1. Deskripsi
Epinephrine merupakan senyawa kimia yang secara alami diproduksi oleh
tubuh manusia ketika mengalami stres. Injeksi (suntikan) epinephrine akan membantu
tubuh untuk meredakan gejala alergi parah dengan cara menyempitkan pembuluh
darah dan melebarkan saluran pernapasan.
Epinephrine (adrenalin) adalah obat yang biasa digunakan untuk menangani
reaksi alergi akut yang bisa menyebabkan pembengkakan di mulut dan lidah,
gangguan pernapasan, kolaps dan hilang kesadaran. Reaksi alergi akut ini biasa
disebut anafilaksis.
Epinefrin atau adrenalin (bahasa Inggris: adrenaline, epinephrine) adalah
sebuah hormon yang memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh.
Tidak hanya gerak, hormon ini pun memicu reaksi terhadap efek lingkungan seperti
suara derau tinggi atau cahaya yang terang. Reaksi yang kita sering rasakan adalah
frekuensi detak jantung meningkat, keringat dingin dan keterkejutan.
Epinefrin mengandung tidak kurang dari 98,5 % dan tidak lebih dari 101,0%
C9H13NO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Memiliki Berat molekul
183,21. Sifat-sifat dari epinefrin adalah sukar larut dalam air, tidak larut dalam etanol
(95%) dan dalam eter, mudah larut dalam larutan ammonia dan dalam alkali karbonat.
Tidak stabil dalam alkali atau netral, berubah menjadi merah jika terkena udara.
2. Efek Farmakologi
Indikasi Epinefrin:
Bronkospasme, asma bronkial, viral croup, reaksi anafilaksis, henti jantung,
mengurangi perdarahan superfisial (kelainan koagulasi darah), kongesti pada jaringan
mukosa, kontraksi uterine yang berlebihan, glaukoma, reaksi hipersensitivitas, syncope,
penggunaan bersama dengan anestesi lokal untuk mengurangi absorpsi ansetesi yang
diberikan melalui intraspinal dan anestesi lokal serta dapat memperpanjang lama kerja
obat.
Kontra Indikasi:
1) Meskipun diindikasikan untuk open-angled glaucoma, epinefrin kontraindikasi
mutlak pada closed-angle glaucoma karena dapat memperparah kondisi ini.
2) Epinefrin, terutama bila diberikan IV, kontraindikasi mutlak pada syok selain
syok anafilaksi.
3) Gangguan kardiovaskuler yang kontraindikasi epinefrin misalnya syok
hemoragi, insufisiensi pembuluh koroner jantung,penyakit arteri koroner (mis,
angina, infark miokard akut) dilatasi jantung dan aritmia jantung (takikardi).
4) Efek epinefrin pada kardiovaskuler (mis, peningkatan kebutuhan oksigen
miokard, kronotropik, potensial proaritmia, dan vasoaktivitas) dapat
memperparah kondisi ini.
5) Pasien yang mendapat tindakan anestesi dengan menggunakan halogenated
hydrocarbons atau cyclopropane sebaiknya tidak diberikan epinefrin karena
dapat menjadikan jantung lebih sensitif terhadap efek aritmik pemberian obat
golongan simpatomimetik.
6) Epinefrin dikontraindikasikan pada penyakit serebrovaskuler seperti
arteriosklerosis serebral atau organic brain syndrome karena efek
simpatomimetik (diduga alfa) pada sistem serebrovaskuler dan potensial
perdarahan otak pada penggunaan IV
7) Masa melahirkan (tidak digunakan jika tekanan darah ibu lebih dari
130/80mmHg)
8) Penderita hipersensitivitas pada pemberian obat golongan simpatomimetik amine
Efek Samping:
1) Kardiovaskuler: Angina, aritmia jantung, nyeri dada, flushing, hipertensi,
pallor, palpitasi, kematian mendadak, takikardi (parenteral),
vasokonstriksi, ektopi ventrikuler.
2) SSP: kecemasan, pusing, sakit kepala, insomnia, perdarahan cerebral,
cemas.
3) Gastrointestinal: tenggorokan kering, mual, muntah, xerostomia,
hilangnya nafsu makan.
4) Genitourinari: retensi urin akut pada pasien dengan gangguan aliran
kandung kemih.
5) Neuromuskular dan skeletal: tremor dan kelemahan otot.
6) Mata: rasa terbakar, rasa nyeri, iritasi okular mata, rasa menyengat,
memperparah kondisi narrow-angle glaucoma.
