Anda di halaman 1dari 21

FARMAKOLOGI

SISTEM ENDOKRIN

DISUSUN OLEH :
NAMA :
NPM :
DOSEN PEMBIMBING :

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji bagi Allah Subhanahuwata’ala yang telah memberikan kasih dan
sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
”Farmakologi Sistem Endokrin” untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi. Penulis
berterimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing, menasehati, serta
memotivasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis merasa bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan namun penulis
berharap semoga dari makalah ini dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi diri sendiri,
tetapi juga kepada semua pihak yang memerlukannya.

Sekayu, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover Depan Makalah Farmakologi Sistem Endokrin........................................................i


KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Obat....................................................................................................3
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin..............................................................4
2.3 Pengenalan Sistem Endokrin................................................................................5
2.4 Jenis Penyakit Yang Termasuk Ke Sistem Endokrin...........................................8
2.5 Beberapa Gangguan Sistem Hormon dan Gangguan Fisiologis..........................9
2.6 Obat Yang Bekerja Pada Sistem Endokrin..........................................................13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi
internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara
langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk
mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Kelenjar endokrin memiliki organ utama
dari sistem endokrin yaitu hipotalamus, kelenjar hipofisa, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid,
kelenjar pankreas, kelenjar adrenal, testis, ovarium. Banyak organ yang melepaskan hormon
atau zat yang mirip hormon, tetapi biasanya tidak disebut sebagai bagian dari sistem
endokrin. Beberapa organ ini menghasilkan zat-zat yang hanya bereaksi di tempat
pelepasannya, sedangkan yang lainnya tidak melepaskan produknya ke dalam aliran darah.
Contohnya, otak menghasilkan berbagai hormon yang efeknya terutama terbatas pada sistem
saraf.
Sehabis berolahraga, tenggorokan kita akan terasa kering dan kehausan. Ini terjadi
karena tubuh banyak mengeluarkan keringat, sehingga air dalam tubuh juga banyak yang
keluar. Keadaan demikian membuattubuh segera mengeluarkan zat yang menghentikan
pengeluaran cairan tersebut. Zat yang dimaksud dinamakan hormon. Apabila kita minum air,
segera hormon yang dikeluarkan tubuh tersebut akan berhenti.
Hormon merupakan senyawa kimia, berupa protein yang mempunyai fungsi untuk
memacu atau menggiatkan proses metabolisme tubuh. Dengan adanya hormone dalam tubuh
maka organ akan berfungsi menjadi lebih baik.  Walaupun jumlah yang diperlukan sedikit,
namun keberadaan hormon dalam tubuh sangatlah penting. Ini dapat diketahui dari fungsinya
yang berperan antara lain dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tubuh, proses
reproduksi, metabolisme zat, dan lain sebagainya.
Hormon akan dikeluarkan oleh kelenjar endokrin bila ada rangsangan (stimulus).
Hormon tersebut akan diangkut oleh darah menuju kelenjar yang sesuai. Akibatnya, bagian
tubuh tertentu yang sesuai akan meresponnya. Sebagai contoh, hormone insulin disekresikan
pankreas saat ada rangsangan gula darah yang tinggi, hormon adrenalin disekresikan medula
adrenal oleh stimulasi saraf simpatik, dan lain-lain.
 Sistem endokrin diatur oleh hipotalamus dan kelenjar hipofisis, mengkoordinasi
fungsi-fungsi tubuh dengan melepaskan hormon ke dalam aliran darah, memancarkan
pesan antar sel dan jaringan

1
 Hormon  substansi kimia yang bekerja pada berbagai jaringan dan organ yang
mempengaruhi aktivitas seluler
Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah daru suatu kelenjar atau organ,
yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel. Sebagaian besar hormon merupakan protein
yang terdiri dari rantai asam amino dengan panjang yang berbeda-beda. Sisanya merupakan
steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivate dari kolesterol. Hormon dalam jumlah yang
sangat kecil bisa memicu respon tubuh yang sangat luas.
1.2  Tujuan Penulisan

Tujuan Umum
1. Mahasiswa mengetahui tentang sistem endokrin secara singkat serta bagian-bagian
nya dan beserta obat-obatnya.
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan system endokrin
2. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja penyakit-penyakit yang terjadi pada system
endokrin
3. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja obat yang dapat mengobati atau mengurangi
dari penyakit-penyakit tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Obat


Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,
membebaskan gejela, atau mengubah proses kimia adalah tubuh.obat ialah suatu bahan
ataupun panduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan
diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala
penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan termasuk
untuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia termasuk obat tradisional.
Sistem endokrin merupakan suatu sistem yang bekerja dengan perantara
zat-zat kimia (hormon) yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Kelenjar
endokrin atau yang lebih sering dikenal dengan kelenjar buntu (Sekresi secara
internal) akan mengirim hasil sekresinya langsung ke dalam darah dan cairan
limfe. Hasil Sekresi tersbut beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati
saluran duktus. Adapun hasil dari sekresi disebut dengan hormon. Sistem
endokrin bekerja sama dengan sistem saraf yang mempunyai peranan penting
dalam pengendalian kegiatan organ-organ tubuh. Oleh karena itu, kelenjar
endokrin mengeluarkan suatu zat yang disebut hormon. (Syarifuddin, 2002:200)
Sistem endokrin terdiri atas badan-badan jaringan kelenjar, seperti tiroid
dan juga terdiri atas kelenjar yang ada di dalam suatu organ tertentu seperti,
testis, ovarium, dan jantung. Sistem endokrin menggunakan hormon untuk
mengendalikan dan mengatur fungsi tubuh. (Parker, 2009:104)
Kata hormone berasal dari  bahasa Yunani hormon  yang artinya membuat
gerakan atau membangkitkan. Hormone mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan.
Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ,
yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel. Sebagian besar hormon merupakan protein
yang terdiri dari rantai asam amino dengan panjang yang berbeda-beda. Sisanya merupakan
steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol. Hormon dalam jumlah yang
sangat kecil bisa memicu respon tubuh yang sangat luas. Hormon terikat kepada reseptor di
permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan antara hormon dan reseptor akan mempercepat,
memperlambat atau merubah fungsi sel. (Sloane, 2004)

3
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin
Anatomi

Gambar 1.2
Anatomi Sistem Endokrin
Fisiologi
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi
organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah
ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi
suatu tindakan. Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah,
kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin. Kelenjar endokrin
berasala dari sel-sel epitel yang melakukan proliferasi ke arah pengikat sel epitel yang telah
berproliferasi dan akhirnya membentuk sebuah kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin tumbuh
dan berkembang ke dadlam pembuluh kapoler dan zat yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin
dialirkan ke dalam darah karena tidak mempunyai saluran khusus (tanpa saluran). Zat yang
dihasilkan oleh kelenjar endokrin disebut hormon. Hormon merupakan zat organik yang
mempunyai sifat khusus yang merupakan pengaturan fisiologi terhadap kelangsungan hidup
suatu organ atau sistem.

4
2.3   Pengenalan Sistem Endokrin

Gambar 1.2
Macam-Macam Kelenjar Pada Sistem Endokrin (Syarifuddin, 2002)

Kelenjar Pituitari
Kelenjar pituitari atau hipofisis, terletak pada otak, memiliki dua lobus, pituitari
anterior (adenohipofisis) dan pituitari posterior (neurohipofisis). Kelenjar Pituitari anterior
disebut master gland, karena mensekresikan hormon-hormon kelenjar target, termasuk tiroid,
paratiroid, adrenal, dan gonad. Kelenjar Pituitari posterior mensekresikan dua neurohormon,
hormon antidiuretik (ADH) atau vasopresin, dan oksitosin.
Kelenjar Pituitari Anterior
Hormon pituitari anterior adalah (1) thyroid-stimulating hormone (TSH), (2)
adrenocortikotropik hormone (ACTH), dan (3) gonadotropin (follicle-stimulating hormone
(FSH) dan luteinizing hormone (LH). Hormon-hormon ini mengandalikan pembentukan dan
pelepasan hormon-hormon dari tiroid, adrenal, dan ovarium. Hormon-hormon lain yang
disekresi oleh pituitari anterior (adenohipofisis) mencakup growth hormone (GH), prolactin,
dan melanocyte-stimulating hormone (MSH). Jumlah sekresi tiap hormon oleh pituitari
anterior diatur oleh suatu sistem umpan balik negatif. Jika hormon yang disekresikan oleh
kelenjar target berlebihan, pelepasan hormon dari pituitari anterior akan tertekan, jika ada
kekurangan sekresi hormon dari kelenjar target, maka akan ada peningkatan hormon pituitari
anterior yang berkaitan.

