Anda di halaman 1dari 76

AGUS PURWADIANTO

@agus.purwadianto; FB: Aguspurwadianto


Kualitas manusia dokter Indonesia
Pengantar Kode Etik
Anatomi KODEKI
Pedoman tatalaksana KODEKI
Sosiologi Profesi & etika kesejawatan
Mengapa desain KODEKI 2012 berbeda dari
kode etik sebelumnya ?
Sebutkan 3 jenis pelanggaran tersering KODEKI
dari kasus spesialisasi TS
Bagaimana cara mencegah terjadinya kehinaan
profesi dari ketiga pelanggaran tsb ?
Bagaimana saran TS kepada Dewan Pembina
Etika PDSp masing2 terkait etika kesejawatan &
sosiologi profesi ?
Perkembangan jaman memunculkan berbagai isu
etik (cakup: etika umum & etika profesi kes) →
nakes tetap hrs berbuat kebaikan SECARA UMUM
– sbg profesi LUHUR/MULIA.
◼ Pemicu isu etik = isu (kelabilan) hukum → opini baru =
pemicu etikolegal: perkembangan iptekdok, kehendak
sosial masyarakat dan dinamika modal/aset ekonomi.
Mitos : etika = keabadian ttg hal2 baik; Dr sbg
salah satu profesi TERTUA & MATANG & jadi
trend setter bagi profesi lain dlm etika &
profesionalisme.
Mitos : etika = keabadian ttg hal2 baik.

Perkembangan jaman → isu etik : etika umum &


profesi kedokteran.
Pemicu isu etik : opini baru akibat (kelabilan)
hukum (sehingga disebut pemicu etikolegal) :
◼ perkembangan iptekdok,
◼ kehendak sosial masyarakat dan
◼ dinamika modal/aset ekonomi.
▫ opini baru profesi → calon kaidah etika dalam bab
tertentu di KODEKI (accretion)
▫ meredup, menghilang /digantikannya kaidah etika lama
(attrition)
1. PASAL KODEKI
2. CAKUPAN PASAL
3. PENJELASAN PASAL
4. PENJELASAN CAKUPAN PASAL

MENYEIMBANGKAN MUTU – BIAYA :


KENDALI MUTU – KENDALI BIAYA:
SERING MENIMBULKAN DILEMMA ETIK
Those traits that are common
PERSONAL and help support a specific
endeavor:
MORAL VIRTUES, IDEALS &
RULES

CODE of ETHICS
& of CONDUCT

Scientific Conduct, The founding fathers :


Researcher Integrity PANCASILA,Proklamasi & UUD 1945
Translational research - Identify National Core Values –
practitioner integrity imperative for hospital & professional
Jaminan agar Dr/nakes hrs IHSAN :
agamis/PERSONAL VALUE (imtak, ahlak baik sejati,
fokus tunggal ke ridho Allah Swt → sufi;
=responsibility/ta-ja diri, habluminallah) &
jatidiri tangguh/sbg panutan/role model/
PROFESSIONAL VALUE (tulus, ikhlas, sabar,
mandiri penuh, tahu batas kemampuan diri →
akuntabilitas ke pasien/klien; insan BPSSK;
habluminannas) -
Personal & profesional value yang koheren
membentuk kokohnya scientific, national &
international values
Agus Purwadianto. 2017

Professional
Organizations
GP FARMASI Data Lit
◼ Tend to unite GAKESLAB
& IPMG multisenter
their given
community →
“purification”
Tim Ahli
◼ Provide IDI PDSp/m Pemerintah/
uniformity → WHO dll

“positioning”
◼ Enforce
Standards → PERSI MEDSOS
Opinion
“domination” Leader

PENTINGNYA MKEK & DEWAN ETIKA PDSp KOMPETEN DI


BIOETIKA & HUMANIORA KES → PDSp “SOSIAL” →
keberjarakan → FORENSIK
A prolonged specialized training in
a body of abstract thought
A collectivity of service orientation
Robinson David : Patients, Practitioners & Medical care, Aspects of
medical sociology . William Heinemann Medical Books, London, 1978.
menentukan sendiri standar pendidikan
adult socialization experience > okupasi
umumnya
Praktek profesi secara legal diatur melalui
perijinan
Badan penilai lisensi beranggotakan kelompok
sendiri
Sebagian besar regulasi profesi disusun
kelompok bersangkutan
Pekerjaan selain uang, prestise dan wewenang,
perlu integritas tinggi
Pelaku relatif tidak dapat dikontrol atau dinilai
oleh orang awam
Norma-norma yang berlaku biasanya lebih
keras dibanding dengan pengaturan hukum.
Para anggota mempunyai identitas dan ikatan
sesama yang kukuh
Pekerjaan tersebut mengikat seumur hidup.
PERILAKU META-KOGNISI
BERINTEGRITAS HABITUASI

KEUTAMAAN PROFESI
= TIPE IDEAL (KODEKI)

MODEL PANUTAN

ERA JKN – Non “FFS”

Seimbang KM/KB Negara Tempat


Rumah
Interkolaborasi profesi Hukum & kerja
RESPON-
Prudent Care Masyarakat SIBLITY ACCOUNT-
LIABILITY ABILITY
Patient/Client-centered TRIAS TANGGUNGJAWAB
Peka Efisiensi Sbr.daya VALUES

