Anda di halaman 1dari 24

1

SISTEM REPRODUKSI WANITA

PENDAHULUANNNN
Sistem reproduksi terdiri atas organ reproduksi dan sekelompok organ yang
terlibat dalam proses reproduksi. Organ reproduksi wanita terdiri atas genitalia eksterna
yang meliputi labium mayus, labium minus, klitoris dan hymen (selaput dara) dan
genitalia interna yang meliputi vagina, uterus, tuba uterina Fallopi, dan ovarium. Organ
lain yang termasuk dalam sistem reproduksi wanita ialah plasenta yang terbentuk hanya
pada saat hamil, kelenjar mamma dan organ endokrin terutama kelenjar hipofisis dan
hipotalamus. Organ reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar asesoris
(vesikula seminalis, prostat dan bulbouretralis. Sedangkan organ lain yang termasuk
dalam sistem reproduksi pria yaitu kelenjar hipotalamus dan kelenjar hipofisis.
Untuk melaksanakan fungsi reproduksi dengan baik diperlukan adanya integrasi
antara sistem reproduksi dengan sistem endokrin, sistem saraf dan sistem kardiovaskular.
Pada proses kehamilan misalnya diperlukan adanya integrasi dengan sistem endokrin dan
sistem saraf. Sebaliknya pada proses ereksi diperlukan adanya integrasi dengan sistem
kardiovaskular dan sistem saraf.
Catatan kuliah ini merupakan pengantar untuk memahami struktur histologi organ
reproduksi pria dan wanita sebagai dasar untuk memahami fungsi reproduksi wanita dan
pria secara keseluruhan.

SISTEM REPRODUKSI WANITA


Organ reproduksi wanita yang akan dipelajari secara mendalam adalah ovarium,
tuba fallopii, uterus, plasenta, vagina dan kelenjar mammae. Sedangkan organ genitalia
eksterna seperti labium mayus, labium minus dan klitoris akan dibahas secara sepintas.
2

OVARIUM
Ovarium (Gb-1) merupakan organ yang berbentuk seperti buah kenari berukuran
sekitar 3x1.5x1cm dan terletak di dalam rongga panggul disisi kiri dan kanan uterus.
Secara histologis ovarium terdiri atas korteks yang terletak disebelah luar dan medula
yang terletak dibagian tengah.

Korteks Ovarium
Korteks ovarium (Gb-1) diliputi oleh epitel germinativum berupa epitel selapis
kuboid. Penamaan epitel ini tidak tepat karena epitel ini sama sekali tidak berfungsi
germinatif , artinya epitel ini tidak membentuk sel benih. Dibawah epitel ini terdapat
lapisan jaringan ikat padat yang membentuk kapsul yang dikenal sebagai tunika
albuginea. Lapisan ini memisahkan epitel germinativum dari korteks ovarium. Korteks
merupakan tempat ovum berkembang di dalam folikel dengan berbagai tingkat
perkembangan. Masing-masing folikel ini mengandung sebuah oosit yang dibungkus oleh
satu atau lebih sel granulosa atau sel folikel.

Gb-1. Ovarium secaramenyeluruh (over all) (kiri) dan korteks ovarium (kanan)

Folikel Ovarium
Mengenai tingkat perkembangan folikel ovarium terdapat perbedaan pendapat
antara beberapa penulis. Sebagian membedakan tingkat perkembangan folikel menjadi
folikel primordial, primer, sekunder, tersier, dan folikel Graaf. Sebagian lain menganggap
folikel Graaf tergolong foliker tersier. Ada pula yang hanya membagi
3

perkembangan folike itu secara sederhana yaitu folikel primordial dan selanjutnya adalah
folikel berkembang termasuk di sini folikel Graff yang juga dikenal sebagai folikel
matang (siap ovulasi). Pada makalah ini digunakan klasifikasi secara sederhana yaitu
folikel primodia, folikel berkembang (folikel primer, sekunder dan tersier) dan folikel
matang (folikel De Graff). Selain itu pada korteks juga dapat ditemukan folikel atretik,
korpusrubrum, korpus luteum dan korpus albikan.

Gambar-2 Folikel Primordial (kiri atas), Folikel Sekunder (kanan atas), Folikel Sekunder
(kiri bawah) dan Folikel Tersier atau Folikel De Graaf (kanan bawah)

Folikel Primordial. (Gb-2) merupakan folikel dalam stadium perkembangan yang


paling awal dan pada saat ini folikel tidak aktif. Pada ovarium wanita prapubertas, semua
folikel berada dalam fase pekembangan ini (premordial). Folikel ini mengandung
4

sebuah oosit primer (oosit yang berada dalam stadium diploten profase I meiosis) yang
dibungkus oleh selapis sel folikel gepeng.
Dibawah pengaruh hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang
disekresikan oleh hipofisis pars anterior, Folikel Primordial berkembang menjadi Folikel
Berkembang. Epitel folikel berubah menjadi selapis kuboid dan selanjutnya
berproliferasi menjadi berlapis (multilaminar). Bersamaan dengan itu, jaringan ikat
stroma yang melingkupinya berdiferensiasi menjadi lapisan teka folikel yang
memproduksi hormon Esterogen. Folikel Berkembang ini terdiri atas

1. Folikel primer (Gb-2)


Folikel primer terdiri atas oosit primer yang dikelilingi oleh satu atau beberapa lapis
sel folikel atau sel granulosa yang berbentuk kuboid. Pada folikel primer belum
terdapat antrum Pada folikel primer oosit mulai diliputi zona pelusida yang kaya akan
glikoprotein.

