Dosen Pengampu :
Imawan Dani Atmko,S.Kep, Ns
Disusun Oleh :
Revalina Aulia Rahma (220106200)
i
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur atas rahmat dan ridho
Allah SWT, karena tanpa rahmat dan ridho-Nya, saya tidak dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan selesai tepat waktu.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Imawan Dani Atmko,S.Kep, Ns dosen
pengampu mata kuliah Farmakoterapi yang membimbing saya dalam mengerjakan tugas
ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman saya yang selalu setia
membantu dalam pembuatan tugas ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan...............................................................................................................
B. Saran.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..…...……11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam melakukan suatu tindakan anestesi terhadap pasien yang akan dilakukan
tindakan operasi, kita dapat memilih berbagai macam pilihan cara anestesi. Dari
berbagai macam pilihan tersebut, sebagian besar operasi (70%-75%) dilakukan dengan
cara anestesi umum. Sedangkan sisanya dilakukan dengan cara regional atau anestesi
lokal. Operasi yang dilakukan di daerah kepala, leher, intra toraks, intra abdomen akan
lebih baik jika dilakukan dengan cara anestesi umum dengan pemasangan pipa
endotrakea. Hal ini akan menjadikan jalan nafas lebih mudah dikontrol, selain jalan
nafas menjadi lebih bebas .
Pilihan cara anestesia harus selalu terlebih dahulu mementingkan segi-segi keamanan
dan kenyamanan pasien. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan cara anestesia
antara lain adalah umur, status fisik pasien, posisi pembedahan, ketrampilan dan
kebutuhan dari dokter pembedah, serta ketrampilan dan pengalaman dokter anestesi.
Salah satu pilihan cara anestesi umum yang cukup sering digunakan adalah teknik total
intravenous anesthesia (TIVA).
Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Sifat fisik dan farmakologis anestetika intra vena yang ideal meliputi:
1. Larut dalam air dan stabil di dalam larutan.
2. Tidak menimbulkan nyeri saat penyuntikkan dan tidak merusak jaringan saat digunakan
ekstravaskuler maupun intra arteri.
3. Tidak melepas histamin atau mencetuskan reaksi hipersensitifitas.
Tujuan tindakan anestesi GA TIVA adalah untuk menghilangkan rasa sakit, kesadaran, dan
refleks yang tidak diinginkan selama tindakan pembedahan atau prosedur medis lainnya.
Secara spesifik, tujuan tindakan anestesi GA TIVA adalah sebagai berikut:
TIVA adalah teknik anestesi umum yang menggunakan obat-obatan anestesi yang diberikan
melalui jalur intravena. TIVA memiliki beberapa kelebihan dibandingkan teknik anestesi
umum lainnya, antara lain:
3
menimbulkan vasokonstriksi dan nekrosis jaringan.
b. Benzodiazepin
Obat golongan benzodiazepine memiliki efek ansiolitik, hipnotik, amnesia,
anti konvulsi dan bahan pelumpuh otot. Dimana farmakodinamik diazepam dan
midazolam sangat mirip, farmakokinetik kedua obat ini sangat berbeda.Midazolam
mempunyai keunggulan dibandingkan diazepam dan lorazepam untuk induksi
anestesi, karena ia mempunyai onset yang lebih cepat. Kecepatan onset midazolam
dan barbiturat lainnya ketika digunakan untuk induksi anestesi ditentukan oleh dosis,
kecepatan injeksi, tingkat premedikasi sebelumnya, umur, status fisik ASA dan
kombinasi obat anestetik lain yang digunakan.pemberian midazolam merupakan
golongan obat sedasi dan digunakan untuk menurunkan tekanan darah, Diazepam
dan midazolam merupakan ansiolitik yang poten, bekerja pada SSP yang
membangkitkan rasa takut, cemas dan agresi. Di samping menekan kecemasan, obat
ini menyebabkan amnesia yang unggul. Pada dosis tinggi, obat ini juga dapat
digunakan sebagai zat induksi anesthesia, meskipun kegunaan utamanya merupakan
sedative atau ansiolitik.
c. Ketamin
OPIOID :
FENTANIL (Sublimaze)
4
efek puncaknya dicapai dalam 5 – 15 menit, dan lama aksinya berlangsung 30 – 60
menit. Mudah melewati sawar darah otak. Efek samping pada sistem KVS berupa
hipotensi, perlambatan EKG dan bradikardia. Pada sistem respirasi berupa depresi
pernapasan dan apnoe. Pada SSP berupa pusing, penglihatan kabur dan kejang. Pada GIT
berupa mual, emesis, pengosongan lambung tertunda dan spasme traktus biliaris. Pada
mata didapatkan miosis. Pada musculoskeletal berupa kekakuan otot. Fentanil
mendepresi ventilasi dan menyebabkan kekakuan otot rangka khususnya otot thorak,
abdomen dan ekstremitas.
