Beberapa Kesalah-pahaman
Dalam percakapan, sehari hari, acap kali kita dengar ada orang yang
mengatakan, "Falsafah saya adalah..." atau "Filsafat pengusaha yang berhasil itu dan
sebagainya. Apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan ungkapan ungkapan
tersebut? Apakah arti istilah "falsafah" atau "filsafat" yang digunakan dalam
ungkapan ungkapan tersebut di atas? Istilah "falsafah" atau "filsafaf 'yang
digunakan dengan cara itu sesungguhnya mengacu kepada. sikap, pandangan, dan
gagasan yang dipegang oleh seseorang untuk men hadapi segala persoalan dan
tantangan yang harus diatasinya.
Ada lagi orang orang yang hendak menawarkan. "jasa baik” dengan
berupaya membedakan pernakaian istilah "falsafah" dan. "filsafaf” dalam
penggunaan praktis sehari hari, namun. malah berakibat semakin rancu.
Ada juga yang mengatakan bahwa karena semua orang berpikir,
sesungguhnya semua orang adalah filsuf. Apakah benar setiap orang yang berpikir
itu adalah filsuf Jika benar demikian, berarti berpikir adalah berfilsafat, dan
berfilsafat adalah berpikir. Jadi, pemikiran (sebagai hasil berpikir) adalah filsafat,
dan filsafat adalah pemikiran. Memang benar orang yang berfilsafat itu berpikir,
tetapi tidak semua yang berpikir berarti pula berfilsafat. Untuk berpikir secara
filsafati, ada persyaratan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi.
Kesimpangsiuran pendapat dan pandangan yang telah dikemukakan itu
belum menyentuh keanekaragaman gagasan gagasan filsafati yang acap kali ”saling
bertentangan" satu sama lain. Konsep konsep filsafati yang saling bertentangan
sering pula menimbulkan pertikaian tak terdamaikan yang membuat filsafat
semakin dianggap kacau balau. Tentu saja, hal itu menimbulkan kesan buruk
terhadap filsafat. Oleh sebab itu, dapat dipahami apabila ada orang yang
berpendapat bahwa filsafat merupakan sesuatu yang tidak jelas, kacau balau, tidak
ilmiah, penuh dengan pertikaian dan perselisihan pendapat, tidak mengenal sistern
dan metode, tidak tertib, dan juga tidak terarah. Tidak mengherankan pula jika ada
yang menawarkan pemikiran untuk menertibkan filsafat karena menganggap
filsafat tidak tertib. Akan tetapi, dapat dibayangkan bagaimanakah jadinya suatu
filsafat bila ditertibkan. Tidakkah ia akan menjadi begitu "kurus" dan sangat "kerdil"
karena kehilangan ruang gerak dan wawasan?
Pada masa kini ada sebagian orang yang mengatakan bahwa filsafat telah
berada di penghujung jalan. Filsafat telah menempuh perjalanan yang sangat
panjang dan kini harus berhenti. Pengembaraannya telah berakhir, dan tidak ada
lagi sesuatu pun yang dapat dilakukannya. Filsafat sebagai induk segala ilmu
pengetahuan telah berhasil melahirkan berbagai ilmu pengetahuan yang kini telah
mandiri. Ilmu ilmu pengetahuan alam (natural sciences), ilmu ihnu pengetahuan
sosial (social sciences), dan seluruh disiplin ilmu lainnya satu per satu telah
memisahkan diri dari filsafat dan telah tumbuh menjadi dewasa. Filsafat selaku
induk segala ilmu pengetahuan kini telah renta dan mandul. la tak mampu dan
memang tak mungkin lagi untuk mengandung dan rnelahirkan. Karena itu, benar
benar tidak berguna lagi.
Beberapa kesalah pahaman dan kekeliruan tersebut justru menunjukkan
ketidaktahuan tentang apa sesungguhnya filsafat. Memang pengamatan sekilas
terhadap keberadaan filsafat dapat menyesatkan. Akan tetapi, apabila benar benar
disimak secara lebih serius dan lebih mendalam, filsafat akan semakin diminati,
semakin menarik, semakin mernikat, dan semakin memukau.
sebagaimana yang tertulis pada kuburannya: coelum stellatum supra me, lex moralis
intra me.
Ketidak-puasan. Sebelum filsafat lahir, berbagai mitos dan mite memainkan
peranan yang amat penting dalam. kehidupan manusia. Berbagai mitos dan mite
berupaya menjelaskan asal mula dan peristiwa peristiwa yang tedadi di alarn
semesta serta sifat sifat peristiwa itu. Akan tetapi, ternyata penjelasan dan
keterangan yang diberikan oleh mitos mitos dan mite mite itu makin lama makin
tidak mernuaskan manusia. Ketidakpuasan itu membuat manusia terus menerus
mencari penjelasan dan keterangan yang lebih pasti dan meyakinkan.
Kenyataannya memang demikian. Ketidakpuasan akan membuat manusia
melepaskan segala sesuatu yang tak dapat memuaskannya, lalu ia akan berupaya
menemukan apa yang dapat memuaskannya.
Manusia yang tidak puas dan terus menerus mencari penjelasan dan
keterangan yang lebih pasti itu lambat laun mulai berpikir secara rasional.
Akibatnya, akal budi semakin berperan. Berbagai mitos dan mite yang diwariskan
oleh tradisi turun temurun semakin tersisih dari perannya semula yang begitu
besar. Ketika rasio berhasil menurunkan mitos mitos dan mite mite dari
singgasananya, lahirlah filsafat, yang pada masa itu mencakup seluruh ilmu
pengetahuan yang ada dan telah dikenal.
Hasrat bertanya. Ketakjuban manusia telah melahirkan pertanyaan
pertanyaan, dan ketidakpuasan manusia membuat pertanyaan pertanyaan itu tak
kunjung habis. Pertanyaan tak boleh dianggap sepele karena pertanyaanlah yang
membuat kehidupan serta pengetabuan manusia berkembang dan maju.