5
Thyroid Stimulating Hormone
Kelenjar pituitari anterior mensekresikan thyroid stimulating hormone (TSH) sebagai
respon dari thyroid releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. TSH, atau thyrotropic
hormone, merangsang pelepasan levotiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dari kelenjar tiroid.
Hipersekresi TSH dapat menyebabkan hipertiroidisme dan pembesaran tiroid, dan
hiposekresi dapat menimbulkan hipotiroidisme. Kadar serum TSH harus diperiksa untuk
menentukan apakah ada kekurangan atau kelebihan TSH. Kadar TSH dan T 4 sering diukur
untuk membedakan disfungsi pituitari dari tiroid. Berkurangnya kadar T4 dan kadar TSG
normal atau meningkat dapat menunjukkan adanya gangguan tiroid.
Adrenocortikotropik Hormon
Sekresi adrenocortikotropik hormone (ACTH) terjadi sebagai jawaban terhadap
corticotropin releasing factor (CRF) dari hipotalamus. ACTH dari pituitari anterior
merangsang pelepasan glukokortikoid (kortisol), mineralokoid (aldosteron), dari korteks
adrenal menghambat pelepasan ACTH dan CRH. Jika kadar kortisol rendah, sekresi ACTH
dirangsang, yang kemudian merangsang korteks adrenal untuk melepaskan lebih banyak
kortisol. Lebih banyak ACTH dilepaskan pada pagi hari daripada malam hari.
Hormon Gonadotropik
Hormon gonadotropik mengatur sekresi hormon dari ovarium dan testis (gonad).
Follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), dan prolactin merupakan
hormon-hormon gonadotropik yang disekresi oleh kelenjar pituitari anterior. FSH
mempercepat pematangan folikel ovarium dan mengaktifkan produksi sperma dari testis. LH
bergabung dengan FSH dalam pematangan dan produksi estrogen dan mempercepat sekresi
androgen dari testis. Prolaktin merangsang pembentukan susu dalam jaringan payudara
sesudah melahirkan.
Growth Hormone (Hormon Pertumbuhan)
Growth hormone (GH) atau somatotropic hormone (STH), bekerja pada semua
jaringan tubuh, terutama pada tulang dan otot-otot skeletal. Jumlah GH yang disekresi diatur
oleh growth hormone releasing hormone (GHRH) dan growth hormone inhibiting hormone
(GHIH, atau somatostatin) dari hipotalamus. Simpatomimetik, serotonin, dan glukokortikoid
dapat menghambat sekresi GH.
Kelenjar Pituitari Posterior
Kelenjar pituitari posterior (neurohipofisis) mensekresi antidiuretic hormone (ADH,
vasopresin) dan oksitosin. Serabut-serabut saraf penghubung antara hipotalamus dan kelenjar

6
pituitari posterior memungkinkan pembentukan ADH dan oksitosin di hipotalamus dan
disimpan dalam kelenjar pituitari. ADH meningkatkan penyerapan kembali air dari tubulus
ginjal, dan mengembalikannya ke sirkulasi sistemik. Sekresi ADH diatur oleh osmolalitas
serum (konsentrasi cairan di dalam pembuluh darah). Peningkatan osmolalitas serum
menigkatkan pelepasan ADH dari pituitari; sehingga lebih banyak air diserap dari tubulus
ginjal untuk mengencerkan cairan dalam pembuluh darah. Kelebihan ADH dapat membuat
sistem vaskular terlalu penuh. Penurunan osmolalitas serum menurunkan pelepasan ADH,
menambah ekskresi air dari tubulus ginjal. Oksitosin merangsang kontraksi dari otot polos
pada uterus.
Kelenjar Tiroid
Terletak diantara trakea, kelenjar tiroid memiliki dua lobus yang dihubungkan dengan
suatu jembatan yang terbuat dari jaringan tiroid. Kelenjar tiroid mensekresikan dua hormon,
tiroksin (T4) dan triioditironin (T3, liotironin). Hormon-hormon ini mempengaruhi hampir
semua jaringan dan organ dengan mengendalikan aktivitas dan laju (tingkat) metabolisme.
Perangsangan hormon tiroid menyebabkan peningkatan curah jantung, pemakaian oksigen,
penggunaan karbohidrat, sintesis protein, dan pemecahan lemak (lipolisis). Pengaturan panas
tubuh dan siklus menstruasi juga dipengaruhi oleh hormon tiroid. Kadar hormon tiroid di
dalam darah diatur dengan umpan balik negatif. Kelenjar pituitari anterior mensekresi TSH,
yang merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksikan T4 dan T3. Penigkatan hormon tiroid
di dalam sirkulasi menekan pelepasan TSH, dan penurunan jumlah akan meningkatkan
pelepasan TSH oleh adenohipofisis.
Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid atau thymus, ada empat kelenjar paratiroid (dua pasang) yang
terletak dipermukaan dorsal dari kelenjar tiroid. Kelenjar paratiroid mensekresikan
parathormon, atau hormon paratiroid (PTH), yang mengatur kadar kalsium di dalam darah.
Penurunan kalsium serum merangsang pelepasan PTH. PTH meningkatkan kadar kalsium
dengan (1) memetabolisasikan kalsium dari tulang, (2) meningkatkan absorpsi kalsium dari
usus, dan (3) mempercepat reabsorpsi kalsium dari tubulus renallis. Kalsitonin, suatu hormon
yang terutama dihasilkan oleh kelenjar tiroid dan dalam arti yang lebih sempit oleh kelenjar
paratiroid dan kelenjar timus, menghambat reabsorpsi kalsium oleh tulang dan meningkatkan
ekskresi kalsium dari ginjal. Kalsitonin mengahambat kerja PTH.
Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal atau renal suprarenalis, terletak di puncak ginjal, tersusun dari dua
bagian yang terpisah; medula adrenal (bagian dalam) dan korteks adrenal (bagian yang

