Oleh :
1610070100053
1610070100145
Preseptor :
PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
yang berjudul “Manajemen jalan nafas, Persiapan intubasi, Intubasi dan Komplikasi
intubasi”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik senior di
bagian anestesi Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad Natsir Solok.
Ucapan terimakasih penulis kepada dr. Ade Ariadi, Sp.An selaku pembimbing
dalam penyusunan makalah ini dengan memberikan bimbingan dan nasehat sehingga
penulis dapat menyelesaian makalah ini. Serta mengucapkan terimakasih kepada
teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini. Dengan menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat
dalam penulisan makalah ini, kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan
penulisan makalah selanjutnya.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB 1
PENDAHULUAN
mempublikasikan hasil dari ekstrak kurare (racun panah Amerika Selatan) yaitu d-
kata lain pelemas otot tidak membuat tidak sadar, amnesia atau analgesia. Namun
memudahkan dan mengurangi cedera dari tindakan laringoskopi dan intubasi trakea
serta memberikan relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi
kendali.1 Adanya pelemas otot menyebabkan anestesi tidak perlu dalam, hanya
sekedar pasien tidak sadar, analgesik dapat diberikan dosis tinggi, dan pemberian
obat pelemas otot dapat memberikan efek relaksasi pada otot lurik. Ketiga kombinasi
ini dikenal dengan istilah trias anestesi. Obat pelemas otot merupakan obat yang di
Obat yang mempengaruhi fungsi otot skeletal dibedakan menjadi dua kelompok
pembedahan dan ruang perawatan intesif untuk menimbulkan paralisis otot yang
sering disebut dengan penyekat neuromuskular. Kedua adalah obat yang digunakan
untuk mengurangi spastisitas pada keadaan kelainan neurologis, yang disebut dengan
1
neuromuskular dan tidak memiliki aktivitas pada sistem saraf pusat. Obat penyekat
neuromuscular digunakan sebagai salah satu obat yang dapat menunjang anastesi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan antara saraf motorik dan sel otot terjadi di neuromuskular junction
distal, celah sinaps, dan kanal lempeng serta reseptor yang merupakan tempat kerja
dari obat-obatan. Celah sinaps merupakan celah sempit antara membran sel neuron
motorik yang menyebabkan terjadi influks kalsium dan pelepasan asetilkolin. Saraf
pada saraf menyebabkan vesikel ini berdifusi ke membran terminal, lalu pecah
celah sinaps untuk berikatan dengan reseptor kolinergik nikotinik pada kanal
untuk influk natrium. Hal ini menyebabkan depolarosasi otot. Potensial lempeng yang
beta, 1 gamma, dan 1 peptida delta. Hanya jenis reseptor peptide alfa yang dapat
3
ion di bagian tengah reseptor. Hal ini menyebabkan pembukaan kanal yang
kanal lempeng kembali normal tanpa penyampaian impuls dari ujung lempeng motor
ke seluruh membran sel serabut otot. Jika potensial besar, membran sel otot yang
berdekatan akan ikut terpolarisasi, dan potensial aksi akan diteruskan ke seluruh
serabut otot.2,3
Asetilkolin dengan cepat dihidrolisis menjadi asetat dan kolin oleh enzim
dalam kanal lempeng membran sel motorik yang berdekatan dengan reseptor
membran sel otot juga menutup. Kalsium kembali masuk ke retikulum sarkoplasma
4
Gambar 1. Neuromuskular junction
pengembalian blok, obat-obat ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pelemas
5
Obat pelemas otot memiliki kemiripan struktur dengan asetilkolini. Sebagai
satu dari dua tipe system cincin besar dan semi-kaku. Ciri kimiawi lain yang dimiliki
oleh semua pelemas otot adalah keberadaan satu atau dua atom amonium kuartener
yang memberi muatan positif pada nitrogen untuk berikatan pada reseptor nikotinik
