Penyusun:
Reviewer:
i
IDENTITAS PEMILIK
Pasfoto 3x4 cm
Nama : ...................................................................................................................
NIM : ...................................................................................................................
Pemilik,
(___________________)
NIM :
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkankehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga modul blok “Keperawatan Medikal Bedah II” telah selesai
disusun dengan baik. Modul ini berisikan kompetensi untuk mahasiswa untuk mampu
memahami dan mengaplikasikan penyakit-penyakit gangguan sistem pada
keperawatan Medikal Bedah II yang di fokuskan pada keterlibatan tenaga
keperawatan dalam manajemen penyakit baik pada tatanan pelayanan keperawatan
di rumah sakit maupun di komunitas.
Modul ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi mahasiswa dan tutor untuk
melaksanakan pembelajaran dengan sistem Student Centered Learning (SCL),
khususnyapada topik Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, dengan penerapan
kurikulum perguruan tinggi berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
yang telah dilaksanakan, modul ini dapat mendukung proses belajar mengajar dengan
pendekatan metode pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa sehingga dapat
memfasilitasi dalam mencapai kompetensi yang diharapkan.
Penyusunan modul ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tidak
lupa kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala-Darussalam Banda Aceh.
2. Semua dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kualayang telah
banyak memberikan masukan yang membangun dalam penyusunan modul ini.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul ini.
Kami berharap semoga modul ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, tutor,
dosen dan seluruh para pembaca. Kami menyadari dalam penyusunan modul ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan.
Ns. Hasmila Sari, M.Kep., Sp. Kep. J Ns. Cut Husna, MNS
NIP 198011102010122003 NIP 19760626200312003
3
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul……………………………………………………………………….. i
Identitas Pemilik................................................................................................. ii
Kata Pengantar.................................................................................................. iii
Daftar Isi............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 3
A. Deskripsi Singkat........................................................................................... 3
B. Capaian Pembelajaran.................................................................................. 4
BAB II PENYAJIAN........................................................................................... 8
A. Uraian Materi………………………………………………………………... 12
B. Praktikum……………………………………………………………………. 42
LAMPIRAN:
RPS
KONTRAK PERKULIAHAN
FORMAT PENILAIAN LABORATORIUM
TEKNIK PENULISAN LAPORAN TUGAS MANDIRI/KELOMPOK
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. DESKRIPSI SINGKAT
1. Nama Modul : Keperawatan Medikal Bedah II
2. Beban SKS : 4 SKS (Teori = 3 SKS; Praktikum = 1 SKS)
3. Tujuan Modul :
a. Memahami konsep penyakit (pengertian, etiologi, patofisiologi, gejala klinis,
penatalaksanaan, dan terapi farmakologi) terkait gangguan pada sistem
endokrin, imunologi, pencernaan dan hepatic, serta perkemihan.
b. Memahami asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosis keperawatan,
intervensi, implementasi, evaluasi dan dokumentasi keperawatan) pada
pasien terkait gangguan pada sistem endokrin, imunologi, pencernaan,
hepatic, dan perkemihan.
4. Deskripsi Modul:
Fokus mata ajar ini adalah pada pemenuhan kebutuhan klien dewasa dengan
gangguan sistem endokrin, imunologi, pencernaan dan hepatic, serta
perkemihan. Pemberian asuhan keperawatan pada kasus gangguan sistem
endokrin, imunologi, pencernaan, dan perkemihan berdasarkan proses
keperawatan dengan mengaplikasikan ilmu biomedik seperti biologi, histpologi,
biokimia, anatomi, fisiologi, patofisiologi, ilmu keperawatan medikal bedah, ilmu
penyakit dalam, farmakologi, nutrisi, bedah dan rehabilitasi. Gangguan dari
sistem tersebut meliputi gangguan peradangan, kelainan degeneratif,
keganasan dan trauma yang termasuk dalam 10 kasus terbesar baik lokal,
regional, nasional dan internasional. Lingkup pembahasan mulai dari pengkajian
sampai dengan evaluasi asuhan terhadap klien. Intervensi keperawatan meliputi
terapi modalitas keperawatan pada berbagai kondisi termasuk terapi
komplementer. Proses pembelajaran dilakukan melalui kuliah pakar,
coolaborative learning dan belajar berdasarkan masalah dan praktik
laboratorium.
5. Profesional Profil:
Mahasiswa setelah mengikuti proses pembelajaran ini mampu memahami
konsep gangguan sistem endokrin, pencernaan dan hepatic, imunologi dan
perkemihan dan menerapkan kompetensi perawat dalam mengelola pasien
dalam berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
5
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Kompetensi:
HARD SKILLS
NO Keperawatan Medikal Bedah II
Knowledge Psikomotor SOFT SKILLS
1. Mahasiswa mampu memahami 1. Berpikir kritis
review anatomi dan fisiologi sistem 2. Bekerja sama
endokrin
22 Pemasangan enema
23 Perawatan
colostomy
24 Pemasangan kateter
urine dan irigasi
bladder
7
1 2. Jadwal Perkuliahan KMB II (4 SKS, T = 3, P = 1) Daring
2
No Hari/Tanggal PT Pukul Kompetensi Metode
4 Senin, 26 4,5 08.00-12.00 Askep DM, gangguan tiroid, appendisitis, dan Presentasi I ISS I
April 2021 cancer kolorektal
5 Selasa,27 6,7 08.00-12.00 Askep hepatitis dan chirosis hepatis, Gout disease,
April 2021 perawatan PSMBA/PSMBB, dan gastritis Presentasi II ISS I
6 Rabu, 28 8 08.00-09.00 Askep pada GGA/GGK, ISK, Hernia, urolithiasis, Konsultasi ISS II
April 2021 BPH, perawatan TURP, Rhematoid Arthritis dan
09.00-10.00 Transfer Knowledge (tutor
SLE
wajib mendampingi)
7 Kamis, 29 9,10 08.00-12.00 Askep pada GGA/GGK, ISK,Hernia, dan Presentasi I ISS II
April 2021 urolithiasis
8 Jumat, 30 11,12 08.00-12.00 Askep BPH, perawatan TURP, Rhematoid arthritis, Presentasi II ISS II
April 2021 dan SLE
8
No Hari/Tanggal PT Pukul Kompetensi Metode
9 Senin, 3 Mei 13,14 08.00-12.00 Perawatan pre dan post manajemen dialysis Kuliah pakar
2020 (hemodialisis dan CAPD) Ns. Syahrizal, SKep., MKM
9
12Jadwal Praktikum KMB II (Pada Pandemi Covid-19)
13
No Hari/Tgl PT Waktu Tempat Klp Kasus Tutor
1 Selasa, 1-2 Lab KDDK 1 1 Ns. Anda Kamal, MNS
4 Mei 2021 2 2 Teuku Samsul Bahri, SKp., MNSc
08.00-09.30 WIB Lab 3 3 Ns. Cut Husna, MNS
(Klp A: absen 1-9) Maternitas 4 4 Dr. Ns. Hilman Syarif M.Kep., Sp.Kep.MB
Lab 5 1 Ns. Devi Darliana,M.Kep., Sp.MB
09.30-11.00 WIB KMB/Gadar 6 2 Ns. Riski Amalia, M.Kep
(Klp B : absen 10-18) 7 3 Ns. Nani Safuni, MNg
Lab Anak 8 4 Ns. Laras Cyntia Kasih, M.Kep
2 Rabu, 3-4 Lab 6 1 Ns. Devi Darliana,M.Kep., Sp.MB
5 Mei 2021 08.00-09.30 WIB KMB/Gadar 7 2 Ns. Riski Amalia, M.Kep
(Klp A: absen 1-9) 8 3 Ns. Nani Safuni, MNg
Lab Anak 1 4 Ns. Laras Cyntia Kasih, M.Kep
09.30-11.00 WIB Lab KDDK 2 1 Ns. Anda Kamal, MNS
(Klp B : absen 10-18) 3 2 Teuku Samsul Bahri, SKp., MNSc
Lab 4 3 Ns. Cut Husna, MNS
Maternitas 5 4 Dr. Ns. Hilman Syarif M.Kep., Sp.Kep.MB
3 Kamis, 5-6 Lab KDDK 3 1 Ns. Anda Kamal, MNS
6 Mei 2021 08.00-09.30 WIB 4 2 Teuku Samsul Bahri, SKp., MNSc
(Klp A: absen 1-9) Lab 5 3 Ns. Cut Husna, MNS
Maternitas 6 4 Dr. Ns. Hilman Syarif M.Kep., Sp.Kep.MB
09.30-11.00 WIB Lab 7 1 Ns. Devi Darliana,M.Kep., Sp.MB
(Klp B : absen 10-18) KMB/Gadar 8 2 Ns. Riski Amalia, M.Kep
1 3 Ns. Nani Safuni, MNg
Lab Anak 2 4 Ns. Laras Cyntia Kasih, M.Kep
4 Jumat, 7-8 Lab 4 1 Ns. Devi Darliana,M.Kep., Sp.MB
7 Mei 2021 08.00-09.30 WIB KMB/Gadar 5 2 Ns. Riski Amalia, M.Kep
(Klp A: absen 1-9) 6 3 Ns. Nani Safuni, MNg
Lab Anak 7 4 Ns. Laras Cyntia Kasih, M.Kep
09.30-11.00 WIB Lab KDDK 8 1 Ns. Anda Kamal, MNS
10
No Hari/Tgl PT Waktu Tempat Klp Kasus Tutor
(Klp B : absen 10-18) 1 2 Teuku Samsul Bahri, SKp., MNSc
Lab 2 3 Ns. Cut Husna, MNS
Maternitas 3 4 Dr. Ns. Hilman Syarif M.Kep., Sp.Kep.MB
9-10 08.00-09.30 WIB 4 Lab Pre-test 1-4 TUTOR
Selasa-Jumat (Klp A: absen 1-9)
5 (4-7 Mei
2021) 09.30-11.00 WIB
(Klp B : absen 10-18)
6 Sabtu, 11-12 08.00-09.30 WIB 4 Lab Lab Mandiri 1-4 Skills Lab
8 Mei 2021 (Klp A: absen 1-9)
09.30-11.00 WIB
(Klp B : absen 10-18)
7 Senin, 13-14 08.00-09.30 WIB 4 Lab 1-8 1-4 0SPE (4 Lab : 2 tutor/lab)
10 Mei 2021 (Klp A: absen 1-9)
09.30-11.00 WIB
(Klp B : absen 10-18)
8 Senin, 15-16 11.00-12.00 WIB 4 Lab 1-8 1-4 Inhall
10 Mei 2021
14
15
11
3. Jadwal Perkuliahan
4. Rancangan Pelaksanaan Blok
a. Tutor utama:
1) Ns. Cut Husna, MNS
2) Teuku Samsul Bahri, SKp., MNSc
3) Ns. Devi Darliana, M.Kep., Sp. MB
4) Dr. Ns. Hilman Syarif, M.Kep., Sp. Kep. MB
5) Ns. Anda Kamal, MNS
6) Ns. Laras Cyntia Kasih, M.Kep
7) Ns. Riski Amalia, M.Kep
8) Ns. Nani Safuni, MNg
b. Tutor pengganti:
1) Dr. Ns. Marlina, M.Kep., Sp.KMB
2) Ns. Halimuddin, M.Kep, Sp.KMB
3) Ns. Dewi Hermawati, MNS
4) Ns. Aida Fitri, M.Kep
5) Ns. Yuswardi, MNS
6) Ns. Jufrizal, M.Kep
c. Kegiatan Tutor:
1) Tutor diharapkan membaca, memahami dan menganalisa isi modul dengan
baik.
2) Tutor diharapkan dapat memotivasi dan memfasilitasi mahasiswa agar lebih
aktif dalam proses pembelajaran.
3) Memahami sasaran belajar dan kompetensi yang diharapkan dengan baik
pada setiap kasus pemicu dengan berbagai metode pembelajaran.
4) Mengarahkan mahasiswa untuk berfikir kritis dalam menyelesaikan masalah
keperawatan sesuai dengan tahapan proses keperawatan dari kasus pemicu
yang diberikan.
5) Mengarahkan mahasiswa untuk menjaga ketertiban, inventaris ruang belajar
dan laboratorium.
6) Mengisi seluruh format evaluasi yang disiapkan untuk proses penilaian
pelaksanaan modul.
12
7) Apabila mengalami kesulitan dalam memahami isi modul ini, silahkan
menghubungi tim penyusun modul.
d. Kegiatan mahasiswa:
Pada awal pembelajaran mahasiswa akan diberikan kuliah introduksi di kelas besar
untuk memberi gambaran secara keseluruhan mengenai materi yang akan dipelajari
serta tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pemberian tutorial dilakukan melalui
diskusi yang akan membahas mengenai beberapa issue dalam bentuk kasus
pemicu sesuai dengan topik yang telah disusun, case study, dan praktikum.
Pemberian overview mata ajar akan dilakukan oleh koordinator blok.
e. Metode Pembelajaran:
Metode pembelajaran berdasarkan masalah atau problem based learning (PBL):
interactive skills station (ISS), teacher center learning (TCL, kuliah pakar) dan
praktikum.
e. Metode evaluasi:
1. Diskusi /presentasi individu/konsultasi : 10%
2. Ujian tulis : 40%
3. Soft skill : 5%
4. Praktikum : 25%
5. Tugas individu/kelompok : 15%
6. Absensi : 5%
13
BAB II
PENYAJIAN
A. URAIAN MATERI
1. Kelenjar Endokrin
Organ utama dari sistem endokrin adalah:Kelenjar hipofisa, kelenjar tiroid, kelenjar
paratiroid, pulau-pulau pancreas, kelenjar adrenal, buah zakar, dan indung telur.
Selama kehamilan, plasenta juga bertindak sebagai suatu kelenjar endokrin.
2. Hormon
Kata berasal dari kata Yunanai hormone yang artinya membuiat gerakan atau
membangkitkan. Hormon mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan.
3. Kelenjar Endokrin dan Hormon yang Dihasilkan
Dalam tubuh manusia ada tujuh kelenjar endokrin yang penting, yaitu hipofisis,
tiroid, paratiroid, kelenjar adrenalin (anak ginjal), pankreas, ovarium, dan testis.
14
C. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Struktur anatomi sistem eliminasi BAK terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria
(badder), dan uretra.
1. Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang buncis, berwarna cokelat
kemerahan yang terdapat pada kedua sisi columna vertebra tepatnya pada thorakal
ke-12 sampai lumbalis ke-3.
Fungsi hormonal.
Ginjal memproduksi renin, prostaglandin, bradikinin, eritropoietin, dan vitamin D
aktif. Produksi ginjal lainnya, seperti kinins, perubahan aliran darah ginjal dan
permeabilitas kapiler. Ginjal juga membantu menghentikan dan mengekresikan
hormon insulin.
Renin.
Renin membantu mengontrol ketika ada penurunan tekanan darah, volume, atau
tekanan di arteriol ginjal. Kondisi ini dideteksi melalui reseptor dari komplek
juxtaglomerular.Renin dikeluarkan karena adanya produksi angiotensin II.
Angiotensin II meningkatkan tekanan sistemik darah karena memberi efek
vasokonstriksi pembuluh darah dan adanya rangsangan pelepasan aldosteron dari
kortex adrenal.
