Anda di halaman 1dari 10

Konsep Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial (International Association for the Study of Pain, 1986).
Nyeri juga dikatakan sebagai sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulasi yang tidak spesifik. Sedangkan
menurut Satyanegara nyeri adalah suatu refleks untuk menghindari rangsangan dari luar tubuh untuk
melindungi tubuh dari bahaya. Sangat sulit untuk mendefenisikan rasa nyeri dengan jelas karena hal ini sangat
individual dan bersifat subjektif.
Teori gate control dari Malzack dan Wall (1965) mengatakan bahwa sensai nyeri berjalan sepanjang
serabut saraf berdiameter kecil C- delta, melewati “gate” (terdapat di substansi gelatinosa), melalui transmisi sel
ke otak. Sensasi ini dapat diblok pada “gate”-nya dengan memberi stimulasi pada serabut berdiameter besar A-
delta yang membawa sensasi umum. “Gate” ini juga dapat ditutup dengan aktivitas otak. Faktor psikologis,
pengalaman nyeri terdahulu, dan beberapa kondisi fisik dan mental berpengaruh terhadap persepsi nyeri
seseorang. Aplikasi teori gate control untuk mengatasi nyeri adalah dengan transcutaneus electrical neural
stimulation (TENS), masase atau pijat punggung, kontrairitan, serta kompres hangat atau dingin. Tindakan ini
dapat menurunkan rasa nyeri karena implus yang bergerak cepat dari reseptor saraf perifer mencapai “gate”
terlebih dahulu dan implus nyeri berjalan lebih lambat sepanjang serabut nyeri. Kemudian, otak menerima dan
menginterpretasikan secara umum sensai umum sensai pesan dan tidak menerima pesan nyeri.
Tubuh menghasilkan sejumlah bahan kimia endogen seperti histamine, substansi P, serotonin,
prostaglandin yang bertindak sebagai neurotransmitter untuk transmisi implus nyeri.
Tipe nyeri banyak macamnya. Ada yang mengelompokkannya menjadi tiga kategori mayor, yaitu nyeri
akut, nyeri akut kronis, dan nyeri benigna kronis.
1. Nyeri akut, terjadi segera setelah cedera atau operasi, dan biasanya waktunya dapat diperkirakan.
2. Nyeri akut kronis, terjadi sepanjang hari pada beberapa periode. Contohnya, pada klien kanker, luka
bakar, atau klien dengan penyakit herpes zoster .
3. Nyeri benigna kronis, adalah nyeri persisten yang terjadi berulang dalam periode bulan atau tahun.
Contohnya, nyeri punggung dan nyeri kepala.
Nyeri juga dapat dikelompokkan berdasarkan sumber dan lokasi. Nyeri superfisial, terjadi bila kulit atau
struktur permukaan terkena stimulus nyeri. Sifat nyeri terlokalisasi dan biasanya digambarkan dengan kualitas
seperti terbakar atau tertusuk, misalnya pada nyeri luka bakar derajat I dan II. Nyeri dalam, bersumber dari
struktur dalam seperti otot dan organ visceral; penderita herpes mengalami rasa nyeri jenis ini. Nyeri alih, nyeri
yang dirasa bukan pada tempat rangsang utama, tetapi di tempat lain. Contoh, pada penyakit iskemia miokard,
tidak terasa nyeri pada bagian jantung, tetapi terasa pada bagian lengan kiri, bahu dan rahang.
Nyeri adalah rasa yang tidak enak, terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang merangsang
reseptor nyeri, atau terjadi karena adanya jaringan yang merangsang reseptor nyeri, atau terjadi karena adanya
kerusakan sistem transmisi nyeri itu sendiri. Secara umum, nyeri adalah sebuah proses yang terdiri dari :
transduksi, transmisi, modulasi nyeri, persepsi nyeri, dan reaksi nyeri.
Setelah diterima dan ditransmisikan, nyeri kemudian diinterprestasikan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
pengalaman, pengetahuan (kognitif), dan psikologis individu sehingga dengan rangsangan yang sama, persepsi
masing-masing individu akan berbeda.
Respons individu terhadap nyeri dikategorikan menjadi dua bagian besar yang tidak terpisah, yaitu
respons fisiologis dan respons tingkah laku. Respons tingkah laku berupa respons simpatis dan parasimpatis,