2. Folikel sekunder (Gb-2)


Folikel sekunder merupakan perkembangan yang lebih lanjut dari folikel primer. Pada
tahap perkembangan ini di antara sel-sel folikel telah mulai terbentuk rongga-rongga
yang berisi cairan disebut liquor folliculi atau cairan folikel yang secara bertahap
akan menyatu membentuk rongga yang lebih besar disebut antrum folikel. Bersamaan
dengan ini, lapisan teka folikel akan membentuk 2 lapisan yaitu teka interna dan teka
eksterna. Teka interna terdiri atas jaring-jaring pembuluh darah dan sel-sel kuboid
yang mensekresikan hormon esterogen. Lapisan teka eksterna mengandung jaringan
ikat vaskular.

3. Folikel Tersier atau Folikel De Graaf (Gb-2)


Folikel Tersier merupakan folikel yang siap untuk ovulasi . Folikel ini mempunyai
ukuran yang sangat besar mencapai 2,5 cm sehingga dapat dilihat dengan mata biasa.
Antrum sangat membesar ukurannya. Oosit terdorong ke salah satu sisi folikel dan
dikelilingi sedikit sel folikel yang membentuk korona radiata yaitu bangunan yang
terdiri atas sel-sel folikel yang mengelilingi oosit, menyusun diri secara radier
5

sehingga mirip mahkota bagi oosit. Oosit duduk di atas kumulus ooforus yaitu
kelompokan sel folikel yang membentuk gundukan ke tengah antrum.

Ovulasi
Cairan folikel makin lama makin bertambah jumlahnya, akibatnya ovum berikut
zona pelucida dan korona radiata terlepas dari kumulus ooforus dan melayang didalam
antrum. Menjelang ovulasi terjadi lonjakan hormon LH yang dilepas dari hipofisis pars
anterior. Lonjakan LH ini akan membentuk aktivator plasminogen yang mengaktifkan
plasminogen menjadi plasmin yang mampu merusak lamina basal di sekitar folikel dan
mengaktifkan prokolagenase menjadi kolagenase. Kolagenase akan menyebabkan ,
stroma menipis dan menjadi iskemik di daerah antara folikel yang matang dengan
permukaan ovarium, dan terbentuklah daerah pucat tipis yang ringkih dan rawan pecah
yang disebut stigma.
Pada saat pecah, ovum berikut korona radiatanya secara utuh, di dorong oleh
semburan cairan folikel dan ditangkap oleh fimbria tuba uterina. Bila tidak dibuahi
dalam waktu 24 jam, ovum akan berdegenerasi. Namun demikian beberapa penulis
mengatakan bahwa ovum dapat bertahan sampai 48 jam.

Korpus Rubrum, Korpus Luteum dan Korpus Albikans


Pasca ovulasi sisa folikel akan berubah menjadi korpus rubrum yang kemudian
akan berubah menjadi Korpus Luteum (Gb-3, kiri). Bangunan ini merupakan kelenjar
endokrin yang bersifat sementara yang dibentuk dari folikel sisa ovulasi. Pascaovulasi,
folikel menjadi kempis dan dindingnya terdiri atas sel granulosa dan lapisan teka interna..
Sel granulosa menjadi sel lutein granulosa yang lebih besar, berwarna kuning, dan
menggetahkan progesteron. Sel teka interna menjadi sel lutein teka yang lebih kecil,
terwarna gelap, dan menggetahkan estrogen. Selain progesterone, sel lutein granulosa
juga menghasilkan hormon relaksin. Senyawa ini merupakan sebuah hormon polipeptida
yang mampu mengendurkan perlekatan fibrokartilago simfisis pubis sehingga
memungkinkan pintu panggul melunak dan mudah melebar selama persalinan. Ada 2
macam korpus luteum (Gb-3, kiri) yaitu:
1. Korpus luteum menstruasi. Disebut demikian karena bangunan ini akan hilang
6

menjelang menstruasi dengan kata lain bangunan ini terbentuk pascaovulasi dan
hilang atau segera berdegenerasi bila tidak terjadi fertilisasi. Umurnya pendek,
hanya sekitar 14 hari. Angka 14 inilah yang dapat digunakan untuk menghitung
masa subur karena nilainya hampir selalu tetap.
2. Korpus luteum kehamilan. Berbeda dengan korpus luteum menstruasi, bangunan
ini terbentuk bila terjadi fertilisasi, dan pada keadaan ini ukuran korpus luteum
membesar. Korpus luteum ini dipertahankan sampai 6 bulan dan akhirnya akan
berdegenerasi secara perlahan, Fungsi korpus luteum akan digantikan oleh
plasenta, sampai akhir kehamilan.

