Anda di halaman 1dari 137

MODUL

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

Penyusun:

Ns. Cut Husna, MNS

Reviewer:

Ns. Devi Darliana, M.Kep., Sp.MB

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2021

i
IDENTITAS PEMILIK

Pasfoto 3x4 cm

Nama : ...................................................................................................................

NIM : ...................................................................................................................

Tempat/tgl lahir : ...................................................................................................................

Alamat Rumah : ...................................................................................................................

Nomor Telp : ...................................................................................................................

Pemilik,

(___________________)
NIM :

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkankehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga modul blok “Keperawatan Medikal Bedah II” telah selesai
disusun dengan baik. Modul ini berisikan kompetensi untuk mahasiswa untuk mampu
memahami dan mengaplikasikan penyakit-penyakit gangguan sistem pada
keperawatan Medikal Bedah II yang di fokuskan pada keterlibatan tenaga
keperawatan dalam manajemen penyakit baik pada tatanan pelayanan keperawatan
di rumah sakit maupun di komunitas.
Modul ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi mahasiswa dan tutor untuk
melaksanakan pembelajaran dengan sistem Student Centered Learning (SCL),
khususnyapada topik Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, dengan penerapan
kurikulum perguruan tinggi berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
yang telah dilaksanakan, modul ini dapat mendukung proses belajar mengajar dengan
pendekatan metode pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa sehingga dapat
memfasilitasi dalam mencapai kompetensi yang diharapkan.
Penyusunan modul ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tidak
lupa kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala-Darussalam Banda Aceh.
2. Semua dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kualayang telah
banyak memberikan masukan yang membangun dalam penyusunan modul ini.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul ini.
Kami berharap semoga modul ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, tutor,
dosen dan seluruh para pembaca. Kami menyadari dalam penyusunan modul ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan.

Banda Aceh, 15 Februari 2021


Mengetahui, Penyusun Modul KMB II
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala

Ns. Hasmila Sari, M.Kep., Sp. Kep. J Ns. Cut Husna, MNS
NIP 198011102010122003 NIP 19760626200312003

3
DAFTAR ISI

Hal
Halaman Judul……………………………………………………………………….. i
Identitas Pemilik................................................................................................. ii
Kata Pengantar.................................................................................................. iii
Daftar Isi............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 3
A. Deskripsi Singkat........................................................................................... 3
B. Capaian Pembelajaran.................................................................................. 4
BAB II PENYAJIAN........................................................................................... 8
A. Uraian Materi………………………………………………………………... 12
B. Praktikum……………………………………………………………………. 42

LAMPIRAN:
RPS
KONTRAK PERKULIAHAN
FORMAT PENILAIAN LABORATORIUM
TEKNIK PENULISAN LAPORAN TUGAS MANDIRI/KELOMPOK

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI SINGKAT
1. Nama Modul : Keperawatan Medikal Bedah II
2. Beban SKS : 4 SKS (Teori = 3 SKS; Praktikum = 1 SKS)

3. Tujuan Modul :
a. Memahami konsep penyakit (pengertian, etiologi, patofisiologi, gejala klinis,
penatalaksanaan, dan terapi farmakologi) terkait gangguan pada sistem
endokrin, imunologi, pencernaan dan hepatic, serta perkemihan.
b. Memahami asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosis keperawatan,
intervensi, implementasi, evaluasi dan dokumentasi keperawatan) pada
pasien terkait gangguan pada sistem endokrin, imunologi, pencernaan,
hepatic, dan perkemihan.

4. Deskripsi Modul:
Fokus mata ajar ini adalah pada pemenuhan kebutuhan klien dewasa dengan
gangguan sistem endokrin, imunologi, pencernaan dan hepatic, serta
perkemihan. Pemberian asuhan keperawatan pada kasus gangguan sistem
endokrin, imunologi, pencernaan, dan perkemihan berdasarkan proses
keperawatan dengan mengaplikasikan ilmu biomedik seperti biologi, histpologi,
biokimia, anatomi, fisiologi, patofisiologi, ilmu keperawatan medikal bedah, ilmu
penyakit dalam, farmakologi, nutrisi, bedah dan rehabilitasi. Gangguan dari
sistem tersebut meliputi gangguan peradangan, kelainan degeneratif,
keganasan dan trauma yang termasuk dalam 10 kasus terbesar baik lokal,
regional, nasional dan internasional. Lingkup pembahasan mulai dari pengkajian
sampai dengan evaluasi asuhan terhadap klien. Intervensi keperawatan meliputi
terapi modalitas keperawatan pada berbagai kondisi termasuk terapi
komplementer. Proses pembelajaran dilakukan melalui kuliah pakar,
coolaborative learning dan belajar berdasarkan masalah dan praktik
laboratorium.
5. Profesional Profil:
Mahasiswa setelah mengikuti proses pembelajaran ini mampu memahami
konsep gangguan sistem endokrin, pencernaan dan hepatic, imunologi dan
perkemihan dan menerapkan kompetensi perawat dalam mengelola pasien
dalam berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
5
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN

1. Kompetensi:
HARD SKILLS
NO Keperawatan Medikal Bedah II
Knowledge Psikomotor SOFT SKILLS
1. Mahasiswa mampu memahami 1. Berpikir kritis
review anatomi dan fisiologi sistem 2. Bekerja sama
endokrin

2. Mahasiswa mampu memahami


konsep dan asuhan keperawatan
pada gangguan sistem endokrin:
diabetes mellitus dan gangguan
tiroid (hipo/hyperthiroid)

3. Mahasiswa mampu memahami


review anatomi dan fisiologi sistem
pencernaan

4. Mahasiswa mampu memahami


asuhan keperawatan pada
gangguan sistem pencernaan:
appendisitis dan cancer kolorektal

5. Mahasiswa mampu memahami


asuhan keperawatan pada
gangguan sistem pencernaan dan
hepatic: hepatitis, chirosis hepatis
dan Gout disease

6. Mahasiswa mampu memahami


asuhan keperawatan pada
gangguan sistem pencernaan:
gastritis akut/kronik (PSMBA/B)

7. Mahasiswa mampu memahami


review anatomi dan fisiologi pada
sistem perkemihan

8. Mahasiswa mampu memahami


asuhan keperawatan pada
gangguan sistem perkemihan:
gagal ginjal akut dan kronik

9. Mahasiswa mampu memahami


asuhan keperawatan pada
gangguan sistem
perkemihan:infeksi saluran kemih
(ISK)
10. Mahasiswa mampu memahami
asuhan keperawatan pada
6
HARD SKILLS
NO Keperawatan Medikal Bedah II
Knowledge Psikomotor SOFT SKILLS
gangguan sistem
Perkemihan:Benigna prostat
hipertropi (BPH)
11. Mahasiswa mampu memahami
asuhan keperawatan pada
gangguan sistem
perkemihan:hernia
12. Mahasiswa mampu memahami
konsep dan asuhan keperawatan
pada gangguan sistem
perkemihan: urolithiasis
13. Mahasiswa mampu memahami
review anatomi dan fisiologi pada
gangguan sistem imunologi
14. Mahasiswa mampu memahami
asuhan keperawatan pada
gangguan sistem imunologi:
reumatoid arthritis
15. Mahasiswa mampu memahami
asuhan keperawatan pada
gangguan sistem imunologi:
Sistemic Lupus Eritematosus (SLE)
16 Manajemen hemodialysis dan
CAPD
17 Manajemen urolithiasis dan
Transurethral resection of the
prostat (TURP)
18 Pemeriksaan fisik
sistem pencernaan
dan perkemihan
19 Pemeriksaan gula
darah sewaktu
(GDS), dan injeksi
insulin
20 Perawatan luka
diabetik
21 Pemasangan NGT
dan lavage lambung

22 Pemasangan enema

23 Perawatan
colostomy
24 Pemasangan kateter
urine dan irigasi
bladder

7
1 2. Jadwal Perkuliahan KMB II (4 SKS, T = 3, P = 1)  Daring
2
No Hari/Tanggal PT Pukul Kompetensi Metode

1 Rabu, 21 08.00-09.00 Kuliah introduksi Koodinator blok


April 2021
Askep DM, gangguan tiroid, Appendisitis, Ca. Pembagian TIK ISS
kolorektal, hepatitis dan chirosis hepatis, Gout
disease, perawatan PSMBA/PSMBB, dan gastritis
akut/kronis
1 09.00-11.00 Review anatomi dan fisiologi sistem perkemihan TCL dalam tutorial
dan endokrin
2 Kamis, 22 2 08.00-10.00 Review anatomi dan fisiologi sistem pencernaan, TCL dalam tutorial
April 2021 dan imunologi
3 Jumat,23 3 08.00-09.00 Askep DM, gangguan tiroid, Appendisitis, Ca. Konsultasi ISS I
April 2021 kolorektal, hepatitis dan chirosis hepatis, Gout
disease, perawatan PSMBA/PSMBB, dan gastritis
09.00-10.00 akut/kronis Transfer Knowledge (tutor
wajib mendampingi)

4 Senin, 26 4,5 08.00-12.00 Askep DM, gangguan tiroid, appendisitis, dan Presentasi I ISS I
April 2021 cancer kolorektal
5 Selasa,27 6,7 08.00-12.00 Askep hepatitis dan chirosis hepatis, Gout disease,
April 2021 perawatan PSMBA/PSMBB, dan gastritis Presentasi II ISS I

6 Rabu, 28 8 08.00-09.00 Askep pada GGA/GGK, ISK, Hernia, urolithiasis, Konsultasi ISS II
April 2021 BPH, perawatan TURP, Rhematoid Arthritis dan
09.00-10.00 Transfer Knowledge (tutor
SLE
wajib mendampingi)
7 Kamis, 29 9,10 08.00-12.00 Askep pada GGA/GGK, ISK,Hernia, dan Presentasi I ISS II
April 2021 urolithiasis
8 Jumat, 30 11,12 08.00-12.00 Askep BPH, perawatan TURP, Rhematoid arthritis, Presentasi II ISS II
April 2021 dan SLE

8
No Hari/Tanggal PT Pukul Kompetensi Metode

9 Senin, 3 Mei 13,14 08.00-12.00 Perawatan pre dan post manajemen dialysis Kuliah pakar
2020 (hemodialisis dan CAPD) Ns. Syahrizal, SKep., MKM

10 Selasa, 11 15,16 08.00-09.30 Ujian tulis Google form


Mei 2021 (tutor mengawas via
zoom meeting)
3
4
5
6 Materi Praktikum
7
No Praktikum Tindakan Keperawatan Tutor

1 Kasus I 1. Pemeriksaan fisik sistem Ns. Anda Kamal, MNS


pencernaan Ns. Devi Darliana,M.Kep., Sp.MB
2. Pemasangan NGT
3. Melakukan bilas lambung
2 Kasus II 1. Pemeriksaan fisik sistem Teuku Samsul Bahri, SKp., MNSc
perkemihan Ns. Riski Amalia, M.Kep
2. Pemasangan kateter urine
3. Melakukan irigasi bladder
3 Kasus III 1. Pemeriksaan gula Ns. Cut Husna, MNS
darah sewaktu (GDS) Ns. Nani Safuni, MNg
2. Injeksi insulin
3. Perawatan luka diabetik
4 Kasus IV 1. Perawatan colostomy care Dr. Ns. Hilman Syarif M.Kep., Sp.Kep.MB
2. Pemasangan enema Ns. Laras Cyntia Kasih, M.Kep
8
9
10
11

9
12Jadwal Praktikum KMB II (Pada Pandemi Covid-19)
13
No Hari/Tgl PT Waktu Tempat Klp Kasus Tutor
1 Selasa, 1-2 Lab KDDK 1 1 Ns. Anda Kamal, MNS
4 Mei 2021 2 2 Teuku Samsul Bahri, SKp., MNSc
08.00-09.30 WIB Lab 3 3 Ns. Cut Husna, MNS
(Klp A: absen 1-9) Maternitas 4 4 Dr. Ns. Hilman Syarif M.Kep., Sp.Kep.MB
Lab 5 1 Ns. Devi Darliana,M.Kep., Sp.MB
09.30-11.00 WIB KMB/Gadar 6 2 Ns. Riski Amalia, M.Kep
(Klp B : absen 10-18) 7 3 Ns. Nani Safuni, MNg
Lab Anak 8 4 Ns. Laras Cyntia Kasih, M.Kep
2 Rabu, 3-4 Lab 6 1 Ns. Devi Darliana,M.Kep., Sp.MB
5 Mei 2021 08.00-09.30 WIB KMB/Gadar 7 2 Ns. Riski Amalia, M.Kep
(Klp A: absen 1-9) 8 3 Ns. Nani Safuni, MNg
Lab Anak 1 4 Ns. Laras Cyntia Kasih, M.Kep
09.30-11.00 WIB Lab KDDK 2 1 Ns. Anda Kamal, MNS
(Klp B : absen 10-18) 3 2 Teuku Samsul Bahri, SKp., MNSc
Lab 4 3 Ns. Cut Husna, MNS
Maternitas 5 4 Dr. Ns. Hilman Syarif M.Kep., Sp.Kep.MB
3 Kamis, 5-6 Lab KDDK 3 1 Ns. Anda Kamal, MNS
6 Mei 2021 08.00-09.30 WIB 4 2 Teuku Samsul Bahri, SKp., MNSc
(Klp A: absen 1-9) Lab 5 3 Ns. Cut Husna, MNS
Maternitas 6 4 Dr. Ns. Hilman Syarif M.Kep., Sp.Kep.MB
09.30-11.00 WIB Lab 7 1 Ns. Devi Darliana,M.Kep., Sp.MB
(Klp B : absen 10-18) KMB/Gadar 8 2 Ns. Riski Amalia, M.Kep
1 3 Ns. Nani Safuni, MNg
Lab Anak 2 4 Ns. Laras Cyntia Kasih, M.Kep
4 Jumat, 7-8 Lab 4 1 Ns. Devi Darliana,M.Kep., Sp.MB
7 Mei 2021 08.00-09.30 WIB KMB/Gadar 5 2 Ns. Riski Amalia, M.Kep
(Klp A: absen 1-9) 6 3 Ns. Nani Safuni, MNg
Lab Anak 7 4 Ns. Laras Cyntia Kasih, M.Kep
09.30-11.00 WIB Lab KDDK 8 1 Ns. Anda Kamal, MNS