membuat obat-obat ini sulit larut dalam lemak dan menghambat entrinya ke sistem
saraf pusat.2
reseptor kanal lempeng terlihat pada gambar 2. Gambar diatas menunjukkan kerja
agonis normal, asetilkolin dalam membuka kanal. Gambar bawah kiri menunjukkan
menempati reseptor serta menyekat kanal. Penutupan normal gerbang kanal dicegah
dan penyekat tersebut dapat bergerak keluar masuk lubang dengan cepat. Penyekat
6
Gambar 2. Interaksi obat dengan reseptor asetilkolin di kanal lempeng
aksi dari otot. Berbeda dengan asetilkolin, obat ini tidak dimetabolisme oleh
kanal lempeng yang terus menerus menyebabkan relaksasi otot karena terbukanya
selanjutnya. Setelah eksitasi awal dan membuka gerbang, kanal sodium menutup dan
mengikat reseptor asetilkolin, disebut blok fase 1. Setelah beberapa waktu dapat
7
klinis mirip dengan pelemas otot nondepolarisasi. Berdasarkan mekanisme tersebut,
pelemas otot non depolarasai diberikan dalam dosis kecil, obat ini dapat
menimbulkan blockade motorik yang lebih kuat. Kerja ini selanjutnya akan
asetilkolinesterase untuk melawan efek pelemas otot non depolarisasi. Pelemas non
depolarisasi juga dapat menyekat kanal natrium pratautan. Akibatnya pelemas otot
akan menggangu mobilisasi asetilkolin pada ujung saraf. Blokade pascasinaptik yang
dihasilkan pelemas otot non depolariasasi dapat diatasi dengan mudah. Hal ini terlihat
dari adanya kedua otot atau twitch pascatetani yang singkat setelah dilakuakn
klinis dari prinsip yang serupa adalah pemulihan blockade residual oleh penghambat
kolinesterase.5
Suksinilkolin
Rokuronium Fase I Fase II
Pemberian Tambahan Antagonistik Memperkuat
Tubokurarin
Pemberian Antagonistik Tambahan Memperkuat
Suksinilkolin
Efek Neostogmin Antagonistik Memperkuat Antagonistik
Efek awal eksitasi Tidak ada Fasikulasi Tidak ada
8
pada otot rangka
Respon rangsangan Tidak terus- Tidak terus- Tidak terus-
pascatetanik
Laju Pemulihan 30-60 menit 4-8 menit >20 menit
onset dan durasi blokade saraf-otot. Potensi setiap obat dapat ditentukan dengan
kedutan dan dosis. Dosis efektif 50 (ED50) adalah dosis median setara 50% depresi
kedutan yang telah dicapai. Nilai yang lebih relevan secara klinis dan lebih sering
dipakai adalah ED95 setara blok 95%. Sebagai contoh, ED 95 Vecuronium adalah 0,05
mg/kgBB yang berarti setengah dari pasien akan mencapai minimal 95% blok
tersebut, dan setengah dari pasien akan mencapai kurang dari 95% blok.5
Semua obat pelemas otot-saraf bersifat sangat polar dan tidak aktif jika diberikan
per oral, oleh karena itu harus diberikan parenteral. Obat pelemas otot adalah
kelompok amonium kuartener yang merupakan senyawa larut dalam air yang mudah
terionisasi pada pH fisiologis, dan memiliki kelarutan yang terbatas dalam lipid.
Volume distribusi obat-obat ini terbatas dan sama dengan volume cairan ekstraseluler
9
(kira-kira 200 mL/kg). Sebagai tambahan, obat pelemas otot tidak dapat dengan
mudah melewati sawar membran lipid seperti sawar darah otak, epitel tubulus renal,
epitel gastrointestinal, atau plasenta. Oleh karena itu, obat pelemas otot tidak dapat
oral yang tidak efektif dan pemberian pada ibu hamil yang tidak mempengaruhi
fetus.6,7
dihitung setelah pemberian cepat intravena. Rerata obat pelemas otot yang hilang dari
penurunan yang lebih lambat (klirens). Meskipun terdapat perubahan distribusi dalam
aliran darah, anestesi inhalasi memiliki sedikit eſek atau tidak sama sekali pada
farmakokinetik obat pelemas otot. Waktu paruh eliminasi obat pelemas otot tidak
dapat dihubungkan dengan durasi kerja obat-obat ini saat diberikan sebagai injeksi
cepat intravena.6,7
Disebut juga diacethylcholin atau suxamethonium, terdiri dari 2 buah molekul Ach.
