MULAI KERJA, PUNCAK EFEK, DAN LAMA KERJA OBAT ANALGETIK PADA
PEMBERIAN PER ORAL DAN INTRAPERITONEAL
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
FARMASI B
DAFTAR ISI............................................................................................................................... 2
A. TUJUAN .............................................................................................................................. 3
B. DASAR TEORI................................................................................................................... 3
C. ALAT DAN BAHAN .......................................................................................................... 7
D. PROSEDUR KERJA .......................................................................................................... 8
E. HASIL PENGAMATAN .................................................................................................... 12
F. PEMBAHASAN................................................................................................................... 16
G. DISKUSI .............................................................................................................................. 17
H. KESIMPULAN ................................................................................................................... 20
I. LAMPIRAN .......................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 24
2
A. TUJUAN
Mengetahui mula kerja, puncak efek, lama kerja obat analgesik pada pemberian
peroral dan intraperitoneal.
B. DASAR TEORI
Nyeri merupakan sensasi yang mengindikasikan bahwa tubuh sedang mengalami
kerusakan jaringan, inflamasi, atau kelainan yang lebih berat seperti disfungsi sistem saraf.
Oleh karena itu nyeri sering disebut sebagai alarm untuk melindungi tubuh dari kerusakan
jaringan yang lebih parah. Rasa nyeri seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman seperti rasa
tertusuk, ras a terbakar, rasa kesetrum, dan lainnya sehingga mengganggu kualitas hidup
pasien atau orang yang mengalami nyeri (Chandra et al., 2016).
Analgetik adalah obat yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri. Obat analgetik
dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu obat golongan opioid dan NSAID. Golongan opioid
bekerja pada system saraf pusat, sedangkan golongan NSAID bekerja di reseptor saraf perifer
dan system saraf pusat tanpa secara signifikan mengubah kesadaran .Analgesik
menghilangkan rasa sakit, tanpa mempengaruhi penyebabnya. Analgesik apabila digunakan
dengan dosis yang berlebihan maka dapat menimbulkan beberapa efek samping (Katzung
BG, 2002).
Analgesik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat ini digunakan
untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya
ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya
mengandung analgesik atau pereda nyeri.
Golongan obat analgesik dibagi menjadi dua yaitu analgesik opioid/narkotik dan
analgetik non - narkotik. Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-
sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri seperti pada fraktur dan kanker. Contoh : Metadon, Fentanil,
Kodein. Obat Analgesik NonNarkotik dalam ilmu farmakologi juga sering dikenal dengan
istilah Analgetik/Analgetika/ Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang
terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat
Analgetik Non-narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan
3
atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan
hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat analgetik non-narkotik /Obat analgesik
perifer ini juga tidak mengakibatkan efek adiksi pada penggunanya. Obat-obat golongan
analgetik dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu: parasetamol, salisilat, (asetasol,
salisilamida, dan benorilat), penghambat Prostaglandin (NSAID) ibuprofen, derivate-derivat
antranilat (mefena- milat, asam niflumat glafenin, floktafenin, derivate-derivat pirazolinon
(aminofenazon, isoprofil penazon, isoprofilaminofenazon), lainnya benzidamin. Obat
golongan analgesic narkotik berupa, asetaminofen dan fenasetin. Obat golongan anti-
inflamasi nonsteroid berupa aspirin dan salisilat lain, derivate asam propionate, asam
indolasetat, derivate oksikam, fenamat, fenilbutazon (Mita, S.R., Husni, 2017).
Efek farmakologik obat merupakan fungsi dari konsentrasi obat di tempat kerja obat.
Ada 3 fase yang didapatkan dari hubungan waktu dan efek obat, yaitu: (1) mula kerja (onset
of action), (2) puncak efek (peak effect), (3) lama kerja obat (duration of action), seperti
terlihat pada gambar. Ketiga fase ditentukan oleh kecepatan absorbs, distribusi, metabolism
dan ekskresi obat.
Figure 1. Gambar Hubungan antara Waktu dan Kadar Obat dalam Darah
Untuk mencapai efek farmakologik (efek sistemik) seperti yang diinginkan, obat dapat
diberikan dengan berbagai cara diantaranya melalui oral, subcutan, intramuscular, intravena,
intraperitoneal dan rectal. Masing-masing cara pemberian ini memiliki keuntungan dan
manfaat tertentu. Suatu senyawa atau obat mungkin efektif jika diberikan melalui salah satu
cara pemberian tersebut tetapi tidak atau kurqang efektif jika diberikan melalui cara lain.
