ANESTESI UMUM
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
Fakultas Kesehatan
S1 Farmasi
i
2019/2020
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Farmakologi II dengan judul “Anestesi
Umum”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen Farmasi Miming
Andika, M.Farm yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada
tahun 1846. Asal kata Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani An- “tidak,
tanpa” dan aesthetos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”), secara berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat yang digunakan
dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik dan kelompok ini dibedakan
dalam anestetik umum dan anestetik lokal. Bergantung pada dalamnya pembiusan,
anestetik umum dapat memberikan efek analgesia yaitu hilangnya kesadaran,
sedangkan anastetik lokal hanya menimbulkan efek analgesia. Anestesi umum
bekerja disusunan saraf pusat, sedangkan anastetik lokal bekerja langsung pada
serabut saraf di perifer.
Anestesi umum (General Anestesia) disebut pula dengan nama Narkose
Umum (NU). Anastesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversibel. Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko
yang tidak di inginkan dari pasien.
Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran,
sevofluran). Analgesia di dapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu. Obat-
obat tertentu misalnya thiopental hanya menyebabkan tidur tanpa relaksasi atau
analgesia, sehingga hanya baik untuk induksi. Hanya eter yang memiliki trias
anestesia.Karena anastesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka
trias anastesi di peroleh dengan menggabungkan berbagai macam obat. Eter
menyebabkan tidur, analgesia dan relaksasi, tetapi karena baunya tajam dan
kelarutannya dalam darah tinggi sehingga agak mengganggu dan lambat (meskipun
1
aman) untuk induksi. Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot
(muscle relaxant). Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot
sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan. Obat-obat opium seperti morfin
dan petidin akan menyebabkan analdesia dengan sedikit perubahan pada tonus otot
atau tingkat kesadaran. Kombinasi beberapa teknik dan obat dapat dipergunakan
untuk mencapai tujuan ini kombinasi ini harus dipilih yang paling sesuai untuk
pasien. Tujuan anastesi umum adalah menjamin hidup pasien, yang memungkinkan
operator melakukan tindakan bedah dengan leluasa dan meghilangkan rasa nyeri.
B. Rumusan Masalah
Topik yang penulis bahas pada makalah ini perlu diberikan rumusan masalah agar
lebih memudahkan dan tidak terjadi kesalah pahaman dalam menjawab permasalahannya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis berikan ada beberapa rumusan sebagai
pertanyaan dalam makalah ini. Berikut rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai
berikut.
1. Jelaskan secara rinci pokok bahasan tentang anestesi umum !
2. Apa saja penggolongan obat dari anestesi umum ?
3. Bagaimana obat bisa mencapai target pada terapi ?
4. Jelaskan 1 kasus dan alasan menggunakan obat yang diberikan !
C. Tujuan
Tujuan dari permasalahan ini sesuai dari rumusan masalah yang telah
disampaikan. Hal tersebut untuk memudahkan hal yang harus dilakukan berdasarkan
masalah yang akan dibahas. Berikut tujuan dari permasalahan dari makalah ini.
1. Mendeskripsikan secara rinci pokok bahasan tentang anestesi umum
2. Mendeskripsikan penggolongan obat dari anestesi umum
3. Mendeskripsikan obat bisa mencapai target pada terapi
4. Mendeskripsikan 1 kasus mengenai anestesi umum dan alasan menggunakan
obat yang diberikan.
2
BAB I
PEMBAHASAN
2. DEVINISI
Anestesi (pembiusan; berasal dari Bahasa Yunani an-"tidak, tanpa"
dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan
pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
3
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat
anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan
kesadaran. Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti perut, maka selain hilangnya
rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot yang optimal agar operasi
dapat berjalan dengan lancar (Ibrahim, 2000).
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anesthesia
yang ideal terdiri:
1. Hipnotik
2. Analgesia
3. Relaksasi otot
Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan
sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen narkotika yang
dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar. Sebaliknya,
barbiturate dan penenang tidak menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak
sadar.
