Anda di halaman 1dari 12

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik


Pada Pemberian Per Oral dan Intraperitoneal

OLEH:

KELOMPOK 2

1. Chairunissa Marselina Syafitri (201810410311105)


2. Aulia Mahardika Bidari (201810410311104)
3. Leone Poetri (201810410311097)
4. Elva Dwi Kurnia (201810410311098)
5. Faricha Kusuma Danayanti (201810410311099)
6. Maulana Aldi Ashari (201810410311081)
7. Selmi Atika (201810410311100)

PRODI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
I. Judul Praktikum
Mula kerja, Puncak efek dan lama kerja obat analgetik pada pemberian
per oral dan intraperitoneal.

II. Tujuan Praktikum


Membedakan mula kerja (Onset of action), puncak efek (Peak effect),
lama kerja obat (Duration of action) analgetik pada pemberian per oral dan
intraperitoneal.

III. Dasar Teori


Analgesik merupakan obat penghilang nyeri yang bekerja dengan
mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran, lain
halnya dengan anastetik yang bekerja mempengaruhi kesadaran. ( Kirana
Rahaja, Tjay. Obat-obat penting, Jakarta:PT.Gramedia.2007)
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok
besar, yaitu:
a Analgetika Perifer (Non-Narkotika) yang terdiri dari obat-obat
yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja central. Analgesik
anti radang termasuk kelompok ini. Salah satu yang termasuk
Analgetika Perifer adalah metamitol (Antalgin dan metampiron).
b Analgetika Narkotika, khusus digunakan untuk menghalau rasa
nyeri hebat seperti pada fraktura dan kanker.
Nyeri adalah perasaan sensori dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat
mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala)
atau memperhebatnya, tetapi ada pula menghindarkannya sensasi
ransangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan
ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang (Tjay.dkk,2007).
Nyeri merupakan keadaan yang mengganggu dan tidak nyaman bagi
penderitanya, namun nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya
jaringan, diantaranya nyeri kutan yang bersifat membakar dan lambat
hilang dengan pembahasan prostagladin sebagai mediator spesifik untuk
nyeri yang berlangsung. (Price & Wilson,2006) (Sofwan,dkk,2006).
Efek farmakologi obat merupakan fungsi dari konsentrasi obat di
tempat kerja obat. Ada 3 fase yang didapatkan dari hubungan waktu dan
efek obat, yaitu: (1) mula kerja (Onset off action), (2) puncak efek (peak
effect), (3) lama kerja obat (duration of action). Seperti terlihat pada
gambar, ketiga fase ditentukan oleh kesepakatan absorbs, distribusi,
metabolisme dan ekskresi obat.
Mula kerja obat adalah waktu yang diperlukan antara obat-obat
diberikan dan saat pertama kali didapatkan tanda obat berespon. Fase ini
lebih ditentukan oleh kecepatan absorbsi dan distribusi daripada
kecepatan ekskresi. Tetapi pada prodrug, kecepatan metabolism juga
berpengaruh besar pada fase ini.
Puncak kerja obat adalah waktu yang diperlakukan mempunyai
mencapai intensitas efek maksimal obat dimana pada sebagaian besar
obat akan didapatkan ketika konsentrasi obat di tempat keja obat
mencapai konsentrasi maksimal. Waktu ynng diperlukan untuk mencapai
fase ini ditentukan oleh keseimbangan antara proses yang berperan pada
sampainya obat pada tempat kerja obat (kesepakatan absorbs dan
distribusi) dan pada proses obat meninggalkan tempat kerja dan tubuh
(Ikatan dengan reseptor dan kecepatan ekskresi ).
Lama kerja obat adalah jangka waktu dari mulai kerja obat hingga
respon obat berakhir. Fase ini lebih ditentukan oleh kecepatan ekskresi
obat, meskipun fase ini juga dapat dipengaruhi oleh adanya absorbs obat
yang terus berlangsung .
Untuk mencapai efek farmakologi (efek sistemik) seperti yang
diinginkan, obat dapat diberikan dengan berbagai cara, diantaranya
melalui oral, sub kutan, intramuscular, intravena, intraperitoneal dan
rectal. Masing-masing cara pemberian ini memiliki keuntungan dan
manfaat tertentu. Suaru senyawa atau obat mungkin efektif jika diberikan
melalui salah satu cara pemberian, tetapi tidak atau kurang efektif jika
diberikan melalui cara lain.
Cara pemberian obat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi absorbsi obat dan perbedaan dalam hal kecepatan absorbsi
dan berbagai cara pemberian tersebut yang selanjutnya akan berpengaruh
terhadap efek atau aktivitas farmakologinya. Pemberian per oral
merupakan cara pemberian obat yang lebih banyak kita jumpai daripada
pemberian parenteral karena lebih aman,nyaman,dan murah. Tetapi
berbeda dengan cara pemberian parenteral, pada per oral di dapatkan
kenaikkan dalam abrsorbsi obat akibat pengaruh sistem GIT dan adanya
per sistemik eliminasi (First elimination atau first-pass effect).
Antalgin (metampiton) adalah denvote metansulfanat dan
amidopirin yang bekerja terhadap terhadap susunan syaraf pusat yaitu
mengurangi sensivitas reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat
pengatur suatu tubuh. Tiga efek utamanya adalah sebagai analgesik,
antipiretik, dan anti inflamasi (Binar Albas,2015)
Fase yang diperoleh dari hubungan waktu dan efek obat, yaitu:
a Onset of action (mula kerja obat) adalah waktu yang
dibutuhkan suatu obat untuk mempengaruhi tunuh
(Fadhli,dkk.2016). Onset adalah waktu dari saat obat
diberikan hingga obat terasa kerjanya waktu onset ini sangat
tergantung pada rute pemberian dari farmakologinetik obat
(Noviani & Murliawati, 2017).
b Peak effect (puncak kerja obat adalah waktu dimana obat
mencapai konsentrasi tertinggi, daam plasma setelah tubuh
menyerap. Semakin banyak obat makin konsentrasinya di
dalam tubuh semakin meningkat sehingga mencapai
konsentrasi puncak respon.
c Duration of action (durasi kerja obat) adalah lama waktu
obat menghasilkan suatu effek terapi atau efek farmakologis
(Noviani & Murliawati, 2017:23).

