Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PROCEEDING BOOK
Penyunting
dr. Niken Wahyu Puspaningtyas, SpA(K)
PROCEEDING BOOK
Highlights of Pediatric Emergency 2021
PELINDUNG
Dekan Fakultas Kedokteran UI
Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB
Koordinator Kemahasiswaan
dr. Affan Priyambodo, SpBS(K)
PENASIHAT
Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
Prof. Dr. dr. Aryono Hendarto, SpA(K), MPH
PEMBIMBING
Dr. dr. Rismala Dewi, SpA(K)
PENANGGUNG JAWAB
Ketua BEM IKM FKUI
Reynardi Larope Sutanto
KEPANITIAAN INTI
Ketua
Peter Adidharma, SKed, MRes
Divisi Acara
Asiyah Nurul Fadila, S.Ked, M.Res
Bagian I
Bagian II
S Y MP OS I U M
08.15-08.30 Ethics and Patient Safety : Medical Errors in Pediatric Emergency
WOR K S H OP
10.40 - 11.40 Blood Gas Analysis
S Y MP OS I U M
08.00 - 08.10 Ethics and Patient Safety in COVID-19 Era
08.55 - 09.25 Seizure and Loss of Consciousness: What, Why and How
WOR K S H OP
10.20 - 11.20 Fluid and Electrolyte Resuscitation
11.25 - 12.25 Pediatric ECG Reading & Pediatric Basic and Advanced Life Support
Susunan Acara
Sabtu, 30 Januari 2021
S Y MP OS I U M
07.45 - 08.00 Ethics and Patient Safety in COVID-19 Era
WOR K S H OP
10.40 - 11.40 Imaging in Pediatric Emergency: Conventional Radiology
Puji dan syukur kami haturkan pada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karenanya
lokakarya tahunan yang terselenggara melalui kerjasama Panitia Lulusan Dokter FKUI
tahunan ini merupakan fasilitas bagi para sejawat dalam memperoleh ilmu secara
kegawatdaruratan pediatrik.
Tentunya tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, pihak sponsor, media partner, serta
seluruh pihak yang terlibat dan mendukung penyusunan proceeding book ini.
Akhir kata, besar harapan kami, proceeding book HOPE 2021 dapat menjadi sarana
bagi pada calon dokter dan dokter di Indonesia dalam memutakhirkan pendekatan
penilaian pada praktik kedokteran. Dalam buku Principles of Biomedical Ethics, Tom
dapat diturunkan dari teori moral untuk membantu memandu keputusan klinis dan
Otonomi: pasien yang kompeten memiliki hak untuk menolak atau memilih
perawatan mereka
yang langka atau siapa yang menerima perlakuan yang mana (keadilan dan
kesetaraan).
kemampuan untuk mendukung sistem organ yang gagal di ICU, terkadang untuk
jangka waktu yang lama. Ventilasi mekanis, alat bantu sirkulasi mekanis seperti alat
bantu ventrikel, dan terapi penggantian ginjal adalah contoh intervensi. itu bisa
menyelamatkan hidup. Namun, ada kalanya terapi semacam itu hanya berfungsi
kualitas hidup pasien yang diselamatkan tidak sebanding dengan beban terapi.
Berbagai kasus pengadilan menjunjung tinggi hak pasien dewasa yang kompeten
atau surogat mereka, untuk menolak terapi life-sustaining, jika tidak mengarah pada
hidup yang baik. Untuk anak-anak, juga memungkinkan untuk menahan atau
ventilasi mekanis jika orang tua dan tim medis setuju bahwa beban dari terapi
Perintah do not attempt resuscitation (DNAR) digunakan saat keputusan dibuat untuk
tidak mengejar terapi tertentu. Edukasi pasien tentang tingkat keberhasilan RJP
asdsd
dalam berbagai skenario dapat mengoreksi ekspektasi publik yang terlalu optimis
melangkah lebih jauh dan menggunakan istilah allow natural death/ANR (izinkan
melanjutkannya. Secara umum diterima bahwa terapi medis apa pun yang dapat
ditahan juga dapat ditarik secara tepat dalam keadaan yang sama, dan bahwa
hanya karena terapi tersedia tidak berarti bahwa ada kewajiban untuk
dan hidrasi merupakan keadaan khusus karena ini merupakan intervensi medis, tetapi
diyakini oleh banyak orang sebagai bagian normal dari perawatan pasien, yang
Secara umum diterima bahwa nutrisi dan hidrasi harus ditahan hanya ketika pasien
sekarat secara aktif atau ketika pemberian nutrisi memperburuk penderitaan. Contoh
yang terakhir adalah jika prosedur baru diperlukan untuk memberikan nutrisi (seperti
gastrointestinal yang sulit atau kelebihan cairan. Menghentikan nutrisi atau hidrasi
juga dapat dibenarkan pada mereka yang tidak sadarkan diri secara permanen.
dari cedera yang tidak disengaja akibat perawatan medis, seperti cedera/luka atau
kematian yang disebabkan oleh efek samping obat, kesalahan identifikasi pasien,
dan infeksi nosokomial. Keselamatan pasien adalah salah satu dari enam bagian
bahwa 44.000 hingga 98.000 kematian pasien per tahun di Amerika Serikat
disebabkan untuk kesalahan medis. Meski begitu, dokter spesialis anak harus mampu
atau kecelakaan pada pasien yang diakibatkan oleh sistem kesehatan itu sendiri.
Kesalahan medis dan bahaya pasien berbeda antara pasien anak dan dewasa.
Pertama, anak-anak lebih rentan terhadap kesalahan medis daripada orang dewasa
medis yang dapat dicegah pada anak-anak. Kedua, sistem computerized physician
order entry (CPOE) dirancang untuk pasien dewasa, sehingga sistem tersebut kurang
efektif dalam menurunkan tingkat kesalahan medis pada pasien anak. Tindakan yang
efektif pada orang dewasa, seperti upaya mencegah infeksi akibat kateter pada
orang dewasa, tidak dapat memberikan efek yang sama pada anak-anak.
dkk menjelaskan bahwa faktor-faktor tersebut melibatkan 3 domain utama yaitu: (1)
karakteristik fisik; (2) masalah perkembangan; dan (3) masalah status hukum pada
keselamatan pasien umum yang melibatkan 3 poin utama yaitu: (1) memahami
kesalahan, termasuk budaya keselamatan; dan (3) memiliki solusi inti keselamatan
identifikasi pasien yang tidak tepat, kurangnya pengalaman staf gawat (adanya
prosedur teknis serta menghitung dosis obat untuk anak-anak. Sumber kesalahan
lainnya termasuk komunikasi antara pra-rumah sakit dan staf UGD; di antara staf
UGD, terutama selama pergantian shift; antara staf UGD dan staf rawat inap; dan
antara staf UGD dan anggota keluarga. Sumber kesalahan penting lainnya di UGD
kerusakan peralatan. Dalam UGD pediatrik Kanada, 100 kesalahan resep dan 39
ideal, kesalahan pasti akan terjadi dalam sistem serumit perawatan kesehatan.
Mengurangi bahaya bagi pasien anak yang disebabkan oleh perawatan medis tidak
bahwa penyedia layanan kesehatan (1) bekerja di lingkungan berisiko tinggi dan
kompleks, (2) dapat salah sehingga dapat terjadi kesalahan medis pada anak-anak,
(3) mandiri dan bertanggung jawab secara kolektif untuk keselamatan pasien, dan
(4) merupakan bagian penting dari keberhasilan sistem. Perbaikan sistem sangat
bergantung pada:
bergantung pada: laporan kesalahan dan kecelakaan kerja, sikap adil dan fleksibel,
Contoh Kasus
Kasus berikut diambil dari narasi Pruitt. Pasien 1 dan 2 berada di tempat tidur yang
utama. Dokter 2, seorang part-timer di UGD, menilai pasien 2 dan secara tidak
sengaja memasukkan grafik pasien 1 pada sistem grafik elektronik dan memesan
steroid intravena (IV) untuk eksaserbasi asma. Dokter 2 bekerja di beberapa area
yang terpisah di UGD dan meninggalkan bagian ini untuk merawat pasien lain.
Perawat 2 (merawat pasien 2) dipanggil untuk membantu di area triase dan tidak
menanyakan obat apa yang dia berikan dan mengapa. Perawat 1 menyatakan, itu
karena sulit bernafas dan tidak perlu dipertanyakan lebih lanjut. Dokter 2
yang lebih sering dan agresif. Pasien 1 menerima pengobatan yang tidak perlu untuk
Kegagalan kerja tim dan komunikasi biasanya disebut sebagai kontribusi etiologis
dalam analisis dasar penyebab kesalahan medis dan kejadian medis yang merugikan
dalam komunikasi baik lisan maupun tertulis dan bagaimana tim gagal berkolaborasi
komunikasi dan cara tim bekerja sama, maka niscaya lingkungan UGD pasien
pediatrik yang sulit pun akan dapat teratasi secara lebih baik.
Daftar Pustaka
1. Childress, J. & Beauchamp, T. Principles of biomedical ethics. (2001).
2.
4. Gostin, L. O. Deciding life and death in the courtroom: From Quinlan to Cruzan,
the end of life. Journal of the American Medical Association vol. 288 2732–2740
(2002).
Withdrawal and limitation of supportive care. Crit. Care Med. 21, 1798–1805
(1993).
8. Burns, J. P., Edwards, J., Johnson, J., Cassem, N. H. & Truog, R. D. Do-not-
resuscitate order after 25 years. Critical Care Medicine vol. 31 1543–1550 (2003).
11. Cohen, R. W. A tale of two conversations. Hastings Cent. Rep. 34, 49 (2004).
12. Knox, C. & Vereb, J. A. Allow natural death: A more humane approach to
15. Diekema, D. S. et al. Clinical report - Forgoing medically provided nutrition and
16. Casarett, D., Kapo, J. & Caplan, A. Appropriate Use of Artificial Nutrition and
2607–2612 (2005).
18. LT, K., JM, C. & MS, D. To Err Is Human. (National Academies Press, 2000).
doi:10.17226/9728.
doi:10.17226/10027.
20. Santell, J. P. & Hicks, R. Medication errors involving pediatric patients. Jt. Comm.
21. Miller, M. R., Robinson, K. A., Lubomski, L. H., Rinke, M. L. & Pronovost, P. J.
22. Kaushal, R., Jaggi, T., Walsh, K., Fortescue, E. B. & Bates, D. W. Pediatric
medication errors: What do we know? What gaps remain? Ambul. Pediatr. 4, 73–
81 (2004).
23. Kaushal, R. et al. Medication errors and adverse drug events in pediatric
pediatric patients: Experimentation and reality. Pediatr. Crit. Care Med. 9, 40–46
(2008).
27. Woods, D. et al. Child Specific Risk Factors in Patient Safety. J. Patient Saf. 1, 17–
22 (2005).
28. Barata, I. A., Benjamin, L. S., Mace, S. E., Herman, M. I. & Goldman, R. D.
29. O’Neill, K. A., Shinn, D., Starr, K. T. & Kelley, J. Patient misidentification in a
30. Kozer, E., Berkovitch, M. & Koren, G. Medication Errors in Children. Pediatric
31. Reason, J. Human error: Models and management. West. J. Med. 172, 393–396
(2000).
32. C, P. Normal accidents. Journal of Data and Information Quality vol. 4 1–26
(2013).
33. Mueller, B. U. et al. Principles of pediatric patient safety: Reducing harm due to
34. Pruitt, C. M. & Liebelt, E. L. Enhancing Patient Safety in the Pediatric Emergency
Pernyataan yang dibuat circa 1564, masih sangat relevan hingga saat ini, “Semua
substansi adalah racun, yang membuatnya berbeda hanya dosis.” Dosis toksik,
kerusakan yang terjadi akibat ingesti, absorbsi atau pun inhalasi zat toksik,
tergantung dari berapa banyak unsur kimia zat tersebut yang diserap oleh tubuh.
Berdasarkan laporan WHO, terdapat lebih dari 1 miliar orang mengalami inflamasi di
sistem pernafasan akibat inhalasi asap. Data lainnya menyebutkan bahwa sebesar
3,6-13,2% keracunan zat inhalan pada anak disebabkan oleh karbon monoksida
(CO). Gigitan ular berbisa, sebagai salah satu penyebab keracunan, diperkirakan
terjadi terhadap 5 juta orang di seluruh dunia per tahun, dan menyebabkan 50% di
Patofisiologi
Toksisitas adalah kemampuan suatu zat atau unsur kimia menyebabkan kerusakan.
Paparan zat toksik terhadap korban bisa melalui ingesti, absorbsi atau pun inhalasi.