Tanda-tanda dan tingkat anestesi. Anastesik mendepresi SSP secara perlahan,
yang dapat dibagi menjadi 4 tahap:
1. Tahap I atau analgesia
Tahap ini ditandai dengan berkurangya respon terhadap nyeri perasaan enak
atau euforia dan hilangnya kesadaran (tidur).
2. Tahap II atau delirium
Fase ini juga disebut excitement karena terjadi perangsangan simpatik. Yaitu
terjadi peningkatan tekanan darah, kecepatan denyut jantung, pernafasan dan
tonus otot. Dalam fase ini dapat terjadi aritmia jantung namun karena adanya
depresi hipotalamus menyebabkan masuk pada fase III.
3. Fase III
Dalam fase ini tindakan pembedahan dilangsungkan. Dalam tahap ini
terjadi depresi SSP yang dalam terapi fungsi jantung dan pernafasan
kembali normal disertai reflek spinal terhambat oleh otot skelet relaksasi.
4. Fase IV
4
Fase IV atau paralisis medula, ini terjadi kalau over dosis, yaitu terjadi
hambatan pusat jantung dan pernafasan di medula.
5
terutama pada anak-anak atau setelah operasi lanjutan, dan memiliki keuntungan
yang tidak memerlukan akses intravena yang sangat sulit.
Sebuah kanula kecil ditempatkan secara subkutan selama anestesi dan
dapat diganti, jika perlu, dengan relatif mudah. Bahkan analgesia yang dikontrol
pasien (PCA) telah digunakan secara efektif oleh rute ini.
e. Rektal
Teknik ini mengurangi masalah metabolisme lintas pertama dan
kebutuhan akan suntikan. Metode digunakan pada anak-anak dan orang dewasa
(parasetamol, diklofenak, ibuprofen) untuk analgesia pasca operasi. Namun,
proporsi obat yang diserap sangat bervariasi.
f. Transdermal
Sediaan transdermal merupakan salah satu bentuk sistem penghantaran
obat dengan cara ditempel melalui kulit. Rute penghantaran obat secara
transdermal merupakan rute pilihan alternatif untuk beberapa obat, karena
mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat memberikan efek obat dalam
jangka waktu yang lama, pelepasan obat dengan dosis konstan, cara penggunaan
yang mudah, dan dapat mengurangi frekuensi pemberian obat.
g. Inhalasi
Obat yang diberikan terutama bronkodilator dan steroid. Atropin dan
adrenalin diserap jika disuntikkan ke cabang bronkial dan metode ini
menawarkan rute pemberian bantuan dalam keadaan darurat jika tidak ada
metode pemberian lain yang memungkinkan. Opioid seperti fentanil dan
diamorfin telah diberikan sebagai larutan nebulasi tetapi teknik ini tidak rutin.
h. Epidural
Metode ini adalah rute umum pemberian obat dalam praktek anestesi.
Ruang epidural sangat vaskular dan jumlah obat yang signifikan dapat diserap
secara sistemik, bahkan jika ada pembuluh yang dihindari oleh jarum atau
kanula.
Opioid berdifusi melintasi dura untuk beraksi pada reseptor opioid spinal,
tetapi banyak dari aksi mereka ketika diberikan secara epidural adalah hasil dari
penyerapan sistemik. Komplikasi termasuk haematoma dan infeksi, penusukan
6
dural yang tidak disengaja dengan konsekuensi sakit kepala atau pemberian obat
pada tulang belakang.
i. Spinal (Subarachnoid)
Ketika diberikan secara spinal, obat-obatan memiliki akses bebas ke
jaringan saraf dari sumsum tulang belakang dan dosis kecil memiliki efek yang
mendalam, cepat, keuntungan dan juga kerugian dari metode ini. Pengikatan
protein bukan merupakan faktor yang signifikan karena konsentrasi protein CSF
relatif rendah.