7
mengelilingi medula adrenal). Medula adrenal melepaskan epinefrin katekolamin dan
norepineprin dan dihubungkan dengan sistem saraf simpatik. Korteks adrenal
memproduksikan dua tipe hormon utama (kortikosteroid), glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Kandungan utama glukokortikoid adalah kortisol sedangkan pada
mineralokotikoid adalah aldosteron. Selain itu, korteks adrenal menghasilkan sejumlah kecil
androgen, estrogen, dan progestin. Glukokortikoid memiliki pengaruh yang mendasar
terhadap elektrolit, dan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, dan defisiensi dapat
menimbulkan penyakit berat dan bahkan kematian.
Pankreas
Pankreas, terletak di kiri belakang lambung, merupakan kelenjar eksokrin dan
endokrin. Bagian eksokrin dari pankreas mensekresi enzim-enzim pencernaan ke dalam
duodenum. Bagian endokrin memiliki pembagian sel yang disebut palau-pulau Langerhans.
Sel-sel alfa dari palau ini memproduksi glukagon, yang memecahkan glikogen menjadi
glukosa di hati, dan sel-sel beta mensekresi insulin, yang mengatur metabolisme glukosa.

2.4  Jenis Penyakit yang termasuk ke Sistem Endokrin.


1.    Diabetes mellitus (DM) tipe I
Diabetes mellitus tipe I, organ pankreas pada tubuh penderita tidak bisa memproduksi
insulin sama sekali. Sehingga, untuk bertahan hidup, penderita bergantung pada pemberian
insulin dari luar melalui suntikan. Karena itu, diabetes mellitus tipe I ini juga dikenal dengan
istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Faktor penyebab Diabetes mellitus tipe
I adalah infeksi virus atau reaksi auto-imun (rusaknya sistem kekebalan tubuh), yang merusak
sel-sel penghasil insulin. Biasanya, gejala diabetes tipe 1 muncul mendadak, seperti tiba-tiba
sering cepat merasa haus, sering buang air kecil (pada balita sering mengompol), badan
menjadi kurus, dan lemah.
2.      Diabetes mellitus (DM) tipe II
Diabetes mellitus tipe II, adalah penyakit diabetes yang banyak sekali di derita orang.
hampir 90% penderita diabetes adalah tipe II ini. Diabetes jenis ini disebut juga diabetes life
style karena selain faktor keturunan, penyebab utamanya adalah gaya hidup tidak sehat.
Umumnya, diabetes tipe ini mengenai orang dewasa yang berusia 30 tahun atau lebih, tapi
akhir-akhir ini juga banyak mengenai orang-orang yang lebih muda. Gejala diabetes tipe 2
berkembang sangat lambat, bisa sampai bertahun-tahun. Penderita diabetes tipe 2 tidak
mutlak memerlukan suntikan insulin karena pankreasnya masih menghasilkan insulin, tapi

8
kerja insulin menjadi tidak efektif karena di dalam tubuh tengah terjadi resistensi insulin atau
penurunan kemampuan hormon insulin menurunkan kadar gula darah.
3.      Hipotiroidisme
Hipotiroidisme atau disebut juga penyakit tiroid kurang aktif, merupakan penyakit
yang umum dialami orang-orang. Akibat hipotiroidisme, kelenjar tiroid tidak memproduksi
hormone tiroid yang memadai. Hipotiroidisme biasanya disebabkan oleh masalah pada
kelenjar tiroid itu sendiri ini dinamakan hipotiroidisme primer. Apabila penyebabnya adalah
masalah lain yang mengganggu fungsi tiroid , maka kondisi tersebut dinamakan
hipotiroidisme sekunder.
4.    Hipertiroidisme
Kelenjar tiroid menghasilkan terlalu banyak hormon tiroid, yang menyebabkan
penurunan berat badan, denyut jantung yang cepat, berkeringat, dan gelisah. Penyebab paling
umum untuk tiroid yang terlalu aktif adalah gangguan autoimun yang disebut penyakit
Gondok.