10
No Hari/Tgl PT Waktu Tempat Klp Kasus Tutor
(Klp B : absen 10-18) 1 2 Teuku Samsul Bahri, SKp., MNSc
Lab 2 3 Ns. Cut Husna, MNS
Maternitas 3 4 Dr. Ns. Hilman Syarif M.Kep., Sp.Kep.MB
9-10 08.00-09.30 WIB 4 Lab Pre-test 1-4 TUTOR
Selasa-Jumat (Klp A: absen 1-9)
5 (4-7 Mei
2021) 09.30-11.00 WIB
(Klp B : absen 10-18)
6 Sabtu, 11-12 08.00-09.30 WIB 4 Lab Lab Mandiri 1-4 Skills Lab
8 Mei 2021 (Klp A: absen 1-9)

09.30-11.00 WIB
(Klp B : absen 10-18)
7 Senin, 13-14 08.00-09.30 WIB 4 Lab 1-8 1-4 0SPE (4 Lab : 2 tutor/lab)
10 Mei 2021 (Klp A: absen 1-9)

09.30-11.00 WIB
(Klp B : absen 10-18)
8 Senin, 15-16 11.00-12.00 WIB 4 Lab 1-8 1-4 Inhall
10 Mei 2021
14

15

11
3. Jadwal Perkuliahan
4. Rancangan Pelaksanaan Blok
a. Tutor utama:
1) Ns. Cut Husna, MNS
2) Teuku Samsul Bahri, SKp., MNSc
3) Ns. Devi Darliana, M.Kep., Sp. MB
4) Dr. Ns. Hilman Syarif, M.Kep., Sp. Kep. MB
5) Ns. Anda Kamal, MNS
6) Ns. Laras Cyntia Kasih, M.Kep
7) Ns. Riski Amalia, M.Kep
8) Ns. Nani Safuni, MNg

b. Tutor pengganti:
1) Dr. Ns. Marlina, M.Kep., Sp.KMB
2) Ns. Halimuddin, M.Kep, Sp.KMB
3) Ns. Dewi Hermawati, MNS
4) Ns. Aida Fitri, M.Kep
5) Ns. Yuswardi, MNS
6) Ns. Jufrizal, M.Kep

c. Kegiatan Tutor:
1) Tutor diharapkan membaca, memahami dan menganalisa isi modul dengan
baik.
2) Tutor diharapkan dapat memotivasi dan memfasilitasi mahasiswa agar lebih
aktif dalam proses pembelajaran.
3) Memahami sasaran belajar dan kompetensi yang diharapkan dengan baik
pada setiap kasus pemicu dengan berbagai metode pembelajaran.
4) Mengarahkan mahasiswa untuk berfikir kritis dalam menyelesaikan masalah
keperawatan sesuai dengan tahapan proses keperawatan dari kasus pemicu
yang diberikan.
5) Mengarahkan mahasiswa untuk menjaga ketertiban, inventaris ruang belajar
dan laboratorium.
6) Mengisi seluruh format evaluasi yang disiapkan untuk proses penilaian
pelaksanaan modul.
12
7) Apabila mengalami kesulitan dalam memahami isi modul ini, silahkan
menghubungi tim penyusun modul.

d. Kegiatan mahasiswa:
Pada awal pembelajaran mahasiswa akan diberikan kuliah introduksi di kelas besar
untuk memberi gambaran secara keseluruhan mengenai materi yang akan dipelajari
serta tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pemberian tutorial dilakukan melalui
diskusi yang akan membahas mengenai beberapa issue dalam bentuk kasus
pemicu sesuai dengan topik yang telah disusun, case study, dan praktikum.
Pemberian overview mata ajar akan dilakukan oleh koordinator blok.

e. Metode Pembelajaran:
Metode pembelajaran berdasarkan masalah atau problem based learning (PBL):
interactive skills station (ISS), teacher center learning (TCL, kuliah pakar) dan
praktikum.
e. Metode evaluasi:
1. Diskusi /presentasi individu/konsultasi : 10%
2. Ujian tulis : 40%
3. Soft skill : 5%
4. Praktikum : 25%
5. Tugas individu/kelompok : 15%
6. Absensi : 5%

13
BAB II
PENYAJIAN

A. URAIAN MATERI

Anatomi Dan Fisiologi Sistem Endokrin


Sistem endokrin meliputi suatu sistem dalam tubuh manusia yang terdiri dari
sejumlah kelenjar penghasil zat yang dinamakan hormon. Kelenjar ini dinamakan
“endokrin” karena tidak mempunyai saluran keluar untuk zat yang dihasilkannya.
Hormon yang dihasilkannya itu dalam jumlah sedikit pada saat dibutuhkan dan dialirkan
ke organ sasaran melalui pembuluh darah bercampur dengan darah. Kelenjar yang
produknya disalurkan melalui pembuluh khusus (seperti kelenjar ludah) dinamakan
kelenjar eksokrin.

1. Kelenjar Endokrin
Organ utama dari sistem endokrin adalah:Kelenjar hipofisa, kelenjar tiroid, kelenjar
paratiroid, pulau-pulau pancreas, kelenjar adrenal, buah zakar, dan indung telur.
Selama kehamilan, plasenta juga bertindak sebagai suatu kelenjar endokrin.
2. Hormon
Kata berasal dari kata Yunanai hormone yang artinya membuiat gerakan atau
membangkitkan. Hormon mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan.
3. Kelenjar Endokrin dan Hormon yang Dihasilkan
Dalam tubuh manusia ada tujuh kelenjar endokrin yang penting, yaitu hipofisis,
tiroid, paratiroid, kelenjar adrenalin (anak ginjal), pankreas, ovarium, dan testis.

B. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pencernaan


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam
aliran arah dserta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut,
tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan
anus.

14
C. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Perkemihan

Struktur anatomi sistem eliminasi BAK terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria
(badder), dan uretra.
1. Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang buncis, berwarna cokelat
kemerahan yang terdapat pada kedua sisi columna vertebra tepatnya pada thorakal
ke-12 sampai lumbalis ke-3.
Fungsi hormonal.
Ginjal memproduksi renin, prostaglandin, bradikinin, eritropoietin, dan vitamin D
aktif. Produksi ginjal lainnya, seperti kinins, perubahan aliran darah ginjal dan
permeabilitas kapiler. Ginjal juga membantu menghentikan dan mengekresikan
hormon insulin.
Renin.
Renin membantu mengontrol ketika ada penurunan tekanan darah, volume, atau
tekanan di arteriol ginjal. Kondisi ini dideteksi melalui reseptor dari komplek
juxtaglomerular.Renin dikeluarkan karena adanya produksi angiotensin II.
Angiotensin II meningkatkan tekanan sistemik darah karena memberi efek
vasokonstriksi pembuluh darah dan adanya rangsangan pelepasan aldosteron dari
kortex adrenal.
Prostaglandin.
Prostaglandin diproduksi beberapa jaringan, termasuk ginjal. Prostaglandin spesific
yang diproduksi di ginjal adalah prostaglandin E2 (PGE2) dan prostacyclin (PGI2).
Substansi ini membantu proses filtrasi glomerular, resistensi pembuluh darah ginjal,
dan produksi renin. PGE2 mempengaruhi tubulus distal dan collecting duct untuk
meningkatkan ekskresi sodium dan air.
Bradikinin.
Pengeluaran angiotensin II, prostaglandin, dan ADH menstimulasi pengeluaran
bradikinin di ginjal. Bradikinin mendilatasikan arteriol afferent dan meningkatkan
permeabilitas membran kapiler terhadap beberapa zat. Cara ini berfungsi untuk
mengatur aliran darah ginjal dan reabsorpsi ketik kondisi lainnya menyebabkan
vasokonstriksi dinding pembuluh darah.
Eritropoietin.
Eritropoietin diproduksi dan dilepaskan akibat pengaruh penurunan tekanan oksigen
suplai darah renal. Eritropoietin mencetuskan produksi sel darah merah (RBC/Red
15
blood cell) di sumsum tulang belakang. Ketika jaringan ginjal tidak berfungsi,
produksi eritropoietin berkurang dan bisa menyebabkan seseorang anemia.
Aktivasi vitamin D.
Ragkaian langkah yang dibutuhkan untuk aktivasi vitamin D adalah hormon.
Beberapa langkah ini berlangsung di kulit ketika terpapar sinar ultraviolet dan proses
lainnya berlangsung di hepar. Di tempat inilah, vitamin D diubah menjadi bentuk aktif
(1,25-dihydroxy-cholecalciferol) di ginjal. Aktivasi vitamin D dibutuhkan oleh absorbsi
kalsium di saluran intestinal dan menjaga keseimbangan kalsium (Ignatavicius &
Workman, 2006).
2. Ureter
Ureter adalah struktur tubular yang masuk ke dalam kandung kemih dari pelvik
ginjal.Urin masuk kedalam pelvic ginjal melalui duktus coleduktus dan masuk ke
kandung kemih melalui ureter. Urin yang dialirkan dari ureter ke kandung kemih
biasanya dalam keadaan steril.
3. Kandung kemih (Bladder)
Dinding dari bladder terdiri dari 4 lapisan yaitu: mukosa bagian dalam, sub mukosa,
lapisan otot, dan lapisan serosa. Lapisan otot mempunyai serabut-serabut jaringan
otot yang membentuk otot detrusor. Disamping itu, bladder juga mempunyai spincter
yang berfungsi mengatur pengeluaran urin.
4. Uretra
Uretra berfungsi mengalirkan urin dari bladder ke meatus uretra. Dalam kondisi
normalnya aliran urin yang mengalami turbulensi membuat urine bebas dari bakteri.
Membrane mukosa melapisi uretra, kelenjar uretra mensekresi lender ke dalam
saluran uretra.

A. Fisiologi Urinaria
Dinding kandung kemih memiliki empat lapisan: lapisan mukosa didalam, sebuah
lapisan submukosa pada jaringan penyambung, sebuah lapisan otot, dan sebuah
lapisan serosa di bagian luar. Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4 sampai
6,5 cm. uretra pada pria memiliki panjang 20 cm. uretra pada pria ini terdiri dari tiga
bagian,yaitu uretra prostatic, uretra membranosa, dan uretra penil atau uretra
kavernosa. Pada wanita, meatus urinarius (lubang) terletak di antara labia minora,
diatas vagina dan dibawah klitoris. Pada pria, meatus terletak pada ujung distal penis.

16
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Eliminasi BAK
1. Pertumbuhan dan perkembangan
Bayi dan anak-anak mengekresikan urine dalam jumlah yang besar di
bandingkan dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Misalnya, anak berusia 6
bulan dengan berat badan 6-8 kg mengekresikan 400 sampai 500 ml urine setiap
harinya. Berat badn anak sekitar 10% dari berat badan ornag dewasa, tetapi
mengekresikan 33% urine lebih banyak daripada urine yang diekresikan orang
dewasa.Seorang anak tidak dapat mengontrol mikturisi secara volunteer samapi
berusia 18-24 bulan.

2. Faktor sosiokultural
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Ada masyarakat yang
mengharapkan agar fasilitas toilet merupakan sesuatu yang pribadi, sementara
ada budaya yang menerima toilet digunakan secara bersma-sama. Peraturan
sosial (misalnya saat istirahat sekolah) mepengaruhi waktu berkemih.
Pertimbangan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi klien harus
mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan sosial klien.
3. Faktor psikologis
Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih dan
frekuensi berkemih meningkat. Sorang individu yang cemas dapat merasakan
suatu keinginan untuk berkemih, bahkan seteah buang air beberapa menit
sebelumnya.
4. Kebiasaan pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting untuk
kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan distraksi (misalnya membaca)
untuk rileks.
5. Tonus otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi kandung
kemih dan kontrol spincter uretra eksterna.
6. Status volume
Ginjal memepertahakan keseimbangan sensitif antara retensi dan ekskresi cairan.
7. Kondisi penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih. Adanya
trauma pada saraf perifer yang menuju ke kandung kemih menyebabkan hilangnya
tonus kandung kemih.

17
8. Prosedur bedah
Stress karena pembedahan memacu kelenjar hipofisis posterior melepas sejumlah
ADH yang meningkatkan reabsorpsi air dan mengurangi ekskresi urine.
9. Obat-obatan
Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk meningkatkan
haluaran urine.
10. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih. Pemeriksaan
diagnostik (misalnya sistoskopi) yang melibatkan visualisasi langsung struktur
kemih dapat menyebabkan timbulnya edema lokal pada uretra dan spasme pada
spincter kandung kemih.