menempel pada subunit alfa di reseptor asctikolin yang memimiliki efek membuka
10
kanal ion lebih lama dibandingkan dengan asetikolin. Administrasi suksinilkolin
menyebabkan depolarisasi inisial dan kontraksi otot tidak terkoordinasi yang disebut
dengan fasikulasi.5
kumulatif dosis, ED95 suksinilkolin menjadi kurang dari 0,3 mg/kg. Suksinilkolin
memiliki onset yang cepat (30-60 detik) dan durasi yang pendek (kurang dari 10
menit), Onset yang cepat berhubungan dengan sifat yang memiliki kelarutan dalam
mencapai neuromuskular junction.7 Proses ini sangat efisien sehingga hanya fraksi
kecil saja yang mencapai neuromuskuler junction. Durasi dari kerja obat akan
diperlama ketika dosis besar atau metabolisme abnormal, yang terjadi pada hipotermi,
hati, gagal ginjal dan menggunakan obat tertentu yang dapat menurunkan kerjanya
2.7.2 Dosis
11
Dosis suksinilkolin untuk fasilitasi intubasi trakea adalah 1 mg/kgBB IV.
Secara konsep, pemberian dosis 1 mg/kgBB pada pasien yang terpreoksigenasi akan
spontan terjadi dalam 5 menit setelah paralisis akibat pemberian suksinilkolin. Durasi
adalah lebih besar dari 10 menit. Karena suksinilkholin tidak larut dalam lemak,
lebih besar. Sehingga dosis yang diperlukan untuk anak anak lebih besar. Jika pada
naka diberikan suksinilkolin dengan dosis 4-5 mg/kg secara im tidak selalu terjadi
paralisis komplit.7
komplikasi yang mungkin terjadi dan dapat mencegahnya. Karena risiko terjadinya
merupakan kontraindikasi dari pemberian rutin pada anak-anak dan remaja. Jika tidak
terjadi sulit jalan nafas atau perut yang penuh, klinisi juga menghindari suksinilkholin
digunakan untuk orang dewasa. Tetapi masih tetap digunakan karena tidak adanya
Efek samping yang dapat timbul dengan pemberian suksinilkolin antara lain:7
1. Cardiovaskular
12
tekanan darah dan denyut nadi. Dosis kecil menurunkan sedangkan dosis
besar meningkatkan tekanan darah dan nadi. Dapat terjadi bradikardi pada
anak kecil, orang dewasa bradikardi terjadi apabila bolus kedua setelah 3 - 8
2. Fasikulasi
diberikan harus lebih besar yaitu 1,5 mg/kg. Fasikulasi tidak terllihat pada
3. Hiperkalemia
4. Mialgia
13
5. Peningkatan Tekanan Intragastrik
nonparalisis.
pasien dengan tumor intrakranial atau trauma kepala belum diamati secara
konsisten.
