Anda di halaman 1dari 26

ILMU BEDAH UMUM VETERINER

ANASTESI UMUM

Disusun oleh :

Dwi Aprillia Putri 1809511122

Desak Gede Bintang Pradnya Dewanti 1809511123

I Gusti Ngurah Putra Arimbhawa 1809511125

Ketut Ari Andhita Badraresta Arnaya 1809511126

Wafiq Annisa 1809511127

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-nya sehingga paper yang berjudul “ anastesi umum ” ini dapat tersusun hingga selesai.
Kami juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya, sehingga kami dapat menyelesaikan
paper ini, walaupun dalam proses penyusunannya mengalami berbagai kesulitan.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas ilmu bedah umum veteriner. Meskipun dalam
penyusunan paper masih terdapat kekurangan, baik dalam penyajian materi maupun dalam
penulisan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar paper
selanjutnya dapat tersusun lebih baik.

Denpasar, 19 Februari 2021

Hormat kami,

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................I

DAFTAR ISI ........................................................................................................................II

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1

1.1 latar belakang ..........................................................................................................1


1.2 rumusan masalah .....................................................................................................2
1.3 tujuan ......................................................................................................................2
1.4 manfaat ....................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................3

2.2 anastesi ....................................................................................................................3


2.3 anastesi umum .........................................................................................................4
2.4 onset dan sedasi ......................................................................................................6

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................7

3.1 definisi anastesi umum.............................................................................................7


3.2 stadium anastesi umum ...........................................................................................8
3.3 teknik pemberia obat anastesi umum ......................................................................10
3.4 obat-obat anastesi umum ........................................................................................12

BAB IV PENUTUP .............................................................................................................18

4.1 kesimpulan ..............................................................................................................18


4.2 Saran .......................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................20

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses anastesi umum ........................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Anestesi adalah tahapan yang sangat penting pada prosedur pembedahan.
Prosedur awal pembedahan harus didahului dengan pemberian anestesi karena
pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Clarke dan Hall, 1990). Anestesi
merupakan keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran
yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem syaraf pusat
karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan sensori pada syaraf. Agen
anestesi umum bekerja dengan cara menekan sistem syaraf pusat (SSP) secara reversibel
(Aji, 2000).
Anestesi yang diberikan pada hewan akan membuat hewan tidak peka terhadap rasa
nyeri sehingga hewan menjadi tenang, dengan demikian tindakan diagnostik, terapeutik
atau pembedahan dapat dilaksanakan lebih aman dan lancar (Benson dan Tranquilli,
1985). Anestesi pada hewan juga digunakan untuk menghilangkan rasa sakit,
menginduksi, relaksasi otot, mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan
meminimalkan kerusakan organ tubuh dan membuat hewan tidak terlalu banyak
bergerak (Aitkisan dan Rushman, 1993).
Dalam menunjang kelancaran pembedahan anastesi umum sangat memegang peranan
dimana Anestesi umum dapat didefinisikan sebagai keadaan umum dari depresi
fungsi sistem saraf pusat (Central Nervous System) yang menyebabkan hilangnya
respon dan persepsi terhadap rangsangan eksternal yang diberikan, tetapi hal ini tidak
berlangsung secara permanen (Evers dan Crowder,2001). Menurut Trevor dan Miller
(1998) Stadium dalam anestesi umum meliputi analgesia, amnesia, hilangnya
kesadaran, terhambatnya sensorik dan reflek otonom serta relaksasi otot. Keadaan ini
dicapai dengan pemberian obat anestesi umum baik melalui injeksi, inhalasi, maupun
kombinasi dari keduanya (Pablo, 2003).
Obat-obatan anestesi terutama diberikan harus memenuhi beberapa kriteria tertentu
untuk menghindari resiko-resiko yang tidak diinginkan. Kriteria tersebut meliputi obat
yang tidak bersifat toksik dan kumulatif di dalam tubuh pasien, potensinya besar

1
yaitu dalam dosis rendah mampu memberikan efek yang diinginkan, daya kerja cepat
diikuti dengan waktu pemulihan yang cepat pula, dapat dikombinasikan dengan
obat anestesi yang lain, tidak bersifat alergenik, tidak menimbulkan kesakitan saat
injeksi (Lee, 2007).

1.2 Rumusan masalah


1. apa yang dimaksud dengan anastesi umum ?
2. apa saja stadium yang termasuk dalam anastesi umum ?
3. apa saja teknik pemberian obat saat anastesi umum ?
4. apa saja obat-obat anastesi umum?

1.3 Tujuan
1. untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan anastesi umum
2. untuk mengetahui apa saja stadium yang termaasuk anastesi umum
3. untuk mengetahui apa saja teknik pemberian obat saat anastesi umum
4. untuk mengetahui obat apa saja yang digunakan saat anastesi umum

1.4 Manfaat
Diharapkan dengan penulisan paper ini dapat menambah wawasan dari mahasiswa yang
mengambil mata kuliah ilmu bedah veteriner maupun dari kalangan luas, agar mengetahui
tindakan anastesi umum serta teknik-teknik dan obat yang digunakan saat melakuka anastesi
umum

