Anda di halaman 1dari 27

PENDEKATAN TEORI MODEL KEPERAWATAN

PADA ANAK
Oleh: Ns. Andrye Fernandes, M.Kep., Sp.Kep.An

A. Model Konservasi Levine


Pendahuluan
Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan Dalam Proses Keperawatan Model Konservasi
merupakan teori yang bersifat universal sehingga dapat digunakan pada berbagai kondisi pasien,
pada semua umur dan berbagai seting pelayanan keperawatan. Model Konservasi Levine bertujuan
untuk mendorong adaptasi dan wholeness (keutuhan) dengan menggunakan prinsip-prinsip
konservasi. Model ini memandu perawat untuk berfokus pada pengaruh-pengaruh dan respon-
respon pada tingkat organismik. Perawat mencapai tujuan dari model melalui konservasi energi,
konservasi integritas struktur, dan konservasi integritas sosial dan konservasi integritas personal
(Parker, 2005). Alligood (2010) menjelaskan model Levine didasarkan pada 3 konsep utama, yaitu
adaptasi (adaptation), keutuhan (wholeness), dan konservasi (conservation). Levine
menggambarkan model konservasi seperti gambar berikut:
Gambar 2.4. Model Konservasi Myra E. Levine
Adaptasi adalah proses berubah, dan konservasi adalah hasil adaptasi. Adaptasi adalah proses
dimana klien memelihara integritas di dalam lingkungan yang nyata baik internal maupun
eksternal (Levine, 1966, 1989 dalam Parker, 2005). Karakteristik dari adaptasi adalah ; 1)
Historicity mengandung makna bahwa adaptasi merupakan proses historis, dimana respon
didasarkan pada pengalaman masa lalu baik itu dari segi personal maupun genetik; 2) Specificity,
bahwa adaptasi juga bersifat spesifik, artinya bahwa pada perilaku individu memiliki pola stimulus
respon yang spesifik dan unik dalam aktivitas kehidupan sehari-hari; dan 3) Redundancy yang
artinya pilihan akan selamat atau gagal oleh individu untuk memastikan terjadinya adaptasi yang
berkelanjutan. Jika suatu sistem tubuh tidak mampu beradaptasi, maka sistem yang lain akan
mengambil alih dan melengkapi tugasnya. Redundancy dipengaruhi oleh trauma, usia, penyakit
atau kondisi lingkungan yang membuat individu tersebut sulit untuk mempertahankan hidup
(Parker, 2005).

Konservasi merupakan hasil dari adaptasi. Konservasi adalah menjaga bersama sama
kelangsungan sistem kehidupan. Menjaga bersama-sama diartikan sebagai menjaga keseimbangan
antara intervensi keperawatan dan partisipasi klien sesuai dengan kemampuannya. Levine
meyakini bahwa seorang individu akan terus menerus berusaha mempertahankan keutuhannya
secara menyeluruh. Seorang individu mempertahankan sistem dalam interaksi yang konstan
dengan lingkungan dan melakukan penghematan energi untuk menjaga integritas. Sumber energi
tidak dapat langsung diamati, tetapi tanda atau manifestasi klinis dari perubahan energi dapat
diprediksi, dikelola dan dikenali. Konservasi adalah suatu usaha mencapai keseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan energi di dalam realitas yang unik dari individu (Alligood, 2010).

Keseimbangan energi adalah hubungan antara energi yang didapat dari makanan dan energi yang
digunakan oleh tubuh. Tubuh mendapat energi dalam bentuk kalori dari karbohidrat, protein dan
lemak (Kozier, 2011). Apabila asupan nutrisi tidak terpenuhi sesuai kebutuhan, maka
keseimbangan energi tidak akan tercapai. Wholeness (keutuhan) akan dapat dipertahankan jika
terjadi interaksi atau adaptasi yang konstan dengan lingkungan. Perawat mempromosikan
keutuhan melalui penggunaan prinsip-prinsip konservasi (Alligood, 2010). Levine menganggap
bahwa Wholeness merupakan sistem terbuka dan menggabungkan bagian-bagian untuk sebuah
keutuhan untuk menghadapi perubahan lingkungan (Parker, 2005). Penyakit infeksi merupakan
salah satu penyebab tidak tercapainya wholeness. Invasi mikroorganisme yang berasal dari
lingkungan eksternal dapat mengganggu lingkungan internal pasien sehingga menimbulkan tanda
klinis penyakit.

Prinsip-Prinsip Konservasi
Konservasi menurut Levine memiliki empat ranah atau dimensi yaitu konservasi energi,
konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, dan konservasi integritas sosial.
Intervensi keperawatan ditujukan agar klien dapat mencapai keempat prinsip konservasi ini.
a. Konservasi energi
Konservasi energi ditujukan untuk menjaga masukan (nutrisi, oksigen, cairan) dan pengeluaran
energi untuk menghindari kelelahan berlebihan. Individu membutuhkan keseimbangan energi
dan pembaharuan energi yang terus menerus untuk menjaga kelangsungan hidupnya (Leach,
2006; Basavanthappa, 2007). Tubuh mendapatkan energi dalam bentuk kalori dari nutrisi.
Kekurangan asupan nutrisi dapat menganggu keseimbangan energi sehingga pasien tidak dapat
melakukan konservasi energi untuk menjaga kelangsungan berbagai aktivitas tubuh.
b. Konservasi integritas struktur
Konservasi integritas struktur adalah memelihara dan memulihkan struktur tubuh dengan
mencegah kerusakan fisik dan meningkatkan proses penyembuhan (Leach, 2006;
Basavanthappa, 2007).
c. Konservasi integritas personal
Konservasi integritas personal dilakukan dengan memelihara identitas diri, harga diri dan
mengakui keunikan klien (Leach, 2006;Basavanthappa, 2007).
d. Konservasi integritas sosial
Konservasi integritas sosial adalah mendorong kesadaran bahwa pasien adalah makhluk sosial
yang berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sosialnya (Leach, 2006; Basavanthappa,
2007). Perawat memiliki peran untuk menghadirkan anggota keluarga, membantu kebutuhan
religius, dan menggunakan hubungan interpersonal untuk konservasi integritas sosial (Tomey
& Alligood, 2006).
Proses Keperawatan Berdasarkan Model Levine
Model perawatan Levine pada prinsipnya sama dengan elemen-elemen proses perawatan. Menurut
Levine, seorang perawat harus selalu mengobservasi klien, memberikan intervensi yang tepat
sesuai dengan perencanaan dan melakukan evaluasi terhadap intervensi yang telah diberikan.
Dalam model Levine, klien dipandang dalam posisi ketergantungan, sehingga klien membutuhkan
bantuan dari perawat untuk beradaptasi terhadap gangguan kesehatannya. Perawat bertanggung
jawab dalam menentukan besarnya kemampuan partisipasi klien dalam perawatan. Menurut
Alligood (2010), proses keperawatan berdasarkan model Levine dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data dengan wawancara dan observasi terhadap
perubahan yang terjadi pada pasien dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi.
Perawat mengamati terhadap respon sakit, membaca laporan medis, hasil pemeriksaan
diagnostik dan berbicara dengan klien untuk mengetahui kebutuhan mereka yang perlu
dibantu. Perawat menilai perubahan lingkungan internal dan eksternal dari klien yang dapat
menghambat kemampuan mereka untuk mencapai kesehatan yang secara menyeluruh.
Dengan mempertimbangkan prinsip konservasi, perawat akan menilai perubahan pada
beberapa aspek berikut :
1) Konservasi energi : keseimbangan antara pengeluaran dan pasokan energi klien.
2) Konservasi integritas struktur: sistem pertahanan bagi tubuh
3) Konservasi integritas personal: perasaan klien tentang harga diri, dan kepribadian.
4) Konservasi integritas sosial: kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam sistem
sosial (keluarga, masyarakat, dll)