Pertanyaanlah yang membuat manusia melakukan pengamatan, penelitian, dan
penyelidikan. Ketiga hal itulah yang menghasilkan penemuan baru yang semakin
memperkaya manusia dengan pengetahuan yang terus bertambah. Karena itu,
pertanyaan merupakan sesuatu yang hakiki bagi manusia. Menurut Sartre,
kesadaran pada manusia senantiasa bersifat bertanya yang sungguh sungguh
bertanya.
Hasrat bertanya membuat manusia mempertanyakan segalanya. Pertanyaan
pertanyaan yang diajukan itu tidak sekedar terarah pada wujud sesuatu, melainkan
juga terarah pada dasar dan hakikatnya. Inilah yang menjadi salah satu ciri khas
filsafat. Filsafat selalu mempertanyakan sesuatu dengan cara berpikir radikal,
sampai ke akar akamya, tetapi juga bersifat universal.
Jika dikatakan bahwa manusia mempertanyakan segalanya, berarti manusia
bukan hanya mempertanyakan segala sesuatu yang berada di luar dirinya. Manusia
juga mempertanyakan dirinya sendiri yang memiliki hasrat bertanya. Bahkan, ia
juga dapat mempertanyakan pertanyaan pertanyaan yang sedang Diperta-
nyakannya itu. Itulah yang membuat filsafat itu ada, tetap ada, dan akan terus ada.
Filsafat akan berhenti apabila manasia telah berhenti bertanya secara radikal dan
universal.
Keraguan. Manusia selaku penanya mempertanyakan sesuatu dengan
maksud untuk memperoleh kejelasan dan keterangan mengenai sesuatu yang
dipertanyakannya itu. Tentu saja hal itu berarti bahwa apa yang dipertanyakannya
itu tidak jelas atau belum terang. Karena sesuatu itu tidak jelas atau belum terang,
manusia perlu dan harus bertanya. Pertanyaan yang di ajukan untuk memperoleh
kejelasan dan keterangan yang pasti pada hakikatnya merupakan suatu pemyataan
tentang adanya aporia (keraguan atau ketidakpastian dan kebingungan) di pihak
manusia yang bertanya.
Handout - Filsafat 6
Memang ada yang mengatakan bahwa setiap pertanyaan yang diajukan oleh
seseorang sesungguhnya senantiasa bertolak dari apa yang telah diketahui oleh si
penanya lebih dahulu. Bukankah setiap orang yang bertanya itu sedikit banyak
telah memiliki bayangan atau gambaran dari apa yang dipertanyakannya? Jika
tidak, ia tidak akan dapat mengajukan pertanyaan itu. Oleh karena itu,
sebagaimana yang dikutip oleh Beerling, Spinoza mengatakan:
Akan tetapi, karena apa yang diketahui oleh si penanya baru merupakan
gambaran yang samar, maka ia bertanya. la bertanya karena masih meragukan
kejelasan dan kebenaran dari apa yang telah diketahuinya. Jadi, jelas terlihat bahwa
keraguanlah yang turut merangsang manusia untuk bertanya dan terus bertanya,
yang kemudian menggiring manusia untuk berfilsafat.
Akan tetapi, filsafat pada masa awal itu sulit untuk diuraikan dan
dipaparkan secara jelas dan pasti karena banyak filsuf tidak menulis sesuatu apa
pun sehingga ajaran mereka hanya dapat diketahui dari orang lain. Ada juga filsuf
filsuf yang menulis, tetapi sebagian karya tulis mereka hilang sehingga yang tinggal
hanya beberapa fragmen. Ada pula yang hanya tersisa satu atau dua kalimat yang
kebetulan dikutip oleh pernikir lainnya.
Terlepas dari keadaan dan keberadaan para filsuf yang baru
mengembangkan filsafat itu, yang penting dicatat ialah bahwa mereka telah berani
mengayunkan langkah awal yang amat menentukan bagi perturnbuhan dan
perkembangan filsafat serta ilmu pengetahuan. Mereka berani menolak dan
meninggalkan cara berpikir yang irasional dan tidak logis, kemudian mulai
menempuh jalan pemikiran rasional ilmiah yang semakin lama semakin sistematis.
cara berpikir rasional ilmiah itu pulalah yang menghasilkan gagasan gagasan yang
terbuka untuk diteliti oleh akal budi. Selain itu, kebenarannya dapat didiskusikan
lebih Ian ut demi meraih konsep konsep baru dan kebenaran kebenaran baru yang
diharapkan lebih sesuai dengan realitas sesungguhnya.
Berpikir Radikal
Berfilsafat berarti befpikir secara radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal.
Karena berpikir secara radikal, ia tidak akan pernah terpaku hanya pada fenomena
suatu entitas tertentu. la tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud
realitas tertentu. Keradikalan berpikimya itu akan senantiasa mengobarkan
hasratnya untuk menemukan akar seluruh kenyataan. Bila dikatakan bahwa filsuf
selalu berupaya menemukan radix seluruh kenyataan, berarti dirinya sendiri
sebagai suatu realitas telah termasuk ke dalamnya sehingga ia pun berupaya untuk
mencapai akar pengetahuan tentang dirinya sendiri.
Mengapakah radix atau akar realitas begitu penting untuk ditemukan?
Ini karena bagi seorang filsuf, hanya apabila akar realitas itu telah ditemukan,
segala sesuatu yang bertumbuh di atas akar itu akan dapat dipahami. Hanya
apabila akar suatu permasalahan telah ditemukan, permasalahan itu dapat
dimengerti sebagaimana mestinya. Berpikir radikal tidak berarti hendak mengubah,
membuang, atau menjungkirbalikkan segala sesuatu, melainkan dalam arti yang
sebagaimana mestinya, yaitu
Berpikir radikal tidak berarti hendak mengubah, membuang atau
menjungkir-balikkann segala sesuatu, melainkan dalam arti yang sebenarnya yaitu
berpikir secara mendalam , untuk mencapai akar permasalahan yang
dipermasalahkan. Berpikir radikal justru hendak memperielas realitas lewat
penemuan serta pemahaman akan akar realitas itu sendiri.
