Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Nyeri


1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah suatu fenomena kompleks yang berpengaruh hanya pada
jaringan yang mengalami cedera atau penyakit. Persepsi klien terhadap nyeri
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya, faktor kepribadiaan, dan status
psikologis (Waugh 1990; Maryunani 2013).
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan (Maryunani 2013). Menurut
Smeltzer (2002) Kategori dasar nyeri yang secara umum:
a. Nyeri Akut adalah nyeri secara tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan
cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera
telah terjadi. Nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya
penyembuhan, nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Cedera atau penyakit yang menyebabkan
nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan.
b. Nyeri Kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang
diperkirakan dan tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik.
Nyeri kronis sebagai nyeriyang berlangsung selama enam bulan atau lebih.
Nyeri kronis dapat terjadi pada kanker tetapi nyeri jenis ini biasanya
mempunyai penyebab yang dapat di identifikasi.
2. Skala Nyeri
a.Word Grapic Rating Scale
Menggunakan deskripsi kata untuk menggambarkan intensitas nyeri

Gambar 2.1

b.Face Pain Rating scale


Menurut wong dan baker (1998) pengukuran skala nyeri menggunakan Face
Pain Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri”
hingga wajah yang menangis untuk “nyeri berat” (Maryunani 2013).

Gambar 2.2
c. Skala nyeri menurut bourbanis

Gambar 2.3

Perawat menanyakan kepada klien tentang nilai nyerinya dengan menggunakan


skala 0 sampai 10 yang membantu menerangkan bagaimana intensitas nyerinya. d.
Skala intensitas nyeri Numerical Ranting Scale (NRS) NRS digunakan untuk
menilai intensitas atau keparahannyeri dan memberi kebebasan penuh klien
untukmengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry 2006). Skala penilaian NRS
(Numerical Ranting Scale) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata
(Maryunani 2013). Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri, intensitas nyeri
ringan pada skala 1 sampai 3, intensitas nyeri sedang pada skala 4sampai 6,
intensitas nyeri berat pada skala 7 sampai 10 (Potter & Perry 2006).

d. Skala Visual Analog Scale (VAS)


VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada klien untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS merupakan pengukur keparahan nyeri yang
lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik padarangkaian dari
pada dipaksa memilih satu kata (Potter & Perry 2006). Mengkaji intensitas nyeri
sangat penting walaupun bersifat subyektif dan banyak dipengaruhi berbagai
keadaan seperti tingkat kesadaran, konsentrasi dan harapan keluarga, intensitas
nyeri dapat dijabarkan di dalam sebuah skala nyeri dengan deskriptif: tidak nyeri,
ringan, sedang, sangat nyeri tetapi masih dapat terkontrol dan sangat nyeri tetapi
tidak dapat dikontrol oleh pasien berdasarkan VAS. Penjelasan tentang intensitas
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.4
Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri, intensitas nyeri ringan
pada skala 1 sampai 3, intensitas nyeri sedang pada skala 4 sampai 6,
intensitas nyeri berat pada skala 7 sampai 9 intensitas nyeri sangat berat pada
skala 10 nyeri tidak terkontrol. Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri,
intensitas nyeri pada skala 1 sampai 3, rasa nyeri seperti gatal atau tersetrum
atau nyut- nyutan atau melilit atau terpukul atau perih. Intensitas nyeri pada
skala 4 sampai 6, seperti kram atau kaku atau tertekan atau sulit bergerak atau
terbakar atau ditusuk-tusuk. Sangat nyeri pada skala 7 sampai 9 tetapi masih
dapat dikontrol oleh klien. Intensitas nyeri sangat berat pada skala 10 nyeri
tidak terkontrol.
3. Mengkaji Persepsi Nyeri
Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri
seseorang. Agar alat-alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut
harus memenuhi kriteria berikut: mudah dimengerti dan digunakan,
memerlukan sedikit upaya pada pihak pasien, mudah di nilai dan sensitif
terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri. Alat-alat pengkajian nyeri
dapat di gunakan untuk mendokumentasikan kebutuhan intervensi, untuk
mengevaluasi efektivitas intervensi dan untuk mengidentifikasi kebutuhan
akan intervensi alternatif atau tambahan jika intervensi sebelumnya tidak
efektif dalam meredakan nyeri. Deskripsi verbal tentang nyeri, individu
merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus
diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang
diperlukan harus mengambarkan nyeri individual dalam beberapa cara yang
berikut:
a. Intensitas nyeri.
Individu dapat di minta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal
( misalnya: tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat atau sangat hebat atau 0 :
tidak ada nyeri; 10 : nyeri sangat hebat).
b. Karakteristik nyeri, termasuk letak, durasi, irama (misal: terus menerus, hilang
timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari
nyeri) dan kualitas (misal: nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit,nyeri
seperti di gencet).
c. Faktor-faktor yang meredakan nyeri misalnya: gerakan, kurang bergerak,
pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas dan apa yang dipercaya pasien
dapat membantu mengatasi nyerinya.
d. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya : tidur, nafsu
makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja dan
aktivitas-aktivitas santai. Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas dan
nyeri kronis dengan depresi.
e. Kekhawatiran individu tentang nyeri, dapat meliputi berbagai masalah yang
luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan
perubahan citra tubuh (Potter & Perry 2006).