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anastesi
Anestesi adalah suatu keadaan ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap sensasi
akibat induksi obat. Anestesi atau pembiusan berasal dari bahasa Yunani yaitu “an" yang
berarti tidak atau tanpa dan “aesthētos” yang berarti persepsi atau kemampuan untuk merasa.
Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Secara umum, anestesi atau pembiusan berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Anastesi adalah keadaan tidak peka rasa sakit yang dimaksudkan agar hewan
tidak menderita, hewan menjadi tenang dan mudah dikendalikan (Retina dkk., 2015).
Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dan secara fisik
melalui penekanan sensori pada saraf. Tujuan dari pemberian anestesi adalah untuk
mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan beberapa
organ tubuh terutama pada pasien dengan kondisi khusus, seperti pada pasien tua, bayi atau
penderita penyakit komplikasi. Selain itu, tujuan anestesi juga untuk membuat hewan tidak
terlalu banyak bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus (Sardjana dan Kusumawati,
2004). Anastesi dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan pembedahan karena dalam
waktu tertentu dapat dipastikan hewan tidak dapat merasakan nyeri sehingga tidak
menimbulkan penderitaan bagi hewan (Sardjana dkk., 2004). Anestesi yang ideal adalah
tercapainya kondisi sedasi, analgesia, relaksasi, anestesi yang aman terhadap sistem vital
tubuh pasien, mudah diaplikasikan, memiliki durasi yang lama, dan biaya yang murah
(Sudisma et al., 2012).
Tahapan anestesi dapat dibagi dalam beberapa langkah, yaitu preanestesi, induksi,
pemeliharaan, dan pemulihan (McKelvey dan Hollingshead, 2003). Menurut Tranquilli et al.
(2007), obat-obatan anestesi umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute penggunaannya,
yaitu :

 Topikal misalnya melalui kutaneus atau membrana mukosa


 Injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal
 Gastrointestinal secara oral atau rektal

3
 Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas

Terdapat dua jenis anestesi, yaitu anestesi umum (pembiusan total) dan anestesi lokal
(pembiusan lokal) anestesi lokal. Pembiusan total atau anestesi umum adalah hilangnya
seluruh kesadaran total, sedangkan pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah hilangnya
rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh). Anestesi lokal
bekerja hanya melumpuhkan sebagian tubuh tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran. Pada
umumnya, obat-obatan anestesi secara primer memodifikasi fungsi sistem saraf pusat. Selain
itu, obat tersebut juga mempengaruhi sistem tubuh yang lain baik secara langsung maupun
tidak langsung (Sardjana, 2003). Pengaruh obat anestesi dapat menimbulkan efek trias
anestesia, yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri atau mati ingatan), analgesia (bebas nyeri atau
mati rasa), dan relaksasi otot rangka (mati gerak) (Mangku dan Senapathi, 2010).

2.2 Anastesi umum


Anestesi umum sering didefinisikan sebagai senyawa yang menyebabkan hilangnya
kesadaran pada manusia atau hilangnya refleks pada hewan. Anestesi umum juga bisa
diartikan sebagai suatu keadaan umum dari depresi fungsi sistem saraf pusat (Central
Nervous System) yang menyebabkan hilangnya respon dan persepsi terhadap rangsangan
eksternal yang diberikan yang tidak berlangsung secara permanen. Keuntungan dari anestesi
umum adalah prosedur kerja yang lebih cepat sehingga sering dilakukan pada kasus-kasus
dengan kecepatan waktu menjadi faktor utama, penurunan insidensi hipotensi dan juga
ketidakstabilan kardiovaskular, jalan napas, serta ventilasi tetap terjaga dan terkontrol
(Petropoulos et al., 2003). Stadium dalam anestesi umum meliputi analgesia, amnesia,
hilangnya kesadaran, terhambatnya sensorik dan reflek otonom serta relaksasi otot.
Pemilihan obat anestesi umum harus didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu jenis
operasi, lamanya operasi, temperamen hewan, fisiologis hewan, dan spesies hewan.
Pemberian obat anestesi umum dapat dilakukan melalui injeksi, inhalasi, maupun kombinasi
dari keduanya (Apritya dan Adriani, 2015). Menurut Morgan E.G. (2006), ada enam periode
dalam anestesi umum, antara lain sebagai berikut :

4
 Premedikasi
Premedikasi adalah tindakan awal anestesi dengan memberikan obat-obat pendahuluan
yang terdiri dari obat-obat golongan antikolinergik (atropin), sedatif (barbiturat), dan
analgetik (meperidine, morfin). Tujuan pemberian premedikasi adalah untuk
menimbulkan rasa nyaman, mengurangi sekresi kelenjar dan menekan refleks vagus,
memperlancar induksi, mengurangi dosis obat anestesi, serta mengurangi rasa sakit dan
kegelisahan pasca bedah.
 Induksi Anestesi
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar
sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi anestesi dapat
dikerjakan dengan empat cara pemberian obat-obat anestesi ke dalam tubuh, yaitu dengan
intravena (tiopental, droperidol), rektal (tiopental), intramuscular (ketamin) dan inhalasi
(halotan, sevofluran) (Latief, 2007). Tujuan dari tindakan induksi adalah untuk
mempercepat terjadinya proses anestesi dan menyenangkan.
 Periode Maintenance (Periode Pemeliharaan)
Periode maintenance atau periode pemeliharaan dihitung sejak mulainya induksi dan
selama pelaksanaan pembedahan.
 Periode Reversal (Periode Bangun)
Periode reversal atau periode bangun adalah periode dimana terjadi perubahan dari
tingkat kesadarannya hingga kesadarannya sempurna.
 Periode Recovery (Periode Pemulihan)
Periode recovery atau periode pemulihan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu reversal
(bangun dari anestesi), early recovery (permulaan pemulihan kesadaran), dan late
recovery (pemulihan kesadaran seperti semula).
 Periode Pasca Operasi
Periode pasca operasi merupakan periode dimana diharapkan pasien sudah dapat berdiri
dan berjalan sendiri serta tidak dijumpai kelainan respirasi, kelainan tekanan darah,
maupun gejala muntah.