Mencari Asas
yang paling hakiki dari keseluruhan realitas. Seorang filsuf akan selalu berupaya
untuk menemukan asas yang paling hakiki dari realitas.
Para filsuf Yunani, yang terkenal sebagai filsuf filsuf alam, mengamati
keanekaragaman. realitas di alam semesta, lalu berpikir dan bertanya, "Tidakkah di
balik keanekaragaman itu hanya ada suatu asas?" Mereka lalu mulai mencari asa
(asal usul, asas pertama) alam semesta. Thales mengatakan bahwa asas pertama
alam semesta itu adalah air, Anaximandros mengatakan yang tidak terbatas, dan
Anaximenes mengatakan udara. Adapun bagi Empedokles ada empat akar segala
sesuatu yang membentuk realitas alam semesta, yaitu api, udara, tanah, dan air
Mencari asas pertama. berarti juga berupaya menemukan sesuatu yang
menjadi esensi realitas. Dengan menemukan esensi suatu realitas, realitas itu dapat
diketahui dengan pasti dan menjadi jelas. Mencari asas adalah salah satu sifat dasar
filsafat.
Memburu Kebenaran
Mencari Kejelasan
Berpikir Rasional
Pendobrak
cukup panjang, kenyataan sejarah telah membuktikan bahwa filsafat benar benar
telah berperan selaku pendobrak yang mencengangkan.
Pembebas
Filsafat bukan sekedar mendobrak pintu penjara tradisi dan kebiasaan yang
penuh dengan berbagai mitos dan mite itu, melainkan juga merenggut manusia
keluar dari dalam penjara itu. Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan
dan kebodohannya. Demikian pula, filsafat membebaskan manusia dari belenggu
cara berpikir yang mistis dan mitis.
Sesungguhnya, filsafat telah, sedang, dan akan terus berupaya
membebaskan manusia dari kekurangan dan kemiskinan pengetahuan yang
menyebabkan manusia menjadi picik dan dangkal. Filsafat pun membebaskan
manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak jernih. Filsafat juga
membebaskan manusia dari cara berpikir tidak kritis yang membuat manusia
mudah menerima kebenaran kebenaran semu yang menyesatkan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa filsafat membebaskan manusia dari
segala jenis "penjara" yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia.
Pembimbing
V. Kegunaan Flsafat
Cara berpikir filsafati telah mendobrak pintu serta tembok tembok tradisi
dan kebiasaan, bahkan telah menguak mitos dan mite serta meninggalkan cara
berpikir mistis. Lalu pada saat yang sama telah pula berhasil. mengembangkan cara
berpikir rasional, luas dan mendalam, teratur dan terang, integral dan koheren,
metodis dan sistematis, logis, kritis, dan analitis. Karena itu, ilmu pengetahuan pun
semakin bertumbuh subur, terus berkembang, dan menjadi dewasa. Kemudian,
berbagai ilmu pengetahuan yang telah mencapai tingkat kedewasaan penuh satu
demi satu mulai mandiri dan meninggalkan filsafat yang selama itu telah
mendewasakan mereka. Itulah sebabnya, filsafat disebut sebagai mater scientiarum
atau induk segala ilmu pengetahuan. Itu merupakan fakta yang tidak dapat
diingkari, yang dengan jelas menunjukkan bahwa ia benar benar telah
menampakkan kegunaannya lewat melahirkan, merawat, dan mendewasakan
berbagai ilmu pengetahuan yang begitu berjasa bagi kehidupan manusia.
Ilmu pengetahuan dikatakan begitu berjasa bagi kehidupan urnat manusia
karena lewat ilmu pengetahuan manusia telah dimungkinkan meraih kemajuan
yang sangat menakjubkan dalam segala bidang kehidupan. Teknologi canggih yang
semakin mencengangkan dan fantastis merupakan, salah satu produk dari ilmu
pengetahuan. Abad abad terakhir ini, dalam peradaban dan kebudayaan Barat,
ilmu pengetahuan telah berperan sedemikian rupa sehingga telah menjadi tumpuan
harapan banyak orang.
Memang harus diakui betapa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
sehingga manusia mulai percaya bahwa ilmu pengetahuan benar benar mahakuasa.
Manusia semakin terpukau. oleh pesona ilmu pengetahuan, dan hal itu telah
membuat begitu banyak orang mendewakan ilmu pengetahuan. Bagi mereka, ilmu
pengetahuan adalah segala segalanya. Mereka berupaya untuk rneyakinkan semua
orang bahwa ilmu pengetahuan dapat menyelesaikan segala persoalan. Anggapan
itu dikukuhkan oleh berbagai penemuan yang menggemparkan dan tampilnya teori
teori serta metode metode baru yang lebih meyakinkan kegunaan dan
ketepatannya. sehingga semakin mengembangkan, suatu optimisme yang hampir
tak terbatas.
Kemajuan ilmu pengetahuan, yang arnat mempesonakan itu telah membuat
banyak orang menjadi sinis terhadap filsafat. Orang orang mulai meragukan
kegunaan filsafat. Banyak orang yang menganggap filsafat hanya sebagai suatu
benda antik yang layak dipajang di dalam museum. Filsafat sudah terlampau "tua"
untuk "mengandung" dan "melahirkan" suatu ilmu pengetahuan baru. Filsafat tidak
bisa menghasilkan sesuatu apa pun j uga, schingga sama sekali tidak berguna lagi.
Benarkah ilmu pengetahuan telah sanggup merengkuh langit dan
menguasai alarn Semesta? Ternyata itu hanya merupakan suatu impian yang harus
segera, dilepaskan tatkala menghadapi kenyataan sesungguhnya. Fakta
menunjukkan bahwa hasil hasil yang dapat diraih oleh ilmu pengetahuan bersifat
sementara, maka senantiasa membutuhkan perbaikan dan penyernpurnaan.
Senantiasa ada batas yang membatasi ilmu pengetahuan. Yang pasti, ilmu
pengetahuan senantiasa dibatasi oleh bidang penelitian yang sesuai dengan
kekhususannya. Itu mernbuat ilmu pengetahuan hanya sanggap meneliti bagian
bagian kecil (sesuai dengan bidangnya) dari seluruh realitas.
