Anda di halaman 1dari 18

MODUL DOPS

STASE KDP
“TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM”

DISUSUN OLEH :
JITA INDAH SARI
(2011102412063)

PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan modul mata kuliah
KDP, dengan tepat pada waktunya. Salawat dan taslim senantiasa tercurah
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, para sahabat
dan pengikutnya yang senantiasa bertasbih sepanjang masa.
Modul ini berisikan tentang informasi mengenai ilmu keperawatan, yaitu
teknik relaksasi nafas dalam. Penulis menyadari bahwa modul ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan modul ini.
Akhir kata, ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan modul ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Samarinda, 12 Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. LATAR BELAKANG................................................................................1

B. TUJUAN..................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5

BAB III STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR...............................................9

BAB IV PENUTUP............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir dan kontraksi otot ekstrem.
Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya, juga akan terpengaruh,
mengakibatkan edema jaringan lunak, pendarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan
oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Bangun, 2016).
Badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO)
mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi
cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstremitas bawah sekitar 40% dari
insiden kecelakaan yang terjadi (Nurhidayah, 2012).
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018, bahwa dari
sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah
akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur
lainnya yaitu sekitar 67,9%. Dari 92.976 orang dengan kasus fraktur
ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.754 orang mengalami fraktur
pada femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.755 orang
mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang-tulang
kecil di kaki dan 337 orang mengalami fraktur fibula.
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal
dari suatu tulang (Black, 2014). Fraktur ekstremitas merupakan fraktur
yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan,
lengan, siku, bahu, pergelangan tangan, dan bawah (pinggul, paha, kaki
bagian bawah, pergelangan kaki). Fraktur dapat menimbulkan
pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas, kemerahan, krepitasi,

1
2

dan rasa nyeri (Black, 2014).


Salah satu manifestasi klinis dari pengkajian fisik akan ditemukan rasa
nyeri. Fraktur dapat menyebabkan nyeri terus-menerus, karena terlepasnya
kontinuitas tulang yang mengenai syaraf disekitarnya. Frasa nyeri ini dapat
timbul hampir pada setiap area fraktur (Black, 2014). Nyeri sulit
didefinisikan. Nyeri adalah gejala subjektif; hanya klien yang dapat
mendeskripsikannya. Definisi nyeri dalam kamus medis mencakup
perasaan distres, penderitaan, atau kesakitan, yang disebabkan oleh
stimulasi ujung syaraf tertentu.
Nyeri merupakan pengalaman sensasi dan emosi yang tidak
menyenangkan, keadaan yang memperlihatkan ketidaknyamanan secara
subjektif atau individual, menyakitkan tubuh dan kapan pun individu
mengatakannya. Pengurangan atau peredaan nyeri yang efektif dapat
dicapai dengan baik melalui kombinasi terapi farmasi dan non farmasi
Teknik non farmakologi meningkatkan penggunaannya dalam mengurangi
atau meredakan nyeri. Intervensi non farmakologi biasanya berguna
sebagai tambahan pengurangan atau pereda nyeri, saat klien menunggu
efek pengobatan, atau ketika efek samping atau kekhawatiran klien
membuat penggunaan medikasi menjadi bermasalah (Black, 2014)
Metode non farmakologi tersebut bukan merupakan pengganti untuk
obat-obatan, tindakan tersebut diperlukan untuk mempersingkat episode
nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Kelebihan dari
teknik relaksasi dibandingkan teknik lainnya adalah lebih mudah dilakukan
dan tidak ada efek samping apapun (Solehati, 2015).
Tindakan non farmakologis dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik relaksasi. Teknik relaksasi yang digunakan dalam mengatasi nyeri
yaitu dengan nafas dalam. Keuntungan dari teknik relaksasi nafas dalam
antara lain dapat dilakukan setiap saat di mana saja dan kapan saja,
caranya sangat mudah dan dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien
tanpa suatu media (Smeltzer, 2002).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu tindakan yang
dapat menstimulasi tubuh untuk mengeluarkan opioid endogen yaitu
endorphin dan enkephalin yang memiliki sifat seperti morfin dengan efek
analgetik (Smeltzer, 2002). Teknik relaksasi nafas dalam dipercaya dapat
menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu dengan
merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan
oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh
darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami
spasme dan iskemik (Smeltzer, 2002).

