Anda di halaman 1dari 85

MAKALAH CASE 4 BDS 3

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah blok BDS 3

Disusun oleh

Intan Azhari (160110160001)


Farah Nurisya (160110160002)
Ratri Raichani (160110160003)
Farah Kholidah (160110160004)
Sumayyah Syahidah (160110160005)
Ditya Puteri (160110160006)
M. Fachul Alghifari (160110160007)
Triane Ayu Ramadhani (160110160008)
Khairunnisa Nibras R. (160110160009)
Viorina Arman (160110160010)
Rani Sukmawati (160110160011)
Aldirra Naufa K. (160110160012)
Firdausya Sabrina D. (160110160013)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah case 4
BDS 3 ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua


pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan berkat, imbalan, serta karunia-Nya kepada semua pihak
yang telah memberikan bimbingan dan bantuan yang tidak ternilai.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat


jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan kedepannya.

Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri
penulis sendiri, pembaca sekalian, serta masyarakat luas terutama dalam hal
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Jatinangor, 9 Oktober 2017

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
STUDI KASUS..........................................................................................................................1
1.1 Kasus...........................................................................................................................1
1.2 Mekanisme..................................................................................................................3
1.3 Learning Issue.............................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................5
2.1 Definisi dan Etiologi Karies........................................................................................5
2.2 Klasifikasi Karies......................................................................................................12
2.3 Histopatologi Karies Dentin......................................................................................15
2.4 Pemeriksaan Subjektif................................................................................................17
2.5 Pemeriksaan Intraoral................................................................................................19
2.6 Pemeriksaan Ekstraoral.............................................................................................27
2.7 Teknik Radiografi......................................................................................................33
2.8 Amalgam...................................................................................................................41
Sifat Kimia Amalgam.......................................................................................................46
Sifat Mekanik Amalgam...................................................................................................47
Klasifikasi Amalgam........................................................................................................49
2.9 Preparasi Amalgam...................................................................................................52
2.10 Teknik restorasi amalgam kelas I..............................................................................74
2.11 Polishing Amalgam...................................................................................................78
BAB III.....................................................................................................................................80
PEMBAHASAN......................................................................................................................80
BAB IV....................................................................................................................................84
SIMPULAN.............................................................................................................................84
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................85

3
BAB I
STUDI KASUS

1.1 Kasus

Kasus : Miss Dolly Karisa Ceria

Tutorial 1 bagian 1

Skenario

Seorang perempuan berumur 21 tahun datang ke RSGM Unpad dengan keluhan gigi

belakang kiri rahang bawah terasa ngilu jika dipakai makan sejak 1 minggu yang lalu.

Pasien sudah merasakan adanya celah pada permukaan mengunyah gigi tersebut sejak

lama tetapi tidak menimbulkan keluhan apapun. Rasa ngilu yang dirasakan akhir-akhir ini

akan semakin bertambah jika pasien meminum air dingin atau memakan makanan manis.

Tutorial 1 bagian 2

Dokter gigi yang bertugas melakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan kelainan gigi

yang dikeluhkan oleh Miss Karisa. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan dokter gigi,

didapatkan data sebagai berikut.

Kondisi umum : sehat

Pemeriksaan ekstraoral : tidak ada kelainan

Pemeriksaan intraoral : Karies dentin di oklusal 36; tes dingin (+); perkusi (-)

1
Tutorial 2 bagian 1

Skenario

Berdasarkan pemeriksaan objektif, dokter gigi telah menentukan kepastian bahwa gigi 36

yang selama ini dirasakan oleh pasien mempunyai celah pada permukaan mengunyahnya

mengalami karies dentin tetapi belum terlalu dalam dan dokter gigi menetapkan rencana

untuk menambal gigi tersebut. Dokter gigi menyampaikan kepada pasien bahwa sebelum

perawatan dilaksanakan perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terlebih dahulu untuk

memastikan kedalaman dan perluasan karies pada gigi tersebut dan pasien menyetujuinya

Tutorial 2 bagian 2

Skenario

Pada pertemuan berikutnya, pasien datang dengan membawa hasil pemeriksaan

radiologis. Dokter gigi menyampaikan interpretasi hasil pemeriksaan radiologis tersebut

kepada pasien. Dokter gigi menyampaikan rencana perawatan kepada pasien yaitu

menambal gigi tersebut dengan tambalan amalgam tetapi sebelumnya gigi perlu dibor

terlebih dahulu sebagai tahapan preparasi. Pasien diminta datang kembali seminggu

setelah penambalan selesai untuk mendapatkan pemolesan tambalan sebagai tahap akhir

perawatan.

2
Epilog

Skenario

Beberapa bulan kemudian Miss Karisa datang kembali ke RSGM untuk melakukan

pemeriksaan rutin giginya. Miss Karisa bercerita bahwa sejak giginya yang berlubang

sudah di rawat dan ditambal oleh dokter gigi, dia tidak pernah merasakan sakit gigi lagi.

Miss Karisa terlihat sangat ceria dengan hasil perawatan yang diberikan oleh dokter gigi

1.2 Mekanisme

Celah pada oklusal gigi belakang kiri rahang bawah tanpa adanya ngilu

Ngilu ketika dipakai makan Bertambah ketika


minum air dingin dan
makan makanan manis

KU : Sehat

EO : -

IO : Karies dentin pada oklusal gigi 36,


tes dingin (+), perkusi (-)

Karies dentin pada oklusal gigi kiri rahang bawah

Pemeriksaan radiologi

Rencana perawatan

Preparasi Kavitas

Penambalan dengan amalgam

Pemolesan

3
1.3 Learning Issue

1. Apa itu ngilu?


2. Mengapa gigi terasa ngilu saat makan makanan manis dan minum air dingin?
3. Apa definisi, etiologi, dan patofisiologi dari karies?
4. Apa klasifikasi karies menurut Black dan Mount Hume?
5. Apa itu karies dentin dan bagaimana histopatologinya?
6. Apa saja yang dilakukan dalam pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif?
7. Apa teknik radiografi yang cocok untuk kasus ini?
8. Apa definisi, komposisi, sifat, klasifikasi, indikasi, dan kontraindikasi dari

amalgam?
9. Bagaimana cara preparasi amalgam?
10. Bagaimana cara penambalan dan pemolesan amalgam?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1 Definisi dan Etiologi Karies

Definisi dental karies adalah penyakit yang disebabkan infeksi mikroba pada

jaringan keras gigi (enamel, dentin dan sementum). Proses karies ditandai dengan

adanya demineralisasi dan destruksi pada jaringan keras gigi. Karies biasanya dimulai

dari permukaan gigi (pit, fissure, daerah inter proksimal) dan meluas ke arah pulpa.

Faktor-faktor yang menyebabkan karies antara lain :

1. Host, meliputi gigi dan saliva


a. Gigi
Perlu diperhatikan ada beberapa aspek yang dapat dilihat dari gigi itu

sendiri menyangkut dengan kejadian karies, yaitu melalui morfologi dan posisi

gigi serta dari kandungan gigi. Daerah yang rentan karies yaitu pada daerah pit

dan juga fissure. Gigi yang paling rentan karies yaitu 36, 46, 16, dan 26. Jadi

molar satu adalah gigi yang paling mudah terkena karies dikarenakan

morfologinya yang memiliki pit serta banyak fissure di bagian occlusalnya.

Apabila dilihat dari posisi giginya, seseorang yang memilki gigi yang crowding

akan lebih mudah terkena karies karena makanan akan lebih mudah tersangkut di

sela gigi dan sulit untuk dibersihkan. Kandungan bahan organik dan anorganik

dari gigi juga dapat memoengaruhi kerentanan gigi terhadap terjadinya karies.
b. Saliva

Kandungan ammonia dalam saliva menjadi salah satu resistensi gigi

terhadap karies. Ammonia di dalam saliva berguna untuk memperlambat formasi

plak dan juga membantu menetralkan asam. Rongga mulut memiliki pH normal

berkisar 6-7. Sedangkan pH kritis dalam rongga mulut adalah 5,5 kebawah. Saat

rongga mulut mengalami pH yang kritis maka disitulah terjadi demineralisasi gigi.

Saliva memiliki fungsi penting yaitu sebagai buffer untuk mempertahankan pH

5
rongga mulut. Seseorang yang kekurangan saliva pada rongga mulutnya akan

lebih riskan terkena karies.

2. Agen mikroorganisme

Karies tidak dapat terjadi tanpa adanya mikroorganisme. Berdasarkan prostulat

Koch mengamati terjadinya karies bahwa karies tidak terjadi jika sama sekali tidak

ada mikroorganisme (free organism), karies dapat terjadi walaupun hanya ada 1

bakteri yang berkembang, semua organisme oral tidak kariogenik tapi secara

histology sebagian besar dapat diisolasi dari karies email dan karies dentin. Plak gigi

memegang peran penting dalam terbentuknya karies. Pada plak banyak ditemukan

Streptokokusmutans, Streptokokussanguis, Streptokokusmitis, dan

Streptokokussalivarius serta beberapa strain lainnya.

3. Makanan

Salah satu kandungan dalam makanan yang dapat menyebabkan karies apabial

terdapat mikroorganisme dalam mulut kita ialah karbohidrat. Karbohidrat dapat

dilihat dari tipenya yaitu monosakarida, disakarida, atau polisakarida. Karbohidrat

yang paling memiliki sifat kariogenik adalah sukrosa. Sedangkan polisakarida adalah

karbohidrt yang memiliki sifat kariogenik yang rendah, karena membutuhkan waktu

yang lama untuk mengubahnya menjadi asam. Lalu dapat juga dilihat dari frekuensi

memakannya dan juga waktu tergenangnya di dalam mulut.

Kandungan mineral juga harus diperhatikan dalam kejadian karies.

Kekurangan kalsium dan fosfor dapat memudahkan individu terkena karies, karena

fungsi dari kalsium dan fosfor adalah sebagai faktor pertumbuhan dan perkembangan

gigi. Disamping itu, fluoride dapat menghambat karies. Flouride memiliki tiga fungsi

untuk menghambat karies yaitu sebagai antibakteri, peningkatan remineralisasi, dan

juga penurunan demineralisasi enamel. Flour memiliki kemampuan dalam

6
menghambat produksi polisakarida oleh bakteri kariogenik sehingga menurunkan

perlekatan plak dan mengurangi koloni bakteri. Selain itu , flour juga dapat

menghambat metabolisme karbohidrat oleh bakteri sehingga hasil sampingan berupa

asam dapat dikurangi. Ketika asam dihasilkan karena metabolisme karbohidrat,

penurunan pH akan memicu reaksi flour berlangsung lebih cepat. Rilis flour akan

bereaksi dengan hidroksiapatit dan menghasilkan flourapatit, suatu lapisan Kristal

enamel baru yang lebih kuat dan lebih tahan asam sehingga demineralisasi dapat

dihambat. Proses terbentuknya Kristal baru atau remineralisasi akan berlangsung terus

menerus.

4. Waktu

Perkembangan karies membutuhkan waktu yang tidak singkat, melainkan

berbulan-bulan sampai dengan bertahun-tahun. Sehingga apabila telah terdeteksi

karies sejak dini lebih baik segera ditangani sebelum karies merambat ke struktur gigi

yang paling dalam.

Proses Terjadinya Karies

Komponen mineral dari enamel, dentin dan sementum yaitu hidroksiapatit

yang tersusun atas Ca10(PO4)6(OH)2. Dalam keadaan normal, hidroksiapatit berada

dalam kondisi seimbang dengan saliva yang tersaturasi oleh ion Ca 2+ dan PO43-.

Hidroksiapatit akan reaktif terhadap ion-ion hidrogen pada atau di bawah pH 5.5,

yang merupakan pH kritis bagi hidroksiapatit.

Saat seseorang mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat

terutama sukrosa, karbohidrat ini akan menempel pada plak gigi. Salah satu

komposisi dari plak adalah Streptococcus mutans. Bakteri ini mensekresi enzim

7
glucosyltransferase yang akan mengubah karbohidrat menjadi glukan. Glukan

menyediakan sisi pengikatan spesifik untuk kolonisasi bakteri pada permukaan gigi

dan bakteri satu sama lain.

Jika plak tetap berada pada permukaan gigi yang dilapisi makanan

berkarbohidrat terutama sukrosa, S. mutans akan melanjutkan sintesis polisakarisa dan

memetabolisme gula menjadi asam organik terutama asam laktat sehingga

menurunkan pH dalam mulut. Kondisi pH yang asam akibat hasil fermentasi

karbohidrat oleh S. mutans, membuat ion H+ bereaksi dengan ion PO43- dalam saliva.

Proses ini akan mengubah PO43- menjadi HPO42-. HPO42- yang terbentuk kemudian

akan mengganggu keseimbangan hidroksiapatit dengan saliva, sehingga kristal

hidroksiapatit pada gigi akan larut. Proses ini disebut demineralisasi.