Filsafat adalah ilmu yang tak terbatas karena tidak hanya menyelidiki suatu
bidang tertentu dari realitas yang tertentu saja. Filsafat senantiasa mengajukan
pertanyaan tentang seluruh kenyataan yang ada. Filsafat pun selalu mempersoalkan
Handout - Filsafat 12
hakikat, prinsip, dan. asas mengenai seluruh realitas yang ada, bahkan apa saja
yang dapat dipertanyakan, termasuk filsafat itu sendiri.
Ketakterbatasan filsafat yang demikian itulah yang amat berguna bagi ilmu
pengetahuan. Itu karena ketakterbatasan filsafat tidak melulu berguna selaku
penghubung antar disiplin ilmu pengetahuan. Akan tetapi, dengan
ketakterbatasannya itu, filsafat sanggup merneriksa, mengevaluasi, mengoreksi,
dan lebih menyernpurnakan prinsip prisip dan asas asasyang melandasi berbagai
ilmu pengetahuan itu.
Filsafat memang abstrak, namun tidak berarti filsafat sama sekali tidak
bersangkut paut dengan kehidupan sehari hari yang konkret. Keabstrakan filsafat
tidak. berarti bahwa filsafat itu tak memiliki hubungan apa pun juga dengan
kehidupan nyata setiap hari.
Kendati tidak memberi petunjuk praktis tentang bagaimana bangunan yang
artistik dan elok, filsafat sanggup membantu manusia pemahaman tentang apa itu
artistik dan elok dalam kearsitekturan sehingga nilai keindahan yang diperoleh
lewat pemahaman itu akan menjadi patokan utama bagi pelaksanaan pekerjaan
pembangunan tersebut.
Filsafat menggiring manusia ke pengertian yang terang dan pemahaman
yang jelas. Kemudian, filsafat itu juga menuntun manusia ke tindakan dan
perbuatan yang konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pernaharnan yang
jelas.
sehingga tinggal terarah hanya kepada satu permasalahan pokok, dengan wilayah
pengetahuan yang semakin sempit dan pada suatu saat akan lenyap sama sekali.
Kenyataannya, masalah masalah pokok yang dihadapi filsafat tak pernah
berkurang. Karena banyaknya masalah pokok yang harus dibahas dan dipecahkan,
filsafat pun dibagi ke dalam bidang bidang studi yang sesuai dengan kelompok
permasalahan pokok yang dihadapinya. Bidang bidang studi filsafat juga disebut
sebagai cabang cabang filsafat.
Pembagian bidang bidang studi atau cabang cabang filsafat, sejak
kelahirannya hingga pada masa kini, tak pemah sama kendati itu tidak berarti sama
sekali berbeda. Jika disimak dengan cermat, sesungguhnya isi setiap cabang filsafat
itu senantiasa memiliki kesamaan satu sarna lain.
Aristoteles mehibagi filsafat ke dalam tiga bidang studi sebagai berikut:
Filsafat Spekulatif/Teoretis
Filsafat Filsafat Praktika
Filsafat Produktif
Logika
Ontologi
Filsafat Kosmologi
Psikologi
Teologi Naturalis
Etika
Handout - Filsafat 14
Will Durant, dalam bukunya yang berjudul The Story of Philosophy yang
diterbitkan sejak tahun 1926, mengemukakan lima bidang studi filsafat'
sebagai berikut:
Logika
Estetika
Filsafat Etika
Politika
Metafisika
1. Logika. Logika adalah studi tentang metode berpikir dan metode penelitian
ideal, yang terdiri dari observasi, introspeksi, deduksi dan induksi, hipotesis
dan eksperimen, analisis dan sintesis, dan sebagainya.
2. Estetika. Estetika adalah studi tentang bentuk ideal dan keindahan. Estetika
disebut juga sebagai filsafat seni (philosophy of art )
3. Etika. Etika adalah studi tentang perilaku ideal.
4. Politika. Politika adalah studi tentang organisasi sosial yang ideal, yaitu tentang
monarki, aristokrasi, demokrasi, sosialisme, anarkisme, dan sebagainya.
5. Metafisika. Metafisika terdiri dari ontologi, filsafat psikologi, dan epistemologi.
Metafisika
Logika
Epistemologi
Filsafat Ilmu
Filsafat Filsafat Naturalis
Filsafat Kultural
Filsafat Sejarah
Estetika
Etika
4. Logika
5. Etika
6. Estetika
7. Filsafat tentang berbagai disiplin ilmu
Keenam cabang filsafat itulah yang akan dibicarakan berikut ini.
VII. Epistemologi
Tentang Pengetahuan
tersembunyi baginya. Dengan demikian, jelas bahwa amat sulit untuk mencapai
kebenaran yang lengkap dari objek tertentu, apalagi mencapai seluruh keb&naran
dari segala sesuatu yang dapat dijadikan objek pengetahuan.
tidak perlu karena kita dapat membayangkan suatu dunia yang mirip dunia kita
yang mataharinya tidak terbit besok pagi. Bagi Hume, generalisasi induktif sama
sekali bukan suatu proses berpikir, melainkan sekedar mengharap bahwa hal yang
sama akan berulang kembali dalam. kondisi dan situasi yang sama.
Albert Camus (1913 1960) melukiskan manusia yang berupaya mengukur
sifat dan menakar makna dari sesuatu yang pada hakekatnya tak bermakna dan
alam yang absurb dalam bukunya Myth of Sisyphus. Manusia Sisyphus mengenal
betul seluruh keberadaannya dalam kondisi yang begitu buruk dan amat
menyedihkan. la tidak berharap untuk meraih kebenaran dan juga tidak pernah
mengantisipasi akhir dari segala pergumulannya. Bagi Camus, sesungguhnya tidak
ada makna, tidak ada pengetahuan yang benar secara objektif, dan juga tidak ada
nilai objektif
Pandangan pandangan para pemikir yang menyangsikan segala sesuatu,
termasuk yang dianggap oleh banyak orang sebagai yang sudah pasti
kebenarannya, sejak semula disanggah oleh pemikir pemikir lainnya. Sebagai
contoh adalah Augustinus dan Thomas Reid (penyanggah David Hume).