Prostaglandin.
Prostaglandin diproduksi beberapa jaringan, termasuk ginjal. Prostaglandin spesific
yang diproduksi di ginjal adalah prostaglandin E2 (PGE2) dan prostacyclin (PGI2).
Substansi ini membantu proses filtrasi glomerular, resistensi pembuluh darah ginjal,
dan produksi renin. PGE2 mempengaruhi tubulus distal dan collecting duct untuk
meningkatkan ekskresi sodium dan air.
Bradikinin.
Pengeluaran angiotensin II, prostaglandin, dan ADH menstimulasi pengeluaran
bradikinin di ginjal. Bradikinin mendilatasikan arteriol afferent dan meningkatkan
permeabilitas membran kapiler terhadap beberapa zat. Cara ini berfungsi untuk
mengatur aliran darah ginjal dan reabsorpsi ketik kondisi lainnya menyebabkan
vasokonstriksi dinding pembuluh darah.
Eritropoietin.
Eritropoietin diproduksi dan dilepaskan akibat pengaruh penurunan tekanan oksigen
suplai darah renal. Eritropoietin mencetuskan produksi sel darah merah (RBC/Red
15
blood cell) di sumsum tulang belakang. Ketika jaringan ginjal tidak berfungsi,
produksi eritropoietin berkurang dan bisa menyebabkan seseorang anemia.
Aktivasi vitamin D.
Ragkaian langkah yang dibutuhkan untuk aktivasi vitamin D adalah hormon.
Beberapa langkah ini berlangsung di kulit ketika terpapar sinar ultraviolet dan proses
lainnya berlangsung di hepar. Di tempat inilah, vitamin D diubah menjadi bentuk aktif
(1,25-dihydroxy-cholecalciferol) di ginjal. Aktivasi vitamin D dibutuhkan oleh absorbsi
kalsium di saluran intestinal dan menjaga keseimbangan kalsium (Ignatavicius &
Workman, 2006).
2. Ureter
Ureter adalah struktur tubular yang masuk ke dalam kandung kemih dari pelvik
ginjal.Urin masuk kedalam pelvic ginjal melalui duktus coleduktus dan masuk ke
kandung kemih melalui ureter. Urin yang dialirkan dari ureter ke kandung kemih
biasanya dalam keadaan steril.
3. Kandung kemih (Bladder)
Dinding dari bladder terdiri dari 4 lapisan yaitu: mukosa bagian dalam, sub mukosa,
lapisan otot, dan lapisan serosa. Lapisan otot mempunyai serabut-serabut jaringan
otot yang membentuk otot detrusor. Disamping itu, bladder juga mempunyai spincter
yang berfungsi mengatur pengeluaran urin.
4. Uretra
Uretra berfungsi mengalirkan urin dari bladder ke meatus uretra. Dalam kondisi
normalnya aliran urin yang mengalami turbulensi membuat urine bebas dari bakteri.
Membrane mukosa melapisi uretra, kelenjar uretra mensekresi lender ke dalam
saluran uretra.
A. Fisiologi Urinaria
Dinding kandung kemih memiliki empat lapisan: lapisan mukosa didalam, sebuah
lapisan submukosa pada jaringan penyambung, sebuah lapisan otot, dan sebuah
lapisan serosa di bagian luar. Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4 sampai
6,5 cm. uretra pada pria memiliki panjang 20 cm. uretra pada pria ini terdiri dari tiga
bagian,yaitu uretra prostatic, uretra membranosa, dan uretra penil atau uretra
kavernosa. Pada wanita, meatus urinarius (lubang) terletak di antara labia minora,
diatas vagina dan dibawah klitoris. Pada pria, meatus terletak pada ujung distal penis.
16
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Eliminasi BAK
1. Pertumbuhan dan perkembangan
Bayi dan anak-anak mengekresikan urine dalam jumlah yang besar di
bandingkan dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Misalnya, anak berusia 6
bulan dengan berat badan 6-8 kg mengekresikan 400 sampai 500 ml urine setiap
harinya. Berat badn anak sekitar 10% dari berat badan ornag dewasa, tetapi
mengekresikan 33% urine lebih banyak daripada urine yang diekresikan orang
dewasa.Seorang anak tidak dapat mengontrol mikturisi secara volunteer samapi
berusia 18-24 bulan.
2. Faktor sosiokultural
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Ada masyarakat yang
mengharapkan agar fasilitas toilet merupakan sesuatu yang pribadi, sementara
ada budaya yang menerima toilet digunakan secara bersma-sama. Peraturan
sosial (misalnya saat istirahat sekolah) mepengaruhi waktu berkemih.
Pertimbangan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi klien harus
mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan sosial klien.
3. Faktor psikologis
Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih dan
frekuensi berkemih meningkat. Sorang individu yang cemas dapat merasakan
suatu keinginan untuk berkemih, bahkan seteah buang air beberapa menit
sebelumnya.
4. Kebiasaan pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting untuk
kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan distraksi (misalnya membaca)
untuk rileks.
5. Tonus otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi kandung
kemih dan kontrol spincter uretra eksterna.
6. Status volume
Ginjal memepertahakan keseimbangan sensitif antara retensi dan ekskresi cairan.
7. Kondisi penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih. Adanya
trauma pada saraf perifer yang menuju ke kandung kemih menyebabkan hilangnya
tonus kandung kemih.
17
8. Prosedur bedah
Stress karena pembedahan memacu kelenjar hipofisis posterior melepas sejumlah
ADH yang meningkatkan reabsorpsi air dan mengurangi ekskresi urine.
9. Obat-obatan
Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk meningkatkan
haluaran urine.
10. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih. Pemeriksaan
diagnostik (misalnya sistoskopi) yang melibatkan visualisasi langsung struktur
kemih dapat menyebabkan timbulnya edema lokal pada uretra dan spasme pada
spincter kandung kemih.
1. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat
(Silvia. Anderson Price, 1995). Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik
yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan
ketidak ade kuatan penggunaan insulin (Smeltzer & Bare, 2011).
2. Etiologi
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995
adalah:
18
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta
terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi
autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada individu
obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target insulin
diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam
meningkatkan efek metabolik yang biasa.
c. DM Malnutrisi
Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein
sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik
(Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta
pancreas.
d. DM Tipe Lain
- Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
- Penyakit hormonal
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang
merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif
dan rusak.
- Obat-obatan
Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin
Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide, phenothiazine
dan lain-lain.
3. Manifestasi klinis
Poliuria, polidipsi, polipagia, penurunan berat badan, kelemahan, keletihan,
mengantuk, malaise, kesemutan pada ekstremitas, infeksi kulit dan
pruritus,timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat.
19
4. Penatalaksanaan
Tujuannya:
a. Jangka panjang : mencegah komplikasi
b. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM
Penatalaksanaan DM
a. Diet
b. Latihan
c. Pemantauan
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl.
6. Komplikasi
a. Komplikasi metabolik
Ketoasidosis diabetik
HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
b. Komplikasi
Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati
Makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer).
2. Diagnosa keperawatan
a. Hipovolemia berhubungan dengan osmotik, kehilangan gastrik berlebihan,
masukan yang terbatas.
b. Defisit nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan
insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan sirkulasi.
d. Resiko tinggi perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endogen (ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain, penyakit
jangka panjang.
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. (Doengoes, 2000).
20
C. Intervensi
1. Hopovolemia berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik berlebihan,
masukan yang terbatas.
Data yang mungkin muncul:
Peningkatan haluaran urin, urine encer, haus, lemah, BB, kulit kering, turgor buruk.
2. Defisit nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan
insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme.
Data: Masukan makanan tidak adekuat, anorexia, BB menurun, kelemahan, kelelahan,
tonus otot buruk, dan diare.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan
fungsi lekosit/perubahan sirkulasi.
1. Definisi
Hipertiroidisme, suatu kondisi di mana terdapat kelebihan produksi hormon tiroid,
kondisi ini disebabkan oleh peningkatan fungsi tiroid dengan alasan apapun.
Kondisi ini dapat menyebabkan tirotoksikosis, sindrom klinis yang terjadi
merupakan akibat dari peningkatan hormon tiroid yang beredar di jaringan yang
terkena (Greenspan, 2004).
2. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala bayi yang menderita hipertiroid diantaranya adalah
(Djokomoeljanto, 2009):
a. Umum: Tak tahan hawa panas hiperkinesis, capek, BB turun, tumbuh cepat,
toleransi obat, hiperdefekasi, lapar.
b. Gastrointestinal : Makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegali.
c. Muskular: Rasa lemah.
d. Genitourinaria: Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomasti.
e. Kulit : Rambut rontok, kulit basah, berkeringat, silky hair dan onikolisis.
f. Psikis dan saraf : Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis periodik
dispneu.
g. Jantung : hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung.
h. Darah dan limfatik : Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar.
i. Skelet : Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang.
3. Patofisiologi
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
21
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi
pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis.
4. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat
alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien, resiko
pengobatan, dan sebagainya.
g. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan asuhan yang diberikan oleh seorang perawat
kepada seorang klien menggunakan proses keperawatan. Menurut Hidayat (2004),
proses keperawatan merupakan cara sistematis yang dilakukan oleh perawat
bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan
melakukan pengkajian, menetukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan
dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah
diberikan.
1. Pengkajian
Menurut Hidayat (2004), pengkajian merupakan langkah pertama dari proses
keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga
akan diketahui berbagai permasalahan yang ada.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito dan Moyet (2007) diagnosa keperawatan adalah suatu
pernyataan klinik yang menjelaskan tentang respons individu, keluarga, atau
masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan baik aktual atau
potensial.
3. Perencanaan
Menurut Hidayat (2004), perencanaan keperawatan merukan suatu proses
penyususnan bebrabagia intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk
mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien.
4. Pelaksanaan
Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan)yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan
(Hidayat, 2004). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal seperti
bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam
22
prosesdur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta memahami
tingkat perkembangan pasien.
5. Evaluasi
3. Manifestasi klinis
Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah,
Anoreksia, mual dan Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada
anak yang lebih besar), demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam
pada peritonitis, nyeri lepas, bising usus menurun atau tidak ada sama
sekali, konstipasi, diare, dysuria, iriitabilitas, gejala berkembang cepat,
kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala
pertama.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
a. Sebelum operasi
b. Operasi, pasca operasi
23
PROSES KEPERAWATAN KLIEN APPENDISITIS
PENGKAJIAN
a. WawancaraDapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnose keperawatan yang biasanya
muncul pada klien dengan appendicitis adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya continuitas jaringan/insisi bedah
2. Aktual / Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah
3. Ketidakseimbangan nutrisi
4. Cemas berhubungan dengan Perubahan status kesehatan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan Tidak adekuatnya pertahanan tubuh
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan Kurang terpaparnya informasi
EVALUASI
1. Melaporkan berkurangnya nyeri
2. Cairan tubuh seimbang
3. Nutrisi terpenuhi
4. Kecemasan berkurang
5. Menunjukan tidak ada tanda infeksi
24
g. Kebiasaan makan tinggi kolesterol/lemak dan protein (konsumsi daging) serta
rendah serat / Karbohidrat Refined yang mengakibatkan perubahan pada flora
feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan
protein dan lemak yang bersifat karsinogenik.
3. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik. Bisa dijumpai tanpa keluhan
sampai adanya keluhan berat dan tergantung pada lokasi / besarnya tumor.
4. Penatalaksanaan
Tindakan pencegahan perlu dilakukan dan mencakup pendidikan mengenai diet agar
individu meningkatkan asupan buah, sayur, makanan kasar dan padi-padian untuk
meningkatkan masa makanan menurunkan lemak dan menyediakan antioksidant.
5. Penatalaksanaan Medik
Keberhasilan pengobatan kanker kolorektal ditentukan oleh stadium saat diagnosis
dibuat.
6. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan Klien dengan bedah usus:
A. Pra-Operatif
1. Pastikan tanda-tanda valid untuk prosedur. Ini berguna bagi pasien dan anggota
keluarga untuk memahami prosedur dan kemungkinan risiko dan keunggulan,
sebaiknya altenatif untuk persiapan prosedur.
2. Kaji pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur, klarifikasi dan
interpretasikan sesuai kebutuhan.
3. Pemasangan NGT. Meskipun sering dilakukan pemasangan di kamar bedah
hanya untuk pembedahan, NGT dapat dipasang preoperative untuk membuang
sekresi dan mengosongkan isi lambung.
4. Prosedur persiapan usus. Antibiotok oral dan parenteral sebaiknya kathartik dan
enema/ ditelan dapat diberikan preoperative untuk membersihkan usus dan
mengurangi risiko kontaminasi peritoneal oleh isi usus selama pembedahan.
B. Pasca-Operatif
1. Perawatan rutin untuk klien bedah. Monitor TTV dan intake dan output, meliputi
drainase lambung dan lainnya dari drain luka. Kaji perdarahan dari insisi
abdomen dan perineal, kolostomi, atau anus.
2. Monitor bising usus dan derajat distensi abdomen. Manipulasi pembedahan dari
usus manghentikan peristaltic, menyebabkan ileus.
25
3. Sediakan obat mengurangi nyeri dan pemeriksaan rasa nyaman seperti
perubahan posisi
4. Kaji status pernafasan, sangga abdomen dengan selimut atau bantal untuk
membantu batuk
5. Kaji posisi dan Patensi NGT, persambungan suction. Bila selang terlipat, irigasi
dengan salin steril secara hati-hati.
6. Kaji warna, jumlah, dan bau drainase dan kolostomi (bila ada) catat berbagai
perubahan atau adanya bekuan atau perdarahan berwarna merah terang.
7. Hindari pemasangan temperature rectal, suppositoria atau prosedur rectal lain
sebab dapat merusak garis jahitan anal, menyebabkan perdarahan, infeksi atau
gangguan penyembuhan.
8. Pertahankan cairan intravena ketika masih dilakukan suction naso gastric.
9. Pemberian antacid, antagonis histamine 2 reseptor dan terapi antibiotic
dianjurkan.
10. Anjurkan ambulasi untuk merangsang peristaltic
11. Mulai pengajaran dan perencanaan pulang.
26
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEPATITIS
1. Definisi
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difusi pada jaringan yang dapat disebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia.
2. Etiologi
Dua penyebab utama hepatitis adalah penyebab virus dan penyebab non virus.
Sedangkan insidensi yang muncul tersering adalah hepatitis yang disebabkan oleh
virus.
3. Klasifikasi dan Penyebab Hepatitis
Hepatitis A B C D E
Masa inkubasi 14 – 49 hari 30-180 hari 15-150 35 hari 14-63
(+/- 28 hari) (+/= 75 hari) hari hari
Cara
penularan
· fekal– oral Ya Tidak Tidak Tidak Ya
· parenteral Ya Ya Ya Tidak
· lain – lain Akhir ini bisa Kontak Kontak Kontak “water
? seks, kontak seks seks borne”
“water borne” serumah Kontak Kontak
Transmisi serumah serumah
Vertikal
Tipe penyakit Biasanya Bervariasi Bervariasi Biasanya Biasan
akut akut ya akut
(fulminan)
Carrier kronik Tidak 5-10% 80% 70-80% Tidak
Cah Tidak 50% Ya Ya Tidak
Sirosis 20% 20%
Hepatoma Ya
Mortalitas 0.1-0.2% 0.5-2% 30% pada 15-20%
Tanpa pasien pada
Komplikasi kronis wanita
hamil
4. Manifestasi klinik
Menifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama. Manifestasi
klinik dapat dibedakan berdasarkan stadium.
5. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus
dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.
3. Pemeriksaan Penunjang
28
a. Terapi mencakup antacid, suplemen vitamin dan nutrisi, diet seimbang, diuretic
penghemat kalium (untuk asites); hindari alcohol
b. Kolkisin dapat memperlama kesintasan pada pasien dengan sirosis ringan
sampai sedang.
Penatalaksana Keperawatan
Meningkatkan Istirahat
a. Posisikan tempat tidue untuk mencapai efektivas pernapasan yang maksimal
berikan oksigen jika diperlukan
b. Mulai upaya untuk mencegah gangguan pernapasan, sirkulasi, dan vascular
c. Dorong pasien untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap dan rencanakan
istirahat dengan aktivitas dan olahraga ringan
29
Memantau dan menangani komplikasi
d. Pantau perdarahan dan hemoragi
e. Pantau stastus mental pasien dengan saksama dan laporkan perubahan yang
ditemukan sehingga terapi ensefalopati dapat dimulai secara tepat
f. Secara cermat pantau kadar elektrolit serum dan perbaiki jika hasil pemeriksaan
tidak normal
g. Berikan oksigen jika terjadi desaturasi oksigen; pantau adanya demam atau nyeri
abdomen, yang dapat memadai awitan peritonitis bacterial atau infeksi lain
h. Kaji status kardiovaskular dan respirasi; berikan diuretic, implementasikan
pembatsan cairan, dan aturposisi pasien jika perlu
Meningkatkan Asuhan di Rumah dan Komunitas
Persiapan pasien untuk pulang dengan memberikan intruksi diet, termasuk menghapus
alcohol dari diet.
I. Pengertian
Gastritis adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan-kerusakan erosi.
II. Etiologi
A. Gastritis Akut.
Inflamasi akut dari dinding lambung yang biasanya terbatas pada mukosanya
saja terjadi atas gastritis eksogen dan endogen yang akut.
B. Gastritis Kronis
Merupakan suatu inflamasi kronik yang terjadi pada waktu lama pada permukaan
mukosa lambung, penyebabnya belum diketahui secara langsung,
III. PATOFISIOLOGI
Pada gaster yang terjadi peradangan pada lapisan mukosa terjadi kemerahan,
edema dan meradang, biasanya peradangan ini terbatas pada mukosa saja.
MANIFESTASI KLINIS
A. Gastritis Akut
1. Gastritis Akute Eksogen Simple
2. Gastritis Akute Eksogen Korosiva
3. Gastritis Infeksiosa Akut
4. Gastritis Hegmonos Akut
30
B. Gastritis Kronis, terdiri dari:
1. Gastritis Superfisialis.
2. Gastritis Atropikan
3. Gastritis Hypertropik Kronik
31
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTRITIS
A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat.
2. Sirkulasi
3. Integritas Ego
4. Eliminasi.
5. Makanan / Cairan
6. Neorosensori
7. Nyeri/Kenyamanan
8. Keamanan
32
Lethargi, mual persisten, muntah (berhubungan dengan peningkatan sampah
metabolik berupa ureum dan kreatinin), diare, dehidrasi, nafas feton uremik, SSP:
lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang.
6) Nilai Laboratorium
Output urine berkurang (hematuria), blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin
meningkat, hiperkalemia menyebabkan disritmia jantung, asidosis metabolic.
7) Penatalaksanaan
Dialisis (hemodialisis atau peritoneal dialisis, penanganan hiperkalemia dapat
diatasi dengan pemberian bicarbium bicarbonat diberikan untuk menaikkan pH
plasma, glukosa, insulin, kalsium glukonat, pengurangan produk kalium eksternal.
c. Gagal Ginjal Kronik (GGK)
1) Pengertian
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah gangguan renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer &
Bare, 2002).
2) Etiologi
Penyakit sistemik DM, glomerulonefritis kronis (infeksi pada glomerulus dan
nefron), pielonefritis (infeksi pada piala ginjal), hipertensi yang tidak
terkontrol, obstuksi tractus urinaria, infeksi, medikasi, agen toksik,
lingkungan dan agen berbahaya (timah, merkuri, dan kromium) (Smeltzer
& Bare, 2001).
3) Manifestasi klinis
a). Gejala Cardiovaskuler
b). Gejala integumen
c). Gejala gastrointestinal
d). Gejala Pulmoner
e). Gejala neurologi
f). Gejala Muskuloskeletal
g). Gejala produktif
4) Stadium GGK
Terdapat 5 (lima) stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan
melalui penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR). Untuk
menghitung GFR akan diperiksakan sampel darah penderita ke
laboratorium untuk melihat kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin adalah
33
produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring dari
dalam darah oleh ginjal yang sehat. Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal
ginjal kronis sebagai berikut:
a) Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/menit)
b) Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/menit)
c) Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
d) Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/menit)
e) Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/terminal (<15 ml/menit)
5) Pemeriksaan Penunjang
Kreatinin plasma meningkat, penurunan bikarbonat plasma, hiperkalemia,
peningkatan fosfat dan kalsium plasma, leukosit dan trombosit normal,
pemeriksaan urin (kliren kreatinin meningkat).
6) Pemeriksaan Diagnostik
Urine, darah, osmolalitas serum, pielogram retrograd, arteriogram ginjal,
USG ginjal, biopsi ginjal, endoskopi, EKG, dan photo thorax.
7) Penatalaksanaan
Terapi konservatif.Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah
memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan
akibat akumulasi toksin azotemia.
Peranan diet. Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk
mencegah atau mengurangi toksin azotemia.
8) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
a) Pengkajian
Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau somnolen).
Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi; nyeri dada
(angina).
Integritas Ego
Gejala: Faktor stress, contoh financial, hubungan, dan sebagainya,
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Makanan / Cairan
34
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa
metelik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia), penggunaan
diuretik.
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal),
penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi,
riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan,
penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang.
Pemeriksaan Diagnostik
Urine: volume : biasanyakurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau
urine tak ada (anuria), warna : urine keruh mungkin disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, partikel kolod, fosfat atau urat, sedimen kotor,
kecklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin, Berat
jenis : kurang dari 1.015, Natrim: lebih besar dari 40 mEq/L karena
ginjal tidak sanggup merabsorbsi natrium, Protein: derajat tinggi
proteinuria (3-4+).
b) Diagnosa keperawatan
(1) Hipovolemia berhubungan dengan penurunan output urine, diet
berlebihan, retensi cairan dan natrium
(2) Defisit nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh bhd dengan anorexia,
mual, muntah dan pembatasab diet.
(3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah
interprestasi informasi.
(4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur dialysis.
(5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketergantungan,
perubahan peran, body image dan disfungsi sexual.
35
ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI
1. Benigna Prostat Hypertropy (BPH)
a. Definisi
BPH adalah pembesaran progresif atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat
membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran keluar urine dengan menutupi orifisium uretra, dapat
menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. secara umum pada pria lebih
tua dari 50 tahun.
b. Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara
pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada hormon
androgen, dan endokrin dan dapat pula dianggap undangan (counter part).
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua,
tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1) Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2) Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis. Adapun gejala dan tanda yang
tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:
a) Retensi urin
b) Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
c) Miksi yang tidak puas
d) Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
e) Pada malam hari miksi harus mengejan
f) Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
g) Massa pada abdomen bagian bawah
h) Hematuria
i) Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk
mengeluarkan urin)
j) Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi
k) Kolik renal
l) Berat badan turun
m) Anemia
c. Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
1) Observasi
36
2) Medikamentosa
3) Pembedahan
4) Alternatif lain (misalnya: kriyoterapi, hipertermia, termoterapi, terapi
ultrasonic).
d. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara
lain:
a) Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower
Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin
lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah
miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa
urgensi, frekuensi serta disuria.
b) Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu.
Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin
akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis
sampai syok - septik.
2) Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan Agen injuri fisik, pembedahan
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak
adekuat, prosedur invasif.
c. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya
berhubungan dengan kurang informasi dan kognitif.
d. Syndrom defisit self care berhubungan dengan kelemahan, penyakitnya
37
Pada kebanyakan penderita batu saluran kemih tidak ditemukan penyebab
yang jelas (idiopatik), akan tetapi ada beberapa faktor-faktor yang berperan pada
pembentukan batu saluran kemih.
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang ditemui adalah:
- Nyeri di daerah pinggang
- Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada
- Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok
- Batu nampak pada pemeriksaan pencitraan.
- Gangguan fungsi ginjal.
- Pernah mengeluarkan batu kecil saat kencing.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien urolithiasis adalah
radiografi ginjal, ureter, dan kandung kemih (KUB radiograph). Intra Venous
Pyelogram (IVP) juga sering dilakukan untuk mengetahui tempat sumbatan dan
keparahannya. Urinanalisa menunjukkan hematuria mikroskopis atau gros, sel darah
putih (SDP), perubahan pH, dan kristal kalsium, asam urat, atau sistin yang
menunjukkan batu.
5. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksaan batu saluran kemih adalah menghilangkan obstruksi,
mengobati infeksi, menghilangkan rasa nyeri serta mencegah terjadinya gagal ginjal
dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (Wijaya dan Putri, 2013: 254).
38
c. Manifestasi klinik
UTI pada sistitis mencakaup nyeri yang sering dan rasa panas ketika
berkemih, spasme pada area kandung kemih dan suprapubik. Hematuria dan
nyeri punggung juga dapat terjadi. Tanda dan gejala UTI bagian atas
(pielonefritis) mencakup demam, menggigil, nyeri panggul, dan nyeri ketika
berkemih. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya nyeri dan nyeri tekan di area
sudut kostovertebral (CVA).
d. Evaluasi diagnostik
1) Hitung koloni
Infeksi UTI diagnosis adanya bakteri dalam urine, hitung koloni sekitar
100.000 koloni permililiter urine dari tamping aliran tengah atau dari
specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
2) Temuan di tingkat sel
Sel leukosit juga terdeteksi pada infeksi UTI, sejumlah besar sel ini
berhunbungan dengan UTI bagian atas daripada bagian bawah.
3) Kultur urine
Kultur urine dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya organisme
spesifik.Telah dianggap bahwa kelompok pasien berikut ini harus dilakukan
kultur urine jika terdapat bekteriuria.
e. Penatalaksanaan
Penanganan UTI yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif
menghilangkan bakteri dari tarktus urinarius dengan efek minimal terhadap
flora fekal dan vagina. Variasi program penanganan telah berhasil menangani
infeksi traktus urinarius nonkomplikasi pada wanita, dari pemberian dosis
tunggal, program medikasi short course (3-4 hari), atau long course 7-10 hari.
f. Proses keperawatan pada pasien UTI bawah
1) Pengkajian
Adanya nyeri, sering berkemih, urgensi dan hesitancy dan perubahan
dalam pola urine. Pola berkemih dikaji untuk mendeteksi faktor predisposisi
terjadinya UTI. Pengosongan kandung kemih yang tidak teratur, hubungan
seksual, praktik kontraseptif, dan hygiene personal di kaji.
2) Diagnosa
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan dapat
mencakup yang berikut:
a) Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi
uretra, kandung kemih, dan struktur traktus urinarius lain.
39
b) Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan sering berkemih,
urgensi dan hesitancy.
c) Kurang pengetahuan tentang faktor predisposisi infeksi dan
kekambuhan, deteksi dan pencegahan kekambuhan dan terapi
farmakologi (Smeltzer & Bare, 2001).
Definisi
Rhematoid arthritis merupakan suatu penyakit autoimun kronis dengan gejala nyeri,
kekakuan, gangguan pergerakan, erosi sendi dan berbagai gejala inflamasi lainnya.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis reumatoid mempunyai autoantibodi
di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan
yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi.
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Keperawatan
Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan
merasakan adanya perubahan pada sendi.
2. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna
kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
2. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
· Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
· Catat bila ada krepitasi
· Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
3. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
· Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
· Ukur kekuatan otot
40
4. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
5. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
3. Riwayat Psiko Sosial
[
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi
pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya
kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi
berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya
aspek body image dan harga diri klien.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah dengan
adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang sering
muncul yaitu:
1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi,
bengkok, deformitas.
2. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
3. Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
4. intoleransi aktifitas sehari-hari berhubungan dengan terbatasnya gerakan.
a. Pengertian
SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoantibodi dalam tubuh.
b. Etiologi
Hingga kini faktor yang merangsang sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak
normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran
ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.
c. Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus
2. Systemics Lupus
3. Drug-Induced
41
d. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibodi yang berlebihan.
e.Tanda dan gejala
Tanda atau gejala lainnya dari SLE telah dinyatakan oleh “American college of
rheumatology” yaitu 11 kriteria untuk klasifikasi SLE.
f. Manifestasi Klinis
1. Sistem Muskuloskeletal
2. Sistem integumen
3. Sistem kardiak
4.Sistem pernafasan
6.Sistem perkemihan
7.Sistem saraf
g. Pemeriksaan diagnostik
1. Ana Test
2. Anti ribosomal P
3. Anti Kardiopilin
4. Coombstest
5. Pemeriksaan Darah lengkap
6. Urinalisasi
h. Evaluasi Diagnostik
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil
pemeriksaan darah.
i. Komplikasi
1.Vaskulitis
2.Perikarditis
3. Myocarditis
4. Anemia Hemolitik
5. Intra Vaskuler Trombosis
6. Hypertensi
7. Kerusakan Ginjal Permanen
8. Gangguan Pertumbuhan
j. Penatalaksanaan
- Medis
- Keperawatan
k. Pencegahan
42
1. Hindari sinar matahari berlebihan
2. Makan makanan yang sehat
3. Hindari infeksi, misalnya infeksi luka tatto
4. Bagi remaja perempuan sangat dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan
yang mengandung hormon estrogen.
REFERENSI
Barrett, K. E., Barman, S. M., Boitano, S., & Brooks, H. L. (2016). Ganong’s Review of
Medical Physiology (25th ed.). New York. Retrieved from Mc Graw Hill Education
Ignatavicius, D. D., Workman, M. L., Blair, M., Rebar, C., & Winkelman, C. (2016). Medical
Surgical Nursing Patient-Center Collaborative Care (eight). Missouri: Elsevier.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., & Bucher, L. (2014). Study Guide for Medical-Surgical
Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. Study Guide for
Medical-Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems (9th
ed.). Elsevier Inc. Retrieved from
https://books.google.com/books?id=4VcMBAAAQBAJ&pgis=1
Sherwood, L. (2011). Fisiologl Manusia dari Sel ke Sistem (Vol. 6). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner and
Suddarth’s Text Book of Medical Surgical Nursing (Twefth). Philadelphia: Lippincott
Wiiliams & Wilkins.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2011). Textbook of medical surgical nursing (10 ed. Vol. 1).
Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Smeltzer, S.C (2011) Keperawatan Medikal-Bedah, Brunner & Suddarth, EDC 12,
Jakarta, EGC
Wilkinson J.M (2010) Diagnosis Keperawatan, Diagnosis Nanda-I, Intervensi NIC, Hasil
NOC, Edisi 10,EGC Jakarta
Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI (2018), Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI), Jakarta.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI), Jakarta.