Lesi awal yang timbul akibat proses demineralisasi disebut white spot lesion.

Keadaan ini merupakan tahap kritis. Jika ketidakseimbangan antara demineralisasi

dan remineralisasi terus berlanjut. Kristal hidroksiapatit yang terlarut membuat

permukaan gigi menipis dan dapat berlanjut menjadi kavitas.

Demineralisasi dan remineralisasi terjadi secara dinamis pada permukaan gigi.

Namun apabila terjadi ketidakseimbangan antara keduanya dapat terjadi karies, yakni

jika demineralisasi lebih tinggi daripada remineralisasi.

Proses demineralisasi dapat dibalikkan jika pH di netralkan dan terdapat ion

Ca2+ dan PO43- dalam jumlah yang cukup. Pelarutan apatit dapat menjadi netral

dengan menyangga (buffering), dengan kata lain Ca2+ dan PO43- pada saliva dapat

mencegah proses pelarutan tersebut. Ini dapat membangun kembali bagian-bagian

kristal apatit yang larut. Inilah yang disebut remineralisasi.

8
Gambar 1 Proses Demineralisasi dan Reminealisasi

Terjadinya pembentukan lesi enamel ketika terjadi penurunan pH pada permukaan

gigi hingga berada dibawah imbangan remineralisasi. Ion-ion tersebut masuk ke

dalam selubung prisma yang menyebabkan demineralisasi subpermukaan. Permukaan

gigi tetap terjaga karena di bagian tersebut segera terjadi remineralisasi setelah

penuruan pH akibat adanya peningkatan ion kalsium dan fosfat, fluoride dan buffer

dari produk-produk saliva. Ciri-ciri klinis dari lesi ini meliputi :

a. Hilangnya translusensi enamel dengan adanya bercak putih seperti kapur, khususnya

pada saat kering.

b. Lapisan permukaan yang rapuh dan rentan terhadap kerusakan pada saat pemeriksaan

(probing), khusunya pada pit dan fisura

c. Meningkatnya daya serap (porositas), khususnya pada subpermukaan, yang dibarengi

meningkatnya potensial untuk terjadinya bercak.

d. Berkurangnya kepadatan subpermukaan, yang dapat dideteksi secara radiografis atau

dengan translumination.

e. Potensial remineralisasi, dengan meningkatnya resistensi untuk serangan asam lebih

lanjut dengan penggunaan perawatan peningkatan remineralisasi.

Bila demineralisasi dan remineralisasi terus berlanjut, permukaan lesi akan kolaps

akibat terurainya apatit atau fraktur pada kristal yang sudah melemah hinga pada

9
akhirnya mengakibatkan kavitasi permukaan. Plak kemudian dapat tertahan pada

kedalaman kavitas, dan fase remineralisasi kemudian akan menjaid lebih sulit dan

kurang efektif.

Ketika sudah membentuk kavitas, maka dentin atau pulpa akan menjadi lebih

aktif. Yang harus diingat adalah pulpa akan memperoduksi suatu respon terhadap

asam yang menginvasi pada bagian luar tubula dentin. Sekali bakteri telah masuk

melalui email ke dalam dentin, dan menjadi penghuni permanen kavitas, mereka

dapat berkembang di dalam dentin.

Selain didukung oleh substrat karbohidrat, bakteri juga memproduksi asam, untuk

menguraikan hidroksiapatit di dentin yang lebih dalam. Tekstur dentin akan berubah,

demikian pula dengan warna dentin akan berubah menjadi gelap akibat produk-

produk bakteri atau stain dari makanan dan minuman.

Gambar 2 White Spot Lesion

Gambar 3 Terbentuk kavitas karies yang berwarna cokelat kehitaman

10
Mekanisme Rasa Ngilu

Hydrodinamic Theory

Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Brannstrom dan Astrom. Teori ini

berlaku untuk segala macam rangsangan seperti panas, dingin, tekanan udara, ataupun

tekanan mekanis. Tubulus dentinalis atau pada intertubular dentin, memiliki substansi

cairan. Setiap stimulus yang mengenai gigi akan menyebabkan cairan-cairan di dalam

tubulus dentinalis bergerak. Cairan ini bergerak secara bebas dan menimbulkan

impuls negative atau tekanan negative di dalam intertubuler. Selanjutnya, impuls

rangsangan ini akan diterima oleh tomes fiber yang terdapat di dalam intertubuler

juga. Rangsangan yang melewati tomes fiber akan menyebabkan saraf ini terbuka dan

bergabung dengan saraf selanjutnya.

Setelah itu akan menuju ke nerve ending dan innervasi selanjutnya akan

diambil alih oleh A delta Fiber dan C fiber. A delta fiber terletak banyak pada daerah

dentin ke pulpa. A delta fiber memiliki myelin sehingga mempunyai sifat

menghantarkan rangsangan lebih cepat dan bereaksi cepat. Adapun, C fiber tidak

memiliki myelin, terletak di daerah pulpa ke bawah, dan memiliki sifat penghantaran

saraf yang lama dengan respon nyeri yang lama pula. Transmisi A delta fiber di

dominasi oleh rasa dingin sedangkan pada C fiber memiliki peran nocireceptor atau

memiliki daya hantar banyak, C fiber mampu menghantarkan thermal, kimia, ataupun

mekanik. Rangsangan ini akan dibawa oleh saraf V, trigeminus menuju otak dan

menciptakan rasa nyeri atau ngilu.

2.2 Klasifikasi Karies

Klasifikasi G.V. Black

a. Kelas 1

11
Kavitas terdapat pada permukaan oklusal, yaitu pada pit dan fissure gigi

posterior; premolar dan molar maupun gigi anterior (pada foramen caecum).

b. Kelas 2

Karies terjadi pada permukaan approksimal gigi posterior.Kavitas ini

biasanya terdapat pada permukaan halus di bawah titik kontak yang sulit

dibersihkan.Dapat digolongkan sebagai kavitas MO (mesio-oklusal), DO (disto-

oklusal) dan MOD (mesio-oklusal-distal).Bentuk lesi pada kelas ini adalah elips.

c. Kelas 3

Karies terjadi pada permukaan approksimal gigi anterior, dimana kavitas

berada pada permukaan mesial maupun distal dari incisivus atau caninus.Bentuk

lesi pada kelas ini adalah bulat dan kecil.

d. Kelas 4

Merupakan lanjutan dari karies kelas III, dimana karies ini meluas sampai

pada incisal, sehingga melemahkan sudut incisal edgenya dan dapat

menyebabkan fraktur pada gigi.

e. Kelas 5

Karies terjadi pada permukaan servikal gigi, yaitu 1/3 gingival permukaan

bukal atau lingual.Lesi pada kelas ini lebih dominan timbul dipermukaan yang

menghadap ke fasial atau labial dibandingkan ke arah lingual.

f. Kelas 6

Karies terjadi pada ujung cusp gigi posterior dan ujung edge insisal

incisive.

12

Gambar Klasifikasi Karies Menurut G.V.Black


Klasifikasi G.J Mount & Hume

A. Berdasarkan site (lokasi)


a. Site 1
Karies terletak pada pit dan fissure permukaan gigi anterior

maupun posterior.
b. Site 2
Karies terletak di area kontak gigi (proksimal), baik anterior

maupun posterior.
c. Site 3
Karies terletak di daerah servikal (1/3 mahkota) sejajar gingival.

B. Berdasarkan size (ukuran)


Jika kavitas berkembang dari lesi bercak putih menjadi kavitas

berlanjut sehingga menghancurkan mahkota gigi. Mahkota tersebut

diklasifikasikan menjadi:

a. Size 0

Lesi paling awal atau dini yang diidentifikasi sebagai tahap

awal dari proses demineralisasi berupa white spot.

b. Size 1

Terdapat kavitas dalam ukuran minimal dan sudah melibatkan

denin. Kavitas yang masih minim ini dapat dilakukan perawatan

berupa peningkatan remineralisasi struktur gigi.

c. Size 2

13
Ukuran kavitas sedang, dimana telah melibatkan sedikit bagian dentin.

Masih terdapat struktur gigi yang cukup untuk dapat menyangga

restorasi yang akan ditempatkan.

d. Size 3

Kavitas dengan ukuran lebih besar, dimana struktur gigi yang

tersisa lemah dan cusp atau incisal edgenya telah rusak sehingga tidak

dapat beroklusi dengan baik dan kurang mampu untuk dapat

menyokong restorasi.

b. Size 4

Karies meluas dan hamper semua sstruktur gigi hilang seperti

kehilangan sebagian besar struktur gigi seperti cups/sudut insisal.

Karies hampir atau sudah mengenai pulpa.

Tabel Klasifikasi Karies Mount Berdasarkan Ukuran

2.3 Histopatologi Karies Dentin

Dentin mengandung bahan anorganik yang lebih sedikit dibanding enamel. Selain itu,

dentin memiliki tubulus mikroskopis yang menyediakan jalan keluar masuk dari asam

dan mineral. Oleh karena ciri-ciri tersebut, dentin lebih rentan rusak akibat karies

dibanding enamel.

Tiga macam perubahan yang terjadi selama karies dentin :

a. Asam organik lemah yang mendemineralisasi dentin.

b. Material organik dentin (khususnya kolagen) berdegenerasi dan larut.


14
c. Hilangnya struktur dentin diikuti dengan invasi bakteri.

Lima zona yang terbentuk selama karies dentin :

 Zona 1 : Zona Dentin Reaktif

Zona ini terbentuk di antara dentin dan pulpa yang berfungsi sebagai

suatu reaksi pertahanan terhadap rangsangan yang terjadi di daerah perifer.

Pada zona ini sudah mulai terbentuk sistem pertahanan non spesifik dari pulpa

yang teraktivasi untuk menghambat kerusakan sehingga tidak berlanjut ke

pupa.

 Zona 2 : Zona Sklerotik

Pada zona ini terjadi proses peletakkan mineral ke dalam lumen

tubukus dentin yang menyebabkan warna menjadi translusen. Proses ini

dianggap sebagai mekanisme normal pembentukan denitin peritubuler. Fungsi

dari zona ini adalah untuk mengurangi daya permeabilitas jaringan agar

mencegah asam dan toksin bakteri masuk ke dalam jaringan.

 Zona 3 : Zona Demineralisasi

Pada zona demineralisasi mineral dentin sudah mulai berkurang tetapi

belum ada bakteri yang masuk.

 Zona 4 : Invasi Bakteri

Pada zona ini mineral dentin sudah banyak yang hilang. Hal ini

disebabkan oleh materi organik yang sudah larut. Bakteri sudah masuk ke

tubulus dentin.

15
 Zona 5 : Destruksi / Nekrosis

Pada zona ini dentin sudah dihancurkan oleh bakteri dan materi

organik banyak yan hilang. Selain itu sudah mulai terlihat adanya kavitas pada

dentin.

2.4 Pemeriksaan Subjektif

Penegakan diagnosis dan rencana perawatan merupakan hal yang sangat penting

dilakuhkan oleh dokter gigi karena hal tersebut akan mempengaruhi ketetapan dan

keberhasilan pada pasien. Dalam menegakkan diagnosis ada 4 tahap yang harus dijaga

yaitu disingkat dengan “SOAP” (pemeriksaan subjektif, objektif, assessmen dan treatmen

planning). Pemerikaan subjektif adalah tahapan awal dari penegakkan diagnosa.


