PRAKTIKUM I
EFEK ANALGETIK PADA HEWAN UJI
Oleh:
KELOMPOK IV
KELAS REGULER C
AKADEMI FARMASI
YAYASAN MA’BULO SIBATANG
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 LatarBelakang
Rasa sakit pada tubuh sering kita rasakan dalam kehidupan sehari-
hari. Hal tersebut dapat terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka
oleh benturan, penyakit kram atau bengkak yang akan menimbulkan rasa
nyeri. Obat yang banyak digunakan untuk mengatasi nyeri disebut
analgetik.
Rasa nyeri merupakan suatau gejala yang berfungsi melindungi
tubuh. Nyeri dianggap sebagai syarat bahaya tentang adanya gangguan
di jaringan seperti peradangan yang disebabkan oleh gangguan mekanis,
kimiawi, atau fisika yang dapat menimbukkan kerusakan pada jaringan.
Obat adalah unsur aktif secara fisiologis di pakai dalam diagnosis,
pencegahan, pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit pada
manusia atau hewan. Obat dapat beraal dari alam dapat diperoleh dari
sintesis kimia organik atau biosintetis. Meskipun obat dapat
menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga orang yang
menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
obat dapat bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam
pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi,
apabila obat digunakan salah dalam pengobatan atau dengan dosis yang
berlebihan, maka akan menimbulkan keracunan. Dan bila dosisnya kecil,
maka kita tidak akan memperoleh penyembuhan.
I. 2 Maksud dan Tujuan
I. 2.1 Maksud Percobaan
adapun maksud dari percobaan ini yaitu :
a. Mengetahui dan memahami efek analgetik dari suatu obat
terhadap hewan uji mencit (Mus musculusI)
b. Mengetahui mekanisme terjadinya nyeri terhadap hewan uji
mencit (Mus musculus )
I. 2. 2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu :
a. Untuk menganalisis efek analgetik dari paracetamol, ibuprofen
dan antalgin pada hewan uji mencit.
b. Membandingkan efek analgetik obat paracetamol, ibuprofen dan
antalgin dengan infus atau ekstrak tanaman yang berkhasiat
analgetik.
I. 3 Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini yaitu, semakin tinggi kemampuan
analgetik suatu obat semakin berkurang jumlah geliatan mencit yang
diakibatkan induksi dengan asam asetat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 TeoriUmum
Analgetika (obat penghalang nyeri) adalah obat yang digunakan
untuk mengurangi atau menekan rasa sakit, misalnya rasa sakit kepala,
otot, perut, gigi, dan sebagainya tanpa menghilangkan kesadaran
penderita. Karena khasiat dari obat analgetika ini dapat mengurangi rasa
sakit atau nyeri, maka obat analgetika ini sangat populer dan di senangi
oleh masyarakat, meskipun tidak dapat menyembuhkan atau
menghilangkan penyakit dari penyebabnya.
Secara umum obat analgetika ini dapat dibagi menjadi 2 golongan
yaitu :
a. Analgetik non narkotik
Analgetika non narkotika yang disebut juga dengan analgetik
antipiretika (antipiretika=menurunkan panas). Analgetika golongan ini
selain dapat mengurangi rasa sakit juga dapat menurunkan rasa
panas badan. Obat yang termasuk dalam golongan ini dan banyak
digunakan oleh masyarakat ialah:
1) Salisilamida
2) Fenacetina dan paracetamol
3) Piramidon dan novalgin
b. Analgetika narkotika
Analgetika narkotika mempunyai sifat analgetika dan hipnotik
(hipnotik= menyebabkan kesadaran berkurang seperti bermimpi indah,
dalam istilah sehari-hari disebut “fly”). Yang dimaksud analgetika
narkotika ini ialah alkaloid golongan opium,misalnya
morfina,codeina,tebaina dan sebagainya. Alkaloid golongan opium ini
diperoleh dari tumbuh-tumbuhan golongan papaver somniferum
(widjajanti,2014).
