Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan tulang belakang yang baik sangat diperlukan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Gangguan kesehatan tulang belakang dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari dan melakukan aktivitas sehari-hari dengan cara yang salah
juga dapat mengganggu kesehatan tulang belakang.Tidak dapat dipungkiri,
bahwa sebagian besar aktivitas sehari-hari dilakukan dengan posisi duduk,
sehingga penting untuk mengetahui posisi tubuh yang benar saat duduk agar
menjamin kesehatan tulang belakang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fonterra Brands Indonesia,
sembilan dari 10 atau sekitar 86 persen wanita khawatir pada risiko kifosis di
kemudian hari. Hal ini karena kifosis dapat menyebabkan beberapa masalah.
Selain postur tubuh membungkuk, kifosis juga dapat menyebabkan rasa sakit
serta mempengaruhi kualitas hidup (maya sofia & stella maris 2013). Sekitar
80% skoliosis adalah idiopatik. Skoliosis idiopatik dengan kurva lebih dari 10
derajat dilaporkan dengan prevalensi 0,5-3 per 100 anak dan remaja. Prevalensi
dilaporkan pada kurva lebih dari 30 derajat yaitu 1,5-3 per 1000 penduduk.
Insiden yang terjadi pada skoliosis idiopatik infantil bervariasi, namun
dilaporkan paling banyak dijumpai di Eropa daripada Amerika Utara, dan lebih
banyak laki-laki dari pada perempuan (Indonesian Children 2013). Begitu juga
dengan lordosis kelainan bentuk punggung ini juga tidak baik yang dapat
menghambat peredaran darah. Peredaran darah yang terhambat dapat
menyebabkan terjadinya kekakuan pada otot–otot sehingga tubuh akan menjadi
tidak seimbang.
Menurut ahli orthopedik dan rematologi RSU Dr. Soetomo Surabaya,
dr.Ketut Martiana Sp. Ort.(K), 4,1% dari 2000 anak SD hingga SMP di
Surabaya, setelah diteliti ternyata mengalami tulang bengkok. Bahkan dan
hasil rongten sebagai bentuk pemeriksaan lanjutan diketahui yang
kebengkokkannya mencapai 10 derajat sebanyak 1,8 %, sedangkan yang lebih
dari 10 derajat sebanyak 1% (Rahayu, 2008 dalam Rakhmad Rosadi, 2009).

1
Posisi duduk yang tidak benar dapat mengakibatkan pertumbuhan dan
posisi tulang seseorang mengalami gangguan atau kelainan. Kelainan akibat
kebiasaan duduk yang tidak benar seperti lordosis, kifosis dan skoliosis.
Lordosis adalah merupakan kelainan pada tulang belakang bagian perut
melengkung ke depan sehingga bagian perut maju. Kemudian kifosis adalah
kelainan pada tulang belakang tubuh yang melengkung ke belakang, sehingga
tubuh menjadi bungkuk. Sedangkan skoliosis adalah kelainan pada tulang
belakang tubuh sehingga tubuh ikut melengkung kesamping.
Kita sebagai perawat harus menyadari dan memahami bahwa penyakit
Lordosis, Kifosis, dan Skoliosis bisa saja menimpa semua orang. Hal ini
sangat beralasan dikarenakan kondisi seseorang harus duduk lama hingga
berjam-jam dalam sehari. Minimnya pengetahuan akan penyakit kelainan
tulang punggung belakang ini akan membuat orang tersebut duduk dengan
posisi semaunya karena menyesuaikan dengan kekuatan fisik. Oleh sebab itu,
peran perawat sangat penting untuk mengedukasi kepada semua orang tentang
pencegahan pada kelainan bentuk tulang tersebut tersebut dan memberikan
dukungan kepada yang menderita kelainan bentuk tulang belakang sehingga
kesembuhan dapat maksimal dan kembali normal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan lordosis, kifosis, dan skoliosis?
2. Apa klasifikasi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
3. Apa etiologi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
4. Apa manifestasi klinis dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
5. Apa patofisiologi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
7. Apa pemeriksaan diagnostik dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
8. Apa komplikasi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
9. Apa prognosis dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
10. Bagaimana WOC lordosis, kifosis, dan skoliosis?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan lordosis, kifosis, dan
skoliosis?

2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah pembelajaran keperawatan muskuloskeletal II mahasiswa
mampu memberi asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem muskuloskeletal kelainan bentuk tulang belakang (Lordosis,
Kifosis dan Skoliosis)secara komprehensif.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasin pengertian lordosis, kifosis, dan skoliosis?
2. Mengidentifikasi klasifikasi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
3. Mengidentifikasi etiologi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
4. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari lordosis, kifosis, dan
skoliosis?
5. Mengidentifikasi patofisiologi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
6. Mengidentifikasi penatalaksanaan dari lordosis, kifosis, dan
skoliosis?
7. Mengidentifikasi pemeriksaan diagnostik dari lordosis, kifosis, dan
skoliosis?
8. Mengidentifikasi komplikasi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
9. Mengidentifikasi prognosis dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
10. Mengidentifikasi WOC lordosis, kifosis, dan skoliosis?
11. Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien dengan lordosis,
kifosis, dan skoliosis?

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mahasiswa
Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami definisi, patofisiologi,
manifestasi klinis, penatalaksanaan medis pada pasien dengan Lordosis,
Kifosis dan Skoliosis, serta dapat menerapkan asuhan keperawatan,
khususnya untuk mahasiswa keperawatan.

3
2. Dosen
Makalah ini dapat dijadikan tolak ukur sejauh mana mahasiswa mampu
mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dan sebagai bahan
pertimbangan dosen dalam menilai mahasiswa.
3. Masyarakat umum
Masyarakat umum dapat mengambil manfaat dengan mengetahui definisi,
patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan medis dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Lordosis, Kifosis dan Skoliosis.

4
BAB II
LORDOSIS

2.1 Anatomi Fisiologi Tulang Belakang


Tulang belakang (columna vertebralis) adalah pilar yang kuat, melengkung
dan dapat bergerak yang menompang tengkorak, dinding dada, ekstremitas
atas, menyalurkan berat badan ke ekstremitas bawah, dan melindungi medulla
spinalis (Gibson, 2003)
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur
lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas
tulang belakang. Diantara tiap ruas tulang pada tulang belakang terdapat
bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang tulang belakang pada orang
dewasa dapat mencapai 57 – 67 cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24
buah di antaranya adalah tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung
membentuk 2 tulang (Pearce, 2005).

Gambar 1. Ruas-Ruas Tulang Belakang

a. 7 ruas tulang leher (vertebrae cervicalis) yang mendukung bagian leher


b. 12 ruas tulang punggung ( vertebrae dorsalis ) yang menghubungkan tulang
rusuk
c. 5 ruas tulang pinggang (vertebrae lumbaris ) yang merupakan bagian
terlemah pada tulang punggung, namun tulangnya merupakan tulang yang
terbesar diantara tulang lainnya

5
d. 5 ruas tulang kelangkang (sacrum vertebrae ) merupakan potongan tulang
pelindung yang menghubungkan bagian punggung dengan tulang panggul
e. 4 ruas tulang ekor (vertebrae cocigues ) adalah akhir dari tulang belakang,
tulang ini terdiri dari tulang punggung yang sangat kecil dan menyatu pada
sumbu yang sama.

Pada tulang leher, punggung dan pinggang ruas-ruasnya tetap tinggal jelas
terpisah selama hidup dan disebut ruas yang dapat bergerak. Ruas-ruas pada
dua daerah bawah, sakrum dan koksigeus, pada masa dewasa bersatu
membentuk dua tulang. Ini disebut ruas-ruas tak bergerak.
Dengan perkecualian dua ruas pertama dari tulang leher maka semua ruas
yang dapat bergerak memiliki ciri khas yang sama. Setiap vertebra terdiri atas
dua bagian, ang anterior disebut badan vertebra, dan yang posterior disebut
arkus neuralis yang melingkari kanalis neuralis (foramen vertebra atau saluran
sumsum tulang belakang) yang dilalui sumsum tulang belakang.
Jika dilihat dari samping bentuk tulang belakang akan membentuk empat
kurvatura. Pada daerah cervikal akan membentuk kurvatura konkaf (lordosis),
daerah thoracal membentuk kurvatura konveks (kiphosis), daerah lumbal
membentuk kurvatura konkaf (lordosis), sedangkan sakral membentuk
kurvaturan konveks (kiphosis)

Gambar 2. Bentuk Normal Tulang Belakang

6
2.2 Definisi
Lordosis adalah penyakit kelainan pada tulang belakang yang
menyebabkan punggung penderita terlalu melengkung masuk pada daerah
pinggang. Tulang belakang yang normal jika dilihat dari belakang akan tampak
lurus. Lain halnya pada tulang belakang penderita lordosis, akan tampak
bengkok terutama di punggung bagian bawah (Ali,2010).
Lordosis adalah tulang belakang membebek atau kurvatura/pembengkokan
tulang belakang bagian pinggang yang berlebihan. Lordosis adalah salah satu
bentuk kelainan tulang belakang dimana tulang cervical dan thorax
melengkung ke arah depan sehingga penderita tampak seperti sedang
membusungkan dada. Lordosis ini sering juga disebut swayback atau saddle
back. (Muttaqin, 2010).
Lordosis adalah kondisi dimana lumbal spinalis atau tulang belakang tepat
diatas bokong melengkung ke dalam. Sedikit kelengkungan lordotik adalah
normal, terlalu banyak kelengkungan lordotik disebut lordosis. lordosis adalah
kebalikan dari kifosis (Ali, 2010).

Gambar 3.Perbandingan tulang belakang normal dan penderita lordosis

Lodosis adalah penekanan ke arah dalam kuvatura servikal lumbal melebihi


batas fisiologis. Biasanya terlihat cekung pada daerah pinggang. Lordosis
banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria. Selain itu lordosis juga
dipengaruhi oleh indeks masa tubuh yang tinggi. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa usia juga menjadi faktor adanya lordosis, namun hal
tersebut masih diperdebatkan. (Whiting, 2008).

7
Jadi, dapat disimpulkan lordosis adalah merupakan kelainan pada tulang
belakang di mana bagian perut melengkung ke depan sehingga bagian perut
menjadi maju.

2.3 Etiologi
Lordosis adalah salah satu kondisi khusus pada tulang yang bisa terjadi
mulai dari anak-anak, orang dewasa hingga orang tua. Pada anak-anak
biasanya kondisinya memang tidak terlalu terlihat, dan akan terlihat lagi ketika
sudah dewasa. Kondisi ini akan menjadi lebih menyakitkan sesuai dengan
pertambahan usia.Berikut ini adalah beberapa penyebab lordosis dari berbagai
faktor:
1. Kondisi tubuh yang memang sudah buruk sejak anak-anak hingga orang
dewasa.
Berbagai kebiasaan buruk saat duduk maupun berdiri akan memperparah
kondisi.Menurut Davis, 2010 sikap tubuh yang salah merupakan penyebab
nyeri pinggang dan kelainan tulang belakang yang sering tidak disadari oleh
penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan
seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi yang
salah dapat menimbulkan nyeri pinggang.
2. Aktivitas berat
Menurut Middleditch et al, 2005 selain sikap tubuh yang salah yang
seringkali menjadi kebiasaan, beberapa aktivitas berat juga dapat
menimbulkan lordosis, misalnya:
a. Jika berdiri dalam waktu yang sangat panjang, maka akan terjadi
pergeseran pada tulang belakang bagian pinggang. Lordosis akan lebih
terlihat pada mereka yang memiliki otot pada bagian pinggang lemah.
b. Melakukan aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari.
c. Melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton lebih dari 2 jam
dalam sehari.
d. Naik turun anak tangga lebih dari 10 anak tangga dalam sehari.