5
2.3 Onset dan sedasi
Onset (waktu induksi) adalah waktu yang dibutuhkan suatu obat untuk memengaruhi
tubuh, sedangkan sedasi adalah lama hewan teranestesi (hilangnya kesadaran sampai sadar
kembali) (Michael, 1983). Onset dan sedasi merupakan hal yang sangat penting dalam
menentukan pengaruh obat terutama obat anestesi. Onset adalah waktu mulai pemberian
anastesi ke dalam tubuh sampai mulai menunjukkan hilangnya kesadaran dan tidak
merasakan sakit. Terdapat dua waktu pada onset, waktu onset pertama adalah waktu anastesi
diinjeksikan sampai hewan tidak dapat berdiri, pada waktu onset kedua adalah waktu antara
anastesi diinjeksikan sampai keadaan hewan tidak ada reflek atau hewan sudah tidak
merasakan sakit atau pada stadium operasi (Swarayana, 2015). Onset merupakan faktor
penting, terutama dalam manajemen nyeri pasca operasi.
Sedasi (kehilangan kesadaran) adalah waktu yang diukur dari mulai kejadian anastesi
sampai hewan mulai sadar (ada gerakan), ada respons rasa sakit, ada suara dari hewan, dan
ada reflek, Sedasi anastesi harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan
tindakan operasi (Swaryana, 2015). Periode pada saat permulaan sedasi terjadi relaksasi otot
skelet, terjadinya reflek palpebra, terjadinya depresi respirasi dan kardiovaskular, jika
kedalaman anastesi meningkat maka hewan akan menunjukkan depresi respirasi dan
kardiovaskular, pemberian anastesi dengan kondisi over dosis akan menyebabkan kegagalan
respirasi dan kardiovaskulari, Periode sedasi berakhir dan mulai memasuki periode recovery
atau disebut sebagai masa pemulihan, konsentrasi anastesi di otak berkurang (McKelvey dan
Hollingshead, 2003). Gejala klinis dari sedasi ditandai dengan hilangnya refleks, tremor, dan
hilang rasa sakit yang disertai dengan hilangnya kesadaran. Terjadinya respon sedasi pada
hewan ditandai dengan hilangnya respon palpebral dan hilangnya respon pupil (Sudisma
dkk, 2006). Lama onset (detik) dan sedasi (menit) dari anastesi

6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi anastesi umum
Istilah anestesi dimunculkan oleh Holmes pada tahun 1846 yang artinya tidak ada rasa
nyeri. Pada dasarnya, pemberian anestesi dilakukan untuk mengurangi bahkan
menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Anastesia
adalah keadaan tanpa rasa tetapi bersifat sementara dan dapat kembali kepada keadaan
semula. Karena hanya merupakan penekanan kepada fungsi atau aktivitas jaringan syaraf
baik lokal maupun umum (Sudismadkk, 2006). Anestesi adalah tahapan yang sangat penting
pada prosedur pembedahan. Prosedur awal pembedahan harus didahului dengan pemberian
anestesi karena pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Clarke dan Hall, 1990)
Anestesi umum (General anestesia) dapat didefinisikan sebagai keadaan umum dari
depresi fungsi sistem saraf pusat (Central Nervous System) yang menyebabkan hilangnya
respon dan persepsi terhadap rangsangan eksternal yang diberikan, tetapi hal ini tidak
berlangsung secara permanen (Evers dan Crowder,2001). Anestesi umum adalah keadaan
hilangnya nyeri diseluruh tubuh dan hilangnya kesadaran sementara. Tanda-tanda anestesi
umum telah bekerja adalah hilangnya koordinasi anggota gerak, hilangnya rasa sakit atau
respon syaraf perasa dan pendengaran. Stadium dalam anestesi umum meliputi analgesia,
amnesia, hilangnya kesadaran, terhambatnya sensorik dan reflek otonom serta relaksasi otot.
Keadaan ini dicapai dengan pemberian obat anestesi umum baik melalui injeksi, inhalasi,
maupun kombinasi dari keduanya (Pablo, 2003). Salah satu syarat Anestesi umum adalah
terjadinya analgesia, yaitu suatu keadaan hilangnya sensibillitas terhadap rasa nyeri.
Terjadinya analgesia pada hewan ditandai dengan hilangnya respon nyeri apabila dilakukan
ransangan cubit (Sudisma dkk, 2006). Anestesi umum pada anjing dapat diberikan secara
parenteral atau inhalasi. Sebelum anestesi umum dilakukan, biasanya diberi preanestesi atau
premedikasi, yaitu suatu subtansi yang terdiri dari sedativa atau tranquliser sebagai
penenang dan substansi anti kolinergik yang berguna untuk menekan produksi air liur agar
hewan tidak mengalami gangguan bernafas selama pembiusan

7
3.2 Stadium anastesi umum
Anestesi umum (GA) menyebabkan hilangnya sensasi total, dan kehilangan kesadaran total
pada pasien. Dapat diberikan dengan menghirup gas tertentu atau cairan yang diuapkan,
infus intravena, atau induksi rektal. Secara tradisional, kedalaman anestesi telah
digambarkan sebagai kemajuan melalui sejumlah tingkatan. Meskipun ini tidak benar-benar
konsisten dengan pemahaman neurologi saat ini, ini tetap menjadi alat klinis yang berguna.

Ada empat stadium dari anestesi :

Stadium 1 : Voluntary excitement


Stadium analgesia merupakan stadium pertama. Analgesia merupakan hilangnya rasa sakit
tanpa kehilangan sensasi indera lainya. Mengacu pada tahap analgesia (mengurangi sensasi
nyeri) dan induksi (sadar hingga tidak sadar). Hewan mulai kehilangan kesadaran, tidak lagi
dalam kendali tubuh sepenuhnya. Karakteristik pada stadium ini diantaranya ketakutan,
perasaan tidak enak, struggling, urinasi, buang air besar, peningkatan detak jantung dan laju
pernapasan. Tahap berakhir dengan hilangnya kemampuan untuk berdiri dan berbaring.