b. Trophicognosis
Levine merekomendasikan trophicognosis sebagai suatu alternative diagnosis
keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut Levine adalah memberi arti atau makna data
yang telah dikumpulkan sesuai dengan kondisi pasien. Menyusun data-data yang telah
dikumpulkan, kemudian memberi arti dan melakukan analisa untuk memutuskan
kebutuhan pasien dan intervensi keperawatan mungkin diperlukan. Mengambil keputusan
kebutuhan pasien disebut sebagai trophicognosis.
c. Hipotesis
Rencana penerapan intervensi keperawatan bertujuan untuk mempertahankan keutuhan
pasien dan mempromosikan adaptasi mereka terhadap situasi saat ini. Berdasarkan
trophicognosis yang ditemukan, perawat akan melakukan validasi ke pasien tentang
masalah mereka. Perawat akan membuat hipotesis dari masalah tersebut dan solusi yang
bisa dilakukan, yang selanjutnya akan menjadi rencana keperawatan.

d. Intervensi
Perawat akan berpedoman pada hipotesis yang telah dibuat dalam memberikan perawatan
langsung pada pasien. Pada dasarnya perawat akan menguji hipotesis yang sudah disusun
dengan memberikan perawatan langsung pada pasien. Intervensi yang dilakukan
didasarkan pada prinsip-prinsip konservasi yaitu konservasi energi, ntegritas struktur,
integritas personal dan integritas sosial. Tujuan dari pendekatan ini adalah menjaga
keutuhan klien dan mempromosikan adaptasi.

e. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian respon klien terhadap intervensi yang diberikan. Evaluasi
dilakukan dengan mengkaji respon klien apakah mendukung atau tidak hipotesis yang
sudah dibuat. Hasil evaluasi dapat berupa supportif (memberikan kenyamaman untuk
klien) dan terapeutik (meningkatkan pemahaman klien tentang kesehatan). Jika hipotesis
ternyata tidak mendukung pemecahan masalah klien, maka rencana yang telah dibuat harus
direvisi dan dibuat hipotesis baru.

B. Model Adaptasi Roy


Adaptasi merupakan hasil akhir yang termasuk pada pengukuran secara empiris terhadap
respon tingkah laku manusia terhadap kemampuan fungsi peran dan integritas konsep diri,
psikososial dan kesehatan spiritual seseorang. Kemampuan fungsional adalah kapasitas aktual
maupun potensial individu untuk melakukan aktivitas dan tugas dalam kehidupannya.
Kemampuan untuk melakukan tugas sehari-hari merupakan pertimbangan yang penting untuk
ketergantungan hidup. Paradigma keperawatan dari model adaptasi Roy menurut Roy dan
Zhan, 2005 dalam Alligood (2010) adalah :

a. Manusia
Manusia merupakan sistem yang adaptif yang digambarkan secara holistik sebagai
satu kesatuan yang mempunyai input, kontrol, feed back proses, dan output. Dimana,
tugas utama manusia adalah menjaga integritas terhadap stimuli dari lingkungan.
Integritas merupakan tingkat keutuhan yang dicapai melalui proses adaptasi terhadap
perubahan kebutuhan.

b. Lingkungan
Lingkungan digambarkan sebagai lingkungan internal dan eksternal, input bagi
manusia sebagai sistem, juga sebagai stimulus internal dan eksternal. Stimuli
merupakan kesatuan yang menyebabkan respon dan merupakan fokus interaksi
antara manusia dengan lingkungan. Stimuli lingkungan baik bersifat mengancam
maupun meningkatkan kemampuan adaptasi lingkungan seperti orangtua yang
mendukung kemampuan adaptasi anak dan orang tua yang melakukan kekerasan
yang dapat mengganggu kemampuan adaptasi anak. Kategori stimuli dalam
lingkungan ada tiga tipe yaitu fokal, kontekstual dan residual. Stimuli fokal
merupakan stimulus internal maupun eksternal yang paling berpengaruh dan menarik
perhatian terhadap adaptasi seseorang. Stimuli kontekstual merupakan stimuli atau
situasi yang memperkuat stimuli fokal. Stimuli residual merupakan fenomena lain
yang dari internal seseorang maupun lingkungan eksternal yang berefek pada stimuli
fokal tetapi menimbulkan efek yang belum jelas.

c. Sehat – sakit
Sehat-sakit merupakan kemampuan beradaptasi terhadap stimulus. Proses adaptasi
termasuk fungsi holistik untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan
meningkatkan integritas.

d. Keperawatan
Keperawatan meningkatkan adaptasi individu dan kelompok dalam situasi yang
berkaitan dengan kesehatan, menyangkut seluruh kehidupan manusia yang
berinteraksi dengan perubahan lingkungan dan jawaban terhadap stimulus internal
dan eksternal yang mempengaruhi adaptasi.

Tingkat adaptasi ditunjukkan dengan mekanisme koping dan proses kontrol. Roy
mengkategorikan mekanisme koping dalam sub sistem regulator dan kognator. Mekanisme
koping dari sub sistem regulator melalui proses neural, kimia dan endokrin. Mekanisme
koping dari sub sistem kognator melalui proses kognitif dan emosi. Proses kontrol
diidentifikasi Roy sebagai sub sistem stabilizer dan inovator. Sub sistem stabilizer adalah
struktur, nilai dan aktivitas sehari-hari untuk mencapai tujuan kelompok atau sosial. Sub
sistem inovator merupakan strategi kognitif dan emosional individu untuk mencapai tingkat
perubahan yang lebih tinggi.

