Anda di halaman 1dari 43

BAGIAN ILMU ANESTESI & REANIMASI REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2020


UNIVERSITAS PATTIMURA

ANESTESI UMUM INHALASI

Disusun oleh:

MARSYA YULINESIA LOPPIES


NIM. 2012-83-003

Pembimbing:

dr. Ony W. Angkejaya, Sp. An, M.Kes


dr. Fahmi Maruapey, Sp. An
dr. Lukman H. Semarang, Sp. An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU ANESTESI DAN REANIMASI
RSUD Dr. M. HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas kasih dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan

judul ”Anestesi Umum Inhalasi”. Tugas ini merupakan salah satu persyaratan

dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi dan Reanimasi, dan sebagai bahan

bacaan yang memberikan konstribusi positif bagi dokter muda dalam menambah

pengetahuan.

Penulis menyadari sungguh bahwa tugas ini tidak luput dari kekurangan.

Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan

perbaikannya. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

pengetahuan khususnya dalam bidang dunia kedokteran dan bermanfaat bagi

pembaca.

Ambon, Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Judul Halaman

HALAMAN JUDUL .......……………………………….………….. i

KATA PENGANTAR ……………………………………………… ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………….. iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 2

BAB III PENUTUP .............................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... v

SLIDE PRESENTASI .......................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR

iii
Gambar Judul Halaman
Gambar 2.1 Agen anestesi inhalasi harus melewati banyak 8

penghalang antara mesin anestesi dan otak ...........

Gambar 2.2 Kelarutan anestetik ................................................ 9

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu Anestesi merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari

tatalaksana untuk me”matikan” rasa, baik rasa nyeri, takut, dan tidak nyaman

sehingga pasien merasa nyaman. Adapun trias anestesi adalah Hipnotik (tidak

sadarkan diri), Analgesia (bebas nyeri), dan relaksasi otot rangka. Anestesia

umum merupakan salah satu jenis dari anesthesia. Anestesi umum dilakukan

dengan cara Intravena, Inhalasi, atau kombinasi dari intravena dan inhalasi untuk

mencapai trias anesthesia secara optimal dan seimbang.1

Nitro-oksida, kloroform, dan eter adalah anestesi umum pertama yang

diterima secara universal. Agen inhalasi saat ini digunakan secara luas dalam

anestesiologi klinis termasuk nitro oksida, halotan, isoflurane, desflurane, dan

sevoflurane. Perjalanan anestesi umum dapat dibagi menjadi tiga fase: (1) induksi,

(2) pemeliharaan, dan (3) munculnya. Anestesi inhalasi, terutama halotan dan

sevofluran, sangat berguna dalam induksi pasien anak yang mungkin sulit untuk

memulai jalur intravena. Meskipun orang dewasa biasanya diinduksi dengan agen

intravena, nonpungensi dan onset cepat sevoflurane membuat induksi inhalasi

juga praktis untuk mereka. Terlepas dari usia pasien, anestesi sering dirawat

dengan agen inhalasi. Munculnya tergantung terutama pada redistribusi agen dari

otak diikuti oleh eliminasi paru. Karena rute pemberian yang unik, anestesi

inhalasi memiliki sifat farmakologis yang berguna yang tidak dimiliki oleh agen

anestesi lainnya.1,2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anestesi Inhalasi

Obat anestesia inhalasi adalah obat anestesia yang berupa gas atau cairan

mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas atau

uap obat anestesia dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi seluruh

rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai dengan

sifat fisik masing-masing gas.1 Idealnya obat anestesi inhalasi memenuhi

persyaratan antara lain:3

- Tidak dapat terbakar atau menimbulkan ledakan

- Mudah diluapkan pada suhu normal

- Stabil dalam penyimpanan, tidak mengalami reaksi atau perubahan bila

terkena soda lime atau peralatan anestesi

- Potensinya kuat

- Harganya murah

- Sedikit mengalami metabolisme dan tidak menimbulkan alergi baik asli

maupun hasil metabolitnya

- Waktu induksinya cepat tetapi pemulihannya juga cepat

- Tidak menjadi pencetus malignant hipertemi

- Selaras dipakai pada tindakan dengan epinefrin

- Tidak menimbulkan vasodilatasi serebral

- Tidak menekan aktifitas system saraf simpatis yang berlebihan

- Tidak menimbulkan mual dan muntah

2
3

- Tidak menimbulkan iritasi jalan nafas dan tidak mendepresikan pernafasan

- Bersifat bronkodilatasi

- Tidak menimbulkan depresi otot jantung

- Tidak menimbulkan vasodilatasi perifer

- Tidak toksik pada ginjal dan hepar

Anestesi inhalasi adalah obat yang paling sering digunakan pada anestesia

umum. Penambahan sekurang-kurangnya 1% anestetik volatil pada oksigen

inspirasi dapat menyebabkan keadaan tidak sadar dan amnesia, yang merupakan

hal yang penting dari anestesia umum.1 Bila ditambahkan obat intravena seperti

opioid atau benzodiazepin, serta menggunakan teknik yang baik, akan

menghasilkan keadaan sedasi/hipnosis dan analgesi yang lebih dalam. Kemudahan

dalam pemberian (dengan inhalasi sebagai contoh) dan efek yang dapat dimonitor

membuat anestesi inhalasi disukai dalam praktek anestesia umum. Tidak seperti

anestetik intravena, kita dapat menilai konsentrasi anestesi inhalasi pada jaringan

dengan melihat nilai konsentrasi tidal akhir pada obat-obat ini. Sebagai tambahan,

penggunaan gas volatil anestesi lebih murah penggunaanya untuk anestesia

umum. Hal yang harus sangat diperhatikan dari anestesi inhalasi adalah sempitnya

batas dosis terapi dan dosis yang mematikan. Sebenarnya hal ini mudah

diatasi,dengan memantau konsentrasi jaringan dan dengan mentitrasi tanda-tanda

klinis dari pasien.2,3

Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi

umum, akan tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi, terutama pada pasien anak-

anak. Gas anestesi inhalasi yang banyak dipakai adalah isofluran dan dua gas baru
4

lainnya yaitu sevofluran dan desfluran, sedangkan pada anak-anak, halotan dan

sevofluran paling sering dipakai. Walaupun dari obat-obat ini memiliki efek yang

sama (sebagai contoh : penurunan tekanan darah tergantung dosis), namun setiap

gas ini memiliki efek yang unik, yang menjadi pertimbangan bagi para klinisi

untuk memilih obat mana yang akan dipakai. Perbedaan ini harus disesuaikan

dengan kesehatan pasien dan efek yang direncanakan sesuai dengan prosedur

bedah.2

Cara pemberian anestesi inhalan ada 3 macam, yaitu:3

1. Open Drop, Penderita menghirup masker atau kain kasa yang ditetesi

dengan obat anestesia

2. Semi Closed, Penderita menghirup obat anestesia dari suatu alat ( EMO,

Mesin anestesi lain, dsb)

3. Closed System, Dengan suatu alat, obat anestesia yang dikeluarkan oleh

penderita dapat dihirup kembali. Sehingga cara ini menghemat pemakaian

obat anestesia.