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak
nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan
psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat
menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula
menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu
perasaan subjektif pripadi dan ambang toleransi nyeri berbedda-beda
bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada
44º 45ºC.
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan
beberapa cara, yakni dengan :
a. analgetika perifer, yang merintangi terbentuknya rangsangan pada
reseptor nyeri perifer.
b. analgetika lokal, yang merintangi penyaluran rangsangan di saraf-
saraf sensoris.
c. analgetika sentral (narkotika),yang memblokir pusat nyeri SSP
dengan anestesi umum.
d. antidepresiva trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf,
mekanisme kerjanya belum diketahui, misal amitripillin.
e. antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmiter di ruang
sinaps pada nyeri, misal pregabalin. Juga karbamazepin, fenitorin
dan lain-lain (Tjay dkk,2008).
Terdapat 2 rute pemberian obat yang utama, enteral dan
parenteral:
a. Enteral
Enteral adalah rute pemberian obat yang nantinya akan melalui
saluran cerna.
1) Oral
Memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian
obat yang paling umum tetapi paling bervariasi dan memerlukan
jalan yang paling rumit untuk mencapai jarinagn. Beberapa obat
di absorbsi di lambung. Namun duodenum sering merupakan
jalan masuk utama ke sirkulasi sistemik karena permukaan
absorbsinya yang lebih besar. Kebanyakan obat di absorbsi dari
saluran cerna dan masuk ke dalam hati sebelum disebarkan ke
sirkulasi umum. Metabolisme langkah pertama oleh usus atau
hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per oral
(Noviani,2017).
2) Sublingual
Penempatan dibawah lidah memungkinkan obat tersebut
berdifusi kedalam anyaman kapiler dan karena itu secara
langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pemberian suatu
obat dengan rute ini mempunyai keuntungan obat melakukan
bypass melewati usus dan hati dan obat di inaktivasi oleh
metabolisme (Noviani,2017).
3) Rektal
50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi
portal, jadi biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute
sublingual dan rektal mempunyai keuntungan tambahan, yaitu
mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau ph rendah di
dalam lambung. Rute rektal tersebut juga berguna jika obat
menginduksi muntah ketika diberikan secara oral atau jika
penderita sering muntah-muntah. Bentuk sediaan obat untuk
pemberian rektum umumnya adalah suppositoria dan ovula
(Noviani,2017).
b. Parenteral
pengobatan parenteral digunakan untuk obat yang aborbsinya
buruk melalui saluran cerna, dan untuk obat seperti insulin yang
tidak stabil dalam saluran cerna. Pemberian parenteral juga
digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam
keadaan yang memerlukan kerja obat yang tepat. Pemberian
parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang
sesungguhnya dimasukkan ke dalam tubuh (Noviani,2017).
1 ) Intravena (I.V)
Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral
yang sering dilakukan. Untuk obat yang tidak di absorbsi secara
oral, sering tidak ada pilihan. Dengan pemberian IV, obat
mengindari saluran cerna dan oleh karena itu menghindari
metabolisme first pass oleh hati. Rute ini memberikan suatu
efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar obat
dalam sirkulasi (Noviani,2017).
2 ) Intramuskular (I.M)
Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat
berupa larutan dalam air atau preparat depo khusus sering
berupa suspensi obat dalam vehikulum non aqua seperti
etilenglikol. Absobsi obat dalam larutan cepat sedangkan
absorbsi preparat-preparat depo berlangsung lambat. Setelah
vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut mengendap
pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan
memberikan suatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang
lebih lama dengan efek terapeutik yang panjang (Noviani,2017).
3 ) Subkutan
Suntikan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan
dengan suntikan intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil
epinefrin kadang-kadang dikombinasikan dengan suatu obat
untuk membatasi area kerjanya. Epinefrin bekerja sebagai
vasokonstiktor lokal dan mengurangi pembuangan obat
sepertilidokain, dari tempat pemberian. Contoh-contoh lain
pemberian obat subkutan meliputi bahan-bahan padat seperti
kapsul silastik yang berisikan kontrasepsi levoneegestrel yang
di implantasi untuk jangka yang sangat panjang (Noviani,2017).
