Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

TEORI MEKANISME KERJA ANESTETIK UMUM

Disusun Oleh:

Ayang Rashelda Maulidinia

030.12.042

Pembimbing:

dr. Triseno Dirasutisna, SpAn

KEPANITRAAN KLINIK ANESTESI

RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MINTOHARDJO

PERIODE 1 AGUSTUS 2 SEPTEMBER 2016

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

AGUSTUS 2016
LEMBAR PENGESAHAN

TEORI MEKANISME ANESTETIK UMUM

Diajukan untuk memenuhi syarat kepanitraan klinik Anestesi

Periode 1 Agustus 2 September 2016

di Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo Jakarta

Disusun oleh:

Ayang Rashelda Maulidinia

030.12.042

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta, . Agustus 2016

Pembimbing

dr. Triseno Dirasutisna, SpAn

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkah dan karunia yang diberikan-Nya sehingga
referat yang penulis susun dengan judul Teori Mekanisme Anestetik Umum dapat selesai
tepat pada waktunya.
Referat ini dibuat sebagai rasa tanggung jawab penulis untuk memenuhi persyaratan
dalam kepanitraan klinik ilmu anestesi di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo
periode 1 Agustus 2016 2 September 2016. Referat ini membahas berbagai macam teori
yang berkaitan dengan mekanisme kerja anestestik umum, mulai dari teori lampau yang
sudah ditinggalkan hingga teori terkini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Triseno
Dirasutisna, SpAn selaku dokter pembimbing penulis atas bimbingan, kritik, dan sarannya
selama proses belajar di kepanitraan klinik ilmu anestesi ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga referat
ini dapat bermanfaat dalam bidang ilmu kedokteran, khususnya ilmu anestesi.

Jakarta, 22 Agustus 2016

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN
Halaman Judul..................................................................................................................i
Lembar pengesahan .........................................................................................................ii
Kata Pengantar.................................................................................................................iii
Daftar Isi..........................................................................................................................iv
Pendahuluan.....................................................................................................................1
Bab II Tinjauan Pustaka ..................................................................................................2
2.1. Anestetik umum.................................................................................................2
2.2. Membran sel.......................................................................................................3
2.3. Teori mekanisme anestesi...................................................................................4
2.4. Kesadaran dan anestesia.....................................................................................8
Kesimpulan.......................................................................................................................9
Daftar Pustaka.................................................................................................................10

4
BAB 1

PENDAHULUAN

Anestesia berasal dari bahasa Yunani yang berarti hilangnya rasa. Anestesia
bermakna hilangnya sensasi nyeri yang disertai maupun yang tidak disertai hilang kesadaran.
(1)
Anestesia tak bisa dipisahkan dengan praktik bedah sehari-hari. Obat yang digunakan
untuk menimbulkan anestesia disebut anestetik. Anestesik dibagi menjadi dua, yaitu anestesik
umum dan anestesik regional/lokal. Anestesi umum memberikan efek analgesia yang disertai
hilangnya kesadaran, sedangkan anestetik lokal hanya memberikan efek analgesia. Anestetik
umum bekerja di susunan saraf pusat sedangkan anestetik lokal bekerja di serabut saraf
perifer.(1)
Penggunaan anestetik bukanlah hal yang baru dalam dunia kedokteran. Anestetik yang
pertama kali diperkenalkan adalah jenis anestetik inhalasi. William T.G Morton (1819-1868)
adalah seorang dokter gigi yang berjasa dalam mempopulerkan penggunaan ether. Setelah
penemuan oleh William T.G Morton, banyak nama-nama lain yang memperkenalkan macam-
macam bahan dasar anestetik inhalasi, mulai dari nitrit oksida (N 2O) oleh G. Colton (1814
1898), kloroform oleh James Young Simpson (1811 1870), hingga halotan oleh Charles
Suckling pada tahun 1954.(2)
Seiring dengan berjalannya waktu, ditemukan pula jenis anestetik intravena.
Perkembangan anestetik intravena tidak terlepas dari kemajuan pengertian mengenai sistem
kardiovaskular.(2) Penemuan-penemuan bahan dasar anestetik intravena mulai banyak
ditemukan dan memiliki mekanisme kerja yang beraneka ragam.
Perkembangan dalam penggunaan anestetik, terutama anestetik umum yang dapat
menyebabkan hilangnya kesadaran seseorang, turut mengundang pertanyaan mengenai
mekanisme kerja dari anestetik tersebut. Hingga saat modern seperti sekarang ini, penelitian-
penelitian terus dilakukan hingga ke tingkat molekular untuk menemukan secara jelas
bagaimana mekanisme kerja anestetik. Berbagai teori dikemukakan sejak tahun 1847, mulai
dari teori yang berkaitan dengan kelarutan obat dalam lipid, teori yang berkaitan dengan
protein dalam membran sel hingga teori yang berkaitan dengan reseptor. Penelitian-penelitian
ini terus dilakukan untuk meningkatkan efektifitas anestesia dan meminimalisir efek samping
yang mungkin terjadi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anestesia umum


