Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN DYSPEPSIA DI RUANG


SOKA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
Jalan Kyai Caringin No.7, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 10150
PERIODE OKTOBER - NOVEMBER 2017

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Apoteker
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh

Eva Lailatul M, S. Farm 1643700405

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN XXXVIII


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2017

I
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN TUGAS KHUSUS PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PERIODE 1 OKTOBER – 10 NOVEMBER 2017

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


Memperoleh Gelar Apoteker (Apt)
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh:

Eva Lailatul M, S. Farm 1643700405

Disetujui Oleh:

Pembimbing PKPA Pembimbing PKPA


Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta RSUD Tarakan

(Rahayu Wijayanti, S.Si., M.Farm. Apt) (M. Fachmi Adi P, S.Farm., Apt.)

Mengetahui :
Ketua Program Studi Program Apoteker
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

(Drs. Stefanus Lukas, MARS., Apt)

II
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah asli dan belum pernah diajukan
untuk mendapatkan gelar akademik Apoteker, baik di Universitas 17 Agustus 1945
Jakarta maupun di Universitas lain.
2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini murni gagasan, rumusan dan penilaian
tim penyusun, tanpa bantuan pihak lain, kecuali tim pembimbing.
3. Dalam Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker tidak terdapat karya atau pendapat
yang telah ditulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan
disebutkan dan atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang
serta dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya, apabila dikemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka tim penyusun
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar serta sanksi lainnya
sesuai peraturan perundang-undangan dan norma akademik yang berlaku di
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.

Jakarta, November 2017


Yang membuat pernyataan

Eva Lailatul M

III
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
berkat dan kasih yang diberikan kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan
laporan Prakte Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada RSUD Tarakan Jakarta yang
telah dilaksanakan pada periode Oktober – November 2017.

Tujuan diadakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini beserta


penyusunan laporannya merupakan salah satu prasyarat bagi mahasiswa Program
Profesi Apoteker Falkultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta untuk
memperoleh gelar Apoteker. Kegiatan PKPA ini banyak mendapat dukungan dan
bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami
menyampaikan terimakasih dan rasa hormat kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Hasan Rahmat, M.DEA., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta,
2. Bapak Drs. Stefanus Lukas. MARS., Apt., selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
3. Bapak dr. Togi, MARS., selaku Direktur utama RSUD Tarakan Jakarta
4. Kepala bidang pendidikan dan penelitian serta seluruh pegawai RSUD Tarakan
Jakarta yang telah menerima dan membantu PKPA kami,
5. Bapak M. Fachmi Adi P, S.Farm, Apt., sebagai pembimbing di RSUD Tarakan,
Jakarta Pusat, atas segala arahan dan bimbingan kepada kami selama proses PKPA.
6. Ibu Rahayu Wijayanti. S.Si., M.Farm. Apt., selaku pembimbing PKPA Program
Profesi Apoteker Universitas 17 Agustus 1945 yang selalu memberikan bantuan,
arahan, dan bimbingan.
7. Para Apoteker beserta seluruh pegawai Instalasi Farmasi RSUD Tarakan Jakarta
yang turut serta membantu kami selama PKPA,
8. Seluruh staf pengajar Program Profesi ApotekerUniversitas 17 Agustus 1945,
9. Orang tua tercinta, atas doa dan dukungan baik moral maupun moril selama
pelaksanaan PKPA di RSUD Tarakan Jakarta ,

IV
10. Keluarga, sahabat dan rekan-rekan Program Studi Profesi Apoteker angkatan
XXXVIII di Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.Akhir kata
penyusun mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
demi penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Jakarta, November 2017

Penyusun

V
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A Latar Belakang ....................................................................................... 1
B Tujuan ................................................................................................... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3


