DOSEN
Ns.Sri Yulianti,S.Kep.,M.Kep.
OLEH :
KELOMPOK 1
MUAMMAR (201901019)
I KOMANG ARYA.K (201601066)
WIDYASAPITRI (201901000)
LILIS KARLINA HALE (201901014)
LULLU LILLAH (201901015)
SELA NORISA (201901000)
2A KEPERAWATAN
Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Healt Promotion
Pada Infant Remaja” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk melengkapi
serta memenuhi tugas Keperawatan Anak I yang telah diberikan Ibu Sri
Yulianti,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak I.
Penyusunan makalah ini, kami mendapat hambatan akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak semua itu bisa teratasi. Olehnya kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah Swt.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurrnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................2
D. Manfaat...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi.............................................................................................4
B. Tujuan Health Promotion.................................................................4
C. Sasaran Health Promotion................................................................4
D. Ruang Lingkup Health Promotion Pada Infant Remaja...................6
E. Daftar Pustaka..................................................................................23
F. Evidence Base Penelitian Terkait.....................................................25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini, anak-anak sering tidak terurus terutama masalah
kesehatannya. Para orang tua yang sibuk akan urusannya masing-masing
membuat anak-anak atau remaja tidak pernah mendapat ilmu dan edukasi
kesehatan untuk usianya. Banyak hal yang seharusnya perlu diketahui anak-
anak dan remaja untuk menjaga kesehatannya selama masa tumbuh kembang.
Sehingga karena minimnya ilmu yang mereka dapatkan mengenai kesehatan,
banyak hal yang dianggap para remaja itu hal wajar bahkan sepele untuk
dilakukan, seperti menjaga kesehatan dan kebersihan organ reproduksi,
menjaga kesehatan bayi agar tidak mudah sakit. Apabila remaja salah
menyikapinya, akan berdampak tidak baik bagi kesehatan si remaja
kedepannya. Begitu pula anak-anak, apabila tidak diawasi secara penuh dalam
tumbuh kembangnya, maka dapat berisiko terhadap kesehatannya. Remaja dan
anak-anak merupakan individu yang memiliki eksistensi, dan memiliki
egoisentris yang tinggi dalam pencapaian keputusan berpendapat. Pemberian
edukasi secara dini merupakan hal yang paling penting agar remaja dan anak
mengetahui sejak awal bagaimana dan apa yang harus ia lakukan untuk
menjaga kesehatannya secara mandiri. Hal ini dimulai dari orang tua yang
merupakan orang yang paling dekat dan menjadi role model bagi anak-
anaknya.
Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi penelitian kesehatan
dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi yang
dirancang untuk memudahkan terjadinya perubahan perilaku dan lingkungan
yang kondusif bagi kesehatan. Promosi kesehatan merupakan bentuk
pemberian edukasi kepada remaja dan anak-anak yang secara terapeutik
diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan kesehatan remaja dan anak-
anak melalui penggunaaan bina hubungan saling percaya dan pemberian
1
edukasi pada orang tua agar dapat memulai untuk hidup sehat di rumah. Masih
banyak diantara orang tua yang juga minim pengetahuan mengenai kesehatan
anak-anaknya. Kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain: adat istiadat, budaya, agama, dan kurangnya pemahaman dari
sumber yang benar. Kurangnya pemahaman ini justru amat merugikan
kelompok remaja dan anak-anak bahkan juga keluarganya. Health promotion
merupakan langkah awal untuk menangani masal kesehatan yang akan terjadi
di masa yang akan datang. Health promotion juga harus diberikan secara tepat
agar audience yang mendengarkan akan melakukan apa yang disampaikan.
Health promotion terutama perihal masalah kesehatan yang banyak terjadi
kepada remaja dan anak-anak merupakan hal yang tidak mudah, dikarenakan
para orang tua yang sudah mulai acuh mengenai masalah kesehatan anak-
anaknya atau bisa dikatakan menganggap masalah kesehatan yang sering
terjadi adalah masalah kesehatan yang mudah untuk ditangani. Oleh karena
itu, penyampaian kata-kata yang tidak memaksa dan bernilai menekan harus
dihilangkan agar orang tua bisa antusias untuk mendengarkan dan mengikuti
arahan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Peran perawat ialah sebagai
fasilitator dan pendidik orang tua maupun remaja untuk mempertahankan dan
menjaga kualitas terutama kesehatan remaja dan anak-anak yang dapat
mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan. Fokus utama dalam
health promotion adalah peningkatan pengetahuan remaja dan orang tua untuk
pencegahan penyakit secara dini agar tidak timbul masalah kesehatan di usia
mendatang, dengan falsafah yang utama yaitu asuhan keperawatan yang
terapeutik yaitu membina hubungan saling percaya antara petugas kesehatan
dengan audience. Berdasarkan data diatas, maka kelompok tertarik untuk
menyusun makalah mengenai “Health Promotion Pada Infant-Remaja.
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis membuat
suaturumusan masalah, yaitu:
1. Apa definisi dari health promotion?
2. Apa tujuan dari health promotion?
3. Apa sasaran dari health promotion?
4. Apa ruang lingkup dari health promotion pada infant-remaja?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi dari health promotion
2. Untuk mengetahui tujuan dari health promotion
3. Untuk mengetahui sasaran dari health promotion
4. Untuk mengetahui ruang lingkup dari health promotion pada infant-remaja
D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu untuk memperluas wawasan dan
sebagai tambahan referensi bagi pembaca tentang materi Health Promotion
Pada Infant Remaja.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan
memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan
meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai
pemberdayaan diri sendiri. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat serta sesuai dengan sosial budaya setempat.
Demi mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik dari fisik, mental
maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasi
dan kebutuhannya, serta mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya
(Kemenkes, 2011).
4
sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Perubahan perilaku
pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai jika
tidak didukung oleh sistem nilai dan norma sosial serta norma hukum yang
dapat diciptakan atau dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik
pemuka informal maupun pemuka formal.
2. Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun
pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan
lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka
diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: berperan sebagai
panutan dalam mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan informasi
tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS.
Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat
terbentuknya PHBS (Maulana, 2009).
3. Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang lain yang
berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber
daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS
pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara:
a. Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang tidak
merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya
PHBS dan kesehatan masyarakat.
b. Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang
dapat mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu
sehat dan keluarga (rumah tangga) pada khususnya serta masyarakat
luas pada umumnya (Maulana, 2009).
5
D. Ruang Lingkup Health Promotion pada Infant Remaja
1. Health promotion pada Infant/bayi
Beberapa promosi kesehatan yang dapat dilakukan pada ibu dalam
menangani bayi baru lahir adalah:
a. Memberikan dukungan dan edukasi kepada ibu dalam pemberian ASI.
Beberapa cara yang dapat dilakukan perawat untuk mendukung ibu
dalam pemberian ASI:
1) Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama
beberapa jam pertama. Bayi mulai meyusu sendiri segera setelah
lahir sering disebut dengan inisiasi menyusu dini (early initiation)
atau permulaan menyusu dini. Hal ini merupakan peristiwa
penting, dimana bayi dapat melakukan kontak kulit langsung
dengan ibunya dengan tujuan dapat memberikan kehangatan.
Selain itu, dapat membangkitkan hubungan/ ikatan antara ibu dan
bayi
2) Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk
mencegah masalah umum yang timbul.Tujuan dari perawatan
payudara untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah
tersumbatnya saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar.
3) Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI. Membantu
ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah penting.
Semakin sering bayi menghisap puting susu ibu, maka pengeluaran
ASI juga semakin lancar. Hal ini disebabkan, isapan bayi akan
memberikan rangsangan pada hipofisis untuk segera mengeluarkan
hormon oksitosin yang bekerja merangsang otot polos untuk
memeras ASI.
4) Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin. Pemberian ASI
sebaiknya sesering mungkin tidak perlu dijadwal, bayi disusui
sesuai dengan keinginannya (on demand). Bayi dapat menentukan
sendiri kebutuhannya. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat
6
kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada
rangsangan produksi berikutnya.
5) Menghindari susu botol. Pemberian susu dengan botol dapat
membuat bayi bingung puting dan menolak menyusu atau hisapan
bayi kurang baik. Hal ini disebabkan, mekanisme menghisap dari
puting susu ibu dengan botol jauh berbeda.
b. Memberikan promosi kesehatan tentang imunisasi
Upaya mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas pada anak
salah satunya dengan pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan salah
satu strategi yang efektif dan efisien dalam meningkatkan derajat
kesehatan nasional dengan mencegah enam penyakit mematikan, yaitu:
tuberculosis, dipteri, pertusis, campak, tetanus dan polio.
Peran pengetahuan Ibu tentang imunisasi dasar sangat berpengaruh
terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi (Dewi, dkk, 2013).
Pengetahuan berpengaruh pada kepatuhan dan kesadaran orang tua
untuk membawa bayinya imunisasi. Ibu yang tidak bersedia
mengimunisasikan bayinya dapat disebabkan karena belum memahami
secara benar dan mendalami mengenai imunisasi dasar. Selain itu
kurang memperhatikan dalam membawa bayinya untuk imunisasi
sesuai jadwal. Perawat harus memiliki strategi untuk meningkatkan
kepatuhan ibu dalam melaksanakan imunisasi. Suparyanto (2011)
c. Memberikan ibu edukasi tentang perawatan tali pusat
Tujuan merawat tali pusat adalah mencegah terjadinya infeksi dan
tetanus pada bayi baru lahir sehingga talipusat tidak terinfeksi dan
tidak menimbulkan penyakit pada tali pusat.
d. Upaya Advokasi
Peran penentu kebijakan dirasa cukup penting agar diperoleh
komitmen yang kuat.
7
2. Health Promotion Pada Balita
Pada umumnya kekurangan gizi terjadi pada balita, karena pada umur
tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat dan termasuk kelompok
yang rentan gizi, karena pada masa itu merupakan masa peralihan antara
saat disapih dan mulai mengikuti pola makan orang dewasa. Kurangnya
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan pada orang tua, khususnya ibu
merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita.
Keadaan sosial ekonomi dan kebudayaan banyak mempengaruhi pola
makan di daerah pedesaan. Terdapat pantangan makan pada balita misalnya
anak kecil tidak diberikan ikan karena dapat menyebabkan cacingan,
kacang-kacangan juga tidak diberikan karena dapat menyebabkan sakit
perut atau kembung.
8
menggunakan fungsi biologisnya untuk menemukan berbagai hal yang ada
di dalam dunianya. Dimana anak lebih suka bermain dengan segala
sesuatu yang dekat dengan dirinya, seperti meletakkan suatu barang
dimulutnya, makan, dan membuang sekretnya sendiri (Wong, 2009).
Pendidikan kesehatan pada anak usia empat tahun sampai dengan enam
tahun diperlukan metode yang memungkinkan anak dapat belajar secara
nyata. Promosi kesehatan dapat dilakukan di sekolah dengan
menggunakan berbagai media. Media promosi kesehatan adalah semua
sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin
disampaikan oleh komunikator, baik itu dari media cetak, media
elektronika (televisi (TV), radio, komputer dan lain sebagainya) dan media
luar ruang, agar sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang
akhirnya diharap dapat berubah perilaku ke arah positif terhadap kesehatan
(Notoatmodjo, 2007, hlm.290).
9
bermain peran, karyawisata, eksperimen, bernyanyi, dan pembelajaran
terpadu (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2014).
10
e. Metode Bercerita
Bercerita dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media
seperti menggunakan buku cerita bergambar, boneka, atau media
lainnya sehingga lebih menarik bagi anak usia dini. Metode bercerita
dapat melatih anak untuk belajar mendengarkan.
f. Metode Bermain
Melalui kegiatan bermain akan mengembangkan seluruh aspek
kecerdasan anak, baik kecerdasan logika berpikir, bahasa,
keterampilan motorik, kemandirian, maupun kecerdasan sosial
emosional anak. Berbagai bentuk permainan bisa dipilih dalam
mengambangkan perilaku hidup sehat pada anak, dan anak sebaiknya
diberi kesempatan untuk memilih permainan yang disukainya.
g. Pembiasaan
Melalui metode pembiasaan yang dilakukan dalam perilaku hidup
sehat sejak usia dini makan itu akan menjadi gaya hidupnya sampai
dewasa kelak.
h. Metode Bernyanyi
Melalui kegiatan menyanyi banyak sekali pesan-pesan pendidikan
yang bisa kita sampaikan kepada anak. Dengan demikian maka
pengetahuan dan keterampilan perilaku hidup sehat bisa kita
sampaikan kepada anak melalui kegiatan bernyanyi.