2.5 Beberapa Gangguan pada sistem hormon dan terapi farmakologinya


Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam
darah bisa menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh. Penyakit yang
dapat timbul akibat dari kelebihan atau kekurangan hormon diantaranya :
1.      Gangguan pada Hormon pertumbuhan (GH=Somatotropin)
Fungsi fisiologi hormon pertumbuhan yang paling jelas adalah terhadap
pertumbuhan. Defisiensi hormon ini menyebabkan kekerdilan (dwarfisme), sedang kelebihan
hormone ini menyebabkan gigantisme (keraksasaan) pada anak dan akromegali pada orang
dewasa. Hormon pertumbuhan terbukti berpengaruh pada penyakit diabetes mellitus. Pasien
diabetes sangat sensitive terhadap terjadinya hiperglikemia oleh hormone pertumbuhan.
(Katzung, 1997)
Sekresi hormone pertumbuhan secara fisiologis diatur oleh hipotalamus.
Hipotalamus menghasilkan factor penglepas hormone pertumbuhan (GHRF = growth
hormone releasing factor) yang merangsang sekresi hormone pertumbuhan. Selain itu dalam
hipotalamus juga dijumpai somatostatin (GH-RIH = growth hormone releasing inhibitory
hormone) yang menghambat sekresi beberapa hormone antara lain hormone pertumbuhan.  
Sekresi hormone pertumbuhan yang berlebihan dapat di tekan dengan pemberian
agonis dopamine. Dopamine diketahui  merangsang sekresi hormone pertumbuhan pada
orang normal, tetapi pada akromegali dopamine justru menghambat sekresi hormone tersebut.

9
Bromokriptin, suatu agonis dopamine derivate ergot, dipakai untuk menekan sekresi hormone
pertumbuhan pada pasien tumor hipofisis. Efek bromokriptin tidak langsung terlihat,
penurunan kadar ormon dalam darah terjadi setelah pengobatan dalam jangka panjang.
Beberapa sediaan yang digunakan untuk hormone pertumbhan yaitu :
a)      Somatrem yaitu hormone pertumbuhan yang dihasilkan dengan cara rekayasa genetik.
Dindikasikan untuk defisiensi hormone pertumbuhan pada anak. Suntikan lepas lambat yang
melepas obat perlahan-lahan dapat diberikan secara subutan sebulan sekali. Sediaan ii dapat
menyebabkan terjadinya hiperglikemia dan ketosis pada pasien dengan riwayat diabetes
mellitus.
b)      Somatomedin alah sekelompok mediator factor pertumbuhan yang terdapat dalam serum
manusia. Zat ini bertambah pada akromegali dan menghilang pada pituitarisme.
Somatomedin dibuat terutama di hepar, selain itu juga di ginjal dan otot. Somatomedin
menghambat hormone pertumbuhan melalui mekanisme umpan balik.sejumlah kecil pasien
dengan gangguan pertumbuhan familial tak memiliki cukup somatomedin meskipun kadar
pertumbuhannya normal, dan pemberian hormone pertumbuhan pada pasien ini tidak
memperbaiki gangguan pertumbuhan.
c)      Mekasermin, diindikasikan untuk kasus defisiensi IGF-1 yang tidak responsif terhadap
GH karena terjadi mutasi pada reseptor dan terbentuknya antibody yang menetralisir GH.
Efek samping yang utama yaitu hipoglikemia. Untuk mencegah efek samping ini harus
makan dulu 20 menit sebelum atau sesudah pemberian mekasermin subkutan. (Ikawaty,
2014)
2.      Gangguan pada hormon tiroid
Gangguan pada hormone tiroid ada dua yaitu hipofungsi tiroid dan hiperfungsi tiroid.
a)      Hipofungsi tiroid
Hipotiroidisme, bila hebat disebut miksedema merupakan penyakit gangguan tiroid
yang paling umum. Hampir diseluruh dunia, hal ini disebabkan karena defisiensi yodium
pada daerah non endemik dimana yodium cukup tersedia, umumnya disebabkan karena
tiroiditis auto imun yang kronik (tiroiditis hashimto). Penyakit ini ditandai oleh tingginya
antibody terhadap peroksidase tiroid di sirkulasi, dan mungkin juga dengan kadar trioglobulin
yang tinggi meski ini lebih jarang terjadi. Dapat juga terjadi hambatan antibodi terhadap
reseptor TSH, terjadi eksaserbasi hipotiroidisme. 
Tiroksin (Na-levotiroksin, L-T4) merupakan obat pilihan utama untuk replacement
therapy pada hipotiroidisme atau kretinisme, karena potensinya konsisten dan lama kerjanya
panjang. Absorpsinya di usus halus bervariasi dan tidak lengkap. Levotiroksin juga