A DefInisi DIARE ..................................................................................... 3
1 Definisi ........................................................................................ 3
2 Klasifikasi ................................................................................... 3
3 Etiologi dan Patofisiologi ........................................................... 3
4 Diagnosis..................................................................................... 5
5 Penatalaksaan Terapi .................................................................. 6
B Uraian Obat ............................................................................................ 15
BAB III. TINJAUAN KASUS....................................................................... 22
A Identitas Pasien ...................................................................................... 22
B Anamnesis .............................................................................................. 22
C. Data Pemeriksaan Fisik ....................................................................... 22
D Profil Pengobatan ................................................................................... 23
E Assesment and Plan .............................................................................. 25
BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................. 26
A Pembahasan ............................................................................................ 26
B Asuhan Kefarmasian .............................................................................. 27
BAB V. PENUTUP......................................................................................... 28
A Kesimpulan ............................................................................................ 28
B Saran ....................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 29

VI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
embangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada dua masalah yaitu penyakit
menular yang belum banyak tertangani dan penyakit tidak menular. Perubahan tata
nilai kehidupan (perubahan psikososial) yang berpengaruh pada kesehatan banyak
dipengaruhi oleh globalisasi, modernisasi, informasi, industrialisasi serta ilmu
pengetahuan dan teknologi (Sunaryo, 2004).

Dispepsia merupakan salah satu penyakit tidak menular. Dispepsia merupakan


masalah kesehatan pencernaan yang paling sering terjadi. Diperkirakan hampir 30%
kasus pada praktek dokter umum dan 60% pada praktek dokter spesialis bagian
pencernaan merupakan kasus Dispepsia (Djojoningrat Dharmika, 2006).

Berdasarkan profil data kesehatan Indonesia tahun 2006 yang diterbitkan Depkes
RI pada tahun 2007, dispepsia menempati urutan ke-10 dengan proporsi 1,52% (34.029
kasus) dari 10 kategori jenis penyakit terbanyak dirawat inap di seluruh rumah sakit
yang ada Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2007) dan pada tahun 2010 kasus
dispepsia mengalami peningkatan yaitu menduduki peringkat ke-5 dari 10 besar
penyakit rawat inap di rumah sakit dengan jumlah kasus laki-

laki 9.594 (38,82%) dan perempuan 15.122 (61,18%), sedangkan untuk penyakit
rawat jalan dispepsia menduduki peringkat ke-6 dengan jumlah kasus laki-laki 34.981
dan perempuan 53.618 serta didapatkan 88.599 kasus baru dan 163.428 kunjungan
(Kementerian Kesehatan, 2012).

Talley et al (2005), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa dari 288 orang


dewasa di RS yang menderita dispepsia, yang diikuti selama satu tahun, didapatkan
61% menggunakan obat-obatan untuk mengurangi gejala dan 43% menjalani prosedur
gastrointestinal yang mengindikasikan penggunaan yang intensif dari tindakan medis.

7
B. Tujuan dilaksanakan pemantauan terapi obat antara lain:
1 Mengetahui jenis penyakit dan pengobatan pasien pada kasus yang dipilih.
2 Mengidentifikasi ada tidaknya masalah dalam terapi pengobatan yang diterima
oleh pasien.
3 Memberikan rekomendasi bila ditemukan masalah dalam pengobatan.
4 Meningkatkan peran Apoteker dalam melakukan kegiatan Pharmaceutical Care.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit dan Etiologi Penyakit

Definisi Penyakit Dyspepsia

Dyspepsia merupakan kumpulan gejala/simtom atau sindrom yang terdiri dari


keluhan nyeri ulu hati,kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, rasa
penuh/begah dan rasa panas di dada/epigastrium (FKUI, Dharmika, 2001).

Dyspepsia merupakan sekumpulan gejala seperti rasa panas di ulu hati, perih,
mual dan lembung.
(http://mgo1.Wordpress.com/2011/11/asuhan-keperawatan-klien-dengan
dispepsia.html)

Etiologi Penyakit Dyspepsia

Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux.
Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju
esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam
lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatam, seperti obat
anti inflamsi, dapat menyebabkan dispepsia, terkadang dispepsia belum dapat
ditemukan.