Usia Sekolah Dasar (SD) merupakan usia yang sangat potensial untuk
melakukan upaya promosi kesehatan agar anak dapat mengadopsi
kebiasaan sehat dan karakter yang kuat untuk memenangkan tantangan dan
persaingan hidup di masa depan karena pada masa ini anak mengalami
banyak kemajuan perkembangan secara keseluruhan, dari seorang pra
sekolah yang belum matang ke masa remaja. Kemampuan kognitif anak
meningkat secara dramatis, didukung dengan adanya keinginan untuk
menguasai tugas-tugas dan kemampuan untuk mengembangkan penilaian
11
moral. Dunia anak juga berkembang pesat di luar keluarga ketika sekolah
dan teman sebaya mulai memberikan pengaruh yang besar.
Masalah yang sering terjadi pada anak usia sekolah salah satunya yaitu
masalah PBHS dengan cara melakukan promosi kesehatan pada
lingkungan sekolah. Banyak sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk
menanamkan nilai PHBS melalui promosi kesehatan terintegrasi dg
program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Guru dan Masyarakat Sekolah
menjadi mitra pengembangan promosi kesehatan di sekolah Anak sekolah
menjadi kader kesehatan bagi keluarga dan masyarakat.
12
Upaya meningkatkan kemampuan peserta didik, guru dan masyarakat
lingkungan sekolah agar mandiri dalam mencegah penyakit, memelihara
kesehatan, menciptakan dan memelihara lingkungan sehat, terciptanya
kebijakan sekolah sehat serta berperan aktif dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat sekitarnya.
13
2) Kerjasama
Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait sangat
bermanfaat bagi jalannya programpromosi kesehatan sekolah.
Dalam kerjasama ini berbagai pihak dapat saling belajar
danberbagi pengalaman tentang keberhasilan dan kekurangan
program, tentang caramenggunakan berbagai sumber daya yang
ada, serta memaksimalkan investasi dalampemanfaatan untuk
melakukan promosi kesehatan.
3) Penguatan kapasitas
Kemampuan kerja dalam kegiatan promosi kesehatan di
sekolah harus dapat dilaksanakansecara optimal. Untuk itu
berbagai sektor terkait harus diyakini dapat memberikan
dukunganuntuk memperkuat program promosi kesehatan di
sekolah. Dukungan berbagai sektor inidapat terkait dalam
rangkapenyusunan rencana kegiatan, pelaksanaan, monitoring
danevaluasi program promosi kesehatan sekolah
4) Kemitraan
Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik pemerintah,
LSM maupun usaha swasta akansangat mendukung pelaksanaan
program promosi kesehatan sekolah. Disamping itu,
dengankemitraan akan dapat mendorong mobilisasi guna
meningkatkan status kesehatan di sekolah.
5) Penelitrian
Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan
dan penilaian programpromosi kesehatan. Bagi sektor terkait,
penelitian merupakan akses untuk masuk dalammengembangkan
promosi kesehatan di sekolah baik secara nasional maupun
regional, disamping untuk melakukan evaluasi peningkatan PHBS
siswa sekolah.
6) Hasil yang Diharapkan
a) Anak sekolah menerapkan PHBS
14
b) Anak sekolah menjadi kader kesehatan bagi keluarganya
c) Sekolah menjadi lembaga pembelajaran dalam promkes
d) Para guru menjadi mitra pengembangan promkes di sekolah
e) Anak sekolah tumbuh sehat & berprestasi
7) Kegiatan promosi kesehatan PHBS di Sekolah
a) Jajan di kantin sekolah yang sehat
b) Membuang sampah pada tempatnya
c) Mengikuti kegiatan olah raga di sekolah
d) Menimbang berat badan dan mengukur tinggi
e) Badan setiap 3-6 bulan
f) Tidak merokok di sekolah
g) Memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin
h) Buang air besar dan buang air kecil di jamban sekolah
i) Menerapkan cuci tangan dimana saja dan kapan saja
8) Program promosi kesehatan pada anak usia sekolah di Sekolah
Promosi kesehatan disekolah pada prinsipnya adalah
menciptakan sekolah sebagai komunitas yang mampu meningkatan
kesehatannya (health promoting school). Oleh sebab itu, program
promosi kesehatan sekurang-kurangnya mencakup 3 usaha pokok,
yakni:
1) Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat (healthful school
living): Lingkungan sekolah yang sehat, mencakup 2 aspek,
yakni sosial (non-fisik) dan fisik.
2) Pendidikan Kesehatan (Health Education). Pendidikan
kesehatan, khususnya bagi murid utamanya untuk menanamkan
kebiasaan hidup sehat agar dapat bertanggung jawab terhadap
kesehatan diri sendiri serta lingkungannya serta ikut aktif
didalam usaha-usaha kesehatan.
15
2) Menimbulkan sikap dan perilaku hidup sehat.
3) Membentuk kebiasaan hidup sehat.
c. Pelayanan kesehatan disekolah (health services in school)
Karena sekolah adalah sebuah komunitas, meskipun interaksi
efektif diantara anggota komunitas hanya sekitar 6-8 jam, namun perlu
adanya pemeliharaan kesehatan, khususnya bagi murid-murid sekolah.
Pemeliharaan kesehatan disekolah ini mencakup:
1) Pemeriksaan kesehatan secara berkala, baik pemeriksaan umum
atau khusus, misalnya: gigi, paru-paru, kulit, gizi, dan sebagainya.
2) Pemeriksaan dan pengawasan kebersihan lingkungan.
3) Usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,
antara lain dengan imunisasi.
4) Usaha perbaikan gizi.
5) Usaha kesehatan gizi sekolah.
6) Mengenal kelainan-kelainan yang mempengaruhi pertumbuhan
jasmani, rohani, dan sosial. Misalnya, penimbangan berat badan,
dan pengukuran tinggi badan.