Gambar-3 Korpus luteum (kiri) dan korpus albicans

Korpus luteum yang berdegenerasi akhirnya digantikan seluruhnya oleh jaringan ikat dan
disebut korpus albikans (Gambar-3,kanan). Korpus albikans, akhirnya akan
dimusnahkan oleh makrofag dan akan hilang dalam beberapa bulan.

Pada satu siklus haid, banyak folikel yang


berkembang bersama di bawah pengaruh
FSH, akan tetapi hanya satu atau beberapa
saja yang dapat menjadi folikel Graaf yang
siap ovulasi. Sebagian besar lainnya akan
mengalami atresi atau berhenti berkembang
dan berdegenerasi. Folikel ini dikenal
sebagai folikel atretik (Gb-4).
Gambar-4. Folikel Atretik
7

Oosit dan Ovum

Sel benih (oosit) berasal dari endoderm kantung kuning telur (yolk sac) yang
bermigrasi ke pematang-pematang genital (genital ridge) didinding posterior rongga
abdomen. Oosit ini kemudian dikelilingi oleh sel folikel primordial yang berbentuk
gepeng. Pada tahapan ini oosit memulai pembelahan meiosis dan berhenti pada stadium
profase yaitu sampai oosit primer. Menjelang ovulasi proses meoisis I diselesaikan dan
oosit pada tahapa ini dikenal sebagai oosit sekunder. Pada tahap ini terjadi pembelahan
kromatin secara seimbang akan tetapi pembelahan sitoplasma terjadi tidak seimbang
diantara oosit sekunder yang dihasilkan. Oosit sekunder yang memperoleh hampir
seluruh sitoplasmala dikenal sebagai ovum sedangkan yang lainnya yang hanya
memperoleh sedikit sitoplasma disebut badan kutub (polar bodi) I. Setelah terbentuk oosit
sekunder ovum kemudian akan memulai pembelahan meiosis kedua yang terhenti pada
tahap metafase. Proses pembelahan meiosis kedua ini baru akan diselesaikan setelah
ovulasi dan terjadi fertilisasi. Pada saat fertilisasi, pembelahan meiosis kedua diselesaikan
dan terbentuklah badan kutub (polar bodi) II. Ovum yang telah dibuahi disebut zigot. Bila
tidak terjadi fertilisasi, meiosis tidak terselesaikan.

Hormon dan Pengaruhnya Pada Ovarium


Hormon FSH (Folicle Stimulating Hormone) merupakan hormon yang dilepaskan
oleh hipofisis pars anterior. Hormon ini akan mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan folikel mulai dari folikel primer hingga folikel De Graaf.
Di bawah pengaruh hormon FSH sel granulosa akan berproliferasi dan
meningkatkan jumlah reseptor FSH sambil mengaktifkan enzim aromatase yang penting
bagi pembentukan hormon estradiol. Folikel yang berkembang memproduksi estrogen
(dalam bentuk estradiol) yang kadar puncaknya pada pertengahan siklus menimbulkan
umpan balik negatif pada produksi FSH (Gb-5). Keadaan ini memicu lonjakan kadar LH,
yang mengendalikan tahap akhir pematangan folikel, memicu ovulasi, dan
mengendalikan pembentukan dan mempertahankan korpus luteum. Korpus luteum
membentuk estrogen dan progesteron. Kadar progesteron yang tinggi menghambat
pembentukan LH sehingga korpus luteum akan berdegenerasi setelah 14 hari jika tidak
terjadi pembuahan. Jika terjadi fertilisasi dan berimplantasi di dalam uterus,
8

sinsitiotrofoblas plasenta yang sedang berkembang akan menghasilkan hormon


gonadotropin korion yang akan mempertahankan korpus luteum hingga usia kehamilan 4
bulan. Pada saat itu plasenta telah terbentuk sempurna dan menghasilkan hormon
progesteron.

Gambar-5 Regulasi hormon terhadap ovarium

Hormon esterogen mempunyai pengaruh: (1) penebalan epitel vagina, (2) mitosis
dan pembentukan silia tuba fallopii, (3) proliferasi endometrium, (4) pengembangan
stroma dan duktus serta pembentukan jaringan adiposa payudara, (5) peningkatan
aktivitas osteoblas dan (6) penumpukan lemak tubuh.
Hormon progesteron akan menyebabkan: (1) fase sekresi endometrium, (2)
penurunan kontraksi uterus, (3) peningkatan gerakan silia tuba fallopii, (3) proliferasi
alveolus dan sekresi kelenjar payudara dan (6) deposit glikogen
9

Medula Ovarium
Medula ovarium disusun oleh jaringan stroma yang merupakan jaringan ikat
longgar dan kaya akan pembuluh darah dan pembuluh limfe. Medula ovarium terletak
dibagian tengah ovarium dan dikelilingi oleh korteks.

