Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

HEALT PROMOTION PADA INFANT REMAJA

DOSEN

Ns.Sri Yulianti,S.Kep.,M.Kep.

OLEH :

KELOMPOK 1

MUAMMAR (201901019)
I KOMANG ARYA.K (201601066)
WIDYASAPITRI (201901000)
LILIS KARLINA HALE (201901014)
LULLU LILLAH (201901015)
SELA NORISA (201901000)
2A KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Healt Promotion
Pada Infant Remaja” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk melengkapi
serta memenuhi tugas Keperawatan Anak I yang telah diberikan Ibu Sri
Yulianti,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak I.
Penyusunan makalah ini, kami mendapat hambatan akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak semua itu bisa teratasi. Olehnya kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah Swt.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurrnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Palu, 31 Mei 2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................2
D.   Manfaat...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi.............................................................................................4
B. Tujuan Health Promotion.................................................................4
C. Sasaran Health Promotion................................................................4
D. Ruang Lingkup Health Promotion Pada Infant Remaja...................6
E. Daftar Pustaka..................................................................................23
F. Evidence Base Penelitian Terkait.....................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada saat ini, anak-anak sering tidak terurus terutama masalah
kesehatannya. Para orang tua yang sibuk akan urusannya masing-masing
membuat anak-anak atau remaja tidak pernah mendapat ilmu dan edukasi
kesehatan untuk usianya. Banyak hal yang seharusnya perlu diketahui anak-
anak dan remaja untuk menjaga kesehatannya selama masa tumbuh kembang.
Sehingga karena minimnya ilmu yang mereka dapatkan mengenai kesehatan,
banyak hal yang dianggap para remaja itu hal wajar bahkan sepele untuk
dilakukan, seperti menjaga kesehatan dan kebersihan organ reproduksi,
menjaga kesehatan bayi agar tidak mudah sakit. Apabila remaja salah
menyikapinya, akan berdampak tidak baik bagi kesehatan si remaja
kedepannya. Begitu pula anak-anak, apabila tidak diawasi secara penuh dalam
tumbuh kembangnya, maka dapat berisiko terhadap kesehatannya. Remaja dan
anak-anak merupakan individu yang memiliki eksistensi, dan memiliki
egoisentris yang tinggi dalam pencapaian keputusan berpendapat. Pemberian
edukasi secara dini merupakan hal yang paling penting agar remaja dan anak
mengetahui sejak awal bagaimana dan apa yang harus ia lakukan untuk
menjaga kesehatannya secara mandiri. Hal ini dimulai dari orang tua yang
merupakan orang yang paling dekat dan menjadi role model bagi anak-
anaknya.
Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi penelitian kesehatan
dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi yang
dirancang untuk memudahkan terjadinya perubahan perilaku dan lingkungan
yang kondusif bagi kesehatan. Promosi kesehatan merupakan bentuk
pemberian edukasi kepada remaja dan anak-anak yang secara terapeutik
diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan kesehatan remaja dan anak-
anak melalui penggunaaan bina hubungan saling percaya dan pemberian

1
edukasi pada orang tua agar dapat memulai untuk hidup sehat di rumah. Masih
banyak diantara orang tua yang juga minim pengetahuan mengenai kesehatan
anak-anaknya. Kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain: adat istiadat, budaya, agama, dan kurangnya pemahaman dari
sumber yang benar. Kurangnya pemahaman ini justru amat merugikan
kelompok remaja dan anak-anak bahkan juga keluarganya. Health promotion
merupakan langkah awal untuk menangani masal kesehatan yang akan terjadi
di masa yang akan datang. Health promotion juga harus diberikan secara tepat
agar audience yang mendengarkan akan melakukan apa yang disampaikan.
Health promotion terutama perihal masalah kesehatan yang banyak terjadi
kepada remaja dan anak-anak merupakan hal yang tidak mudah, dikarenakan
para orang tua yang sudah mulai acuh mengenai masalah kesehatan anak-
anaknya atau bisa dikatakan menganggap masalah kesehatan yang sering
terjadi adalah masalah kesehatan yang mudah untuk ditangani. Oleh karena
itu, penyampaian kata-kata yang tidak memaksa dan bernilai menekan harus
dihilangkan agar orang tua bisa antusias untuk mendengarkan dan mengikuti
arahan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Peran perawat ialah sebagai
fasilitator dan pendidik orang tua maupun remaja untuk mempertahankan dan
menjaga kualitas terutama kesehatan remaja dan anak-anak yang dapat
mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan. Fokus utama dalam
health promotion adalah peningkatan pengetahuan remaja dan orang tua untuk
pencegahan penyakit secara dini agar tidak timbul masalah kesehatan di usia
mendatang, dengan falsafah yang utama yaitu asuhan keperawatan yang
terapeutik yaitu membina hubungan saling percaya antara petugas kesehatan
dengan audience. Berdasarkan data diatas, maka kelompok tertarik untuk
menyusun makalah mengenai “Health Promotion Pada Infant-Remaja.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis membuat
suaturumusan masalah, yaitu:
1. Apa definisi dari health promotion?
2. Apa tujuan dari health promotion?
3. Apa sasaran dari health promotion?
4. Apa ruang lingkup dari health promotion pada infant-remaja?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi dari health promotion
2. Untuk mengetahui tujuan dari health promotion
3. Untuk mengetahui sasaran dari health promotion
4. Untuk mengetahui ruang lingkup dari health promotion pada infant-remaja

D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu untuk memperluas wawasan dan
sebagai tambahan referensi bagi pembaca tentang materi Health Promotion
Pada Infant Remaja.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan
memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan
meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai
pemberdayaan diri sendiri. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat serta sesuai dengan sosial budaya setempat.
Demi mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik dari fisik, mental
maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasi
dan kebutuhannya, serta mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya
(Kemenkes, 2011).

B. Tujuan Health Promotion


Tujuan Promosi Kesehatan menurut WHO:
1. Tujuan Umum : Mengubah perilaku individu/masyarakat di bidang
Kesehatan
2. Tujuan Khusus: Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai bagi
masyarakat. Menolong individu agar mampu secara mandiri/berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat. Mendorong
pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan
yang ada.

C. Sasaran Helth Promotion


Menurut Maulana (2009), pelaksanaan promosi kesehatan dikenal memiliki 3
jenis sasaran yaitu sasaran primer, sekunder dan tersier.
1. Primer
Sasaran primer kesehatan adalah pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. Masyarakat
diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak

4
sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Perubahan perilaku
pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai jika
tidak didukung oleh sistem nilai dan norma sosial serta norma hukum yang
dapat diciptakan atau dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik
pemuka informal maupun pemuka formal.
2. Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun
pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan
lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka
diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: berperan sebagai
panutan dalam mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan informasi
tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS.
Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat
terbentuknya PHBS (Maulana, 2009).
3. Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang lain yang
berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber
daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS
pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara:
a. Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang tidak
merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya
PHBS dan kesehatan masyarakat.
b. Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang
dapat mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu
sehat dan keluarga (rumah tangga) pada khususnya serta masyarakat
luas pada umumnya (Maulana, 2009).

5
D. Ruang Lingkup Health Promotion pada Infant Remaja
1. Health promotion pada Infant/bayi
Beberapa promosi kesehatan yang dapat dilakukan pada ibu dalam
menangani bayi baru lahir adalah:
a. Memberikan dukungan dan edukasi kepada ibu dalam pemberian ASI.
Beberapa cara yang dapat dilakukan perawat untuk mendukung ibu
dalam pemberian ASI:
1) Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama
beberapa jam pertama. Bayi mulai meyusu sendiri segera setelah
lahir sering disebut dengan inisiasi menyusu dini (early initiation)
atau permulaan menyusu dini. Hal ini merupakan peristiwa
penting, dimana bayi dapat melakukan kontak kulit langsung
dengan ibunya dengan tujuan dapat memberikan kehangatan.
Selain itu, dapat membangkitkan hubungan/ ikatan antara ibu dan
bayi
2) Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk
mencegah masalah umum yang timbul.Tujuan dari perawatan
payudara untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah
tersumbatnya saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar.
3) Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI. Membantu
ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah penting.
Semakin sering bayi menghisap puting susu ibu, maka pengeluaran
ASI juga semakin lancar. Hal ini disebabkan, isapan bayi akan
memberikan rangsangan pada hipofisis untuk segera mengeluarkan
hormon oksitosin yang bekerja merangsang otot polos untuk
memeras ASI.
4) Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin. Pemberian ASI
sebaiknya sesering mungkin tidak perlu dijadwal, bayi disusui
sesuai dengan keinginannya (on demand). Bayi dapat menentukan
sendiri kebutuhannya. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat

6
kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada
rangsangan produksi berikutnya.
5) Menghindari susu botol. Pemberian susu dengan botol dapat
membuat bayi bingung puting dan menolak menyusu atau hisapan
bayi kurang baik. Hal ini disebabkan, mekanisme menghisap dari
puting susu ibu dengan botol jauh berbeda.
b. Memberikan promosi kesehatan tentang imunisasi
Upaya mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas pada anak
salah satunya dengan pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan salah
satu strategi yang efektif dan efisien dalam meningkatkan derajat
kesehatan nasional dengan mencegah enam penyakit mematikan, yaitu:
tuberculosis, dipteri, pertusis, campak, tetanus dan polio.
Peran pengetahuan Ibu tentang imunisasi dasar sangat berpengaruh
terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi (Dewi, dkk, 2013).
Pengetahuan berpengaruh pada kepatuhan dan kesadaran orang tua
untuk membawa bayinya imunisasi. Ibu yang tidak bersedia
mengimunisasikan bayinya dapat disebabkan karena belum memahami
secara benar dan mendalami mengenai imunisasi dasar. Selain itu
kurang memperhatikan dalam membawa bayinya untuk imunisasi
sesuai jadwal. Perawat harus memiliki strategi untuk meningkatkan
kepatuhan ibu dalam melaksanakan imunisasi. Suparyanto (2011)
c. Memberikan ibu edukasi tentang perawatan tali pusat
Tujuan merawat tali pusat adalah mencegah terjadinya infeksi dan
tetanus pada bayi baru lahir sehingga talipusat tidak terinfeksi dan
tidak menimbulkan penyakit pada tali pusat.
d. Upaya Advokasi
Peran penentu kebijakan dirasa cukup penting agar diperoleh
komitmen yang kuat.

7
2. Health Promotion Pada Balita

Pada umumnya kekurangan gizi terjadi pada balita, karena pada umur
tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat dan termasuk kelompok
yang rentan gizi, karena pada masa itu merupakan masa peralihan antara
saat disapih dan mulai mengikuti pola makan orang dewasa. Kurangnya
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan pada orang tua, khususnya ibu
merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita.
Keadaan sosial ekonomi dan kebudayaan banyak mempengaruhi pola
makan di daerah pedesaan. Terdapat pantangan makan pada balita misalnya
anak kecil tidak diberikan ikan karena dapat menyebabkan cacingan,
kacang-kacangan juga tidak diberikan karena dapat menyebabkan sakit
perut atau kembung.