Proses sub sistem regulator dan kognator tidak dapat diobservasi secara langsung, tetapi
respon perilaku dapat diobservasi melalui model adaptasi fisiologi, konsep diri, fungsi peran,
dan interdependensi. Menurut Alligood (2010) model adaptasi Roy adalah sebagai berikut:

a. Model adaptasi fisiologi merupakan respon terhadap stimuli fisik dari lingkungan
seperti oksigenasi, nutrisi, aktivitas dan istirahat, dan perlindungan. Proses kompleks
dari aktivitas regulator meliputi perasaan, cairan dan elektrolit, fungsi neurologikal, dan
fungsi endokrin. Integritas fisiologi terbentuk pada model adaptasi ini.
b. Adaptasi konsep diri merupakan respon psikologi dan karakteristik spiritual dari
seseorang. Konsep diri seseorang terdiri dari kepercayaan dan perasaan yang dibentuk
oleh dirinya sendiri. Terdapat dua komponen konsep diri antara lain fisik dan personal.
Konsep diri fisik merupakan sensasi tubuh dan gambaran diri. Konsep diri personal
meliputi konsistensi diri, ideal diri, dan moral-etik-spiritual diri. Integritas psikologis
terbentuk pada model adaptasi ini.
c. Model adaptasi interdependensi terdiri dari mekanisme koping yang berasal dari
hubungan memberi dan menerima cinta, menghormati dan nilai. Hal ini terbentuk dari
orang yang paling berarti dan support system. Keadekuatan afektif merupakan tujuan
dari model adaptasi ini.
d. Model adaptasi fungsi peran merupakan peran primer, sekunder dan tersier seseorang.
Peran dan fungsi sosial merupakan posisi yang diharapkan. Integritas sosial merupakan
bentuk adaptasi pada model ini.

Berikut merupakan skema model adaptasi roy, yaitu:

Input Proses Efektor Output

Stimuli 1. Mekanisme 1. Model adaptasi 1. Adaptif


1. Fokal koping: fisiologis efektif
2. Kontekstual regulator & 2. Model adaptasi 2. Inadaptif
3. Residual kognator konsep diri
2. Proses 3. Model adaptasi
kontrol: interdependensi
stabilizer & 4. Model adaptasi
innovator fungsi peran

Skema Model Adaptasi Roy (Sumber: Alligood, 2010)

Perilaku dapat diobservasi maupun tidak. Adaptasi perilaku yang dapat diamati misal
peningkatan heart rate, sedangkan adaptasi perilaku yang tidak dapat diamati misalnya
pengalaman dan perasaan seseorang yang dilaporkan oleh perawat. Pengkajian stimuli
merupakan perubahan lingkungan internal maupun eksternal yang merupakan respon dari
sistem adaptasi. Stimuli bersumber dari lingkungan baik fokal, kontekstual maupun residual.

Model adaptasi Roy dapat diaplikasikan dalam proses keperawatan. Konsep asuhan
keperawatan menurut Roy adalah proses yang berlangsung dinamis, simultan, dan
berkelanjutan. Menurut Roy dan Andrews (1999) dalam Alligood (2010) proses keperawatan
meliputi pengkajian perilaku, pengkajian stimuli, diagnosis keperawatan, merumuskan tujuan,
dan intervensi. Adapun penjelasan proses keperawatan menurut Roy adalah sebagai berikut:

1) Pengkajian Tahap I/Penilaian Perilaku


Pengkajian perilaku (behavior assessment) merupakan tuntunan bagi perawat untuk
mengetahui respon pada manusia sebagai sistem adaptif. Data spesifik dikumpulkan
oleh perawat melalui proses observasi, pemeriksaan dan keahlian wawancara. Faktor
yang yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetik, jenis kelamin, tahap
perkembangan, obat-obatan, alkohol, merokok, konsep diri, fungsi peran,
ketergantungan, pola interaksi sosial, mekanisme koping dan gaya hidup, stress fisik
dan emosi, budaya, lingkungan fisik.

Menurut Taghavi, Aliakbarzadeh-Arani, dan Khari-Arani (2012) pengkajian tahap


pertama adalah mengumpulkan data perilaku output klien sebagai sistem adaptasi
dihubungkan dengan empat model adaptif fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran
dan interdependensi, yaitu:

1. Fisiologis, terdapat sembilan perilaku respon fisiologis yang menjadi perhatian


pengkajian perawat antara lain;
a. Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan
respirasi dan sirkulasi.
b. Nutrisi: menggambarkan pola penggunaan nutrisi untuk memperbaiki kondisi
tubuh dan perkembangan.
c. Eliminasi: menggambarkan pola eliminasi.
d. Aktivitas dan istirahat: mengambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur.
e. Intergritas kulit: mengambarkan pola fisiologis kulit.
f. Rasa/senses: menggambarkan fungsi sensoris perseptual berhubungan dengan
panca indra.
g. Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan
elektrolit.
h. Fungsi neurologis: menggambarkan pola kontrol neurologis, pengaturan dan
intelektual.
i. Fungsi endokrin: menggambarkan pola kontrol dan pengaturan termasuk respon
stress dan sistem reproduksi.

2. Konsep diri
Mencakup pengkajian terhadap keyakinan atau spiritual, body image, integritas
fisik, prinsip serta ideal dirinya.
3. Fungsi peran
Mengkaji bagaimana hubungan sosial pasien terhadap orang lain.

4. Interdependensi
Mengkaji kemampuan untuk mencintai dan menerima cinta, menghargai dan nilai.
Hal yang spesifik dalam mode ini adalah significant others dan support system.

Pengkajian pasien dari tiap empat model adaptif dilaksanakan dengan pendekatan
sistimatis dan holistik. Perilaku yang ditemukan dapat bervariasi dari apa yang
diharapkan, mewakili semua respon baik efektif maupun maladaptif. Roy sudah
mengidentifikasikan sejumlah respon yang berkaitan dengan aktivitas subsistem
regulator dan subsistem kognator yang tidak efektif. Indikator kemungkinan kesulitan
adaptasi dari aktivitas regulator seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah,
sedangkan dari aktivitas kognator seperti gangguan persepsi dan tidak mampu membuat
keputusan (Senesac, 2007). Berikut ini merupakan indikator adaptasi positif dan negatif
pada keempat model adaptasi.

