Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

OBAT-OBAT ANESTETIK

Tugas ini Diajukan untuk Memenuhi Mata Farmakologi

Disusun oleh:

Fani Nur Ghefira

NIM: P2.06.24.2.19.010

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
D III KEBIDANAN CIREBON
2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyanyang. Saya panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan
makalah ini.

Makalah ini sudah saya susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karenanya saya dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
maupun inspirasi untuk pembaca.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................1

C. Tujuan dan Manfaat...............................................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................2

A. Obat-obat Anestetik...............................................................................................2

B. Obat-obat Anestetik dalam Obstetri .....................................................................8

BAB III : PENUTUP................................................................................................11

A. Kesimpulan............................................................................................................11
B. Saran......................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anastesi adalah suatu tindakan menahan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh. Ada beberapa anestesi yang menyebabkan hilangnya kesadaran,
sedangkan jenis lain hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan
pemakaiannya tetap sadar.
Usaha menekan rasa nyeri pada tindakan operasi dengan menggunakan
obat. Telah dilakukan sejak zaman dahulu termasuk pemberian alkohol dan
opodium secara oral. Setiap obat anestesi mempunyai variasi tersendiri
bergantung pada jenis obat, dosis yang diberikan, dan keadaan secara klinis.
Anestetik yang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta mengembalikan
kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu, batas
keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat
minimal. Tidak satu pun obat anestetik dapat membeikan efek yang diinginkan
tanpa disertai efek samping, bila diberikan secara tunggal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja obat-obat anestesik itu ?
2. Apa saja obat-obat anestetik dalam obstetri ?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengetahui apa saja obat-obat anestesik.
2. Untuk mengetahui apa saja obat-obat anestetik dalam obstetri.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Obat-obat Anestetik
Obat anestetik adalah obat yang diguanakan untuk menghilangkan rasa
sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi. Anestetik dibagi dalam dua
golongan, yaitu anestetik umum yang meniadakan rasa, tetapi juga
meniadakan kesadaran dan anestetik lokal atau zat-zat penghilang rasa
setempat.

1. Anestetik Umum
Obat yang dapat menimbulkan suatu keadaan depresi pada pusat-
pusat saraf tertentu yang bersifat reversibe, dimana seluruh perasaan dan
kesadaran ditiadakan. Tindakan anestesia telah dikenal sejak lama sebagai
upaya untuk mempermudah orang melakukan tindakan operasi. Anestetik
umum menekan sistem saraf pusat, mengurangi nyeri, dan menyebabkan
hilangnya kesadaran. Anestetik yang pertama dikenal adalah N2O (1776),
gas ini masih merupakan anestetik yang efektif dan kini seringkali dipakai
untuk pembedahan gigi. Kemudian ditemukan dietil-eter, cairan yang
menguap dan sangat mudah terbakar, mempunyai bau tajam dan dapat
menimbulkan rasa mual serta muntah setelah pemakaian. Kloroform
adalah anestetik berikutnya yang ternyata hepatotoksik, dapat
menimbulkan aritmia jantung dan depresi napas. Dalam upaya
memperoleh zat yang lebih aman maka dikembangkanlah berbagai
anestetik lain, seperti yang bisa kita kenal sekarang.

Tabel 1
Penggolongan Obat anestesi Umum

Waktu
Obat Pertimbangan pemakaian
induksi
Inhalasi : Cairan Menguap
Eter Lambat Sangat mudah terbakar. Tidak menimbulkan
efek yang berat bagi sistem kardiovaskular dan
hepar
Enfluran Cepat Mentebabkan hipotensi, kontra indikasi
gangguan ginjal
Halotan Cepat Pemulihan cepat, dapat menurunkan tekanan
darah, efek bronkhodilator dan kontraindikasi

2
bagi obstetri
Inhalasi : Gas
Nitrous Sangat Pemulihan cepat, mempunyai efek yang
oksida cepat minimal pada kardiovaskuler. Harus diberikan
(Gas bersama sama oksigen. Potensi rendah
tertawa)
Intravena
Ketamin Cepat Dipakai untuk pembedahan jangka singkat atau
(Ketalar) induksi pembedahan. Obat ini meningkatkan
salivasi, tekanan darah dan nadi.

