Disusun oleh:
1. Ana Masri'ah Nur Hidayati (P27220020226)
2. Anggita Khusnul Amaliya (P27220020228)
3. Dinda Shagun Tri Septiana (P27220020241)
4. Faza Lailatul Hamidah (P27220020247)
5. Fina Trihastuti (P27220020248)
6. Nurjanah Estu Pamungkas (P27220020263)
7. Putri Rahayu (P27220020266)
8. Tri Andriani Cholifah (P27220020275)
9. Widya Fara Setyarini (P27220020278)
10. Yuliatin (P27220020282)
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat, dan karunianya makalah ini dapat terselesaikan oleh penulis
tepat pada waktunya. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Anak. Adapun judul makalah ini adalah
“Atraumatic Care”.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini dapat
terselesaikan atas kerjasama kelompok dan bantuan dari beberapa pihak,
untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak
terimakasih atas dorongan, perhatian dan kerjasamanya. Namun penulis
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu segala saran, kritik yang membangun sangatlah diharapkan
agar lebih baik dimasa yang akan datang.
Harapan penulis makalah ini dapat jadi referensi bagi penulis dan
pembaca untuk membangun tenaga kesehatan yang lebih professional dan
bermutu dalam profesi keperawatan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
JUDUL..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...............................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................2
C. TUJUAN....................................................................................................2
A. Jurnal 1......................................................................................................18
B. Jurnal 2......................................................................................................21
C. Jurnal 3......................................................................................................24
A. Kesimpulan................................................................................................27
B. Saran..........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan bagian dari keluarga dan masyarakat. Anak yang sakit
dapat menimbulkan suatu stres bagi anak itu sendiri maupun keluarga (Setiawan
et al, 2014).Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang
harus dihadapi anak (Wong et al, 2009). Hospitalisasi akan menyebabkan anak
mengalami trauma baik jangka pendek ataupun jangka panjang (Hockenberry dan
Wilson, 2007 dalam Sulistiyani, 2009). Dampak negatif ini berkaitan dengan
lamanya dan banyaknya jumlah pasien, berbagai prosedur invasif, serta
kecemasan orangtua, gejala yang timbul berupa respon regresi, cemas terhadap
perpisahan, apatis, ketakutan, gangguan tidur (Sulistiyani, 2009).
American Heart Association (AHA), menyatakan anak-anak sangat rentan
terhadap stress yang berhubungan dengan prosedur tindakan invasif. Pemasangan
infus tentu saja akan menimbulkan nyeri, rasa sakit pada anak, dan juga akan
menimbulkan trauma sehingga anak akan mengalami kecemasan dan stres. Anak-
anak yang mendapat perawatan di rumah sakit akan mengalami kecemasan.
Tindakan yang dilakukan dalam mengatasi masalah anak apapun bentuknya harus
berlandaskan pada prinsip atraumatic care atau asuhan yang terapeutik.
Atraumatic care atau asuhan yang tidak menimbulkan trauma pada anak dan
keluarganya merupakan asuhan terapeutik karena bertujuan sebagai terapi bagi
anak. Lory Huff et al., (2009) menyatakan bahwa implementasi atraumatic care
pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat menurunkan trauma pada anak dan
orang tua akibat prosedur invasif. Alasan tersebut membuat perawat dituntut
untuk memberikan pelayanan perawatan yang berkualitas kepada anak maupun
orang tua dengan pelaksanaan atraumatic care sehingga dapat meminimalkan
kecemasan pada anak saat hospitalisasi.
Tindakan seseorang dalam melakukan sesuatu sangatlah dipengaruhi oleh
pengetahuan yang dimilikinya, oleh karena itu, dalam rangka memberikan asuhan
keperawatan yang optimal, maka penting bagi perawat anak untuk mengetahui
tentang prinsip atraumatic care dalam memberikan perawatan anak selama
1
hospitalisasi, dengan rneminimalkan stres psikologi dan fisik yang dialami oleh
anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah
makalah adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan paradigma keperawatan anak?