Tabel Indikator Positif dan Negatif pada Model Adaptasi Roy


MODEL ADAPTASI ADAPTASI POSITIF ADAPTASI NEGATIF
Fisiologis
Oksigenasi Proses ventilasi stabil, Hipoksia, gangguan
pertukaran gas stabil, ventilasi,
transport O2 adekuat, dan ketidakadekuatan
proses kompensasi transport oksigen,
adekuat. gangguan perfusi
jaringan dan kompensasi
yang tidak sesuai dengan
kebutuhan O2.
Nutrisi Proses digesti stabil, pola Penurunan berat badan
nutrisi sesuai dengan 20-25%, nutrisi kurang
kebutuhan tubuh, dan atau lebih dari kebutuhan
tidak ada gangguan tubuh, anoreksia, mual,
metabolik muntah
Eliminasi Pola eliminasi bowel Diare, inkontinensia
stabil, pola eliminasi urin bowel atau urin,
stabil, dan koping yang konstipasi, retensi urin,
efektif pada gangguan dan ketidakefektifan
eliminasi. koping dalam gangguan
eliminasi
MODEL ADAPTASI ADAPTASI POSITIF ADAPTASI NEGATIF
Aktivitas dan Istirahat Proses mobilitas yang Ketidakadekuatan pola
terintegrasi, pola istirahat dan tidur,
aktivitas dan istirahat keterbatasan mobilitas,
yang adekuat, intoleransi aktivitas,
kompensasi pergerakan gangguan pola tidur,
yang efektif. fatigue, disuse syndrome.
Proteksi Integritas kulit adekuat, Gangguan integritas
proses imunitas efektif, kulit, infeksi, penekanan
proses penyembuhan berlebih, reaksi alergi,
yang adekuat, perubahan ketidakefektifan koping
integritas kulit dan terhadap perubahan
imunitas yang adekuat. status imun.
Rasa (Sense) Proses perasa efektif, Gangguan sensasi
integrasi sensori primer, gangguan
informasi efektif, pola komunikasi, nyeri akut
persepsi stabil, dan dan kronik, gangguan
koping yang efektif persepsi,
terhadap perubahan ketidakefektifan koping
sensasi. pada gangguan sensori.
Cairan dan Elektrolit Keseimbangan cairan Dehidrasi, edema, syok,
dan elektrolit, retensi cairan,
keseimbangan asam basa, ketidakseimbangan asam
keseimbangan regulasi basa, ketidakseimbangan
kimia elektrolit, dan
ketidakefektifan regulasi
pH.
Fungsi Neurologi Proses perhatian yang Penurunan kesadaran dan
efektif, proses berfikir gangguan proses
dan perasaan yang kognitif, defisit memori,
terintegrasi, respon ketidakstabilan perilaku,
motorik dan bahasa yang defisit kognitif, dan
adekuat. kerusakan otak.
Fungsi Endokrin Regulasi hormone dan Ketidakefektifan regulasi
metabolik yang efektif, hormone seperti fatigue,
regulasi hormon irritabilitas, intoleransi
reproduksi yang efektif. jantung, perkembangan
reproduksi inefektif,
ketidakstabilan irama
sirkadian.
Konsep diri Fisik: gambaran diri Gangguan gambaran diri,
positif, fungsi seksual disfungsi seksual,
efektif, integritas fisik kehilangan, cemas,
sesuai dengan ketidakberdayaan, harga
pertumbuhan fisik, diri rendah, dan merasa
bersalah.
MODEL ADAPTASI ADAPTASI POSITIF ADAPTASI NEGATIF
koping yang efektif
terhadap kehilangan
Personal: stabilitas fungsi
konsep diri dan koping
yang efektif terhadap
ancaman
Fungsi peran Efektif peran transisi dan Kegagalan peran dan
koping yang efektif konflik peran.
terhadap perubahan
peran
Interdepensi Stabil dalam pola Kecemasan terhadap
memberi dan menerima, perpisahan dan kesepian,
koping yang efektif ketidakefektifan pola
dalam perpisahan dan memberi dan menerima.
kesepian.
Sumber: (Senesac, 2007)

2) Pengkajian Tahap II/Penilaian Stimuli

Pengkajian tahap kedua adalah kelanjutan pengkajian pertama dan mencakup


identifikasi stimulus internal dan eksternal. Pada tahap ini perawat menganalisis data
yang muncul ke dalam pola perilaku pasien (empat model respon perilaku) untuk
mengidentifikasi respon-respon inefektif atau respon-respon adaptif yang perlu
didukung oleh perawat untuk dipertahankan. Ketika perilaku inefektif atau perilaku
adaptif yang memerlukan dukungan perawat, perawat membuat pengkajian tentang
stimulus internal dan ekternal yang mempengaruhi perilaku. Pada fase pengkajian ini
perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontektual dan residual yang
dimiliki pasien. Proses ini mengklarifikasi penyebab dari masalah dan mengidentifikasi
faktor-faktor kontektual (faktor presipitasi) dan residual (faktor predisposisi) yang
berhubungan erat dengan penyebab. Berikut ini stimulus yang berpengaruh yang telah
diidentifikasi George, 1995 dalam Alligood (2010) yaitu:

1. Budaya meliputi status sosial ekonomi, etnis (suku/ras), sistem kepercayaan


2. Keluarga meliputi struktur keluarga dan tugas keluarga.
3. Fase perkembangan usia, jenis kelamin, tugas, keturunan dan faktor keturunan.
4. Integritas dari cara-cara penyesuaian (modes Adaptif)
5. Efektifitas fisiologis (termasuk patologi penyakit), konsep diri, fungsi peran,
interdependensi.
6. Kognator meliputi persepsi, pengatahuan dan skill.
7. Pertimbangan lingkungan meliputi perubahan lingkungan internal dan ekternal,
menajemen pengobatan, penggunaan obat-obatan. alkohol, dan merokok.

Penilaian stimulus sendiri mencakup:


1. Stimulus fokal
a. Nyeri, yang lebih ditekankan pada kualitas dan karakteristik nyeri, severity,
waktu terjadi nyeri, lokasi nyeri, penyebaran, faktor yang
memperburuk/meringankan nyeri serta bagaimana pendapat anak tentang nyeri
yang dirasakannya
b. Sesak
c. Dispnue, orthopnea: tipe, serangan, durasi
d. Batuk: durasi, frekuensi, tipe, batuk berdahak/tidak
e. Palpitasi
f. Kelemahan (aktivitas)
g. Sianosis
h. Edem

2. Stimulus kontekstual
a. Identitas diri yang mencakup umur, jenis kelamin, karena dapat mempengaruhi
persepsi, misal nyeri
b. Status mental
c. Kecemasan/mekanisme koping
d. Pengetahuan awal tentang masalah perawatan kesehatan
e. Identifikasi kemampuan dan kebutuhan keluarga/dasar manusia/sumber
ekonomi untuk resume kemampuan aktifitas
f. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perubahan tingkah laku
g. Nilai budaya serta lingkungan tempat tingga

3. Stimulus residual
Kemungkinan depresi/penurunan derajat kesehatan akibat stimulus fokal dan
stimulus kontekstual.

3) Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan menurut Roy merupakan keputusan klinik terhadap masalah
kesehatan aktual maupun potensial dan kebutuhan adaptasi. Pernyataan diagnosis
merupakan arahan untuk melakukan manajemen stimuli yang mengancam atau
meningkatkan adaptasi. Roy menyimpulkan diagnosis keperawatan merupakan hasil
pernyataan yang menggambarkan status adaptasi terhadap sistem adaptasi manusia.

4) Merumuskan Tujuan
Perumusan tujuan berfokus pada meningkatkan perilaku adaptasi. Perawat dan klien
bersama-sama merumuskan tujuan dan kriteria hasil terhadap perilaku yang diharapkan.
Pernyataan kriteria hasil bersifat realistik dan dapat diukur. Perumusan tujuan meliputi
perilaku yang berubah, perubahan harapan, dan kerangka waktu.

5) Intervensi
Intervensi keperawatan berdasarkan rumusan tujuan. Intervensi keperawatan dilakukan
oleh perawat profesional yang mempunyai kompetensi untuk meningkatkan perilaku
adaptif klien. Intervensi keperawatan disusun berdasarkan pengetahuan tentang stimuli
fokal. Intervensi keperawatan melalui pendekatan peningkatan adaptasi dan perubagan
stimuli yang memperkuat adaptasi.