Agus Purwadianto. 2017


PENDANGKALAN RASA ETIS
"Blunt end" →
Latent Error

DSp senior/
konsultan yg
dosen FK >< dgn MORALITAS PEMBERI
DSp
>< DENGAN SISTEM ETIKOLEGAL,
PERTOBATAN & KENEGARAWAN PROFESI >< dgn MORALITAS PENGAMBIL
PPDS “basah”
YANG BERTANGGUNGJAWAB
>< dgn /DPU/DU senior
PROFESIONALISME &
Puskes 24 Jam PTT Preklinik Pasca PTT
KEPATUHAN ETIS & PPDS minor Karyawan biasa
DISIPLIN PROFESI
Koasisten

Potential “Sharp end” Error


ETIKA KESEJAWATAN

Jalur kompetensi. "kewenangan" & mobilitas sosial Dr

Praktek Laris
0,01 % Subspes Konsultan Senior

0,1 % Subspes Konsultan Tdk Laris


1%
Spesialis Senior Laris
10 % Luberan Sp
Spes Yunior
Laris
20 % Dr“oid” (Spes loco)
Basah/ 4 besar
50 % PPDS “Kering”

75 % FK terkenal vs
Dr Umum FK baru

Calon dokter 100%


APAKAH DR BARU ANAK SEJAWAT DR
LANGSUNG MANDIRI SBG DR?
Dari segitiga hirarki sosiologis tersebut – etika
kesejawatan sbg etika sosial yg secara analisis
radikal/sistematis harus selalu diingat adagium sbb:
Demi masa, dibalik kesuksesan 1 Dr (sub) spesialis
senior di RS, sesungguhnya berdiri di atas
“penderitaan” yuniornya dalam kaskade sbb:
◼ 5 senior lain
◼ 10 senior lain yang kurang laku praktik/tidak berkuasa
◼ 100 DU/PPDS “basah”
◼ 200 DU/”PPDS kering
◼ 300 DU/internship
◼ 400 mhsw FK
Kurang mendengarkan pasien / komunikasi
Menakut-nakuti pasien
Surat keterangan sehat, cuti, dll. – tanpa diperiksa
Menarik bayaran tidak wajar, termasuk ke TS
Bertengkar dengan pasien, ingin menolak pasien
Informed consent tidak/kurang dilakukan
Tidak menyimpan rahasia pasien secara baik
Rekam medis tidak dibuat/asal2an
Memuji diri / advertensi apalagi medsos
Konflik etikolegal krn perkembangan
subspesialisasi/spesialisasi
Pengobatan tidak/blm evidence-based,
Menjual obat/alat, MLM, iklan produk
Kompetensi kurang memadai
Menggunjingkankan kekurangan sejawat di
depan pasien (“celetukan beracun”)
Memakai gelar yang bukan haknya
Kolaborasi dengan perusahaan farmasi, gratifikasi
Aborsi tanpa indikasi medis
Tindakan medik yang bukan kewenangannya
Pelecehan seksual
2. Paket Sectio Caesario kirimam dari Bidan ; dengan biaya
paket tertentu (minimal) Rp.X , Rumah Sakit (Operator,
Dokter Anastesi, Asisten, Alat2 yang dipakai, dll)
menerima bayaran langsung Rp.X dari Bidan untuk
perawatan satu hari pasca operatif. Sedangkan Bidan
tersebut umumnya sudah meminta biaya Rp. X + Y dari
pasien. Rp. Y tersebut kadang2 (jarang sekali) seluruhnya
untuk sang bidan ; namun umumnya Rp. Y tadi dibagi
antara sang bidan dengan dokter operator saja.
Keadaan ini sudah menjadi rahasia umum yang sifatnya
kolusi bidan-dokter operator, sementara RS beserta
personilnya (diluar operator) dirugikan
= bad apple theory vs bad barrel theory vs
interactionist theory
3. Beberapa klinik/tempat praktek pribadi yang
bertindak (tidak resmi) sebagai 'Agen perujuk pasien
ke Rumah Sakit di Luar Negeri' . Mereka
mengumpulkan pasien yang sebenarnya dapat
dilayani di RS setempat; TS sejawat perujuk mendapat
upah/komisi dari RS tujuan rujukan – TS tsb ikut
mengawal/mengantar pasien dgn biaya oleh pasien
ybs/bagian dari komisi tsb
1. Splitting fee yang diberikan Ahli Bedah/Operator
kepada Dokter (umum) perujuk pasien, dengan
besaran tertentu (Rp.X). Rp.X ini dijadikan modus
negosiasi antara perujuk (DU senior) –
Operator/intervensionis Yunior
pasien bisa berpindah /ditarik rujukannya, untuk
diberikan kepada operator pemberi 'fee' terbesar.
Modus ini diikuti sistemik o/ RS dgn alat sejenis baru
di suatu kota/daerah (era fee for services) = modus
pasien JKN di"ubah" jadi pasien "umum"
UNETHICAL PRACTICES IN THE
MEDICINES CHAIN