Penyebab dyspepsia adalah :

a. Menelan Udara (aerologi)

b. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung

c. Iritasi lambung (gastritis)

d. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis

e. Kanker lambung

f. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)

9
g. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu)

h. Kelainan gerakan usus

i. Stress psikologis, kecemasan atau depresi

j. Infeksi Helicobacter Pylory

B. Manifestasi atau Gejala Klinis Penyakit

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan atau gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi 3 tipe :

- Dispepsia dan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala :

1. Nyeri epigastrum terlokalisasi

2. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid

3. Nyeri saat lapar

4. Nyeri episodik

- Dispepsia dengan GFI seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia),


dengan gejala :

1. Mudah kenyang

2. Perut cepat terasa penuh saat makan

3. Mual

4. Muntah

5. Upper abdominal bloating

6. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

- Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)

10
Sindroma dispepsia dapat bersifar ringan, sedang dan berat serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan
atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada
mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (boborigmi). pada
beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyero, pada penderita yang lain,
makan bisa mengurangi nyernya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun,
mual (perut kembung). jika dispepsia menetap selama lebih respon terhadap
pengobatan, atau disertai penurunan maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

C. Patofisiologi

Obat-obatan, penyakit sistemik, endotoksin bakteri, makanan yang


terkontaminasi, makanan yang berbumbu seperti lada, cuka atau mustard, kafein,
alkohol dan aspirin, obat-obatan lain seperti NSAID (Indometasin, Ibuprofen,
Naproksen ), Suldonomide, steroid dan digitalis keadaan tersebut dapat
menyebabkan kerusakan jaringan, khususnya pembuluh darah, hal ini yang akan
merangsang peningkatan vasodilatasi, meningkatkan permiabilitas kapiler
terhadap protein, plasma bocor ke interstisium, mukosa menjadi edema dan
sejumlah protein plasma hilang, mukosa kapiler dapat hilang, mukosa kapiler
menjadi rusak.

Peningkatan sama akan mengakibatkan perangsaangan kolinergik sehungga


mengakibatkan peningkatan motalitas, juga meningkatnya sekresi pepsinogen dan
menyebabkan fungsi sawar menurun dan terjadinya perubahan kualitatif mucus
lambung keadaan ini menyebabkan terjadinya dyspepsia (Brunner&Suddart,
2002).

D. Algoritma Terapi atau Penatalaksanaan Pengobatan

Penatalaksanaan2

Pada pasien yang datang pertama kali dan belum dilakukan investigasi terhadap
keluhan dispepsianya, terdapat 6 strategi yang terdiri atas

11
1. Pastikan bahwa keluhan kemungkinan besar berasal dari saluran cerna bagian
atas

2. Singkirkan adanya alarm symptom seperti penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan, muntah berulang, disfagia yang progresif, atau perdarahan

3. Evaluasi penggunaan obat-obatan. Adakah konsumsi asam asetil salisilat atai


OAINS

4. Bila ada gejala regurgitasi yang khas, maka dapat didiagnosa awal sebagai
GERD dan dapat langsung diterapi dengan PPI. Apabila keluhan EP atau PD
tetap persisten meskipun terapi PPI sudah adekuat, maka diagnosa GERD
menjadi patut dipertanyakan.

5. Tes non-invasif untuk H.pylori, dilanjutkan dengan terapi eradikasi merupakan


pendekatan yang cukup efektif, terutama untuk mengurangi biaya endoscopy.
Strategi ini dapat digunakan bila tidak terdapat alarm symptom. Bila gejala
menetap setelah terapi eradikasi, maka terapi PPI dapat diberikan. Strategi ini
kurang efektif bila diterapkan pada daerah dengan prevalensi H.pylori rendah