Augustinus (354 - 430) mengatakan bahwa ungkapan "manusia tidak dapat
mengetahui apa apa" menunjukkan bahwa ungkapan itu sendiri sudah merupakan
suatu pengetahuan. Oleh sebab itu, bagi Augustinus, pendapat para filsuf yang
demikian itu secara rasional tidak konsisten. Selanjutnya, Augustinus mengatakan
bahwa jika ungkapan "manusia tidak mengetahui apa apa" itu keliru atau salah,
berarti tidak ada masalah. Apabila ungkapan itu benar, berarti ungkapan itu
mengandung pertentangan dalam dirinya sendiri (self-contradictory) karena
bagaimanapun juga sekurang kurangnya kita mengetahui dengan pasti tentang satu
hal, yakni kita tahu bahwa kita tidak dapat mengetahui apa apa.
Thomas Reid (1710 - 1796), yarig hidup sezaman dengan David Hume,
kendati memahami dan menghargai argumen argumen Berkeley dan Hume,
menganggap bahwa konklusi Hume keliru. Reid menyanggah presuposisi sentral
Hume yang mengatakan bahwa kepercayaan kepercayaan kita yang sangat
mendasar haruslah dilbenarkan oleh argumen argumen rasional filsafati. Reid
mengatakan bahwa bukti bukti rasional filsafati yang dikehendaki Hume itu
sesungguhnya tidak pantas dan tidak tepat. Ini karena argumen argumen rasional
filsafati itu sendiri akan terus menerus mernerlukan argumen argumen rasional
filsafati sampai tak terbatas (ad infinitum). Reid mengatakan pula bahwa
kepercayaan kepercayaan yang sangat mendasar itu tidaklah dilandaskan pada
praanggapan yang membuta begitu saja, melainkan justru mencerminkan konstitusi
rasionalitas kita, yang sanggup pula mengenal lewat intuisi. Kepercayaan
kepercayaan yang sangat mendasar itu menjadi landasan bagi seluruh pembuktian
pembuktian lain kendati dirinya sendiri tak terbuktikan.
Kesahihan Pengetahuan
yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan ketentuan
ketentuan logika.
Teori Kesahihan Korespondensi/Saling Bersesuaian (Correspondence Theory
of Truth) mengatakan bahwa suatu pengetahuan itu sahih apabila proposisi
bersesuaian dengan realitas yang menjadi obyek pengetahuan itu. Kesahihan
korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan kebenaran dan kepastian
indrawi. Dengan demikian, kesahihan pengetahuan itu dapat dibuktikan secara
langsung.
Teori Kesahihan Pragmatis (Pragmatical Theory of Truth) menegaskan bahwa
pengetahuan itu sahih jikalau proposisinya memiliki konsekuensi konsekuensi
kegunaan atau benar benar bermanfaat bagi pengetahuan itu. Teori kesahihan
pragmatis adalah teori kesahihan yang telah dikenal secara tradisional.
Teori Kesahihan Semantik (Semantic Theory of Truth) adalah teori yang
menekankan arti dan makna suatu proposisi. Bagi teori kesahihan semantik,
proposisi harus menunjukkan arti dan makna sesungguhnya yang mengacu kepada
referen atau realitas dan bisajuga ard definifif dengan menunjuk ciri khas yang ada.
Teori Kesahihan Logikal yang berlebih lebihan (Logical Superfluity Theory of
Truth) hendak menunjukkan bahwa proposisi logis yang memiliki term berbeda
tetapi berisi informasi sama tak perlu dibuktikan lagi, atau ia telah menjadi suatu
bentuk logik yang berlebih lebihan. Contoh: siklus adalah lingkaran atau lingkaran
adalah bulatan dan sebagainya. Dengan demikian, proposisi lingkaran itu bulat tak
perlu dibuktikan lagi kebenarannya.
VIII. Metafisika
Istilah metafisika berasal dari bahasa. Yunani meta physika (sesudah fisika).
Istilah ini merupakan judul yang diberikan oleh Andronikos dari Rhodes terhadap
empat belas buku yang ditulis oleh Aristoteles, yang ditempatkan sesudah fisika
yang terdiri dari delapan buku. Aristoteles sendiri tidak menggunakan istilah
metaflsika dan fisika, melainkan filsafat pertama untuk metafisika dan filsafat
kedua untuk fisika.
Kata metafisika itu saat ini memiliki berbagai bagai arti. Metafisika bisa
berarti upaya untuk mengkarakterisasi eksistensi atau realitas sebagai satu
keseluruhan. Istilah ini bisajuga berarti sebagai usaha untuk menyelidiki alam yang
berada di luar pengalaman atau menyelidiki apakah hakikat yang berada di balik
realitas. Akan tetapi, secara urnurn dapat dikatakan bahwa metafisika adalah suatu
pernbahasan filsafati yang komprehensif mengenai seluruh realitas atau tentang
segala sesuatu yang ada.
Idealisme
Materialisme
Materialisme menolak hal hal yang tidak kelihatan. Bagi materialisme, ada
yang sesungguhnya adalah yang keberadaannya semata mata bersifat material atau
sama sekali bergantung pada material. Jadi, realitas yang sesungguhnya adalah
alarn kebendaan, dan segala sesuatu yang mengatasi alarn kebendaan itu haruslah
dikesampingkan. Oleh sebab itu, seluruh realitas hanya mungkin dijelaskan secara
materialistis.
Leukippos dan Demokritos (460 370 SM) mengatakan bahwa seluruh realitas
bukan cuma satu, melainkan terdiri dari begitu banyak unsur dan unsur unsur itu,
tidak terbagi, maka disebut atom (dari bahasa Yunani yang berarti tidak dapat diba
gi). Atom atom itu adalah bagian materi yang sangat kecil yang tidak berkualitas
dan senantiasa bergerak karena adanya ruang kosong. Jiwa manusia pun terdiri
dari atom atom.