Collusion
R&D and clinical trials Evergreening Bribery
Patent
Manufacturing Fraud Overinvoicing
Registration Cartels
Falsification of
safety/Efficacy data Pricing Counterfeit/
substandards
ConfIict Selection
of
Interest Procurement & Import Unethical
Distribution donations
State/regulatory Unethical
capture promotion
Tax
Promotion
Pressure evasion Inspection
Thefts
Adapted from WHO
MEKANISME MORAL HAZARD: connivens
ARROGANCE
GREED
ABUSE OF POWER
MISREPRESENTATION
IMPAIRMENT
CONFLICT OF INTEREST
NON-CONCIENTIOUSNESS
Kondisi manusia: versi Hannah Arendt
Tidak kritis/peka thd isu/masalah etis: era modern,
milenial: manusia mudah menjadi jahat tanpa
menyadarinya/kompromais:
◼ Sekedar menjalankan tugas/SOP (etika minimalis) →
“penyebab” banalitas nurani
◼ Etika (kemampuan menimbang, dialog dengan diri
sendiri/mawas etik, kematangan emosi dan
tilikan/insight) tidak diasah
◼ Kepekaan nilai, via “tatapan wajah penderita sbg
perwakilan wajah Tuhan” << dimaknai
KLUSTER 4 ERA DISRUPTIF 4.0 - BERIKUT KEPRAKTISAN & KEJAHATAN
DOKTER & PASIEN BISA MENGALAMI :

“IDENTITAS” IDEAL BARU (AVATAR OF ME)


ERA DISRUPTIF 4.0: KETERGANTUNGAN
SITUS JARINGAN TERHUBUNG (MANY TO
MANY, but ALONE TOGETHER),
BUDAYA CELETUKAN (“PUSH” CULTURE),
SIMBOL “DIRI NIRMAMPU BERHENING”
(necessity < feasibility)
✓→ POTENSI JAHAT KARENA CENDERUNG
IMPULSIF & PENDANGKALAN OTENTISITAS
PRIBADI, APALAGI ERA POST TRUTH
Agus Purwadianto. 2018
Penurunan daya kritis & etis profesi Modif Karlina S. – 2017)
AGENT : VIRTUE Keutamaan
= hidup bermakna
Fidusier

ACTS : DEONTOLOGICAL
,
Golden rule Super-tanggungjawab, dimensi HAM

ENDS : TELEOLOGICAL
PERKEMB
TEKNOLOGI CONSEQUENCES : CONSEQUENTIALIST
(UTILITARIAN)

BIOETIKA
FENOMENA SIBERNETIK JELEK

PUSH CULTURE &


AVATAR OF ME

Apakah sama “menu” pembelaan & perlindungan


medikolegal sejawat yang praktisi perorangan
mandiri, praktisi RS/klinik (saja) & praktisi RS/klinik
sekaligus pemiliknya ?
Apakah ukuran etika kesejawatan masih memadai ?
Moral maxim test → CATEGORICAL IMPERATIVE BOX

No. reference to Reproduciblability as universal law:


any consequences (Universalizability) : action = right
Subjective No. contradiction → trustworthiness
Candidate of Duty – Action Perform

• Maxim 1
Moral rules

2
Person

1=Rational Being
2= worth in itself creature;
• Maxim
• Maxim 3
(Autonomous = self-
legislating will)
Legislating member;
universal
Kingdom ends
Humanity (always as an end); Duty for the sake
Never as a means → Of Duty
Intrinsic worth & dignity
ETIKA = “REM”; TEKNOLOGI = “GAS”
"Yang Baik mendahului yang benar":
◼ Baik: orientasi keselamatan pasien (cito/gadar, rentan, kurang otonom)
dan/atau kepentingan terbaiknya (elektif, MCU, Kesehatan kerja, pasien
otonom – modus eklektik-holistik dari beberapa pilihan terapi) sbg
tujuan/luaran yandok yg sesuai dgn yan tsb sesuai dgn perbuatan yg
baik (deontologik).
◼ Benar: orientasi keilmuan dgn ketersediaan sarana/prasarana &
kepatuhan norma hukum termasuk pembuktiannya(cq "etika minimalis"
krn sbg norma rata-rata) – kecocokan perbuatan dgn hal2 tersebut
▫ Pada situasi/kondisi kasus konkrit tertentu, ada kekosongan/keribetan
hukum (mis anomik masyarakat, indiferensi teknologi baru, jenis
halal/haram modal tertentu utk mencapai “benar”): diperlukan
keputusan etik (utk mencapai “baik”), sehingga pada ”fase antara”
demikian diperlukan keputusan “etikolegal”
"Yang benar mendahului yang baik" :
Ini yang umum.
D. Whiting (2018) : it is bad to believe the false > it is good yo believe the
truth→ nahi munkar > amar ma’ruf

-
GOOD

Do the encourage
right thing BAD
R

right
GOOD U
CHARACTER L

wrong
E
S

Best course
of action VALUES = MORALITY Agus Purwadianto. 2017
Nilai - Etik - Moralitas

Yg dipercaya & diperbuat


manusia = praktek Kebenaran =
“Seharusnya”
Menghargai
Moralitas
menjunjung
Kebaikan =
“seyogyanya” refleksi
NILAI
Benar Meta
cocok Baik
Etik Etika
Kenyataan Standar rasional
& metode peroleh E
Filsafat praksiologik
Filsafat moral
Praksis = Deskriptif Normatif
Tuntutan Berpikir
Tuntunan Perilaku Logis → Kritis
Cara bertindak manusia/profesi Cara menilai norma di “hutan norma”
bagaimanapun kondisinya
mencapai perilaku ideal
Pelaku moral (etika keutamaan)
Agus Purwadianto. 2017
ETIKA ETIKA
DESKRIPTIF NORMATIF
Mempelajari perilaku moral sekelompok orang Menilai perilaku moral sekelompok orang dari
dari sudut pandang TRADISI tertentu sudut pandang RASIONALITAS MORAL tertentu