a. Mekanisme terjadinya anestesia


Akhir-akhir ini opiate kalsium dan NO diduga berperan dalam
mekanisme kerja anestetik. Pada akhir 1970-an berkembang teori opiate
yang menyatakan bahwa anestetik inhalasi bekerja melalui reseptor
opiate. Teori ini didukung data klinis dan dan eksperimental yang
memperlihatkan bahwa narkotik sintesis dapat menurunkan kebutuhan
akan anestetik inhalasi. Selain itu, ternyata anestetik inhalasi ternyata
merangsang dilepaskannya opiate endogen di SSP. Hal ini dibuktikan
oleh penelitian yang memperlihatkan bahwa N2O meningkatkan peptide
opioid di cairan otak kanan.
Kalsium dikenal sebagai neuroregulator karena ada bukti yang
menunjukkan bahwa anestetik inhalasi dapat mengubah kadar Ca intrasel
dan ini memengaruhi keterangsangan (exitability) neuron,sedangkan NO
kini dikenal sebagai neuromodulator yang diduga berperanan dalam
mengatur tingkat kesadaran. Akhir-akhir ini terbukti bahwa sasaran kerja
anestetik inhalasi maupun anestetik intravena adalah GABAA receptor-
chloride channel, suatu komponen membrane neuron yang berperan
dalam transmisi sinaps penghambat (inhibitory synaptic transmission).
b. Jenis anestetik umum
Sejalan dengan penggunaan di klinik kini anestetik umum
dibedakan atas anestetik inhalasi dan anestetik intravena. Walaupun
demikian, secara tradisional, anestetik umum dapat diberikan dengan
mengunakan berbagai jenis sistem anestesia, yakni dengan sistem tetes
terbuka (open-drop system), tetes setengah terbuka (semi- open-drop
system), semi tertutup/sistem Mappleson (semi-closed system) dan
tertutup (closed).
Terlepas adrai cara penggunaannya suatu anestetik ideal
sebenarnya harus dapat memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal
sebagai “trias anesthesia”, yaitu efek hipnotik, efek anelgesia dan efek

3
relaksasi otot. Akan lebih baik lagi kalau terjadi juga penekanan reflex
otonom dan sensoris, seperti yang diperlihatkan oleh eter.
Anestetika digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai
keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir
reaksi refleks terhadap manipuasi pembedahan, serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi).
Kini, anestesi seimbang merupakan komposisi premedikasi, suatu
kombinasi obat-obatan, sering dipakai dalam anestesi umum. Anestesi
seimbang terdiri dari:
1) Hipnotik diberikan semalam sebelumnya.
2) Premedikasi: untuk meniadakan kegelisahan digunakan analgesik
narkotik atau benzodiazepine (misalnya, midazolam) dan
antikolinergik (contoh, atropine) untuk mengurangi sekresi diberikan
kira-kira 1 jam sebelum pembedahan.
3) Induksi anestesi, misalnya barbiturate dengan masa kerja singkat,
seperti natrium thiopental.
4) Gas inhalan, seperti nitro-oksida dan oksigen untuk mempertahankan
anestesi.
5) Pelemas otot jika diperlukan, misalnya tubokurarin dan galamin.

Anestesi seimbang mengurangi masalah kardiovaskular, mengurangi


jumlah anestetik umum yang diperlukan, mengurangi kemungkinan
mual dan muntah pasca anestesi, mengurangi gangguan fungsi organ
dan mempercepat pemulihan dari anestesi. Karena klien tidak
menerima dosis anestesi dalam jumlah besar, maka terdapat lebih
sedikit pula reaksi yang merugikan. Post medikasi diperlukan,
misalnya untuk menghilangkan efek samping perasaan gelisah dan
mual. Untuk maksud ini diberikan klorpromazin atau anti-emetik
(anti-mual) yang lain, misalnya ondansentron.
Anestesi umum berlangsung melalui empat tahap (Tabel 2), dimana
pembedahan biasanya dilakukan pada tahap ketiga .