1. Pemberian Oral
Pemberian obat secara peroral mempunyai tujuan untuk efek sistemik dari obat yang
diberikan sampai terjadinya absorbs pada bagian permukaan sepanjang saluran cerna.
Penggunaannya masuk melalui mulut. Pemberian ini mempunyai keuntungan yaitu
relatif aman, praktis, dan ekonomis. Sedangkan kerugiannya yaitu dapat menimbulkan
efek lambat tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar dan
tidak kooperatif.
2. Pemberian Intraperitoneal
Pemberian obat yang diberikan dengan cara disuntikkan melalui lubang jarum ke dalam
tubuh. Pemberian obat dengan cara ini dapat memberikan respon baik/memuaskan dan
ini juga disukai jika dibutuhkan absorbsi yang segera seperti dalam keadaan darurat.
Pemberian intraperitoneal absorbsinya lebih cepat daripada pemberian oral. Tujuan
dari pemberian ini yaitu tanpa melalui saluran pencernaan dan langsung ke pembuluh
darah. Keuntungan dari pemberian obat secara intraperitoneal yaitu dapat digunakan
untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah, pasien yang sulit menelan/pasien yang
tidak kooperatif, obat yang dapat mengiritasi lambung dan menghindari kerusakan obat
di saluran cerna dan hati. Akan tetapi pemberian obat dengan cara ini memiliki
kekurangan yaitu kurang aman, tidak disukai pasien dan berbahaya (suntikan-infeksi).
3. Pemberian Intramuscular
Pemberian obat dengan cara dimasukkan langsung ke dalam otot (muskulus).
Pemberian obat dengan cara ini dilakukan pada bagian tubuh yang berotot besar, agar
tidak ada kemungkinan untuk menusuk syaraf, misalnya pada bokong dan kaki bagian
atas atau pada lengan bagian atas. Pemberian obat seperti ini memungkinkan obat akan
dilepas secara berkala dalam bentuk depot obat.
5
Jaringan intramuscular terbentuk dari otot yang bergaris yang mempunyai banyak
vaskularisasi aliran darah tergantung dari posisi otot ditempat penyuntikkan. Tujuan
pemberian obat secara intramuscular yaitu agar obat diabsorbsi tubuh dengan cepat.
Pemberian obat intramuscular diindikasikan untuk pasien yang tidak sadar dan tidak
mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara peroral.
Tinjauan Obat yang digunakan
1. Antrain
Antrain adalah obat dagang bermerk yang mengandung natrium metamizole.
Metamizole adalah obat analgetik (pereda nyeri), antispasmodik (meredakan
kram), dan antipiretik (penurun demam) untuk meringankan rasa sakit, seperti:
sakit gigi, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dismenore (nyeri haid), nyeri kolik
dan lain-lain. Terkadang digunakan juga untuk menurunkan demam. Antrain
bekerja dengan cara menghambat prostaglandin.
2. Antalgin
Antalgin merupakan derivate pirazolon yang mempunyai efek sebagai analgesic-
antipiretik. Efek antipiretik diduga berdasarkan efek, dapat mempengaruhi pusat
pengatur suhu di hipotalamus dan menghabisi biosintesa dari prostaglandin.
Sedangkan efek analgesiknya yaitu dapat mengurangi rasa nyeri yang cukup kuat.
Namun, obat ini mempunyai efek samping yaitu agronulosis, reaksi
hipersensitifitas dan reaksi pada kulit.
6
C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
1. Analgetic Meter beban geser
2. Hotplate
3. Stopwatch
4. Sonde
5. Spuit 1 ml
b. Bahan
1. Tikus
2. Obat Analgetik: - Xylomidon (250 mg/ml metampiron)
Dosis yang digunakan: 50 mg/200 g BB
- Antalgin tablet (500 mg/tab) dipuyer + CMC + air sampai
20ml
Dosis yang digunakan: 50 mg/200 g BB
7
D. PROSEDUR KERJA
HANDLING TIKUS DAN MENGAMBIL SEDIAAN
B. Menghadling Tikus
8
III. Menghandling Intraperitoneal
Diposisikan tubuh tikus menghadap ke atas dan posisi kita berada disebelah kiri
bagian tikus.
↓
Disiapkan alcohol swab (yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi pada
tubuh tikus) lalu dilapkan alcohol swab pada bagian tubuh tikus sebelah kiri bagian
perut di dekat paha.
↓
Disuntikkan Aquadest 0.05 ml pada bagian tubuh tikus yang sudah di lap
menggunakan alcohol swab.
↓
Ditarik suntikan untuk memastikan ada darah atau tidak (sekitar 45˚).