6) Evaluasi
Evaluasi menurut model adaptasi Roy memnjawab pertanyaan bagaimana perubahan
klien terhadap adaptasi. Evaluasi dibutuhkan analisis dan keputusan terhadap
perumusan tujuan dan perubahan perilaku. Perawat juga menilai keefektifan intervensi
keperawatan yang diimplementasikan.

C. Teori Caring Swanson


Seperti yang telah dituliskan dalam riwayat teori sebelumnya, teori Caring Swanson diturunkan
secara empiris melalui penyelidikan fenomenal, yang secara jelas memberikan penjelasan
mengenai apa artinya bagi perawat untuk melakukan asuhan keperawatan dengan cara caring.
Teori ini menekankan bahwa tujuan keperawatannya adalah mempromosikan kesejahteraan
orang lain (Swanson, 1991, 1993, 1999b, di dalam Alligood, 2010). Swanson (1991) dalam
Alligood (2010) mendefinisikan caring dengan “a nurturing way of relating to valued other
toward whom one feels a personal sense of commitment and responsibility “, yaitu bagaimana
seorang perawat dapat merawat seseorang atau klien tapi dengan tetap menghargai martabat
orang tersebut dengan komitmen dan tanggung jawab. Dapat diartikan juga sebuah cara untuk
menciptakan dan atau memelihara kesehatan yang dapat dilakukan dengan menjalin hubungan
yang bernilai dengan orang lain, sehingga mempunyai hubungan yang intim dengan komitmen
dan tanggung jawab.

Asumsi Teori (Metaparadigma)


Pada tahun 1993, Swanson kembali mengembangkan teori Caring dengan membuat asumsi
teori yang jelas tentang empat fenomena utama pada disiplin keperawatan, yaitu keperawatan,
manusia, kesehatan dan lingkungan.
a. Keperawatan
Swanson mendefinisikan keperawatan sebagai informed caring untuk kesejahteraan orang
lain. Dia menegaskan bahwa disiplin keperawatan diberitahukan oleh pengetahuan empiris
dari keperawatan dan disiplin ilmu yang berkaitan, sebaik sebuah etik, personal, dan
pengetahuan estetik berasal dari umat manusia, pengalaman klinik, dan nilai-nilai individu
dan sosial dan harapan (Swanson, 1993 dalam Alligood, 2010).
b. Manusia
Swanson mendefinisikan manusia adalah makhluk yang unik yang akan menjadi dan
memiliki keutuhan yang jelas dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Swanson melihat
manusia sebagai pribadi yang dinamis, berkembang, refleksi diri, ingin terhubung dengan
orang lain dan berjiwa spiritual (Swanson, 1993 dalam Alligood, 2010).
c. Kesehatan
Swanson merasa dengan membangun kembali sebuah kesejahteraan atau kesehatan
sebagai sebuah proses kompleks pengobatan dan penyembuhan yang termasuk di
dalamnya “Releasing inner pain, establishing new meanings, restoring integration, and
emerging into a sense of renewing wholeness” (Swanson, 1993 dikutip dalam Alligood
2010).
d. Lingkungan
Menurut Swanson (1993) dalam Alligood (2010) arti lingkungan terhadap keperawatan
adalah beberapa hal yang berpengaruh atau dipengaruhi oleh perbuatan klien. Swanson
berpendapat bahwa ada banyak pengaruh pada lingkungan, baik dalam hal kultur, sosial,
biofisik, politik, dan dunia ekonomi. Istilah lingkungan dan klien dalam keperawatan dapat
dilihat secara bergantian karena apa yang dipertimbangkan dalam sebuah lingkungan di
satu situasi dapat pula dipertimbangkan kepada klien di satu situasi yang sama.

Konsep Teori
Seperti yang telah diceritakan Swanson dalam riwayat teorinya, hasil investigasi fenomena
dari studi pertamanya, Swanson mengemukakan lima proses dasar dari teori caring, yaitu
knowing, being with, doing for, enabling dan maintaining belief (Tommey & Alligood, 2010).
Swanson (1991) dalam jurnalnya mendefinisikan dan menjelaskan tentang lima proses dasar
tersebut. Berikut perkembangan perumusan definisi dari masing-masing proses, seperti yang
ada di dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2-1. Definisi Caring Process
Caring Knowing Being With Doing For Enabling Maintaining Belief
Mengidentifi Mengilustrasikan Mendeskripsi- Menggambar Berfokus pada
WOMEN WHO MIS-

n= 20, 40 interviews

kasi kebutuhan kan kebutuhan kan kebutuhan untuk


CARRIED

keinginan seorang wanita untuk memiliki kebutuhan memiliki orang lain


STUDY I

perempuan akan orang lain orang lain yang untuk mempertahankan


untuk yang mengerti mau melakukan difasilitasi keyakinan untuk
dimengerti perasaannya-tidak untuknya ketika sedang melewati masa
dari hanya sebagai (contohnya berduka kehilangan dan
pengalaman- dirinya tapi juga perawatan fisik) akhirnya bisa
nya ada dengannya melahirkan kembali
Berjuang Hadir secara Melakukan Memfasilitasi Mempertahankan
NICU CARE-GIVERS
n= 19, 33 interviews

untuk emosional kepada sesuatu untuk orang lain keyakinan sesuai


memahami orang lain dirinya jika hal melalui kapasitasnya untuk
STUDY II

sebuah itu transisi melewati suatu


keadaan memungkinkan kehidupan peristiwa atau
yang dan peristiwa transisi &
bermakna yang tidak menghadapi masa
dalam hidup lazim depan
orang lain
Sebuah cara Berjuang Hadir secara Melakukan Memfasilita- Mempertahankan
merawat melalui untuk emosional sesuatu untuk si bagian keyakinan sesuai
AT-RISK MOTHERS
n= 8, 8 interviews

sebuah memahami kepada orang dirinya jika yang lain kapasitasnya


STUDY III

hubungan sebuah lain hal itu melalui untuk melewati


dengan orang keadaan memungkin- transisi suatu peristiwa
lain di mana ada yang kan kehidupan atau transisi &
rasa komitmen bermakna dan menghadapi masa
dan dalam hidup peristiwa depan
tanggungjawab orang lain yang tidak
lazim

Keterangan: Yang digaris bawahi = proposed; Normal = refined; Cetak tebal = Confirmed
Sumber: Swanson (1991). Empirical Development of a Middle-Range Theory of Caring. Nursing Research, 40, 161.

Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa definisi dari lima proses dasar caring diambil dari
hasil investigasi fenomena pada studi ke tiga, yaitu pada wanita risiko tinggi, di mana knowing
adalah suatu proses di saat perawat atau care-giver berusaha untuk memahami sebuah keadaan
yang bermakna dalam hidup orang lain. Ketika satu kondisi bekerja dari dasar pengetahuan,
penyedia layanan bekerja untuk menghindari sebuah asumsi utama tentang arti dari sebuah
keadaan, berfokus pada satu perawatan, dan melakukan secara menyeluruh dan terus menerus
mencari informasi dalam proses pengkajian dari seseorang yang berpengalaman dalam satu
perawatan.