Tabel 2
Tahp-tahap anestesi

Tahap Nama Tahap Keterangan


1 Analgesia Dimulai dengan keadaan sadar dan
diakhiri dengan hilangnya kesadaran.
Sulit untuk bicara; indra penciuman dan
rasa nyeri hilang. Mimpi serta
halusinasi pendengaran dan penglihatan

4
mungkin terjadi.
2 Eksitasi atau Terjadi kehilangan kesadaran akibat
delirium penekanan korteks serebri. Kekacauan
mental, eksitasi atau delirium dapat
terjadi. Waktu induksi singkat. Tahap 1
dan 2 dikenal juga sebagai tahap
induksi.
3 Surgical Prosedur pembedahan biasanya
dilakukan pada tahap ini.
4 Paralysis Tahap toksik dari anestesi. Pernapasan
medular hilang dan terjadi kolaps sirkulasi.
Perlu diberikan bantuan ventilasi.
Berdasarkan cara penggunaannya anestetik umum dibagi dalam dua
kelompok, yaitu anestetik inhalasi dan anestetik intravena.

c. Anestetik Inhalasi
Selama tahap 3, anestetik inhalasi (gas atau cairan menguap yang
diberikan sebagai gas) dipakai untuk menimbulkan anestesi umum. Gas-
gas tertentu, seperti nitro-oksida dan siklopropan cepat diabsorbsi,
bekerja dengan cepat dan dieliminasi dengan cepat pula. Siklopropan
karena mudah terbakar sekarang lebih digantikan oleh halothan,
metoksifluran, enfluran, dan isofluran yang merupakan pilihan karena
tidak mudah terbakar. Hampir semua anestetik inhalasi mengakibatkan
sejumlah efek samping yang terpenting diantaranya adalah :
1) Menekan pernafasan, paling kecil pada N2O, eter dan trikloretiken
2) Mengurangi kontraksi jantung, terutama haloten dan metoksifluran
yang paling ringan pada eter.
3) Merusak hati, oleh karena sudah tidak digunakan lagi seperti senyawa
klor
4) Merusak ginjal, khusunya metoksifluran.
d. Anestetik Intravena
Anestetik intravena dapat dipakai untuk anestesi umum atau untuk
tahap induksi dari anestesi. Merupakan pilihan anestesi bagi pasien
berobat jalan untuk pembedahan jangka waktu singkat. Anestetik
intravena mempunyai mula kerja yang cepat dan masa kerja yang
singkat. Tabel 3 menjelaskan anestetik inhalasi dan intravena yang
dipakai untuk anestesi umum.

5
Tabel 3
Anestetik inhalasi dan intravena

Obat Waktu induksi


Inhalasi: cairan menguap
Eter Lambat
Metoksifluran Lambat
Hatotan Cepat
Enfluran Cepat
Isofluran Cepat
Inhalasi: gas
Nitro-oksida (gas gelak) sangat cepat
Siklopropan Sangat cepat
Intravena
Na-tiopental Cepat
Ketamin Induksi dan pemulihan sedang saja.
Indikasi terbaik untuk pasien dengan risiko
hipotensi atau bronkospasme (asma)
Etomidat Induksi cepat, pemulihan sedang saja.
Indikasi utama: pasien dengan risiko
hipotensi.
Midazolan Induksi dan pemulihan lambat.
Antidotumnya flumazenil.
Propofol Induksi dan pemulihan cepat
Menimbulkan efek samping hipotensi
berat
Fentanil Induksi dan pemulihan lambat.
Antidotumnya nalokson
Efek samping: kekakuan otot
Kunci : Kl: kontraindikasi, TD: tekanan darah

2. Anestesi Lokal
Obat yang merintangi secara reversible penerusan impuls-impuls
syaraf ke SSP (susunan syaraf pusat) pada kegunaan lokal dengan
demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin.
Anestetik lokal umunya digunakan secara parenteral misalnya
pembedahan kecil dimana pemakaian anestetik umum tidak dibutuhkan.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling sering
digunakan adalah anestesi spinal. Efek samping dari pengguna anestetik
lokal terjadi akibat khasiat dari kardio depresifnya (menekan fungsi
jantung), mengakibatkan hipersensitasi berupa dermatitis alergi.
Anestesi lokal menghilangkan rasa sakit pada tempat dimana obat
diberikan, dan kesadaran tetap dipertahankan. Pemakaian anestetik lokal

6
mencakup prosedur gigi, menjahit laserasi kulit, pembedahan (minor)
jangka pendek pada daerah tertentu, anestesi spinal dengan menghambat
impuls saraf (nerve block) yang terletak di bawah tempat dimasukkannya
anestetik dan untuk prosedur diagnostic, seperti fungsi lumbal dan
torasentesis.
Anestetik lokal pertama adalah kokain kemudian prokain. Lidokain
menggantikan prokain kecuali untuk prosedur gigi. Lidokain mempunyai
mula kerja yang cepat dan masa kerjanya lama, lebih stabil dalam larutan
dan lebih sedikit menimbulkan reaksi hipersensitivitas daripada prokain.
Bupivakain dan dibukain dipakai untk anestesi spinal karena mempunyai
masa kerja yang lebih panjang.
Kokain. Dahulu digunakan sebagai anestesi permukaan untuk
bedah hidung, tenggorok, telinga, mata. ES: cacat kornea, midriasis,
angina pektoris, nekrosis jaringan karena efek vasokontriksi,
menyebabkan adiksi, maka tidak digunakan lagi di klinik.