Pemberian per oral

Kebanyakan obat diberikan melaui oral karena mudah dan


nyaman , pemberian per oral ditujukan untuk efek sistemik.
Permasalahannya adalah proses sampainya obat pada plasma
darah berlangsung lambat. Faktor seperti pengosongan lambung
dan enzimatis yang berperan akan mempengaruhi sampainya
obat pada sistemik. Pemberian Intraperitoneal Absorbsi lebih
cepat daripada pemberian per oral sehinggakadar obat yang
mencapai sistemik 100%. Kekurangannya adalah kontaminasi
bakteri lebih rawan jika terjadi kelebihan dosis akan sukar
diatasi serta penggunaannya tidak semudah per oral (harus
dengan bantuan tenaga medis). Ansel(1889:96-1057).

Mekanisme Kerja Obat Analgetik

Analgesik atau penghilang rasa nyeri adalah zat yang mengurangi


atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgesik
antiinflamasi diduga bekerja berdasarkan penghambatan sintesis
prostaglandin (mediator nyeri).

Mekanisme kerja obat analgesik merupakan sebuah mekanisme


fisiologi tubuh terhadap zat-zat tertentu. Obat analgesik bekerja di dua
tempat utama, yaitu di perifer dan sentral. Golongan obat AINS bekerja
di perifer dengan cara menghambat pelepasan mediator sehingga aktivitas
enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa prostaglandin tidak terjadi.
Sedangkan analgesik opioid bekerja di sentral dengan cara menempati
reseptor di konu dorsalis medula spinalis sehingga terjadi penghambatan
pelepasan transmiter dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi.

Obat Antalgin dan Xylomidon

1. Antalgin

Mekanisme kerja : aminoferin merupakan derivat pirazolon yang


mempunyai efek sebagai analgesik, antipiretik. Efek antipiretik diduga
berdasarkan efek mempengaruhi pusat pengatur suhu di hipotalamus dan
menghabisi biosintesis dan prostaglandin sedangkan efek analgesiknya
mengurangi rasa nyeri cukup kuat.

2. Xylomidon

Termasuk dalam metamizol yaitu derivate sulfonat dari


aminofenazol yang larut air. Khasiat dan efek sampingnya sama yaitu
analgesik dan antipiretik, dan antiradang. Obat ini secara mendadak dapat
menimbulkan kelainan darah yang dapat menyebabkan akibat fatal.