Sedangkan being with, memiliki arti hadir secara emosional kepada orang lain, termasuk ada
bersama pasien secara fisik, menyatakan kesiapan, dan berbagi rasa baik kesenangan ataupun
kesedihan tanpa ada membebani pasien (Swanson 1991 dalam Alligood, 2010).

Proses ke tiga adalah doing for yang adalah suatu proses melakukan untuk orang lain apa yang
dia akan lakukan pada dirinya jika itu memungkinkan. Perawatan adalah melakukan sesuatu
hingga seseorang merasa nyaman, sebagai antisipator, menjaga kebutuhan orang lain dengan
menunjukkan kompetensi dan kemampuan. Tetapi itu semua dapat dilakukan bila seseorang
tersebut merasa perlu untuk dibantu jika tidak, itu akan dapat memalukannya (Swanson,
1991). Menurut Swanson (1991) dalam Alligood (2010) doing for terdiri dari mengantisipasi
kebutuhan, kenyamanan, menunjukkan kemampuan dan kompetensi dan melindungi orang
yang dirawat selama itu juga dengan selalu menjaga martabatnya.
Enabling adalah kategori caring yang ke empat, diartikan sebagai memfasilitasi orang lain
dalam melewati transisi kehidupan dan dari hal-hal yang tidak familiar dengan memfokuskan
pada keadaaan, menginformasikan, menjelaskan, mendukung, menguji rasa, alternatif yang
menghasilkan, berpikir sesuatu dan memberikan feedback (Swanson, 2001 dalam Alligood
2010). Seorang perawat enabling adalah seseorang yang menggunakan pengetahuannya yang
khas untuk perbaikan terhadap yang lain. Tujuan dari enabling adalah untuk memfasilitasi
kapasitas orang lain untuk tumbuh, sembuh dan atau praktek perawatan dirinya. Enabling
memberikan informasi dan penjelasan serta dukungan emosional dengan mengijinkan dan
memvalidasi perasaan yang lain (Swanson, 1991).

Proses akhir caring yaitu dengan maintaining belief, yaitu mempertahankan keyakinan dalam
kapasitas lain untuk melewati suatu peristiwa atau transisi dan menghadapi masa depan
dengan makna, mempercayai kapasitas orang lain dan menempatkannya dalam penghargaan
yang tinggi, mempertahankan harapan perilaku, membantu menemukan arti, dan berdiri
bersama orang yang peduli tanpa mempermasalahkan situasi apapun (Swanson, 1991 dalam
Alligood, 2010).

Menurut Swanson (Tommey & Alligood, 2010), komponen paling dasar dan menyeluruh dari
seorang perawat yang baik adalah memberikan pelayanan bio-psiko-sosial-spritual bagi klien.
Swanson (1993) dalam Alligood (2010) menekankan proses caring dengan didasarkan pada
pemeliharaan keyakinan dasar manusia (maintaing belief), didukung dengan mengetahui
kondisi klien (knowing), disampaikan dengan kondisi kehadiran fisik dan emosional (being
with), dan melakukan sesuatu bagi klien (doing for), serta memampukan klien (enabling).

Proses caring mengalami kondisi overlapping dan tidak tampak adanya pemisahan satu sama
lain (Gambar 2-1) karena kelima proses ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Maintaining
Belief diletakkan di awal sebagai fondasi dalam melakukan proses perawatan kemudian
knowing sebagai jangkar yang akan menjadi keyakinan perawat dengan realitas hidup pasien.
Being with adalah bagaimana seorang perawat menyampaikan kepeduliaannya. Doing for dan
Enabling adalah langkah nyata dalam menetapkan perawatan.
Swanson (1993) dalam Tommey & Alligood (2010) menegaskan bahwa terlepas dari
pengalaman perawat yang telah bertahun-tahun, perawatan diberikan sebagai sebuah bagian
dari proses sekuensial yang dibuat oleh perawat yang memiliki sikap filosofikal (maintaining
belief), dapat dimengerti (knowing), pesan lisan maupun non lisan tersampaikan kepada klien
(being with), dan tindakan terapeutik (doing for dan enabling) dan konsekuensi keperawatan
(Intended client outcome).

Gambar 2-1: Struktur perawatan seperti terkait dengan perawat yang memiliki sikap
filosofikal, informasi yang dimengerti, pesan tersampaikan, tindakan terapeutik dan hasil yang
diharapkan (Swanson, 1993, di dalam Alligood, 2010).

D. Teori Comfort Kolkaba


Definisi Comfort atau kenyamanan adalah pengalaman yang diterima oleh seseorang dari
suatu intervensi. Hal ini merupakan pengalaman langsung dan menyeluruh ketika
kebutuhan terpenuhi (Peterson & Bredow, 2010).

Teori Comfort memiliki tiga tipe, yaitu :

1. Relief
Relief didefinisikan sebagai keadaan dimana rasa tidak nyaman berkurang dengan latar
belakang teoritikal ini dalam teori Orlando (1961) yaitu filosofi keperawatan berdasarkan
kebutuhan
2. Ease
Ease didefinisikan sebagai hilangnya rasa tidak nyaman yang spesifik dengan latar
belakang teoritikal Henderson (1966) tentang 13 kebutuhan dasar manusia. Untuk berada
dalam tingkat ease, pasien atau keluarga tidak harus mempunyai pengalaman
ketidaknyamanan spesifik sebelumnya (misalnya kecenderungan nafas pendek pada anak
dengan asthma atau kecemasan akut pada anggota keluarga)

3. Transcendence.
Transcendence didefinisikan sebagai keadaan dimana seseorang bangkit dari
ketidaknyamanan tersebut tidak dapat dihindari (misalnya anak merasa percaya diri
terjadap ambulasi walaupun dia tahu hal tersebut akan memperparah nyeri).
Transcendence merupakan turunan dari teori yang dikembangkan oleh Peterson dan
Zderad, 1975 dalam Tomey & Alligood, 2006).

Terdapat empat aspek pengalaman holistik berdasarkan teori comfort Kolcaba meliputi
kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, lingkungan.