5
Pada sistem urogenital berupa retensi urin, efek anti diuretic dan spasme ureter. Pada
GIT berupa spasme traktus biliaris, konstipasi, anorexia, mual muntah dan penundaan
pengosongan lambung. Pada mata ditemukan miosis. Dan dapat menimbulkan efek
alergi berupa ruritus dan urtikaria.
Penggunaan :
- Premedikasi
- Analgesia
- Anestesia
- Pengobatan nyeri yang berkaitan dengan ischemi miokard
- Dispnoe yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru
Dosis:
Penggunaan :
- Premedikasi
- Analgesia
- Pencegahan dan pengobatan menggigil pasca bedah
Dosis:
Analgesia : IV lambat 25 – 100 mg (0,5 – 2 mg/kg BB)
Pencegahan/pengobatan menggigil : IV 25 – 75 mg (0,5 – 2mg/kg BB)
Dosis max yang dianjurkan: 1g/hari (20mg/kg BB/hari). Kadar meperidine
serum (normal kurang dari 0,55µg/ml) dan pada kadar normeperidin serum
(normal kurang dari 0,5µg/ml) pada dosis yang lebih tinggi harus di monitor.
6
SUFENTANIL SITRAT (SUFENTA)
Obat ini merupakan suatu analog tiamil dari fentanil dengan potensi analgesic
5 – 7 kali lipat. Sufentanil memperlemah respon hemodinamik terhadap intubasi
endotrakhea dan manipulasi bedah. Efek KVS lazimnya serupa dengan efek
fentanil. Sufentanil dapat menimbulkan bradikardia tergantung dosis, kemungkinan
melalui stimulasi dari inti vagal dalam medulla. Ini cukup untuk menurunkan curah
jantung. Depresi ventilasi disebabkan oleh penurunan respons dari pusat pernapasan
dalam batang otak terhadap peningkatan CO2. Obat ini menyebabkan penurunan
kebutuhan metabolic otak terhadap oksigen. Sufentanil, seperti alfentanil atau
fentanil, tidak memiliki efek bermakna terhadap aliran darah otak atau
TIK. Sufentanil memiliki awitan aksi IV yang dicapai dalam waktu 1 – 3 menit.
Sedangkan efek puncak 3 – 5 menit dan lama aksi 20 – 45 menit.
Efek samping sufentanil pada KVS berupa hipotensi dan bradikardi. Padas
item respirasi berupa depresi pernapasan dan apnoe. Pada SSP berupa pusing, sedasi,
euphoria, disforia dan ansietas. Pada GIT berupa mual, muntah, penundaan
pengosongan lambung dan spasme traktus biliaris. Pada mata di dapatkan miosis.
Sedangkan pada musculoskeletal berupa kekakuan otot.
Dosis:
Analgesia : IV 10-30µg (0,2 - 0,6µg/kg BB)
Induksi : bolus IV 2 - 10µb/kg BB dan Infuse 0,1 – 0,5µg/kg BB/ menit
kurang dari 20 menit. Titrasi dosis sampai respons pasien. Untuk menghindari
kekakuan dinding dada, berikan relaksan otot serentak dengan dosis induksi.
Suplemen anesthesia : bolus IV 0,6 - 4 µg/kg BB dan Infuse 0,005 – 0,5 µg/kg
BB/menit
Anestetik tunggal : IV 10 – 30 µg/kg BB (dosis tunggal) dan juga Infus 0,05 –
0,1 µg/kg BB/menit
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan induksi dengan metode TIVA,
meliputi dosis induksi dan interaksi dari kombinasi obat yang digunakan. Onset efek anestesi
ditentukan oleh konsentrasi obat di otak, dapat dicapai secara cepat maupun perlahan.
Pencapaian yang cepat biasanya dapat disertai efek samping yang nyata seperti hipotensi,
bradikardia dan depresi pernafasan.
1. Barbiturat:
Indikasi: Digunakan sebagai sedatif, hipnotik, dan antikonvulsan.
Kontraindikasi: Tidak boleh digunakan pada pasien dengan porfiria, riwayat hipersensitivitas,
atau kondisi pernapasan yang parah.
7
2. Benzodiazepin:
Indikasi: Untuk kecemasan, insomnia, epilepsi, dan sebagai preanestesi.
Kontraindikasi: Hindari pada individu dengan glaukoma sudut tertutup, kehamilan (terutama
pada trimester pertama), dan alergi terhadap benzodiazepin.
3. Ketamin:
Indikasi: Sebagai anestesi umum dan analgesik.
Kontraindikasi: Pasien dengan tekanan darah tinggi, penyakit jantung, atau riwayat psikosis.
4. Fentanyl:
Indikasi: Analgesik kuat, sering digunakan dalam penanganan nyeri kronis atau operasi.