sangat dipengaruhi oleh situasi kultur, umur, jenis kelamin, penyebab nyeri, toleransi, nilai dan kemaknaa, juga
faktor psikologis, seperti takut, cemas, dan depresi. Sedangkan respons fisiologis yang paling hebat adalah
syok neurogenik.
Nyeri adalah suatu proses yang berjalan sesuai dengan tahapan berikut :
1. Tahap aktivasi (activation stage) : merupakan proses awal nyeri, yang dimulai pada saat individu
menerima rangsangan nyeri sampai tubuh beraksi terhadap nyeri yang meliputi respons simpato-adrenal,
muscular, dan emosional.
2. Tahap pemantulan (rebound stage) : nyeri bertambah hebat, individu akan merasakan nyeri yang lebih
dalam dan luas akibat stimulasi system saraf parasimpatis sehingga terjadi respons yang berlawanan
dengan tahap aktivasi.
3. Tahap adaptasi (adaptation stage) : karena nyeri yang dirasa lama, maka tubuh beradaptasi terhadap
nyeri. Nyeri yang berkepanjangan akan menurunkan sekresi norepinefrin sehingga individu tidak berdaya,
lesu dan tidak berharga.
Nyeri adalah sesuatu yang subjektif sifatnya. Artinya, antara individu satu dan yang lain mempunyai
penilaian yang berbeda terhadap nyeri. Hal yang paling penting adalah bagaimana mencari data yang akurat
tentang nyeri tersebut. Prinsip dalam pengkajian subjektif dengan deskripsi verbal dari klien dan data objektif
dari hasil observasi tingkah laku klien, serta penilaian nyeri dari klien sendiri.
Dalam melakukan anamnesis pada klien, riwayat nyeri perlu dikaji secara mendalam, yang meliputi :
1. Lokasi. Untuk menentukan lokasi nyeri pada klien, ajukan pertanyaan berikut.
a) Di bagian tubuh mana yang terasa nyeri? (jika perlu gunakan gambar).
b) Apakah nyeri yang dirasakan ada di dalam atau permukaan kulit?
c) Apakah nyeri dirasakan pada satu tempat saja?
d) Jika nyeri dirasakan pada lebih dari satu titik, apakah intensitasnya sama?
e) Apakah nyeri dirasakan pada dua sisi tubuh? Jika ya, apakah pada sisi lain juga sama?
2. Ekstensi atau Radiasi. Untuk menentukan ekstensi dan radiasi nyeri pada klien, ajukan pertanyaan
berikut.
a) Nyeri berasal dari mana, apakah dari suatu area atau dari satu titik saja?
b) Bagaimana pola penyebaran nyeri?
c) Apakah nyeri terasa menjalar? Jika ya, menjalar ke mana?
3. Awitan dan Pola. Untuk menentukan pola dan awal nyeri itu timbul, ajukan pertanyaan berikut.
2) Kapan nyeri itu mulai timbul? Apakah menetap atau kadang-kadang? Apakah terjadi dalam waktu
yang sama, setiap hari, bulan atau musim tertentu?
3) Apa yang memicu nyeri? Apakah ada sesuatu yang khusus? Jelaskan?
4) Apakah nyeri terjadi secara mendadak atau bertahap? Apakah terus-menerus atau kadang-kadang?
Apakah ada periode sela? Jika ya, apakah nyeri kemudian hilang atau hanya membaik saja?
5) Apakah pola nyeri berubah sejak nyeri timbul?
4. Durasi. Untuk menentukan durasi nyeri klien, ajukan pertanyaan berikut.
a) Berapa lama nyeri dirasakan? Adakah waktu terbebas dari rasa nyeri sebelum serangan kembali?
b) Apakah nyeri itu konstan, intermiten, ritmik, bergetar, atau berdenyut?
5. Karakter atau Kualitas. Untuk menetukan kualitas nyeri, ajukan pertanyaan berikut. Apakah nyerinya
tumpul, tajam, membakar, atau berdenyut?
6. Intensitas. Untuk menentukan intensitas atau tingkatan nyeri klien, gunakan skala nyeri. Skala nyeri
banyak macamnya, antara lain skala 1-4, 1-10, atau skala wajah. Contoh skala nyeri 1-4: beri klien angka
1 sampai dengan angka 4 dengan penjelasan, angka 1 untuk respons tidak nyeri, 2 nyeri ringan, 3 nyeri
berat, dan 4 nyeri sangat berat. Selanjutnya, minta klien memilih satu angka untuk mengetahui tingkat
rasa nyeri sesuai persepsi klien. Demikian juga dengan skala 1-10, perawat dapat menjelaskan tingkatan
nyeri dengan memberi rentang angka 1-10 untuk intensitas tidak nyeri, nyeri ringan, sedang, berat, atau
nyeri tidak tertahan.