Pada inhalasi asap, terjadi cedera jaringan akibat inhalasi langsung udara panas
(150oC atau lebih), sehingga dapat terjadi luka bakar di area wajah, orofaring dan
jalan napas bagian atas (di atas plica vocalis). Zat kimia dalam bentuk gas akan
berikatan pada permukaan partikel kecil, menyebabkan edema paru dan kerusakan
mukosa trakeobronkial. Efek sistemik inhalasi asap disebabkan oleh terhirupnya gas
toksik saat pembakaran bahan organik dan anorganik, yang dapat menimbulkan
asfiksia.
Bahan kaustik yang tertelan dapat menyebabkan dua jenis kerusakan, yaitu akibat
zat yang bersifat basa dan asam. Mekanisme liquefaction necrosis akibat ingesti
basa kuat akan menyebabkan safonifikasi jaringan lemak dan degradasi protein
sehingga penetrasi cedera yang ditimbulkan menjadi lebih dalam. Lebih jauh lagi,
akan terjadi kerusakan sel akibat emulsifikasi dan disrupsi membran sel. Bahan asam
denaturasi protein jaringan superfisial yang dapat menimbulkan eschar atau pun
gumpalan.
gigitan dan multiorgan (paru, jantung, ginjal, peritoneum, otak, gusi, saluran cerna
dan kulit. Manifestasi klinis perdarahan mulai dari petekie, ekimosi, hemoptoe,
hematuri,
hematuri, bahkan disseminated intravascular coagulation (DIC). Bisa ular juga dapat
kejang dan koma. Efek lain bisa ular adalah kardiotoksik, sehingga korban dapat
Gejala gastrointestinal akut akibat zat toksik non-infeksius (misalnya racun alami dari
jamur) belum diketahui secara pasti. Toksin yang bekerja pada sistem saraf pusat
dapat menimbulkan gejala muntah. Berdasarkan masa laten (waktu antara ingesti
jamur beracun dan timbulnya gejala klinis) dibagi menjadi: awitan lama, misalnya
pasca ingesti jamur A. phalloides, Galerina spp. Kerusakan sel yang dapat berlanjut
asetilkolin esterase sehingga terjadi akumulasi asetilkolin (efek muskarinik dan efek
menghasilkan asam jengkolat, yaitu jenis asam amino dalam biji jengkol, yang dapat
kemih.
Penilaian Awal
Penilaian awal meliputi penilaian jalan napas (airway), pernapasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation), serta anamnesis riwayat keracunan serta pemeriksaan fisis lain
Anamnesis
Informasi lengkap dapat ditanyakan setelah pasien stabil. Data yang dimintakan
dari pasien, anggota keluarga, penolong atau orang yang berada di lokasi
kejadian adalah: kapan anak terpapar dengan racun tersebut, jenis dan
jumlahnya, ada tidaknya riwayat alergi atau penyakit dasar, apa saja
pertolongan pertama yang telah diberikan. Kemasan obat atau bahan kimia
Pemeriksaan Fisis
Lakukan pemeriksaan fisik dengan ringkas, fokus utama pada status neurologis
dan kardiopulmonal. Nilai status mental atau level kesadaran dengan Glasgow
fisik dan tanda vital dapat menolong saat melakukan identifikasi kelompok toksin
pada keracunan beta blocker, sedatif hipnotik atau obat narkotik. Takikardi
putus obat narkotik atau alkohol. Depresi napas ditemukan pada keracunan
edema pulmonum (inhalasi asap, narkotik, salisilat) dan asidosis metabolik (etilen
glikol, metanol, salisilat) sering terjadi depresi napas. Ukuran pupil dan tanda di
kulit juga dapat membantu identifikasi golongan bahan racun yang tertelan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan analisis gas darah dan kadar elektrolit dapat membantu investigasi
hati akut atau acute kidney injury. Skrining toksikologi terhadap darah dan urin
lebih dilakukan atas indikasi akademik atau forensik. Jika suatu obat tertentu
keracunan.
seperti zat besi, logam berat lainnya dan kapsul enteric-coated, kemungkinan
akan terlihat pada foto polos abdomen. Pasien dengan status kardiopulmonal
Jika terdapat gangguan irama jantung atau pasien diketahui telah menelan
racun yang bersifat kardiotoksik (seperti anti depresan trisiklik), lakukan EKG dan
utama. Evaluasi respirasi, denyut nadi, pengisian kapiler dan tekanan darah.
aspirasi. Pulse oximetry harus dipasang pada pasien yang mengalami distres
hemodinamik.
Pemberian karbon aktif dosis tunggal: pemberian karbon aktif setelah lebih
dari 1 jam masih memberikan sedikit manfaat, namun pemberian karbon aktif
lebih dari 4 jam sejak ingesti zat beracun sudah tidak berguna. Kontra
bawah ini sehingga tidak diindikasikan pada intoksikasi ion – ion sederhana
(mis. besi, lithium, sianida), alkohol (mis. etanol, metanol), dan asam atau
(mis. hidrokarbon), tertelan asam kuat atau basa kuat, tertelan benda asing
yang besar atau benda bertepi tajam/runcing dan pasien dengan risiko
pada anak usia < 6 tahun karena risiko ketidakseimbangan cairan dan
jumlah banyak dan yang tidak dapat diabsorbsi dengan baik oleh karbon
aktif. Kontra indikasi pada obstruksi saluran cerna, perforasi saluran cerna,
Irigasi saluran cerna (whole bowel irrigation): irigasi saluran cerna adalah
diminumkan sampai luaran rektum menjadi bersih. Cara ini aman dilakukan
karbon aktif sebagai terapi utama. Irigasi lebih bermanfaat pada pasien
yang tertelan bahan/obat yang tidak terserap dengan baik oleh karbon
atau kurang dapat diabsorbsi oleh karbon aktif. Kontraindikasi pada pasien
tanpa proteksi jalan napas, ileus atau obstruksi saluran cerna, bising usus
2. Induksi muntah dengan sirup ipecac: cara ini sudah tidak dianjurkan lagi.
ekskresi basa lemah dan asam lemah. Peningkatan keasaman urin harus
kontra indikasi.
Pemberian karbon aktif dosis ganda: pada kasus keracunan lithium atau
4. Pemberian antidot: antidot dan agen antagonis hanya dipunyai oleh sejumlah
kecil jenis racun. Beberapa racun beserta antidot-nya adalah sebagai berikut.
5.
Daftar Pustaka
1. Arisman MB. Keracunan Makanan. Buku Ajar Ilmu Gizi. Edisi ke-1. Jakarta: EGC;
2008. h. 1-151.
treatment of a snake bite: Pearls from literature. J of Emerg Tr and Shock. 2008;1:
97-105.
health. 2007;3:8-26.
2009.
6. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Bahaya kesehatan lingkungan. Dalam: Ilmu
2009.
6. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Bahaya kesehatan lingkungan. Dalam: Ilmu
10. Gamarra RM, Manuel DM, Piper MH. Food poisoning. Diunduh dari:
poisoning in the pediatric population. Bol Med Hosp Infant Mex. 2009;66:36- 40.
12. Gold BS, Dart RC, Barish RA. Bites of venomous snakes: A current concepts.
14. Haller A. APLS: The Pediatric Emergency Medicine Course. Edisi ke-2. American
15. Jacob S. Mechanism of toxic smoke inhalation and burn injury: Role of neutral
2008;5:e218.
17. Lattery KA, Goett HJ. Smoke inhalation. Diunduh dari http://emedicine.
Biotechnology. 2009;15:197-8.
19. Murakami K, Trabel DL. Pathophysiological basis of smoke inhalation injury. New
20. Nicholds DG. Roger’s textbook of pediatric intensive care. Edisi ke-4.
Syok adalah suatu sindrom klinis yang diakibatkan oleh kegagalan sistem sirkulasi
syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok distributif, dan syok obstruktif. Syok
inadekuat dan merupakan syok yang terbanyak ditemukan pada pasien anak.
Penyebab yang sering diantaranya muntah, diare, perdarahan, serta luka bakar.
menurun sehingga stroke volume (SV) dan cardiac output (CO) menurun. Tubuh akan
perifer, sehingga aliran darah difokuskan ke organ vital. Manifestasi klinis syok
hipovolemik mirip dengan syok lainnya, yaitu peningkatan detak jantung, perubahan
pada palpasi nadi perifer, dan hipotensi. Pada fase kompensasi, manifestasi berupa
takikardia, akral dingin, dan capillary refill time (CRT) memanjang, tekanan darah
normal dan kesadaran cukup baik. Pada fase dekompensasi, muncul hipotensi,
Kawasaki, dan intoksikasi obat. Jika kontraktilitas miokardium tidak optimal, SV akan
menurun, lalu CO dan tekanan darah juga menurun sehingga perfusi ke jaringan
untuk meretensi cairan akan membuat resistensi vaskular sistemik dan afterload
meningkatkan volume dan tekanan ventrikel, jika terus berlanjut dapat menyebabkan
edema paru dan gagal jantung kanan. Manifestasi klinis khas yang dapat ditemukan
pada syok kardiogenik merupakan manifestasi klinis dari gangguan jantung itu
sendiri.
vaskular sistemik menurun, dan terjadi akumulasi darah di perifer dan penurunan
aliran balik vena. Dapat disebabkan oleh syok neurogenik, sepsis (paling banyak
jaringan menjadi tidak adekuat. Pada syok sepsis, kontraktilitas jantung juga dapat
menurun. Pada syok neurogenik, tonus simpatis hilang dan menyebabkan vasodilatasi
darah di pembuluh perifer dan penurunan volume intravaskular, sehingga perfusi
jaringan menjadi tidak adekuat. Pada syok sepsis, kontraktilitas jantung juga dapat
menurun. Pada syok neurogenik, tonus simpatis hilang dan menyebabkan vasodilatasi
Berbeda dengan syok lain yang bermanifestasi sebagai suhu akral yang dingin, pada
fase awal syok distributif justru ditemukan akral yang hangat dan kemerahan akibat
vasodilatasi perifer dan akumulasi darah yang disebabkan oleh abnormalitas tonus
vaskular. Pada syok distributif juga ditemukan upaya kompensasi berupa peningkatan
Syok obstruktif terjadi saat adanya obstruksi mekanik dari pengisian ventrikel atau
aliran keluar ventrikel. Penyebab tersering pada syok obstruktif adalah seperti tension
lesi kongenital seperti koarktasio aorta dan stenosis katup aorta. Patofisiologi dari
syok obstruktif dapat dibedakan berdasarkan lokasi obstruksi terhadap jantung. Pada
meningkat, dan menyebabkan penurunan preload ventrikel kiri. Pada obstruksi aorta,
akan terjadi peningkatan afterload ventrikel kiri. Secara umum, segala penyebab dari
syok obstruktif akan menurunkan SV dan CO, dan menurunkan tekanan darah.