Kontraindikasi: Hindari pada pasien dengan alergi terhadap opioid, serta kondisi pernapasan
yang serius.
5. Morfin Sulfat:
Indikasi: Pengelolaan nyeri sedang hingga berat.
Kontraindikasi: Tidak dianjurkan pada pasien dengan obstruksi paru-paru yang signifikan
atau ileus usus.
6. Meperidine:
Indikasi: Analgesik untuk nyeri sedang hingga berat.
Kontraindikasi: Tidak cocok untuk penggunaan jangka panjang, terutama pada orang dengan
gangguan fungsi hati atau ginjal.
7. Sufentanil Sitrat:
Indikasi: Analgesik kuat, sering digunakan dalam anestesi.
Kontraindikasi: Tidak boleh digunakan pada pasien dengan alergi terhadap opioid atau
kondisi pernapasan yang berat.
Syringe pump
Syringe pump adalah alat yang digunakan untuk memberikan obat anestesi secara
teratur dan terkontrol. Obat anestesi dalam bentuk cairan dimasukkan ke dalam
syringe pump, kemudian diatur kecepatan pemberiannya. Syringe pump dapat
digunakan untuk memberikan berbagai jenis obat anestesi, termasuk propofol,
remifentanil, dan fentanyl.
Intravenous line
Intravenous line adalah jalur masuk obat ke dalam tubuh melalui pembuluh darah. IV
line biasanya dipasang di lengan atau tangan pasien. IV line harus dipasang dengan
benar agar obat dapat mengalir dengan lancar dan tidak bocor.
Monitor pasien
Monitor pasien digunakan untuk memantau kondisi pasien selama operasi. Monitor
pasien biasanya terdiri dari monitor EKG, monitor tekanan darah, monitor oksigenasi
darah, dan monitor suhu tubuh. Monitor pasien digunakan untuk memastikan bahwa
pasien dalam kondisi yang stabil selama operasi.
8
Alat bantu napas digunakan untuk membantu pasien bernapas selama operasi. Alat
bantu napas biasanya berupa ventilator mekanik. Ventilator mekanik dapat mengatur
frekuensi, kedalaman, dan tekanan napas pasien.
Metode pemberian obat hipnotik, analgesik dan relaksan otot yang merupakan
komponen dari TIVA dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Bolus intermiten
2. Infus kontinyu menggunakan syringe infusion pumps atau sejenisnya
3. Dengan target controlled infusion system
(TCI)
Interaksi dari kombinasi obat dalam tehnik TIVA mempunyai arti penting dalam
menentukan dosis obat yang digunakan. Kecuali ketamin, interaksi agen hipnotik dengan
opioid akan menghasilkan aksi yang sinergis dalam menekan fungsi sistem kardiovaskuler
dan respirasi, sehingga diperlukan pengurangan dosis dari masing- masing obat yang
digunakan.
2.8. Rencana perbaikan diri untuk mencapai kompetensi pemberian obat anestesi
Memperbaiki diri dengan belajar kembali menggunakan materi yang diberikan dosen
dan melihat referensi lain dari jurnal
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
TIVA (Total Intra Venous Anesthesia) adalah teknik anestesi umum di mana
induksi dan pemeliharaan anestesi didapatkan dengan hanya menggunakan kombinasi
obat-obatan anestesi yang dimasukkan lewat jalur intra vena tanpa penggunaan
anestesi inhalasi termasuk N2O. TIVA dalam anestesi umum digunakan untuk
mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yaitu ketidaksadaran, analgesia,
amnesia dan relaksasi otot. Dikarenakan tidak ada satupun obat tunggal yang dapat
memenuhi kriteria di atas, sehingga diperlukan pemberian kombinasi dari beberapa
obat untuk mencapai efek yang diinginkan tersebut.
B. SARAN
Perhatikan dosis, rute pemberian, indikasi, kontraindikasi, dan efek samping masing-
masing obat sebelum diberikan kepada pasien
10
DAFTAR PUSTAKA
White, FP. Eng, MR. 2009. Intravenous Anesthetics. In: Barash, et al (ed). Clinical
Anesthesia, 6th edition. Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia.
Reves, JG, et al. 2010. Intravenous Anesthetics. In: Miller, RD. (eds) miller's
Anesthesia, 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders
Aun, T. et al. 2013. Total intravenous anaesthesia using target controlled infusion. A
pocket reference. College of anesthesiologists. Academy of Medicine of Malaysia.
Sear, J. 2008. Total Intravenous Anesthesia. In: Longnecker, et al (eds).
Anesthesiology. USA. Mc Graw Hill
Masui K, et al. 2010. The Performance of Compartmental and Physiologically Based
Recirculatory Pharmacokinetic Models for Propofol: A Comparison Using Bolus,
Continuous, and Target-Control…
11