STASE KDP
Di Susun Oleh:
MUJA ASMARA
NIM: P2002040
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat
individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan mental,
sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego
seseorang individu (Mahon, 1994). Ada dua bentuk nyeri secara umum yang
diketahui yaitu: nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional yang berlangsung kurang dari tiga bulan. Sedangkan nyeri kronis
berlangsung lebih dari tiga bulan (Tim Pokja SDKI PPNI Edisi 1, 2016).
Pada umumnya penatalaksanaan nyeri terbagi menjadi dua, yaitu dengan
pendekatan farmakologis dan nonfarmakologis. Pendekatan secara farmakologis
dapat dilakukan dengan memberikan analgesik. Walaupun analgesik sangat efektif
untuk mengatasi nyeri, namun hal tersebut akan berdampak kecanduan obat dan
akan memberikan efek samping obat yang berbahaya bagi pasien. Secara
nonfarmakologis penatalaksanaannya antara lain dengan menggunakan nafas
dalam, teknik relaksasi dan distraksi (Potter dan Perry, 2010).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mempunyai keterampilan dalam memenejemen nyeri
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian nyeri
b. Memberikan tata laksana pasien nyeri dan merujuk bila terjadi komplikasi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Nyeri
Definisi nyeri terkini menurut International Association for the Study of Pain
(IASP) adalah sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan atau stimulus yang potensial
menimbulkan kerusakan jaringan. Konsep lama menyatakan bahwa proses nyeri
(pain processing) hanya bergantung pada jalur nyeri saja dan intensitas nyeri yang
timbul hanya dipengaruhi besarnya stimulus yang didapatkan. Teori gate control
yang dipopulerkan oleh Melzack dan Wall menyatakan bahwa pesepsi nyeri tidak
hanya dipengaruhi oleh aspek neurofisiologi saja, tetapi juga oleh aspek
psikologis. Teori ini menyatakan bahwa proses modulasi desendens dari otak ke
medula spinalis terhadap serabut saraf penghantar nyeri sangat Paradigma modern
penatalaksanaan nyeri telah berubah dari model biomedikal menjadi model
biopsikososial yang didasari pengertian bahwa mekanisme nyeri merupakan
integrasi dari input sensorik, emosional dan sistem kognitif (Meyer, 2007 dalam
Bambang et.all., 2017).
B. Klasifikasi Nyeri
Berdasarkan waktu nyeri dapat dibagi menjadi nyeri akut, sub-akut, dan
kronik. Nyeri akut merupakan respon biologis normal terhadap cedera jaringan
dan merupakan sinyal terhadap adanya kerusakan jaringan misalnya nyeri pasca
operasi, dan nyeri pasca trauma muskuloskeletal. Nyeri tipe ini sebenarnya
merupakan mekanisme proteksi tubuh yang akan berlanjut pada proses
penyembuhan. Nyeri akut merupakan gejala yang harus diatasi atau penyebabnya
harus dieliminasi. Nyeri sub akut (1 – 6 bulan) merupakan fase transisi dan nyeri
yang ditimbulkan karena kerusakan jaringan diperberat oleh konsekuensi problem
psikologis dan sosial. Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung lebih dari 6
bulan. Nyeri tipe ini sering kali tidak menunjukkan abnormalitas baik secara fisik
maupun indikator-indikator klinis lain seperti laboratorium dan pencitraan.
Keseimbangan kontribusi faktor fisik dan psikososial dapat berbeda-beda pada
tiap individu dan menyebabkan respon emosional yang berbeda pula satu dengan
lainnya. Dalam praktek klinis sehari-hari nyeri kronik dibagi menjadi nyeri kronik
tipe maligna (nyeri kanker) dan nyeri kronik tipe non maligna (artritis kronik,
nyeri neuropatik, nyeri kepala, dan nyeri punggung kronik) (dalam Bambang
et.all., 2017).
Nyeri secara esensial dapat dibagi menjadi dua, yaitu nyeri adaptif dan nyeri
maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan melindungi
organ dari cedera atau sebagai penanda adanya proses penyembuhan dari cedera.
Nyeri maladaptif terjadi jika terdapat proses patologis pada sistem saraf atau
akibat dari abnormalitas respon sistem saraf. Kondisi ini merupakan suatu
penyakit (pain as a disease). Pada praktek klinis sehari-hari kita mengenal 4 jenis
nyeri:
1. Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan.
Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi khusus karena
berlangsung singkat. Nyeri ini dapat timbul jika ada stimulus yang cukup
kuat sehingga akan menimbulkan kesadaran akan adanya stimulus berbahaya,
dan merupakan sensasi fisiologis vital. Contoh: nyeri pada operasi, dan nyeri
akibat tusukan jarum.
2. Nyeri Inflamatorik
Nyeri inflamatorik adalah nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri tipe II ini dapat terjadi
akut dan kronik dan pasien dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke
fasilitas kesehatan. Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
3. Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf perifer (seperti
pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia, radikulopati lumbal, dll)
atau sentral (seperti pada nyeri pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca
stroke, dan nyeri pada sklerosis multipel).
4. Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya
abnormalitas perifer dan defisit neurologis. Nyeri fungsional disebabkan oleh
respon abnormal sistem saraf terutama hipersensitifitas aparatus sensorik.
Beberapa kondisi umum yang memiliki gambaran nyeri tipe ini antara lain
fibromialgia, irritable bowel syndrome, beberapa bentuk nyeri dada non-
kardiak, dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui mengapa pada nyeri
fungsional susunan saraf menunjukkan sensitivitas abnormal atau
hiperresponsif.
C. Etiologi
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu trauma, mekanik, thermos,
elektrik, neoplasma (jinak dan ganas), peradangan (inflamasi), gangguan sirkulasi
darah dan kelainan pembuluh darah serta yang terakhir adalah trauma psikologis
(Handayani, 2015).
D. Patofisiologi
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan
dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi.
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan
stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe
serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C.
Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius
dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini
adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi,
merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal
tanpa adanya mediator inflamasi.
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu
dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak.
Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik
dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya
berhubungan dengan banyak neuron spinal.
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related
neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan
mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu,
kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga
mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area
otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju
medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau
bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.
Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan
hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan
karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi
untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor
nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap
stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga
Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin dan
ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.
E. Manifestasi Klinis
Menurut International Association for The Study of Pain disebutkan beberapa
gambaran gejala pada myofascial trigger point adalah sebagai berikut :
1. Trigger points menimbulkan nyeri saat diransang.
2. Durasi nyeri bisa sampai jam atau hari
3. Nyeri yang mendalam (deep pain), sakit, nyeri bakar, dan kadang-kadang
nyeri dirasakan superficial.
4. Nyeri dapat menyebar caudal atau cranial.
5. Intensitas nyeri berhubungan dengan tingkat irirtabilitas.
F. Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi
nyeri paska pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien
digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini
mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri
yang dirasakan. Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini
1. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai
dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada
pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien
yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal
setempa.
H. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan Ni Putu Wardani (2014), pemeriksaan penunjang yang dilakukan
bertujuan untuk mengetahui penyebab dari nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan
seperti :
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan penunjang lainnya
a) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan abdomen
b) Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c) CT-Scan untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah di otak
d) MRI
I. WOC (what of caution)
Degranulasi Kerusakan
rangka Kerusakan kulit
Kurang informasi
sel mast neuromuskuler
Luka terbuka
cemas
Cedera sel
Perubahan status
kesehatan
fraktur
trauma
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
Anamnesa
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa
medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
c. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care
karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis, sopor,
koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
1. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagmosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur
femur sebagai berikut :
a) Nyeri akut berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
b) Gangguan rasa nyaman berhubungan engan gejala penyakit
2. Intervensi
SDKI SLKI SIKI
Pengaturan posisi
Observasi :
- Monitor alat traksi agar selalu tepat
Terapeutik
- Tempatkan pada posisi terapeutik
- Imobilisasi dan topang bagian
tubuh yang cedera dengan cepat
- Tinggikan bagian tubuh yang sakit
dengan tepat
- Hindarin menempatkan pada posisi
yang dapat meningkatkan nyeri
- Hindari posisi yang menimbulkan
ketegangan pada lukaminimalkan
gesekan dan tarikan saat mengubah
posisi
- Ubah posisi setiap 2 jam
Edukasi
- Ajarkan cara menggunakan postur
yang baik dan mekanik tubuh yang
baik selama melakukan perubhan
posisi
FORMAT PENGKAJIAN DAN ANALISA KETERAMPILAN
TEMPAT PERAKTEK :
TANGGAL :
B. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan merasakan yeri pada daerah paha
2. Pola eliminasi
a. Buang air besar : selama di rumah sakit klien belum ada BAB
b. Buang air kecil : selama di rumah sakit klien menggunakan kateter untuk alat
banatu berkemih
4. Oksigenasi
Tidak ada jejas, RR 20x/menit, pola nafas regular, SpOz : 98%, pernafasan cuping
hidung, terdapat retraksi dinding dada.
a. Palpasi : pergerakan dinding dada simetris tidak ada bagian yang tertinggal, taktil
freminus teraba dikedua lapang dada.
b. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
c. Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan di seluruh lobus
paru
5. Pola tidur dan istirahat
a. Lama tidur : klien hanya tidur 3 - 4 jam
b. Gangguan tidur : klien mengalami kesulitan istirahat dan tidur dikarenakan rasa
nyeri yang di alami
6. Pola persepsual
a. Pengelihatan : klien tidak mengalami gangguan penglihatan
b. Pendengaran : klien tidak mengalami gangguan pendengaran
c. Pengecap : klien tidak mengalami gangguan pengecap
d. Sensasi : klien tidak mengalami gangguan sensansi
10. Pola manajemen koping-stress (perubahan terbesar dalam hidup saat ini)
Klien memiliki koping yang kurang baik, karena rasa cemas akan penyakitnya.