Pengkajian terhadap kebutuhan kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural dan


lingkungan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Kebutuhan kenyamanan fisik


Kebutuhan kenyamanan fisik berhubungan dengan mekanisme sensasi tubuh dan
homeostasis, meliputi penurunan mekanisme fisiologis beresiko karena suatu penyakit atau
prosedur invasif. Terdapat dua kebutuhan fisik yaitu kebutuhan fisik yang tak terlihat
dimana pasien atau keluarga tidak waspada (keseimbangan cairan dan elektrolit, oksigenasi
dan termoregulasi) dan kebutuhan fisik yang terlihat (nyeri, mual, muntah, menggigil dan
gatal).
Beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan fisik di antaranya :
a. Memberikan obat (anti cemas, analgesik) sesuai order
b. Merubah posisi
c. Backrub
d. Menggunakan kompres (panas/ dingin)
e. Sentuhan terapeuti

2. Kebutuhan kenyamanan psikospiritual


Kebutuhan kenyamanan psikospiritual berhubungan dengan kewaspadaan diri secara
internal seperti harga diri, meliputi kebutuhan terhadap kepercayaan diri, motivasi.
Kebutuhan ini seringkali dipenuhi dengan ketenangan jiwa yang berfokus pada
transcendence seperti pijatan, kebersihan mulut, pengunjung, sentuhan dan memfasilitasi
kenyamanan personal.
Beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan psikospiritual di antaranya :
a. Mengenali kebutuhan akan interaksi
b. Tingkatkan sosialisasi dengan menyediakan tempat dan waktu dengan orang lain
c. Libatkan keluarga dan orang lain pada rencana keperawatan

3. Kebutuhan kenyamanan sosiokultural


Kebutuhan kenyamanan sosiospiritual berhubungan dengan hubungan interpersonal,
keluarga dan masyarakat, meliputi kebutuhan terhadap ketenangan hati, dukungan, bahasa
tubuh yang positif, dan perawatan dari sudut pandang budaya. Kebutuhan ini termasuk
perilaku dapat melakukan (a can do attitude), pesan kesejahteraan (massage of wellness)
dan jaminan tentang “anda melakukan dengan baik’ (you’re doing great) yang dilakukan
oleh perawat selama bertugas. Kebutuhan sosial juga termasuk kebutuhan pendampingan
finansial keluarga, pendampingan tugas pekerjaan dan hubungan selama hospitalisasi jika
dukungan keluarga mempunyai keterbatasan. Discharge planning dapat membantu
memenuhi kebutuhan sosial transisi sebelum ke rumah.
Beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan sosiokultural di antaranya :
a. Ciptakan hubungan yang terapeutik, menunjukkan empati
b. Perawat hadir untuk mendengarkan dan berbicara dengan klien
c. Mendorong klien untuk mengekspresikan perasaan
d. Sertakan klien pada perencanaan perawatan
e. Sediakan privasi
f. Panggil klien dengan namanya
g. Hormati kepercayaan klien
h. Tingkatkan ekspresi spiritual dengan memberikan ruang dan waktu untuk
melakukannya
4. Lingkungan
Kebutuhan kenyamanan lingkungan berhubungan dengan latar belakang eksternal
berdasarkan pengalaman manusia seperti sinar, suara, tempat tinggal, warna, suhu dan
elemen sintesis alam. Kebutuhan ini meliputi kerapian, lingkungan yang tenang, perabotan
yang nyaman, bau lingkungan yang minimal, keamanan, perhatian dan saran terhadap
adaptasi lingkungan di ruangan rumah sakit dan rumah pasien atau keluarga. Perawat
semestinya melakukan upaya

Beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan lingkungn di antaranya :


a. Menurunkan kegaduhan
b. Mengurangi pencahayaan pada saat tidur
c. Memfasilitasi promosi kesehatan lingkungan lainnya.

Struktur taksonomi merupakan hubungan tiga tipe comfort dengan empat aspek pengalaman
holistik berdasarkan teori comfort. Struktur ini menggambarkan elemen comfort dan
membantu dalam memperoleh pengertian comfort secara tekhnik. Pengalaman kenyamanan
merupakan pemenuhan kebutuhan terhadap relief, ease dan transcendence dalam empat aspek
kenyamanan (fisik, psikospiritual, sosiokultural dan lingungan (Kolcaba dan DiMarco, 2005)

Tabel 1
Struktur Taksonomi Teori Comfort Kolcaba

Relief Ease Transcendence


Fisik Mual Tempat tidur yang Persepsi pasien “
nyaman, Saya dapat
Kurang mobilitas keseimbangan, mentoleransi
posisi yang nyeri”
nyaman untuk
nyeri
Psikososial Kecemasan Ketidakpastian Kebutuhan
tentang dukungan spiritual
keberhasilan dan penentraman
pembedahan hati dari tim
kesehatan
Lingkungan Keadaan gaduh di Kekurangan Kebutuhan untuk
ruang PICU, privasi ketenangan,
pencahayaan lingkungan yang
berlebih tidak asing
kebutuhan privasi
Dingin dengan perawatan
diri
Sosiokultural Tidak adanya Keterbatasan Kebutuhan
perawatan yang bahasa dukungan keluarga
intensif terhadap dan teman,
budaya, keluarga kebutuhan
tidak hadir informasi

Skema 1
Kerangka kerja konseptual pada comfort teori pada pasien anak
(Kolcaba dan Di marco, 2005)
Baris 1

Health care Nursing Intervention Enchanced Health seeking Institusional


Health
need Intervention Variable comfort behaviour Integrity

Baris 2
Kebutuhan Intervensi Kenyamanan Internal, Kepuasan
rasa nyaman kenyamanan Usia fisik, eksternal, keluarga,
anak dan perkembanga psikopsiritual, meninggal lama rawat
keluarga n, dukungan lingkungan, dengan berkurang,
sosial, tenang tindakan
diagnosis SES sosiokultural medis

Baris 3

Kebutuhan Comfort Perawat LOS


Protokol Catatan usia
kenyamanan behavioural percaya minimal,
prosedur anak dan
pada checklist anak kebutuhan
tindakan kehadiran
prosedur (CBC) mendapat sedassi
invasif kenyamanan berkurang,
dan tidak kepuasan
nyeri keluarga
meningkat
Aplikasi format Teori Comfort di Ruang Rawat Infeksi pada Anak

Tujuan asuhan Keperawatan pada anak adalah untuk meningkatkan kenyamanan pada anak
dan keluarga. Berdasarkan teori “comfort”, ada beberapa konsep teori dimana seorang
perawat harus mengetahui aplikasi yaitu berupa intervensi pada anak dan keluarga untuk
meningkatkan kenyamanan. (Kolcaba & Dimarco, 2005) yaitu meliputi :

a. Anak dan keluarga memiliki respon terhadap rangsangan yang bersifat kompleks
b. Rasa aman merupakan hasil yang bersifat holistik dari disiplin ilmu keperawatan
termasuk keperawatan anak
c. Rasa nyaman merupakan kebutuhan dasar bagi anak dan keluarga, sehingga untuk
memenuhinya dibutuhkan dari bantuan perawat
d. Kebutuhan rasa nyaman bagi anak dan keluarga beragam
e. Pemenuhan kebutuhan kenyamanan pada anak dan keluarga baik secara fisiologis dan
psikologis lebih mudah dari pada mengobati ketidaknyamanan
f. Ketika suatu ketidaknyamanan terjadi seperti kekacauan lingkungan atau sakit yang
tidak dapat dicegah, anak dan keluarga dapat diberi bantuan untuk memenuhi tipe
kenyamanan transcendence melalui intervensi kepedulian dan dukungan
g. Ketika perawatan menerapkan teori comfort dalam intervensi keperawatan maka
perawat harus memepertimbangkan keunikan anak sebagai bagian dari system keluarga
sehingga perencanaan keperawatan lebih efisien.