IV. Alat dan Bahan


 Alat : 1. Analgetic meter beban geser
2. Hot plate
3. Split 1 ml
4. Sonde
5. Stop watch
 Bahan: 1. Tikus
2. Obat analgetik : Antrain (250mg/ml)
Dosis = 50 mg/ 200 g BB 500 mg dalam 20 ml cmc
(oral)
3. Antalgin tablet (500mg/tablet) di puyer + cmc + air ad 20
ml
Dosis = 50 mg/200g BB
V. Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan analgi meter. Atur posisi badan pada alat pada posisi
terkecil.
2. Ambil tikus dalam keranjang dan pegang dengan teknik yang benar
dengan tangan kanan dan kiri.
3. Letakkan salah satu sela-sela jari-jari tikus pada penekanan (antara jari I
dan II) pada penekanan alat analgesimeter
4. Jalankan beban secara stabil sampai tikus merasakan nyeri (ditandai
dengan tikus menarik kakinya dari penekan)
5. Setelah tikus memberikan respon nyeri kembalikan beban pada posisi
terkecil kembali. Catat hasil normal ambang nyeri (lakukan hal ini pada
tikus I dan II)
6. Tikus I dan II diberikan analgesik peroral (tikus 1) dan intraperitoneal
(tikus II) lalu di istirahatkan selama 5 menit
7. Atur beban penekanan pada alat penekan pada posisi 2 kali ambang nyeri
normal tikus
8. Ambil dan pegang tikus I lalu posisikan sela-sela jari kaki pada penekan
alat analgesi meter (lakukan pada tikus I dan II)
9. Efek analgesik dikatakan positif (+) apabila tikus dapat menahan beban
yang diberikan (2x beban Kontrol) dan jika tikus tidak dapat menahan
beban, tikus akan menarik kakinya dari penekan.
10.
VI. Prosedur Kerja dalam Bentuk Bagan
a. Rangsangan Nyeri dengan tekanan

Siapkan analgesimeter

Atur beban pada posisi terkecil

pegang tikus

Tangan Kiri Tangan Kanan

Memposisikan sela-sela jari tikus pada alat penekan Memegang Tikus

Jalankan beban dengan menggeser kepekaan stabil (menentukan ambang nyeri)

Tikus merespon nyeri dengan kaki

Lepaskan beban

Catat ambang nyeri (dalam bentuk gram)


 Pemberian analgesic pada tikus I, tikus II, dan tikus III serta pengamatan
Tikus I, Tikus II, Tikus III

Analgetik oral Analgetik intraperitoneal Analgetik intramuscular

Tikus I Tikus II Tikus III

Mempersiapkan sela-sela jari tikus pada alat penekan analgesimeter

Diberikan dua kali beban kontrol ambang nyeri normal

Dilakukan selang waktu 5 menit hingga menit ke 60 (12 kali percobaan)

Catat hasil pengamatan

b. Rangsangan nyeri dengan suhu

Siapkan alat hot plate

Atur hot plate suhu standar (300)

Tunggu sampai lampu indikator menyala

Pegang tikus

Masukkan tikus kedalam hot plate

Naikkan suhu perlahan (kenaikan 20 c)

Tikus memberikan respon nyeri (menjilat kaki)

Catat suhu dalam derajat celcius ( 0C)

 Rangsangan dengan bahan kimia

Tikus di injeksi dengan asam asetat 3% 0,1 ml/10g BB secara


intraperitoneal

Hitung jumlah geliat tikus setiap 5 menit pengamatan


VII. Parameter Pengukuran
a. Onset of action diukur analgetik diberikan sampai terjadi pengurangan
rasa nyeri
b. Puncak efek diukur sejak analgetik diberikan sampai terjadi pengurangan
rasa nyeri terhadap rangsangan nyeri yang maksimal
c. Lama kerja obat diukur sejak mulai terjadi pengurangan rasa nyeri
sampai pengurangan rasa nyeri menghilang

VIII. Tabel pengamatan

Cara dan Waktu


Pengamatan 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’
Per Oral
Kel. I - - - - - + + + + + + -
Kel II - - - - - + + + + + - -
Kel III - - - + + + + - - - - -
Kel IV - - - - - + + + + + - -
Kel V - + + + - + + - - - - -
Kel VI - - - + + + + + - - - -
Intraperitoneal
Kel I - - - + + + + + + + + -
Kel II + + + - - - - - - - - -
Kel III - - - - + + + - - - - -
Kel IV - - - - - + + + - - - -
Kel V - - + + - + + - - - - -
Kel VI + + + + + + - - - - - -

Dosis yang di pakai :

Antalgin 50mg/200gBB -> 500mg dalam 20ml CMC (oral)

Antrain 50mg/200gBB -> 500mg/ml (IP)