Stadium 2 : Involuntary excitement


Periode gerakan tidak sadar; "Involuntary excitement" - dapat melukai tubuh hewan atau ahli
anestesi. Selama periode ini, terdapat berbagai reaksi yang melibatkan aktivitas otot dan
mengigau. Hewan mungkin menjadi sangat agresif. Semua refleks masih ada dan mungkin
tampak berlebihan. Hewan mungkin menunjukkan gerakan yang tidak disengaja dengan
cepat dari anggota badan, vokalisasi dan meronta. Stadium ini harus berlangsung
sebentar/pendek. Diakhiri dengan relaksasi otot, penurunan laju pernapasan, dan penurunan
aktivitas reflex

8
Stadium 3 : Surgical anaesthesia
Tahap pembedahan dan operasi. Ini dibagi menjadi 4 plane:

Stadium III Plane 1: tidak memadai untuk melakukan operasi. Karakteristik pada stadium ini
pola pernapasan teratur, tidak ada gerakan anggota tubuh yang tidak disengaja, bola mata
mulai berputar ke arah perut, pupil menyempit sebagian, refleks cahaya pupil menurun,
tabung endotrakeal dapat dilewatkan dan dihubungkan ke mesin anestesi gas, serta refleks
lain masih ada tetapi respons menurun.
Stage III Plane 2: Kedalaman yang sesuai untuk sebagian besar prosedur bedah. Ditandai
dengan respirasi teratur dan dangkal dengan kecepatan menurun, tekanan darah dan
serangan jantung sedikit menurun, tonus otot rileks, refleks kaki dan refleks menelan tidak
ada, semua yang lain hadir, serta rotasi mata ventromedial
Stage III Plane 3: pernapasan dangkal <12 per menit, tidak ada respons terhadap operasi,
detak jantung 60-90, posisi mata sentral, tetapi dapat berputar ke bagian perut, refleks
cahaya pupil lamban atau tidak ada, cukup melebar. semua refleks berkurang atau tidak ada.
Stage 3 Plane 4: Early anesthesia overdose. Ditandai dengan pernafasan perut, Pupil
sepenuhnya membesar - tidak responsif terhadap PLR, semua refleks tidak ada, depresi
sistem kardiovaskulor, pucat selaput lendir, peningkatan CRT, tonus otot lembek, detak
jantung <60, napas tersentak-sentak.

Stadium 4 : Excessively deep


Atau dikenal sebagai stadium overdosis. Pada stadium ini harus menangani dengan cepat,
karena dapat menyebabkan kematian akibat depresi kardiovaskular dan ventilasi yang parah.
Segera lakukan resusitasi untuk menyelamatkan pasien.

9
Gambar 1. Proses anastsi umum

3.3 Teknik pemberian obat anastesi umum


1. Anestesi umum intravena
Obat anestesi umum intravena biasanya pertama kali diberikan sebagai bolus besar untuk
mengisi volume distribusi kompartemen pusat, yang kemudian diikuti dengan dosis
rendah terus menerus untuk mempertahankan konsentrasi plasma obat yang efektif
selama prosedur anestesi (Beths 2008; Waelbers et al. 2009). Pemberian obat anestesi
intravena untuk pemeliharaan anestesi dapat dilakukan dengan beberapa suntikan bolus
atau infus kontinyu dengan kecepatan tetap atau variabel (Beths 2008; Waelbers et al.
2009). Injeksi bolus multipel intermiten obat IVA sangat sederhana, tetapi ditandai
dengan konsentrasi plasma obat yang tidak konsisten, kedalaman anestesi yang
bervariasi dan dapat mengakibatkan pemulihan anestesi yang buruk dan / atau
berkepanjangan (Beths 2008; Joubert 2009). Pemberian obat anestesi intravena secara
terus menerus dapat dilakukan dengan menggunakan kantong cairan intravena, buretrol
atau alat suntik yang dikendalikan oleh pompa volumetrik dasar (driver jarum suntik)
atau pompa yang dikendalikan komputer (Beths 2008; Waelbers et al.2009). Jika obat
anestesi intravena diberikan dari kantong cairan yang mengandung obat atau buretrol,
laju pemberian dihitung turun per detik dan disesuaikan seiring waktu untuk mencapai
efek anestesi yang diinginkan (analgesia, hipnosis, anestesi bedah). Namun, pemberian
obat anestesi intravena dapat dilakukan dengan cara yang lebih canggih dengan teknik

10
infus laju konstan (CRI) menggunakan jarum suntik konvensional yang digerakkan oleh
pompa, atau dengan teknik infus terkontrol target (TCI) menggunakan komputer yang
sangat canggih- pompa terkontrol yang menyesuaikan laju pemberian obat untuk
mempertahankan plasma target yang ditetapkan pengguna atau konsentrasi obat di lokasi
efek (Mani & Morton 2010; Waelbers et al. 2009).
Namun, pemberian obat anestesi intravena dengan teknik TCI masih merupakan
keinginan yang dibuat-buat dalam praktik anestesi ruminansia karena tidak tersedianya
sistem infus dan terbatasnya farmakokinetik populasi obat yang sesuai (Hatschbach et al.
2008).