oliguria, dan penurunan kesadaran. Pada kondisi awal, dapat juga ditemukan
penurunan tekanan darah. Manifestasi klinis yang muncul bersifat nonspesifik dan
Pada beberapa kasus, penyebab syok jelas seperti penyakit jantung bawaan (PJB),
sumber infeksi jelas. Pada neonatus, perlu ditanyakan riwayat maternal dan
penurunan asupan oral, penurunan kesadaran) dapat menunjukan adanya infeksi dan
kemungkinan syok septik atau dehidrasi. Informasi lain seperti paparan lingkungan,
Tanda syok pada anak adalah takikardia dengan tanda penurunan perfusi organ
atau perifer, perubahan kesadaran, CRT >2 detik, ekstremitas dingin, dan penurunan
urine output. Hipotensi merupakan tanda akhir dari syok. Fase pada syok dapat
dibagi menjadi tiga, yakni fase kompensasi, dekompensasi dan ireversibel. Di awal
fase kompensasi, tekanan darah, urine output, dan fungsi jantung dapat tampak
normal, tetapi perubahan metabolik selular sudah terjadi. Pada fase dekompensasi,
kompensasi sirkulasi gagal, kemudian akan terjadi penurunan fungsi selular dan
abnormalitas pada semua sistem organ, yang dapat menyebabkan kegagalan multi
pemeriksaan fisik, didapat penurunan perfusi jaringan; penurunan perfusi kulit dan
pemeriksaan fisik, didapat penurunan perfusi jaringan; penurunan perfusi kulit dan
Syok merupakan suatu kondisi gawat darurat sehingga harus segera dikenali status
syok terkompensasi atau tidak, penerapan pediatric assessment triangle (PAT), usaha
cepat mengembalikan kondisi ke sebelum syok, dan identifikasi serta tata laksana
etiologi syok. Setelah peniaian primer, beri oksigen dan pasang akses vaskular
secepatnya untuk mengembalikan volume darah atau akses obat. Akses vena sentral
sangat dianjurkan pada pasien dengan syok refrakter cairan atau jika agen vasoaktif
dianjurkan pada awal dan agresif dengan bolus cairan 20 mL/kgBB secara cepat,
evaluasi perfusi serta tanda vital selama dan setelah bolus cairan hingga 60mL/kgBB
jika masih dalam kondisi syok pada 20-60 menit. Hentikan resusitasi cairan jika
terjadi hepatomegali atau edema pulmoner. Resusitasi perlu dilakukan dengan hati-
hati pada neonatus usia <30 hari dan pasien dengan masalah jantung, ginjal atau
syok kardiogenik. Pada kondisi tersebut, berikan cairan bolus mulai dari 5-10 mL/kgBB
dan lakukan evaluasi berulang. Pemberian cairan dilakukan melalui intravena IV push
atau infuser cepat untuk mencapai target waktu. Dopamin, norepinefrin dan
epinefrin dianggap sebagai lini pertama syok refrakter cairan. Agen vasoaktif dapat
diberikan via akses IV pada konsentrasi dilusi tetapi perlu transisi menuju vena yang
lebih besar. Agen vasoaktif kedua diberikan jika masih hipotensi. Pasien warm shock
pasien cold shock, beri inotropik yaitu dopamin atau epinefrin dosis rendah
mendapatkan akses IV, administrasi cairan, dan inisiasi vasoaktif. Intubasi pada
pasien dengan gagal napas akibat syok harus hati-hati karena ventilasi tekanan
positif akan menurunkan venous return pada pasien hipovolemik dan akan
Penanganan etiologi syok perlu dilakukan di awal. Pasien dengan syok hipovolemik
elektrolit pada dehidrasi. Pada syok kardiogenik, faktor risiko harus ditanyakan
misalnya anak dengan PJB, kardiomiopati, atau miokarditis. Infus prostaglandin dapat
diberikan pada kecurigaan lesi jantung dependen duktus. Pada syok distributif akibat
sepsis, administrasi antibiotik spektrum luas dianjurkan pada 1 jam pertama. Pada
darah kembali normal, urine output > 1 mL/kg/jam, perbaikan status mental, CRT <2
detik. Setelah pasien stabil berikan antihistamin H1 (difenhidramin IV 1,25 mg/kg max
50 mg) dan H2 (ranitidine IV 0,5-1 mg/kg max 50 mg). Kortikosteroid yang dipilih
adalah metilprednisolon IV dengan dosis 1-2 mg/kg max 125 mg untuk mencegah
Syok neurogenik terjadi akibat trauma medula spinalis pada daerah servikal/upper
thoracic yang mengganggu saraf simpatis pembuluh darah dan jantung. Tanda yang
dapat ditemukan adalah hipotensi dengan tekanan nadi memanjang, nadi yang
sudah di eliminasi. Posisikan anak supine atau kepala dibawah untuk meningkatkan
venous return, berikan trial terapi cairan (isotonik kristaloid) dan evaluasi respons,
sesuai indikasi, dan berikan supplementary warming atau cooling sesuai kebutuhan.
Manifestasi syok sepsis pada neonatus dan anak lebih sering ditemukan dengan cold
shock (SVR tinggi, CO rendah) dibanding warm shock. Sepsis adalah SIRS dengan
ginjal dan hati, panel koagulasi, laktat, kultur darah). Antibiotik (spektrum luas
empiris) harus diberikan dalam 1 jam pertama setelah dicurigai syok sepsis. Jika
setelah pemberian cairan (40-60 ml/kg) tidak ada perbaikan klinis maka pemberian
inotropik atau vasoaktif harus dilakukan dalam 1 jam pertama. Jika pasien memiliki
Tension pneumothorax terjadi saat udara yang terakumulasi pada rongga pleura
akan menyebabkan tensi dan shifting mediastinum, sehingga jantung serta pembuluh
penurunan venous return ke jantung, perfusi menurun, dan syok. Hipotensi merupakan
tanda akhir dari syok. Tatalaksana yang disarkankan adalah dengan needle
torakostomi.
neoplastic, atau idiopatik. Diagnosis klinis ditandai dengan Beck’s triad, dispnea,
takikardia dan penurunan perfusi; auskultasi terdengar friction rub dan suara jantung
tuntunan echocardiogram.
Emboli paru sulit didiagnosis pada anak, bersifat fatal dan perlu dilakukan CT
venografi dan scan ventilasi/perfusi (V/Q) namun sulit diinterpretasi pada anak.
Tatalaksana emboli paru akut pada anak dimulai dengan inisiasi heparin dengan
Syok obstruksi dapat muncul pada lesi kardiak spesifik yang ductal-dependent
seperti koartasio aorta, stenosis katup aorta, terganggunya lengkung aorta, dan
pembedahan.
Komplikasi syok adalah disfungsi organ ireversibel, kegagalan multi organ, hingga
aspirasi, pressure ulcer, dan deep vein thrombosis. Syok septik dapat menyebabkan
coagulation (DIC), gagal hati akut, dan gangguan miokard. Syok kardiogenik dapat
9% (syok septik), 50-75% (syok kardiogenik), 20%-80% (syok distributif). Syok dan
multi organ dysfunction syndrome masih merupakan salah satu penyebab kematian
Daftar Pustaka
1. Kushartono H, Pudjiadi A. Syok. Dalam: Pudjiadi AH, Latief A, Budiwardhana N.
Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia. Jakarta: IDAI; 2009.
P294.
3. Sethuraman U, Bhaya N. Pediatric shock. Therapy. 2008 Jul 1;5(4):405-23.
4. Petersen TL, Lee KJ. Shock. In: Marcdante KJ, Kliegman RM. Nelson essentials of
2018;115(45):757-768.
6. Turner DA, Cheifetz M. Shock. In: Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, Schor NF.
shock. In: Nichols DG, Shaffner DH. Roger’s textbook of pediatric intensive care,
shock. In: Nichols DG, Shaffner DH. Roger’s textbook of pediatric intensive care,
380-91.
8. Balamuth F. Shock. In:Shaw KN, Bachur R. Fleisher & ludwig’s textbook of
167-83.
9. Hobson JM, Chima RS. Pediatric hypovolemic shock. The open pediatric medicine
nurses in the triage of children. J Emerg Nurs. 2013 March. 39(2): 182–9.
advanced life support (PALS). USA; American Heart Association; 2016. p185-7,
219-25.
12. Lane RD, Bolte RG. Pediatric anaphylaxis. Ped Emerg Care. 2007; 23(1):49-60.
13. Martin K, Weiss SL. Initial resuscitation and management of pediatric septic
2013; 7:35-37.
15. Taghavi S, Askari R. Hypovolemic Shock. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan [Cited 2020 Aug 29]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513297/
16. Mahapatra S, Heffner AC. Septic Shock (Sepsis). In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan [Updated 2020 Jun 25;
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430939/
17. Kosaraju A, Pendela VS, Hai O. Cardiogenic Shock. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan [Updated 2020 Jun 25;
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482255/
18. Percy D. Obstructive shock: pathogenesis, complications, an clinical findings.
Calgary Guide. 2013 Jul 7. Cited 2020 Aug 29. Available from
http://calgaryguide.ucalgary.ca/wp-
19. Haseer Koya H, Paul M. Shock. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2020 Jan [Updated 2020 Apr 28; Cited 2020 Aug 29].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan [Updated 2020 Jun 30;
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470316/
Dr. dr. Irene Yuniar, SpA(K)
Staf Divisi Emergensi dan Rawat Intensif Anak,
Objektif
1. Mengetahui penilaian kegawat- daruratan anak dengan metode Pediatric
unit gawat darurat (UGD). Penilaian pada anak dilakukan dengan menggunakan
metode PAT yang terdiri dari penilaian airway, breathing dan circulation (ABC).
Penilaian PAT ini dilakukan di triage sebelum dilakukannya survai primer (primary
survey). Karena dalam penilaian primary survey juga dilakukan penilaian ABC, maka
untuk membedakannya pada PAT istilah awal ABC diganti dengan behavior,
Pada behavior dinilai tingkat kesadaran pasien secara cepat (bukan dengan
penilaian Glasgow Comma Scale atau GCS) melainkan dengan singkatan yang
disebut TICLS yang terdiri dari tonus, interactiveness, consolability, look atau gaze
Pada breathing dinilai usaha napas pasien hanya oleh pengamatan pemeriksa,
seperti adanya usaha napas yang meningkat (napas cuping hidung, atau pemakaian
otot bantu napas), posisi pasien (apakah harus atau bisa berbaring tanpa sesak),
Pada circulation dilihat adanya perubahan warna pada kulit (pucat atau sianosis),
Hasil penilaian PAT dapat diklasifikasikan menjadi 4 kondisi yaitu : stabil, terdapat
penanganan selanjutnya.
Kesimpulan
Penilaian kegawatdaruratan anak dengan metode PAT harus mampu dikuasai dan
dikerjakan oleh tenaga medis yang bekerja di UGD untuk dapat mengambil langkah
Objektif
1. Mengetahui kegunaan pemeriksaan analisa gas darah
Analisa gas darah (AGD) sering dilakukan terutama pada pasien dalam kondisi
seharusnya disesuaian dengan kondisi klinis pasien. Sayangnya masih banyak yang
kurang memahami cara melakukan intepretasi hasil AGD sehingga melakukan tata
laksana hanya sesuai nilai AGD tanpa melihat klinis pasien. Atas dasar inilah penting
bagi kita untuk mengetahui kegunaan pemeriksaan AGD serta melakukan inteprtasi
hasil sehingga dapat dilakukan tata laksana lebih lanjut pada pasien.
Pada analisa gas darah terdapat 2 komponen yang dinilai yaitu oksigenasi ventilasi,
serta kondisi metabolik pasien. Sayangnya kedua komponen ini tidak berdiri sendiri-
oksigenasi ventilasi perlu dilakukan penilaian pO2 dan pCO2 dan saturasi oksigen
(biasanya dilakukan pengambilan AGD dari darah arteri) sedangkan untuk penilaian
metabolik dapat dilakukan melalui darah vena ataupun arteri. Pengaturan pH darah
berbagai fungsi organ. Penilaian sistem asam basa cara Steward terdapat 2
komponen besar yaitu variabel independent (pCO2, strong ion difference/SID, dan
asam lemah non volatile) dan variabel dependent (H+, OH-, HCO3-). SID merupakan
Pada intepretasi hasil ditemukan kondisi normal (pH 7,35-7,45), asidosis ataupun
alkalosis. Penyebab asidosis atau alkalosis bisa akibat kondisi respiratorik atau
(UA) dengan memperhitungkan efek eletrolit kuat dan albumin. Setelah mengetahui
kondisi utama harus dilakukan perhitungan kompensasi dengan untuk melihat apakah
Dengan mengetahui kondisi pasien secara keseluhan baru dilakukan tata laksana
Kesimpulan
Intepretasi AGD harus dilakukan secara keseluruhan untuk menilai gangguan
ventilasi-perfusi dan asam basa yang harus disesuaikan dengan klinis pasien,
sehingga dapat dilakukan tata laksana yang sesuai dengan kondisi pasien.
dr. Niken Wahyu Puspaningtyas, SpA(K)
Staf Divisi Emergensi dan Rawat Intensif Anak,
Tujuan
Mengetahui definisi gagal napas.
Mengetahui perbedaan distres napas dan gagal napas pada anak serta cara
mendiagnosisnya.
Mengetahui konsep terapi oksigen sebagai tatalaksana distres dan gagal napas
pada anak.
Pengenalan dini non-invasive respiratory support yaitu high flow nasal cannula
sebagai salah satu terapi oksigen pada distres napas dan gagal napas.
ditandai dengan tekanan parsial oksigen arteri dibawah 60 mmHg (hipoksemia) atau
Oleh sebab itu diharapkan klinisi mampu mengenali dan menatalaksana dengan baik
keadaan distres napas sebelum jatuh ke gagal napas. Etiologi dari gagal napas
melibatkan satu atau lebih sistem organ (multipel) yang terlibat pada proses
sistem respirasi sendiri kegagalan dapat terjadi akibat dari masalah di saluran napas
cepat atau quick look dengan metoda segitiga penilaian pediatrik (PAT= Paediatric
Assessment Triangle), penilaian primer berupa penilaian tanda vital dengan metoda
Melalui metoda awal yaitu quick look, kita dapat mendiagnosis anak dengan distres
napas atau gagal napas dengan cepat. Ada 3 hal yang dinilai pada metode quick
look yaitu penampilan, upaya napas dan sirkulasi. Ketidaknormalan pada satu atau
dua dari tiga komponen tersebut dapat menjadi tanda dari kondisi distres napas
Asesmen kegawatan respirasi yang kita temui di quick look, sesudah dilakukan tata
laksana awal, dikonfirmasi lebih lanjut lagi melalui tahapan penilaian selanjutnya
yaitu penilaian primer dengan menilai patensi jalan napas dan pernapasan.
Penilaian jalan napas berisiko mengalami obstruksi membutuhkan tata laksana cepat
Pemeriksaan pernapasan lebih lanjut lagi dinilai dengan RWTO yaitu menghitung
frekuensi napas (respiratory rate = R), menilai usaha napas (work of breathing = W),
Distres napas dan gagal napas menunjukkan peningkatan frekuensi napas. Sesuai
tingkat tumbuh kembang anak, frekuensi normal berubah sesuai usia Tabel 1).