10
digunakan untuk menormalkan TSH. Peningkatan TSH merupakan suatu
hipotioidismedengan sedikit gejala klinis. Koma miksedema yaitu sidroa yang jarang terjadi
dan diakibatkan oleh hipotiroidisme yang hebat dan berlangsung lama. Keadaan ini termasuk
gawat darurat, meskipun segera diobati, mortalitasnya 60%. Pemberian IV 200-300 µg
levotiroksin, sesudah 24 jam diberka lagi 100 µg. pada pasien dengan usia kurang dari 50
tahun tanpa penyakit jantung dapat diberikan bolus tiroksin 500 µg oral atau melalui
nasogastric tube.
b)      Hiperfungsi tiroid
Tirotoksikosis adalah keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya hormone tiroid
bebas dalam darah. Sindroma ini dapat disebabkan oleh berbagai hal. Hipertiroidisme adalah
keadaan dimana produksi dan sekresi hormone tiroid meningkat akibat hiperfungsi kelenjar
tiroid. Pada keadaan ini uptake yodium oleh kelenjar meningkat, ini di buktikan dengan tes
uptake yodium radioaktif (radioactive iodine uptake= RAIU) selama 24 jam.
Pada destruksi kelenjar tiroid dan tiroksikosis akibat penggunaan hormon tiroid
eksogen akan didapati kadar RAIU yang rendah. Tiroksikosis dengan RAIU rendah akibat
tiroiditis subakut disertai rasa sakit dan troiditis tanpa rasa sakit (silent) terjadi sekitar 5%
sampai 20% dari seluruh kasus. Hampir semua keluhan dan gejala tiroksikosis terjadi karena
pembentukan panas yang berlebihan, peningkatan aktivitas motorik dan aktivitas saraf
simpatis. Kulit kemerahan, panas, lembab, otot lemah dan terlihat tremor, frekuensi denyut
nadi dan jantung cepat.  
Penghambat ion yodida adalah obat yang dapat mnghambat transport aktif ion yodida
ke dalam kelenjar tiroid. Obat tresebut anion monovalen yang bentuk hidratnya mempunyai
ukuran hamper sebesar hidrat ion yodida. Mekanisme kerja obat ini denga menghambat
secara kompetitif sodium-iodide symporter (natriumpiodide sympoter= NIS) yang dapat
enghambat masuknya yodium. Perklorat kekuatanya kira-kira 10 kali kekuatan tiosianat.
Perklorat meskipun ditimbun dalam tiroid, tidak dimetabolisme dalam kelenjar tersebut dan
diekskresi dalam bentuk utuh. Natrium dan kalium perklorat memang bermanfaat sekali
untuk pengobatan hipertiroidisme terutama yang diinduksi oleh amiodaron atau yodium.
Yodida merupakan obat tertua yang digunakan untuk pengobatan hipertiroidisme
sebelum ditemukan berbagai macam antitiroid. Pemberian yodida pada pasien hipertiroidisme
menghasilkan efek terapi yang nyata, dalam hal ini yodida menekan fungsi tiroid. Yodida
terutama digunakan pada persiapan operasi tiroid pada hipertiroidisme. Biasanya yodida tidak
diberikan sendiri tetapi diberikan setelah gejala hipertiroidisme diatasi dengan antitiroid,
yaitu diberikan 10 hari sebelum operasi dilakukan. Yodida sebaiknya tidak digunakan sebagai

11
terapi tunggal karena terapi yodida saja tidak dapat sepenuhnya mengendalika gejala
hiperteroidisme.