11. System nilai dan keyakinan (pandangan klien tentang agama,kegiatan keagamaan)
Pandangan klien tentang agama sangat baik, karena klien sangat yakin dan percaya akan
kenyakinannya.
D. PEMERIKSAAN FISIK
3. System limfatik
Tidak terkaji
4. System imun
Tidak terkaji
5. System respirasi
Tidak terkaji
6. System kardiovaskuler
Klien mengatakan nyeri pada daerah paha, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri menetap
dan terus menerus selama ±10 menit. inspeksi : skala nyeri 3, klien meringis.
7. System pencernaan
Selama di rumah sakit klien belum ada BAB dan terpasang cateter
8. System endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, getah bening dan trias DM
9. System musculoskeletal
E. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium
2. Radiologi
3. Pemeriksaan penunjang lain
F. TERAPI
1. IVFD RL 500 cc 28 tetes/menit
2. Ceftriaxon 2x1 mg
3. Levoflaxacin 1x750
4. Ranitidin 2x1 mg
5. Ketorolac 2x1 mg
6. Paracetamol 3x1 mg
7. Tramadol
G. ANALISIS DATA
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit
LAPORAN ANALISA KETERAMPILAN
(KEPERAWATAN DASAR PROFESI)
NO ITEM REVIEW
A. IDENTITAS PASIEN
1. Inisial pasien : Tn. T
2. Usia : 38 tahun
3. Diagnosa medis : Fraktur Femur
4. Pemenuhan kebutuhan : Nyeri
5. Diagnosa keperawatan : Nyeri Akut
6. Tindakan yang dilakukan : Manajemen nyeri
Tanggal tindakan : 20 Desember 2020
7. Waktu : 20 Desember 2020
B STANDAR : Terapi Relaksi Nafas Dalam
PROSEDUR
OPERASIONAL
1. Pengertian : Merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada
pasien yang mengalami nyeri kronis. Rileks sempurna yang
dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan
sehingga mencegah menghebatnya stimulasi nyeri
2. Tujuan tindakan 1. Meningkatkan aliran udara dan oksigen dalam darah
2. Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
3. Membantu dan meningkatkan relaksasi
4. Meningkatkan kualitas tidur
3. Prinsip tindakan : Suasana lingkungan tenang
(rasional)
4. Indikasi : Dilakukan untuk pasien yang mengalami nyeri akut dan nyeri
kronis
5. Kontraindikasi :
6. Alat :
7. Pra interaksi 1. Membaca status pasien
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
8. Interaksi 1. Memberikan salam teraupetik
2. Validasi kondisi pasien saat ini
3. Menjaga keamanan privasi pasien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada
pasien dan keluarga
9. Kerja
1. Berikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya bila ada
sesuatu yang kurang dipahami / jelas
2. Atur posisi agar pasien rileks tanpa adanya bebab fisik, baik
duduk maupun berdiri. Apabila pasien memilih duduk, maka
bantu pasien duduk di tepi tempat tidur atau posisi duduk
tegak di kursi. Posisi juga bisa semifowler, berbaring di
tempat tidur dengan punggung tesangga bantal
4. Rencana tindak lanjut : (hal yang akan dilakukan setelah mempelajari kesalahan sebelumnya)
Dalam tindakan selanjutnya, saya akan :
1. meminjam troli saat akan melakukan tindakan
2. memasang perlak dan pengalas
3. dst
A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penyusunan makalah asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan kenyamanan (nyeri) pada fraktur femur dekstra
post. ORIF adalah sebagai berikut :
1. Nyeri adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan
fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak yang diikuti oleh reaksi fisik,
fisiologis, dan emosional.
2. Nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang
dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki
sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa,
khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung empedu.
3. Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi oleh arti nyeri, persepsi nyeri, toleransi nyeri
dan reaksi terhadap nyeri.
B. SARAN
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa agar dapat meningkatkan pengetahuannya tentang masalah-
masalah dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman dan juga meningkatkan kemampuan
dalam membuat asuhan keperawatan yang baik dan benar.
2. Bagi Perawat
Diharapkan bagi perawat agar dapat meningkatkan keterampilan dalam memberikan
asuhan keperawatan serta pengetahuannya sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan yang optimal terkhususnya pada pasien fraktur femur dextra post op.
ORIF.
3. Bagi Dunia Keperawatan
Diharapkan asuhan keperawatan ini dapat terus ditingkatkan teorinya sehingga dapat
menambah pengetahuan yang lebih baik bagi dunia keperawatan, serta dapat di
aplikasikan untuk mengembangkan keterampilan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan rasa nyaman (nyeri) pada fraktur femur
dextra post op. ORIF.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Suryono Suwondo, Lucas Meliala, Sudadi (2017). Buku Ajar Nyeri, Indonesia Pain
Society. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUP Dr. Sardjito Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Potter, Pactricia A. & Anne, G. Perry. (2010). Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed. 7. Jakarta:
Salemba Medika