(
Frekuensi napas juga dipengaruhi oleh berbagai keadaan. Pernapasan yang cepat
dapat terjadi pada demam, nyeri, ketakutan/kecemasan, atau emosi yang meningkat.
Pernapasan yang lambat dapat terjadi pada anak yang kelelahan akibat gawat napas
yang tidak segera ditolong. Karena itu, dalam menilai upaya napas perlu diperhatikan
nilai ekstrim. Frekuensi napas di atas 60 kali/menit untuk semua usia, apalagi disertai
Penilaian usaha napas dilakukan dengan melihat, mendengar secara langsung dan
adanya tarikan otot-otot interkostal, sternal, dan subkostal, napas cuping hidung,
pada Tabel 2.
Volume tidal dinilai adekuat berdasarkan adanya pengembangan dinding dada yang
dilihat secara langsung dan udara masuk pada semua lapang paru yang dinilai
dengan stetoskop.
Oksigenasi dinilai dengan melihat adanya sianosis sentral (kebiruan pada mukosa
oral) yang mengindikasi hipoksemia dan tanda akhir dari gagal napas. Penilaian
Pembacaan di bawah 90% pada anak dengan oksigen 100% dapat menunjukkan
bersama dengan penilaian upaya napas, frekuensi napas dan penampilan anak.
oksigen darah dengan work of breathing yang meningkat. Sementara anak dengan
kelainan jantung bawaan biru dapat menunjukkan saturasi yang rendah tanpa distres
napas.
kelainan jantung bawaan biru dapat menunjukkan saturasi yang rendah tanpa distres
napas.
terapi oksigen. Tujuan dari terapi oksigen adalah menciptakan oksigenasi yang
adekuat dengan fraksi oksigen yang paling kecil. Pasien yang datang dengan distres
napas dapat diberikan terapi oksigen konvensional mulai dari aliran rendah dengan
nasal kanul 1 liter/menit yang kemudian dapat dinaikkan (ekskalasi) alirannya atau
diganti hingga masker non-rebreathing. Secara umum semakin tinggi aliran (flow),
fraksi oksigen yang dihasilkan juga semakin besar seperti yang ditampilkan pada
Tabel 3.
Pantau perubahan dan respon klinis pasca-perubahan terapi. Apabila tidak membaik
atau keadaan memburuk, terapi oksigen dapat diekskalasi hingga intubasi. Pasien
sejak awal.
Terapi oksigen secara umum dibagi menjadi sistem aliran rendah (low flow), dan
aliran tinggi (high flow). Oksigen aliran rendah memberikan hantaran oksigen yang
lebih rendah dari flow anak dan diberikan dengan menggunakan nasal kanul atau
positif tanpa tindakan invasif intubasi. High flow nasal cannula (HFNC), continuous
positive airway pressure (CPAP), dan non-invasive ventilator merupakan bagian dari
non-invasive ventilatory support. Untuk dokter umum yang bekerja di ruang gawat
darurat tanpa fasilitas ruang intensif maka HFNC adalah metode non-invasive
Metode nasal kanul sudah dipakai sejak tahun 1940. Besarnya fraksi oksigen yang
dihasilkan dari nasal kanul meningkat seiring dengan ditambahkannya flow oksigen.
besarnya flow yang dikeluarkan. Penggunaan nasal kanul dalam jangka waktu lama
penting pada terapi oksigen jenis ini. Humidifikasi yang diberikan melalui nasal kanul
biasa tidak akan adekuat bila diberikan pada aliran udara lebih dari 5 L/m.
napas. Bila
Bila diberikan
diberikansejak
sejak dini, HFNC dapat mencegah perburukan kondisi distres
https://www.reliasmedia.com/articles/135378-pediatric-respiratory-failure.
3. Hammer J. Acute respiratory failure in children. Paediatr Respir Rev 2013;
14: 64-
69.
4. Slain KN, Shein SL, Rotta AT. The use of high-flow nasal cannula in the
pediatric
emergency department. J Pediatr (Rio J). 2017; 93: 36-45.
5. Milési C, Boubal M, Jacquot A, Baleine J, Durand S, Odena MP et al. High- flow
controversies with intubation. Emerg Med Clin North Am. 2008; 26: 977- 1000.
BAGIAN II
Dr. dr. Irawan Mangunatmadja, SpA(K)
Staf Divisi Neurologi
masalah ini. Pandemi ini memerlukan perubahan yang cepat terhadap keadaan yang
berubah cepat terhadap masalah medis, etik dan tantangan sosial akibat pandemi.
kesehatan, institusi, sistim kesehatan, dan penerapan hukum. Komponen ini akan
saling berhubungan erat dan kebijaksanaan yang diambil sangat berbeda dalam
pelaksanaan nya di waktu tidak adanya pandemi. Virus Covid-19 yang mempunyai
Sebenarnya banyak masalah isu etik yang perlu diperhatikan dalam masa pandemi
ini dibandingkan waktu sebelumnya, tetapi pada kesempatan ini penulis hanya akan
membahas beberapa masalah saja yang menurut penulis penting untuk didiskusikan.
Beberapa hal yang akan dibahas yang berhubungan erat dengan etik adalah:
masalah etik yang dihadapi, Obat-obatan yang diberikan kepada pasien mungkin
masih dalam penelitian yang sedang berjalan. Kesembuhan dan kelangsungan hidup
pasien berdasarkan Beneficence dan non Maleficence menjadi tujuan utama dalam
keluarga pasien tertular, diberlakukan aturan bahwa selama perawatan pasien tidak
diijinkan untuk di tunggu. Keadaan ini berbeda dengan penyakit saat tidak pandemi.
Tidak tertularnya anggota keluarga lain merupakan isu etik yang harus
Menghadapi keadaan ini beberapa Rumah Sakit Pendidikan telah membuat aturan
khusus untuk pelayanan pasien Covid-19. The United Kingdom’s National Institute for
Health and Care Excellence (NICE) telah membuat beberapa protokol pelayanan
yang ditujukan untuk pasien Covid-19 dengan penyakit tertentu. NICE telah membuat
kanker, serta pelayanan radioterapi. Protokol ini akan memberikan kemudahan bagi
merupakan subjek yang mempunyai risiko terbesar tertular virus Covid-19. Mencegah
hal ini terjadi, isu etik yang ada adalah memberikan seragam proteksi terhadap
petugas kesehatan sesuai dengan tempat mereka bertugas. Pemberian proteksi level
4 diberikan untuk petugas kesehatan yang bertugas di ruang rawat intensif yang
merawat pasien dengan ventilator dan ruang rawat High Care Unit. Saat ini di ruang
gawat darurat, petugas kesehatan juga diharuskan memakai baju proteksi minimal
karenanya, prosedur proteksi diri mulai saat akan bertugas sampai mereka selesai
bertugas sangatlah penting untuk diatur dengan baik. Sistim aturan ini tentunya
harus disiapkan Rumah Sakit dengan sebaik-baiknya. Suatu sistim tatanan baru untuk
petugas kesehatan yang sangat berbeda dengan waktu sebelum adanya pandemi
ini.
rentan ini yang mempunyai risiko tinggi akan tertular virus Covid-19. Selain mereka
dapat risiko tertular yang dapat menyebabkan kematian juga dapat merupakan
yang ada dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Perlunya alur pasien berobat
rawat jalan dan rawat inap yang berbeda dengan pasien Covid-19. Isu etik sangat
erat dalam perbedaan pelayanan ini. Selain alur pasien di triase, perbedaan
pasien masuk rawat inap Covid dan bukan Covid. Perbedaan ruang rawat, tempat
tidur dan peralatan lain perlu dibedakan alat nya maupun cara dalam pelayanannya.
Penggunaan alat pemeriksaan yang berbeda antara pasien Covid dan bukan Covid
memerlukan peralatan kesehatan yang baru, yang tentunya ini pun akan memerlukan
dana yang tidak kecil baik dari Rumah Sakit sendiri maupun dana hibah berupa alat
dari berbagai pihak yang tidak mengikat. Akhirnya Rumah Sakit akan mementukan
berapa kemampuan mereka merawat pasien Covid dan sampai tingkat apa mereka
tingkat perawatan ruang rawat intensif atau hanya mereka dengan gejala ringan
atau sedang saja. Kemampuan ini pun harus dijelaskan kepada keluarga pasien.
sampai berat. Perubahan kondisi pasien dapat berubah setiap waktu tanpa dapat
Informed Consent
Pasien terinfeksi virus Covid-19 dapat memberikan manifestasi klinis mulai dari ringan
sampai berat. Perubahan kondisi pasien dapat berubah setiap waktu tanpa dapat
diprediksi terlebih dahulu. Kegawatdaruratan yang dapat terjadi tiba tiba pada
dalam pemilihan tindakan dan pengobatan perlu diambil dengan cepat tanpa harus
Informed Consent yang harus disetujui keluarga diambil saat awal perawatan.
Consent diberikan saat awal pasien di rawat. Informasi yang diberikan kepada
diinformasikan kepada keluarga pasien sejak dari awal. Sejak awal keluarga sudah
diberitahu protokol pengobatan yang akan diberikan dan tindakan yang akan diambil
penanggung jawab utama dibantu oleh Tim Khusus Covid yang akan memberikan
tindakan dan pengobatan ditentukan dalam Rapat Board Covid. Tatalaksana pasien
akan lebih baik karena akan melibatkan beberapa pertimbangan para pakar yang
Saat ini pasien Covid-19 yang di rawat di RSCM Ultimate tatalaksananya selain
ditentukan oleh DPJP juga dibantu oleh Tim Khusus Covid. Tatalaksana pasien
ditentukan dalam Rapat Board Covid. Keputusan tertinggi ditentukan oleh hasil
Rapat Board Covid. Metode ini akan sangat membantu DPJP yang bertugas karena
keadaan perubahan pasien yang tiba-tiba dapat memburuk dapat membuat beban
Kesimpulan
Pandemi Covid-19 ini yang terjadi belakangan ini menyebabkan perubahan etik
dalam tatalaksana pasien Covid-19. Perubahan etik yang terjadi dalam rangka
menjawab perubahan yang terjadi secara cepat akibat pandemi ini. Berapa hal etik
2. Proteksi terhadap tenaga kesehatan merupakan hal penting untuk diri dan
keluarganya.
3. Inform Consent untuk diberikan pada awal pengobatan untuk semua tindakan
1. Pengobatan yang diberikan mungkin masih dalam penelitian
2. Proteksi terhadap tenaga kesehatan merupakan hal penting untuk diri dan
keluarganya
3. Informed Consent untuk diberikan pada awal pengobatan untuk semua tindakan
4. Pelayanan pasien bukan Covid-19 di Rumah Sakit harus berbeda dengan pasien
Covid-19.
Daftar Pustaka
1. McGuire Al, Aulisio MP, Davis FD , Erwin C , Harter TD , Jagsi R, et al. Ethical
2. Bakewell F, Pauls MA, Migneault D. Ethical considerations of the duty to care and
10.1017/cem.2020.376
3. Kramer JB, Brown DE, Kopar PK. Ethics in the Time of Coronavirus:
Sesak merupakan kedaan darurat yang sering ditemukan pada anak dan keluhan
yang sering menyebabkan anak dibawa ke ruang emergensi (gawat darurat). Sesak
bukanlah suatu diagnosis melainkan suatu gejala yang harus dicari penyebabnya
untuk menentukan diagnosis dan tata laksana yang tepat dan cepat.
Sesak didefinisikan sebagai suatu rasa atau sensasi dari keadaan yang
yaitu sesak saat menarik napas (inspirasi) dan saat mengeluarkan napas (ekspirasi).
Hal ini penting karena dengan mengetahui tipe sesaknya maka pendekatan klinis
dapat lebih terarah. Untuk mengetahui sesak, harus dipahami dahulu tentang cara
kesulitan napas yang bersifat inspirasi atau ekspirasi atau keduanya, kedalaman
Tipe sesak dapat mengarahkan kepada kelainan yang terjadi. Pada inspiratory effort
kelainan pada parenkim, desakan dari dalam maupun luar rongga dada yang
Gejala sesak, biasanya tidak berdiri sendiri melainkan ada gejala tambahan seperti
batuk, pilek, demam, sianosis, atau stridor. Gejala tambahan di atas dapat
penunjang rutin atau khusus. Faktor usia menjadi penting karena dengan keluhan
sesak tetapi berbeda usia, maka diagnosisnya akan berbeda. Salah satu contoh
bronkiolitis sedangkan pada anak usia di atas 5 tahun diagnosis yang sangat
Pada pemeriksaan fisik perlu dilihat adanya tanda obstruksi saluran napas yang
bersifat lama (kronis) seperti pectus excavatus atau bentuk lainnya seperti pigeon
bagian atasbersifat
bagian atas yang bersifat kronis seperti laringo-trakeomalasia, hipertrofi timus, atau
vascular ring.