43
MATERI PRAKTIKUM
Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik kemudian dikaji untuk memastikan data subyektif yang didapat dari
pasien. Abdomen diinspeksi, diauskultasi, di palpasi dan diperkusi. Pasien
ditempatkan pada posisi supine. Kontur dan simetrisitas dari abdomen dilihat
dengan identifikasi penonjolan lokal, distensi atau gelombang peristaltik. Auskultasi
dilakukan sebelum palpasi dan perkusi untuk mencegah terjadi perubahan
motilitasi usus. Karakter, lokasi dan frekwensi usus dicatat, timpani atau pekak
dicatat selama perkusi. Palpasi digunakan untuk mengidentifikasi massa abdomen
atau area nyeri tekan.
44
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PENCERNAAN
Pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan system pencernaan meliputi
pemeriksaan yang kompherensif dari status nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi
mulut dan pharing, abdomen, anus /rectum. Tahapan pemeriksaan fisik diawali
dengan inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi yang pada pemeriksaan system
lain tidak menekankan urutan seperti ini. Hal ini dikarenakan perubahan nilai atau
kualitas hasil bila palpasi atau perkusi dilakukan terlebih dahulu. Sebagai contah
adalah frekuensi peristaltic usus dapat berubah oleh suhu tangan pemeriksa oleh
karenanya auskultasi dahulu peristaltic baru kemudian palpasi abdomen.
Tujuan
1. Mendapatkan data lengkap untuk menegakan diagnosa keperawatan yang
akurat
2. Membantu individu mengatasi perubahan kehidupan sehari – hari secara efektif
dan perawatan diri baik potensial maupun actual yang disebabkan oleh adanya
masalah kesehatan atau penyakit
Dilakukan pada / indikasi
Pasien yang mengalami gangguan system pencernaan
Persiapan alat
1. Stetoskop
2. Bath scale ( timbangan )
3. Meteran
4. Spatel lidah
5. Pen light
6. Sarung tangan
45
EVALUASI (√)
No. KRITERIA PENILAIAN
YA TIDAK
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
Pemeriksaan mulut dan orofaring
8 Inspeksi :
- bibir terhadap bentuk, posisi, gerakan, kondisi warna, lesi
- Mukosa mulut terhadap warna, tekstur, lesi, bengkak,
perdarahan
- Gusi terhadap karateristik, warna
- Geligi terhadap sumbatan, jumlah puncak belakang gigi
berada
- Warna, dan karateristik permukaan pada bagian bawah gigi
- Lidah mengenai warna, tekstur, ukuran,lapisan, atau ulserasi
- Dasar mulut terhadap warna, karateristik permukaan,
- Palatum keras dan lunak, warna, kontur, dan gerakan
- Area tonsilar terhadap ukuran, warna, eksudat
- Dinding faringeal posterior, terhadap warna, rabas, lesi
9 Palpasi :
- Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk
- Palpasi terhadap adanya ulserasi, tumor /pembengkakan
- Palpasi palatum dengan jari telunjuk dan rasakan terhadap
adanya fisura dan pembengkakan
- Palpasi lidah dan dasar mulut terhadap nyeri tekan, massa
- Teknik : gunakan sarung tangan, palpasi lidah diantara ibu jari
tangan dan ujung jari telunjuk
- Palpasi dasar mulut dengan jari telunjuk
Pemeriksaan Perut
10 Inspeksi:
- Bibir terhadap bentuk, posisi, gerakan, kondisi warna, lesi
- Mukosa mulut terhadap warna, tekstur, lesi, Bengkak, dan
perdarahan
- Gusi terhadap karateristik, dan warna
- Geligi terhadap keutuhan, caries gigi, warna, dan kebersihan
gigi
- Lidah mengenai warna, tekstur, ukuran, lapisan, atau ulserasi
- Dasar mulut terhadap warna, karateristik permukaan,
- Palatum keras dan lunak, warna, kontur, dan gerakan
- Area tonsilar terhadap ukuran, warna, dan eksudat
Dinding faringeal posterior, terhadap warna, rabas, lesi.
11 Palpasi:
- Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk
- Palpasi terhadap adanya ulserasi, tumor/ pembengkakan
46
EVALUASI (√)
No. KRITERIA PENILAIAN
YA TIDAK
- Palpasi palatum dengan jari telunjuk dan rasakan terhadap
adanya fisura dan pembengkakan
- Palpasi lidah dan dasar mulut terhadap nyeri tekan, massa
- Teknik : gunakan sarung tangan, palpasi lidah diantara ibu jari
tangan dan ujung jari telunjuk
- Palpasi dasar mulut dengan jari telunjuk
Pemeriksaan Perut
12 Inspeksi:
- Kulit terhadap warna, karakteristik permukaan, jaringan perut,
dan lesi
- Umbilicus untuk kontur dan simetris
Auskultasi:
- Succutio Sflash (menilai cairan yang teresidu dalam lambung.
Cara: Klien tidur telentang, kedua lutut difleksi. Dengan
mengocok lambung sambil mendengarkan fluktuasi cairan
dengan stetoskop.
(bagian diagfragma) positif bila terdengar bunyi fluktuasi
cairan seperti bunyi yang dihasilkan bila kita mengocok air
dalam botol
- Bising usus terhadap frekwensi.
Cara: tempatkan stetoskop pada abdomen dengan sedikit
tekanan.
- Gunakan diafragma stetoskop karena bising usus bernada
tinggi. Kembangkan dan gunakan rute sistematik (frekuensi 5-
35x/menit)
- Dengarkan apakah ada bruit/desiran
Teknik : tempatkan bel dari stetoskop di atas area epigastrik
dan keempat kuadran.
Perkusi
- Teknik: Lakukan perkusi di semua kuadran terhadap timpani
atau pekak, lakukan secara sistemik
- Batas Hepar
Teknik : mulai pada garis midklavikula kanan bawah (GMK),
Perkusi ke arah atas di bawah tepi kostal sepanjang GMK
sampai bunyi timpani berubah menjadi pekak. Tandai lokasi
dengan pena. Mulai pada GMK kanan atas ke arah bawa dari
bunyi resonan berubah menjadi pekak, kemudian tandai
lokasi tersebut dan ukur dengan penggaris rentangnya.
- Limpa
Teknik : mulai perkusi ke bawah tepat posterior sampai atau
pada garis kira-kira lintasan midxilaris kiri dari iga ke enam
sampai ke sebelas.
- Lambung terhadap gelembung:
Teknik perkusi pada area kerangka iga anterior bawah kiri dan
pada region kiri epigastrik.
Palpasi:
Teknik:
- Setiap kuadran palpasi terhadap Tonus, adanya nyeri tekan,
dan massa. Mulai dengan palpasi ringan dengan cara
sistematik melanjutkan palpasi dalam.
47
EVALUASI (√)
No. KRITERIA PENILAIAN
YA TIDAK
- Tanyakan klien tentang area nyeri tekan, dan palpasi area ini
terakhir.
- Bila massa teraba, lihat penempatan umum isi abdomen
untuk membantu membedakan dari kondisi abnormal.
- Tanda Murphy (menilai kemungkinan peradangan pada
kandung empedu/Murphy positif).
Teknik: klien posisi terlentang dengan kedua lutut fleksi dan
kedua ekstremitas atas terangkat keatas. Dengan
menggunakan ibu jari tangan kiri menekan daerah empedu
Bergradasi dan secara perlahan-lahan. Daerah empedu yaitu
2 jari dibawah costa midklavikula kanan, Dengan tetap
menekan, klien disuruh menarik nafas dalam bila klien
menghentikan napasnya karena rasa sakit dikatakan tanda
Murphy positif.
- Untuk menentukan cairan di peritoneum, lakukan cara
fluktasi.
- Teknik : Klien tidur terlentang, pemeriksa menekan perut dari
kiri hingga cairan mengalir ke kanan melalui celah yang
sempit. Tangan kanan pemeriksa akan merasakan aliran tadi
dan sebaliknya (jika teraba/terasa, fluktuasi positif)
- Cara shifting dullness. Klien dalam posisi terlentang, perut
klien Diperkusi mulai dari garis tengah menuju ke tepi sambil
memperhatikan bunyi yang dihasilkan, bila terdengar
perubahan timpani ke redup, tangan kiri di fixir dilokasi
tersebut, kemudian posisi klien dimiringkan dengan posisi
tangan kiri tetap seperti semula, lakukan perkusi, bila tempat
yang terjadinya redup berubah timpani berarti terdapat asites.
Puddle.
Dengan posisi klien telungkup, dengan kedua lutut,cairan
asites akan berkumpul (cara ini tidak lazim dilakukan)
- Hepar tak dapat diraba, atau bila teraba mengindikasikan
pembesaran atau jika teraba harus padat, halus tak nyeri
tekan
Metode satu tangan.
- Teknik: Klien tidur terlentang dengan ke-2 lutut fleksi, kedua
ektremitas diangkat keatas, untuk memudahkan pemeriksaan
pemeriksa berada di sisi kanan klien, dengan posisi tubuh
agak menyerong mengarah keatas. Tangan kiri pemeriksa,
menempel dipinggang kanan klien. Tangan kanan diletakan
lebih kurang 2-3 jari dari kosta, Dengan ujung jari lakukan
Perabaan sampai ke bawah kosta untuk memudahkan
perabaan anjurkan klien menarik nafas dalam. Pada saat
ekspirasi, coba untuk merasakan tepi hepar.
Metoda dua tangan.
- Teknik : Klien tidur telentang dengan
- Kedua lutut fleksi, kedua ekstremitas diangkat keatas,
Pemeriksa berada disisi kanan klien, dengan posisi
menyerong mengarah ke ekstremitas bawah. Dengan 2
tangan meraba hati dengan menekan kebawah keatas pada
tepi sisi kosta atau iga kanan. Untuk memudahkan perabaan,
48
EVALUASI (√)
No. KRITERIA PENILAIAN
YA TIDAK
klien dianjurkan menark napas dalam.
Limpa.
- Teknik: posisi pemeriksa dan klien seperti pada palpasi hepar.
Tempatkan tangan kiri pemeriksa diatas sudut kosta vertebral
kiri (CVA) dibawah garis kosta anterior kiri. Palpasi limpa
dengan tangan kiri mendorong limpah ke atas dan ujung-
ujung jari tangan kanan menekan limpah dan merasakan.
Sebelum palpasi, klien dianjurkan menarik nafas dalam.
Anus.
Teknik : Posisi klien dorsal rekumben
- Lakukan pemeriksaan apakah ada hemoroid, lesi atau
kerusakan. lakukan touché, rasakan ada tidaknya nodula,
massa, dan nyeri tekan.
RIWAYAT KEPERAWATAN :
- Jenis makanan
- Nafsu makan
- Pola bab
- Gangguan yg pernah & sedang dialami
- Pola sehat/sakit (riw kesh : skrg, dahulu, keluarga, pola pemeliharaan kesh)
- Keluhan utama (pqrst)
- Fungsi sist. Pencernaan (nyeri mulut, kerongkongan, perut, rektum, sulit telan)
- Pembedahan, penggunaan laksative/enema
- Pola pemeliharaan kesehatan : merokok (ca mulut), alkoholik, kafein, perawatan
gigi & gusi, aktifitas olahraga, sumber stress
INSPEKSIMULUT& FARING
- Klien duduk berhadapan dg perawat (sejajar)
- Amati keadaan bibir : cyanosis, kering/basah, luka, labioschizis.
- Anjurkan membuka mulut, atur pencahayaan, amati gusi & gigi : normal? Sisa
makanan, kebersihan & bau, caries, karang gigi, perdarahan, abses.
49
- Pemeriksaan gigi dg cara mengetuk secara sistematis, bandingkan gigi kanan, kiri,
atas, bawah.
- Lidah : warna, kotor/bercak-bercak, kesimetrisan.
- Selaput lendir : warna, pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan, ulkus,
perdarahan.
- Dgn spatel lidah yg terbungkus kassa, anjurkan klien utk membuka mulut, tekan
lidah ke bwh.
- Kemudian amati faring thd kesimetrisan uvula.
- Amati labiopalatoschizis, luka, tonsil, meradang?, perubahan suara, dahak/lendir
yg menutup, benda asing.
50
II. PEMASANGAN NGT DAN BILAS LAMBUNG
Pengertian
Pemasangan NGT adalah pemasukan selang plastik atau karet fleksibel yang
pendek atau panjang ke dalam lambung atau usus melalui hidung (Smeltzer & Bare,
2012).
1. Tujuan
a. Untuk dekompresi lambung dan mengeluarkan gas dan cairan
b. Untuk mendiagnosa motilitas gastrointestinal
c. Untuk memberikan obat-obatan dan makanan
d. Untuk mengobati obstruksi atau sisi perdarahan
e. Untuk mengambil kandungan lambung untuk pemeriksaan laboratorium
2. Indikasi
a. Pasien dengan masalah saluran pencernaan atas (stenosis esophagus, tumor
mulut atau faring atau esofagus)
b. Pasien yang tidak mampu menelan
c. Pasien pasca operasi pada hidung, faring, atau esofagus
d. Pasien dengan penurunan kesadaran
3. Alat dan Bahan
a. Selang NGT (untuk dewasa ukuran 8-16 Fr, untuk anak ukuran 5-7 Fr)
b. Spuit kateter tip besar 50ml utk dewasa, 30ml untuk anak
c. Lubrikan larut air (mis. K-Y jeli)
d. Handuk
e. Tisu
f. Plester anti alergi
g. Stetoskop
h. Sarung tangan bersih
i. Near beken (baskom piala ginjal)
j. Penlight atau senter
k. Spatel lidah
l. Peniti atau pembalut karet
m. Kertas tes PH
51
4. Prosedur
a. Memberikan ucapan salam
b. Menjelaskan tujuan prosedur
c. Persiapkan alat
d. Jaga privasi pasien
e. Cuci tangan
f. Kaji kebutuhan pemberian makan pasien melalui NGT : asupan nutrisi tidak
cukup, kelainan fungsi saluran cerna.
g. Elevasi kepala tempat tidur ( 45º)
h. Kaji pasien untuk pemberian yang tepat :
1) Tutup hidung pasien secara bergantian dan minta pasien untuk bernafas
2) Kaji reflek muntah
3) Tinjau kembali riwayat medik pasien terhadap masalah hidung dan resiko
aspirasi
i. Jelaskan pada pasien apa yang akan dilakukan, mengapa perlu dilakukan, serta
meminta pasien untuk bekerja sama
j. Jaga privasi pasien
k. Berdiri disisi yang sama dengan lubang hidung yang akan diinsersi, bantu pasien
pada posisi fowler tinggi kecuali jika ada kontraindikasi. Letakkan bantal di
belakang kepala dan bahu
l. Letakkan handuk diatas dada
m. Letakkan tisu dalam jangkauan
n. Persiapan untuk intubasi : Robek salah satu ujung pembungkus NGT untuk
memudahkan mengambil selang
o. Tentukan panjang selang yang akan dimasukkan dengan cara : mengukur jarak
dari ujung hidung sampai daun telinga lalu ke prosesus xifoideus sternum
(Gambar 22)
52
Gambar 23. Cara mengolesi selang NGT
r. Masukkan selang melalui lubang hidung ke belakang kerongkongan dengan hati-
hati (Gambar 24). Pasien mungkin ingin muntah, arahkan selang ke belakang dan
arah telinga. Penting diingat ketika selang masuk saluran pernafasan, pasien
akan batuk dan sianosis tapi gejala ini tidak muncul pada pasien dengan
penurunan kesadaran dan reflek gag yang lemah (Farrington, 2009).