7) Mengirimkan murid yang memerlukan perawatan khusus atau
lanjutan ke puskesmas atau rumah sakit.
8) Pertolongan pertama pada kecelakaan dan pengobatan ringan.
d. Health Promotion pada Remaja
Menurut Sarwono (2012), remaja adalah suatu masa ketika
individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda
sosial seksual sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual.
Indivudu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif
lebih mandiri.
Perkembangan yang sangat menonjol terjadi pada masa remaja
adalah pencapaian kemandirian serta identitas (pemikiran semakin
logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu
16
di luar keluarga. Remaja pada masa perkembangannya dihadapkan
pada tuntutan yang sering bertentangan, baik dari orangtua, guru,
teman sebaya, maupun masyarakat di sekitar.
Remaja memiliki suatu kemandirian tersendiri di dalam dirinya.
Kemandirian merupakan hasrat/keinginan seorang remaja untuk
melakukan segala sesuatu bagi dirinya sendiri tanpa bantuan orang
lain. Kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang
dilakukan tanpa harus membebani orang lain. Salah satu tugas
perkembangan bagi remaja untuk belajar dan berlatih dalam membuat
rencana, memilih alternative, membuat keputusan serta tanggung
jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Kemandirian merupakan
sikap otonomi dari seorang remaja yang relative bebas dari pengaruh,
penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain.
Proses perkembangan kemandirian yaitu Kemandirian anak remaja
berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan
dilakukan sejak dini. Dalam proses pencarian identitas diri, remaja
mulai ingin melepaskan diri dari ikatan phisikis orang tuanya. Remaja
juga ingin mulai diperlakukan dan dihargai seperti orang dewasa.
Kemandirian seorang remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang
terjadi antara remaja dengan peer groupnya, dengan tujuan
mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompoknya.
1) Masalah Kesehatan pada Remaja
a) Narkotika
Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang
menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh
manusia. Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa
sakit, rangsangan semangat, halusinasi atau timbulnya
khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan
bagi pemakainya.
17
b) Aborsi
Aborsi adalah terminasi (penghentian) kehamilan yang
disengaja (abortus provokatus), yakni kehamilan yang
diprovokasi dengan berbagai macam cara sehingga terjadi
pengguguran. Sedangkan keguguran adalah kehamilan yang
berhenti karena faktor – faktor alamiah atau disebut abortus
spontaneous.
c) HIV/AIDS
HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam
cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan sindrom
menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai
macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah
menurun.HIV dapat menular ke orang lain melalui: Hubungan
seksual, Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai
bergantian, Mendapatkan transfusi darah yang mengandung
virus HIV, dan Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya
ketika dalam kandungan.
2) Tingkatan Promosi Kesehatan pada Remaja
Promosi kesehatan menggunakan pendekatan pada klien sebagai
pusat dalam pemberian pelayanan dan membantu mereka untuk
membuat pilihan dan keputusan. Sasaran Promosi Kesehatan pada
Remaja
3) Strategi Promosi Kesehatan pada Remaja
a) Advokasi
Strategi advokasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Wajo, berupa bentuk pengusulan bantuan dana ke
Pemerintah Daerah. Tujuan dari pengusulan bantuan dana ini
akan digunakan untuk melakukan penyuluhan kesehatan yang
berkaitan dengan pergaulan bebas, seks bebas, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza). Keberhasilan
18
sebuah advokasi dapat dilihat dari tenaga advokator yang
mampu memperoleh dukungan, yang dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam melakukan komunikasi interpersonal
untuk mengajukan usulan maupun tawaran konsep kepada
pemberi kebijakan dalam hal ini Pemerintah Daerah. Menurut
Notoatmodjo (2005 dalam Ricky Saida, 2012) bahwa dalam
advokasi, peran komunikasi sangat penting sebab advokasi
merupakan aplikasi dari komunikasi interpersonal maupun
massa yang ditujukan kepada para penentu kebijakan (policy
makers) atau pada pembu-at keputusan (decission makers) pada
semua tingkat dan tatanan sosial.
b) Kemitraan
Selain melakukan tahap advokasi, Dinkes selanjutnya
membangun strategi kemitraan. Strategi ini dijalankan dengan
bekerjasama dengan beberapa instansi terkait, yang dianggap
mampu membantu proses penanggulangan narkoba di
Kabupaten Wajo. Adapun instansi yang terlibat kerjasma lintas
sektor yaitu puskesmas, sekolah dan polres.
Bentuk kemitraan yang dilakukan antara dinas kesehatan dan
puskesmas berupa penyuluhan kepada remaja yang bertujuan
menambah tingkat pengetahuan remaja tentang dampak
pergaulan bebas, seks bebas, dan napza bagi kesehatan,
sehingga diharapkan terciptanya pemberdayaan remaja
terhadap penanggulangan narkoba berupa pembentukan kader
kesehatan remaja. Bentuk kemitraan yang dilakukan antara
dinas kesehatan dan sekolah dalam penanggulangan narkoba
yaitu membatu mengumpulkan remaja pada saat dinas
kesehatan melakukan penyuluhan di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh
informasi mengenai manfaat kemitraan yang disampaikan oleh
informan berupa terciptanya efektifitas penyuluhan, pekerjaan
19
terasa ringan dan dianggap mampu membantu pemberantasan
narkoba, pencegahan seks bebas dan pergaulan bebas pada
remaja.
c) Pemberdayaan
Pemberdayaaan yang dilakukan dinas kesehatan terhadap
upaya penanggulangan narkoba dengan cara membentuk kader
kesehatan remaja di sekolah. Tujuannya adalah memberikan
pemahaman terhadap remaja tentang bahaya penyalahgunaan
napza, seks bebas bagi kesehatan, sehingga remaja memiliki
kesadaran untuk ikut terlibat memerangi tindak
penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas dan seks bebas.
Pembentukan kader kesehatan remaja yang ditujukan kepada
siswa remaja diharapkan dapat menumbuhkan partisipasi aktif
dari siswa akan pentingnya penanggulangan narkoba dalam
segala aktivitasnya sehari-hari. Partisipasi yang bertanggung
jawab sebaiknya dimiliki setiap masyarakat dan organisasi
lokal.