Ronsen dada baik posisi antero posterior atau lateral, CT scan dada, ultrasonografi
(USG), uji fungsi paru, bahkan yang bersifat intervensif seperti bronkoskopi.
Gambaran Ronsen dada merupakan pemeriksaan penunjang yang rutin pada sesak.
Gambaran dapat berupa adanya infiltrat, atelektasis, efusi pleura, konsolidasi, hiper-
aerasi, pneumotoraks ataupun desakan ruang oleh massa. Pada keadaan efusi
pleura dapat digunakan pemeriksaan USG untuk melihat seberapa banyak volume
cairan atau adanya septa-septa atau lobus. Pada gambaran Ronsen yang kurang
jelas maka dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan dada untuk melihat keadaan
ini memerlukan koordinasi dan kerja sama dengan pemeriksa karena hasilnya
dianggap bermakna apabila memenuhi standar, yaitu diambil nilai terbaik dari 3 kali
dengan perbedaan hasil ketiganya tidak lebih dari 10%. Umumnya pemeriksaan uji
Pemeriksaan darah tepi dapat menunjukkan keadaan infeksi yang ditandai adanya
peningkatan leukosit atau neutrofil pada hitung jenis leukosit. Pemeriksaan analisis
gas darah diperlukan untuk melihat bagaimana gambaran nilai PaO2 atau PaCO2.
Pada hasil nilai analisis gas darah dapat terjadi penurunan PaO2 (hipoksemia),
Pada keadan tertentu, bronkoskopi dapat dilakukan seperti atelektasis yang tidak
stenosis saluran napas yang berlangsung lama, serta kemungkinan adanya benda
kelumpuhan pita suara. Pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan dengan indikasi
serapan radioaktif pada kedua sisi paru untuk menentukan agenesis ataupun
hipoplasia.
Diagnosis yang sering pada anak dengan expiratory effort adalah bronkiolitis, asma,
atau benda asing. Pada bronkiolitis, biasanya terjadi pada anak di bawah 2 (dua)
tahun, dengan keluhan sesak bersifat akut ditandai dengan gejala tambahan lain
seperti demam,
seperti demam, batuk pilek, dan tanda-tanda infeksi virus. Pada pemeriksaan fisik
dapat dijumpai adanya tanda infeksi virus dan wheezing yang ditemukan secara
Pada sesak dengan tipe expiratory effort lainnya adalah asma yaitu selain adanya
sesak, dapat disertai batuk yang bersifat berulang, lebih sering keluhan pada malam
hari, dapat berkurang dengan atau tanpa pengobatan dengan bronkodilator, dan
timbul akibat adanya pencetus. Pada asma, pemeriksaan fisik ditemukan wheezing
berat. Pada uji fungsi paru didapatkan adanya tanda obstruksi saluran napas berupa
rendahnya FEV1 (forced expiratory volume in 1 second) yaitu nilainya kurang dari 70%
dari nilai prediksi. Pada pemeriksaan Ronsen dada, dapat dijumpai adanya
Adanya expiratory effort lainnya adalah benda asing yang ditandai adanya keluhan
menelan benda asing dapat berupa logam atau non logam. Riwayat tersedak atau
menelan benda asing ini perlu karena tanpa riwayat ini akan sulit didiagnosis. Pada
pemeriksaan fisik dapat dijumpai wheezing yang bersifat unilateral dapat kiri atau
dada. Pada pemeriksaan Ronsen dada dapat terlihat jelas adanya benda asing atau
dapat pula tidak terlihat bergantung pada jenis benda asing yang teraspirasi. Pada
benda asing logam dapat terlihat gambaran radio-opak yang berupa gambaran
Pada benda asing yang non radio-opak dapat tidak terlihat benda asingnya
misalnya tersedak kacang. Pada Ronsen dada dapat terlihat adanya gambaran paru
kiri dan kanan yang berbeda intensitasnya terutama pada saat ekspirasi maksimal
pada saat difoto. Tetapi pada saat Ronsen dilakukan tidak pada ekspirasi maksimal
(yaitu dilakukan saat inspirasi), gambaran Ronsen paru kiri dan kanan dapat sama
intensitasnya. Dalam kondisi demikian (Ronsen kiri dan kanan sama) dan terdapat
riwayat menelan benda asing maka harus dilakukan pemeriksaan Ronsen dada
Pada keadaan inspiratory effort yang tersering adalah pneumonia atau adanya efusi
pleura. Pada pneumonia, dapat terlihat gambaran sesak dan gejala tambahan lain
seperti batuk, pilek, demam, dan sianosis. Pada gambaran Ronsen dapat terlihat
Tata laksana sesak tergantung kepada penyakit dasarnya (underlying disease). Pada
sesak karena infeksi pada paru yang disebabkan bakteri maka terapi
sesak karena infeksi paru yang disebabkan bakteri maka terapi farmakologis
diberikan antibiotik sesuai dengan data empiris. Pada pneumonia komunitas dapat
pada kasus pneumonia di rumah sakit atau pneumonia akibat ventilator pemberian
yang dianjurkan adalah antibiotik seftazidim atau sefalosporin generasi tiga lainnya.
Pada kedaan inflamasi sebagai penyakit dasarnya seperti pada asma maka
diberikan kortikosteroid sistemik maupun inhalasi dosis tinggi secara singkat (3-5
kortikosteroid dalam bentuk inhalasi dengan atau tanpa tambahan LABA (long-
Pada sesak karena tuberkulosis yang berat (misalnya dengan meningitis tuberkulosis
Pemberian obat antituberkulosis harus mengikuti standar yang ada yaitu minimal
gabungan antara rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid. Selain pemberian obat untuk
oksigen karena hipoksemia dan pemberian cairan untuk penggantian cairan yang
Sebagai kesimpulan bahwa sesak adalah merupakan gejala yang harus ditangani
dengan tepat, cepat, dan benar. Sesak harus dicari diagnosisnya untuk penanganan
penunjang yang sesuai indikasi. Pemberian obat bergantung pada etiologi penyakit
dasarnya serta terapi suportif seperti pemberian oksigen, cairan dan lainnya.
Prognosis tergantung pada penyakit dasar dan kecepatan dan ketepatan dalam
penanganan awal.
Daftar Pustaka
1. Stevens JP, Sheridan AR, Berstein HB, Baker K, Lansing RW, Schwartzstein RM, et
2019;156:507-17.
2. Lands LC. Dyspnea in children: What is driving it and how to approach it. Paediatr
2. Lands LC. Dyspnea in children: What is driving it and how to approach it. Paediatr
3. Powell CVE. How accurate is the clinical assessment of acute dyspnea and
2018;44:46-55.
8. Garske LA, Kunarajah K, Zimmerman PV, Adams L, Stewart IB. In patients with
1-11.
10. Krivchenia K, Hawkins SM, Iyer NP, Hayes D, Deterding RR, Ruminjo J, et al. 2019
11. Rochweis B, Brochard L, Elliot MW, Hess P, Hill NS, Nava S, dkk. Official ERS/ATS
clinical practice guidelines: Non invasive ventilation for acute respiratory failure.
neurologi anak. Dua topik ini termasuk kompetensi dokter umum, oleh karena itu
deteksi dini, penegakan diagnosis merupakan hal yang penting karena akan
memengaruhi prognosis pasien. Tata laksana kejang juga penting untuk mencegah
Kejang
Kejang adalah tanda dan/atau gejala sementara yang timbul akibat aktifitas
Kejang bersifat tiba-tiba, jika kejang umum maka kesadaran terganggu, gerakan
ekstremitas sinkron, sering disertai sianosis dan gerakan bola mata yang abnormal,
berlangsung beberapa detik sampai menit, tidak dapat diprovokasi, pada saat
pasca kejang. Serangan bukan kejang awitan gradual, kesadaran tidak terganggu,
gerakan ekstremitas asinkron, tidak disertai sianosis maupun gerakan abnormal bola
mata, dapat berlangsung sampai beberapa jam, dapat diprovokasi, tidak terdapat
Pendekatan kejang dapat dibagi menjadi : (1) Kejang disertai demam, seperti kejang
demam dan infeksi SSP; (2) Kejang tanpa demam seperti: epilepsi, first unprovoked
seizures, trauma kepala, tumor dan kelainan metabolik. Pendekatan diagnosis kejang
penunjang yang baik dan teliti akan mempertajam diagnosis klinis, sehingga
Tata laksana kejang sudah ditetapkan dalam rekomendasi status epileptikus pada
bayi dan anak UKK Neurologi 2016. Obat antikonvulsan yang dipakai sebagai pilihan
bersifat rapid onset dan short acting. Lini kedua dan ketiga dalam algoritme adalah
kedua dan ketiga ini bersifat slow onset dan long acting. Lini terakhir yang dapat
dipakai
dipakai sebagai obat antikonvulsan adalah infus kontinyu midazolam, fenobarbital
dan propofol. Ketika kejang sudah berhenti maka terapi rumatan tergantung dari
etiologi.
Penurunan Kesadaran
Kesadaran terdiri dari dua aspek, yaitu bangun (awake) dan tanggap (aware) yang
ke korteks otak sehingga kita bisa tanggap/sadar orientasi diri, tempat dan waktu.
pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan pupil, gerak bola mata (Doll’s eye maneuver),
refleks kornea, batuk dan muntah. Pemeriksaan motorik juga dilakukan, adakah
ditentukan dari pemeriksaan pupil, gerak bola mata dan respons motorik.
abses, trauma kepala, tumor, perdarahan, hidrosefalus); (2) Non struktural: infeksi
pemeriksaan penunjang yang baik dan teliti akan mempertajam diagnosis klinis,
Tata laksana penurunan kesadaran terbagi 3, yaitu : (1) Tata laksana kedaruratan
seperti kejang jika ada; (2) Tata laksana peningkatan tekanan intrakranial; (3) Tata
lesi desak ruang (tumor, abses, tuberkuloma) dapat diberikan kortikosteroid. Edema
atau NaCl 3%. Edema interstisiel pada hidrosefalus dengn peningkatan tekanan
etiologi struktural.
Evaluasi pasien dengan penurunan kesadaran dilakukan dengan cara yang sama
seperti saat penegakan diagnosis yaitu evaluasi Glasgow Coma Scale, pemeriksaan
pupil, doll’s eye manuever, refleks batuk dan muntah selain tanda-tanda vital.
Kesimpulan
Kejang dan penurunan kesadaran merupakan kegawatdaruratan yang harus
Ferriero DM, Schor NF, Finkel RS, Gropman AL, Peral PL, Shevell MI, penyunting.
4. Kessler SK, Licht DJ, Abend NS. Approach to Acute Encephalopathy and Coma.
Dalam: Abend NS, Helfaer MA, penyunting. Pediatric Neurocritical Care. New
Diabetes adalah salah satu penyakit kronik yang paling sering ditemukan pada anak
dan remaja, dengan diabetes tipe 1 (T1D) sebagai tipe yang paling banyak
tahun 2011, sekitar 490.000 anak berusia kurang dari 14 tahun menderita T1D, dengan
78.000 kasus baru ditemukan setiap tahunnya. Di tahun 2017, terdapat sekitar
586.000 anak di bawah usia 14 tahun dengan T1D, dengan insidens tahunan yang
meningkat sekitar 3-5%. Di Indonesia sendiri, tercatat sekitar 1.200 pasien dengan
T1D di tahun 2019, dan sekitar 71% mengalami KAD saat diagnosis (data register T1D
IDAI). Anak usia dibawah 3 tahun lebih mungkin untuk datang dengan KAD saat
diagnosis. Mayoritas pasien T1D di Indonesia didiagnosis di usia 10-14 tahun, sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa puncak angka diagnosis baru T1D adalah
adanya triad hiperglikemi, asidosis, dan ketosis, yang terjadi dalam keadaan kerja
insulin yang sangat rendah. Diagnosis ketoasidosis diabetik dapat ditegakkan jika
terdapat hiperglikemia >200 mg/dL (>11 mmol/L), asidosis yaitu pH <7,3 dan/atau
HCO3- <15 mEq/L, dan adanya ketonemia dan ketonuria. KAD dapat diklasifikasikan
KAD adalah suatu kegawatdaruratan yang harus ditangani dengan tepat, untuk
yang terjadi karena KAD dapat disebabkan karena dehidrasi dan syok, sehingga
Penegakkan diagnosis KAD dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis dapat didapatkan gejala yang seringkali tidak jelas, tetapi berpola
gradual menjadi lebih berat. Gejala yang menyertai KAD antara lain lelah/malaise,
demam, dan pandangan yang kabur. Saat pemeriksaan fisik dilakukan, dapat
sssssssssssssssssss
peningkatan capillary refill time, perfusi yang buruk, letargi, demam, dan napas
Tujuan tata laksana KAD adalah untuk koreksi dehidrasi, koreksi asidosis dan ketosis,
komplikasi, dan identifikasi dan tata laksana pencetus KAD. Dalam tata laksana awal
pasien untuk menghitung kebutuhan cairan dan kebutuhan insulin. Nilai derajat
dehidrasi pada pasien; karena derajat dehidrasi secara klinis subyektif, maka
direkomendasikan bahwa pada KAD sedang derajat dehidrasinya adalah 5-7%, dan
Pemantauan yang dilakukan untuk pasien KAD dapat dilihat di Tabel 1. Pemantauan
bermanfaat pada pasien anak dan remaja. Jika pasien mengalami KAD berat,
dengan risiko edema serebri, berusia dibawah 5 tahun, atau dengan aritmia, maka
Terapi penggantian cairan dan elektrolit pada KAD bertujuan untuk mengganti
volume sirkulasi, mengganti natrium dan defisit cairan di ekstra- dan intra-sel, serta
memperbaiki GFR dan meningkatkan clearance glukosa dan keton dari darah. Dalam
tata laksana cairan pada KAD, gunakan cairan kristaloid, bukan koloid, dengan
volume dan laju pemberian yang bergantung pada status sirkulasi dan indikasi klinis,
biasanya 10 ml/kg. Infus insulin dimulai paling tidak 1 jam setelah terapi pengganti
cairan. Walaupun rehidrasi saja dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah, insulin
tetap perlu diberikan untuk normalisasi kadar gula darah, serta menekan lipolisis dan
dan insulin bolus tidak diperlukan pada tata laksana KAD karena dapat
hipokalemia.