4. Mengkaji Respon Fisiologi dan Perilaku Terhadap Nyeri


Banyak pemberi perawat kesehatan lebih mengenal nyeri akut
dibandingkan nyeri. Akibatnya, pemberi perawatan kesehatan yang tidak
mengenal respon fisiologi dan perilaku nyeri. Indikator fisiologi nyeri,
perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih
yang akurat dibanding laporan verbal pasien. Respon involunter ini seperti
meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, pucat, dan berkeringat adalah
indikator rangsangan sistem saraf. Pasien yang mengalami nyeri akut hebat
mungkin tidak menunjukkan frekuensi pernafasan yang meningkat tetapi akan
menahan nafasnya. Respon fisiologis terhadap nyeri akut yang pasien tunjukan
dapat berlangsung hanya beberapa menit, bahkan bila nyeri berlanjut. Respon
fisiologi harus digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri
pada pasien tidak sadar dan jangan digunakan untuk mencoba menvalidasi
laporan verbal dari nyeri individu. Karena reaksi fisiologi yang dalam terhadap
nyeri tidak dapat dipertahankan selama berminggu-minggu atau bahkan
beberapa jam, pasien biasanya berespon secara berbeda terhadapnyeri akut dan
nyeri kronis. Pasien dengan nyeri kronis yang sangat dalam dapat
menunjukkan perubahan fisiologi, meskipun perubahan fisiologi yang
berkaitan dengan respon stress dapat terjadi pada beberapa orang dengan nyeri
akut, perubahan seperti itu tidak selalu terjadi, perubahan tersebut terjadi pada
nyeri kronis.
Respon perilaku terhadap nyeri, dapat mencakup seperti verbal, perilaku
vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau
perubahan respon terhadap lingkungan. Individu yang mengalami nyeri akut
dapat menangis, merintih, merengut, tidak menggerakkan bagian tubuh,
mengepal, atau menarik diri. Individu yang mengalami nyeri dengan
mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung
selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan
keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis
merupakan respon normal terhadap nyeri (Smeltzer, 2002).
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri.
Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
terhadap pengalaman masa lalu dengan nyeri, ansietas, usia, dan pengharapan
tentang penghilang nyeri (efek plasebo). Faktor-faktor ini dapat meningkatkan
atau menurunkan persepsi nyeri pasien, meningkat dan menurunnya toleransi
terhadap nyeri dan pengaruh sikap respon terhadap nyeri (Smeltzer, 2002).
6. Strategi Pelaksanaan Nyeri.
a. Strategi penatalaksanaan nyeri dengan pendekatan farmakologi meliputi
obat analgesik. Pendekatan ini diseleksi berdasarkanpada kebutuhan dan
tujuan pasien secara individu. Pendekatan farmakologis dapat mencakup
pemberian obat analgesik sesuai yang diresepkan. Obat analgesik ialah
istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat yang digunakan
sebagai penahan sakit. Obat analgesik termasuk oban antiradang non-
steroid (NSAID). NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan
saja melegakan sakit, malah obat ini juga bisa mengurangi demam dan
kepanasan. Analgesik bersifat narkotik seperti opoid dan opidium bisa
menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan
(noisepsi) (Ishak 2010).
b. Pendekatan non farmakologis mencakup terapi es dan panas, teknik
relaksasi, teknik distraksi. Tehnik distraksi meliputi penggunaan terapi
musik.