Ada 7 hal yang dilakukan dalam pemeriksaan subjektif yakni identitas pasien, keluhan

utama, present illnes, riwayat medik, riwayat dental, riwayat keluarga dan riwayat sosial.
a. Identitas pasien diperlukan sebagai pasca tindakan dapat pula sebagai data mortem

(dental forensic), data identitas pasien meliputi :

1. Nama lengkap panggilan 5. Status pernikahan


2. Tempat dan tanggal lahir 6. pekerjaan
3. Alamat tinggal 7. Pendidikan kewarganegaraan
4. Golongan darah 8. No. Telfon pasien

b. Keluhan utama (Chief Complaint CC)

16
Berkaitan dengan keluhan oleh pasien datang kedokter gigi keluhan utama pasien

akan berpengaruh terhadap pertimbangan dokter dalam menentukan tindakan yang akan

dilakuhkan kepada pasien. Contoh rasa sakit ataupun ngilu rasa tidak nyaman,

pembengkakan, perdarahan, halitosis, rasa malu karena penampilan.

c. Present illness (Present Illness PI)

Mengetahui keluhan utama saja tidak cukup, maka perlu dilakuhkan pengembangan

masalah yang ada dalam keluhan utama dan lain - lain. Mencari tahu kapan pasien

merasakan sakit/ rasa tidak nyaman sejak pertama kali terasa, apakah bersifat berselang

atau terus menerus, dilihat apakah terlalu pasien merasakan sakit, dilihat faktor

pemicunya contoh lokasi, faktor pemicu, karakter, keparahan, penyebaran.

d. Riwayat medik (medikal history/ PMH)

Apakah pasien pernah rawat inap dirumah sakit karena dengan gejala umum demam,

penurunan berat badan serta gejala umum lainnya. Perawatan bedah, radiologi, alergi

obat dan makanan, anestesi, dan rawat inap dirumah sakit karena penyakit riwayat

umum. Jika pasien pernah rawat inap.

e. Riwayat dental (Post Medical History PDH)

Apakah pasien pernah datang kedokter gigi karena akan mempengaruhi seseorang

dokter gigi dalam meninjau tindakan perawatan pada pasien yaitu pasien rutin kedokter

gigi apa tidak, sikap pasien datang kedokter gigi saat dilakuhkan perawatan, keluhan

gigi pasien, perawatan restorasi, dll. Jika pasien pernah datang kedokter gigi.

f. Riwayat keluarga (Famili History FH)

17
Ini berkaitan dengan problem herediter yang berkaitan dengan riwayat penyakit

keluarga, seperti ayah ibu pernah rawat inap dirumah sakit, ayah ibu pernah berkunjung

kedokter gigi memeriksakan keluhan.

g. Riwayat sosial (Sosial History SH)

Riwayat sosial yang dapat dipertimbangkan

1. Apakah pasien masih memiliki keluarga


2. Keadaan sosial ekonomi pasien
3. Pasien pergi kekeluar negeri
4. Riwayat seksual pasien
5. Kebiasaan merokok, minum alkohol, pengguna obat-obatan
6. Informasi tentang diet makan pasien

2.5 Pemeriksaan Intraoral

Pemeriksaan intraoral yang dilakukan adalah pemeriksaan visual, yaitu dengan cara

melihat keadaan rongga mulut pasien. Meliputi jaringan lunak atau gingiva, lidah, bibir

apa ada kemerahan, pembengkakan fistel yang biasanya disebabkan gigi yang mengalami

kelainan periapikal. Perubahan warna, kontur, dan tekstur gigi geligi, serta kebersihan

mulut pasien diperhatikan. Pemeriksaan dalam mulut dilakukan dengan bantuan alat

dasar seperti sonde, kaca mulut, pinset, ekskavator, dan probe; untuk memperjelas

pandangan dapat digunakan kamera intra oral yang dihubungkan oleh monitor.

1.Tes Perkusi

Uji ini digunakan untuk mengevaluasi status periodonsium sekitar gigi (Grossman,

dkk, 1995) dan apikal gigi (Barrat and Pool, 2008). Terdapat dua metode perkusi, yaitu

tes perkusi vertikal dan tes perkusi horizontal. Jika tes perkusi vertikal positif, maka

18
terdapat kelainan di daerah periapikal, dan jika tes perkusi horizontal positif artinya

terdapat kelainan di periodonsium (Ghom, 2007).

Cara melakukan tes perkusi:

Pukulan cepat dan tidak keras pada gigi, mula-mula memakai jari dengan

intensitas yag rendah kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan tangkai

suatu instrumen (tangkai kaca mulut, tangkai sonde) untuk mengetahui apakah ada

rasa sakit pada gigi.


Gigi tetangga sebaiknya di perkusi terlebih dahulu dan kemudian diikuti

dengan tes perkusi pada gigi yang terjadi keluhan.


Untuk mengetahui respon yang lebih valid/benar dapat dilihat dari pergerakan

tubuh pasien, respon refleks rasa sakit, bahkan reaksi yang tidak bisa dikatakan

(Ghom, 2007).

19
Nilai diagnostik pada pemeriksaan perkusi adalah untuk mengetahui apakah jaringan

periapikal gigi mengalami inflamasi. Tes ini tidak menunjukkan pulpa dalam keadaan

vital atau nekrosis. Pada kasus gigi yang vital, iritasi dapat terjadi oleh karena

penempatan restorasi dan bruxism, dimana kondisi ini menyebabkan iritasi pada ligamen

periodontal. Pada kasus gigi yang nekrosis jaringan nekrotik yang banyak didalam gigi

akan terdorong keluar melewati foramen periapikal menuju jaringan dibawah gigi yang

menyebabkan rasa sakit (Barrat and Pool, 2008).

Perbedaan yang ada pada nyeri yang disebabkan oleh inflamasi periodonsium, besar

kemungkinan berada dalam kisaran ringan sampai moderat. Inflamasi periapikal

merupakan kasus yang mungkin terjadi jika nyeri sangat tajam dan menyebabkan respon

penolakan.

2. Tes Palpasi

20
Palpasi dilakukan jika dicurigai ada pembengakakan, dapat terjadi intraoral atau

ekstra oral. Abses dalam mulut terlihat sebagai pembengkakan dibagianlabial dari gigi

yang biasanya sudah non vital. Tes sederhana ini dilakukan dengan ujung jari

menggunakan tekanan ringanuntuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa sakit.

3. Tes Tekan

Dilakukan dengan cara pasien menggigit ujung tangkai instrumen seperti kaca mulut

atau dilakukan dengan cara memberikan tekanan dengan jari. Tes tekan dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya fraktur atau kelainan pada periapikal.

4. Tes Mobilitas-Depresibilitas

Tes mobilitas digunakan untuk mengevaluasi integritas attachment apparatus di

sekeliling gigi. Tes mobilitas dilakukan dengan cara menggerakkan suatu gigi ke arah

lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari, atau lebih diutamakan , menggunakan

tangkai dua instrumen (ex: kaca mulut, sonde, excavator).

21
Tujuan dilakukannya tes mobilitas ini adalah untuk menentukan apakah gigi

terikat kuat atau longgar pada alveolusnya. Banyaknya gerakan menunjukkan kondisi

periodonsium; makin besar gerak gigi makan makin buruk status periodontalnya.

Demikian pula, tes depresibilitas adalah dengan menggerakkan gigi ke arah

vertikal dalam soketnya. Tes depresibilitas dapat dilakukan dengan jari maupun

dengan instrumen. Bila dijumpai adanya depresibilitas, kemungkinan

mempertahankan gigi sangat kecil.

Adapun klasifikasi mobilitas, yaitu mobilitas grade 1 gerakan yang nyata

namun pergerakannya kurang dari 1 mm, mobilitas grade 2 adanya pergerakan gigi

dalam jarak 1 mm, dan mobilitas grade 3 adanya pergerakan gigi dalam jarak lebih

besar dari 1 mm atau gigi dapat ditekan. (Grossman, dkk, 1995)

5. Tes Termal (Panas dan Dingin)

Tes termal meliputi aplikasi dingin dan panas pada gigi, untuk menentukan

sensitivitas terhadap perubahan termal. Meskipun keduanya merupakan tes

sensitivitas, namun tes dingin dan panas berbeda dan digunakan untuk alasan

diagnostik yang berbeda. Suatu respon terhadap dingin menunjukan pulpa vital, tanpa

memperhatikan apakah pulpa normal atau abnormal, sedangkan apabila gigi tersebut

tidak merespon menandakan bahwa pulpa gigi dalam keadaan nonvital atau nekrosis.

Dan suatu respon saat tes panas menunjukkan adanya gangguan pulpa atau periapikal.

Tes dingin dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dapat

menggunakan udara dingin, etil klorida. Tes dingin menggunakan udara dingin dapat

dilakukan dengan cara memberikan semprotan/cucuran udara dingin yang dikenakan

langsung pada mahkota gigi yang sebelumnya dikeringkan serta pada tepi gusi. Suatu

22
cara lain yang lebih umum adalah dengan meletakkan kapas yang dibasahi etil klorida

ke permukaan gigi. Tujuan dari dilakukannya tes dingin adalah untuk memeriksa

apakah pulpa gigi masih dalam keadaan vital atau tidak.

Tes panas dapat dilakukan dengan menggunakan udara hangat jika diperlukan

temperatur yang lebih panas untuk mengetes uji panas dapat digunakan air panas,

burnisher panas, gutta-perca panas atau compound panas ataupun instrumen yang

dapat menghantarkan temperatur yang terkontrol pada gigi. Bila timbul suatu respon,

benda panas harus segera diambil. Panas yang diberikan harus dijaga agar tidak

berlebihan atau memperpanjang aplikasi panas pada gigi.

23
6. Tes Anestesi

Tes ini terbatas hanya dilakukan bagi pasien yang sedang merasa sakit pada

waktu dites. Tes anestesi juga berguna untuk menentukan gigi yang sakit ketika pasien

tidak dapat melokalisir rasa sakit tersebut pada gigi yang tepat, pasien hanya

menyataka sakitnya didaerah sekitar atau bagian tertentu. Tes anestesi dapat dilakukan

dengan cara menggunakan injeksi anestesi pada gigi yang paling posterior pada

daerah yang dicurigai sebagai penyebab rasa sakit. Bila masih terasa sakit setelah gigi

dianestesi penuh, lakukan anestesi gigi di sebelah mesialnya, dan lanjutkan

melakukan demikian hingga sakitnya hilang.

24
7. Tes Kavitas

Tes kavitas memungkinkan klinisan untuk menentukan vitalitas pulpa. Tes ini

dilakukan bila cara diagnosis lain telah gagal. Tes kavitas dilakukan dengan cara

mengebur melalui pertemuan email-dentin gigi tanpa anestesi. Pengeburan harus

dilakukan dengan kecepatan rendah dan tanpa air pendingin. Sensitivitas atu nyeri

yang dirasakan pasien merupakan suatu petunjuk vitalitas pulpa.

25
8. Tes Elektris

Alat yang digunakan yaitu EPT (Electic Pulp Test) merupakan alat pembantu

dalam menentukan vitalitas gigi dengan menggunakan aliran listrik yang bertahap

untuk mendapatkan respon dari pulpa.

2.6 Pemeriksaan Ekstraoral

1.Asimetris kepala dan leher

o Pembengkakan local
o Perubahan memar
o Pengelupasan
o Bekas luka

26
2. Palpasi wajah
Pada wajah kita dapat mempalpasi daerah otot mastikasi untuk dapat melihat adanya

pembengakan.
 Otot pterygoid lateral
Palpasi daerah yang terdekat dengan kondilus dan kapsul sendi

berdekatan dengan tuberositas maksila. Palpasi dilakukan dengan cara

membuka mulut dan mandibular kesamping.

 Otot temporalis
Dipalpasi keduanya dari luar dan dilakukan saat pasien

mengoklusikan gigi.

27
 Otot masseter
Dipalpasi dibawah mata, dan dibelakan arkus zygomatikum dengan

cara 2 jari mempalpasi didepan tragus (tonjolan kartilago) (Rakosi and

Graber, 1993)

3.Palpasi mulut

 Morfologi bibir : memeriksa keselarana profil bibir dengan elemen mukosa.

 Kompeten dan inkompeten : kompeten dilihat dimana keadaan bibir pada

kontak tipis saat otot relaksasi. Inkompeten dilihan dengan bibir pendek saat

28
tidak bersentuhan dengan bibir atas saat relaksasi kontak bibir dapat terjadi

bia ada kontraksi bibir aktif otot orbicularis oris dan otot mentalis.

4. Palpasi leher
Palpasi kelenjar limfe/nodus limfatikus. Jika keras dan sakit bersamaan

dengan pembengkakan wajah, naiknya temperature tubuh, maka kemungkinan adanya

infeksi yang telah meluas kearah sistemik.

29
5. Lebar bukaan mulut

Diukur dengan jangka sorong, dengan ukuran normal diukur dari bukaan

mulut maksimal pada ujung incisal 40-50 mm. Atau bisa memasukan 2 jari ke dalam

30
mulut untuk perempuan dan 3 jari untuk laki-laki.

6. Pemeriksaan TMJ

Pemeriksaan TMJ dapat dilakukan dengan 2 cara:

 Auscultation
Dengan memakai stetoskop untuk menguji adanya clicking dan crepitation,

bias didiagnoda saat pergerakan anteroposterior dan esentrik mandibular.

 Palpasi
Dapat menunjukkan kemungkinan sakit atas tekana pada daerah kondilus
 Lateral palpasi
Letakkan jari telunjuk pada bagian samping TMJ, dan rasakan adanya

kelunakan dan pergerakan yang tidak biasa dari kondilus.

31
 Posterior palpasi
Letakkan jari kelingking pada bagian luat meatus telingan dan palpasi

permukaan belakang kondilus saat pergerakan mandibular.

2.7 Teknik Radiografi

Teknik radiografi yang digunakan untuk kasus karies dentin ini:

1. Teknik Periapikal

Radiografi periapical merupakan teknik radiografi intraoral yang dibuat untuk

melihat suatu gigi dan jaringan di sekitar daerah apikalnya. Pada satu film kita bisa

dapat dua sampai empat gambaran gigi beserta tulang alveolar disekitarnya.