Anestesia umum adalah kondisi hilangnya kesadaran dan rasa nyeri yang bersifat
reversibel. Secara umum, komponen yang ada dalam anestesia umum adalah(2):
1. Hipnosis (hilangnya kesadaran).
2. Analgesia (hilangnya rasa sakit).
3. Arefleksia (hilangnya refleks-refleks motorik tubuh, memungkinkan imobilisasi
pasien).
4. Relaksasi otot (memudahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi intubasi
trakheal).
5. Amnesia (hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur).

Berkaitan dengan komponen hipnosis pada anestesia umum, hingga saat ini fisiologi
pasti hilangnya kesadaran belum sepenuhnya dimengerti. Teori-teori dikemukakan untuk
menjelaskan bagaimana mekanisme anestetik umum bekerja pada sistem saraf pusat. Secara
klasik dipercaya bahwa kesadaran hilang melalui peningkatan tonus GABA atau inhibisi
reseptor yang diaktivasi glutamat. GABA bersifat menginhibisi impuls di otak, sedangkan
NMDA dan AMPA, reseptor yang diaktivasi oleh glutamat, bersifat eksitasi.(2)

2.2. Membran Sel

2
Gambar 1.
Struktur membran sel.(3)

Membran sel (disebut juga membran plasma), yang menyelubungi sel, adalah suatu
struktur yang elastis, fleksibel, tipis, dengan ketebalan hanya 7,5 sampai 10 nanometer.
Membran sel hampir seluruhnya tersusun dari protein dan lipid. Perkiraan komposisinya
adalah: Protein 55%, fosfolipif 25%, kolesterol 13%, lipid lain 4%, dan karbohidrat 3%.
Struktur dasar membran sel adalah sebuah lapisan lipid ganda (lipid bilayer), yang
merupakan lapisan tipis, sebanyak dua buah lapisan lipid, di mana setiap lapisan memiliki
ketebalan hanya satu molekul yang terbentang di seluruh permukaan sel. Molekul protein
globulus yang besar tersebar di lapisan tersebut.
Struktur dasar lipid ganda dibentuk oleh molekul fosfolipid. Salah satu gugus dari
setiap molekul fosfolipid tersebut larut dalam air, disebut hidrofilik. Gugus satunya lagi
hanya larut dalam lemak, disebut hidrofobik. Gugus fosfat dari fosfolipid bersifat hidrofilik,
dan gugus asam lemaknya bersifat hidrofobik.
Karena gugus hidrofobik, molekul fosfolipid tersebut menjauhi air, sedangkan antara
satu gugus hidrofobik di lapisan lipid yang pertama dan gugus hidrofobik yang kedua saling
tarik menarik, maka kedua lapis gugus hidrofobik tersebut memiliki kecenderungan untuk
saling bertemu di bagian tengah membran. Dengan demikian, gugus fosfat yang bersifat
hidrofilik membentuk dua permukaan membran sel yang utuh, yaitu sisi dalam berhubungan
dengan cairan intrasel dan sisi luar yang berhubungan dengan cairan ekstrasel.
Lapisan lipid di bagian tengah membran bersifat impermeable terhadap zat yang
biasanya larut dalam air, seperti ion, glukosa, dan urea. Sebaliknya, zat yang larut dalam
lemak seperti oksigen, karbon dioksida, dan alkohol dapat dengan mudah menembus bagian
3
tersebut. Molekul kolesterol membantu menentukan derajat permeabilitas kedua lapisan
terhadap cairan tubuh.
Terdapat dua jenis protein membran, yaitu protein integral yang menembus membran
sepenuhnya dan protein perifer yang hanya melekat pada satu sisi atau permukaan membran
dan tidak menembus membran sepenuhnya.
Banyak protein integral yang berperan sebagai kanal yang dapat dilewati oleh molekul
air dan zat larut air, khususnya ion.(3)