B. Konsep Teori Musik


1. Definisi Musik
Musik adalah suatu komponen yang dinamis yang bisa mempengaruhi
baik psikologis maupun fisiologis bagi pendengarnya (Wilgram 2002; Novita
2012). Musik adalah paduan rangsang suara yang membentuk getaran yang
dapat memberikan rangsang pada pengindraan, organ tubuh dan juga emosi.
Ini berarti, individu yang mendengarkan musik akan memberi respon, baik
secara fisik maupun psikis, yang akan menggugah sistem tubuh, termasuk
aktivitas kelenjar-kelenjar di dalamnya (Yuanitasari 2008).
Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Apalagi musik
memiliki tiga komponen penting yaitu beat, ritme, dan harmoni. Beat atau
ketukan mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni
mempengaruhi roh (Yuanitasari 2008). Musik merupakan suatu bentuk seni
yang menyangkut organisasi atau kombinasi dari suara atau bunyi dan keadaan
diam yang dapat menggambarkan keindahan dan ekspresi dari emosi dalam
alur waktu dan ruang tertentu.
Musik dapat menyebabkan terjadinya kepuasan estetis melalui indera
pendengaran dan memiliki hubungan waktu untuk menghasilkan komposisi
yang memiliki kesatuan dan kesinambungan (Campbell 2001). Musik
didefinisikan sebagai suara dan diam yang terorganisir melalui waktu yang
mengalir (dalam ruang), beberapa kesimpulan sementara dan pertanyaaan
yang muncul adalah musik berasal dari suara, suara berasal dari vibrasi dan
vibrasi adalah esensi dari segala sesuatu (Amsila 2011). Musik adalah bunyi
atau nada yang menyenangkan untuk didengar. Musik dapat keras, ribut, dan
lembut yang membuat orang senang mendengarnya. Orang cenderung untuk
mengatakan indah terhadap musik yang disukainya. Musik ialah bunyi yang
diterima oleh individu dan berbeda bergantung kepada sejarah, lokasi, budaya
dan selera seseorang (Farida 2010). Melalui musik juga seseorang dapat
berusaha untuk menemukan harmoni interna (inner harmony). Jadi, musik
adalah alat yang bermanfaat bagi seseorang untuk menemukan harmoni di
dalam dirinya. Hal ini dirasakan perlu, karena dengan adanya harmoni di
dalam diri seseorang, ia akan lebih mudah mengatasi stress, ketegangan, rasa
sakit, dan berbagai gangguan atau gejolak emosi negatif yang dialaminya.
Selain itu musik melalui suaranya dapat mengubah frekuensi yang tidak
harmonis tersebut kembali ke vibrasi yang normal, sehat, dan dengan demikian
memulihkan keadaan yang normal (Merrit 2003). Musik merupakan media untuk
mengekspresikan diri dan membangkitkan semangat dalam bentuk suara. Musik juga
sangat efektif untuk menenangkan diri dan mendatangkan inspirasi bagi banyak orang
(Yuanitasari 2008). Mengingat banyaknya manfaat dari musik, kini musik mulai
digunakan juga untuk terapi. Berbagai penelitian memperlihatkan bukti-bukti
pemanfaatan musik untuk menangani berbagai masalah: kecemasan, kanker, tekanan
darah tinggi, nyeri kronis, disleksia, bahkan penyakit mental (Yuanitasari 2008).
Musik sangat bisa merangsang dan menghanyutkan jiwa, musik juga bisa
mempengaruhi fisik maupun mental. Sehingga musik mampu berperan bagi
kehidupan manusia.
Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “Terapi” dan “Musik”. Kata terapi
berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu atau menolong
orang. Terapi musik adalah sebuah pekerjaan yang menggunakan musik dan aktivitas
musik untuk mengatasi kekurangan dalam aspek fisik, emosi, kognitif dan sosial pada
anak-anak serta orang dewasa yang mengalami gangguan atau penyakit (Yuanitasari,
2008).