Handout - Filsafat 21
Dualisme
Etimologis, istilah kosmologi berasal dari dua kata Yunani: kosmos dan
logos. Kosmos berarti dunia atau ketertiban yang merupakan lawan dari chaos
(kacau balau atau tidak tertib). Logos berarti kata, percakapan atau ilmu. Jadi,
kosmologi berarti percakapan tentang dunia, atau alam dan ketertiban yang paling
fundamental dari seluruh realitas.
Kosmologi memandang alam. sebagai suatu totalitas dari fenomena dan
berupaya untuk memadukan spekulasi metafisika dengan evidensi ilmiah di dalam.
suatu kerangka yang koheren. Hal hal yang biasa disoroti dan dipersoalkan ialah
mengenai ruang dan waktu, perubahan, kebutuhan, kemungkinan kemungkinan,
dan keabadian. Metode yang digunakan bersifat rasional dan justru hal itulah yang
membedakannya dari berbagai bagai kisah asal mula dan struktur alam.
analisis dan pernbahasan yang diperoleh bisa berupa satu dari beberapa
kemungkinan berikut ini:
Filsafat Stoa yang panteistis mengajarkan bahwa segala sesuatu dijadikan oleh
kekuatan ilahi, yaitu kekuatan alam. Kekuatan ilahi itu menjiwai segala sesuatu.
Alam semesta dikuasai oleh logos, yakni rasio Allah. Logos yang adalah rasio Allah
itu adalah juga tata tertib dunia, yang menciptakan segala sesuatu, mengatur, serta
menuntun segala sesuatu menuju suatu tujuan. Segala sesuatu, telah ditentukan
oleh hukum logos, yaitu nasib yang tak dapat diubah. Sesungguhnya, determinisme
stoisisme yang amat terkenal adalah barangkali yang paling jelas dan paling tegas
dari seluruh ajaran metafisika yang panteistis.
Filsafat panteistis Benedictus (Baruch) Spinoza (1632 1677) mengatakan
bahwa segala sesuatu yang ada adalah Allah dan tidak ada sesuatu apa pun yang
tidak tercakup di dalam Allah. Ia juga menegaskan bahwa sesungguhnya tidak ada
suatu apa pun yang dapat berada tanpa Allah.
Skeptisisme secara umum meragukan segala keyakinan yang telah
digenggam selama ini. Sesungguhnya, tak dapat dipastikan apakah Allah benar
benar ada atau tidak. Mungkin Allah ada, tetapi mungkin juga tidak.
Skeptisisme merupakan pintu yang terbuka lebar ke arah ateisme dalam arti
ateisme teoretis, yaitu suatu paham yang berupaya mempertanggungjawabkan
secara filsafati keyakinan bahwa Tuban tidak ada.
Handout - Filsafat 23
David Hume (1711 - 1776) menegaskan bahwa tidak ada bukti yang benar
benar sahih yang dapat membuktikan bahwa Allah ada dan bahwa la
menyelenggarakan dunia ini. Hume menolak eksistensi Allah dan kebenaran
agama, bahkan ia juga menolak gagasan tentang Allah, serta menganggap bahwa
moralitas semata mata hanyalah perasaan manusia belaka. Terhadap perasaan itu
sendiri, akal sehat tidak memiliki wewenang untuk mengendalikan atau
mengawasinya,
Ludwig Feuerbach (1804 1872) menyatakan bahwa reliogi tercipta oleh
hakikat manusia itu sendiri, yaitu egoismenya dan hasratnya akan kebahagiaan.
Apa yang tidak dimilikinya tetapi begitu didambakannya dilukiskannya sebagai
realitas yang terdapat pada yang ilahi. Oleh karena itu, Allah adalah gambaran dari
keinginan manusia, yang dianggap dan diyakini sungguh sungguh ada. Dengan
teori proyeksi, Feuerbach menunjukkan bahwa Allah tidak lain daripada apa yang
diinginkan manusia.
Friedrich Nietzche (1844 - 1900) menyatakan bahwa konsep tentang Allah
dalam agama Kristen adalah konsep yang paling buruk dan rusak dari seluruh
konsep tentang Allah karena Allah dianggap sebagai Allah dari orang orang yang
lemah. Allah dari orang orang lemah adalah Allah yang lemah pula. Akhirnya, ia
sampai pada kesimpulan yang menggemparkan, yaitu bahwa Allah sudah mati.
Manusia hanya akan menjadi manusia super jika ia mampu menerima kenyataan
atau kematian Allah itu. Kernatian Allah membebaskan manusia dari keadaannya
yang lumpuh oleh ajaran ajaran untuk rendah hati, lemah lembut, takluk, dan
sebagainya.
Sigmund Freud (1856 1939) menyatakan bahwa Allah itu memiliki tiga
fungsi utama bagi kehidupan praktis manusia di dunia ini:
1. Allah dianggap penguasa alam. Oleh kariena itu, den& menyembahNya,
manusia akan dapat mengatasi kecemasannya terhadap alam yang
begitu dahsyat.
2. Keyakinan agamis memperdamaikan manusia dengan nasibnya yang
mengerikan, terutama kematian.
3. Allah memelihara dan menjaga agar ketentuan ketentuan dan peraturan
peraturan. kultur akan dilaksanakan.
Kehidupan moral merupakan tempat khusus bagi Allah untuk berperan. Segala
perbuatan yang baik akan memperoleh ganjaran, sedangkan segala. perbuatan jahat
akan dihukum. Hukuman itu akan berlangsung di dunia "seberang" sesudah
kematian karena di sanalah segala ganti rugi terhadap kesusahan dan penderitaan
akan diperoleh dan kejahatan akan dibalas setimpal dengan perbuatan manusia.
Freud kemudian menyimpulkan bahwa religi adalah suatu ilusi yang berasal dari
semacam infantilisme atau sifat kekanak-kanakan. Dengan demikian, bagi Freud,
Allah hanyalah ilusi.