↓
Jika tidak ada darah maka langsung dimasukkan semua obat.
9
PROSEDUR PEMERIKSAAN RASA NYERI
1. Rangsangan Nyeri Dengan Tekanan
Bagan Alir I
Persiapkan alat analgesimeter
↓
Terlebih dahulu dilakukan pengaturan dengan menentukan beban yang akan dipakai
↓
Gunakan beban terkecil untuk menentukan nyeri tekan normal pada semua tikus
↓
Pegang tikus dengan posisi tangan kiri memegang daerah kulit punggung dan tangan
kanan memposisikan salah satu kaki di alat penekan antara jari 1 dan 2
↓
Jalankan beban dengan jalan menggeser beban dengan kecepatan stabil sampai tikus
merespon rasa sakit berupa jeritan atau menarik kaki yang ditekan
↓
Diusahakan begitu tikus menunjukkan respon nyeri, lepaskan beban dari sela jari
tersebut
↓
Catat posisi beban dalam gram
↓
Dilakukan pengamatan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan beban kontrol
↓
Beban kontrol: (beban 1 + beban 2+ beban 3)/3
Bagan Alir II
Tikus perlakuan dibagi menjadi 2 kelompok
↓
Kelompok analgetik peroral, intraperitoneal
↓
Setelah diberikan obat analgetik, ukur respon analgetik setiap 5 menit dengan
menggunakan 2 kali beban kontrol
↓
Pengamatan dilakukan sampai menit ke – 60
↓
Dicatat hasil pengamatan tersebut pada tabel
10
Bagan Alir III
Efek analgesik dikatakan positif (+) jika tikus dapat menahan beban 2 kali
beban kontrol
Parameter Pengukuran
Onset of action diukur sejak analgetik diberikan sampai terjadi pengurangan rasa
nyeri
Puncak efek diukur sejak analgetik diberikan sampai terjadi pengurangan rasa
nyeri terhadap rangsangan nyeri yang maksimal.
Lama kerja obat diukur sejak mulai terjadi pengurangan rasa sampai
pengurangan rasa nyeri menghilang
11
E. HASIL PENGAMATAN
Cara / Waktu
Kelompok 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’
PER ORAL
Kel 1 + + + + + + + + + + - -
Kel 2 + - - + - + + + + + + -
Kel 3 + - - - - - - - + + + +
Kel 4 - - - + + + + + + + - -
Kel 5 - - - - - - - + + + - -
Kel 6 - - - - - - - + + + + -
% Efek 50 16,67 16,67 50 33,34 50 50 83,34 100 100 50 16,67
Cara / Waktu
Kelompo
5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’
k
INTRAPERITONEAL
Kel 1 + - - + - + + + + + - -
Kel 2 + - - + + + + + + + + +
Kel 3 + + + + - + + - - - - -
Kel 4 - - - + + + + + + + - -
Kel 5 - - - + + + + + + + - -
Kel 6 - - - - + + + + + + + -
% Efek 5 16,6 16,6 83,3 66,6 10 10 83,3 83,3 83,3 33,3 16,6
0 7 7 4 7 0 0 4 4 4 4 7
2. TIKUS II (Intraperitoneal)
3,5+4,5+4,7 12,7
∑Beban kontrol = = = 4,23
3 3
12
PERHITUNGAN DOSIS
50 𝑚𝑔 𝑥 121 𝑔
𝑥=
200 𝑔
𝑥 = 30,25 𝑚𝑔
50 𝑚𝑙 30,25 𝑚𝑔
𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 = =
1 𝑚𝑙 𝑥
30,25 𝑚𝑔 𝑥 1 𝑚𝑙
𝑥=
50 𝑚𝑔
𝑥 = 0,605 𝑚𝑙
2. Tikus II (Intraperitoneal)
BB = 84 gram
Dosis Antalgin = 500 mg/ml
Dosis yang diberikan = 50 mg/200 gBB
50 𝑚𝑔 𝑥
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 = =
200𝑔𝐵𝐵 84 𝑔
50 𝑚𝑔 𝑥 84 𝑔
𝑥=
200𝑔
𝑥 = 21 𝑚𝑔
500 𝑚𝑔 21 𝑚𝑔
𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 = =
1 𝑚𝑙 𝑥
21 𝑚𝑔 𝑥 1 𝑚𝑙
𝑥= 500 𝑚𝑔
𝑥 = 0,042 𝑚𝑙
13
RUTE PER ORAL
3
1. MENIT KE-5 = 6 𝑥 100% = 50%
1
2. MENIT KE-10 = 6 𝑋 100% = 16,67%
1
3. MENIT KE-15 = 6 𝑋 100% = 16,67%
3