1 2 3 4

TIDAK
NYERI NYERI NYERI NYERI
RINGAN SEDANG BERAT

Gambar 6 Skala nyeri dengan rentang 1-10.

1 9
2 4 6 7 8
3 5 7 10
0
NYERI RINGAN NYERI SEDANG NYERI BERAT

TIDAK NYERI TAK TERTAHANKAN


Gambar 7 Skala nyeri dengan rentang 1-10
Untuk penggunaan skala wajah dapat digunakan gambar sebagai berikut.

Gambar 8 Skala nyeri (wajah)

Untuk mengetahui apakah ada gejala lain yang dirasakan klien berkaitan dengan rasa nyerinya, maka
tanyakan "Apakah Anda merasakan mual, lelah, tidak bisa tidur, atau kehilangan napsu makan?"
Perasaan nyeri seseorang dapat berdampak pada aktivitas hidup sehari-harinya. Oleh karena itu,
perlu dikaji apakah nyeri yang dirasakan mengubah gaya hidup sehari-hari dengan mengajukan pertanyaan.
"Apakah Anda tidak berusaha menurunkan nyeri? Dengan adanya nyeri, apakah Anda menjadi pemarah?
Apakah Anda tidur seharian untuk mengurangi rasa nyeri? Apakah Anda dapat berkonsentrasi?"
Banyak cara untuk menurunkan intensitas nyeri. Akan tetapi sebelum perawat melaksanakan
tindakan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membina hubungan terapeutik. Klien harus mampu
membina hubungan terapeutik dengan perawat, tenaga kesehatan lain, atau orang terdekat. Nyeri adalah suatu
keadaan kesendirian manusia, karena nyeri bersifat subjektif. Respons satu individu dengan individu yang lain
akan berbeda. Klien kadang hanya memfokuskan diri pada rasa nyerinya dan mengabaikan keadaan di
sekelilingnya. Jika klien dan perawat tidak mampu membina hubungan terapeutik, klien akan merasa terasing
dan menderita sendiri. Dengan membuat hubungan terapeutik, perawat dapat menurunkan perasaan
keterasinganklien dan dapat menjadi distraktor bagi klien. Banyak cara untuk mengatasi rasa nyeri, baik secara
medis dengan menggunakan obat-obat anti-nyeri atau melalui tindakan non-invasif dengan menggunakan
beberapa teknik perilaku. Teknik perilaku ini dapat menurunkan nyeri dan banyak diminati oleh klien karena
mudah dilakukan. Teknik ini hanya dapat dilakukan pada klien yang kooperatif saja, sedangkan pada klien yang
mengalami nyeri hebat atau kecemasan yang berat tidak dapat dilakukan. Beberapa teknik perilaku yang sering
dilakukan di keperawatan adalah meditasi, TENS (trancutaneus electrical nerve simulation), bernapas ritmik,
masase, biofeedback dengan cara klien mengingat kembali penyebab nyeri dan berusaha untuk mengurangi
atau menghilangkannya, hipnotis, akupresur dengan memberi penekanan pada bagian tertentu, akupunktur,
dan kompres panas atau dingin.
Teknik lain yang sering digunakan adalah :
1. Teknik distraksi atau pengalihan : masase perlahan dengan irama teratur, mengkhayal tentang segala
sesuatu yang menyenangkan, mendengarkan dengan aktif, misalkan mendengarkan lagu, membaca
buku atau berdoa.
2. Teknik relaksasi : dengan cara memberi posisi yang menyenangkan, lingkungan yang nyaman, dan
bernapas dalam secara teratur. Selanjutnya, tahan napas dan keluarkan melalui mulut dengan cara
meniup, lakukan beberapa kali sampai relaks.
3. Teknik pengembangan rasa : cara ini memang belum popular, tetapi dapat dicoba untuk dilakukan.
Caranya adalah dengan menikmati nyeri yang dirasakan: jangan melawan atau berontak. Jika kita
melawan atau berontak melawan rasa nyeri, pembuluh darah akan semakin konstriksi. Akibatnya, aliran
darah tidak lancar, dan adrenalin akan semakin meningkat sehingga reseptor nyeri lebih aktif. Sebaliknya,
jika nyeri tidak dilawan, pembuluh darah menjadi lancar sehingga lebih relaks. Teknik ini dapat dipakai
pada klien yang menjalani proses persalinan, karena pada kondisi tersebut nyeri yang ditimbulkan adalah
nyeri fisiologis persalinan sehingga tidak bisa dihilangkan. Pada beberapa kasus lain, teknik ini juga dapat
digunakan sebagai upaya untuk mengurangi rasa nyeri.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan herpes zoster, harus dilakukan secara
holistik. Artinya, perawat tidak hanya menangani faktor fisik saja, tetapi psikologis dan sosial klien juga
perlu diperhatikan. Langkah-langkah dalam proses keperawatan meliputi pengkajian, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi. Pada bagian ini akan dibahas tentang asuhan keperawatan secara teori
dengan menggunakan kasus semu.

