Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBERIAN ANESTESI GA TIVA

Dosen Pengampu :
Imawan Dani Atmko,S.Kep, Ns

Disusun Oleh :
Revalina Aulia Rahma (220106200)

PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2023

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur atas rahmat dan ridho
Allah SWT, karena tanpa rahmat dan ridho-Nya, saya tidak dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan selesai tepat waktu.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Imawan Dani Atmko,S.Kep, Ns dosen
pengampu mata kuliah Farmakoterapi yang membimbing saya dalam mengerjakan tugas
ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman saya yang selalu setia
membantu dalam pembuatan tugas ini.

Mungkin dalam pembuatan tugas ini terdapat kesalahan yang saya


ketahui. Maka dari itu saya memohon saran dan kritik dari teman-
teman maupun dosen. Demi tercapainya tugas yang sempurna.

Purwokerto.28 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI.....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................
1.3 Tujuan.......................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Jenis tindakan Anestesi.............................................................................................


2.2 Tujuan tindakan Anestesi..........................................................................................
2.3 Obat Anestesi yang digunakan.................................................................................
2.4 Indikasi dan Kontraindikasi Obat
Anestesi............................................................................................7
2.5 Alat yang digunakan dalam pemberian obat anestesi......................8
2.6 Cara Pemberian................................................................................9
2.7 Hambatan individu melakukan demonstrasi tindakan pemberian
Obat Anestesi....................................................................................9
2.8 Rencana perbaikan diri untuk mencapai kompetensi pemberian
Obat Anestesi....................................................................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...............................................................................................................
B. Saran.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..…...……11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam melakukan suatu tindakan anestesi terhadap pasien yang akan dilakukan
tindakan operasi, kita dapat memilih berbagai macam pilihan cara anestesi. Dari
berbagai macam pilihan tersebut, sebagian besar operasi (70%-75%) dilakukan dengan
cara anestesi umum. Sedangkan sisanya dilakukan dengan cara regional atau anestesi
lokal. Operasi yang dilakukan di daerah kepala, leher, intra toraks, intra abdomen akan
lebih baik jika dilakukan dengan cara anestesi umum dengan pemasangan pipa
endotrakea. Hal ini akan menjadikan jalan nafas lebih mudah dikontrol, selain jalan
nafas menjadi lebih bebas .
Pilihan cara anestesia harus selalu terlebih dahulu mementingkan segi-segi keamanan
dan kenyamanan pasien. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan cara anestesia
antara lain adalah umur, status fisik pasien, posisi pembedahan, ketrampilan dan
kebutuhan dari dokter pembedah, serta ketrampilan dan pengalaman dokter anestesi.
Salah satu pilihan cara anestesi umum yang cukup sering digunakan adalah teknik total
intravenous anesthesia (TIVA).

Rumusan Masalah

1. Apa saja jenis tindakan anestesi ?


2. Apa Tujuan tindakan anestesi ?
3. Apa saja obat anestesi yang digunakan ?
4. Bagaimana Indikasi dan Kontraindiasi obat anestesi ?
5. Apa saja alat yang digunakan dalam pemberian obat anestesi ?
6. Bagaimana cara pemberian obat anestesi ?
7. Apa Hambatan individu untuk melakukan demonstrasi tindakan pemberian obat anestesi ?
8. Apa Rencana perbaikan diri untuk mencapai kompetensi pemberian obat anestesi ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Jenis tindakan anestesi


2. Mengetahui Tujuan tindakan anestesi
3. Mengetahui Obat anestesi yang digunakan
4. Mengetahui Indikasi dan Kontraindikasi obat anestesi
5. Mengetahui Alat yang digunakan dalam pemberian obat anestesi
6. Mengetahui Cara pemberian
7. Mengetahui Hambatan individu untuk melakukan demonstrasi tindakan pemberian
obat anestesi
8. Mengetahui Rencana perbaikan diri untuk mencapai kompetensi pemberian obat
anestesi ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 JENIS TINDAKAN ANESTESI