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM IMUNOLOGI


Sistem Imun (bahasa Inggris:immune system) adalah system perlindungan
pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh seldan organkhusus pada suatu
organisme.Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel
tumor,dan terhambatnya system ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko
terkena beberapa jenis kanker. (5)
Fungsi sistem imun:
1. Pembentuk kekebalan tubuh.
2. Penolak dan penghancur segala bentuk benda asing yang masuk ke dalam
tubuh.
3. Pendeteksi adanya sel abnormal, infeksi dan patogen yang membahayakan.
4. Penjaga keseimbangan komponen dan fungsi tubuh.

D. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

1. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat
(Silvia. Anderson Price, 1995). Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik
yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan
ketidak ade kuatan penggunaan insulin (Smeltzer & Bare, 2011).
2. Etiologi
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995
adalah:

18
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta
terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi
autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada individu
obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target insulin
diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam
meningkatkan efek metabolik yang biasa.
c. DM Malnutrisi
Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein
sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik
(Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta
pancreas.
d. DM Tipe Lain
- Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
- Penyakit hormonal
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang
merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif
dan rusak.
- Obat-obatan
Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin
Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide, phenothiazine
dan lain-lain.

3. Manifestasi klinis
Poliuria, polidipsi, polipagia, penurunan berat badan, kelemahan, keletihan,
mengantuk, malaise, kesemutan pada ekstremitas, infeksi kulit dan
pruritus,timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat.

19
4. Penatalaksanaan
Tujuannya:
a. Jangka panjang : mencegah komplikasi
b. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM
Penatalaksanaan DM
a. Diet
b. Latihan
c. Pemantauan
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl.
6. Komplikasi
a. Komplikasi metabolik
Ketoasidosis diabetik
HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
b. Komplikasi
Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati
Makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer).

2. Diagnosa keperawatan
a. Hipovolemia berhubungan dengan osmotik, kehilangan gastrik berlebihan,
masukan yang terbatas.
b. Defisit nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan
insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan sirkulasi.
d. Resiko tinggi perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endogen (ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain, penyakit
jangka panjang.
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. (Doengoes, 2000).
20
C. Intervensi
1. Hopovolemia berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik berlebihan,
masukan yang terbatas.
Data yang mungkin muncul:
Peningkatan haluaran urin, urine encer, haus, lemah, BB, kulit kering, turgor buruk.
2. Defisit nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan
insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme.
Data: Masukan makanan tidak adekuat, anorexia, BB menurun, kelemahan, kelelahan,
tonus otot buruk, dan diare.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan
fungsi lekosit/perubahan sirkulasi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTIROID

1. Definisi
Hipertiroidisme, suatu kondisi di mana terdapat kelebihan produksi hormon tiroid,
kondisi ini disebabkan oleh peningkatan fungsi tiroid dengan alasan apapun.
Kondisi ini dapat menyebabkan tirotoksikosis, sindrom klinis yang terjadi
merupakan akibat dari peningkatan hormon tiroid yang beredar di jaringan yang
terkena (Greenspan, 2004).
2. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala bayi yang menderita hipertiroid diantaranya adalah
(Djokomoeljanto, 2009):
a. Umum: Tak tahan hawa panas hiperkinesis, capek, BB turun, tumbuh cepat,
toleransi obat, hiperdefekasi, lapar.
b. Gastrointestinal : Makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegali.
c. Muskular: Rasa lemah.
d. Genitourinaria: Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomasti.
e. Kulit : Rambut rontok, kulit basah, berkeringat, silky hair dan onikolisis.
f. Psikis dan saraf : Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis periodik
dispneu.
g. Jantung : hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung.
h. Darah dan limfatik : Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar.
i. Skelet : Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang.

3. Patofisiologi
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
21
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi
pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis.
4. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat
alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien, resiko
pengobatan, dan sebagainya.

g. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan asuhan yang diberikan oleh seorang perawat
kepada seorang klien menggunakan proses keperawatan. Menurut Hidayat (2004),
proses keperawatan merupakan cara sistematis yang dilakukan oleh perawat
bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan
melakukan pengkajian, menetukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan
dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah
diberikan.
1. Pengkajian
Menurut Hidayat (2004), pengkajian merupakan langkah pertama dari proses
keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga
akan diketahui berbagai permasalahan yang ada.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito dan Moyet (2007) diagnosa keperawatan adalah suatu
pernyataan klinik yang menjelaskan tentang respons individu, keluarga, atau
masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan baik aktual atau
potensial.
3. Perencanaan
Menurut Hidayat (2004), perencanaan keperawatan merukan suatu proses
penyususnan bebrabagia intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk
mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien.
4. Pelaksanaan
Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan)yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan
(Hidayat, 2004). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal seperti
bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam

22
prosesdur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta memahami
tingkat perkembangan pasien.
5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara


melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak (Hidayat ,2004).

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN APPENDISITIS


1. Pengertian
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 2000).
2. Etiologi
a. Fekolit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
b. Tumor apendiks.
c. Cacing ascaris.
d. Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
e. Hiperplasia jaringan limfe

3. Manifestasi klinis
Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah,
Anoreksia, mual dan Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada
anak yang lebih besar), demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam
pada peritonitis, nyeri lepas, bising usus menurun atau tidak ada sama
sekali, konstipasi, diare, dysuria, iriitabilitas, gejala berkembang cepat,
kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala
pertama.

4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
a. Sebelum operasi
b. Operasi, pasca operasi

23
PROSES KEPERAWATAN KLIEN APPENDISITIS
PENGKAJIAN
a. WawancaraDapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnose keperawatan yang biasanya
muncul pada klien dengan appendicitis adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya continuitas jaringan/insisi bedah
2. Aktual / Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah
3. Ketidakseimbangan nutrisi
4. Cemas berhubungan dengan Perubahan status kesehatan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan Tidak adekuatnya pertahanan tubuh
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan Kurang terpaparnya informasi
EVALUASI
1. Melaporkan berkurangnya nyeri
2. Cairan tubuh seimbang
3. Nutrisi terpenuhi
4. Kecemasan berkurang
5. Menunjukan tidak ada tanda infeksi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KANKER KOLOREKTAL


1. Definisi
Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignant yang muncul pada jaringan
epithelial dari colon / rectum.Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang
berkembang dari polyp adenoma.
2. Etiologi
Penyebab dari Ca Colorektal tidak diketahui secara pasti, namun terdapat faktor-
faktor predisposisi yang terdiri dari:
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Riwayat keluarga
c. Riwayat kanker di bagian tubuh yang lain
d. Polip Benigna, Polip Kolorektal, Polip Adematosa atau adenoma Villus
e. Kolitis ulseratif lebih dari 20 tahun
f. Sedentary Life style, merokok, Obesitas.

24
g. Kebiasaan makan tinggi kolesterol/lemak dan protein (konsumsi daging) serta
rendah serat / Karbohidrat Refined yang mengakibatkan perubahan pada flora
feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan
protein dan lemak yang bersifat karsinogenik.
3. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik. Bisa dijumpai tanpa keluhan
sampai adanya keluhan berat dan tergantung pada lokasi / besarnya tumor.

4. Penatalaksanaan
Tindakan pencegahan perlu dilakukan dan mencakup pendidikan mengenai diet agar
individu meningkatkan asupan buah, sayur, makanan kasar dan padi-padian untuk
meningkatkan masa makanan menurunkan lemak dan menyediakan antioksidant.

5. Penatalaksanaan Medik
Keberhasilan pengobatan kanker kolorektal ditentukan oleh stadium saat diagnosis
dibuat.

6. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan Klien dengan bedah usus:
A. Pra-Operatif
1. Pastikan tanda-tanda valid untuk prosedur. Ini berguna bagi pasien dan anggota
keluarga untuk memahami prosedur dan kemungkinan risiko dan keunggulan,
sebaiknya altenatif untuk persiapan prosedur.
2. Kaji pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur, klarifikasi dan
interpretasikan sesuai kebutuhan.
3. Pemasangan NGT. Meskipun sering dilakukan pemasangan di kamar bedah
hanya untuk pembedahan, NGT dapat dipasang preoperative untuk membuang
sekresi dan mengosongkan isi lambung.
4. Prosedur persiapan usus. Antibiotok oral dan parenteral sebaiknya kathartik dan
enema/ ditelan dapat diberikan preoperative untuk membersihkan usus dan
mengurangi risiko kontaminasi peritoneal oleh isi usus selama pembedahan.
B. Pasca-Operatif
1. Perawatan rutin untuk klien bedah. Monitor TTV dan intake dan output, meliputi
drainase lambung dan lainnya dari drain luka. Kaji perdarahan dari insisi
abdomen dan perineal, kolostomi, atau anus.
2. Monitor bising usus dan derajat distensi abdomen. Manipulasi pembedahan dari
usus manghentikan peristaltic, menyebabkan ileus.

25
3. Sediakan obat mengurangi nyeri dan pemeriksaan rasa nyaman seperti
perubahan posisi
4. Kaji status pernafasan, sangga abdomen dengan selimut atau bantal untuk
membantu batuk
5. Kaji posisi dan Patensi NGT, persambungan suction. Bila selang terlipat, irigasi
dengan salin steril secara hati-hati.
6. Kaji warna, jumlah, dan bau drainase dan kolostomi (bila ada) catat berbagai
perubahan atau adanya bekuan atau perdarahan berwarna merah terang.
7. Hindari pemasangan temperature rectal, suppositoria atau prosedur rectal lain
sebab dapat merusak garis jahitan anal, menyebabkan perdarahan, infeksi atau
gangguan penyembuhan.
8. Pertahankan cairan intravena ketika masih dilakukan suction naso gastric.
9. Pemberian antacid, antagonis histamine 2 reseptor dan terapi antibiotic
dianjurkan.
10. Anjurkan ambulasi untuk merangsang peristaltic
11. Mulai pengajaran dan perencanaan pulang.

Tujuan Perawatan pasca-operatif:


1. Perawatan luka
2. Pendidikan klien dan pertimbangan perawatan di rumah
3. Citra tubuh positif
4. Pemantauan dan penatalaksanaan Komplikasi
Diagnosis Keperawatan
1. Defisit nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual dan
muntah
2. Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan muntah dan dehidrasi
3. Ansietes yang berhubungan dengan pembedahan yang akan dilakukan dan
diagnosis kanker
4. Risiko ketidakefektifan penatalkasanaan program terapeutik yang berhubungan
dengan defiensi pengetahuan mengenai diagnosis, prosedur bedah, dan perawatan
diri setelah pulang
5. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan insisi bedah, stoma, dan
kontaminasi feses pada kulit peristoma
6. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan kolostomi
7. Ketidakefektifan pola seksualita yang berhubungan dengan ostomi dan konsep diri.

26
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEPATITIS

1. Definisi
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difusi pada jaringan yang dapat disebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia.
2. Etiologi
Dua penyebab utama hepatitis adalah penyebab virus dan penyebab non virus.
Sedangkan insidensi yang muncul tersering adalah hepatitis yang disebabkan oleh
virus.
3. Klasifikasi dan Penyebab Hepatitis
Hepatitis A B C D E
Masa inkubasi 14 – 49 hari 30-180 hari 15-150 35 hari 14-63
(+/- 28 hari) (+/= 75 hari) hari hari
Cara
penularan
· fekal– oral Ya Tidak Tidak Tidak Ya
· parenteral Ya Ya Ya Tidak
· lain – lain Akhir ini bisa Kontak Kontak Kontak “water
? seks, kontak seks seks borne”
“water borne” serumah Kontak Kontak
Transmisi serumah serumah
Vertikal
Tipe penyakit Biasanya Bervariasi Bervariasi Biasanya Biasan
akut akut ya akut
(fulminan)
Carrier kronik Tidak 5-10% 80% 70-80% Tidak
Cah Tidak 50% Ya Ya Tidak
Sirosis 20% 20%
Hepatoma Ya
Mortalitas 0.1-0.2% 0.5-2% 30% pada 15-20%
Tanpa pasien pada
Komplikasi kronis wanita
hamil
4. Manifestasi klinik
Menifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama. Manifestasi
klinik dapat dibedakan berdasarkan stadium.

5. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus
dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.

6. Tanda dan Gejala


a. Masa tunas
b. Fase Pre Ikterik
c. Fase Ikterik
27
d. Fase penyembuhan
7. Penatalaksanaan medis
a. Penderita yang menunjukkan keluhan berat harus istirahat penuh selama 1-2
bulan.
b. Diet harus mengandung cukup kalori dan mudah dicerna.
c. Pada umumnya tidak perlu diberikan obat-obat
d. Wanita hamil yang menderita hepatitis perlu segera di rujuk ke rumah sakit
e. Pemeriksaan enzim SGPT dan gamma-GT perlu dilakukan
f. Hepatitis b dapat dicegah dengan vaksin
g. Pada saat ini belum ada obat yang dapat memperbaiki kerusakan sel hati

7. Asuhan keperawatan hepatitis


A. Pengkajian
a. Identitas Pasien
b. Riwayat Kesehatan
c. Riwayat penyakit keluarga
B. Pemeriksaan Fisik
1. Review of Sistem (ROS)
2. Pengkajian fungsional Gordon

3. Pemeriksaan Penunjang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHIROSIS HEPATIS


Definisi
Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan normal
dengan fibrosis yang menyebar, yang mengganggu struktur dan fungsi hati.
Pengkajian dan Metode Diagnostik
a. Uji fungsi hati (mis,fosfatase alkali serum, aspartate aminotransferase (AST)
(transaminase glutamate oksaloasetat serum (SGOT), alanin aminotransferase
(ALT) transaminase glutamate piruvat serum (SGPT), GGT, kolinesterase
serum, dan bilirubin, masa protrombin,gas darah arteri,biopsy.
b. Pemindaian ultrasonografi
c. Pemindaian CT
d. MRI
e. Pemindaian hati radioisotope
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksana medis didasarkan oleh manifestasi gejala.