8
e. Berjalan lebih dari 3,2 km dalam sehari dapat pula meningkatkan resiko
timbulnya nyeri pinggang dan resiko terjadinya kelainan bentuk tulang
punggung.
3. Masalah berat badan yang lerlebihan sehingga bisa menyebabkan tubuh
tidak kuat menahan beban
4. Gangguan yang terjadi pada bagian tulang belakang yang menyebabkan
lordosis (Benjamin et al, 2014) yaitu:
a. Spondylolisthesis adalah kondisi di mana tulang (vertebra) di tulang
belakang slip keluar dari posisi yang tepat ke tulang di bawahnya atau
suatu kondisi dimana tulang belakang tergelincir kedepan.
b. Achondroplasia adalah gangguan di mana tulang tumbuh secara tidak
normal yang dapat mengakibatkan perawakan pendek seperti kekerdilan.
Gangguan pertumbuhan tulang yang menyebabkan jenis yang paling
umum dari dwarfisme.
c. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang paling umum di mana
kepadatan tulang hilang mengakibatkan kelemahan tulang dan
meningkatkan kemungkinan fraktur
5. Jenis kelamin
Lordosis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama saat dalam masa
kehamilan. Pada saat hamil, tubuh perempuan akan menghasilkan lebih
banyak hormon relaksin untuk meregangkan otot dan sendi daerah pinggul
sehingga tulang punggung akan cenderung lebih melengkung ke depan
mengikuti beban dari janin. (Davis, 2010).
6. Alas kaki
Alas kaki dengan hak tinggi akan meningkatkan resiko lordosis. Hak tinggi
menyebabkan pusat gravitasi tubuh berpindah ke depan dan peningkatan
kelengkungan tulang punggung. (Middleditch et al , 2005).

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala yang timbul akibat lordosis berbeda-beda untuk tiap orang. Gejala
lordosis yang paling sering adalah penonjolan bokong. Gejala lain bervariasi
sesuai dengan gangguan lain yang menyertainya seperti distrofi muskuler,

9
gangguan perkembangan paha, dan gangguan neoromuskuler. Nyeri punggung,
nyeri yang menjalar ke tungkai dan perubahan pola buang air besar dan buang
air kecil dapat terjadi pada lordosis, tetapi jarang. Jika terjadi gejala ini,
dibutuhkan pemeriksaan lanjut oleh dokter atau ahli terapis tulang belakang
yang berpengalaman. Selain itu, gejala lordosis juga sering kali menyerupai
gejala gangguan atau deformitas tulang belakang lainnya, atau dapat di
akibatkan oleh infeksi atau cedera tulang belakang.

2.5 Patofisiologi
Kurva anterior pada spinal lumbal yang melengkung berlebihan pada
saat pertumbuhan di dalam janin dapat memicu terjadinya lordosis, Diskus
intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua.
Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartiago dnegan matriks
gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur.
Diskus lumbal bawah, L4 – L5 dan L5- S1 dapat menderita stess mekanis paling
berat dan perubahan degenerasi terberat apabila didukung oleh kesalahan
aktivitas dan cara duduk yang salah. Penonjolan faset dapat mengakibatkan
penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang dapat
menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf tersebut. (Brunner and Suddarth,
2002)
Posisi duduk yang salah dapat menyebabkan pertumbuhan dan posisi
tulang individu mengalami kelainan. Kelainan tulang ini disebabkan oleh
kebiasaan duduk yang salah. Lordosis ini paling sering terlewatkan diantara
ketiga bentuk kelainan tulang punggung. Bahkan lordosis ringan cenderung
memberikan penampilan gagah. Namun penderita lordosis ini akan sering
mengalami sakit pinggang. (Price & Wilson,2005).

2.6 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan lordosis adalah menghentikan semakin
membengkoknya tulang belakang dan mencegah deformitas (kelainan bentuk).
Penatalaksanaan lordosis tergantung pada penyebab lordosis. Latihan untuk
memperbaiki sikap tubuh dapat dilakukan jika lordosis disebabkan oleh

10
kelainan sikap tubuh. Lordosis yang terjadi akibat gangguan paha harus diobati
bersama dengan gangguan paha tersebut. Jika keadaan semakin memburuk,
mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk memperbaiki kelainan pada tulang
belakang(Gibson, 2005).
Sebagian besar waktu, lordosis tidak diobati apabila punggung yang
mengalami lordosis fleksibel. Hal ini tidak membahayakan jiwa atau
menyebabkan masalah. (Benjamin et al,2014).
Menurut sumber lain, penatalaksanaan lordosis di antaranya adalah :
1. Obat untuk mengurangi rasa sakit dan bengkak
2. Terapi fisik (untuk membantu membangun kekuatan pada otot inti)
3. Yoga (untuk meningkatkan kesadaran tubuh, kekuatan, fleksibilitas, dan
rentang gerak)
4. Operasi (pada kasus yang berat).
5. Konservatif
Pengobatan konservatif dipertahankan sampai terjadi pematangan
pertumbuhan tulang. Prinsip pengobatan konservatif terdiri atas distraksi,
traksi, penekanan lokal atau semacam kombinasi. Pengobatan konservatif
terdiri atas :
a. Observasi
Observasi merupakan suatu pemeriksaan yang teratur setiap 6 bulan untuk
menilai progresivitas dari sudut sehingga dapat diputuskan tindakan yang
akan dilakukan.
b. Latihan
Dapat dilakukan latihan sikap duduk, berdiri, berjalan, relaksasi otot yang
tegang, latihan pernafasan serta mobilisasi pada jaringan lunak yang
memendek.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Sinar X tulang belakang
Untuk mengukur dan menilai kebengkokan sudut kelengkungan.
Pemeriksaan X-ray harus diambil dengan posterior dan lateral penuh
terhadap tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk

11
menilai derajat kurva dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal
dengan metode Risser. (Rasjad, 2007)

Gambar4. Hasil Pemeriksaan Sinar X pada Lordosis


2. MRI
Fluktuasi medan magnetnya digunakan untuk menghasilkan gambar
rinci bagian dalam dari tulang belakang.
3. CT scan
Pemeriksaan CT scan merupakan suatu teknik diagnostik dengan
menggunakan sinar sempit dari sinar-X. CT scan dilakukan secara non
invasif, tidak menimbulkan rasa nyeri dan memiliki derajat sensitivitas
untuk mendeteksi lesi atau luka. CT scan dapat memberikan gambaran rinci
dan struktur tulang, jaringan dan cairan tubuh. Pada pemeriksaan ini
dilakukan untuk mendeteksi masalah-masalah pada muskuloskeletal
terutama pada kolumna vertebralis. (Muttaqin2008)

2.8 Komplikasi
1. Masalah jantung
Penderita yang tulangnya dalam keadaan melengkung bahkan hingga
70 derajat, tentu saja jantung akan kesulitan untuk memompa darah untuk
ke seluruh tubuh. Hal ini akibat dari tertekannya jantung.Akibatnya CO
menurun dan suplay oksigen keseluruh tubuh juga menurun.Akhirnya
perfusi jaringan perifer tidak efektif dan bisa sampai koma jika otak semakin
kekurangan oksigen.
2. Masalah paru-paru
Begitu juga dengan paru-paru, kelengkungan tulang juga akan
menyebabkan kesulitan untuk bernapas.

12
3. Nyeri punggung
Penderita tentu saja akan sering merasakan nyeri punggung yang
berlebih. Apalagi jika keadaan semakin parah.

2.9 Prognosis
Prognosis tergantung dari penyebab terjadinya lordosis, apabila lordosis di
sebabkan karena posisi duduk yang salah maka akan berespon baik dengan cara
latihan posisi duduk yang benar.

13
2.10 WOC

Sikap kehamilan BB berlebih Penggunaan generatif Ganggua


/ alas kaki hak n tulang
kebias tinggi belakang
aan Produksi Tubuh tidak Tulang lainnya
tubuh hormone kuat melemah
yang relaksin menyangga Pusat dan
salah h beban gravitasi penurunan
pindah ke Kerapuhan
kepadatan pada
Otot dan depan tubuh tulang tulang
Pergeser sendi
an panggul
tulang meregang Peningkatan
belakan kelengkunga
g bagian n tulang
pinggan Tulang punggung
punggung
melengkun
g ke depan
mengikuti
beban janin

Lordosis

Nyeri pada Bokong lebih Penurunan fungsi Kurang


punggung menonjol gerakan informasi
tentang penyakit

Nyeri kronis Gangguang Gangguan


citra tubuh mobilitas fisik Kurang
pengetahuan
Harga Diri
Rendah

14
2.11 Asuhan Keperawatan Umum
A. Pengkajian
1. Anamnesa
1) Data Demografi :
Lordosis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama saat
dalam masa kehamilan. Pada saat hamil, tubuh perempuan akan
menghasilkan lebih banyak hormon relaksin untuk meregangkan
otot dan sendi daerah pinggul sehingga tulang punggung akan
cenderung lebih melengkung ke depan mengikuti beban dari janin.
(Davis, 2010)
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa usia juga menjadi
faktor adanya lordosis, namun hal tersebut masih
diperdebatkan.(Whiting, 2008).
2) Keluhan Utama :
Gejala lordosis pada setiap orang berbeda, namun gejala yang
paling sering muncul adalah pantat penderitanya terlihat sangat
menonjol. Selain itu, penderitanya juga akan mengalami gangguan
neuromuskular, distrofi otot dan gangguan displasia pinggul. Gejala
lain yang sering dialami oleh seorang penderita lordosis adalah
terjadinya perubahan pada susu dan kandung kemih, rasa sakit pada
punggung, dan rasa nyeri pada kaki.
3) Riwayat kesehatan sekarang :
Sejak kapan timbul keluhan, lalu apakah ada riwayat trauma.
Pasien dengan lordosis biasanya mempunyai karakteristik
penonjolan cekungan lumbal pada tulang belakang, perut cekung,
pantat menonjol, dan hiperekstensi lutut.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini, perawat dapat menentukan kemungkinan
penyebab lordosis ini yaitupernah mengalami akondroplasia,
spondylitis, kongenital, masalah neuromuskular, operasi tulang
belakang, masalah panggul, dan obesitas.
5) Riwayat Penyakit Keluarga

15
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami lordosis.
6) Riwayat Perkembangan:
Riwayatperkembangan neonates saat kehamilan harus
diperhatikan, misalnya diet yang cukup kalsium dan vitamin D.
7) Riwayat Kebiasaan:
Pekerjaan-pekerjaan yang meningkatkan tekanan pada punggung
dapat meningkatkan resiko terjadinya lordosis. Kebiasaan duduk
yang salah sejak kecil bisa berdampak pada pertumbuhan tulang
dengan lordosis. Alas kaki dengan hak tinggi akan meningkatkan
resiko lordosis,karena hak tinggi menyebabkan pusat gravitasi tubuh
berpindah ke depan dan peningkatan kelengkungan tulang
punggung. Namun lordosis juga dapat disebabkan karena bawaan
lahir
8) Riwayat Diet (nutrisi) :
Diet dengan kaya calcium dan vitamin D dapat mengurangi resiko
tinggi lordosis.

2. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan tanda- tanda vital
(1)RR : Tetap atau meningkat (peningkatan terjadi saat kifosis sudah
sampai tahap berat).
(2)TD : Normal (120/80 mmHg)
(3)Nadi : Normal (60-100x/ menit)
(4)Suhu : Normal (36,5 oC- 37.5oC)
2) ROS (Review of System)
(1)B1(Breathing) : Secara umum klien kifosis tidak mengalami
gangguan pernapasan hanya terkadang merasa susah bernafas
karena tidak nyaman pada dada
(2)B2(Blood) : tidak ditemukan masalah
(3)B3(Brain) : tidak ditemukan masalah
(4)B4(Bladder) : tidak ditemukan masalah
(5)B5(Bowel) : tidak ditemukan masalah

16
(6)B6(Bone) :
a. Look
Pada klien dengan lordosis akan tampak seperti sedang
membusungkan dada dan pantat penderita tampak lebih
menonjol
b. Feel
Biasanya pada klien lordosis, mereka akan mengeluh rasa sakit
pada punggung, dan rasa nyeri pada kaki.
c. Move
Klien kifosis akan mengeluh kesulitan dalam bergerak.
3) Pemeriksaan penunjang
1. Rontgen tulang belakang : Nampak melengkung kedepan
Lihat gambar 4.
2. MRI (jika ditemukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang
2. Gangguan mobilitas fisik (00085) berhubungan dengan penurunan
fungsi pergerakan
3. Harga diri rendah situasional (00120) berhubungan dengan gangguan
citra tubuh
4. Kurangnya pengetahuan (00126) berhubungan dengan kurang
informasi tentang penyakitnya