Teknik Mengatasi Nyeri


Distraksi
a. Pengertian
Suatu metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian klien pada hal-hal lain
sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang dialami.
b. Macam-macam teknik distraksi
1) Bernafas pelan-pelan.
2) Masase sambil menarik nafas pelan-pelan.
3) Mendengarkan lagu sambil menepuk-nepukan jari/kaki.
4) Membayangkan hal-hal yang indah sambil menutup mata.
5) Menonton TV (acara kegemaran).
6) Dan lain-lain.
c. Bimbingan imajinasi (guided imagery)
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Jelaskan prosedur : tujuan, posisi, waktu, dan peran perawat sebagai pembimbing.
3) Anjurkan klien mencari posisi yang nyaman menurut klien.
4) Duduk dengan klien tetapi tidak menggangu.
5) Lakukan pembimbingan dengan baik terhadap klien.
a) Minta klien untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu
penggunaan semua indra dengan suara yang lembut.
b) Ketika klien rileks, klien berfokus pada bayangannya dan saat itu perawat tidak perlu bicara lagi.
c) Jika klien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah atau tidak nyaman, perawat harus
menghentikan latihan dan memulainya lagi ketika klien telah siap.
d) Relaksasi akan mengenai seluruh tubuh. Setelah 15 menit, klien harus memperhatikan
tubuhnya, lalu catat daerah yang tegang dan daerah ini akan digunakan dengan relaksasi.
Biasanya klien rileks setelah menutup mata atau mendengarkan musik yang lembut sebagai
background yang membantu.
e) Catat hal-hal yang digambarkan klien dalam pikiran untuk digunakan pada latihan selanjutnya
dengan menggunakan informasi spesifik yang diberikan klien dan tidak membuat perubahan
klien.