IX Logika
Istilah logika pertama kali digunakan oleh Zeno dari Citium (334 262 SM),
pendiri Stoisisme. Logika adalah istilah yang dibentuk dari kata Yunani logikos
yang berasal dari kata benda logos. Kata logos berarti sesuatu yang diutarakan,
suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, percakapan, dan bahasa. Logikos berarti
mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal (pikiran),
mengenai kata, mengenai percakapan, atau yang berkenaan dengan bahasa. Dengan
demikian, secara etimologis, logika berarti suatu pertimbangan akal atau Pikiran
yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika
disebut juga logike episteme atau logica scientia yang berarti i1mu logika, namun
sekarang ini lazim disebut logika saja.
Telah banyak definisi logika yang dikemukakan oleh para ahli yang pada
urnumnya memiliki persamaan, selain juga perbedaan. Dari sekian banyak definisi
itu dapatlah dikatakan bahwa logika adalah cabang ilmu filsafat yang menyusun,
mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal dan prosedur
normatif, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi mencapai
kebenaran yang dapat dipertanggung-jawabkan secara rasional.
Ada empat hukum dasar dalam logika yang oleh John Stuart Mill (1806-
1873) disebut sebagai postulat postulat universal semua penalaran (universal
Handout - Filsafat 26
postulates of all reasonings) dan oleh Friedrich Uberweg (1826 -1871) disebut sebagai
aksioina inferensi. Tiga dari keempat hukum dasar itu dirumuskan oleh Aristoteles,
sedangkan yang satu lagi ditambahkan kemudian oleh Gottfried Wilhelm Leibniz
(1646 1716). Keempat hukum dasar itu. Adalah
Suatu objek, material atau non material, yang dipahami atau dimengerti,
hanya mungkin dipahami atau dimengerti karena akal budi menangkap objek itu
sebagaimana objek itu ada. Memahami suatu objek berarti akal budi menangkap
objek itu sehingga kendati realitas objek itu tidak ada lagi, akal budi sanggup
melahirkannya kembali lewat kata kata atau bahasa. Pemahaman atau pengertian
sebagi hasil "tangkapan" akal budi itulah yang disebut konsep. Jadi, konsep
merupakan hasil tangkapan akal budi terhadap suatu objek yang diungkapkan
lewat kata – kata. Konsep atau pengertian sering juga disebut verbum mentale,
Terminus mentalis, ide, dan sebagainya. Dalam logika, konsep yang diungkapkan
lewat kata atau kata kata disebut term. Jadi, term adalah wujud konsep.
Konsep yang dinyatakan melalui term senantiasa memiliki kamprehensi
atau konotasi dan ekstensi atau denotasi. Komprehensi /konotasi adalah ciri atau isi
yang termuat dalam konsep itu, sedangkan ekstensi/denotasi adalah kuantitas dan
luas konsep itu. Hukum yang berlaku bagi hubungan komprehensi dan ekstensi itu
ialah
• apabila komprehensi bertambah, ekstensi berkurang, dan apabila
komprehensi berkurang, ekstensi bertambah;
• apabila ekstensi bertambah, komprehensi berkurang, dan apabila eks
tensi berkurang, komprehensi bertambah.
Proposisi
Contoh contoh:
Inferensi Langsung
Inferensi adalah suatu proses penarikan konklusi dari sebuah atau lebih
proposisi. Ada dua cara yang biasa ditempuh dalam inferensi, yaitu inferensi
deduktif dan inferensi induktif. Inferensi deduktif terdiri dari inferensi langsung
dan inferensi tidak langsung (inferensi silogistis).
Inferensi langsung adalah penarikan konklusi hanva, dari sebuah premis
(proposisi yang digunakan untu penan konklusi). Konklusi yang ditarik tidak boleh
lebih luas, dari premisnya. Ada lima jenis penalaran langsung, yaitu inversi,
konversi, obversi , kontraposisi, dan oposisi.
Inversi
Handout - Filsafat 28
Contoh contoh:
1. Inversi Proposisi A
Inversi lengkap
Invertend: Semua filsuf adalah rnanusia. (A)
Inverse : Sebagian bukan filsuf adalah bukan manusia. (1)
Inversi sebagian
Invertend: Semua filsuf adalah manusia. (A)
Inverse: Sebagian bukan filsuf adalah manusia. (1)
2. Inversi Proposisi E
Inversi lengkap
Invertend : Semua filsuf bukan kera. (E)
Inverse: Sebagian bukan filsuf bukan bukan kera. (0)
Inversi sebagian
Invertend : Semua filsuf bukan kera. (E)
Inverse: Sebagian bukan filsuf bukan kera. (0)
Dari contoh contoh tersebut, jelas terlihat bahwa inversi proposisi A hasilnya
ialah proposisi I, baik untuk inversi lengkap maupun untuk inversi sebagian.
Demikian pula proposisi E, jika diinversi akan menjadi proposisi 0, baik untuk
inversi lengkap maupun untuk inversi sebagian.
Konversi
dikonversi) harus tetap sama. Jadi, jika konvertend afirmatif, konverse nya pun
harus afirmatif, dan jika konvertend negatif, konverse nya pun harus negatiL Agar
kohk1usi benar, ketentuan berikut ini harus diperhatikan :
o Jika proposisi A dikonversikan, hasilnya adalah proposisi I
o Jika proposisi E dikonversikan, hasilnya tetap proposisi E
o Jika proposisi I dikonversikan, hasilnya tetap proposisi I
o Adapun proposisi O tidak dapat dikonversikan
Contoh contoh
1. Obversi Proposisi A
Bagian Kedua: Cabang cabang Filsafat
Premis: Semua presiden adalah manusia. (A)
Konklusi: Semua presiden bukan bukan manusia. (E)
2. Obversi Proposisi E
Premis: Semua serigala bukan manusia. (E)
Konklusi: Semua serigala. adalah bukan manusia. (A)
3. Obversi Proposisi I
Premis: Sebagian manusia adalah pernikir. (1)
Konklusi: Sebagian manusia bukan bukan pernikir. (0)
4. Obversi Proposisi 0
Premis: Sebagian manusia bukan pelawak. (0)
Konklusi: Sebagian manusia adalah bukan pelawak. (1)
Kontraposisi
Contoh contoh:
1. Kontraposisi Proposisi A
Premis: Semua filsuf adalah manusia.