B. Tujuan
Mengetahui pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan intensitas nyeri fraktur.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Relaksasi Napas Dalam


Teknik relaksasi merupakan salah satu terapi non farmakologis yang
digunakan dalam penatalaksanaan nyeri (Tamsuri, 2007). Relaksasi
merupakan suatu tindakan untuk membebaskan mental maupun fisik dari
ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap
nyeri (Sulistyo, 2013). Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas
abdomen dengan frekuensi yang lambat dan berirama (Smeltzer, 2002).
Latihan napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri dari
pernapasan abdominal (diafragma) dan pursed lip breathing (Lusianah,
2012).
Melakukan relaksasi napas dalam untuk mengendalikan nyeri, di
dalam tubuh seseorang tersebut secara stimulan dapat meningkatkan saraf
parasimpatik maka hormon kortisol dan adrenalin yang dapat
menyebabkan stres akan menurun sehingga konsentrasi meningkat serta
merasa tenang untuk mengatur napas sampai pernapasan kurang dari 60-
70 kali per menit. Kemudian kadar PCO2 akan meningkat dan menurunkan
pH sehingga akan meningkatkan kadar oksigen dalam darah (Handerson,
2002).
Teori relaksasi napas dalam ini menjelaskan bahwa pada spinal cord,
sel-sel reseptor yang menerima stimulasi nyeri periferal dihambat oleh
stimulasi dari serabut-serabut saraf yang lain. Stimulasi yang
menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, maka
nyeri yang dirasakan menjadi berkurang (Priharjo, 2003). Dimana nyeri
akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari tiga bulan (PPNI, 2016).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi

4
5

secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan.


Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenisasi
darah (Smeltzer, 2002).

B. Tujuan Teknik Relaksasi Napas Dalam


Untuk meningkatkan ventilasi alveoli, meningkatkan efisiensi batuk,
memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, dan mengurangi
tingkat stres baik itu stres fisik maupun emosional sehingga dapat
menurunkan intesitas nyeri yang dirasakan oleh individu (Smeltzer, 2002).
Selain tujuan tersebut, terdapat beberapa tujuan dari teknik napas dalam
menurut Lusianah, Indaryani and Suratun (2012), yaitu antara lain untuk
mengatur frekuensi pola napas, memperbaiki fungsi diafragma,
menurunkan kecemasan, meningkatkan relaksasi otot, mengurangi udara
yang terperangkap, meningkatkan inflasi alveolar, memperbaiki kekuatan
otot-otot pernapasan, dan memperbaiki mobilitas dada dan vertebra
thorakalis.

C. Manfaat teknik relaksasi napas dalam


Teknik relaksasi napas dalam dapat memberikan berbagai manfaat.
Menurut Potter & Perry (2006), menjelaskan efek relaksasi napas dalam
antara lain terjadinya penurunan nadi, penurunan ketegangan otot,
penurunan kecepatan metabolisme, peningkatan kesadaran global,
perasaan damai dan sejahtera dan periode kewaspadaan yang santai.
Keuntungan teknik relaksasi napas dalam antara lain dapat dilakukan
setiap saat, kapan saja dan dimana saja, caranya sangat mudah dan dapat
dilakukan secara mandiri oleh pasien tanpa suatu media serta merilekskan
otot-otot yang tegang.
Sedangkan kerugian relaksasi napas dalam antara lain tidak dapat
dilakukan pada pasien yang menderita penyakit jantung dan pernapasan
(Smeltzer, 2002).
D. Pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan persepsi
nyeri
Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas
nyeri melalui tiga mekanisme yaitu:
a. Dengan merelaksasikan otot skelet yang mengalami spasme yang
disebabkan insisi (trauma) jaringan saat pembedahan.
b. Relaksasi otot skelet akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami trauma sehingga mempercepat proses penyembuhan dan
menurunkan (menghilangkan) sensasi nyeri.
c. Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh
untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorfin dan enkephalin
(Smeltzer, 2002).
Pernyataan lain mengatakan bahwa penurunan nyeri oleh
teknik relaksasi napas dalam disebabkan ketika seseorang
melakukan relaksasi napas dalam untuk mengendalikan nyeri yang
dirasakan, maka tubuh akan meningkatkan komponen saraf
parasimpatik secara stimulan, maka ini menyebabkan terjadinya
kadar hormon kortisol dan adrenalin dalam tubuh yang
mempengaruhi tingkat stres seseorang sehingga dapat meningkatkan
konsentrasi dan membuat pasien merasa tenang untuk mengatur
ritme pernapasan menjadi teratur.
Hal ini akan mendorong terjadinya peningkatan kadar PCO2
dan akan menurunkan kadar pH sehingga terjadi peningkatan kadar
oksigen dalam darah (Handerson, 2002).
7

BAB III

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


RELAKSASI NAPAS DALAM
No Dokumen No Revisi Halaman
191/FIK.3/B/2019 02 ¼

Tanggal Terbit Ditetapkan


04-09-2019 Kaprodi S1 Keperawatan dan Profesi Ners,
PROGRAM STUDI
S1 KEPERAWATAN
DAN PROFESI NERS Ns. Dwi Rahmah Fitriani, M. Kep
NIDN. 1119097601

Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu melakukan tindakan relaksasi napas dalam
Tujuan khusus
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan tujuan relaksasi napas dalam
2. Menjelaskan tahapan prosedur relaksasi napas dalam
3. Menerapkan relaksasi napas dalam pada klien secara benar
Pengertian
Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang mengalami
perasaan nyeri kronis.
Tujuan
1. Menghilangkan rasa nyeri
2. Merilekskan tubuh dan mengurangi kecemasan
3. Mengurangi gangguan kesulitan bernafas
4. Meningkatkan perasaan nyaman dan aman

NO ASPEK YANG DINILAI Ya Tdk Ket.