TIVA (Total Intra Venous Anesthesia) adalah teknik anestesi umum di mana induksi
dan pemeliharaan anestesi didapatkan dengan hanya menggunakan kombinasi obat-obatan
anestesi yang dimasukkan lewat jalur intra vena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk
N2O. TIVA dalam anestesi umum digunakan untuk mencapai 4 komponen penting dalam
anestesi yaitu ketidaksadaran, analgesia, amnesia dan relaksasi otot. Namun tidak ada satupun
obat tunggal yang dapat memenuhi kriteria di atas, sehingga diperlukan pemberian kombinasi
dari beberapa obat untuk mencapai efek yang diinginkan tersebut.
Beberapa keuntungan dari farmakologi TIVA bila dibandingkan dengan agen anestesi inhalasi
yaitu:
1. Induksi anestesi yang lebih lembut tanpa batuk ataupun cegukan
2. Mudah dalam mengendalikan kedalaman anestesi ketika menggunakan obat dengan
waktu kesetimbangan darah-otak yang singkat
3. Hampir semua agen TIVA memilki onset yang cepat dan dapat diprediksi dengan
efek hangover yang minimal
4. Angka kejadian PONV yang rendah
5. Sebagian besar menurunkan CBF dan CMRO, sehingga ideal untuk bedah saraf
6. Tingkat toksisitas organ yang rendah

Sifat fisik dan farmakologis anestetika intra vena yang ideal meliputi:
1. Larut dalam air dan stabil di dalam larutan.
2. Tidak menimbulkan nyeri saat penyuntikkan dan tidak merusak jaringan saat digunakan
ekstravaskuler maupun intra arteri.
3. Tidak melepas histamin atau mencetuskan reaksi hipersensitifitas.

2.2 TUJUAN TINDAKAN ANESTESI

Tujuan tindakan anestesi GA TIVA adalah untuk menghilangkan rasa sakit, kesadaran, dan
refleks yang tidak diinginkan selama tindakan pembedahan atau prosedur medis lainnya.
Secara spesifik, tujuan tindakan anestesi GA TIVA adalah sebagai berikut:

1. Menghilangkan rasa sakit


Anestesi umum, termasuk TIVA, bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit selama
tindakan pembedahan atau prosedur medis lainnya. Rasa sakit dapat menyebabkan
ketidaknyamanan, kecemasan, dan stres bagi pasien. Anestesi umum dapat membantu
pasien untuk tetap tenang dan rileks selama tindakan.
2
2. Menghilangkan kesadaran
Anestesi umum juga bertujuan untuk menghilangkan kesadaran pasien. Hal ini
penting untuk memastikan bahwa pasien tidak merasakan sakit atau sensasi lainnya
selama tindakan. Anestesi umum dapat membantu pasien untuk tertidur selama
tindakan dan tidak mengingat apa pun yang terjadi.

3. Menghilangkan refleks yang tidak diinginkan


Anestesi umum juga bertujuan untuk menghilangkan refleks yang tidak diinginkan
selama tindakan. Refleks yang tidak diinginkan dapat mengganggu tindakan atau
membahayakan pasien. Anestesi umum dapat membantu untuk melumpuhkan otot-
otot pasien sehingga refleks tidak dapat terjadi.

4. Menciptakan kondisi yang optimal untuk tindakan


Anestesi umum juga bertujuan untuk menciptakan kondisi yang optimal untuk
tindakan. Hal ini termasuk menjaga kondisi pasien tetap stabil dan aman selama
tindakan. Anestesi umum dapat membantu untuk mengontrol suhu tubuh, tekanan
darah, dan denyut jantung pasien.

TIVA adalah teknik anestesi umum yang menggunakan obat-obatan anestesi yang diberikan
melalui jalur intravena. TIVA memiliki beberapa kelebihan dibandingkan teknik anestesi
umum lainnya, antara lain:

 Waktu induksi yang lebih cepat


 Kebutuhan obat yang lebih sedikit
 Pemulihan yang lebih cepat
 Efek samping yang lebih minimal
 TIVA merupakan teknik anestesi yang umum digunakan untuk tindakan pembedahan
yang singkat dan sederhana. TIVA juga dapat digunakan untuk tindakan pembedahan
yang lebih kompleks, tetapi biasanya digunakan bersama dengan teknik anestesi
umum lainnya.

