadap perusahaan yang
pengawasannya ketat.
Tabel 4.4
Perbandingan Rata-rata Persentase Kepemilikan Institusional
dengan Nilai Perusahaan
institusional dari tahun 2014 sampai tahun 2020 mengalami fluktuasi namun
secara rata-rata sebesar 63,74%. Artinya pemilik saham institusi memiliki peranan
penting dalam setiap pengambilan keputusan oleh manajer. Hal ini didukung oleh
data deskriptif nilai perusahaan dimana rata-rata dari tahun 2014 sampai tahun
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
127
Handayani et al. (2018), Murni (2015), Rasyid (2015), Vintilă dan Gherghina
(2015), Lawal et al. (2018), serta Muthoni dan Olweny (2018), dimana hasil
terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Astuti et al.
(2018), Rini et al. (2017), Willim (2015), serta Mohammed (2018) tidak sejalan
dengan hasil penelitian ini dimana hasil penelitian mereka membuktikan bahwa
Perusahaan
signifikan terhadap nilai perusahaan, hal ini berarti bahwa persentase kepemilikan
saham oleh manajerial membuat manjer ikut serta dalam pengambilan keputusan
oleh manajer, sehingga akan menarik minat investor eksternal untuk menanamkan
sahamnya karena semakin tinggi harga saham suatu perusahaan, maka akan
antara manajer (agent) dan pemilik (principal) perusahaan (Jensen and Meckeling,
manajer akan dapat merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang
128
diambilnya. Jika terjadi kesalahan maka para manajer yang memiliki saham akan
perusahaan.
Tabel 4.5
Perbandingan Rata-rata Persentase Kepemilikan Manajerial
dengan Nilai Perusahaan
Dari Tabel 6.5 di atas dapat dilihat bahwa kepemilikan manajerial setiap
tahunnya mengalami fluktuasi namun dilihat dari rata-rata dari tahun 2014 sampai
sebesar 5%, manajer mampu memberikan sinyal yang positif bagi pasar saham.
Hal ini didukung oleh data deskriptif nilai perusahaan dimana rata-rata dari tahun
2014 sampai tahun 2020 sebesar 1,3493. Hal ini menunjukkan bahwa manajer
mampu menaikkan nilai pasar saham perusahaan sebesar 1,3493 dari nilai
bukunya.
kepemilikan saham pada perusahaan oleh pihak manajerial, dimana manajer yang
129
sekaligus pemegang saham perusahaan akan berusaha bekerja secara optimal dan
saham diperusahaan akan meningkat pula. Selain itu adanya sebagian proporsi
saham perusahaan yang dimiliki oleh manajemen, maka hal tersebut akan
semakin meningkat yang diiringi pula dengan peningkatan nilai perusahaan yang
diperusahaan maka pihak stakeholder dapat memberikan insentif kepada agen atau
oleh Kamardin (2014), Wahba (2014), Katper et al. (2018), Dewata dan
Banaluddin (2012), Ruan dan Tian (2011), Mohammed (2018), Wahla et al.
(2012), serta Muthoni dan Olweny (2018) dimana hasil penelitian mereka
nilai perusahaan. Sedangkan hasil penelitian ini tidak didukung oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Berķe-Berga et al. (2017), Ilmi et al. (2017), serta
130
terhadap nilai perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak kegiatan
dan pengungkapan CSR maka akan berdampak terhadap nilai perusahaan. Adanya
pelaksanaan CSR yang semakin baik akan memberikan dampak baik untuk
kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang atau yang sering disebut dengan
sustainable development.
sinyal positif yang diberikan oleh perusahaan kepada pihak luar perusahaan yang
nantinya akan direspon oleh stakeholder dan shareholder melalui perubahan harga
saham perusahaan dan perubahan laba perusahaan. Semakin banyak aktivitas CSR
perusahaan yang dilaporkan akan semakin baik dimata investor maupun calon
maupun lingkungan alam. Hal tersebut akan meningkatkan minat calon investor
untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut, semakin banyak calon investor yang
namun cara untuk mencapai tujuan tersebut yang berbeda. Dengan melakukan
mendongkrak reputasi perusahaan dan membuka peluang pasar yang lebih luas.