Tidak ada judgement terhadap perilaku moral Mengklasifikasikan perilaku berdasarkan


yang diyakini kesesuaian dengan martabat manusia
Sumber pembelajaran: tradisi, adat istiadat, Batasan penilaian:
agama, budaya Sejalan atau bertentangan dengan martabat
manusia
Contoh 1 Contoh 1
Kebiasaan orang di kaki gunung Fuji membuang Menghapus kebiasaan membuang orang tua,
orang tua ke hutan karena sudah tidak produktif orang tua harus dihormati
lagi, untuk mengoptimalkan biaya hidup

Contoh 2 Contoh 2
Di zaman Romawi, wanita yang aborsi disiksa Wanita sendiri yang berhak menentukan
hingga mati menerima atau menolak kehamilannya
TEORI ETIKA NORMATIF
Teori Teori
Deontologis Teleologis
Deon = kewajiban Telos = akibat
Kebaikan dinilai dari efek yang dihasilkan
Aliran egoisme Aliran utilitarianisme
Kewajiban manusia Kebaikan dalam pandangan Kebaikan dinilai dari luas
untuk berlaku baik hedonis manfaat sebuah tindakan
Kebaikan bukan Manusia bertindak untuk Tindakan yang baik apabila
dinilai dari bentuk mendapatkan manfaat untuk diri manfaatnya lebih luas dari
perilaku keburukannya
Kebaikan dinilai dari Kebaikan dinilai dari manfaat
niat, motivasi, dan yang dapat diberikan kepada
tujuan dirinya
Nilai - Etik - Moralitas

Yg dipercaya & diperbuat


manusia = praktek Kebenaran =
“Seharusnya”
TELEO-
Menghargai
Moralitas LOGIK/
DEONTO- menjunjung KONSE-
Kebaikan =
LOGIK “seyogyanya” refleksi KUENSI-
NILAI ALIS
Benar Meta
cocok Baik
Etik Etika
Kenyataan Standar rasional
& metode peroleh E
Filsafat praksiologik
Filsafat moral

Praksis = Deskriptif Normatif


VIRTUE Tuntutan Berpikir
ETHICS Tuntunan Perilaku
Logis → Kritis
Cara bertindak manusia/profesi Cara menilai norma di “hutan norma”
bagaimanapun kondisinya
mencapai perilaku ideal Tuntutan moral
Pelaku moral (etika keutamaan)
Agus Purwadianto. 2017
KD Clouser & B.Gert, 2004

AN INFORMAL PUBLIC SYSTEM APPLYING


TO ALL RATIONAL PERSONS, GOVERNING
BEHAVIOUR THAT AFFECT OTHERS,
INCLUDE WHAT ARE COMMONLY
KNOWN AS MORAL RULES, IDEALS, &
VIRTUES AND LESSENING OF EVIL &
HARM AS ITS GOAL.

DOKTER/MANAJER FASYANKES= MAHLUK RASIONAL


DIMANAPUN MEMAHAMI INI & TAK MERASA IRASIO-
NAL BILA DIBIMBING/DIPERIKSA OLEH SISTEM INI
KD Clouser & B.Gert, 2004

<<< 10 COMAND-
• Harm MENTS
• Evil
Governing
Moral behavior
• Virtues
• Ideals
• Rules
Rational persons
KD Clouser & B.Gert, 2004

disposition to behave in the right manner & as a mean


between extremes of deficiency & excess, which are
vices
◼ Through habit & practice > reasoning & instruction
▫ Aristotle (Nichomachean Ethics)
◼ Honor, courage, compassion, respect, loyalty, honesty,
prudence, grace, forgiveness, humility, authenticity,
excellence, kindness, gratitude, patience, commitment,
tenacity, tact, generosity, empathy, contentment,
assertiveness, cooperation, adaptability, integrity (the
goodmen project)
SEBAGIAN ADA DI MUKADIMAH KODEKI
KD Clouser & B.Gert, 2004

MORAL IDEALS MORAL RULES


A principle or value Concerned with the
that one actively rules (principles) of
pursues as a goal, right conduct or the
usually in the context distinction between
of ethics right & wrong
◼ one’s prioritization of ◼ As attitude : expressing
ideals can serve the or conveying truths or
extent of one’s counsel as to right
dedication to each conduct as health care
professionals

KDB + PRIMA FACIE PRIMA FACIE +


KATEGORI HUKUM ISLAM
Etika adalah alat penilaian, moral adalah kompas
Justifikasi moral → perpaduan {suara hati/hati
nurani – ajaran agama} dan pemikiran manusia
dalam upaya mencari tindakan dengan nilai
terbaik dalam situasi tertentu:
◼ Menunjukkan human qualities/character = virtue
◼ Interaksi teori etika: deontology-teleologi
◼ Kaidah dasar bioetika sebagai middle range
principles
◼ Pengendali “necessity” terhadap segala
“feasibility”dari teknologi, bisnis & kehendak
masyarakat
Agus Purwadianto. 2017
KODEKI (termasuk revisi) muncul akibat tantangan
profesi :

1. Positif : dokter tampil optimal sesuai profesi luhurnya


yang menimbulkan keluhuran atau kemuliaan profesi.