12
3.      Gangguan pada hormone paratiroid
Gangguan pada fungsi hormone paratiroid yaitu hipoparatiroidisme dan
hiperparatiroidisme. Pengangkatan atau hipofungsi kelenjar paratiroid yang tidak diketahui
sebabnya (hipoparatiroidisme idiopatik) data menyebabkan suatu sindroma akibat langsung
hipokalesemia atau akibat penurunan ambang rangsang membran yang terpolarisasi. Gejala
klinik hipoparatiroidisme antara lain tetani, parestesia, spasme laring, spasme otot dan
konvulsi. Keadaan ini disebabkan karena defisiensi ca dan vitamin D, misalnya akibat
gangguan absorpsi atau jumlahnya yang tidak cukup dalam diet.
Hiperpartiroidisme primer, dapa disebabkan hipersekresi kelenjar paratiroid
(hyperplasia, adenoma atau karsinoma) atau karena sekresi polipeptida yang menyerupai
HPT yang berasal dari suatu tumor. Hiperparatiroidisme sekunder terhadap menurunnya Ca 2+
plasma, dapat merangsang sekresi HPT. Keadaan ini dapat terjadi pada gangguan absorpsi
Ca2+ atau gangguan fungsi ginjal.
Terapi paratiroidisme primer dilakukan dengan reseksi kelenjar yang hiperplastik atau
adenoma. Pembedahan ini akan mengembalikan pasien ke keadaan euparatiroid dan
mencegah kerusakan ginjal dan disolusi tulang lebih lanjut. HPT hanya dapat diberikan
secara parenteral, pemberian oral akan dirusak ezim saluran cerna. Masa paruhnya sekitar 20
menit, degradasinya terjadi dihepar dan ginjal. 
4.      Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi
dan polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥
126 mg/dL atau postprandial ≥ 200 mg/dL atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dL).  Pada DM
defisiensi insulin menyebabkan hambatan transport asam amino ke dalam sel serta
inkorporasinya menjadi molekul protein. Meliha etiologinya DM dapat dibedakan menjadi:
DM tipe 1, adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik. Tipe
ini sering disebut insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM karena pasien mutlak
memerlukan insulin. DM tipe 2, akibat resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. Pada
tipe 2 ini tidak selalu dibutuhkan insulin, kadang-kadang cukup dengan diet dan antidiabetik
oral. Karenanya tipe ini juga disebut noninsulin dependent diabetes mellitus atau NIDDM.
Insulin masih erupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM tipe 2,
tetap banyak pasien DM yang enggan disuntik insulin, kecuali dalam keadaan terpaksa.
Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain intravena, intramuscular
dan umumnya pada penggunaan jangka panjang lebih disukai pemberian subkutan (SK).
Insulin subkutan terutama diberikan pada DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi

13
hanya dengan diet dan atau antidiabetik oral, pasien DM pascapankreatektomi atau DM
dengan kehamilan, DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis atau komplikasi lain, sebeum
tindakan operasi (DM tipe 1 dan 2). Tujuan pemberian insulin pada semua keadaan tersebut
bukan saja untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek
metabolisme.

2.6 Obat yang Bekerja pada Sistem Endokrin


1.    Diabetes Melitus Tipe II
a.       Nama Obat Benofomin (Bernofarm)
b.      Kandungan Obat Metformin HCl
c.       Cara Pemberian Oral
d.      Dosis 1 tablet 3 kali sehari
1 kaptab 2 kali sehari
e.       Indikasi DM tipe II
f.       Kontra Indikasi Koma diabetikum, ketoasidosis, gangguan ginjal parah,
penyakit hati kronis, payah jantung, alkoholisme,
hipoksemia, miokardinfark
g.      Pendokumentasian Tablet 3x500mg = 1500 mg/hari
Kaptab 2x850mg = 1700 mg/hari

a.       Nama obat Condiabet (Armoxindo Farma)


b.      Kandungan obat Glibenclamid
c.       Cara pemberian Oral
d.      Dosis Dosis awal 5mg/hari, dinaikan bertahap 2,5mg dengan
interval kira-kira 1 minggu.
Dosis maksimal 15mg/hari, dalam bentuk tablet
e.       Indikasi DM tipe II
f.       Kontra indikasi IDDM/ DM tipeI, koma diabetikum, ketoasidosis, DM
dengan komplikasi (demam, trauma, gangren) kerusakan
fungsi hati dan adrenokortikal, kerusakan ginjal parah,
kehamilan, laktasi.
g.      Pendokumentasian 1x5mg

2.    Diabetes Melitus Tipe I


a.       Nama obat HUMULIN (Eli Lilly)
b.      Kandungan obat Humulin R: Human insulin regular (DNA
rekombinan),kerja cepat
Humulin N: Human insulin isophane (DNA rekombinan

14
),kerja sedang
Humulin 30/70 : capuran humulin R dan humulin N
dengan perbandingan 30:70
c.       Cara pemberian Injeksi subkutan
d.      Dosis Sesuai kebutuhan
e.       Indikasi Pasien diabetes tipe 1 pasien diabetes yang ,memerlukan
pengobatan dengan suntikan insulin
f.       Kontra indikasi Hypoglikemia
g.      Pendokumentasian Vial 1x 40ml