2.3. Teori mekanisme anestetik


Teori mekanisme kerja anestestik inhalasi belum diketahui secara pasti dan masih terus
diperdebatkan. Anestetik intravena tampaknya bekerja pada target molekul tunggal,
sedangkan anestetik inhalasi bekerja pada berbagai macam lokasi. Hal ini yang menyebabkan
munculnya teori-teori berkaitan dengan lokasi kerja anestetik inhalasi.(4)

2.3.1. Teori disolusi lipid sel


Von Vibra dan Harles, pada tahun 1847, pertama kali mengemukakan bahwa anestetik
umum bekerja dengan cara melarutkan diri pada fraksi lipid dan memindahkan lemak dari sel
otak, mengubah aktivitasnya dan menginduksi anestesia. Teori ini masih bersifat tidak
spesifik.(4)

2.3.2. Teori koloid


Teori ini dicetuskan oleh Claude Bernard pada tahun 1875. Claude Bernard
menyampaikan teori bahwa anestesia selalu terjadi ketika terjadi koagulasi koloid yang
reversibel pada saraf sensorik. Teori ini ditolak dengan dua alasan, alasan pertama adalah
konsentrasi yang dibutuhkan untuk menyebabkan koagulasi koloid pada saraf (protein) jauh
lebih tinggi dibandingkan yang terjadi pada anestesia, dan koagulasi yang terjadi pada
anestesia bersifat ireversibel.(5)

2.3.3. Teori Meyer-Overton


Pada awal abad ke-19, Hans Meyer dan Charles Overton secara terpisah melakukan
penelitian terhadap mekanisme kerja anestetik dan menunjukkan hasil yang sama, yaitu

4
korelasi yang signifikan antara potensi dari anestetik dengan tingkat solubilitasnya dalam
lipid, dalam hal ini jenis lipid yang digunakan adalah minyak zaitun.(6)

Gambar 2.
Grafik Meyer-Overton potensi
dan solubilitas lemak.(7)

Potensi dari anestetik dideskripsikan sebagai Konsentrasi Alveolar Minimal


(KAM)/Minimal Alveolar Concentration (MAC) dan solubilitas lipid dalam koefisien partisi
lipid:gas. MAC/KAM adalah konsentrasi minimum di alveoli yang diperlukan untuk
mencegah pergerakan pada 50% pasien dengan stimulasi bedah standar (insisi kulit) pada
tekanan 1 atmosfer.(2,7) Koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasi obat antara suatu
kompartemen dengan kompartemen lainnya yang terhubung dalam kondisi ekuilibrium
(tekanan parsial yang sama di kedua kompartemen).(2)
Meyer-Overton berpendapat bahwa anestesia terjadi bila sejumlah molekul obat larut
pada lipid membran sel. Absorbsi terhadap molekul akan mengembangkan volume membran
sampai melewati batas kritisnya. Akibat pengembangan volume membran, akan terjadi
obstruksi saluran ion dan mengganggu aktivitas elektrik neuron.(2)
Teori Meyer-Overton menunjukkan bahwa lokasi kerja semua jenis anestetik adalah
lipid membran sel, sehingga teori ini disebut pula teori anestesi unitari/ tunggal. Teori ini juga
menunjukkan bahwa jenis pelarut menentukan solubilitas dari anestetik. Hal ini turut
berperan dalam menentukan potensi dari anestetik itu sendiri. Semakin tinggi solubilitasnya,
maka potensi anestetik tersebut semakin tinggi.(8) Potensi adalah kisaran dosis obat yang
dapat memberikan efek.(1)
Sayangnya teori ini memiliki kelemahan. Teori ini hanya berlaku untuk anestetik gas
atau cairan volatil (mudah menguap). Hal ini disebabkan karena anestetik intravena tidak
5
memiliki koefisien partisi. Selain itu, penelitian ini menggunakan minyak zaitun sebagai
pelarut. Minyak zaitun sendiri bukan merupakan pelarut yang baik.(8)