2. Cara Kerja Terapi Musik


Musik bersifat terapeutik artinya dapat menyembuhkan, salah satu alasanya
karena musik menghasilkan rangsangan ritmis yang kemudian di tangkap melalui organ
pendengaran dan diolah di dalam sistem saraf tubuh dan kelenjar otak yang selanjutnya
mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengarannya. Ritme
internal ini mempengaruhi metabolisme tubuh manusia sehingga prosesnya berlangsung
dengan lebih baik. Dengan metabolisme yang lebih baik, tubuh akan mampu membangun
sistem kekebalan yang lebih baik, dan dengan sistem kekebalan yang lebih baik menjadi
lebih tangguh terhadap kemungkinan serangan penyakit (Satiadarma 2002). Sebagian
besar perubahan fisiologis tersebut terjadi akibat aktivitas dua sistem neuroendokrin yang
dikendalikan oleh hipotalamus yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal
(Prabowo & Regina 2007).
Hipotalamus juga dinamakan pusat stress otak karena fungsi gandanya
dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya mengaktifkan cabang simpatis dan
sistem otonom. Hipotalamus menghantarkan impuls saraf ke nukleus-nukleus di
batang otak yang mengendalikan fungsi sistem saraf otonom. Cabang simpatis
saraf otonom bereaksi langsung pada otot polos dan organ internal yang
menghasilkan beberapa perubahan tubuh seperti peningkatan denyut jantung dan
peningkatan tekanan darah. Sistem simpatis juga menstimulasi medulla adrenal
untuk melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin ke dalam
pembuluh darah.
3. Cara Kerja Terapi Musik
Musik bersifat terapeutik artinya dapat menyembuhkan, salah satu alasanya karena
musik menghasilkan rangsangan ritmis yang kemudian di tangkap melalui organ
pendengaran dan diolah di dalam sistem saraf tubuh dan kelenjar otak yang selanjutnya
mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengarannya. Ritme
internal ini mempengaruhi metabolisme tubuh manusia sehingga prosesnya berlangsung
dengan lebih baik.
Dengan metabolisme yang lebih baik, tubuh akan mampu membangun sistem
kekebalan yang lebih baik, dan dengan sistem kekebalan yang lebih baik menjadi lebih
tangguh terhadap kemungkinan serangan penyakit (Satiadarma 2002). Sebagian besar
perubahan fisiologis tersebut terjadi akibat aktivitas dua sistem neuroendokrin yang
dikendalikan oleh hipotalamus yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal
(Prabowo & Regina 2007).
Hipotalamus juga dinamakan pusat stress otak karena fungsi gandanya dalam
keadaan darurat. Fungsi pertamanya mengaktifkan cabang simpatis dan sistem otonom.
Hipotalamus menghantarkan impuls saraf ke nukleus-nukleus di batang otak yang
mengendalikan fungsi sistem saraf otonom. Cabang simpatis saraf otonom bereaksi
langsung pada otot polos dan organ internal yang menghasilkan beberapa perubahan
tubuh seperti peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah. Sistem
simpatis juga menstimulasi medulla adrenal untuk melepaskan hormon epinefrin
(adrenalin) dan norepinefrin ke dalam pembuluh darah, sehingga berdampak
meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, dan norepinefrin secara tidak langsung
melalui aksinya pada kelenjar hipofisis melepaskan gula dari hati. Adrenal Corticotropin
Hormon (ACTH) menstimulasi lapisan luar kelenjar adrenal (korteks adrenal) yang
menyebabkan pelepasan hormon (salah satu yang utama adalah kortisol) yang meregulasi
kadar glukosa dan mineral tertentu (Primadita 2011). Salah satu manfaat musik sebagai
terapi adalah self-mastery yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri. Musik
mengandung vibrasi energi, vibrasi ini juga mengaktifkan sel-sel di dalam diri seseorang,
sehingga dengan aktifnya sel-sel tersebut sistem kekebalan tubuh seseorang lebih
berpeluang untuk aktif dan meningkat fungsinya. Selain itu, musik dapat meningkatkan
serotonin dan pertumbuhan hormon yang sama baiknya dengan menurunkan hormon
ACTH (Setiadarama 2002).
4. Tata Cara Pemberian Terapi Musik
Belum ada rekomendasi mengenai durasi yang optimal dalam pemberian terapi
musik. Seringkali durasi yang diberikan dalam pemberian terapi musik adalah selama 20-
35 menit, tetapi untuk masalah kesehatan yang lebih spesifik terapi musik diberikan
dengan durasi 30 menit sampai 45 menit. Ketika mendengarkan terapi musik klien
berbaring dengan posisi yang nyaman, sedangkan tempo harus sedikit lebih lambat, 50-
70 ketukan/menit, menggunakan irama yang tenang (Schou 2007).