4) Program Promosi Kesehatan pada Remaja
a) Sosialisasi
Sosialisa pada remaja dimulai dari dalam lingkungan yaitu
keluarga, tetangga, sekolah, dan organisasi umum. Remaja
sebagai permasalahan, seperti masa peralihan, kebutuhan untuk
mandiri, menyebabkan timbulnya gejolak yang macam-macam.
faktor lingkungan bagi remaja dalam proses sosialisasi
memegang peranan penting, sebab proses sosialisasi pemuda
terus berlanjut dengan segala daya imitasi dan identitasnya.
lebih-lebih pada masa peralihan atau transisi dari masa muda
menjelang dewasa, ketika sering terjadi konflik nilai, wadah
pembinanya harus lebih fleksible, mampu dan mengerti dalam
membina remaja tanpa harus mematikan jiwa mudanya yang
penuh dengan vitalitas hidup.
20
b) Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dikalangan remaja sangat dibutuhkan
dalam membibing remaja untuk lebih memperhatikan
kesehatan hidup. Batasan pendidikan kesehatan meliputi:
(1) Perbaikan sanitasi lingkungan
(2) Perubahan perilaku sehat pada remaja
(3) Mencegah penyakit menular
(4) Pendidikan kebersihan perorangan
(5) Pelayanan medis
(6) Untuk menjamin setiap orang hidup yang layak dalam
pemeliharaan kesehatan.
Pendidikan kesehatan remaja mencakup masalah kesehatan
reproduksi, sexsualitas, kebersihan diri dan lain sebagainya,
agar remaja bisa lebih menjaga dan memperhatikan perilaku
kesehatannya.
c) Pendidikan Pergaulan
Pergaulan dikalangan remaja adalah salah satu kebutuhan
hidup dari manusia, sebab manusia adalah makhluk sosial yang
dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan
antar manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal
relationship). Pergaulan yang terjadi saat ini sudah sangat
memperhatikan. Banyak sekali terjadi perilaku yang telah
menyimpang dan melanggar nilai sosial yang ada dalam
masyarakat. Perilaku anak muda atau remaja zaman sekarang
telah jauh dari norma agama sebagi pegangan hidup. Sehingga,
pergaulan remaja saat ini harus lebih dipilah dan dipilih untuk
menentukan yang baik dan yang buruk dengan diberikannya
Pendidikan pergaulan pada remaja.
Bentuk-bentuk pergaulan bebas di kalangan remaja :
(1) Penyalahgunaan narkoba dan narkotika
21
(2) Perilaku seksual yang menyimpang dari norma-norma
agama
(3) Pesta Miras (minuman keras) atau mabuk-mabukan dan
masih banyak lagi.
22
5) Pendidikan pada Orang Tua Remaja
Pada promosi kesehatan ini peranan orang tua sangat penting
dalam perubahan sikap dan perilaku remaja terhadap kesehatan.
a) Memperlakukan anak sesuai karak teristiknya masing-masing,
tidak untuk disamakan atau disbanding-bandingkan
b) Memantau kegiatan anak mulai dari yang di dalam rumah dan
di lar rumah
c) Mengajarkan, membiasakan serta mempraktikan langsung
perilaku-perilaku sehat sehingga anak mudah dan terbiasa
mencontoh kebiasaan baik orang tua di dalam rumah.
d) Mengantarkan anak ke dalam religious yang kuat dalam
membangun komunikasi dan hubungan spiritual yang kokoh
baik dengan cara habluminallah maupun habluminannas.
e) Memfasilitasi anak dalam berbagai keterampilan praktis, serta
di berbagai sektor kehidupan sesuai dengan kemampuan dan
bakat, serta kepribadia anak.
f) Melatih anak untuk belajar mengambil keputusan yang
konsisten dan responbility.
g) Mengerti perasaan dan keinginan anak
h) Tegas namun lembut dalam mengambil suatu kebijakn yang
nantinya akan di terapkan pada remaja tersebut.
E. Daftar Pustaka
Marchel, Y. A., Indraswari, R., & Handayani, N. (2019). Implementasi
Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Pencegahan Merokok Pada Remaja Awal.
Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education, 7(2), 144-155.
23
24
Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani.
F. Evidence Base Penelitian Terkait
144 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education
2
Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Diponegoro, Indonesia
Email: yoshefarie@gmail.com
ABSTRACT
Background: Smoking behavior has been widespread in all community groups both globally and
nationally, including adolescents. Middle school and equivalent is the main education for early teens,
so it is necessary to create a non-smoking area in the school environment. Objective: The purpose of
this study is to analyze the implementation of non-smoking areas in schools. Methods: The study
used analytic descriptive and observational with cross-sectional approaches. Data were obtained
using a structured questionnaire which was trialed at ten schools. The population of this study was
86 schools in Madiun Regency. Interviews were conducted with the person in charge of a smoking
area in junior high school. The person responsible can be in the position of the principal, deputy,
teacher, or public relations officer. Data were analyzed using univariate and bivariate analysis.
Results: Bivariate analysis shows that there is a relationship between the implementation of a non-
smoking area with the availability of financial resources with a p-value of 0.004 and the support of
infrastructure with a p- value of 0.001. While there is no relationship between the implementation of
the non- smoking area with the availability of human resources and policy support. Conclusion:
The implementation of non-smoking areas in junior high schools and equivalent is not yet optimal,
because there are still students, teachers and employees who behave in the school environment.
ABSTRAK
Latar Belakang: Perilaku merokok sudah meluas pada seluruh kelompok masyarakat baik secara
global maupun nasional, termasuk pada remaja. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat
merupakan pendidikan utama untuk remaja awal, sehingga perlu mewujudkan kawasan tanpa rokok
di lingkungan sekolah. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis implementasi Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) di sekolah. Metode: Penelitian menggunakan deskriptif analitik dan observasi
dengan pendekatan cross- sectional. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner terstruktur
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
PENDAHULUAN
Perilaku merokok sudah meluas
pada seluruh kelompok masyarakat baik
di dunia dan di Indonesia, termasuk pada
remaja. Indonesia adalah negara
terbesar ketiga dalam konsumsi rokok.