17
C. Intervensi Keperawatan

No Data Dx NOC NIC


1 DS: Domain 12: Level 1 Domain IV: Manajemen nyeri (1400)
1. Klien Kenyamanan Pengetahuan dan Perilaku 1. Lakukan pengkajian
mengeluh Kesehatan nyeri secara
nyeri pada Kelas1: Level 2 Kelas Q: Perilaku komperhensif termasuk
punggung Kenyamanan Kesehatan lokasi, karakteristik,
DO: Fisik Level 3 durasi, frekuensi,
1. P: Nyeri Outcomes:Kontrol Nyeri kualitas, dan faktor
akan Nyeri Kronis (1605) presipitasi
semakin (00133) KriteriaHasil: 2. Observasi reaksi non
terasa saat 1. Mampu mengontrol verbal dari
bergerak nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
2. Q: Nyeri nyeri, mampu 3. Kontrol lingkungan yang
sedang menggunakan teknik dapat mempengaruhi
sampai berat non farmakologi nyeri seperti suhu rungan,
tergantung untuk mengurangi pencahayaan, dan
derajat nyeri) (5) kebisingan.
kelengkunga 2. Melaporkan bahwa 4. Ajarkan tentang teknik
3. R: Di daerah nyeri berkurang non farmakologi seperti
punggung dengan menggunkan relaksasi nafas dalam,
4. S: 1-10 manajemen nyeri (4) relaksasi benson.
5. T: Sepanjang 3. Mampu mengenai 5. Koloborasi pemberian
hari terutama nyeri (skala, terapi non farmakologi.
saat gerakan intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri) (5)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang (4)
5. Tanda vital dalam
rentang normal (4)

18
Target rating:
1: tidak pernah; 2: jarang;
3: kadang-kadang; 4:
sering; 5: selalu
2 DS: Domain 4: Level 1 Domain I: Excercise Therapy
1. Klien Aktivitas/ Fungsi Kesehatan (0221)
mengeluh Istirahat Level 2 Kelas C: 1. Bantu klien untu
kesulitan Mobilisasi ambulasi awal untuk
dalam Kelas2: Level 3 Outcomes: mendorong mobilisasi
bergerak Aktivitas/ Ambulasi (0200) sesuai kemampuan klien
Latihan KriteriaHasil: 2. Latih atau ajarkan
DO: 1. Mampu melakukan penggunaan alat bantu
1. Cara berjalan Gangguan mobilitas di sekitar berjalan jika diperlukan
tidak seimbang Mobilitas tempat tidur (5) 3. Bantu pasien untuk
2. Postur tubuh Fisik (00085) 2. Tidak terdapat posisi atau pergerakan
miring ke kontraktur dan atropi secara optimal (Lakukan
samping (5) ROM pasif atau aktif)
3. Keterbatasan 3. Mampu melakukan
kemampuan latihan ROM secara
untuk bangkit pasif /aktif (4)
dari kursi 4. Mampumelakukan
latihan berjalan pada
jarak yang pendek
sampai sedang (5)
Target rating:
1: tidak pernah; 2: jarang;
3: kadang-kadang; 4:
sering; 5: selalu
3 DS: Domain 6: Level 1 Domain III: Peningkatan Harga Diri
1. Klien Presepsi Diri KesehatanPsikososial (5400)
mengatakan Level 2 KelasM:
bahwa ia Kelas 2: Psychological well being

19
merasa tidak Harga Diri Level 3 Outcomes: Harga 1. Beri kesempatan klien
percaya diri Diri (1205) mengungkapkan
dengan Harga diri KriteriaHasil: perasaan.
keadaanya. rendah 1. Mampu 2. Dukung upaya klien
2. Klien situasional berkomunikasi untuk memperbaiki
mempunyai (00120) terbuka(5) citra dirinya, semisal
perasaan 2. Memiliki dengan cara memilih
negatif kepercayaan diri (5) pakaian yang bisa
terhadap 3. Menunjukan verbal menutupi permasalahan
dirinya yang sudah menerima postur tubuhnya
DO: kondisi (4) 3. Dorong klien untuk
1. Pakaian tidak 4. Mampumenjaga kembali bersosialisai
pas atau kontak mata dengan dengan orang lain
menggantung orang lain (5) 4. Kaji adanya tanda
2. Tulang gangguan citra diri
belakang Target rating: (menghindari kontak
melengkung 1: tidak pernah; 2: jarang; mata, ucapan
ke lateral 3: kadang-kadang; 4: merendahkan diri
3. Ketinggian sering; 5: selalu sendiri) setelah
bahu tidak dilakukan intervensi.
sama
4 DS: Domain 5: Level 1 Domain IV: Teachng: Proses Penyakit
1. Klien Persepsi/ Pegetahuan & Perilaku (5602)
menanyakan Kognisi Kesehatan 1. Sediakan informasi
tentang Level 2 Kelas S: tentang kondisi pasien
penyakitnya Kelas 4: Pengetahuan Kesehatan 2. Berikan penilaian
kepada Kognisi Level 3 Outcomes: tentang tingkat
perawat Pengetahuan: Proses pengetahuan klien
DO: Kurang Penyakit (1803) tentang lordosis
1. wajah klien Pengetahuan Kriteria Hasil: 3. Identifikasi bersama
tampak (00126) 1. Klien mengetahui klien kemungkinan
bingung kondisinya (5)

20
2. Klien mengetahui penyebab lordosis
faktor penyebab yang dialaminya
lordosis (4) 4. Gambarkan tanda dan
3. Klien mengetahui gejala yang biasa
tanda dan gejals muncul pada lordosis
lordosis (4) 5. Sediakan bagi
4. Klien mengetahui keluarga atau SO
strategi untuk informasi tentang
meminimalkan kemajuan pasien
progresifitas lordosis 6. Diskusikan perubahan
(5) gaya hidup yang
5. Klien mengetahui mungkin diperlukan
potensi komplikasi untuk mencegah
lordosis (5) komplikasi di masa
6. Klien mengetahui yang akan datang dan
menejemen terapi atau proses
lordosis (5) pengontrolan penyakit
7. Mempunyai sumber 7. Diskusikan pilihan
dukungan (4) terapi
8. Gambarkan rasional
Target rating: rekomendasi
1: tidak pernah; 2: jarang; manajemen terapi
3: kadang-kadang; 4: 9. Dukung klien untuk
sering; 5: selalu mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion
10. Eksplorasi
kemungkinan sumber
dukungan

21
D. Evaluasi
Setelah intervensi keperawatan, diharapkan:
1. Nyeri hilang atau berkurang
1) Melaporkan tingkat nyeri yang dapat diterima
2) Memperlihatkan kondisi tenang dan rileks
3) Keseimbangan tidur dan istirahat
2. Meningkatkan mobilitas fisik
1) Melakukan latihan rentang gerak secara adekuat
2) Melakukan mobilitas pada tingkat optimal
3) Secara aktif ikut serta dalam rencana keperawatan
4) Meminta bantuan jika membutuhkan
3. Meningkatkan harga diri
1) Mencari orang lain untuk membantu mempertahankan harga diri
2) Secara aktif ikut serta dalam perawatan dirinya
3) Menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi
citra tubuh
4. Pemahaman pengetahuan
1) Mengetahui kondisi
2) Mengetahui faktor penyebab lordosis
3) Mengetahui tanda dan gejals lordosis
4) Mengetahui strategi untuk meminimalkan progresifitas lordosis
5) Mengetahui potensi komplikasi lordosis
6) Mengetahui menejemen terapi lordosis
7) Mempunyai sumber dukungan

22
BAB III
KIFOSIS

3.1 Definisi
Kifosis adalah gangguan tulang belakang progresif dimana punggung atas
menunjukkan sebuah kelengkungan ke depan abnormal, mengakibatkan
kelainan tulang yang kadang-kadang digambarkan sebagai bungkuk. Kifosis
terdiagnosis jika kurvanya lebih dari 50 derajat, menurut American Academy
Of Orthopaedic Surgeons(AAOS) mayo clinic memberikan batas lebih rendah
untuk diagnosis kifosis yaitu kelengkungan 40 derajat atau lebih.

3.2 Etiologi
Penyebab paling umum dari kifosis adalah penyakit Sheuermann.
Padaorang tua, penyakit paling umum kifosis adalahdegenerasi diskus
vertebralis. Kifosisterlokalisasi berhubungandengan
osteoporosis.PenyakitSheuermann ditandai dengan nyeri punggung dan
adanya bonggol dipunggung. Selain itu, kifosis adalah suatu kelainan bentuk
pada tulang yang bisa terjadiakibat trauma, gangguan perkembangan atau
penyakit degeneretif, dan sikap tubuh yang salah.

3.3 Manifestasi Klinis


Tanda-tanda yang dapat timbul kerana proses penyakit kifosis antara lain:
1. Nyeri punggung yang menetap tetapi sifatnya ringan
2. Kelelahan
3. Nyeri bila ditekan & kekakuan pada tulang belakang
4. Punggung tampak melengkung
5. Lengkung tulang belakang bagian atas lebih besar dari normal

3.4 Patofisiologi
Patofisiologi kifosis tergantung pada faktor etiologi. Postur yang buruk di
masa kecil, seperti membungkuk, bersandar di kursi dan membawa tas sekolah
yang berat, dapat menyebabkan ligamen dan otot yang mendukung tulang

23
belakang untuk meregang. Hal ini dapat menarik vertebra toraks dari posisi
normal mereka, sehingga terjadi kyphosis (U.S. National Library of Medicine,
2012).
Pada orang muda, sudut kifosis normal berkisar antara 100 sampai 250. Pada
orang dewasa sampai usia lanjut, sudut kifosis thorakal yaitu 300 sampai 450
pada wanita, dan 400 pada pria. Nilai sudut ini bervariasi yang disesuaikan
dengan usia, jenis kelamin, dan kondisi patologis (Macagno and O’Brien,
2006).
Pada kifosis Scheuermann. Ini adalah penyakit pertumbuhan tulang
belakang dengan vertebra menjadi sedikit mirip baji. Penyebab keadaan ini tak
diketahui. Scheuermann menggunakan istilah osteokondritis karena lempeng
akhir epifisis vertebra mengalami osifikasi secara tak beraturan. Schmorl
menaruh perhatian terhadap fungsi lempeng tulang rawan dalam memindahkan
tekanan secara merata dan kemudian menyatakan suatu cacat pada lempeng-
lempeng tulang rawan itu akan mengakibatkan ketegangan pada bagian anterior
dari korpus vertebra. Akhir-akhir ini diduga bahwa pergeseran traumatic dari
lempeng epifisi terjadi pada anak-anak karena bertambahnya kekuatan
tulangnya selama pertumbuhan pada masa pubertas; mungkin terdapat juga
osteoporosis vertebra dan diskus dapat mengalami herniasi ke dalam tulang
yang rapuh. dengan bertambahnya usia (U.S. National Library of Medicine,
2012)
Pada posisi duduk membungkuk, posisi pelvik tilting ke posterior dan
menyebabkan berkurangnya kurva lordosis lumbal dan meningkatnya kurva
kifosis thorakal disertai forward head position dan protaksi-internal rotasi pada
shoulder (Page et al, 2010). Selain itu pada kifosis akan terjadi hipomobility
pada sendi intervertebral yang berdampak pada berkurangnya gerak
costovertebral dan costotransversal joint, sehingga timbul kontraktur pada
costovertebral dan costotransversal joint, akibatnya mobilitas sangkar thorak
juga akan berkurang. Sehingga terjadi keterbatasan gerak ekstensi, nyeri,
spasme otot-otot ekstensor thorakalis dan berkurangnya mobilitas sangkar
thorak. Sangkar thorak mengembang ketika dada terangkat ke atas dan ke depan
dengan posisi punggung tegak. Postur tubuh saat duduk atau berdiri dengan

24
posisi membungkuk mengakibatkan rongga dada tertekan sehingga menekan
otot intercostalis.
Sikap duduk dengan membungkuk dapat menimbulkan nyeri yang dapat
disebabkan oleh ketegangan sendi, ketidakseimbangan otot yang terjadi akibat
tightness otot intercostalis dan otot diafragma dan abdominal dapat
mempengaruhi volume dan tekanan rongga thorak. Kelemahan upper back
erector spine, middle dan lower trapezius membatasi kemampuan ekspansi
thorak (Kendall et al, 2005)

3.5 Penatalaksanaan
Kasus yang ringan dan non-progresif bisa diatasi dengan menurunkan berat
badan (sehingga ketegangan pada punggung berkurang) dan menghindari
aktivitas berat. Jika kasusnya lebih berat, kadang digunakan brace (penyangga)
tulang belakang atau penderita tidur dengan alas tidur yang kaku/keras. Jika
keadaan semakin memburuk, mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk
memperbaiki kelainan pada tulang belakang.
1. Konservatif
a. Observasi berkala
b. Analgesik/antinflamasi non-steroid
c. Rehabilitasi.
2. Operatif dengan indikasi :
a. Deformitas progresif
b. Instabilitas
c. Defisit neurologis baru/progresif
d. Gangguan kardiopulmonar.
3. Latihan. Latihan peregangan dapat meningkatkan fleksibilitas tulang
belakang dan mengurangi sakit punggung. Latihan yang memperkuat otot-
otot perut dapat membantu memperbaiki postur tubuh.
4. Bracing. Anak-anak yang memiliki penyakit Scheuermann mungkin dapat
menghentikan perkembangan kifosis dengan memakai penjepit tubuh saat
tulang mereka masih dalam tahap perkembangan

25
5. Gaya hidup sehat. Menjaga berat badan dan aktivitas fisik yang sehat secara
teratur akan membantu mencegah sakit punggung dan meredakan gejala
kifosis.
6. Mempertahankan kepadatan tulang yang baik. Diet yang tepat dengan
kalsium dan vitamin D, terutama jika ada riwayat keluarga osteoporosis,
dapat membantu orang dewasa menghindari tulang lemah dan gejala kifosis.