Anestetik lokal yang sering digunakan:

a. Benzokain

1) Khasiat anestetik lemah sehingga hanya digunakan untuk anestesi


permukaan untuk menghilangkan nyeri dan gatal-gatal (pruritus).
2) Supositoria/salep (Rako, Borraginol S/N), tetes teliga (Otolin),
lotion (Benzomid).
3) Per-oral: mematikan rasa di mukosa lambung (tukak lambung)

b. Prokain

1) Resorpsi kulit buruk maka diberikan sebagai injeksi dan sering kali
bersamaan dengan adrenalin untuk memperpanjang kerjanya.
2) Dihidrolisa menjadi oleh kolinesterase dietilaminoetanol dan
PABA (asam para amino benzoate) yang mengantagonir daya kerja
sulfaonamida.
3) ES: hipersensitasi kadang-kadang pada dosis rendah sudah dapat
mengakibatkan kolaps dan kematian.
4) Injeksi (Dolo-neurobion, Cardioplegia).
5) Dosis: anestesi infiltrasi 0,25-0,5%, blokade saraf1-2%.

c. Lidokain

1) Sediaan topikal: selaput lendir dan kulit yang nyeri, rasa terbakar,
gatal.
2) Sistemik: infark jantung, anti-aritmia.

7
3) ES overdosis: ngantuk, pusing, sukar bicara, hipotensi, konvulasi.
4) Lozenges (Lemocin) injeksi (Bioneuron), supositoria (Borraginol
S), salep (Liposin), larutan semprot (Xylocain Spray dan Jelly),
tetes telinga (Otopain), salep wasir (Haemocain).

d. Prilokain

1) Toksisitas lebih rendah dari lidokain → kombinasi lidokain.


2) ES: methemoglobinemia dan sianosis.
3) Cream (Emla, Topsy).

e. Bupivakain

1) Anestesi darah luas, long-acting (5-8 jam).


2) Aman untuk bumil.
3) Injeksi (Bucain, Buvanest, Marcain).

f. Cinchokain

1) Supositoria anti wasir.


2) Efek setelah 15 menit selama 2-4 jam.
3) Supositoria/salep (Faktu).

g. Fenol

1) Anestetis, anti gatal, bakterisida dan fungisida, pengawet injeksi.


2) Larutan air > 2% merusak kulit karena bersifat membakar.

B. Obat-obat Anestetik dalam Obstetri

Persalinan dengan Seksio Sesarea

Kebanyakan seksio sesarea dilakukan dengan anestesia spinal atau


epidural. Seksio sesarea dilakukan dengan indikasi DJJ yang tidak normal.
Derajat gawat janinnya harus dipertimbangkan dalam menentukan jenis
anestesia yang akan diberikan. Seksio sesarea yang dilakukan karena
nonreassuring FHR tidak perlu menghindari penggunaan anestesia regional.
Sebelum dilakukan persalinan dengan seksio sesarea, janin dan juga
ibunya harus dievaluasi. Monitor detak jantung janin harus terus dilakukan
sampai persiapan pembedahan dimulai.
Sehubungan dengan pemilihan anestesia, antasida nonpartikel (contoh
sodium sitrat) diberikan secara oral untuk mengurangi risiko meningkatnya