Pengkajian
Baca status klien
1
2 Kaji rasa nyeri yang muncul, lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, intensitas dan kualitas nyeri

3 Pantau keadaan klinis klien

7
8

4 Diagnosa keperawatan yang sesuai:


Nyeri akut / kronis berhubungan dengan agen pencedera
fisik/ kimiawi/ fisiologis.

Fase pre interaksi

5 Mempersiapkan pasien dan lingkungan


Alat Skala Nyeri

6 Mencuci tangan

Fase Orientasi

7 Memberi salam dan menyapa nama klien

8 Memperkenalkan diri

9 Melakukan kontrak

10 Menjelaskan Tujuan dan Prosedur pelaksanaan

11 Menanyakan kesediaan klien untuk dilakukan tindakan

12 Mendekatkan alat-alat

Fase Kerja

13 Menanyakan keluhan dan kaji gejala spesifik yang ada


pada klien

14 Membaca “Basmallah” dan menjaga privasi klien

15 Tempatkan pasien pada posisi yang dirasa nyaman dan


menyenangkan

16 Memberi instruksi kepada pasien dengan memberi


contoh

16 Menganjurkan pasien menarik napas dalam dari hidung


dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan 1-
3

17 Menganjurkan pasien mengeluarkan perlahan-lahan


nafas melalui mulut dengan bibir mecucu/memoncongkan
bibir sambal merasakan ekstrimitas atas dan bawah
rileks, perawat menghitung 1-3
18 Mengamati perkembangan dada dan perut

19 Memperbaiki tehnik bernafas pasien

20 Mengulangi prosedur sampai 10 kali

22 Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa


berkurang/rileks

23 Latihan dilakukan dalam 2 sesi yaitu pada pagi hari pukul


09.00 dan siang hari pukul 13.00. setiap sesi latihan
nafas dalam dilakukan sebanyak 3 kali

Fase Terminasi

24 Membaca hamdalah

25 Mengevaluasi respon klien

26 Memberi reinforcement positif

27 Membuat kontrak pertemuan selanjutnya

28 Mengakhiri pertemuan dengan baik: bersama klien


membaca doa

Artinya (Ya Allah. Tuhan segala manusia, hilangkan


segala keluhannya, angkat penyakitnya, sembuhkan
lah ia, engkau maha penyembuh, tiada yang
menyembuhkan selain engkau, sembuhkanlah
dengan kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit
lagi).
Dan berpamitan dengan mengucap salam pada pasien.
29 Merapikan alat

30 Mencuci tangan

Evaluasi

31 Evaluasi rasa nyeri dengan skala

32 Evaluasi respon klinis klien


Dokumentasi

33 Catat waktu pelaksanaan

34 Catat obat yang digunakan pada klien


35 Usahakan agar tetap konsentrasi

Unit Terkait
1. Departemen Keterampilan Dasar Profesi
2. Bagian Laboratorium Keperawatan
Referensi
1. Kozier, B., Erb, G.,Berwan, A.J., & Burke,K. (2008).
Fundamentals of Nursing:Concepts, Process, and Practice. New Jersey:
Prentice Hall Health.
2. Lynn, P (2011). Taylor’s Handbook of Clinical Nursing Skills. 3rd ed.
Wolter Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins.Philadelphia.
3. Mosby. (2014). Mosby’s Nursing Video Skills DVD Package: Basic,
intermediate and advanced. 4th Edition. Mosby:Elsevier Inc.
4. Potter, P.A. & Perry, A.G. (2010). Fundamental Keperawatan (3-vol set) .
Edisi Bahasa Indonesia 7.Elsevier (Singapore) Pte.Ltd.
5. Rebeiro G., Jack L., Scully N., Wilson D., Novieastari E., Supartini Y.
(2015). Keperawatan Dasar:Manual Keterampilan Klinis. Edisi Indonesia.
Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
11

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan terapi non farmakologis
yang efektif dapat mengurangi respon nyeri, ketegangan otot, rasa cemas
dan jenuh. Dalam melakukan teknik relaksasi nafas dalam yang perlu
diperhatikan ialah terciptanya lingkungan yang tenang, dalam keadaan
yang nyaman, dan rileks.