3.6 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosa ditegakkan berdasarkan :
a. Gejala dan hasil pemeriksaan fisik (lengkungan punggung yang abnormal).
Kelengkungan punggung pada kifosis dapat terdiagnosis jika kurvanya
lebih dari 50˚menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons
(AAOS). Mayo Clinic memberikan batas lebih rendah untuk diagnosis
kifosis yaitu kelengkungan 40˚atau lebih.
b. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan saraf untuk mengetahui adanya kelemahan atau perubahan
sensasi. Indikasi pemeriksaan neurologis adalah jika anda mengalami mati
rasa atau kelemahan otot, dokter dapat merekomendasikan beberapa tes
yang dapat menentukan seberapa baik impuls saraf menyebar di antara
sumsum tulang belakang dan ekstremitas.
c. Rontgen tulang belakang
Rontgen dilakukan untuk mengetahui derajat lengkungan tulang belakang

Gambar5. Pemeriksaan X-ray pada Kifosis

3.7 Komplikasi

26
Pada kebanyakan kasus kifosis, komplikasinya tidak terlalu
membahayakan. Namun pada kasus yang berat, kifosis dapat menyebabkan
beberapa komplikasi:
1. Peradangan jaringan lunak di dalamnya
2. Fraktur tulang belakang.
3. Nyeri punggung hebat.
4. Kelemahan pada tungkai bawah
5. Kelumpuhan
6. Kesulitan bernafas
7. Gangguan makan (jika lengkungan parah hingga dagu menempel di dada)

3.8 Prognosis
Mayoritas pasien dengan kifosis merespon sangat baik untuk kombinasi
terapi fisik, latihan, dan obat-obatan. Bahkan dalam kasus yang lebih berat yang
akhirnya memerlukan operasi, pasien dapat kembali ke kegiatan normal tanpa
pembatasan, setelah mereka sepenuhnya pulih dari operasi.

3.9 WOC
Postur yang Penyakit Trauma pada Infeksi Congenital
buruk di pertumbunha tulang belakang Mycobacterium
masa kecil n tl. belakang Tuberculosis
27
Ketidaktepatan Malformasi
Tulang Kifosis saat pengobatan Menyerang vertebra sejak
membungkuk Scheuemann tulang belakang didalam rahim
3.10Asuhan Keperawatan Umum
a. Pengkajian

28
1. Anamnesa
1) Data Demografi
Dikhususkan pada aspek yang mempengaruhi kejadian kifosis,
meliputi usia, jenis kelamin, dan pekerjaan. Usia dengan angka kifosis
adalah pada lanjut usia. Jenis kelamin biasanya terjadi pada
perempuan terkait dengan menopause dan penurunan produksi
hormone.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya dirasakan oleh klien dengan kifosis
adalah berupa nyeri punggung dan tulang belakang melengkung
secara abnormal.
3) Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan timbul keluhan, lalu apakah ada riwayat trauma. Pasien
dengan kifosis mempunyai karakteristik tulang belakang
membungkuk ke depan. Pada kasus kifosisi juga biasanya terjadi
nyeri, sehingga perlu dikaji nyeri punggung pada klien dengan
menggunakan metode PQRST (faktor pemicu, kualitasnya, daerah,
skala dan waktu).
4) Riwayat kebiasaan
Postur yang buruk di masa kecil, seperti membungkuk, bersandar di
kursi dan membawa tas sekolah yang berat.
5) Pengkajian psikologis
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang digunakan klien
diperlukan untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakitnya.
Kaji apakah ada dampak yang timbul pada klien seperti rasa cemas
dan gangguan citra diri.

2. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan tanda- tanda vital
1. RR : Tetap atau meningkat (peningkatan terjadi saat kifosis sudah
sampai tahap berat).
2. TD : Normal (120/80 mmHg)

29
3. Nadi : Normal (60-100x/ menit)
4. Suhu : Normal (36,5 oC- 37.5oC)
2) ROS (Review of System)
1. B1(Breathing) : Secara umum klien kifosis tidak mengalami
gangguan pernapasan hanya terkadang merasa susah bernafas
karena tidak nyaman pada dada
2. B2(Blood) : tidak ditemukan masalah
3. B3(Brain) : tidak ditemukan masalah
4. B4(Bladder) : tidak ditemukan masalah
5. B5(Bowel) : tidak ditemukan masalah
6. B6(Bone) :
a. Look
Pada klien dengan kifosis akan tampak cara berjalan
membungkuk
b. Feel
Biasanya pada klien kifosis, mereka akan mengeluh nyeri
punggung akibat postur tubuh membungkuk yang membuat
mereka merasa lelah karena berat
c. Move
Klien kifosis akan mengeluh kesulitan dalam bergerak, karena
beban mereka terasa kedepan
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen tulang belakang.
X-Ray Proyeksi Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan
lateral penuh terhadap tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi
tegak, untuk menilai derajat kurva dengan metode Cobb dan menilai
maturitas skeletal dengan metode Risser. Kurva structural akan
memperlihatkan rotasi vertebra ; pada proyeksi posterior-anterior,
vertebra yang mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang
kegaris tengah; ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu
tingkat simetri vertebra diperoleh kembali.(Lihat gambar 5).
b. MRI (jika ditemukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen).

30
b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan penekanan
paru
2. Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan posisi kerja yang statis
3. Gangguan mobilitas fisik (00085) berhubungan dengan penurunan fungsi
pergerakan
4. Harga diri rendah situasional (00120) berhubungan dengan gangguan
citra tubuh
5. Kelelahan (00093) berhubungan dengan ketidakmampuan menopang
beban tubuh
c. Intervensi Keperawatan

Dx NOC NIC
Domain 4: Level 1 Domain II: Kesehatan Monitoring Respirasi (3350)
Aktivitas/ Fisiologis 1. Monitoring RR, irama nafas,
Istirahat Level 2 Kelas E: kedalaman dan usaha respirasi
Kardiopulmonar 2. Monitoring pola nafas (seperti
Kelas 4: Level 3 Outcomes: Status bradipnea, takipnea,
Respons Respirasi (0415) hiperventilasi, respirasi
Kardiovaskular/ Kriteria Hasil: kusmaul, respirasi cheyne-
Pulmonar 1. RR dalam rentang normal stokes, apnea, respirasi biot pola
(18-20 x/menit) (5) ataxis)
Ketidakefektifan 2. Suara nafas normal (5) 3. Bantu dan ajarkan pasien
Pola Nafas 3. Klien dapat inspirasi dalam melakukan nafas dalam
(00032) (5) 4. Atur posisi tidur semi fowler

31
4. Tidak ada pernafasan cuping 5. Auskultasi suara nafas secara
hidung (4) teratur
5. Tidak ada sesak saat istirahat
(4)
6. Irama nafas klien teratur (5)
Target rating:
1: tidak pernah; 2: jarang; 3:
kadang-kadang; 4: sering; 5:
selalu
Domain 12: Level 1 Domain IV: Manajemen nyeri (1400)
Kenyamanan Pengetahuan dan Perilaku 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Kesehatan komperhensif termasuk lokasi,
Kelas1: Level 2 Kelas Q: Perilaku karakteristik, durasi, frekuensi,
Kenyamanan Kesehatan kualitas, dan faktor presipitasi
Fisik Level 3 Outcomes:Kontrol Nyeri 2. Observasi reaksi non verbal dari
(1605) ketidaknyamanan
Nyeri Kronis KriteriaHasil: 3. Kontrol lingkungan yang dapat
(00133) 1. Mampu mengontrol nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
(tahu penyebab nyeri, mampu rungan, pencahayaan, dan
menggunakan teknik non kebisingan.
farmakologi untuk 4. Ajarkan tentang teknik non
mengurangi nyeri) (5) farmakologi seperti relaksasi nafas
2. Melaporkan bahwa nyeri dalam, relaksasi benson.
berkurang dengan 5. Koloborasi pemberian terapi non
menggunkan manajemen farmakologi.
nyeri (4)
3. Mampu mengenai nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri) (5)
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang (4)

32
5. Tanda vital dalam rentang
normal (4)
Target rating:
1: tidak pernah; 2: jarang; 3:
kadang-kadang; 4: sering; 5:
selalu
Domain 4: Level 1 Domain I: Fungsi Excercise Therapy (0221)
Aktivitas/ Kesehatan 1. Bantu klien untu ambulasi awal
Istirahat Level 2 KelasC: Mobilisasi untuk mendorong mobilisasi
Level 3 Outcomes: Ambulasi sesuai kemampuan klien
Kelas2: (0200) 2. Latih atau ajarkan penggunaan
Aktivitas/ Kriteria Hasil: alat bantu berjalan jika
Latihan 1. Mampu melakukan mobilitas diperlukan
di sekitar tempat tidur (5) 3. Bantu pasien untuk posisi atau
Gangguan 2. Tidak terdapat kontraktur dan pergerakan secara optimal
Mobilitas Fisik atropi (5) (Lakukan ROM pasif atau aktif)
(00085) 3. Mampu melakukan latihan
ROM secara pasif /aktif (4)
4. Mampumelakukan latihan
berjalan pada jarak yang
pendek sampai sedang (5)
Target rating:
1: tidak pernah; 2: jarang; 3:
kadang-kadang; 4: sering; 5:
selalu
Domain 6: Level 1 Domain III: Peningkatan Harga Diri (5400)
Presepsi Diri KesehatanPsikososial 1. Beri kesempatan klien
Level 2 KelasM: Psychological mengungkapkan perasaan.
Kelas 2: well being 2. Dukung upaya klien untuk
Harga Diri Level 3 Outcomes: Harga Diri memperbaiki citra dirinya,
(1205) semisal dengan cara memilih
KriteriaHasil:

33
Harga diri 1. Mampu berkomunikasi pakaian yang bisa menutupi
rendah terbuka(5) permasalahan postur tubuhnya
situasional 2. Memiliki kepercayaan diri (5) 3. Dorong klien untuk kembali
(00120) 3. Menunjukan verbal yang bersosialisai dengan orang lain
sudah menerima kondisi (4) 4. Kaji adanya tanda gangguan citra
4. Mampumenjaga kontak mata diri (menghindari kontak mata,
dengan orang lain (5) ucapan merendahkan diri sendiri)
Target rating: setelah dilakukan intervensi.
1: tidak pernah; 2: jarang; 3:
kadang-kadang; 4: sering; 5:
selalu
Domain 4: Level 1 Domain I: Kesehatan Menejemen Energi (0180)
Aktivitas/ Fungsional 1. Monitoring respon
Istirahat Level 2 Kelas A: Energy kardiorespirasi saat beraktivitas:
Maintanance takikadia dan dyspnea
Kelas 3: Level 3 Outcomes: Level 2. Cegah aktivitas yang membuat
Keseimbangan Kelelahan (0007) lelah
Energi Kriteria Hasil: 3. Bantu klien membuat jadwal
1. RR dalam rentang normal istirahat
Kelelahan (18-20 x/menit) (5) 4. Rencanakan periode aktivitas
(00093) 2. Klien melaporkan tidak ketika klien mempunyai energi
merasa lelah jika berjalan lebih. seperti setelah istirahat,
lama (4) bangun tidur dan setelah makan.
3. Klien tidak lesu (5) 5. Monitoring kualitas, pola dan
4. Keseimbangan antara lama tidur klien.
aktivitas dan istirahat (5)
5. Klien melaporkan kualitas
istirahat dan tidur baik (4)
Target rating:
1: tidak pernah; 2: jarang; 3:
kadang-kadang; 4: sering; 5:
selalu