SALURAN TELUR (TUBA FALLOPII/OVIDUCT)


Tuba fallopii/tuba uterina/oviduct (Gb-6) merupakan tabung muskular yang
pangkalnya menyatu dengan uterus dan ujung distalnya terbuka terbuka kedalam rongga
peritoneum melingkupi ovarium. Saluran ini bertugas untuk menangkap ovum yang
dilepaskan saat ovulasi, menyiapkan suasana yang baik untuk ovum, spermatozoa, tempat
pembuahan dan perkembangan zigot serta membawa ovum yang sedang berkembang
kedalam uterus.
Saluran ini dibagi menjadi 4 bagian yaitu
1. Pars intramural/interstisial yaitu bagian tuba yang menyatu dan menembus
dinding rahim. Bagian ini mempunyai lipatan mukosa yang paling sedikit dan
pendek.
2. Istmus merupakan bagian saluran yang sempit tidak jauh dari uterus dan juga
mempunyai lipatan mukosa yang pendek.
3. Ampula yaitu bagian saluran yang terlebar dan mempunyai lipatan mukosa yang
banyak dan bercabang-cabang. Fertilisasi (pembuahan ovum oleh sperma) terjadi
pada bagian ini.
4. Fimbriae yaitu bagian ujung saluran yang berbentuk seperti corong dan lipatan
mukosa pada bibirnya menjulur seperti jari-jari ke arah ovarium untuk menangkap
ovum pada saat ovulasi.
Secara histologis tuba uterina tersusun oleh 3 lapisan yaitu
1. lapisan mukosa
lapisan ini terdiri atas epitel yang merupakan epitel selapis silindris bersilia yang
dialasi oleh lamina propria. . Epitelnya berupa epitel silindris selapis yang terdiri
atas dua jenis sel yaitu
a. Sel Peg yang akan mensekresikan medium dengan nutrisi untuk sperma dan
embrio
10

b. Sel silia yaitu sel yang mengandung banyak silia. Silia pada permukaannya
akan melecut bergelombang ke arah uterus sehingga sangat membantu
transport ovum. Lapisan mukus yang dihasilkannya di dorong ke arah uterus
oleh silia sehingga membantu transport ovum dan sekaligus mencegah invasi
bakteri ke rongga peritoneum.
Lamina propria terdiri atas jaringan ikat yang mengandung serat retikular,
fibroblas, sel mast dan limfosit
2. lapisan muskularis
Lapisan muskularis terdiri atas jaringan otot polos dengan lapisan muskularis
interna tersusun melingkar sedangkan lapisan muskularis eksterna tersusun
memanjang. Kontraksinya yang mirip gelombang peristaltik bergerak ke arah
uterus.
3. lapisan serosa merupakan lapisan paling luar yang terdiri atas peritoneum viseral.
Lapisan dibatasi oleh epitel selapis gepeng.

Gambar-6. Tuba Uterina/tuba Fallopii

UTERUS
Uterus (Gb-7) merupakan organ berongga yang dindingnya terutama terdiri atas
jaringan otot, terletak di dalam rongga panggul, dan berbentuk seperti buah alpukat.
11

Dalam keadaan tidak hamil ukurannya kurang lebih sebesar jempol kaki yang akan dapat
bertambah sampai sebesar buah nangka besar.

Gambar-7 Uterus

Secara garis besar terdiri atas 3 bagian yaitu: korpus, fundus, dan serviks (leher
rahim). Korpus menjadi bagian utama yang membulat bagian tengahnya. Fundus
merupakan perluasan korpus di atas muara tuba uterina dan berbentuk seperti kubah.
Serviks merupakan leher rahim yang sempit dan ujungnya menjorok ke dalam puncak
vagina.
Secara histologis dinding uterus terdiri atas 3 lapisan yaitu mukosa
(endometrium), muskularis (miometrium), dan serosa atau adventisia (perimetrium).
1. Lapisan mukosa (endometrium)
Lapisan ini merupakan mukosa uterus (rahim) yang berupa epitel silindris selapis
disokong oleh lamina prorpia. Kelenjar endometrium menjulur dari permukaan
luminal masuk ke dalam lamina propria yang lebih sering disebut stroma. Epitel
kelenjar ini merupakan lanjutan epitel permukaan. Fungsi utama endometrium adalah
untuk:
a. menyiapkan tempat dan suasana yang baik untuk implantasi
12