Adanya promosi kesehatan diharapkan kepada orang tua, sedapat


mungkin memenuhi kebutuhan anak, mengusahakan pertumbuhan dan
perkembangan yang baik, juga memenuhi kebutuhan organis (makanan
bergizi, kebutuhan psikis (perhatian dan kasih sayang) dan kebutuhan
intelektual. Promosi kesehatan kepada balita dapat dilakukan melalui
penyuluhan dengan metode ceramah yaitu salah satu cara menerangkan
atau menjelaskan suatu ide, pengertian atau peran secara lisan kepada
sekelompok pendengar yang disertai diskusi dan tanya jawab, sehingga ibu
memahami apa yang diberikan dan disampaikan. Selain itu, materi juga
ditampilkan melaui leaflet yang berisi informasi penting mengenai
posyandu disertai gambar menarik sehingga informasi dapat ditangkap
dengan mudah.

3. Health Promotion pada Pre-School

Anak usia prasekolah banyak mengalami permasalahan kesehatan yang


sangat menentukan kualitas anak dikemudian hari. Masalah kesehatan
tersebut meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan, gangguan
perilaku, gangguan belajar. Pada anak usia prasekolah anak sering

8
menggunakan fungsi biologisnya untuk menemukan berbagai hal yang ada
di dalam dunianya. Dimana anak lebih suka bermain dengan segala
sesuatu yang dekat dengan dirinya, seperti meletakkan suatu barang
dimulutnya, makan, dan membuang sekretnya sendiri (Wong, 2009).

Perilaku yang kurang sehat dapat berdampak pada tingginya kejadian


infeksi pada anak usiaprasekolah karena memudahkan penyebaran infeksi
melalui tangan. Bibit penyakit akan mudah masuk kedalam tubuh
melalalui tangan yang mengakibatkan timbulnya penyakit seperti diare,
cacingan, TB, infeksi tangan dan mulut dan ISPA (Depkes, 2011).

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), pelaksanaan


bidang pengembangan pembiasan perilaku di Taman Kanak-kanak dapat
dilakukan dengan cara kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan teladan,
kegiatan terprogram. Pengembangan perilaku mencuci tangan disampaikan
oleh pihak sekolah melalui kegiatan rutin setiap harinya ketika waktu
istirahat/makan/bermain dengan pembiasaan perilaku mencuci tangan,
terutama sebelum dan sesudah makan.

Pendidikan kesehatan pada anak usia empat tahun sampai dengan enam
tahun diperlukan metode yang memungkinkan anak dapat belajar secara
nyata. Promosi kesehatan dapat dilakukan di sekolah dengan
menggunakan berbagai media. Media promosi kesehatan adalah semua
sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin
disampaikan oleh komunikator, baik itu dari media cetak, media
elektronika (televisi (TV), radio, komputer dan lain sebagainya) dan media
luar ruang, agar sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang
akhirnya diharap dapat berubah perilaku ke arah positif terhadap kesehatan
(Notoatmodjo, 2007, hlm.290).

Ada beberapa metode pembelajaran untuk anak usia prasekolah,


diantaranya bercerita, demontrasi, bercakap-cakap, pemberian tugas,

9
bermain peran, karyawisata, eksperimen, bernyanyi, dan pembelajaran
terpadu (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2014).

a. Metode Bercakap-cakap/ Tanya Jawab


Seorang pendidik dapat mengarahkan berbagai pikiran dan perasaan
yang sedang dialami anak dengan mengajak mereka bercakap-cakap
tentang berbagai hal. Banyak topik bisa dijadikan bahan percakapan,
contohnya adalah bercakap-cakap tentang topik yang disukai oleh
anak-anak seperti makanan kesukaan, binatang kesayangan, cita-cita,
dan termasuk percakapan tentang kesehatan.
b. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi memiliki makna yang penting bagi anak usia
dini, karena melalui metode ini maka dapat membantu
mengembangkan kemampuan untuk melakukan segala pekerjaan
secara teliti, cermat dan tepat; dan membantu mengembangkan
kemampuan peniruan dan pengenalan secara tepat.
c. Metode Bermain Peran
Bermain peran adalah permainan yang dilakukan anak untuk
memainkan peran tertentu, dengan menirukan perilaku seseorang
dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Perkembangan anak yang dapat
dikembangkan melalui metode bermian peran adalah perkembangan
kognitif, afektif dan psikomotor. Menggunakan metode bermain peran
pendidik dapat mengembangkan imajinasi anak tentang pentingnya
perilaku hidup sehat.
d. Metode Praktek Langsung
Metode praktek langsung ini disamping melibatkan aktivtas pikiran
dan penalaran dalam memecahkan masalah kehidupan seharihari, juga
dapat mengembangkan sikap dan keterampilan motorik dalam area
kesehatan.

10
e. Metode Bercerita
Bercerita dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media
seperti menggunakan buku cerita bergambar, boneka, atau media
lainnya sehingga lebih menarik bagi anak usia dini. Metode bercerita
dapat melatih anak untuk belajar mendengarkan.
f. Metode Bermain
Melalui kegiatan bermain akan mengembangkan seluruh aspek
kecerdasan anak, baik kecerdasan logika berpikir, bahasa,
keterampilan motorik, kemandirian, maupun kecerdasan sosial
emosional anak. Berbagai bentuk permainan bisa dipilih dalam
mengambangkan perilaku hidup sehat pada anak, dan anak sebaiknya
diberi kesempatan untuk memilih permainan yang disukainya.
g. Pembiasaan
Melalui metode pembiasaan yang dilakukan dalam perilaku hidup
sehat sejak usia dini makan itu akan menjadi gaya hidupnya sampai
dewasa kelak.
h. Metode Bernyanyi
Melalui kegiatan menyanyi banyak sekali pesan-pesan pendidikan
yang bisa kita sampaikan kepada anak. Dengan demikian maka
pengetahuan dan keterampilan perilaku hidup sehat bisa kita
sampaikan kepada anak melalui kegiatan bernyanyi.

4. Health Promotion pada Anak Sekolah

Usia Sekolah Dasar (SD) merupakan usia yang sangat potensial untuk
melakukan upaya promosi kesehatan agar anak dapat mengadopsi
kebiasaan sehat dan karakter yang kuat untuk memenangkan tantangan dan
persaingan hidup di masa depan karena pada masa ini anak mengalami
banyak kemajuan perkembangan secara keseluruhan, dari seorang pra
sekolah yang belum matang ke masa remaja. Kemampuan kognitif anak
meningkat secara dramatis, didukung dengan adanya keinginan untuk
menguasai tugas-tugas dan kemampuan untuk mengembangkan penilaian

11
moral. Dunia anak juga berkembang pesat di luar keluarga ketika sekolah
dan teman sebaya mulai memberikan pengaruh yang besar.

Prinsip dalam memberikan promosi kesehatan kepada anak usia


sekolah yaitu bisa menggunakan prinsip caring, caring disini berarti
dengan kasih sayang dan kepedulian (caring), anak-anak dapat
memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan oleh keluarga, teman, dan
orang- orang di sekitarnya. Pengembangan dukungan sosial akan sangat
berkontribusi positif terhadap pencegahan munculnya efek negatif dari
peristiwa hidup yang menimbulkan banyak tekanan. Nilai kasih sayang
dan kepedulian (caring) akan menjadi bekal anak untuk dapat menjalankan
perannya secara optimal dalam keluarga dan mampu mengatasi beban
hidup yang dihadapi keluarga, baik secara fisik, psikologis dan sosial.
Tujuan umum dari pengembangan sikap “caring” pada anak usia sekolah
adalah untuk menanamkan kasih sayang, kepedulian dan kerjasama agar
dapat menjalankan perannya secara optimal dalam keluarga dan
masyarakat.

Anak usia sekolah berada pada stadium industry versus inferiority


confussion. Pada stadium ini, anak mengembangkan kapasitas untuk
bekerja dan bekerjasama dengan orang lain. Inferiority berkembang ketika
pengalaman negatif di rumah, di sekolah, atau dengan teman sebaya
menyebabkan perasaan incompetence dan inferiority.

Masalah yang sering terjadi pada anak usia sekolah salah satunya yaitu
masalah PBHS dengan cara melakukan promosi kesehatan pada
lingkungan sekolah. Banyak sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk
menanamkan nilai PHBS melalui promosi kesehatan terintegrasi dg
program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Guru dan Masyarakat Sekolah
menjadi mitra pengembangan promosi kesehatan di sekolah Anak sekolah
menjadi kader kesehatan bagi keluarga dan masyarakat.

12
Upaya meningkatkan kemampuan peserta didik, guru dan masyarakat
lingkungan sekolah agar mandiri dalam mencegah penyakit, memelihara
kesehatan, menciptakan dan memelihara lingkungan sehat, terciptanya
kebijakan sekolah sehat serta berperan aktif dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat sekitarnya.

a. Tujuan Promosi Kesehatan di Sekolah


1) Meningkatkan peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan
sekolah untuk ber-PHBS.
2) Meningkatkan lingkungan sekolah yang sehat, aman dan nyaman.
3) Meningkatkan pendidikan kesehatan di sekolah
4) Meningkatkan akses (kesempatan) untuk pelaksanaan pelayanan
kesehatan di sekolah
5) Meningkatkan peran aktif peserta didik, guru dan masyarakat
lingkungan sekolah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di
sekitar lingkungan sekolah
6) Meningkatkan penerapan kebijakan sehat dan upaya di sekolah
untuk mempromosikan kesehatan.
b. Strategi Promosi Kesehatan di Sekolah
WHO mencanangkan lima strategi promosi kesehatan di sekolah yaitu:
1) Advokasi
Kesuksesan program promosi kesehatan di sekolah sangat
ditentukan oleh dukungan dari berbagai pihak yang terkait dengan
kepentingan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan
masyarakat sekolah. Guna mendapatkan dukungan yang kuat dari
berbagai pihak terkait tersebut perlu dilakukan upaya-upaya
advokasi untuk menyadarkan akan arti penting program kesehatan
sekolah. Advokasi lebih ditujukan kepada berbagai pihak yang
akan menentukan kebijakan program, termasuk kebijakan yang
terkait dana untuk kegiatan

13
2) Kerjasama
Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait sangat
bermanfaat bagi jalannya programpromosi kesehatan sekolah.
Dalam kerjasama ini berbagai pihak dapat saling belajar
danberbagi pengalaman tentang keberhasilan dan kekurangan
program, tentang caramenggunakan berbagai sumber daya yang
ada, serta memaksimalkan investasi dalampemanfaatan untuk
melakukan promosi kesehatan.
3) Penguatan kapasitas
Kemampuan kerja dalam kegiatan promosi kesehatan di
sekolah harus dapat dilaksanakansecara optimal. Untuk itu
berbagai sektor terkait harus diyakini dapat memberikan
dukunganuntuk memperkuat program promosi kesehatan di
sekolah. Dukungan berbagai sektor inidapat terkait dalam
rangkapenyusunan rencana kegiatan, pelaksanaan, monitoring
danevaluasi program promosi kesehatan sekolah
4) Kemitraan
Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik pemerintah,
LSM maupun usaha swasta akansangat mendukung pelaksanaan
program promosi kesehatan sekolah. Disamping itu,
dengankemitraan akan dapat mendorong mobilisasi guna
meningkatkan status kesehatan di sekolah.
5) Penelitrian
Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan
dan penilaian programpromosi kesehatan. Bagi sektor terkait,
penelitian merupakan akses untuk masuk dalammengembangkan
promosi kesehatan di sekolah baik secara nasional maupun
regional, disamping untuk melakukan evaluasi peningkatan PHBS
siswa sekolah.
6) Hasil yang Diharapkan
a) Anak sekolah menerapkan PHBS