34
d. Evaluasi
1) Pola napas efektif
a. RR berada dalam rentang normal
b. Menunjukkan suara napas yang normal
c. Mampu melakukan inspirasi dalam
d. melaporkan tidak mengalami sesak saat istirahat
e. Irama nafas teratur
2) Nyeri hilang atau berkurang
a. Melaporkan tingkat nyeri yang dapat diterima
b. Memperlihatkan kondisi tenang dan rileks
c. Keseimbangan tidur dan istirahat
3) Meningkatkan mobilitas fisik
a. Melakukan latihan rentang gerak secara adekuat
b. Melakukan mobilitas pada tingkat optimal
c. Secara aktif ikut serta dalam rencana keperawatan
d. Meminta bantuan jika membutuhkan
4) Meningkatkan harga diri
a. Mencari orang lain untuk membantu mempertahankan harga diri
b. Secara aktif ikut serta dalam perawatan dirinya
c. Menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi
citra tubuh
5) Kelelahan hilang atau berkurang
a. RR berada dalam rentang normal
b. Tidak merasa lelah jika berjalan lama
c. Tidak terlihat lesu
d. kualitas istirahat dan tidur baik
e. Seimbang antara aktivitas dan istirahat

35
36
BAB IV
SKOLIOSIS

4.1 Definisi
Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi
pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan. Kelainan
skoliosis ini sepintas terlihat sangat sederhana. Namun apabila diamati lebih
jauh sesungguhnya terjadi perubahan yang luar biasa pada tulang belakang
akibat perubahan bentuk tulang belakang secara tiga dimensi, yaitu perubahan
struktur penyokong tulang belakang seperti jaringan lunak sekitarnya dan
struktur lainnya (Rahayussalim, 2007). Skoliosis ini biasanya membentuk
kurva “C” atau kurva “S” (Tambayong, 2000).

Gambar. Perbandingan Tulang Belakang Normal dengan Skoliosis

Skoliosis adalah terjadinya lengkungan yang abnormal pada vertebra ke


arah lateral atau penyimpangan pada tulang belakang dari garis tengah ke arah
lateral (Suratun dkk, 2008).
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung
arti kondisi patologik.
Skoliosis merupakan masalah ortopedik yang sering terjadi adalah
pelengkungan lateral dari medulla spinalis yang dapat terjadi di sepanjang
spinal tersebut. Pelengkungan pada area toraks merupakan scoliosis yang
paling sering terjadi, meskipun pelengkungan pada area servikal dan area
lumbal adalah scoliosis yang paling parah.
Jadi, skoliosis mengandung arti kondisi patologik yaitu kelengkungan
tulang belakang yang abnormal ke arah samping (kiri atau kanan ).

37
4.2 Klasifikasi
Skoliosis dibagi dalam dua jenis yaitu struktural dan bukan struktural.
1. Skoliosis Struktural
Skoliosis tipe ini bersifat irreversibel (tidak dapat di perbaiki) dan
dengan rotasi dari tulang punggung. Komponen penting dari deformitas itu
adalah rotasi vertebra, processus spinosus memutar kearah konkavitas
kurva. Tiga bentuk skosiliosis struktural yaitu :
a. Skoliosis Idiopatik adalah bentuk yang paling umum terjadi dan
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:
1) Infantile: dari lahir-3 tahun
2) Anak-anak: 3 tahun – 10 tahun
3) Remaja: Muncul setelah usia 10 tahun (usia yang paling umum)
b. Skoliosis Kongenital adalah skoliosis yang menyebabkan malformasi
satu atau lebih badan vertebra.
c. Skoliosis Neuromuskuler, anak yang menderita penyakit
neuromuskuler (seperti paralisis otak, spina bifida, atau distrofi
muskuler) yang secara langsung menyebabkan deformitas.
2. Skoliosis Nonstruktural (Postural)
Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk
semula), dan tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung. Pada skoliosis
postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap
beberapa keadaan diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang
pendek, atau kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila pasien
duduk atau dalam keadaan fleksi maka kurva tersebut menghilang.

Ada tiga tipe-tipe utama lain dari scoliosis:


1. Functional
Pada tipe scoliosis ini, spine adalah normal, namun suatu lekukan
abnormal berkembang karena suatu persoalan ditempat lain didalam tubuh.
Ini dapat disebabkan oleh satu kaki adalah lebih pendek daripada yang
lainnya atau oleh kekejangan-kekejangan di punggung.

38
2. Neuromuscular
Pada tipe scoliosis ini, ada suatu persoalan ketika tulang-tulang dari
spine terbentuk. Baik tulang-tulang dari spine gagal untuk membentuk
sepenuhnya, atau mereka gagal untuk berpisah satu dari lainnya.Tipe
scoliosis ini berkembang pada orang-orang dengan kelainn-kelainan lain
termasuk kerusakan-kerusakan kelahiran, penyakit otot (muscular
dystrophy), cerebral palsy, atau penyakit Marfan. Jika lekukan hadir waktu
dilahirkan, ia disebut congenital. Tipe scoliosis ini seringkali adalah jauh
lebih parah dan memerlukan perawatan yang lebih agresif daripada bentuk-
bentuk lain dari scoliosis.
3. Degenerative
Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari scoliosis yang ditemukan pada
anak-anak dan remaja-remaja, degenerative scoliosis terjadi pada dewasa-
dewasa yang lebih tua. Ia disebabkan oleh perubahan-perubahan pada spine
yang disebabkan oleh arthritis. Pelemahan dari ligamen-ligamen dan
jaringan-jaringan lunak lain yang normal dari spine digabungkan dengan
spur-spur tulang yang abnormal dapat menjurus pada suatu lekukan dari
spine yang abnormal.
d. Lain-Lain
Ada penyebab-penyebab potensial lain dari scoliosis, termasuk tumor-
tumor spine seperti osteoid osteoma. Ini adalah tumor jinak yang dapat
terjadi pada spine dan menyebabkan nyeri/sakit.Nyeri menyebabkan orang-
orang untuk bersandar pada sisi yang berlawanan untuk mengurangi jumlah
dari tekanan yang diterapkan pada tumor.Ini dapat menjurus pada suatu
kelainan bentuk spine.
Derajat pembengkokan biasanya diukur dengan cara Cobb dan disebut
sudut Cobb. Dari besarnya sudut skoliosis dapat dibagi menjadi (Kawiyana
dalam Soetjiningsih, 2004):
1. Skoliosis ringan: sudut Cobb kurang dari 20”
2. Skoliosis sedang: sudut Cobb antara 21 – 40”
3. Skoliosis berat: sudut Cobb lebih dari 41”. Pada skoliosis derajat berat
(lebih dari 40 derajat), hanya dapat diluruskan melalui operasi.

39
4.3 Etiologi
Penyebab terjadinya skoliosis belum diketahui secara pasti, tapi dapat
diduga dipengaruhi oleh diantaranya kondisi osteopatik, seperti fraktur,
penyakit tulang, penyakit arthritis, dan infeksi. Scoliosis tidak hanya
disebabkan oleh sikap duduk yang salah.
Menurut penelitian di Amerika Serikat, memanggul beban yang berat
seperti tas punggung, bisa menjadi salah satu pemicu scoliosis. Terdapat 3
penyebab umum dari skoliosis:
1. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam
pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu
2. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau
kelumpuhan akibat penyakit berikut: Cerebral palsy, Distrofi otot, Polio,
Osteoporosis juvenile
3. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.

4.4 Manifestasi Klinis


Gejala yang ditimbulkan berupa:
1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
2. Bahu dan atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
3. Nyeri punggung
4. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
5. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60 ) bisa
menyebabkan gangguan pernafasan.
Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke
kanan dan pada punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok ke kiri,
sehingga bahu kanan lebih tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin
lebih tinggi dari pinggul kiri.
Awalnya penderita mungkin tidak menyadari atau merasakan sakit pada
tubuhnya karena memang skoliosis tidak selalu memberikan gejala–gejala
yang mudah dikenali. Jika adapun, gejala tersebut tidak terlalu dianggap serius
karena kebanyakan mereka hanya merasakan pegal–pegal di daerah punggung
dan pinggang mereka saja.

40
Menurut Dr Siow dalam artikel yang ditulis oleh Norlaila H. Jamaluddin
(Jamaluddin, 2007), skoliosis tidak menunjukkan gejala awal. Kesannya hanya
dapat dilihat apabila tulang belakang mulai bengkok. Jika keadaan bertambah
buruk, skoliosis menyebabkan tulang rusuk tertonjol keluar dan penderita
mungkin mengalami masalah sakit belakang serta sukar bernafas.
Dalam kebanyakan kondisi, skoliosis hanya diberi perhatian apabila
penderita mulai menitik beratkan soal penampilan diri.Walaupun skoliosis
tidak mendatangkan rasa sakit, rata-rata penderita merasa malu dan rendah diri.
Skoliosis pada masyarakat indonesia dapat dijumpai mulai dari derajat
yang sangat ringan sampai pada derajat yang sangat berat.

4.5 Patofisiologi
Skoliosis adalah terjadinya lengkungan yang abnormal pada vertebra ke
arah lateral atau penyimpangan pada tulang belakang dari garis tengah ke arah
lateral. Penyebab dari kelaianan tulang belakang ini ada dua yaitu karena faktor
struktural dan nonstruktural. Skoliosis dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu karena faktor genetik, kongenital, idiopatik, neuromuskuler, faktor
hormonal, trauma, kakyang tidak sama panjang dan karena posisi duduk yang
salah (Suratun dkk, 2008).
Pada dasarnya penyebab dari timbulnya pembengkokan kurva vertebra
kelateral dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu:
1. Adanya ketidakseimbangan kekuatan, atau kerja otot atau ligamen, antara
samping satu dengan yang lain, sedangkan hal-hal yang dapat
menyebabkannya ada bermacam-macam, misalnya:
a. Adanya spasme otot karena suatu trauma atau penyakit pada satu
samping.
b. Adanya kelemahan otot pada satu samping karena suatu gangguan
neurologis pada satu samping.
c. Adanya kebiasaan sikap atau kerja yang salah yang menyebabkan otot
pada satu samping menjadi lebih kuat dari samping yang lain.
2. Adanya bentuk yang tidak simetris dari corpus vertebra antara samping kiri
dan kanan yang dapat disebabkan oleh:

41
a. Pertumbuhan epiphisis yang tidak seimbang antar satu dengan samping
lainnya karena tekanan otot yang berbeda.
b. Adanya suatu penyakit tulang yang menyerang satu samping yang
menyebabkan corpus vertebra pada samping tersebut menjadi lebih
keropos dan lebih tipis.
c. Adanya kelainan yang bersifat idiopathic dan congenital
3. Adanya sciatica yang disebut juga sciatic skoliosis karena pada penderita
sciatica untuk mengurangi rasa nyeri maka penderita akan berusaha
membuat posisi flexi knee dan extensi hip.
Pada pasien dengan skoliosis, vertebra mengalami rotasi lalu terbentuk
konveks dari lengkungan. Lengkungan dapat berbentuk S atau C. Rotasi
menyebabkan penonjolan tulang iga di sepanjang tulang belakang torakalis dan
garis pinggang yang asimetri dengan tulang belakang lumbalis (Tambayong,
2000).
Skoliosis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor genetik dapat memicu
skoliosis karena kekurangan asam folat pada saat kehamilan. Sehingga
memiliki risiko tinggi sambungan spinal pada bayi yang yang menyebabkan
tulang belakang tidak normal. Akibat dari tulang belakang yang tidak normal
bisa menyebabkan tulang belakang melengkung miring ke salah satu sisi.
Faktor kongenital dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada tulang
belakang sehingga tulang belakang bisa melengkung atau miring ke salah satu
sisi. Kebiasaan duduk dengan posisi yang salah juga dapat menyebkan
skoliosis karena mempengaruhi kerja otot pada ruas tulang belakang yang
nantinya akan terjadi ketegangan otot dan menyebabkan perkembangan otot
pada tulang belakang terganggu sehingga ruas tulang belakang akan melemah
(Corwin, 2009).
Derajat lengkungan penting untuk diketahui karena dapat mempengaruhi
stabilitas tulang belakang dan pergerakan pinggul dan mempengaruhi gaya
berjalan. Apabila tulang belakang melengkung, dada kanan menonjol dan
skapula tampak lebih tinggi, maka akan menekan area paru yang akan
menghambat pergerakan rusuk dan paru yang nantinya akan terjadi ekspansi
paru dan menyebabkan dispnea. Apabila ruas-ruas spine rusak maka akan

42
mengganggu ruas-ruas spine sehingga fleksibilitas dalam mobilisasi terganggu
dan koordianasi tubuh sulit karena terjadi kelelahan pada tulang dan sendi
sehingga terjadi kekakuan otot dan menghambat untuk bergerak (Suratun dkk,
2008).