2.2 Sejarah Anestesi Inhalasi

Keberhasilan oksida nitrat sebagai anestesi umum inhalansi pertama kali

dicatat oleh ahli kimia Inggris, Humphrey Davy, yang menerbitkan sebuah

makalah tentang subjek pada tahun 1800-an. Salah satu pemakaian oksida nitrat

pertama yang sukses adalah ekstrak gas gigi tanpa rasa sakit yang dilakukan oleh

William Thomas Green Morton pada tahun 1846. Selama tahun 1800-an, ada

beberapa anestesi volatil yang telah digunakan untuk kepentingan klinis akan

tetapi mengandung gas-gas yang mudah terbakar, seperti dietil eter, cyclopropane
5

dan divinyl eter. Beberapa gas yang tidak mudah terbakar juga ada, seperti

kloroform dan trikloroetilen, namun gas-gas ini dihubungkan dengan kejadian

keracunan hepar (hepatotoksik) dan meracuni saraf (neurotoksik). Pada awal

tahun 1930-an penelitian tentang turunan dari zat kloroform yang mengandung

halogen mengindikasikan bahwa zat yang tidak mudah terbakar dapat dibuat

dengan menggunakan bahan fluoride organik. Kemajuan pengetahuan tentang

kimia fluorin pada tahun 1940-an, menghasilkan penggabungan molekul fluorin

dengan biaya yang masih dapat diterima. Kemajuan tentang fluorin pada awalnya

didorong oleh ketertarikan terhadap peran fluorin dalam produksi bahan bakar

aviasi beroktan tinggi dan pengayaan uranium-235.3,4

Kemajuan-kemajuan ini merupakan hal yang sangat penting bagi

pengembangan anestesi modern saat ini. Pada masa itu, setidaknya ada 46

senyaawa yang mengandung fluorin disintesis oleh dr.Earl McBee dalam

penelitian yang didukung oleh secret Manhattan project dan oleh the mallinkrodt

company. Walaupun tidak ada satupun dari zat ini yang secara pasti teruji

manfaatnya pada manusia, beberapa zat ini memiliki kedekatan struktur dengan

zat yang saat ini kita kenal dengan nama halotan. Fluorin adalah halogen yang

memiliki berat atom yang paling rendah. Penggantian gas halogen lain pada

molekuk eter dengan fluorin, akan menghasilkan penurunan titik didih,

peningkatan stabilitas, dan secara umum, mengurangi toksisitas. Ion fluoride juga

mengurangi hidrokarbobon yang mudah terbakar dari kerangka molekul eter.3

Pada tahun 1951, halotan disintesis dan di uji coba secara luas kepada

hewan oleh Suckling di laboratorium ICI di Inggris. Halotan diperkenalkan pada


6

praktek klinik pada tahun 1956 dan secara cepat meluas pemakaiannya,

dikarenakan sifatnya yang tidak mudah terbakar dan memeliki solubilitas yang

rendah terhadap jaringan. Halotan relatif memiliki ketajaman (pungency) yang

rendah dan potensi yang tinggi, sehingga dapat diberikan pada konsentrasi

insipirasi yang tinggi untuk menghasilkan anestesia. Halotan terbukti dapat

diterima melalui jalur inhalasi baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak.

Keuntungan lain yang dimiliki halotan adalah insiden nausea dan muntah yang

lebih rendah dari gas-gas volatil pendahulunya.2,4

Antara tahun 1959 dan 1966, Terrel dan para koleganya di ohio medical

products (sekarang baxter) mensintesis lebih dari 700 senyawa senyawa ke 347

dan 469 secara berturut\ turut adalah metil etil eter enfluran dan isofluran yang di-

halogenasi dengan fluorin dan clron. Uji coba klinis dari enfluran dan isofluran

dilaksanakan hampir secara paralel, melibatkan baik relawan manusia dan studi

pada pasien. Bertahun-tahun kemudian, beberapa senyawa yang dilakukan oleh

terrel diperiksa ulang. Salah satu senyawa, yaitu senyawa ke 653, sangat sulit

untuk di sintesis karena sifatnya yang mudah meledak sehingga tidak mungkin

untuk memberikannya pada pasien dangen alat vaporizer standar. Bagaimanapun

juga, senyawa ini secara utuh terhalogenisasi oleh fluoran, sehingga dipredikis

memiliki solubilitas yang rendah pada darah. Setelah masalah sintesis dan

pemberian pada pasien dapat dipecahkan, senyawa ini kemudian diperkenalkan

dengan nama desfluran, dan mulai digunakan pada praktek klinik pada tahun

1993.1,3
7

Senyawa lain yang di jelaskan pada awal tahun 1970 oleh Wallin dan para

koleganya di travenol laboratories yang sedang mengevaluasi isopropil eter

terfluorinisasi. Salah satu senyawa ini memiliki potensi menjadi agen anestetik,

yang sekarang kita kenal dengan nama sevofluran. Seperti dersfluran, senyawa ini

memiliki solubilitas yang rendah karena adanya fluoronasi dari molekul eter.1,4

Perbedaan yang paling penting antara dua anestetik baru, yaitu sevofluran

dan desfluran, dengan isofluran, adalah pada farmakokinetiknya. Keduanya

memiliki solubilitas pada darah yang rendah, sehingga meningkatkan bersihan

dari tubuh dan mudahnya mengatur kedalaman anestesi. Karakteristik dari kedua

obat inilah yang membuat mereka sesuai untuk anestesi ambulatori pada praktik

anestesi modern.3

Dalam praktek anestesiogi masa kini, obat-obatan anestetik inhalasi yang

umum digunakan untuk praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran,

desfluran, dan sevofluran. Obat-obatan lain sudah ditinggalkan, karena efek

sampingnya yang tidak dikehendaki, misalnya:3

1. Eter: kebakaran, peledakan, sekresi bronkus berlebihan, mual muntah,

kerusakan hepar, baunya yang merangsang.

2. Kloroform: aritmia, kerusakan hepar.

3. Etil-klorida: kebakaran, peledakan, deresi jantung, indeks terapi yang

sempit, dan mudah dirusak kapur soda.