2.3 OBAT ANESTESI YANG DIGUNAKAN


Obat-obatan anestesi intravena :
a. Barbiturat (yang biasa digunakan adalah thiopental, methohexital dan thiamylal)
 Obat ini termasuk golongan obat hipnotik sedasi,pemberian barbiturate
menyebabkan penurunan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung, hati
hati pada pemberian thiopental karena bersifat alkali bisa merusak jaringan
sekitar bila disuntikan melalui ekstravaskuler
 Thiopentone dikemas dalam bentuk tepung warna kuning dan berbau
belerang. Sebelum digunakan dianjurkan dilarutkan dengan akuades steril
dalam larutan 2,5% (1 ml = 25 mg) atau 5% (1 ml = 50 mg) dan disuntikan
perlahan-lahan. Dalam waktu 30 – 40 detik, penderita akan tertidur setelah
disuntik secara intravena dan kesadaran akan pulih setelah 20 – 30 menit.
Larutan ini sangat alkalis dengan pH 10 – 11, sehingga jika sampai keluar
vena akan menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Suntikan intraarterial akan

3
menimbulkan vasokonstriksi dan nekrosis jaringan.
b. Benzodiazepin
Obat golongan benzodiazepine memiliki efek ansiolitik, hipnotik, amnesia,
anti konvulsi dan bahan pelumpuh otot. Dimana farmakodinamik diazepam dan
midazolam sangat mirip, farmakokinetik kedua obat ini sangat berbeda.Midazolam
mempunyai keunggulan dibandingkan diazepam dan lorazepam untuk induksi
anestesi, karena ia mempunyai onset yang lebih cepat. Kecepatan onset midazolam
dan barbiturat lainnya ketika digunakan untuk induksi anestesi ditentukan oleh dosis,
kecepatan injeksi, tingkat premedikasi sebelumnya, umur, status fisik ASA dan
kombinasi obat anestetik lain yang digunakan.pemberian midazolam merupakan
golongan obat sedasi dan digunakan untuk menurunkan tekanan darah, Diazepam
dan midazolam merupakan ansiolitik yang poten, bekerja pada SSP yang
membangkitkan rasa takut, cemas dan agresi. Di samping menekan kecemasan, obat
ini menyebabkan amnesia yang unggul. Pada dosis tinggi, obat ini juga dapat
digunakan sebagai zat induksi anesthesia, meskipun kegunaan utamanya merupakan
sedative atau ansiolitik.
c. Ketamin

Di antara agen anestetik lainnya ketamin mempunyai keunggulan dengan


menimbulkan efek hipnotik dan analgesi sekaligus berkaitan dengan dosis yang
diberikan. Pada dosis sub anestesi ketamin dapat menimbulkan halusinasi yang
dapat dicegah dengan pemberian midazolam ataupun agen hipnotik lainnya. Pada
pemberian dosis tunggal bisa disebut disosiasi anestesi dimana pasien tampak sadar (
mata terbuka, reflek menelan dan kontraksi otot + ) tetapi tidak mampu mengolah
dan merespon input sensorisnya.
Pada pemberian ketamine harus didahului premedikasi midazolam /
pemberian sedasi kuat lainnya, dosis ketamine 1-2 mg/kg bb iv dapat digunakan
untuk induksi anestesi dengan durasi 10-20 menit,dan akan pulih sadar dengan
orientasi penuh sekitar 60-90 menit sesudahnya.dan efek anelgetik bisa tercapai
dalam dosis 0,1-0,5 mg/kg bb iv. Dan dilaporkan memiliki efek anelgetik post op.
Ketamine mempunyai efek meningkatkan tekanan darah, denyut jantung dan cardiac
out put.ketamin juga bisa sebagai bronchodilator yang paten sehingga sangat cocok
untuk induksi penderita asma, tapi pada pemberian ketamine bisa merangsang
terjadinya hipersalivasi sehingga sangat penting pemberian antikolinergik (SA ) pada
saat premedikasi.