Relaksasi
a. Pengertian
Merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien yang mengalami nyeri kronis.
Rileks sempurna yang dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga mencegah
menghebatnya stimulus nyeri.
Tiga hal utama yang dibutuhkan dalam teknik relaksasi :
1) Posisi klien yang tepat.
2) Pikiran beristirahat.
3) Lingkungan yang tenang.
b. Prosedur pelaksanaan
1) Atur posisi klien agar rileks, tanpa beban fisik. Posisi dapat duduk atau berbaring telentang.
2) Instruksikan klien untuk menghirup nafas dalam sehingga rongga paru berisi udara yang bersih.
3) Instruksikan klien untuk secara perlahan menghembuskan udara dan membiarkannya keluar dari
setiap bagian anggota tubuh. Bersamaan dengan hal ini, minta klien memusatkan perhatian “betapa
nikmat rasanya”.
4) Instruksikan klien untuk bernafas dengan irama normal beberapa saat (sekitar 1 – 2 menit).
5) Instruksikan klien untuk bernafas dalam, kemudian menghembuskan perlahan-lahan, dan merasakan
saat ini udara mengalir dari tangan, kaki, menuju ke paru, kemudian udara dibuang keluar. Minta
klien memusatkan perhatian pada kaki dan tangan, udara yang dikeluarkan, dan merasakan
kehangatannya.
6) Instruksikan klien untuk mengulangi prosedur no. 5 dengan memusatkan perhatian pada kaki-tangan,
punggung, perut, bagian tubuh yang lain.
7) Setelah klien merasa rileks, minta klien secara perlahan menambah irama pernafasan. Gunakan
pernafasan dada atau abdomen. Jika frekuensi nyeri bertambah, gunakan pernafasan dangkal
dengan frekuensi yang lebih cepat.

Teknik Relaksasi Progresif


a. Pengertian
Teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti (Martha Davis,
1995).
b. Prosedur pelaksanaan
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Jelaskan prosedur :
a) Tujuan.
b) Posisi berbaring atau duduk di kursi dengan kepala ditopang.
c) Waktu 2 X 15 menit per jam.
d) Empat kelompok utama yang digunakan dalam teknik relaksasi, antara lain:
 Tangan, lengan bawah, dan otot bisep;
 Kepala, muka, tenggorokan, dan bahu termasuk pemusatan perhatian pada dahi, pipi,
hidung, mata, rahang, bibir, lidah, dan leher. Sedapat mungkin perhatian diarahkan pada
kepala secara emosional, otot yang paling penting dalam tubuh ada disekitar area ini;
 Dada, lambung, dan punggung bagian bawah;
 Paha, pantat, betis, dan kaki.
3) Anjurkan klien untuk mencari posisi yang nyaman dan ciptakan lingkungan yang nyaman.
4) Bimbing klien untuk melakukan teknik relaksasi (prosedur diulang paling tidak satu kali). Jika area
tetap tegang, dapat diulang lima kali dengan melihat respons klien;
a) Kepalkan kedua tangan, lalu kencangkan bisep dan lengan bawah selama lima sampai tujuh
detik. Bimbing klien ke daerah otot yang tegang, anjurkan klien untuk merasakannya, dan
tegangkan otot sepenuhnya kemudian relaks selama 12 – 30 detik.
b) Kerutkan dahi ke atas pada saat yang sama, tekan kepala sejauh mungkin ke belakang, putar
serarah jarum jam dan kebalikannya, kemudian anjurkan klien untuk mengerutkan otot muka,
seperti kenari : cemberut, mata dikedip-kedipkan, bibir dimonyong-kan ke depan, lidah ditekan
ke langit-langit, dan bahu dibungkukkan selama lima sampai tujuh detik. Bimbing klien ke
daerah otot yang tegang, anjurkan klien untuk memikirkan rasanya, dan tegangkan otot
sepenuhnya kemudian relaks selama 12 – 30 detik.
c) Lengkungkan punggung ke belakang sambil menarik nafas dalam, tekan keluar lambung,
tahan, lalu relaks. Tarik nafas dalam, tekan keluar perut, tahan, relaks.
d) Tarik kaki dan ibu jari ke belakang mengarah ke muka, tahan, relaks. Lipat ibu jari secara
serentak, kencangkan betis paha dan pantat selama lima sampai tujuh detik, bimbing klien ke
daerah otot yang tegang, lalu anjurkan klien untuk merasakannya, dan tegangkan otot
sepenuhnya, kemudian relaks selama 12 – 30 detik.
5) Selama melakukan teknik relaksasi, catat respons nonverbal klien. Jika klien menjadi agitasi atau
tidak nyaman, hentikan latihan, dan jika klien terlihat kesulitan, relaksasi hanya pada sebagian tubuh.
Lambatkan kecepatan latihan dan berkonsentrasi pada bagian tubuh yang tegang (klien harus
mengetahui dari awal bahwa latihan ini dapat dihentikan kapan pun).
6) Dokumentasikan dalam catatan perawat, respons klien terhadap teknik relaksasi dan perubahan
tingkat kenyamanan klien.