4. Triklor-etilen: dirusak kapur soda, bradi-aritmia, mutagenic

5. Metoksifluran: toksis terhadap ginjal, kerusakan hepar dan kebakaran.

2.3 Cara Kerja Anestesi Inhalasi


8

2.3.1 Farmakokinetik Anestesi Inhalasi

Meskipun mekanisme kerja anestesi inhalasi kompleks, kemungkinan

melibatkan beberapa protein membran dan saluran ion, jelas bahwa menghasilkan

efek akhir mereka tergantung pada pencapaian konsentrasi jaringan terapeutik

dalam sistem saraf pusat (SSP). Ada banyak langkah di antara penguap anestesi

dan pengendapan anestesi di otak.4,5

Gambar 1. Agen anestesi inhalasi harus melewati banyak penghalang antara mesin anestesi dan
otak.8
9

Dalamnya anestesi bergantung pada kadar anestetik di sistem saraf pusat,

dan kadar ini ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi transfer

anestetik dari alveoli paru ke darah dan dari darah ke jaringan otak. Kecepatan

induksi bergantung pada kecepatan dicapainya kadar efektif zat anestetik di otak,

begitu pula masa pemulihan setelah pemberian obat dihentikan. Membran alveoli

dengan mudah dapat dilewati zat anestetik secara difusi dari alveoli ke aliran

darah dan sebaliknya. Tetapi, bila ventilasi alveoli terganggu, misalnya pada

emfisema paru, pemindahan anestetik akan terganggu pula.2,3 Faktor yang

menentukan kecepatan transfer anestetik di jaringan otak ditentukan oleh:

A. Kelarutan anestetik dalam darah

Kelarutan ini dinyatakan sebagai koefisien partisi darah/gas (ƛ), yaitu

perbandingan antara kadar anestetik dalam darah dengan kadarnya dalam udara

inspirasi pada saat dicapai keseimbangan. Anestetik yang sukar larut (N2O,

desfluran, dan sevofluran) koefisien partisinya sangat rendah, sedangkan koefisien

partisi dietileter dan metoksifluran yang mudah larut, sangat tinggi. Ketika

berdifusi dalam darah, anestetik yang sukar larut, hanya membutuhkan sedikit

molekul untuk menaikkan tekanan parsialnya sehingga tekanan parsial gas di

dalam darah segera naik dan induksi anesthesia terjadi lebih cepat. Sebaliknya

untuk anestetik yang mudah larut, diperlukan jumlah yang lebih banyak untuk

menaikkan tekanan parsial di darah sehingga timbulnya induksi lebih lama.2,3


10

Gambar 2. Kelarutan anestetik

B. Kadar anestetik dalam udara inspirasi

a. Tekanan parsial

Tekanan parsial adalah proporsi yang menggambarkan kadar suatu gas

yang berada dalam suatu campuran gas, misalnya kadar anestetik inhalasi

dalam campuran gas yang dihirup oleh pasien (udara inspirasi). Tekanan

parsial suatu anestetik dalam udara inspirasi dapat diatur besarnya dengan

suatu vaporizer atau alat lainnya Kadar anestetik dalam campuran gas

yang dihirup menentukan tekanan maksimum yang dicapai di alveoli

maupun kecepatan naiknya tekanan parsial di arteri. Kadar anestetik yang

tinggi akan mempercepat transfer anestetik ke darah, sehingga akan

meningkatkan kecepatan induksi anesthesia. Tekanan parsial N2O dalam

arteri mencapai 90% tekanan parsial dalam udara yang dihirup setelah 20

menit, sedangkan untuk eter dicapai sesudah 20jam. Untuk mempercepat

induksi, anestetik yang tingkat kelarutannya sedang (enfluran, isofluran,

halotan) dikombinasikan dengan anestetik yang sukar larut (N2O) dengan


11

cara meninggikan dulu tekanan parsial dalam udara yang dihirup. Setelah

induksi dicapai, tekanan parsial dalam udara inspirasi diturunkan untuk

mempertahankan anesthesia.2,3

C. Ventilasi paru

Hiperventilasi mempercepat masuknya gas anestesi ke sirkulasi dan

jaringan, tetapi hal ini hanya nyata pada anestetik yang mudah larut dalam darah

(halotan, dietileter).3

D. Kecepatan aliran darah paru

Bertambah cepat aliran darah paru bertambah cepat pula pemindahan

anestetik dari udara inspirasi ke darah. Namun, hal itu akan memperlambat

peningkatan tekanan darah arteri sehingga induksi anesthesia akan lebih lambat

khususnya oleh anegestik dengan tingkat kelarutan sedang dan tinggi, misalnya

halotan dan isofluran.3

E. Perbedaan tekanan parsial anestetik dalam arteri dan vena

Perbedaan kadar anestetik di darah arteri dan vena terutama bergantung

pada ambilan anestetik oleh jaringan. Darah vena yang kembali ke paru

mengandung anestetik yang lebih sedikit daripada darah arteri. Semakin besar

perbedaan kadar anestetik, maka keseimbangan dalam jaringan otak akan semakin

lama tercapai. Ambilan anestetik oleh jaringan ditentukan oleh factor yang sama

dengan mempengaruhi transfer anestetik dari paru ke darah, terutama koefisien

partisi darah : jaringan. Tekanan parsial dalam jaringan juga meningkat bertahap
12

sampai dicapai keseimbangan.2 Pada fase induksi, perbedaan kadar arteri-vena

sangat dipengaruhi oleh banyaknya perfusi suatu jaringan. Di otak, jantung, hati,

ginjal yang perfusinya sangat baik, kadar anestetik awal dalam darah vena rendah

sekali sehingga perbedaan kadar anestetik dalam arteri vena sangat besar, makan

keseimbangan kadar anestetik dalam darah arteri akan tercapai dengan lambat.

Pada fase pemeliharaan, anestetik akan terus didistribusikan ke berbagai jaringan

dan umumnya tergantung dari kelarutan anestetik dalam darah.3,5

2.3.2 Farmakodinamik Anestesi Inhalasi

Dasar dari terjadinya stadium anesthesia adalah adanya perbedaan

kepekaaan berbagai bagian SSP terhadap anestetik. Sel-sel substantia gelatinosa di

kornu dorsalis medulla spinalis peka sekali terhadap anestetik. Penurunan

aktivitas neuron di daerah ini menghambat transmisi sensorik dari rangsang

nosiseptik, inilah yang menyebabkan terjadinya tahap analgesia. Stadium II terjadi

akibat aktivitas neuron yang kompleks pada kadar anestetik yang lebih tinggi di

otak. Aktifitas ini antara lain berupa penghambatan berbagai neuron inhibisi

bersamaan dengan dipermudahnya penglepasan neurotransmiter eksitasi.

Selanjutnya, depresi hebat pada jalur naik di system aktivasi reticular dan

penekanan aktivitas reflex spinal menyebabkan pasien masuk ke stadium III.