2. Anestesi umum inhalasi


Anestesi umum inhalasi adalah teknik yang populer dan cukup aman untuk memberikan
anestesi untuk pembedahan dan prosedur diagnostik medis (7,8). Anestesi inhalasi
merupakan salah satu metode anestesi yang memberikan anestesi umum. Jenis anestesi
ini diterapkan dengan mudah pada semua spesies hewan. Dengan anestesi inhalasi,
anestesi gas diberikan langsung ke sistem pernafasan dengan vaporizer yang dipasang ke
mesin anestesi. Untuk memberikan anestesi umum, agen anestesi harus ditembus ke
epitel alveolar, didistribusikan dengan darah dan disalurkan ke otak. Agen inhalasi
menghasilkan anestesi melalui efeknya pada sistem saraf pusat. Kedalaman anestesi
tergantung pada konsentrasi agen di otak. Istilah yang lebih baik daripada konsentrasi
adalah tekanan atau tegangan parsial, karena agen ini berbentuk gas, dan biasanya kita
mengukur konsentrasinya dalam satuan tekanan. Tetapi anestesi inhalasi memerlukan
perangkat yang rumit, mahal, dan mempunyai waktu induksi (onset) relatif lambat, serta
tidak praktis dalam menangani kasus pembedahan di lapangan. (Pemayun et al. 2018)

11
3.4 Obat-obat anastesi umum
Keadaan anestesia dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dan secara fisik
melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-obat anestesi umunya diklasifikasikan
berdasarkan cara penggunaanya, yaitu :
1. Topikal, misalnya melalui kutaneus atau membran mukosa
2. jeksi seperti intravena, subkutan, intramuskuler, dan intraperitoneal
3. Gastrointestinal misalnya secara oral atau rektal
4. Respirasi atau inhalasi, (Adam, 2001)

Beberapa obat-obat tersebut antara lain:

1. Atropin
Atropin berasal dari golongan antikolinergik yaitu obat yang berkhasiat
menekan/menghambat aktivitas kolinergik atau parasimpatis. Atropin merupakan protipe
tersier dari agen amin muskarinik. Atropin merupakan kristal tidak bewarna dan tidak
berbau, atau putih, bubuk kristalin. Atropin dalam injeksi dilaporkan kompatibel dengan
beberapa agen berikut seperti, benzquinamide HCl, butorphanol tartat, chlorpromazine
HCl, cimetidin HCl (tanpa pentobarbital), dimenhydrinat, dipenhydramin HCl,
dobutamin HCl, droperidol, fentanyl sitrat, glycopyrolate, hydromorpone HCl,
hydroxizine HCl, meperidine HCl, pentazocine laktat, pentobarbital sodium,
perphezanine, prochlorperazine edisilat, promazine HCl, prometazine HCl, dan
skopolamin HBr. Dan dilaporkan tidak kompatibel dengan norepinephrin bitartat,
metarominol bitartat, methohexital sodium, dan sodium bikarbonat. Kompatibilitasnya
bergantung pada faktor pH, konsentrasi, temperatur dan diluent yang digunakan.
(Plumbs,2005).
Mekanisme kerja asetilkolin pada organ yang diinervasi serabut saraf otonom para
simpatis atau serabut saraf yang mempunyai neurotransmitter asetil kolin. Obat ini
menghambat muskarinik secara kompetitif yang ditimbulkan olehasetil kolin pada sel
efektor organ tertentu pada kelenjar eksokrin, otot polos, dan otot jantung, namun efek
yang lebih dominan pada otot jantung, usus, dan bronkus (Mangku dan Senapathi,
2010).Menurut Plumb (2005), atropin seperti agen muskarinik lainnya, menghambat

12
asetilkolin atau kolinergik lain secara kompetitif pada ikatan neuroefektor parasimpatik
postganglionik. Dosis tinggi dapat memblok reseptor nikotinik pada autonomik ganglia
dan pada ikatan neuromukuler. Efek farmakologik, berelasi pada dosisnya. Pada dosis
rendah mengakibatkan salivasi, sekresi bronchial, dan keringat dihambat. Pada dosis
moderat atropin mengakibatkan dilatasi dan menghambat akomodasi pada pupil, dan
meningkatkan frekuensi jantung. Dosis tinggi akan menurunkan motilitas gastrointestinal
dan saluran urinaria. Dan dosis yang sangat tinggi akan menghambat sekresi gastrik.
Atropin dikontraindikasikan pada pasien dengan glukoma, adhesi antara iris dan lensa,
hipersensitif pada obat antikolinergik, takikardia sekunder hingga thyrotoxikosis atau
insufiensi kardia, iskemi myokardia, penyakit obstruksi gastrointestinal, paralisis ileus,
kolitis ulseraif berat, obstruksi uropathy, dan myastenia gravis. Atropin dapat
memperburuk beberapa gejala yang terlihat dengan toksisitas amitras, mengakibatkan
hypertensi, dan lebih lanjut lagi menghambat peristaltis (Plumb, 2005).

Dosis atropin yang dipakai pada anjing untuk preanestesi adalah

1. 0,022-0,044 mg/kg IM atau SC (Muir, dalam Plumb 2005)

2. 0,074 mg/kg IV, IM, atau SC (pak injeksi atropin, S.A-Fort Dodge, dalam

Plumb 2005)

3. 0,02-0,04 mg/kg SC, IM, atau IV (Morgan 1988, dalam Plumb, 2005)

2. Xilasin
Xilasin merupakan golongan alpha2-adrenergic agonist, digunakan sebagai sedatif dan
analgesik pada beragam spesies, namun penggunaannya pada kucing dapat menimbulkan
emetik (muntah). Xilasin dilaporkan kompatibel dicampur dengan beberapa obat seperti
acepromazine, buprenorphine, butorphanol, dan meripidine dalam satu spuit. (Plumb,
2005) Xilasin diklasifikasikan sebagai sedatif/analgesik dengan kemampuan relaksasi
otot. Meskipun proses xilasin memiliki kemiripan aksi farmakologis dengan morphine,
xilasin tidak menyebabkan eksitasi CNS (central nervous system) pada kucing, kuda, dan
sapi, tapi dapat menyebabkan sedasi dan depresiCNS. Xilasin menyebabkan relaksasi