Spasme otot skeletal juga dapat terjadi pada pemberian suksinilkolin pada
14
pasien dengan kongenital miotonia atau distrofi miotonia. Kontraksi yang
rukoronium.7
yang ditimbulkan. Meskipun dengan dosis intubasi yang lebih besar mempercepat
blokade. Sebagai contoh dosis 0.15 mg/kgBB pancuronium dapat memberi kondisi
intubasi dalam 90 detik, tapi menimbulkan hipertensi dan takikardia yang lebih nyata
dan blok yang ireversibel selama lebih dari 60 menit. Konsekuensi dari durasi kerja
yang panjang adalah kesulitan yang terjadi dalam membalikkan blokade secara
keseluruhan, khususnya pada pasien usia tua dan mereka yang menjalani pembedahan
abdomen.8
reseptor yang cukup sehingga dapat mempercepat onset intubasi, yaitu 60 detik pada
penggunaan rocuronium atau 90 detik pelemas otot non depol yang intermediate
15
acting. Pemberian dosis awal ini dapat menyebabkan gangguan dari fungsi respirasi
dan dapat menyebabkan penurunan saturasi oksigen, efek negatif ini lebih sering pada
pasien dewasa. Penting untuk diingat bahwa masing-masing otot memiliki sensitivitas
yang berbeda terhadap pelemas otot. Sebagai contoh, otot laring recover lebih cepat
dibandingkan otot adduktor policis, yang biasanya dimonitor oleh stimulator saraf.8
fasikulasi. Obat pelemas otot non-depolarisasi dapat diberikan 10-15% dosis intubasi,
memiliki efikasi paling baik dalam mencegah fasikulasi. Karena terdapat antagonism
antara sebagian besar obat non depolarisasi dengan fase I blok, dosis suksinilkolin
1. Suhu
2. Keseimbangan Asam-Basa
pemulihan saraf otot pada pasien post-operatif yang mengalami hipoventilasi. Hal ini
berkaitan dengan efek saraf-otot sehubungan dengan perubahan asam basa yang
16
mungkin didasari oleh perubahan dalam pH ekstraseluler, pH intraseluler, konsentrasi
3. Abnormalitas Elektrolit
4. Usia
pada neonatus.
5. Interaksi Obat
Banyak obat yang dapat berinteraksi dengan pelemas otot, interaksi pada
membran otot.”
hati dan gangguan ginjal terjadi peningkatan volume distribusi dan penurunan
konsentrasi didalam plasma. Sehingga memerlukan dosis awal yang besar tetapi dosis
7. Kelompok Otot
Onset dan intensitas blokade bervariasi di antara kelompok otot. Hal ini
mungkin karena perbedaan dalam aliran darah, jarak dari sirkulasi sentral, atau tipe
serabut otot yang berbeda. Lebih jauh, sensitivitas relatif terhadap sekelompok otot
17
mungkin bergantung pada pemilihan pelemas otot. Secara umum, diafragma, rahang,
laring, dan otot-otot wajah (m.orbicularis oculi) berespons dan pulih lebih cepat dari
relaksasi otot dibanding ibu jari. Muskulatur glotis juga cukup resisten terhadap
yang baik biasanya dihubungkan dengan respons kedutan m.orbicularis oculi yang
hilang.
2.8.2.1 Atracurium
Struktur Fisik
cara degradasi senyawa ini menjadi unik. Obat ini merupakan gabungan dari 10
stereoisomer.8
bergantung pada fungsi ginjal dan hati. Sekitar 10% dari obat ini diekskresi tanpa di
metabolisme melalui ginjal dan empedu. Dua proses terpisah berperan dalam
suhu fisiologis.8
Dosis
intubasi. Mulai kerjanya 2-3 menit dan bertahan hingga 15-35 menit. Relaksasi
18
intraoperatif dicapai dengan dosis awal 0,25 mg/kgBB, kemudian dosis incremental
0,1 mg/kgBB setiap 10-20 menit. Infus 5-10 py/kg/menit dapat menggantikan bolus
sebaiknya disimpan pada suhu 2-8°C karena potensinya akan berkurang 5-10% tiap
bulan bila terekspos suhu ruangan. Pada suhu ruangan obat ini harus digunakan