6. Endoskopi dapat direkomendasikan pada pasien dengan alarm symptom atau


dengan usia tua (diatas 45-55 tahun).
Pada dispepsia organik, terapi utama adalah dengan menyingkirkan penyebabnya.
Pada dispepsia fungsional, karena patofisiologi yang beragam, penatalaksanaannya
pun masih belum ada yang benar-benar terbukti. Beberapa percobaan klinis
menunjukkan efek placebo masih cukup besar yaitu sekitar 20-60%. Terapi
non-farmakologik seperti psikoterapi, makan dalam jumlah kecil tapi sering,
penghentian kebiasaan merokok, minum alkohol, dan konsumsi obat-obatan OAINS
yang tidak perlu memang disarankan tapi belum ada bukti yang cukup kuat untuk
menunjukkan efikasinya. Beberapa obat yang disarankan adalah obat penghambat
asam lambung seperti antagonis reseptor H2(H2B) dan penghambat pompa
proton(PPI). Terapi eradikasi H.pylori diberikan dengan mempertimbangkan risiko
dan manfaat bagi pasien. Obat-obatan prokinetik seperti metoklopramid, domperidon,
dan cisaprid dikatakan memiliki manfaat bila dibandingkan dengan placebo, namun
penelitian yang ada masih sedikit dan bias. Obat-obatan anti-depresan seperti
amitriptilin dosis kecil juga dikatakan memperbaiki gejala.2

12
E. Uraian Obat

1. Domperidone (PIONAS, MIMS 2017)


Komposisi : Domperidone
Indikasi : Mual, muntah akut, mual muntah yang disebabkan oleh levadopa dna
bromokriptin, pengobatan simtomp dyspepsia fungsional
Peringatan : Hati-hati penggunaan domperidone pada wanita hamil dan menyusui,
gangguan fungsi hati dan ginjal serta tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang.
Interaksi : Domperidone mengurangi efek hipoprolaktinemia dari bromokriptin.
Pemberian obat anti kolinergik muskarinik dan analgetik opioid secara bersamaan
dapat mengantagonisir efek domperidone. Pemberian antasida secara bersamaan
dapat menurunkan bioavailabilitas domperidone. Efek bioavailabilitas dapat
bertambah dari 13% menjadi 23% bila diminum 1½ jam setelah makan.
Efek Samping : kadar prolaktin naik (kemungkinan galaktore dan ginekomasti),
penurunan libido, ruam dan reaksi alergi lain, reaksi distonia akut.
Dosis : Oral: mual dan muntah akut (termasuk mual dan muntah karena levodopa
dan bromokriptin) 10-20 mg, tiap 4-8 jam, periode pengobatan maksimal 12
minggu. ANAK: hanya pada mual dan muntah akibat sitotoksik atau radioterapi:
200-400 mcg/kg bb tiap 48 jam. Dispepsia fungsional: 10-20 mg, 3 kali sehari,
sebelum makan, dan 10-20 mg malam hari. Periode pengobatan maksimal 12
minggu.
2. Omeprazole (PIONAS, MIMS 2017)

Komposisi : Omeprazole

Indikasi : tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan duodenum
yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan duodenum, regimen eradikasi H.
pylori pada tukak peptik, refluks esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison.

Interaksi : Memperpanjang eliminasi diazepam, fenitoin & warfarin

Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap omeprazole atau inhibitor pompa


proton lainnya (PPI)

13
Efek Samping : Mual, sakit kepala, ggn GI, reaksi kulit. Inj: Sakit kepala, diare,
nyeri perut, mual, muntah, infeksi sal napas atas, vertigo, ruam kulit, konstipasi,
batuk, astenia, nyeri punggung bawah.

Dosis :

Tukak lambung dan tukak duodenum (termasuk yang komplikasi terapi AINS), 20
mg satu kali sehari selama 4 minggu pada tukak duodenum atau 8 minggu pada
tukak lambung; pada kasus yang berat atau kambuh tingkatkan menjadi 40 mg
sehari; pemeliharaan untuk tukak duodenum yang kambuh, 20 mg sehari;
pencegahan kambuh tukak duodenum, 10 mg sehari dan tingkatkan sampai 20 mg
sehari bila gejala muncul kembali.

Sindrom Zollinger Ellison, dosis awal 60 mg sekali sehari; kisaran lazim 20-120
mg sehari (di atas 80 mg dalam 2 dosis terbagi).

Penyakit refluks gastroesofagal, 20 mg sehari selama 4 minggu diikuti 4-8 minggu


berikutnya jika tidak sepenuhnya sembuh; 40 mg sekali sehari telah diberikan
selama 8 minggu pada penyakit refluks gastroesofagal yang tidak dapat
disembuhkan dengan terapi lain; dosis pemeliharaan 20 mg sekalis sehari.

