Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KLIEN DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI


DI RUANG AROFAH RSU ISLAM KLATEN

Disusun Oleh :

MELINDA SETYOWATI

P2105020

PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN

Tahun 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI

A. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasirasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2009)
Nyeri merupakan keadaan ketika individu mengalami sensasi ketidaknyaman 
dalam merespons suatu rangsangan yang tidak menyenangkan (Lynda Juall, 2012).
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jarigan aktual atau potensial, atau
yang digambarkan sebagai keruakan (International Association for the Study of Pain)
yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan berakirnya
dapat diatisipasi atau diprekdisi, dan dengan durasi kurang dari 3 bulan ( NANDA,
2018).
Nyeri kronis adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jarigan aktual atau potensial, atau
yang digambarkan sebagai keruakan (International Association for the Study of Pain)
yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, tejadi konstan atau
berulag yang berakhirnya tidak dapat diantisipasi atau diprediksi, dan durasi lebih dari
3 bulan (NANDA, 2018)

B. Fisiologi Nyeri
Untuk memudahkan dalam memahami nyeri, maka perlu mempelajari 3
komponen fisiologi nyeri, antara lain:
a. Resepsi: Proses perjalanan nyeri.
b. Persepsi: Kesadaran seseorang terhadap nyeri. Adanya stimuli yang mengenai
tubuh ( mekanik, termal, kimia ) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia
(histamine, bradikinin, kalium). Substansi tersebut menyebabkan
nosiseptorbereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri maka akan timbul
impuls saraf yang akan dibawa menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran,
suhu hangat dan tekanan halus. Reseptor terletak di struktur permukaan.
c. Reaksi: Respon fisiologis dan perilaku setelah mempersepsikan nyeri.
Neuroregulator
a. Substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, berperan penting
pada pengalaman nyeri.
b. Substansi ini ditemukan pada nociceptor yaitu pada akhir saraf dalam kornu
dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik.
c. Neororegulator ada 2 macam yaitu Neurotransmiter dan Neuromodulator.
d. Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah sinaptik antara 2
serabut saraf. (Contoh: supstansi P, serotonin, prostaglandin).
e. Neuromodulator memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf
tanpa mentransfer secara langsung sinyal saraf yang melalui synaps (Contoh:
endorphin, bradikinin ).
f. Neuromodulator diyakini aktivitasnya secara tidak langsung bisa meningkatkan atau
menurunkan efek sebagai neurotransmitter.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Faktor-faktor yang dimaksud diantaranya seperti yang disebutkan oleh
Kozier et al. (2010) adalah kebudayaan, usia, lingkungan dan individu pendukung,
pengalaman masa lalu, makna nyeri, dan ansietas. Selain faktor di atas Potter & Perry
(2005) juga mengatakan jenis kelamin, keletihan dan gaya koping seseorang
merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap nyeri. Berikut
penjelasannya:
1. Pengalaman nyeri sebelumnya
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri di masa lampau dan saat ini nyeri
yang lama timbul kembali, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri.
2. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
3. Budaya
Respon seseorang terhadap nyeri berbeda antara seseorang dengan budaya yang
satu dengan yang lainnya.  Semasa anak-anak, orang belajar dari sekitar mereka
apakah respons terhadap nyeri dapat diterima atau tidak. Sebagai contoh, seorang
anak mungkin belajar bahwa nyeri akibat cedera karena olahraga tidak separah
dengan nyeri akibat kecelakaan berkendara. Seperti halnya juga seorang laki-laki
tidak boleh mengeluh nyeri, sedangkan perempuan boleh mengeluh nyeri.
4. Jenis kelamin
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara wanita dengan laki-laki dalam
merespon nyeri, akan tetapi lebih mengarah kepada budaya.
5. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
bagaimana mengatasinya.
6. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa keletihan menyebabkan sensasi
nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping sehingga terbentuk
siklus nyeri-letih-nyeri.
7. Gaya Koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.
8. Lingkungan dan individu pendukung
Lingkungan yang asing seperti rumah sakit dengan kebisingan dan aktivitasnya,
dapat menambah persepsi nyeri. Selain itu, individu yang tidak mempunyai
individu pendukung dapat merasakan nyeri hebat, sebaliknya orang yang memiliki
individu pendukung di sekitarnya merasakan sedikit nyeri.

D. Nilai-nilai normal dan Cara Pengukuran


Terdapat beberapa pengkajian nyeri yang dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat nyeri antara lain:
1. Verbal Descriptor Scale (VDS)
Skala pendeskripsi verbal merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga
sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang
garis. Pendeskripsi ini diurutkan dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak
tertahan”. Perawat menunjukkan klien tentang skala tersebut dan meminta klien
untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang dirasakannya. Perawat juga
menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh
nyeri terasa tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih
sebuah kategori untuk mendeskripsikan rasa nyeri (Potter &Perry 2007).
2. Visual Analog Scale (VAS)
VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada klien untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS merupakan pengukur keparahan nyeri
yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian
dari pada dipaksa memilih satu kata (Potter & Perry 2007). Penjelasan tentang
intensitas digambarkan sebagai berikut:

Gambar: Visual Analog Scale (VAS)


Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri, intensitas nyeri pada
skala 1 sampai 3, rasa nyeri seperti gatal atau tersetrum atau nyut-nyutan atau
melilit atau terpukul atau perih atau mules. Intensitas nyeri pada skala 4
sampai 6, seperti kram atau kaku atau tertekan atau sulit bergerak atau
terbakar atau ditusuk-tusuk. Sangat nyeri pada skala 7 sampai 9 tetapi masih
dapat dikontrol oleh klien. Intensitas nyeri sangat berat pada skala 10 nyeri
tidak terkontrol (Potter & Perry, 2007).
3. Skala Nyeri Oucher
Skala nyeri Oucher merupakan salah satu alat untuk mengukur intensitas nyeri
pada anak, yang terdiri dari dua skala yang terpisah, yaitu sebuah skala dengan
nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala
fotografik dengan enam gambar pada sisi kanan untuk anak-anak yang lebih kecil.
Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa tidak nyaman dirancang
sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami
makna dan tingkat keparahan nyeri (Potter & Perry 2007).
Gambar : Skala nyeri Oucher
4. Wong – Baker FACES Pain Rating Scale
Skala ini terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan
wajah dari wajah yang sedang tersenyum hal ini menunjukkan tidak adanya nyeri
kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang
sangat sedih, sampai wajah yang sangat ketakutan hal ini menunjukkan adanya
nyeri yang sangat (Potter & Perry 2007).

Gambar : Wong – Baker FACES Pain Rating Scale


Keterangan dari gambar diatas adalah angka 0 menunjukkan sangat
bahagia sebab tidak ada rasa sakit, angka 2 menunjukkan sedikit menyakitkan,
angka 4 menunjukkan lebih menyakitkan, angka 6 menunjukkan lebih
menyakitkan lagi, angka 8 menunjukkan jauh lebih menyakitkan dan angka 10
menunjukkan benar-benar menyakitkan (Wong, 2008).
5. Numerical Rating Scale (NRS)
NRS digunakan untuk menilai intensitas atau keparahan nyeri dan memberi
kebebasan penuh klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. NRS merupakan
skala nyeri yang popular dan lebih banyak digunakandi klinik, khususnya pada
kondisi akut, mengukur intensitasnyeri sebelum dan sesudah intervensi teraupetik,
mudah digunakan dan didokumentasikan (Datak 2008).

Gambar : Numerical Rating Scale (NRS)


Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri, intensitas nyeri ringan
pada skala 1 sampai 3, intensitas nyeri sedang pada skala 4 sampai 6, intensitas
nyeri berat pada skala 7 sampai 10. Cara penggunaan skala ini adalah : berilah
tanda salah satu angka sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan pasien.
NRS merupakan skala pengukuran nyeri yang mudah dipahami oleh
pasien, dalam penelitian ini skala nyeri NRS diberi warna yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, skala NRS ini yang akan digunakan sebagai instrumen
penelitian (Potter & Perry 2007).
Intensitas skala nyeri dikategorikan sebagai berikut:
a) 0 = tidak nyeri (hijau), tidak ada keluhan nyeri.
b) 1-3 = nyeri ringan (kuning), ada rasa nyeri, mulai terasa dan masih dapat
ditahan.
c) 4-6 = nyeri sedang (orange), ada rasa nyeri, terasa mengganggu dengan
usaha yang cukup untuk menahannya.
d) 7-10 =nyeri berat (merah), ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak
tertahankan sehingga harus meringis, menjerit bahkan berteriak.
E. Jenis Gangguan
a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya kerusakan
jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.
b. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya
penekanan pada reseptor nyeri.
c. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
d. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteria koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
e. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
F. Pengkajian
a. Perilaku non verbal
Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati antara lain ekspresi wajah,
gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll.
b. Kualitas
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan nyeri. Anjurkan
pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.
c.  Factor presipitasi
Beberapa factor presipitasi yang meningkatkan nyeri antara lain  lingkungan, suhu
ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba
d.  Intensitas
Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan, atau dapat
menggunakan skala dari 0-10.
e.  Waktu dan lama
Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan nyeri mulai, berapa lama, bagaimana
timbulnya, juga interval tanpa nyeri, kapan nyeri terakhir timbul.
f. Hal yang perlu dikaji lainnya adalah karakteristik nyeri (PQRST)
P (provokatif) : factor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (quality) : seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau tersayat)
R (region) : daerah perjalanan nyeri
S (Skala nyeri) : keparahan/ intensitas nyeri
T (time) : lama/waktu serangan/ frekuensi nyeri.
g. Kaji riwayat nyeri
a) Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik minta klien untuk menunjukkan
area nyerinya, bisa dengan bantuan gambar. Klien bisa menandai bagian tubuh
yang mengalami nyeri.
b) Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya
untuk menetukan intensitas nyeri pasien.
c) Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk.Perawat
perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan
nyerinya.Sebab informasi berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri.
d) Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
e) Faktor presipitasi
Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri sebagai contoh,
aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, factor
lingkungan ( lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas), stressor fisik
dan emosionaljuga dapat memicu munculnya nyeri.
f) Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare.Gejala tersebut dapat
disebabkan awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri. Pengaruh pada aktivitas
sehari-hari.Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas
harian klien akan membantu perawat memahami perspektif klien tentang nyeri.
Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, napsu
makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan,
aktivitas dirumah, aktivitas diwaktu senggang serta status emosional. 
g) Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi
nyeri.Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya
atau pengaruh agama atau budaya. 
h) Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat,
dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan banyak factor lainnya.Perawat
perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan
gagal pada klien.
h. Kaji respon perilaku dan fisiologis
- Respon non verbal : ekspresi wajah, misal menutup mata rapat-rapat atau
membuka mata lebar-lebar, menggigit bibir bawah.
- Respon perilaku : menendang-nendang, membalik-balikkan tubuh di atas kasur,
dll
- Respon fisiologis : TTV, diaphoresis, dilatasi pupil akibat tersimulasinya
sistem syaraf simpatis
G. Diagnosa
1. Nyeri Akut b.d Agen cidera Biologis, Kimiawi, fisik
2. Ansietas b.d konflik tentang tujuan hidup, stressor, ancaman pada kasus terkini
3. Resiko infeksi area pembedahan b.d luka insisi
H. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa I : Nyeri Akut
NOC :
Kontrol Nyeri
 Mengenali kapan nyeri terjadi
 Meggunakan tindakan penguragan nyeri tanpa analgesik
 Menggambarkan faktor penyebab
 Menggunakan analgesik yang direkomendasikan
 Melaporkan nyeri yang terkontrol
Tingkat Nyeri
 Ekspresi nyeri wajah
 Mengeluarkan keringat
 Menggosok area yang terkena dampak
NIC :
Pemberian Analgesik
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri sbelum
mengobati pasien
Rasional : untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
 Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi
Rasional : untuk mngetahui obat, dosis dan frekuensi yang masuk secara
benar
 Cek adanya riwayat alergy
Rasional : untuk mengetahui ada tidaknya alergy obat pada pasien
 Monitor TTV
Rasional : tanda vital untk mengetahui keadaan umum pasien
 Pemilihan rute intravena daripada intramuskular untuk injeksi pengobatan
yang sering
Rasional : untuk mengetahui injeksi intravena obat yang masuk untuk
mengurangi rasa nyeri
Manajemen Nyeri
 Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan penangan nyeri degan tepat
(penggunakan teknik nonfarmakologi)
Rasional : untuk mengajarkan pasien apabila nyeri timbul
 Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, dan kualitas, faktor pencentus nyeri
Rasional : untuk mengetahui skala nyeri yang timbul
b. Diagnosa II : Ansietas
NOC :
Tingkat Kecemasan
 Tidak dapat beristirahat
 Rasa cemas yang disampaikan secara lisan
 Peningkatan tekanan darah
Kontrol Kecemasan Diri
 Mengurangi penyebab kecemasa
 Mencari informasi mengurangi kecemasan
 Menggunakan teknik relaksasi untukmengurangi kecemasan
NIC :
Pengurangan kecemasan
 Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
Rasional : untuk memberikan kenyamanan teraupetik kepada klien
 Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat
Rasional : untuk memotivasi dan keluarga aka lebih dekat pada pasien
 Kaji TTV
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien
Terapi relaksasi
 Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi serta jenis relaksasi yang
tersedia ( misalnya ; musik, otot progresif, meditasi, relaksasi rahang )
Rasional : untuk menginformasikan kepada pasien dan keluarga dengan
teknik relaksasi da jenis-jenis relaksasi
 Dorong pasien untuk mengambil posisi yang nyaman dengan pakaian
longgar dan tutup mata
Rasional : untuk memposisikan pasien agar lebih nyaman dan bisa lebih
fokus
c. Diagnosa III : Resiko Infeksi
NOC :
Keparahan Infeksi
 Kemerahan tidak ada
 Demam berkurang
Pemulihan Pembedahan : Segera Setelah Operasi
 Tekanan darah sistol dengan batas normal
 Tekanan darah diaskol dengan batas normal
 Tekanan nadi
 Subu tubuh
 Tingkat kesadaran
NIC :
Kontrol infeksi
 Bersihkan lingkungan yang baik dengan baik setelah digunakan untuk
setiap pasien
 Anjurkan pasien untuk mencuci tangan dengan tepat
Perlindungan infeksi
 Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Periksakondisi setiap sayatan bedah atau luka
 Anjurkan untuk istirakat
DAFTAR PUSTAKA

T.H. Herdman, S, Kamitsuru , 2018. NANDA-I Diagnosa Keperawatan, Edisi 11.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Potter & Perry. 2007. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Wong. 2008. Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Kozier, B, Erb, G, Berman, A & Snyder, SJ 2009 , Buku Ajar Praktik Keperawatan
Klinis, Edisi 5.EGC, Jakarta

Moorhead, Sue, dkk. 2016. Nursing Outcome Classification and Nursing Intervention
Classifications. Singapore: Elseiver Global Right
Klaten, 06 November 2021

Mahasiswa

Melinda Setyowati

Mengetahui

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Anda mungkin juga menyukai