2. Apa prinsip keperawatan anak?
3. Apa yang dimaksud dengan atraumatic care?
4. Bagaimana prinsip-prinsip atraumatic care?
5. Apa tujuan penerapan prinsip atraumatic care?
6. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atraumatic care di
rumah sakit?
7. Bagaimana hambatan perawat anak dalam pelaksanaan atraumatic care?
8. Bagaimana reaksi anak terhadap hospitalisasi?
9. Apa saja permainan terapeutik untuk anak?
10. Bagaimana intervensi keperawatan atraumatic care?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah adalah
sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu memahami paradigma keperawatan anak.
2. Mahasiswa mampu memahami prinsip keperawatan anak.
3. Mahasiswa mampu memahami definisi atraumatic care.
4. Mahasiswa mampu memahami prinsip-prinsip atraumatic care.
5. Mahasiswa mampu memahami tujuan dari penerapan prinsip atraumatic
care.
6. Mahasiswa mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit.
7. Mahasiswa mampu memahami hambatan perawat anak dalam pelaksanaan
atraumatic care.
8. Mahasiswa mampu memahami reaksi anak terhadap hospitalisasi.
2
9. Mahasiswa mampu memahami permainan terapeutik untuk anak.
10. Mahasiswa mampu mengetahui dan mengerti intervensi keperawatan
atraumatic care.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
B. Prinsip Keperawatan Anak
Prinsip-prinsip dalam asuhan keperawatan anak (Hidayat, 2005) yaitu:
1. Anak bukan miniature orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik.
2. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
dengan tahap perkembangan.
3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan penyakit
dan peningkatan derajat kesehatan untuk menurunkan angka kesakitan
dan kematian.
4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada
kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggungjawab komprehensif
dalam memberikan asuhan keperawatan anak misalnya anak tidak
merasakan gangguan psikologis, rasa cemas dan takut.
5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga
untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan meningkatkan
kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang
sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).
6. Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan
maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sabagai
makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan
masyarakat.
7. Pada masa yang akan datang kecendrungan keperawatan anak berfokus
pada ilmu tumbuh kembang.
5
Atraumatic care adalah perawatan yang tidak menimbulkan adanya
trauma pada anak maupun keluarga. Perawatan tersebut difokuskan dalam
pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dalam keperawatan
anak. Perhatian khusus kepada anak sebagai individu yang masih dalam
usia tumbuh kembang, sangat penting karena masa anak merupakan proses
menuju kematangan.
Atraumatic care merupakan sebagai ketetapan dan kepedulian dari
tim pelayanan kesehatan melalui intervensi yang meminimalkan atau
meniadakan stressor yang dialami oleh anak dan keluarga di rumah sakit
baik fisik maupun psikis. Perawatan atraumatik juga disebut dengan
perawatan yang terapeutik yang meliputi pada pencegahan trauma, hasil
diagnosa, dan mengurangi dampak kondisi-kondisi yang akut maupun kronis.
Stresor lingkungan yang sering dialami oleh anak adalah lingkungan rumah
sakit yang tidak nyaman bagi mereka yang mengakibatkatkan anak stress
selam dirawat dirumah sakit.
6
tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara membolehkan
mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam (rooming in), jika
tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan orang tua untuk
melihat anak setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak
antar mereka dan mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah,
diantaranya dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman
sekolah dan lain-lain.
2. Meningkatkan Kemampuan Orang Tua Dalam Mengontrol Perawatan
Pada Anak
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan
anak mampu mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-
hati dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada
dalam segala hal. Serta pendidikan terhadap kemampuan dan
keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak. Dan
fokuskan intervensi keperawatan pada upaya untuk mengurangi
ketergantungan dengan cara memberi kesempatan anak mengambil
keputusan dan melibatkan orang tua.