OPIOID :
FENTANIL (Sublimaze)

Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten yang dieliminasi di


hati. Sebagai suatu analgesik, fentanil 75 – 125 kali lebih poten di banding morfin.
Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih
besar dari fentnil dibanding dengan morfin. Awitan aksi IV berlangsung dalam 30 detik,

4
efek puncaknya dicapai dalam 5 – 15 menit, dan lama aksinya berlangsung 30 – 60
menit. Mudah melewati sawar darah otak. Efek samping pada sistem KVS berupa
hipotensi, perlambatan EKG dan bradikardia. Pada sistem respirasi berupa depresi
pernapasan dan apnoe. Pada SSP berupa pusing, penglihatan kabur dan kejang. Pada GIT
berupa mual, emesis, pengosongan lambung tertunda dan spasme traktus biliaris. Pada
mata didapatkan miosis. Pada musculoskeletal berupa kekakuan otot. Fentanil
mendepresi ventilasi dan menyebabkan kekakuan otot rangka khususnya otot thorak,
abdomen dan ekstremitas.

 Penggunaan: Analgesia, anesthesia


 Dosis :
 Analgesia: diberikan secara IV 25 – 100 µg (0,7 – 2 µg/kg BB)
 Induksi: diberikan secara Bolus IV 5 -40 µg/kg BB dan juga lewat Infus 0,25
– 0,2 µg/kg BB/menit selama kurang dari 20 menit
 Suplemen anesthesia: diberikan secara IV 2-20µg/kg BB dan juga di berikan
secara Infus dengan dosis 0,025 – 0,25 µg/kg BB/menit
 Anestesia tunggal: Pada penggunaan sebagai anestesi tunggal maka diberikan
secara IV dengan dosis 50 – 150 µg/Kg BB (dosis tunggal) ataupun dapat
diberikan lewat Infus dengan dosis 0,25 – 0,5 µg/kg BB/menit

MORFIN SULFATE (Morphine, MS Contin, Astramorph, Duramorph,


Infumorph)
Alkaloid opium ini menimbulkan efek primernya terhadap SSP dan organ
yang mengandung otot polos. Morfin sulfat menimbulkan analgesia, rasa mengantuk,
euphoria, depresi pernapasan terkait dosis, gangguan respons adrenokorteks terhadap
stress (pada dosis yang tinggi), dan penurunan tahanan perifer (dilatasi arteriol dan
venosa) dengan sedikit atau tanpa efek terhadap indeks jantung. Morfin dieliminasi di
hati. Efek terapeutik morfin pada edema paru merupakan akibat sekunder dari
peningkatan pada dasar kapasitasi. Efek konstipasi morfin akibat induksi dari
kontraksi non propulsive melalui GIT. Morfin dan opioid lain dapat menyebabkan
spasme traktus biliaris dan peningkatan tekanan duktus biliaris komunis di atas kadar
pra obat. Depresi reflex batuk adalah melalui efek langsung terhada pusat batuk
dalam medulla. Morfin mengurangi aliran darah otak, kecepatan metabolism otak dan
TIK. Dapat menimbulkan mual dan muntah dengan mengaktivasi zona pemicu
kemoreseptor. Morfin melepaskan histamine dan dapat menyebabkan pruritus setelah
pemberian oral atau sistemik.
Awitan aksi IV berlangsung kurang dari 1 menit. Efek puncaknya dicapai dalam 5 –
20 menit dengan lama aksi 2 – 7 jam.
Efek samping pada sistem KVS berupa hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia dan
kekakuan dinding dada. Pada sistem respirasi ditemukan bronkospasme dan
laringospasme. Pada SSP berupa penglihatan kabur, sinkop, euphoria dan disforia.