Handout - Filsafat 30
Oposisi
A Kontrari E
Kontradiktori Subalternasi
Subaltemasi
O
I
Suibkontrari
Catatan:
Inferensi Silogistis
Ada empat pola yang digunakan dalam inferensi silogistis dan ada sembilan belas
bentuk silogisme yang sahih. Keempat pola tersebut adalah sebagai berikut :
I A A A Barbara
I E A E Celarent
I A I I Darii
I E 1 0 Ferio
II A E E Camestres
II E A E Cesare
II A 0 0 Baroco
II E 1 0 Festino
III A A I Darapti
III E A 0 Felapton
III A I I Datisi
III E 1 0 Ferison
III I A I Disamis
IV A A I Bramantis
IV A E E Camenes
IV E A O Fesapo
IV E I O Fresison
IV I A I Dimaris
X Etika
Etika sering kali disebut sebagai filsafat moral. Istilah etika berasal dari dua
kata dalam bahasa Yunani: ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak, kebiasaan,
tempat yang biasa. Ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan
yang baik. Istilah moral berasal dari kata Latin mores, yang merupakan be ntuk ja
mak dari mos, yang berarti adat istiadat atau kebiasaan, watak, kelakuan, tabiat,
dan cara hidup.
Dalam sejarah filsafat Barat, etika adalah cabang filsafat yang arnat
berpengaruh sejak zaman Sokrates (470 399 SM). Etika membahas baik buruk atau
benar tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti
kewajiban kewajiban manusia. Etika tidak mempersoalkan apa atau siapa manusia
itu, tetapi bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak.
Ada berbagai pembagian etika yang dibuat oleh para ahli etika. Beberapa
ahli mernbagi etika ke dalam dua bagian, yakni etika deskritptif dan etika nor matif.
Ada pula yang membagi ke dalam etika normatif dan metaetika. Ahli lain mernbagi
ke dalam tiga bagian atau tiga bidang studi, yaitu etika deskriptif, etika normatif,
dan metaetika.
Etika Deskriptif
Etika deskriptif dapat dibagi ke dalam dua bagian: pertama, sejarah moral,
yang meneliti cita cita, aturan aturan, dan norma norma moral yang pernah
diberlakukan dalam kehidupan manusia pada kurun waktu dan suatu tempat
tertentu atau dalam suatu lingkungan besar yang mencakup beberapa bangsa;
kedua, fenomenologi moral, yang berupaya menemukan arti dan makna moralitas
dari berbagai fenomena moral yang ada. Fenomenologi moral tidak bermaksud
menyediakan petunjuk petunjuk atau patokan patokan moral yang perlu dipegang
oleh manusia. Karena itu, fenomenologi moral tidak mempennasalahkan apa yang
benar dan apa yang salah.
Etika Normatif
Etika normatif kerap kali juga disebut filsafat moral (moral philosophy) atau
juga disebut etika filsafati (philosophical ethics). Etika normatif dapat dibagi ke
dalam dua teori . yaitu teori teori nilai (theories of value) dan, teori teori keharusan
(theories ofobligation). Teori teori nilai mempersoalkan sifat kebaikan, sedangkan
teon teori keharusan membahas tingkah laku. Ada pula yang membagi etika
normatif ke dalam dua golongan sebagai berikut:
konsekuensialis (teleologikal) dan non konsekuensialis (deontologikal).
Konsekuensialis (teleologikal) berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan
ditentukan oleh konsekuensinya. Adapun nonkonsekuensialis (deontologikal)
berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan oleh sebab sebab yang
menjadi dorongan dari tindakan itu, atau ditentukan oleh sifat sifat hakikinya atau
oleh keberadaannya yang sesuai dengan ketentuan ketentuan dan prinsip prinsip
tertentu.
Teori teori nilai (theories of value) bisa bersifat monistis, bisa juga bersifat
pluralistis. Aliran hedonisme, baik hedonisme spiritualis maupun hedonisme
materialistis sensualistis, merupakan salah satu bentuk dan wujud dari teori nilai
yang monistis. Aliran aliran hedonistis dan nonhedonistis juga dimasukkan ke
dalam golongan konsekuensialis atau teleologikal. Aliran utilitarianisme Bentham
dan Mill, karena menekankan kebahagiaan terbesar bagi jumlah yang terbesar ,
bersifat hedonistis maka masuk ke dalam golongan konsekuensialis atau
telcolocikal. Adapun aliran utilitananisme idea More dan Randall masuk ke dalam
konsekuensialls atau teleologikal yang nonhedonistis. Demikian juga, aliran
perfeksionisme Aristoteles dan Green, yang menekankan perkembangan penuh
latau, kesempurnaan diri sebagai tujuan akhir yang dapat dicapai oleh manusia,
tergolong ke dalam konsekuensialisme nonhedonistis.
Baik teleologikal maupun deontologikal dapat dimasukkan ke dalam teori
keharusan (theories of obligation). Salah satu aliran yang terkenal dalam teori
keharusan yang teleologikal ialah aliran egoisme. Salah satu versi egoisme
mengajarkan bahwa tolok ukur bagi penilaian benar salahnya suatu tindakan ialah
dengan mempertimbangkan untung ruginya tindakan itu bagi si pelaku sendiri.
Egoisme menegaskan bahwa manusia memiliki hak untuk berbuat apa saja yang
dianggap menguntungkan dirinya.
Dalam teori keharusan yang deontologikal, tampillah aliran formalisme.
Para pemikir formalis mengatakan bahwa akibat (konsekuensi) bukan hanya tidak
mampu, melainkan juga tidak relevan untuk menilai suatu tindakan atau
perbuatan, Bagi para formalis, yang paling penting dan paling menentukan ialah
Handout - Filsafat 34
motivasi, Motivasi yang baik akan membuat tindakan atau perbuatan pasti benar
kendati akibat perbuatan itu sendiri ternyata buruk.
Metaetika