4.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis dari skoliosis, adapun pilihan terapi yang dapat
dipilih, dikenal sebagai “The three O’s” adalah :
a. Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu
<25˚ pada tulang yang masih tumbuh atau <50˚ pada tulang yang sudah
berhenti pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saat usia
19 tahun. Pada pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang
punggung pada waktu-waktu tertentu. Foto kontrol pertama dilakukan 3
bulan setelah kunjungan pertama ke dokter. Lalu sekitar 6-9 bulan
berikutnya bagi yang derajat <20˚ dan 4-6 bulan bagi yang derajatnya >20˚.
b. Orthosis
Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal
dengan nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :
1. Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 25
derajat.
2. Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat.

Jenis dari alat orthosis ini antara lain :


a. Brace Milwaukee

43
Gambar 6. Brace Milwaukee
b. Brace Boston

Gambar 7. Brace Boston


c. Charleston bending brace
Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika
digunakan secara teratur 23 jam dalam sehari hingga masa pertumbuhan
anak berhenti.

Gambar 8. Charleston Bending Brace

Brace harus digunakan 16-23 jam sehari dan harus dipakai sampai ada
maturitas skeletal, yang biasanya terjadi pada usia 14 tahun pada wanita dan
16 tahun pada laki-laki. Pada saat skeletal matur, pasien secara bertahap
dilepaskan dari brace. Secara periodik, selama terapi brace, radiograf
dilakukan untuk mengetahui manfaat terapi. Meskipun memakai brace, kira-

44
kira 15-20 % pasien yang diterapi akan memperlihatkan progresifitas
lengkung yang nyata

c. Operasi

Gambar 9. Perbandingan Keadaan Tulang Belakang Sebelum dan


Sesudah Operasi

Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi


pada skoliosis adalah:
1. Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45° pada
anak yang sedang tumbuh
2. Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis
3. Terdapat derajat pembengkokan >50° pada orang dewasa
4. Apabila terdapat deformitas yang memberikan gangguan dan pengobatan
5. Pengobatan konservatif yang tidak berhasil

4.7 Pemeriksaan Diagnostik


Pada pemeriksaan sebaiknya pasien meamakai pakaian seminim mungkin
agar setiap kelainan dapat lebih mudah diketahui. Pemeriksaan pada umumnya
dilakukan untuk mengetahui adanya skoliosis adalah sebagia berikut :
1. Secara inspeksi dapat dilihat ada tidaknya pembengkokan vertebra kelateral
2. Meletakkan benang yang diberi pemberat, dimana pangkal benang yang
ditempelkan pada proccessus spinosus VC VII dan akan dilihat apakah
vertebra dalam keadaan lurus atau tidak, karena benang yang diberi
pemberat tersebut akan selalu membuat garis lurus vertical sesuai dengan
arah gravitasi.

45
3. Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui ada tidaknya pelvic tilt
karena pelvic tilt tersebut dapat terjadi kaena adanya spasme atau
pemendekan otot vertebra pada samping dimana pelvic tersebut mengalami
penaikan. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengukur jarak antara
umbilicus dan maleolus medialis ankle, atau SIA samapi maleolus medialis
ankle.
4. Pemeriksaan X-Ray pada vertebra akan lebih menegakkan diagnose adanya
skoliosis. Untuk pengukuran sudut kurve skoliosis dapat dilakukan dengan
dua cara:
a. Metode Risser-ferguson
Dari beberapa vertebra yang membentuk kurve tersebut kita
tentukan vertebra paling atas, vertebra tengah dan paling bawah. Pada
tiap vertebra tersebut dibuat titik tengahnya yang disebut titik atas, titik
tengah dan titik bawah. Kemudian kita buat garis dari titik atas melewati
titik tengah dan kita buat garis yang berasal dari titik bawah melawati
tengah. Kedua garis tersebut akan bertemu pada titik tengah dan
membentuk sudut titik. Sudut yang menghadap ke atas danke bawah
adalah sudut curve skoliosis tersebut.
b. Metode cobb
Seperti pada metode Risser-ferguson kita tentukan beberapa
vertebra yang membentuk curve tersebut. Kemudian kita tarik garis
perpanjangan dari pemukaan sendi bagian atas dari corpus vertebra
paling ats dan garis perpanjangan dari pemukaan sendi bagian bawah
dari corpus vertebra paling bawah. Kedua gari tersebut akn membentuk
sudut yang menghadap keatas dan kebawah yang disebut curve skoliosis
Pada beberapa kasus sering pula timbulnya pembengkokan disertai
dengan adanya rotasi vertebra, hal ini dapat dilihat apabila penderita
dalam posisi lax stop standing, maka akan tampak dari belakang bahwa
kedua scapula tingginya tidak sama yang menandakan adanya rotasi
vertebra.
5. Foto polos

46
Harus diambil sinar-X posterioanterior dan lateral penuh terhadap tulang
belakang Krista iliaka dengan posisi tegak. Kurva struktural akan
memperlihatkan rotasi vertebra;pada sinar-X postero-anteior, vertebra yang
mengaah ke pauncak prosesus spinosus menyimpang ke gais tengah; ujung
atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat simeti vertebra
diperoleh kembali. Drajat kurva diukur dengan menarik garis pada sinar-X
pada batas atas tulang belakang yang paling atas dan batas bawah yang
paling bawah dari kurva itu; sudut yang dibuat garis-garis ini adalah sudut
kurva (sudut Cobb). Kurva struktual primer biasanya diimbangi oleh kurva
kompensatorik di atas dan di bawahnya, atau oleh kurva primer kedua, juga
dengan rotasi vertebra (kadang-kadang terdapat banyak kurva pmer). Yang
tidak mudah dinilai dari foto-foto ini adalah derajat lordosis pada kurva
primer dan kifosis pada kurva kompensatorik (Archer and Dickson, 1989).
Sesungguhnya, diduga bahwa perataan atau revesi kifosis toraks normal
yang diterapkan pada asimetri bidang kororna, bersama dengan
pertumbuhan, akan mengakibatkan skoliosis idiopatik progesif. Foto lateral
dengan pasien membungkuk diambil untuk menilai sejauhmana kurva dapat
diperbaiki.
6. Pemeriksaan khusus
Uji fungsi paru-paru dilakukan pada semua kasus deformitas dada yang
parah. Penguangan kapasitas vital yang nyata behubungan dengan
berkurangna harapan hidup dan mempunyai isiko tinggi untuk dioperasi.
Pasien dengan distrofi otot atau penyakit jaringan ikat membutuhkan
penyelidikan biokimia dan neuomuskular penuh terhadap keadaan yang
mendasarinya.
7. Pemeriksaan dengan skoliometri
Pengukuran dengan skoliometer (alat untuk mengukur kelengkungan
tulang belakang).Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut
kurvatura. Cara pengukuran dengan skoliometer dilakukan pada pasien
dengan posisi membungkuk, kemudian atur posisi pasien karena posisi ini
akan berubah-ubah tergantung pada lokasi kurvatura, sebagai contoh kurva
dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih

47
jauh dibanding kurva pada thorakal. Kemudian letakkan skoliometer pada
apeks kurva, biarkan skoliometer tanpa ditekan, kemudian baca angka
derajat kurva.
Pada screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang diperoleh
lebih besar dari 5 derajat, hal ini biasanya menunjukkan derajat kurvatura >
20° pada pengukuran cobb’s angle pada radiologi sehingga memerlukan
evaluasi yang lanjut.

Gambar 10. Skoliometer


Istilah "Cobb Angle" digunakan di seluruh dunia untuk mengukur dan
menghitung besarnya kemiringan tulang belakang, terutama dalam kasus
scoliosis. Pengukuran sudut Cobb adalah "standar emas" dalam evaluasi
skoliosis yang didukung oleh Masyarakat Scoliosis Research. Hal ini
digunakan sebagai pengukuran standar untuk mengukur dan melacak
pertumbuhan scoliosis. Sudut Cobb pertama kali dijelaskan pada 1948 oleh
Dr John R Cobb yang mana menjelaskan bagaimana cara mengukur sudut
dari kurva tulang belakang. Oleh karena itu, istilah "Cobb Angle" muncul
dan digunakan.
Sudut Cobb adalah ukuran kelengkungan tulang belakang yang
membantu dokter untuk menentukan jenis pengobatan diperlukan. Sudut

48
Cobb sebesar 10˚dianggap sebagai sudut minimum untuk menentukan
angulasi Scoliosis.
Sebuah kurva scoliosis 10-15˚biasanya tidak memerlukan
pengobatan/perawatan kecuali pemeriksaan rutin dengan dokter ortopedi
sampai pasien telah melalui pubertas dan kelengkungan tulang belakang
tidak bertambah parah setelah pubertas.
Jika kurva scoliosis adalah 20-40˚, dokter ortopedi umumnya akan
menganjurkan pemakaian brace (penjepit ) untuk menjaga tulang belakang
dari pertambahan sudut lengkungan. Ada beberapa jenis brace yang
ditawarkan, di antaranya untuk dipakai selama 18-20 jam sehari, yang lain
hanya pada saat malam hari. Brace yang dianjurkan untuk dipakai akan
tergantung pada gaya hidup pasien, dan tingkat keparahan dari kurva.

Gambar 11. Cobb Angkle


Cara Mengukur Sudut Cobb:
1. Menentukan tulang belakang yang paling miring di bagian atas kurva dan
menarik garis sejajar dengan pelat ujung superior vertebra
2. Menentukan tulang belakang yang paling miring di bagian bawah kurva
dan menarik garis sejajar dengan pelat ujung rendah vertebralis
3. Tarik memotong garis tegak lurus dari dua baris sejajar. Sudut yang
dibentuk antara dua garis sejajar adalah sudut Cobb .

4.8 Komplikasi

49
Walaupun skoliosis tidak mendatangkan rasa sakit, penderita perlu dirawat
seawal mungkin. Tanpa perawatan, tulang belakang menjadi semakin bengkok
dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti :
1. Kerusakan paru-paru dan jantung.
Ini boleh berlaku jika tulang belakang membengkok melebihi 70°.
Tulang rusuk akan menekan paru-paru dan jantung, menyebabkan penderita
sukar bernafas dan cepat capek. Justru, jantung juga akan mengalami
kesukaran memompa darah. Dalam keadaan ini, penderita lebih mudah
mengalami penyakit paru-paru dan pneumonia.
2. Sakit tulang belakang.
Semua penderita, baik dewasa atau kanak-kanak, berisiko tinggi
mengalami masalah sakit tulang belakang kronik. Jika tidak dirawat,
penderita mungkin akan menghidap masalah sakit sendi. Tulang belakang
juga mengalami lebih banyak masalah apabila penderita berumur 50 atau 60
tahun.

4.9 Prognosis
Prognosis tergantung atas besarnya derajat kurva, deformitas dan maturitas
skelertal. Pada derajat kurva yang ringan dengan skeletal yang sudah matur
umumnya tidak mengalami progresif.
Program-program penyaringan sekolah telah membantu untuk
mengidentifikasi banyak kasus-kasus dari scoliosis secara dini. Ini mengizinkan
orang-orang dirawat dengan pengamatan atau membangitkan semangat dan
menghindari keperluan untuk operasi pada banyak kasus-kasus. Kebanyakan
orang-orang dengan scoliosis dapat hidup kehidupan-kehidupan yang penuh,
produktif, dan yang normal. Orang-orang dengan scoliosis mampu menjadi
hamil dan mempunyai anak-anak dengan tidak ada risiko yang meningkat untuk
komplikasi-komplikasi. Mereka mungkin berada pada risiko yang meningkat
untuk tambahan nyeri bagian bawah belakang selama kehamilan. Pada saat ini,
tidak ada penyembuhan untuk scoliosis. Ada opsi-opsi perawatan yang baik
seperti yang didiskusikan diatas. Peneliti-peneliti sedang mencoba menemukan

50
penyebab-penyebab dari tipe-tipe yang berbeda dari scoliosis. Ini akan mudah-
mudahan menjurus pada perawatan yang lebih baik atau suatu kesembuhan.