Ruang rawat Infeksi biasanya termasuk pasien-pasien dengan rata-rata LOS 5 hari. Dimana
karakteristik infeksi dan fungsi fisiologis infeksi adalah terjadinya proses peradangan yaitu
tumor, calor, dolor, rubor dan fungsiolesa dimana keadaan ini menyebabkan keadaan yang
tidak nyaman pada pasien-pasien yang dirawat di ruang ini. Karakteristik anak rentan
terhadap kebutuhan akan rasa nyaman ini sehingga proses penyembuhan dapat lebih mudah
terwujud. Tahun 1980an kenyamanan bukan merupakan tujuan utama dalam asuhan
keperawatan juga pada ruang rawat infeksi, namun kemudian berkembang kenyamanan
menjadi tujuan utama pada perawatan pasien termasuk pasien anak di ruang infeksius.
Keberhasilan anak dalam memperoleh rasa aman bisa mempengaruhi banyak hal juga
konservasi energi dalam proses penyembuhannya.
Tujuan asuhan keperawatan confort pada anak adalah meningkatkan kenyamanan pada anak
dan keluarga.

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian ditujukan untuk menggali kebutuhan nyaman klien dan keluarga pada empat
konteks pengalaman fisik, sosiokultural, psikospiritual dan lingkungan. Kenyamanan
fisik meliputi sensasi tubuh dan mekanisme homeostasis. Kenyamanan psikospiritual
meliputi kesadaran diri (harga diri, seksualitas, arti hidup). Kenyamanan lingkungan
meliputi lampu, bising, lingkungan sekeliling, cahaya, suhu, elemen tiruan/ alami.

2. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan bertujuan meningkatkan rasa nyaman. intervensi kenyamanan
terdiri dari tiga kategori :
a. intervensi kenyamanan standar untuk mempertahankan homeostasis dan
mengontrol rasa sakit
b. pelatihan/ coaching untuk meredakan kecemasan, memberikan jaminan dan
informasi, menanamkan harapan, mendengarkan dan membantu merencanakan
pemulihan
c. tindakan yang menenangkan jiwa, hal-hal yang menyenangkan untuk membuat
anak dan keluarga diperhatikan

3. Implementasi Keperawatan
Kebutuhan kenyamanan fisik termasuk deficit dalam mekanisme fisiologis yang
terganggu atau beresiko karena suatu penyakit atau prosedur invasif. Kebutuhan fisik
yang tidak terlihat jelas oleh klien dan keluarga tidak mungkin tidak di sadari oleh orang
tua seperti keseimbangan cairan dan elektrolit, oksigenasi dan termoregulasi. Kebutuhan
fisik yang terlihat seperti nyeri, mual, muntah, menggigil dan gatal lebih mudah
ditangani dengan atau tanpa obat. Standar kenyamanan intervensi diarahkan untuk
mendapatkan kembali atau mempertahankan homeostasis.
Kebutuhan kenyamanan sosiokultural adalah kebutuhan untuk jaminan budaya,
dukungan, bahasa tubuh yang positif, dan caring. Kebutuhan ini didapatkan melalui
pembinaan, yang mencakup sikap optimisme, pesan-pesan kesehatan dan dorongan
semangat, penghargaan terhadap pencapaian klien. Perencanaan pulang juga membantu
kebutuhan sosial untuk transisi perpindahan perawatan ke rumah dari rumah sakit.

Kebutuhan kenyamanan psikospiritual termasuk untuk kepercayaan diri, motivasi dan


kepercayaan agar anak dan keluarga lebih tenang ketika menjalani prosedur invasive
yang menyakitkan atau trauma yang tidak dapat segera sembuh, kebutuhan ini sering
dipenuhi dengan tindakan keperawatan serta ditargetkan untuk transendensi seperti
pijat, perawatan mulut, pengunjung khusus, sentuhan, kepedulian, fasilitasi diri untuk
kegiatan menghibur, dan kata-kata motivasi. Tindakan ini termasuk intervensi khusus
karena perawat seringkali tidak sempat menyempatkan diri melaksanakannya dan
apabila dilaksanakan akan bermakna untuk klien dan keluarganya. Tindakan ini
memfasilitasi klien dan keluarga mencapai transcendence. Transcendensi merupakan
faktor kunci dalam kematian anak yang damai (Kolcaba & Di Marco, 2005).

Kebutuhan kenyamanan lingkungan meliputi ketertiban, ketenangan, perabotan yang


nyaman, bau yang minimal dan keamanan termasuk perhatian dan saran untuk
beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Ketika perawat tidka bisa menyediakan
lingkungan yang tenang, perawat bisai membantu klien dan keluarga untuk menerima
kekurangan dari pengaturan yang ideal. Perawat juga dituntut untuk meningkatkan
keadaan ligkungan yang dapat meningkatkan kesehatan seperti kebisingan, cahaya,
gangguan tidur yang disebabkan lingkungan

4. Evaluasi

Evaluasi dilakukan setelah implementasi. Beberapa instrumen telah dikembangkan


untuk mengukur pencapaian tingkat keamanan seperti Behaviour Checklist (CBS) atau
Children Comfort Daisies sesuai dengan usia anak (Kolcaba dan Di Marco, 2005)
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R. (2014). Nursing theorists and their work. 8thed. St Louis: Mosby-Inc.
Fawcet, Jacqueline. (2005). Contemporary Nursing Knowledge : Analysis and Evaluation of
Nursing Models and Theories (Second Edition). Philadelphia : F.A. Davis Company
Levine, ME (2009) Levine four concervation principles. http://www.desales.edu/sev0/levine
diakses tanggal 4 November 2013.
McEwen, M., &Wills, E.M. (2011). Theoretical basis for nursing 3rded. Philadelphia : Lippincot
Williams & Wilkins
Overmyer, C. A. (2005). Home: A concept analysis with application of the concept to experiences
of individuals with serious and persistent mental illness. (Order No. 1428848, Grand Valley
State University). ProQuest Dissertations and Theses,, p. 126-126 Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/305350141?accountid=17242.(305350141)
Parker, M.E. (2005). Nursing theories and nursing practices (2nd ed.). Philadelphia: F.A. Davis
Company.
Peterson. S. J.P., Bredow. T.S, (2004). Middle range theory: application to nursing research.
Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Swanson, K. M. (1991). Empirical Development of a Middle-Range Theory of Caring. Nursing
Research, 40, 161-166Tomey, A. M. & Alligood, M. R. (2010). Nursing Theorists and Their
Works (7th ed.). St. Louis: Mosby Elsevier, Inc..
Tourville, C., & Ingalls, K. (2003).The living tree of nursing theories.Nursing Forum, 38(3), 21-
30, 36. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/195013387?accountid=17242

Anda mungkin juga menyukai