3. Mencegah atau Mengurangi Cedera (Injury) dan Nyeri (Dampak
Psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri tidak bisa
dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai
teknik misalnya, distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan
pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan
berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Untuk meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan
rasa nyeri dilakukan dengan cara mempersiapkan psikologis anak dan
orang tua untuk tindakan prosedur yang mnimbulkan rasa nyeri, yaitu
dengan menjelaskan apa yang akan dilakukan dan memberikan
dukungan psikologis pada orang tua. Lakukan permainan terlebih
dahulu sebelum melakukan persiapan fisik anak, misalnya dengan
7
bercerita yang berkaitan dengan tindakan atau prosedur yang akan
dilakukan pada anak. Aktivitas bermain dilakukan perawat pada anak
akan memberikan keuntungan seperti meningkatkan hubungan antara
klien (anak dan keluarga dan perawat karena bermain merupakan alat
komunikasi yang efektif antara perawat dan klien, aktivitas bermain
yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak,
dan bisa mengekspresikan perasaan anak. Pertimbangkan untuk
menghadirkan orang tua pada saat dilakukan atau prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri apabila mereka tidak dapat menahan diri,
bahkan menangis bila melihatnya. Dalam kondisi ini, tawarkan pada
anak dan orang tua untuk mempercayakan kepada perawat sebagai
pendamping anak.
Tunjukkan sikap empati sabagai pendekatan utama dalam
mengurangi rasa takut akibat prosedur yang menyakitkan. Pada
tindakan pembedahan elektif, lakukan persiapan khusus jauh hari
sebelumnya jika memungkinkan. Misalnya dengan mengorientasikan
kamar bedah, tindakan yang akan dilakukan dan lain-lain.
4. Tidak Melakukan Kekerasan Pada Anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis
yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada
saat anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan
pencapaian kematangan akan terhambat, dengan demikian tindakan
kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan
memperberat kondisi anak seperti melakukan tindakan keperawatan
yang berulang-ulang (dalam pemasangan IVFD).
5. Modifikasi Lingkungan Fisik.
Melalui modifikasi lingkungan fisik rumah sakit yang
bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan
nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan
merasa nyaman di lingkungannya. Modifikasi ruang perawatan
dengan cara membuat situasi ruang rawat seperti di rumah dan
Ruangan tersebut memerlukan dekorasi yang penuh dengan nuansa
8
anak, seperti adanya gambar dinding berupa gambar binatang, bunga,
tirai dan sprei serta sarung bantal yang berwarna dan bercorak
binatang atau bunga, cat dinding yang berwarna, serta tangga yang
pegangannya berwarna ceria. Ada 3 prinsip perawatan atraumatik yang
harus dimiliki oleh tim kesehatan dalam merawat pasien anak yaitu
diantaranya adalah mencegah atau meminimalkan stresor fisik dan
psikis yang meliputi prosedur yang menyakitkan seperti suntikan,
kegelisahan, ketidakberdayaan, tidur yang tidak nyaman, pengekangan,
suara bising, bau yang tidak sedap dan lain-lain, mencegah dampak
perpisahan orang tua dan anggota keluarga yang lain, bersikap empati
kepada keluarga dan anak yang sedang dirawat serta
memberikan pendidikan kesehatan tentang kondisi sakit yang dialami
anak.
9
Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Sebelum
seseorang mengadopsi perilaku, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti
atau manfaat perilaku tersebut. Perawat akan melaksanakan
atraumatic care apabila ia tahu apa definisi, tujuan, manfaat, prinsip
dan intervensi atraumatic care tersebut.
b. Sikap
Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek
(Notoatmodjo, 2012). Sikap seseorang terhadap objek adalah
perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan
tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek
tersebut. Sikap juga merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap
objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek.
Secara lebih sederhana sikap dapat dianggap sebagai suatu
predisposisi umum untuk berespon atau bertindak secara positif atau
negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau
negatif. Sikap membutuhkan penilaian, ada penilaian positif, negatif
atau netral tanpa reaksi afektif apapun.Sikap positif merupakan sikap
yang menunjukkan atau mempertahankan, menerima, mengakui,
menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana
individu itu berada. Sikap negatif merupakan sikap yang
menunjukkan, memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui
terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri seseorang
yang mendukung seseorang untuk bertindak (berperilaku) atau mencapai
tujuan yang diinginkan, seperti pengalaman, fasilitas, dan sosiobudaya
(Notoadmodjo, 2010). Fasilitas atau sarana di rumah sakit sangat
10
diperlukan untuk mewujudkan sikap perawat agar menjadi tindakan,
seperti tersedianya ruang bermain atau alat-alat permainan untuk
melakukan intervensi bermain pada anak, tersedianya tirai bergambar
bunga atau binatang lucu, hiasan dinding bergambar dunia binatang atau
fauna, papan nama pasien bergambar lucu, dan tersedianya pakaian
berwarna warni untuk perawat di ruang anak (Supartini, 2014).