14
b) Anak sekolah menjadi kader kesehatan bagi keluarganya
c) Sekolah menjadi lembaga pembelajaran dalam promkes
d) Para guru menjadi mitra pengembangan promkes di sekolah
e) Anak sekolah tumbuh sehat & berprestasi
7) Kegiatan promosi kesehatan PHBS di Sekolah
a) Jajan di kantin sekolah yang sehat
b) Membuang sampah pada tempatnya
c) Mengikuti kegiatan olah raga di sekolah
d) Menimbang berat badan dan mengukur tinggi
e) Badan setiap 3-6 bulan
f) Tidak merokok di sekolah
g) Memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin
h) Buang air besar dan buang air kecil di jamban sekolah
i) Menerapkan cuci tangan dimana saja dan kapan saja
8) Program promosi kesehatan pada anak usia sekolah di Sekolah
Promosi kesehatan disekolah pada prinsipnya adalah
menciptakan sekolah sebagai komunitas yang mampu meningkatan
kesehatannya (health promoting school). Oleh sebab itu, program
promosi kesehatan sekurang-kurangnya mencakup 3 usaha pokok,
yakni:
1) Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat (healthful school
living): Lingkungan sekolah yang sehat, mencakup 2 aspek,
yakni sosial (non-fisik) dan fisik.
2) Pendidikan Kesehatan (Health Education). Pendidikan
kesehatan, khususnya bagi murid utamanya untuk menanamkan
kebiasaan hidup sehat agar dapat bertanggung jawab terhadap
kesehatan diri sendiri serta lingkungannya serta ikut aktif
didalam usaha-usaha kesehatan.

Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tahap-tahap:

1) Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar hidup sehat.

15
2) Menimbulkan sikap dan perilaku hidup sehat.
3) Membentuk kebiasaan hidup sehat.
c. Pelayanan kesehatan disekolah (health services in school)
Karena sekolah adalah sebuah komunitas, meskipun interaksi
efektif diantara anggota komunitas hanya sekitar 6-8 jam, namun perlu
adanya pemeliharaan kesehatan, khususnya bagi murid-murid sekolah.
Pemeliharaan kesehatan disekolah ini mencakup:
1) Pemeriksaan kesehatan secara berkala, baik pemeriksaan umum
atau khusus, misalnya: gigi, paru-paru, kulit, gizi, dan sebagainya.
2) Pemeriksaan dan pengawasan kebersihan lingkungan.
3) Usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,
antara lain dengan imunisasi.
4) Usaha perbaikan gizi.
5) Usaha kesehatan gizi sekolah.
6) Mengenal kelainan-kelainan yang mempengaruhi pertumbuhan
jasmani, rohani, dan sosial. Misalnya, penimbangan berat badan,
dan pengukuran tinggi badan.
7) Mengirimkan murid yang memerlukan perawatan khusus atau
lanjutan ke puskesmas atau rumah sakit.
8) Pertolongan pertama pada kecelakaan dan pengobatan ringan.
d. Health Promotion pada Remaja
Menurut Sarwono (2012), remaja adalah suatu masa ketika
individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda
sosial seksual sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual.
Indivudu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif
lebih mandiri.
Perkembangan yang sangat menonjol terjadi pada masa remaja
adalah pencapaian kemandirian serta identitas (pemikiran semakin
logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu

16
di luar keluarga. Remaja pada masa perkembangannya dihadapkan
pada tuntutan yang sering bertentangan, baik dari orangtua, guru,
teman sebaya, maupun masyarakat di sekitar.
Remaja memiliki suatu kemandirian tersendiri di dalam dirinya.
Kemandirian merupakan hasrat/keinginan seorang remaja untuk
melakukan segala sesuatu bagi dirinya sendiri tanpa bantuan orang
lain. Kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang
dilakukan tanpa harus membebani orang lain. Salah satu tugas
perkembangan bagi remaja untuk belajar dan berlatih dalam membuat
rencana, memilih alternative, membuat keputusan serta tanggung
jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Kemandirian merupakan
sikap otonomi dari seorang remaja yang relative bebas dari pengaruh,
penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain.
Proses perkembangan kemandirian yaitu Kemandirian anak remaja
berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan
dilakukan sejak dini. Dalam proses pencarian identitas diri, remaja
mulai ingin melepaskan diri dari ikatan phisikis orang tuanya. Remaja
juga ingin mulai diperlakukan dan dihargai seperti orang dewasa.
Kemandirian seorang remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang
terjadi antara remaja dengan peer groupnya, dengan tujuan
mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompoknya.
1) Masalah Kesehatan pada Remaja
a) Narkotika
Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang
menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh
manusia. Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa
sakit, rangsangan semangat, halusinasi atau timbulnya
khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan
bagi pemakainya.

17
b) Aborsi
Aborsi adalah terminasi (penghentian) kehamilan yang
disengaja (abortus provokatus), yakni kehamilan yang
diprovokasi dengan berbagai macam cara sehingga terjadi
pengguguran. Sedangkan keguguran adalah kehamilan yang
berhenti karena faktor – faktor alamiah atau disebut abortus
spontaneous.
c) HIV/AIDS
HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam
cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan sindrom
menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai
macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah
menurun.HIV dapat menular ke orang lain melalui: Hubungan
seksual, Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai
bergantian, Mendapatkan transfusi darah yang mengandung
virus HIV, dan Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya
ketika dalam kandungan.
2) Tingkatan Promosi Kesehatan pada Remaja
Promosi kesehatan menggunakan pendekatan pada klien sebagai
pusat dalam pemberian pelayanan dan membantu mereka untuk
membuat pilihan dan keputusan. Sasaran Promosi Kesehatan pada
Remaja
3) Strategi Promosi Kesehatan pada Remaja
a) Advokasi
Strategi advokasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Wajo, berupa bentuk pengusulan bantuan dana ke
Pemerintah Daerah. Tujuan dari pengusulan bantuan dana ini
akan digunakan untuk melakukan penyuluhan kesehatan yang
berkaitan dengan pergaulan bebas, seks bebas, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza). Keberhasilan

18
sebuah advokasi dapat dilihat dari tenaga advokator yang
mampu memperoleh dukungan, yang dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam melakukan komunikasi interpersonal
untuk mengajukan usulan maupun tawaran konsep kepada
pemberi kebijakan dalam hal ini Pemerintah Daerah. Menurut
Notoatmodjo (2005 dalam Ricky Saida, 2012) bahwa dalam
advokasi, peran komunikasi sangat penting sebab advokasi
merupakan aplikasi dari komunikasi interpersonal maupun
massa yang ditujukan kepada para penentu kebijakan (policy
makers) atau pada pembu-at keputusan (decission makers) pada
semua tingkat dan tatanan sosial.
b) Kemitraan
Selain melakukan tahap advokasi, Dinkes selanjutnya
membangun strategi kemitraan. Strategi ini dijalankan dengan
bekerjasama dengan beberapa instansi terkait, yang dianggap
mampu membantu proses penanggulangan narkoba di
Kabupaten Wajo. Adapun instansi yang terlibat kerjasma lintas
sektor yaitu puskesmas, sekolah dan polres.
Bentuk kemitraan yang dilakukan antara dinas kesehatan dan
puskesmas berupa penyuluhan kepada remaja yang bertujuan
menambah tingkat pengetahuan remaja tentang dampak
pergaulan bebas, seks bebas, dan napza bagi kesehatan,
sehingga diharapkan terciptanya pemberdayaan remaja
terhadap penanggulangan narkoba berupa pembentukan kader
kesehatan remaja. Bentuk kemitraan yang dilakukan antara
dinas kesehatan dan sekolah dalam penanggulangan narkoba
yaitu membatu mengumpulkan remaja pada saat dinas
kesehatan melakukan penyuluhan di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh
informasi mengenai manfaat kemitraan yang disampaikan oleh
informan berupa terciptanya efektifitas penyuluhan, pekerjaan

19
terasa ringan dan dianggap mampu membantu pemberantasan
narkoba, pencegahan seks bebas dan pergaulan bebas pada
remaja.
c) Pemberdayaan
Pemberdayaaan yang dilakukan dinas kesehatan terhadap
upaya penanggulangan narkoba dengan cara membentuk kader
kesehatan remaja di sekolah. Tujuannya adalah memberikan
pemahaman terhadap remaja tentang bahaya penyalahgunaan
napza, seks bebas bagi kesehatan, sehingga remaja memiliki
kesadaran untuk ikut terlibat memerangi tindak
penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas dan seks bebas.
Pembentukan kader kesehatan remaja yang ditujukan kepada
siswa remaja diharapkan dapat menumbuhkan partisipasi aktif
dari siswa akan pentingnya penanggulangan narkoba dalam
segala aktivitasnya sehari-hari. Partisipasi yang bertanggung
jawab sebaiknya dimiliki setiap masyarakat dan organisasi
lokal.
4) Program Promosi Kesehatan pada Remaja
a) Sosialisasi
Sosialisa pada remaja dimulai dari dalam lingkungan yaitu
keluarga, tetangga, sekolah, dan organisasi umum. Remaja
sebagai permasalahan, seperti masa peralihan, kebutuhan untuk
mandiri, menyebabkan timbulnya gejolak yang macam-macam.
faktor lingkungan bagi remaja dalam proses sosialisasi
memegang peranan penting, sebab proses sosialisasi pemuda
terus berlanjut dengan segala daya imitasi dan identitasnya.
lebih-lebih pada masa peralihan atau transisi dari masa muda
menjelang dewasa, ketika sering terjadi konflik nilai, wadah
pembinanya harus lebih fleksible, mampu dan mengerti dalam
membina remaja tanpa harus mematikan jiwa mudanya yang
penuh dengan vitalitas hidup.

20
b) Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dikalangan remaja sangat dibutuhkan
dalam membibing remaja untuk lebih memperhatikan
kesehatan hidup. Batasan pendidikan kesehatan meliputi:
(1) Perbaikan sanitasi lingkungan
(2) Perubahan perilaku sehat pada remaja
(3) Mencegah penyakit menular
(4) Pendidikan kebersihan perorangan
(5) Pelayanan medis
(6) Untuk menjamin setiap orang hidup yang layak dalam
pemeliharaan kesehatan.
Pendidikan kesehatan remaja mencakup masalah kesehatan
reproduksi, sexsualitas, kebersihan diri dan lain sebagainya,
agar remaja bisa lebih menjaga dan memperhatikan perilaku
kesehatannya.
c) Pendidikan Pergaulan
Pergaulan dikalangan remaja adalah salah satu kebutuhan
hidup dari manusia, sebab manusia adalah makhluk sosial yang
dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan
antar manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal
relationship). Pergaulan yang terjadi saat ini sudah sangat
memperhatikan. Banyak sekali terjadi perilaku yang telah
menyimpang dan melanggar nilai sosial yang ada dalam
masyarakat. Perilaku anak muda atau remaja zaman sekarang
telah jauh dari norma agama sebagi pegangan hidup. Sehingga,
pergaulan remaja saat ini harus lebih dipilah dan dipilih untuk
menentukan yang baik dan yang buruk dengan diberikannya
Pendidikan pergaulan pada remaja.
Bentuk-bentuk pergaulan bebas di kalangan remaja :
(1) Penyalahgunaan narkoba dan narkotika

21
(2) Perilaku seksual yang menyimpang dari norma-norma
agama
(3) Pesta Miras (minuman keras) atau mabuk-mabukan dan
masih banyak lagi.