Neuron di pusat napas dan pusat vasomotor relative tidak peka terhadap anestesi

kecuali pada kadar yang sangat tinggi. Apa yang menyebabkan perbedaan

kepekaan berbagai bagian SSP ini masih perlu diteliti.1,3,4


13

2.4 Minimum Alveolar Concentration (MAC)

Konsentrasi alveolar minimum atau minimum alveolar concentration (MAC)

anestetik inhalasi adalah konsentrasi alveolar yang dapat menghambat gerakan

pada 50% pasien terhadap stimulus standar seperti insisi bedah. MAC merupakan

ukuran yang berguna karena merefleksikan tekanan parsial anestetik di otak,

sehingga dapat membandingkan secara langsung potensi setiap anestetik sekaligus

memberikan standar baku untuk penelitian. Meskipun demikian, nilai MAC tetap

saja hanya merupakan angka statistikal belaka pada saat menangani pasien;

masing-masing pasien merupakan individu yang unik dan oleh karena itu

memerlukan pendekatan yang bersifat individual pula, misalnya pada saat

menentukan dosis induksi.2,3

Tabel 1. Berbagai sifat anestesi inhalasi


14

2.5 Stadium-Stadium Anestesi Umum

Semua zat anestetik menghambat SSP secara bertahap, yang mulamula

dihambat adalah fungsi yang kompleks, dan yang paling akhir dihambat adalah

medula oblongata tempat pusat vasomotor dan pernapasan. Guedel (1920)

membagi anestesi umum dalam 4 stadium, terdiri dari:6,7

I. Stadium I (Analgesia)

Stadium analgesia dimulai sejak saat pemberian anestetik sampai hilangnya

kesadaran. Pada stadium ini pasien tidak lagi merasakan nyeri (analgesia), tetapi
15

masih tetap sadar dan dapat mengikuti perintah. Pada stadium ini dapat dilakukan

tindakan pembedahan ringan seperti mencabut gigi dan biopsi kelenjar.6,7

II. Stadium II (Eksitasi)

Stadium ini dimulai sejak hilangnya kesadaran sampai munculnya pernapasan

yang teratur yang merupakan tanda dimulainya stadium pembedahan. Pada

stadium ini pasien tampak mengalami delirium dan eksitasi dengan gerakan-

gerakan diluar kehendak. Pernapasan tidak teratur baik iramanya maupun

amplitudonya, kadan-kadang cepat, pelan atau berhenti sebentar, kadang-kadang

apnea dan hiperapnea, tonus otot rangka meninggi, bola mata masih bergerak,

pupil melebar, pasien meronta-ronta, kadang sampai mengalami inkontinesia, dan

muntah. Hal ini terjadi karena hambatan pada pusat inhibisi. Pada stadium ini

dapat terjadi kematian, maka stadium ini harus diusahakan cepat dilalui.6,7

III. Stadium III (Pembedahan)

Stadium III dimulai dengan timbulnya kembali pernapasan yang teratur dan

berlangsung sampai pernapasan spontan hilang. Ciri umum dari tahap III ini

ialah:6,7

1.Napas jadi teratur

2.Reflek bulu mata negatif

3.Otot-otot jadi lemas

Keempat tingkat dalam stadium pembedahan ini dibedakan dari perubahan

pada gerakan bola mata, refleks bulu mata dan konjungtiva, tonus otot, dan lebar

pupil yang menggambarkan semakin dalamnya pembiusan.6,7

1. Plane I
16

Pernapasan teratur, spontan, dan seimbang, antara pernapasan dada dan

perut, gerakan bola mata terjadi diluar kehendak, miosis, sedangkan tonus otot

rangka masih ada.

2. Plane II

Pernapasan teratur tetapi frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak

bergerak, pupil mata melebar, otot rangka mulai melemas, dan refleks laring

hilang sehingga pada tingkat ini dapat dilakukan inkubasi.

3. Plane III

Pernapasan perut lebih nyata daripada pernapasan dada karena otot

interkostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil lebih lebar tetapi

belum maksimal.

4. Plane IV

Pernapasan perut sempurna karena otot interkostal lumpuh total, tekanan

darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya hilang. Pembiusan

hendaknya jangan sampai ke tingkat IV ini karena pasien akan mudah sekali

masuk ke dalam stadium IV yaitu ketika pernapasan spontan melemah. Untuk

mencegah ini, harus diperhatikan benar sifat dan dalamnya pernapasan, lebar

pupil dibandingkan dengan keadaan normal, dan turunnya tekanan darah.

IV. Stadium IV

Stadium IV dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibandingkan

stadium III plane IV, tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh darah

kolaps, jantung berhenti berdenyut, pupil melebar hampir maximum, reflek


17

cahaya negatif. Keadaan ini dapat segera disusul kematian, kelumpuhan napas

disini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan, bila tidak didukung oleh alat

bantu napas dan sirkulasi.6,7

Selain dari kesadaran, relaksasi otot, dan tanda-tanda di atas, ahli anestesia

menilai dalam anestesinya dari respons terhadap rangsangan nyeri yang ringan

sampai yang kuat. Rangsangan yang kuat terjadi sewaktu pemotongan kulit,

manipulasi peritonium, kornea, mukosa uretra terutama bila ada peradangan.

Nyeri sedang terasa ketika terjadi manipulasi pada fasia, otot dan jaringan lemak,

sedangkan nyeri ringan terasa ketika terjadi pemotongan dan penjahitan usus, atau

pemotongan jaringan otak.6,7

2.6 Contoh Obat Anestesi Inhalasi

Berdasarkan kemasannya, obat anestesia umum inhalasi ada 2 macam, yaitu :

1. Obat anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap.4

a. Derivat halogen hidrokarbon.

- Halothan

- Trikhloroetilen

- Khloroform

b. Derivat eter.

- Dietil eter

- Metoksifluran

- Enfluran

- Isofluran

2. Obat anestesia umum yang berupa gas.4


18

a. Nitrous oksida (N2O)

b. Siklopropan

1. Farmakologi Klinik Anestesi Inhalasi

A. N2O (NITROGEN OKSIDA)

N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monooksida)

diperoleh dengan memanaskan amonium nitrat sampai 240ºC.

NH4NO3 –240 ºC — 2H2O + N2O

N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak

terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikemas dalam bentuk cair

dalam silinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan tekanan 750 psi atau