11
Anumba (2013) yang menyatakan bahwa rumah sakit seharusnya memiliki
fasilitas yang lebih efisien dan efektif untuk mendukung kegiatan
manajemen fasilitas di lingkungan kesehatan yang memiliki tujuan untuk
mengurangi infeksi nosokomial. Hal tersebut bertolak belakang dengan
konsep ruang bermain yang bersifat tidak efisien dan efektif seperti
ruangan yang penuh dengan mainan ataupun gambar-gambar yang
ditempel di dinding yang dapat menyebabkan infeksi.
3. Kurangnya Dukungan Orang Tua Dan Keluarga
Kurangnya dukungan keluarga menjadi hambatan hal tersebut
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Perawat memerlukan
dukungan dari keluarga untuk memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas (Coyne, O’neill, Murphy, Costello & O’shea, 2011).
Dukungan orang tua dan keluarga memiliki dampak positif bagi perawat
maupun anak, sehingga perawat mampu melakukan tindakan atraumatic
care dengan baik dan membuat anak merasa nyaman, dan sejahtera.
4. Kurangnya Pengalaman Kerja Perawat
Kurangnya pengalaman kerja perawat menjadi hambatan dalam
pelaksanaan atraumatic care dikarenakan, minimnya pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki berpengaruh pada kualitas pelayanan yang
diberikan (Halcomb, Salamonson, Raymond & Knox, 2011). Hal tesebut
selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Numminen, Meretoja,
Isoaho, Kilpi (2012) yang menyatakan bahwa dalam memberikan asuhan
keperawatan perawat juga harus memiliki kompetensi dan kualitas
pelayanan yang profesioanal yang juga dipengaruhi oleh pengalaman dan
masa kerja perawat. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sodeify, Vanaki, & Mohammadi (2013) yang menyatakan bahwa
pengalaman kerja perawat tidak berpengaruh terhadap pelayanan dan
tindakan yang diberikan tetapi, faktor internal perawat sendiri misalnya,
persepsi dan komitmen akan pekerjaannya. Selain itu, perawat baru
luluspun dapat memberikan pelayanan dan kualitas yang baik. Sebab
perawat yang baru lulus masih memiliki ilmu yang baru dan dapat
12
mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan keperawatan (Barrere &
Durkin, 2014).
13
kehilangan kelompok sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik.
Reaksi nyeri bisa digambarkan dengan verbal dan non verbal.
5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat
MRS cemas karena perpisahan tersebut. Reaksi yang biasanya muncul:
menolak perawatan/tindakan yang dilakukan, tidak kooperatif dengan
petugas. Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi yaitu muncul perasaan
takut, cemas, sedih dan frustasi.
I. Permainan Terapeutik
Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan dan
merupakan suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi anak
bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anak-anak
memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental dan
perkembangan emosinya. Dengan bermain anak dapat menstimulasi
pertumbuhan otot-ototnya, kognitifnya dan juga emosinya karena mereka
bermain dengan seluruh emosinya, perasaannya dan pikirannya. Elemen pokok
dalam bermain adalah kesenangan dimana dengan kesenangan ini mereka
mengenal segala sesuatu yang ada disekitarnya sehingga anak yang mendapat
kesempatan cukup untuk bermain juga akan mendapatkan kesempatan yang
cukup untuk mengenal sekitarnya sehingga dia akan menjadi orang dewasa
yang lebih mudah berteman, kreatif dan cerdas, bila dibandingkan dengan
mereka yang masa kecilnya kurang mendapat kesempatan bermain.