2. Negatif : dokter harus tahan godaan untuk


menyeleweng/menyimpang yang dapat menimbulkan
kehinaan profesi.
Budaya, imperative
kategoris
Responsibilitas kewajiban Internat. Value
Akuntabilitas
Liabilitas
National Value

Super Keabadian
Tanggung Yang Baik
jawab Yankes

Tujuan
Pertimbangan
Kaidah
Dasar Umum = Ciri & cara Profesi
Bioetika
peran etika & Profesi luhur
IHSAN: Luhur
moral
Profesional Value
Personal Value

Necessity Virtue integritas Loyalty


> Deontology
Feasibility Teleology
Berani
Tegakkan Altruisme
Pengabdian
profesi kebenaran/aturan
Agus Purwadianto. 2017
“seharusnya” (das sollen = ought) = BAIK &
karakter harus dijauhi atau dihindari = BURUK
◼ Parameter perilaku = Virtue (keutamaan) Dr
Sumber prinsip/kaidah dasar moral/bioetika (KDB)
& “inti ajaran agama”:
◼ sikap berbuat baik, tidak merugikan orang lain, berbuat
keadilan dan menghormati otonomi (pasien)
Kewajiban indiv Dr (Kant) → menuju
universazibility (Hare) + (aplikasi Golden Rule)
à tanggungjawab
◼ Dasar rasionalitas tanggungjawab (kewajiban)
profesi pada kasus hipotetik (bukan konkrit) pada
tataran sikap-pola pikir dan virtue (keutamaan) Dr
◼ Tidak persoalkan hak

à peluang diskresi (kebijakan) atas standar thd


konteks konkrit kasus ttt
◼ uraikan justifikasi prima facie standar-standar
atur tugas & kewajiban = tindakan spesifik
deontologis karena berkonteks spesifik
◼ Pasal2 KODEKI
◼ “kaku” krn utk jamin keluhuran profesi dan ><
lebarnya diskresi prinsip (spesifisitas)
◼ Msh mentolerir diskresi via “penjelasan atas pasal”
→ sisi teleologis (keseimbangan secara prima
facie suatu KDB).
TERSIRAT KEUTAMAAN MORAL, PRINSIP
MORAL (KAIDAH DASAR BIOETIKA):
BENEFICENCE, NON MALEFICENCE,
AUTONOMY, JUSTICE
KARAKTER DOKTER :
KETUHANAN/”KENABIAN”, KEMURNIAN
NIAT, KELUHURAN BUDI, KERENDAHAN
HATI, KESUNGGUHAN KERJA, INTEGRITAS
ILMIAH DAN SOSIAL, KESEJAWATAN/
KEPEMIMPINAN
a. Tekad perjuangan (komitmen) profesi =
keluhuran = super-tanggungjawab

b. Janji publik (sepihak) profesi =


tanggungjawab

c. Batasan (keberimbangan) tekad dan janji =


proporsionalitas
BATANG TUBUH HIRARKI

MUKADIMAH WAJIB
JENIS KEWAJIBAN SEHARUSNYA/
◼PASAL SEYOGYANYA
◼ CAKUPAN PASAL TIDAK
◼ PENJELASAN PASAL
SEHARUSNYA
◼ PENJELASAN
CAKUPAN PASAL SEYOGYANYA
TIDAK
PENUTUP
DILARANG
Cakupan Pasal : inspirasi pasal di Kode Etik Dunia/Negara Lain
Terkait kemajuan teknologi/peradaban masyarakatnya
Proporsionalitas kepentingan pribadi dokter (spy tetap
bermartabat) – mis : wajib tingkatkan ilmu dkk,
walaupun itu bukan niat/ motivasi utamanya =
implisit HAK2 DR yg WAJAR, bukan mengutamakan
sistem penghargaan semata
Terkait rasionalitas keputusan profesi (melalui penalaran
pembenaran moral via Bioetika)
Adaptabilitas utk mengelola kebaikan budaya/adat
istiadat NKRI (misal : gotong rotong/tolong
menolong) supaya sinergi dgn budaya profesi,
keselarasan personal-professional – national values).
Kompetensi : cara sah perolehan & menjaganya
(integritas personal & profesional)
Responsibilitas individu insan profesi : cakupan,
jenis, bentuk pd pekerjaan & di luar dinas
Akuntabilitas profesi (“budaya integritas”): isi
semata-mata “kewajiban”
Tekad/kepedulian kemanusiaan : atasi penderitaan,
kerentanan, ketimpangan → yankes sbg yan publik