50 atm.5

N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar

(lebih dari 65%) agar efektif. Paling sedikit 20% atau 30% oksigen harus

diberikan sebagai campuran, karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80%

dapat menyebabkan hipoksia. N2O tidak dapat menghasilkan anestesia yang

adekuat kecuali dikombinasikan dengan zat anestesi yang lain, meskipun

demikian, karakteristik tertentu membuatnya menjadi zat anestesi yang menarik,

yaitu koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek anagesi pada konsentrasi

subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya

minimal dan tidak mengiritasi jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi

dengan masker.5,8

Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif, sehingga

pemberian N2O dapat secara substansial mengurangi jumlah zat anestesi lain yang
19

seharusnya digunakan. Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan

konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain dengan cepat, oleh karana sifat “efek gas

kedua” dan “efek konsentrasi” dari N2O. Efek konsentrasi terjadi saat gas

diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi gas diinhalasi,

maka semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas tersebut.8

Absorpsi, Distribusi Dan Eliminasi dari N2O

Absorbsi dan eliminasi nitorus oksida relatif lebih cepat dibandingkan

dengan obat anestesi inhalasi lainnya, hal ini terutama disebabkan oleh koefisien

partisi gas darah yang rendah dari N 2O. total ambilan N2O oleh tubuh manusia

diteliti oleh Severinghause. Pada menit pertama, N2O (75%) dengan cepat akan

diabsorbsi kira-kira 1.000 ml/menit. Setelah 5 menit, tingkat absorbsi turun

menjadi 600 ml/menit, setelah 10 menit turun menjadi 350 ml/menit dan setelah

50 menit tingkat absorbsinya kira-kira 100 ml/menit, kemudian pelan-pelan

menurn dan akhirnya mencapi nol. Konsentrasi N2O yang diabsorbsi tergantung

antara lain oleh konsentrasi inspirasi gas, ventilasi alveolar dan ambilan oleh

sirkulasi, seperti koefisien partisi darah/gas dan aliran darah (curah jantung).5,8

N2O akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi di

jaringan adalah berbanding lurus dengan perfusi per unit volume dari jaringan,

lamanya paparan dan koefisien partisi darah / jaringan zat tersebut. Jaringan

dengan aliran darah besar/banyak seperti otak, jantung, hati dan ginjal akan

menerima N2O lebih banyak sehingga akan menyerap volume gas yang lebih

besar. Jaringan lain dengan suplai darah sedikit seperti jaringan lemak dan otot

menyerap hanya sedikit N2O, ambilan dan penyerapan yang cepat menyebabkan
20

tidak terdapatnya simpanan N2O dalam jaringan tersebut sehingga tidak

menghalangi pulihnya pasien saat pemberian N2O dihentikan.N2O dieliminasi

melalui paru-paru dan sebagian kecil diekskresikan melalui kulit.8

Efek Farmakologi

 Terhadap sistem saraf pusat

Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik. Khasiat

analgesianya relatif lemah akibat kombinasinya dengan oksigen. Pada konsentrasi

25% N2O menyebabkan sedasi ringan. Peningkatan konsentrasi menyebabkan

penurunan sensasi perasaan khusus seperti ketajaman, penglihatan, pendengaran,

rasa, bau dan diikuti penurunan respon sensasi somatik seperti sentuhan,

temperatur, tekanan dan nyeri. Penurunan perasaan membuat agen ini cocok untuk

induksi sebelum pemberian agen lain yang lebih iritatif. N 2O menghasilkan

analgesi sesuai besarrnya dosis. N2O 50% efek analgesinya sama dengan morfin

10 mg. Bukti menunjukkan bahwa N 2O memiliki efek agonis pada reseptor opioid

atau mengaktifkan sistem opioid endogen. Area pusat muntah pada medula tidak

dipengaruhi oleh N2O kecuali jika terdapat hipoksia.2,5

Nitrous oksida tidak mengikuti klasifikasi stadium anestesi dari guedel

dalam kombinasinya dengan oksigen dan sangat tidak mungkin mencoba

memakai nitrous oksigen tanpa oksigen hanya karena ingin tahu gambaran

stadium anestesi dari guedel. Efeknya terhadap tekanan intrakranial sangat kecil

bila dibandingkan dengan obat anestesi yang lain.4,8,9


21

Terhadap susunan saraf otonom, nitrous oksida merangsang reseptor alfa

saraf simpatis, tetapi tahanan perifer pembuluh darah tidak mengalami

perubahan.7,8

 Terhadap sitem kardiovaskuler

Nitrous oxide memiliki kecenderungan untuk menstimulasi simpatis

sistem saraf. Jadi, meski nitrat oksida secara langsung menekan kontraktilitas

miokard secara in vitro, tekanan darah arteri, curah jantung, dan detak jantung

pada dasarnya tidak berubah atau sedikit meningkat. Depresi ringan kontraktilitas

miokard terjadi pada rasio N2O : O2 = 80% : 20%. N2O tidak menyebabkan

perubahan laju jantung dan curah jantung secara langsung. Tekanan darah tetap

stabil dengan sedikit penurunan yang tidak bermakna.10

 Terhadap sistem respirasi

Nitrous oxide dapat meningkatkan laju pernapasan (takipnea) dan

menurunkan volume tidal sebagai akibat stimulasi SSP dan, mungkin, akibat

aktivasi reseptor peregangan pada paru, Perubahan laju dan kedalaman

pernapasan (menjadi lebih lambat dan dalam) lebih disebabkan karena efek sedasi

dan hilangnya ketegangan.10

 Terhadap sistem gastrointestinal


22

Penggunaan nitro oksida pada orang dewasa meningkatkan risiko mual

dan muntah pasca operasi, mungkin seperti hasil aktivasi pemicu kemoreseptor

zona dan pusat muntah di medulla.8,10

 Terhadap ginjal

Nitro oksida tampaknya dapat mengurangi aliran darah ginjal dengan

meningkatkan resistensi pembuluh darah ginjal. Ini adalah petunjuk untuk

penurunan laju filtrasi glomerulus dan urin output.8,10

Penggunaan Klinik

Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia

umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan

N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan

tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yangberesiko

tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam

penggunaannya selalu dikombinasikan degnan obat lain yang berkhasiat sesuai

dengan target “trias anestesia” yang ingin dicapai.8,9

B. HALOTAN

Halotan berbentuk cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar

dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen, tidak iritatif dan

mudah rusak bila terkena cahaya, tetapi stabil disimpan memakai botol warna

gelap. 9,10

Dosis
23

Dosis untuk induksi inhalasi adalah 2-4%, dosis untuk induksi anak 1.5 –

2%. Pada induksi inhalasi kedalaman yang cukup terjadi setelah 10 menit. Dosis

untuk pemeliharaan adalah 1 – 2%, dan dapat dikurangi bila digunakan juga N2O

atau narkotik. Pemeliharaan pada anak 0.5 – 2%. Waktu pulih sadar sekitar 10

menit setelah obat dihentikan.10

Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Eliminasi

Obat anestesi inhalasi di absorbsi di paru, setelah itu di distribusikan ke

seluruh tubuh. Metabolisme obat anestesi inhalasi secara oksidasi dan reduksi di

dalam reticulum endoplasma hepar. Eliminasi sebagian besar secara ekshalasi

lewat paru, sebagian kecil melalui urin. Hasil metabolism sebagian besar

diekskresi lewat urin sebagian kecil diekskresi lewat paru.9,10

Efek Farmakologi

 Terhadap SSP

Halotan dapat menimbulkan depresi pada system saraf pusat di semua

komponen otak. Dengan melebarkan pembuluh otak, halotan menurunkan

resistensi pembuluh darah otak dan meningkatkan aliran darah otak. Depresi pusat

kesadaran menimbulkan efek hipnotik, depresi pada pusat sensorik menimbulkan

khasiat analgesia dan depresi pada pusat motorik menimbulkan relaksasi otot.