Macam-macam bermain untuk anak, yaitu:
1. Bermain aktif
Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan diperoleh dari
apa yang diperbuat oleh mereka sendiri. Bermain aktif meliputi:
a. Bermain mengamati/menyelidiki (Exploratory Play)
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat
permainan tersebut, memperhatikan, mengocok-ocok apakah ada
14
bunyi, mencium, meraba, menekan dan kadang-kadang berusaha
membongkar.
b. Bermain konstruksi (Construction Play)
Pada anak umur 3 tahun dapat menyusun balok-balok menjadi
rumah-rumahan.
c. Bermain drama (Dramatic Play)
Bermain sandiwara boneka, bermain rumah-rumahan dengan teman-
temannya.
d. Bermain fisik
Misalnya bermain bola, bermain tali dan lain-lain. Untuk di
hospitalisasi bermain fisik harus disesuaikan dengan kemampuan dan
kesehatan anak saat itu.
2. Bermain pasif
Pada permainan ini anak bermain pasif antara lain dengan melihat dan
mendengar. Permainan ini cocok apabila anak sudah lelah bernmain aktif
dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.
Contoh: Melihat gambar di buku/majalah, mendengar cerita atau musik,
menonton televisi dan sebagainya. Dalam kegiatan bermain kadang tidak
dapat dicapai keseimbangan dalam bermain apabila terdapat hal-hal
seperti:
a. Kesehatan anak menurun
b. Tidak ada variasi dari alat permainan
c. Tidak ada kesempatan belajar dari alat permainannya
d. Tidak mempunyai teman bermain
15
a. Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress
- Cegah atau mengurangi dampak perpisahan
- Cegah perasaan kehilangan kontrol
- Kurangi/minimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa
nyeri
b. Upaya mencegah/meminimalkan dampak perpisahan
- Libatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
- Modifikasi ruang perawatan
- Pertahankan kontak dengan kegiatan sekolah seperti surat
menyurat, bertemu teman sekolah
c. Mencegah perasaan kehilangan kontrol
- Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif
- Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
- Buat jadwal untuk prosedur terapi, latihan, bermain
- Beri kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan
orang tua dalam perencanaan kegiatan
d. Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
- Persiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur
yang menimbulkan rasa nyeri
- Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
- Hadirkan orang tua bila memungkinkan
- Tunjukkan sikap empati
- Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan
yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan
pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima
informasi ini dengan terbuka.
e. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
- Bantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang
tua untuk belajar .
- Beri kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit
anak.
- Tingkatkan kemampuan kontrol diri.
16
- Beri kesempatan untuk sosialisasi.
- Beri support kepada anggota keluarga.
f. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
- Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak.
- Orientasikan situasi rumah sakit.
Pada hari pertama lakukan tindakan :
1) Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
2) Kenalkan pada pasien yang lain
3) Berikan identitas pada anak
4) Jelaskan aturan rumah sakit
5) Laksanakan pengkajian
6) Lakukan pemeriksaan fisik
17
BAB III
ANALISIS JURNAL
A. Analisis Jurnal 1
1. Judul
Play interventions to reduce anxiety and negative emotions in
hospitalized children
2. Identifikasi Masalah dengan Analisis PICO
Identifikasi masalah menggunakan analisis PICO antara lain:
18
3. Literature Review
19
macam anak program bermain untuk bermain adalah hal yang
umum, dan menawarkan Pendidikan sangat penting bagi anak-anak
dan pelatihan kepada berbagai dan bahwa mereka perlu
profesional dan organisasi di Hong bermain bahkan ketika mereka
Kong. sakit.
Dengan mempertimbangkan
pengaturan klinis yang sibuk dan
dosis intervensi bermain yang
memadai, kami mengusulkan setiap
peserta untuk menerima intervensi
bermain rumah sakit selama 30 menit
secara terus menerus setiap hari.
Intervensi semacam itu (terkadang
disebut sebagai 'intervensi bermain
terapeutik') adalah kegiatan yang
dirancang untuk mempersiapkan
anak-anak secara psikologis untuk
rawat inap sesuai dengan tingkat
perkembangan psikososial dan
kognitif mereka dan masalah yang
berhubungan dengan kesehatan.