MAKNA SUPER TANGGUNGJAWAB


PERILAKU UMUM YG BERMARTABAT
JATI DIRI/KUALITAS PROFESI :
◼ KESUCIAN/KESADARAN NURANI, KEJUJURAN,
PERILAKU POSITIF, KOMPETENSI, EFISIENSI
MENINGKATKAN HAK KLIEN/PASIEN
PRODUKSI LAYANAN SESUAI KEPENTINGAN
TERBAIK PASIEN:
◼ PILIHAN PASIEN, FITUR KONTEKSTUAL, KUALITAS
HIDUP
SIKAP MENGHORMATI HUKUM
KEWAJIBAN UMUM :
◼ PASAL 1 – 13 (13 PASAL)
KEWAJIBAN TERHADAP PASIEN
◼ PASAL 14 – 17 (4 PASAL)
KEWAJIBAN TERHADAP SEJAWAT
◼ PASAL 18 – 19 (2 PASAL)
KEWAJIBAN TERHADAP DIRI SENDIRI
◼ PASAL 20 – 21 (2 PASAL)
1. Norma tidak dirugikan / dilanggarnya hak-hak
klien/pasien/masyarakat/TS cq sbg
penyandang HAM.
2. Rambu2 normatif konsensual sikap ideal profesi
bahwa anggotanya (Dr) harus tahan thd godaan
utk menyimpang atau norma S-T-P (sikap,
tindak, perilaku) trias taja /super-
tanggungjawab
Proporsionalitas kepentingan pribadi dokter (spy tetap
bermartabat) – mis : wajib tingkatkan ilmu dkk,
walaupun itu bukan niat/ motivasi utamanya =
implisit HAK2 DR yg WAJAR, bukan mengutamakan
sistem penghargaan semata
Terkait rasionalitas keputusan profesi (melalui penalaran
pembenaran moral via Bioetika)
Adaptabilitas utk mengelola kebaikan budaya/adat
istiadat NKRI (misal : gotong rotong/tolong
menolong) supaya sinergi dgn budaya profesi,
keselarasan personal-professional – national values).
◻ PENJABARAN normatif di pasal terhadap konteks
kasus konkrit - berasal dari KONSENSUS OP atas
respons/opini baru ttg topik etik tertentu
◻ Cara : interpretatif-limitatif penyeimbangan
kontekstual spesifik berbasis kaidah dasar norma
(perkecualian) di pasal terhadap kasus konkrit:
◻ gradasi wajib - sunnah - mubah/boleh bagi pasal yg semula
WAJIB; atau
◻ gradasi mubah - makruh - haram bagi pasal yg semula
LARANGAN
Penjelasan pasal
◼ Penjabaran maksud & tujuannya
◼ Penjabaran definisi yang menggambarkan
kompleksitas hasil konsensual profesi atas kekinian
perkembangan isu etik
Penjelasan cakupan pasal
◼ Penjabaran interpretasi dari kompleksitas pasal
terhadap pelbagai konteks atau kasus agar koheren
dengan kepentingan terbaik pasien/masyarakat &
jiwa korsa profesi
Berlaku juga utk :
Fraud, abuse, waste, error
KODEKI
Sponsorship p2kb
KODEKI Ps. 3:
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yg mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi.

CAKUPAN PASAL:
• setiap dokter dilarang membuat ikatan atau menerima imbalan
berasal dari perusahaan famasi/obat/vaksin/makanan/suplemen/
alkes/aldok/bahan/produk atau jasa kesehatan/terkait kesehatan
dan/atau berasal dari faskes apapun dan dari manapun dan/atau
berasal dari pengusaha, perorangan atau badan lain yg akan
menghilangkan kepercayaan publik/masy thd dan menurunkan
martabat profesi kedokteran
• dalam kehadirannya dalam pertemuan ilmiah, setiap dokter dilarang
mengikatkan diri untuk mempromosikan/meresepkan barang/produk
dan jasa tertentu, apapun bentuk bantuan sponsrshipnya
• pemberian sponsor kepada seorang dokter haruslah dibatasi pada
kewajaran dan dinyatakan dengan jelas tujuan, jenis, waktu dan
tempat kegiatan ilmiah tsb serta kejelasan peruntukan pemberian
tsb dan secara berkala dilaporkan ke pimpinan organisasi setempat
untuk diteruskan ke Pimpinan Nasional IDI
1. Tekad capai/pertahankan kualitas Yan
TERBAIK kemanusiaan/kesehatan – wujud
SUPER-tanggungjawab profesi luhur/mulia
= KEBERANIAN PENEGAK ATURAN =
menyuarakan kebenaran/keadilan mis:
(menegur TS yang mulai menyimpang) .
2. Tekad berani berkurban (ALTRUISME) demi
contoh perwujudan tegak & kokohnya
SUPER-TANGGUNGJAWAB profesi
Etika tidak bisa diajarkan, namun hanya bisa dicontohkan (model
behavioristik/panutan, hidden curriculum), jaminan kebaikan dan kebenaran suara
hati manusia utk selalu muncul dan menang sepanjang masa) :
Sejalan dengan prinsip nilai2 yang terkandung dalam kepercayaan, tradisi, budaya.
SUPER-TANGGUNGJAWAB = super-kewajiban sbg
BUDAYA INTEGRITAS:
◼ KEWAJIBAN MENDAHULUI kebebasan = {niat - sikap -
tindak – perilaku} SERBA BAIK = KEUTAMAAN karakter
DOKTER BAIK
◼ Tercermin dalam tuntunan perilaku di batang tubuh
KODEKI:
◼ Terlihat dari isi pasal2 : norma MEWAJIBKAN atau
MELARANG perilaku tertentu.

KEDOKTERAN, BUKAN SEKEDAR PROFESI BIASA,


DINAMIS MENYONGSONG PERKEMBANGAN MASY
1.integritas Dr (ada di Mukadimah KODEKI) :
◼ konsisten : niat (pikiran/kehendak), kesungguhan & ketuntasan
kerja/tindakan = KEUTAMAAN
◼ cermin sifat "ketuhanan" /"kenabian",
◼ ciri ideal profesi (penanda amat tingginya harkat dan martabat
profesi),
2.LOYALTY :
◼ PEDULI, PEMBELA, KESETIAAN PRAKTIK sbg penolong/
pahlawan KEHIDUPAN & kemanusiaan – manusia sbg insan
bermartabat /pemilik nilai intrinsic & penyandang HAM
◼ sumber ETIKA SOSIAL
Sejalan dgn (sebagian) KEWAJIBAN UMUM KODEKI !!!!
STRUKTUR EMOTIF > KOGNITIF
ADA DI MUKADIMAH KODEKI
Keprihatinan thd situasi & kondisi (yg hampir tak bisa ditolerir
lagi) → Cari latar belakangnya :
1. integrity, perlukah dimantapkan ? Mis kepempimpinan,
"kenabian", kesetia-kawanan,
2. competence, cara perolehannya dan mempertahankannya ?
3. individual responsibilities, cakupan, jenis, bentuk sbg insan
berada di luar dinas profesi atau di luar pekerjaannya.
4. professional responsibilities, idem : ketika sbg profesi
terhadap pasien, klien, masyarakat, sesama TS, nakes lain,
lingkungan, bangsa dan negara.
5. human concerns; misal terhadap penderitaan, kerentanan,
ketimpangan,
KESEJAWATAN = TRANSFORMASI Fungsionaris → NEGARAWAN PROFESI