Cara menangani pergaulan bebas dikalangan remaja yaitu


pendidikan pergaulan yang harus dilakukan antara lain sebagai
berikut:

(1) Tidak menonton film – film, media - media yang


menyimpang
(2) Para remaja harus bisa memfilter pergaulan yang mana
yang harus diikuti
(3) Memberikan pendidikan tentang kesehatan secara terbuka,
sabar dan bijaksana
(4) Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang penyimpngan
perilaku sehat serta segala akibat baik dan buruk
(5) Menghindari hal – hal yang menyimpang dari norma-
norma agama dan kesusilaan
(6) Menumbuhkan rasa malu untuk melakukan hal – hal yang
dianggap buruk
(7) Menumbuhkan rasa takut untuk melakukan penyimpangan
perilaku kesehatan
(8) Menjauhi atau “Say No To Drugs”
(9) Orang tua harus selalu mengontrol apa yang dilakukan oleh
anak remajanya
(10) Orang tua harus lebih memberi perhatian pada anak
remajanya
(11) Adanya rasa keterbukaan antara orang tua dengan
anak remajanya

22
5) Pendidikan pada Orang Tua Remaja
Pada promosi kesehatan ini peranan orang tua sangat penting
dalam perubahan sikap dan perilaku remaja terhadap kesehatan.
a) Memperlakukan anak sesuai karak teristiknya masing-masing,
tidak untuk disamakan atau disbanding-bandingkan
b) Memantau kegiatan anak mulai dari yang di dalam rumah dan
di lar rumah
c) Mengajarkan, membiasakan serta mempraktikan langsung
perilaku-perilaku sehat sehingga anak mudah dan terbiasa
mencontoh kebiasaan baik orang tua di dalam rumah.
d) Mengantarkan anak ke dalam religious yang kuat dalam
membangun komunikasi dan hubungan spiritual yang kokoh
baik dengan cara habluminallah maupun habluminannas.
e) Memfasilitasi anak dalam berbagai keterampilan praktis, serta
di berbagai sektor kehidupan sesuai dengan kemampuan dan
bakat, serta kepribadia anak.
f) Melatih anak untuk belajar mengambil keputusan yang
konsisten dan responbility.
g) Mengerti perasaan dan keinginan anak
h) Tegas namun lembut dalam mengambil suatu kebijakn yang
nantinya akan di terapkan pada remaja tersebut.

E. Daftar Pustaka
Marchel, Y. A., Indraswari, R., & Handayani, N. (2019). Implementasi
Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Pencegahan Merokok Pada Remaja Awal.
Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education, 7(2), 144-155.

23
24
Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani.
F. Evidence Base Penelitian Terkait

144 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education

Vol. 7 No. 2 (2019) 144-155 doi: 10.20473/jpk.V7.I2.2019.144-155

Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Pencegahan Merokok


Pada Remaja Awal

Implementation of Non-Smoking Area as Smoking Prevention in Early


Adolescents

Yoshef Arieka Marchel1), Ratih Indraswari2), Novia Handayani2)


1
Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, Indonesia

2
Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Diponegoro, Indonesia

Email: yoshefarie@gmail.com

ABSTRACT

Background: Smoking behavior has been widespread in all community groups both globally and
nationally, including adolescents. Middle school and equivalent is the main education for early teens,
so it is necessary to create a non-smoking area in the school environment. Objective: The purpose of
this study is to analyze the implementation of non-smoking areas in schools. Methods: The study
used analytic descriptive and observational with cross-sectional approaches. Data were obtained
using a structured questionnaire which was trialed at ten schools. The population of this study was
86 schools in Madiun Regency. Interviews were conducted with the person in charge of a smoking
area in junior high school. The person responsible can be in the position of the principal, deputy,
teacher, or public relations officer. Data were analyzed using univariate and bivariate analysis.
Results: Bivariate analysis shows that there is a relationship between the implementation of a non-
smoking area with the availability of financial resources with a p-value of 0.004 and the support of
infrastructure with a p- value of 0.001. While there is no relationship between the implementation of
the non- smoking area with the availability of human resources and policy support. Conclusion:
The implementation of non-smoking areas in junior high schools and equivalent is not yet optimal,
because there are still students, teachers and employees who behave in the school environment.

Keywords: school, early adolescent, non-smoking areas, cigarette

ABSTRAK

Latar Belakang: Perilaku merokok sudah meluas pada seluruh kelompok masyarakat baik secara
global maupun nasional, termasuk pada remaja. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat
merupakan pendidikan utama untuk remaja awal, sehingga perlu mewujudkan kawasan tanpa rokok
di lingkungan sekolah. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis implementasi Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) di sekolah. Metode: Penelitian menggunakan deskriptif analitik dan observasi
dengan pendekatan cross- sectional. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner terstruktur
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani.
yang telah diuji cobakan di sepuluh sekolah. Populasi penelitian ini sebanyak 86 sekolah di
Kabupaten Madiun. Wawancara dilakukan pada penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok di SMP.
Penanggung jawab tersebut bisa pada jabatan kepala sekolah, wakil, guru, atau humas. Data
dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil: Analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan
implementasi kawasan tanpa rokok dengan ketersediaan sumber dana dengan p-value 0,004 dan
dukungan sarana prasarana dengan p-value 0,001. Sedangkan tidak ada hubungan antara
implementasi Kawasan Tanpa Rokok dengan ketersediaan sumber daya manusia dan dukungan
kebijakan. Kesimpulan: Implementasi Kawasan Tanpa Rokok di SMP dan sederajat masih belum
maksimal, karena masih terdapat siswa, guru, dan karyawan yang berperilaku merokok di
lingkungan sekolah.

Kata kunci : sekolah, remaja awal, KTR, rokok

©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani. Implementasi Kawasan Tanpa 145

mengikuti proses pendidikan formal


supaya menambah pengetahuan dan

PENDAHULUAN
Perilaku merokok sudah meluas
pada seluruh kelompok masyarakat baik
di dunia dan di Indonesia, termasuk pada
remaja. Indonesia adalah negara
terbesar ketiga dalam konsumsi rokok.
Dari survei Global Youth Tobacco Survey
(GYTS) (2014), remaja mulai merokok
terjadi pada jenis kelamin laki-laki
dengan kelompok usia 12-13 tahun
sebesar 43,4%, pada kelompok umur 10–
11 tahun sebesar 26,7% (WHO, 2015).
Sirkesnas 2016 menyebutkan, prevalensi
usia merokok antara 10–18 tahun
mencapai 8,8% (Kementerian Kesehatan,
2016a), namun pada tahun 2018,
prevalensi usia merokok di Indonesia
pada kelompok usia 10-18 tahun
meningkat 0,3% menjadi 9,1%
(Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Prevalensi merokok pada
penduduk usia lebih dari sepuluh tahun di
Provinsi Jawa Timur mencapai 23,9%
(Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Timur, 2016). Jumlah perokok ditahun
2018 terbanyak adalah perokok remaja
mencapai 18,3% (Kementerian Kesehatan
RI, 2010). Banyaknya jumlah perokok
remaja ini disebabkan oleh karena
gencarnya promosi rokok di media dan
cerdasnya produsen rokok dalam
mempromosikan produk kepada targetnya
yaitu remaja.
Masa remaja adalah sebuah masa
yang konstruksi dan perkembangan yang
dinamis disertai tanda perkembangan
fisiologis, psikososial, temporal dan
budaya. Setiap periode perkembangan
remaja selalu diawali dengan proses
pubertas serta pencarian jati diri baik
pribadi, sosial dan masyarakat (DrPH Clea
McNeely, 2015). Usia 10–15 tahun
merupakan masa remaja awal (Sawyer et
al., 2018), dimana remaja mudah
terpengaruh oleh lingkungan sekolah.
Lingkungan tersebut meliputi teman
sebaya, keluarga yang merokok, pengaruh
media iklan rokok di sepanjang jalan yang
dilalui dari rumah ke sekolah, dan iklan
rokok di media lain, karena remaja awal
masih mengalami proses perkembangan
fisik dan psikis dalam pencarian jatidiri
(Mary Campbell, 2002; Willian T.O
’Donohue, Lorraine T.Benuto, 2013;
Kementerian Kesehatan, 2011).
Sekolah merupakan sarana untuk
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani. Implementasi Kawasan Tanpa 145
Pertama (SMP) Negeri dan Swasta, 38
keterampilan yang akan dijadikan bekal Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri dan
masa depan peserta didik (Kementerian Swasta.
Kesehatan, 2016b). Sekolah Menengah
Pertama (SMP) mempunyai populasi yang
terbesar kedua setelah Sekolah Dasar
(Sd) yaitu 25% (Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, 2018) dari seluruh
jumlah peserta didik di Indonesia.
Jumlah penduduk berusia 10–14 tahun
telah mencapai lebih dari 22 juta jiwa
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Madiun,
2017). Presentase jumlah peserta didik
SMP di Jawa Timur mencapai 30%,
sedangkan di Kabupaten Madiun
mencapai 26% (Kementerian
Pendidikan
dan Kebudayaan,
2018).
Pendidikan kesehatan lebih
efektif bila dilakukan dengan sasaran
siswa SMP. Lingkungan sekolah yang baik
merupakan lingkungan yang melindungi
civitas sekolah dari kecelakaan, dan
penyakit, termasuk lingkungan yang
bebas asap rokok (Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2012).
Lingkungan sekolah harus menjadi
kawasan tanpa asap rokok sesuai dengan
Peraturan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 64 tahun 2015.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
adalah cara untuk mengurangi polusi asap
tembakau yang merugikan kesehatan.
Asap tembakau bisa menyebabkan kanker
paru-paru, penyakit jantung, asma pada
anak-anak, dan kematian bayi mendadak
(Fong et al., 2006). KTR di sekolah
merupakan kegiatan promosi kesehatan
pada remaja di lingkungan sekolah.
Faktor–faktor risiko menjadi perokok
dapat terhindarkan melalui pembinaan
lingkungan sekolah yang bebas rokok
(Trinidad, Gilpin and Pierce, 2005;
Urbán, 2010).
Pelaksanaan

implementasi Kawasan Tanpa Rokok


(KTR) di sekolah belum optimal
dijalankan secara baik dan hanya 57,2%
kabupaten/kota yang memiliki peraturan
tentang KTR. Presentase sekolah yang
telah menerapkan KTR dalam wilayah
pemerintah kota secara nasional hanya
24,1% dan 48,3% tidak menerapkan
KTR. Di wilayah pemerintah kabupaten di
Indonesia yang telah menerapkan KTR
sebesar 13,9% dan 53,3% belum
menerapkan KTR di sekolah (Kementerian
Kesehatan, 2016). Kabupaten Madiun
mempunyai 48 Sekolah Menengah