4.10 WOC

Kongenital Kebiasaan atau Trauma atau penyakit Idiopatik


sikap pada tulang
salahPenyebab
Kurangnya Kerja Otot pada Menyerang salah satu
asupan asam folat ruas tulang sisi samping tulang
pada Ibu hamil belakang terganggu

Sambungan spinal Otot pada samping Corpus vertebra 51


pada bayi tidak satu lebih kuat dari menjadi lebih tipis
sempurna samping lainnya
4.11 Asuhan Keperawatan Umum
a. Pengkajian
1. Anamnesa
1) Data demografi
Meliputi nama, usia (kebanyakan pasien skoliosis adalah anak usia
sekolah) (Kneale 2011), jenis kelamin (kelainan ini kebanyakan

52
dialami oleh wanita. Hal ini disebabkan oleh fisik wanita yang lebih
lemah daripada pria), tempat tinggal, pekerjaan dan diagnosa masuk.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya dirasakan dan menjadi alasan klien
dengan skoliosis meminta pertolongan kesehatan adalah berupa nyeri
punggung.
3) Riwayat penyakit sekarang
Kaji nyeri punggung pada pasien dengan menggunakan metode
PQRST (Faktor pemicu, kualitasnya, daerah, skala dan waktu). Pada
klien skoliosis, kebanyakan pada punggung bagian atas tulang
belakang membengkok ke kanan dan pada punggung bagian bawah
tulang belakang membengkok ke kiri sehingga bahu kanan lebih
tinggi dari bahu kiri. Berjalannya miring dan mudah sekali merasa
lelah setelah berdiri lama Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi
dari pinggul kiri. Pada skoliosis yang berat (dengan kelengkungan
>60) perubahan progresif pada rongga toraks dapat menyebabkan
perburukan pernapasan dan kardiovaskular (Sandra, 2011)
4) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat gangguan
neuromuskular seperti distrofi otot, mielodisplasia/ spina bifida, palsi
serebral, poliomyelitis, paraplegia dan cidera pada ekstermitas bawah.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apabila dalam suatu keluarga ada yang mempunyai riwayat skoliosis
maka anak keturunannya juga akan lebih berisiko mengalami
skoliosis. Faktor genetik mempunyai komponen pada perkembangan
skoliosis karena terjadi peningkatan insiden pada keluarga pasien
dengan skoliosis idiopatik dibandingkan dengan pasien yang tidak
mempunyai riwayat penyakit skoliosis. Maka perlu dikaji adakah
anggota keluarga klien ada yang pernah/ mempunyai kelainan yang
sama.
6) Pengkajian psikologis

53
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang digunakan klien
diperlukan untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakitnya.
Kaji apakah ada dampak yang timbul pada klien seperti rasa cemas
dan gangguan citra diri.

2. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan tanda- tanda vital
(1)RR : Tetap atau meningkat (peningkatan terjadi saat skoliosis
berat).
(2)TD : Normal (120/80 mmHg).
(3)Nadi : Normal (60-100x/ menit) atau meningkat saat nyeri tidak
dapat ditoleransi.
(4)Suhu : Normal (36,5 oC- 37.5oC).
2) ROS (Review of System)
(1)B1 (Breathing)`: Terjadi perubahan fungsi paru apabila klien
mengalami skoliosis torakal berat. Perubahan fungsi paru tersebut
tidak terlihat hingga lengkung torakal sangat parah, mencapai
tingkat kelengkungan lebih dari 70º. (Kneale 2011)
(2)B2 (Blood) : Tidak ditemukan masalah
(3)B3 (Brain) : Tidak ditemukan masalah
(4)B4 (Bladder) : Tidak ditemukan masalah
(5)B5 (Bowel) : Tidak ditemukan masalah
(6)B6 (Bone)
d. Look:
Panjang bahu dapat tidak rata, disertai dengan peningkatan
ruang di antara siku dan batang tubuh akibat deviasi torakal atau
lumbal. Penonjolan salah satu pinggul atau payudara dapat
terlihat. Pelvis juga dapat terlihat dongak.
Pemeriksaan kulit diarea spinal dapat menunjukkan adanya
lesung, sinus, bercak berambut, dan perubahan pigmentasi kulit.
Ketaksamaan panjang ekstremitas juga dikaji (Kneale 2011).

54
Pada pasien dengan skoliosis akan tampak pakaian yang dipakai
tidak pas/ menggantung, cara berjalan tidak seimbang, postur
tubuh miring ke samping, tulang belakang melengkung ke
lateral dan ketinggian bahu tidak sama (Suratun dkk 2008).
e. Feel: Terasa ada tulang iga yang menonjol pada bagian
punggung yang cembung.
f. Move: Pasien dengan skoliosis akan mengeluh kesulitan dalam
bergerak, keterbatasan kemampuan untuk berjalan, cara berjalan
tidak seimbang, kesulitan untuk duduk dan bangkit dari kursi
(Kneale 2011 & Suratun dkk 2008).

3) Pemeriksaan Penunjang
Sinar X anteroposterior (AP) dan lateral pada semua spina
dilakukan dengan posisi kien berdiri, jika memungkinkan. Lengkung
spinal diukur menggunakan system Cobb karena metode ini
memudahkan dokter menilai perkembangan lengkung spinal
sepanjang waktu (Kneale 2011).
MRI dan CT scan dilakukan jika klien mengalami
abnormalitas neurologis, pola lengkung spinal abnormal, skoliosis
konginetal, atau perkembangan kelengkungan spinal yang cepat
(Kneale 2011).

Gambar 12. Foto X-ray Skoliosis


b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan
penekanan paru
2. Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan pergerakan fragmen
tulang

55
3. Gangguan mobilitas fisik (00085) berhubungan dengan penurunan
fungsi pergerakan
4. Harga diri rendah situasional (00120) berhubungan dengan
gangguan citra tubuh

c. Intervensi Keperawatan

Dx NOC NIC
Domain 4: Level 1 Domain II: Kesehatan Monitoring Respirasi (3350)
Aktivitas/ Fisiologis 1. Monitoring RR, irama
Istirahat Level 2 Kelas E: Kardiopulmonar nafas, kedalaman dan
Level 3 Outcomes: Status Respirasi usaha respirasi
Kelas 4: Respons (0415) 2. Monitoring pola nafas
Kardiovaskular/ Kriteria Hasil: (seperti bradipnea,
Pulmonar 1. RR dalam rentang normal (18-20 takipnea, hiperventilasi,
x/menit) (5) respirasi kusmaul,
Ketidakefektifan 2. Suara nafas normal (5) respirasi cheyne-stokes,
Pola Nafas 3. Klien dapat inspirasi dalam (5) apnea, respirasi biot pola
(00032) 4. Tidak ada pernafasan cuping ataxis)
hidung (4) 3. Bantu dan ajarkan pasien
5. Tidak ada sesak saat istirahat (4) melakukan nafas dalam
6. Irama nafas klien teratur (5) 4. Atur posisi tidur semi
Target rating: fowler
1: tidak pernah; 2: jarang; 3: kadang- 5. Auskultasi suara nafas
kadang; 4: sering; 5: selalu secara teratur
Domain 12: Level 1 Domain IV: Pengetahuan dan Manajemen nyeri (1400)
Kenyamanan Perilaku Kesehatan

56
Level 2 Kelas Q: Perilaku Kesehatan 1. Lakukan pengkajian
Kelas1: Level 3 Outcomes:Kontrol Nyeri nyeri secara
Kenyamanan (1605) komperhensif termasuk
Fisik KriteriaHasil: lokasi, karakteristik,
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu durasi, frekuensi,
Nyeri Kronis penyebab nyeri, mampu kualitas, dan faktor
(00133) menggunakan teknik non presipitasi
farmakologi untuk mengurangi 2. Observasi reaksi non
nyeri) (5) verbal dari
2. Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
berkurang dengan menggunkan 3. Kontrol lingkungan yang
manajemen nyeri (4) dapat mempengaruhi
3. Mampu mengenai nyeri (skala, nyeri seperti suhu
intensitas, frekuensi dan tanda rungan, pencahayaan,
nyeri) (5) dan kebisingan.
4. Menyatakan rasa nyaman setelah 4. Ajarkan tentang teknik
nyeri berkurang (4) non farmakologi seperti
5. Tanda vital dalam rentang normal relaksasi nafas dalam,
(4) relaksasi benson.
Target rating: 5. Koloborasi pemberian
1: tidak pernah; 2: jarang; 3: kadang- terapi non farmakologi.
kadang; 4: sering; 5: selalu
D o m a i n 4 : Level 1 Domain I: Fungsi Excercise Therapy
Aktivitas/ Kesehatan (0221)
Istirahat Level 2 KelasC: Mobilisasi 1. Bantu klien untu ambulasi
Level 3 Outcomes: Ambulasi (0200) awal untuk mendorong
Kelas2: KriteriaHasil: mobilisasi sesuai
Aktivitas/ Latihan 1. Mampu melakukan mobilitas di kemampuan klien
sekitar tempat tidur (5) 2. Latih atau ajarkan
Gangguan 2. Tidak terdapat kontraktur dan penggunaan alat bantu
Mobilitas Fisik atropi (5) berjalan jika diperlukan
(00085)

57
3. Mampu melakukan latihan ROM 3. Bantu pasien untuk posisi
secara pasif /aktif (4) atau pergerakan secara
4. Mampumelakukan latihan optimal (Lakukan ROM
berjalan pada jarak yang pendek pasif atau aktif)
sampai sedang (5)
Target rating:
1: tidak pernah; 2: jarang; 3: kadang-
kadang; 4: sering; 5: selalu
Domain 6: Level 1 Domain III: Peningkatan Harga Diri
Presepsi Diri KesehatanPsikososial (5400)
Level 2 KelasM: Psychological well 1. Beri kesempatan klien
Kelas2: being mengungkapkan
Harga Diri Level 3 Outcomes: Harga Diri (1205) perasaan.
KriteriaHasil: 2. Dukung upaya klien
Harga diri rendah 1. Mampu berkomunikasi terbuka(5) untuk memperbaiki citra
situasional 2. Memiliki kepercayaan diri (5) dirinya, semisal dengan
(00120) 3. Menunjukan verbal yang sudah cara memilih pakaian
menerima kondisi (4) yang bisa menutupi
4. Mampumenjaga kontak mata permasalahan postur
dengan orang lain (5) tubuhnya
Target rating: 3. Dorong klien untuk
1: tidak pernah; 2: jarang; 3: kadang- kembali bersosialisai
kadang; 4: sering; 5: selalu dengan orang lain
4. Kaji adanya tanda
gangguan citra diri
(menghindari kontak
mata, ucapan
merendahkan diri sendiri)
setelah dilakukan
intervensi.