8
aspirasi pneumonitis pada ibu. Sebagai tambahan bisa diberikan H 2-reseptor
antagonis (conthnya simetidin, ranitidin), metoklopramid, atau keduanya untuk
mengurangi keasaman dan mempercepat pengosongan lambung.
Pulse oximetry harus digunakan pada semua pasien yang melakukan
pembedahan mayor (contohnya seksio sesarea). Pada pasien yang dilakukan
intubasi endotrakeal untuk anestesia umum dianjurkan menggunakan analisis
end tidal CO2 secara terus menerus.
1. Anestesia Epidural
Anestesia epidural adalah pilihan yang tepat untuk kebanyakan pasien
yang menerima anestesia epidural selama proses persalinan dan pasien yang
setelah itu memerlukan persalinan dengan seksio sesarea. Level sensorik
pada paling tidak T-4 dilakukanuntuk meminimalkan rasa yang sangat tidak
nyaman selama operasi.
2. Anestesia Spinal
Anestesia spinal adalah pilihan utama untuk kebanyakan pasien seksio
sesarea berencana dan emergensi. Bupivakain 12 mg memberi anestesi
untuk 1-2 jam. Anestetik lokal yang digunakan untuk anestesi spinal
biasanya dalam bentuk cairan hiperbarik.
Keuntungan anestesi spinal untuk seksio sesarea adalah mudah, blok
yang mantap, dan kinerja cepat. Komplikasi terseringnya adalah hipotensi
yang dapat dikurangi dengan pemberian cairan kristaloid 500-1.000 ml yang
tidak mengandung glukosa pada saat melakukan spinal. Untuk mencegah
kompresi aortokaval, posisi pasien dibuat sedikit miring ke kiri (30 derajat)
sampai bayi lahir. Hipotensi yang terjadi diatasi dengan pemberian
vasopresor (efedrin, fenilefrin) dan tambahkan cairan kristaloid.
Pada masa lalu keburukan anestesi spinal adalah tingginya angka
kekerapan sakit kepala pascaspinal. Akan tetapi, saat ini dengan
menggunakan jarum tumpul (whitacre) atau jarum tajam nomor 27 G atau
29 G, angka kekerapan kurang dari 1 %.
Jika waktunya memungkinkan dokter spesialis anestesiologi harus
memastikan dulu apakah blok yang terjadi sudah adekuat atau belum karena
beberapa pasien mengalami blok yang tidak adekuat. Bila hal ini terjadi :
 Lakukan lagi anestesi spina.
 Tambahan infiltrasi anestesia lokal.
 Tambahkan analgesia sistemik seperti 50 % N2O atau dosis kecil opioid
atau ketamin.
 Ubah menjadi anestesia umum endotrakeal.
3. Anestesia Umum
Beberapa pasien kontraindikasi untuk dilakukan anestesia regional
seperti koagulapati, perdarahan dengan kardiovaskular yang masih labil atau

9
prolaps tali pusat dengan brakardia janin hebat. Anestesia umum
endotrakeal menjadi pilihan. Untuk mengurangi risiko aspirasi, berikan
antasida nonpartikel (natrium sitrat) dan lakukan rapid-sequence induction.
Pada masa lalu dianggap waktu mulai insisi kulit sampai bayi lahir
adalah saat yang penting, misalnya bila lebih dari 10 menit maka
kesejahteraan janin terganggu. Belakangan dibuktikan bahwa waktu
terpenting adalah saat uterus diinsisi sampai bayi lahir, bila lebih dari 3
menit maka pH tali pusat dan nilai Apgar rendah. Hal ini tidak
berhubungan dengan jenis anestesia yang digunakan.
4. Anestesia Infiltrasi Lokal
Dalam keadaan gawat darurat yang ekstrim, seksio sesarea bisa
dilakukan dengan menggunakan anestesia infiltrasi lokal bila tidak ada
dokter spesialis anestesiologi.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Anestetik dibagi dalam dua golongan, yaitu anestetik umum yang


meniadakan rasa, tetapi juga meniadakan kesadaran dan anestetik lokal atau
zat-zat penghilang rasa setempat. Anestetik dalam obstetri digunakan saat
persalinan dengan seksio sesarea. Kebanyakan seksio sesarea dilakukan dengan
anestesia spinal atau epidural. Derajat gawat janinnya harus dipertimbangkan
dalam menentukan jenis anestesia yang akan diberikan. Pulse oximetry harus
digunakan pada semua pasien yang melakukan pembedahan mayor (contohnya
seksio sesarea). Pada pasien yang dilakukan intubasi endotrakeal untuk
anestesia umum dianjurkan menggunakan analisis end tidal CO2 secara terus
menerus.

B. Saran
Sebaiknya pemilihan obat anestesi lokal maupun umum menyesuaikan dengan
kondisi pasien (berat badan, penyakit yang diderita), jenis obat anestesi dan
efek sampingnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Indijah, Sujati Waro dan Purnam Fajri. 2016. Farmakologi. Kemenkes RI.

Lestari, Siti. 2016. Farmakologi Dalam Keperawatan. Kemenkes RI.

Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

12

Anda mungkin juga menyukai