©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


146 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health promotion and Health Education
Vol. 7 No. 2 Desember 2019 : 144 – 155, doi: 10.20473/jpk.V7.I2.2019.144-155

Sebanyak 96% dari 86 SMP dan sederajat dan dukungan kebijakan (method)
di Kabupaten Madiun, memiliki tata tertib (Priliantining Asri Wulanningrum, Emmy
tentang bebas rokok (Dinas Pendidikan Riyanti, 2016). Empat unsur masukan
dan Kebudayaan Kabupaten Madiun,
2017).
Pelaksanaan tata tertib mengenai
KTR masih belum maksimal, karena masih
didapatkan perilaku merokok guru,
perilaku merokok pada remaja awal, iklan
media rokok yang tersebar di luar sekolah
dan orang tua yang merokok. Kabupaten
Madiun merupakan salah satu kabupaten
yang belum mempunyai Peraturan Daerah
atau Peraturan Bupati tentang kawasan
tanpa rokok dan lingkungan bebas asap
rokok (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Madiun, 2017). Lingkungan
tanpa rokok di sekolah sangat perlu
dilakukan karena hal ini merupakan salah
satu cara untuk mengurangi polusi asap
tembakau, mengurangi dampak negatid
pada perokok pasif, mengurangi
prevalensi perokok remaja, dan menjadi
sarana pengendalian tembakau (Borders
et al., 2005). Penelitian ini dilakukan
untuk menganalisis implementasi kawasan
tanpa rokok di SMP untuk pencegahan
merokok pada remaja awal di Kabupaten
Madiun.

METODE
Penelitian ini menggunakan teori
pendekatan sistem. Sistem merupakan
elemen-elemen atau bagian yang
terbentuk saling berhubungan dan
mempengaruhi (Munijaya A, 2004).
Elemen merupakan suatu yang harus
ditemukan. Elemen-elamen tersebut
meliputi masukan (input), proses,
keluaran (output), umpan balik
(feedback), dampak, dan lingkungan
(environment) (Anwar, 2010). Penelitian
ini menganalisis tentang proses
implementasi, maka faktor yang diteliti
merupakan bagian dari masukan suatu
sistem. Masukan menjadi elemen penting
dalam proses implementasi. Teori sistem
menjelaskan yang paling mendasar pada
proses implementasi adalah masukan.
Masukan yang baik akan mempengaruhi
implementasi yang baik pula (Arbib,
2000). Masukan suatu sistem meliputi
ketersediaan sumber daya manusia (man),
ketersediaan sumber dana(money),
dukungan sarana prasarana (material),
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


146 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health promotion and Health Education
tersebut saling mempengaruhi
berjalannya sebuah implementasi,
apabila menghilangkan salah satu maka
implementasi tidak berjalan maksimal.
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasional
dengan pendekatan Cross-sectional
secara kuantitatif (Kothari, 2004).
Populasi dalam penelitian ini adalah SMP
di Kabupaten Madiun. Sampel penelitian
ini sebanyak 86 sekolah dengan teknik
pengambilan sampel menggunakan total
sampling technique. Kriteria inklusi dari
penelitian ini adalah sekolah yang telah
mengimplementasikan kawasan tanpa
rokok (Notoadmojo, 2010; Bruce, Pope
and Stanistreet, 2008). Penelitian ini
dilaksanakan pada Maret–April 2019.
Pengumpulan data dengan wawancara
kepada penanggungjawab kawasan tanpa
rokok di SMP dan dilakukan pengamatan
lingkungan sekolah. Informan dalam
penelitian ini adalah kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, humas, atau guru
UKS. Dalam menentukan responden
dengan memperhatikan hal berikut:
1. Responden yang tahu tentang keadaaan
lingkungan kawasan tanpa rokok di
sekolah menengah pertama dan sederajat.
2. Responden yang telah lama berkarya
dalam sekolah menengah pertama dan
sederajat.
3. Responden yang mengerti keadaaan dan
ketersediaan sumber daya manusia
4. Responden yang mengerti keadaan dan
ketersediaan sumber dana.
5. Responden yang mengerti keadaan dan
dukungan sarana prasarana.
6. Responden yang mengerti keadaan dan
dukungan kebijakan
Instrumen yang digunakan telah
dilakukan uji coba pada sepuluh SMP di
Kabupaten Ngawi. Variabel bebas adalah
ketersediaan sumber daya manusia,
ketersediaan sumber dana, dukungan
sarana prasarana dan dukungan kebijakan
sedangkan variabel terikatnya
implementasi KTR. Penentuan kategori
pada masing–masing
variabel menggunakan nilai
median, karena sebaran data yang
didapat berdistribusi tidak normal. Hasil
pengolahan data serta analisisnya
menggunakan analisis univariat dan
bivariate. Analisis bivariat menggunakan
uji Chi-Square
(Notoadmojo, 2010).
Hasil analisis fata disajikan dalam
bentuk tabel dan narasi. Penelitian
telah

©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani. Implementasi Kawasan Tanpa 147

mendapat sertifikat etik dari Komite Etik dan petugas khusus. Ada pula pihak yang
Penelitian Kesehatan Fakultas Kesehatan tidak melakukan pembinaan KTR yaitu
Masyarakat Universitas Diponegoro komite sekolah, kepala sekolah, guru, dan
Semarang dengan nomor sertifikat staf dari Dinas Pendidikan dan
151/EA/KEPK-FKM/2019. Kebudayaan. Responden juga menyatakan
bahwa masih terdapat penolakan saat
pemasangan tanda larangan merokok di
sekolah. Kondisi seperti ini yang bisa
HASIL DAN PEMBAHASAN menghambat implementasi kawasan tanpa
rokok di lingkungan SMP dan sederajat.
Adanya hambatan ini kemudian diberikan
Karakteristik jabatan responden solusi melalui pemberian sanksi bagi
yang diwawancara adalah kepala sekolah pelanggar. Sanksi tersebut telah
(14%), wakil kepala sekolah (31,4%), guru dijelaskan pada saat sosialisasi
UKS (10,5%), kepala tata usaha (16,3%), implementasi kawasan tanpa rokok.
humas (3,5%) dan guru (21,4%). Sanksi yang diberikan telah dijelaskan
Implementasi kawasan tanpa rokok Pada dengan baik saat peserta didik memulai
Sekolah Menengah Pertama dan Sederajat masa belajar di SMP dan sederajat saat
telah dinyatakan dengan baik. Hal ini masa orientasi siswa, dan selalu
sesuai dengan tabel 1. diingatkan setiap upacara di hari senin.
Sanksi untuk peserta didik jelas berupa
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kategori teguran lisan dan teguran tertulis.
Implementasi Kawasan tanpa Hasil penelitian sebelumnya
Rokok menunjukkan bahwa seluruh sekolah
Implementasi Jumlah
telah melaksanakan kawasan tanpa rokok
KTR Frekuensi %
Baik 46 53,5 melalui tata tertib sekolah, namun
Kurang Baik 40 46,5 pengelola sekolah masih membiarkan
Total 86 100 adanya aktifitas merokok dan tidak ada
pemasangan iklan rokok dilingkungan
Responden memberikan jawaban sekolah. Penelitian lain menyatakan
‘baik’ karena implementasi kebijakan KTR bahwa pemerintah Kota Semarang telah
sesuai kebijakan Kementerian Pendidikan menerbitkan kebijakan kawasan tanpa
dan Kebudayaan. Sekolah mempunyai rokok namun implementasi kawasan tanpa
perencanaan kegiatan yang mendukung rokok di beberapa STIKES di Kota
kawasan tanpa rokok, perencanaan Semarang masih kurang baik (Azizah,
pemasangan tanda larangan merokok, 2016; Setianingsih, Wahyati and
sekolah mempunyai penanggung jawab Widyorini, 2015).
dan pengaturan tugas dalam Penelitian ini dilakukan melalui
implementasi. Sekolah telah melakukan pengamatan terhadap implementasi KTR
sosialisasi, pembinaan, dan pemantauan pada 86 sekolah. Adapun hasil
implementasi KTR. pengamatan dalam Tabel 2:
Implementasi KTR pada SMP dan
sederajat kurang baik karena ada pihak
yang tidak melakukan pemantauan
kawasan tanpa rokok yaitu peserta didik

Tabel 2. Hasil pengamatan implementasi kawasan tanpa rokok


Ya Tidak
Pengamatan Frekuensi % Frekuensi %
Terdapat tata tertib yang terpasang 71 82,6 15 17,4
Terdapat pedoman implementasi KTR 13 15,1 73 84,9
Terdapat jadwal edukasi pembinaan KTR 9 10,5 77 89,5
Terdapat tanda larangan merokok 61 70,9 25 29,1
Tidak terdapat asbak 76 88,4 10 11,6
Tidak terdapat bilik rokok 84 97,7 2 2,3
Terdapat aktifitas merokok dalam sekolah 10 11,6 76 88,4
Terdapat iklan/promosi rokok di sekolah 0 0 86 100
Terdapat iklan/promosi rokok di luar sekolah 6 7,0 80 90,0

Tabel 2 menunjukkan bahwa sekolah telah memasang tata tertib


©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani. Implementasi Kawasan Tanpa 147
sekolah dan memasang tanda larangan merokok. Pemasangan ini sebagai wujud
bukti nyata dalam implementasi KTR. SMP
juga tidak menyediakan sarana untuk