L’esprit de corpse = kekorsaan, nahi mungkar


Risih/terpanggil utk teguhkan tekad bersama,
berani menegur TS yg “mulai
menyimpang”/nyata-nyata memalukan
/salah/cacat (malfunction DR) = whistle blower via
self-disciplining,
Pejuang pengkritik penguasa profesi yang: (1)
pelanggar tanggungjawab (2) pelanggar HAM
pasien (3) tidak altruis cq “gerombolan/penjahat
profesi”
bukan pelindung TS (silent conspiracy/KKN/
koncoisme atau “pembusuk sistem” profesi) →
kenegarawanan / pertobatan profesi
1997-2004:
◼ SpOG (24), SpB (17), DU (14), SpPD (10),
SpAn (7), SpA (4), SpKJ (3), SpTHT (4), SpJP
(2), SpM (2), SpP (2), SpR (2) kemudian
masing-masing satu kasus adalah SpBO,
SpBP, SpBS, SpF, SpRM, SpKK, SpS dan
SpU.
Ethico-legal System
Agus Purwadianto, 2005
CONTEXTUALITY
MEDICAL INDICATION BALLANCING
Health Personnel CONFLICT OF INTEREST
Law as
Health Facilities
social engineering Value of
Health system Health
Medical Goals
PROFESSIONALISM
Patients’ Safety

t
Responsibili Accountability Professiona
Liability
Dignity
y Discipline
Ethics
SOCIAL CONTRACT
Patient/Client Community PUBLIC TRUST
Family Society
BEST INTEREST,
QUALITY OF LIFE
Ranah etik: Dokter bermasalah
& konflik etikolegal – sebelum
Hub Dr-Pasien
DISIPLIN KEDOKTERAN : APLIKASI ILMU
KEDOKTERAN PADA PRAKTIK KEDOKTERAN → ADA
HUBUNGAN PROFESIONAL DOKTER – PASIEN :
UMUMNYA TREATING DOCTORS (DIRECT
RELATIONSHIP) & DIAGNOSTIC DETERMINATING
DOCTORS (CLINICAL SUPPORTING DOCTORS) YANG
MENENTUKAN DIAGNOSIS UTK KEPENTINGAN
TERAPI.
KADANG2 ASSESING DOCTORS (UTAMANYA
FORENSIC MEDICINE) & CLINICAL FORENSIC
MEDICINE
DITERAPKAN PADA DISIPLIN
KETIKA SUDAH ADA HUB DR –
PASIEN → PRINSIP PERSIDANGAN
MKDKI
ARROGANCE
GREED
ABUSE OF POWER SAKIT,
UZUR,
MISREPRESENTATION
LEBIH BEBAN
IMPAIRMENT DISORGANISASI
CONFLICT OF INTEREST “MATRE”
“KRIMINAL”
NON-CONCIENTIOUSNESS

TermasukError, Waste, Abuse, Fraud era JK


rriers to Medical Professionalis = rendahnya resp
Sistem 2 tahap & final (luas wilayah vs rentang
kendali)
Resmi Dewan Etik PDSp/PDPP berwenang (tahap 1)
→ Aktivitas Pembinaan – sejajar dgn IDI Wil/Prop.
Tata kerja harus mengikuti Ortala MKEK.
Keputusan kemahkamahan: setara MKEK Wilayah
→ hak banding para pihak ke MKEK Pusat.
◼ Kasus ke DE PDSp/PDPP & MKEK IDI Wilayah
setempat sekaligus → jurisdiksi o/ MKEK Pusat
/dapat dibuat tim kemahkamahan gabungan.
DE PDSp & PDPP dan MKEK Wilayah, perlu rutin
melaporkan kegiatan ke MKEK Pusat.
Menambah kewenangan Div Pembinaan:
◼ Proaktif memanggil & kunjungan TKP
jika diperlukan.
◼ Berwenang beri sanksi kategori 1 (murni
pembinaan) untuk TS yg terbukti pd
sidang (efektivitas, efisiensi)
Jika pelanggaran etik diduga kategori
sedang/berat → dikirim ke Divisi
kemahkamahan dan menjalani proses
kemahkamahan sebagaimana mestinya.
Pelanggaran etik berat: mendapatkan min. 1 Sanksi kategori
1, 2, 3.
Pelanggaran etik sedang: mendapatkan min. 1 Sanksi
Seseorang yang melakukan pelanggaran etik berat kategori 1, 2.
umumnya sudah berkali-kali melakukan
pelanggaran etik sedang dan ringan.