13
otot rangka melalui jalur sental termediasi (central mediated pathaways). Emesis
(muntah) sering dijumpa pada kucing dan kadang-kadang juga dijumpai pada anjing yang
diberi xilasin. Ketika melalui mediasi sentral, baik dopaminergik bloker (seperti,
phenotiazine) maupun alpha-blokers (yohimbine, tolazoline) memblok efek emetik.
xilasin tidak menyebabkan muntah pada kuda, sapi, domba atau kambing. xilasin
menekan mekanisme thermolegulatori. (Plumb, 2005) Efek pada sistem kardiovaskuler
meliputi peningkatan inisial total resistensi periperal dengan peningkatan tekanan darah
diikuti dengan periode panjang dari tekanan darah yang rendah. Efek bradikardia dapat
terlihat pada beberapa hewan yang mengalami heart blok derajat 2-3 atau aritmia yang
lain. Menurunkan cardiac output sebesar 30%. xilasin dilaporkan dapat meningkatkan
efek aritmogenik dari epineprin pada anjing. (Plumb, 2005)

3. Ketamine
Ketamine adalah anestetikum umum injeksi golongan nonbarbiturat, termasuk golongan
phenilsycloheksamin. Ketamine mempunyai efek analgesia yang sangat kuat akan tetapi
efek sedasi dan hipnotiknya kurang (tidur ringan). Ketamine dapat meningkatkan tekanan
darah sistol maupun diastol kira kira 20-25% karena adanya aktivitas saraf simpatik yang
meningkat dan depresi baroreseptor. Pemberian anestetikum ketamine secara tunggal
dosis 10-15 mg/kg berat badan secara intramuskular pada anjing akan menimbulkan
kekejangan otot dan hipersalivasi serta durasi kerja anestesi yang sangat pendek. Untuk
mengatasi kerugian penggunaan anestetikum ketamine secara tunggal, ketamine sering
dikombinasikan dengan obat lain sebagai preanestesi.

4. Propofol
Propofol adalah anestesi umum injeksi turunan alkil penol (2,6-diisopropylphenol),
mempunyai pH netral, dan dapat diberikan dalam bentuk emulsi minyak dalam air.
Walaupun propofol memperlihatkan warna putih seperti susu, tetapi sangat aman
diberikan secara intravena dan dapat diberikan secara berulang-ulang atau sebagai
alternatif dapat diberikan secara infusi terus-menerus. Propofol mempunyai efek
analgesia yang sangat ringan akan tetapi efek sedasi dan hipnotiknya sangat kuat. Efek
samping penggunaaan propofol adalah hipotensi, apnea, dan rasa sakit pada tempat

14
suntikan. Efek samping utama yang sangat dihindari dari propofol adalah penekanan
sistem respirasi. Efek samping tersebut sangat berkaitan dengan dosis dan kecepatan
penyuntikannya, keuntunganpenggunaan propofol akan diperoleh dengan cara
mengkombinasikan dengan agen anestetikum lain untuk menurunkan dosis dan
meminimalkan pengaruh buruk yang ditimbulkan (Stawicki, 2007).

5. Etomidat
Etomidat berbentuk kristal putih, dapat larut dalam air, etanol, dan propilin glikol.
Etomidat adalah sedatif hipnotik imidazol yang biasanya digunakan sebagai induksi
anestesi pada anjing dan kucing. Kombinasi anestetikum dengan etomidat menghasilkan
relaksasi otot yang baik tetapi tidak menghasilkan analgesia dan durasinya sangat singkat
seperti propofol, karena metabolisme etomidat sangat cepat. Etomidat mempunyai
pengaruh yang minimal terhadap fungsi kardiovaskuler seperti denyut jantung, curah
jantung, dan tekanan darah. Etomidat dapat diberikan secara infusi dengan kecepatan
dosis 50-150 μ/kg/menit.

6. Nitrous Oxide (N2O)


Nitrous Oxide (N2O) atau dinitrogen monoksida adalah anestesi inhalasi yang diperoleh
dengan cara memanaskan amonium nitrat (NH4NO3) sampai 240°C. Gas ini bersifat
anestetikum lemah, tetapi analgesianya kuat sehingga jarang digunakan secara tunggal.
Anestetikum yang sering dikombinasikan dengan N2O adalah halotan. Pada akhir
anestesi setelah N2O dihentikan akan cepat keluar mengisi alveoli sehingga terjadi
pengenceran oksigen dan terjadi hipoksia difusi.Untuk mengatasi hipoksia difusi,
biasanya diberikan 100% oksigen selama 5-10 menit. Potensi N2O digunakan pada
hewan tidak baik karena mempunyai MAC yang tinggi. MAC N2O pada manusia
mendekati 100%, tetapi pada anjing hampir 200% dan kucing mendekati 250% (Latief et
al., 2007; McKelvey dan Hollingshead, 2003).

7. Halotan
Halotan sering digunakan sebagai induksi anestesi dikombinasikan dengan N2O halotan
adalah analgesik lemah, tetapi sifat anestesinya kuat sehingga kombinasi keduanya sangat

15
ideal. Pemeliharaan anestesi dengan halotan biasanya digunakan dosis 1-2% pada napas
spontan atau dosis 0,5-1% pada napas terkendali, dan dapat disesuaikan dengan respon
klinis pasien.Nilai MAC halotan adalah moderat, potensinya berada diantara
metoksifluran dan isofluran, yaitu 0,3-0,75%. Halotan mempunyai tekanan uap yang
tinggi sehingga memerlukan ketelitian penggunaan vaporizer yang lebih tinggi.
Penggunaan vaporizer yang memiliki tingkat ketelitian kurang dapat menyebabkan
konsentrasi halotan mencapai 30%, padahal konsentrasi normal halotan yang diperlukan
untuk anestesi adalah 1-2%sehingga penggunaan halotan memerlukan vaporizer khusus.
Halotandapat menyebabkan vasodilatasi cerebral, meningkatkan aliran darah pada otak
yang sulit dikendalikan. Kelebihan dosis halotan menyebabkan depresi napas,
menurunkan tonus simpatik, terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi
vasomotor, dan depresi miokardium. Halotan dimetabolisme 20% di hati secara oksidatif
menjadi komponen bromin, klorin, dan asam trikloro asetat. Halotan menyebabkan
gangguan hati dan pasca pemberian sering menyebabkan pasien meninggal (Latief et
al.,2007; McKelvey dan Hollingshead, 2003).