Tingkat depresinya bergantung pada dosis yang diberikan.8

Terhadap pembuluh darah otak halotan dapat menyebabkan vasodilatasi,

sehingga aliran darah otak meningkat, Peningkatan tekanan intrakranial secara

bersamaan dapat dicegah dengan membangun hiperventilasi sebelum pemberian

halotan. Aktivitas otak menurun, menyebabkan perlambatan elektroensefalografik


24

dan pengurangan sederhana dalam kebutuhan oksigen metabolik. oleh karena itu

tidak dipilih untuk anestesi pada kraniotomi. Peningkatan tekanan intracranial

dapat diturunkan dengan hiperventilasi.9,10

 Terhadap sistem Kardiovaskular

Pada system kardiovaskular tergantung dosis, tekanan darah dapat

menurun akibat depresi pada otot jantung, makin tinggi dosisnya depresi makin

berat. Pada bayi, halotan menurunkan curah jantung karena turunnya

kontraktilitas miokardium dan menurunnya laju jantung. Halotan menimbulkan

depresi langsung pada “S-A Node” dan otot jantung, relaksasi otot polos dan

inhibisi baroreseptor. Keadaan ini akan menyebabkan hipotensi yang derajatnya

tergantung dari dosis dan adanya interaksi dengan obat lain10,11

Gangguan irama jantung sering kali terjadi, seperti bradikardi, ekstrasistol

ventrikel, takikatrdi ventrikel, bahkan bisa terjadi fibrilasi ventrikel. Hal ini

disebabkan karena peningkatan eksitagen maupun eksogen serta adanya retensi

CO2. Halotan dapat menyebabkan Ventrikel Ekstra Sistole (VES), Ventrikel

Takikardia (VT) dan Ventrikel Fibrilasi (VF).10

Batas keamanan halotan terhadap kardiovaskuler sangat sempit,

maksudnya, konsentrasi obat untuk mencapai efek farmakologi yang diharapkan

sangat dekat dengan efek depresinya.8,9

 Terhadap sistem respirasi

Halotan biasanya menyebabkan pernapasan cepat dan dangkal. Pada

konsentrasi tinggi, menimbulkan depresi pusat nafas, sehingga pola nafas menjadi
25

cepat dan dangkal, volume tidal dan volume nafas semenit menurun dan

menyebabkan dilatasi bronkus.3,9,10

Halotan dianggap sebagai bronkodilator kuat, karena sering membalikkan

bronkospasme yang diinduksi asma. Tindakan ini tidak dihambat oleh agen

penghambat β-adrenergik. Halothane melemahkan refleks jalan nafas dan

mengendurkan otot polos bronkial dengan menghambat mobilisasi kalsium

intraseluler. Halotan juga menekan pembersihan lendir dari saluran pernapasan

(fungsi mukosiliar).10,11

 Terhadap ginjal

Halotan pada dosis lazim secara langsung akan menurunkan aliran darah

ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus, tetapi efek ini hanya bersifat sementara dan

tidak mempengaruhi autoregulasi aliran darah ginjal.10

 Terhadap hati

Halotan menyebabkan aliran darah hati menurun sebanding dengan

depresi curah jantung. Vasospasme arteri hepatik telah dilaporkan selama anestesi

halotan.Pada konsentrasi 1,5 vol%, halotan akan menurunkan aliran darah pada

lobules sentral hati sampai 25-30%. Penurunan aliran darah pada lobulus sentral

ini menimbulkan nekrosis sel pada sentral hati yang diduga sebagai penyebab dari

“hepatitis post-halothane”. Kejadian ini akan lebih bermanifes, apabila diberikan

halotan berulang dalam waktu yang relatif singkat.10,11


26

Penggunaan Klinik

Halotan digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam

pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, halotan juga mempunyai

efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang

tidak kooperatif, halotan digunakan untuk induksi bersama-sama dengan N2O

secara inhalasi. Untuk mengubah cairan halotan menjadi uap, diperlukan alat

penguap (vaporizer) khusus halotan, misalnya fluotec, halomix, copper kettle,

dragger dan lain-lainnya.11

C. ENFLURAN

Enfluran merupakan obat anestesia inhalasi yang termasuk turunan eter.

Dikemas dalam bentuk cair, tidak berwarna, tidak iritatif, berbau agak harum,

tidak eksplosif, lebih stabil dibandingkan dengan halotan dan induksinya lebih

cepat dibandingkan dengan halotan.2,9

Dosis

1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-

3% bersama dengan N2O.

2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar

antara 1- 2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.

Absorbsi Dan Distribusi, Metabolism, Dan Eliminasi

Setelah diabsorbsi dari paru ke dalam darah, enfluran akan didistribusikan

ke seluruh tubuh. Kelarutan enfluran dalam lemak lebih rendah dibandingkan

halotan. Ekskresi melalui paru dan sebagian kecil melalui urin.10


27

Biotransformasi

Hanya sekitar 2-8% dari dosis yang diberikan mengalami metabolisme di

hati, sebagian besar keluar secara utuh lewat respirasi. Rendahnya daya larut

dalam lemak menyebabkan pemulihannya sangat cepat asal pasien tidak

mengalami depresi nafas. Produk metabolit enfluran berupa fluorida organik dan

anorganik.4,9

Efek Farmakologik

 Terhadap SSP

Pada dosis tinggi menimbulkan “twitching” (tonik-klonik) pada otot muka

dan anggota gerak. Hal ini terutama dapat terjadi bila pasien mengalami

hipokapnia. Kejadian ini bisa dihindari dengan mengurangi dosis obat dan

mencegah terjadinya hipokapnia. Obat ini tidak dianjurkan pemakaiannya pada

pasien yang mempunyai riwayat epilepsy walaupun pada penelitian terbukti

bahwa enfluran tidak menimbulkan bangkitan epilepsi. Walaupun menimbulkan

vasodilatasi serebral, tetapi pada dosis kecil dapat dipergunakan untuk operasi

intrakranial karena tidak menimbulkan peningkatan tekanan intracranial.3,10,11

 Terhadap system Kardiovaskular

Secara kualitatif efeknya sama dengan halotan, Enfluran menimbulkan

depresi kontraktilitas miokard, disritmia jarang terjadi, Enfluran menghambat

pelepasan katekolamin sehingga konsentrasinya pada plasma rendah, pada saat

anestesia dengan enfluran tidak meningkatkan sensitifitas miokard terhadap

katekolamin. Hipotensi dapat terjadi akibat menurunnya curah jantung. 9,10


28

 Terhadap respirasi

Menimbulkan depresi respirasi sesuai dengan dosis yang diberikan.