4. MENIT KE-20 = 6 𝑥 100% = 50%
2
5. MENIT KE-25 = 6 𝑋 100% = 33,34%
3
6. MENIT KE-30 = 6 𝑋 100% = 50%
3
7. MENIT KE-35 = 6 𝑋 100% = 50%
5
8. MENIT KE-40 = 6 𝑋 100% = 83,34%
6
9. MENIT KE-45 = 𝑋 100% = 100%
6
6
10. MENIT KE-50 = 6 𝑋 100% = 100%
3
11. MENIT KE-55 = 6 𝑥 100% = 50%
1
12. MENIT KE-60 = 6 𝑋 100% = 16,67%
14
RUTE INTRAPERITONEAL
3
1. MENIT KE-5 = 6 𝑋 100% = 50%
1
2. MENIT KE-10 = 6 𝑋 100% = 16,67%
1
3. MENIT KE-15 = 6 𝑋 100% = 16,67%
5
4. MENIT KE-20 = 6 𝑋 100% = 66,67%
4
5. MENIT KE-25 = 6 𝑋 100% = 83,34%
6
6. MENIT KE-30 = 6 𝑋 100% = 100%
6
7. MENIT KE-35 = 6 𝑋 100% = 100%
4
8. MENIT KE-40 = 6 𝑋 100% = 83,34%
4
9. MENIT KE-45 = 𝑋 100% = 83,34%
6
4
10. MENIT KE-50 = 6 𝑋 100% = 83,34%
2
11. MENIT KE-55 = 6 𝑋 100% = 33,34%
1
12. MENIT KE-60 = 6 𝑋 100% = 16,67%
15
F. PEMBAHASAN
Dari data yang kelompok kami dapatkan, diketahui bahwa pemberian obat secara
intraperitoneal lebih cepat bereaksi daripada pemberian obat secara per-oral karena
pada pemberian obat secara intraperitoneal tidak membutuhkan waktu yang lama
untuk obat terabsorbsi karena pemberian tersebut langsung menuju ke pembuluh
darah sehingga tikus tidak akan merasakan nyeri sesaat setelah diberikan obatnya
dibandingkan pemberian per-oral yang menggunakan jalur mulut lalu menuju ke
saluran pencernaan yang mengakibatkan obat terabsorbsi relatif lebih lambat.
Pada pemberian obat secara per oral, obat mulai diabsorbsi tubuh pada menit ke
20, kemudian obat mulai didistribusikan ke seluruh tubuh pada menit ke 25 sampai
menit ke 40 lalu obat mulai dimetabolis oleh tubuh pada menit ke 45 sampai menit
ke 50 dan proses ini disebut dengan puncak efek obat, pada menit ke 55 sampai menit
ke 60 obat telah diekskresi oleh tubuh sehingga keefektifan obat juga menurun dan
durasi kerja obat ini sekitar 40 menit. Durasi tersebut sangat wajar karena pemberian
obat per-oral membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengabsorbsi suatu obat
hingga menuju ke puncak efek obat tersebut.
Pada pemberian obat secara intraperitoneal, obat mulai diabsorbsi tubuh pada
menit ke 20, kemudian obat mulai didistribusikan ke seluruh tubuh pada menit ke 25
sampai menit ke 40 lalu obat mulai dimetabolis oleh tubuh pada menit ke 45 sampai
menit ke 50 dan proses ini disebut dengan puncak efek obat, pada menit ke 55 sampai
menit ke 60 obat telah diekskresi oleh tubuh sehingga keefektifan obat juga menurun
dan durasi kerja obat ini sekitar 40 menit. Durasi tersebut tidak wajar karena
pemberian obat intraperitoneal tidak membutuhkan waktu yang lama untuk
mengabsorbsi suatu obat hingga menuju ke puncak efek obat karena rute pemberian
nya yang langsung ke pembuluh darah.
Menurut kelompok kami, mengapa hal itu bisa terjadi, karena ada beberapa
kemungkinan yang mengakibatkan tikus masih merasakan nyeri sesaat setelah
diberikan obat secara intraperitoneal karena setiap tikus mempunyai berat yang
berbeda-beda akan menghasilkan ambang batas nyeri yang berbeda juga.
16
G. DISKUSI
1. Mengapa mula kerja obat pada pemberian per oral lebih lambat daripada
intraperitoneal? Jelaskan!