©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


148 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health promotion and Health Education
Vol. 7 No. 2 Desember 2019 : 144 – 155, doi: 10.20473/jpk.V7.I2.2019.144-155

merokok seperti asbak serta bilik komite sekolah dan orang tua serta
merokok. Kondisi ini telah sesuai dengan stakeholder pendukung seperti puskesmas
Peraturan Kementerian Pendidikan dan dan dinas pendidikan. Peran dukungan
Kebudayaan nomor 64 tahun 2015 diberikan dari guru dan peserta didik baik
menjelaskan bahwa sekolah tidak di dalam atau luar ruangan (So et al.,
mempunyai bilik rokok, wadah abu rokok 2019). Bentuk–bentuk dukungan dalam
dan tidak diperkenankan ada penjualan mengimplementasikan KTR berbeda–beda
serta promosi rokok di dalam atau diluar sesuai dengan tugas dan fungsi masing–
sekolah, hanya saja, masih ada ditemukan masing. Kepala sekolah sebagai pimpinan
aktifitas merokok di dalam sekolah dan tertinggi di sekolah menjadi teladan bagi
terdapat iklan/promosi rokok di luar warga sekolah seperti berperilaku tidak
sekolah. Sekolah belum memiliki pedoman merokok di sekolah, berperilaku tidak
implementasi KTR, hukuman yang tegas menjual rokok, dan memberikan
dan konsisten bagi yang melanggar serta sosialisasi, pembinaan, dan pengawasan.
tidak ada jadwal edukasi pembinaan Penelitian kualitatif yang
kawasan tanpa rokok. Ketiga hal ini yang dilakukan Thurthon menyebutkan bahwa
menjadi penyebab implementasi kawasan peranan orang dewasa dalam berperilaku
tanpa rokok di sekolah tidak berjalan baik tidak merokok dapat meningkatkan
dan optimal. Ketersediaan sumber daya kepercayaan diri pada remaja untuk
manusia dinyatakan tersedia dalam mengikuti program pencegahan merokok
implementasi KTR pada SMP dan (Thurston et al., 2019). Dukungan
sederajat. stakeholder pada sekolah dalam hal ini
adalah dinas pendidikan yaitu berupa
Tabel 3. Distribusi frekuensi Kategori pendanaan dan anggaran sosialisasi
Ketersediaan Sumber Daya peraturan, serta monitoring KTR,
Manusia
sedangkan yang diberikan puskesmas
Ketersediaan Jumlah
Sumber Daya mayoritas sebagai narasumber dalam
Manusia Frekuensi % penyelenggaraan sosialisasi. Kerjasama
Tersedia 48 55,8 dalam lintas sektor dalam penanganan
Tidak tersedia 38 44,2 KTR di sekolah penting, karena dengan
Total 86 100 adanya komitmen dan kerjasama lintas
sektor menjadikan pelaksanaan menjadi
Tabel 3 menunjukkan bahwa lebih baik (Rahajeng, 2015).
setiap warga sekolah memiliki kewajiban Waktu pemberian dukungan
untuk mendukung implementasi kawasan pembinaan dilakukan setiap kegiatan
tanpa rokok sesuai yang diamanatkan orientasi sekolah dan kegiatan belajar
dalam Peraturan Kementerian Pendidikan mengajar. Bentuk pembinaan dilakukan
nomor 64 tahun 2015, karena sumber daya dalam bentuk penyuluhan. Sasaran
manusia cukup essensial dalam penyuluhan yang terbesar adalah kepada
keberhasilan implementasi dan penegakan peserta didik. Pemberian pengetahuan
kebijakan. Sumber daya manusia disini akan rokok, bahaya rokok, dan KTR di
maksudnya adalah sumber daya dilihat lingkungan sekolah yang dilakukan secara
dari segi kuantitas dan kualitas dalam terus-menerus dan berkelanjutan akan
mengimplementasikan kawasan tanpa meningkatkan pengetahuan. Tujuan dari
rokok (Ehan, 2015). Ketidak tersediaan penyuluhan ini adalah untuk
sumber daya manusia disebabkan lintas meningkatkan pengetahuan peserta didik
sektor seperti masyarakat sekitar sekolah, dan seluruh warga sekolah yang efektif
puskesmas, dan orang tua yang tidak (Widiastini, 2010). Pengetahuan yang baik
mendukung implementasi kawasan tanpa akan sangat efektif dan signifikan dalam
rokok di lingkungan sekolah. Hasil mengubah sikap dan praktek peserta didik
pengamatan menunjukkan bahwa masih tentang bahaya rokok dari kurang baik
dijumpai guru dan karyawan yang menjadi baik. Cindi (2017) diungkapkan
merokok di lingkungan sekolah, sehingga bahwa terdapat hubungan antara
membuat remaja awal bisa mengikutinya. pengetahuan dengan tindakan remaja
Responden penelitian yang awal terhadap kebijakan KTR di SMP
mengatakan mendukung KTR di sekolah Kristen Tateli (p value 0,019)(Cindy E. Z.
adalah seluruh warga sekolah yaitu kepala Hutapea, Rumayar and Maramis, 2017;
sekolah, guru, karyawan, peserta didik, Maharani et al., 2018).
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani. Implementasi Kawasan Tanpa 149

Ketersediaan sumber daya larangan merokok. Responden yang


manusia dalam penelitian ini bukan satu– menyatakan sumber dana yang tersedia
satunya variabel yang tidak berhubungan kurang, karena tidak ada sumber dana
dengan implementasi. Kondisi ini yang mendukung seperti dari pemerintah
disebabkan karena sumber daya manusia (dana Bantuan Operasional Sekolah).
menjadi sasaran sebuah kebijakan dan Anggaran dari pemerintah (BOS) untuk
sudah semestinya sumber daya manusia mencakup 13 komponen kegiatan dan
mendukung terhadap KTR di sekolah. pengembangan belajar mengajar pada
Tabel 6 menunjukkan bahwa pendidikan dasar di SMP dan sederajat
implementasi KTR baik lebih banyak (Nizwardi Azkha, 2013; Silele et al.,
dijumpai pada kelompok yang tidak 2017). Ketiadaan sumber dana untuk KTR
tersedia sumber daya manusia (57,9%). Uji di sekolah disebabkan karena tidak
hubungan ketersediaan sumber daya tersedia anggaran untuk KTR.
manusia dengan implementasi KTR Implementasi kebijakan harus didukung
menunjukkanm, tidak terdapat hubungan dengan adanya anggaran yang memadai
yang signifikan. untuk terlaksananya penerapan KTR,
Hasil penelitin ini sejalan dengan sebab tanpa anggaran yang cukup, maka
penelitian sebelumnya bahwa implementasi kebijakan tidak berjalan
ketersediaan sumber daya manusia dan efektif.
penggerakan sumber daya manusia Hasil uji bivariat pada Tabel 6
menjadi peranan yang terpenting dalam implementasi KTR yang kurang baik lebih
sebuah implementasi. Setiap banyak dijumpai pada kelompok yang
implementasi kebijakan, sumber daya ketersediaan dana kurang (80,0%). Uji
manusia menjadi sasaran implementasi itu hubungan menunjukkan bahwa ada
sendiri. Analisis terhadap variabel sumber hubungan antara ketersediaan sumber
daya manusia menunjukkan hasil yang dana dengan implementasi KTR pada
tidak signifikan terhadap proses sekolah menengah pertama dan sederajat
implementasi (p value>0,05) (Santi, di Kabupaten Madiun.
MArgawati and Mawarni, 2015); (M, 2013) Hasil ini sejalan dengan hasil
(Lestari, 2017). penelitian mix method yang mengatakan
Ketersediaan sumber dana dengan implementasi harus didukung dengan
implementasi KTR pada sekolah menengah ketersediaan dana yang cukup, maka
pertama dan sederajat adalah tersedianya implementasi KTR di Kota Padang berjalan
dana yang cukup. Ketersediaan dana yang baik (Nizwardi Azkha, 2013). Faktor yang
cukup mempunyai peranan penting dalam memengaruhi implementasi KTR di
penerapan KTR untuk pelaksanaan Surabaya adalah ketersediaan sumber
sosialisasi dan pemasangan tanda larangan dana yang cukup (Hartanto, 2015).
merokok (Nizwardi Azkha, 2013). Sumber Penelitian lain mengungkapkan
dana tidak hanya berasal dari pemerintah, ketersediaan sumber dana sangat
namun berasal dari orang tua bahkan dari berpengaruh dalam implementasi KTR di
peserta didik, sebagai wujud Universitas Andalas (Maharrani, Isniati and
pemberdayaan (Scheirer and Dearing, Astiena, 2015).
2011) dan kepedulian orang tua terhadap Ketersediaan sumber dana dalam
lingkungan sekolah bebas rokok. penelitian ini tidak berhubungan karena
ketersediaan sumber dana dalam
Tabel 4. Distribusi frekuensi Kategori implementasi KTR selalu diusahakan
Ketersediaan Sumber Dana dengan pemberdayaan seluruh warga
sekolah. Warga sekolah yang dimaksud
Ketersediaan Jumlah mulai dari pemegang kebijakan yaitu
Sumber Dana Frekuensi % kepala sekolah sampai peserta didik.
Tersedia cukup 71 82,6 Dukungan sarana prasarana dengan
Tersedia kurang 15 17,4 implementasi KTR pada sekolah menengah
Total 86 100
pertama dan sederajat menunjukkan
sebagian besar responden mempunyai
Hasil wawancara menunjukkan, dukungan sarana prasarana yang
sebagian besar responden mengatakan mendukung implementasi KTR.
bahwa dana digunakan untuk kegiatan Sarana prasarana yang mendukung
sosialisasi, pembuatan tanda larangan berpengaruh terhadap implementasi KTR
merokok, pemasangan tanda larangan di sekolah. Dukungan sarana prasarana
merokok, dan dana pemeliharaan tanda
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


150 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health promotion and Health Education
Vol. 7 No. 2 Desember 2019 : 144 – 155, doi: 10.20473/jpk.V7.I2.2019.144-155

tersebut meliputi keputusan kepala merokok adalah pengadaan dari sekolah


sekolah, pemasangan tata tertib, tanda
larangan merokok dengan penggunaan
komunikasi media yang efektif, lokasi
pemasangan yang efektif dan tersebar
dalam lingkungan sekolah memungkinkan
adanya perubahan perilaku, sikap dan
keyakinan bagi warga sekolah (Nizwardi
Azkha, 2013)(Azmi, Istiati and Cahyo,
2016). Penelitian yang dilakukan oleh
Nurnaningsih mengatakan dengan adanya
pemasangan tata tertib dan tanda
larangan merokok menimbulkan rasa tidak
nyaman pada perokok (41,0%) (Ulfah,
Katmawanti and Tama, 2015).

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kategori


Dukungan Sarana Prasarana dan
Dukungan Kebijakan.
Jumlah
Keterangan
Frekuensi %
Kategori dukungan sarana prasarana
Mendukung 47 54,7
Kurang mendukung 39 45,3
Total 86 100
Kategori dukungan kebijakan
Mendukung 52 60,5
Tidak Mendukung 34 39,5
Total 86 100

Responden mengatakan dukungan


diberikan dalam bentuk pemasangan
tanda larangan merokok. Pemasangan
tanda larangan merokok tersebut di ruang
kelas, ruang guru, dan ruangan lain yang
ada di sekolah. Tanda larangan merokok
masih belum banyak terpasang di gerbang
terluar sekolah.
Penelitian kualitatif sebelumnya
menyatakan bahwa beberapa responden
yang diwawancara mengatakan tempelan
larangan merokok hanya di dalam gedung,
tidak ditempel dalam lobi gedung dan
tempelan poster kurang menarik
(Waliyanti and Sandika, 2017). Rata–rata
media sosialisasi yang digunakan adalah
poster dan banner. Wulanningtum dan
Riyanti (2016) mengatakan, media
promosi kesehatan dalam penyampaian
pesan kesehatan di sekolah yang paling
banyak digunakan adalah media poster,
banner dan stiker (Wulanningrum, dan
Riyanti, 2016). Pemenuhan fasilitas dan
sarana prasarana perlu dilakukan untuk
mengimplementasi KTR secara efektif,
misalnya dengan cara pemasangan media
promosi kesehatan seperti spanduk,
poster, dan stiker (Nizwandi Azkha, 2013).
Pihak yang membuat tanda larangan
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


150 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health promotion and Health Education
dan mayoritas yang memasang tanda
larangan merokok adalah karyawan pada
sekolah tersebut.
Lingkungan sekolah merupakan
salah satu lingkungan sosial para remaja
awal dalam mengenal perilaku-perilaku
yang tidak baik termasuk budaya
merokok. Sutha (2016) menjelaskan ada
pengaruh yang signifikan antara perilaku
merokok orang tua, guru, dan teman
sebaya terhadap perilaku merokok pada
remaja, sehingga diperlukan komitmen
guru, karyawan, dan peserta didik yang
membuat dan memasang tanda larangan
merokok di sekolah agar remaja awal
tidak terpapar perilaku merokok di
lingkungan sekolah (Sutha, 2016).
Hasil analisa bivariat pada Tabel
6 menunjukkan bahwa implementasi KTR
yang kurang baik lebih banyak dijumpai
pada kelompok dukungan sarana
prasarana yang kurang mendukung (66,7
%). Uji hubungan implementasi KTR
menunjukkan hubungan yang signifikan.
Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian Kartini yang mengatakan
dukungan sarana prasarana memiliki
kriteria cukup dengan nilai persentase
tertinggi yaitu lebih dari 80% (Kartini,
2014). Dukungan sarana prasarana
menjadi faktor penting dalam
implementasi pelayanan kesehatan.
Penelitian lain juga mengatakan bahwa
dukungan sarana prasarana berpengaruh
signifikan terhadap

implementasi pembelajaran siswa.