Gambar 25.Cara membantu Gambar 26. Cara mengetahui agar selang tertelan
letak selang NGT
u. Periksa posisi selang NGT dengan beberapa cara yaitu (Farrington, 2009) :
1) Metode X-Ray, direkomendasikan untuk mengecek ketepatan posisi NGT,
namun metode ini jarang digunakan karena mahal
2) Metode Auskultasi, letakkan stetoskop diatas regio epigastrum, suntikan
udara melalui selang dan dengan bunyi udara (untuk bayi 1-2 cc udara, untuk
53
dewasa maksimal 5 cc udara) (gambar 26). Metode auskultasi tidak reliabel
karena suara dapat dihantarkan ke epigastrium tanpa menghiraukan posis
NGT ditempatkan di paru-paru, esofagus, lambung, duodenum, atau jejunum
proksimal.
3) Metode Aspirasi, lakukan aspirasi cairan lambung dengan spuit sampai terlihat
caiaran lambung dan evaluasi warna (bersih, kekuningan, kehijauan, kemerahan,
atau kecoklatan). Pemasangan NGT pada bayi menggunakan selang kecil sehingga
ketika diaspirasi selang dapat kolaps sehingga cairan bisa saja tidak terlihat.
v. Tes PH aspirasi dengan kertas PH (lakmus). Pada lambung, angka PH
menunjukkan 0-4
w. Potong plester sekitar 10 cm, letakkan ditengah selang dekat hidung lalu rekatkan
plester kehidung (Gambar 27)
54
H. PEMASANGAN OGT (ORAL GASTRIC TUBE)
1. Pengertian
Pemasangan OGT adalah pemasukan selang plastik atau karet fleksibel yang
pendek atau panjang ke dalam lambung atau usus melalui mulut
2. Tujuan
a. Untuk dekompresi lambung dan mengeluarkan gas dan cairan
b. Untuk mendiagnosa motilitas gastrointestinal
c. Untuk memberikan obat-obatan dan makanan
d. Untuk mengobati obstruksi atau sisi perdarahan
e. Untuk mengambil kandungan lambung untuk analisis
3. Indikasi
a. Pasien dengan masalah saluran pencernaan atas (stenosis esophagus, tumor
mulut atau faring atau esofagus)
b. Pasien yang tidak mampu menelan
4. Alat dan Bahan
a. Selang OGT (mis. Selang poliuretan atau Selang karet silikon)
b. Spuit barel atau spuit Asepto (10-30ml)
c. Plester kertas non alergik
d. Stetoskop
e. Sarung tangan bersih
f. Nearbeken (baskom piala ginjal)
5. Prosedur
a. Ucapkan salam
b. Menjelaskan tujuan prosedur
c. Persiapkan alat
d. Jaga privasi pasien
e. Cuci tangan
f. Kaji kebutuhan pemberian makan pasien melalui OGT: asupan nutrisi tidak
cukup, kelainan fungsi saluran cerna.
g. Tempatkan anak pada posisi telentang dengan kepala sedikit fleksi
h. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
i. Ukur selang untuk memperkirakan panjang pemasangan dengan cara mengukur
dari hidung ke daun telinga dan kemudian kee ujung prosesus xifoideus
55
Gambar 29. Cara mengukur panjang selang OGT
j. Masukkan selang melalui mulut
k. Arahkan selang kearah belakang tenggorokan
l. Periksa selang dengan menggunakan cara: injeksikan dengan spuit sedikit udara
(0,5 sampai 1ml untuk bayi premature atau bayi yang sangat kecil, dan sampai 5
ml untuk anak yang lebih besar)
m. Stabilkan selang dengan memplesterkannya ke pipi
n. Tutup selang OGT
o. Bantu pasien pada posisi yang nyaman
p. Lepas sarung tangan dan cuci tangan
q. Dokumentasikan tindakan
56
i. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
j. Bilas selang NGT dengan 20 ml Normal salin agar bersih dari cairan lambung
k. Buka pembalut karet yang merekat dibaju
l. Lepaskan plester yang melekat di ujung
m. Tarik selang NGT pelan-pelan sambil meminta pasien untuk bernafas
n. Bersihkan hidung dan mulut pasien menggunakan tisu
o. Lepas sarung tangan dan cuci tangan
57
urinasi.
- Hesitancy; mengejan : nyeri selama atau sesudah urinasi.
- Inkontinensia (stress inkontinensia; urge incontinence; overflow incontinence;
- Inkontinensia fungsional). Adanya inkontinensia fekal menunjukkan tanda
neurologik yang disebabkan oleh gangguan kandungkemih.
- Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan tidak adekuatnya
pengosongan kandung kemih.
- Pola nutrisi – metabolik
Kaji jumlah dan jenis cairan yang biasa diminum pasien : kopi, alkohol, minuman
berkarbonat. Minuman tersebut sering memperburuk keadaan inflamasi system
perkemihan.
- Kaji adanya dehidrasi ; dapat berkontribusi terjadinya infeksi saluran kemih,
pembentukkan batu ginjal, dan gagal ginjal.
Kaji jenis makanan yang sering dikonsumsi pasien. Makanan yang mengandung
tinggi protein dapat menyebabkan pembentukkan batu saluran kemih.
Makanan pedas memperburuk keadaan inflamasi system perkemihan.
Kaji adanya anoreksia, mual, dan muntah. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi
status cairan.
- Kaji kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin, mineral, dan terapi herbal.
B. Riwayat kesehatan masa lalu
1. Riwayat infeksi traktur urinarius
a. Terapi atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami untuk menanggani
infeksi traktus urinarius, berapa lama dirawat.
b. Adanya gejala panas atau menggigil.
c. Sistoskopi sebelumnya, riwayat penggunaan kateter urine dan hasil-hasil
d. pemeriksaan diagnostik renal atau urinarius
2. Riwayat keadaan berikut ini:
a. Hematuria, perubahan warna, atau volume urin.
b. Nokturia dan sejak kapan dimulainya.
c. Penyakit pada usia kanak-kanak (“strep throat”, impetigo, sindrom nefrotik).
d. Batu ginjal (kalkuli renal), ekskresi batu kemih ke dalam urin.
e. Kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius (diabetes
mellitus, hipertensi, trauma abdomen, cedera medula spinalis, kelainan
neurologi lain, lupus eritematosus sistemik, scleroderma, infeksi streptococcus
pada kulit dan saluran napas atas, tuberculosis, hepatitis virus, gangguan
kongenital, kanker, dan hyperplasia prostate jinak).
58
f. Untuk pasien wanita : kaji jumlah dan tipe persalinan (persalinan pervaginan,
sectio caesarea); persalinan dengan forseps; infeksi vagina, keputihan atau
iritasi; penggunaan kontrasepsi.
g. Adanya atau riwayat lesi genital atau penyakit menular seksual.
h. Pernahkah mengalami pembedahan ; pelvis atau saluran perkemihan.
i. Pernahkah menjalani terapi radiasi atau kemoterapi.
j. Kaji riwayat merokok. Merokok dapat mengakibatkan risiko kanker kandung
kemih. Angka kejadian tumor kandung kemih empat kali lebih tinggi pada
perokok daripada bukan perokok.
59
4. Antidepresant, antihistamin, dan obat-obatan untuk mengatasi gangguan
neurology dan musculoskeletal, dapat mempengaruhi kemampuan kandung
kemih atau sphinter untuk berkontraksi atau relaksasi secara normal.
F. Pola persepsi – kognitif
1. Apakah gangguan eliminasi urin mempengaruhi perasaan dan kehidupan
normal pasien.
2. Bagaimana perasaan pasien saat menggunakan kateter, kantung urin.
II. PEMERIKSAAN
A. Pemeriksaan Fisik
1. Umum : Status kesehatan secara umum : lemah, letarghi
2. Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
3. Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
4. Teknik pemeriksaan fisik Kemungkinan kelainan yang
ditemukan.
Inspeksi
a. Kulit dan membran mukosa. Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran
keringat.
b. Mulut
c. Wajah
d. Abdomen
e. Pasien posisi terlentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya massa atau
pembengkakan, kembung, Kulit dan membran mukosa yang pucat,
indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Tampak ekskoriasi,
memar, tekstur kulit kasar atau kering. Penurunan turgor kulit merupakan
indikasi dehidrasi.
Edema, indikasi retensi dan penumpukkan cairan.
Stomatitis, napas bau amonia
Moon face
Pembesaran atau tidak simetris, indikasi hernia atau adanya massa. Nyeri
permukaan indikasi disfungsi
renal. Distensi atau perut yang nyeri menetap, distensi, kulit mengkilap
atau tegang.
f. Meatus urinary
Laki-laki posisi duduk atau berdiri, tekan ujung gland penis dengan
memakai sarung tangan untuk membuka meatus urinary.
60
Pada wanita : posisi dorsal litotomi, buka labia dengan memakai sarung
tangan. Perhatikan meatus urinary
Palpasi
a. Ginjal
1) Ginjal kiri jarang dapat teraba, meskipun demikian usahakan untuk
mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi.
Jangan lakukan palpasi bila ragu karena dapat menimbulkan kerusakan
jaringan.
2) Posisi pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.
3) Letakkan tangan kiri dibawah abdomen diantara tulang iga dan lengkung
iliaka. Tangan kanan dibagian atas. mengkilap dan tegang, indikasi retensi
cairan atau ascites. Distensi kandung kemih, pembesaran ginjal.
Kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan, indikasi infeksi. Pada
laki-laki biasanya terdapat deviasi meatus urinary seperti defek kongenital.
Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau
patologis renal yang serius.
Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal.
Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal
kronik.
Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
4) Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara
tangan kiri mendorong ke atas.
5) Lakukan hal yang sama untuk ginjal kanan
6) Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi
distensi urin maka palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan
umbilicus.
Perkusi
a. Ginjal
1) Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
2) Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostovertebral (CVA),
lakukan perkusi atau tumbukan di atas telapak tangan dengan
menggunakan kepalan tangan dominan.
61
3) Ulangi prosedur untuk ginjal kanan
Jika kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan
sensitif.
Tenderness dan nyeri pada perkusi CVA merupakan indikasi
glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
4) Kandung kemih
a) Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume
urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat
diperkusi sampai setinggi umbilicus.
b) Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas
region suprapubic.
Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin 500 ml, maka
akan terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis pubis.
Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising)
pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan
aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).
63
5. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine.
b. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kateterisasi.
6. Perencanaan
64
7. Prosedur kerja
a. Cuci tangan
b. Berikan privasi pasien
c. Tinggikan bed klien sejajar dengan pinggang perawat
d. Hadapkan klien ke sebelah kiri, jauhkan meja klien dari tempat tidur, dan angkat
bedrail sebelah kiri klien
e. Pasang pengalas/perlak
f. Tempatkan klien dalam posisi yang benar adan minta pasien untuk rilek
1) Wanita : posisi supine dengan lutut fleksi dan rotasi eksternal.
2) Pria : posisi supine, dengan tungkai agak abduksi
g. Selimuti klien kecuali area perineum
h. Beri pencahayaan yang cukup. Berdirilah di samping kanan klien jika tangan
dominan adalah tangan kanan dan berdirilah di samping kiri klien jika tangan
dominan anda adalah tangan kiri.
i. Pakai sarung tangan disposible.
j. Bawa alat-alat kedekat pasien.
65
n. Periksa kondisi Perineum dan identifikasi uretra
o. Buka sarung tangan dan cuci tangan kembali
p. Siapkan cairan aquades ke dalam spuit sebanyak 5 - 30 ml sesuai yang tertera
pada kateter
q. Buka bungkus kateter kit, jaga kesterilan alat terutama bagian area dalam (jika
kateter terbungkus didalam kantong plastic, dekatkan kedekat perawat dan
letakkan didalam container yang disposibel.
66
1) Pertahan tangan tetap membuka labia dan letakkan ujung kateter pada bengkok
lalu masukkan secara hati-hati sampai ada tanda urine keluar lalu angkat tangan
non dominan dorong lagi masuk sampai seluruh kateter masuk kecuali cabang
yang tertinggal.
67
9) Tarik kateter dengan hati-hati untuk mengecek apakah kateter telah masuk dengan
baik.
10) Lepaskan duk bolong dari pasien.
11) Rekatkan kateter dibagian tengah paha dengan plester
12) Gantung urin bag ditempat tidur bagian samping dengan posisi lebih rendah
dengan bagian bledder.
13) Bersihkan daerah perineum dari jelly dan cairan antiseptic untuk mencegah iritasi
mukosa.
14) Pastikan aliran urine lancar
15) Rapikan alat-alat.
16) Posisikan pasien yang nyaman.
17) Buka sarung tangan dan cuci tangan.
8. Evaluasi
a. Urin keluar secara lancar tanpa hambatan melalui kateter
b. Tidak ada pendarahan atau tanda injuri pada meatus dan bledder selama
melakukan prosedur.
c. Tidak ada tanda-tanda infeksi selama 24 jam setelah pemasangan kateter.
d. Pasien memperlihatkan perilaku nyaman tanpa rasa nyeri
e. Lakukan dokumentasi
69
i. Pastikan untuk mengulang perawatan beberapa kali apabila kateter sudah kotor
oleh cairan dan pengganjal.
j. Tempatkan kain yang dibentuk bola pada wadah pembuangan/daur ulang yang
tepat.
k. Lepaskan sarung tangan dan kemudian cuci tangan.
7. Evaluasi
a. Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi saluran urinari.
b. Pasien memahami alasan dilakukan perawatan kateter.
c. Meatus dan area sekitarnya bersih, utuh dan terbebas dari cairan.
8. Dokumentasi
Dokumentasi waktu prosedur dilakukan dan kondisi area sekitar kateter.
INSPEKSI
Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan, keseimbangan cairan dan elektrolit, seks
dan reproduksi, metabolisme dan energi.
Hal-hal yang harus diamati :
- Penampilan umum
- Apakah klien tampak kelemahan berat, sedang dan ringan
- Amati bentuk dan proporsi tubuh
- Apakah terjadi kekerdilan atau seperti raksasa
- Pemeriksaan wajah
70
Fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk
dahi, rahang dan bibir pada mata, Amati adannya edema periorbita dan exopthalmus
serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul, Amati lidah klien terhadap kelainan
bentuk dan penebalan. Ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan.
Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid pada daerah leher, Apakah leher
tampak membesar, simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat disebabkan
pembesaran kelenjar tiroid, Apakah leher Distensi atau bendungan pada vena jugularis
dapat mengidentifikasikan kelebihan cairan atau kegagalan jantung. Amati warna kulit
(hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) pada leher, apakah merata Bila dijumpai
kelainan kulit leher.lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh selakigus,
Apakah terjadi Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut Biasanya dijumpai pada klien
yang mengalami hipofungsi kelenjar adrenal, Apakah terjadi Vitiligo atau hipopigmentasi
pada kulit Biasanya tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi
melanosit dikulit oleh proses autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher,
dan ekstremitas.