b. menyediakan nutrisi bagi blastosis


c. membentuk plasenta pars maternal.
Endometrium dapat dibedakan menjadi 2 lapisan yaitu
a. Stratum fungsional.
Lapisan ini mencakup dua per tiga atas tebal endometrium yang merupakan
lapisan sementara yang berbatasan dengan lumen uterus. Di bawah pengaruh
hormon ovarium, lapisan ini menebal dan mengelupas mengikuti irama siklus
haid. Pada akhir setiap siklus, jika tidak ada ovum yang dibuahi, lapisan ini
mengelupas. Peristiwa itu menyebabkan darah keluar yang bersama serpih
kelenjar dan stroma membentuk darah haid. Pengelupasan ini terjadi selama 3-5
hari. Lapisan ini mendapat perdarahan dari arteri yang berkelok (coiled artery)
yang berasal dari miometrium.
b. Stratum basal.
Lapisan ini lebih tipis, hanya mencakup sepertiga tebal endometrium, akan tetapi
permanen dan tidak ikut terkelupas pada saat menstruasi. Di dalamnya juga
terkandung kelenjar yang epitelnya menjadi sumber regenerasi epitel pascahaid.
Epitel kelenjar basal inilah yang berproliferasi menutup permukaan endometrium
yang terkelupas pada waktu menstruasi. Proliferasi terjadi segera setelah
mengelupas dan terjadi tidak serentak karena pengelupasan endometrium pun
tidak terjadi serentak. Dengan kata lain pada saat satu daerah endometrium sedang
mengelupas, daerah lainnya sudah mulai regenerasi.Lapisan ini mendapat
perdarahan dari arteri tak berkelok (straight artery) yang berasal dari miometrium.
Sesuai siklus haid endometrium (Gb-8) dapat dibedakan atas 4 fase yaitu:
1. Endometrium fase menstruasi.
Pada fase ini tampak stroma endometrium yang hancur (panah) dan bersama
darah tumpah ke permukaan endometrium
2. Endometrium fase proliferasi awal.
Pada fase ini tampak epitel permukaan yang masih berupa epitel kuboid selapis.
Kelenjar-kelenjar masih tampak lurus
3. Endometrium fase proliferasi lanjut.
13

Pada fase ini tampak kelenjar-kelenjar sudah mulai berkelok-kelok dengan


dindingnya yang masih belum berlipat-lipat.
4. Endometrium fase sekresi awal.
Pada fase ini tampak kelenjar yang lumennya melebar dengan dinding berlipat-
lipat dan mulut kelenjar di permukaan endometrium.
5. Endometrium fase sekresi lanjut
Pada fase ini tampak sel epitel kelenjar dan stroma yang sudah tampak lembung
karena menyimpan glikogen. Dinding kelenjar tampak berlipatan dan getah
kelenjar sudah tampak di dalam lumen kelenjar.
2. Lapisan Miometrium
Lapisan miometrium disusun oleh otot polos yang tebal. Lapisan otot ini tersusun dari
lapis longitudinal luar dan dalam dengan lapis sirkular di antaranya
Ukuran serat otot uterus sangat dipengaruhi estrogen ovarium. Pajangnya berkisar
antara 40-90 m, bervariasi sepanjang siklus, dengan yang terpendek terjadi segera
setelah menstruasi. Bila tidak ada estrogen otot uterus akan atrofi.
Tingginya kadar estrogen pada waktu kehamilan, menjadikan serat otot 10 kali lebih
panjang dan volume uterus menjadi 24 kali lebih besar. Hal itu menandakan bahwa
pertambahan volume uterus bukan hanya disebabkan hipertrofi dan hiperplasi otot
saja melainkan juga pertambahan jaringan ikat di antaranya. Selama kehamilan itu,
serat otot miometrium tumbuh sangat pesat secara hipertrofi dan hiperplasi, sekalipun
hiperplasinya itu tidak jelas akibat hasil mitosis sel otot polos atau diferensiasi sel
mesenkim setempat.
Pada saat persalinan lonjakan oksitosin memicu kontraksi miometrium yang kuat
untuk mendorong janin ke luar. Pascasalin, miometrium kembali ke ukuran semula
dengan pengertian sebagian sel ukurannya mengecil dan sebagian lainnya mengalami
apoptosis atau kematian sel yang terprogram secara genetik.
Pada uterus tidak hamil, terjadi juga kontraksi lemah berjeda yang tidak menimbulkan
sensasi subyektif. Kontraksi yang lebih kuat dapat terjadi pada saat rangsangan
seksual atau selama menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri kejang. Mekanisme
yang mengontrol kontraksi ini masih belum jelas.
14

(A) (B)

(C) (D)

Gambar-8 Fase-fase Endometrium


(A) Fase Menstruasi (B) Fase Proliferasi
awal (C) Fase Proliferasi lanjut (D) Fase
Sekresi awal (E) Fase Sekresi lanjut

(E)

Sekalipun belum jelas persarafan yang mengatur kontraksi uterus, agaknya organ ini
mempunyai persarafan jenis viseral. Seperti pada dinding usus yang juga mendapat
persarafan viseral, di antara sel-sel otot polos terdapat taut imbas atau neksus atau
“gap junction”. Neksus ini meningkat jumlahnya menjelang persalinan sebagai
persiapan untuk yang memungkinkan gerak kontraksi ritmis dalam upaya mendorong
janin ke luar.
3. Lapisan serosa atau adventisia (perimetrium).
15

Uterus mempunyai dua jenis pembungkus. Fundus diliputi tudung serosa dan
korpus dikelilingi adventisia yang terdiri atas jaringan ikat longgar.