Pemijatan (Masase)
a. Pengertian
Pengurutan dan pemijatan yang menstimulasi sirkulasi darah serta metabolisme dalam jaringan.
b. Tujuan
1) Mengurangi ketegangan otot.
2) Meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis.
3) Mengkaji kondisi kulit.
4) Meningkatkan sirkulasi/peredaran darah pada area yang di masase.
b. Persiapan alat
1) Pelumas (minyak hangat/losion).
2) Handuk.
c. Prosedur pelaksanaan
1) Siapkan alat-alat yang dibutuhkan.
2) Identifikasi klien.
3) Beri tahu klien tindakan yang akan dilakukan.
4) Cuci tangan.
5) Atur klien dalam posisi telungkup. Jika tidak bisa, dapat diatur dengan posisi miring.
6) Letakkan sebuah bantal kecil di bawah perut klien untuk menjaga posisi yang tepat.
7) Tuangkan sedikit lotion ke tangan (tangan perawat). Usapkan kedua tangan sehingga lotion akan
rata pada permukaan tangan.
8) Lakukan masase pada punggung. Masase dilakukan dengan menggunakan jari-jari dan telapak
tangan, dan tekanan yang halus. Gunakan lotion sesuai kebutuhan.
9) Metode masase :
a) Selang-seling tangan. Masase punggung dengan tekanan pendek, cepat, bergantian tangan.
b) Remasan. Usap otot bahu dengan setiap tangan Anda yang dikerjakan secara bersama.
c) Gesekan. Masase punggung dengan ibu jari, dengan gerakan memutar sepanjang tulang
punggung dari sacrum ke bahu.
d) Eflurasi. Masase punggung dengan kedua tangan, menggunakan tekanan lebih halus dengan
gerakan ke atas untuk membantu aliran balik vena.
e) Petriasi. Tekan punggung secara horizontal. Pindah tangan Anda dengan arah yang
berlawanan dengan menggunakan gerakan meramas.
f) Tekanan menyikat. Secara halus tekan punggung dengan ujung-ujung jari untuk mengakhiri
masase.
1. Mencuci Tangan
a. Pengertian
Membersihkan tangan dari segala kotoran dimulai dari ujung jari sampai siku dan lengan dengan cara
tertentu sesuai kebutuhan.
b. Tujuan
1) Mencegah terjadinya infeksi silang melalui tangan.
2) Menjaga kebersihan perorangan.
Macam – Macam Cuci Tangan
1. Mencuci Tangan Bersih
a) Tujuan
1) Membebaskan tangan dari kuman dan mencegah kontaminasi.
2) Memindahkan angka maksimum kulit dari kemungkinan adanya organism pathogen.
3) Mencegah atau mengurangi peristiwa infeksi.
4) Memelihara tekstur dan integritas kulit tangan dengan tepat.
b) Persiapan Alat
1) Bak cuci dengan kran air hangat mengalir (sesuaikan dengan kondisi yang ada).
2) Sabun atau desinfektan.
3) Handuk kerja.
4) Sikat kuku (tidak menjadi suatu keharusan).
5) Tempat untuk handuk kotor.
c) Prosedur Pelasanaan
1) Singsingkan lengan baju seragam yang panjang diatas pergelangan tangan. Lepaskan
perhiasan dan jam tangan.
Memberikan akses ke jari-jari, tangan, dan pergelanagan. Cincin meningkatkan jumlah
mikroorganisme pada tangan (Jacobson et al., 1985).
2) Pertahankan kuku jari, pendek dan terkikir.
Kebanyakan mikroba pada tangan berasal dari bawah kuku (Mc. Ginly dkk., 1988).
3) Perhatikan permukaan tangan dan jari-jari terhadap adanya luka goresan atau potongan
pada kulit. Laporkan jika terdapat lesi ketika merawat klien dengan kerentanan tinggi.
Luka terbuka dapat menjadi sarang mikroorganisme. Lesi demikian dapat menjadi tempat
keluar, meningkatkan pemajanan klien terhadap infeksi, atau sebagai jalan masuk,
meningkatkan resiko terkena infeksi.
4) Berdiri di depan bak cuci, agar tangan dan seragam tidak menyentuh permukaan bak cuci.