5
Pada sistem urogenital berupa retensi urin, efek anti diuretic dan spasme ureter. Pada
GIT berupa spasme traktus biliaris, konstipasi, anorexia, mual muntah dan penundaan
pengosongan lambung. Pada mata ditemukan miosis. Dan dapat menimbulkan efek
alergi berupa ruritus dan urtikaria.
Penggunaan :
 - Premedikasi
 - Analgesia
 - Anestesia
 - Pengobatan nyeri yang berkaitan dengan ischemi miokard
 - Dispnoe yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru
Dosis:

 Analgesia : IV 2,5 – 15 mg (anak-anak 0,05 – 0,2 mg/kg BB, max 15 mg)


 Induksi : IV 1mg/kg BB
 Edema paru : IV 0,05 – 0,1 mg/kg BB, jika perlu tambahkan diuretic.

MEPERIDINE HCL / PETHIDINE


Opioid sintetik ini mempunyai kekuatan kira-kira 1/10 morfin dengan awitan
yang sedikit lebih cepat dan lama aksi yang lebih pendek. Dibandingkan dengan
morfin, meperidin lebih efektif pada nyeri neuropatik. Meperidin mempunyai efek
vagolitik dan anti spasmodic ringan. Dapat menimbulkan hipotensi ortostatik pada
dosis teraupeutik. Normeperidin, metabolit aktifnya, merupakan stimulant otak dan
terutama dieksresikan dalam urin. Pada pemberian meperidin yang lama dapat terjadi
akumulasi (>3hari). Meperidin menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolic
otak dan TIK. Awitan aksi IV dicapai kurang dari 1 menit, dengan efek puncak 5 – 20
menit dan lama aksi 2 – 4 jam.
Efek samping pada KVS berupa hipotensi dan henti jantung. Pada sistem
respirasi berupa depresi pernapasan, henti napas dan laringospasme. Pada SSP berupa
euphoria, disforia, sedasi, kejang, dan ketergantungan psikis. Pada GIT berupa
konstipasi dan spasme traktus biliaris. Pada musculoskeletal didapatkan kekakuan
dinding dada. Dan dapat menimbulkan efek alergi seperti urtikaria dan pruritus.

Penggunaan :

 - Premedikasi
 - Analgesia
 - Pencegahan dan pengobatan menggigil pasca bedah
Dosis:
 Analgesia : IV lambat 25 – 100 mg (0,5 – 2 mg/kg BB)
 Pencegahan/pengobatan menggigil : IV 25 – 75 mg (0,5 – 2mg/kg BB)
 Dosis max yang dianjurkan: 1g/hari (20mg/kg BB/hari). Kadar meperidine
serum (normal kurang dari 0,55µg/ml) dan pada kadar normeperidin serum
(normal kurang dari 0,5µg/ml) pada dosis yang lebih tinggi harus di monitor.

6
SUFENTANIL SITRAT (SUFENTA)
Obat ini merupakan suatu analog tiamil dari fentanil dengan potensi analgesic
5 – 7 kali lipat. Sufentanil memperlemah respon hemodinamik terhadap intubasi
endotrakhea dan manipulasi bedah. Efek KVS lazimnya serupa dengan efek
fentanil. Sufentanil dapat menimbulkan bradikardia tergantung dosis, kemungkinan
melalui stimulasi dari inti vagal dalam medulla. Ini cukup untuk menurunkan curah
jantung. Depresi ventilasi disebabkan oleh penurunan respons dari pusat pernapasan
dalam batang otak terhadap peningkatan CO2. Obat ini menyebabkan penurunan
kebutuhan metabolic otak terhadap oksigen. Sufentanil, seperti alfentanil atau
fentanil, tidak memiliki efek bermakna terhadap aliran darah otak atau
TIK. Sufentanil memiliki awitan aksi IV yang dicapai dalam waktu 1 – 3 menit.
Sedangkan efek puncak 3 – 5 menit dan lama aksi 20 – 45 menit.
Efek samping sufentanil pada KVS berupa hipotensi dan bradikardi. Padas
item respirasi berupa depresi pernapasan dan apnoe. Pada SSP berupa pusing, sedasi,
euphoria, disforia dan ansietas. Pada GIT berupa mual, muntah, penundaan
pengosongan lambung dan spasme traktus biliaris. Pada mata di dapatkan miosis.
Sedangkan pada musculoskeletal berupa kekakuan otot.