58
d. Evaluasi
1. Pola nafas efektif
a. RR berada dalam rentang normal
b. Menunjukkan suara napas yang normal
c. Mampu melakukan inspirasi dalam
d. melaporkan tidak mengalami sesak saat istirahat
e. Irama nafas teratur
2. Nyerihilangatauberkurang
a. Melaporkan tingka tnyeri yang dapat diterima
b. Memperlihatkan kondisi tenang dan rileks
c. Keseimbangan tidur dan istirahat
3. Meningkatkan mobilitas fisik
a. Melakukan latihan rentang gerak secara adekuat
b. Melakukan mobilitas pada tingkat optimal
c. Secara aktif ikut serta dalam rencana keperawatan
d. Meminta bantuan jika membutuhkan
4. Meningkatkan harga diri
a. Mencari orang lain untuk membantu mempertahankan harga diri
b. Secara aktif ikut serta dalam perawatan dirinya
c. Menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi
citra tubuh

59
BAB V
ASUHAN KEPERAWATANKASUS

Kasus Semu:
An. C yang sangat cantik merupakan seorang model remaja pemula berusia 12
tahun, dibawa ke RS Dr. Soetomo oleh ibunya karena mengeluh nyeri punggung
yang semakin berat setelah satu bulan pemotretan. Saat pemotretan, klien juga
mengeluh semakin merasakan kesulitan untuk bisa berjalan seperti model karena
jalannya miring dan mudah sekali merasa lelah setelah berdiri lama. Saat pergi ke
rumah sakit, klien memakai baju dengan bagian punggung terbuka, sehingga saat
pemeriksaan terlihat ada bagian yang cekung-cembung-cekung menurun dari bahu
sampai bokong. Hasil pemeriksaan TTV menunjukan TD: 120/70 mmHg, RR: 20
x/menit, S: 37,5°C, N: 95 x/menit . Wajah klien saat itu tampak murung karena
kontrak modelnya harus diakhiri dan klien tidak pergi ke sekolah karena merasa
malu dengan kondisinya saat ini. Ibu klien mengatakan bahwa klien sempat
mengalami cidera pada ekstermitas bawah selama pemotretan. Hasil foto polos
memperlihatkan rotasi vertebrata pada proyeksi posterior anterior, vertebra yang
mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang kegaris tengah pada ujung
atas dan bawah kurva. Klien didiagnosa medis mengalami skoliosis.

a. Pengkajian
1. Anamnesa
1) Data demografi
Nama : An. C
Usia : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tinggal : Surabaya
Pekerjaan : Pelajar
Diagnosa Masuk : Skoliosis
2) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri punggung
3) Riwayat penyakit sekarang

60
Pasien mengalami perubahan punggung karena ada bagian yang
cekung-cembung-cekung menurun dari bahu sampai bokong sehingga
klien jalannya miring dan mudah sekali merasa lelah setelah berdiri
lama.
4) Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarganya yang
mengalami penyakit yang sama.
5) Keadaan Psikologis
Klien merasa malu dengan kondisinya saat ini.

2. Pemeriksaan Fisik (Review of System)


1) Pemeriksaan tanda- tanda vital
a. RR : 20 x/menit
b. TD : 120/70 mmHg
c. Nadi : 95 x/ menit
d. Suhu : 37,5 oC
2) B1 (Breathing)
Klien tidak mengalami gangguan pernapasan.
3) B2 (Blood)
Tidak ditemukan masalah.
4) B3 (Brain)
Tidak ditemukan masalah.
5) B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah.
6) B5 (Bowel)
Tidak ditemukan masalah.
7) B6 (Bone)
a. Look:
Tampak pakaian yang dipakai tidak pas/ menggantung, cara
berjalan miring, terlihat perubahan punggung karena ada bagian
yang cekung-cembung-cekung menurun dari bahu sampai bokong.
b. Feel:

61
Terasa ada tulang iga yang menonjol pada bagian punggung yang
cembung.
c. Move:
Klien mengeluh mudah lelah dan merasa nyeri punggung saat
diminta bergerak terutama saat diminta berjalan.
b. Analisa Data

No Data Etiologi MK
1. Ds: Skoliosis Nyeri kronis
1. Pasien mengeluh nyeri ↓
pada punggungnya Punggung bagian atas tulang
Do: belakang membengkok ke kanan
1. P : nyeri akan semakin dan pada punggung bagian
terasa saat melakukan bawah, tulang belakang
aktivitas membengkok ke kiri
2. Q : Nyeri dirasakan berat ↓
dan cukup mengganggu Posisi tubuh miring ke lateral
aktivitas ↓
3. R : di daerah punggung Terasa nyeri saat pergerakan
4. S : Skala nyeri 4 ↓
5. T : Nyeri Hilang timbul Nyeri punggung
2. Ds: Skoliosis Gangguan
Klien mengeluh mudah ↓ mobilitas fisik
merasa lelah saat berdiri lama Tulang belakang membengkok
Do: ke samping
1. Klien memilki bagian ↓
punggung yang cekung- Postur tubuh tidak seimbang
cembung-cekung menurun ↓
dari bahu sampai bokong Terjadi kesulitan dalam bergerak
2. Postur tubuh miring ke ↓
samping Gangguan mobilitas fisik

62
3. Ds: Skoliosis Harga diri
Klien mengatakan bahwa ia ↓ rendah
malu dengan kondisinya saat Postur tubuh yang miring ke situasional
ini lateral
Do: - ↓
Tidak percaya diri dengan
keadaan diri

Harga diri rendah situasional
c. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang
b. Gangguan mobilitas fisik (00085) berhubungan dengan penurunan fungsi
pergerakan
c. Harga diri rendah situasional (00120) berhubungan dengan gangguan citra
tubuh

d. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Domain 12: Level 1 Domain IV: Pengtahuan dan Manajemen Nyeri (1400)
Kenyamanan Perilaku Kesehatan 1. Lakukan pengkajian nyeri
Kelas 1: Level 2 Kelas Q: Perilaku Kesehatan secara komperhensif termasuk
Kenyamanan Level 3 Outcomes: Kontrol Nyeri (1605) lokasi, karakteristik, durasi,
Fisik Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas, dan faktor
Nyeri Kronis 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu presipitasi
(00133) penyebab nyeri, mampu menggunakan 2. Observasi reaksi non verbal
teknik non farmakologi untuk dari ketidaknyamanan
mengurangi nyeri) (5) 3. Kontrol lingkungan yang
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dapat mempengaruhi nyeri
dengan menggunkan manajemen nyeri seperti suhu rungan,
(4) pencahayaan, dan kebisingan.

63
3. Mampu mengenai nyeri (skala, 4. Ajarkan tentang teknik non
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) farmakologi seperti relaksasi
(5) nafas dalam, relaksasi benson.
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 5. Koloborasi pemberian
berkurang (4) terapi non farmakologi.
5. Tanda vital dalam rentang normal (4)
Target rating:
1: tidak pernah; 2: jarang; 3: kadang-
kadang; 4: sering; 5: selalu
Domain 4: Level 1 Domain I: Fungsi Kesehatan Excercise Therapy (0221)
Aktivitas/Istira Level 2 Kelas C: Mobilisasi 1. Bantu klien untu ambulasi
hat Level 3 Outcomes: Ambulasi (0200) awal untuk mendorong
Kelas 2: Kriteria Hasil: mobilisasi sesuai kemampuan
Aktivitas/Latih 1. Mampu melakukan mobilitas di sekitar klien
an tempat tidur (5) 2. Latih atau ajarkan
Gangguan 2. Tidak terdapat kontraktur dan atropi penggunaan alat bantu
Mobilitas Fisik (5) berjalan jika diperlukan
(00085) 3. Mampu melakukan latihan ROM 3. Bantu pasien untuk posisi
secara pasif /aktif (4) atau pergerakan secara
4. Mampu melakukan latihan berjalan optimal (Lakukan ROM pasif
pada jarak yang pendek sampai sedang atau aktif)
(5)
Target rating:
1: tidak pernah; 2: jarang; 3: kadang-
kadang; 4: sering; 5: selalu
Domain 6: Level 1 Domain III: Kesehatan Peningkatan Harga Diri
Presepsi Diri Psikososial (5400)
Kelas 2: Level 2 Kelas M: Psychological well 1. Beri kesempatan klien
Harga Diri being mengungkapkan perasaan.
Harga Diri Level 3 Outcomes: Harga Diri (1205) 2. Dukung upaya klien untuk
Rendah Kriteria Hasil: memperbaiki citra dirinya,
1. Mampu berkomunikasi terbuka (5) semisal dengan cara

64
Situasional 2. Memiliki kepercayaan diri (5) memilih pakaian yang bisa
(00120) 3. Menunjukan verbal yang sudah menutupi permasalahan
menerima kondisi (4) postur tubuhnya
4. Mampu menjaga kontak mata dengan 3. Dorong klien untuk
orang lain (5) kembali bersosialisai
Target rating: dengan orang lain (Misal:
1: tidak pernah; 2: jarang; 3: kadang- masuk ke sekolah kembali)
kadang; 4: sering; 5: selalu 4. Kaji adanya tanda
gangguan citra diri
(menghindari kontak mata,
ucapan merendahkan diri
sendiri) setelah dilakukan
intervensi.

e. Evaluasi
1. Nyeri hilang atau berkurang
a. Melaporkan tingkat nyeri yang dapat diterima
b. Memperlihatkan kondisi tenang dan rileks
c. Keseimbangan tidur dan istirahat
2. Meningkatkan mobilitas fisik
a. Melakukan latihan rentang gerak secara adekuat
b. Melakukan mobilitas pada tingkat optimal
c. Secara aktif ikut serta dalam rencana keperawatan
d. Meminta bantuan jika membutuhkan
3. Meningkatkan harga diri
a. Mencari orang lain untuk membantu mempertahankan harga diri
b. Secara aktif ikut serta dalam perawatan dirinya
c. Menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi citra.

BAB VI

65
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Lordosis adalah merupakan kelainan pada tulang belakang bagian perut
melengkung ke depan sehingga bagian perut maju. Salah satu penyebabnya
adalah kondisi tubuh yang memang sudah buruk sejak anak-anak hingga orang
dewasa. Berbagai kebiasaan buruk saat duduk maupun berdiri akan
memperparah kondisi.
Kifosis adalah kelainan pada tulang belakang tubuh yang melengkung ke
belakang, sehingga tubuh menjadi bungkuk. Kifosis adalah suatu kelainan
bentuk pada tulang yang bisa terjadiakibat trauma, gangguan perkembangan
atau penyakit degeneretif
Skoliosis adalah kelainan pada tulang belakang tubuh sehingga tubuh ikut
melengkung kesamping. Penyebab terjadinya skoliosis belum diketahui secara
pasti, tapi dapat diduga dipengaruhi oleh diantaranya kondisi osteopatik,
seperti fraktur, penyakit tulang, penyakit arthritis, dan infeksi.

6.2 Saran
Tenaga medis khususnya perawat sangat perlu mendapatkan pengetahuan
dan pelatihan mengenai penanganan klien dengan kelainan tulang belakang
lordosis, kifosis, dan skoliosis agar nantinya dapat merencanakan asuhan
keperawatan yang tepat sehingga dapat mengurangi komplikasi dan
meningkatkan kesehatan optimal pasien.

DAFTAR PUSTAKA

66
Ali, Iskandar . 2010 . Dahsyatnya Bio Quantum Kesehatan. Jakarta: PT Agro Media
Pustaka
Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol 3. Jakarta: EGC
Benjamin, 2014. Lordosis. Health International Article. Diakses melalui
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003278.htm pada 29
oktober 2015
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ed.8, Vol.3.
Jakarta: EGC.
Bulecheck G. et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth Edition.
Elsevier: Saunders
CLINIC FOR CHILDREN Htpp:/clinicforchildren.wordpress.com
Corwin, Elizabeth. J. 2007. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC
Davis, Kim; Campbell, Anthony (editor); Mardiana, Dina (penerjemah). 2010.
Buku Pintar Nyeri Tulang & Otot. Jakarta: ESENSI
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Dr Widodo Judarwanto SpA KORAN ANAK INDONESIA
Htpp://korananakindonesia.wordpress.com
Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Ed ke-2. New
York: Oxford University Press
Gibson.2002.Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta :EGC
Hamilton N, Weimar W, Luttgens K. Kinesiology : Scientific basic of human
motion. 11th ed. New York : Mc Graw-Hill; 2008
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 2015-2017, Tenth Edition. Oxford: Wiley
Blackwell
Kendall et al. 2005. Muscle: Testing and Function with Postures and Pain.
Lippincott Williams & Wilkins
Kneale, Julia D. 2011. Keperawatan Ortopedik & Trauma Edisi 2. Jakarta. EGC.
Macagno and O’Brien. Thoracic and Thoracolumbar Kyphosis in Adults. Spine
(Phila Pa 1976).2006;31;S161-70

67
Lehnert-Schroth C (2007). Three-Dimensional Treatment for Scoliosis: A
Physiotherapeutic Method for Deformities of the Spine. Palo Alto CA: The
Martindale Press. pp. 1–6
Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Ed 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Middleditch, Alison; Oliver, Jean . 2005 . Functional Anatomy of the Spine, Second
Edition . Elsevier
Moorhead et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC) Fifth Edition.
Elsevier: Saunders
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit,Ed.6,
Vol.2. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang
Lamumpatue
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif
Watampone.
Suratun, dkk. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
U.S. National Library of Medicine. (2012, April 9). U.S. National Library of
Medicine. Retrieved Oktober 8, 2014, from U.S. National Library of
Medicine Web Site: http://www.ncbi.nlm.nih.gov
Whiting, William C. 2008. Biomechanics of Musculoskeletal Injury. USA: Library
of Congress Cataloging

68

Anda mungkin juga menyukai