4. INTERAKSI OBAT
Anestesi meningkatkan potensi blokade otot non-depolarisasi. Suksinil
kolin dan anestesi ester bergantung pada pseudokolinesterase untuk
metabolismenya. Pemberian bersamaan dapat meningkatkan potensi masing
masing obat. Dibucaine, anestesi lokal amida, menghambat pseudokolinesterase
dan digunakan untuk mendeteksi kelainan genetik enzim. Inhibitor
pscudokolinacstcrase dapat mcnycbaban penurunan mctabolisme dari ancstesi
lokal estcr. Cimetidine dan propanolol menurunkan aliran darah hepatik dan
bersihan lidokain. Level lidokain yang lcbih tinggi dalam darah meningkatkan
potensi intoksikasi. Opioid (misal, fentanil, morfin) dan agonis adrenergik α2
(contoh: epinefrin, klonidin) meningkatkan potensi penghilang rasa nyeri anestesi.
Kloroprokain epidural dapat mempengaruhi kerja analgesik dari morfin
intraspinal.
7
Khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi khasiat analgetisnya dan daya
relaksasi ototnya ringan. Halotan digunakan dalam dosis rendah dan
dikombinasi dengan suatu relaksans oto, seperti galamin atau
suksametonium.
Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat, mudah
digunakan, tidak merangsang mukosa saluran napas.
Bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli
danmengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi.
Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide, klorida
anorganik, dan trifluoacetik acid.
Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi,
jika penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.
Dosis: tracheal 0,5-3 v%.
2) Enfluran
Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis
pembedahan, juga sebagai analgetikum pada persalinan. Memiliki daya
relaksasi otot dananalgetis yang baik, melemaskan otot uterus, dan tidak
begitu menekanSSP.
Resorpsinya setelah inhalasi , cepat dengan waktu induksi 2-3
menit. Sebagian besar diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan
utuh, dansisanya diubah menjadi ion fluoride bebas.
Efek samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan
merangsang SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil), serta
mual dan muntah, dapat meningkatkan perdarahan pada saat persalinan,
SC, danabortus.
3) Isofluran (Forane)
Bau tidak enak
Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi
otot baik.
8
Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi
bronkhi,meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual,
muntah,dan keadaan tegang
4) Desfluran
Dessfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan
efek klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap.
Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.
Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk
induksianeste
5) Sevofluran
Merupakan halogenasi eter
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas
Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada
laporantoksik terhadap hepar
9
Dws : 2-4ml lar 2,5% scr intermitten tiap 30-60 dtk ada capaian.
b) Ketamin
Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dg kerja singkat. Analgesik
kuat utk sistem somatik, lemah utk sistem viseralKetamin sering
menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyerikepala, pasca
anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur,dan mimpi
buruk. Dosis 0.1 mg/kg intravena dan untuk mengurangisalivasi diberikan
sulfas atropin 0.001 mg/kg.
2) Fentanil dan droperidol
Analgesik & anestesi neuroleptik
Kombinasi tetap. Aman diberikan pada penyakit yg alami hiperpireksia
anestesi umum lain
Fentanil : masa kerja pendek, mula keja cepat.
Droperidol : masa kerja lama& mula kerja lambat
3) Propofol
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg).
Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa
detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.
Dosis untuk anestesi intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi
untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. Pada manula dosis harus dikurangi,
pada anak <3 tahun dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.
Interaksi obat
Propofol di kombinasikan dngan opiate,N2O dengan propofol IV 1,5-2,5
mg akan menimbulkan induksi anastesia, tetapi dengan pemulihan cepat dan
pasien akan merasa lebih baik,di nbanding pengunaan anastetik lain. Studi
klinis menunjukkan bahwa injeksi propofol bila digunakan dalam kombinasi
dengan hypocarbia meningkatkan serebrovaskular resistensi dan penurunan
otak aliran darah, otak metabolik oksigen konsumsi, dan intrakranial tekanan.
propofol injeksi Emulsion serebrovaskular tidak mempengaruhi perubahan
reaktivitas karbon dioksida arteri ketegangan,dan efek profol terhadap
10
pernapaan mirip dengan efek thiopental sesuda pemberian IV yakin terjadi
depresi napas sampai apnoe asampai 30 detik, hal ini di perkuat bila di
gunakan opioid sebagai medikasi pra-anastesik
4) Diazepam
Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan
kegelisahan,efek relaksasi otot yang bekerja secara sentral, dan bila
diberikan secara intravena bekerja sebagai antikejang. Respon obat
bertahan selama 12-24 jam menjadi nyata dalam 30-90 mnt setelah
pemberian secara oral dan 15 menit setelah injeksi intravena.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap benzodiazepine,
pemberian parenteral dikontra indikasikan pada pasien syok atau koma
-Dosis : induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB
5) Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan
dosistinggi.
Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak
digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung.
Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50
mg/kg, dilanjutkan dengan dosis rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.
11
3) Depresi pada susunan saraf pusat.
4) Nyeri tenggorokan.
5) Sakit kepala.
6) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
7) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan
oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O
dan eter.
8) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan
isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga
merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi
ringan.
9) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
10) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal,
sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
12
harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anastesik lemah, tetapi
analgesiknya kuat sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang
persalinan. Jarang digunakan sendiri tetapi dikombinasikan dengan salah satu
cairan anestesik lain.
b. Halotan
Merupakan anestetik golongan hidrokarbon yang berhalogen. Halotan
menjadi standar bagi anastesik lain yang kini banyak dipakai karena zat inilah
semua itu dikembangkan. Halotan merupakan anastesik yang kuat dengan efek
analgesik yang lemah. Induksi dan tahapan anastesia dilalui dengan mulus, dan
pasien segera bangun setelah anestetik dihentikan. Halotan secara langsung
menghambat otot jantung dan otot polos pembuluh darah serta menurunkan
aktifitas saraf simpatik. Penurunan tekanan darah terjadi akibat 2 hal, yaitu (1)
depresi langsung pada miokard dan (2) dihambatnya refleks baroresptor terhadap
hipotensi. Eksresi halotan umumnya melalui paru, hanya 20% yang
dimetabolisme dalam tubuh untuk kemudian dibuang melalui urin dalam bentuk
asam trifluoro asetat, trifluoroetanol, dan bromida.
c. Enfluran
Enfluran adalah anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar.
Enfluran menyebabkan fase induksi anestesia yang relatif lambat. Kadar yang
tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler dan perangsangan SSP, untuk
menghindari hal ini enfluran diberikan dalam kadar rendah bersama N2O.
Enfluran menyebabkan relaksasi otot rangka lebih baik dari pada halotan,
sehingga dosis obat pelumpuh otot nondepolarisasi harus diturunkan. Sebagian
besar enfluran dieksresi dalam bentuk utuh melalui paru-paru, 2-10%
dimetabolisme di hati menghasilkan ion fluor. Ion F- hasil metablosme enfluran
ternyata tidak membahayakan ginjal sehingga masih dipandang aman untuk
pasien yang fungsi ginjalnya menurun, kecuali pada pasien yang juga mendapat
isoniazid. Eksresi F- meningkat pada urin basah. Enfluran bisa menyebabkan efek
samping paska pemulihan berupa menggigil karena hipotermia, gelisah, delerium,
mual, atau muntah.
d. Isofluran
13
Merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestesik atau sub anestesik
dapat menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meniggikan
aliran darah otak dan tekanan intrakranial, namun hal ini dapat dikurangi dengan
teknik anestesia hiperventilasi, sehingga banyak digunakan untuk bedah otak.
e. Sevofluran
Merupakan anastesik inhalasi baru yang membrikan induksi dan
pemulihan lebih cepat dari pendahulunya. Sayangnya, zat tidak stabil secara
kimiawi bila terpajan absroben CO2, sevofluran akan terurai menghasilkan zat
bersifat nefrotoksik. Metabolismenya di hatipun menghasilkan ion fluor yang juga
merusak ginjal. Oleh karena itu kedudukan sebagai zat anestetik inhalasi belum
jelas.
2. Anestesik intravena
Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anestesia,
induksi dan pemeliharaan anestesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada
anesthesia atau tambahan pada anelgesia regional dan sedasi pada beberapa
tindakan medik atau untuk membentu prosedur diagnostik misalnya tiopental,
ketamin dan propofol. Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan
propofol. Anestesia intravena ideal membutuhkan kriteria yang sulit dicapai oleh
hanya satu macam obat yaitu larut dalam air dan tidak iritasi terhadap jaringan,
mula kerja cepat, lama kerja pendek, cepat menghasilkan efek hypnosis,
mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia pascaanestesia, dampak yang
tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat dieliminasi oleh
tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi respirasi dan kardiovaskuler, pengaruh
farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ, tanpa efek samping (mual-
muntah), menghasilkan pemulihan yang cepat. Untuk mencapai tujuan diatas, kita
dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain. Kombinasi
beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat
menutupi pengaruh obat yang lain.