Dari survei Global Youth Tobacco Survey
(GYTS) (2014), remaja mulai merokok
terjadi pada jenis kelamin laki-laki
dengan kelompok usia 12-13 tahun
sebesar 43,4%, pada kelompok umur 10–
11 tahun sebesar 26,7% (WHO, 2015).
Sirkesnas 2016 menyebutkan, prevalensi
usia merokok antara 10–18 tahun
mencapai 8,8% (Kementerian Kesehatan,
2016a), namun pada tahun 2018,
prevalensi usia merokok di Indonesia
pada kelompok usia 10-18 tahun
meningkat 0,3% menjadi 9,1%
(Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Prevalensi merokok pada
penduduk usia lebih dari sepuluh tahun di
Provinsi Jawa Timur mencapai 23,9%
(Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Timur, 2016). Jumlah perokok ditahun
2018 terbanyak adalah perokok remaja
mencapai 18,3% (Kementerian Kesehatan
RI, 2010). Banyaknya jumlah perokok
remaja ini disebabkan oleh karena
gencarnya promosi rokok di media dan
cerdasnya produsen rokok dalam
mempromosikan produk kepada targetnya
yaitu remaja.
Masa remaja adalah sebuah masa
yang konstruksi dan perkembangan yang
dinamis disertai tanda perkembangan
fisiologis, psikososial, temporal dan
budaya. Setiap periode perkembangan
remaja selalu diawali dengan proses
pubertas serta pencarian jati diri baik
pribadi, sosial dan masyarakat (DrPH Clea
McNeely, 2015). Usia 10–15 tahun
merupakan masa remaja awal (Sawyer et
al., 2018), dimana remaja mudah
terpengaruh oleh lingkungan sekolah.
Lingkungan tersebut meliputi teman
sebaya, keluarga yang merokok, pengaruh
media iklan rokok di sepanjang jalan yang
dilalui dari rumah ke sekolah, dan iklan
rokok di media lain, karena remaja awal
masih mengalami proses perkembangan
fisik dan psikis dalam pencarian jatidiri
(Mary Campbell, 2002; Willian T.O
’Donohue, Lorraine T.Benuto, 2013;
Kementerian Kesehatan, 2011).
Sekolah merupakan sarana untuk
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Sebanyak 96% dari 86 SMP dan sederajat dan dukungan kebijakan (method)
di Kabupaten Madiun, memiliki tata tertib (Priliantining Asri Wulanningrum, Emmy
tentang bebas rokok (Dinas Pendidikan Riyanti, 2016). Empat unsur masukan
dan Kebudayaan Kabupaten Madiun,
2017).
Pelaksanaan tata tertib mengenai
KTR masih belum maksimal, karena masih
didapatkan perilaku merokok guru,
perilaku merokok pada remaja awal, iklan
media rokok yang tersebar di luar sekolah
dan orang tua yang merokok. Kabupaten
Madiun merupakan salah satu kabupaten
yang belum mempunyai Peraturan Daerah
atau Peraturan Bupati tentang kawasan
tanpa rokok dan lingkungan bebas asap
rokok (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Madiun, 2017). Lingkungan
tanpa rokok di sekolah sangat perlu
dilakukan karena hal ini merupakan salah
satu cara untuk mengurangi polusi asap
tembakau, mengurangi dampak negatid
pada perokok pasif, mengurangi
prevalensi perokok remaja, dan menjadi
sarana pengendalian tembakau (Borders
et al., 2005). Penelitian ini dilakukan
untuk menganalisis implementasi kawasan
tanpa rokok di SMP untuk pencegahan
merokok pada remaja awal di Kabupaten
Madiun.
METODE
Penelitian ini menggunakan teori
pendekatan sistem. Sistem merupakan
elemen-elemen atau bagian yang
terbentuk saling berhubungan dan
mempengaruhi (Munijaya A, 2004).
Elemen merupakan suatu yang harus
ditemukan. Elemen-elamen tersebut
meliputi masukan (input), proses,
keluaran (output), umpan balik
(feedback), dampak, dan lingkungan
(environment) (Anwar, 2010). Penelitian
ini menganalisis tentang proses
implementasi, maka faktor yang diteliti
merupakan bagian dari masukan suatu
sistem. Masukan menjadi elemen penting
dalam proses implementasi. Teori sistem
menjelaskan yang paling mendasar pada
proses implementasi adalah masukan.
Masukan yang baik akan mempengaruhi
implementasi yang baik pula (Arbib,
2000). Masukan suatu sistem meliputi
ketersediaan sumber daya manusia (man),
ketersediaan sumber dana(money),
dukungan sarana prasarana (material),
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
mendapat sertifikat etik dari Komite Etik dan petugas khusus. Ada pula pihak yang
Penelitian Kesehatan Fakultas Kesehatan tidak melakukan pembinaan KTR yaitu
Masyarakat Universitas Diponegoro komite sekolah, kepala sekolah, guru, dan
Semarang dengan nomor sertifikat staf dari Dinas Pendidikan dan
151/EA/KEPK-FKM/2019. Kebudayaan. Responden juga menyatakan
bahwa masih terdapat penolakan saat
pemasangan tanda larangan merokok di
sekolah. Kondisi seperti ini yang bisa
HASIL DAN PEMBAHASAN menghambat implementasi kawasan tanpa
rokok di lingkungan SMP dan sederajat.
Adanya hambatan ini kemudian diberikan
Karakteristik jabatan responden solusi melalui pemberian sanksi bagi
yang diwawancara adalah kepala sekolah pelanggar. Sanksi tersebut telah
(14%), wakil kepala sekolah (31,4%), guru dijelaskan pada saat sosialisasi
UKS (10,5%), kepala tata usaha (16,3%), implementasi kawasan tanpa rokok.
humas (3,5%) dan guru (21,4%). Sanksi yang diberikan telah dijelaskan
Implementasi kawasan tanpa rokok Pada dengan baik saat peserta didik memulai
Sekolah Menengah Pertama dan Sederajat masa belajar di SMP dan sederajat saat
telah dinyatakan dengan baik. Hal ini masa orientasi siswa, dan selalu
sesuai dengan tabel 1. diingatkan setiap upacara di hari senin.
Sanksi untuk peserta didik jelas berupa
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kategori teguran lisan dan teguran tertulis.