Amati adanya penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian
belakang yang biasa disebut Bufflow neck atau leher/punuk kerbau Amati bentuk dan
ukuran dada, pergerakan dan simetris tidaknya.Ketidakseimbangan hormonal
khususnya hormon seks akan menyebabkan perubahan tanda seks sekunder, oleh
sebab itu amati keadaan rambut axila dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan
pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan
ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah
dada, abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal. Bentuk abdomen
cembung akibat penumpukan lemak centripetal dijumpai pada hiperfungsi
adrenokortikal, Pemeriksaan genetalia, amati kondisi skrotum dan penis juga klitoris
dan labia terhadap kelainan bentuk.
PALPASI
Hanya kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan.
Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat diraba dengan
menengadahkan kepala klien. Apakah ada rasa nyeri pada saat di palpasi.
Pada saat melakukan pemeriksaan :
Klien duduk atau berdiri sama saja namun untuk menghindari kelelahan klien
sebaiknya posisi duduk, Dalam melakukan palpasi pemeriksa berada dibelakang klien
dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat jari-jari lain
ada diatas kelenjar tiroid dan untuk palpasi testes di lakukan dengan posisi tidur dan
tangan perawat harus dalam keadaan hangat. Perawat memegang lembut dengan ibu
71
jari dan dua jari lain, bandingkan yang satu dengan yang lainnya terhadap
ukuran/besarnya, simetris tidaknya nodul. Normalnya testes teraba lembut.
AUSKULTASI
Mendengarkan bunyi tertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan
berbagai perubahan dalam tubuh. Auskultasi pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid
dapat mengidentifikasi“ bruit“. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi
pada pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar.
PEMERIKSAAN DIGNOSTIK
- Foto tenggkorak (cranium)
- Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi
- Foto tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat kondisi tulang, apakah dijumpai ukuran tulang yang
bertambah besar dari ukuran maupun panjangnya CT scan otak, Dilakukan untuk
melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise atau hipotalamus melalui
komputerisasi:
- Pemeriksaan darah dan urin
- Up take Radioaktif (RAI)
- Untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodida.
Demikianlah pembahasan kita kali ini mengenai Pemeriksaan Fisik Pada Sistem
Endokrin, Semoga Bermanfaat Dan Terima Kasih Banyak Atas Kunjungannya.Kelenjar
endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang nengirimkan hasil sekresinya
langsung ke dalam darah ang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus
atau saluran dan hasil sekresinya disebut hormon.Beberapa dari organ endokrin ada
yang menghasilkan satu macam hormon (hormon tunggal) disamping itu juga ada yang
menghasilkan lebih dari satu macam hormon atau hormon ganda misalnya kelenjar
hipofise sebagai pengatur kelenjar yang lain.
72
meskipun resiko tersebut ternyata dapat dikurangi dengan perubahan gaya hidup, pola
makan dan olahraga teratur.
Biasanya untuk memperoleh hasil yang akurat, pemeriksaan gula darah dilakukan
sebelum makan yang mana nantinya kadar gula yang terukur disebut dengan kadar gula
puasa. Selanjutnya cek gula darah akan kembali dilakukan dua jam setelah makan.
Sebenarnya kadar gula dalam darah selalu berubah ubah bergantung pada asupan
makanan yang masuk ke dalam tubuh. Namun untuk ukuran normal, kadar gula darah
setelah makan tidak akan melebihi 180 mg per 100 cc darah atau 180 mg/dl. Nilai ini
disebut juga batas ambang ginjal. Hal ini karena jika kadar gula melebihi 180 mg/dl,
ginjal tidak akan mampu lagi menahan kelebihan gula dalam darah sehingga akan
dikeluarkan bersama dengan urin.
74
Indikasi terapi insulin
- DM tipe 1/IDDM
- DM tipe 2/NIDDM yang tidak berespon dengan pengobatan obat hipoglikemic oral
(OHO)
- DM tipe 2 dengan stres
- Penurunan berat badab yang cepat
- Ketoasidosis diabetic
Insulin reguler diberikan pada diabetes mellitus tipe 2 yang tidak respon dengan
pemberian obat antidiabetik oral, serta pasien yang sudah diterapi dengan antidiabetik oral
dengan kadar glukosa darah tidak terkontrol baik dalam jangka waktu 3 bulan dan kadar
HbA1C > 6,5%.
Pada kasus-kasus tersebut di atas, pemberian insulin reguler dimulai dengan dosis
10 unit/hari subkutan, atau 0,1─0,2 unit/kgBB/hari dalam dosis terbagi. Pada pagi hari,
diberikan 2/3 dari kebutuhan dosis insulin harian, dengan rasio insulin reguler terhadap
insulin intermediate-acting 1:2. Pada malam hari, diberikan 1/3 dari kebutuhan dosis
insulin harian dengan rasio insulin reguler terhadap insulin intermediate-acting 1:1
Penggunaan insulin reguler pada tatalaksana diabetes jangka panjang umumnya
adalah pada jenis Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau diabetes mellitus tipe
1. Pada kasus tersebut, insulin reguler digunakan untuk memenuhi kebutuhan insulin
prandial atau setelah makan. Penggunaannya juga dibarengi dengan insulin intermediate-
acting atau insulin long-acting untuk memenuhi kebutuhan insulin basal.
Pada kasus ini, insulin reguler diberikan berdasarkan penghitungan total insulin harian
dengan cara :
Total insulin harian yang dibutuhkan = 0,5 unit x berat badan (kg)
Contoh: berat badan 50 kg, total insulin harian = 25 unit
Total insulin reguler prandial yang diperlukan = 60% dari total insulin harian
Contoh: total insulin reguler prandial = 15 unit per hari
Total insulin reguler prandial dibagi dalam frekuensi makan dalam sehari
Contoh: 5 unit insulin reguler prandial setiap makan, bila frekuensi makan 3 kali sehari.
75
Gambar. Jenis-jenis terapi insulin
Tujuan pemeriksaan
Mengontrol kadar gula darah dalam pengobatan diabetes mellitus.
Perhatian:
1. Vial insulin yang tidak digunakan sebaiknya disimpan dilemari es.
2. Periksa vial insulin tiap kali akan digunakan (misalnya : adanya perubahan warna).
3. Pastikan jenis insulin yang akan digunakan dengan benar.
4. Insulin dengan kerja cepat (rapid-acting insulin) harus diberikan dalam 15 menit
sebelum makan. Interval waktu yang direkomendasikan antara waktu pemberian
injeksi dengan waktu makan adalah 30 menit.
5. Sebelum memberikan terapi insulin, periksa kembali hasil laboratorium (kadar gula
darah).
6. Amati tanda dan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.
76
2. Actrapid Novolet yang sedang digunakan sebaiknya tidak disimpan dalam lemari
pendingin. Actrapid Novolet dapat digunakan/dibawa oleh perawat dalam kondisi suhu
ruangan (sampai dengan suhu 25 °C) selama 4 minggu.
3. Jauh dari jangkauan anak-anak, tidak boleh terpapar dengan api, sinar matahari
langsung, dan tidak boleh dibekukan.
4. Jangan menggunakan Actrapid Novolet jika cairan didalamnya tidak berwarna jernih
lagi.
Pengkajian
Intervensi
Persiapan alat:
1. Insulin pen (Actrapid Novolet)
2. Kapas + alkohol/alcohol swab
3. Handscoen bersih
4. Daftar/formulir obat klien
Persiapan Klien:
1. Menjelaskan kepada klien tentang persiapan dan tujuan prosedur pemberian injeksi
insulin.
2. Menutup sampiran (kalau perlu).
77
Cara kerja:
1. Mencuci tangan.
2. Memakai sarung tangan bersih.
3. Mengambil pen insulin dan memasang jarum pada kepala pen insulin, dan memutar
pen insulin sesuai dosis yang diperlukan untuk klien (berdasarkan daftar obat
klien/instruksi medik).
a. Memasang cap Novolet sehingga angka nol (0) terletak sejajar dengan indikator
dosis.
b. Memegang novolet secara horizontal dan menekan ujung pen insulin (bagian
cap) sesuai dosis yang telah ditentukan sehingga indicator dosis sejajar dengan
jumlah dosis insulin yang akan diberikan kepada klien. Skala pada cap : 0, 2, 4, 6,
8, 10, 12, 14, 16, 18 unit (setiap rasa ”klik” yang dirasakan perawat saat memutar
cap Novolet menandakan 2 unit insulin telah tersedia).
4. Memilih lokasi suntikan (deltoid, daerah umbilical, bokong, paha depan, atau paha
belakang), periksa apakah dipermukaan kulitnya terdapat kebiruan, inflamasi atau
edema.
5. Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat catatan perawat
sebelumnya.
6. Melakukan desinfeksi area penyuntikan dengan kapas alcohol (alcohol swab),
dimulai dari bagian tengah secara sirkuler ± 5 cm.
7. Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada klien yang kurus dan meregangkan
kulit pada klien yang gemuk dengan tangan yang tidak dominan.
8. Menyuntikkan insulin secara intramuscular (1800) atau tegak lurus, dan posisi ibu
jari menekan bagian atas pen insulin dengan tangan yang dominan secara lembut
dan perlahan sampai insulin keluar sesuai dosis dan kembali ke angka 0.
9. Setelah insulin telah masuk seluruhnya, biarkan jarum hingga 1-10 hitungan (10
detik) kemudian cabut jarum dengan cepat, tidak boleh di massage, hanya dilakukan
penekanan pada area penyuntikan dengan menggunakan kapas alkohol.
10. Menutup jarum dengan penutup jarum (lebih berhati-hati saat menutup jarum) dan
menyimpan pen insulin ke tempat yang telah ditentukan.
11. Observasi kondisi pasien (tanda-tanda hipoglikemia), dan segera anjurkan pasien
makan sesuai porsi yang disarankan ahli diet.
12. Merapikan klien dan peralatan.
13. Melepaskan handscoen dan mencuci tangan.
78
14. Lakukan dokumentasi terapi insulin pada catatan perkembangan pasien/catatan
keperawatan.
Evaluasi
1. Mengevaluasi respon klien terhadap medikasi yang diberikan 30 menit setelah injeksi
insulin dilakukan.
2. Mengobservasi tanda dan gejala adanya efek samping pada klien.
3. Menginspeksi tempat penyuntikan dan mengamati apakah terjadi pembengkakan
atau hematoma.
Dokumentasi
1. Mencatat respon klien setelah pemebrian injeksi insulin.
2. Mencatat kondisi tempat tusukan injeksi insulin.
3. Mencatat tanggal dan waktu pemberin injeksi insulin.
Luka kaki merupakan kejadian yang sering terjadi pada pasien DM, akibat Neuropatiyang
menyababkan hilangnya sensasi, bullae atau kallus, diikuti oleh penurunan sirkulasidarah
dan penurunan system imunitas tubuh ( Smeltzer & Bare, 2001).
Ganggren atau pemakan luka dideinisikan sebagai jaringan nekrotik atau jaringanmati
yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian
tubuhsehingga supplai darah terhenti, dapat terjadi sebagai akibat proses infamasi
yangmemanjang, perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar, proses
degeneratif arteiosklerosisis) atau gangguan metabolic.
80
MACAM-MACAM GANGREN
1. Gangren Kering
Gangren kering dimulai pada bagian distal ekstremitas karena iskemia dan
seringterjadi pada jari kaki dan kaki pasien lansia karena arteriosklerosis gangren
keringmenyebar perlahan'lahan hingga mencapai titik di mana suplai darah tidak
memadai untuk menjaga jaringan yang layak! Bagian yang terkena kering, menyusut
dan gelap hitam, mirip mumi daging karena gelap itu adalah karena pembebasan
hemoglobin dari sel darah merah, yang ditindak lanjuti oleh hidrogen sulfida (H2S) yang
diproduksi oleh bakteri,sehingga pembentukan sulfida besi hitam itu tetap berada di
jaringan! Baris pemisahan biasanya memba+a pemisahan tentang lengkap dengan
aliran darah terganggu untuk alasan lain selaininfeksi bakteri parah, hasilnya adalah
kasus gangren kering dan dengan gangguan aliran darah perifer, seperti diabetes,
memiliki risiko lebih besar untuk mengidap gangren kering. Tanda-tanda gangren kering
adalah nyeri dan sensasi dingin.
2. Gangren Basah
Gangren basah terjadi pada jaringan alami lembab dan organ seperti mulut, usus,
paru'paru, leher rahim, dan luka baring yang terjadi pada bagian tubuh seperti sakrum,
pantat, dan tumit ' meskipun tidak lembab daerah harus juga dikategorikan sebagai
infeksi gangren basah ada gangren basah, jaringan terinfeksi oleh mikroorganisme
yang menyebabkan pembusukan fusiformis dll yang menyebabkan jaringan
membengkak dan bau busuk gangren basah biasanya berkembang pesat karena
penyumbatan pembuluh darah dan atau aliran darah arteri Bagian yang terkenadarah
jenuh dengan stagnan, yang mempromosikan pertumbuhan yang cepat dari
bakteri/roduk beracun yang dibentuk oleh bakteri diserap menyebabkan manifestasi
sistemik septikemia dan akhirnya mati Bagian yang terkena edematous, lembut, amis,
busuk dan gelap gegelapan di gangren basah terjadi karena mekanisme yang sama
seperti pada gangrenkering
3. Gas Gangren
Gangren adalah infeksi bakteri yang menghasilkan gas di dalam jaringan adalah
bentuk yang mematikan gangren biasanya disebabkan oleh clostridium perfringens
bakteri infeksi menyebar cepat sebagai gas yang diproduksi oleh bakteri berkembang
dan menyusup ke jaringan sehat di sekitarnya.
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan luka ganggren diabetik adalah
- Mencegah meluasnya infeksi
- Memberi rasa nyaman pada klien
- Mengurangi nyeri
- Meningkatkan proses penyembuhan luka
83
o. Bersihkan luka dengan NaCl 0,9% dengan satu arah atau secara sirkuler (dari
dalam ke luar
p. Untuk luka kotor yang berongga dan berpus, bersihkan dengan H202 3%
secara irigasi (tidak dilakukan pada luka yang sudah memerah/granulasi)
q. Angkat dan gunting jaringan yang sudah nekrotik sampai batas jaringan yang
sehat sehingga darah sedikit merembes dari tepi luka
r. Lakukan penekanan, bila perlu pada daerah pinggir sekitar luka untuk
mengeluarkan eksudat/pus
s. Luka dibersihkan dengan dengan NaCl 0,9%.
t. Bersihkan daerah sekitar luka (buka daerah luka) dengan kassa steril yang
diberi antiseptik
u. Untuk merangsang pertumbuhan jaringan, sebelum luka ditutup dapat
tambahkan growth factor (amnion atau oxoferin), dll
v. Tutup luka dengan kassa + NaCl 0,9 % (kassa lembab, tidak basah) sesuai
dengan ukuran luka
w. Kassa lembab hanya untuk daerah luka
x. Tambahkan kassa kering satu lapis diatas kassa lembab
y. Balut luka dengan perban dan tambahkan balutan elastis jika diperlukan
z. Komunikasikan dengan pasien bahwa peralatan luka telah selesai dilakukan
dan jelaskan kondisi luka
aa. Anjurkan menjaga kebersihan sekitar luka
bb. Bersihkan dan rapikan alat-alat yang sudah digunakan
cc. Lepaskan APD perawat mencuci tangan
dd. Dokumentasikan peralatan luka secara lengkap (kondisi luka,luas luka, warna,
bau, dan eksudat)
Pemeriksaan Fisik
- Tahap ketiga dalam pengumpulan data adalah pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat
keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan
wawancara. Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan
fungsional klien. Misalnya , klien mengalami gangguan sistem muskuloskeletal,
maka perawat mengkaji apakah gangguan tersebut mempengaruhi klien dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari atau tidak.