dalam waktu 14 hari untuk menjaga potensi. Pemulihan saraf otot dapat terjadi
Secara umum pemberian atracurium tidak dipengaruhi oleh fungsi hati dan
ginjal karena proses metabolisme eliminasi Hoffman. Selain itu, obat ini tidak
2.8.2.2 Cisatracurium
Struktur Fisik
memiliki efek pelmas otot. Metabolisme dan eliminasi tidak tergantung fungsi hati
Dosis
19
Dosis intubasi adalah 0,1 - 0,15 mg/kgBB dalam 2 menit dan menghasilkan
blokade otot dengan durasi kerja sedang. Rata kecepatan infus adalah antara 1,0-2,0
harus digunakan dalam waktu 21 hari bila disimpan pada suhu ruangan.8
darah juga tidak menimbulkan efek otonom, bahkan pada dosis setinggi 8 kali ED95.8
2.8.2.3 Pancuronium
Struktur Fisik
Dimetabolisme oleh hepar. Eksresi terutama pada ginjal 40%, sebagian oleh
empedu (10%). Eliminasi pancuronium melambat bila ada gagal ginjal. Pasien
dengan sirosis membutuhkan dosis awal yang besar tapi dosis rumatan yang kecil
Dosis
untuk intubasi dalam 2 - 3 menit dengan masa kerja 30-45 menit. Relaksasi
intraoperatif dicapai dengan memberikan 0,04 mg/kg dosis inisial diikuti dengan
dosis 0,01 mg/kg setiap 20 - 40 menit. Anak - anak perlu dosis pancuronium yang
20
lebih rendah. Diberikan untuk mencegah fasikulasi yang disebabkan oleh
suksinilkolin dengan dosis 25% dari dosis optimal. Pancuronium tersedia dalam
larutan 1 atau 2 mg/mL dan disimpan pada suhu 2–8°C tapi stabil sampai 6 bulan
2. Aritmia
3. Reaksi Alergi
2.8.2.4 Vecuronium
Struktur Fisik
21
Vecuronium adalah pancuronium yang kurang satu grup metil kuartener
Tergantung dari eksresi empedu dan ginjal. Pemberian jangka panjang dapat
perunbahan klirens obat atau terjadi polineuropati. Faktor risiko wanita, gagal ginjal,
terapi kortikosteroid yang lama dan sepsis. Efek pelemas otot memanjang pada pasien
Dosis
Dosis intubasi 0,08 -0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap
memanjang durasi pada pasien post partum karena gangguan pada hepatic blood
flow.8
1. Kardiovaskular
2. Gagal Hati
Tidak terpengaruh pada pasien sirosis kecuali dosis sampai 0,15mg/kg dapat
memperpanjang durasi.8
2.8.2.5 Rocuronium
22
Struktur fisik
Eliminasi terutama opleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak terpengaruh
oleh kelainan ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar, berat dan kehamilan. Baik
untuk infusan jangka panjang (ICU). Pasien orang tua menunjukan prolong durasi.8
Dosis
Potensi lebih kecil dibandingkan relaksan steroid lainnya. 0,45 -0,9 mg/kg IV
untuk intubasi dan 0,15 g/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih
25 menit setelah intubasi. IM (1 mg/kg untuk infant; 2mg/kg untuk anak kecil)
adekuat pitasuara dan paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai 3-6 menit
dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip 5-12 mcg/kg/menit. Dapat memanjang pada
20 detik sebelum propofol dan thiopental. Rocuronium (0,1 mg/kg) cepat 90 detik
dan efektif untuk prekurasisasi sebelum suksinilkholin ada tendensi vagalitik. Berikut
ini adalah perbandingan eliminasi, bersihan, perkiraan durasi kerja, dan perkiraan
potensi relative terhadap tubokurarin serta tabel efek obat penyekat neuromuscular
23
(ml/kg/mnt) durasi Potensi
kerja Relative
(menit) terhadap
Tubokurare
Turunan isokuinolin
Atracurium Spontan 6,6 20-35 1,5
Cisatracurium Kebanyakan spontan 5-6 25-44 1,5
Doxacurium Ginjal 2,7 >35 6
Metacurine Ginjal (40%) 1,2 >35 4
Mivacurium Plasma ChE 70-95 10-20 4