20
4. Rekomendasi
Bermain itu naluriah, sukarela, dan spontan; anak-anak bermain seperti
burung terbang dan ikan berenang. Temuan studi menghasilkan
pengetahuan dan bukti baru tentang permainan di rumah sakit, dengan
implikasi klinis utama. Intervensi bermain di rumah sakit dapat diterapkan
untuk semua anak, terlepas dari latar belakang budaya atau latar yang
berbeda. Mengingat pentingnya bermain bagi anak-anak untuk kesehatan
psikologis, disarankan agar otoritas Rumah Sakit di Hong Kong menyadari
pentingnya hal ini dengan menyediakan lebih banyak sumber daya dan
menyediakan lebih banyak ruang dan fasilitas untuk anak-anak bermain
ketika mereka berada di rumah sakit. Yang terpenting, sangat penting
menggunakan HPS untuk memfasilitasi integrasi bermain ke dalam
perawatan rutin untuk anak-anak yang dirawat di rumah sakit. Dan hasil
hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi instansi pelayanan
kesehatan sebagai pedoman implementasi untuk penerapan atraumatic
care dengan medical Play terhadap respon kecemasan anak usia
prasekolah yang mengalami hospitalisasi.
B. Jurnal 2
1. Judul
Pengaruh Penerapan Atraumatic Care Terhadap Respon Kecemasan Anak
Yang Mengalami Hospitalisasi di Rsu Pancaran Kasih Gmim Manado Dan
Rsup Prof. dr. R. D. Kandou Manado
2. Identifikasi Masalah dengan Analisis PICO
1. Population : Populasi dalam penelitian ini adalah
keseluruhan anak (0-18 tahun) yang dirawat di ruang rawat anak
RSU Pancaran Kasih GMIM Manado dan di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado mulai dari bulan Oktober-November 2014 yaitu
175 klien anak.
2. Intervention : ATRAUMATIC CARE dengan pemberian
mainan
dan kompres es batu ketika pemasangan infus
3. Comparation : skor rata-rata kecemasan sesudah penerapan
atraumatic care pada kelompok intervensi lebih rendah 29,59 dari
kelompok kontrol 39,71.
4. Outcome : rata-rata kecemasan sebelum penerapan
atraumatic care pada kelompok intervensi lebih tinggi 39,82 dari
kelompok kontrol 37,24, sedangkan skor rata-rata kecemasan
21
sesudah penerapan atraumatic care pada kelompok intervensi lebih
rendah 29,59 dari kelompok kontrol 39,71. Hal ini menunjukkan
adanya pengaruh penerapan atraumatic care terhadap respon
kecemasan anak, dan menunjukkan ada perbedaan penerapan
atraumatic care terhadap respon kecemasan anak pada kelompok
anak yang dilakukan pemasangan infus diberi kompres es batu dan
pemberian mainan
22
3. Literature Review
23
4. Berbagai upaya dilakukan perawat untuk mengurangi efek trauma pada anak
akibat prosedur invasif. Tindakan yang dilakukan perawat sesuai
perkembangan saat ini adalah dengan mengembangkan tindakan atraumatic
care. Tindakan atraumatic care tersebut adalah dengan stimulasi kulit
maupun dengan bermain atraumatic care pada anak yang dirawat di rumah
sakit dapat menurunkan trauma pada anak dan orang tua akibat prosedur
invasif. Alasan tersebut membuat perawat dituntut untuk memberikan
pelayanan perawatan yang berkualitas kepada anak maupun orang tua
dengan pelaksanaan atraumatic care sehingga dapat meminimalkan
kecemasan pada anak saat hospitalisasi.
C. Jurnal 3
1. Judul
Medical Play dalam Menurunkan Respon Kecemasan Anak Usia Prasekolah
yang mengalami Hospitalisasi di Ruang Rawat Inap Anak
2. Identifikasi Masalah dengan Analisis PICO
Identifikasi masalah menggunakan analisis PICO antara lain:
a. Population : Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien anak
dengan hospitalisasi di ruang rawat anak RSU Adhyaksa.