3.      hipotiroidisme
a.       Nama obat Tyrax (organon)
b.      Kandungan obat Na L-thyroxin
c.       Cara pemberian Oral
d.      Dosis Dewas : dosis awal 0,05-0,1mg/hari. Tambahkan dosis
harian tiap 2 minggu 0,025-0,5mg sampai hasil yang
diharapkan tercapai

e.       Indikasi Hipotiroid


f.       kontra indikasi -
g.      pendokumentasian 1x100mcg

a.       Nama obat Euthyrox (Merck)


b.      Kandungan obat Na levothyroxine
c.       Cara pemberian Oral
d.      Dosis Goiter eutiroid : 50-200mcg/hari
Hipotiroidisme : Dosis awal 25-50mcg. Pemeliharaan
125-250mcg sekali sehari
Pengobatan tambahan bersama antitiroid : 50-100mcg
sekali sehari
e.       Indikasi Goiter eutiroid, hipotiroidisme, pengobatan tambahan
bersama antitiroid
f.       kontra indikasi Hipertiroidisme; kecuali sebagai tambahan terapi pada
pengobatan hipertiroidi dengan obat-obat antitiroid
setelah mencapai fungsi normal
g.      pendokumentasian 1x100mcg

15
4.      hipertiroidisme
a.       nama obat Propiltiouracil
b.      kandungan obat Propiltiourasil
c.       cara pemberian Oral
d.      dosis untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau 150-200 mg/
m2/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. Dosis dewasa 3000
mg/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. untuk
hipertiroidisme berat 450 mg/hari, untuk
hipertiroidisme ocasional memerlukan 600-900
mg/hari; dosis pelihara 100-150 mg/haridalam dosis
terbagi setiap 8-12 jam. Dosis untuk orangtua 150-300
mg/hari
e.       indikasi Hipertiroidisme
f.       kontra indikasi hipersensisitif terhadap Propiltiourasil, blocking
replacement regimen tidak boleh diberikan pada
kehamilan dan masa menyusui.
g.      pendokumentasian 1x 50mg

a.       nama obat Tapazole


b.      kandungan obat Methimazole
c.       cara pemberian Oral
d.      dosis untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3 x sehari); dosis pelihara 0,2
mg/kg/hari (3 x sehari). maksimum 30 mg dalam sehari.
Untuk dewasa: hipertiroidisme ringan 15 mg/hari;
sedang 30-40 mg/hari; hipertiroid berat 60 mg/ hari;
dosis pelihara 5-15 mg/hari.
e.       indikasi agent antitiroid
f.       kontra indikasi Hipersensitif terhadap methimazole dan wanita hamil
g.      pendokumentasian Untuk anak : 3x 0,4mg
Untuk dewasa : 1x 10mg

a.       nama obat Neo mecarzole (nicholas)


b.      kandungan obat Karbimazole
c.       cara pemberian Oral
d.      dosis 30-60 mg/hari sampai dicapai eutiroid, lalu dosis
diturunkan menjadi 5-20 mg/hari; biasanya terapi
berlangsung 18 bulan.

16
Sebagai blocking replacement regimen, karbamizole 20
– 60 mg dikombinasikan dengan tiroksin 50 -150 mg.
Untuk dosis anak mulai dengan 15 mg/hari kemudian
disesuaikan dengan respon.
e.       indikasi hipertiroidisme
f.       kontra indikasi blocking replacement regimen tidak boleh diberikan
pada kehamilan dan masa menyusui
g.      pendokumentasian 1x 5mg
(Gunawan, 2009)

BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Dengan ini kelompok menyimpulkan dari sistem endokrin mempunyai masing-masing
yang terbagi didalam tubuh kita, dari penyakit yang kita angkat yaitu diabetes mellitus tipe I,
Diabetes Mellitus tipe II, hipotiroidisme, hipertiroidisme. Pada penyakit tertentu memiliki
efek samping yang berbeda beda dan demikian kita harus mengetahuinya dan mempelajari
jenis-jenis obat yang akan mau kita konsumsi. Dari makalah ini kita dapat mengerti
pengenalan sistem endokrin, jenis-jenis penyakitnya dan obat yang bekerja pada sistem
endokrin.

17
DAFTAR PUSTAKA

Parker, Steve. 2009. Ensklopdia Tubuh Manusia. Jakarta: Erlangga

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC

Syarifuddin. H. 2004. Struktur dan Komponen Tubuh Manusia. Jakarta: Widya Medika

Katzung,B. 1997. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta : EGC

Ikawati, Zullies. 2014. “FARMAKOLOGI MOLEKULER”. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

18

Anda mungkin juga menyukai