28
a. Terapi mencakup antacid, suplemen vitamin dan nutrisi, diet seimbang, diuretic
penghemat kalium (untuk asites); hindari alcohol
b. Kolkisin dapat memperlama kesintasan pada pasien dengan sirosis ringan
sampai sedang.
Penatalaksana Keperawatan
Meningkatkan Istirahat
a. Posisikan tempat tidue untuk mencapai efektivas pernapasan yang maksimal
berikan oksigen jika diperlukan
b. Mulai upaya untuk mencegah gangguan pernapasan, sirkulasi, dan vascular
c. Dorong pasien untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap dan rencanakan
istirahat dengan aktivitas dan olahraga ringan

Meninggkatkan status nutrisi


a. Berikan diet bernutrisi tinggi protein yang dilengkapi dengan vitamin B komplek dan
vitamin lain, termasuk vitamin A,C, dan K
b. Dorong pasien untuk makan: berikan makanan dalam jumlah sedikit, tetapi sering,
pertimbangkan pilihan pasien, dan berikan suplemen protein, jika diindikasikan
c. Berikan nutrient dengan slang pemberian makan atau nutrisi parenteral total jika
diperlukan
d. Berikan pasien dengan feses berlemak bentuk vitamin A,D,E larut lemak yang
dapat dilarutkan dalam air dan berikan asam folat dan zat besi untuk mencegah
anemia
e. Berikan diet rendah protein untuk sementara jika pasien menunjukan tanda-tanda
akan mengalami koma atau berlanjut ke koma, batasi natrium jika diperlukan.

Memberikan perawatan kulit


a. Ganti posisi pasien secara sering
b. Hindari menggunakan sabun yang mengiritasi dan plester perekat
c. Berikan losion untuk melembutkan kulit ysng teriritasi, dilakukan tindakan untuk
mencegah agar pasien tidak menggaruk kulit

Mengurangi Risiko Cedera


a. Gunakan bantalan di pagar tempat tidur jika pasien mengalami agitasi atau gelisah
b. Orietasikan pasien pada waktu, tempat, an prosedur untuk meminimalkan agitasi
c. Intruksikan pasien untuk meminta bantuan untuk keluar dari tempat tidur
d. Evaluasi dengan saksama setiap cedera karena kemungkinan dapat terjadi
perdarahan internal
e. Berikan tekanan ke tempat punksi vena untuk meminimalkan pendarahan

29
Memantau dan menangani komplikasi
d. Pantau perdarahan dan hemoragi
e. Pantau stastus mental pasien dengan saksama dan laporkan perubahan yang
ditemukan sehingga terapi ensefalopati dapat dimulai secara tepat
f. Secara cermat pantau kadar elektrolit serum dan perbaiki jika hasil pemeriksaan
tidak normal
g. Berikan oksigen jika terjadi desaturasi oksigen; pantau adanya demam atau nyeri
abdomen, yang dapat memadai awitan peritonitis bacterial atau infeksi lain
h. Kaji status kardiovaskular dan respirasi; berikan diuretic, implementasikan
pembatsan cairan, dan aturposisi pasien jika perlu
Meningkatkan Asuhan di Rumah dan Komunitas

Persiapan pasien untuk pulang dengan memberikan intruksi diet, termasuk menghapus
alcohol dari diet.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GASTRITIS

I. Pengertian
Gastritis adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan-kerusakan erosi.
II. Etiologi
A. Gastritis Akut.
Inflamasi akut dari dinding lambung yang biasanya terbatas pada mukosanya
saja terjadi atas gastritis eksogen dan endogen yang akut.
B. Gastritis Kronis
Merupakan suatu inflamasi kronik yang terjadi pada waktu lama pada permukaan
mukosa lambung, penyebabnya belum diketahui secara langsung,

III. PATOFISIOLOGI
Pada gaster yang terjadi peradangan pada lapisan mukosa terjadi kemerahan,
edema dan meradang, biasanya peradangan ini terbatas pada mukosa saja.
MANIFESTASI KLINIS
A. Gastritis Akut
1. Gastritis Akute Eksogen Simple
2. Gastritis Akute Eksogen Korosiva
3. Gastritis Infeksiosa Akut
4. Gastritis Hegmonos Akut

30
B. Gastritis Kronis, terdiri dari:
1. Gastritis Superfisialis.
2. Gastritis Atropikan
3. Gastritis Hypertropik Kronik

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tiga cara dalam menegakkan pemeriksaan, yaitu gambaran klinis, gambaran lesi
mukosa akut di mukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal dengan tepi
rata pada endoskopi, dan gambaran foto atau gambaran radiologi dengan kontras
tunggal yang sukar untuk melihat lesi permukaan yang superficial, karena itu
sebaiknya digunakan kontras ganda secara umum peranan endoskopi saluran
cerna bagian atas lebih sensitif dan spesifik untuk diagnosis kelainan akut
lambung.
VII. PENATALAKSANAAN
A. Gastritis Akut
1. Gastritis Eksogen Akute Simple
2. Gastritis Atropikan
VIII. KOMPLIKASI
A. Gastritis Akute.
1. Perdarahan saluran cerna atas, hingga anemia dan kematian.
2. Ulkus pada lambung.
3. Perforasi lambung.
B. Gastritis Kronis.
1. Gangguan penyerapan Vitamin B12 karena atropi lambung dan akan terjadi
anemia pernisiosa
2. Gangguan penyerapan zat besi
3. Penyempitan daearah fillorus
4. Kanker lambung

31
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTRITIS

A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat.
2. Sirkulasi
3. Integritas Ego
4. Eliminasi.
5. Makanan / Cairan
6. Neorosensori
7. Nyeri/Kenyamanan
8. Keamanan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL AKUT

a. Definisi gagal ginjal


Terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolisme tubuh atau
melakukan fungsi regulernya.
b. Gagal ginjal akut (GGA)
1) Pengertian
Hilangnya fungsi ginjal secara mendadak akibat kegagalan sirkulasi renal atau
disfungsi tubuh dan glomerulus
2) Tanda dan gejala
Oliguria (produksi urin <400ml/hari), anuria (produksi urin < 50 ml/hari),
peningkatan Blood Ureum Nitrogen (BUN), dan serum kreatinin
3) Etiologi
Pra renal: (hipoperfusi ginjal), penurunan glomerulus filtrasi rate (GFR), akibat
hemorragia, kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, diuresis osmotik),
kehilangan cairan melalui gastrointestinal (muntah dan diare), gangguan efisiensi
jantung, infark miokard disritmia, shock kardiogenik, vasodilatasi: sepsis,
anafilaksis, dan antihipertensi.
4) Tahapan GGA
Periode awal, masa serangan menyebabkan oliguria.Periode oliguria, produksi
urin < 400 ml/hari, dan peningkatan konsentarsi serum (ureum, kreatinin, asam
urat, K, dan Mg).
5) Manifestasi klinik

32
Lethargi, mual persisten, muntah (berhubungan dengan peningkatan sampah
metabolik berupa ureum dan kreatinin), diare, dehidrasi, nafas feton uremik, SSP:
lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang.
6) Nilai Laboratorium
Output urine berkurang (hematuria), blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin
meningkat, hiperkalemia menyebabkan disritmia jantung, asidosis metabolic.
7) Penatalaksanaan
Dialisis (hemodialisis atau peritoneal dialisis, penanganan hiperkalemia dapat
diatasi dengan pemberian bicarbium bicarbonat diberikan untuk menaikkan pH
plasma, glukosa, insulin, kalsium glukonat, pengurangan produk kalium eksternal.
c. Gagal Ginjal Kronik (GGK)
1) Pengertian
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah gangguan renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer &
Bare, 2002).
2) Etiologi
Penyakit sistemik DM, glomerulonefritis kronis (infeksi pada glomerulus dan
nefron), pielonefritis (infeksi pada piala ginjal), hipertensi yang tidak
terkontrol, obstuksi tractus urinaria, infeksi, medikasi, agen toksik,
lingkungan dan agen berbahaya (timah, merkuri, dan kromium) (Smeltzer
& Bare, 2001).
3) Manifestasi klinis
a). Gejala Cardiovaskuler
b). Gejala integumen
c). Gejala gastrointestinal
d). Gejala Pulmoner
e). Gejala neurologi
f). Gejala Muskuloskeletal
g). Gejala produktif
4) Stadium GGK
Terdapat 5 (lima) stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan
melalui penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR). Untuk
menghitung GFR akan diperiksakan sampel darah penderita ke
laboratorium untuk melihat kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin adalah

33
produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring dari
dalam darah oleh ginjal yang sehat. Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal
ginjal kronis sebagai berikut:
a) Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/menit)
b) Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/menit)
c) Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
d) Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/menit)
e) Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/terminal (<15 ml/menit)
5) Pemeriksaan Penunjang
Kreatinin plasma meningkat, penurunan bikarbonat plasma, hiperkalemia,
peningkatan fosfat dan kalsium plasma, leukosit dan trombosit normal,
pemeriksaan urin (kliren kreatinin meningkat).
6) Pemeriksaan Diagnostik
Urine, darah, osmolalitas serum, pielogram retrograd, arteriogram ginjal,
USG ginjal, biopsi ginjal, endoskopi, EKG, dan photo thorax.
7) Penatalaksanaan
Terapi konservatif.Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah
memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan
akibat akumulasi toksin azotemia.
Peranan diet. Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk
mencegah atau mengurangi toksin azotemia.
8) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
a) Pengkajian
Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau somnolen).
Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi; nyeri dada
(angina).
Integritas Ego
Gejala: Faktor stress, contoh financial, hubungan, dan sebagainya,
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Makanan / Cairan
34
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa
metelik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia), penggunaan
diuretik.
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal),
penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi,
riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan,
penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang.
Pemeriksaan Diagnostik
Urine: volume : biasanyakurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau
urine tak ada (anuria), warna : urine keruh mungkin disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, partikel kolod, fosfat atau urat, sedimen kotor,
kecklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin, Berat
jenis : kurang dari 1.015, Natrim: lebih besar dari 40 mEq/L karena
ginjal tidak sanggup merabsorbsi natrium, Protein: derajat tinggi
proteinuria (3-4+).
b) Diagnosa keperawatan
(1) Hipovolemia berhubungan dengan penurunan output urine, diet
berlebihan, retensi cairan dan natrium
(2) Defisit nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh bhd dengan anorexia,
mual, muntah dan pembatasab diet.
(3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah
interprestasi informasi.
(4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur dialysis.
(5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketergantungan,
perubahan peran, body image dan disfungsi sexual.

35
ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI
1. Benigna Prostat Hypertropy (BPH)
a. Definisi
BPH adalah pembesaran progresif atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat
membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran keluar urine dengan menutupi orifisium uretra, dapat
menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. secara umum pada pria lebih
tua dari 50 tahun.

b. Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara
pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada hormon
androgen, dan endokrin dan dapat pula dianggap undangan (counter part).
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua,
tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1) Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2) Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis. Adapun gejala dan tanda yang
tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:
a) Retensi urin
b) Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
c) Miksi yang tidak puas
d) Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
e) Pada malam hari miksi harus mengejan
f) Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
g) Massa pada abdomen bagian bawah
h) Hematuria
i) Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk
mengeluarkan urin)
j) Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi
k) Kolik renal
l) Berat badan turun
m) Anemia
c. Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
1) Observasi

36
2) Medikamentosa
3) Pembedahan
4) Alternatif lain (misalnya: kriyoterapi, hipertermia, termoterapi, terapi
ultrasonic).

d. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara
lain:
a) Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower
Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin
lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah
miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa
urgensi, frekuensi serta disuria.
b) Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu.
Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin
akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis
sampai syok - septik.
2) Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan Agen injuri fisik, pembedahan
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak
adekuat, prosedur invasif.
c. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya
berhubungan dengan kurang informasi dan kognitif.
d. Syndrom defisit self care berhubungan dengan kelemahan, penyakitnya

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN UROLITHIASIS


1. Pengertian
Urolithiasis adalah terbentuknya batu (kalkulus) dimana saja pada sistem
penyalur urine, tatapi batu pada umumnya terbentuk di ginjal. Batu mungkin
terbentuk tanpa menimbulkan gejala atau kerusakan ginjal yang bermakna, hal ini
terutama pada batu besar yang tersangkut pada pelvis ginjal.
Bahan-bahan yang dapat menjadikan batu saluran kemih meliputi
2. Etiologi

37
Pada kebanyakan penderita batu saluran kemih tidak ditemukan penyebab
yang jelas (idiopatik), akan tetapi ada beberapa faktor-faktor yang berperan pada
pembentukan batu saluran kemih.
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang ditemui adalah:
- Nyeri di daerah pinggang
- Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada
- Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok
- Batu nampak pada pemeriksaan pencitraan.
- Gangguan fungsi ginjal.
- Pernah mengeluarkan batu kecil saat kencing.