Pemanfaatan hewan percobaan ialah untuk penelitian yang
berdasarkan pengamatan aktivitas biologi. Hewan coba yang di gunakan
adalah mencit putih jantan. Mencit (Mus musculus) adalah hewan pengerat
yang cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlahnya variasi
genetiknya cukup besar serta sifat anatomis fisiologisnya terkarakterisasi
dengan baik. Mencit hidup dalam daerah yang cukup luas penyebarannya
dari iklim dingin, sedang maupun panas dan dapat hidup dalam terus
menerus kandang atau secara bebas sebagai hewan liar.
Mencit dapat dikekang dengan cara memegang ekornya dengan jari
atau pinset yang ujungnya di laisi karet, sedangkan tangan kanan memegang
bagian leher.
Untuk tujuan penyuntikan dan pemeriksaan, mencit diangkat ekornya
lalu ditempatkan pada permukaan yang kasar tersebut. Lalu tangan yang
satu memegang punggung dan leher (Malole, dkk, 1989).
Analgesik, baik non-narkotik maupun narkotik, diresepkan untuk
meredakan nyeri, pilihan obat tergantung dari beratnya nyeri. Nyeri yang
ringan sampai sedang dari otot rangka dan sendi sering kali diredakan
dengan pemakaian analgesic non-narkotik. Nyeri yang sedang sampai berat
pada otot polos, organ, dan tulang biasanya membutuhkan analgesik narkotik
(Indijah,2016).
Jenis-jenis nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak
enak dan yang berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Ada lima
klasifikasi dan jenis nyeri, yaitu nyeri (Indijah, 2016) :
1. Akut yang dapat ringan, sedang, atau berat
2. Kronik
3. Superficial
4. Somatic (tulang, otot rangka dan sendi)
5. Visceral atau nyeri dalam.
Berikut adalah tabel jenis-jenis nyeri, yaitu :
Jenis nyeri Defenisi Pengobatan
Nyeri akut Nyeri terjadi Nyeri ringan non-narkotik:
mendadak dan (asetaminofen), Nyeri sedang :
memberikan respons kombinasi non-narkotik dan narkotik
terhadap (kodein dan asetaminofen), Nyeri
pengobatan. berat : narkotik.
Nyeri kronik Nyeri menetap WHO, tangga analgetika untuk
selama lebih dari 6 Nyeri hebat : asetosal dan kodein
bulan dan sulit untuk Narkotik lemah : d-propoksipen,
diobati atau tramadol, dan kodein atau
dikendalikan kombinasi parasetamol-kodein
Narkotik kuat : morfin dan derivate-
derivatnya serta zat sintetis
narkotik.
Peroral Intraperitoneal
Sirup ibuprofen 1 30 1 ml 1 ml
(control positif)
Daun meniran 2 27 0,9 ml 0,9 ml
(sampel uji)
Na-CMC 3 23 0,83 ml 0,83 ml
(control)
VI. 1 Kesimpulan
a. Dari data yang didapatkan dari hasil praktikum dapat disimpulkan
bahwa ibuprofen dan infusa daun meniran berkhasiat sebagai
analgetik.
b. persen daya analgetik daun meniran adalah 69,65% dan persen daya
analgetik ibuprofen adalah 61,02%.
VI. 2 Saran
Sebaiknya dalam menangani hewan coba lebih diperhatikan etika-
etika penanganan hewan coba di laboratorium dan praktikan lebih
berhati-hati dalam penanganan hewan uji saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Raymond, 2017. Buku Praktis Farmasi, Aplikasi dalam Teori dan Praktik
Ilmu Farmasi. Buku Kedokteran EGC: Jakarta