Penentuan kadar kalium dapat dilakukan melalui pemeriksaan EKG, jika pemeriksaan
kalium darah tidak segera tersedia. Koreksi kalium diperlukan pada semua pasien
KAD, kecuali jika terdapat gagal ginjal. Pemberian awal kalium adalah 40 mEq/L,
selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan kadar kalium plasma. Jika pasien
hipokalemia, pemberian kalium dilakukan bersamaan dengan terapi cairan awal dan
sebelum terapi insulin. Jika pasien memiliki kadar kalium normal, pemberian kalium
dilakukan setelah terapi cairan awal dan bersamaan dengan terapi insulin. Jika
Kondisi asidosis berat pada pasien KAD dapat membaik dengan pemberian cairan
hiperkalemia berat atau jika pH darah < 6,8; dosis 1-2 mEq/kgBB secara IV, diberikan
Komplikasi yang harus diwaspadai dari KAD adalah edema serebri, yang memiliki
adanya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Kriteria mayor
terdiri dari penurunan kesadaran, penurunan tekanan darah <20 mmHg yang tidak
inkontinensia yang tidak sesuai usia. Kriteria minor adalah muntah, nyeri kepala 2-12
jam sebelum serangan, letargi atau tidur yang sulit dibangunkan, tekanan darah
diastolik >90 mmHg, dan usia <5 tahun. Kriteria diagnosis ini memiliki sensitivitas 92%
dan spesifisitas 96% untuk diagnosis dini edema serebri, agar dapat segera
melakukan intervensi.
menjadi faktor komorbiditas yang signifikan, berbeda dengan diabetes mellitus tipe
2 pada pasien dewasa. Tetapi, apakah adanya reseptor ACE2 di pankreas dapat
pertanyaan yang harus diteliti lebih lanjut. Jika terjadi infeksi COVID-19, protokol
manajemen gula darah saat sakit, seperti yang diterbitkan oleh International Society
dan lockdowns dapat menjadi penghalang bagi pasien T1D untuk mengakses layanan
kesehatan untuk kontrol rutin. Pusat pelayanan diabetes disarankan untuk membuat
kontrol
kontrol gula darah dan konsultasi tetap dapat berjalan, sembari mengurangi risiko
infeksi. Telemedicine tidak hanya perlu dilakukan dengan dokter spesialis anak yang
menangani pasien, tetapi juga dengan ahli gizi, psikolog, dan layanan kesehatan lain
yang terkait.
Walaupun belum ditemukan adanya risiko infeksi COVID-19 yang meningkat pada
anak dengan T1D, sebuah studi di Jerman menemukan adanya peningkatan kasus
KAD sejak pandemi COVID-19 di bulan Maret hingga Mei 2020. Hal ini diperkirakan
dengan T1D yang terkonfirmasi terinfeksi COVID-19, dan sekitar sepertiga mengalami
KAD. Oleh karena itu, perlu kewaspadaan yang lebih dalam pengelolaan pasien T1D
Kesimpulan
KAD adalah komplikasi serius yang mengancam nyawa pada anak dengan T1D.
Deteksi dan terapi dini adalah kunci untuk meminimalisasi risiko KAD. Tata laksana
sesuai dengan pedoman sangat penting dilakukan. Deteksi dini edema serebri
penting untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat KAD. KAD yang terjadi
saat pandemi COVID-19 harus ditatalaksana dengan lebih serius dengan protokol
yang sesuai.
Referensi
1. International Diabetes Federation. Pocketbook for managing diabetes in
guidelines/57:pocketbook-for-management-of-diabetes-in-childhood-and-ado
lescence-in-under-resourced-countries.html
Onset a Result of Missed Diagnosis? J Pediatr [Internet]. 2010 Mar 1 [cited 2020
609009949/fulltext
3. Yati NP, Tridjaja B. Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia
Ketoasidosis Diabetik dan Edema Serebri pada Diabetes Melitus Tipe-1. Ikatan
4. Wolfsdorf JI, Glaser N, Agus M, Fritsch M, Hanas R, Rewers A, et al. ISPAD Clinical
29900641/
Practice Consensus Guidelines 2018: Diabetic ketoacidosis and the
29900641/
2018;50(1):46–52.
systematic review. Ann Intensive Care [Internet]. 2011 Jul 6 [cited 2020 Nov
articles/10.1186/2110-5820-1-23
7. Muir AB, Quisling RG, Yang MCK, Rosenbloom AL. Cerebral edema in childhood
identification [Internet]. Vol. 27, Diabetes Care. Diabetes Care; 2004 [cited
15220225/
al. Caring for children and adolescents with type 1 diabetes mellitus: Italian
9. Laffel LM, Limbert C, Phelan H, Virmani A, Wood J, Hofer SE. ISPAD Clinical
adolescents with diabetes. Pediatr Diabetes [Internet]. 2018 Oct 1 [cited 2020
during the COVID-19 Pandemic in Germany [Internet]. Vol. 324, JAMA - Journal
32702751/
11. Ebekozien OA, Noor N, Gallagher MP, Alonso GT. Type 1 diabetes and covid-19:
Care. 2020;43(8):e83–5.
BAGIAN III
Prof. Dr. dr. H. Mulyadi M. Djer, SpA(K)
Guru Besar Kardiologi Anak
jantung bawaan (PJB) merupakan kondisi klinis yang harus dideteksi secara dini
sehingga terapi yang adekuat dapat segera diberikan. Sepertiga kasus PJB akan
outcome klinis dan tumbuh-kembang anak di kemudian hari. Kondisi ini sering
ditemukan di tempat praktik, baik di poliklinik atau di ruang rawat. Oleh karena itu,
petugas kesehatan mulai dari dokter umum, dokter spesialis anak, dokter spesialis
lainnya serta perawat harus bisa mengenalinya dan memberikan tata laksana awal.
Pada makalah ini, akan dibahas lima keadaan yang sering merupakan
kegawatdaruratan pada PJB yaitu: (1) PJB kritis pada neonatus, (2) gagal jantung, (3)
disingkat dengan PJB kritis, merupakan penyakit jantung bawaan (PJB) kompleks yang
aliran darah ke paru atau ke sistemik tergantung pada duktus arteriosus (DA). Jenis
PJB ini memerlukan diagnosis segera dan intervensi dini. PJB jenis ini sering
mengelabui petugas kesehatan (dokter, bidan, dll) yang menolongnya waktu lahir
karena bayi tampak seperti bayi sehat. Berat lahir sering di atas rerata, saat lahir
belum tampak sianosis dan skor APGAR pada menit pertama 10 dan menit ke-5 juga
10. Dokter sudah terlanjur memberitahu ayahnya bahwa pasien sehat. Demikian juga
anaknya tidak ada masalah. Sianosis sebagai tanda awal PJB ini baru muncul setelah
lahir, bervariasi dari hitungan jam sampai usia 3 hari. Bagaimana menjelaskannya
kepada orangtua sehingga orangtua mengerti dan mau menerima? Apa yang harus
dilakukan?
Pada saat lahir bayi tampak sehat, aktif dan tidak sianosis karena DA masih terbuka
lebar sehingga aliran darah ke paru atau ke sistemik masih cukup banyak. Begitu DA
menutup, pasien mulai tampak biru. Sering dokter memberikan instruksi untuk
memberikan oksigen begitu mendapat laporan dari perawat jika pasien biru.
dan akhirnya pasien meninggal. Tentunya orangtua tidak akan menerima jika
normal
normal dan selama kontrol waktu hamil dikatakan tidak ada kelainan jantung pada
Pada PJB kritis pemberian oksigen bisa berbahaya. Oksigen hanya diberikan untuk
membedakan apakah sianosis akibat kelainan jantung, kelainan paru atau pada
neonates, PPHN). Jika terdapat kenaikan pO2 yang signifikan setelah diberikan
oksigen 100% selama 10 menit, berarti kelainannya adalah kelainan paru. Jika tidak
ada kenaikan yang signifikan pada pO2, bisa karena kelainan jantung atau PPHN.
Untuk itu, perlu diperiksa SpO2 darah aorta asenden dan darah aorta desenden. Jika
ada perbedaan pO2 lebih dari 10-15 mmHg berarti PPHN. Akan tetapi, jika tidak ada
perbedaan, berarti kelainan jantung, oksigen tidak boleh diberikan lagi. Pada pasien
ini harus diberikan prostaglandin untuk membuka DA. Baru setelah pasien stabil
Gagal Jantung
Gagal jantung adalah kumpulan gejala akibat berkurangnya kemampuan jantung
Jantung sebagai pompa mempunyai kinerja yang terdiri dari: (1) preload atau beban
saat diastolik, (2) afterload atau beban saat sistolik, (3) kontraksi dan (4) laju
jantung. Gangguan dari satu atau lebih kinerja di atas menimbulkan gagal jantung.
Penyebab gagal jantung pada anak bisa karena PJB, penyakit jantung didapat,
Tata laksana gagal jantung meliputi tiga hal yaitu: (1) stabilisasi keadaan pasien, (2)
pemberian obat untuk mengatasi gagal jantung dan (3) koreksi kelainan anatomik
Obat yang sering digunakan pada gagal jantung adalah: (1) inotropik. Inotropik yang
0,01 mg/kgbb/hari dibagi dua dosis, (2) diuretik. Furosemid dengan dosis 1
diberikan 2 X 6,25 mg; untuk BB 10-20 kg diberikan 2 x 12,5 mg dan untuk BB di atas
20 kg diberikan 2 x 25 mg, (3) Kaptopril. Dosis 0,3 mg/kgbb/hari dibagi tiga dosis.
Serangan Sianotik
Serangan sianotik ditandai dengan bertambah sianosisnya pasien yang sebelumnya
memang
memang sudah sianosis, terkadang bisa sampai kejang atau meninggal mendadak.
Serangan sianotik sering terjadi pada PJB sianosis seperti: tetralogi Fallot. atresia
Patogenesis utama serangan sianotik adalah meningkatnya pirau kanan ke kiri. Pada
pasien tetralogi Fallot, peningkatan pirau kanan ke kiri disebabkan karena spasme
Tata laksana awal adalah menenangkan penderita, jika perlu diberikan obat sedasi
kapiler paru diberikan propranolol 0,2-0,5 mg/kg 2-4 kali sehari peroral atau
intravena.
Takikardia Supraventrikular
Takikardia supraventrikular atau supraventricular tachycardia (SVT) adalah jenis
takiaritmia ditandai dengan laju jantung yang sangat cepat di atas 200 kali
permenit. Akibat laju jantung yang sangat cepat, waktu pengisian ventrikel saat
reentri atau resirkulasi. Pada otomatisasi terdapat sel jantung yang berdepolarisasi
lebih awal karena terjadi pemendekan fase empat dari potensial aksi jantung. Pada
mekanisme reentri atau resirkulasi, terdapat jaras abnormal. Jaras abnormal dengan
jaras normal akan membentuk sirkuit tertutup sehingga satu impuls dapat berputar-
Tata laksana takikardia supraventrikular terdiri dari: (1) perasat vagus, (2) pemberian
obat-obatan dan (3) terapi ablasi radiofrekuensi. Perasat vagus dilakukan dengan
memberikan respons, diberikan adenosin 0,1 mg/kg bolus cepat. Terapi jangka
Tamponade Jantung
Efusi perikardium merupakan kelainan berupa terdapatnya penimbunan cairan
berlebihan di dalam rongga perikardium. Jika penimbunan cairan ini sangat banyak
dan berlangsun
dan berlangsung dalam waktu yang cepat menyebabkan tekanan pengisian jantung
saat diastolik meningkat menyebabkan darah dari vena sistemik tidak dapat masuk
ke dalam atrium kanan sehingga atrium kanan kolaps. Keadaan ini disebut dengan
Tanda atau gejala klinis pada tamponade jantung adalah terjadi kolaps sirkulasi.