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien urolithiasis adalah
radiografi ginjal, ureter, dan kandung kemih (KUB radiograph). Intra Venous
Pyelogram (IVP) juga sering dilakukan untuk mengetahui tempat sumbatan dan
keparahannya. Urinanalisa menunjukkan hematuria mikroskopis atau gros, sel darah
putih (SDP), perubahan pH, dan kristal kalsium, asam urat, atau sistin yang
menunjukkan batu.
5. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksaan batu saluran kemih adalah menghilangkan obstruksi,
mengobati infeksi, menghilangkan rasa nyeri serta mencegah terjadinya gagal ginjal
dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (Wijaya dan Putri, 2013: 254).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH


Infeksi Saluran Kemih
a. Pengertian
Infeksi saluran kemih atau infection traktus urinarius (UTI) disebabkan
oleh adanya mokroorganisme patogenik dalam traktus urinarius seperti infeksi
pada kandung kemig (sistitis), uretra (uretritis), prostat (prostatitis) dan ginjal
(piolonefritis) (Smeltzer & Bare. 2002).
b. Faktor-faktor yang berperan
Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang
tidak lengkap, gangguan status metabolism (diabetea, kehamilan, gout) dan
immunosupresi meningkatkan risiko UTI dengan mengganggu mekanisme
normal.

38
c. Manifestasi klinik
UTI pada sistitis mencakaup nyeri yang sering dan rasa panas ketika
berkemih, spasme pada area kandung kemih dan suprapubik. Hematuria dan
nyeri punggung juga dapat terjadi. Tanda dan gejala UTI bagian atas
(pielonefritis) mencakup demam, menggigil, nyeri panggul, dan nyeri ketika
berkemih. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya nyeri dan nyeri tekan di area
sudut kostovertebral (CVA).
d. Evaluasi diagnostik
1) Hitung koloni
Infeksi UTI diagnosis adanya bakteri dalam urine, hitung koloni sekitar
100.000 koloni permililiter urine dari tamping aliran tengah atau dari
specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
2) Temuan di tingkat sel
Sel leukosit juga terdeteksi pada infeksi UTI, sejumlah besar sel ini
berhunbungan dengan UTI bagian atas daripada bagian bawah.
3) Kultur urine
Kultur urine dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya organisme
spesifik.Telah dianggap bahwa kelompok pasien berikut ini harus dilakukan
kultur urine jika terdapat bekteriuria.
e. Penatalaksanaan
Penanganan UTI yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif
menghilangkan bakteri dari tarktus urinarius dengan efek minimal terhadap
flora fekal dan vagina. Variasi program penanganan telah berhasil menangani
infeksi traktus urinarius nonkomplikasi pada wanita, dari pemberian dosis
tunggal, program medikasi short course (3-4 hari), atau long course 7-10 hari.
f. Proses keperawatan pada pasien UTI bawah
1) Pengkajian
Adanya nyeri, sering berkemih, urgensi dan hesitancy dan perubahan
dalam pola urine. Pola berkemih dikaji untuk mendeteksi faktor predisposisi
terjadinya UTI. Pengosongan kandung kemih yang tidak teratur, hubungan
seksual, praktik kontraseptif, dan hygiene personal di kaji.
2) Diagnosa
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan dapat
mencakup yang berikut:
a) Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi
uretra, kandung kemih, dan struktur traktus urinarius lain.

39
b) Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan sering berkemih,
urgensi dan hesitancy.
c) Kurang pengetahuan tentang faktor predisposisi infeksi dan
kekambuhan, deteksi dan pencegahan kekambuhan dan terapi
farmakologi (Smeltzer & Bare, 2001).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN RHEMATOID ARTHRITIS

Definisi
Rhematoid arthritis merupakan suatu penyakit autoimun kronis dengan gejala nyeri,
kekakuan, gangguan pergerakan, erosi sendi dan berbagai gejala inflamasi lainnya.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis reumatoid mempunyai autoantibodi
di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan
yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi.

PROSES KEPERAWATAN REUMATOID ARTHRITIS


[

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Keperawatan
Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan
merasakan adanya perubahan pada sendi.
2. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna
kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
2. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
· Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
· Catat bila ada krepitasi
· Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
3. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
· Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
· Ukur kekuatan otot

40
4. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
5. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
3. Riwayat Psiko Sosial
[

Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi
pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya
kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi
berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya
aspek body image dan harga diri klien.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah dengan
adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang sering
muncul yaitu:
1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi,
bengkok, deformitas.
2. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
3. Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
4. intoleransi aktifitas sehari-hari berhubungan dengan terbatasnya gerakan.

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)

a. Pengertian
SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoantibodi dalam tubuh.
b. Etiologi
Hingga kini faktor yang merangsang sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak
normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran
ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.

c. Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus
2. Systemics Lupus
3. Drug-Induced

41
d. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibodi yang berlebihan.
e.Tanda dan gejala
Tanda atau gejala lainnya dari SLE telah dinyatakan oleh “American college of
rheumatology” yaitu 11 kriteria untuk klasifikasi SLE.
f. Manifestasi Klinis
1. Sistem Muskuloskeletal
2. Sistem integumen
3. Sistem kardiak
4.Sistem pernafasan
6.Sistem perkemihan
7.Sistem saraf
g. Pemeriksaan diagnostik
1. Ana Test
2. Anti ribosomal P
3. Anti Kardiopilin
4. Coombstest
5. Pemeriksaan Darah lengkap
6. Urinalisasi
h. Evaluasi Diagnostik
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil
pemeriksaan darah.
i. Komplikasi
1.Vaskulitis
2.Perikarditis
3. Myocarditis
4. Anemia Hemolitik
5. Intra Vaskuler Trombosis
6. Hypertensi
7. Kerusakan Ginjal Permanen
8. Gangguan Pertumbuhan
j. Penatalaksanaan
- Medis
- Keperawatan
k. Pencegahan

42
1. Hindari sinar matahari berlebihan
2. Makan makanan yang sehat
3. Hindari infeksi, misalnya infeksi luka tatto
4. Bagi remaja perempuan sangat dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan
yang mengandung hormon estrogen.

REFERENSI
Barrett, K. E., Barman, S. M., Boitano, S., & Brooks, H. L. (2016). Ganong’s Review of
Medical Physiology (25th ed.). New York. Retrieved from Mc Graw Hill Education

Brady, Ca.-M., McCabe, C., & McCann, M. (2014). Fundamentals of Medical-Surgical


Nursing: a system Approach. Clinical Record Book of Medical-Surgical Nursing (1st
ed.). West Sussex: Wiley Blackwell. https://doi.org/10.5005/jp/books/14252_2

Ignatavicius, D. D., Workman, M. L., Blair, M., Rebar, C., & Winkelman, C. (2016). Medical
Surgical Nursing Patient-Center Collaborative Care (eight). Missouri: Elsevier.

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., & Bucher, L. (2014). Study Guide for Medical-Surgical
Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. Study Guide for
Medical-Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems (9th
ed.). Elsevier Inc. Retrieved from
https://books.google.com/books?id=4VcMBAAAQBAJ&pgis=1

Sherwood, L. (2011). Fisiologl Manusia dari Sel ke Sistem (Vol. 6). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner and
Suddarth’s Text Book of Medical Surgical Nursing (Twefth). Philadelphia: Lippincott
Wiiliams & Wilkins.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2011). Textbook of medical surgical nursing (10 ed. Vol. 1).
Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.

Smeltzer, S.C (2011) Keperawatan Medikal-Bedah, Brunner & Suddarth, EDC 12,
Jakarta, EGC
Wilkinson J.M (2010) Diagnosis Keperawatan, Diagnosis Nanda-I, Intervensi NIC, Hasil
NOC, Edisi 10,EGC Jakarta
Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI (2018), Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI), Jakarta.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI), Jakarta.

43
MATERI PRAKTIKUM

A. PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PENCERNAAN DAN PERKEMIHAN

Perawat mulai dengan mengambil riwayat lengkap, memfokuskan pada


gejala-gejala umum disfungsi gastrointestinal. Gejala-gejala dimana pengkajian
difokuskan mencakup nyeri, kembung, bising usus, mual dan muntah,
hematemesis, perubahan kebiasaan defekasi serta karakteristik feses.Nyeri sering
merupakan gejala utama dari penyakit gastrointestinal.
Kaji lokasi, durasi, pola, frekwensi, distribusi penyebaran dan waktu nyeri
Indigesti. Indigesti dapat diakibatkan oleh gangguan control saraf lambung dan
bagian lain GI. Makanan berlemak cenderung menimbulkan ketidaknyamanan
karena lemak berada di lambung lebih lama sendawa dan flatulensi.
Akumulasi gas di saluran GI dapat menimbulkan sendawa (pengeluaran gas
melalui mulut bila gas mencapai lambung) dan flatulensi (pengeluaran gas dari
rektum). Keluhan yang sering dirasakan: kembung, distensi atau merasa penuh.
Mual dan muntah. Muntah biasanya didahului oleh rasa mual yang dapat
dicetuskankan oleh bau, aktifitas, atau makanan yang masuk. Muntah dapat
berupa partikel yang tidak dapat dicerna atau darah (hematemesis).
Diare dan konstipasi. Diare secara umum terjadi bila isi saluran pencernaan
bergerak terlalu cepat dan terdapat ketidakadekwatan waktu untuk absorbsi.
Konstipasi adalah reternsi atau perlambatan pengeluaran feses dari rectum.
Absorpsi berlebihan air dari bahan fekal menghasilkan feses yang yang keras,
kering dan volume yang lebih kecil dari normal. Dikatakan konstipasi jika pada saat
BAB sering mengejan, frekwensi dua kali setiap minggu. Riwayat lain yang perlu
dikaji adalah riwayat kesehatan terdahulu, kesehatan keluarga dan riwayat
psikososial.

Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik kemudian dikaji untuk memastikan data subyektif yang didapat dari
pasien. Abdomen diinspeksi, diauskultasi, di palpasi dan diperkusi. Pasien
ditempatkan pada posisi supine. Kontur dan simetrisitas dari abdomen dilihat
dengan identifikasi penonjolan lokal, distensi atau gelombang peristaltik. Auskultasi
dilakukan sebelum palpasi dan perkusi untuk mencegah terjadi perubahan
motilitasi usus. Karakter, lokasi dan frekwensi usus dicatat, timpani atau pekak
dicatat selama perkusi. Palpasi digunakan untuk mengidentifikasi massa abdomen
atau area nyeri tekan.
44
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PENCERNAAN
Pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan system pencernaan meliputi
pemeriksaan yang kompherensif dari status nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi
mulut dan pharing, abdomen, anus /rectum. Tahapan pemeriksaan fisik diawali
dengan inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi yang pada pemeriksaan system
lain tidak menekankan urutan seperti ini. Hal ini dikarenakan perubahan nilai atau
kualitas hasil bila palpasi atau perkusi dilakukan terlebih dahulu. Sebagai contah
adalah frekuensi peristaltic usus dapat berubah oleh suhu tangan pemeriksa oleh
karenanya auskultasi dahulu peristaltic baru kemudian palpasi abdomen.
Tujuan
1. Mendapatkan data lengkap untuk menegakan diagnosa keperawatan yang
akurat
2. Membantu individu mengatasi perubahan kehidupan sehari – hari secara efektif
dan perawatan diri baik potensial maupun actual yang disebabkan oleh adanya
masalah kesehatan atau penyakit
Dilakukan pada / indikasi
Pasien yang mengalami gangguan system pencernaan
Persiapan alat
1. Stetoskop
2. Bath scale ( timbangan )
3. Meteran
4. Spatel lidah
5. Pen light
6. Sarung tangan

45
EVALUASI (√)
No. KRITERIA PENILAIAN
YA TIDAK
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
Pemeriksaan mulut dan orofaring
8 Inspeksi :
- bibir terhadap bentuk, posisi, gerakan, kondisi warna, lesi
- Mukosa mulut terhadap warna, tekstur, lesi, bengkak,
perdarahan
- Gusi terhadap karateristik, warna
- Geligi terhadap sumbatan, jumlah puncak belakang gigi
berada
- Warna, dan karateristik permukaan pada bagian bawah gigi
- Lidah mengenai warna, tekstur, ukuran,lapisan, atau ulserasi
- Dasar mulut terhadap warna, karateristik permukaan,
- Palatum keras dan lunak, warna, kontur, dan gerakan
- Area tonsilar terhadap ukuran, warna, eksudat
- Dinding faringeal posterior, terhadap warna, rabas, lesi
9 Palpasi :
- Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk
- Palpasi terhadap adanya ulserasi, tumor /pembengkakan
- Palpasi palatum dengan jari telunjuk dan rasakan terhadap
adanya fisura dan pembengkakan
- Palpasi lidah dan dasar mulut terhadap nyeri tekan, massa
- Teknik : gunakan sarung tangan, palpasi lidah diantara ibu jari
tangan dan ujung jari telunjuk
- Palpasi dasar mulut dengan jari telunjuk
Pemeriksaan Perut
10 Inspeksi:
- Bibir terhadap bentuk, posisi, gerakan, kondisi warna, lesi
- Mukosa mulut terhadap warna, tekstur, lesi, Bengkak, dan
perdarahan
- Gusi terhadap karateristik, dan warna
- Geligi terhadap keutuhan, caries gigi, warna, dan kebersihan
gigi
- Lidah mengenai warna, tekstur, ukuran, lapisan, atau ulserasi
- Dasar mulut terhadap warna, karateristik permukaan,
- Palatum keras dan lunak, warna, kontur, dan gerakan
- Area tonsilar terhadap ukuran, warna, dan eksudat
Dinding faringeal posterior, terhadap warna, rabas, lesi.