84
- Tujuan dari pemeriksaan fisik dalam keperawatan adalah untuk menentukan status
kesehatan klien, mengidentifikasi masalah klien dan mengambil data dasar untuk
menentukan rencana tindakan keperawatan.
Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu:
a. Inspeksi
- Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh
yang diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar
perawat dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus
inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk,
posisi, simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian
tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus),
terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
b. Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-
jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data,
misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :
1) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.
2) Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
3) Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
4) Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir. Misalnya : adanya tumor,
oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.
c. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh
tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan
tujuan menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi,
ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua
tangannya sebagai alat untuk menghasilkan suara.
Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
1) Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
2) Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-
paru pada pneumonia.
85
3) Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah
jantung, perkusi daerah hepar.
4) Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong,
misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.dan timpani pada usus
d. Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan
suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut
dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas,
dan bising usus.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
1) Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya
pada klien pneumonia, TBC.
2) Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun
saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya
pada edema paru.
3) Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi
maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
4) Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
- Pengkajian Sistem Kekebalan Tubuh
- Identitas Pasien meliputi nama, umur, seks, suku/bangsa, pendidikan, status
perkawinan, alamat
- Riwayat kesehatan meliputi:
a. Keluhan utama
1) Kelelahan
2) Demam
3) Diaforesis, keringat malam
4) Kemerahan
5) Kelemahan muscular
6) Nyeri / pembengkakan sendi
7) Penurunan berat badan
8) Proses pemulihan buruk
86
Apakah pasien masih merasakan kelelahan, demam, diaforesis, kemerahan,
kelemahan muscular, nyeri / pembenngkakan sendi, penurunan berat badan,.
Apakah masih terdapat massa yang tidak biasa, limfadenopati, proses
pemulihan buruk, hepatomegali, perubahan tanda-tanda vital.
c. Riwayat penyakit sekarang/menyertai
1) Infeksi berulang : sering, khususnya virus
2) Infeksi opurtunistik : jamur protozoa, atau virus.
d. Riwayat penyakit dahulu
1) Alergi
2) Autoimun
3) Proses infeksi
4) Penyakit transmisi seksual
5) Hepatitis
6) Pemajanan terhadap agen kimia
7) Radiasi
e. Riwayat keluarga
1) Kanker
2) Gangguan imun
3) Alergi
f. Riwayat sosial
1) Merokok
2) Penggunaan alkohol
3) Peningkatan stres
4) Pilihan seksual
5) Pasangan seks multipel
6) Penggunaan obat iv, pemakaian jarum bersama-sama
g. Riwayat pengobatan
1) Imunisasi
2) Menerima darah atau produk darah sebelum 1985
3) Hidralazin
4) Prokainmid
5) Isoniazid
6) Penggunaan obat-obatan iv secaragelap
Riwayat kesehatan
87
a. Keadaan umum meliputi tanda-tanda vital (nadi, respirasi, tekanan darah, suhu),
tinggi badan dan berat badan.
b. Sistem integumen
1) Sensitivitas matahari
2) Berkilau, kulit tegang diatas sendi yang rusak
3) Modul subkutaneus diatas tonjolan tulang
4) Kemerahan
5) Eritema : “kupu-kupu” pada pipi dan hidung : nodusum
6) bercak putih, abu-abu/putih pada mukusa
7) Lesi merah sampai ungu / coklat
8) vesikel herpetic
9) Olserasi oral, nasal
10) Kista tulang ; tangan ; kaki
11) Perlambatan pemulihan luka
12) Alopesia parsial
c. Sistem syaraf pusat
1) Umum meliputi sakit kepala, parestesia, paralisis, neuritis, perubahan
kesadaran.
2) Kognitif meliputi kerusakan memori, kerusakan konsentrasi, penurunan
proses berpikir, dan kacau mental.
3) Motorik meliputi gaya berjalan, kelemahan tungkai bawah, penurunan
koordinasi tangan, tremor dan kejang.
4) Perilaku meliputi kurang menjiwai, menarik diri, emosional labil, perubahan
kepribadian, dan ansietas.
d. Sistem penglihatan meliputi fotokobia, berkurangnya lapang pandang penglihatan,
diplopia, kebutaan, pandangan kabur, katarak, badan cytoid retinal, kinjungtivitas &
ureitis, proptosis, papiledema
e. Sistem pernafasan meliputi sesak nafas, dipsnea, ispa sering, batuk, takipnea,
sianosis, pendarahan, hipertensi pulmoner, fibrosis
f. Kardiovaskuler meliputi palpitasi, lakikardia, nyeri dada dari sendang sampai berat,
hipertensi, murmur, kardiomegali, dan fenimena reynoud’s
g. Sistem gastrointestinal meliputi anorexia, mual, disfagia, nyeri abdomen, kram,
kembung, gatal pada rectum, nyeri, penurunan berat badan, tidak disengaja,
muntah, diare, fisura tektum, pendarahan, hepatosplenomegali
h. Sistem gonotourinarius meliputi hemakuria, serpihan selular, azotemia, nyeri
panggul, nyeri pada waktu berkemih, dan Reynoud’s.
88
i. Sistem muskuloskeletal meliputi nyeri dan kekacauan sendi, kelemahan muscular,
parestesia pada tangan dan kaki, artralgia, peradangan/ pembengkakan sendi,
kerusakan fungsi sendi, nodul-nodul subkutan pada tonjolan hati dan edema
jaringan lunak
j. Sistem hematologi meliputi petekie, purpura, mudah memar, epistaksis dan
pendarahan gusi
k. Sistem limfatik meliputi limpadenopati dan splenomegaly.
Persiapan Alat
90
k. Bersihkan peristoma secara hati-hati dengan menggunakan kapas lembab atau
gunakan air hangat, sabun ringan (pilihan), dan gulungkan kapas atau waslap dan
handuk untuk membersihkan kulit dan stoma, lalu dikeringkan dengan
tissue/kasa./handuk dengan cara menepuk nepukkan handuk atau kasa ke area
tersebut. Menggosokkan yang berlebihan dapat mengiritasi kulit.
91
Gambar 38. Cara mengoleskan skin barrier
t. Tekan pinggir kantong kolostomi dengan telunjuk secara pelan.
92
v. Pasang belt kolostomi atau plester non allergic.
w. Rapikan alat-alat dan semprot ruangan dengan deodorant kolostomi (pewangi
ruangan).
x. Buka sarung tangan dan cuci tangan.
3. Evaluasi respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan
a. Tidak ada kemerahan, iritasi, erosi, dan gangguan kulit sekitar peristoma.
b. Sekitar stoma bebas dari kebocoran.
c. Kantong stoma hanya berisi setengah oleh feses dan bebas dari flatus (tidak
kembung).
d. Bebas bau dari kantong stoma.
e. Pasien dapat merawat stoma secara mandiri
4. Dokumentasi
a. Laporkan adanya peningkatan ukuran stoma, perubahan warna yang
mengindikasikan adanya gangguan sirkulasi, dan adanya iritasi atau erosi kulit
b. Penampilan dari stoma, kulit peristoma, karakter keluaran dari stoma.
c. Dokumentasikan respon pasien terhadap stoma.
d. Laporkan proses pembelajaran dalam merawat stoma secara mandiri.
Note : Kantong kolostomi dapat dipertahankan 3-7 hari serta dapat dipakai saat
mandi dan setelah mandi dan keringkan dengan baik
PERSIAPAN ALAT
1. Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain persegi
empat
2. Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
3. Kapas kering atau tissue
4. 1 pasang sarung tangan bersih
5. Kantong untuk balutan kotor
6. Baju ruangan / celemek
7. Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritasi dan Zink salep
8. Perlak dan alasnya dan Plester dan gunting
9. Bila perlu obat desinfektan
10. bengkok
11. Set ganti balut
PERSIAPAN KLIEN
1. Memberitahu klien
2. Menyiapkan lingkungan klien
3. Mengatur posisi tidur klien
Jenis – jenis kolostomi
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada
beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara
permanen maupun sementara.
94
a. Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya
keganasan,perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga
tidak memungkinkan feses melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa
kolostomi single barrel ( dengan satu ujung lubang)
b. Kolostomi temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk
mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti
semula dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua
ujung lubang yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double
barrel.
Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa
kemerahan yang disebut STOMA. Pada minggu pertama post kolostomi biasanya
masih terjadi pembengkakan sehingga stoma tampak membesar.Pasien dengan
pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan tindakan laparotomi (pembukaan
dinding abdomen). Luka laparotomi sangat beresiko mengalami infeksi karena
letaknya bersebelahan dengan lubang stoma yang kemungkinan banyak
mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka laparotomi, perawat harus
selalu memonitor kondisi luka dan segera merawat luka dan mengganti balutan jika
balutan terkontaminasi feses.Perawat harus segera mengganti kantong kolostomi
jika kantong kolostomi telah terisi feses atau jika kontong kolostomi bocor dan
feses cair mengotori abdomen. Perawat juga harus mempertahankan kulit pasien
disekitar stoma tetap kering, hal ini penting untuk menghindari terjadinya iritasi
pada kulit dan untuk kenyamanan pasien.Kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi
harus segera diberi zink salep atau konsultasi pada dokter ahli jika pasien alergi
terhadap perekat kantong kolostomi. Pada pasien yang alergi tersebut mungkin
perlu dipikirkan untuk memodifikasi kantong kolostomi agar kulit pasien tidak
teriritasi.
MANFAAT
1. Teraturnya pengeluaran B.A.B
2. Mengurangi pembentukan gas
3. Meminimalkan komplikasi di stoma
4. Mencegah konstipasi (susah buang air besar)
95
5. Mengurangi penggunaan kantong
6. Meningkatnya rasa Percaya diri (self confidence)
INDIKASI
- Irigasi kolostomi dapat dilakukan pada pasien dengan kolostomi desenden dan
sigmoid, karena feses mereka sudah terbentuk.
- Pasien dengan riwayat penyakit usus regular (inkontinensia alvi).
- Pasien yang mampu melakukan prosedur irigasi, dan memiliki aktivitas yang padat.
KONTRAINDIKASI
Pasien yang tidak dapat dilakukan irigasi, meliputi:
1. irritable bowel syndrome,
2. stoma dengan kolon asenden dan transversum,
3. stoma prolaps dan hernia peristoma
4. Pasien dengan kemoterapi, radiasi pelvis,
PROSEDUR KERJA
1) Cuci tangan
2) Gunakan sarung tangan
3) Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai letak stoma
4) Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien
5) Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)
6) Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset dan
tangan kiri menekan kulit pasien
7) Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok
8) Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
9) Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas sublimat /
kapas hangat (air hangat)/ NaCl
96
10) Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati menggunakan kassa
steril
11) Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma
12) Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy
13) Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertical/horizontal/miring sesuai
kebutuhan pasien
14) Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
15) Merekatkan/memasang kolostomy bag dengan tepat tanpa udara
didalamnyaMerapikan klien dan lingkungannya
16) Membereskan alat-alat dan membuang kotoran
17) Melepas sarung tangan
18) Mencuci tangan
19) Membuat laporan
Komplikasi kolostomi
1. Obstruksi/ penyumbatan
Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya
pengerasan feses yang sulit dikeluarkan. Untuk menghindari terjadinya sumbatan,
97
pasien perlu dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. Pada pasien dengan
kolostomi permanen tindakan irigasi ini perlu diajarkan agar pasien dapat
melakukannya sendiri di kamar mandi.
2. InfeksiKontaminasi feses merupakan factor yang paling sering menjadi penyebab
terjadinya infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus
menerus sangat diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan
mengganti kantong kolstomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi.
3. Retraksi stoma/ mengkerutStoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi
yang terlalu sempit dan juga karena adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar
stoma yang mengalami pengkerutan.
98
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
a. Konstipasi atau diare berhubungan dengan perubahan pola eliminasi.
b. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.
c. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sering terekspos
dengan keluaran dari stoma.
3. Perencanaan/kriteria hasil
99
a. Peristoma intact tidak ada kemerahan, iritasi, dan erosi.
b. Tidak ada kebocoran di sekitar stoma.
c. Kantong stoma hanya terisi separuh kantong setiap saat.
d. Kantong stoma terhindar dari bau.
e. pasien dapat mendemonstrasikan cara perawatan kolostomi.
f. klien akan mengakui perubahan citra tubuh .
g. klien akan mengekspresikan perasaan positif tentang diri
h. klien akan mempertahankan keseimbangan cairan .
100
2. Pengetahuan klien yang diperlukan sebelum prosedur dilakukan:
a. Jelaskan alasan di berikannya enema .
b. Terangkan prosedur dan langkah-langkah prosedur enema
c. klien harus diajarkan bahwa enema yang digunakan adalah untuk mengobati
sembelit pada rutinitas dasar .
d. Klien harus diinstruksikan untuk tidak menyiram toilet sampai perawat dapat
mengamati isi .
e. Klien yang tidak terbiasa dengan enema harus diberitahukan tentang perasaan
kepenuhan pada saat larutan di berikan
f. Klien diinstruksikan untuk menginformasikan perawat jika kram atau sakit perut
terjadi.
g. Memberitahukan klien bahwa berbaring didengan lutut dan pinggul ditekuk ke
arah dada akan lebih mudah dalam prosedural
3. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan eliminasi BAB
b. Konstipasi
c. Resiko defisit volume cairan
d. Harga diri rendah berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap prosedur
4. Perencanaan
a. Feses dan flatus dapat keluar dari rectum sebagai hasil yang diharapkan setelah
b. mendapatkan huknah.
c. Pasien mengatakan perut flat, lembut, tidak kram atau distensi.
d. Pasien tidak merasa malu dan merasa nyaman dengan prosedur yang di
lakukan.
5. Implementasi
a. Peralatan Dibutuhkan (Gambar 6-19-2)
1) Volume besar, Cleansing Enema
a) Pad penyerap untuk tempat tidur
b) Sarung tangan sekali pakai (sarung tangan disposible)
c) Commode atau pispot jika pasien tidak bisa ke kamar mandi
d) ( lihat Gambar )
e) Pelumas
f) kontainer Enema
g) Tabung dengan penjepit dan nozzle
h) Thermometer untuk solusi enema
101
i) Jaringan Toilet
j) Tiang IV
k) Handuk
102
4) Lumasi selang di rektal sekitar 5 cm( beberapa set enema kemasan memiliki
alat penyemprot yang telah di lumasi). Pelumasan memfasilitasi masuknya
selang melalui sfingter dan meminimalkan trauma.