14
Keuntungan anestesi intravena lebih dapat diterima pasien, tahap yang
tidak sadar lebih cepat dan lebih menyenangkan bagi ahli anestesi. Oleh karena
itu, agen intravena dapat digunakan sendiri untuk menimbulkan anestesi.
Kekurangan anestesi intravena paling menonjol yaitu terjadi induksi cepat
dan depresi cerebrum yang jelas, seperti terlihat pada gangguan pernapasan yang
mengharuskan digunakannya ventilasi dan ketidakstabilan hemodinamik. Agen
induksi intravena biasanya digunakan bersama dengan anestesi inhalasi lain untuk
mendapatkan analgesia yang memadai dan dengan relaksan otot untuk
mendapatkan operasi yang optimum.
a. Barbiturat
Barbiturat bekerja menghambat pusat pernafasan di medula oblongata.
Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dan kebutuhan oksigen
badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat berefek menghambat
pusat pernafasan dimedula oblongata. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi
jantung terhadap katekolamin. Contoh disini ialah penthotal atau sodium
thiopenton ialah obat anestesi intravena yang bekerja cepat (short acting).
b. Propofol
Propofol menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik dan juga
tekanan darah. Relaksasi otot polos disebabkan oleh inhibisi simpatik. Efek
negatif inotropik disebabkan inhibisi uptake kalsium intraseluler. Tergantung
dosis, propofol dapat menyebabkan depresi nafas dan apnoe sementara pada
beberapa pasien setelah induksi IV. Metabolisme propofol tejadi di hati (lebih
cepat dari pada eliminasi thiopental) tetapi klirens totalnya lebih besar dari aliran
darah hati yang menunjukkan bahwa ada eliminasi ekstra hepatik. Sifat ini
menguntungkan untuk pasien dengan gangguan metabolisme hati. Kelebihan
propofol ialah bekerja lebih cepat dari pada thepental dan kurang menyebabkan
mual-muntah pascabedah.
c. Benzodiazepin
Benzodiazepin yang digunakan sebagai anastetik ialah diazepam,
lorazepam dan midazolam. Dengan dosis untuk induksi anastesia, kelompok obat
ini menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia
15
anterograd, tetapi tidak berefek analgesik. Benzodiazepin juga digunakan untuk
medikasi praanastetik (sebagai neurolepanalgesia) dan untuk mengatasi konvulsi
yang disebabkan oleh anastetik lokal.
d. Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil dan sufentanil) untuk induksi diberikan
dosis tinggi. Opioid tidak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan
untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan
fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,3-1
mg/kg/menit. Pentanil, sulfentanil, alventanil dan remiventanil adalah opioid yang
lebih banyak digunakan dibanding morfin karena menimbulkan analgesia
anastesia yang lebih kuat dengan depresi nafas yang lebih ringan. Bila opioid
diberikan dengan dosis lebih besar atau berulang selama pembedahan, sedasi dan
depresi nafas dapat berlangsung lebih lama, ini dapat diatasi dengan nalokson.
16
meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan membran sel saraf,
sehingga terjadi penutupan saluran (channel) pada membran tersebut sehingga
gerakan ion (ionik shift) melalui membran akan terhambat. Zat anestesi akan
menghambat perpindahan natrium dengan aksi ganda pada membran sel berupa :
1. Aksi kerja langsung pada reseptor dalam saluran natrium.
Cara ini akan terjadi sumbatan pada saluran, sehingga natrium tak dapat
keluar masuk membran. Aksi ini merupakan hampir 90% dari efek blok.
Percobaan dari Hille menegaskan bahwa reseptor untuk kerja obat anestesi
lokal terletak di dalam saluran natrium.