CERVIX
Serviks disebut juga leher rahim (Gb-9).
Permukaan luar serviks uterus menyembul ke
dalam puncak vagina. Dindingnya terutama terdiri
atas jaringan ikat padat dengan sedikit serat otot
polos. Mukosanya dilapisi epitel silindris tinggi
dan dilengkapi dengan kelenjar serviks yang
bercabang. Permukaan luarnya yang menyembul
ke dalam vagina dilapisi epitel gepeng berlapis.
Perubahan epitel dari silindris selapis menjadi
gepeng berlapis terjadi tepat di belakang pintu luar
serviks (orificium cervicis externum) yang paling
sering menjadi tempat awal tumbuhnya kanker
serviks. Mukosa serviks tidak mengelupas pada
saat haid, akan tetapi terjadi perubahan yang jelas Gambar-9 Cervix

pada jumlah dan viskositas lendir yang digetahkan kelenjar serviks. Pada saat ovulasi,
lendir sangat encer sehingga memungkinkan spermatozoa untuk menerobosnya. Pada
fase luteal dan selama kehamilan, lendirnya banyak dan lebih pekat. Pelebaran serviks
menjelang persalinan disebabkan kerja kolagenase yang demikian kuat pada dinding
serviks.

PLASENTA
Plasenta (Gb-10 dan 11) merupakan organ yang bersifat sementara yang
pembentukannya dimulai pada saat implantasi.Di dalamnya terdapat unsur jaringan
embrio (yang berasal dari korion frondosum) dan jaringan maternal (yang berasl dari
desidua basalis). Organ ini bertugas menyalurkan nutrien dan oksigen kepada embrio,
membersihkan darah fetal, dan memproduksi hormon.
16

Gambar-10. Pasenta. Bagian maternal (M) berisi sel-sel desidua basalis dan substansi
fibrinoid (merah). Ruang intervilius (IV) merupakan ruangan yang dibatasi oleh
sinsitiotrofoblas (bagian fetal) tetapi berisi darah maternal. Vilus utama atau stem vilus
(SV) bercabang-cabang kecil menjadi vilus korialis (V) yang terbenam di dalam darah
maternal. Vilus utama akhirnya berpancang di bagian maternal dan disebut vilus pancang
atau “anchoring villus” (AV).

Gambar-11. Plasenta. Pada gambar kiri tampak plasenta sisi fetal yang terdiri atas epitel
amnion (kepala panah) dan lempeng khorion (panah). Tampak juga vili khorilais dan
ruang intervilar yang terisi darah maternal. Pada gambar kanan tampak vilus khorialis
yang disusun oleh sinsitiotrophoblas, sitotrofoblas dan jaringan ikat mesenkima
ekstraembrional.Selain itu juga tampak ruang intervilar
17

Proses pembentukan plasenta diawali oleh sinsitiotrofoblas yang menyusup ke


endometrium dan akan mengelilingi „pulau kecil‟ endometrium yang mengandung
pembuluh darah. Peristiwa seperti ini terjadi di banyak tempat di daerah implantasi.
Selanjutnya, enzim yang dikeluarkan oleh sinsisitotrofoblas melarutkan pulau-pulau
endometrium itu sehingga terbentuklah banyak ruang-ruang kecil yang disebut lakuna .
Dalam peristiwa itu pembuluh darah pun ikut dihancurkan. Pembuluh yang pecah itu
isinya memenuhi ruang yang berdindingkan sinsisiotrofoblas itu dengan darah maternal.
Sejumlah juluran pejal („solid‟) jaringan korion (vilus korilalis) tumbuh ke dalam
lakuna dan berkembang secara bertahap. Juluran ini nantinya akan berisi pembuluh darah
fetal yang akan mendekatkan darah fetal dengan darah maternal di dalam lakuna untuk
memungkinkan pertukaran zat. Sekalipun dekat akan tetapi tetap terdapat jaringan
pembatas yang sekaligus sebagai penyaring selektif yang akhirnya menjadi sawar uri
atau sawar plasenta.
Juluran pejal itu pada awalnya hanya terdiri atas sinsisiotrofoblas dan
sitotrofoblas dan disebut vilus primer. Kemudian mensenkim ekstraembrionik menyusupi
vilus primer untuk membentuk vilus sekunder yang terdiri atas sinsisiotrofoblas,
sitotrofoblas, dan teras („core‟) mesenkim ekstrembrionik. Selanjutnya mesenkim
ekstraembrionik tadi berdiferensiasi menjadi pembuluh darah yang kemudian menyatu
dengan vena umbilikalis fetus. Dengan demikian terbentuklah vilus tersier yang terdiri
atas sinsisiotrofoblas, sitotrofoblas, dan teras mesenkin ekstraembrionik dengan
pembuluh darah di dalamnya. Pada stadium akhir pembentukan plasenta sitotrofiblas
jumlahnya menyusut sampai habis karena menyatu seluruhnya dengan sinsisiotrofoblas.