Pelangga Sanksi
Kategori 3:
ran Etik Jika pelanggar etik berat Penjeraan
Berat hanya diberi pemecatan pemecatan
tanpa mendapat sanksi Sanksi
Pelangga pembinaan, maka kecil Kategori 2:
peluang untuk
ran Etik perbaikan perilaku →
Penjeraan
Sedang non
insight dapat tetap Pemecatan
buruk dan bahkan
menganggap MKEK
sebagai “musuh”. Sanksi
Pelangg Tujuan utama MKEK
aran memberi sanksi ruhnya Kategori
justru adalah 1:
Etik memastikan adanya Pembina
Ringan perbaikan perilaku dari
an
pelanggar. Maka
selayaknya setiap ada
pelanggaran etik, harus
ada program
pembinaan.
Pukovisa Prawiroharjo, 2020
Monitoring dan evaluasi eksekusi sanksi
kategori 1 → Divisi Pembinaan MKEK
setempat.
Monitoring dan evaluasi eksekusi sanksi
kategori 2 & 3 → Ketua MKEK da n Divisi
kemahkamahan
Jika Monev ditemukn pelanggaran, dapat
• Pemecatan keanggotaan sementara (kehilangan seluruh
tambah sanksi tanpa proses kemahkamahan
hak dan wewenang yang didapat sebagai dokter
kembali.
Indonesia) dalam kurun waktu 3-12 bulan.
Pelangga • Jika sangat berat, dapat dijatuhkan sanksi usulan
ran Etik Pemecatan keanggotaan tetap (disahkan di Muktamar).
Berat
Pelangga • Pencabutan kewenangan etika dan profesionalisme tertentu dalam
kurun waktu 3-12 bulan.
ran Etik • Pencopotan dari jabatan di IDI dan organisasi di bawah IDI serta
Sedang pelarangan menjabat di IDI &organisasi di bawah IDI untuk 1 periode
kepengurusan pasca keputusan.
• Denda yang ditentukan besarnya oleh Majelis Pemeriksa.
• Kerja sosial pengabdian profesi dalam kurun waktu 4-12 bulan.
Pelang
garan • Membuat refleksi diri.
Etik • Membuat surat penyesalan dan permohonan maaf.
Ringan • Mengikuti workshop etik.
• Mengikuti Modul Etik di FK yang ditunjuk.
• Mengikuti program membayangi dokter role model
≤ 6 bulan.
Pukovisa Prawiroharjo, 2020 • Kerja sosial pengabdian profesi ≤ 3 bulan.
Etika kedokteran sebagai profesi luhur tertua bidang
kesehatan menjadi model etika nakes lainnya atau bahkan
profesi non nakes, NAMUN pelanggqarannya dapat
menjadi contoh kejahatan profesi lainnya.
Keluhuran profesi dijamin melalui kode etik & standar
perilakunya dalam yankes sebagai etika normatif &
descriptif yan publik yang senantiasa siap direvisi oleh OP
nya sesuai perkembangan jaman.
KODEKI telah mengadopsi teori etika dan kaidah dasar
bioetika sebagai disiplin ilmu tersendiri utk diabdikan
bagi kepentingan terbaik pasien sbg insan manusia
(sebagai disiplin humaniora kesehatan)
Arsitektur KODEKI dibuat sebagai objektivasi pemahaman
lebih baik etika keutamaan & tuntunan perilaku profesional
etika kewajiban & etika kemanfaatan teleologik akibat
perkembangan jaman disertai “jembatan KDB” & hirarki
hukum Islam sebagai etika normatif yang ada dalam pasal,
cakupan pasal, beserta penjelasannya (anatomi KODEKI)
dan ortala sebagai prosedur beracara penegakannya (fisiologi
KODEKI).
Etika profesi nakes berfungsi untuk penyeimbang/rem ekses
kemajuan iptekdokkes demi kepentingan terbaik
pasien/klien/keluarga melalui budaya integritas dan
manajemen penegakannya melalui sistem etikolegal.
Dr & RS di era JKN > memiliki risiko merugi sehingga mudah
tergelincir pada moral hazard/deprofesionalisme profesi.
Dr hrs memutakhirkan profesionalismenya,
bertanggungjawab melayani pasien (kendali mutu, etika
mikro/meso) namun juga bersikap adil terhadap pengelola
JKN (kendali biaya, etika makro) sbg inti nilai profesional
dalam UHC
Diperlukan kesadaran etik, kejujuran ilmiah, kematangan
bioetik, sistem etikolegal berisi TRIAS TANGGUNGJAWAB
kemanusiaan yang adil & beradab serta negarawan &
pertobatan profesi agar mampu interkolaborasi profesi &
mematuhi etika kesejawatan.
KETUA DEWAN PERTIMBANGAN KLINIS
KETUA ASOSIASI PENELITI KES INDONESIA
Ex SAM Bid Teknol Kes & Globalisasi
Ex Kabadan Litbangkes Depkes RI
Ex Staf Ahli Bid Hukum & HAM Kemenkokesra RI
Gurubesar I.K. Forensik & Medikolegal (07)
Doktor Filsafat (03); MSi Sosio-Kriminologi (00)
SpF (konsultan etiko-medikolegal) (05)
Diplome of Forensic Med Groningen Univ (02)
SH (97), SpF (83), dr (79)
Ex Ketua MKEK Pusat IDI, dosen IKF-ML FKUI/RSCM, ex Ketua
Kolegium IK Forensik Indonesia
Ex Karo Hukor Depkes RI
Ex Anggota WHO Global Advisory Vaccine Safety Committee
Ex Anggota UNESCO Global Ethics Observatory Law
Wakil Ketua Komisi Bioetika Nasional
Perintis/dosen S3 Kekhususan Bioetika FKUI

Anda mungkin juga menyukai