Pengaruh dukungan sarana prasarana ini
sebesar 53% (Jannah and Sontani, 2018).
Dukungan sarana prasarana
dalam penelitian ini menjadi penting dan
berhubungan pada implementasi KTR di
SMP dan sederajat karena mengingat
akan karakteristik sasaran yaitu remaja
awal. Karakteristik remaja awal yakni
yang masih dapat berkembang secara
fisik, emosional, kognitif dan moral.
Perilaku merokok remaja banyak meniru
perilaku orang dewasa dan media iklan,
oleh karena itu, diharapkan dukungan
sarana prasarana termasuk peraturan dan
media promosi kesehatan tentang bahaya
rokok lebih digiatkan untuk mengurangi
perilaku merokok pada remaja awal.
Remaja awal akan menjadi model bagi
teman sebayanya bahkan mengingatkan
bagi keluarga atau orangtuanya.
Tabel 5 menampilkan dukungan
kebijakan implementasi KTR pada SMP
dan sederajat lebih banyak mendukung

©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani. Implementasi Kawasan Tanpa 151

daripada yang tidak mendukung. mendukung implementasi KTR dapat


Penelitian kualitatif yang dilakukan Ehan menurunkan angka proporsi perilaku
(2015) mengatakan kebijakan yang merokok (Rahajeng, 2015). Pada kategori
mendukung merupakan persyaratan yang yang tidak mendukung sesuai penelitian
utama dalam mengimplementasikan Nurnaningsih mengatakan dengan adanya
sebuah keputusan. Keputusan kebijakan kebijakan pelaksanaan KTR dan tanda
yang tepat dan mendukung implementasi larangan merokok menimbulkan rasa tidak
harus bisa diterima sasaran dengan jelas nyaman pada perokok (Ulfah, Katmawanti
(Ehan, 2015). Penelitian yang lain and Tama, 2015).
menyebutkan, dukungan kebijakan yang

Tabel 6. Variabel–variabel Bebas yang Diteliti dan Diuji Chi Square dalam Implementasi
KTR pada SMP dan Sederajat
Variabel Implementasi
Total P value α
Bebas
Baik Kurang Baik

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

Variabel yang berhubungan dengan implementasi KTR


Ketersediaan sumber dana

- Cukup 43 60,6 28 39,4 71 100 0,004 0,05


- Kurang 3 20,0 12 80,0 15 100
Dukungan sarana prasarana
- Mendukung 33 70,2 14 29,8 47 100
- Kurang 33,3 26 66,7 39 100 0,001 0,05
13
Variabel yang tidak berhubungan dengan implementasi KTR
mendukung
Ketersediaan Sumber Daya Manusia

- Tersedia 24 50,0 24 50,0 48 100


- Tidak 57,9 16 42,1 38 0,466 0,05
tersedia 22 100
Dukungan Kebijakan
- Mendukung 27 51,9 25 48,1 52 100
- Tidak 55,9 15 44,1 34 0,719 0,05
19 100
mendukung
Ketersediaan peraturan KTR sekolah yang bebas rokok diperluka

kekuasaan seperti kepala sekolah dan


berperan sangat penting dalam guru di lembaga yang menjadi sasaran
implementasi KTR di sekolah, karena kebijakan agar implementasi untuk
dengan peraturan yang baik bisa sasaran yang luas (Kossova, Kossova and
menurunkan tindakan merokok pada Sheluntcova, 2018;Wiium, Burgess and
lingkungan sekolah (Lipperman-kreda, Moore, 2011). Bentuk kebijakan KTR
Paschall and Grube, 2009). Responden berupa tata tertib dan peraturan sekolah
menyatakan peraturan telah sesuai lisan. Dalam menciptakan lingkungan
Peraturan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan nomor 64 tahun 2015. Semua
sekolah harus dan wajib
mengimplementasikan peraturan ini.
Peraturan KTR pada sekolah disusun oleh
kepala sekolah serta guru dan karyawan.
Penyusunan peraturan sebagai bentuk
intervensi sebuah pemecahan masalah
kesehatan yang memberikan kekuatan
hukum atas implementasi. Penyusunan
kebijakan dilakukan oleh pemegang
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani. Implementasi Kawasan Tanpa 151
n
komitmen antara sekolah dan peserta
dengan bentuk kepatuhan terhadap
peraturan yang tertulis dalam tata tertib
sekolah.
Tata tertib akan memberikan
dampak terhadap kognitif peserta didik
dan perilaku yang sehat. Peraturan
tertulis lebih efektif daripada peraturan
lisan (Bonell et al., 2013;Thomson et al.,
2013). Monitoring dan pengawasan
kebijakan dilakukan pada akhir tahun,
akhir semester bahkan harian. Agar
pelaksanaan KTR berjalan baik perlu
penegakkan kebijakan, pengawasan
tingkat individu dan lingkungan sosial
yang konsisten (Lipperman-kreda,
Paschall and Grube, 2009).
Responden mengatakan bahwa
pengawasan kebijakan KTR dilakukan
oleh guru bimbingan konseling dan guru
pembina UKS. Pelanggaran kebijakan
akan diberikan sanksi yaitu teguran lisan
dan teguran tertulis. Pemberian sanksi
bagi yang melanggar dilakukan oleh guru
bimbingan konseling dan kepala sekolah.
Peraturan selalu disertai dengan sanksi

©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


152 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health promotion and Health Education
Vol. 7 No. 2 Desember 2019 : 144 – 155, doi: 10.20473/jpk.V7.I2.2019.144-155

berupa teguran, sindiran, pengambilan dewasa dalam patuh dan taat terhadap
kartu siswa, pengambilan rokok pelanggar kebijakan yang ada.
bahkan sampai penghadapan ke guru
bimbingan konseling. Evaluasi penerapan
kebijakan KTR yang efektif selain dengan
media promosi kesehatan juga dengan
penerapan sanksi denda (Waliyanti and SIMPULAN
Sandika, 2017; Issel, Bayha and Nelson,
2018). Implementasi KTR di SMP dan
Tabel 6 menunjukkan bahwa uji sederajat masih belum maksimal, karena
hubungan antara dukungan kebijakan masih terdapat siswa, guru dan karyawan
dengan implementasi KTR dinyatakan yang merokok di lingkungan sekolah.
tidak berhubungan. Hasil ini sesuai Kebijakan pelaksanaan KTR telah tersedia
dengan penelitian Francis di California dan lengkap dengan punishment tetapi
mengatakan dukungan kebijakan tidak komitmen dalam implementasi dan
berpengaruh terhadap implementasi KTR punishment yang diberikan belum
tanpa didukung norma, budaya, dan dilaksanakan secara tegas. Kondisi ini
perilaku masyarakat yang telah terjadi pada siswa, guru dan karyawan
berlangsung lama (Francis, Abramsohn yang melanggar kebijakan KTR di
and Park, 2010). Nizwadi menyebutkan lingkungan sekolah.
dukungan kebijakan tidak berpengaruh
signifikan terhadap implementasi KTR di
Kota Padang dan Kota Payakumbuh
dengan p-value 0,102 yang berarti
dukungan kebijakan tidak berpengaruh
DAFTAR PUSTAKA
terhadap implementasi serta belum
tegasnya sanksi untuk yang melanggar Anwar, A. (2010) Pengantar Administrasi
(Nizwandi, 2013). Penelitian Poweli Kesehatan. 3rd edn. Jakarta: Sinarupa
menyatakan dukungan kebijakan tidak Aksara.
memengaruhi implementasi KTR pada
remaja, tetapi dipengaruhi oleh faktor Arbib, M. A. (2000) ‘Précis of Neural
teman sebaya dan keterjangkauan harga organization : Structure , function
rokok (Poweli, 2015). , and dynamics’, pp. 513–571.
Variabel dukungan kebijakan yang Azizah, N. (2016) ‘Faktor yang berhubungan
dianalisis dalam penelitian ini tidak
dengan perilaku merokok di
berhubungan signifikan pada
implementasi KTR pada sekolah menengah lingkungan sekolah’, Ilmu Kesehatan
pertama dan sederajat. Dukungan Masyarakat, I.
kebijakan yang baik dan ketat adalah
dukungan kebijakan yang dilakukan Azkha, N. (2013) ‘Studi Efektifitas
dengan komitmen para sasaran, dukungan Penerapan Kebijakan Perda Kota
kebijakan yang mempunyai sanksi bagi Padang Tentang Kawasan Tanpa
para pelanggar dan sanksi ini dijalankan Rokok dalam Upaya Menurunkan
dengan penuh komitmen oleh sasaran. Perokok Aktif Di Sumatera Barat
Sanksi bagi peserta didik berupa teguran TAhun 2013’, Jurnal kebijakan
tertulis dengan pencatatan skor, Kesehatan Indonesia, 04
sedangkan bagi guru yang melanggar Desembe(Volume 02), pp. 171–
diberikan peneguran lisan oleh kepala 179.
sekolah. Keberadaan sistem sanksi ini Azkha, N. (2013) ‘Studi Efektiivitas
membuat remaja awal menjadi konsekuen Penerapan Kebijakan Perda Kota
terhadap peraturan atau kebijakan, Tentang Kawasan Tanpa Rokok
karena secara karakteristik remaja awal (KTR) Dalam Rangka Menurunkan
menunjukkan perkembangan secara Perokok Aktif DI Sumatera Barat
moral yaitu mulai menaati peraturan– Tahun 2013’, Jurnal Kebijakan
peraturan yang ada di lingkungan sekolah Kesehatan Indonesia, 02(04), pp.
dan menjadi lebih konsisten akan 171–179.
hidupnya. Berkembang secara emosional Azmi, F. Z., Istiati, T. and Cahyo, K.
karena kemampuannya meniru orang (2016) ‘Hubungan Penerapan
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


152 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health promotion and Health Education
Kawasan Tanpa Rokok dengan
Perilaku Merokok Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat di Kota
Semarang’, Jurnal Kesehatan
Masyarakat, I.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Madiun
(2017) Kabupaten Madiun Dalam
Angka 2016.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur


(2016) Statistik Remaja Jawa

©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani. Implementasi Kawasan Tanpa 153

Surabaya’, Jurnal Kebijakan Dan


Timur 2015. Manajemen Publik, 3(5).