C. Konsep Kanker

1. Definisi Kanker
Kanker merupakan penyakit dengan pertumbuhan sel yang abnormal yang akan
berpengaruh pada sel yang normal. Sel kanker merupakan sel ganas yang mempunyai
sifat anaplastic, invasi, serta metastasis tetapi kanker bukan suatu penyakit menular.
Selain itu, kanker adalah sekumpulan sel (massa) abnormal dari jaringan yang terjadi
ketika sel-sel membelah lebih dari yang seharusnya atau tidak mati ketika mereka
seharusnya mati, pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinir dengan
pertumbuhan jaringan normal, dan tidak berguna bagi tubuh (Sunaryati, 2011)
2. Pentahapan kanker
Untuk mengetahui cara penanganannya, setiap kanker dibagi ke dalam tahap-tahap.
Sebuah sistem internasional yang disebut sistem TNM, untuk mengklasifikasi hampir
semua neoplasma ganas yang padat.Sistem TNM, penahapan tumor (staging) dinilai
dari:
a. Ukuran (T)
T1 adalah tumor kecil, T3 dan T4 adalah tumor besar.
b. Keterlibatan getah bening (N)
N1, tumor melibatkan kelenjar getah bening di sekitarnya, pada N2 dan N3 tumor
telah menyerang kelenjar getah bening yang lebih jauh.
c. Penyebarannya (M)
M1 berarti tumor masih berada di satu tempat di tubuh, pada M2 dan M3 berarti sel-
sel kanker telah menyebar (metastasis).
d. Kanker juga dapat dinilai dari segi keganasannya (G).
G1 adalah kanker dengan keganasan rendah dan G4 adalah keganasan berat
(Sunaryati, 2011).