Penyakit refluks asam, 10 mg sehari meningkat sampai 20 mg sehari jika gejala


muncul kembali. Dispepsia karena asam lambung, 10-20 mg sehari selama 2-4
minggu sesuai respons. Esofagitis refluks yang menyebabkan kondisi tukak yang
parah (obati selama 4-12 minggu). ANAK di atas 1 tahun, berat badan 10-20 kg,
10 mg sekali sehari, jika perlu ditingkatkan menjadi 20 mg sekali sehari; Berat
badan di atas 20 kg, 20 mg sekali sehari jika perlu ditingkatkan menjadi 40 mg
sehari; Pemberian harus diawali oleh dokter anak di rumah sakit.

Injeksi intravena diberikan selama 5 menit atau melalui infus intravena;


profilaksis aspirasi asam, 40 mg harus telah diberikan seluruhnya, 1 jam sebelum
operasi. Refluks gastroesofagal, tukak duodenum dan tukak lambung, 40 mg
sekali sehari hingga pemberian oral dimungkinkan.

Anak. Injeksi intravena selama 5 menit atau dengan infus intravena: Usia 1
bulan-12 tahun: dosis awal 500 mikrogram/kg bb (maks. 20 mg) satu kali sehari,

14
ditingkatkan menjadi 2 mg/kg bb (maks. 40 mg) jika diperlukan.; Usia 12-18
tahun, 40 mg satu kali sehari.

Mekanisme kerja : Omeprazol merupakan penghambat pompa proton yang


selektif dan irreversible. Omeprazol menekan sekresi asam lambung dengan
menghambat sistem enzim Hidrogen-Kalium ATPase pada permukaan sel parietal.
Efek penghambatan ini terkait dengan dosis. Penghambat pompa proton dapat
meningkatkan risiko infeksi gastrointestinal karena efek penekanan sekresi asam.

3. Braxidin ( MIMS, 2016)

Interaksi : terapi gangguan saraf otonom, dan soatik karna cemas, terapi
simtomatik tukak lambung dan usu 12 jari, hipersekresi, dan hipermotilitas
saluran cerna, dispepsia nervosa, iritasi dan spasme kolon, diskinesia empedu,
spasme dan diskinesia kolon, diskinesia empedu, spasme dan diskinesia ureter,
sindroma iritasi usus, kolitis, diare, dismenorhoe.

Dosis : dewasa 3-4 kali sehari, lansia dan penderita yang emah awal 1-2 tab /
hari, ditingkatkan bertahap sampai dengan dosis eektif.

Kontra Indikasi : hipertrofi prostat dan glaukoma.

Perhatian : gangguan hati, terapi jangka panjang, kehamilan trimester 1

Efek samping : gangguan mental dan ppenglihatan, mengantuk, amnesia,


ketergantungan,retensi urin,hipotensi.

Interaksi : simetidin, alkohol, ssp depresi lain.

4. Domperidon

Indikasi : dispeptik yang dikombinasikan dengan lambatnya evakuasi GI atau


reflux esofagus sebagai gangguan pada abdominal epigastrik atau kembung
setelah makan, mual, dan muntah. Rasa terbakar pada epigastrik,atau retrostremal ;
hiccup karna berbagai sebab.

Dosis : dewasa10 mg 3x sehari, anak 0,25 mg/kgBB. 3X sehari

Kontra Indikasi : perdarahan GI, obstruksi atau perforasi, Prolactinoma

15
Perhatian : penggunaan jangka panjang, gangguan fungsi hati, dan ginjal,
hamil trimester 1, laktasi, bayi kurang dari 1 tahun.

Efek samping : kram abdominal, peningkatan kadar serum prolaktin,


galaktorea, ginekomastia, ruam, urtikaria.

Interaksi : obat antikolinergik, antasida, obat antisekretorik.