Radiografi periapikal adalah salah satu jenis radiografi intraoral yang


menggambarkan 3-4 gigi dan jaringan sekitarnya.5 Radiografi periapikal

dibagi menjadi dua teknik yaitu paralel dan bisekting. Pada teknik paralel film

diletakan pada pegangan film (film holder) dan diposisikan sejajar dengan sumbu

32
gigi. Pada teknik bisecting film diletakkan sedekat mungkin permukaan

palatal/lingual gigi.

Adapun keuntungan dari teknik paralel adalah gambar yang dihasilkan akurat
dengan sedikit pembesaran, jaringan periapikal terlihat dengan baik,

memungkinkan mendeteksi karies proksimal. Adapun kerugiannya yaitu posisi film

menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien terutama untuk gigi posterior, serta

kesulitan menempatkan film holder dalam mulut bagi operator yang tidak

berpengalaman.
Sedangkan keuntungan dari teknik bisecting adalah posisi film tidak

mengganggu dan nyaman digunakan untuk pasien di semua area mulut. Kerugiannya

yaitu masalah angulasi yang sering terjadi, dan sering mengakibatkan gambar yang

buruk terdistorsi.

Teknik radiografi periapikal yang telah dikembangkan:


1. Teknik parallel
2. Teknik bisektris

2. Teknik Parallel

1. Film diletakkan pada holder didalam mulut sejajar sumbu panjang gigi.

2. Ujung tabung sinar X diarahkan pada sudut yang tepat (vertical dan horizontal)

terhadap gigi dan filmnya.

3. Dengan menggunakan film holder beserta film packet dan posisi ujug tabung sinar X

yang tepat, tenik ini dapat dilakukan berulang.

33
3. Teknik Bisektris

1. Paket film diletakkan sedekat mungkin dengan gigi yang akan diradiograf tanpa

dibengkokkan.

2. Tentukan sudut antara sumbu panjang gigi dengan sumbu panjang film

3. Ujung tabung sinar X diletakkan pada sudut sebelah kanan garis bisektris dengan

pusat arah sinar diarahkan ke apeks gigi

4. Dengan prinsip geometris segitiga sama sisi, ukuran panjang sebenarnya gigi dimulut

akan sebanding dengan panjang gigi pada film.

4. Teknik Bitewing

34
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Raper pada tahun 1925. Pada teknik

bitewing digunakan film bitewing yang berukuran 3,2 x 4,1 cm yang sudah diberi tabs dan

loops yang dimasukkan ke dalam mulut penderita (Margono 1998).

Dasar teknik bitewing ini adalah teknik kesejajaran yang sedikit dimodifikasi, dengan

sudut antara bidang vertikal dengan konus sebesar 0o – 10o derajat. Pembuatan teknik

bitewing ini dipakai alat bite tabs dan bite loops (Margono 1998).

Pelaksanan teknik bitewing menggunakan film berukuran 3,2 x 4,1 cm. Apabila film

yang dipergunakan ukurannya lebih besar maka harus hati-hati memasukkan ke dalam

mulut penderita supaya penderita tidak merasa sakit (Margono 1998).

Posisi kepala pada teknik bitewing sama seperti pada pembuatan teknik bidang bagi

dan teknik kesejajaran, maka bidang yang perlu diperhatikan adalah bidang vertikal

(bidang sagital) harus tegak lurus dengan bidang horizontal dan bidang oklusal harus

sejajar dengan bidang horizontal (Margono 1998).

Film yang sudah diberi tabs atau loops dimasukkan ke dalam mulut penderita. Film

dipegang oleh operator dengan jari telunjuk yang diletakkan pada tab, sedemikian

sehingga tab menyentuh permukaan oklusal dari gigi. Penderita diminta menutup

mulutnya perlahan-lahan, sementara operator melepaskan jari telunjuknya, dan akhirnya

penderita diminta menggigitkan gigi-gigi atas dan bawah sehingga berkontak (gambar

2.12).

Ukuran film menentukan hasil dari radiogramnya. Yang terpenting adalah

mendapatkan hasil dari radiogram tersebut sampai pada bagian proximalnya tanpa terlihat

gambaran rahang (Margono 1998).

35
RADIOANATOMI KARIES DENTIN

Dalam menginterpretasi suatu gamabaran periapical ada beberapa bagian yang harus

diperhatikan yaitu:

1. Mahkota

2. Akar

3. Membran periodontal

4. Laminadura

5. Furkasi

6. Puncak tulang alveolar

7. Periapikal

8. Kesan

9. Suspek radiografis/diagnose radiografi

36
Dibawah ini akan dijelaskan bagaimana cara menginterptesi dari tiap bagian yang

menjadi perhatian:

1. Mahkota Mahkota adalah bagian anatomi gigi yang terlihat secara klinis

dari insisal/oklusal sampai servikal (lihat gambar 3.1) Didalam lembar interpretasi

diisi dengan :

a. Kondisi mahkota/keadaan kelainan pada mahkota berupa radiolusent atau Radioopak

b. Arah perjalanannya/ kedalamannya kelainan seperti dan oklusal ke

sarnpai dentin, atau dan mesial sarnpai mendekati pulpa atau sudak kamar pulpa.

2. Akar adalah bagian anatomi semua akar klinis gigi yang terlihat secara radiografi dari

servikal gigi sampai apikal. Didalam lembar interpretasi diisi dengan :

a. Jumlah akar, seperti dua buah, tunggal atau tigabuah

b. Bentukakar seperti bengkok kearah distal, mesial, konvergen atau divergen

c. Kondisi patologis seperti adanya garis fraktur, resobsi intema

ataupun eksterna.

3. Membran periodontal

Membran periodontal adalah jaringan ikat yang melekatkan gigi dengantulang

alveolar dimana letaknyaada disekelilingnya. Didalam lembar interpretasi diisi denga

n:

a. Dalam batas normal : membran yang tidak ada kelainan di

perlihatkan dalan bentuk tidak adanya banyangan radiolusent sepanjang akar

37
b. Melebar: membran yang mengalami peradangan ditujukkan dengan garis

radiolusent sepanjang akar dapat sebagaian ataupun keseluruhan

c. Menghilang : ditunjukkan"dengan tidak adanya membran digantikan oleh

lesi yang jauhlebihbesar

4. Laminadura

Laminadura adalah lapisan terluar pada tulang alveolar. Didalam lembar

interpretasi, diisi dengan:

a. Dalam batas normal :bila tidak tampak garis radiolusent disepanjang tulang

alveolar yangmengelilingi gigi

b. Terutus-putus : bila terdapat bayangan radioopak disepanjang tulang

baik I ataupun sebagian

c. Menebal :apabila bayangan radioopak terlihat jelas di sepanjang tulang

alveolar

d. Menghilang : apabila laminadura telah tertutup oleh lesi ataupun lainnya

berukuran lebih besar

5. Furkasi Furkasi secara klinis/radiografis adalah daerah daerah percabangan akar.

Didalam lembar interpretasi diisi dengan :

a. Dalam batas normal : bila tidak terdapat kalainan

38
b. Bayangan radiolusent bila terdapat lesi ataupun furkasi yang terbuka (tidak

terdukung tulang lagi)

c. Radiopak apabila ada lesi yang radioopak

6. Puncak Tulang Alveolar Puncak tulang alveolar adalah bagiantulang yang secara

anatomi mengelilingi gigi dari mulai cement enamel junction sampai foramen.

Pada daerah ini yang sering ditulis resorpsi puncak tulang alveolar. Resoipsi

puncak tulang alveolar mi terdiri dari resorpsi horizontal dan vertikal ataupun bentuk

lainnya seperti arch shape tetapi hal ini jarang. Didalam lembar interpretasi diisi

dengan :

a. Dalam batas normal: apabila tidak terdapat kelainan pada puncak tulang

b. Resorbsi: apabila puncak tulang mengalami penurunan baik secara horizontal,

vertikal ataupun bentuk lainnya

7. Periapikal Periapikal gigi secara anatomi adalah daerah dibawah foremen

apikaldari gigi. Didalam lembar interpretasi diisi dengan :

a. Dalam batas normal: apabila tidak tampak adanya lesi ataupun kelainan.

b. Lesi Radiolesent Periapikal

 Periapikal abses : Radiolusent difus dengan batas tidak jelas dan tidak

tegas

39
 Granuloma periapikal : Radiolusent dengan batasjelas tetapi

tidak tegas

 Kista periapikal/residual kista : radiolusent dengan batas jelas dan

tegas

c. Lesi Radioopak periapikal

Merupakan bayangan radioopak yang berada di daerah ini seperti contohnya

hipercementosis, condensing ostetis dll

Setelah semua informasi terkumpul maka sudah dapat ditarik kesimpulan yang

ditulis dalam :

8. Kesan Radiografi

Kesan radiografis merupakan kesimpulan dari semua point yang ada kelianannya.

Diisi dengan keterangan point yang bermasalah mulai dan l(mahkota) sampai 7

(periapial). Kesan : terdapat kelainan pada mahkota, akar, membran periodontal,

lamina dura tergantung pada point yang menunjukkan kelainana secara radio

grafi yang telah dijelaskan.

Suspect Radiografi / Dugaan Diagnosa secara

Radiografi BefirienfangTemungkinan diagnosa radiografis yang dapat

ditentukan berdasarkan keterangan yang dijelaskan .Contoh : periodontitis apikal ec

nekrose pulpa, periodontitis marginalis dll

40
2.8 Amalgam

Definisi

Amalgam merupakan alloy air raksa dengan beberapa campuran logam lainnya.

Pada suhu kamar, air raksa berwujud cair,namun dapat segera mengalami reaksi

amalgamisasi dengan logam seperti perak ,timah putih (tin, Sn) dan Tembaga

(cuprum,Cu) segingga menghasilkan suatu bahan yang padat.

Dental amalgam adalah bahan tambal yang paling banyak digunakan untuk

menambal gigi posterior. Air raksa/merkuri dicampur dengan puder alloy untuk

mendapatkan bahan plastis yang kemudian dimasukkan ke dalam kavitet preparasi.

Amalgam direkomendasikan untuk digunakan sebagai bahan tambal gigi

posterior yang memerlukan banyak kekuatan tetapi nilai estetisnya diabaikan.

Tambalan amalgam ini dapat bertahan 12 hingga 15 tahun. Saat ini, dental amalgam

sudah banyak ditinggalkan dikarenakan faktor bahannya yang berbahaya serta nilai

estetik yang kurang.

Komposisi

A. Alloy

Fungsi unsur – unsur kandungan bahan restorasi terdiri atas :

 Silver

a. Memutihkan alloy

b. Menurunkan creep

c. Meningkatkan strength

d. Meningkatkan setting ekspansion

e. Meningkatkan resistensi terhadap tarnis

41
 Tin

a. Mengurangi strength dan hardness

b. Menngendalikan reaksi antara perak dan merkuri. Tanpa timah reaksi akan

terlalu cepat terjadi dan setting ekspansi tidak dapat ditoleransi.

c. Meningkatkan kontraksi

d. Mengurangi resistensi terhadap tarnis dan korosi

 Copper

a. Meningkatkan ekspansi saat pengerasan

b. Meningkatkan strength dan hardness

 Zinc

a. Zinc dapat menyebabkan terjadinya suatu ekspansi yang tertunda bila

campuran amalgam terkontaminasi oleh cairan selama proses

pemanipulasiannya.

b. Zinc berperan sebagai pembersih ataupun deoxidizer selama proses

pembuatannya, sehingga dapat mencegah oksidasi dari unsur – unsur penting

seperti silver, copper ataupun tin. Alloy yang dibuat tanpa zinc akan menjadi

lebih rapuh

 Palladium

a. Mengeraskan alloy

b. Memutihkan alloy

 Platinum

a. Mengeraskan alloy

B. Merkuri/ Air Raksa (Hg)

42
Merkuri merupakan logam yang berada pada kondisi cair dan bersifat dapat

mencampurkan logam lain. Pada suhu kamar, memiliki titik beku -390C. Merkuri

merupakan bahan yang sangat beracun sehingga perlu diperhatikan prosedur

penanganan dan penyimpanannya. Prosedur yang tepat dalam penyimpanan merkuri:


a. Ventilasi yang baik di ruangan praktek
Tanpa adanya ventilasi yang baik menyebabkan kadar air dalam raksa

melebihi angka toleransinya.


b. Pelarangan penggunaan karpet
Hal ini dikarenakan karpet dapat menjebak air raksa yang terjatuh.
Air raksa yang digunakan dalam memanipulasi alloy haruslah air raksa murni.

Taraf kemurnian raksa paling baik yaitu tidak mengalami kontaminasi permukaan dan

mengandung residu yang tidak menguap. Kontaminan yang paling umur pada merkuri

yaitu arsen yang dapat menyebabkan nekrosis pulpa.

Sifat Fisik

1. Creep

Creep adalah sifat viskoelastik yang menjelaskan perubahan dimensi secara bertahap

yang terjadi ketika material diberi tekanan atau beban. Untuk tumpatan amalgam,

tekanan mengunyah yang berulang dapat menyebabkan creep. ANSI-ADA specification

no.1 menganjurkan agar creep kurang dari 3%. Amalgam dengan kandungan tembaga

yang tinggi mempunyai nilai creep yang jauh lebih rendah, beberapa bahkan kurang dari

0,1%.