Pada pemeriksaan auskultasi jantung bunyi jantung terdengar jauh. Pada foto
Rontgen dada tampak jantung membesar dan gambaran jantung berbentuk kendi.
Pada pemeriksaan EKG tampak low voltage yaitu hasil penjumlahan R dan S kurang
Ringkasan
Emergency of congenital heart disease atau kegawatdaruratan pada PJB merupakan
kondisi klinis yang harus dideteksi secara dini sehingga terapi yang adekuat dapat
segera diberikan. PJB merupakan kelainan kongenital yang paling sering ditemukan
pada bayi dan anak. Sepertiga dari PJB akan menimbulkan kegawatdaruratan
seperti: (1) PJB kritis pada neonatus, (2) gagal jantung, (3) serangan sianotik, (4)
Daftar Pustaka
1. Rahajoe AU. Kegawatan pada penyakit jantung bawaan. Dalam: Rahajoe AU,
Hoffman JIE, Benson W, Van Hare GF, Wren C, penyunting. Pediatric Cardiovascular
JT, Fisher DJ, Neish SR, penyunting. The Science and Practice of Pediatric
4. Djer MM. Madiyono B. Tata laksana penyakit jantung bawaan. Sari Pediatri.
2000;2:155-62.
S. Assessing the use of pulse oximetry screening for critical congenital heart
S. Assessing the use of pulse oximetry screening for critical congenital heart
Pulse oximetry screening for critical congenital heart defect (review). Cochrane
8. Freed MD, Heymann MA, Lewis AB, Roehl SL, Kensey RC. Prostaglandin E1 in
1981; 64:899-905.
9. Lewis AB, Freed MD, Heyman MA, Roehl SL, Kensey RC. Side effect of
64:893-8.
perubahan anatomi atau fisiologi kulit secara mendadak, biasanya meliputi >50%
luas permukaan tubuh, dan bersifat berat yang mengakibatkan kulit gagal berfungsi
pediatrik (DP) merupakan 4% dari kasus kegawatdaruratan pada anak dengan 30%
kelainan kulit merupakan manifestasi penyakit sistemik Moon dkk. melaporkan 54,8%
kasus kegawatdaruratan dalam bidang DP berusia 0 hari hingga 5 tahun dan kasus
bergantung pada kelompok usia. Sebagai contoh ratio luas permukaan tubuh
dengan berat badan yang lebih tinggi serta fungsi ginjal dan imunitas yang belum
sempurna pada neonatus menyebabkan kelompok usia ini lebih rentan mengalami
berat.
Gawat Darurat RSCM terbanyak sejak bulan Januari sampai Oktober 2020 adalah
pada kelompok usia 3-12 tahun dengan kasus infeksi sebagai kasus terbanyak disusul
merupakan kasus terbanyak dari kasus infeksi yang dikonsulkan. Dari data tersebut,
maka dalam presentasi ini akan dibahas mengenai staphylococcal scalded skin
Eritroderma merupakan eritema dan skuama yang meliputi >90% luas permukaan
tubuh. Penyebab penting eritroderma pada anak adalah perluasan penyakit kulit
misalnya psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis seboroik infantil, dan pitiriasis rubra
gangguan fungsi sawar kulit sehingga pada anak, terutama pada neonatus, dapat
terjadi
dehidrasi, hiperpireksia, hipotermia, hipoalbuminemia, serta infeksi sistemik. Tata
laksana secara umum ditujukan untuk mencegah kondisi tersebut dan tata laksana
oleh Staphylococcus aureus phage type 71. Secara klinis ditemukan demam, eritema
difus disertai nyeri terutama pada daerah lipatan misalnya inguinal dan aksila yang
kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Selain itu juga terdapat bula kendur berukuran
yang dapat terjadi antara lain adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
infeksi lapisan kulit yang lebih dalam, dan sepsis. Tata laksana yang diberikan adalah
oleh obat, dapat pula disebabkan oleh infeksi. Obat-obatan yang dilaporkan dapat
antiinflamasi non steroid. Kelainan ini ditandai dengan timbulnya makula eritema
atau purpura luas disertai vesikel atau bula. Selain pada kulit, lesi juga mengenai
elektrolit, serta infeksi sekunder yang dapat menyebabkan terjadinya sepsis. Tata
laksana utama adalah menghentikan obat tersangka dan secara umum tata laksana
cairan dan nutrisi yang bersifat suportif. Kortikosteroid sistemik dapat diberikan
Tanda dan gejala klinis penyakit serta komplikasinya penting untuk diketahui agar
dapat menegakkan diagnosis secara dini serta memberikan tata laksana yang sesuai
dengan segera dan mencegah terjadinya morbiditas atau mortalitas. Agar tujuan ini
dapat tercapai, maka diperlukan kerjasama yang baik antara dokter spesialis
Daftar Pustaka
1. Hassan I, Anwar P. Pediatric dermatological emergencies: An Overview. J Ped
Sci. 2013;5:e198
3. Robinson SK, Jefferson IS, Agidi A, Moy L, Lake E, Kim W. Pediatric dermatology
2.
3.
4. Kress DW. Pediatric dermatology emergencies. Curr Opin Pediatr 2011; 23: 403-6
RSCM 2020
6. Daniel SB, Wheeler RL, Murrel DF. Erythem multiforme, Stevens-Johnson syndrome
2020. h.777-83
Prof. Dr. dr. Badriul Hegar, SpA(K)
Guru Besar Gastro Hepatologi Anak,
Dokter seringkali mendapatkan masalah saat menangani anak dengan nyeri perut.
Sebesar 70% anak dengan nyeri perut merupakan gangguan saluran cerna
fungsional, yaitu kita sebagai dokter tidak dapat menemukan adanya kelainan organ
fungsional umumnya berlangsung kronis atau berulang, tidak meningkat dan tidak
timbul pada malam hari sampai membangunkan anak dari tidurnya, disertai berbagai
keluhan psikologis lain, dan sering ditemukan pada keluarga dan anak yang
emosional. Sebaliknya, nyeri perut akut pada anak merupakan kondisi yang menjadi
tantangan bagi setiap dokter yang memeriksanya, karena begitu banyak penyebab
yang mendasari keluhan tersebut. Sekitar 15% anak yang dibawa orang tuanya ke
Nyeri perut akut pada umumnya akan menghilang sendiri dan berlangsung ringan,
yang paling sering ditemukan pada infeksi dan inflamasi, dengan manifestasi seperti
tantangan bagi dokter untuk mengindentifikasi kondisi yang secara prevalensi jarang
tetapi berpotensi mengancam jiwa yang memerlukan evaluasi dan terapi segera,
Penyebab
Sebagian kecil anak dengan nyeri perut akut, mungkin tidak dapat ditegakkan
diagnosis definitif pada saat pertama kali dilakukan evaluasi, karena gejalanya yang
masih tidak spesifik. Dalam menghadapi anak dengan nyeri perut akut, ada
beberapa hal yang perlu kita ketahui, yaitu usia anak, apa yang sebenarnya terjadi,
organ apa sebagai penyebabnya, sudah berapa lama keluhan tersebut berlangsung,
mengapa keluhan ini dapat terjadi, dan bagaimana menangani, serta apa risikonya
Tiga penyebab utama pada nyeri perut akut adalah inflamasi/infeksi, obstruksi, dan
trauma. Hal tersebut dapat mengenai organ intra abdomen, struktur somatik pada
reseptor nyeri, nyeri perut akut dapat diklasifikasi sebagai nyeri viseral,
somatoparietal, dan referred pain. Sebagian besar sakit perut dikaitkan dengan
Penyebab nyeri perut sangat banyak sekali, antara lain gangguan pada saluran
cerna, gangguan hati, saluran empedu, limpa, saluran kemih, paru, metabolik, obat-
obatan
obatan dan toksin, gangguan hematologi, serta lainnya. Apendisitis, konstipasi,
dan ulkus peptikum merupakan beberapa contoh gangguan pada saluran cerna
sebagai penyebab nyeri perut. Apendisitis akut pada anak, diawali dengan nyeri
yang berlangsung 6-48 jam dapat mengenai peritonium, sehingga rasa nyeri
berubah menjadi nyeri parietal yang terlokalisasi pada area kuadran kanan bawah.
Beberapa hal yang perlu pula diperhatikan, yaitu anak sebelumnya terlihat sehat,
ada riwayat sakit perut yang disertai muntah, dapat disertai demam atau nyeri tekan
terlokalisasi. Oleh karena gejala klinis yang diperlihatkan seringkali tidak spesifik,
maka tidak jarang pula menyebabkan kesulitan bagi para dokter untuk melakukan
penapisan terhadap apendisitis akut pada anak. Ada beberapa kriteria yang dipakai
untuk menapis apendisitis pada anak, salah satunya yang banyak dipakai adalah
Skor Prediksi Alvarado. Skor Alvarado menilai migrasi nyeri, adanya anoreksia,
peningkatan leukosit darah dengan hitung jenis yang ‘shift to the left’.
Trauma abdomen seringkali tidak terlihat secara klinis pada anak, selain rasa nyeri.
dapat mengancam jiwa anak, antara lain perdarahan atau kerusakan pada organ
padat, perforasi usus, organ iskemik karena kerusakan pembuluh darah, atau
hematoma intra-lumen. Trauma tumpul lebih sering dialami anak dibanding trauma
dalam bentuk penetrasi. Jangan dilupakan adanya kekerasan pada anak sebagai
Obstruksi saluran cerna dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, antara lain
dengan kondisi serius intra luminal yang memerlukan diagnosis dan terapi segera.
umumnya lebih difus dan tidak terlihat gejala peritonitis. Berbagai keadaan dapat
fisis. Pemeriksaan fisis yang dilakukan berulang oleh dokter yang sama sangat
intensitas, maupun karakteristik keluhan. Begitu pula perlu dielaborasi faktor yang
mempresipitasi atau mengurangi rasa nyeri, termasuk gejala lainnya yang mungkin
Pemeriksaan fisis mencakup keadaan umum dan tanda vital harus dilakukan pada
awal pemeriksaan, dan ditentukan apakah merupakan nyeri parietal akibat iritasi
peritonium, atau nyeri viseral yang biasanya terlihat seringnya anak mengubah-ubah
posisi tubuhnya karena rasa nyerinya. Pemeriksaan pada abdomen harus dilakukan
dengan melakukan palpasi secara halus, mulai dari area yang tidak nyeri menuju ke
memerlukan tindakan bedah, antara lain rasa nyeri diikuti muntah, dinding perut
tegang, atau distensi abdomen. Perdarahan, obstruksi, dan perforasi saluran cerna
adalah keadaan penyebab nyeri perut yang mengancam jiwa. Sekitar 1-2% anak
dengan sakit perut akut dilakukan operasi untuk melihat kemungkinan gangguan
‘Guidelines’ tata laksana sakit perut terutama pada 24 jam pertama pada perlu
dibuat dan diikuti oleh para dokter agar mempunyai keseragaman pendekatan tata
laksana awal. Tanda katastropik, obstruksi, apendisitis akut, atau gangguan sistem
hepatobilier merupa keadaan yang sering dilihat pada anak dengan nyeri perut akut
Kesimpulan
Nyeri perut akut merupakan salah satu keluhan yang membuat orang tua membawa
anaknya berobat ke dokter. Kondisi ini seringkali memerlukan diagnosis dan terapi
yang cepat dan tepat saat masih di ruang gawat darurat. Oleh karena itu,
anamnesis yang teliti dan pengulangan pemeriksaan fisis yang cermat merupakan
Daftar Pustaka
1. Kim JS. Acute abdominal pian in children. Pediatr Gastroenterol hepatol Nutr.
2. Hijaz NM, Friesen CA. Managing acute abdominal pain in children patients.
2. b
3. c
4. Leung AK, Sigalet DL. Acute abdominal pain in children. Am Fam Physician. 2003;
67:2321- 26.
Radiol. 2002;12:2835–48.