Plasenta mempunyai fungsi


1. Pertukaran nutrien dan limbah.
Pada hari ke 23 kehamilan, darah fetal beredar di dalam vilus tersier. Nutrien
darah maternal di dalam lakuna mencapai sirkulasi fetal setelah berhasil melewati:
(1) sinsisiotrofoblas, (2) sitotrofoblas, (3) lamina basal trofoblas, (4) teras
mesenkim ekstraembrional, (5) lamina basal pembuluh darah vilus tersier, dan (6)
sel endotel pembuluh darah fetal. Keenam lapisan itulah yang disebut sawar
plasenta.
18

Batas antara bagian maternal dan fetal kemudian ditandai dengan substansi
fibrinoid, yang merupakan lapisan yang terdiri atas jaringan nekrosis yang
menjadi sawar non-antigenik yang memungkinkan toleransi maternal terhadap
antigen fetal.
2. Hormon plasenta. Banyak hormon yang dihasilkan oleh sinsisiotrofoblas korion
dan beberapa hormon dihasilkan oleh sel desidua. Hormon plasenta meliputi:
gonadotropin korionik, tirotropin korionik, kortikotropin korionik, estrogen,
progesteron, prolaktin, laktogen plasenta, hormon pertumbuhan plasenta.

VAGINA
Vagina (Gb-12) merupakan tabung muskular yang terentang antara serviks sampai
genitalia eksterna. Dindingnya tidak mengandung kelenjar dan sebagai pelincirnya
berupa mukus (lendir) yang berasal getah kelenjar serviks dan kelenjar Bartholin serta
kelenjar mukosa kecil di vestibulum. Dinding vagina terdiri atas 3 lapisan: 1. Lapis
mukosa
Epitel yang meliputinya berupa epitel gepeng berlapis tanpa lapisan tanduk yang kaya
akan glikogen dan dialasi oleh lamina propria yang kaya akan serat elastis. Secara
normal di dalam lumen vagina terdapat mikroorganisme komensal. Hasil metabolisme
glikogen yang berasal dari sel-sel epitel yang terlepas oleh bakteri vagina,
menghasilkan asam laktat sehingga menurunkan pH vagina. Pleksus kapiler yang
banyak terdapat di dalam lamina propria juga menghasilkan banyak cairan yang
merembes ke dalam lumen selama rangsangan seksual. Mukosa vagina hanya sedikit
mengandung serat saraf.
2. Lapis muskularis
Lapisan muskular polos dinding vagina bagian luar terutama terdiri atas otot polos
yang tersusun memanjang selain juga ada beberapa yang melingkar di dekat
lapisan mukosa
3. Lapisa adventisia
Vagina diliputi selubung jaringan ikat padat yang kaya akan serat elastis. Di
dalamnya terdapat banyak pleksus vena yang luas, berkas saraf dan kelompokan sel
neuron.
19

Gambar-12 Vagina

GENITALIA EKSTERNA
Daerah ini banyak mengandung badan akhir serat saraf sensoris yaitu badan
Meissner dan Pacini selain juga ujung saraf bebas. Genitalia eksterna (Gb-13) terdiri atas
1. Klitoris
Organ ini homolog dengan bagian dorsal penis, terdiri atas 2 korpus kavernosum kecil
yang berakhir di glans klitoris. Selain itu dilengkapi juga dengan prepusium dan
semuanya diliputi oleh epitel gepeng berlapis.
2. Vestibulum
Secara anatomis vestibulum berupa daerah yang dibatasi oleh labia minora. Pada
daerah ini terdapat pintu vagina dan uretra. Daerah ini juga diliputi epitel gepeng
berlapis dan dilengkapi dengan 2 jenis kelenjar. Yang besar disebut kelenjar Bartholin
atau glandula vestibular mayor yang terdiri atas 2 kelenjar mukosa, besar, tubulo-
alveolar, terletak berseberangan di pintu vestibulum. Kelenjar ini analog dengan
kelenjar bulbouretral Cowper pada pria. Kelenjar vestibular minor ukurannya lebih
kecil, yang analog dengan kelenjar Littre pada uretra pria, berupa kelenjar mukosa
yang tersebar di sekitar vestibulum. Hampir semua kelenjar tadi terletak di dekat
uretra dan klitoris.
3. Labia minora
Organ ini merupakan lipatan kulit dengan teras lir-sepon (spongy), bersifat erektil,
analog dengan korpus spongiosum pria, dan diliputi epitel gepeng berlapis dengan
20