11 Palpasi:
- Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk
- Palpasi terhadap adanya ulserasi, tumor/ pembengkakan
46
EVALUASI (√)
No. KRITERIA PENILAIAN
YA TIDAK
- Palpasi palatum dengan jari telunjuk dan rasakan terhadap
adanya fisura dan pembengkakan
- Palpasi lidah dan dasar mulut terhadap nyeri tekan, massa
- Teknik : gunakan sarung tangan, palpasi lidah diantara ibu jari
tangan dan ujung jari telunjuk
- Palpasi dasar mulut dengan jari telunjuk
Pemeriksaan Perut
12 Inspeksi:
- Kulit terhadap warna, karakteristik permukaan, jaringan perut,
dan lesi
- Umbilicus untuk kontur dan simetris
Auskultasi:
- Succutio Sflash (menilai cairan yang teresidu dalam lambung.
Cara: Klien tidur telentang, kedua lutut difleksi. Dengan
mengocok lambung sambil mendengarkan fluktuasi cairan
dengan stetoskop.
(bagian diagfragma) positif bila terdengar bunyi fluktuasi
cairan seperti bunyi yang dihasilkan bila kita mengocok air
dalam botol
- Bising usus terhadap frekwensi.
Cara: tempatkan stetoskop pada abdomen dengan sedikit
tekanan.
- Gunakan diafragma stetoskop karena bising usus bernada
tinggi. Kembangkan dan gunakan rute sistematik (frekuensi 5-
35x/menit)
- Dengarkan apakah ada bruit/desiran
Teknik : tempatkan bel dari stetoskop di atas area epigastrik
dan keempat kuadran.
Perkusi
- Teknik: Lakukan perkusi di semua kuadran terhadap timpani
atau pekak, lakukan secara sistemik
- Batas Hepar
Teknik : mulai pada garis midklavikula kanan bawah (GMK),
Perkusi ke arah atas di bawah tepi kostal sepanjang GMK
sampai bunyi timpani berubah menjadi pekak. Tandai lokasi
dengan pena. Mulai pada GMK kanan atas ke arah bawa dari
bunyi resonan berubah menjadi pekak, kemudian tandai
lokasi tersebut dan ukur dengan penggaris rentangnya.
- Limpa
Teknik : mulai perkusi ke bawah tepat posterior sampai atau
pada garis kira-kira lintasan midxilaris kiri dari iga ke enam
sampai ke sebelas.
- Lambung terhadap gelembung:
Teknik perkusi pada area kerangka iga anterior bawah kiri dan
pada region kiri epigastrik.
Palpasi:
Teknik:
- Setiap kuadran palpasi terhadap Tonus, adanya nyeri tekan,
dan massa. Mulai dengan palpasi ringan dengan cara
sistematik melanjutkan palpasi dalam.
47
EVALUASI (√)
No. KRITERIA PENILAIAN
YA TIDAK
- Tanyakan klien tentang area nyeri tekan, dan palpasi area ini
terakhir.
- Bila massa teraba, lihat penempatan umum isi abdomen
untuk membantu membedakan dari kondisi abnormal.
- Tanda Murphy (menilai kemungkinan peradangan pada
kandung empedu/Murphy positif).
Teknik: klien posisi terlentang dengan kedua lutut fleksi dan
kedua ekstremitas atas terangkat keatas. Dengan
menggunakan ibu jari tangan kiri menekan daerah empedu
Bergradasi dan secara perlahan-lahan. Daerah empedu yaitu
2 jari dibawah costa midklavikula kanan, Dengan tetap
menekan, klien disuruh menarik nafas dalam bila klien
menghentikan napasnya karena rasa sakit dikatakan tanda
Murphy positif.
- Untuk menentukan cairan di peritoneum, lakukan cara
fluktasi.
- Teknik : Klien tidur terlentang, pemeriksa menekan perut dari
kiri hingga cairan mengalir ke kanan melalui celah yang
sempit. Tangan kanan pemeriksa akan merasakan aliran tadi
dan sebaliknya (jika teraba/terasa, fluktuasi positif)
- Cara shifting dullness. Klien dalam posisi terlentang, perut
klien Diperkusi mulai dari garis tengah menuju ke tepi sambil
memperhatikan bunyi yang dihasilkan, bila terdengar
perubahan timpani ke redup, tangan kiri di fixir dilokasi
tersebut, kemudian posisi klien dimiringkan dengan posisi
tangan kiri tetap seperti semula, lakukan perkusi, bila tempat
yang terjadinya redup berubah timpani berarti terdapat asites.
Puddle.
Dengan posisi klien telungkup, dengan kedua lutut,cairan
asites akan berkumpul (cara ini tidak lazim dilakukan)
- Hepar tak dapat diraba, atau bila teraba mengindikasikan
pembesaran atau jika teraba harus padat, halus tak nyeri
tekan
Metode satu tangan.
- Teknik: Klien tidur terlentang dengan ke-2 lutut fleksi, kedua
ektremitas diangkat keatas, untuk memudahkan pemeriksaan
pemeriksa berada di sisi kanan klien, dengan posisi tubuh
agak menyerong mengarah keatas. Tangan kiri pemeriksa,
menempel dipinggang kanan klien. Tangan kanan diletakan
lebih kurang 2-3 jari dari kosta, Dengan ujung jari lakukan
Perabaan sampai ke bawah kosta untuk memudahkan
perabaan anjurkan klien menarik nafas dalam. Pada saat
ekspirasi, coba untuk merasakan tepi hepar.
Metoda dua tangan.
- Teknik : Klien tidur telentang dengan
- Kedua lutut fleksi, kedua ekstremitas diangkat keatas,
Pemeriksa berada disisi kanan klien, dengan posisi
menyerong mengarah ke ekstremitas bawah. Dengan 2
tangan meraba hati dengan menekan kebawah keatas pada
tepi sisi kosta atau iga kanan. Untuk memudahkan perabaan,

48
EVALUASI (√)
No. KRITERIA PENILAIAN
YA TIDAK
klien dianjurkan menark napas dalam.
Limpa.
- Teknik: posisi pemeriksa dan klien seperti pada palpasi hepar.
Tempatkan tangan kiri pemeriksa diatas sudut kosta vertebral
kiri (CVA) dibawah garis kosta anterior kiri. Palpasi limpa
dengan tangan kiri mendorong limpah ke atas dan ujung-
ujung jari tangan kanan menekan limpah dan merasakan.
Sebelum palpasi, klien dianjurkan menarik nafas dalam.
Anus.
Teknik : Posisi klien dorsal rekumben
- Lakukan pemeriksaan apakah ada hemoroid, lesi atau
kerusakan. lakukan touché, rasakan ada tidaknya nodula,
massa, dan nyeri tekan.

RIWAYAT KEPERAWATAN :
- Jenis makanan
- Nafsu makan
- Pola bab
- Gangguan yg pernah & sedang dialami
- Pola sehat/sakit (riw kesh : skrg, dahulu, keluarga, pola pemeliharaan kesh)
- Keluhan utama (pqrst)
- Fungsi sist. Pencernaan (nyeri mulut, kerongkongan, perut, rektum, sulit telan)
- Pembedahan, penggunaan laksative/enema
- Pola pemeliharaan kesehatan : merokok (ca mulut), alkoholik, kafein, perawatan
gigi & gusi, aktifitas olahraga, sumber stress

PEMERIKSAAN PADA MULUT DAN FARING :


1. Dilakukan dgn posisi klien duduk.
2. Pencahayaan hrs baik.
3. Dimulai dg mengamati bibir, gusi, lidah, selaput lendir, pipi bagian dalam, lantai dasar
mulut, palatum & faring.

INSPEKSIMULUT& FARING
- Klien duduk berhadapan dg perawat (sejajar)
- Amati keadaan bibir : cyanosis, kering/basah, luka, labioschizis.
- Anjurkan membuka mulut, atur pencahayaan, amati gusi & gigi : normal? Sisa
makanan, kebersihan & bau, caries, karang gigi, perdarahan, abses.

49
- Pemeriksaan gigi dg cara mengetuk secara sistematis, bandingkan gigi kanan, kiri,
atas, bawah.
- Lidah : warna, kotor/bercak-bercak, kesimetrisan.
- Selaput lendir : warna, pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan, ulkus,
perdarahan.
- Dgn spatel lidah yg terbungkus kassa, anjurkan klien utk membuka mulut, tekan
lidah ke bwh.
- Kemudian amati faring thd kesimetrisan uvula.
- Amati labiopalatoschizis, luka, tonsil, meradang?, perubahan suara, dahak/lendir
yg menutup, benda asing.

PALPASI MULUT & FARING


- Tujuan : mengetahui bentuk & kelainan yg dpt diketahui dg palpasi.
- Meliputi : pipi, dasar mulut, palatum & lidah.
- Upayakan klien tdk muntah.
- Posisi duduk berhadapan dg perawat.
- Anjurkan klien membuka mulut.
- Pegang pipi diantara ibu jari & telunjuk (telunjuk berada di dalam). Palpasi pipi
&perhatikan adanya tumor/pembengkakan. Bila ada, determinasikan menurut
ukuran, konsistensi, nyeri.
- Lanjutkan palpasi pd palatum dg jari telunjuk & rasakan adanya pembengkakan
&fisura.
- Palpasi dasar mulut. Suruh klien mengatakan “el” kemudian palpasi dasar mulut dg
jari telunjuk tangan kanan. Bila perlu, beri sedikit penekanan dg ibu jari dibawah
daguuntuk memudahkan palpasi. Catat bila ada pembengkakan.
- Palpasi lidah dg cara klien disuruh menjulurkan lidah, pegang lidah dgn kassa
steril menggunakan tangan kiri. Dg jari penunjuk tangan kanan lakukan palpasi
lidah terutama bagian belakang dan batas-batas lidah.

50
II. PEMASANGAN NGT DAN BILAS LAMBUNG

Pengertian
Pemasangan NGT adalah pemasukan selang plastik atau karet fleksibel yang
pendek atau panjang ke dalam lambung atau usus melalui hidung (Smeltzer & Bare,
2012).

1. Tujuan
a. Untuk dekompresi lambung dan mengeluarkan gas dan cairan
b. Untuk mendiagnosa motilitas gastrointestinal
c. Untuk memberikan obat-obatan dan makanan
d. Untuk mengobati obstruksi atau sisi perdarahan
e. Untuk mengambil kandungan lambung untuk pemeriksaan laboratorium

2. Indikasi
a. Pasien dengan masalah saluran pencernaan atas (stenosis esophagus, tumor
mulut atau faring atau esofagus)
b. Pasien yang tidak mampu menelan
c. Pasien pasca operasi pada hidung, faring, atau esofagus
d. Pasien dengan penurunan kesadaran
3. Alat dan Bahan
a. Selang NGT (untuk dewasa ukuran 8-16 Fr, untuk anak ukuran 5-7 Fr)
b. Spuit kateter tip besar 50ml utk dewasa, 30ml untuk anak
c. Lubrikan larut air (mis. K-Y jeli)
d. Handuk
e. Tisu
f. Plester anti alergi
g. Stetoskop
h. Sarung tangan bersih
i. Near beken (baskom piala ginjal)
j. Penlight atau senter
k. Spatel lidah
l. Peniti atau pembalut karet
m. Kertas tes PH

51
4. Prosedur
a. Memberikan ucapan salam
b. Menjelaskan tujuan prosedur
c. Persiapkan alat
d. Jaga privasi pasien
e. Cuci tangan
f. Kaji kebutuhan pemberian makan pasien melalui NGT : asupan nutrisi tidak
cukup, kelainan fungsi saluran cerna.
g. Elevasi kepala tempat tidur ( 45º)
h. Kaji pasien untuk pemberian yang tepat :
1) Tutup hidung pasien secara bergantian dan minta pasien untuk bernafas
2) Kaji reflek muntah
3) Tinjau kembali riwayat medik pasien terhadap masalah hidung dan resiko
aspirasi
i. Jelaskan pada pasien apa yang akan dilakukan, mengapa perlu dilakukan, serta
meminta pasien untuk bekerja sama
j. Jaga privasi pasien
k. Berdiri disisi yang sama dengan lubang hidung yang akan diinsersi, bantu pasien
pada posisi fowler tinggi kecuali jika ada kontraindikasi. Letakkan bantal di
belakang kepala dan bahu
l. Letakkan handuk diatas dada
m. Letakkan tisu dalam jangkauan
n. Persiapan untuk intubasi : Robek salah satu ujung pembungkus NGT untuk
memudahkan mengambil selang
o. Tentukan panjang selang yang akan dimasukkan dengan cara : mengukur jarak
dari ujung hidung sampai daun telinga lalu ke prosesus xifoideus sternum
(Gambar 22)

Gambar 22. Cara pengukuran selang NGT


p. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih
q. Olesi selang NGT dengan lubrikan larut air (Gambar 23)

52
Gambar 23. Cara mengolesi selang NGT
r. Masukkan selang melalui lubang hidung ke belakang kerongkongan dengan hati-
hati (Gambar 24). Pasien mungkin ingin muntah, arahkan selang ke belakang dan
arah telinga. Penting diingat ketika selang masuk saluran pernafasan, pasien
akan batuk dan sianosis tapi gejala ini tidak muncul pada pasien dengan
penurunan kesadaran dan reflek gag yang lemah (Farrington, 2009).