Jika tangan menyentuh bak cuci selama mencuci tangan, ulangi proses mencuci tangan
dari awal. Gunakan bak cuci dengan keran yang mudah dijangkau.
Bagian dalam bak cuci merupakan area yang terkontaminasi. Menjangkau keran di atas
bak cuci meningkatkan resiko menyentuh tepinya, yang merupakan bagian
terkontaminasi.
5) Buka keran yang dioperasikan dengan tangan.
Jika tangan menyentuh keran, tangan dianggap terkontaminasi. Organisme menyebar
dengan mudah dari tangan ke keran.
6) Hindari memercikkan air ke seragam Anda.
Mikroorganisme menyebar dan bertumbuh dalam situasi lembap.
7) Atur aliran air sehingga suhunya hangat (sesuaikan dengan kondisi yang ada)
Air hangat lebih nyaman, air panas membuka pori-pori kulit, menyebabkan iritasi.
8) Basahi tangan dan lengan bawah secara menyeluruh di bawah air mengalir. Jaga tangan
dan lengan bawah berada lebih rendah dari siku selama mencuci.
Tangan merupakan bagian paling terkontaminasi yang harus dicuci. Air mengalir dari area
paling bersih ke area paling terkontaminasi.
9) Oleskan 1 ml sabun cair atau 3 ml sabun cair antiseptik pada tangan dan gosok sampai
berbusa. Jika menggunakan sabun batangan, pegang dan gosok sampai berbusa.
Jumlah bakteri berkurang secara signifikan pada tangan jika digunakan 3 -5 ml sabun
antimicrobial (Larsen, 1987).
10) Cuci tangan menggunakan banyak busa dan gosokkan selama 10 – 15 detik. Jalin jari-jari
dan gosok telapak dan punggung tangan dengan gerakan memutar.
Sabun membersihkan dengan mengemulsi lemak dan minyak serta menurunkan tegangan
permukaan. Gesekan dan gosokkan mekanik melepaskan dan mengangkat kotoran dan
bakteri transien. Menjalin jari-jari dan ibu jari memastikan bahwa semua permukaan
dibersihkan. Sabun antimicrobial harus kontak dengan kulit selama sedikitnya 10 detik
(Gerner,1985).
11) Jika area di bawah jari-jari kotor, bersihkan dengan kuku jari tangan yang lain dan
tambahkan sabun atau disikat. Jaga kulit di bawah (di sekitar) kuku Anda tidak mengalami
luka atau terpotong.
Penyikatan kotoran dan sedimen di bawah kuku dengan cara mekanik mengurangi
mikroorganisme pada tangan.
12) Bilas tangan dan pergelangan tangan secara menyeluruh, jaga tangan di atas dan siku di
bawah.
Pembilasan secara mekanik membersihkan kotoran dan mikroorganisme.
13) Ulangi langkah 9 sampai 11, tetapi lama mencuci tangan diperpanjang 1, 2, 3 menit.
Tangan akan terkontaminasi sehingga semakin besar kebutuhan untuk mencuci
keseluruhan tangan.
14) Keringkan tangan secara menyeluruh, usap dari jari turun ke pergelangan tangan dan
lengan bawah.
Tujuan pengeringan area paling bersih (ujung jari) ke area yang bersih (pergelangan
tangan) untuk menghindari kontaminasi. Pengeringan dari area paling bersih (ujung jari)
ke area kurang bersih (pergelangan tangan) untuk menghindari kontaminasi. Dengan
mengeringkan tangan, mencegah kulit terkelupas dan kasar.

15) Letakkan handuk dalam wadah yang telah disediakan.


Pembuangan benda yang terkontaminasi di tempat yang telah disediakan mencegah
terjadinya perpindahan miroorganisme.
16) Hentikan aliran air dengan siku. Untuk menghentikan aliran keran tangan, gunakan tissue
kertas bersih dan kering.
Handuk basah dan tangan basah memungkinkan perpindahan pathogen melalui kerja
kapiler.
17) Pertahankan tangan tetap bersih
Kulit yang kering dan merekah mudah pecah sehingga memungkinkan jalan masuk untuk
infeksi.

Anda mungkin juga menyukai