b. Intervention : Medical Play
c. Comparation : -
d. Outcome : Hasil data didapatkan rata-rata skor cemas anak sebelum
intervensi 50,346, rata-rata skor cemas anak setelah intervensi adalah
47,3846. Hasil uji dengan paired sample t-test didapatkan nilai p-value =
<0,05 pada skor ZSAS yang berarti pada alpha 5% terlihat bahwa
medical play efektif dalam menurunkan kecemasan anak pra sekolah
yang mengalami hospitalisal
24
3. Literature Review
25
4. Rekomendasi
Medical play merupakan salah satu terapi bermain yang dapat diberikan pada
anak. Melalui medical play anak diberi kesempatan untuk bermain dan
mengekplorasi peralatan medis seperti stetoskop, penlight, termometer, dan lain-
lainnya dengan boneka terhadap tindakan yang mereka alami selama dirumah
sakit. Dengan medical play diharapkan anak akan menjadi akrab dengan
peralatan medis tersebut sehingga ketika dilakukan tindakan keperawatan,
respon kecemasan anak menjadi berkurang. Diharapkan perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan dapat memperhatikan kebutuhan anak dalam
proses keperawatan. Karena anak usia prasekolah mampu diajak berkomunikasi
dengan baik, maka lakukan komunikasi teurapeutik serta berbagai intervensi
untuk mengurangi dampak hospitalisasi pada anak. Dan hasil hasil penelitian ini
dapat menjadi masukan bagi instansi pelayanan kesehatan sebagai pedoman
implementasi untuk penerapan atraumatic care dengan medical Play terhadap
respon kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi.
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atraumatic care adalah perawatan yang tidak menimbulkan adanya trauma
pada anak maupun keluarga. Perawatan tersebut difokuskan dalam pencegahan
terhadap trauma yang merupakan bagian dalam keperawatan anak. Perhatian
khusus kepada anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang,
sangat penting karena masa anak merupakan proses menuju kematangan. Tujuan
penerapan prinsip atraumatic care pada anak untuk meminimalkan dampak
hospitalisasi, mencegah/meminimalkan perpisahan anak dengan orang tua/keluarga,
mengoptimalisasi asuhan anak sesuai tingkat tumbuh kembang anak, dan
memfasilitasi tumbuh kembang anak. Atraumatic care bukan suatu bentuk intervensi
yang nyata terlihat, tetapi memberikan perhatian pada apa, siapa, dimana, mengapa
dan bagaimana prosedur dilakukan pada anak dengan tujuan mencegah dan
mengurangi stres fisik maupun psikologis. Aktivitas bermain merupakan salah satu
stimulus bagi perkembangan anak. Ada dua faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
B. Saran
Untuk kedepannya kiranya perawat mampu melakukan tindakan atraumatic care
dalam bentuk perawatan terapeutik dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui
penggunaan tindakan yang dapat mengurangi distres fisik maupun distres psikologis yang
dialami anak maupun orang tua.
27
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2 Cetakan 3 Jilid Ke 2.
Jakarta : Salemba Medika.
Bets, Cecili Lynn.. 2009. Buku Saku : Keperawatan Pediatric Edisi 5 Cetakan
Pertama. Jakarta : EGC.
Kurniawati, Sri. 2009. Skripsi : Persepsi Perawat Terhadap Prinsip Perawatan
Atraumatik Pada Anak Di Ruang III RSU Dr.Pirngadi Medan. Medan: USU
Repository.
Lilis Magfuroh. 2016. Atraumatic Care Menurunkan Kecemasan Hospitalisasi Pada
Anak Prasekolah Di Ruang Anggrek Rsu Dr. Soegiri Lamongan. Lamongan.
Vol.8, No.1.
Liya Apriani, Kasmirah, Natalia R. Yulianti . Hambatan Perawat Anak Dalam
Pelaksanaan Atraumatic Care Di Rumah Sakit Di Kota Salatig. Jurnal
Keperawatan Anak. Volume 2, No. 2, November 2014; 65-71
Mansjoer, Arif Et All. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Ramadini Marniaty de Breving. 2015. Pengaruh Penerapan Atraumatic Care Terhadap
Respon Kecemasan Anak Yang Mengalami Hospitalisasi Di RSU Pancaran Kasih
Gmim Manado Dan Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Manado : eJournal
Keperawatan. Vol.3, No.2.