5) Alirkan sedikit larutan melalui slang penyambung dari set enema bervolume
besardan selang rektal untuk mengeluarkan semua udara di dalam slang ,
kemudian di tutupdan di klem. Udara yang di masukkan ke dalam rektum,
walaupun tidak membahayakan, dapat menyebabkan distensi
6) Memasukkan larutan enema secara perlahan - lahan
a) Tambahkan cairan hangat ke dalam kantong enema untuk mencegah
kram dan ketidaknyamanan, dengan temperatur :
- Dewasa : 105 ° -110 ° F ( 40,5 ° -43 ° C )
- Anak-anak : 100 ° F( 37,7 ° C )
b) Tinggikan wadah larutan, dan buka klem untuk membiarkan cairan
mengalir, selanjutnya tekan wadah yang lentur dengan menggunakan
tangan
c) Gantung wadah larutan tidak lebih tinggi dari 30 cm di atas rektum.
Semakin tinggi wadah larutan di pegang di atas rektum, semakin cepat
alirannya dan semakin besar tekanan di dalam rektum.
6. Evaluasi
Outcome yang tidak di harapkan ketika dilakukan prosedur enema
a. Abdomen terasa kaku dan distended
b. Prosedur enema di berhentikan dan laporkan ke tim ahli ( dokter) dan check
c. tanda- tanda vital
d. Abdomen terasa nyeri dan kram yang terus menerus
e. Cairan yang masuk di perlambat
f. Jika ada perdarahan
g. Prosedur enema di berhentikan dan laporkan ke tim medis dan chek tanda- tanda
vital
104
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S., (2004). Fundamentals of Nursing: Concept,
process, and practice, 7 th, New Jersey.
Monahan, F.D., Neighbors, M., Green C.J.. (2007). Phipps’ Medical Surgical Nursing
Health and Illness Perspectives (8 Ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamentals of nursing (6 ed.). St Louis, Missouri:
Elsevier Mosby.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Fundamentals of nursing; konsep, proses dan
praktik, 4 th ed.USA: Elsevier Mosby.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2011). Textbook of medical surgical nursing (10 ed. Vol.
1). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G (2001). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta; EGC, 2001
Wilkinson J.M (2010) Diagnosis Keperawatan, Diagnosis Nanda-I, Intervensi NIC, Hasil
NOC, Edisi 10,EGC Jakarta
Wilkinson J.M (2010) Diagnosis Keperawatan, Diagnosis Nanda-I, Intervensi NIC, Hasil
NOC, Edisi 10,EGC Jakarta
Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI (2018), Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI), Jakarta.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI), Jakarta.
105
BAB III
PENUTUP
Setiap kelompok membuat 1 (satu) asuhan keperawatan pada kasus berikut sesuai
dengan nomor dan urutan kelompoknya dengan melampirkan paling kurang 1 (satu)
artikel terindeks (scopus) terkait intervensi yang mendukung tindakan asuhan
keperawatan tersebut, artikel dikonsultasi dengan tutor (artikel dapat diakses secara
online pada data based Unsyiah seperti ScienceDirect, Springerlink, ProQuest, dll).
106
Kasus pemicu skill lab
Kasus I
Laki-laki usia 60 tahun di rawat di Ruang Rawat Penyakit Dalam dengan diagnosa
medik Perdarahan saluran makan bagian atas (PSMBA). Pasien mengeluh mual dan
muntah mengeluarkan darah bercampur sisa makanan sebanyak 250 cc berwarna
merah kecoklatan.Hasil anamese: lemah, pasien mempunyai riwayat sakit maag akut
dan rematoid arthritis sehingga mengkonsumsi obat penghilang nyeri yang dibeli
diwarung selama 2 bulan yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik: TD 90/70 mmHg, frekuensi
nadi 88x/m, frekuensi napas 24 x/m. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb, 8,3 mg%, Ht
24 mg%. Regimen terapi: sucralfat syrup 3x1 sdm, injeksi asam taneksanat 1 gr/12 jam,
pasien dipuasakan, dan pemantauan balance cairan lambung. Tentukan rumusan
diagnosa dan intervensi keperawatan pada kasus tersebut.
Kasus II
Laki-laki usia 68 tahun di rawat diruang di rumah sakit dengan diagnosa medik Benigna
Prostat Hipertropi (BPH). Pasien mengeluh urine sedikit dan tertahan, pancaran urin
berkurang dan BAK tidak lampias. Hasil pengkajian: kondisi umum lemah, distensi
kandung kemih, nyeri tekan, dan rectal toucher kaku. Hasil pemeriksaan fisik: TD
150/100 mmHg, frekuensi nadi 88x/m, frekuensi napas 24 x/m. Hasil pemeriksaan lab:
Hb 11 mg%, Ht 33 mg%, leukosit 12.000 mg/dL.Tentukan rumusan diagnosa dan
intervensi keperawatan pada kasus tersebut.
Kasus III
Perempuan usia 68 tahun di rawat diruang Penyakit Dalam dengan diagnosa medik
diabetes mellitus tipe II. Pasien mengeluh lemah, tidak ada nafsu makan dan BB turun
2 kg selama 1 bulan terakhir. Hasil pemeriksaan fisik: keadaan umum lemah,
anoreksia, aktivitas dibantu oleh keluarga/perawat, BB sekarang 45 kg, TB 160 cm, BMI
17,57, adanya ulkus diabetik grade III pada plantar pedis sinistra, dengan ukuran 3x5x1
cm. Hasil pemeriksaan fisik: TD 150/80 mmHg, frekuensi nadi 90x/m, frekuensi napas
20 x/m. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 12 mg%, Ht 36 mg%, leukosit 15.000
mg/dL, KGDS 270 mg%, ureum 50 mg%, kreatinin 2,3 mg%. Regimen terapi: Injeksi.
Cifotaxim 1 gr/8 jam, insulin Novorapid 10-10-10-0, dan Levemir 0-0-0-12. Tentukan
diagnosa dan intervensi keperawatan pada kasus tersebut.
Kasus IV
Perempuan usia 56 tahun di rawat diruang di rumah sakit dengan diagnosis medik post
op colostomy dengan Ca. Colorectal. Pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi,
cairan merembes dan barbau dari kantong colostomi. Hasil pemeriksaan fisik: lemah,
aktivitas dibantu oleh perawat/keluarganya. Hasil pemeriksaan fisik: TD 140/80 mmHg,
frekuensi nadi 90 x/m, frekuensi napas 20 x/m. Hasil pemeriksaan lab: Hb, 11 mg%, Ht
33 mg%, leukosit 17.000 mg/dL. Regimen terapi: Inj. Cifotaxim 1 gr/8 jam, IVFD RL 20
tts/m, inj. Transamin /12 jam, drip parasetamol 250 mL/12 jam. Tentukan rumusan
diagnosa dan intervensi keperawatan pada kasus tersebut.
107
B. Sasaran belajar ISS
ISS I
Pertanyaan:
1. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinik, faktor risiko, patofisiologi,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, 4 pilar manajemen DM, serta asuhan
keperawatan pada pasien Diabetes Milletus 2 (dua) artikel yang mendukung
perawatan diabetes melitus (Ns. Cut Husna, MNS)
ISS II
Pertanyaan:
1. Jelaskan pengertian, etiologi dan manifestasi klinik, faktor risiko, patofisiologi,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan, diet ginjal, manajemen dialisis serta
asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal akut/kronis, 2 artikel yang
mendukung perawatan gagal ginjal akut/kronik (GGA/GGK) (Ns. Cut Husna, MNS)
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M. (2005). Medical surgical nursing clinical management for outcomes (7 th ed.
Vol. 1). St. Louis: Elsevier Senders.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2005). Medical surgical nursing clinical management for
positive outcomes (7 ed. Vol. 2). St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders.
Ignativicius, D.D., Workman, M.L.. (2006). Medical Surgical Nursing Critical Thinking For
Collaborative Care. (5 Ed.). St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders.
Kozier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S., (2004). Fundamentals of Nursing: Concept,
process, and practice, 7 th, New Jersey.
Lewis, S.M., Heitkemper, M.M., Dirksen, S. R.. (2000). Medical Surgical Nursing
Assesment and Management of Clinical Problems (7 ed. Vol. 2). St. Louis, Missouri:
Mosby.
Monahan, F.D., Neighbors, M., Green C.J.. (2007). Phipps’ Medical Surgical Nursing
Health and Illness Perspectives (8 Ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Fundamentals of nursing; konsep, proses dan
praktik, 4 th ed.USA: Elsevier Mosby.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2011). Textbook of medical surgical nursing (10 ed. Vol.
1). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Smeltzer, S.C (2011) Keperawatan Medikal-Bedah, Brunner & Suddarth, EDC 12,
Jakarta, EGC
Wilkinson J.M (2010) Diagnosis Keperawatan, Diagnosis Nanda-I, Intervensi NIC, Hasil
NOC, Edisi 10,EGC Jakarta
110
TEKNIK PENULISAN LAPORAN TUGAS MANDIRI/KELOMPOK
1. TEKNIK PENGETIKAN
a. Kertas yang digunakan adalah kuarto (8” x 11”) atau A4s , berat 80
gram/m2
b. Margin kertas atau ruang pengetikan :
Margin atas 4 cm
Margin bawah 3 cm
Margin kiri 4 cm
1………………
a…………….
1)………….
a)………..
d. Spasi pengetikan skripsi adalah 2, huruf yang digunakan untuk isi laporan
adalah Times New Roman ukuran 12 pt.
2. PENULISAN KUTIPAN
111
Osgood, Suci, and Task (1980) ……………………………………..
Untuk kutipan yang dari buku yang pengarangnya lebih dari 6 orang, setelah nama
pertama diikuti “et al”
Contoh :
d. 2 (dua) atau lebih buku dalam satu pernyataan. Tuliskan menurut alphabet.
Pisahkan kutipan dengan menggunakan tanda titik koma. Contoh :
Pendidikan …………………… (Donna & Jones, 1980; Erickson, 1959)
e. Untuk kutipan pendek (kurang dari 4 baris), ditulis dalam alenia yang sama dengan
teks dalam tanda petik, diakhiri dengan nama pengarang dan tahun.
f. Untuk kutipan panjang (5 baris atau lebih), ditulis dalam alenia tersendiri dengan 1
(satu) spasi.
Contoh :
Savoi & Anderw, 1994 mengatakan bahwa :
“Implementasi PBL dirancang dengan struktur pembelajaran 1)
mahasiswasecaraindividual maupun kelompok dihadapkan pada suatu
masalahyang kontektual, 2)masalah yang dikonfrontasikan diusahakan
sedekatmungkin dengan kehidupanmahasiswa sehari-hari, 3) fasilitator
menyiapkanmateri perkuliahan yang dapat menuntut mahasiswa/siswa kearah
pemecahanmasalah, 4) memberikantanggungjawab kepada mahasiswa untuk
mengarahkansendiri pembelajarannya, 5) membentuk kelompok-kelompok kecil
dalampembelajaran, 6) menuntut agar mahasiswa menampilkan apa yang telah
dipelajari.”
g. Untuk literatur yang diambil dari situs, aturan penulisan kutipan tetap sama dengan
kutipan dari buku
Roger (1994) mengatakan bahwa ………………………………………………..
Dari buku :
Burn, N., & Grove, S., K. (2001). The practice of nursing research: conduct,
critique, & utilization (4 ed.). Philadelphia PA: W.B. Saunders
Company.
Dari internet :
Dari jurnal :
113
Laporan Tugas Mandiri
JUDUL
--------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------
Oleh :
NAMA
NIM
huruf time new roman, bold, ukuran 14, awal kata huruf kapital.
jarak antara “oleh” dan “NAMA” 2 spasi, dan jarak antara “NAMA” dan “NIM” 1
spasi
BANDA ACEH
(TAHUN)
huruf kapital, time new roman, ukuran 14, bold, jarak 1 spasi
115
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
- Area tonsilar terhadap ukuran, warna, dan eksudat
- Dinding faringeal posterior, terhadap warna, rabas, lesi
12 Palpasi:
- Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk
- Palpasi terhadap adanya ulserasi, tumor/ pembengkakan
- Palpasi palatum dengan jari telunjuk dan rasakan
terhadap adanya fisura dan pembengkakan
- Palpasi lidah dan dasar mulut terhadap nyeri tekan,
massa
- Teknik : gunakan sarung tangan, palpasi lidah diantara
ibu jari tangan dan ujung jari telunjuk
- Palpasi dasar mulut dengan jari telunjuk
13 Inspeksi:
- Kulit terhadap warna, karakteristik permukaan, jaringan
perut, dan lesi
- Umbilicus untuk kontur dan simetris
14 Auskultasi:
- Melakukan succutio flash (menilai cairan yang teresidu
dalam lambung.
- Memeriksa bising usus terhadap frekwensi.
- Mendengarkan adanya bruit/desiran
15 Perkusi
- Melakukan perkusi di semua kuadran terhadap timpani
atau pekak, lakukan secara sistemik
- Melakukan pemeriksaa batas hepar
- Melakukan pemeriksaan batas limpa
- Melakukan pemeriksaan lambung terhadap gelembung
16 Palpasi:
Teknik:
- Melakukan palpasi setiap kuadran palpasi terhadap
tonus, adanya nyeri tekan, dan massa. Mulai dengan
palpasi ringan dengan cara sistematik melanjutkan
palpasi dalam.
- Menanyakan klien tentang area nyeri tekan, dan palpasi
area ini terakhir.
- Memeriksa tanda Murphy (menilai kemungkinan
peradangan pada kandung empedu/Murphy positif).
- Menentukan cairan diperitoneum, dengan menilai adanya
fluktuasi cairan.
- Melakukan pemeriksaan shifting dullness
- Melakukan pemeriksaan hepar
- Melakukan pemeriksaan anus.
- Lakukan pemeriksaan apakah ada hemoroid, lesi atau
kerusakan. lakukan touché, rasakan ada tidaknya nodula,
massa, dan nyeri tekan.
17 Memberi salam
18 Melakukan dokumentasikan tindakan
Nilai Total
116
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
117
FORMAT PENILAIAN PEMASANGAN NGT
118
24 Melepas sarung tangan dan cuci tangan
119
FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERKEMIHAN
Perkusi
11 - Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut
kostovertebral (CVA), lakukan perkusi di atas telapak
120
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
tangan dengan menggunakan kepalan tangan dominan.
Auskultasi
12 Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian
atas sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika
terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri
renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke
ginjal (stenosis arteri ginjal).
Nilai Total
121
FORMAT PENILAIAN PEMASANGAN KATETER URINE
123
FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM ENDOKRIN
125
FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN GULA DARAH SEWAKTU (GDS)
126
FORMAT PENILAIAN INJEKSI INSULIN
127
FORMAT PENILAIAN PERAWATAN LUKA DIABETIK
128
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
(kondisi luka,luas luka, warna, bau, dan eksudat).
Nilai total
Skoring: Total yang didapat
-------------------------- X 100
124
129
FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM IMUN
131
FORMAT PENILAIAN PERAWATAN COLOSTOMY CARE
132
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
Nilai total
133
FORMAT PENILAIAN PEMASANGAN ENEMA (HUKNAH)
134
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
23 Membantu klien untuk defekasi
24 Melakukan evaluasi dan dokumenetasi
Nllai total
135
Fakultas Keperawatan USK
Februari 2021