Gambar 24. Cara memasukkan selang NGT


s. Fleksi kepala pasien kearah dada setelah selang melewati belakang
kerongkongan
t. Masukkan selang secara perlahan sampai panjang yang diinginkan sambil
meminta pasien menelan dan memberi pasien minum dengan sedotan jika pasien
sadar (Gambar 25)

Gambar 25.Cara membantu Gambar 26. Cara mengetahui agar selang tertelan
letak selang NGT
u. Periksa posisi selang NGT dengan beberapa cara yaitu (Farrington, 2009) :
1) Metode X-Ray, direkomendasikan untuk mengecek ketepatan posisi NGT,
namun metode ini jarang digunakan karena mahal
2) Metode Auskultasi, letakkan stetoskop diatas regio epigastrum, suntikan
udara melalui selang dan dengan bunyi udara (untuk bayi 1-2 cc udara, untuk

53
dewasa maksimal 5 cc udara) (gambar 26). Metode auskultasi tidak reliabel
karena suara dapat dihantarkan ke epigastrium tanpa menghiraukan posis
NGT ditempatkan di paru-paru, esofagus, lambung, duodenum, atau jejunum
proksimal.
3) Metode Aspirasi, lakukan aspirasi cairan lambung dengan spuit sampai terlihat
caiaran lambung dan evaluasi warna (bersih, kekuningan, kehijauan, kemerahan,
atau kecoklatan). Pemasangan NGT pada bayi menggunakan selang kecil sehingga
ketika diaspirasi selang dapat kolaps sehingga cairan bisa saja tidak terlihat.
v. Tes PH aspirasi dengan kertas PH (lakmus). Pada lambung, angka PH
menunjukkan 0-4
w. Potong plester sekitar 10 cm, letakkan ditengah selang dekat hidung lalu rekatkan
plester kehidung (Gambar 27)

Gambar 27. Cara menempelkan plester


x. Ketatkan ujung selang ke baju dengan menyimpulkan pembalut karet disekitar
selang. Penitikan pembalut karet ke baju (gambar 28)

Gambar 28. Cara merekatkan selang di baju


y. Tutup ujung selang NGT
z. Bantu pasien pada posisi yang nyaman
a) Lepas sarung tangan dan cuci tangan
b) Dokumentasikan tindakan

54
H. PEMASANGAN OGT (ORAL GASTRIC TUBE)
1. Pengertian
Pemasangan OGT adalah pemasukan selang plastik atau karet fleksibel yang
pendek atau panjang ke dalam lambung atau usus melalui mulut
2. Tujuan
a. Untuk dekompresi lambung dan mengeluarkan gas dan cairan
b. Untuk mendiagnosa motilitas gastrointestinal
c. Untuk memberikan obat-obatan dan makanan
d. Untuk mengobati obstruksi atau sisi perdarahan
e. Untuk mengambil kandungan lambung untuk analisis
3. Indikasi
a. Pasien dengan masalah saluran pencernaan atas (stenosis esophagus, tumor
mulut atau faring atau esofagus)
b. Pasien yang tidak mampu menelan
4. Alat dan Bahan
a. Selang OGT (mis. Selang poliuretan atau Selang karet silikon)
b. Spuit barel atau spuit Asepto (10-30ml)
c. Plester kertas non alergik
d. Stetoskop
e. Sarung tangan bersih
f. Nearbeken (baskom piala ginjal)
5. Prosedur
a. Ucapkan salam
b. Menjelaskan tujuan prosedur
c. Persiapkan alat
d. Jaga privasi pasien
e. Cuci tangan
f. Kaji kebutuhan pemberian makan pasien melalui OGT: asupan nutrisi tidak
cukup, kelainan fungsi saluran cerna.
g. Tempatkan anak pada posisi telentang dengan kepala sedikit fleksi
h. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
i. Ukur selang untuk memperkirakan panjang pemasangan dengan cara mengukur
dari hidung ke daun telinga dan kemudian kee ujung prosesus xifoideus

55
Gambar 29. Cara mengukur panjang selang OGT
j. Masukkan selang melalui mulut
k. Arahkan selang kearah belakang tenggorokan
l. Periksa selang dengan menggunakan cara: injeksikan dengan spuit sedikit udara
(0,5 sampai 1ml untuk bayi premature atau bayi yang sangat kecil, dan sampai 5
ml untuk anak yang lebih besar)
m. Stabilkan selang dengan memplesterkannya ke pipi
n. Tutup selang OGT
o. Bantu pasien pada posisi yang nyaman
p. Lepas sarung tangan dan cuci tangan
q. Dokumentasikan tindakan

MELEPAS NGT atau OGT


1. Alat dan Bahan
a. Handuk
b. Stetoskop
c. Spuit 50ml
d. Tisu
e. Sapu tangan bersih
f. Cairan Normal Salin
g. Near beken (baskom piala ginjal)
2. Prosedur
a. Ucapkan salam
b. Menjelaskan tujuan prosedur
c. Persiapkan alat
d. Jaga privasi pasien
e. Cuci tangan
f. Jelaskan pada pasien bahwa ketika NGT dilepas akan membuat hidung tidak
nyaman, batuk, atau muntah
g. Letakkan handuk diatas dada pasien
h. Dengarkan dengan stetoskop suara peristaltik usus

56
i. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
j. Bilas selang NGT dengan 20 ml Normal salin agar bersih dari cairan lambung
k. Buka pembalut karet yang merekat dibaju
l. Lepaskan plester yang melekat di ujung
m. Tarik selang NGT pelan-pelan sambil meminta pasien untuk bernafas
n. Bersihkan hidung dan mulut pasien menggunakan tisu
o. Lepas sarung tangan dan cuci tangan

III. PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERKEMIHAN


Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh perawat
untuk mendapatkan data subjektif dan objektif yang dilakukan secara sistematis.
Proses pengkajian meliputi tiga fase, yaitu wawancara, pemeriksaan fisik, dan
dokumentasi. Adapun ketiga fase tersebut adalah sebagai berikut :
I. WAWANCARA
Tujuan wawancara adalah mendapatkan informasi yang diperlukan dalam
mengidentifikasi dan merencanakan tindakan keperawatan, dan memberi kesempatan
pada perawat untuk mulai mengembangkan hubungan saling percaya dengan pasien.
Adapun data-data yang dikumpulkan selama fase wawancara terkait pengkajiankep
kerawatan system perkemihan adalah sebagai berikut:

A. Riwayat kesehatan sekarang


Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala yang kompleks dan
tampak di seluruh tubuh. Riwayat sakit harus mencakup informasi berikut yang
berhubungan dengan fungsi renal dan urinarius.
- Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke rumah sakit.
- Adanya rasa nyeri: kaji lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan urinasi;
faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.
- Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat badan,
perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus, dan
penglihatan kabur.
- Pola eliminasi:
- Kaji frekuensi, urgensi, dan jumlah urine output.
- Kaji perubahan warna urin.
- Kaji adanya darah dalam urin.
- Disuria; kapan keluhan ini terjadi : pada saat urinasi, pada awal urinasi, atau akhir

57
urinasi.
- Hesitancy; mengejan : nyeri selama atau sesudah urinasi.
- Inkontinensia (stress inkontinensia; urge incontinence; overflow incontinence;
- Inkontinensia fungsional). Adanya inkontinensia fekal menunjukkan tanda
neurologik yang disebabkan oleh gangguan kandungkemih.
- Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan tidak adekuatnya
pengosongan kandung kemih.
- Pola nutrisi – metabolik
Kaji jumlah dan jenis cairan yang biasa diminum pasien : kopi, alkohol, minuman
berkarbonat. Minuman tersebut sering memperburuk keadaan inflamasi system
perkemihan.
- Kaji adanya dehidrasi ; dapat berkontribusi terjadinya infeksi saluran kemih,
pembentukkan batu ginjal, dan gagal ginjal.
Kaji jenis makanan yang sering dikonsumsi pasien. Makanan yang mengandung
tinggi protein dapat menyebabkan pembentukkan batu saluran kemih.
Makanan pedas memperburuk keadaan inflamasi system perkemihan.
Kaji adanya anoreksia, mual, dan muntah. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi
status cairan.
- Kaji kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin, mineral, dan terapi herbal.
B. Riwayat kesehatan masa lalu
1. Riwayat infeksi traktur urinarius
a. Terapi atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami untuk menanggani
infeksi traktus urinarius, berapa lama dirawat.
b. Adanya gejala panas atau menggigil.
c. Sistoskopi sebelumnya, riwayat penggunaan kateter urine dan hasil-hasil
d. pemeriksaan diagnostik renal atau urinarius
2. Riwayat keadaan berikut ini:
a. Hematuria, perubahan warna, atau volume urin.
b. Nokturia dan sejak kapan dimulainya.
c. Penyakit pada usia kanak-kanak (“strep throat”, impetigo, sindrom nefrotik).
d. Batu ginjal (kalkuli renal), ekskresi batu kemih ke dalam urin.
e. Kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius (diabetes
mellitus, hipertensi, trauma abdomen, cedera medula spinalis, kelainan
neurologi lain, lupus eritematosus sistemik, scleroderma, infeksi streptococcus
pada kulit dan saluran napas atas, tuberculosis, hepatitis virus, gangguan
kongenital, kanker, dan hyperplasia prostate jinak).
58
f. Untuk pasien wanita : kaji jumlah dan tipe persalinan (persalinan pervaginan,
sectio caesarea); persalinan dengan forseps; infeksi vagina, keputihan atau
iritasi; penggunaan kontrasepsi.
g. Adanya atau riwayat lesi genital atau penyakit menular seksual.
h. Pernahkah mengalami pembedahan ; pelvis atau saluran perkemihan.
i. Pernahkah menjalani terapi radiasi atau kemoterapi.
j. Kaji riwayat merokok. Merokok dapat mengakibatkan risiko kanker kandung
kemih. Angka kejadian tumor kandung kemih empat kali lebih tinggi pada
perokok daripada bukan perokok.

C. Riwayat kesehatan keluarga


1. Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam keluarga
(polisistik renal, abnormalitas kongenital saluran kemih, sindrom Alport’s/
nephritis herediter).
2. Kaji adanya masalah eliminasi yang dikaitkan dengan kebiasaan keluarga

D. Riwayat kesehatan social


1. Kaji riwayat pekerjaan, apakah terpapar oleh bahan-bahan kimia seperti phenol
dan ethylene glycol. Bau ammonia dan kimia organic dapat meningkatkan risiko
kanker kandung kemih. Pekerja tekstil, pelukis, peñata rambut, dan pekerja
industri mengalami risiko tinggi terkena tumor kandung kemih. Seseorang yang
lebih sering duduk cenderung mengalami statis urin sehingga dapat
menimbulkan infeksi dan batu ginjal.
2. Seseorang yang mengalami demineralisasi tulang dengan keterbatasan aktivitas
fisik menyebabkan peningkatan kalsium dalam urin.
3. Laki-laki cenderung mengalami inflamasi prostat kronik atau epididimis setelah
mengangkat barang berat atau mengendarai mobil dengan jarak jauh
4. Perlu juga informasi tempat tinggal pasien. Dataran tinggi lebih berisiko terjadi
batu saluran kemih karena kandungan mineral meningkat dalam tanah dan air di
daerah dataran tinggi.
E. Pengobatan
1. Diuretik dapat mengubah kuantitas dan karakter output urin.
2. Phenazopyridine (pyridium) dan nitrofurantoin (macrodantin) dapat mengubah
warna urin.
3. Anticoagulant dapat menyebabkan hematuria

59
4. Antidepresant, antihistamin, dan obat-obatan untuk mengatasi gangguan
neurology dan musculoskeletal, dapat mempengaruhi kemampuan kandung
kemih atau sphinter untuk berkontraksi atau relaksasi secara normal.
F. Pola persepsi – kognitif
1. Apakah gangguan eliminasi urin mempengaruhi perasaan dan kehidupan
normal pasien.
2. Bagaimana perasaan pasien saat menggunakan kateter, kantung urin.

II. PEMERIKSAAN
A. Pemeriksaan Fisik
1. Umum : Status kesehatan secara umum : lemah, letarghi
2. Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
3. Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
4. Teknik pemeriksaan fisik Kemungkinan kelainan yang
ditemukan.
Inspeksi
a. Kulit dan membran mukosa. Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran
keringat.
b. Mulut
c. Wajah
d. Abdomen
e. Pasien posisi terlentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya massa atau
pembengkakan, kembung, Kulit dan membran mukosa yang pucat,
indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Tampak ekskoriasi,
memar, tekstur kulit kasar atau kering. Penurunan turgor kulit merupakan
indikasi dehidrasi.
Edema, indikasi retensi dan penumpukkan cairan.
Stomatitis, napas bau amonia
Moon face
Pembesaran atau tidak simetris, indikasi hernia atau adanya massa. Nyeri
permukaan indikasi disfungsi
renal. Distensi atau perut yang nyeri menetap, distensi, kulit mengkilap
atau tegang.
f. Meatus urinary
Laki-laki posisi duduk atau berdiri, tekan ujung gland penis dengan
memakai sarung tangan untuk membuka meatus urinary.