Jawaban:
Karena mula kerja pemberian per oral memiliki banyak faktor yang
dapat mempengaruhi bioavailabilitas obat sehingga waktu omset yang didapat
cukup lama titik sedangkan pemberian yang cukup efektif adalah
intraperitoneal karena intraperitoneal tidak mengalami tahap absorpsi maka
kadar dalam obat diperoleh secara tepat. Pemberian secara peroral mempunyai
keistimewaan dalam absorbsi obat akibat pengaruh sistem GIT dan adanya
presistemik eliminasi. Jangka absorbsi obat yang masuk pertama kali sekitar
75% dari obat per oral karena beberapa obat yang tidak diabsorbsi dari tempat
pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sehingga dari pemberian obat
sampai mencapai efek maksimal (puncak kerja obat) yang sampai pada
sirkulasi sistemik tidak mencapai hingga 100% sedangkan pemberian yang
cukup efektif yaitu intraperitoneal karena tidak mengalami tahap absorbsi
maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat.
17
- Intradermal (ID) yaitu menyuntikkan obat ke dalam lapisan dermis, dibawah
epidermis
Kelebihan : - Obat dapat menembus kulit secara kontinyu
- Dapat langsung menuju atau masuk ke pembuluh darah
- Tidak perlu prosedur steril
Kekurangan : - Hanya aktif untuk obat lipofil
- Dapat terjadi iritasi local
- Intramuscular (IM) yaitu muenyontikkan obat ke dalam lapisan otot tubuh
Kelebihan : - Dapat mengabsorpsi dengan cepat
- Dapat diberikan kepada pasien yang tidak sadarkan diri
Kekurangan : - Diperlukan prosedur steril
- Dapat terjadi infeksi pada tempat injeksi
- Tidak dapet dilakukan mandiri oleh pasien
18
3. Buatlah kurva % kadar obat dalam tubuh versus rute pemberian obat!
Jawaban:
100
80
% Efek
60
40
20
0
5' 10' 15' 20' 25' 30' 35' 40' 45' 50' 55' 60'
Waktu
19
H. KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum yang dilakukan ini adalah pemberian obat secara
intraperitoneal dan per oral memiliki perbedaan. pemberian obat secara per oral
memiliki durasi waktu efek farmakologik obat mula kerja, puncak efek dan lama
kerja obat lebih lama daripada pemberian obat secara intraperitoneal. pemberian obat
secara intraperitoneal lebih cepat kerjanya karena hanya melewati proses distribusi,
metabolisme dan eksresi secara langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik lalu
didistribusikan menuju jaringan jaringan, sehingga membertikan efek terapi pada
tubuh yang lebih cepat terdapat bebarapa kesalahan pada saat melakukan praktikum
ini yaitu tidak teliti ketika menguji tikus dengan beban 2 kali kontrol, bisa saja selaput
kaki tikus belum terkena alat penekan sehingga respon tikus negatif dan lokasi
pemberian obat secara intraperitoneal tidak tepat sehingga ada bercak darah diperut
tikus yang memungkinkan obat yang masuk lebih sedikit.
20
I. LAMPIRAN
21
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Buku Panduan Praktikum Farmakolofi Praktikum I
Diponegoro Vol 5 No. 4
Hapsari, Intan A. 2016. Pengaruh Pemberian Analgesik Kombinasi Parasetamol dan
Tramadol Terhadap Kadar Ureum Serum Tikus Wistar. Jurnal Kedokteran
Joyce L. Kee dan Evelyn R. Haris. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan
Mary J. Mycek, dkk. 2001. Farmakologi Ulasan bergambar
Mita, Soraya R. 2007. Pemberian Pemahaman Mengenai Penggunaan Obat Analgesik
Secara Rasional pada Masyarakat di Arjasari Kabupaten Bandung. Jurnal Aplikasi
Ipteks untuk Masyarakat Vol. 6 No. 3
Safwan, dkk. 2016. Aktivitas Analgetik Ekstrak Etanol Daun Melinjo (Gnetum gnemon)
pada Mencit Putih (Mus musculus L.) Jantan. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina. 72 (1): 71-
78
Wardoyo, Asyraf Vivaldi., Oktarlina, Rasmi Zakiah. 2019. Tingkat Pengetahuan
Masyarakat Terhadap Obat Analgesik Pada Swamedikasi Untuk Mengatasi Nyeri
Akut. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 156-160.
Astuti, E. D., Nardina, E. A., Sari, M. H. N., Revika, E., Winarsih, W., Argaheni, N. B.,
Hutomo, C. S., Azizah, N., Wahyuni, W., Hastuti, P., Mahmud, A., & Askur. (2021).
Farmakologi dalam Bidang Kebidanan (A. Karim (ed.); pertama). Yayasan Kita
Menulis.
Nuryati. (2017). Farmakologi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
24