2. Stabilitas Dimensional

Idealnya amalgam harus mengeras tanpa perubahan pada dimensinya dan

kemudian tetap stabil. Meskipun demikian ada beberapa faktor yang mempengaruhi

dimensi awal pada saat pengerasan dan stabilitas dimensional jangka panjang.

43
Amalgam dapat memuai dan menyusut tergantung pada cara manipulasinya, idealnya

perubahan dimensi kecil saja. Kontraksinya yang hebat dapat menyebabkan

terbentuknya kebocoran mikro dan karies sekunder.

Perubahan dimensional dari amalgam tergantung pada seberapa banyak amalgam

tertekan pada saat pengerasan dan kapan pengukuran dimulai. Spesifikasi ADA no.1

menyebutkan bahwa amalgam dapat berkontraksi atau berekspansi lebih dari 20

μm/cm, diukur pada 300C, 5 menit dan 24 jam sesudah dimulainya triturasi dengan

alat yang keakuratannya tidak sampai 0,5 μm.

Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi perubahan dimensi adalah :

a. Komposisi Alloy : semakin banyak jumlah silver dalam amalgam, maka akan

lebih besar pula expansi yang terjadi.


b. Rasio mercury:alloy : makin banyak mercury, akan semakin besar tingkat

expansinya.
c. Ukuran partikel alloy : dengan berat yang sama, jika ukuran partikel

menyusut, maka total area permukaan alloy akan meningkat.


d. Waktu triturasi : merupakan faktor paling penting. Secara umum, semakin

lama waktu triturasi, maka ekspansi akan lebih kecil.


e. Tekanan kondensasi : Jika amalgam tidak mengalami kondensasi setelah

triturasi, akan terjadi kontraksi dalam skala besar karena tidak terganggunya

difusi mercury ke alloy.

Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi:
1. Gigi posterior yang tidak mementingkan estetik
2. Pasien dengan indikasi karies tinggi
3. Usia pemakaian relative lama
4. Karies pada pit&fissure, daan bagian proximal gigi
5. Daerah yang perlu direstorasi yang besar
6. Daerah dengan beban kunyah tinggi

Kontraindikasi:

1. Restorasi berukuran kecil-sedang yang tidak dapat diisolasi

44
2. Gigi antagonis menggunakan restorasi logam yang berbeda, dapat menyebabkan

arus galvanic
3. Mengutamakan estetika

Sifat Kimia Amalgam

1. Reaksi Elektrokimia Sel Galvanik

Korosi galvanic atau bimetalik terjadi ketika dua atau lebih logam

berbeda atau alloy berkontak dalam larutan elektrolit , dalam hal ini adalah

saliva . Besarnya arus galvanis dipengaruhi oleh lama/usia restorasi , perbedaan

potensial korosi sebelum berkontak dan daerah permukaan. Jarak yang cukup

lebar/besar dihasilkan dan kontak elektrik dari beberapa restorasi secara in vivo.

Untuk restorasi amalgam - amalgam , perbedaan potensial korosi sebelum

berkontak mungkin akan berguna dalam memprediksi besarnya arus galvanis,

yang mana paling tidak perbedaan keluarnya adalah 24 mV. Hubungan lama

restorasi dengan besar arus galvanic berbanding terbalik .artinya semakin lama

usia restorasi amalgam dengan tumpatan lainnya , semakin kecil arus galvanic

yang dihasilkan.

2. Korosi

Korosi adalah reaksi elektrokimiawi yang akan menghasilkan degradasi

struktur dan properti mekanis. Banyak korosi amalgam terjadi pada bagian pits

dan cervical. Korosi dapat mengurangi kekuatan tumpatan sekitar 50%, serta

memperpendek keawetan penggunaan.

3. Tarnish

45
Reaksi elektrokimia yang tidak larut, adherent, serta permukaan film yang

terlihat dapat menyebabkan tarnish. Penyebab discoloration yang paling terkenal

adalah campuran silver dan copper sulfida karena reaksi dengan sulfur dalam

makanan dan minuman.

Sifat Mekanik Amalgam

1. Kekuatan

Dental amalgam mempunyai berbagai macam struktur, dan kekuatan

struktur tersebuttergantung dari sifat individu dan hubungannya antara satu

struktur dengan struktur yanglainnya.Dental amalgam adalah material yang

brittle/rapuh. Kekuatan tensile amalgamlebih rendah dibanding kekuatan

kompresif. Kekuatan kompresif ini cukup baik untukmempertahankan kekuatan

amalgam, tetapi rendahnya kekuatan tensile yang memperbesarkemungkinan

terjadinya fraktur/retakan.

Beberapa faktor yang mengontrol/mempengaruhi kekuatan amalgam:

a. Rasio mercury:alloy : jika mercury yang digunakan terlalu sedikit, maka partikel

alloytidak akan terbasahi secara sempurna sehingga bagian restorasi alloy tidak

akanbereaksi dengan mercury, menyisakan peningkatan lokal porositas dan

membuatamalgam menjadi lebih rapuh.


b. Komposisi alloy : komposisi tidak terlalu berpengaruh terhadap kekuatan

amalgam.Beberapa sumber mengatakan amalgam yang tinggi copper dengan tipe

dispersi lebih kuat dibanding alloy dengan komposisi konvensional.


c. Ukuran dan bentuk partikel : kekuatan amalgam diperoleh dengan ukuran

partikelyang kecil, mendukung kecenderungan fine atau microfine particles.

46
d. Porositas : sejumlah kecil porositas pada amalgam akan mempengaruhi

kekuatan.Porositas dapat dikurangi dengan triturasi yang tepat, dan yang lebih

penting adalah teknik triturasi yang baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan diantaranya.

1. Efek Triturasi. Efek triturasi terhadap kekuatan tergantung pada jenis logam

campur amalgam, waktu triturasi, dan kecepatan amalgamator.


2. Efek Kandungan Merkuri. Faktor penting dalam mengontril kekuatan adalah

kandungan merkuri dari restorasi tersebut. Merkuri dalam jumlah yang cukup

haris dicampur dengan logam camput untuk menutupi partikel-partikel logam

campur dan memungkinkan terjadinya amalgamasi yang menyeluruh. Masing-

masing partikel logam campur harus dibasahi oleh merkuri. Bila tidak, akan

terbentuk adonan yang kering dan berbutir-butir. Adonan semacam itu

menghasilkan permukaan yang kasar dan berlubang-lubang yang dapat

menimbulkan korosi. Setiap kelebihan merkuri yang tertinggal pada restorasi

dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan dalam jumlah yang cukup besar.


3. Efek Kondensasi. Tekanan kondensasi, dan bentuk partikel campur, semuanya

mempengaruhi sifat amalgam. Jika digunakan teknik kondensasi tipikal dan

logam campur lathe-cut, makin besar tekanan kondensasi, makin tinggi kekuatan

kompresinya, terutama kekuatan awal (misalnya pada 1 jam).Teknik kondensasi

yang baik akan memeras keluar merkuri dan menghasilkan fraksi volume dari

fase matriks yang lebih kecil. Tekanan kondensasi yang tinggi diperlukan untuk

mengurangi porositas dan mengeluarkan merkuri dari amalgam lathe-cut.

Sebaliknya, amalgam sferis yang dimampatkan dengan tekanan rignan akan

mempunyai kekuatan yang baik.


4. Efek Porositas. Ruang kosong dan porus adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi kekuatan kompresi dari amalgam yang sudah mengeras.

47
5. Efek Laju Pengerasan Amalgam. Spesifikasi ADA menyebutkan kekuatan

kompresi minimal adalam 80 Mpa pada 1 jam. Kekuatan kompresi 1 jam dari

amalgam komposisi tunggal yang kandungan tembaganya tinggi sangatlah besar.


6.

Klasifikasi Amalgam

Amalgam dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga hal, yaitu berdasarkan bentuk

partikel alloynya, berdasarkan jumlah metal alloy, berdasarkan kandungan tembaga,

dan berdasarkan kandungan zincnya.

Amalgam dibedakan menjadi tiga berdasarkan bentuk partikelnya, yaitu:

a. Alloy lathe-cut

Alloy ini memiliki bentuk

yang tidak teratur. Untuk membuat lathe cut, batang alloy yang sudag diannealing

dimasukkan dalam mesin giling, kemudian dipotong dengan alat potong atau bit.

Potongan yang didapat seringkali berbentuk jarum, dan beberapa pabrik memperkecil

ukurannya dengan penggiling bulat. Annealing atau biasa disebut dengan

homogenisasi adalah pemanasan untuk mengembalikan hubungan fase. Hal ini

diperlukan karena batang alloy cepat dingin dari kondisi pengecoran yang

mengakibatkan alloy Ag-Sn mengandung butiran nonhomogen dengan berbagai

komposisi. Homogenisasi dilakukan dengan cara memanaskan batang di dalam oven

selama waktu yang cukup untuk memungkinkan terjadinya difusiaton dan mencapai

fase keseimbangan. Waktunya bervariasi, kebanyakan menggunakan waktu 24 jam.

b. Alloy spherical

48
Alloy spherical dibentukmelalui proses atomisasi. Atomized dibuat dengan cara

melelehkan unsur-unsur yang diinginkan secarabersamaan. Logam cair di atomisdasi

menjadi logam yang berbentuk bulat kecil yang dinamakan spherical. Spherical ini

biasanya dimanipulasi menggunakan asam.Alloy berbentuk spherical membutuhkan

merkuri dalam jumlah lebih kecil daripada alloy lathe-cut karena partikel alloy

spherical mempunyai daaerah permukaan yang lebih kecil dibandingkan alloy lathe-

cut. Amalgam dengan merkuri yang rendah umunya mempunyai sifat lebih baik.

Alloy ini tidak berbentuk bulat sempurna tetapi dapat juga berbentuk persegi,

tergantung pada teknik atomisasi dan pemadatan yang digunakan.

c. Alloy spheroidal

Alloy spheroidal juga dibentuk melaui proses atomisasi. Berdasarkan kandungan

tembaganya, Kandungan tembaga pada amalgam berguna untuk meningkatkan

kekuatan(strength), kekerasan (hardness), dan ekspansi saat pengerasan. Pembagian

amalgam berdasarkan kandungan tembaga yaitu:

a) Alloy rendah copper (low copper alloy)

Alloy diklasifikasikan menjadi low-copper dan high copper. Klasifikasi ini

dibedakan berdasarkan kandungan komponen yang ada pada tiap-tiap alloy. Low

copper Alloys disebut juga alloy konvensional. Low-copper alloy ini terdapat dua

bentuk yaitu yang berbentuk lathe-cut atau spherical. Semua alloy amalgam dental,

termasuk low dan high copper types, mempunyai Ag 3Sn sebagai komponen primer

yang bereaksi dengan mercury membentuk Ag2Hg3, fase matrix utama amalgam. Low

copper ini hanya memiliki tembaga sekitar 5% atau kurang dari itu. Low copper alloy

ini mengandung silver (68-70%), tin (26-27%), copper (4-5%), zinc (0-1%).

b) Alloy tinggi copper (high copper alloy)

49
High copper alloy mengandung silver (40-70%), tin (22-30%), copper (13-

30%), zinc (0-1%). High-copper alloys memiliki kandungan tembaga yang lebih

tinggi, yaitu sekitar 15% hingga 30%. High copper alloys ini lebih dipilih karena sifat

mekanisnya yang lebih baik daripada low-copper alloys. Ketahanan terhadap korosi,

integritas marginal, dan kinerjanya dalam percobaan klinis lebih baik dibandingkan

low-copper alloys yang rendah kandungan tembaganya.

Alloy ini dapat diklasifikasikan sebagai:

1) Admixed/dispersi/blended alloys

Alloy ini merupakan campuran spherical alloy dengan lathe-cut alloy

dengan komposisi yang berbeda yaitu high copper spherical alloy dengan low

copper lathe-cut alloy. Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (69%), tin (17%),

copper (13%), zinc (1%).

Amalgam terbagi lagi berdasarkan kandungan zincnya, yaitu:

a. Alloy mengandung seng: mengandung lebih dari 0.01% zinc.

b. Alloy bebas seng: mengandung kurang dari 0.01% zinc.

Amalgam juga terbagi lagi berdasarkan jumlah metal alloy, yaitu:

a. Alloy binary, contohnya : silver-tin

b. Alloy tertinary, contohnya : silver-tin-copper

c. Alloy quartenary, contohnya : silver-tin-copper-indium

50
2.9 Preparasi Amalgam

FUNDAMENTALS IN TOOTH PREPARATION

TOOTH PREPARATION

Tooth preparation adalah perubahan secara mekanis terhadap gigi yang cacat,

terluka atau terkena penyakit dengan memberikan material restorative yang akan

mengembalikan gigi ke keadaan sehat termasuk koreksi estetik, bentuk normal dan

fungsinya. Dalam prosedur preparasi gigi, juga dilakukan pengambilan semua struktur

gigi yang rusak atau rapuh karena proses infeksi yang dapat menyebabkan karies

berkembang lebih jauh, sensitivitas atau nyeri, dan fraktur gigi.

Dilakukannya restoratif hanya untuk memperbaiki kerusakan akibat karies tetapi

tidak menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan sebab awal terjadinya karies

pada pasien. Maka untuk mencegah meminimalisir resiko berkembangnya karies dan

penyakit periodontal, penilaian pada saat preparasi dapat dilakukan dengan melihat :

1. Tipe dan jumlah mikoroorganisme

2. Kebiasaan dan motivasi pasien dalam merawat oral hygiene

3. Diperlukan atau tidaknya terapi antimikroba

4. Faktor diet

A. Indikasi restorasi / preparasi kavitas :

1. Lesi karies

51
2. Mengganti atau memperbaiki restorasi yang ada

3. Gigi yang mengalami fraktur

4. Memperbaiki bentuk atau fungsi gigi

5. Melengkapi restorasi lainnya (contoh : gigi tiruan cekat)

6. Tindakan preventif

B. Tujuan Preparasi Gigi (OBJECTIVE TOOTH PREPARATION)

Secara umum, preparasi secara objektif adalah :

1. Menghilangkan jaringan yang rusak (defek) dan memberikan proteksi pulpa

2. Menempatkan tepi restorasi seefektif mungkin secara konservatif

3. Membentuk preparasi gigi agar saat adanya tekanan mastikasi, gigi dan

restorasinya tidak fraktur dan restorasinya tidak rusak

4. Memperbaiki estetik dan fungsional gigi dengan material restorative

C. Faktor yang Mempengaruhi Preparasi Gigi

1. Diagnosis
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam diagnosis, antara lain :
a. Alasan mengapa restorasi dibutuhkan seperti karies, fraktur gigi, kebutuhan

estetik , fungsi dan juga bentuk


b. Penilaian status pulpa dan periodontal, keadaan pulpa dan periodontal harus

diperiksa terlebih dahulu karena dapat memengaruhi perawatan dalam

pemilhan bahan restorasi dan juga desain preparasi


c. Occlusal relationship juga harus diperhatkan karena dapat memengaruhi

perawatan dalam pemilhan bahan restorasi dan juga desain preparasi

52
d. Estetik, harus dipertimbangkan dengan kemauan pasien. Estetik dapat

memengaruhi pemilihan bahan restorasi


e. Hubungan prosedur restoratif spesifik dengan perawatan lainnya, seperti jika

gigi yang akan direstorasi adalah gigi penyangga untuk protesa, maka desain

restorasi harus disesuaikan untuk mendukung protesa tersebut


f. Potensi resiko pasien terhadap penyakit gigi lainnya

2. Pengetahuan Anatomi Gigi


Preparasi gigi yang tepat didukung dengan pengetahuan dental anatomy yang

baik dan benar, karena untuk menyesuaikan estetik yang baik serta menyesuaikan

fungsinya sebagaimana gigi normal bekerja.


Hal yang harus diperhatikan :
1. Anatomi gigi secara internal dan eksternal
2. Arah enamel rods, tebal enamel dan tebal dentin, ukuran serta posisi pulpa,

dan jaringan periodontal gigi

3. Faktor Pasien
1. Pengetahuan pasien dan apresiasi terhadap kesehatan gigi
2. Status ekonomi, dimana pasien ingin mendapat perawatan yang mahal atau

murah akan memengaruhi dalam pemilihan bahan restorasi


3. Usia pasien

4. Conservation of Tooth Structure


Preparasi gigi harus memperhatikan seberapa banyak struktur dari gigi asli yang

dihilangkan :
1. Semakin sedikit struktur gigi yang dihilangkan, maka semakin kecil resiko

kerusakan pada pulpa


2. Semakin kecil bentuk dari preparasi gigi maka akan semakin mudah dalam

menahan bahan restorasi dan juga akan memperlihatkan estetika yang baik

5. Faktor Bahan Restoratif


Pemilihan bahan restoratif dapat dilihat dari faktor pasien dan juga operator.

Operator berperan dalam pemilihan bahan, dengan melihat seberapa besar masalah

yang dihadapi oleh pasien. Dan kemudian dirundingkan bersama pasien dengan

melihat kekurangan dan kelebihan dari bahan restoratif yang akan digunakan untuk

perawatan.

53
D. Nomenklatur / Tata Nama Karies
a. Berdasarkan Lokasi
- Karies primer : terdapat pada enamel pit dan fissure,pada permukaan enamel

atau pada permukaan akar


 Karies yang berasal dari pit dan fissure, biasanya berasal dari

perkembangan lobus enamel yang tidak sempurna. Karies ini biasanya tidak

terdeteksi sampai adanya fraktur karena tekanan mastikasi. Perkembangan

lobus enamel yang sempurna akan membentuk grooves dan fossa, area ini

jarang terjadi karies karena sering dibersihka saat adanya gerak

pengunyahan.
 Karies yang berasal dari permukaan halus karies, karies ini dimulai dengan

timbulnya plak pada permukaan enamel yang secara berkala tidak

dibersihkan dan menyebar di DEJ


 Karies permukaan akar, terjadi karena akar yang terbuka dan terdapat

plak. Karies pada pemukaan akar lebih cepat lajunya


b. Karies Backward, karies berasal dari DEJ dan melewati enamel
c. Karies Forward, karies pada enamel lebih besar atau sama dengan karies di

dentin
d. Karies residual, karies yang masih tertinggal dan tidak terestorasi setelah

preparasi gigi karena kesalahan bekerja.


e. Karies sekunder, ketika ada microleakage atau kebocoran pada restorasi yang

telah dibuat

54
a.

a. Berdasarkan kecepatan

55
- Karies rampan (akut) yakni karies yang terjadi secara cepat dan mengenai

banyak gigi. (biasanya pada anak)


- Karies kronis (arested) yakni karies yang progersifitas nya lambat.

Kerusakan Non-Karies
- Abrasi
- Erosi
- Abfraksi
- Atrisi
- Fraktur
- Enamel hipoplasia non-herediter
- Amelogenesis imperfecta
- Dentinogenesis imperfecta

E. Terminologi Preparasi Permukaan atau Dinding Gigi


1. Permukaan atau dinding internal adalah permukaan preparasi kavitas yang

tidak mencapai permukaan gigi. Permukaan internal antara lain :


a. Permukaan aksial : letaknya paralel dengan panjang aksis gigi
b. Permukaan pulpa : letaknya tegak lurus terhadap panjang aksis gigi
2. Permukaan atau dinding eksternal adalah permukaan preparasi kavitas yang

mencapai permukaan gigi. Permukaan eksternal yaitu :


a. Permukaan mesial / distal
b. Permukaan Fasial (labial / bukal)
c. Permukaan Lingual
d. Permukaan Gingival
e. Permukaan Email : permukaan yang terdiri dari email
f. Permukaan Dentin : permukaan yang terdiri dari dentin gigi, tempat

retensi restorasi
g. Dento-Enamel Junction
h. Cemento-Enamel Junction
i. Cavosurface margin (CSM) : tepi kavitas, yaitu pertemuan antara

permukaan kavitas dengan permukaan gigi


j. Cavosurface Angle : sudut pada struktur gigi yang terbentuk dari

pertemuan antara permukaan preparasi dengan permukaan eksternal

gigi
k. Floor/ Seat : dinding yang tegak lurus dengan arah tekanan oklusal,

dinding yang termasuk bagian ini adalah dinding gingival dan

dinding pulpal. Fungsi dari adanya floor ini adalah untuk menjaga

56
stabilitas restorasi, meningkatkan pembetukan retensi agar tidak

terjadi fraktur, serta untuk mendistribusikan tekanan ke seluruh

permukaan gigi.
l. Line Angle : garis pertemuan dari 2 permukaan dari arah yang

berbeda dan membentuk sudut


m. Point Angle : titik pertemuan 3 permukaan dari arah yang berbeda
n. Enameloplasty : tindakan membentuk kembali permukaan email pada

daerah pit dan fissure

3. Preparasi gigi sederhana, compound, dan kompleks


a. Simple : satu permukaan preparasi
b. Compound : dua permukaan preparasi
c. Complex : tiga atau lebih permukaan preparasi

Initial tooth preparation stage

Initial cavity preparation stage adalah ekstensi dan desain awal dinding luar dari

preparasi tertentu, kedalaman yang sempit sehingga dapat menyebabkan adanya jalur

lubang, mencapai struktur gigi yang masih bagus, tahan terhadap fraktur pada gigi atau

bahan tambal dari tekanan mastikasi terutama pada sepanjang axis gigi dan menahan

bahan tambal pada gigi.

57
Tahap 1: Outline form / Initial Depth

a) Definisi:

Maksud dari outline form adalah menempatkan batas kavitas pada posisi dimana akan

dilakukan preparasi kecuali pada dinding dan batas enamel.

Initial depth sekitar 0.2-0.8 mm dari pulpa sampai DEJ (0.5 mm jika menambal

dengan diretct gold). Outline berguna untuk menegaskan batasan terluar dari

preparasi.

b) Prinsip

Terdapat tiga prinsip umum yang ditetapkan tanpa melihat tipe kavitas yang akan

dipreparasi:

 Semua enamel yang rapuh atau lemah harus dihilangkan.

 Semua kesalahan harus diperhitungkan.

58
 Semua margin harus ditempatkan pada posisi yang tepat untuk finishing yang

baik pada saat restorasi. Perluasan batas preparasi harus cukup jauh pada

permukaan gigi, daerah ini dapat mudah dibersihkan secara natural contohnya

dengan makanan yang sedang dikunyah. Dilakukan untuk mencegah karies

terjadi kembali. Disebut perluasan untuk pencegahan.

c) Faktor – faktor

Factor-faktor ini akan memengaruhi garis luar pada preparasi kavitas dan akan

mendikte perluasan, yaitu:

 Luasnya lesi karies, cacat, atau kesalahan pembalan sebelumnya.

 Pertimbangan estetika

 Hubungan oklusal

 Kontur proksimal gigi

 Konfigurasi batas cavosurface

d) Feature

Ada enam spesifik, tipikal fitur untuk menetapkan outline form / initial depth:

 Memelihara kekuatan cusp

 Memelihara kekuatan marginal ridge

 Mengurangi perluasan facio-lingual

 Menggunakan enameloplasty

 Menghubungkan dua kavitas terdekat (kurang dari 0.5mm)

 Membatasi kedalaman preparasi pada dentin. Maximum 0.2mm untuk karies

pada pit dan fissure dan 0.2-0.8 mm untuk dinding axial karies smooth

surface.

e) Aturan

59
Aturan yang digunakan untuk menentukan garis luar untuk kavitas pada pit dan

fissure, adalah:

1) Memperluas batas kavitas sampai struktur gigi yang masih bagus. Tidak boleh

ada enamel yang lemah dan rapuh.

2) Menghindari pemutusan batas pada bagian gigi yang tinggi seperti cusp atau

ridge crest

3) Memperhitungkan cusp capping. Jika bentuk pelebaran dari groove primer

kearah ujung cusp tidak lebih dari ½ jarak, maka tidak dilakukan capping. Jika

bentuk pelebaran ½ sampai 2/3 jarak, maka dianjurkan dilakukan capping. Jika

pelebaran lebih dari 2/3 jarak, maka harus melakukan capping.

4) Menggunakan enameloplasty ketika pit dan groove tidak tertembus lebih dari
1
/3 ketebalan dari enamel. Enameloplasty adalah prosedur untuk membulatkan

ata melengkungkan permukaan enamel yang tajam. Sehingga bersifat mudah

bersih dan memudahkan dalam tindakan preparasi.

60
5) Membatasi kedalaman preparasi sampai maksimal 0.2mm ke dentin. Agar

mudah melakukan konservasi, preparasi kavitas pada pit dan fissure oklusal

didalamkan 1.5mm terlebih dahulu diukur dari central fissure.

6) Ketika struktur gigi yang masih bagus antara dua pit dan fissure kurang dari

0.5mm, maka dinding enamel yang lemah harus dieliminasi

7) Melebarkan garis luar untuk memberikan jarak yang cukup untuk preparasi

gigi, penempatan restorasi, dan finishing.

Pada karies smooth surface dibagi menjadi dua; pada permukaan proximal dan pada

gusi didaerah permukaan bukal dan lingual.

Aturan pemerintah mengenai pembentukan outline form dan initial depth pada

bagian permukaan proximal (class II, III, IV):

1) Meluaskan batas kavitas sampai struksur gigi yang masih bagus. Enamel

yang sudah rusak harus dihilangkan.

2) Hindari pembatasan pada bagian yang agak tinggi seperti cusp dan ridge crest

3) Melebarkan batas sampai kira-kira cukup untuk melakukan restorasi

4) Batasan kedalama dinding axial pulpa pada preparasi proximal jika pada

crown 0.5-0.6mm dan pada akar 0.75-0.8mm

61
5) Biasanya batas gusi pada preparasi gigi dilebarkan kearah apical pada bagian

proximal untuk menyediakan bagian yang kosong sekitar 0.5mm antara batas

gusi dan gigi yang berdekatan.

6) Pelebaran batas bukal dan lingual pada preparasi kavitas proximal biasanya

kearah masing-masing dinding lubang untuk menyediakan daerah yang

kosong atau bersih antara batas preparasi dan gigi-gigi yang berdekatan.

Fungsi dari daerah yang kosong ini agar batas preparasi tidak berkontak

dengan gigi yang berdekatan. Pada preparasi kavitas class III saat melebarkan

permukaan proximal kearah incisal, batas incisal mungkin akan ditempatkan

pada area kontak.

Aturan pemerintah mengenai pembentukan outline form dan initial depth pada

bagian gusi dibagian bukal dan lingual (class V):

1) Garis luar diatur sesuai dengan lebar karies, kecuali kearah pulpa. Sehingga

kearah mesial, distal, lingual, dan oklusal dibatasi pada struktur gigi yang

masih bagus

2) Kedalamannya tidak sampai 0.8-1.25mm kearah pulpa dari permukaan gigi.

Yang lebih rendah adalah dinding axial (0.8mm) pada dinding gusi tanpa

enamel. Dinding axial pulpa yang benar pada oklusal itu menyediakan 0.5mm

kea rah dentin.

Tahap 2: Primary Resistance Form

a) Definisi

62
Primary resistance form dapat diartikan sebgai bentuk dan penempatan dinding

kavitas yang mempermudah restorasi dan gigi untuk bertahan, tanpa fraktur

akibat tekanan mastikasi sepanjang axis gigi.

b) Prinsip

Prinsip-prinsip dasar yang terlibat untuk memeroleh bentuk resisten primer

adalah sebagai berikut:

1) Bentuk kotak yang lantainya datar. Dasar yang datar mencegah perubahan

restorasi.

2) Untuk membatasi perluasan dinding luar (sekecil mungkin) agar cusp yang

kuat dan area ridge tersisa mendapatkan cukup dukungan dari dentin

3) Sedikit perlengkungan atau lekukan kecil pada sudut garis dalam

mengurangi konsentrasi tekana pada struktur gigi

4) Mempertimbangkan capping cusp untuk cusp yang rapuh

5) Ketebalan bahan tambal yang cukup untuk menghindari fraktur. Ketebalan

oklusal minimal untuk amalgam agar resistennya sesuai terhadap fraktur

adalah sekitar 1.5mm, metal 1-2mm, dan porcelain 2mm.

63
c) Factor

Untuk meningkatkan resisten pada preparasi kavitas terdapat beberapa factor,

yaitu:

1) Kontak oklusal. Semakin besar kontak dan tekanan pada oklusal, semakin

besar kemungkinan fraktur terjadi.

2) Banyaknya struktur gigi yang masih bagus juga memberikan dampak pada

kebutuhan dan tipe bentuk resisten.

3) Tipe bahan tambal yang digunakan.

d) Fitur

Desain fitur pada preparasi kavitas yang dapat meningkatkan bentuk resisten

primer adalah sebagai berikut:

1) Dasar yang datar

2) Bentuknya kotak

3) Penyertaan struktur gigi yang rapuh

4) Pemeliharaan cusp dan marginal ridge

5) Sudut garis dalam yang tumpul

6) Bahan tambal yang cukup tebal

7) Reduksi cusp saat capping ketika dibutuhkan

Tahap 3: Primary Retention Form

a) Definisi

Primary Retention Form adalah bentuk dari kavitas yang dipreparasi yang tahan

terhadap displacement atau kehilangan restorasi karena tersentuh atau terkena

tekanan.

64
b) Prinsip

Karena retensi berhubungan dengan bahan tambal yang digunakan, prinsip bentuk

retensi primer sangat bergantung pada bahan tambal.

Untuk amalgam:

1) Pusat dinding luar kavitas kearah oklusal (Class I dan Class II): ketika amalgam

yang sudah ditempatkan pada kavitas menjadi keras, tidak akan terlepas tanpa

adanya fraktur yang terjadi

2) Adanya bahan adhesive untuk mengikat amalgam dengan struktur gigi

3) Pada preparasi amalgam seperti pada class III dan Class V, dinding luar

menyimpang keluar untuk mempersiapkan batas enamel yang kuat. Oleh karena

itu, groove retensi dan sampul dipersiapkan pada dentin

Untuk komposit:

Retensi dari ikatan mekanis berkembang antara bahan dan gigi yang dipreparasi

sehingga kemiringan batas enamel diperuntukkan meningkatkan retensi pada area

permukaan

Maksud dari retensi adalah:

 Geseran retensi

 Deformasi elastis

65
 Membalikkan ujung yang patah

 Menyambungkan

Geseran retensi dipengaruhi oleh empat factor:

1) Permukaan area yang berkontak antara gigi dengan restorasi. Semakin luas

permukaan semakin retensi

2) Dinding lawan.

3) Parallel dan tidak parallel

4) Kedekatan

Tahap 4: Convenience Form

a) Definisi

Bentuk kavitas yang cukup untuk diobservasi, diakses, dan mempermudah proses

preparasi dan restorasi pada kavitas.

Perluaasan kearah distal, mesial, lingual, dan bukal untuk akses yang cukup untuk

preparasi.

Pemisahan dilakukan dengan memberi celah pada gigi untuk kenyamanan

interproximal

Final tooth preparation stage

Setelah dilakukan tahap awal preparasi, ada tahap tambahan yang sering

dilakukan dalam preparasi gigi. Tahap tambahan tersebut dikenal sebagai tahap akhir

preparasi atau final tooth preparation stage. Tahap akhir preparasi gigi terdiri dari 4

tahap (tahap 5-9). Berikut adalah tahapan dari final tooth preparation stage

66
Tahap 5: Menghilangkan Sisa-Sisa/karies di Pit dan Fissure pada enamel dan

dentin yang terinfeksi, atau aterial Restorative yang tersisa, jika terindikasi

Menghilangkan sisa-sisa yang terdapat pada fissure atau pit di bagian enamel,

dentin yang terinfeksi, atau material restorative yang tersisa merupakan upaya

menghilangkan sisa-sisa pada gigi atau kesalahan pada material restorative yang masih

tersisa akibat dari tahap awal preparasi gigi.

Pembersihan bahan restorasi yang terdahulu harus dilakukan jika ditemukan:

1. Material terdahulu akan memiliki efek samping yang buruk bagi material restorasi

yang baru
2. Mengurangi retensi bagi bahan restorasi baru
3. Secara radiografi ditemukan karies di bawah bahan restorasi terdahulu
4. Pulpa gigi symptomatic preoperatively
5. Daerah perifer bahan restorasi terdahulu tidak utuh

Apabila hal diatas tidak ditemukan pada pasien, pembersihan bahan restorasi

terdahulu tidak perlu dilakukan. Mengingat resiko untuk pengangkatan bahan restorasi

juga berbahaya bagi gigi yang bersangkutan.

Menghilangkan sisa karies pada gigi dapat menggunakan excavator, sedangkan

untuk mengangkat bahan restoratif lama menggunakan alat yang tidak memiliki

tekanan yang tinggi agar tidak mengiritasi pulpa

Tahap 6: Perlindungan pulpa, jika terindikasi

Perlindungan pulpa dilakukan dengan cara menggunakan basis serta traditional

liners. Liners adalah lapisan tipis dari bahan material yang digunakan sebagai barrier

untuk melindungi dentin. Basis adalah bahan yang digunakan dalam bentuk yang

relatif tebal untuk menggantikan dentin yang sudah rusak dan untuk melindungi pulpa.

Iritasi pada pulpa yang berpengaruh saat pemasangan restorasi:

67
1. Komposisi dari berbagai macam material
2. Perubahan suhu yang memengaruhi material
3. Gaya yang dihantarkan oleh material
4. Galvanisme
5. Celah yang memungkinkan masuknya mikroorganisme

Teknik yang direkomendasikan adalah dengan menggunakan resin-modified GI

sebagai base, lalu penggunaan glass-ionomer diatasnya. Kedua bahan ini berguna

dalam anti infeksi dan adequate seal.

Liners dan bases digunakan jika kedalaman karies pada dentin lebih dai 2mm.

basis adalah semen yang digunakan pada dinding axial dan pulpa dengan ketebalan

0.5-2 mm langsung dibawah permukaan bahan restorasi. Bahan ini melindungi pulpa

dari pengaruh suhu, galvanis, kimia maupun fisika. Biasanya bahan yang digunakan

adalah semen zinc-phospate,GI, zinc oxide eugenol, dll.

Tahap 7: Pembentukan Retensi dan Retensi Sekunder

Setelah pit& fissure enamel, dentin yang terinfeksi, atau bahan restorasi lama

telah dikeluarkan serta sudah melakukan proteksi untuk pulpa, maka perlu adanya

pembentukan retensi dan resistensi sekunder untuk menambah retensi pada restorasi.

Terdapat 2 tipe dalam pembentukan retensi dan resistensi sekunder yaitu

dengan mechanical features dan apabila masih kurang maka dapat melakukan

treatment untuk dinding preparasi dengan etching, priming, dan material yang adesif.

Sebenarnya, tipe 2 ini bukan bagian dari preparasi gigi, tetapi tahap 1 dalam insersi

bahan restorasi.

Mechanical Features

Pembentukan retensi mekanik terdapat retensi. Retensi dapat dibentuk 2 arah yaitu

vertikal dan horizontal. Retensi vertikal locks dan grooves akan menambah retensi

68
proximal, retensi locks biasa digunakan untuk restorasi amalgam, dan retensi groove

untuk restorasi cast-metal-restoration. Retensi horizontal groove biasa digunakan

untuk class III dan class V preparasi amalgam, serta untuk permukaan akar preparasi

komposit.

 Cooves berbentuk cekukan kecil (teluk) diletakkan di undercut dari retensi

incisal Class III amalgam, bagian oklusal restorasi amalgam dan Class V

amalgam
 Skirt merupakan restorasi emas, akan menambah retensi pada cast restotasi

dengan menambah luas permuaan , serta akan menambah resistensi sehingga

mencegah fraktur.

 Bevered enamel margin digunakan untuk restorasi emas, metal, atau

komposit. Digunakan untuk menambah permukaan untuk berikatan dengan

enamel dan untuk memaksimalkan keefektifan dari restorasi


 Pins, slots, steps, dan amalgampins digunakan apabila masih perlu untuk

menambah retensi dan restorasi pada preparasi amalgam. Pins berbentuk baut

dan slot digunakan 1-1,5 seperti groove dengan menambah luas permukaan.

69
Etchant, primer, atau material adhesive pada dinding preparasi

Cara ini digunakan untuk menambah retensi apabila masih dibutuhkn

 Enamel wall etching


Digunakanan untuk restorasi yang mengikat, seperti untuk porselen, komposit,

amalgam. Cara ini digunakan dengan menyetsa dengan asam, apabila dilihat secara

mikroskopis permukaannya terlihat kasar


 Dentin treatment
Digunakan pada permukaan dentin dengan etching dan juga priming,

digunakan untuk bahan restorasi porselen, komposit, serta restorasi amalgam.

Tahap 8: Prosedur untuk finishing enamel walls & margins

Digunakan untuk kehalusan dinding dan desain cavosurface, digunakan untuk

mendapatkan keefektifan bahan restorasi. Pada dinding eksternal terdiri dari dinding

enamel sehingga digunakan finishing dinding enamel, sedangkan pada permukaan

akar dimana tidak terdapat enamel maka permukaan gigi cavosurface harus 90° pada

restorasi amalgam, komposit, dan porselain, dan bisa juga miring pada restorasi

intracoronal cast-metal.

Hasil dari tahap ini untuk:

o Menghasilkan marginal seal antara material restorasi dan struktur gigi


o Menghaluskan pertemuan marginal
o Menyediakan kekuatan maksimal dari gigi dan matrial restorasi.

Tahap 9: Prosedur Akhir

Prosedur akhir ini terdiri dari 3 tahap yaitu cleaning, inspection, dan sealing.

Tahap-tahap yang harus dilakukan yang pertama adalah menghilangkan semua sisa

debris yang terdapat pada preparasi gigi, debris ini terdiri dari 2 jenis, yaitu gross

debris dan fine debris, gross debris akan hilang pada tahap-tahap preparasi, sedangkan

70
fine debris masih ada di dinding preparasi. Fine debris dapat dibersihkan dengan air

hangat dari syringe. Setelah itu cavitas harus dikeringkan dengan menggunakan udara

syringe, apabila masih ada sisa air dibersihkan dengan explore dan cotton pellet

(sudut-sudut). Tetapi pada tahap pengeringan ini, tidak boleh terlalu kering dan tidak

boleh menggunakan alkohol.

2.10 Teknik restorasi amalgam kelas I

1. Placing a Sealer

Dentin desensitizer ditempatkan ke dalam preparasi sebelum kondensasi

amalgam. Dentin desensitizer diratakan pada permukaan preparasi selama 30 detik

dan dikeringkan. Sealer ini berfungsi membentuk protein dan lamellar plugs di dalam

tubulus dentin. Protein dan lamellar plug bertanggung jawab dalam mengurangi

permeabilitas dan sensivitas dentin. Namun, bila amalgam adhesive sudah digunakan,

makan dentin desensitizer tidak perlu digunakan lagi.

Gambar 1 Pengaplikasian sealer dengan ujung explorer atau


microbrush

2. Inserting the Amalgam


71
Untuk meminimalisir paparan merkuri baik kepada pasien maupun dokter gigi,

perlu diperhatikan proteksi yang baik saat proses restorasi amalgam. Saat restorasi,

gunakan rubber dam, air-water spray, dan high-volume evacuation. Pelindung mata

dan masker juga harus digunakan untuk menghindari partikel amalgam yang bisa

terhirup.
Prinsip saat insersi amalgam adalah untuk mengkondensasikan amalgam agar

beradaptasi dengan dinding preparasi, memproduksi restorasi yang bebas voids, dan

mengurangi kebocoran daeran marginal. Kondensasi amalgam yang mengandung

bentuk partikel spherical membutuhkan condenser yang lebih besar dibandingkan

amalgam dengan bentuk partikel admixed. Sebab, condenser kecil tidak memiliki

kekuatan yang cukup untuk mengadaptasikan amalgam spherical ke preparasi.


Sebelum memasukkan amalgam, dokter gigi sebaiknya melihat kembali

outline dari preparasi dan mengingat titik kontak oklusi. Kemudian, amalgam

dimasukkan ke dalam preparasi dengan amalgam carrier. Selanjutnya kondensasikan

amalgam ke dalam pulpal floor di preparasi dengan menggunakan condenser.

Biasanya condenser kecil digunakan untuk mengisi preparasi dan condenser besar

untuk overpacking. Setiap kondensasi amalgam harus mengisi hanya sepertiga hingga

setengah dari kedalaman preparasi. Preparasi harus overpacked sekitar 1 mm atau

lebih dengan tekanan yang tinggi untuk memastikan cavosurface benar-benar tertutupi

oleh amalgam.

72

Gambar 2 Preparasi amalgam yang overpack untuk menutupi


cavosurface
Kondensasi

amalgam harus selesai

dalam waktu yang telah

ditentukan pabrik,

biasanya 2,5 – 3,5 menit.


Amalgam

yang overpack kemudian

sibersihkan dengan

burnisher besar.

Langkah ini bertujuan

untuk membentuk

amalgam yang padat pada daerah marginal dan menyiapkan preparasi untuk

dicarving.

3. Contouring and Finishing the Amalgam

Carving dilakukan segera setelah kondensasi. Carving dilakukan dengan

carver dengan berbagai ukuran. Bagian pinggir carver harus dapat bersandar atau

menyentuh bagian gigi yang tidak terpreparasi untuk menghindari overcarving.

73

Gambar 3 Bagian carver yang menempel pada gigi tidak


terpreparasi untuk menghindari overcarving.
Occlusal groove

yang terlalu dalam sebaiknnya

tidak perlu dicarving karena

akan menyebabkan

amalgam menjadi tipis

pada daerah marginal dan memperlemah restorasi. Perlu diperhatikan juga agar tidak

ada bagian yang kurang dicarving (undercarving) sehingga meninggalkan lapisan tipis

pada gigi tidak terpreparasi, kondisi ini menyebabkan amalgam mudah fraktur.

Gambar 4 Occlusal groove terlalu dalam dan undercarving pada amalgam menyebabkan amalgam
Saat mudah fraktur

carving selesai, gunakan bursnisher kecil untuk menghaluskan permukaan amalgam.

74
Kemudian evaluasi oklusi dengan kertas artikulasi. Bila terdapat kontak yang tidak

sesuai, carving kembali hingga kontak oklusi seperti yang diinginkan. Jangan lupa

untuk ingatkan pasien untuk tidak mengigit atau memakan makanan keras selama

beberapa jam.

2.11 Polishing Amalgam

Fungsinya adalah untuk memperhalus permukaan tambalan amalgam pada gigi.

Karena tambalan pada gigi jika tidak di polishing permukaannya masih kasar. Polishing

dilakukan pada saat tambalan sudah mengeras/terfiksasi selama 24 jam. Selama 24 jam,

tambalan tidak boleh terganggu, sehingga pasien harus kita ingatkan untuk tidak

melakukan pengunyahan yang berat dikarenakan tambalan masih dalam keadaan

lemah/belum mengeras secara sempurna.

- Instrumen yang digunakan

1. Shofu = berupa batu yang dipasangkan pada alat

a. Shofu Brownie = untuk menghaluskan permukaan tambalan

b. Shofu Greenie = untuk mengkilapkan permukaan tambalan

c. Shofu Super-Greenie = untuk finishing polishing

2. Sonde = untuk memeriksa tambalan apakah masih ada permukaan yang kasar

Ketika melakukan polishing, hindari tambalan menjadi panas, karena tambalan

masih dalam keadaan lemah terhadap tekanan. Juga jangan beri tekanan yang berlebih

karena akan menyebabkan fraktur pada tambalan. Sehingga disarankan operator yang

melakukan polishing adalah operator yang benar-benar sudah terlatih.

75
BAB III

PEMBAHASAN

Mekanisme gigi bertambah sakit karena stimulus dingin dan gula

Jadi saat dingin menjadi stimulus maka cairan pada tubulus akan berkontraksi

sehingga terjadi outflow (cairan keluar dari tubulus dentin) dan karena perbedaan tekanan

dengan tekanan normal pulpa, sehingga saraf masuk ke dalam tubulus bersama odontoblas.

Maka dari itu akan menghasilkan sakit yang intens.

Pada saat stimulus berasal dari gula dan garam maka akan mendehidrasi tubulus,

sehingga menyebabkan outflow yang cepat sehingga terjadi deformasi saraf.

76
Diagnosa dan Pemeriksaan

Diagnosa awal ini dilakukan setelah dokter melakukan anamnesa dan

pemeriksaan ikstraoral serta intraoral terhadap pasien. Pada kasus ini, didapat gejala-gejala

dan hasil pemeriksaan sebagai berikut


Gejala pasien:
 Gigi belakang kiri rahang bawah ngilu saat makan sejak satu minggu yang lalu
 Pasien merasakan adanya celah pada oklusal gigi (sejak lama) tanpa adanya keluhan.
 Ngilu akan semakin bertambah jika pasien meminum air dingin atau memakan makanan

manis.
Pemeriksaan:
 Kondisi umum: sehat
 Pemeriksaan ekstraoral: tidak ada kelainan
 Pemeriksaan intraoral: karies dentin di oklusal gigi 36, tes dingin (+), perkusi (-)

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan ekstraoral serta intraoral, dapat didiagnosa

pasien mengalami karies pada gigi 36.

Setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan ekstraoral serta intraoral pada

pasien, dapat dilakukan diagnosa banding. Dilihat dari gejala yang timbul pada pasien, dapat

didiagnosa pasien mengalami pulpitis reversibel. Dari hasil diagnosa banding, pasien

mengalami pulpitis reversible.

Untuk menegakkan diagnosa yang benar, setelah dilakukan pemeriksaan di atas,

makan dokter dapat melakukan diagnosa penunjang. Pada kasus ini, diagnosa penunjang

dilakukan dengan menggunakan radiografi untuk memastikan kedalaman dan perluasan

karies pada gigi tersebut.

Hasil Interpretasi Radiografi

1. Mahkota : Radiolusen dari oklusal hingga dentin


2. Akar : 2, konvergen
3. Membran Periodontal : normal
4. Lamina dura : normal
5. Furkasi : normal
6. Puncak tulang alveolar : normal
7. Periapikal : normal
8. Kesan : kelainan pada mahkota
9. Radiognosis : karies dentin 36

77
Hasil dari pemeriksaan penunjang radiografi ini, pasien dipastikan mengalami

pulpitis reversibel.

Amalgam

Amalgam adalah campuran yang terdiri dari merkuri sebagai satu diantara unsur

pokoknya dengan komposisi perak, timah, tembaga, seng, paladum, emas, dan indium. Sifat-

sifatnya terdiri dari sifat fisik (creep dan stabilitas dimensional), mekanik (kekuatan), dan

kimia (reaksi elektrokimia sel galvanik, korosi, dan tarnish).

Preparasi Amalgam

1. Junction/ pertemuan haus bersudut 90°. Sudut 90° antara amalgam dan struktur gigi

(cavosurface angle)

2. Pembentukan retensi mekanik


3. Ketebalan yang memadai untuk material amalgam, ketebalan yang ideal untuk

amalgam adalah sekitar 1.5 mm

Tahapan Penambalan Untuk Kasus Karies Dentin

Tahap 1: Outline form / Initial Depth

Tahap 2: Primary Resistance Form

Tahap 3: Primary Retention Form

78
Tahap 4: Convenience Form

Tahap 5: Menghilangkan Sisa-Sisa/karies di Pit dan Fissure pada enamel dan dentin

yang terinfeksi, atau aterial Restorative yang tersisa, jika terindikasi

Tahap 6: Perlindungan pulpa, jika terindikasi

Tahap 7: Pembentukan Retensi dan Retensi Sekunder

Tahap 8: Prosedur untuk finishing enamel walls & margins

Tahap 9: Prosedur akhir

79
BAB IV

SIMPULAN

Dari kasus diketahui bahwa pasien menderita karies dentin yang termasuk pulpitis

reversible. Diagnosa tersebut didapat dari pemeriksaan subjektif, objektif, dan penunjang.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan radiografi dengan teknik

periapikal dan bitewing yang menunjukkan radiolusen di bagian oklusal hingga dentin.

Setelah diketahui diagnosa akhir, perawatan yang dilakukan adalah penambalan di bagian

oklusal dengan bahan tambal amalgam. Amalgam dipilih karena cocok untuk restorasi

gigi posterior. Tahapan penambalan terdiri dari 9 tahap yaitu:

Tahap 1: Outline form / Initial Depth

Tahap 2: Primary Resistance Form

Tahap 3: Primary Retention Form

Tahap 4: Convenience Form

Tahap 5: Menghilangkan Sisa-Sisa/karies di Pit dan Fissure pada enamel dan dentin

yang terinfeksi, atau aterial Restorative yang tersisa, jika terindikasi

80
Tahap 6: Perlindungan pulpa, jika terindikasi

Tahap 7: Pembentukan Retensi dan Retensi Sekunder

Tahap 8: Prosedur untuk finishing enamel walls & margins

Tahap 9: Prosedur akhir

DAFTAR PUSTAKA

Anusavice KJ. Phillips’ Science of dental materials. Trans. Johan Arief Budiman dan Susi
Purwoko. 10th ed. Jakarta ; EGC, 2004

Arens, DE. Gluskin, AH. Peters, CI. Peters OA. Pratical lesson in endodontic treatment. 1th
ed. 2009. Quintessence publishing, Chocago

Castelucci, A. Endodontics. 1th ed. 2004. IL Tridence. Italy

Cohen, S& Burn. Pathway of the Pulp. 10th ed.2011.Mosby Inc, St.Louis,Missouri

Craig, R.G., dan Powers, J.M., 2002, Restorative Dental Material, 11th ed., Mosby
Co., St. Louis, Baltimore, hlm:260-283.

Fejerskov. 2008. Dental caries the disease and its clinical management. UK : Blackwell
Munksgaard.

Ingle, J.L ; L.K Bakland. 2004. Endodontics. 5th ed. Ontario: B.C Decke, Inc.
Kidd EAM, Bechal SJ. 1992. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Cetakan
2. Jakarta: EGC

Newman and Nisengard. 1994. Oral Microbiology and Immunology. W.B. Saunders
Company

81
Robendon, T.M ; H.O. Heymann; E.J. Wift. Studervart’s art & Science of Operative
Dentistry, 4th ed. 2002. Mosby Co. St. Louis London Philadelphia Sydney Toronto

Wein, F.S. 2004. Endodontic Therapy 6th ed. Mosby Inc., St.Lpuis, Missouri

White, C. Stuart and Paroah. J. Michael. 2014. Oral Radiology Principles and Interpretation
7th Edition.St Loius : Mosby

Rakosi, T. Color atlas of dental medicine, Orthodontic-Diagnosis. 1st ed., Germany: Thieme
Medical Publishers., 1993

82

Anda mungkin juga menyukai