6. Kwok MY, Kim MK, Gorelick MH. Evidence-based approach to the diagnosis of
7. Bundy DG, Byerley JS, Liles EA, Perrin EM, Katznelson J, Rice HE. Does this child
8. Mason JD. The evaluation of acute abdominal pain in children. Emerg Med Clin
pada waktu yang tepat untuk mencegah morbiditas dan mortalitas. Pada data yang
terbaru, 4,7% anak membutuhkan intervensi pembedahan per tahunnya dari seluruh
pasien anak yang datang ke rumah sakit dan 1,7% merupakan pembedahan saluran
cerna. Empat persen dari seluruh pasien anak yang datang ke IGD, membutuhkan
komplikasi otitis media atau sinusitis (23,7%), nyeri abdomen akut yang tidak
Evaluasi gawat darurat bedah saluran cerna pada anak selain trauma akan dibahas
pada topik ini. Anak datang ke IGD sering dengan gejala saluran cerna. Kasus
terbanyak dari gejala disebabkan oleh proses yang sembuh sendiri seperti
gastrointestinal akibat virus. Namun, tidak jarang pula disebabkan oleh penyakit yang
memerlukan pembedahan gawat darurat. Karena gejala seperti muntah, diare, nyeri
perut dan demam sangat sering dan tidak spesifik pada anak, mengidentifikasi
etiologi yang membutuhkan pembedahan gawat darurat perlu dikenali oleh dokter
Tindakan operasi terbanyak pada bedah pediatri adalah sebanyak 43% terkait
hidrosefalus dan defek dinding abdomen); 29% akibat infeksi (peritonitis, apendisitis,
abses dan lainnya); 17% terkait dengan trauma (jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan luka
bakar); dan selebihnya adalah kasus lainnya (tumor, kelainan urologi, dan benda
asing). Nyeri abdomen dan muntah merupakan gejala tersering yang pasien bedah
pediatri keluhkan, kemudian diikuti dengan demam, distensi abdomen, darah pada
feses dan diare. Diagnosis tersering adalah obstruksi usus dan apendisitis, kemudian
diikuti dengan abses dan selulitis. Angka mortalitas berkisar 9,7 – 34%. Angka
komplikasi berkisar 9–10% (tersering sepsis, Infeksi Daerah Operasi (IDO), komplikasi
terkait saluran pernafasan, dan gagal ginjal). Komplikasi terjadi semakin tinggi pada
pasien yang dilakukan pembedahan dengan onset gejala lebih dari 48 jam.
bagi seora
bagi seorang dokter adalah mengidentifikasi pasien dengan penyakit serius yang
IGD adalah self-limited dan penyakit non bedah. Sedangkan etiologi yang
bermanifestasi sebagai nyeri abdomen akut mempunyai insiden yang bervariasi dari
segi usia dan jenis kelamin. Klasifikasi berdasarkan usia ( Tabel 1) dapat membantu
pemeriksaan penunjang yang tepat serta tata laksana yang sesuai. Pasien yang
muntah. Tiga komponen yang perlu ditanyakan pada keluhan nyeri abdomen akut
adalah:
Keluhan penyerta
Kondisi pencetus
Tabel 1. Penyakit Berdasarkan Usia yang Membutuhkan Ahli Bedah Pediatri pada
sampai mengancam nyawa. Mual dan muntah dapat terjadi bersamaan atau tidak.
Contoh, muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial tidak didahului oleh mual;
beberapa obat dapat menyebabkan mual, tanpa disertai muntah atau sebaliknya.
Gejala mual dan muntah dapat disebabkan beberapa kondisi patologis pada sistem
Gejala mual dan muntah dapat disebabkan beberapa kondisi patologis pada sistem
gastrointestinal, neurologis, renal dan psikiatrik. Bayi tidak dapat deskripsikan mual,
harus dapat menilai kondisi serius seperti obstruksi usus atau adanya peningkatan
Dokter harus dapat mendeskripsikan dan mendefinisikan keluhan pasien dengan baik.
rumination. Pada kondisi gawat darurat ataupun pasien rawat jalan, tiga langkah
berikut harus dinilai pada pasien dengan keluhan mual dan muntah:
Etiologi, yang dapat dibantu secara epidemiologi berdasarkan usia ( Tabel 1).
Konsekuensi atau komplikasi dari mual dan muntah (dehidrasi, hipokalemia dan
Tata laksana sesuai dengan etiologi, tidak hanya menghilangkan keluhan mual
bergantung pada berbagai faktor termasuk lama keluhan, klinis pasien secara
keseluruhan (terutama hidrasi, sirkulasi dan status neurologi), serta kelainan terkait lainnya.
kasus bedah atau medis adalah keluhan muntah hijau; nyeri abdomen yang semakin
progresif; muntah yang disertai dengan distensi abdomen; serta muntah yang
disertai syok. Dalam mendiagnosis penyakit bedah pediatri, perlu pula dikaitkan
dengan usia pasien yang dapat membantu identifikasi etiologi penyakit. Pada pasien
pasien usia 1 bulan sampai 2 tahun, penyakit tersering adalah intususepsi; sedangkan
Daftar Pustaka
1. Rabbitts J, Groenewald C. Epidemiology of Pediatric Surgery in the United
2019;10(6):609-12.
dr. Evita Karianni Bermanshah Ifran, SpA(K)
Kepala Divisi Radiologi Anak,
Tujuan
1. Mempelajari langkah-langkah interpretasi foto toraks dan abdomen
2. Mempelajari gambaran kelainan pada foto toraks yang sering dijumpai pada
3. Mempelajari gambaran kelainan pada foto abdomen yang sering dijumpai pada
Pendahuluan
Foto toraks dan abdomen merupakan pemeriksaan pencitraan tersering dilakukan
pada kasus emergensi pada anak. Pemeriksaan tersebut akan membantu dokter
menegakkan diagnosis yang akurat serta tatalaksana yang tepat pada bebagai
masalah yang dihadapinya. Keterampilan interpretasi foto toraks dan foto abdomen
merupakan bagian dari kompetensi yang harus dimilliki oleh setiap dokter umum
maupun dokter spesialis, khususnya yang berkerja di instalasi gawat darurat atau di
Dalam Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia (SNPPDI) 2019 yang
toraks dan abdomen. Pada kenyataannya seorang dokter yang telah mendapat
pendidikan formal tidak menunjukkan kepercayaan diri dan sering jauh dari
Waktu pendidikan yang singkat merupakan salah satu faktor penyebab. Untuk
kelainan yang terlihat pada foto tersebut tetapi juga harus memiliki pengetahuan
anak merupakan keharusan dalam melakukan interpretasi foto pada anak, dan
merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat interpretasi foto, selain
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis dengan baik. Selain itu setiap dokter
kelainan pada pemeriksaan pencitraan terlihat lebih baik. Namun, seorang dokter
harus mampu mengaitkan antara gambaran klinis dan kelainan yang terlihat pada
alternatif yang menarik dan merupakan metode yang efektif untuk mengembangkan
yang lebih disukai karena tidak invasif serta tidak memberikan radiasi. Point of care
dapat dilakukan secara cepat dan optimal sesuai masalah yang ditemukan.
Pelatihan ini bertujuan untuk mengingatkan kembali cara interpretasi foto toraks dan
foto abdomen kasus emerjensi yang sering dijumpai pada anak, serta mengetahui
X-ray.
Sebelum melakukan interpretasi foto toraks dan abdomen, terlebih dahulu harus
mengetahui anatomi toraks dan abdomen, serta gambarannya yang terlihat pada
foto rontgen. Dengan mengenal gambaran normal, maka dengan mudah diketahui
apabila didapatkan kelainan pada foto rontgen. Kelainan pada foto rontgen harus
disesuaikan dengan riwayat dan gejala klinis anak karena gambaran tersebut dapat
kerja berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik, sehingga dapat ditentukan jenis
dan posisi pemeriksaan rontgen yang diperlukan agar kelainan yang dicurigai dapat
tervisualisasi dengan baik. Kadang diperlukan lebih dari satu posisi bahkan 3 posisi
Kualitas foto rontgen dipengaruhi oleh rotasi, inspirasi, dan penetrasi. Apabila
mempengaruhi interpretasi foto, misalnya jantung dan timus dapat terlihat besar.
Pengambilan foto toraks dilakukan pada saat anak inspirasi (Tabel 1). Bila inspirasi
berlebihan, maka paru akan terlihat lebih lusen sedangkan bila inspirasi kurang maka
berlebihan, maka paru akan terlihat lebih lusen sedangkan bila inspirasi kurang maka
paru akan terlihat lebih opak. Keadaan ini akan mempengaruhi interpretasi foto.
Ekspos radiasi juga berpengaruh terhadap penilaian foto rontgen. Ekspos yang
terlalu kuat akan menyebabkan hilangnya detail yang akan dinilai, demikian pula
sebaliknya. Terdapat berbagai macam cara membaca foto rontgen. Apapun cara
yang digunakan, membaca foto rontgen harus dilakukan secara sistematis agar
setelah foto toraks. Indikasi klinis pemeriksaan foto abdomen antara lain bila
didapatkan gejala mutah proyektil, bilious, non bilious, adanya episode menangis
hebat, lama, dan berulang, atau kolik, diare berdarah (bloody stool), tanda akut
abdomen, sakit perut hebat akut atau berulang, sakit perut yang sulit ditentukan
lokasinya, teraba massa, mekonium terlambat keluar > 24 jam. Riwayat penyakit, usia
anak, awitan gejala tersebut serta pemeriksaan fisik yang teliti sangat diperlukan
sehingga dapat diperkirakan lokasi kelainan di saluran cerna proksimal atau distal.
Membaca foto abdomen dimulai dengan melihat preperitonel fat line, otot psoas,
hati, limpa, ginjal, lambung, penyebaran udara usus, kaliber usus, dinding usus,
kalsifikasi intra abdomen, tulang dan jaringan lunak. Pada kecurigaan obstruksi
saluran cerna atas biasanya cukup dilakukan foto abdomen supine anterior posterior
(AP) atau upright (tegak). Bila dicurigai obstruksi saluran cerna bawah, dilakukan
pemeriksaan foto abdomen 3 posisi, yaitu supine AP, supine sinar horisontal (Cross-
abdomen supine sinar horisontal (Cross-table) bertujuan untuk melihat adanya air-
fluid level dan udara bebas. Pada foto prone sinar horisontal (Cross-table), dapat
II. Mempelajari Pelajaran Kelainan pada Foto Toraks yang Sering Dijumpai
pada Kasus Emergensi
Gambaran kelainan pada foto toraks dapat berupa gambaran opak atau gambaran
lusen yang seharusnya tidak ada. Untuk itu terlebih dahulu harus mengenal dan
Gambar 1. Foto toraks AP. usus (bulat lusen) masuk dari rongga
dengan paru kiri yang kolaps dan trakea dan esofagus ke hemitoraks
terlihat antara lain pada keadaan obstruksi usus atau udara bebas intraperitoneum.
Kelainan yang sering dijumpai pada foto abdomen antara lain atresia esofagus,
hiatal hernia, atresia duodenum, atresia yeyunum, atresia ileum, meconium plaque
syndrome, ileus mekonium, dan atresia ani. Untuk atresia ani, diperlukan pemeriksaan
knee-chest position sehingga dapat ditentukan atresia ani letak rendah atau letak
tinggi (Gambar 3). Pada neonatus sering terjadi Enterokolitis Nekrotikans (EKN) dan
komplikasi berupa pneumoperitoneum yang dalam jumlah besar (Gambar 4A) dapat
terlihat pada foto AP. Untuk melihat pneumoperitoneum dalam jumlah sedikit
empedu
(WSD). dapat dilihat dengan USG. USG juga abdomen menunjukkan udara
dapat melihat adanya efusi pleura dalam bebas dalam jumlah besar
Intraabdomen
Dengan semakin majunya teknologi, berbagai
bahkan kematian.
Gambar 5. USG
Abdomen. HPS:
tampak penebalan
yang memanjang
Terlihatnya trakea yang berkelok pada foto toraks mass yang mencurigakan
pendorongan trakea ke satu sisi hemitoraks. Pada dengan sakit perut dan
terlihat lurus, sedangkan pada saat ekpirasi dapat Bawah: USG Abdomen.
terlihat melekuk diatas jalan masuk ke rogga toraks Invaginasi: tampak sebagai
trachea yang sering disalah artikan sebagai dapat melihat lead point
penarikan atau pendorongan trakea ke satu sisi dan viabilitas usus pada
toraks. Selain itu, pada neonatus atau bayi, timus Color-flow yang
macam bentuk varian timus yang masih terlihat dengan enema atau harus
besar. Kesalahan lain yaitu kadang terlihat garis dilakukan tindakan operasi.
efusi pleura.
Penutup
Foto toraks dan abdomen merupakan pemeriksaan radiologi tersering dilakukan
yang harus dimiliki dokter umum maupun dokter spesialis khususnya yang bekerja
di Instalasi Gawat Darurat dan Unit Rawat Intensif agar dapat menegakkan
Daftar Bacaan
1. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter
detailpost/final-snppdi-2019
from: https://www.clinicalradiologyonline.net/article/S0009-9260(03)00113-2/
fulltext
in medical students: a pre- and post-intervention study. BMC Med Educ 2016;16,
4. Tamaela LA, Pramuljo HS, Bermanshah EKI. Radiologi Anak: Diagnostik Gambar.
Edisi pertama. In: Bermanshah, editor. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010
5. Swischuck LE. Emergency Imaging of the Acutely Ill or Injured Child. Fourth ed.