3. Pertumbuhan Penyakit Kanker.


Pertumbuhan sel kanker tidak terkendali disebabkan kerusakan deoxyribose nucleic
acid (DNA), sehingga menyebabkan mutasi gen vital yang mengontrol pembelahan sel.
Beberapa mutasi dapat mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut
diakibatkan agen kimia maupun fisik yang edisebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi
secara spontan maupun diwariskan (Sunaryati, 2011: 12).
Sel-sel kanker membentuk suatu masa dari jaringan ganas yang kemudian menyusup
ke jaringan di dekatnya dan menyebar ke seluruh tubuh. Sel-sel kanker sebenarnya
dibentuk dari sel normal melalui proses transformasi terdiri dari dua tahap yaitu tahap
iniasi dan promosi. Tahap inisiasi, pada tahap ini perubahan bahan genetis sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan sel genetis disebabkan unsur pemicu kanker
yang terkandung dalam bahan kimia, virus, radiasi, atau sinar matahari (Sunaryati, 2011:
13). Pada tahap promosi, sel menjadi ganas disebabkan gabungan antara sel yang peka
dengan karsinogen. Kondisi ini menyebabkan sistem kekebalan tubuh berusaha merusak
sebelum sel berlipat ganda dan berkembang menjadi kanker. Sistem kekebalan tubuh yang
tidak berfungsi normal menjadikan tubuh rentan terhadap kannker (Sunaryati, 2011: 14).
4. Jenis-jenis Penyakit Kanker
Jenis-jenis kanker yaitu; karsioma, limfoma, sarkoma, glioma, karsinoma in situ.
Karsinoma merupakan jenis kanker berasal dari sel yang melapisi permukaan tubuh atau
permukaan saluran tubuh, misalnya jaringan seperti sel kulit, testis, ovarium, kelenjar
mucus, sel melanin, payudara, leher rahim, kolon, rektum, lambung, pankreas (Akmal,
dkk., 2010: 188). Limfoma termasuk jenis kanker berasal dari jaringan yang membentuk
darah, misalnya sumsum tulang, lueukimia, limfoma merupakan jenis kanker yang tidak
membentuk masa tumor, tetapi memenuhi pembuluh darah dan mengganggu fungsi sel
darah normal (Akmal, dkk., 2010: 80). Sarkoma adalah jenis kanker akibat kerusakan
jaringan penujang di permukaan tubuh seperti jaringan ikat, sel-sel otot dan tulang.
Glioma adalah kanker susunan saraf, misalnya sel-sel glia (jaringan panjang) di susunan
saraf pusat. Karsinoma in situ adalah istilah untuk menjelaskan sel epitel abnormal yang
masih terbatas di daerah tertentu sehingga dianggap lesi prainvasif (kelainan/ luka yang
belum menyebar) (Akmal, dkk., 2010: 81).
Jenis kanker menurut penulis dibedakan berdasarkan sel penyebab awal dan
organ yang diserang. Dengan demikian, jenis kanker dapat dibedakan menjadi
karsioma, limfoma, sarkoma, glioma, karsinoma in situ.

5. Gejala-gejala Penyakit Kanker


Gejala kanker timbul dari organ tubuh yang diserang sesuai dengan jenis kanker,
gejala kanker pada tahap awal berupa kelelahan secara terus menerus, demam akibat
sel kanker mempengaruhi sistem pertahanan tubuh sebagai respon dari kerja sistem
imun tubuh tidak sesuai (Akmal, dkk., 2010: 188).

6. Faktor Penyebab Penyakit


Kanker Penyebab kanker berupa gabungan dari sekumpulan faktor genetik dan
lingkungan (Akmal, dkk., 2010: 80). Harmanto dalam Sunaryati (2011: 16)
menyebutkan bahwa, faktor penyebab tumbuhnya kanker bersifat internal dan
eksternal. Faktor internal diantaranya yaitu faktor keturunan, baik dari pihak orang
tua secara langsung maupun nenek moyang, daya tahan tubuh yang buruk. Faktor
eksternal seperti pola hidup tidak sehat di antaranya mengonsumsi makanan dengan
bahan karsinogen, makanan berlemak, minuman beralkohol, kebiasaan merokok,
diet salah dalam waktu lama; sinar ultraviolet dan radioaktif; infeksi menahun/
perangsangan/ iritasi; pencemaran lingkungan atau polusi udara; obat yang
mempengaruhi hormon; berganti-ganti pasangan (Sunaryati 2011: 16).

Anda mungkin juga menyukai