Implementasi Kawasan tanpa Hasil penelitian sebelumnya
Rokok menunjukkan bahwa seluruh sekolah
Implementasi Jumlah
telah melaksanakan kawasan tanpa rokok
KTR Frekuensi %
Baik 46 53,5 melalui tata tertib sekolah, namun
Kurang Baik 40 46,5 pengelola sekolah masih membiarkan
Total 86 100 adanya aktifitas merokok dan tidak ada
pemasangan iklan rokok dilingkungan
Responden memberikan jawaban sekolah. Penelitian lain menyatakan
‘baik’ karena implementasi kebijakan KTR bahwa pemerintah Kota Semarang telah
sesuai kebijakan Kementerian Pendidikan menerbitkan kebijakan kawasan tanpa
dan Kebudayaan. Sekolah mempunyai rokok namun implementasi kawasan tanpa
perencanaan kegiatan yang mendukung rokok di beberapa STIKES di Kota
kawasan tanpa rokok, perencanaan Semarang masih kurang baik (Azizah,
pemasangan tanda larangan merokok, 2016; Setianingsih, Wahyati and
sekolah mempunyai penanggung jawab Widyorini, 2015).
dan pengaturan tugas dalam Penelitian ini dilakukan melalui
implementasi. Sekolah telah melakukan pengamatan terhadap implementasi KTR
sosialisasi, pembinaan, dan pemantauan pada 86 sekolah. Adapun hasil
implementasi KTR. pengamatan dalam Tabel 2:
Implementasi KTR pada SMP dan
sederajat kurang baik karena ada pihak
yang tidak melakukan pemantauan
kawasan tanpa rokok yaitu peserta didik
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
merokok seperti asbak serta bilik komite sekolah dan orang tua serta
merokok. Kondisi ini telah sesuai dengan stakeholder pendukung seperti puskesmas
Peraturan Kementerian Pendidikan dan dan dinas pendidikan. Peran dukungan
Kebudayaan nomor 64 tahun 2015 diberikan dari guru dan peserta didik baik
menjelaskan bahwa sekolah tidak di dalam atau luar ruangan (So et al.,
mempunyai bilik rokok, wadah abu rokok 2019). Bentuk–bentuk dukungan dalam
dan tidak diperkenankan ada penjualan mengimplementasikan KTR berbeda–beda
serta promosi rokok di dalam atau diluar sesuai dengan tugas dan fungsi masing–
sekolah, hanya saja, masih ada ditemukan masing. Kepala sekolah sebagai pimpinan
aktifitas merokok di dalam sekolah dan tertinggi di sekolah menjadi teladan bagi
terdapat iklan/promosi rokok di luar warga sekolah seperti berperilaku tidak
sekolah. Sekolah belum memiliki pedoman merokok di sekolah, berperilaku tidak
implementasi KTR, hukuman yang tegas menjual rokok, dan memberikan
dan konsisten bagi yang melanggar serta sosialisasi, pembinaan, dan pengawasan.
tidak ada jadwal edukasi pembinaan Penelitian kualitatif yang
kawasan tanpa rokok. Ketiga hal ini yang dilakukan Thurthon menyebutkan bahwa
menjadi penyebab implementasi kawasan peranan orang dewasa dalam berperilaku
tanpa rokok di sekolah tidak berjalan baik tidak merokok dapat meningkatkan
dan optimal. Ketersediaan sumber daya kepercayaan diri pada remaja untuk
manusia dinyatakan tersedia dalam mengikuti program pencegahan merokok
implementasi KTR pada SMP dan (Thurston et al., 2019). Dukungan
sederajat. stakeholder pada sekolah dalam hal ini
adalah dinas pendidikan yaitu berupa
Tabel 3. Distribusi frekuensi Kategori pendanaan dan anggaran sosialisasi
Ketersediaan Sumber Daya peraturan, serta monitoring KTR,
Manusia
sedangkan yang diberikan puskesmas
Ketersediaan Jumlah
Sumber Daya mayoritas sebagai narasumber dalam
Manusia Frekuensi % penyelenggaraan sosialisasi. Kerjasama
Tersedia 48 55,8 dalam lintas sektor dalam penanganan
Tidak tersedia 38 44,2 KTR di sekolah penting, karena dengan
Total 86 100 adanya komitmen dan kerjasama lintas
sektor menjadikan pelaksanaan menjadi
Tabel 3 menunjukkan bahwa lebih baik (Rahajeng, 2015).
setiap warga sekolah memiliki kewajiban Waktu pemberian dukungan
untuk mendukung implementasi kawasan pembinaan dilakukan setiap kegiatan
tanpa rokok sesuai yang diamanatkan orientasi sekolah dan kegiatan belajar
dalam Peraturan Kementerian Pendidikan mengajar. Bentuk pembinaan dilakukan
nomor 64 tahun 2015, karena sumber daya dalam bentuk penyuluhan. Sasaran
manusia cukup essensial dalam penyuluhan yang terbesar adalah kepada
keberhasilan implementasi dan penegakan peserta didik. Pemberian pengetahuan
kebijakan. Sumber daya manusia disini akan rokok, bahaya rokok, dan KTR di
maksudnya adalah sumber daya dilihat lingkungan sekolah yang dilakukan secara
dari segi kuantitas dan kualitas dalam terus-menerus dan berkelanjutan akan
mengimplementasikan kawasan tanpa meningkatkan pengetahuan. Tujuan dari
rokok (Ehan, 2015). Ketidak tersediaan penyuluhan ini adalah untuk
sumber daya manusia disebabkan lintas meningkatkan pengetahuan peserta didik
sektor seperti masyarakat sekitar sekolah, dan seluruh warga sekolah yang efektif
puskesmas, dan orang tua yang tidak (Widiastini, 2010). Pengetahuan yang baik
mendukung implementasi kawasan tanpa akan sangat efektif dan signifikan dalam
rokok di lingkungan sekolah. Hasil mengubah sikap dan praktek peserta didik
pengamatan menunjukkan bahwa masih tentang bahaya rokok dari kurang baik
dijumpai guru dan karyawan yang menjadi baik. Cindi (2017) diungkapkan
merokok di lingkungan sekolah, sehingga bahwa terdapat hubungan antara
membuat remaja awal bisa mengikutinya. pengetahuan dengan tindakan remaja
Responden penelitian yang awal terhadap kebijakan KTR di SMP
mengatakan mendukung KTR di sekolah Kristen Tateli (p value 0,019)(Cindy E. Z.
adalah seluruh warga sekolah yaitu kepala Hutapea, Rumayar and Maramis, 2017;
sekolah, guru, karyawan, peserta didik, Maharani et al., 2018).