50𝑚𝑔 𝑥 47 𝑚𝑔 500𝑚𝑔
Tikus I (oral) = =
200𝑚𝑔 188𝑔 𝑥 20 𝑚𝑙

x = 47 mg x = 1,88 ml -> 1,9 ml

50 𝑚𝑔 𝑥 48𝑚𝑔 500𝑚𝑔
Tikus II (IP) = =
200 𝑔 192 𝑔 𝑥 1 𝑚𝑙

x = 48 mg x = 0,096 -> 0,1 ml

Beban Kontrol
9,5+12,2+9,5
Tikus I = = 10,4 cm = 104 g
3

5,2+6+10
Tikus II = = 7,07 cm = 10,7 g
3
IX. Pembahasan
Pada praktikum kali ini adalah praktikum menguji onset of action, peak
of effect dan duration of action dari obat analgetik pada pemberian secara
peroral dan intraperitoneal. Dalam proses praktikum praktikan mengamati
dan menguji mula kerja, lama kerja, dan puncak kerjanya dengan media
hewan tikus (hewan uji) penggunaan tikus sebagai hewan uji karena memiliki
struktur dan sistem organ yang hampir mirip dengan manusia.
Tahap pertama dalam praktikum ini adalah menghitung dosis terlebih
dahulu untuk masing-masing tikus berdasarkan berat badan (BB) dan cara
pemberian obat yang akan dilakukan adalah dengan cara per oral dan
intraperitoneal. Setelah itu meminta acc kepada dosen yang bertanggung
jawab dalam proses berjalannya praktikum. Setelah dosis sudah di acc atau
diterima maka akan mulai membuat sediaan obat yang akan dimasukkan ke
dalam spuit dan sonde.
Tahap selanjutnya yang akan dilakukan yaitu menangkap atau memegang
tikus. Diusahakan untuk secara lembut dan perlahan agar tikus tidak merasa
tertekan dan stress, karena jika hewan uji mengalami stress dapat
menyulitkan praktikan dalam proses uji atau praktikum. Menangkap tikus
diawali dengan memegang ekornya terlebih dahulu, dengan tangan kiri dan
tangan kanan memposisikan jari-jari pada tikus.
Sebelum obat dimasukkan ke dalam badan tikus, terlebih dahulu
menentukan ambang nyeri dari ke-2 tikus (hewan uji). Caranya dengan
meletakkan sela-sela jari tikus atau selaput kaki tikus yang berada di sela-sela
jari tikus pada alat penekan selanjutnya beban digeser secara perlahan sampai
hewan uji menunjukkan respon jari (menarik kaki atau bersuara). Usahakan
dalam tiga kali uji ambang nyerinya.
Setelah menentukan ambang nyerinya, hewan uji diberikan obat analgetik
secara peroral dan intraperitoneal. Dalam pemberian obat secara peroral obat
yang digunakan adalah antalgin. Untuk obat intraperitoneal adalah antrain.
Kemudian amati efek pada hewan uji dengan cara di uji ambang nyerinya
lagi (setiap 5 menit) dan catat dalam tabel pengamatan.

Tikus 1
Pada tikus 1 diberikan obat analgesik secara peroral kemudian pada menit
ke 30’ obat analgesik mulai bekerja dan menunjukkan efeknya mulai
memasuki onset of action atau mula kerja obat pada menit ke 35’- 45’ mulai
memasuki peak of effect atau puncak efeknya kemudian sampai dengan
menit ke 50’ obat tetap tidak mengalami penurunan efeknya. Jadi duration of
action atau lama kerja dari analgesic peroral ini dari menit ke 30’ – 50’.

Tikus 2
Pada tikus 2 diberikan obat analgesic secara intraperitoneal kemudian
pada menit ke 5’ obat analgesic mulai bekerja dan menunjukkan efeknya
mulai memasuki onset of action atau mula kerja dan pada menit ke 10’ mulai
memasuki peak effect (puncak efek) pada menit ke 15’. Jadi duration of
action dari analgesic intraperitoneal ini dari menit ke 5’-15’.