B. Saran
Bagi bidang keilmuan dan bagi praktisi keperawatan serta rumah
sakit diharapkan dapat meningkatkan kepuasan dengan memberikan
asuhan keperawatan secara komprehensif, pendidikan kesehatan yang
lebih di tekankan khususnya pada penderita dengan kasus pasca operasi
untuk meningkatkan proses penyembuhan, dan dapat dimanfaatkan oleh
mahasiswa bahwa:
1. Pengkajian
Melakukan pengkajian sebaiknya dilakukan dengan cara
mengkaji semua faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor
fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural karena
nyeri merupakan pengalaman yang subyektif dan dirasakan berbeda
pada masing-masing individu sehingga semua faktor tersebut harus
terkaji dan teratasi.
2. Diagnosa
Menegakkan diagnosa keperawatan sebaiknya dilakukan
berdasarkan pengumpulan dan analisis data yang cermat karena
diagnosa yang akurat dibuat hanya setelah pengkajian lengkap
semua variable untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan
sesuai dengan konsep kebutuhan dasar manusia.

11
12

3. Intervensi
Intervensi keperawatan dibuat sesuai dengan teori-teori yang
ada dan apa yang dibutuhkan pasien. Membuat tujuan atau kriteria
hasil harus terdapat tolak ukur sehingga perawat dapat mengukur
dan memantau perkembangan pasien terhadap tindakan yang
dilakukan sudah berhasil atau belum berhasil.
4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus dilakukan secara
berkelanjutan dengan melakukan asuhan keperawatan dengan dan
untuk pasien. Menuliskan informasi dengan cara
mendokumentasikannya sehingga penyedia layanan kesehatan
selanjutnya dapat melakukan tindakan dengan tujuan dan
pemahaman serta dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan
pasien sampai kriteria hasil atau tujuan tercapai.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara teliti dengan menganalisis respon
pasien, mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap
keberhasilan atau kegagalan, dan perencanaan untuk
mengidentifikasi apakah tindakan keperawatan yang diberikan telah
sesuai, perlu dilanjutkan atau perlu dimodifikasi untuk mencapai
kriteria hasil dan tujuan yang telah dibuat oleh perawat
DAFTAR PUSTAKA

Bangun, Argi Virgona, dkk. (2013). Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap


Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah di Rumah Sakit Dustira Cimahi.
Jurnal Keperawatan Soedirman Volume 8, No.2, Juli 2013. Cimahi:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jendral Achmad Yani.

Black, J.M. & Hawks, J.H. (2014). Medical-Surgical Nursing Clinical Management
for Positive Outcomes. (8th ed.). St. Louis: Elsevier

Handerson, M. (2002). Ilmu Bedah untuk Perawat Alih Bahasa : Dr. Andry
Hartono.Jakarta :EGC.

Kemenkes Ri. (2018). Riset Kesehatan Dasar : RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes Ri

Kozier, B., Erb, G.,Berwan, A.J., & Burke,K. (2008). Fundamentals


of Nursing:Concepts, Process, and Practice. New Jersey: Prentice Hall
Health.

Lusianah, Indaryani, E. D., & Suratun. (2012). Prosedur Keperawatan (p. 287).
Jakarta: Trans Info Media.

Lynn, P. (2011). Taylor’s Handbook of Clinical Nursing Skills. 3rd ed. Wolter
Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins.Philadelphia.

Mosby. (2014). Mosby’s Nursing Video Skills DVD Package: Basic, intermediate
and advanced. 4th Edition. Mosby:Elsevier Inc.

Nurhidayah, (2012), Perbedaan Tingkat Nyeri Sebelum Dan Sesudah Pemberian


Tehnik Relaksasi Pada Pasien Ca Mammae Di RSUD Sunan Kalijaga
Demak

Potter, & Perry . (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.

Priharjo, R. (2003). Perawatan nyeri. Jakarta: EGC.

Rebeiro G., Jack L., Scully N., Wilson D., Novieastari E., Supartini Y. (2015).
Keperawatan Dasar:Manual Keterampilan Klinis. Edisi Indonesia. Elsevier
(Singapore) Pte Ltd.

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol
3. Jakarta: EGC Sulistyo, Andarmoyo. 2013. Konsep & proses keperawatan
nyeri, Jogjakarta : Ar- Ruzzs Media

Solehati, T & Kosasih CE. (2015). Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam
Keperawatan Maternitas. Bandung : PT Refika Aditama
Sulistyo, A. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta: Ar-Ruzz
media

Tamsuri, A. (2007). Konsep & Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

WHO. (2011). A Decade Of Action For Road Safety: A Brief Planning Document.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai