Anda di halaman 1dari 80

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

R DENGAN LABIOSCHISIS DI
RUANG GALILEA III RUMAH SAKIT BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA

DISUSUN OLEH:
AGATA WILIS WIDYA ANGGRITA
1904039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
TAHUN 2020

i
ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Asuhan Keperawatan pada An. R dengan Labioschisis di Ruang Galilea


III ini sudah diteliti dan disahkan/disetujui oleh pembimbing klinik Rumah Sakit
Bethesda dan pembimbing akademik Stikes Bethesda Yakkum Yogyakarta.

Yogyakarta, Oktober 2020

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ethic Palupi, S. Kep., Ns., MNS Ns. Suprihatiningsih, S. Kep

Mengetahui,

Ka Prodi NERS STIKES Bethesda Yakkum

Ethic Palupi, S.Kep., Ns., MNS

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas segala limpahan berkat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini dengan baik dan tepat waktu, dalam penyusunan
laporan ini penulis banyak mengalami kesulitan maupun hambatan, tapi berkat
bimbingan, saran, koreksi dan bantuan dari berbagai pihak, makalah ini dapat
diselesaikan. Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Vivi Retno Intening, S.Kep., Ns., MAN selaku ketua STIKES Bethesda
Yakkum Yogyakarta.
2. dr. Purwoadi Sujatno, Sp.PD, FINASIM, MPH. selaku direktur Rumah Sakit
Bethesda Yakkum Yogyakarta.
3. Ethic Palupi, S. Kep., Ns., MNS selaku pembimbing akademik ruang Galilea
III Anak
4. Ns. Suprihatiningsih, S. Kep selaku pembimbing klinik di ruang Galilea III
Anak RS Bethesda.
5. Endang Martasih, A. Md., Kep selaku kepala ruang Galilea III Anak RS
Bethesda.
6. Resta Betaliani Wiranata, S. Kep., Ns., MSN selaku preceptorship ruang
Galilea III Anak.
7. Staf perpustakaan yang telah menyediakan referensi-referensi yang ada.
8. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungan baik secara
langsung maupun tidak langsung selama penyusunan laporan ini.
Akhir kata semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca, penulis menyadari
masih banyak terdapat kekurangan pada laporan ini, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan dan
kesempurnaan dimasa yang akan datang.
Yogyakarta, Oktober 2020
Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAM JUDUL......................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
D. Sistematika Penulisan...................................................................................2
BAB II TUNJAUAN PUSTAKA............................................................................4
A. Konsep Medis...............................................................................................4
B. Konsep Keperawatan..................................................................................10
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................16
A. Pengkajian...................................................................................................16
B. Analisa Data................................................................................................26
C. Diagnosa Keperawatan...............................................................................27
D. Perencanaan Keperawatan..........................................................................28
E. Catatan Perkembangan................................................................................30
BAB IV PENGKAJIAN........................................................................................36
A. Pengkajian...................................................................................................36
B. Diagnosis Keperawatan...............................................................................37
C. Perencanaan Keperawatan..........................................................................38
D. Pelaksanaan Keperawatan...........................................................................39
E. Evaluasi Keperawatan.................................................................................40
BAB V PENUTUP.................................................................................................41
A. Kesimpulan.................................................................................................41
B. Saran............................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................43

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Form Resiko Jatuh Humpty Dumpty untuk Anak

Lampiran 2. Laporan Hasil Terapi Bermain

Lampiran 3. Tugas Stase Anak

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Labioschisis atau bibir sumbing merupakan suatu kelainan bawaan yang


terjadi pada bagian bibir yang dapat disertai kelainan pada langit-langit. bibir
sumbing terjadi karena suatu gangguan pada pertumbuhan wajah sejak
sembrio umur minggu ke IV yang mengakibatkan kondisi terbelahnya bibir
sampai pada langit-langit (Loho, 2012).
Insiden bibir sumbing sebanyak 2:1 dalam 1000 kelahiran pada etnis Asia,
1:1000 pada etnis Afrika-America. Insiden tertinggi pada orang Asia dan
terendah pada kulit hitam. Di Indonesia, jumlah pasien bibir dan celah langit-
langit terjadi 3000-6000 kelahiran per tahunnya atau 1 bayi tiap 1000
kelahiran. Kasus paling umum yaitu sumbing bibir dan palatum sebanyak
46%, sumbing palatum (isolated cleft palate) sebanyak 33%, dan sumbing
bibir saja 21%. Sumbing pada satu sisi 9 kali lebih banyak dibandingkan
sumbing dua sisi, dan sumbing pada sisi kiri 2 kali lebih banyak daripada sisi
kanan. Laki-laki lebih dominan mengalami sumbing bibir dan palatum,
sedangkan wanita lebih sering mengalami sumbing palatum (Kemenkes RI,
2016).
Bayi dengan labioschisis akan mengalami masalah dalam koordinasi,
pengolahan napas dan kesulitan menghisap saat menyusu yang mengakibatkan
anak akan bingung saat sedang makan atau minum bahkan terlihat seperti
berhenti bernapas, malas makan. Hal tersebut dikarenakan anak tersebut takut
menelan karena tahu akan tersedak (Suryandari, 2017). Bayi yang terlahir
dengan bibir sumbing harus ditangani oleh dokter ahli dari berbagai disiplin
ilmu karena harus mempertimbangkan masalah pendengaran, bicara, gigi

1
2

geligi, dan psikososial. Secara umum, operasi bibir sumbing dilakukan pada
bayi usia 2- 4 bulan (Anggarani, 2013).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan labioschisis?


2. Anatomi fisiologi apa yang berhubungan dengan labioschisis?
3. Apa penyebab dari labioschisis?
4. Apa gejala yang ditimbulkan dari labioschisis?
5. Bagaimana patofisiologis labioschisis?
6. Apa saja klasifikasi labioschisis?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan untuk menentukan
labioschisis?
8. Penatalaksanaan apa yang dapat dilakukan untuk penyakit labioschisis?
9. Pencegahan yang bagaimana yang dapat dilakukan sebagai tindakan
preventif?
10. Komplikasi apa yang ditimbulkan pada klien dengan labioschisis?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan labioschisis
2. Tujuan Khusus
Meningkatkan kemampuan asuhan keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan, meliputi:
a. Pengkajian pada pasien dengan labioschisis
b. Diagnosis keperawatan pada pasien dengan labioschisis
c. Implementasi keperawatan pada pasien dengan labioschisis
d. Evaluasi keperawatan pada pasien dengan labioschisis

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam laporan kasus ini, disusun sebagai berikut:


BAB I PENDAHULUAN
3

Bab ini berisi latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang landasan teori yang terdiri dari konsep dasar medis dan
konsep keperawatan pada kasus labioschisis
BAB III PENGELOLAAN KASUS
Bab ini berisi tentang asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi pada kasus labioschisis
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini berisi perbandingan teori dengan kasus yang dianalisis dan dibahas,
meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran dari asuhan keperatan yang
diberikan pada pasien dengan labioschisis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis

1. Definisi
Labioschisis atau bibir sumbing adalah salah satu cacat lahir, dimana
terdapat kondisi bibir yang terbelah sampai langit-langit, akibat dari
embriologi perkembangan struktur wajah yang mengalami gangguan sejak
embrio umur minggu ke IV (Loho, 2012).
Labioschisis adalah gangguan fusi maxillary swelling dengan media nasal
swelling pada satu sisi (Labioschisis unilateral) maupun kegagalan fusi
yang menimbulkan celah di daerah prealveolaris (Labioschisis inkomplet)
(Lalwani, 2013).
2. Anatomi fisiologi
a. Bibir

Bibir berbeda dari struktur sekitarnya. Bibir atas dimulai dari lubang
hidung dan dasar ala nasi setiap sisi dan berakhir di lateral pada lipatan
nasolabial. Bibir atas dibagi menjadi subunit oleh phitral columns.
Phitral columns terbentuk oleh serat m. orbicularis oris kontralateral
yang melalui garis tengah. Lekukan ditengah antar philtral columns
disebut phitral groove. Cupid’s bow merupakan bagian persimpangan

4
5

kulit dan vermilion diantara phitral columns. Bibir bagian bawah


dimulai dari lipatan nasolabial di lateral dan dibatasi oleh lipatan
labiomental. Bibir atas dan bawah menyatu di komisura, seperti
tampak pada gambar diatas (Hurst, 2016)
b. Langit-langit (Palatum)

Langit-langit (palatum) manusia terdiri dari bagian keras yaitu hard


palate dan bagian fibromuskular disebut soft palate. Bagian hard palate
dibagi menjadi hard palate primer dan hard palate sekunder. Bagian
hard palate primer berada di depan foramen incisivus, sedangkan hard
palate sekunder berada dibelakang memisahkan hidung dan faring,
seperti tampak pada gambar diatas (Hurst, 2016).
3. Penyebab
Menurut Suryandari (2017) terdapat beberapa penyebab yang
mengakibatkan terjadinya bibir sumbing, diantaranya:
a. Multifaktor
Teori multifactor yang diturunkan menyatakan bahwa gen-gen yang
beresiko berinteraksi satu dengan lainnya dan dengan lingkungan
menyebabkan kecacatan pada perkembangan janin.
b. Faktor Genetik (keturunan)
Biasanya diturunkan secara genetic dari riwayat keluarga yang
mengalami mutasi genetic. Pada penderita bibir sumbing terjadi di
Trosomi 13 atau sindrom Patau, dimana ada 3 unit kromoson 13 pada
setiap sel penderita yang sehingga jumlah total kromosom pada tiap
6

selnya adalah 47. Perlunya anamnesa dengan pasien untuk


menanyakan adanya riwayat keturunan dari keluarga soal kelainan ini.
c. Kurang nutrisi
Kurangnya konsumsi zat besi, vitamin B6 dan vitamin C serta
kekurangan asam folat.
d. Konsumsi obat
Pengaruh obat teratogenik seperti jamu dan kontrasepsi hormonal
akibat toksisitas selama kehamilan.
e. Stress emosional
Pada keadaan stress, korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang
berlebihan.
f. Trauma kehamilan
g. Usia ibu hamil
Ibu hamil dengan usia yang lanjut, biasanya memiliki resiko
ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang menyebabkan bayi lahir
dengan kelainan trisomi.
h. Radiasi
Radiasi berlebihan saat kehamilan juga dapat menyebabkan celah bibir
ataupun celah langit-langit, hal ini dapat terjadi jika efek radiasi
mengenai organ reproduksi.
4. Manifestasi klinis
Menurut Suryandari (2017), terdapat beberapa tanda dan gejala pada
pasien dengan labioschisis seperti:
a. Terdapat celah pada salah satu bibir ataupun kedua bibir.
b. Kesulitan dalam koordinasi, pengolahan napas dan kesulitan
menghisap saat menyusui. Akibatnya anak akan bingung saat sedang
makan atau minum. Bahkan kadang terlihat seperti berhenti bernapas,
malas makan, padahal anak takut menelan karena tahu akan tersedak.
c. Air susu yang keluar dari lubang hidung ketika menyusu
7

5. Patofisiologis
Difesiensi nutrisi Usia ibu & trauma
pada kehamilan Multifaktor kehamilan Obat-obatan
Heriditer

Kegagalan terbentuknya mesoderm palatum dan bibir pada


trisemester 1 kehamilan Rasa malu orang
Defisit tua dan anak saat
pengetahuan berumur lebih
Terbentuk celah pada bibir dari 5 thn

Orang tua tidak tahu penyebab, Bentuk bibir,


Labioschisis mulut dan palatum Harga diri
mengajukan pertanyaan rendah
yang tidak
sempurna
Kegagalan penyatuan prosesus nasal medial dan maksilaris
Kesulitan
pengucapan kata-
Unilateral incomplete/ complete Bilateral complete/ incomplete
kata secara jelas

Gangguan
Ketidakmampuan menutup bibir dan mulut
komunikasi verbal

Makanan bayi Kemampuan Makanan masuk Penggunaan otot Pembedahan


masuk ke saluran menghisap turun ke eustachius bantu napas
pernapasan
Adanya luka bekas
Ketidak puasan Gangguan otot Napas cepat jahitan
Resiko aspirasi menyusu, makan pada eustachius
O2 kurang dari Risiko infeksi
Tidak tepenuhinya Cairan ditelinga kebutuhan
Penumpukan
sekret makanan bayi tidak mengalir

Pola napas tidak Risiko kerusakan integritas


efektif kulit
Ketidak efektifan BB kurang dari Resiko infeksi
bersihan jalan napas 20% BB normal

Ketidakseimbangan
nutrisi ≤ keb. tubuh
8

6. Klasifikasi
Menurut Suryandari (2017), berdasarkan lengkap atau tidaknya celah
yang terbentuk terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Celah bibir satu sisi (unilateral celf lip/ labioschizis unilateral)


Celah bibir satu sisi hanya mengenai satu sisi bibir saja, kanan atau
kiri. Celah satu sisi ini dibagi lagi menjadi:
1) Celah satu sisi lengkap (complete unilateral cleft lip) adalah celah
pada satu sisi bibir atas sampai ke lubang hidung, mengenai
prosesus alveolaris dan kadang-kadang sampai palatum durum dan
palatum mole.
2) Celah satu sisi tidak lengkap (incomplete unilateral cleft lip)
adalah celah pada satu sisi bibir atas tanpa ada tanda-tanda anomali
pada prosesus alveolaris.
b. Celah bibir dua sisi (bilateral cleft lip/ labioschizis bilateral)
Celah bibir dua sisi ini mengenai kedua sisi kiri dan kanan. Celah bibir
dua sisi terbagi atas:
1) Celah dua sisi lengkap (complete bilateral cleft lip) adalah celah
pada kedua sisi bibir atas sampai ke lubang hidung, mengenai
prosesus alveolaris dan kadang-kadang sampai ke palatum durum
dan palatum mole.
2) Celah dua sisi tidak lengkap (incomplete bilateral cleft lip) adalah
celah pada kedua sisi bibir atas tanpa ada tanda-tanda anomali pada
prosesus alveolaris.
9

7. Pemeriksaan diagnostic
Menurut Loho (2012) terdapat pemeriksaan yang dilakukan seperti:
a. Ultrasonografi (USG)
Kelainan dapat terlihat melalui prosedur USG mulai dari trimester
pertama kehamilan, terdapat gangguan pada proses perkembangan area
wajah termasuk langit-langit rongga mulut.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Digunakan sebagai deteksi awal adanya celah submukosa yang dapat
terlewat saat inspeksi awal.
c. Laboratorium
Pemeriksaan darah untuk menentukan kadar leukosit sebelum
dilakukan prosedur operasi.
d. Pemeriksaan Fisik
Bertujuan untuk menentukan klasifikasi dari labioschisis yang akan
menentukan prosedur pembedahan dan memantau pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
8. Penatalaksanaan
a. Labioplasti
Merupakan sebuah prosedur bedah plastic untuk menutup celah bibir
palatum berdasarkan “rule of ten” yaitu
1) Usia lebih dari 10 minggu (3 bulan)
2) Berat lebih dari 10 pound (5kg)
3) Hb lebih dari 10g/dL
4) Leukosit lebih dari 10.000/µL
b. Penatalaksaan Keperawatan
1) Pre-operasi
Berikan informasi mengenai prosedur pembedahan, monitor
kemampuan menghisap dan menelan, kaji respon bayi saat
pemberian susu, pantau status pernapasan dan kepatenan jalan
napas.
10

2) Post-operasi
Kaji adanya tanda infeksi atau tidak, pantau tingkat nyeri, dan
lakukan perawatan luka.
9. Pencegahan
a. Menghindari bahan yang teratogenik
b. Menghindari stress/ trauma fisik maupun psikis
c. Melengkapi kebutuhan nutrisi dan gizi selama kehamilan
10. Komplikasi
Menurut Mulliken (2014) terdapat beberapa komplikasi yang ditimbulkan,
seperti:
a. Kesulitan menelan
Bayi akan kesulitan untuk menghisap pada payudara ibu atau dot yang
mengakibatkan reflex menghisap dan menelan tidak normal.
b. Gangguan dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin akan mengalami
malposisi dari gigi geligi pada area celah bibir yang terbentuk.
c. Masalah pendengaran
Infeksi telinga dikarenakan adanya gangguan pada otot-otot yang
berperan dalam membuka dan menutup tuba eustachius sehingga tidak
dapat mengalirkan cairan yang berasal dari telinga bagian tengah
dengan baik.
d. Aspirasi
Air Susu Ibu (ASI) yang seharusnya masuk ke tenggorokan dapat
masuk ke saluran pernapasan.

E. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, usia, pendidikan, suku, alamat
b. Keluhan utama
Keluarga/ klien mengatakan bibirnya cacat (terdapat celah) sejak lahir
11

c. Keluhan tambahan
Sulit menelan, sulit bicara, sering tersedak saat makan/ minum
d. Riwayat kesehatan dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami
trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu
saat hamil, kecukupan asam folat, obat-obat yang pernah dikonsumsi
oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.
e. Riwayat kesehatan sekarang
Mengkaji berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan,
pertambahan/ penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi
saluran pernafasan atas.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan dari ibu dan ayah.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi
karakteristik sumbing.
2) Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi.
3) Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan makanan
b. Resiko aspirasi dengan faktor resiko ketidakmatangan koordinasi
menghisap, menelan dan bernapas
c. Resiko infeksi dengan faktor resiko efek prosedur invasive
12

3. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
Ketidakseimbanga Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji asupan nutrisi yang 1. Memberikan informasi
n nutrisi kurang keperawatan selama … x 24 jam masuk yang berhubungan dengan
dari kebutuhan diharapkan ketidakeimbangan kebutuhan nutrisi dan
tubuh nutrisi dapat teratasi dengan mentukan intervensi
berhubungan criteria hasil: selanjutnya.
dengan - Mempertahankan BB dalam 2. Monitor kemampuan 2. Kemampuan menghisap
ketidakmampuan batas normal menghisap dapat mempengaruhi
menelan makanan - kemampuan menghisap jumlah intake yang masuk
meningkat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
3. Edukasi kepada ibu untuk 3. ASI yang masuk
tetap memberikan ASI walaupun sedikit dapat
secara rutin walaupun membantu meningkatkan
sedikit yang masuk pemenuhan kebutuhan
nutrisi
4. Kolaborasikan dengan 4. Dukungan diperlukan
tenaga kesehatan lain untuk meningkatkan
untuk memberi dukungan semangat dalam
kepada keluarga untuk memberikan ASI
13

tetap semangat
memberikan ASI
Resiko aspirasi Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda aspirasi 1. Perubahan yang terjadi
dengan faktor keperawatan selama … x 24 jam selama proses pemberian saat pemberian makan
resiko diharapkan tidak terjadi aspirasi makanan dan pemberian dan obat dapat
ketidakmatangan dengan criteria hasil: obat menyebabkan aspirasi
koordinasi - Menunjukkan peningkatan 2. Posisikan pasien pada 2. Mengurangi bayi tersedak
menghisap, kemampuan menelan semifowler (45º) saat menyusu
menelan dan - Bertoleransi terhadap asupan 3. Edukasi pada orangtua 3. Ibu dapat mengerti cara
bernapas oral tanpa aspirasi cara menyusui yang benar yang benar dalam
- Bertoleransi dalam pemberian pemberian ASI sehingga
perenteral tanpa aspirasi bayi terhindar dari
aspirasi
4. Kolaborasikan dengan 4. Penggunaan dot mungkin
dokter untuk penggunaan diperlukan untuk
dot khusu yang lebih mengurangi resiko
panjang aspirasi
Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya tanda-tanda 1. Mengantisipasi jika
faktor resiko efek prosedur keperawatan selama … x 24 jam infeksi pada bekas luka terjadi infeksi sesudah
invasive diharapkan tidak terjadi infeksi jahitan prosedur operasi
dengan criteria hasil: 2. Lakukan perawatan luka 2. Perawatan luka yang baik
- Tidak terdapat tanda-tanda menggunakan prinsip dan benar dapat
14

infeksi steril mengurangi resiko


- Tidak terdapat pus terjadinya infeksi
3. Edukasikan kepada 3. Mengetahui adanya
keluarga untuk melapor infeksi dan mencegah
jika terdapat cairan atau terjadinya infeksi
bau yang keluar di daerah
sekitar operasi
4. Kolaborasikan dengan 4. Antibiotik dapat
dokter pemberian mengatasi dan mencegah
antibiotik infeksi dengan cara
membunuh dan
menghentikan bakteri
didalam tubuh
15

5. Discharge Planning
a. Anjurkan keluarga untuk memantau luka dan pergi ke pelayanan kesehatan jika terdapat tanda dan gejala
infeksi
b. Anjurkan keluarga untuk memberi makan yang cukup untuk mempertahankan berat badan dan mempercepat
proses penyembuhan.
c. Anjurkan keluarga untuk memposisikan anak semifowler (45º) saat memberi makan dan menyendawakan
setelah makan.
BAB III

TINJAUAN KASUS

Tanggal 19 Oktober 2020 Jam 14.00 WIB

Nama Mahasiswa : Agata Wilis Widya A

Tempat Praktik : G3 Anak

A. Pengkajian

1. Identitas
Nama : An. R
Tanggal Lahir/Umur : 01/06/2020, 4 bulan 18 hari
Nama Ayah/Ibu : Ny. W
Pekerjaan Ayah/Ibu : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah
Suku/Budaya : Jawa
Alamat : Sumbang
Tgl Masuk/Jam : 19 Oktober 2020, Jam: 13.40 WIB
Ruang/Kamar : G3 Anak/Kamar 10B
No. RM : 0121xxxx
Diagnose Kerja : Labioschisis
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama saat dikaji
Bibir sumbing sejak lahir
b. Keluhan tambahan
Ibu mengatakan bibir anaknya sudah sumbing sejak lahir, kalau minum
susu kadang suka tersedak.
c. Alasan utama masuk rumah sakit
Ny. W mengatakan ingin mengoperasi bibir anaknya
17

d. Riwayat penyakit sekarang


Ny. W mengatakan anaknya mengalami bibir sumbing sejak lahir,
kemudian mencari informasi tempat yang bisa melaksanakan operasi bibir
sumbing dengan hasil yang rapih. Kemudian menemukan RS Bethesda,
sudah 3x konsultasi dari Klinik Bedah dan pada tanggal 21 September
2020 rencana operasi namun nilai leukositnya tinggi yaitu 19,02 ribu/mmk
dan operasi diundur bulan Oktober 2020. Tanggal 19 Oktober 2020
keluarga pasien membawa pasien ke RS Bethesda untuk periksa dan cek
darah dengan hasil leukosit 12,58 ribu/mmk. Kemudian anak dipindahkan
ke ruang Galilea III Anak pukul 14.40 WIB dan dilakukan pengkajian
dengan hasil suhu 36,6ºC, nadi: 122x/menit, RR 32x/menit.
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Prenatal
Usia kehamilan 9 bulan 7 hari, kehamilan direncanakan, tidak ada
gangguan kesehatan selama hamil, penambahan berat badan 8kg, dan tidak
mengkonsumsi obat-obatan
b. Natal
Ibu mengatakan saat melahirkan ditolong oleh bidan, melahirkan di rumah
bidan praktek, dengan BBL 3,32kg dan PB 48cm, cara melahirkan secara
spontan.
c. Post Natal
Lamanya di rumah bidan praktek 1 hari, tidak ada masalah terhadap
pernapasan.
4. Riwayat kesehatan lalu
a. Klien belum pernah menderita penyakit sebelumnya
b. Klien pernah belum pernah dirawat di rumah sakit pada bulan September
2020 karena kadar leukosit tinggi 19,02 ribu/mmk.
c. Tidak ada obat-obatan yang dikonsumsi klien
d. Klien belum pernah operasi
e. Klien tidak memiliki alergi makanan/minuman
f. Klien tidak pernah mengalami kecelakaan
18

g. Imunisasi
1) Hepatitis B : saat lahir
2) BCG : saat umur 1 bulan
3) Polio : saat lahir, saat umur 2 bulan
4) DPT : saat umur 2 bulan
5. Riwayat tumbuh kembang
a. Bahasa
Klien bisa berteriak dan mengoceh pada usia 3 bulan
b. Motorik Halus
Klien bisa meraih benda/ sesuatu pada usia 3,5 bulan
c. Motorik Kasar
Klien sudah bisa memiringkan badannya saat awal usia 4 bulan
6. Riwayat keluarga

Keterangan:

: Perempuan Usia anak 4 bulan 18 hari dengan penyakit Labioschisis


: Laki-laki
: Pasien
: Tinggal satu rumah
19

7. Riwayat sosial
a. Yang mengasuh orangtua
b. Hubungan dengan anggota keluarga harmonis
c. Pasien biasa main dengan teman sebayanya
d. Pasien biasa main di lingkungan rumah
e. Lingkungan rumah cukup luas
8. Riwayat pemenuhan kebutuhan dasar manusia
a. Pola nutrisi
Sebelum sakit
Anak masih minum ASI, jumlah yang diberikan ± 10x dalam sehari
dengan jumlah 60cc/ satu kali minum dengan cara diberikan minum
menggunakan sendok, tidak ada makanan/minuman tambahan yang
diberikan, klien belum berhenti menetek, tidak ada vitamin tambahan yang
dikonsumsi dan tidak memiliki alergi.
b. Pola tidur
Ibu pasien mengatakan biasanya sebelum tidur ditimang-timang, biasanya
tidur siang 6 jam dan tidur malam 10 jam.
c. Pola eliminasi
1) BAB : ibu mengatakan frekuensi BAB 3x sehari, konsistensi lembek,
warna khas.
2) BAK : frekuensi 4x sehari jumlah 200cc
d. Pola kebersihan diri
Ibu mengatakan pasien dimandikan 2x sehari menggunakan sabun,
mencuci rambut 2x sehari, kuku digunting saat mulai panjang, mata
dibersihkan saat mandi, telinga dibersihkan 2x sehari.
e. Aktivitas bermain
Anak bermain dengan aktif
9. Keadaan saat ini
a. Status nutrisi
20

Jenis makanan yang dikonsumsi ASI. ASI diberikan dengan cara disuapi
dengan sendok, Ny. W mengatakan untuk mencegah supaya ASI tidak
keluar saat makan maka celah bibir ditutup dengan jari tangan yang
memberi makan.
An. R dengan BB 6,7kg dan PB 67cm
1) Usia An. N
2020-10-19
2020-06-01
04-18  Usia An. R 4 bulan 18 hari
2) Berat Badan Normal
Umur ( bulan ) +9 4+ 9
BBN: = = 6,5 kg
2 2

3) Kebutuhan Kalori (usia 6 bulan pertama)


120 x 6,7 = 804 kkal/hari
4) Kebutuhan Karbohidrat
Total energi harian
70 % x
4
804
70 % x = 0,7 x 201 = 140,7 gram/hari
4
5) Kebutuhan Protein
10 % x energi total
4
10 % x 804
= 20,1 gram
4
6) Kebutuhan Lemak
20 % x energi total
9
20 % x 804
= 17,8 gram/hari
9
b. Status cairan
1) Jenis cairan : ASI dan infus Ka-En 1B 500 cc
21

500 x 60
2) Infus : = 21 tetes/menit
24 x 60 menit
3) Kebutuhan Cairan : 100 x 6,7 = 670 cc/24 jam
c. Eliminasi
1) BAB: saat dikaji pasien sudah BAB 1x pada pagi hari, konsistensi
lembek
2) BAK: pasien sudah BAK 1x pagi hari, jumlah 100cc warna kuning
jernih
d. Kebutuhan tidur
1) Tidur siang: ibu pasien mengatakan pasien tidur siang ± 4 jam, sering
terbangun dan rewel
2) Tidur malam: ibu pasien mengatakan tidur malam jam 21.00, kadang
terbangun karena rewel minta ASI
e. Pola kebersihan diri
Pasien mandi 2x dalam sehari, pada pagi dan sore hari menggunakan
washlap
f. Aktivitas
Saat dikaji pasien telungkup di tempat tidurnya sambil mengoceh
g. Data psikologis
Saat dikaji pasien tenang dan tidak menangis
h. Data spiritual
Pasien beragama islam
i. Data intelektual
Saat dikaji ibu pasien mengatakan dari keluarga tidak ada yang menderita
penyakit seperti yang diderita anaknya dan mengatakan tidak paham
kenapa anaknya bisa memiliki bibir sumbing.
10. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan pertumbuhan
PB : 67cm LD : 41cm LK : 44cm
BB : 6,7kg LLA : 14cm
b. Pengukuran tanda vital
22

1) Suhu: 36,6oC, diukur di frontalis


2) Nadi: 122x/menit, regular diukur di radialis kanan
3) RR: 32x/menit, reguler
c. Tingkat kesadaran
1) Kualitatif: composmentis
2) Kuantitatif: E: 4 V: 5 M:6, GCS: 15
3) Keadaan umum: sehat
d. Kulit
Warna kulit klien kuning langsat, tekstur kulit lembut, turgor kulit elastis,
tidak ada luka pada kulit
e. Kepala
Bentuk kepala bulat, LK: 44cm, kulit kepala bersih, rambut berwarna
hitam, distribusi rambut tidak rata, UUK telah tertutup, UUB belum
tertutup
f. Mata
Konjungtiva merah muda, tidak ada kelainan, mata kanan dan kiri
simetris, refleks pupil (+) yaitu pupil isokor, pasien mampu melihat dan
kontak mata baik.
g. Telinga
Telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada kotoran, pasien dapat mendengar
dengan baik ditandai ketika diberi rangsangan pasien menoleh kearah
rangsangan.
h. Hidung
Septum lebih ke kanan, tidak ada benda asing didalam hidung.
i. Mulut/Gigi
Terdapat celah bibir sebelah kiri, lidah berwarna merah muda
j. Leher/Tengkuk
Tidak terdapat lesi, tidak teraba benjolan
k. Dada
1) Inspeksi: tidak terdapat lesi, pergerakan dinding dada simetris, tidak
terdapat retraksi dada
23

2) Palpasi: ictus cordis tidak teraba, tidak terdapat nyeri tekan, tidak
teraba massa pada dada
3) Perkusi: tidak dilakukan
4) Auskultasi: suara paru bronchovesikuler
l. Abdomen
1) Inspeksi: perut simetris, tidak terdapat lesi pada perut
2) Auskultasi: bising usus 15x/menit didengarkan dikuadran I
3) Palpasi: tidak teraba massa, tidak teraba hepar dan lien
4) Perkusi: suara timpani
m. Genio urinaria
Tidak terdapat kelainan
n. Anus
An. R tidak mengalami atresia ani
o. Punggung
Tidak terdapat kelainan bentuk punggung, tidak terdapat bekas luka
p. Ekstremitas
1) Atas: anggota gerak atas lengkap, tangan kanan dan kiri simetris, tidak
ada kelainan jari
2) Bawah: anggota gerak bawah lengkap, tidak ada kelainan bentuk kaki,
tersang infus di kaki kanan
q. Reflek-reflek
1) Refleks Isap (+)
2) Refleks Moro (+)
3) Refleks Menggengam (+)
11. Tingkat perkembangan
a. Bahasa
Pasien mengoceh spontan
b. Motorik halus
Pasien berusaha menggapai benda, sudah mampu menggenggam mainan
c. Motorik kasar
24

Pasien sudah mampu mengangkat kepala, berbalik dari telungkup,


menggerakkan kepala dari sisi kiri dan kanan
d. Kemandirian dan bergaul
Tidak terkaji

12. Pemeriksaan penunjang


a. Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


Hemoglobin 10,7 g/dL 10,4 – 16,00
Leukosit 12,58 Ribu/ mmk 6,0-18,0
Hitung jenis
Eusinofil 1,4 % 1–5
Basofil 0,2 % 0–1
Segment Neutrofil 17,1 % 30 – 40
Limfosit 6,4 % 48 – 78
Monosit 9,4 % 1 – 11
Limfosit Total 9,4 10^3/µL 3,7 - 10,7
Rasio Neutrofil 0,23 < 3,13
Limfosit
Hematokrit 31,9 % 34,0 – 48,0
Eritrosit 4,15 Juta/mmk 3,7 – 5,20
RDW 13,0 % 11,5 – 14,5
MCV 76,9 fL 78,0 – 102,0
MCH 25,8 Pg 23,0 – 31,0
MCHC 33,5 g/dL 32,0 – 36,0
Trombosit 405 Ribu/mmk 150 – 450
MPV 8,9 fL 7,2 – 11,1
PDW 8,5 fL 9,0 – 13,0
Homestasis
Masa Perdarahan 2,00 menit.detik 1,00 – 6,00
Masa Pembekuan 9,00 menit.detik 5,00 – 12,00
PT
PT (Prothrombin Time) 11,2 Detik 9,3 – 11,4
PT Kontrol 10,50 Detik 9,0 – 12,2
APTT
APTT Test 26,3 Detik 24,5 – 32,8
APTT Kontrol 25,30 detik 21,5 – 29,1
SARS-CoV IgG/ IgM
25

SARS-Cov IgG Non reaktif Non Reaktif


SARS-Cov IgM Non reaktif Non Reaktif
b. Radiologi (X-Ray Thorax)
Dilakukan x-ray thoraxs AP, supine, simetris pada pasien dengan hasil:
- Jaringan pulmonal bilateral menunjukkan infiltrat yang menyebar
dengan airbronchogram promine dan corakan vaskuler kasar.
- Tampak hierlusensi dikedua pulmo askpek basal
- Struktur hiler bilateral tampak normal, terutama tak terlihat adanya
limfadenopathy
- Cor: konfigurasi yang normal
- Diafragma bilateral letaknya normal dengan kontur yang reguler, tetapi
relati mendatar
- Kedua sinus costofrenicus lancip, tak tampak penebalan pleura space
bilateral
- Struktur sistema tulang dinding thorax tidak ada kelainan

Kesan:

- Radiologis bronchitis
- Konfigurasi cor normal
13. Obat-obatan
Saat pengkajian, pasien tidak mendapatkan terapi obat
14. Rencana program tindakan
Tindakan Labioplasty hari Selasa 20 Oktober 2020 jam 13.00
15. Rencana pulang
a. Tidak ada bantuan yang diperlukan setelah pulang
b. Mengajarkan ibu untuk mengetahui tanda dan gejala infeksi pada luka
post-operasi
c. Menganjurkan ibu memberi ASI sesering mungkin
26

F. Analisa Data

No. Data Masalah Penyebab


1 DS:
Ibu pasien mengatakan kalau minum susu
kadang tersedak karena bentuk bibir yang
Ketidakmatangan koordinasi
sumbing
Resiko aspirasi menghisap, menelam, dan
Susu diminumkan dengan menggunakan
bernapas
sendok
DO:
Terdapat celah bibir sebelah kiri
2 DS: -
DO:
Handrail tidak ditutup
Usia < 2 tahun Resiko jatuh Kurang pengawasan
Skor humty dumty 13(resiko tinggi jatuh)
Aktivitas An. R dapat telungkup dan
telentang dengan aktif
3 DS:
Ibu pasien mengatakan agak takut dan
sedikit belum siap jika anaknya dioperasi Ansietas Rencana operasi
DO:
Ibu pasien tampak tegang dan gelisah
4 DS:
Ibu pasien mengatakan dari keluarga tidak
ada yang menderita penyakit seperti yang
diderita anaknya dan mengatakan tidak
paham kenapa anaknya bisa memiliki bibir Defisit pengetahuan Kurang terpapar informasi
sumbing
DO:
Ibu pasien bertanya apa yang menyebabkan
anaknya memiliki bibir sumbing
27

G. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan (Do dan Ds)


1 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terapar informasi
DS:
Ibu pasien mengatakan dari keluarga tidak ada yang menderita penyakit
seperti yang diderita anaknya dan mengatakan tidak paham kenapa
anaknya bisa memiliki bibir sumbing
DO:
Ibu pasien bertanya apa yang menyebabkan anaknya memiliki bibir
sumbing
2 Ansietas berhubungan dengan rencana operasi
DS:
Ibu pasien mengatakan agak takut dan sedikit belum siap jika anaknya
dioperasi
DO:
Ibu pasien tampak tegang dan gelisah
3 Resiko aspirasi dengan faktor resiko ketidakmatangan koordinasi
menghisap, menelam, dan bernapas
4 Resiko jatuh dengan faktor resiko kurang pengawasan
28

H. Perencanaan Keperawatan

Nama pasien : An. R


Ruangan : G3/ 10B
Tanggal : 19 Oktober 2020
Nama mahasiswa : Agata Wilis Widya Anggrita

Tindakan Keperawatan
No Diagnosa Rasional
Tujuan dan Kinerja Hasil Tindakan
19/10/20, Jam 14.00 19/10/20, Jam 14.00 19/10/20, Jam 14.00 19/10/20,Jam 14.00
1 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui
berhubungan dengan tindakan keperawatan pengetahuan sejauh mana
kurang terapar selama 1x24 jam, keluarga pengetahuan
informasi menunjukkan keluarga tentang
pengetahuan tentang penyakit
proses penyakit ditandai 2. Jelaskan tentang 2. Meningkatkan
dengan proses penyakit pengetahuan dan
1. Keluarga mengatakan serta identifikasi mengurangi
paham tentang kemungkinan kecemasan pada
penyakit yang dimiliki penyebab keluarga
pasien dan tindakan 3. Diskusikan 3. Menggali
yang akan dilakukan tindakan seberapa jauh
2. Keluarga mampu pengobatan yang keluarga
melaksanakan dan dapat dilakukan mencari tahu
menjelaskan kembali mengenai
apa yang sudah tindakan
dijelaskan oleh tenaga pengobatan yang
kesehatan bisa dilakukan

Agata Agata Agata Agata


19/10/20, Jam 14.15 19/10/20, Jam 14.15 19/10/20, Jam 14.15 19/10/20,Jam 14.15
2 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan 1. Identifikasi tingkat 1. Mengetahui
dengan rencana tindakan keperawatan kecemasan sejauh mana
operasi selama 2x24 jam, kecemasan yang
diharapkan ansietas dapat dialami keluarga
teratasi dengan kriteria 2. Anjurkan ibu 2. Saat ibu merasa
hasil: untuk tetap tenang cemas, anak juga
1. Bahasa tubuh dan saat anak dapat ikut
aktivitas yang menghadapi merasakan cemas
menunjukkan operasi
kecemasan berkurang 3. Berikan informasi 3. Membantu
29

2. Tidak ada rasa cemas jenis tindakan yang mengurangi


yang disampaikan akan dilakukan kecemasan
secara lisan saat operasi setelah mendapat
3. Perasaan tidak gelisah penjelasan
prosedur operasi
4. Dorong anggota 4. Menambah
keluarga lain untuk penguatan dan
saling mendukung dapat
satu sama lain mengurangi
ansietas

Agata Agata Agata Agata


19/10/20, Jam 14.30 19/10/20, Jam 14.30 19/10/20, Jam 14.30 19/10/20,Jam 14.30
3 Resiko aspirasi dengan Setelah dilakukan 1. Pantau satatus 1. Perubahan status
faktor resiko tindakan keperawatan pernapasan selama pernapasan dapat
ketidakmatangan selama 3x24 jam, pemberian menjadi salah
koordinasi menghisap, diharapkan tidak terjadi makanan
menelan, dan bernapas aspirasi dengan kriteria satu indikator
hasil: terjadinya
1. Pasien tidak tersedak aspirasi
saat meminum ASI 2. Tempatkan posisi 2. Posisi semi
2. Berorientasi terhadap pasien semi fowler fowler
asupan oral tanpa (45º) meningkatkan
aspirasi
gravitasi
makanan dan
menghindari
aspirasi
3. Anjurkan kepada 3. Membantu
keluarga untuk mengeluarkan
menyendawakan udara dan
bayi setelah mencegah
pemberian
terjadinya
makanan
aspirasi

Agata Agata Agata Agata


30

I. Catatan Perkembangan

Nama pasien : An. R


Ruangan : G3
Diagnosa Medis : Labioschisis

Hari pertama

No. Diagnosa Waktu Penyebab Paraf


1 Defisit pengetahuan 19/10/2020
berhubungan I:
dengan kurang 14.00 1. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga
terapar informasi DS:
Ny. W mengatakan tidak tahu penyebab
anaknya memiliki bibir sumbing dan dari
keluarganya maupun suami tidak ada yang
memiliki bibir sumbing
DO:
Ny. W menanyakan apa yang menyebabkan
anaknya memiliki bibir sumbing Agata
14.05 2. Menjelaskan tentang proses penyakit serta
identifikasi kemungkinan penyebab
DS :
Ny. W mengatakan sudah mulai paham kalau
bibir sumbing dapat disebabkan karena faktor
keturunan, kekurangan asam folat saat hamil
DO :
Ny. W dapat menyebutkan kembali definisi,
penyebab terjadinya bibir sumbing Agata
14.30 3. Mendiskusikan tindakan pengobatan yang
dapat dilakukan
DS:
Ny. W mengatakan caranya dengan operasi
dan kalau di RS Bethesda hasil operasinya
rapih dan halus
DO:
Ny. W terlihat bersemangat saat menjawab
pertanyaan Agata
14.45 E:
S:
Ny. W mengatakan sudah mulai paham
mengenai bibir sumbing dan tindakan yang
31

dilakukan adalah dengan operasi


O:
Ny. W dapat menyebutkan kembali definisi,
penyebab terjadinya bibir sumbing Agata
A: Masalah teratasi
P: hentikan intervensi

Agata
2 Ansietas 19/10/2020 I :
berhubungan 14.00 1. Mengidentifikasi tingkat kecemasan
dengan rencana DS :
operasi Ny. W mengatakan agak takut dan sedikit
belum siap jika anaknya dioperasi
DO :
Ny. W tampak tegang dan gelisah Agata
14.08 2. Memberikan informasi jenis tindakan yang
akan dilakukan saat operasi
DS:
Ny. W mengatakan sudah paham jenis
operasi yang akan dilakukan untuk anaknya
tapi masih merasa agak takut
DO:
Ny. W masih tampak tegang Agata
14.25 3. Mendorong anggota keluarga lain untuk
saling mendukung satu sama lain
DS :
Ny. T sebagai nenek mengatakan selalu
menenangkan anaknya dan berdoa untuk
kelancaran operasi cucunya
DO : - Agata
14.48 E:
S:
Ny. T mengatakan masih merasa agak takut jika
anaknya dioperasi, tapi dukungan dan doa dari
ibunya bisa memberi kekuatan
O: Agata
Ny. W tersenyum tapi masih terlihat tegang
A: Masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4

Agata
3 Resiko aspirasi 19/10/2020 I :
dengan faktor 14.00 1. Memantau satatus pernapasan selama
resiko pemberian makanan
ketidakmatangan DS :
32

koordinasi Ny. W mengatakan kadang-kadang anaknya


menghisap, tersedak saat minum ASI
menelan, dan DO :
bernapas RR 32x/menit Agata
14.10 2. Menempatkan posisi pasien semi fowler
(45º)
DS :-
DO :
Posisi An. R semi fowler Agata
14.26 3. Menganjurkan kepada keluarga untuk
menyendawakan bayi setelah pemberian
makanan
DS :
Ny. W mengatakan belum tau bagaimana
cara menyendawakan anaknya setelah
minum ASI
DO :
Ny. W terlihat bingung Agata
14.52 E:
S:
Ny. W mengatakan akan lebih memperhatikan
anaknya saat minum ASI supaya tidak tersedak
dan akan mempraktekan cara menyendawakan
An. R setelah minum ASI
O: Agata
Ny. W terlihat masih belum terbiasa
mempraktekan cara menyendawakan An. R
Posisi An. R semifowler
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1, 2, 3 Agata

Hari kedua

No. Diagnosa Waktu Penyebab Paraf


2 Ansietas 20/10/2020
berhubungan 07.10 S:
dengan rencana Ny. W mengatakan masih agak takut dan deg-
operasi degan anaknya akan operasi Agata
O:
Ny. W tersenyum tipis sambil menggendong
anaknya
07.20 A: ansietas belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4 Agata

09.10 I:
33

1. Mengidentifikasi tingkat kecemasan


DS :
Ny. W mengatakan anak saya nanti jam
13.00 mau dioperasi dan jam 09.00 puasa
Ny. W mengatakan sudah siap dan akan
menunggu anaknya sampai selesai operasi Agata
DO :
Ny. W tampak rileks
09.20 2. Menganjurkan ibu untuk tetap tenang saat
anak menghadapi operasi Agata
DS:
Ny. W mengatakan iya mba saya berusaha
tenang dan berdoa demi kelancaran operasi
anak saya
DO:
Ny. W tampak tenang
09.30 3. Memberikan informasi jenis tindakan yang Agata
akan dilakukan saat operasi
DS:
Ny. W mengatakan sudah paham tentang
prosedur operasi
DO:
Ny. W tampak tegang
09.35 4. Mendorong anggota keluarga lain untuk Agata
saling mendukung satu sama lain
DS :
Ny. W mengatakan suami saya dan keluarga
lain yang dirumah memberikan semangat dan
doa untuk anak saya yang membuat saya
lebih tenang
DO : - Agata
09.45 E:
S:
Ny. W mengatakan sudah siap An. R dioperasi
jam 13.00 nanti
Ny. W mengatakan banyak dukungan dan doa
untuk kelancaran operasi An. R
O: Agata
Ny. W tersenyum, gesture tubuh rileks
A: Masalah teratasi
P: stop intervensi

Agata
3 Resiko aspirasi 20/10/2020
dengan faktor 07.15 S:
resiko Ny. W mengatakan dari semalam kalau minum
34

ketidakmatangan susu tidak tersedak


koordinasi Ny. W mengatakan tadi malam tidak
menghisap, menyendawakan anaknya
menelan, dan 07.20 O: Agata
bernapas RR: 30x/menit
A: resiko aspirasi belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1, 2, 3

I: Agata
09.10 1. Memantau satatus pernapasan selama
pemberian makanan
DS :
Ny. W mengatakan dari semalam saat minum
anaknya tidak tersedak saat minum ASI
DO : Agata
RR 30x/menit
09.20 2. Menempatkan posisi pasien semi fowler
(45º)
DS :-
DO : Agata
Posisi An. R semi fowler
09.35 3. Menganjurkan kepada keluarga untuk
menyendawakan bayi setelah pemberian
makanan
DS :
Ny. W mengatakan sudah mencoba
menyendawakan anaknya
DO :
Ny. W mencontohkan bagaimana cara Agata
menyendawakan setelah minum ASI
09.50 E:
S:
Ny. W mengatakan sudah bisa menyendawakan
anaknya setelah minum ASI Agata
O:
Ny. W terlihat mempraktekan cara
menyendawakan An. R
RR 30x/menit
A: Masalah teratasi belum teratasi Agata
P: Lanjutkan intervensi 1, 2, 3
35
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membuat tentang asuhan keperawatan pada kasus
pasien An. R dengan Labioschisis. Pembahasan pada bab ini berisi tentang
perbandingan anatara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Setiap temuan
perbedaan diuraikan dengan konsep. Isi pembahasan sesuai tujuan khusus yaitu:

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari sebuah proses keperawatan, kegiatan


yang dilakukan pada tahap tersebut adalah mengumpulkan data seperti
keluhan utama, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, serta studi dokumentasi
untuk melihat hasil pemeriksaan diagnostic.
Pengkajian yang sudah dilakukan terhadap An. R dengan Labioschisis di
ruang Galilea III Anak dengan nomor kamar 10B pada tanggal 19 Oktober
2020 didapatkan keluhan utama yaitu Ny. W mengatakan anaknya mengalami
bibir sumbing sejak lahir, kemudian mencari informasi tempat yang bisa
melaksanakan operasi bibir sumbing dengan hasil yang rapih. Kemudian
menemukan RS Bethesda, sudah 3x konsultasi dari Klinik Bedah dan pada
tanggal 21 September 2020 rencana operasi namun nilai leukositnya tinggi
yaitu 19,02 ribu/mmk dan operasi diundur bulan Oktober 2020. Tanggal 19
Oktober 2020 keluarga pasien membawa pasien ke RS Bethesda untuk periksa
dan cek darah dengan hasil leukosit 12,58 ribu/mmk. Kemudian anak
dipindahkan ke ruang Galilea III Anak pukul 14.40 WIB dan dilakukan
pengkajian dengan hasil suhu 36,6ºC, nadi: 122x/menit, RR 32x/menit, minum
ASI dengan disuapi menggunakan sendok dan sering tersedak saat minum
ASI. Hasil pemeriksaan fisik menyebutkan terdapat celah bibir sebelah kiri.
Kesimpulan berdasarkan data pengkajian pada pasien tersebut, penulis
menyimpulkan kasus pada An. R sesuai dengan teori yang ada yaitu pada
37

labioschisis terdapat celah pada bibir, mudah tersedak dan sulit menyusu
langsung ke punting ibu.

J. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu,


keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai
dengan kewenangan perawat (Setiadi, 2012)
Penulis mengambil diagnose keperawatan mengacu pada batasan karakteristik
dalam Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) 2018. Penyusunan
diagnosis keperawatan disesuaikan dengan masalah yang muncul dalam
pengkajian, baik masalah aktual maupun risiko. Penentuan prioritas dilakukan
menurut kegawatan yang dibagi menjadi 3 tingkatan yakni: sangat
penting/sangat urgen, genting/urgen dan tidak/kurang genting dan urutan
kebutuhan dasar Maslow yang dibagi menjadi 5 tingkatan yaitu: kebutuhan
biologis/fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan cinta/sayang, harga diri
dan kebutuhan aktualisasi (Ali, 2009). Rumusan diagnosis disusun sesuai
teori yang meliputi tiga komponen yaitu: problem, etiologi, dan signs and
simptoms.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien Labioschisis menurut
Susilaningrum (2013) antara lain:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Pola napas tidak efetif
3. Resiko aspirasi
4. Gangguan komunikasi verbal
5. Harga diri rendah
6. Defisit pengetahuan orangtua
7. Ansietas
8. Resiko infeksi
9. Resiko kerusakan integritas kulit
Diagnose keperawatan yang muncul pada An. R, adalah:
38

1. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terapar informasi


2. Ansietas berhubungan dengan rencana operasi
3. Resiko aspirasi dengan faktor resiko ketidakmatangan koordinasi
menghisap, menelam, dan bernapas
4. Resiko jatuh dengan faktor resiko kurang pengawasan

Berdasarkan diagnose yang muncul pada kasus terdapat empat diagnose pre
operasi yaitu defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terapar
informasi, ansietas berhubungan dengan rencana operasi, resiko aspirasi
dengan faktor resiko ketidakmatangan koordinasi menghisap, menelam, dan
bernapas dan resiko jatuh dengan faktor resiko kurang pengawasan. Untuk
diagnose post operasi tidak ditemukan karena saat dilakukan pengkajian klien
belum dilakukan prosedur operasi. Terdapat beberapa masalah keperawatan
yang tidak muncul pada klien yang ditemukan di lapangan berdasarkan
perjalanan penyakit diantaranya untuk diagnose pre operasi yaitu bersihan
jalan napas tidak efektif karena tidak terdapat penumpukan secret di hidung,
pola napas tidak efektif tidak terdapat karena An. R tidak menggunakan otot
bantu pernapasan dan pola napas reguler, ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh karena saat dilakukan pengkajian ibu mengatakan untuk
pemberian ASI menggunakan sendokk dan agar ASI tidak keluar dari celah
maka celah ditutup dengan menggunakan tangan, harga diri rendah, gangguan
komunikasi verbal. Sedangkan untuk post operasi antara lain resiko infeksi
dan kerusakan integritas kulit.

K. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan atau intervensi keperawatan adalah bagian dari suatu proses


keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan
sebagai usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk
memenuhi kebutuhan klien (Setiadi, 2012)
Berdasarkan diagnose keperawatan yang muncul dari pasien maka dilakukan
beberapa intervensi keperawatan. Intervensi keperawatan ditulis sesuai
39

rencana dan criteria hasil berdasarkan Standar Keperawatan Indonesia (SLKI)


dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Dalam kasus ini penulisan melakukan intervensi sesuai dengan rumusan
masalah diatas selama 1x24 jam, 2x24 jam, 3x24 jam dengan tujuan untuk
mengetahui keefektifan tujuan secara maksimal. Tujuan dari intervensi adalah
suatu sasaran yang menggambarkan perubahan yang diingginkan pada setiap
kondisi atau perilaku pasien dengan criteria hasil yang diharapkan perawat.
Kriteria hasil harus SMART (Specific, Measurable, Acheivable, Reasonable,
Time) (Dharmawan, 2012).
Perencanaan yang ditetapkan untuk diagnose defisit pengetahuan pada ibu
(Ny. W) antara lain kaji tingkat pengetahuan, jelaskan proses penyakit dan
diskusi bersama keluarga tindakan pengobatan yang akan dilakukan. Diagnosa
kedua yaitu ansietas perencanaan yang diterapkan antara lain identifikasi
tingkat kecemasan, anjurkan ibu untuk tetap tenang, beri informasi jenis
tindakan saat operasi, dan memberi dorongan kepada keluarga untuk saling
mendukung. Diagnosa terakhir yairu resiko aspirasi perencanaan yang
diterapkan antara lain pantau status pernapasan saat memberi makan, berikan
posisi semifowler saat memberi ASI, dan ajarkan menyendawakan bayi
setelah memberi ASI.

L. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan merupakan cacatan tentang tindakan yang diberikan


kepada pasien. Pencatatan mencakup tindakan keperawatan yang diberikan
baik secara mandiri maupun kolaboratif, serta pemenuhan criteria hasil
terhadap tindakan yang diberikan.
Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada kasus An. R antara lain
mengukur antropometri, pemeriksaan fisik, mengukur resiko jatuh,
menghitung kebutuhan cairan dan terapi bermain. Pelaksanaan keperawatan
yang dilakukan pada keluarga An. R antara lain memberikan informasi tentang
Labioshcisis, jenis tindakan yang dilakukan, mendiskusikan kecemasan,
memberi dukungan agar tenang.
40

M. Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang


kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga medis
lainnya. Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan criteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).
Pada kasus An. R dengan Labioschisis penulis menyimpulakan dari
pengkajian dan tahap implementasi didapatkan evaluasi dari kasus ini teratasi
keseluruhan dari masalah yang didapat.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan asuhan keperawatan selama 2 hari pada An. R dengan


Labioschisis di Ruang Galilea III Anak Rumah Sakit Bethesda Yakkum
Yogyakarta, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Definisi
Labioschisis atau bibir sumbing adalah salah satu cacat lahir, dimana
terdapat kondisi bibir yang terbelah sampai langit-langit, akibat dari
embriologi perkembangan struktur wajah yang mengalami gangguan
sejak embrio umur minggu ke IV.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan diambil dari hasil analisis data pengkajian,
didapatkan 4 diagnosis keperawatan yakni: Deficit pengetahuan
berhubungan dengan kurang terpapar infirmasi; Ansietas berhubungan
dengan rencana operasi; Resiko aspirasi dengan faktor resiko
ketidakmatangan koordinasi menghisap, menelan, dan bernapas;
Resiko jatuh dengan faktor resiko kurang pengawasan.
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaa asuhan keperawatan yang penulis buat sudah sesuai
dengan teori dari Nurjannah (2018), untuk tujuan dan criteria hasil
berdasarkan pada Spesific, Measureable, Achieveble, realistic dan
timely. Intervensi sudah sesuai dengan teori Nurjannah (2018) meliputi
observasi, nursing, edukasi, dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain
serta keluarga.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan selama 2 hari yaitu pada tanggal 19 sampai 20
Oktober 2020. Pelaksanaan dilakukan dengan intervensi yang telah
disusun berdasarkan diagnose keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi didapatkan setelah dilakukan implementasi keperawatan
selama 2 hari didapatkan dari 4 masalah keperawatan yang teratasi
adalah defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terapar
informasi, ansietas berhubungan dengan rencana operasi, dan resiko
jatuh dengan faktor resiko kurang pengawasan. Sedangkan yang belum
teratasi adalah resiko aspirasi dengan faktor resiko ketidakmatangan
koordinasi menghisap, menelam, dan bernapas.
6. Dokumentasi asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan telah didokumentasikan dan telah disusun
menjadi Laporan Ujian Stase Keperawatan Anak.

N. Saran

Peran perawat dalam pemberian edukasi sangat diperlukan untuk memberikan


penjelasan mengenai perjalanan penyakit, bahaya penyakit, komplikasi, dan
tindakan pengobatan yang tepat sejak pasien dinyatakan mengalami
labioshisis.
DAFTAR PUSTAKA

Anggarani, D. R. dan Subakti, Y. (2013). Kupas tuntas Seputar Kehamilan.


Jakarta: PT. Agromedia Pustaka

Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka


Kerja (1st ed). Yogyakarta: Gosyen Publishing

Hurst, M. (2016). Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah, Wol I. Jakarta:


EGC

Kemenkes RI. (2016). Inilah Hasil Surveilans Kelainan Bawaan. Diundur dari
URL: http://www.depkes.go.id/article/view/16030300002/inilah-hasil-
surveilans-kelainan-bawaan-html

Lalwani, A. K. (2013). Current Diagnosis & Tretment Otolaryngology Head and


Neck Surgery Edisi 3. New York: McGraw Hill

Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan.


Yogyakarta: Graha Ilmu

Suryandari, Artathi Eka. (2017). Hubungan ANtara Umur Ibu dengan Klasifikasi
Labioschisis Di RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto.
Indonesia Jurnal Kebidanan Vol. 1 No. 1 (2017) 49-56

Susilaningrum, Rekawati., Nursalam., & Utami, Sri. 2013. Asuhan Keperawatan


Bayi dan Anak Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
LAMPIRAN
45

FORM RESIKO JATUH HUMPTY DUMPTY UNTUK PEDIATRI

Parameter Kriteria Nilai Skor


< 3 tahun 4
3 – 7 tahun 3
Usia 4
7 – 13 tahun 2
≥ 13 tahun 1
Laki-laki 2
Jenis Kelamin 1
Perempuan 1
Diagnosis neurologi 4
Perubahan oksigenasi (diagnosis 3
respiratorik, dehidrasi, amnesia,
Diagnosis 1
anoreksia, sinkop, pusing, dsb)
Gangguan perilaku/ psikiatri 2
Diagnosis lainnya 1
Tidak menyadari keterlibatan dirinya 3
Gangguan kognitif Lupa akan adanya keterbatasan 2 2
Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
Riwayat jatuh/ bayi diletakkan 4
ditempat tidur dewasa
Pasien menggunakan alat bantu/ bayi 3
Faktor lingkungan diletakkan dalam tempat tidur bayi/ 3
perabot rumah
Pasien diletakkan di tempat tidur 2
Area diluar rumah sakit 1
Dalam 24 jam 3
Pembedahan/ Dalam 48 jam 2
1
Sedasi/ Anestesi >48 jam atau tidak menjalani 1
pembedahan/sedasi/anestesi
Penggunaan Multiple: sedative, obat 3
hypnosis, barbiturate, fenotiazin,
antidepresan, pencahar, diuretic,
Penggunaan
narkose 1
medikamentosa
Penggunaan salah satu obat diatas 2
Penggunaan medikasi lainnya/ tidak 1
ada medikasi
Jumlah Skor Humpty Dumpty 13
Skor assasment resiko jatuh (skor minimum 7, dan maksimum 23)

Skor 7 – 11: resiko rendah

Skor ≥ 12: resiko tinggi


46

LAPORAN TERAPI BERMAIN PERMAINAN RATTLE

DI RUANG GALILEA III ANAK RS BETHESDA

YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

Agata Wilis Widya Anggrita

1904039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES BETHESDA YOGYAKARTA

2020
47

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Laporan Terapi Bermain ini sudah diteliti dan disetujui oleh Perceptor klinik dan
akademik STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta

Yogyakarta, 20 Oktober 2020

Perceptor Akademik Perceptor Klinik

Ethic Palupi, S.Kep., Ns., MNS Ns. Suprihatiningsih, S. Kep

Mengetahui,

Ka Prodi NERS STIKES Bethesda Yakkum

Ethic Palupi, S.Kep., Ns., MNS


48

BAB I

KONSEP TERAPI BERMAIN

A. DEFINISI
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktikan ketrampilan, memberi ekspresi terhadap pemikiran, mejadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa.
Terapi bermain adalah penggunaan media permainan (alat dan cara
bermain) dalam pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus yang
bertujuan untuk mengurangi atau menghiangkan gangguan-gangguan atau
penyimpangan-penyimpangan. Seperti gangguan dan penyimpangan fisik,
mental, sosial, sensorik, dan komunikasi (Indrayani, 2011)
Terapi bermain adalah sebuah proses terapeutik yang menggunakan
permainan sebagai media terapi agar mudah melihat ekspresi alamai
seorang anak yang tidak bisa diungkapkan dalam bahasa verbal karena
permainan merupakan pintu masuk kedalam dunia anak-anak (Hatiningsih,
2013)
B. TUJUAN
a. Untuk melenjutkan perkembangan dan pertumbuhan yang normal.
Saat sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya maka saat dirawat dirumah sakit kegiatan stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan masih tetap dilanjutkan untuk menjaga
kesinambungan.
b. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.
Saat sakit dan dirawat dirumah sakit anak mengalami berbagai perasaan
yang tidak menyenangkan pada anak yang belum dapat
mengekspresikannya secara verbal, permainan adalah media yang
sangat efektif untuk mengekspresikanya.
c. Mengembangkan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah.
Permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi, dan fantasi untuk
menciptakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya. saat
49

melakukan permainan anak juga akan dihadapkan pada masalah dalam


konteks permainannya, semakin lama ia bermain dan semakin
tertantang untuk dapat menyelesaikannya dengan baik.
d. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres
Stres yang dialami anak pada saat dirumah sakit tidak dapat
dihindarkan sebagai mana juga yang dialami orang tuanya. Untuk itu
yang penting adalah bagaimana menyiapkan anak dan orang tua untuk
dapat beradaptasi karena dapat menurunkan rasa cemas, takut, nyeri,
dan marah.
C. FUNGSI
Bermain pada anak mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. Merangsang perkembangan sensorik dan motorik
Perkembangan sensorik motorik didukung oleh stimulasi visual,
stimulasi pendengaran, stimulasi taktil atau sentuhan dan stimulasi
kinetik.Stimilasi visual merupakan stimulasi awal yang penting pada
tahap permulaan perkembanagn anak. Stimulasi pendengaran (aditif)
merupakan perkembangan bahasa (verbal) terjadi pada tahun pertama
kehidupan. Stimulasi taktil berarti memberikan perhatian dan kasih
sayang yang dibutuhkan oleh anak. Stimulasi ini menimbulkan rasa
aman dan percaya diri pada anak sehingga akan lebih responsive dan
berkembang. Stimulasi kinetic membantu anak untuk mengenal
lingkungan yang berbeda.
b. Merangsang perkembangan kognitif (intelektual)
Anak belajar mengenal warna, bentuk atau ukuran, tekstur dari berbagai
objek, angka, dan benda. Anak belajar untuk merangkai kata,berpikir
abstrak dan memahami hubungan ruang seperti naik, turun , diba\wah
dan terbuka. Aktivitas bermain juga membantu perkembangan
ketrampilan dan mengenal dunia nyata atau fantasi.
c. Merangsang sosialisasi
Dengan bermain akan mengenalkan anak pada hubungan dengan
lingkungan. Mengenalkan nilai-nilai moral dan etika, belajar untuk
50

mengatasi persoalan serta tanggung jawab terhadap sesuatu yang


diperbuatnya. Pada tahun pertama nak hanya mengamati objek yang
ada disekitarnya.
d. Merangsang kreativitas
Dengan bermain anak dapat bereksperimen dan mencoba ide-idenya
sehingga akan mengembangkan bakat dan kreativitasnya. Dalam hal ini
lingkungan dan orang terdekat sangat mendukung
e. Merangsang kesadaran diri
Dengan aktivitas bermain anak belajar memahami kelemahan dan
kemampuannya dibandingkan dengan anak yang lain. Disini anak juga
mulai melepaskan diri dari orang tua.
f. Merangsang nilai-nilai moral
Anak belajar mengenai perilaku yang benar dan salah dari lingkungan
rumah maupun sekolah. Anak juga belajar mentaati aturan dalam suatu
kelompok, misalnya kejujuran
g. Merangsang nilai terapeutik
Dengan bermain anak dapat mengekpreksikan emosi dan ketidakpuasan
atas situasi social serta rasa takutnya yang tidak dapat diekkspresikan di
dunia nyata.
h. Komunikasi
Bermain merupakan alat komunikasi terutama pada anak yang masih
belum dapat menyatakan perasaaannya secara verbal misalnya, anak
menggambar dua anak kecil perempuan (mungkin dia ingin punya adek
perempuan), anak melempar sendok atau garpu saat makan (mungkin
dia tidak suka dengan lauk pauknya), dsb.
D. PRINSIP BERMAIN
a. Perlu ekstra energi
Bermain memerlukan energi yang cukup sehingga anak memerlukan
energy yang memadai. Anak yang sehat memerlukan aktivitas
bermain yang bervariasi baik bernain aktif maupun pasif untuk
51

menfhindari rasa bosan dan jenuh. Jika anak sakit, maka keingina
anak untuk bermain akan menurun
b. Waktu yang cukup
Jika anak mempunyai waktu yang cukup untuk bermain maka
stimulus yang diberikan dapat ditangkap lebih optimal oleh anak, dan
anak akan mempunyai kesempatan yang lebih lama untuk megenal
alat-alat permainnya.
c. Alat permainan
Alat permainan yang digunakan harus disesuakan dengan usia dan
tahap perkembangan anak. orang tua hendaknya memperhatikan hal
itu, sehingga alat permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan
benar. Alat permainan tersebut harus aman dan mempunyai unsur
edukatif bagi anak
d. Ruang untuk bermain
Aktivitas bermain dapat dilakukan dimana saja, namun bila
memungkinkan lebih baik diperlukan suatu ruangan khusus untuk
bermain sekaligus untuk menyimpan mainanya.
e. Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain dari mencoba-coba sendiri, meniru temannya
sampai diberitahu oleh orang tuanya. Dengan dibimbing oleh orang
tuanya merupakan cara terbaik karena anak lebih terarah dan lebih
berkembang pengetahuannya dalam menggunakan alata tersebut.
Selain itu akan meningkatkan relasi antara orang tua dan anak
f. Teman bermain
Dalam bermain anak memerlukan teman baik sebaya, saudara maupun
orang tuanya. Teman diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi
anak dan membantu anak dalam memahami perbedaan
E. KLASIFIKASI BERMAIN
Ada beberapa jenis permainan ditinjau dari isi permanan maupun karakter
sosialnya. Berdasarkan isi permainan, ada sosial affectif play, sense-
pleasure play, skill play, games, unoccopied behavior dan dramatic play
52

a. Berdasarkan isi permainan


1) Sosial Affetif Play
Inti permainan ini adalah permainan hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, permainan
“cliuk ba”, berbicara sambil tersenyum atau tertawa, memberikan
tangan kepada bayi untuk menggenggamnya. Bayi akan mencoba
berespon terhadap tingkah laku orang tuannya atau orang dewasa
tersebut dengan tersenyum, tertawa, dan mengoceh
2) Sense-Pleasure Play
Permainan ini mengguanakan alat permainan yang menyenangkan
dan mengasyikkan pada anak. Misalnya dengan mengguankan air,
anak akan memindah-mindahkan air ke botol, bak, atau tempat lain.
Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama semakain
asyik bersentuhan dengan alat permaianan ini sehingga susah untuk
berhenti.
3) Skill Play
Permainan ini meningkatkan ketrampilan anak, khususnya motorik
kasar dan halus. Ketrampilan tersebut diproleh melalui
pengulangan kegiatan perrmain yang dilakukan. Semakin sering
melakukan kegiatan, anak akan semakin trampil. Misalnya, bayi
akan trampil memegang benda-benda kecil, memndahkan benda
dari satu tempat ke tempat lain.
4) Game
Game atau permainan adalah jenis peraianan yang mengguanalan
alat tertentu, yang mengguanakan perhitungan atau skor
5) Unoccopied Behavior
Anak tidak memainkan permainan tertentu, namun anak terlihat
mondar-mandie, tersenyum, tertawa, membungkuk memainkan
kursi atau apa saja yang ada disekelilingnya. Anak akan tampak
senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta lingkungannya.
6) Dramatic Play
53

Pada permainan ini anak memainkan perasn sebagai orang lain


melalui peraianannya. Apabila anak bermain dengan temannya,
akan terjadi percakapan diantara mereka tentang peran orang yang
mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses indentifikasi anak
terhadap peran tertentu.
b. Berdasarkan karekater sosial
1) Sosial Onlockery Play
Pada permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermaian, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisiasi dalam
permainan.
2) Solitary Play
Pada permainan ini, akan tampak dalam kelompok permainan,
tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang
dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat
permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerjasama, ataupun
komunikasi dengan teman sepermainannya.
3) Parallel Play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan permainan yang
sama, tetapi antara satu anak dengan anak yang lain tidak terjadi
kontak satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak
usia toddler.
4) Associative Play
Pada permainan ini, terjadi komunikasi antara anak satu dengan
anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada yang memimpin
permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh bermain
boneka, masak-masakan, hujan-hujanan.
5) Copperative Play
Pada permainan ini terdapat aturan permainan dalam kelompok,
tujuan dan pemimpin permainan. Pemimpin mengatur dan
mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai
54

dengan tujuan yang diharapkan Dalam permainan. Misalnya


bermain bola.
c. Berdasarkan kelompok usia
1) Anak usia bayi
a) Bayi usia 0 – 3 bulan
Permainan bagi usia bayi adalah adanya interaksi sosial yang
menyenangkan antara bayi dengan orang tua atau dengan
orang di sekitarnya.
b) Bayi usia 4 – 6 bulan
Dapat dilakukan permainan seperti mengajak bayi menonton
televisi, memberi mainan yang mudah dipegang dan berwarna
terang.
c) Bayi usia 7 – 9 bulan
Dapat dilakukan dengan memberikan mainan yang berwarna
terang atau memberikan kertas dan alat tulis, biarkan ia
mencoret – coret sesuai keinginannya.
2) Anak usia toddler ( > 1 – 3 tahun )
Pada usia ini karakteristik yang khas, yaitu : banyak bergerak, tidak
bisa diam dan mulai mengembangkan otonomi dan kemampuannya
untuk dapat mandiri. Jenis permainan yang dapat dipilih adalah
solitary play dan parallel play.
3) Anak usia pra sekolah ( > 3 – 6 tahun )
Anak usia pra sekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan
halus yang lebih matang daripada usia toddler. Anak sudah lebih
aktif, kreatif, dan imajinatif. Oleh karena itu, jenis permainan yang
sesuai adalah associative play, dramatic play, dan skill play.
4) Anak usia sekolah ( 6 – 12 tahun )
Kemampuan anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih
mampu bekerjasama dengan teman sepermainannya. Dengan
demikian permainan pada usia anak sekolah tidak hanya
meningkatkan keterampilan fisik tetapi intelektualnya juga.
55

5) Anak usia remaja ( 13 – 18 tahun )


Anak remaja berada pada suatu fase peralihan, yaitu dari satu sisi
akan meninggalkan fase anak – anak, dan di sisi lain masuk usia
dewasa dan bertindak sebagai individu. Oleh karena itu anak
remaja akan mengalami krisis identitas. Prinsipnya kegiatan
bermain bagi anak usia remaja tidak hanya sekedar mencari
kesenangan dan meningkatkan fisioemosional, tetapi juga lebih ke
arah menyalurkan minat dan bakat.
F. ALAT EDUKATIF
Alat permainan edukatrif adalah permainan yang dapat mengoptimalkan
perkembangan anak sesuai usia dan tingkat perkembangannya serta
berguna untuk perkembangan aspek fisik, bahasa, kognitif, dan sosial
anak. Pengembangan aspek fisik dilakukan melalui kegiatan yang dapat
menujang atau merangsang pertumbuhan fisik anak seperti belajar
berjalan, atau merangka, naik turun tangga, dan bersepeda. Pengenbangan
bahasa dilakukan untuk melatih bicara dan menggunakan kalimat yang
benar. Pengembangan aspek positif dilakukan dengan pengenalan suara,
ukuran, bentuk, warna objek, dll. Pengembangan aspek sosial dilakukan
dengan cara berhubungan atau berinteraksi dengan orang tua saudara,
keluarga, dan masyarakat.
Adapun syarat permainan APE:
a. Keamanan
Alat permainan untuk anak dibawah usia 2 tahun hendaknya tidak
terlalu kecil, catnya tidak beracun, tidak ada bagian yang tajam, dan
tidak mudah pecah, karena pada usia ini anak kadang – kadang suka
memasukkan benda ke dalam mulut. Di usia 0-1 tahun menggunakan
alat-alat yang tidak membahayakan anak, misalnya tidak ada bagian
yang tajam, tidak mengandung racun, tidak mudah pecah, karena
pada umur ini anak mengenal benda disekitarnya dengan cara
memegang, mencengkram dan memasukkkan ke dalam mulutnya
b. Ukuran dan berat
56

Prinsipnya mainan tidak membahayakan dan sesuai usia anak.


Apabila mainan terlalu besar anak akan sukar menjangkau atau
memindahkannya, sebaliknya terlalu kecil, mainan akan mudah
tertelan.
c. Desain
APE sebaiknya mempunyai desain yang sederhana dalam hal ukuran,
susunan, dan warna serta jelas maksud dan tujuannya. Selain itu,
APE hendaknya tidak trlalu rumit untuk menghindari kebingungan
anak.
d. Fungsi yang jelas
APE hendaknya mempunyai fungsi yang jelas untuk menstimuli
perkembangan anak.
e. Variasi APE
APE sebaiknya dapat dimainkan secara bervariasi (dapat dibongkar
pasang), namun tidak terlalu sulit agar anak tidak frustasi, dan tidak
terlalu mudah, karena anak akan cepat bosan.
f. Universal
APE sebaiknya mudah diterima dan dikenal oleh semua budaya dan
bangsa. Jadi, dalam menggunakannya, APE mempunyai prinsip yang
bisa dimengerti oleh semua orang.
g. Tidak mudah rusak, mudah didapat, dan terjangkau oleh masyarakat
luas.
Karena APE berfungsi sebagai stimulus untuk perkembangan anak,
maka setiap lapisan masyarakat, baik yang tingkat sosial ekonomi
tinggi maupun rendah, hendaknya dapat menyediakannya. APE
didesain sendiri asal memenuhi persyaratan
57

BAB II

SATUAN ACARA KEGIATAN

Topik : Terapi Bermain

Sub Topik : Terapi bermain pada anak sakit dengan permainan rattle

Sasaran : An. L

Tempat : Ruang Rawat Galilea III Anak

Waktu : 20 Menit

A. TUJUAN
1. TIU ( Tujuan Instruksional Umum )
Setelah diajak bermain rattle, diharapkan anak dapat melanjutkan tumbuh
kembangnya, membantu perkembangan sensorik dan motorik serta
beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat di rumah
sakit.
2. TIK ( Tujuan Instruksional Khusus )
Setelah diajak bermain rattle selama 20 menit, anak diharapkan :
a. Gerakan motorik halusnya lebih terarah.
b. Mampu berinteraksi dengan orang lain
c. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.
d. Menggenggam dan menggerakkan rattle
e. Meraih benda yang dalam jangkauannya
f. Stress yang dialami anak pada saat dirumah sakit tidak dapat
dihindarkan sebagai mana juga yang dialami orang tuanya.
B. PERENCANAAN
1. Jenis Priogram Bermain
Menggenggam rattle lalu menggoyangkan hingga menimbulkan suara.
58

2. Karakteristik Bermain
a. Melatih motoric halus
b. Melatih
3. Karakteristik Peserta
a. Usia 0-6 bulan
b. Anak yang dirawat di Ruang Galilea III Anak
c. Keadaan umum membaik
d. Tidak ada gangguan mobilitas
e. Peserta kooperatif
4. Metode: Demonstrasi
5. Alat-alat yang digunakan
Rattle
6. Pengorganisasian
a. Leader : Agata
b. Co-Leader : Agata
c. Fasilitator : Agata
d. Observer : Agata
C. STRATEGI PELAKSANAAN

No Fase Kegiatan Penyuluhan Audience Waktu

1 Persiapan 1. Menyiapkan ruangan Berada di ruangan 2 menit


2. Menyiapkan alat pasien
3. Menyiapkan peserta

2 Pembukaan 1. Menanyakan kabar hari Menjawab 3 menit


ini pertanyaan
2. Perkenalan petugas Mendengarkan
dengan anak dan keluarga Memperhatikan
3. Menjelaskan maksud dan
tujuan
59

3 Kerja 1. Menjelaskan pengertian Menjawab 10


bermain suara, tujuan pertanyaan menit
terapi bermain, cara Bertepuk tangan
bermain, alat yang
digunakan, waktu yang
diperlukan untuk terapi
bermain, memberikan
kesempatan bertanya
sebelum dimulai
2. Memulai kegiatan terapi
bermain dengan
memberikan contoh
terlebih dahulu pada
orang tua peserta
3. Anak diminta posisi
digendong dengan
menghadap kedepan
4. Memulai bermain dengan
menggerakkan rattle
sehingga mengeluarkan
suara
5. Dimulai dari kiri, kanan
atas dan bawah sambil
menggerakkan rattle
6. Memberikan reward atas
respon yang diberikan

4 Penutup 1. Menyimpulkan hasil Mendengarkan 5 menit


terapi bermain menyimak
2. Memberikan reward pada
anak yang berhasil
mengikuti gerakan suara
yang dihasilkan dari
rattle
3. Memberikan pesan-pesan
4. Merapikan alat dan
tempat bermain
60

D. SETTING RUANGAN

Leader, Co-leader,
Fasilitator, Observer

Peserta

Orangtua anak

E. URAIAN TUGAS
1. Leader : Agata
Tugas leader :
a. Menjelaskan tujuan pelaksanaan bermain.
b. Menjelaskan peraturan kegiatan sebelum kegiatan dimulai.
c. Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok.
d. Mampu memimpin acara dari awal sampai akhir.
2. Co – Leader : Agata
Tugas co – leader :
a. Membantu leader.
b. Mengingatkan leader jika ada yang kurang.
c. Membantu kelancaran terapi bermain.
3. Fasilitator : Agata
Tugas fasilitator :
a. Memfasilitasi klien yang kurang aktif.
b. Berperan sebagai role model bagi klien selama kegiatan berlangsung.
c. Mempertahankan kehadiran peserta.
d. Membantu melancarkan jalannya acara.
61

4. Observer : Agata
Tugas observer :
a. Mengobservasi jalannya/proses kegiatan.
b. Mecatat prilaku verbal dan nonverbal klien selama kegiatan berlansung.
c. Memantau kelancaran acara dan perkembangan serta karakteristik
peserta.
d. Mendokumentasikan acara.
F. EVALUASI YANG DIHARAPKAN
1. Anak dapat mengikuti proses terapi bermain menggerakkan rattle tanpa
rewel
2. Anak mampu mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau memekik
3. Anak dapat tersenyum ketika melihat permainan
4. Anak dapat mengikuti sumber suara yang dihasilkan rattle
G. MATERI
1. Definisi
Rattle atau icik-icik atau kricikan merupakan mainan bayi yang mudah
mengeluarkan bunyi meskipun hanya digoyangkan secara perlahan oleh
bayi.
2. Manfaat Icik-icik
Terdapat beberapa manfaat yang didapat saat bermain dengan rattle,
diantaranya
a. Melatih kemampuan bayi untuk fokus
b. Melatif saraf motorik bayi
c. Melatih indra pengelihatan bayi
d. Melatih pendengaran bayi
3. Cara bermain menggunakan rattle
a. Siapkan rattle
b. Ajaklah anak untuk bermain
c. Untuk perkenalan awali dengan memanggil nama terlebih dahulu.
Apabila anak sudah mulai fokus mengikuti suara, gunakan rattle
dengan cara menggerakkan keatas, kebawah, kanan dan kiri.
62

d. Beri pujian dan tepuk tangan atas kerja kerasnya


H. EVALUASI HASIL
1. Anak dapat melatih kemampuan bayi untuk fokus
An. R dapat mengikuti kegiatan dengan fokus tanpa rewel
2. Anak dapat melatih saraf motorik bayi
An. R dapat menggerakkan rattle
3. Anak dapat melatih indra pengelihatan bayi
An. R dapat fokus pada rattle karena warna yang mencolok
4. Anak dapat melatih pendengaran bayi
An. R dapat mengikuti sumber suara yang diberikan dari rangsangan
rattle yang digerakkan
5. Orangtua dapat mendampingi anak sampai selesai
Orangtua mendampingi kegiatan hingga selesai.
I. Dokumentasi Kegiatan
63
64

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Anak dapat melatih respons bayi serta dapat mengekspresikan perasaan
dan keinginan bayi sehingga anak mampu beradaptasi terhadap stress dan
efek hospitalisasi dapat berkurang pada bayi.
B. SARAN
Saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini adalah orang tua
dapat memberikan permainan selain bermain rattle yang sesuai dengan
usia anak supaya anak tidak merasa jenuh dan bosan.
65

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Dian. (2011). Tumbuh Kembang & Terai Bermain pada Anak. Jakarta :
Salemba Medika

Hatiningsih, Nuligar. (2013). Play therapy untuk meningkatkan konsentrasi pada


anak attention deficit hyperactive disorder (ADHD). Jurnal ilmiah
psikologi terapan 1-2. 324-

Soetjiningsih, (2013). Tumbuh Kembang Annak Edisi 2. Jakarta: EGC

Wong. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC


66

TUGAS STASE ANAK

Nama: Agata Wilis Widya Anggrita

NIM: 1904039

Kelompok I

1. Batasan usia anak


a. Neonates : 0-18 hari
b. Bayi : 29 hari – 1 tahun
c. Toodler : 1 – 3 tahun
d. Pra sekolah : 3 – 5 tahun
e. Adolescent (remaja) : 13 - 18 tahun

Dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang perlindungan anak menyatakan


bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak
yang masih dalam kandungan.

2. Cara perhitungan usia anak


Contoh:
An. K datang ke klinik anak pada tanggal 25 November 2019, dimana
tanggal lahir anak adalah tanggal 15 September 2016. Berapa umur An.
K?
Jawab:
Usia saat ini : tanggal pemeriksaan
tanggal lahir
…………………………..
Usia saat ini : 2019 11 25
2016 9 14
3 2 11
Maka umur An. K saat ini adalah 3 tahun 2 bulan 11 hari
- Bila An. K premature 6 minggu:
Tanggal tes : 2019 11 25
67

Tanggal lahir : 2016 9 14


Umur anak 3 2 11
Premature 6mg -1 -14
Penyesuaian umur 3 1 27
Maka umur An. K setelah penyesuaian adalah 3 tahun 1 bulan 27 hari
3. Prinsip PF pada anak
Untuk anak usia 1-3 tahun kebanyakan diperoleh dalam pelukan ibu
Untul bayi usia < 6 bulan biasanya diperiksa diatas meja periksa
a. Berat Badan
1) Umur 1-20 bulan
a) Pakaian dan popok dibuka
b) Timbang dengan timbangan bayi
2) Umur 20 bulan- 5 tahun
a) Pakaian dibuka kecuali celana
b) Timbang dengan timbangan berdiri
3) Umur > 5 tahun
a) Buka sepatu/ sandal
b) Ditimbang dengan berpakaian
c) Gunakan timbangan berdiri
b. Tinggi Badan
1) Usia lahir- 20 bulan
a) Diukur dengan papan/ kayu pengukuran
b) Bayi dibaringkan diatas papan  kepala dipegang, kaki
diekstensikan
c) Baca jarak antara ujung tumit dengan verteks kepala
2) Usia > 20 bulan
a) Diukur dengan berdiri
b) Lepas sepatu/ kaos kaki

Pengukuran Normal

1) TB lahir normal : ± 50 cm
68

2) TB 1 tahun : 1,5 x TB lahir


3) TB 4 tahun : 2 x TB lahir
4) TB 6 tahun : 1,5 x TB 1 tahun
5) TB 13 tahun : 3 x TB lahir
6) TB Dewasa : 3,5 x TB lahir (2 x TB 2 tahun)
7) TB usia 1 tahun : 75 cm
8) TB usia 2-12 tahun : umur (tahun) x 6 + 77
c. Lingkar Kepala
1) Pada usia < 2 tahun : diukur secara rutin
2) Pada usia > 2 tahun : diukur apabila ada kelainan besarnya kepala

Lokasi pada “Glabella, bagian atas abs mata- bagian kepala yang
menonjol (protuberansia oksipital)”

d. Lingkar Dada
1) Diukur secara rutin sampai umur 2 tahun
2) Diukur dengan melingkarkan pita pengukur setinggi papilla
payudara
3) Dalam keadaan normal: lingkar dada BBL 2 cm lebih kecil dari
lingkar kepala
e. Lingkar Perut
Diukur diatas umbilicus dengan melingkar menggunakan meteran
f. Lingkar Lengan Atas (LLA)
Untuk menilai pertumbuhan anak melalui perkembangan LLA, tempat
pengukuran pertengahan lengan kiri.
1) Dimassa
BBL : 11cm
1 tahun : 16cm
5 tahun : 17cm
2) Hasil
< 12,5cm : gizi buruk
12,5-13,5cm : gizi kurang
69

>13,5cm : gizi baik


g. Tebal Lipatan Kulit (TLK)
Diukur menggunakan caliper lipatan kulit dimana dapat diukur
dibawah triceps subskapula suprailiakam pengukuran dilakukan
dengan mencubit kulit sampai terpisah dari atas dasarnya kemudia
lipatan kulit diukur menggunakan caliper.
4. Pengkajian Nutrisi ABCD
A: Antropometri (Berbagai jenis ukuran tubuh seperti TB, BB, LLA, LTK,
pada anak maka ditambahkan LD, LK, LP)
B: Biokimia (Perubahan status gizi dengan menggunakan specimen yang
diuji secara laboratoruim yang mencerminkan keadaan nutrisi yaitu Hb,
Hct, Albumin, limfosit, Lipid, Glukosa, Keseimbangan nitrogen)
C: Clinical (Pengkajian ini mengacu pada manifestasi yang dapat kita
lihat, rasakan, dengarkan yang terdapat pada klien untuk menunjang terkait
status gizi)
D: Diet (Pengkajian ini mengacu pada jenis nutrisi yang dikonsumsi dalam
jumlah yang memadai, jumlah jenis, dan jadwal pemberian)
5. Pengukuran Nutrisi
a. Keburuhan Kalori
BBI : {Umur (tahun) x 2 + 8}  1-6 tahun
BBI : {Umur (tahun) x 7 - 5}: 2  7-12 tahun
BBI : {Umur (bulan) + 9}: 2  3- 12 bulan
BBI lahir: 3,25kg
Balita
1000 + (100x umur dalam tahun)
Usia 1-3 tahun: 100 kalori/kg BBI
Usia 4-6 tahun: 90 kalori/kg BBI
Bayi (1-12 bulan)
100-120 kalori/ kg BBI
b. Kebutuhan Protein
70

❑ (10 % x total energi harian)


❑ 4
c. Kebutuhan Lemak
20 % x total energi harian
dimana 1 gram lemak = 9 kalori
9
d. Kebutuhan Karbohidrat
70% x total energy harian dimana 1 gram karbohidrat = 4 kalori
6. Perhitungan kebutuhan cairan
10kg pertama (I) : 100ml/kgBB
10kg kedua (II) : 50ml/kgBB
10kg selanjutnya (III) : 20ml/kgBB
Dimana
a. Setiap ada peningkatan suhu tubuh 1ºC maka kebutuhan cairan x12%
b. Setiap ada penurunan 1kgBB maka ditambah 1000ml
Contoh: An. K dengan BB 27kg, suhu tubuh 36,5ºC
Jawab: (10kg x 100ml) + (10kg x 50ml) + (7kg x 20ml)
1000 + 500 + 140
1540 ml

Penentuan IWL

Umur IWL/ml/kgBB
0-6 bulan 40
0-16 bulan 30
5-10 tahun 20
adolesten 10
Keterangan:

a. Anak
IWL (30-usia (tahun)) x cc/kgBB/hari
Jika mengompol 0,5cc-1cc/kgBB/hari
b. Dewasa
IWL (15xBB)/24 jam
c. IWL kenaikan suhu
71

((10 % x CM ) x Jumlah kenaikan suhu)+ IWL normal


24 jam
7. Imunisasi Wajib
a. Hepatitis B
Diberikan saat bayi baru lahir paling baik sebelum waktu 10 jam
setelah lahir. Fungsi mencegah penilaran hepatitis B dari ibu ke anak
saat melahirkan.
b. Polio
Diberikan 4x sebelum bayi berusia 6 bulan (saat lahir, 2 bulan, 4
bulan, 6 bulan). Funsinya untuk mencegah polio (lumpuh layu)
c. BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Diberikan 2x, disarankan sebelum usia 3 bulan, paling baik pada 2
bulan. Fungsinya untuk mencegah kuman TBC menyerang paru-paru
dan meningel.
d. Campak
Diberikan 2x pada usia 9 bulan dan 24 bulan. Fungsinya untuk
mencegah campak berat yang mengakibatkan pneumonia (radang
paru), diare, bahkan radang otak.
e. Pentavalen (DPT-HB-HiB)
Gabungan dari DPT (Difteri, Pertusis Tetanus) + HB (hepatitis B) +
HiB (haemophilus influenza tipe B). diberikan sebanyak 4x yaitu umur
2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, dan 18 bulan. Fungsinya untuk mencegah
enam penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B,
pneumonia dan meningitis.
8. Klasifikasi Dehidrasi
a. Dehidrasi ringan (penurunan cairan 5% dari BB)
Gejala yang ditimbulkan muka merah, rasa haus, kulit kering dan
pecah-pecah, volume urine berkurang, pusing, sering mengantuk, serta
mulut dan lidah kering.
b. Dehidrasi sedang (penurunan cairan 5-10% dari BB)
72

Gejala yang ditimbulkan gelisah, cengeng, mata cembung, kulit


keriput, tekanan darah turun, pingsan, kejang, kembung, nadi cepat dan
lemah, serta ubun-ubun cekung.
c. Dehidrasi berat (penurunan cairan > 10% dari BB)
Gejala yang ditimbulkan muntah, diare, penurunan kesadaran, tidak
makan dan minum, mata cekung, bibir kering, kuku mulut dan lidah
kebiruan.
9. Dosis Obat
Rumus
dosis yang diminta
x= x volume
dosis yang tersedia
Contoh:
An. K medapatkan resep obat pethidin 75mg dimana dalam ampul dengan
label 100mg/2ml. Berapa obat yang diberikan?
75
Jawab: x= x 2=1,5 ml
100
Maka obat yang diberikan sebanyak 1,5ml.
10. Tetesan Infus
Rumus:
mikro
Jumlah kebutuhan cairan x faktor tet esan( )
makro
TPM :
waktu ( jam ) x 60 menit
Contoh:
An. K memperoleh terapi cairan RL 500ml yang harus dihabiskan selama
12 jam. Berapa jumlah tetesan infuse yang dibutuhkan?
500 x 60
Jawab: TPM : =41,6666=42
12 x 60
Maka jumlah tetesan yang diberikan yaitu 42 tetesan/menit
11. SDIDTK (Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang)
Merupakan kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini
adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah.
Pemberian tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas
73

melalui kegiatan stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang


pada masa 5 tahun pertama.
Tidak semua usia anak dilakukan pendeteksian SDIDTK, seperti usia 0
bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 12 bulan, 15 bulan, 18 bulan, 21 bulan, 24
bulan, 30 bulan, 35 bulan, 42 bulan, 48 bulan, 54 bulan, 60 bulan, 66
bulan, dan 72 bulan. Dengan jadwal sebagai berikut:
1.1 tahun : 1 bulan sekali

>1-3 tahun : 3 bulan sekali

>3-6 tahun : 6 bulan sekali

Jenis Deteksi sebagai berikut

a. deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang (BB), (TB), (LK)


b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan
1) Kuesioner pra skrinning perkembangan (KPSP)
2) Tes daya lihat (TDL)
3) Tes daya dengar (TDD)
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional
1) Kuesioner masalah mental treatment (KMME)
2) Check list for Autism in Toodler (CHAT)
3) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH)
12. DDST II
Merupakan alat bantu untuk menilai tingkat perkembanan anak usia sesuai
dengan tugas untuk kelompok umurnya pada saat melakukan test. Untuk
anak hingga usia 6 tahun.
DDST II terdiri atas 125 item tugas perkembangan yaitu personal sosial,
motorik halus, motorik kasar, dan bahasa. Penilaian dibagi menjadi 3
intepretasi yaitu normal, suspect, dan tidak dapat diuji.
Penjelasan 4 aspek yang terdapat pada DDST sebagai berikut:
a. Personal sosial: sebanyak 25 item, mulai dari menatap muka hingga
mengambil makan
74

b. Motorik halus: sebanyak 29 item, mulai dari mengikuti kegaris tengah


hingga mencontoh
c. Motorik kasar: sebanyak 30 item, mulai dari gerakan seimbang hingga
berdiri satu kaki 6 detik
d. Bahasa: sebanyak 37 item, mulai dari bereaksi hingga mengartikan 7
kata

Anda mungkin juga menyukai