8. Desfluran
Desfluran adalah halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip dengan
isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan anestetikum lainnya, sehingga
perlu menggunakan vaporizer khusus. Potensi desfluran sangat rendah (MAC 6,0%),
bersifat simpatomimetik, menyebabkan takikardia dan hipertensi. Pengaruh depresi
nafasnya sama dengan isofluran dan merangsang jalan napas atas sehingga tidak dapat
digunakan sebagai induksi anestesi.

9. Isofluran
Isofluran merupakan halogenasi eter dan secara kimia sangat mirip dengan metoksifluran
dan sevofluran. Rentang keamanan isofluran lebih lebar dibandingkan halotan dan
metoksifluran, sehingga sangat umum digunakan pada hewan terutama anjing dan kuda
walaupun dengan harga yang lebih mahal. Penggunaaan isofluran pada dosis anestesi atau
subanestesi menurunkan metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi akan meningkatkan
aliran darah di otak dan tekanan intrakranial, sehingga menjadi pilihan pada pembedahan

16
otak. Pengaruh terhadap jantung dancurah jantung (cardiac output) sangat minimal,
sehingga dapat digunakan pada pasien dengan kelainan jantung. Potensi isofluran lebih
kecil jika dibandingkan dengan halotan karena mempunyai nilai MAC lebih tinggi
dibandingkan halotan. Pemeliharaan anestesi dengan isofluran biasanya digunakan
konsentrasi 1,5-2,5% isofluran dalam oksigen (Latief et al.,2007; McKelvey dan
Hollingshead, 2003).

17
BAB IV
PENUTUP
4.1 kesimpulan
Anestesi umum sering didefinisikan sebagai senyawa yang menyebabkan hilangnya
kesadaran pada manusia atau hilangnya refleks pada hewan. Anestesi umum juga bisa
diartikan sebagai suatu keadaan umum dari depresi fungsi sistem saraf pusat (Central
Nervous System) yang menyebabkan hilangnya respon dan persepsi terhadap rangsangan
eksternal yang diberikan yang tidak berlangsung secara permanen.
anestesi umum memiliki enam periode, antara lain sebagai berikut : premedikasi,
induksi anastesi, periode maintenance, periode reversal, periode recovery, periode
pascaoprasi lalu dalam anastesi umum kita harus mengerti apa yang disebut onsen dan
sedasi karna kedua hal ini sangat mempengaruhi suatu tindakan pembedahan, Onset (waktu
induksi) adalah waktu yang dibutuhkan suatu obat untuk memengaruhi tubuh, sedangkan
sedasi adalah lama hewan teranestesi (hilangnya kesadaran sampai sadar kembali)
sedangkan Sedasi (kehilangan kesadaran) adalah waktu yang diukur dari mulai kejadian
anastesi sampai hewan mulai sadar (ada gerakan), ada respons rasa sakit, ada suara dari
hewan, dan ada reflek, Sedasi anastesi harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk
melakukan tindakan operasi.
anastesi umum dibagi menjadi empat stadium yaitu : Stadium 1 yaitu Voluntary
excitement (merupakan hilangnya rasa sakit tanpa kehilangan sensasi indera lainya),
Stadium 2 yaitu Involuntary excitement (Periode gerakan tidak sadar ), Stadium 3 yaitu
Surgical anaesthesia (Tahap pembedahan dan operasi ), dan Stadium 4 yaitu Excessively
deep (stadium overdosis ), dalam anastesi umum ada dua teknik pemberian obat yaitu
:Anestesi umum intravena (secara langsung kedalam pembuluh darah vena ) dan Anestesi
umum inhalasi (anestesi gas diberikan langsung ke sistem pernafasan dengan vaporizer yang
dipasang ke mesin anestesi), dan dalam pemberian Obat-obatan anestesi umunya
diklasifikasikan berdasarkan cara penggunaanya, yaitu : Topikal, misalnya melalui kutaneus
atau membran mukosa, injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskuler, dan
intraperitoneal, Gastrointestinal misalnya secara oral atau rektal dan Respirasi atau inhalasi
adapun beberapa obat-obat yang sering digunakan sat anastesi umum yaitu : Atropin,
Xilasin, Ketamine, Propofol, Etomidat, Nitrous Oxide (N2O), Halotan,Desfluran, Isofluran

18
4.2 saran
Sangat dianjurkan agar pembaca maupun dari kalangan masyarakat bisa mengetahui tentang
apa itu anastesi umum serta bagaimana tahapan-tahapan saat ingin melakukan anastesi
umum serta mengetahui bagaimana teknik pemberian obat dalam anastesi umum yang
nantinya akan sangat berguna dalam proses pempedahan
Kami menyadari pembuatan paper ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Kami juga berharap
paper ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya menambah wawasan mengenai
anastesi umum.