16
BAB III

TINJAUAN KHUSUS

A. Identifikasi Pasien

Nama Pasien : Nn. Kafiya Ali Amin

No RM : 01301124

Tanggal Lahir : 01/01/1990

Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku Bangsa : Somalia

Alamat : Guntur, Setia Budi, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

Masuk RS : 1 November 2017 ( Ruang Soka )

Diagnosa Masuk : Dispepsia Intake Sulit

Diagnosa Akhir : Dispepsia, Hepokalemia

B. Anamnesis
a. Keluhan Utama : Nyeri ulu hati, mual kambuh mulai1 tahun
terakhir
a. Riwayat Penyakit Lalu :-
b. Riwayat Alergi :-
c. Riwayat Pengobatan :-

17
C. Data Objektif Pasien

1. Tanda Tanda VItal Pasien

Parameter 1/11/17 2/11/17 3/11/17 4/11/17 5/11/17 6/11/17 7/11/17


Tekanan
Darah(mmHg 140/80 150/90 140/80 150/90 130/80 150/90 150/80
)
Nadi
83 92 90 108 84 88 86
(x/menit)
Suhu (°C) 36.8 37.5 36 36.8 36.1 36.8 36
RR (x/menit) 18 28 24 28 24 20 20

2. Data Laboratorium

Tabel 2.1 Data Laboratorium Tanggal

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

HEMATOLO
GI

hemoglobin 12,7 g/dL 11-16,5

hematokrit 40,9 % 35-45

eritosit 4.43 Juta/uL 4-5

leukosit 6.995 /mm3 4000-10000

Trombosit 160.800 /mm3 150000-450000

KIMIA
KLINIK

Natrium (Na) 144 mEq/L 135-150

Kalium (K) 3.5* mEq/L 3.6-5.5

Clorida (Cl) 109 mEq/L 94-111

18
Glukosa Darah 101 mg/dL <140
Sewaktu

SGOT 14 U/L <32


SGPT 8 U/L <33
Ureum 11 mg/dL 15-50
Kreatinin 0.67 mg/dL 0.6-1.3

3. Data Objektif Lain

D. Profil Pengobatan Pasien


1. Obat Selama Pasien Dirawat
No Terapi Nama Regimen 1 November 2017 2 November 2017
dan Dosis
Obat

0- 6-1 12- 18- 0-6 6-12 12-1 18-


6 2 18 24 8 24
Non
Parenteral
1. Sucralfat syr 3x1C 1 1 1 1 1 1
2. Domperidon 3x10 mg 1 1 1
Parenteral
1. Ondansentro 2x1 1 1 1 1
n 8 mg
2. OMZ 2x1 1 1 1

N Terapi Nama Regi 3 November 4 November 2017 5 November 2017


o dan Dosis Obat men 2017

0 6 12 18 0- 6-1 12- 18 0- 6- 12 18-2


- - -1 -2 6 2 18 -2 6 12 -1 4
6 1 8 4 4 8
2
Non Parenteral

19
1. Sucralfat syr 3x1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
C
2. Domperidon 3x10 1 1 1 1 1 1 1 1 1
mg
3. Braxidin 1 1
Parenteral
1. Ondansentron 2x1 1 1 1 1 1 1
8 mg
2. OMZ 2x1 1 1 1 1

No Terapi Nama Regimen 6 November 2017 7 November 2017


dan Dosis
Obat
0-6 6-12 12-1 18-2 0-6 6-12 12-18 18-24
8 4

Non
Parenteral
1. Sucralfat syr 3x1C 1 1 1 1 1 1
2. Domperidon 3x10 mg 1 1 1 1 1 1
Parenteral
1. Ondansentro 2x1 1 1
n 8 mg
2. OMZ 2x1 1 1

2. Obat Pulang
Nama Obat Aturan Pakai Rute
Sucralfat 3 x 1C Oral
Domperidon Tab 3 x 10 mg Oral

20
E. Assesment and Plan (Identifikasi, Manajemen dan Plan DRP)

Assement (Identifikasi DRP) Plan/Rekomendasi Keterangan

Jenis Problem Monitoring Rekomendasi


DRP
Dosis obat Pada penggunaan OMZ Penggunaan Disarankan untuk Konsultasikan
terlalu besar hanya digunakan dosis OMZ dalam penggunaan OMZ dalam kembali dengan
1x/hari dosis dosis 1x/hari dokter mengenai
20mg/40 mg penggunaan
OMZ