tubocurarine Ginjal (40%) 2,3-2,4 20-35 1
Turunan steroid
Pancuronium Ginjal (80%) 1,7-1,8 >35 6
Pipecuronium Ginjal (60%) dan Hati 2,5-3,0 >35 6
Recorunium Hati (75-90%) dan ginjal 2,9 20-35 0,8
Vecuronium Hati (75-90%) dan ginjal 3-3,5 20-35 6
Agen
Pendepolarisasi Plasma ChE (100%) >100 <8 0,4
succinylcholine
24
2.9.1 Pembalikan Pelemas Otot Depolarisasi
melainkan akan terdifusi dari tautan neuromuscular dan dihidrolisis dalam plasma
dan hati oleh enzim yang lain yaitu pseudokolinesterase, proses ini sangat cepat
karena tidak ada agen khusus untuk membalikan blockade agen depolarisasi yang
tersedia.9,10
metabolisme gradual, dan eksresi pelemas otot dari tubuh, atau pemberian agen
Inhibisi ini meningkatkan jumlah asetilkolin pada tautan neuromuscular junction dan
oleh kolinesterase serum dan bentuk obat utuh sebagian besar diekskresi melalui
dan spasme saluran cerna, pembentukan secret jalan nafas dan kelenjar air liur,
25
Cara mengatasi masalah yang timbul dalam pemberian obat ini dengan
pemberian atropine sulfat dosis 0,5 mg bertahap hingga 5 mg. Biasanya diberikan
BAB III
PENUTUP
26
Anastesi tidak perlu dalam, hanya sekedar pasien tidak sadar, analgesic dapat
diberikan dosis tinggi, dan pemberian obat pelemas otot dapat memberikan efek
relaksasi pada otot lurik. Ketiga kombinasi ini dikenal dengan istilah trias anastesi.
Obat pelemas otot merupakan obat yang digunakan untuk melemaskan atau
merileksasikan otot.
neuromuscular junction dan terhidrolisa didalam plasma dan hepar oleh enzim lain,
pemeberian rutin kepada anak dan remaja karena risiko dari hyperkalemia,
Untuk pelemas otot non depolarisasi semakin lama pelemas ototnya, semakin
lama onsetnya. Obat pelemas otot saraf non depolarisasi terdiri atas golongan
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Sugai N. Abstract PR008: Dr Harold Griffith and Wfsa in Association with
Four Pioneer Anesthesiologists From Japan. Anesthesia & Analgesia. 2016
Sep 1;123(3S):17
2. Gilman A G. Goodman&Gilman Dasar Farmakologi Terapi. Volume1.
Jakarta:EGC. 2017
3. Al-Hilal S R, Sarosa P, Widodo U.P. Efek Pemberian Ketamin Dosis 0,5
Mg/Kgbb Terhadap Onset Blokade Neuromuskular Oleh Atrakurium.
2018;5:7–13.
4. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anastesia dan Reanimasi.
Jakarta:Indeks. 2017
5. Kristiningrum E. Penggunaan Obat Pelumpuh Otot di ICU. Cermin Dunia
Kedokteran. 2015 Oct 1;42(10):788-90
6. Ikatan Apoteker Indonesia. ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume
51-2015 s/d 2016. Jakarta: PT ISFI Penerbitan. 2017
7. Badan POM Indonesia. Informatorium Obat Nasional Indonesia.
Jakarta:SagungSeto. 2017
8. Bouju P, Tadié JM, Barbarot N, Letheulle J, Uhel F, Fillatre P, Grillet G,
Goepp A, Le Tulzo Y, Gacouin A. Clinical assessment and train-of-four
measurements in critically ill patients treated with recommended doses of
cisatracurium or atracurium for neuromuscular blockade: a prospective
descriptive study. Annals of intensive care. 2017. 1;7(1):10.
9. Carvalho VH, Braga AA, Braga FS, Junqueira FE, Drummond RM, Benette
GL. Reversal of neuromuscular block produced by local anaesthetics
combined with pancuronium. Experimental study. Medical Research
Archives. 2018. 18;6(5)
10. Murray,MJ , DeBlock,H , et al. Critical care medicine (volume 44 issue 11
pages 2079- 2103 ) 2016.
11. Layon AB, Gabrielli A, Yu M, et al. Critical care medicine fifth edition.
Philadelphia:Lippincott Williams&Wilkins. 2018
28