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Tabel 6. Variabel–variabel Bebas yang Diteliti dan Diuji Chi Square dalam Implementasi
KTR pada SMP dan Sederajat
Variabel Implementasi
Total P value α
Bebas
Baik Kurang Baik
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
berupa teguran, sindiran, pengambilan dewasa dalam patuh dan taat terhadap
kartu siswa, pengambilan rokok pelanggar kebijakan yang ada.
bahkan sampai penghadapan ke guru
bimbingan konseling. Evaluasi penerapan
kebijakan KTR yang efektif selain dengan
media promosi kesehatan juga dengan
penerapan sanksi denda (Waliyanti and SIMPULAN
Sandika, 2017; Issel, Bayha and Nelson,
2018). Implementasi KTR di SMP dan
Tabel 6 menunjukkan bahwa uji sederajat masih belum maksimal, karena
hubungan antara dukungan kebijakan masih terdapat siswa, guru dan karyawan
dengan implementasi KTR dinyatakan yang merokok di lingkungan sekolah.
tidak berhubungan. Hasil ini sesuai Kebijakan pelaksanaan KTR telah tersedia
dengan penelitian Francis di California dan lengkap dengan punishment tetapi
mengatakan dukungan kebijakan tidak komitmen dalam implementasi dan
berpengaruh terhadap implementasi KTR punishment yang diberikan belum
tanpa didukung norma, budaya, dan dilaksanakan secara tegas. Kondisi ini
perilaku masyarakat yang telah terjadi pada siswa, guru dan karyawan
berlangsung lama (Francis, Abramsohn yang melanggar kebijakan KTR di
and Park, 2010). Nizwadi menyebutkan lingkungan sekolah.
dukungan kebijakan tidak berpengaruh
signifikan terhadap implementasi KTR di
Kota Padang dan Kota Payakumbuh
dengan p-value 0,102 yang berarti
dukungan kebijakan tidak berpengaruh
DAFTAR PUSTAKA
terhadap implementasi serta belum
tegasnya sanksi untuk yang melanggar Anwar, A. (2010) Pengantar Administrasi
(Nizwandi, 2013). Penelitian Poweli Kesehatan. 3rd edn. Jakarta: Sinarupa
menyatakan dukungan kebijakan tidak Aksara.
memengaruhi implementasi KTR pada
remaja, tetapi dipengaruhi oleh faktor Arbib, M. A. (2000) ‘Précis of Neural
teman sebaya dan keterjangkauan harga organization : Structure , function
rokok (Poweli, 2015). , and dynamics’, pp. 513–571.
Variabel dukungan kebijakan yang Azizah, N. (2016) ‘Faktor yang berhubungan
dianalisis dalam penelitian ini tidak
dengan perilaku merokok di
berhubungan signifikan pada
implementasi KTR pada sekolah menengah lingkungan sekolah’, Ilmu Kesehatan
pertama dan sederajat. Dukungan Masyarakat, I.
kebijakan yang baik dan ketat adalah
dukungan kebijakan yang dilakukan Azkha, N. (2013) ‘Studi Efektifitas
dengan komitmen para sasaran, dukungan Penerapan Kebijakan Perda Kota
kebijakan yang mempunyai sanksi bagi Padang Tentang Kawasan Tanpa
para pelanggar dan sanksi ini dijalankan Rokok dalam Upaya Menurunkan
dengan penuh komitmen oleh sasaran. Perokok Aktif Di Sumatera Barat
Sanksi bagi peserta didik berupa teguran TAhun 2013’, Jurnal kebijakan
tertulis dengan pencatatan skor, Kesehatan Indonesia, 04
sedangkan bagi guru yang melanggar Desembe(Volume 02), pp. 171–
diberikan peneguran lisan oleh kepala 179.
sekolah. Keberadaan sistem sanksi ini Azkha, N. (2013) ‘Studi Efektiivitas
membuat remaja awal menjadi konsekuen Penerapan Kebijakan Perda Kota
terhadap peraturan atau kebijakan, Tentang Kawasan Tanpa Rokok
karena secara karakteristik remaja awal (KTR) Dalam Rangka Menurunkan
menunjukkan perkembangan secara Perokok Aktif DI Sumatera Barat
moral yaitu mulai menaati peraturan– Tahun 2013’, Jurnal Kebijakan
peraturan yang ada di lingkungan sekolah Kesehatan Indonesia, 02(04), pp.
dan menjadi lebih konsisten akan 171–179.
hidupnya. Berkembang secara emosional Azmi, F. Z., Istiati, T. and Cahyo, K.
karena kemampuannya meniru orang (2016) ‘Hubungan Penerapan
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Bonell, C. P. et al. (2013) ‘Health & Place Issel, L. M., Bayha, K. and Nelson, A.
Theories of how the school (2018) ‘Implementation phase of
environment impacts on student
health : Systematic review and
synthesis’, Health & Place.
Elsevier, 24, pp. 242–249.
Borders, T. F. et al. (2005) ‘College
campus smoking policies and
programs and students ’ smoking
behaviors’, 6, pp. 1–6.
Bruce, N., Pope, D. and Stanistreet, D. (2008)
Quantitative Methods for Health
Research : A Practical Interactive
Guide to Epidemiology and Statistics.
West Sussex, England: John Wiley &
Sons, Ltd.
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Wiium, N., Burgess, S. and Moore, L. (2011) ‘Brief report : Multilevel analysis of
school smoking policy and pupil smoking behaviour in Wales’, Journal of
Adolescence. Elsevier Ltd, 34(2), pp. 385–389.
Willian T.O ’Donohue, Lorraine T.Benuto,
L. W. T. (2013) Handbook of Adolescent Health Psychology. Reno, New York,
USA: Springer. doi: 10.1007/978-1-4614-6633-8.