19
DAFTAR PUSTAKA

Aji D. 2000. Perbandingan efek anestesi nembutal dan kombinasi xylazin-nembutal,


terhadap kadar glutation reduktase pada anjing. J Sain Vet, 17(2): 18-23.
Aitkisan RS, Rushman GB. 1993. Synopsis of anesthesia, The Iowa State
University Press, James Lowa, USA
Aitkisan RS, Rushman GB. 1993. Synopsis of anesthesia, The Iowa State University Press,
James Lowa, USA.
Apritya, D. Ardiani, T. 2015. “PERBANDINGAN MULA DAN LAMA KERJA ANESTESI
UMUM DENGAN PREMEDIKASI ANTARA ACEPROMAZINE DENGAN
KOMBINASI ACEPROMAZINE-ATROPINE SULFAT PADAKUCING LOKAL
(FelisDomestica)”.Vitek Vol 05
APAYDIN, N., 2019. Inhalation Anesthesia: Technical Information and Inhalant Anesthetics.
Journal of Faculty of Veterinary Medicine, Erciyes University/Erciyes Üniversitesi
Veteriner Fakültesi Dergisi, 16(3).
Apritya, D. dan Ardiani, T. 2015. Perbandingan Mula dan Lama Kerja Anestesi Umum dengan
Premedikasi antara Acepromazine dengan Kombinasi Acepromazine-Atropine Sulfat pada
Kucing Lokal (Felis Domestica). Jurnal Vitek. Vol. 2 : 1-6.
Benson GJ, Thurmon JC, Tranquilli WJ, Smith CW. 1985. Cardiopulmonary effects of an
intravenous infusion of ouaifenesin, ketamine and xylazine in dogs. Am J Vet Res, 49:
1896-1898
Brighton Dzikiti, T., 2013. Intravenous anaesthesia in goats: a review. Journal of the South
African Veterinary Association, 84(1), 1-8.

Clarke KW, Hall LW. 1990. A Survey of anaesthesia in small animal practice. J Ass Vet
Anaesthesia, 17: 4-10
Chad R. Brown, Dvm. 2019. Be your clinic’s “go to” Anesthesia Technician. Assistant Professor
of Veterinary Technology Mountwest Community & Technical College
https://vvma.org/resources/Documents/Brown%20Go%20To%20Anesthesia%20Tech
%20Part%201%20and%202.pdf diakses pada tanggal 19 Februari 2021

20
Dharmayudha, AAGO. Gorda, IW. Wardhita, AAGJ. 2012. “PerbandinganAnestesi Xylazin-
Ketamin Hidroklorida dengan Anestesi Tiletamin-Zolazepam terhadap Frekuensi Denyut
Jantung dan Pulsus Anjing Lokal”. Buletin Veteriner Udayana Vol. 4 No.1. :9-15
Evers, A.S., C.M. Crowder. 2001. The Pharmacological basis of Therapeutics 10th Ed,. McGraw
Hill : USA.
Fadhli, C et al. 2016. “PERBANDINGAN ONSET DAN SEDASI KETAMIN-XILAZIN DAN
PROPOFOL PADA ANJING JANTAN LOKAL(Canis familiaris)”. Jurnal Medika
Veterinaria Vol. 10 No. 2
Gaol, RL et al. 2016. “Gambaran Darah Anjing Yang Diinjeksi Xilasin-Ketamin Secara
Subkutan”. Buletin Veteriner Udayana Volume 8 No. 1: 99-105
Gente, M., Leman, M.A. and Anindita, P.S., 2015. Uji Efek Analgesia Ekstrak Daun Kecubung
(Datura metel L.) Pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Jantan. e-GiGi, 3(2).
I G N. Sudisma at al. 2016. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Udayana. Denpasar
Lee, L. 2007. Canine & Feline Anesthesia. Center for Veterinary Health Sciences. 11-16
Mangku, G. dan Senapathi. T.G.A, 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Penerbit
Indeks. Jakarta.
McKelvey, D. dan Hollingshead, K.W. 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia. 3rd Ed.
United States of America: Mosby. 448 hlm.
Morgan, E.G., Mikhail, M.S. dan Murray, M.J. 2006. Clinical anesthesiology. Edisi ke-4. New
York: McGraw-Hill Companies.
Pablo, L.S. 2003. Total IV Anesthesia in Small Animals. College of Veterinary Medicine,
University of Florida Gainesville, Fl. USA
Pemayun, I.G.A.G.P. and Sudisma, I.G.N., 2018. Anestesi Tetes Infus Gravimetrik Ketapol
sebagai Alternatif Bius Umum Secara Inhalasi Guna Menjaga Status Teranestesi pada
Babi. Jurnal Veteriner, 19(1), pp.126-136.

Retina, Y., Era, H.M. dan Desty, A. 2015. Perbedaan Efektivitas Anastesikum Antara Zoeletil
Acepromacin pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Jurnal Kajian Veteriner. 3(2).
Sardjana, I. K.W. dan Kusumawati. 2004. Anestesi Veteriner Jilid I. Gadjah Mada University
Press. Bulaksumur, Yogyakarta. 49 hlm.

21
Sardjana, I.K., Wiarsa dan Kusumawati, D. 2004. Anestesi Veteriner. Jilid I. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Sudisma, I.G.N., Widodo, S., Sajuthi, D., Soehartono, H. 2012. Anestesi Infus Gravimetrik
Ketamin dan Propofol pada Anjing. Jurnal Veteriner. Vol. 13 (2) : 189-198.
Trevor, A.J and R.D. Miller. 1998. Farmakologi Dasar Dan Klinik Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Tranquilli, W.J. 2007. Veterinary Anesthesia and Analgesia, Edisi ke-4. Ames: Blackwell.
Yusuf, MC el al. 2018. “PENGARUH KETAMIN-XYLAZIN TERHADAP ONSET DAN
SEDASI KUCING LOKAL ( Felis catus ) YANG DIOVARIOHISTEREKTOMI”.
JIMVET 2(4):599-603

22

Anda mungkin juga menyukai