Bonell, C. P. et al. (2013) ‘Health & Place Issel, L. M., Bayha, K. and Nelson, A.
Theories of how the school (2018) ‘Implementation phase of
environment impacts on student
health : Systematic review and
synthesis’, Health & Place.
Elsevier, 24, pp. 242–249.
Borders, T. F. et al. (2005) ‘College
campus smoking policies and
programs and students ’ smoking
behaviors’, 6, pp. 1–6.
Bruce, N., Pope, D. and Stanistreet, D. (2008)
Quantitative Methods for Health
Research : A Practical Interactive
Guide to Epidemiology and Statistics.
West Sussex, England: John Wiley &
Sons, Ltd.

Cindy E. Z. Hutapea, Rumayar, A. A. and


Maramis*, F. R. R. (2017)
‘Hubungan Antara Pengetahuan
dan Sikap terhadap Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok Pada Siswa
Di SMP Kristen Tateli’, Kesehatan
Masyarakat Sam Ratulangi, II(I),
pp. 1–13.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Madiun (2017)
‘Laporan Pengembangan SMP’.
DrPH Clea McNeely, M. (2015) ‘The Teen
Years Explained :A Guide Healthy
Adolescent Development’.
Bloomberg: John Hopkins, pp. 7–
87.
Ehan, Z. (2015) ‘Implementasi Kebijakan
Pemerintah Tentang Penetapan
Kawasan Tanpa Rokok Studi pada
Rumah Sakit Umum Daerah
Undata Propinsi Sulawesi Utara’,
e-Jurnal Katalogis, 3 nomor 5, pp.
58–67.
Fong, G. T. et al. (2006) ‘Reductions in
tobacco smoke pollution and
increases in support for smoke-
free public places following the
implementation of comprehensive
smoke-free workplace legislation
in the Republic of Ireland:
findings from the ITC Ireland/UK
Survey’, Health Education
Research, 20 No 4, pp. 51–58.
Francis, J. A., Abramsohn, E. M. and Park,
H. (2010) ‘Policy-driven tobacco
control’, 19(Suppl 1), pp. 16–20.
Hartanto, D. (2015) ‘Implementasi Kebijakan
Perda No 5 Tahun 2008 Kota

©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani. Implementasi Kawasan Tanpa 153
1 Puokulon Tahun 2016-2017)’,
the Tobacco-Free Parks Ilmu Sosial.
Ordinance : a policy evaluation Lipperman-kreda, S., Paschall, M. J. and
using photographic data’, Public Grube, J. W. (2009) ‘Perceived
Health. Elsevier Ltd, 167, pp. 1– enforcement of school tobacco
7. policy and adolescents ’ cigarette
Jannah, S. N. and Sontani, U. T. (2018) smoking’, Preventive Medicine.
‘Sarana dan prasarana Elsevier Inc., 48(6), pp. 562–566.
pembelajaran sebagai faktor M, W. (2013) ‘Green Human resources
determinan terhadap motivasi
belajar siswa ( Learning facilities
and infrastructure as a factor
determinant to student learning
motivation )’, 1(2), pp. 210–217.
Kartini, W. (2014) ‘Pengaruh Pelaksanaan
Kebijakan tentang Puskesmas dan
Dukungan Sarana Prasarana
terhadap Kawasan Tanpa Rokok
Di Instansi Kesehatan’, pp. 146–
156.
Kementerian Kesehatan (2011) Pedoman
Pengembangan Kawasan Tanpa
Rokok. 1st edn. Jakarta: Pusat
Promosi Kesehatan Kemenkkes RI.

Kementerian Kesehatan (2016a) Laporan


Survei Indikator Kesehatan Nasional
2016.

Kementerian Kesehatan (2016b) Pedoman


Akselerasi Pembinaan dan Pelaksana
UKS. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI (2010) Riset


Kesehatan Dasar. Jakarta.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


(202AD) ‘Pedoman Pembinaan
dan Pengembangan Usaha
Kesehatan Sekolah’, 1.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(2018) Laporan Data Peserta Didik.

Kossova, T., Kossova, E. and Sheluntcova,


M. (2018) ‘Anti-smoking policy in
Russia : Relevant factors and
program planning’, Evaluation and
Program Planning. Elsevier,
69(March 2017), pp. 43–52.

Kothari, C. R. (2004) Research Methodology :


Methods And Techniques. 2nd
Revise. Jaipur, India: New Age
International (P) Limited.

Lestari, P. (2017) ‘Pengelolaan


Sumberdaya manusia, sarpras dan
dana ( studi kasus di SMA Negeri
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


154 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health promotion and Health Education
Vol. 7 No. 2 Desember 2019 : 144 – 155, doi: 10.20473/jpk.V7.I2.2019.144-155

benefits : do they matter as ketersediaain sumber dana


determinants of environmental manusia dalam implementasi
management system konseling air susu ini oleh bidan
implemetation’, Journal of konselor ASI’, Kebidanan
Business Ethics, 114 ( 3), pp. 443– Politeknik Kesehatan, I, pp. 190–
456.
Maharani, C. et al. (2018) ‘Pengaruh
Promosi Kesehatan Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Merokok
Pada Pelajar Laki - Laki Di SMK
Negeri 2 Kota Bitung’, Kesmas,
7(5).
Maharrani, E., Isniati and Astiena, A. Ka.
(2015) ‘Studi implementasi
kebijakan larangan merokok di
universitas andalas tahun 2012’,
Jurnal Kes, pp. 3–9.
Mary Campbell (2002) ‘A Reference For
Professionals Developing
Adolescent’, American
psychological association, 1 st, pp. 7–
33.

Munijaya A, G. A. (2004) Manajemen


Kesehatan. 2nd edn. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Notoadmojo, S. (2010) Metodologi Penelitian


Kesehatan. Jakarta: RIneka Cipta.

Poweli, L. M. (2015) ‘The importance of


peer effects, cigarette prices and
tobbacco policies for youth
smoking behaviour’, Journal of
Health Economics, 24, pp. 950–
968.
Priliantining Asri Wulanningrum, Emmy
Riyanti, K. C. (2016) ‘Evaluasi
Penerapan Kebijakan Peraturan
Daerah Kota Semarang Nomor 3
Tahun 2013 Tentang Kawasan
Tanpa Rokok Pada Program Studi
Kesehatan Masyarakat Di
Perguruan Tinggi Kota Semarang’,
Jurnal Kesehatan Masyarakat,
5(Volume 4, Nomor 5, Oktober
2016), pp. 362–369.
Rahajeng, E. (2015) ‘Pengaruh Penerapan
Kawasan Tanpa Rokok Terhadap
Penurunan Proporsi Perokok Di
Provinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa
Yogjakarta, dan Bali’, Pusat Teknologi
Intervensi Kesehatan Masyarakat.

Santi, M. Y., MArgawati, A. and Mawarni,


A. (2015) ‘Faktor komunikasi dan
©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


154 Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health promotion and Health Education
209. T. D. (2015) ‘Design Kawasan Tanpa
Sawyer, S. M. et al. (2018) ‘Viewpoint Rokok ( KTR ) Fakultas Ilmu
The age of adolescence’, Keolahragaan Universitas Negeri
4642(18), pp. 1–6.
Scheirer, M. A. and Dearing, J. W. (2011) Malang’, Jurnal Universitas Negeri
‘An Agenda for Research on the Malang, 2, pp. 1–11.
Sustainability of Public Health
Programs’, 101(11), pp. 2059– Urbán, R. (2010) ‘Early smoking
2067. experience in adolescents’,
Setianingsih, Y. A., Wahyati, E. and
Widyorini, E. (2015) ‘Pelaksanaan
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (
KTR ) Sebagai Bagian Dari
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (
PHBS ) Di Lingkungan
Pendidikan’, Jurnal Hukum
Kesehatan Soepra, 1, Nomor 1,
pp. 6–14.
Silele, E. et al. (2017) ‘Evaluasi
Pengelolaan Dana Bantuan
Operasional Sekolah’, 5(2), pp.
1626–1635.
So, L. et al. (2019) ‘Implementation fi
delity and adolescent smoking :
The X : IT study — A school
randomized smoking prevention
trial’, 72(January 2018), pp.
24–
32.
Sutha, D. W. (2016) ‘Analisis Lingkungan Sosial
terhadap Perilaku Merokok Remaja
Di Kecamatan Pangarengan
Kabupaten Sampang Madura’,
Jurmal Manajemen Kesehatan
STIKES Yayasan RS. Dr. Soetomo,
2(1), pp. 43–59.

Thomson, G. et al. (2013) ‘Health &


Place Informing outdoor
smokefree policy : Methods for
measuring the proportion of
people smoking in outdoor public
areas’, Health & Place. Elsevier,
20, pp. 19–24.
Thurston, A. et al. (2019) ‘A randomized
controlled e ffi cacy trial of a smoking
prevention programme with Grade 8
students in high schools’,
International Journal of Educational
Research. Elsevier, 93(July 2018), pp.
23–32.

Trinidad, D. R., Gilpin, E. A. and Pierce,


J. P. (2005) ‘Compliance and
support for smoke-free school
policies’, 20(4), pp. 466–475.
Ulfah, N. H., Katmawanti, S. and Tama,

©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


Yoshef Arieka Marchel, Ratih Indraswari, dan Novia Handayani. Implementasi Kawasan Tanpa 155

©2019. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health

Education. Open Access under CC BY-NC-SA License.


Addictive Behaviors. Elsevier Ltd, 35(6), pp. 612–615.

Waliyanti, E. and Sandika, Y. H. (2017) ‘Faktor - Faktor yang mempengaruhi


Pelaksanaan Kebijakan Kamus Bebas Asap Rokok Di
Universitas Muhammadiyah Yogjakarta’, Jurnal Kesehatan
Masyarakat, I, pp. 135–142.
WHO (2015) Global Youth Tobacco Survey (GYTS): Indonesia report 2014, Who-Searo.

Widiastini, L. P. (2010) ‘Penyuluhan Meningkatkan Pengetahuan, Sikap Dan


Perilaku Tentang Pemeriksaan
Payudara Sendiri dalam Upaya Deteksi Awal Kanker Payudara Pada Siswo Di
SMAN mengwi Badung’, Kebidanan Politeknik Kesehatan, 5, pp. 76–81.

Wiium, N., Burgess, S. and Moore, L. (2011) ‘Brief report : Multilevel analysis of
school smoking policy and pupil smoking behaviour in Wales’, Journal of
Adolescence. Elsevier Ltd, 34(2), pp. 385–389.
Willian T.O ’Donohue, Lorraine T.Benuto,
L. W. T. (2013) Handbook of Adolescent Health Psychology. Reno, New York,
USA: Springer. doi: 10.1007/978-1-4614-6633-8.

Anda mungkin juga menyukai