Gambar-13 Genitalia eksterna wanita

sedikit lapisan tanduk pada permukaannya. Sekalipun mempunyai kelenjar keringat


dan kelenjar sebasea pada kedua permukaannya, pada labia minora tidak terdapat
rambut
4. Labium mayora
Lipatan kulit ini mempunyai teras jaringan lemak subkutan dan sedikit lapisan otot.
Permukaan medialnya sama dengan labia minora dalam hal mempunyai kelenjar
keringat dan kelenjar sebasea tetapi tidak berambut, sedangkan permukaan luarnya
berambut kasar serta dilapisi lapisan tanduk yang lebih tebal. Kedua permukaannya
tadi kaya akan kelenjar sebasea dan keringat. Labia mayora ini analog dengan
skrotum pada pria.
21

KELENJAR MAMAE (PAYUDARA)


Kelenjar ini (Gb-14) sebenarnya turunan kulit yang dikhususkan untuk
memproduksi susu. Setiap payudara mengandung kelenjar tubulo-alveoral kompleks
yang terdiri atas 15-25 lobus, yang dipisahkan satu sama lain oleh jaringan lemak dan
dibungkus oleh jaringan ikat padat. Setiap lobus mencurahkan sekresinya ke dalam
sebuah duktus laktiferus yang ujungnya melebar membentuk sinus laktiferus, sebelum
masing-masing bermuara di permukaan puting susu (Gb-15) yang sangat kaya akan saraf.
Pada masa prapubertas kelenjar ini sama struktur histologinya pada wanita dan
pria. Akan tetapi, pada wanita, saat memasuki masa pubertas dan seterusnya kelenjar ini
berubah ukuran dan struktur histologinya seiring dengan status fungsional sistem
reproduksi dan usia. Payudara wanita mencapai ukuran terbesar pada usia sekitar 20
tahun dan mulai tampak atrofi pada usia 40 tahun yang selanjutnya disusul regresi pada
usia menopause.
Secara normal, pada pria kelenjar ini tidak bekembang akan tetapi pada beberapa
pria kelenjar ini dapat tumbuh. Keadaan ini disebut ginekomastia.

Gambar-14 Kelenjar Mamae Rehat (kiri) dan Mamae Laktan


22

Nipple (putting susu) (Gb-15)


disusun oleh jaringan ikat kolagen
tidak beraturan diselilingi oleh serat
otot polos yang berfungsi sebagai
sfingter. Pada nipple ini akan
bermuara duktus laktiferus. Daerah
sekita puting sus dikenal sebagai
nipple yang selama masa kehamilan
akan banyak mengandung kelenjar
areolar Montgomery

Gambar-15 Nipple
RUJUKAN
1. Tambayong, J. dan Wonodirekso, S. (Penyunting),(1985), Sistem Reproduksi
Wanita dalam: Buku Ajar Histologi (Terjemahan Leeson and Leeson Papparo),
EGC, Jakarta, Indonesia, pp.481-510
2. Tambayong, J. dan Wonodirekso, S. (Penyunting),(1985), Sistem Reproduksi Pria
dalam: Buku Ajar Histologi (Terjemahan Leeson and Leeson Papparo), EGC,
Jakarta, Indonesia, pp.510-533
3. Wonodirekso, S; Diktat Histologi Sistem Reproduksi Wanita: Untuk pemahaman
siklus dan Kesehatan Reproduksi, FKUI Jakarta
4. Gartner, L.P., and Hiatt, J.L. (Ed) (1997), Female Reproductive System in Color
Textbook of Histology, W.B. Saunders Company, Philadelphia USA, pp 382-402
5. Gartner, L.P., and Hiatt, J.L. (Ed) (1997), Male Reproductive System in Color
Textbook of Histology, W.B. Saunders Company, Philadelphia USA, pp 403-421
6. Kessel, R.G., (1998), Female Reproductive System in Basic Medical Histology:
The Biology of Cells, Tissues and Organs, Oxford University Press, New York,
USA, pp. 477-494
7. Kessel, R.G., (1998), Male Reproductive System in Basic Medical Histology: The
Biology of Cells, Tissues and Organs, Oxford University Press, New York, USA,
pp.495-514
8. Young B., Heath, J.W. (2000), Male Reproductive System in Wheater‟s
th
Functional Histology: A Text and Color Atlas, 4 ed., Churchill livingstone,
London, UK, pp. 328-340
9. Young B., Heath, J.W. (2000), Female Reproductive System in Wheater‟s
th
Functional Histology: A Text and Color Atlas, 4 ed., Churchill livingstone,
London, UK, pp. 341-371
10. Juncqueira LC and Carneiro J (2003), The male reproductive system in Basic
th
Histology: Text and Atlas, 10 Ed, Mc Graw-Hill Companies, North America, pp
431-448
11. Juncqueira LC and Carneiro J (2003), The female reproductive system in Basic
th
Histology: Text and Atlas, 10 Ed, Mc Graw-Hill Companies, North America, pp
449468

Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011


40

Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011

Anda mungkin juga menyukai