131
Tabel 4.6
Perbandingan Rata-rata Persentase Pengungkapan CSR
dengan Nilai Perusahaan
Dari Tabel 6.6 di atas dapat dilihat bahwa secara umum rata-rata index
pengungkapan CSR dari tahun 2014 sampai tahun 2020 cukup stabil yaitu pada
angka 0,4 dengan rata-rata 0,4757. Hal ini juga berbanding lurus dengan rata-rata
nilai perusahaan dari tahun 2014 sampai tahun 2020 berada pada angka >1,
dimana harga pasar saham lebih besar dari nilai bukunya. Hal ini menunjukkan
Jallo dan Mus (2017), Tunpornchai dan Hensawang (2018), Titisari et al. (2018),
Sial et al. (2018), Jitmaneeroj (2018) serta Laili et al. (2019) dimana hasil
132
perusahaan.
dilakukan oleh Hafez (2016), Ilmi et al. (2017), Firdaus et al. (2018) serta Sopian
dan Mulya (2018) dimana pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan. Hal ini disebabkan oleh sebagian perusahaan dan investor masih
suka rela.
Perusahaan
terhadap nilai perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kinerja
keuangan perusahaan maka akan meningkatkan nilai pasar saham sehingga nilai
perusahaan juga akan ikut naik. Semakin baik kinerja keuangan perusahaan maka
Hasil penelitian ini mendukung dan sejalan dengan signalling theory yang
akan memberikan sinyal yang positif bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek
yang baik dimasa yang akan datang. Semakin tinggi keuntungan yang berhasil
bekerja dengan baik dan permintaan saham akan semakin meningkat sehingga
133
harga pasar saham juga akan meningkat. Dengan kata lain bahwa naiknya kinerja
keuangan perusahaan tersebut, membuat nilai pasar saham akan meningkat, hal ini
Tabel 4.7
Perbandingan Rata-rata Persentase Kinerja Keuangan dengan
Nilai Perusahaan
Dari Tabel 6.7 di atas dapat dilihat bahwa kinerja keuangan perusahaan
2016 sebesar 60,13%, namun tahun berikutnya kembali terjadi penurunan dan
(PT Atlas Resources, Tbk), ARTI (PT. Ratu Prabu Energi, Tbk), BIPI (PT.
Tbk), CTTH (PT. Citatah, Tbk), DKFT (PT. Central Omega Resources, Tbk),
GTBO (PT. Garda Tujuh Buana, Tbk), INDY (PT. Indika Energy, Tbk), PKPK
(PT. Perdana Karya Perkasa, Tbk) dan SMRU (PT. SMR Utama, Tbk).
134
Dari Tabel 6.7 di atas juga dapat dilihat bahwa nilai perusahaan mengalami
fluktuasi dari tahun 2014 sampai tahun 2020 dengan rata-rata sebesar 1,3493. Hal
ini menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari pada nilai buku saham
dibawah nilai 1 diantaranya ADRO (PT. Adaro Energy, Tbk), ARTI (PT. Ratu
Infrastruktur, Tbk), BRMS (PT. Bumi Resources Minerals, Tbk), CTTH (PT.
Citatah, Tbk), DEWA (PT. Darma Henwa, Tbk), DSSA (PT. Dian Swastatika
Sentosa, Tbk), ELSA (PT. Elnusa, Tbk), ENRG (PT. Energi Mega Persada, Tbk),
GTBO (PT. Garda Tujuh Buana, Tbk), HRUM (PT. Harum Energy, Tbk), INDY
(PT. Indika Energy, Tbk), KKGI (PT. Resource Alam Indonesia), MEDC (PT.
Medco Energi Internasional, Tbk), PKPK (PT. Perdana Karya Perkasa, Tbk),
PTRO (PT. Petrosea, Tbk) dan RUIS (PT. Radiant Utama Interinsco, Tbk).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sucuahi dan
Cambarihan (2016), Gharaibeh dan Qader (2017), Ilmi et al. (2017), Jallo dan
Mus (2017), Firdaus et al. (2018) serta Yanto (2018) dimana hasil penelitian