7) Saluran nafas: sesak, edema paru. Lain-lain: diaforesis.
3. Farmakokinetika Epinephrine
ALPRENOLOL
Indikasi:
Untuk pengobatan hipertensi, kejang dan arrhythmia.
Dosis:
200-400 mg/hari sesuai dosis yang ditentukan.
Efek Samping :
Efek CNS (kelelahan, depresi, pusing, kebingungan, gangguan tidur); Efek CV (gagal
jantung, sumbatan jantung, kedinginan, impotensi pada laki-laki); Efek berturut-turut
(bronchospasma pada pasien yang rentan & obat-obatan dengan beta1 harus digunakan secara
selektif pada pasien ini); Efek GI (N/V, diare, konstipasi); Efek metabolik (bisa memproduksi
hiper atau hipoglikemia, perubahan dalam serum kolesterol & trigliserid.
Farmakodinamik
1) Beta bloker menghambat efek obat adrenergik, baik NE dan epi endogen maupun obat
adrenergik eksogen
2) Beta bloker kardioselektif artinya mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap reseptor
beta-1 daripada beta-2
3) Alprenolol mempunyai efek MSA (membrane stabilizing actvity) → efek anastesik lokal
4) Kardiovaskuler: mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard
5) Menurunkan tekanan darah
6) Antiaritmia: mengurangi denyut dan aktivitas fokus ektopik
7) Menghambat efek vasodilatasi, efek tremor (melalui reseptor beta-2)
8) Efek bronkospasme (hati-hati pada asma)
9) Menghambat glikogenolisis di hati
10) Menghambat aktivasi enzim lipase
11) Menghambat sekresi renin → antihipertensi
Farmakokinetik
Beta bloker larut lemak diabsorbsi baik (90%)
Mekanisme kerjanya
Mekanisme kerja butoksamin lebih selektif menghambat reseptor beta2. Di antara agonis,
salbutamol cukup selektif untuk reseptor beta2, dan dobutamin adalah agonis yang selektif
untuk reseptor beta1.
PRENALTERON
Mekanisme Kerja
Prenalteron memiliki 2 efek yaitu efek stimulasi dan efek fisiologi. efek stimulasi reseptor
dari beta 1 yaitu meningkatkan kontraktilitas ( inotropik ), HR ( kronotropik ), dan konduksi (
dromotropik). dan efek fisiologi reseptor yaitu memperkuat daya dan kontraksi otot jantung (
efek inotrop dan konotrop ).
YOHIMBIN
Yohimbe adalah pohon cemara yang tumbuh di Afrika, Nigeria, dan Gabon. Suku
kuno memakan kulit pohon ini untuk meningkatkan libido dan meningkatkan kinerja seksual.
Juga dijadikan rokok karena efek halusinogen nya. Kegunaan utamanya sekarang adalah
untuk meningkatkan hasrat seksual pada laki-laki dan perempuan.
Yohimbine adalah alkaloid dari ramuan yohimbe yang digunakan dalam obat resep. Hal
ini umumnya diresepkan untuk pasien dengan disfungsi ereksi (meski penggunaannya telah
menurun karena popularitas Viagra).
Alkaloida ini diperoleh dari kulit pohin corynanathe yohimbe (afrika Barat) dan pohon
Aspidosperma quebracho-blanco (amerika selatan). Kulit pohon tersebut juga mengandung
alkoida lain yaitu ajmalin/corynanthein dan aspidospermin.
Farmakodinamik :
Yohimbine digunakan untuk mengatasi gangguan fungsi seksual pada pria seperti
impotensi atau disfungsi ereksi. Bekerja pada alfa-2-blocker selektif sebagai aphrodisiak.
Cara kerja yohimbine untuk mengatasi impotensi sebenarnya tidak diketahui secara pasti.
Namun diperkirakan cara kerjanya adalah dengan meningkatkan produksi bahan kimia
tertentu di dalam tubuh yang membantu menghasilkan ereksi. Sayangnya obat ini tidak selalu
bekerja pada semua pria yang mengalami impoten.
Efek sampingnya:
1. penurunan tensi
2. pusing
3. berkeringat kuat
4. debar jantung,
5. tremor,
6. agitasi,
7. gelisah dan sukar tidur
8. kejang bronchi ,
9. dan gejala yang mirip lupus.
10. Pada penderita gangguan jiwa, dosis rendah bisa mencetuskan despresi fenotiazin
memperkuat toksisitasnya.