21
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Kasus (sesuaikan dengan Literatur/EBM/ Guideline Terapi dengan


Pasien )

Nn. K.A.A umur 27 tahun masuk RSUD Tarakan pada tanggal 1 November
2017 dengan keluhan utama dispepsia intake sulit, pada saat masuk Tekanan Darah
140/80 mmHg, Nadi 83 kali/menit, suhu 36,8°C dan RR 18 x/menit. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit, dan riwayat alergi pengobatan.. Pasien di diagnosa
dispepsia intake akut. Dilakukan pemeriksaan laboratorium tanggal 1 November 2017
mengenai darah rutin, elektrolit, gula darah, fungsi liver dan fungsi ginjal berdasarkan
data yang ditunjang dari pemeriksaan lab pemeriksaan kalium 3,5 mEg/L dibawah
angka normal (3,5-5,5) dan pemeriksaan ureum 11 mg/dL dibawah normal (15-50),
dari nilai tersebut pasien diberikan futrolit infus.
Pasien juga diberikan terapi melalu oral dan melalui i.v yaitu: Sucralfat syr
3x1C untuk melapisi lambung dari asam lambung, domperidon 2x10mg untuk
mengatasi mual , OMZ inj 2x1 obat lambung golongan PPI, Ondansetron 2x1 untuk
antiemetik.
Dalam terapi obat yang diberikan tidak terdapat interaksi obat tetapi terdapat
kurang ketepatan aturan pakai OMZ, penggunaan OMZ untuk terapi bisa dalam dosis
20 mg/40mg dengan dosis 1x/hari karena dengan dosis 1x/hari dapat mengontrol
sekresi asam lambung dengan cara menghambat pompa proton yang mentranspor ion
H+ keluar dari sel parietal lambung.
Pada tanggal 7 November pasien mengalami kesadaran dan kondisi umum pasien
yang sudah membaik.
Pemantauan terapi obat merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan
pemantauan terapi obat yang dilakukan di RSUD Tarakan adalah untuk meningkatkan
efektivitas terapi dan meminimalkan resiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD).

22
B. Asuhan Kefarmasian (Konseling atau PTO yang harus diberikan )
1. Pemantauan Terapi Obat Pasien
a. Melakukan visite ke pasien untuk mengetahui kondisi pasien
sehubungan dengan penentuan / pemastian terapi obat pasien.
2. Konseling Pengobatan Pasien
a. Sebaiknya pasien mengkonsumsi makanan yang bergizi dan terjamin
kebersihannya.

23
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan diagnosa Nn. K.A.A menderita dispepsia intake akut. Pasien
mendapatkan pengobatan dengan hasil pengkajian Drug Related Problem (DRP)
yaitu penggunaan dosis obat yang kurang tepat yaitu penggunaan OMZ inj
2xsehari, dapat diatasi dengan konsultasi dengan dokter penulis resep mengenai
dosis OMZ inj cukup 1x/sehari.

B. SARAN
Perlu adanya peran aktif dari apoteker untuk mencapai pengobatan berbasis
“patient oriented”. Jadwal pemberian terapi kepada pasien harus tepat dan
mendata jadwal pemberian terapi obat harus di tulis sesuai dengan yang diberikan
kepada pasien.
Selain itu, juga berikan edukasi kepada pasien mengenai terapi non
farmakologi, agar kondisi umum pasien lebih cepat pulih tetap terkontrol, seperti
makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan
lemak, sesuai dengan kecukupan gizi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Djojoningrat D. Dispepsia Fungsional dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,


Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi 5. Interna
Publishing. Jakarta. 2010. P 529-33

Tack J, Tally NJ, Camilleri M, Holtmann G, Hu P, Malagelada JR, Stanghelilini V.


Functional Gastroduodenal Disorder. Gastroenterology 2006; 130: 1466-79

MIMS, 2015/2016, Petunjuk Konsultasi edisi 15, 2015/2016, Indonesia

25
LAMPIRAN

1. PEMBERIAN RESEP PULANG

26
2. RESEP PULANG

27

Anda mungkin juga menyukai