2. Ekspansi membran
Bekerja non spesifik, sebagai kebalikan dari interaksi antara obat dengan
reseptor. Aksi ini analog dengan stabilisasi listrik yang dihasilkan oleh zat
non-polar lemak misalnya barbiturat, anestesi umum dan benzocaine.
Untuk dapat melakukan aksinya, obat anestesi pertama kali harus dapat
menembus jaringan, dimana bentuk kation adalah bentuk yang diperlukan untuk
melaksanakan kerja obat di membran sel. Jadi bentuk kation yang bergabung dengan
reseptor di membran sel yang mencegah timbulnya potensial aksi. Agar dapat
melakukan aksinya, obat anestesi spinal pertama kali harus menembus jaringan
sekitarnya.
D. CONTOH KASUS
Keluhan Utama Pasien : G4P3A0 hamil 37 minggu dengan Gemelli dan MOW
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien G4P3A0 usia 32 tahun hamil 37 minggu. Janin
2 hidup intrauterin presentasi kepala, mengeluhkan tidak ada kontraksi rahim, keluar
cairan (lendir dan darah) dari jalan lahir (+), terasa gerakan janin (+) ada tanda-tanda
persalinan.
17
P (Past Illnes) : Riwayat DM (-), HT (-), Asma (-)
L (Last meal) : Puasa mulai pukul 00.00 WIB (7 jam sebelum operasi)
E (Environment) : G4P3A0 hamil 37 minggu, janin 2 hidup intrauterine presentasi
kepala dengan Gemelli
Maintenance : O2 2 L/menit
Reverse :-
Pasien diposisikan lateral dekubitus atau duduk, dilakukan punksi antara L3-L4 (di
daerah cauda equina medulla spinalis), dengan jarum / trokard. Setelah menembus
ligamentum flavum (hilang tahanan), tusukan diteruskan sampai menembus selaput
duramater, mencapai ruangan subaraknoid. Identifikasi adalah dengan keluarnya cairan
cerebrospinal, jika stylet ditarik perlahan-lahan.
18
Keberhasilan anestesi diuji dengan tes sensorik pada daerah operasi, menggunakan jarum
halus atau kapas dan tes motorik dengan mengangkat kaki dan menekuk lutut.
Jika dipakai kateter untuk anestesi, dilakukan fiksasi. Daerah pungsi ditutup dengan kasa
dan plester.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
19
Anestesi meningkatkan potensi blokade otot non-depolarisasi. Suksinil kolin dan
anestesi ester bergantung pada pseudokolinesterase untuk metabolismenya.
Pemberian bersamaan dapat meningkatkan potensi masing masing obat.
5. CONTOH OBAT ANESTESI
Obat-Obat Anestesi Inhalasi
Obat yang tergolong obat Anestesi Inhalasi adalah: Halotan, enfluran, isofluran,
sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane merupakan cairan yang mudah menguap.
Obat-Obat Anastesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental,
methothexital); benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine,
fentanyl,sufentanil, alfentanil, remifentanil); propofol; ketamin, suatu
senyawa arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi disosiatif
dan obat-obat lain ( droperianol, etomidate, dexmedetomidine).
6. EFEK SAMPING ANESTESI UMUM
Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak,
larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal),
efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
B. PENGGOLONGAN OBAT ANASTESI UMUM
Anastesik inhalasi
Obat anastesik yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu.
pembedahan ialah N2O.
Anestesik intravena
Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anestesia, induksi
dan pemeliharaan anestesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia
atau tambahan pada anelgesia regional dan sedasi pada beberapa tindakan medik atau
untuk membentu prosedur diagnostik misalnya tiopental, ketamin dan propofol.
20
DAFTAR PUSTAKA
Barash, P. G., Cullen, B. F., Stoelting, R. K., Cahalan, M. K., Stock, M. C. 2009. Handbook of
Clinical Anesthesia. 6th edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins.
Latief, S. A., Suryadi, K. A., Dachlan M. R. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua.
Jakarta : Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
Snell, Richard S. 2006. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Editor :
Hartanto Hurniawati, dkk. Jakarta : EGC.
Mangku Gde, Senapathi Agung Gde Tjokorda. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
Indeks Jakarta : Jakarta.
21