Volume tidal berkurang tetapi frekuensi nafas hampir tidak berubah. Tidak

menimbulkan iritasi pada mukosa jalan nafas sehingga bisa menimbulkan

komplikasi batuk, laringospasme dan peningkatan sekresi kelenjar jalan nafas

tidak terjadi.10,11

 Terhadap ginjal

Enfluran menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan laju filtrasi

glomerolus dan akhirnya menurunkan diuresis. Pemecahan enfluran menghasilkan

metabolit fluorida anorganik, tetapi konsentrasi dalam plasma tidak pernah

menccapai konsentrasi yang nefrotoksik. Walaupun demikian harus berhati-hati

menggunakan enfluran pada pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal.9,10

 Terhadap hati

Terjadi gangguan fungsi hati yang ringan setelah pemakaian enfluran yang

sifatnya reversible.10

 Terhadap otot

Meningkatkan relaksasi, tapi untuk laparotomi masih perlu penambahan

pelumpuh otot. 10

Penggunaan Klinik

Sama seperti halotan, enfluran digunakan terutama sebagai komponen

hipnotik dalam pemeliharaan anestesi umum. Disamping efek hipnotik, juga

mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-
29

anak yang tidak kooperatif, sangat baik digunakan untuk induksi bersama-sama

dengan N2O. Untuk mengubah cairan enfluran menjadi uap, diperlukan alat

penguap (vaporizer) khusus enfluran.3,10,11

D. ISOFLURAN

Isofluran adalah obat anestesi isomer dari enfluran, merupakan cairan tidak

berwarna dan berbau tajam, menimbulkan iritasi jalan nafas jika dipakai dengan

konsentrasi tinggi menggunakan sungkup muka sehingga pada saat induksi

inhalasi sering menimbulkan batuk dan tahanan nafas. Tidak mudah terbakar,

tidak terpengaruh cahaya dan proses induksi dan pemulihannya relatif cepat

dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih

lebih lambat dibandingkan dengan sevoflurane. Proses induksi dan pemulihannya

relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat

ini tapi masih lebih lambat dibandingkan dengan sevofluran.9,11

Dosis

1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-

3% bersama-sama dengan N2O.

2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan konsentrasinya berkisar

antara 1-2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.

Pada pasien yang mendapat anestesi isofluran kurang dari 1 jam akan sadar

kembali sekitar 7 menit setelah obat dihentikan. Sedangkan pada tindakan 5-6jam,

kembali sadar sekitar 11 menit setelah obat dihentikan.9,10


30

Efek Farmakologi

 Terhadap sistem saraf pusat

Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan.

Isofluran tidak menimbulkan kelainan EEG seperti yang ditimbulkan oleh

enfluran. Pada dosis anestesi tidak menimbulkan vasodilatasi dan perubahan

sirkulasi serebrum serta mekanisme autoregulasi aliran darah otak tetap stabil.

Kelebihan lain yang dimiliki oleh isofluran adalah penurunan konsumsi oksigen

otak. Sehingga dengan demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk anestesi

pada kraniotomi, karena tidak berperngaruh pada tekanan intrakranial,

mempunyai efek proteksi serebral dan efek metaboliknya yang menguntungkan

pada tekhnik hipotensi kendali.8,10

 Terhadap sistem kardiovaskular

Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan

dibanding dengan obat anesetesi volatil yang lain. Tekanan darah dan denyut nadi

relatif stabil selama anestesi. Dengan demikian isofluran merupakan obat pilihan

untuk obat anestesi pasien yang menderita kelainan kardiovaskuler.10-11

 Terhadap sistem respirasi

Isofluran juga menimbulkan depresi pernafasan yang derajatnya sebanding

dengan dosis yang diberikan. 9

 Terhadap otot rangka

Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik

pada serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat pelumpuh


31

otot non depolarisasi. Walaupun demikian, masih diperlukan obat pelumpuh otot

untuk mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasai

laparatomi.8,10,11

 Terhadap ginjal

Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah ginjal dan laju

fitrasi glomerulus sehingga produksi urin berkurang, akan tetapi masih dalam

batas normal. Toksisitas pada ginjal tidak terjadi.9,11

Biotransformasi

Hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, hanya 0,2%

dimetabolisme di dalam tubuh. Konsentrasi metabolitnya sangat rendah, tidak

cukup untuk menimbulkan gangguan fungsi ginjal.10,11

Penggunaan Klinik

Sama seperti halotan dan enfluren, isofluren digunakan terutama sebagai

komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesi umum. Disamping efek hipnotik,

juga mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi ringan. Untuk mengubah

cairan isofluran menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus

isofluran.9,11

E. DESFLURAN

Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya

sama dengan isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengan

agen volatile yang lain. Memerlukan alat penguap khusus (TEC-6).8,10,11


32

Dosis

Untuk induksi, disesuaikan dengan kebutuhan.

Efek Farmakologi

Efek klinisnya hampir sama dengan isofluran. Hanya efeknya terhadap

respirasi dapat menimbulkan rangsangan jalan nafas sehingga tidak dapat

digunakan untuk induksi. Bersifat simpatomimetik sehingga mengakibatkan

takikardi, akan tetapi tidak bermakna dalam meningkatkan tekanan darah. Efek

terhadap hepar dan ginjal sama dengan sevofluran.8,9

 Terhadap system Kardiovaskular

Menurunkan resistensi vascular sistemik, menyebabkan turunnya tekanan

darah. Peningkatan konsentrasi desfluran dengan cepat menyebabkan peningkatan

tekanan darah, laju jantung, dan katekolamin. Keadaan ini bisa dikurangi dengan

memberikan klonidin, fentanil, atau esmolol. Desfluran tidak meningkatkan aliran

darah koroner.9,11

 Terhadap sistem respirasi

Menyebabkan menurunnya volume tidal dan meningkatnya frekuensi

nafas sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan CO2. Desfluran bersifat

iritatif, sehingga tidak ideal untuk induksi.10,11

Penggunaan Klinik

Desfluran digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam

pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, desfluran juga

mempunyai efek analgetik yang ringan dan relaksasi otot ringan.9,10


33

F. SEVOFLURAN

Sevofluran dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif,

tidak berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu tempat gelap), dan tidak terlihat

adanya degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas. Obat ini tidak bersifat

iritatif terhadap jalan nafas sehingga baik untuk induksi inhalasi. Proses induksi

dan pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi

yang ada pada saat ini.10,11

Dosis

1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-

5,0% bersama-sama dengan N2O.

2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar

antara 2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.