Penggunaan: Analgesia anesthesia

Dosis:
 Analgesia : IV 10-30µg (0,2 - 0,6µg/kg BB)
 Induksi : bolus IV 2 - 10µb/kg BB dan Infuse 0,1 – 0,5µg/kg BB/ menit
kurang dari 20 menit. Titrasi dosis sampai respons pasien. Untuk menghindari
kekakuan dinding dada, berikan relaksan otot serentak dengan dosis induksi.
 Suplemen anesthesia : bolus IV 0,6 - 4 µg/kg BB dan Infuse 0,005 – 0,5 µg/kg
BB/menit
 Anestetik tunggal : IV 10 – 30 µg/kg BB (dosis tunggal) dan juga Infus 0,05 –
0,1 µg/kg BB/menit
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan induksi dengan metode TIVA,
meliputi dosis induksi dan interaksi dari kombinasi obat yang digunakan. Onset efek anestesi
ditentukan oleh konsentrasi obat di otak, dapat dicapai secara cepat maupun perlahan.
Pencapaian yang cepat biasanya dapat disertai efek samping yang nyata seperti hipotensi,
bradikardia dan depresi pernafasan.

2.4 INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI OBAT ANESTESI

1. Barbiturat:
Indikasi: Digunakan sebagai sedatif, hipnotik, dan antikonvulsan.
Kontraindikasi: Tidak boleh digunakan pada pasien dengan porfiria, riwayat hipersensitivitas,
atau kondisi pernapasan yang parah.

7
2. Benzodiazepin:
Indikasi: Untuk kecemasan, insomnia, epilepsi, dan sebagai preanestesi.
Kontraindikasi: Hindari pada individu dengan glaukoma sudut tertutup, kehamilan (terutama
pada trimester pertama), dan alergi terhadap benzodiazepin.

3. Ketamin:
Indikasi: Sebagai anestesi umum dan analgesik.
Kontraindikasi: Pasien dengan tekanan darah tinggi, penyakit jantung, atau riwayat psikosis.

4. Fentanyl:
Indikasi: Analgesik kuat, sering digunakan dalam penanganan nyeri kronis atau operasi.
Kontraindikasi: Hindari pada pasien dengan alergi terhadap opioid, serta kondisi pernapasan
yang serius.

5. Morfin Sulfat:
Indikasi: Pengelolaan nyeri sedang hingga berat.
Kontraindikasi: Tidak dianjurkan pada pasien dengan obstruksi paru-paru yang signifikan
atau ileus usus.

6. Meperidine:
Indikasi: Analgesik untuk nyeri sedang hingga berat.
Kontraindikasi: Tidak cocok untuk penggunaan jangka panjang, terutama pada orang dengan
gangguan fungsi hati atau ginjal.

7. Sufentanil Sitrat:
Indikasi: Analgesik kuat, sering digunakan dalam anestesi.
Kontraindikasi: Tidak boleh digunakan pada pasien dengan alergi terhadap opioid atau
kondisi pernapasan yang berat.

2.5 ALAT YANG DIGUNAKAN DALAM PEMBERIAN ANESTESI

 Syringe pump
Syringe pump adalah alat yang digunakan untuk memberikan obat anestesi secara
teratur dan terkontrol. Obat anestesi dalam bentuk cairan dimasukkan ke dalam
syringe pump, kemudian diatur kecepatan pemberiannya. Syringe pump dapat
digunakan untuk memberikan berbagai jenis obat anestesi, termasuk propofol,
remifentanil, dan fentanyl.