2.3.4. Teori Volume Kritikal

Gambar 3.
Anestetik dengan molekul yang lebih besar menyebabkan ekspansi yang lebih besar sehingga
menjadi lebih poten.(4)
Pada tahun 1973 Miller dan Smith mengemukakan teori volume kritikal membran sel.
Mereka berpendapat bahwa molekul anestetik yang besar dan hidrofobik berakumulasi
didalam bagian hidrofobik dari membran sel otak. Hal ini menyebabkan pengembangan/
penebalan akibat penambahan volume tersebut. Akumulasi yang mencapai jumlah maksimal
cukup untuk mengubah fungsi saluran ion pada membran sel secara reversibel sehingga
memberikan efek anestesi. Dalam hal ini, volume molekul memiliki peran yang penting bila
dibandingkan dengan struktur kimia anestetik.(4)

2.3.5. Teori protein


Mekanisme anestesia yang berpusat pada teori lipid bertahan kurang lebih 2 dekade.
Setelah itu terjadi perubahan pemahaman dari teori lipid menjadi teori protein. Hal ini terjadi
sekitar tahun 1980, dikemukakan oleh Franks dan Lieb. Penelitian dilakukan dengan enzim
luciferase yang terdapat pada kunang-kunang. Kunang-kunang menggunakan enzim ini untuk
menghasilkan cahaya. Ketika enzim tersebut dibuat bebas lipid dan dipelajari dengan
berbagai jenis anestesi, fungsi bioluminesens kunang-kunang tersebut terganggu berdasarkan
prediksi potensi dari korelasi Meyer-Overton. Hal ini menunjukkan bahwa protein juga
dipengaruhi oleh anestetik.(9)
Sejak teori ini dikemukakan, berbagai penelitian dilakukan untuk memastikan
keterlibatan protein dalam mekanisme anestetik. Hingga saat ini, sebagian besar menyetujui
6
pernyataan bahwa protein (kanal ion) merupakan target molekul kerja anestetik walaupun
mekanisme kerja secara jelas masih menjadi perdebatan.(10)

2.3.6. Teori neurofisiologi

Gambar 4. Mekanisme GABAergik berikatan dengan reseptor GABA A dan


menyebabkan hiperpolarisasi.(7)

Kanal ion dianggap sebagai molekul target yang pasti untuk anestetik inhalasi. Kanal
ion neurotransmitter seperti GABAA, glisin, dan reseptor glutamat NMDA terlibat dalam hal
ini karena sesuai dengan peran fisiologisnya dalam transmisi sinaps inhibisi dan eksitasi. (8)
Anestetik yang bekerja pada reseptor GABAA akan membentuk ikatan dengan reseptor
tersebut dan menyebabkan terbukanya kanal ion yang memungkinkan masuknya ion Cl - atau
keluarnya ion K+ sehingga memicu hiperpolarisasi pada sel dan berdampak sebagai inhibisi.
Glutamat adalah neurotransmitter eksitasi utama pada SSP mamalia. Reseptornya termasuk
NMDA, AMPA, dan kainat. Antagonis reseptor glutamat menimbulkan efek inhibisi.(2)
Anestetik inhalasi dapat dibagi dalam dua kelas berdasarkan perbedaan
farmakologinya. Kelas yang pertama adalah anestetik inhalasi volatil poten, di mana
menunjukkan modulasi positif pada reseptor GABAA. Kelas yang kedua adalah anestetik
inhalasi gas, termasuk siklopropan, nitrit oksida (N2O), dan xenon. Zat-zat tersebut bersifat
inaktif pada reseptor GABAA tetapi memblok reseptor NMDA pada konsentrasi tertentu.(8)
Pada anestesi intravena, seperti barbiturat, benzodiazepine, dan propofol bekerja
langsung pada reseptor GABAA untuk mencetuskan efek inhibisi.