Efek Farmakologi

 Terhadap sistem saraf pusat

Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran. Aliran darah

otak sedikit meningkat sehingga sedikit meningkatkan tekanan intrakranial. Laju

metabolisme otak menurun cukup bermakna sama dengan isofluran. Tidak pernah

dilaporkan kejadian kejang akibat sevofluran.9,10

 Terhadap sistem kardiovaskuler

Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia. Tahanan vaskuler

dan curah jantung sedikit menurun, sehingga tekanan darah sedikit menurun. Pada

1,2-2 MAC sevofluran menyebabkan penurunan tahanan vaskuler sistemik kira-


34

kira 20% dan tekanan darah arteri kira-kira 20%-40%. Curah jantung akan

menurun 20% pada pemakaian sevofluran lebih dari 2 MAC. Dibandingkan

dengan isofluran, sevofluran menyebabkan penurunan tekanan darah lebih sedikit.

Sevofluran tidak atau sedikit meyebabkan perubahan pada aliran darah koroner.

Sevofluran menyebabkan penurunan laju jantung. Penelitian-penelitian

menyebutkan bahwa penurunan laju jantung tidak sampai menyebabkan

bradikardi.8,9,11

 Terhadap sistem respirasi

Seperti halnya dengan obat anestesi inhalasi yang lain sevofluran juga

menimbulkan depresi pernapasan yang derajatnya sebanding dengan dosis yang

diberikan sehingga volume tidal akan menurun, tapi frekuensi nafas sedikit

meningkat. Pada manusia, 1,1 MAC sevofluran menyebabkan tingkat depresi

pernafasan hampir sama dengan halotan dan pada 1,4 MAC tingkat depresinya

lebih dalam daripada halotan. Sevofluran menyebabkan relaksasi otot polos

bronkus, tetapi tidak sebaik halotan.8,10,11

 Terhadap otot rangka

Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan isofluran.

Relaksasi otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam dengan sevofluran.

Proses induksi, laringoskopi dan intubasi dapat dikerjakan tanpa bantuan obat

pelemas otot.10
35

 Terhadap hepar dan ginjal

Sevofluran menurunkan aliran darah ke hepar paling kecil dibandingkan

dengan enfluran dan halotan. Ada beberapa bukti, sevofluran menurunkan aliran

darah ke ginjal, tetapi tidak ada bukti hal ini menyebabkan gangguan fungsi ginjal

pada manusia.9,10

Perbedaan Anestetik Inhalasi

Perbandingan anestetik inhalasi baik secara fisik-kimia maupun secara


klinik farmakologi dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 2 dan Tabel 3.9,10,11

Tabel 2. Perbandingan sifat fisik dan kimia anestetik inhalasi


Nitrous
Anesetetik inhlasi Halotan Enfluran Isofluran Desfluran Sevofluran
Oksida
Berat molekul 44 197 184 184 168 200

Titik didih (oC) -68 50-50,2 56,6 48,5 22,8-23,5 58,5


5200 243-244 172-174,5 238-240 669-673 160-170
Tekanan uap (mmHg 20oC)

Bau Manis Organik Eter Eter Eter Eter

Turunan eter Bukan Bukan Ya Ya Ya Ya

Pengawet - Perlu - - - -

Koef. Partisi darah/gas 0,47 2,4 1,9 1,4 0,42 0,65

Dengan kapur soda 40oC Stabil Tidak Stabil Stabil Stabil Tidak
o
MAC 37 C usia 30-55 tahun
104-105 0,75 1,63-1,70 1,15-1,20 6,0-6,6 1,80-2,0
(tekanan 760 mmHg)

Tabel 3. Farmakologi klinik anestetik inhalasi


Anestetik Nitrous Isofluran/
Halotan Enfluran Sevofluran
inhalasi Oksida Desfluran
CO 0 -* --* 0 0
HR 0 0 ++* + 0
BP 0 -* --* --* --
Kontraktilita
-* ---* --* --* --
s
SVR 0 0 - -- -
36

PVR + 0 0 0 0
TIK + ++ ++ + +
CBF + ++ + + +
Kejang - - + - -
Aliran Darah
- -- -- - -
Hepar
RR + ++ ++ + +
VT - - - - -
PaCO2 0 + ++ + +
*=Dose Dependent; 0=No Change; -=Decrease; +=Increase
CO=cardiac output; HR=heart rate; BP=blood preasure; SVR=systemic vasculer resistence;
PVR=pulmonary vasculer resistance; TIK=tekanan intrakranial; CBF=cerebral blood flow; RR=respiratory
rate; VT=volume tidal
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anestesia inhalasi yang sempurna adalah yang (a) masa induksi dan masa
pemulihannya singkat dan nyaman, (b) peralihan stadium anestesinya terjadi
cepat, (c) relaksasi ototnya sempurna, (d) berlangsung cukup aman, dan (e) tidak
menimbulkan efek toksik atau efek samping yang berat dalam dosis anestetik
yang lazim.

Dalam melakukan tindakan anestesi yang perlu dimonitor selama operasi


adalah tingkat kedalaman anestesi, efektivitas kardiovaskuler dan efisiensi perfusi
jaringan (tekanan darah, nadi, Saturasi oksigen, MAP, EKG, suhu).

Faktor yang mempengaruhi kecepatan transfer anestesik jaringan ke otak


ditentukan oleh (1) kelarutan zat anestetik, (2) kadar anestetik dalam udara yang
dihirup oleh pasien atau disebut tekanan parsial anestetik, (3) ventilasi paru, (4)
aliran darah paru, dan (5) perbedaan antara tekanan parsial anestetik di darah
arteri dan di darah vena.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical

Anesthesiology. USA: McGraw-Hill Education.2018.

2. Gunawan, Sulistia Gan. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Gaya

Baru. 2007

3. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 10th edition.

Singapore : Mc Graw Hill Lange. 2007

4. Tjay Tan H.; Rahardja Kirana. Obat – Obat Penting : Kasiat, Penggunaan

dan Efek – Efek Sampingnya Edisi 6. Jakarta : PT Elex Media

Komputindo Gramedia. 2010

5. Latief, Said A.; Suryadi, Kartini A,; Dachlan, M. Ruswan. Petunjuk

Praktis Anestesiologi Edisi 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia.

2007

6. Ratnasari DD. Studi penggunaan propofol kombinasi pada induksi

anestesi. Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. 2016

7. Achmad H, Safitri D, Gunawan KL. Penggunaan sedasi inhalasi N2O-O2

pada penatalaksanaan marsupialisasi ranula rongga mulut anak anxiaty

patient. Bandung: Fakultas Kedokteran Gigi Universiatas Padjajaran. 2008

8. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 10th edition.

Singapore : Mc Graw Hill Lange. 2007

9. Tjay Tan H.; Rahardja Kirana. Obat – Obat Penting : Kasiat, Penggunaan

dan Efek – Efek Sampingnya Edisi 6. Jakarta : PT Elex Media

Komputindo Gramedia. 2010

v
10. Edward Morgan et al. Clinical Anesthesiology. Sixth Edition. McGraw-

Hill Companies. 2018 : 98.

11. Hurford - Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General

Hospital 6th ed

vi

Anda mungkin juga menyukai