 Intravenous line
Intravenous line adalah jalur masuk obat ke dalam tubuh melalui pembuluh darah. IV
line biasanya dipasang di lengan atau tangan pasien. IV line harus dipasang dengan
benar agar obat dapat mengalir dengan lancar dan tidak bocor.

 Monitor pasien
Monitor pasien digunakan untuk memantau kondisi pasien selama operasi. Monitor
pasien biasanya terdiri dari monitor EKG, monitor tekanan darah, monitor oksigenasi
darah, dan monitor suhu tubuh. Monitor pasien digunakan untuk memastikan bahwa
pasien dalam kondisi yang stabil selama operasi.

 Alat bantu napas

8
Alat bantu napas digunakan untuk membantu pasien bernapas selama operasi. Alat
bantu napas biasanya berupa ventilator mekanik. Ventilator mekanik dapat mengatur
frekuensi, kedalaman, dan tekanan napas pasien.

 Alat bantu intubasi


Alat bantu intubasi digunakan untuk memasukkan endotracheal tube ke dalam trakea
pasien. Endotracheal tube adalah tabung plastik yang dimasukkan ke dalam trakea
untuk membantu pasien bernapas dan mencegah aspirasi.

2.6 CARA PEMBERIAN OBAT ANESTESI

Metode pemberian obat hipnotik, analgesik dan relaksan otot yang merupakan
komponen dari TIVA dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Bolus intermiten
2. Infus kontinyu menggunakan syringe infusion pumps atau sejenisnya
3. Dengan target controlled infusion system
(TCI)

Interaksi dari kombinasi obat dalam tehnik TIVA mempunyai arti penting dalam
menentukan dosis obat yang digunakan. Kecuali ketamin, interaksi agen hipnotik dengan
opioid akan menghasilkan aksi yang sinergis dalam menekan fungsi sistem kardiovaskuler
dan respirasi, sehingga diperlukan pengurangan dosis dari masing- masing obat yang
digunakan.

2.7 Hambatan individu untuk melakukan demonstrasi tindakan pemberian obat


anestesi
Belum terlalu hafal terkait efek dari masing masing obat GA TIVA tersebut

2.8. Rencana perbaikan diri untuk mencapai kompetensi pemberian obat anestesi
Memperbaiki diri dengan belajar kembali menggunakan materi yang diberikan dosen
dan melihat referensi lain dari jurnal

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

TIVA (Total Intra Venous Anesthesia) adalah teknik anestesi umum di mana
induksi dan pemeliharaan anestesi didapatkan dengan hanya menggunakan kombinasi
obat-obatan anestesi yang dimasukkan lewat jalur intra vena tanpa penggunaan
anestesi inhalasi termasuk N2O. TIVA dalam anestesi umum digunakan untuk
mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yaitu ketidaksadaran, analgesia,
amnesia dan relaksasi otot. Dikarenakan tidak ada satupun obat tunggal yang dapat
memenuhi kriteria di atas, sehingga diperlukan pemberian kombinasi dari beberapa
obat untuk mencapai efek yang diinginkan tersebut.

B. SARAN

Perhatikan dosis, rute pemberian, indikasi, kontraindikasi, dan efek samping masing-
masing obat sebelum diberikan kepada pasien

10
DAFTAR PUSTAKA

White, FP. Eng, MR. 2009. Intravenous Anesthetics. In: Barash, et al (ed). Clinical
Anesthesia, 6th edition. Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia.
Reves, JG, et al. 2010. Intravenous Anesthetics. In: Miller, RD. (eds) miller's
Anesthesia, 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders
Aun, T. et al. 2013. Total intravenous anaesthesia using target controlled infusion. A
pocket reference. College of anesthesiologists. Academy of Medicine of Malaysia.
Sear, J. 2008. Total Intravenous Anesthesia. In: Longnecker, et al (eds).
Anesthesiology. USA. Mc Graw Hill
Masui K, et al. 2010. The Performance of Compartmental and Physiologically Based
Recirculatory Pharmacokinetic Models for Propofol: A Comparison Using Bolus,
Continuous, and Target-Control…

11

Anda mungkin juga menyukai