2.4. Kesadaran dan Anestesia

7
Saat ini terdapat tiga pendekatan dasar mengenai kesadaran: filosofis, fisika, dan
neurosains. Dalam bagian ini hanya akan disinggung mengenai pendekatan neurosains.
Pendekatan neurosains pada studi tentang kesadaran ditandai dengan dilakukannya penelitian
mengenai korelasi neural terhadap kesadaran.
Kesadaran (consciousness) didefinisikan sebagai kesadaran (awareness) eksplisit.
Istilah kesadaran yang dalam bahasa inggrisnya awareness dipilih untuk mendefinisikan hal
ini berkaitan dengan konsistensi terminologi masa kini dari anestesiologi. Kesadaran
menunjukkan otak dirangsang dan menimbulkan persepsi terhadap suatu pengalaman.
Seiring dengan berubahnya fokus mekanisme kerja anestetik dari teori lipid menjadi
teori protein, pemahaman terhadap mekanisme anestetik yang bersifat tunggal (unitary) juga
berubah menjadi beragam (diversity). Teori terbaru saat ini, teori neurofisiologi, menyatakan
bahwa anestetik umum mempengaruhi beberapa reseptor neurotransmitter berbeda seperti
reseptor GABAA, asetilkolin nikotinik, reseptor glutamat di otak (NMDA, AMPA), glisin di
medulla spinalis.
Lebih jauh lagi, lokasi neuroanatomi berkaitan dengan macam-macam efek anestesia
yang diharapkan. Misalnya, hipnosis berkaitan dengan efek pada korteks serebri, amnesia
berkaitan dengan efek pada sistem limbik, imobilitas dan analgesia berkaitan dengan efek
pada medulla spinalis.(11)

BAB III

KESIMPULAN

Teori mengenai mekanisme kerja anestetik umum hingga saat ini masih terus
diperdebatkan. Teori mekanisme anestetik dimulai dari pemahaman bahwa lokasi kerja obat
anestetik adalah lapisan hidrofobik dari membran sel sistem saraf pusat. Hal ini dicetuskan

8
oleh teori Meyer-Overton yang bertahan cukup lama. Setelah itu teori yang mulai
berkembang bahwa lokasi kerja anestetik adalah protein yang terdapat pada membran sel.
Teori paling baru, menunjukkan lokasi kerja anestetik berkaitan dengan reseptor yang
terdapat pada sinaps dari saraf. Reseptor yang berperan adalah reseptor GABAA dan juga
reseptor glutamate seperti NMDA dan AMPA.
Penelitian-penelitian terus dilakukan untuk mengetahui mekanisme kerja secara pasti
dari anestetik umum pada sistem saraf pusat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
efektivitas dari anestetik tersebut dan meminimalisir efek samping yang dapat timbul dari
penggunaan anestetik tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan Terapi. 5 th ed.


Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007.p.122
2. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen
Anestesiologi dan Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS
Cipto Mangunkusumo; 2012.p.1-6, 29
9
3. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006.p.13-4.
4. Kaye AD, Kaye AM, Urman RD. Essentials of Pharmacology for Anesthesia, Pain
Medicine, and Critical Care. New York: Springer; 2015.p.51
5. Bancroft WD, Richter GH. Claude Bernards Theory of Narcosis. Protoplasma.
1930;12(1):573.
6. Bertaccini EJ. The Molecular Mechanisms of Anesthetic Action: Updates and
Cutting Edge Development from the Field of Molecular Modeling. Pharmaceuticals
2010,3, 2178-2196; doi:10.3390/ph3072178
7. Cross M, Plunkett E. Physics, Pharmacology, and Physiology for Anaesthetists. 2 nd
ed. New York: Cambridge University Press; 2014.p.146
8. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK, Stock MC. Clinical Anesthesia.
6th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2009.p.105-6.
9. Lugli AK, Yost CS, Kindler CH. Anaesthetic mechanisms: update on the challenge
of unraveling the mystery of anaesthesia. Eur J Anaesthesiol. 2009
October;26(10):807-820. Doi: 10.1097/EJA.0b013e32832d6b0f.
10. Miller RD, Cohen NH, Eriksson LI, Fleisher LA, Wiener-Kronish JP, Young WL.
Millers Anesthesia. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2015.p.624
11. Mashour GA. Integrating the Science of Consciousness and Anesthesia. Anesth
Analg. 2006;103:975-82.

10

Anda mungkin juga menyukai