Dari data yang telah di dapat setelah praktikum dapat dilihat bahwa
hewan uji 2 yang diberikan obat analgetik secara intraperitoneal memberikan
efek kerja obat lebih cepat, dibuktikan dengan respon hewan uji yang tidak
menarik kakinya ketika diberi beban sesuai hasil pengamatan ambang nyeri
sebelumnya. Sedangkan pemberian obat secara per oral baru memberikan
efek pada menit ke 30’ pada hewan uji.
Obat yang diberikan secara peroral biasanya membutuhkan waktu 30
menit sampai dengan 45 menit sebelum di absorbsi di dalam tubuh dan efek
puncaknya dicapai setelah 1 - 11⁄2 jam setelah pemerian obat.
Pemberian obat secara intraperitoneal lebih cepat memberikan efek
dibandingkan dengan peroral, karena pemberian obat peroral harus melalui
rute yang panjang (saluran cerna), sehingga absorbsi obat berjalan lambat.
Sedangkan pemberian obat secara intraperitoneal diberikan melalui rongga
perut yang kemudian langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
Kesalahan praktikan dalam praktikum ini adalah kurangnya ke hati-hatian
dan ketelitian dalam memperlakukan hewan uji. Praktikan terlalu panik dan
tidak benar dalam penangkapan tikus. Sehingga hewan uji merasa terganggu
dan stress. Hal ini berpengaruh pada proses praktikum, yaitu praktikum
kesulitan mengatur posisi kaki (selaput) tikus atau hewan uji pada alat
penekan. Sehingga terjadi ketidak efisienan terhadap waktu (data lambat
terkumpul).
X. Kesimpulan
1. Pemberian obat oral lebih lama menunjukkan Onset of Action
disbanding secara intraperitoneal. Hal ini dikarenakan Intraperitoneal
tidak mengalami fase absorbsi tapi langsung kedalam pembuluh
darah. Sementara pemberian secara oral, obat akan mengalami
absorbsi terlebih dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah
dan memberiakn efek (Absorbsi harus melewati berbagai system
tubuh, contoh secara oral)
2. Cara pemberian secara intraperitoneal dapat diberikan dengan cara
menginjeksi tepat pada bagian abdomen tikus.
3. Pemberian secara oral diberikan dengan menggunakan sonde yang
dimasukkan ke dalam mulut tikus dan langsung ke kerongkongan
4. Duration of Action pemberian secara oral lebih Panjang (lama) dari
pemberian secara intraperitoneal
5. Ketidaksamaan atau ketidak akuratan hasil penelitian dengan teori
diakibatkan karena berbaagai factor, misalnya ketidaktepatan
pemberian obat yaitu kesalahan saat menyuntikkan dosis sehingga
dosis yang diberikan tidak tepat yang akan menyebabkan over dosis
pada tikus, selaain itu kondisi tikus yang tidak tenang aatau stress
sangat mempengaruhi keberhasilan praktikum.
Bahan Diskusi
1. Mengapa mula kerja obat pada pemberian oral lebih lambat daropada pemberian
intraperitoneal? Jelaskan!
2. Sebutkan cara pemberian parenteral selain intraperitoneal serta keuntungan dan
kelebihan masing-masing!
3. Buatlah kurva waktu vs kadar!

Jawab :

1. Karena pemberian per oral memiliki banyak faktor yang dapat mempengaruhi
seperti terjadinya absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Sehingga
waktu onset yang didapatkan cukup lama, sedangkan pemberian yang cukup
efektif adalah intraperitoneal karena fase yang terjadi disini hanyalah distribusi,
metablisme, dan ekskresi dan tidak mengalami absorbsi. Karena tidak mengalami
absorbsi maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat sehingga kerja obat
cepat.
2.
No. Rute Pemberian Kelebihan Kekurangan
1 Per Oral Mudah, ekonomis, Rasanya tidak enak,
nyaman, tidak perlu menyebabkan mual,
latihan khusus kemungkinan dapat
mengiritasi lambung dan
usus, obat dapat
mengalami metabolisme
lintas pertama

2 Subkutan Obat dapat diberikan Perlu prosedur yang steril,


dalam kondisi sadar atau sakit, dan dampak terjadi
tidak sadar infasi lokal ditempat
injeksi

3 Intramuscular Absorbsi berlangsung Harus steril, sakit, dan


cepat, kerja obat cepat dapat terjadi infasi di
tempat injeksi

4 Intravena Menghindari metabolisme Bebrapa obat dapat


first pass oleh hati, memasukkan bakteri
memberikan efek yang melalui kontaminasi, cara
cepat, dan kontrol yang kerja yang cepat
baik sekali atas kadar obat menyebabkan pemberian
dalam sirkulasi antidotum mungkin
terlambat
Daftar Pustaka
1. Safwan, dkk, 2016. Aktivitas Analgetik Ekstrak Etanol Daun Melinjo (Gnetum
GnemunL) pada Mencit Putih (Musculus L.) Jantan Jurnal Ilmiah Ibnu Sina.72
(1) : 71-78
2. Fatmiah, dkk. 2017. Analisis Antalgin dalam Jamu Pegal Linu yang di Jual di
Pasar Beringharjo Yogyakarta. Jan. 30 (4) : 29-34
3. Novian, Nita dan Vitri Nurilawati. 2017. Farmakologi. Jakarta
4. Ansel. C. howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaaan Farmasi : Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai