Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehilangan gigi biasa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain trauma,
karies, penyakit periodontal dan iatrogenik. Kehilangan gigi akan
menyebabkan gangguan fungsi fonetik, mastikasi, dan estetik serta
menyebabkan perubahan lingir alveolar.
Tanggalnya gigi dapat mengakibatkan kemampuan menelan dan
mencerna makanan berkurang. Kelemahan dan tidak adanya koordinasi dari
lidah akan menyebabkan terjadinya retensi makanan di bagian bukal mulut.
Sisa makanan yang terus tertimbun dapat mengakibatkan bau mulut,
kerusakan gigi, penyakit periodontal, bone loss, dan jika tidak segera diganti
dengan gigitiruan maka dapat menyebabkan bergesernya gigi alami ke ruang
bekas gigi yang hilang. Gigi Tiruan Cekat (GTC) adalah gigi tiruan ang
melekat secara permanen pada gigi asli, akar gigi atau implan yang
merupakan pendukung utama dari gigi tiruan dan menggantikan satu atau
beberapa gigi yang hilang.Perkembangan ilmu, teknik dan bahan dalam
pembuatan GTC, menjadikan jumlah pemakaian meningkat hampir dua puluh
kali lipat dalam dekade terakhir. Pasien menolak menggunakan gigi tiruan
sebagian lepasan dan memilih GTC, meskipun biayanya mahal (Shillingburg
dkk. 2012). Gigi tiruan cekat dapat dibuat dengan beberapa pilihan bahan,
yaitu: keramik penuh, logam penuh dan keramik-logam. Restorasi keramik
penuh dapat terlihat sangat alami menyerupai gigi asli, namun bahan keramik
bersifat rapuh dan rentan fraktur, kekuatannya hanya cukup untuk menahan
beban fungsional normal dan akan pecah bila diberi beban berlebih. Logam
penuh sangat kuat dan keras, namun dari segi estetis, hanya digunakan untuk
restorasi posterior, karena tidak estetis ketika pasien senyum atau
bicara.Kualitas estetis dari bahan keramik yang rapuhdapat dikombinasikan

1
dengan logam yang memiliki kekuatan dan kekerasan sehingga menghasilkan
restorasi dengan tampilan alami menyerupai gigi asli dan memiliki sifat-sifat
mekanis yang sangat baik (Powers dkk. 2009). Gigi tiruan cekat keramik-
logam merupakan pilihan utama dokter gigi karena dikenal memiliki sifat
estetis yang sangat baik, kekuatan yang lebih besar untuk menahan beban
pengunyahan karena didukung oleh koping logam, memiliki adaptasi yang
baik Universitas Sumatera Utara 2 terhadap jaringan gigi, lebih tahan
terhadap fraktur, memiliki koefisien termal yang hampir sama dengan gigi,
serta biaya lebih murah jika dibandingkan dengan gigi tiruan cekat keramik
penuh (Hatrick dkk. 2011). Kegagalan mekanis yang umum terjadi pada GTC
keramik-logam adalah terlepasnya keramik dari logam akibat rusaknya
perlekatan antar permukaan. Gigi tiruan cekat keramik-logam harus dapat
menahan gaya pengunyahan dalam bentuk tekanan, tarikan dan gaya geser
selama berfungsi, ikatan yang kuat antara keramik dan logam sangat penting
untuk keberhasilan restorasi. Menurut Goodacre (2003), kegagalan restorasi
keramik-logam berupa fraktur terjadi sebanyak 2 % dan menurut Kim dkk.
(2007), angka kegagalan fraktur mahkota logam porselen sekitar 2,3% - 8,0
%. Terlepasnya keramik dari logam setelah restorasi di semen secara
permanen akan menimbulkan masalah besar bagi dokter gigi dan pasien.
Memperbaiki kembali keramik akan membutuhkan penggantian restorasi
secara keseluruhan, termasuk membuang struktur logam yang lama dan
membuat struktur logam dan lapisan keramik yang baru, sehingga efek dari
terlepasnya logam dan keramik sangat mahal dan dapat menimbulkan trauma
pada pasien, karena itu harus dicegah sebaik mungkin (Powers dkk. 2009).
Perlekatan keramik-logam merupakan tipe perlekatan bahan yang paling
banyak digunakan di bidang prostodontik cekat untuk restorasi mahkota dan
jembatan (Shillingburg dkk. 2012).

1.2 Rumusan Masalah


Apakah dengan pembuatan GTC yang bayk dan benar dapat membantu
fungsi fisiologis dan estetik?

2
1.3 Tujuan
Diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa Fakultas Kedokteran
Gigi dapat memahami tentang Prostodontics dan diharapkan mampu
mengaplikasikan pembuatan gigi tiruan jembatan dengan baik dan benar.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gigi Tiruan Jembatan


a. Definisi Gigi Tiruan Jembatan
Gigi tiruan jembatan adalah suatu mahkota tiruan yang dibuat
untuk menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang, sebuah gigi tiruan
cekat yang menggantikan kehilangan gigi yang tidak dapat dilepas oleh
pasien dan dokter gigi dengan mudah karena dipasang secara permanen
dengan semen pada gigi asli yang telah dipersiapkan. ( Smith.2007 )

b. Indikasi dan Kontraindikasi Gigi Tiruan Jembatan

1. Indikasi Gigi Tiruan Jembatan


- Usia 20-50 tahun

a. < 20 Tahun : Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur,
Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas, proses
pertumbuhan masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi dengan rontgen
dapat menghambat pertumbuhan tulang. b. > 50 Tahun
: Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi, terjadi perubahan
jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara fisiologis, kelainan
jaringan yang bersifat patologis.

- Kondisi periodontal gigi penyangga baik


- Ruang pulpa sempit pada gigi abutment
- Kemiringan gigi penyangga ≤15ᵒ
- Mahkota klinis gigi penyangga tidak pendek (perbandingan
mahkota:akar adalah 1:2)

2. Kontraindikasi gigi tiruan jembatan

- Pasien yang tidak kooperatif


- Pasien yang masih muda karena ruang pulpanya masih besar.

4
- Pasien yang tidak bisa dilakukan anestesi lokal (e.g. hipertensi,
gangguan jantung, dll.). Apabila masih memungkinkan gunakan obat
yang tidak memakain epinefrin.
- Pasien yang memiliki risiko karies tinggi serta penyakit periodontal.
- Pasien yang memerlukan pontik gigi dalam jumlah besar, membuat
length of span tinggi dan menyebabkan beban GTJ makin besar, terutama
pada jaringan periodontal dan gigi penyangganya
- Gigi penyangga mengalami rotasi/tilting – tidak dalam satu bidang
sejajar.

c. Komponen Gigi Tiruan Jembatan

Komponen ataubagian - bagian Gigi Tiruan Cekat :

1.Gigi abutment

2.Retainer

3.Konektor/ Joint

4.Pontik/Dummy

1. Gigi Abutment Atau Gigi Pendukung


Syarat-syarat gigi abutment :
Mempunyai mahkota klinik tinggi.
Urutannya :

5
RA: 6 7 4 5 3 1 2
RB : 6 7 5 4 3 2 1
Jumlah dan panjang akar.
Urutannya :
RA: 6 3 7 4 5 1 2
RB : 6 3 7 5 4 2 1
Gigi yang vital lebihbaik/kuat daripada yang non vital
Dentin tebal
Porosnya tegak
Kondisi membrana periodontal harus sehat.
Gigi abutment harus dipersiapkan supaya betul-betul dapat member
dukungan yang kuat pada GTC. Untuk menentukan banyaknya gigi
abutment sebaiknya disesuaikan dengan Hukum Ante.
Hukum ANTE/Ante's Law
Hukum ini mengatakan :seluruh luas ligament perodonsium gigi
penyangga harus paling sedikit sama, atau melebihi seluruh luas ligament
periodonsium gigi yang diganti.

2. Retainer
Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yg menghubungkan gigi
tiruan
Tersebut dengan gigi penyangga. Fungsinya:
a. Memegang/menahan (to retain) supayagigitiruantetapstabil di
tempatnya
b. Menyalurkanbebankunyah (darigigi yang diganti) kegigi penyangga
Macam-macam retainer:
A. Extra Coronal Retainer
Yaitu retainer yang meliputi bagian luar mahkota gigi, dapat berupa:
1) Full Veneer Crown Retainer
a. Indikasi
 Tekanan kunyah normal/besar

6
 Gigi-gigi penyangga yang pendek
 Intermediate abutment pasca perawatan periodontal
 Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang
b. Keuntungan
 Memberikan retensi dan resistensi yg terbaik
 Memberikan efek splinting yg terbaik
c. Kerugian:
 Jaringan gigi yg diasah lebih banyak
 Estetiskurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal)

2)Partial Veneer Crown Retainer


a. Indikasi :
 Gigi tiruan jembatan yang pendek
 Tekanan kunyah ringan/normal
 Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal
 Salah satu gigi penyangga miring

b. Keuntungan
 Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit
 Estetis lebih baik daripada FVC retainer
c. Kerugian:
 Kesejajaran preparasi antar gigi penyangga sulit

7
 Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi kurang
 Pembuatannya sulit (dlm hal ketepatan)

B. Intra Coronal Retainer


a. Bentuk:
 Onlay
 Inlay MO/DO/MOD
b. Indikasi:
 Gigi tiruanjembatan yang pendek
 Tekanankunyahringanatau normal
 Gigi penyangga dengan karies kelas II yang besar
 Gigi penyangga mempunyai bentuk/besar yang normal
c. Keuntungan:
 Jaringan gigi yang di asah sedikit
 Preparasi lebih mudah
 Estetis cukupb aik
d. Kerugian:
 Indikasi terbatas
 Kemampuan dlm hal retensi resistensi kurang
 Mudah lepas/patah

C. Dowel retainer
Adalah retainer yang meliputi saluran akar gigi, dengan sedikit atau tanpa
jaringan mahkota gigi dengan syarat tidak sebagai retainer yang berdiri
sendiri.

8
a. Indikasi:
 Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf
 Gigi tiruan pendek
 Tekanan kunyah ringan
 Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi
b. Keuntungan:
 Estetisbaik
 Posisidapatdisesuaikan
c. Kerugian:
 Seringterjadifrakturakar

3. Pontic
Bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli yang hilang,
berfungsi untuk mengembalikan fungsi stomatognatik dengan
memperhatikan hubungan dengan gigi penyangganya dan gigi
antagonisnya.
Tipe pontik dibedakan atas :
A. Pontik yang berkontak dengan residual ridge
a) Saddle ridge-lappontic, merupakan pontik yang berkontak bidang
dengan edentulous ridge. Bagian labial kontak dengan mukosa,
Bagian Palatinalnya menjauhi mukosa. Bagian yang menghadap
gingiva membulat supaya mudahdibersihkan.
Dipakaiterutamauntukdaerah anterior, premolar & molar RA dan
premolar RB.

9
b) Modified ridge-lap pontic, Merupakan kombinasi antar pontik tipe
saddle dengan hygienic. Memiliki permukaan fasial yang menutupi
residual ridge dan bagian lingual tidak berkontak dengan ridge,
sehingga estetiknya bagus dan mudahdibersihkan.
c) Conical pontic, merupakan pontik yang hanya memiliki satu titik
kontak pada titik tengah residual ridge, sehingga mudah
dibersihkan.
d) Ovate pontic, merupakan pontik yang sangatelastis, dasar pontik
membulat danmasuk kedalam cekungan(concavity) residual ridge,
sehingga mudah dibersihkan.

a. b. c.
Gambar: a)ridge lap pontic; b)sanitary pontic; c)conispontic

B. Pontik yang tidak berkontak dengan residual ridge


a) Sanitary / hygienic pontic, merupakan pontik yang mudah
dibersihkan karena tidak berkontak dengan edentulous ridge.
Mesiodistal dan fasiolingualnya berbentuk cembung, serta dasar
pontik berbentuk bulat, tidak rata/flat sehingga mencegah
terjadinya retensi makanan.
b) Modified sanitary (hygienic) pontic / perel pontic, merupakan
modifikasi sanitary pontic. Permukaan dasar pontik melengkung
kearah mesiodistal dan fasiolingual. Konektor yang
menghubungkan pontik ini dengan retainer ketebalan maksimal,
sehingga konektor lebih dapat menahan tekanan.

10
4. Konektor
yaitu bagian dari gigi tiruan jembatan yang menghubungkan pontik
dengan retainer, retainer dengan retainer, pontik dengan pontik, berfungsi
sebagai splinting dan penyalur beban kunyah.
a) Konektor rigid, konektor yang tidak memungkinkan tejadinya
pergerakan pada komponen GTJ. Konektor rigid dapat dibuat dengan
caracasting, soldering, dan welding.
b) Konektor nonrigid, konektor yang memungkinkan pergerakan terbatas
pada komponen GTJ. Konektor nonrigid bertujuan untuk
mempermudah pemasangan dan perbaikan (dovetail) GTJ. Contohnya
adalah dovetail dan male and female.

Gambar: Komponen-komponen gigi tiruan jembatan 1) Gigi abutment,


2) Retainer, 3) Pontik, 4) Konektor

d. Syarat Gigi Tiruan Jembatan


Suatu gigi tiruan jembatan harus mempunyai :
1. Syarat Mekanis
Gigi-gigi penyangga harus mempunyai sumbu panjang yang sejajar atau
hampir sejajar satu sama lain, atau sedemikian rupa sehingga dapat dibuat
sejajar tanpa membahayakan vitalitas pulpa. Suatu pontik harus
mempunyai bentuk mendekati bentuk anatomi gigi asli yang diganti dan
harus sedemikian kuatnya sehingga dapat menahan/ memikul daya kunyah
tanpa patah atau bengkok.

11
2. Persyaratan Fisiologis
Gigi tiruan jembatan tidak boleh mengganggu kesehatan gigi-gigi
penyangga dan ringan pendukung lainnya.
3. Persyaratan Hygiene
Pada gigi tiruan jembatan tidak boleh terdapat bagian-bagian yang dapat
menyangkut dan menimbulkan sisa-sisa makanan. Di antara pontik-pontik
atau pontik dan retainer, harus ada sela-sela (embrasure) yang cukup besar
sehingga dapat dibersihkan dengan mudah
4. Persyaratan Estetik
Tiap gigi tiruan jembatan terutama yang mengganti gigi-gigi depan, harus
dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai gigi asli.
5. Persyaratan Fonetik
Suara (voice) dan bicara (speech) pada GTJ tidak banyak dipersoalkan
(`Yunisa, 2019 ).

e. Prosedur Kerja Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan (GTJ)

1. Pembuatan gigi tiruan jembatan ini terdiri dari beberapa bagian,


yaitu sebagai berikut (Soeprapto,2017).
1. Preparasi
Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi
untuk tujuan menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau
sebagian pegangan gigi tiruan jembatan (Smith dan Howe, 2007).
Tujuan preparasi:

a. Menghilangkan daerah gerong


b. Memberi tempat bagi bahan retainer atau mahkota
c. Menyesuaikan sumbu mahkota
d. Memungkinkan pembentukan retainer sesuai bentuk anatomi
e. Membangun bentuk retensi

12
f. Menghilangkan jaringan yang lapuk oleh karies jika ada
(Soeprapto,2017).

Persyaratan preparasi:

1. Kemiringan Dinding-Dinding Aksial


Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk
menentukan arah pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit keluar dari
tepi retainer sehingga jembatan tidak bisa duduk sempurna pada
tempatnya. Untuk itu, dibuat kemiringan yang sedikit konus ke arah
oklusal. Craige (1978) mengatakan bahwa kemiringan dinding aksial
optimal berkisar 10-15 derajat. Sementara menurut Martanto (1981),
menyatakan bahwa kemiringan maksimum dinding aksial preparasi 7
derajat. Sedangkan Prayitno HR (1991) memandang kemiiringan dinding
aksial preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang paling ideal.
Kemiringan yang lebih kecil sulit diperoleh karena dapat menyebabkan
daerah gerong yang tidak terlihat dan menyebabkan retainer tidak merapat
ke permukaan gigi. Retensi sangat berkurang jika derajat kemiringan
dinding aksial preparasi meningkat. Kegagalan pembuatan jembatan akibat
hilangnya retensi sering terjadi bila kemiringan dinding aksial preparasi
melebihi 30 derajat. Preparasi gigi yang terlalu konus mengakibatkan
terlalu banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat menyebabkan
terganggunya vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan
nekrose pulpa. Kebanyakan literatur mengatakan kemiringan dinding
aksial preparasi berkisar 5-7 derajat, namun kenyataaannya sulit dlicapai
karena faktor keterbatasan secara intra oral (Soeprapto,2017).
2. Ketebalan Preparasi
Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan
preparasi kita harus mengambil jaringan gigi seminimal mungkin.
Ketebalan preparasi berbeda sesuai dengan kebutuhan dan bahan yang
digunakan sebagai retainer maka ketebalan pengambilan jaringan gigi
berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan logam porselen

13
pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1,5 – 2 mm. Pengambilan
jaringan gigi yang terlaluy berlebihan dapat menyebakan terganggu
vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas pulpa, pulpitis, dan nekrosis pulpa.
Pengamnbilan jaringan yang terlalu sedikit dapat mengurangi retensi
retainer sehingga menyebabkan perubahan bentuk akibat daya kunyah
(Soeprapto,2017).
3. Kesejajaran Preparasi
Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama
antara satu gigi penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah
pemasangan harus dipilih yang paling sedikit mengorbankan jaringan
keras gigi, tetapi dapat menyebabkan jembatan duduk sempurna pada
tempatnya (Soeprapto,2017).
4. Preparasi Mengikuti Anatomi Gigi
Preparasi yang tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan
vitalitas pulpa juga dapat mengurangi retensi retainer gigi tiruan jembatan
tersebut. Preparasi pada oklusal harus disesuaikan dengan morfologi
oklusal. Apabila preparasi tidak mengukuti morfologi gigi maka pulpa
dapat terkena sehingga menimbulkan reaksi negatif pada
pulpa(Soeprapto,2017)
5. Pembulatan Sudut-Sudut Preparasi
Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang merupakan
pertemuan dua bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus dibulatkan karena
sudut yang tajam dapat menimbulkan tegangan ataustress pada restorasi
dan sulit dalam pemasangan jembatan (Soeprapto,2017).

2. Tahap-Tahap Preparasi Gigi Penyangga

1. Pembuatan galur

Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik bila gigi
bagian labiopalatal cukup tebal. Galur berguna untuk mencegah

14
pergeseran ke lingual atau labial dan berguna untuk mendapatkan
ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur pada gigi anterior dapat
dibuat dengan bur intan berbentuk silinder (Soeprapto,2017).

2. Preparasi bagian proksimal

Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi sesuai


dengan arah pasang jembatannya. Selain itu untuk mengurangi
kecembungan permukaan proksimal yang menghalangi pemasangan
jembatan. Preparasi bagian proksimal dilakukan dengan menggunakan bur
intan berbentuk kerucut. Pengurangan bagian proksimal membentuk konus
dengan kemiringan 5-10 derajat (Soeprapto,2017).

3. Preparasi permukaan insisal atau oklusal

Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan dengan bentuk


tonjolnya. Preparasi permukaan oklusal untuk memberi tempat logam
bagian oklusal pemautnya, yang menyatu dengan bagian oklusal pemaut.
Dengan demikian, gigi terlindungi dari karies, iritasi, serta fraktur
(Soeprapto,2017).
4. Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual
Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk silinder.
Preparasi permukaan bukal bertujuan untuk memperoleh ruangan yang
cukup untuk logam pemaut yang memberi kekuatan pada pemaut dan
supaya beban kunyah dapat disamaratakan.
5. Pembulatan sudut preparasi bidang aksial
6. Pembentukan tepi servikal
Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk memudahkan
pembuatan pola malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal:
a.Tepi demarkasi (feater edge)
b.Tepi pisau (knife edge)
c.Tepi lereng (bevel)
d.Tepibahu liku (chamfer)

15
e.Tepi bahu (shoulder)
7. Boxing Dan Pembuatan Basis
Dengan menggunakan selembar wax cetakan diboxing hingga setinggi
ujung pin yang telah diberi bulatan wax. Aduk gips putih kemudian
tuangkan kedalam cetakan yang telah diboxing setelah keras kemudian
dilepas dari cetakan (Smith dan Howe, 2007).
Pembuatan Pola Lilin
Yang diartikan dengan pola lilin atau wax-pattern ialah: suatu model dari
retainer atau restorasi yang dibuat dari lilin yang kemudian direproduksi
menjadi logam atau akrilik (Smith danHowe, 2007).
Tujuan pembuatan pola lilin:
a. Mendapatkan retainer atau restorasi yang tepat, pas dan mempunyai
adaptasi yang sempurna dengan preparasi.
b. Memperoleh bentuk anatomi.
c. Menghasilkan suatu coran (casting) yang merupakan reproduksi yang
tepat (bentuk dan ukuran) dari pola lilin itu.
d. Mencapai hubungan yang tepat dengan gigi sebelahnya dan gigi lawan.
Membuat pola lilin dapat dengan cara :
a. Langsung (direct).
b. Tidak langsung (indirect).

Langsung - tidak langsung (direct – indirect) (Soeprapto,2017)


Lilin pola:

Lilin pola sebagai model di kedokteran gigi mempunyai sifat sanggup


dibentuk dalam keadaan plastis pada suhu antara cair dan kaku. Ada 2
macam tipe lilin pola yang biasa dipakai :
- Untuk cara langsung dipilih type 1 yang mempunyai sifat menjadi sangat
plastis pada suhu sedikit lebih tinggi di atas suhu mulut, sehingga dapat
memasuki sela-sela preparasi.

16
- Untuk pola-pola indirect sebaiknya dipakai type II yang membeku keras
pada suhu kamar.
Lilin pola yang baik harus dapat memenuhi persyaratanpersyaratan yang
tercantum dalam American Dental Association Specification No. 4 for
Dental Inlay casting wax, mengenai pemuaian, penciutan, flow elastisitas,
dan plastisitas.
Selain dari sifat-sifat tersebut di atas, suatu lilin inlay harus:
a. Mempunyai warna yang menyolok supaya dapat mudahterlihat di
antara jaringan gigi dan gusi.
b. Bersifat kohesif jika dilunakan.Dapat dipotong atau di ukir tanpa patah
atau rempil.
c. Menguap habis jika dibakar/dipanasi suhu tertentu
Distorsi pola lilin disebabkan oleh:
1. Perubahan-perubahan ukuran karena naik turunnya suhu.
2. Perbesaran tegangan (stress relese atau relaxation) yang secara kodrat
ada di dalam pola lilin, seperti:

- Pengisutan pada waktu pembekuan atau penurunan suhu.


- Adanya hawa, gas atau air di dalam massa lilin yang mengisut/memuai,
menarik atau mendorong lilin yang masih lunak akibat dari pengukiran,
penambahan lilin cair, atau pengambilan kelebihan lilin dengan alat yang
panas (Prajitno, 1994).
3. Flow atau “mengalirnya” lilin sebagai bahan amorph pada suhu kamar,
lebih tinggi suhunya, lebih besar flownya, jadi juga lebih besar distorsinya.
Sebagian dari distorsi dapat dicegah atau dikurangi dengan cara:

- Menggunakan lilin inlay yang memenuhi syarat A.D.A Specification No. 4


dan sesuai dengan teknik yang dipakai. (type I atau type II).

- Sedapat mungkin mencegah penambalan lilin cair pada pola atau mencairkan
permukaan lilin setempat.

17
- Melunakkan lilin dengan seksama sampai seluruh massa lilin menjadi lunak
dengan cara memutarmutar sebatang lilin di atas nyala api.
- Menyimpan pola di tempat yang dingin, jika tidak mungkin dilakukan
pemendaman dengan segera.
- Memendam pola selekas mungkin setelah dikeluarkan radi mulut atau
setelah jadi dibentuk pada die.
a. Pembentukan mahkota lilin untuk mahkota penuh menurut cara
tidak langsung (indirect) Sebagai pedoman dapat dipakai model penelitian
(study model) yang menunjukkan dentuk gigi sebelum direparasi. Yang perlu
diperhatikan ialah kecembungan permukaan bukal dan lingual, bentuk dan
ukuran bonjolan-bonjolan(cusp) dan letaknya daerah kontak diproksimal .
b. Pembentukan mahkota lilin untuk mahkota penuh menurut cara langsung
(direct) Dalam teknik langsung, penempatan saluran logam atau sprue dapat
dilakukan di luar atau di dalam mulut. Sedikit lilin ditambahkan kepada pola
ditempat di mana sprue akan dilekatkan, dengan demikian pada waktu sprue
pin yang panas di tempatkan, lilin tambahan ini akan mengalir
menghubungkan pola dengan sprue pin dan pola tidak terganggu
c. Pembuatan pola lilin secara langsung-tidak langsung (directindirect)Dalam
cara kerja ketiga yang merupakan paduan dari methoda langsung dan tidak
langsung, dilakukan percobaan/checking di mulut dari pola lilin yang telah
dibentuk pada model kerja (die) (Prajitno, 1994).
8. Processing mahkota dan bridge
1. Flasking
2.Waelimination
3.Packing
4. Prosessing
5. Deflasking
6. Finishing
7. Polishing (Smith dan Howe, 2007).

18
9. Penyemenan jembatan
Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen pada gigi
penyangga di dalam mulut. Persiapan gigi penyangga sebelum penyemenan
perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk mencegah perubahan relasi
oklusal dan tepi gingiva, yang mungkin juga disebabkan tekanan hidrolik yang
mengganggu pulpa. Hal tersebut harus dihindari oleh operator (Smith dan
Howe, 2007).
Semen yang digunakan untuk melekatkan jembatan ialah zinc
phosphatesemen, semen silikofosfat, semen alumina EBA, semen
polikarboksilat, serta semen resin komposit. Pemilihan dilakukan berdasarkan
sifat biologic, biofisik serta pengaruh pada estetiknya (Smith dan Howe,
2007).
Tata cara penyemenan dengan menggunakan zinc phosphate
cement :
1. Bubuk semen serta cairan diletakkan diatas glass pad
2. Campurkan bubuk pada cairan sedikit demi sedikit, di aduk merata sampai
90 detik.
3. Adukan diratakan melebar pada kaca seluas mungkin
4. Adonan kemudian diisikan kedalam pemaut meliputi dinding dalamnya
tpis-tipis dan merata, sedang lekuk pada preparasi (bila ada) diisi juga dengan
adonan semen.
5. Jembatan kemudian ditempatkan pada penyangganya didalam mulut dan
ditekan dengan jari secara kuat ; dapat juga dipakai pemakai kayu untuk lebih
menekan jembatan pada tempatnya
6. Pasien diminta menggigit keras pada jembatannya, untuk mengecek apakah
oklusi sudah baik
7. Pasien diminta membuka mulut sebentar dan diminta menggigitgulungan
kapas, yang diletakkan pada oklusal gigi geligi.
8. Setelah semen keras, kelebihan semen dihilangkan dengan scaller
9. Sekali lagi, oklusi diperiksa dan sebelum pasien pulang, operator perlu
memberitahu cara membersihkan jembatan tersebut (Soeprapto,2017)

19
f. Diagnosis Klinis GTJ

Penegakan diagnosis dan rencana perawatan GTJ merupakan hal


yang sangat penting dilakuhkan oleh dokter gigi karena hal tersebut akan
mempengaruhi ketetapan dan keberhasilan pada pasien. Dalam
menegakkan diagnosis ada 4 tahap yang harus dijaga yaitu :

1. Pemeriksaan Subyektif

Setidaknya ada 7 hal yakni identitas pasien, keluhan utama,


presentillnes, riwayat

medik, riwayat dental, riwayat keluarga dan riwayat sosial

2. Pemeriksaan Objektif.
Pada pemeriksaan objektif ini,
pemeriksaan dapat dilakukan dengan melihat Palpasi

Perkusi Sonde Termis Rontgen foto

 Pemeriksaan ektra oral

1) Bentuk muka/wajah

a Dilihat dari arah depan (oval/ovoid,


persegi/square, lonjong/tapering)

b.Dilihat dari arah samping (cembung, lurus, cekung)

2) Bentuk bibir (panjang, pendek,


normal, tebal, tipis, tegang, kendor (flabby). Tebal tipis bibir akan
mempengaruhi retens gigitiruan yang akan dibuat,dimana bibir
yang tebal akan memberi retensi yang lebih baik.

3) Sendi rahang (mengeletuk, kripitasi, sakit).

 Pemeriksaan intra oral

20
1) Pemeriksaan terhadap gigi

a. Gigiyanghilang

b. Keadaan gigi yang tinggal(gigi yang mudah terkena karies,


banyaknya tambalan pada gigi,
mobility gigi, elongasi, malposisi, atrisi. Jika di jumpai ada
kelainan gigi yang mengganggu pada
pembuatan gigi tiruan,maka sebaiknya gigi dicabut.

c. Oklusi :diperhatikan hubungan oklusi gigi atas


dengan gigi bawahyang adaAngle klas I, II, dan III.

d. Adanya ovrclosed occlusion pada gigi depan,

e. Warna gigi
Warna gigi pasien harus dicatat sewaktu akan membuat gig
i tiruan sebagian lepasan terutama pada
pembuatan gigitiruan di daerah anterior untuk kepentingan
estetis.

f. Oralhygiene(adanya karang gigi, adanya akar gigi, adanya g


igi yang karies, adanya peradangan pada jaringan lunak,
misalnya : gingivitis

g. Rontgen foto

Dengan rontgen foto dapat diketahui adanya:

· kualitas tulang pendukung dari gigi penyangga

· gigi-gigi yang terpendam, sisa-sisa akar

· kista, kelainan periapikal

· resorbsi tulang

· sclerosis (penebalan tulang)

21
h. Resesi gingival

i. Vitalitas gigi (Gahan ,dkk ., 2012)

2) . Pemeriksaan terhadap mukosa

Inflamasi, pada keadaan ini mukosa harusdisembuhkan t


erlebih dahulu sebelum dicetak.(bergerak/tidak bergerak,keras/luna
k)

3).Pemeriksaan terhadap bentuk tulang alveolar

Bentuk U, V, datar, sempit, luas, undercut

4). Ruang antar rahang

-Besar,dapat disebabkan karenapencabutan yang sudah terlalu lama

- Kecil, dapat disebabkan karena elongasi

- Cukup, minimal jaraknya 5 mm

5) Adanya torus

- Pada palatum disebut torus palatinus

Pada mandibula disebut torus mandibula Torus inibila keadaan me


ngganggu pada pembuatan gigi tiruan, harus dibuang

6). Pemeriksaan jaringan pendukung gigi

7). Pemeriksaan terhadap frenulum(Quazi ,dkk., 2013)

3. Pemeriksaan model diagnostik

Model diagnostik atau model studi adalah model positif yang diperoleh
Dari hasilpencetakan pendahuluan dengan bahan cetak alginat,
sebelumdilakukan preparasi gigi penyangga.

22
Pemeriksaan dengan model diagnostik dapat diperoleh beberapa
informasiseperti panjang gigi penyangga, kesejajaran gigi penyangga satu
sama lain,adanya penyusutan lengkung posterior, adanya supererupsi pada
daerahanadonsia, pergerakan/pergeseran dari gigi geligi,dan evaluasi arah
insersidari gigi tiruan jembatan. (Alani ,dkk., 2011)

4. Pemeriksaan radiologi (ro-foto)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk dapat menegakkan diagnosis yang


tepatdanbenar.Dalam pemeriksaan ro-foto dapat diketahui perbandingan
mahkota danakar, adanya sisa akar, bentuk,ukuran dan posisi akar,
kondisi jaringanperiodontal, kelainanperiapikal, kondisi tulang alveolus,
kesejajaran gigipenyangga satu sama lain, dan adanya karies dan
kondisiSetelah dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap pasien, dapat
diketahui apakah masih perlu dilakukanperawatan pendahuluan sebagai
persiapan perawatan prostodonti (Alani, dkk.,2011)

G. Pembongkaran dan Pelepasan Ggi Tiruan Jembatan

1. Teknik Paling Konservatif

Teknik Paling Konservatif merupakan teknik yang paling aman


baik bagi GTC maupun gigi penyangga di bawahnya. Teknik ini
bekerja dengan cara melebur luting cement dari GTC dan memberi
daya yang melepas GTC dari gigi geligi, sehingga tidak
menggerus gigi penyangga maupun merusak struktur GTC. GTC
utuh yang dilepaskan dengan teknik ini dapat disementasi ulang
untuk digunakan kembali. Tipe-tipe sistematika pengerjaan yang
teknik Paling Konservatif adalah sebagai berikut :

a. Ultrasonik
Ini adalah teknik traumatis untuk pelepasam GTC dengan
penggunaan tip skalar spesial (Piezon Ultrasonic, EMS, Fotips rest
gate, Dallas, USA, yang ditempatkan dalam margin

23
restorasi.Penggunaan energi ultrasonik dapat membongkar crown
atau bridge dengan merusak lutting semenyaitu,memberikan
getaran dengan waktu yang lama dapat menyebabkan ceramik
retak, namunpanas yang dihasilkan dapatmerusak pulpa sehingga
menyebabkan iritasi pada pulpa. Teknik ultrasonik dapat
digunakan sendiri dan dapat dikombinasikan dengan teknik
lainnya.Kerugiannya adalah memakan waktu. Efek dari getaran
ultrasonik pada retensi restorasi telah terbukti negatif.
menyimpulkan bahwa aplikasi getaran ultrasonik di margin gingiva
mahkota selama 15detik dapat menyebabkan penurunan tensile
kekuatan ikatan karena kerusakan lapisan semen. Penggunaan
energi ultrasonik ini biasanya berhasil dalam pembongkaran
restorasi crown dan bridge.
b. Richwill Fixed Partial Denture(s)
(FDP)Removal Almore International, Inc, Portland, Oregon
adalah resin thermoplasticyang telah dianjurkan untukmelepas
GTC Resin ini akan menjadi lentur pada 145°F, kemudian
dilarutkan dalam air hangat selama 1-2 menit, lalu ditempatkan
pada permukaan insisal atau oklusal protesa yang akan dilepas.
Pasien diintruksikan untuk menggigit dan menekan blok
resinhingga 2/3 dari ukuran aslinya. selanjutnya, dinginkan dengan
try way syringe sampai menjadi keras. Pasien diintruksikan untuk
membuka mulut dengan cepat dan tegas sehingga protesa bisa
terlepas (kerusakan semen seal) Perlu diperhatikan kekuatan gigi
antagonisnya, apakah gigi asli atau gigi tiruan sehingga tidak
menyebabkan restorasi gigi antagonis ikut terlepas.
c. Trial Crown Tractors and Remover
Traktor dan remover Hu-Friedy Coseperti tang genggam
karena cara penggunaannya adalah dengan menggenggam GTC
dengan bantalan lembut yang didesain untuk melepas restorasi
tanpa merusak bahan ceramicnya.Cara kerjanya yaitu dengan

24
membagi tekanan secara merata ke kedua pegangannya. Beberapa
dari alat ini dibuat dengan baut yang memutar agar menghidari
rusaknya mahkota. Alat ini efektif untuk mengeluarkan GTC (GTC
sementara, yang telah disemen dengan semen sementara, atau yang
sulit dikeluarkan pada saat try in).Tipe alat lain adalah Roydent
Bridge Remover Forceps (Roydent Dental Products, Rochester
Hills, MI), melibatkan margin dari mahkota walaupun gigi
tetangganya tetap digunakan sebagai penyangga. Mahkota GTC
akan terangkat apabila pegangan ditekan bersamaan. Pegangan
halus pada teknik ini dapat mengurangi risiko rusaknya margin
porselen.
d. Laser
Laser As Er, Cr: YSGG lasers 2780 nm adalah alat yang
aman digunakan untuk menghilangkan seluruh restorasi ceramik
dengan cara yang terbaik dan tanpa menimbulkan rasa takut
adanya kerusakan iatrogenicpada struktur gigi. Laser yang biasa
digunakan adalah laser Er-YAG. Lasermenjadi terobosan besar
bagi dokter gigi, pasien dan laboran gigi dimana dengan alat ini
akan menghemat waktu dan biaya. Morford et al telah
menggunakan laser Er-YAG dengan panjang gelombang 2940nm
dan output 133mJ dan penempatannya 3-6mm di atas permukaan
veneer untuk melepas ikatan bonding veneer all ceramic dengan
waktu 31-290 detik. Oztoprak et al telah menunjukkan bahwa laser
Er-YAG dengan panjang gelombang 2940 nm yang diaplikasikan
selama 3-9 detik dengan jarak 2mm dari permukaan labial
secarahorizontal akan menyebabkan berkurangnya ikatan bonding
komposit dan enamel sebanyak 9 kali. Laser membuat
pengurangan suhu pada resin tanpa menyebabkan efek apapun
pada enamel ( Mohammed , 2016 ).
2. Teknik Konservatif

25
Teknik Konservatif merupakan teknik yang menjaga integritas struktur
GTC, namun dapat menyebabkan kerusakan pada struktur dan
jaringan gigi penyangga. Teknik ini bekerja dengan
mengaplikasikan perkusi atau daya traktil pada GTC yang akan
merusak sementasi GTC. GTC yang dilepas dapat digunakan
kembali. Tipe-tipe sistematika pengerjaan yang teknik Konservatif
adalah sebagai berikut :
a. Chisel and Sliding Hammer Remover
Prinsip dasar dari penggunaan sliding hammer adalah
pemilihan ujung yang tepatuntuk digunakan pada margin crown
dan kemudian tahanannya didorong pada tangkai pendek, ketukan
cepat dapat melonggarkan restorasi . Variasi dari sliding hammer
banyak tersediadipasaran.Penguunaan sistem ini terkadang bisa
menyebabkan ketidaknyamanan pasien dan penggunaannya
terkadang tidak selalu berhasil. Rusaknya margin porselen juga
dapat terjadi karena penggunaan teknik ini.
b. Manual Back ActionRemover
Teknik ini mirip dengan Pulpdent FPDs Remover (Pulpdent
Corporation, Watertown, USA), yang melibatkan margindengan
tipyang dilekatkan pada poros. Porosyangmemiliki gayageser dan
gaya benturan diaplikasikan secara manualdengan aktivasi bobot.
Aktivasi beban dapat menyebabkan batangdari alat inibergeser
dengan mudah dari sumbu mahkota yang akan dilepas. Bisa jadi
sedikit traumatis pada pasien, juga bisa menyebabkan
ketidaknyamanan.Teknik ini dilakukan untuk melepas FPD yang
disemen sementara.
c. Spring Loaded Back and Action
Remover Instrumen yang digunakan adalah instrumen
hammer Dental tipe C crown-remover (Kentzler Kaschner Dental
GmbH, Ellwangen, Germany). Instrumen ini bekerja dengan

26
melepas daya pegas pada GTC. Daya pegas dikompres secara
manual
d. Spring Loaded Semi-automatic Remover
Instrumen yang digunakan tipe Crown-A-Matic (Peerless
International, Inc. S. Easton, MA). Mirip dengan teknik Spring
Loaded Back and ActionRemover, namun pada teknik ini daya
pegas dikompres dengan memutar tub dari arah luar ke dalam, lalu
dilepaskan dengan menekan tombol sehingga lebih daya dapat
lebih mudah dikontrol. Instrumen harus diaktivasi (kompresi)
ulang setiap kali pemakaian.
e. Spring Loaded Automatic Remover
Instrumen yang digunakan tipe Dexell automatic crown
remover (Kentzler Kaschner Dental Type B, Medesy Crown clix).
Alat ini tidak perlu aktivasi berulang dan bersifat otomatis.
Dirancang dengan sebuah handle yang bertugas melepas impuls
pegas ketika ditekan, dilengkapi dengan loops yang berfungsi
untuk menyalurkan daya pada GTC.
f. Pneumatic CORONA Flex FPD Remover
Instrumen yang merupakan modifikasi dari sliding
hammeryang menggunakan kawat kuningan yang diikatkan kepada
sebuah lubang pada gigitiruan jembatan untuk membentuk loop di
mana tekanan dapat digunakan untuk mengeluarkan gigi tiruan
cekat.
Teknik ini dapat membongkar crown dan bridge dengan
menggunakan brass wire yang diulirkan melalui embrassure space
pada bridge sehingga membentuk suatu loop yang akan
memberikan gaya untuk mengangkat bridge. Merupakan air-driven
device yang terhubung dengan standard dental handpiece hoses via
KaVo’s MULTIflex coupler. Alat ini bekerja dengan memberikan
kontrol low amplitude pada ujungnya sepanjang sumbu axis dari
gigi abutment. Loop diulirkan dibawah konektor dan ujung dari

27
crown remover diletakkan pada bar. Dampaknya dapat diaktifasi
dengan memindahkan finger index dari pipa udara pada handpiece.
Peralatan ini juga dilengkapi dengan clamps yang dapat
dipasangkan pada crown menggunakan autopolymerization resin,
sehingga dapat melepaskan crown.
g. ATD Automatic FPD Remover
Instrumen ini melekat pada handpiece dengan kecepatan
antara 5.000 rpm dan 25.000 rpm. Saat diaktifkan, alatini akan
memberikan goresan intermiten yang berkala sehingga mampu
menghasilkan getaran pada mahkota ataupun gigi tiruan cekat yang
akan dilepaskan. Hal ini dapat membantu dalam melepaskan gigi
tiruan cekat dengan cara memecah semen pada gigi ( Mohammed ,
2016 ).
3. Teknik Semi-konservatif
Teknik semi-konservatif merupakan teknik yang bekerja dengan membuat
akses kecil (biasanya berupa lupa atau kanal) pada GTC untuk menunjang
gigi penyangga selagi daya ungkit diaplikasikan pada GTC. Hal ini
menghasilkan protesa GTC lepas dalam keadaan tidak sempurna, namun
proses pelepasan lebih aman dan nyaman bagi pasien. GTC masih dapat
digunakan kembali sebagai mahkota sementara setelah direstorasi
dengankomposit atau kompomer. Tipe-tipe sistematika pengerjaan yang
teknik Semi-konservatif adalah sebagai berikut:
a. The Metalift System
Saluran vertikal presisi ditempatkan di permukaan oklusal
mahkota atau gigi tiruan jembatan. Kemudian, MetaLift digunakan
untuk menghancurkan metal coping, yang terletak di bawah
mahkota porselen atau porselen taut logam, sehingga mahkota
dapat diangkat dari gigi penyangga tanpa kekuatan. Sistem ini
menggunakan prinsip “jack-screw”. Berdasarkan prinsip jack-
screw dimana sebuah lubang presisi dibuat dengan bur diamond
menembus permukaan oklusal GTC

28
b. The Kline System (Brasseler, Savannah, GA)
Tehnik ini meliputi pembuatan lubang pada ujung kuspid
dari mahkota, merupakan instrumen strailess steel berbentuk
seperti tangdimana salah satu ujungnya memiliki sebuah pin (untuk
melubangi ujung cusp) sepanjang 6 mm dengan diameter 1.6 mm.
Sedangkan ujung lainnya berbentuk flat dan melancip (berfungsi
pada margin GTC). Alat ini digunakan untk mencengkeram GTC,
sehingga menghasilkan tekanan yang akan menghancurkan lapisan
semen GTC.
c. The Wamkey System
sebuah instrumen dengan ujung shanked cam yang sempit
dan tersedia dalam 3 ukuran.Instumen dimasukkan ke dalam
saluran yang dibuat antara permukaan oklusal dari preparasi dan
permukaan fitting GTC, dengan permukaan cam terluas paralel
permukaan oklusal. Kemudian posisikan ke tengah dengan
memutar aksis shank sebesar90o. Daya diaplikasikan pada jalan
masuk GTC agar mudah dilepaskan.Pada teknik ini, lapisansemen
harus diidentifikasi terlebih dahulu sebelum memperluas saluran
sepanjang permukaan oklusal,
d. The Higa System
Sistem ini meliputi menyusupkan kawat kebawah konektor
tegar dari GTC. Kemudian kawat akan diuntai menjadi simpul
dimana saat simpul dikencangkan, restorasi akan terungkit.
Sebelumnya, akan dibuat lubang pada bagian oklusal salah satu
retainer untuk diinsersi instrument berbentuk pin. Sehingga saat
GTC terungkit, gigi penyangga tidak akan ikut terungkit.
e. Bucco-lingual‘Dimple’Technique
Tehnik ini meliputi pembentukan celah pada bagian bukal
dan lingual yang dekat dengan gingiva menggunakan round bur
kecil. Celah ini berfungsi sebagai pegangan tang Baade. Tang ini
digunakan dengan cara mencengkram mahkota pada celah bukal

29
dan lingual, diikuti dengan gerakan memutar dari pergelangan
tangan sehingga akan melonggarkan sementasi. Tang baade
merupakan tang khusus dengan ujung dari karet sehingga tidak
akan menggores mahkota saat proses pengangkatan mahkota klinis
pendek ( Mohammed , 2016 ).
4. Teknik Destruktif
Teknik destruktif, sesuai dengan namanya, akan menghancurkan GTC
untuk dapat melepas retensi GTC, sehingga gigi penyangga sama
sekali tidak terkena dampak dari daya traktil seperti pada teknik
lainnya. Sekalipun menghasilkan GTC yang hancur dan tidak dapat
digunakan kembali, teknik ini justru yang paling sering digunakan oleh
dokter gigi. Indikasi utama untuk teknik ini adalah bagi GTC dengan
gigi penyangga yang mengalami kegoyangan atau mengalami kelainan
saluran akar, gigi dengan retensi sangat kuat dari sementasi resin, GTC
dengan estetika buruk, GTC dengan gigi penyangga yang mengalami
penyakit periodontal. Berdasarkan indikasi, GTC biasanya sudah tidak
perlu atau tidak dapat dipertahankan, misalnya; estetika yang buruk
sehingga tidak perlu lagi menjaga keutuhan GTC karena akan diganti
dengan yang baru, gigi penyangga goyang sehingga bila dilakukan
dengan teknik lain akan tercabut bersama GTC ( Mohammed , 2016 ).

30
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosa dan perawatan pendahuluan mempunyai arti yang penting


terhadap suksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien. Jika pasien la
ngsung dirawat tanpa melakukan diagnosa dan perawatan pendahuluan,
maka kegagalanlah yang akan dihadapi. Pemeriksaan teridiri dari 3 jenis, yaitu
pemeriksaan subjektif, objektif, dan penunjang. Pemeriksaan subjektif
yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tanya jawab. Cara ini umumnya
dilakukan untuk mencari riwayat penyakit dan data pribadi pasien dan
keluarga. Biasanya disebut dengan anamnesis. Pemeriksaan objektif meliputi
pemeriksaan intraoral dan ekstraoral. Pemeriksaan ekstraoral meliputi
pemeriksaan terhadap bentuk muka/wajah. Dilihat dari arah depan bentuk wajah
tampak Oval/ovoid, Persegi/square, Lonjong/tapering dan dilihat dari arah
samping tampak cembung, lurus, cekung. Bentuk bibir tampak panjang, pendek,
normal, tebal,tipis, Flabby. Sendi Rahang terlihat menggeletuk, krepitasi,
sakit. Pemeriksaan intraoral meliputi pemeriksaan terhadap gigi, antara lain
meliputi gigi yang hilang, keadaan gigi yang tinggal, gigi yang mudah terkena
karies, banyaknya tambalan pada gigi, mobilitas gigi, elongasi, malposisi, atrisi.
Jika dijumpai adanya kelainan gigi yang mengganggu pada pembuatan gigi tiruan,
maka sebaiknya gigi-gigi tersebut dicabut. Selanjutnya setelah dilakukan
pemeriksaan subjektif dan objektif agar lebih akurat dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan radiografi yang Berfungsi sebagai informasi
tambahan bagi pemeriksan klinis.
Penegakkan diagnosa dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan subyektif,
obyektif, dan penunjang. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan kemudian
dilakukan prognosis. Prognosis adalah peramalan dari kemungkinan dan akhir
suatu penyakit, sebuah perkiraan kemungkinan hasil akhir gangguan atau
penyakit, baik dengan atau tanpa pengobatan. Sebelum melakukan tindakan

31
rehabilitatif dengan membuatkan GTC, dokter gigi harus melakukan perawatan
pendahuluan terlebih dahulu dengan tindakan bedah, periodonti, konservatif
maupun orthodonti sesuai dengan kondisi pasien dan jika pasien memiliki
penyakit sistemik, hal ini memerlukan cukup perhatian khusus . Tahap selanjutnya
adalah proses pembuatan gigi tiruan tetap. Penentuan desain dari gigi
tiruan cekat (GTC) merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau
kegagalan gigi tiruan. Dari sini kita mendapatkan prognosa yang baik untuk
kedepannya Cara penentuan desain GTC dengan cara mengetahui indikasi dan
kontraindikasi, menentukan macam dukungan dari setiap sadel, menentukan
macam retainer, dan terakhir menentukan macam konektor yang akan digunakan.
Komponen-komponen gigi tiruan tetap terdiri dari pontik, retainer, konektor dan
abutment. Desainer harus didasarkan pada pengetahuan dan ketrampilan operator
dan proses pembuatan desain harus memperhatikan faktor-faktor estetis,
stabilisasi, retensi, oklusi, kenyamanan, mudah dibersihkan dan faktor biaya.
Setelah proses pembuatan GTC selesai, tahap berikutnya adalah tahap
pemasangan GTC kedalam mulut pasien. Pemeliharaan kesehatan mulut untuk
menunjang jesehatan gingiva disekitar gigi tiruan dan giginya sendiri.
Pemeliharaan yang harus dilakukan oleh pasien terdiri dari 4 tindakan yang
bertujuan untuk menghilangkan plak dan sisa makanan berupa penghilangan plak,
mengurangi makanan/minuman yang asam dan kariogenik, penggunaan obat
kumur dengan tujuan menghambat pertumbuhan plak, misalnya dengan
chlorhexidine dan pemeriksaan ulang rutin setiap 3 – 6 bulan ke doktergigi.
Sehingga dapat membantu mengembalikan fungsi fisiologis, fonetik, dan estetik.

32
BAB VI

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Sebelum dilakukan pembuatan gigi tiruan perlu diperhatikan diagnosa,
pemeriksaaan pendahuluan, rencana perawatan dan perlu memperhatikan
komponen serta desain dan teknik preparasinya. Pemakaian gigi tiruan
mempunyai tujuan bukan hanya memperbaiki fungsi pengunyahan, fonetik,
dan estetik saja, tetapi juga harus dapat mempertahankan kesehatan jaringan
tersisa. Untuk tujuan terakhir ini selain erat kaitannya dengan pemeliharaan
kebersihan mulut, juga bagaimana mengatur yang terjadi bersifat fungsional
atau mengurangi besarnya gaya yang kemungkinan akan merusak gigi tiruan.
5.2 Saran
Diharapkan mahasiswa FKG IIK untuk mampu memahami Diagnosa,
pemeriksaaan pendahuluan, rencana perawatan dan memperhatikan
komponen serta desain dan teknik preparasinya yang tepat dapat
mempengaruhi keberhasilan perawatan pada pembuatan gigi tiruan
(Prostodontic).

33
DAFTAR PUSTAKA

Alani A, Maglad A, Nohl F. The Prosthetic Management of Gingival Aesthetics.


Br Dent J. 2011 Jan 22;210(2).

Arifin M., Rahardjo W., Roselani. 2000. Diktat Prostodonsia: Ilmu Gigi Tiruan
Cekat (Teori dan Klinik). Departemen Prostodonsia Faklutas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia.

Gahan MJ, Nixon PJ, Robinson S, Chan MF. The ovate pontic for fixed
bridgework. Dent Update. 2012 Jul-Aug;39(6):407-8, 410-2, 415

Hatrick CD, Eakle WS, Bird WF. Dental materials clinical applications for dental
assistants and dental hygienists. 2nd ed. Missouri: Saunders Elsevier, 2011: 203.

Mohammed M, Moaleem A. 2016. Systems and Techniques for Removal of


Failed Fixed Partial Dentures: A Review;4(4):109–116.

Powers JM, Sakaguchi RL. Craig’s restorative dental materials. 12th ed. Missouri:
Mosby Elsevier, 2009: 314-5, 318-23.

Quazi MA, Gade J, Lahoti K, Gade V,. Rejuvenating The Ovate Pontic. Int J
Prosthodont Restor Dent 2013;3(4):148-152

Shillingburg HT, Hobo S, Whitsett LD, Bracklett SE. Fundamentals of Fixed


Prosthodontics. 3rd ed. Chicago: Qiuntessence; 2012: 226.

Smith, Bernard G.N; Howe, LeslieC. 2007. Planning and Making Crown and
Bridges, 4th ed. New York: Informa Healthcare

Yunisa, F. 2019. Modul Dental Prosthetic. Yogyakarta : FKIK UMY

34

Anda mungkin juga menyukai