60
Pada wanita : posisi dorsal litotomi, buka labia dengan memakai sarung
tangan. Perhatikan meatus urinary

Palpasi
a. Ginjal
1) Ginjal kiri jarang dapat teraba, meskipun demikian usahakan untuk
mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi.
Jangan lakukan palpasi bila ragu karena dapat menimbulkan kerusakan
jaringan.
2) Posisi pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.
3) Letakkan tangan kiri dibawah abdomen diantara tulang iga dan lengkung
iliaka. Tangan kanan dibagian atas. mengkilap dan tegang, indikasi retensi
cairan atau ascites. Distensi kandung kemih, pembesaran ginjal.
Kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan, indikasi infeksi. Pada
laki-laki biasanya terdapat deviasi meatus urinary seperti defek kongenital.
Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau
patologis renal yang serius.
Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal.
Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal
kronik.
Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
4) Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara
tangan kiri mendorong ke atas.
5) Lakukan hal yang sama untuk ginjal kanan
6) Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi
distensi urin maka palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan
umbilicus.

Perkusi
a. Ginjal
1) Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
2) Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostovertebral (CVA),
lakukan perkusi atau tumbukan di atas telapak tangan dengan
menggunakan kepalan tangan dominan.

61
3) Ulangi prosedur untuk ginjal kanan
Jika kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan
sensitif.
Tenderness dan nyeri pada perkusi CVA merupakan indikasi
glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.

4) Kandung kemih
a) Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume
urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat
diperkusi sampai setinggi umbilicus.
b) Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas
region suprapubic.
Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin 500 ml, maka
akan terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis pubis.
Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising)
pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan
aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).

PEMASANGAN KATETER URINE DAN IRIGASI BLADDER


1. Pengertian
Kateterisasi urine adalah memasukkan sebuah gelang karet atau plastic adalah
malalui uretra ke visika urinaria untuk mengeluarkan urin dari blass. Tehnik
aseptic harus digunakan ketika memasukkan kateter ke dalam meatus urinaria
karena system urinaria adalah steril (Brunner&Suddarth, 2001). Pemasangan
kateter dilakukan untuk tindakan bedah selama beberapa hari post operative atau
selama beberapa bulan apabila pasien mengalami inkontinensia dalam waktu
yang lama. Kondisi ini berubah setiap 1 sampai 2 bulan tergantung kebijaksanaan
institusi. Sehingga, perawat dapat melepaskan kateter pasien pada berbagai
kondisi yang berbeda, seperti post anasthesi, perawatan akut, dan perawatan
dalam waktu yang lama (Brunner & Suddarth, 2001)
2. Tujuan
a. Menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi kandug kemih.
b. Mendapatkan urine steril untuk specimen.
62
c. Mengkaji residu urine.
d. Penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medula spenalis.
e. Gangguan neuromuskuler, atau inkompeten kandung kemih, serta pasca
operasi besar.
f. Mengatasi obstruksi aliran urine.
g. Mengatasi retensi perkemihan.
3. Indikasi
a. Pada pasien dengan resistensi urine.
b. Persiapan tindakan operasi (caesaria, kandung kemih).
c. Persiapan sebelum cytoskopi
4. Pengkajian
Data subjektif dan data objektif
a. Observasi apakah pasien ada inkontinensia urin.
b. Cek pasien apakah ada distensi urine.
c. Palpasi abdomen khusus area diatas simpisis pubis, bila ada massa indikasi
adanya full blas.
d. Lakukan perkusi abdomen apabila diatas pubis suaranya dullness indikasi
adanya full blas.
e. Tanyakan pasien keinginan untuk berkemih, frekuensi atau anyang-anyangan.
f. Tanyakan kepada pasien apakah sudah pernah dilakukan kateterinisasi
sebelunya.
g. Observasi pasien apakah mampu untuk mempertahankan posisi selama
dilakukan prosedur.
h. Observasi pasien apakah ada tanda-tanda kecemasan.
i. Tentukan metode kateterisasi yang paling tepat berdasarkan tujuan dan
semua kriteria
j. Tanyakan kepada klien kapan terakhir kencing dan palpasi kandung kemih
k. Cek jenis kelamin klien cek kondisi patologi yang bisa menghambat aliran di
cateter ( pembesaran prostat pada laki-laki)
l. Kaji apakah klien alergi terhadap antiseptik, plester, latex, jeli dan betadin.
m. Lihat order klien di medical record (dokter order dan catatan perawat).
n. Kaji pengetahuan klien tentang tujuan di pasang kateter
o. Jelaskan kepada klien tentang apa yang akan di lakukan, mengapa hal
tersebut perlu dilakukan, dan bagaimana klien dapat bekerja sama dan
jelaskan prosedur kepada pasien.jelaskan pada saat memasukkan kateter,
klien akan merasakan sensasi berkemih dan mungkin saja rasa terbakar

63
5. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine.
b. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kateterisasi.
6. Perencanaan

a. Alat dan Bahan


1) Kateter kit yang berisi :
a) Katetet steril
b) Pinset
c) Duk bolong steril
d) Duk steril
e) Kain kasasteril
f) Kapas bulat
g) Bengkok steril
2) Urin bag
3) Eksrta kateter steril dan sarung tangan steril
4) Sarung tanagan bersih
5) Under pad
6) Selimut ekstra
7) Lampu sorot bila perlu
8) Pengukur urine bila perlu
9) Cairan antiseptiic secukupnya
10) Spuit dengan cairan 5 mL atau 10 mL
11) Tempat sampah

Gambar 41. Peralatan untuk memasang kateter

64
7. Prosedur kerja
a. Cuci tangan
b. Berikan privasi pasien
c. Tinggikan bed klien sejajar dengan pinggang perawat
d. Hadapkan klien ke sebelah kiri, jauhkan meja klien dari tempat tidur, dan angkat
bedrail sebelah kiri klien
e. Pasang pengalas/perlak
f. Tempatkan klien dalam posisi yang benar adan minta pasien untuk rilek
1) Wanita : posisi supine dengan lutut fleksi dan rotasi eksternal.
2) Pria : posisi supine, dengan tungkai agak abduksi
g. Selimuti klien kecuali area perineum
h. Beri pencahayaan yang cukup. Berdirilah di samping kanan klien jika tangan
dominan adalah tangan kanan dan berdirilah di samping kiri klien jika tangan
dominan anda adalah tangan kiri.
i. Pakai sarung tangan disposible.
j. Bawa alat-alat kedekat pasien.

Gambar 43. Mendekatkan peralatan dengan pasien


k. Tempatkan tempat sampah disamping perawat
l. Buka set kateterisasi. Letakkan alas antiair di bawah bokong (wanita) atau di
bawah penis (pria)tanpa mengkontaminasi bagian tengah alas tersebut dengan
tangan anda.
m. Bersihkan perineal area.Gunakan tangan non dominan dengan jari telunjuk dan ibu
jari untuk membuka labia mayor dan labia minor.
1) Ambil kapas bulat pertama dengan pinset dan bersikkan laboa mayor bagian
distal diusap dari anterior ke bagian posterior perineum. Dioles hanya satu kali
satu kapas dan dibuang kapas ketempat sampah.
2) Ambil kapas kedua dengan pingset steril bersihkan labia minor bagian distal lalu
buang. Ambil kapas yang lainya bersihkan labia minor bagian proksimal lalu buang
ketempat sampah. Dan kapas yang terakhir untuk membersihkan bagian tengah
dari perenium bagian atas dari meatus dari uretra lalu dibuang ketempat sampah.

65
n. Periksa kondisi Perineum dan identifikasi uretra
o. Buka sarung tangan dan cuci tangan kembali
p. Siapkan cairan aquades ke dalam spuit sebanyak 5 - 30 ml sesuai yang tertera
pada kateter
q. Buka bungkus kateter kit, jaga kesterilan alat terutama bagian area dalam (jika
kateter terbungkus didalam kantong plastic, dekatkan kedekat perawat dan
letakkan didalam container yang disposibel.

r. Gunakan sarung tangan steril


s. Pasang duk bolong steril pada daerah perineum sehingga hanya bagian perineum
yang tampak.

Gambar49. Memasang duk bolong steril


t. Letakkan plastik pembungkus kateter bagian dalam (bagian yang steril) diantara
kedua paha pasien diatas duk steril.
u. Tes balon kateter dengan memasukkan cairan kedalam kateter (pastikan hanya
membuka ujung kateter, sedangkan bagian lain tetap steril), bila telah yakin kateter
tidak bocor, sedot kembali cairan tersebut kedalam spuit. Kateter siap untuk
digunakan.
v. Minta bantuan rekan untuk membuka bungkus xylocain jelly dan letakkan xylocain
diarea steril.Jika bekerja sendiri, persiapkan jelly sebelum menggunakan sarung
tangan steril.
w. Oleskan jelly pada bagian ujung kateter pada wanita sepanjang 2,5 – 5 cm dan
pada laki-laki sepanjang 12,5 – 17,7 cm.

Memasukkan kateter pada wanita:


x. Beritahu pasien untuk tarik nafas dalam apabila mulai memasukkan kateter.

66
1) Pertahan tangan tetap membuka labia dan letakkan ujung kateter pada bengkok
lalu masukkan secara hati-hati sampai ada tanda urine keluar lalu angkat tangan
non dominan dorong lagi masuk sampai seluruh kateter masuk kecuali cabang
yang tertinggal.

Memasang kateter untuk pria :


2) Oleskan kateter dengan jelly sepanjang 12,5- 17,5 cm dan ujung kateter ditaruh
dibengkok.
3) Pegang penis dengan tegas dibelakang gland penis dengan tangan yang non
dominan.
4) Bagi pasien yang tidak disirkumsisi tarik penis dengan tangan yang non dominan
dan dilebarkan sehingga meatus terbuka. Ambil kapas bulat dengan pingset dan
mulai bersihkan meatus dengan mulai dari tengah keluar secara sirkuler lalu kapas
dibuang. Ulangi dan lakukan hal yang sama minimal dua kali gunakan kapas yang
baru tiap kali membersihkan.
5) Angkat penis hingga sudut 90 derajat dari tubuh dan dengan hati-hati tarik keatas.
6) Ambil kateter 3-4 inchi dan dengan hati-hati masukkan keuretra hingga 8 inch atau
ada tanda urin keluar. Apabila ada tahanan anjurkan pasien tarik nafas dalam dan
masukkan lagi secara pelan-pelan, dorong lagi masuk sampai seluruh kateter
masuk hingga ke cabangnya, lalu ubah sudut penis mungkin dapat membuka
urethra. Apabila tahanan berlanjut jangan terlalu dipaksa tetapi diangkat dan lapor
dokter.

7) Sambungkan kateter dengan kantong urin


8) Ambil spuit yang berisi cairan lalu sambungkan ke kateter pot dan masukkan cairan
tersebut sebanyak 5-30 cc sesuai dengan kapasitas yang tertera.

Gambar 52. Kateter kit

67
9) Tarik kateter dengan hati-hati untuk mengecek apakah kateter telah masuk dengan
baik.
10) Lepaskan duk bolong dari pasien.
11) Rekatkan kateter dibagian tengah paha dengan plester
12) Gantung urin bag ditempat tidur bagian samping dengan posisi lebih rendah
dengan bagian bledder.
13) Bersihkan daerah perineum dari jelly dan cairan antiseptic untuk mencegah iritasi
mukosa.
14) Pastikan aliran urine lancar
15) Rapikan alat-alat.
16) Posisikan pasien yang nyaman.
17) Buka sarung tangan dan cuci tangan.
8. Evaluasi
a. Urin keluar secara lancar tanpa hambatan melalui kateter
b. Tidak ada pendarahan atau tanda injuri pada meatus dan bledder selama
melakukan prosedur.
c. Tidak ada tanda-tanda infeksi selama 24 jam setelah pemasangan kateter.
d. Pasien memperlihatkan perilaku nyaman tanpa rasa nyeri
e. Lakukan dokumentasi

MERAWAT KATETER RUTIN


1. Pengertian
Kateter yang terpasang untuk mengalirkan urine dari vesika urinaria dapat
menjadi jalan untuk terjadi infeksi di tubuh. Sehingga dibutuhkan perawatan untuk
memastikan bahwa area yang terpasang kateter tetap bersih dan mengurangi
kateter terkontaminasi dengan bakteri flora.
2. Indikasi
Pasien yang terpasang kateter.
3. Tujuan
a. Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi saluran urinaria.
b. Pasien mengerti alasan dipasangkan kateter dan dilakukan perawatan
kateter secara berkesinambungan.
c. Area meatus dan saluran urinaria bersih dan bebas dari drainase.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya peralatan invasive.
b. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tekanan dan infeksi dari
kateter.
68
c. Resiko perubahan body image berhubungan dengan terpasangnya kateter

5. Alat dan Bahan


a. Cairan antiseptik
b. Kasa steril
c. Sarung tangan bersih
d. Kom steril
e. Handuk, sabun, air bersih
f. Pembungkus kit
Gambar 58. Peralatan perawatan kateter rutin
6. Prosedur perawatan kateter rutin
a. Identifikasi pasien dan jelaskan prosedur
b. Jaga privasi
c. Cuci tangan
d. Tempatkan pasien pada posisi supine buka area perineal dan kateter
e. Pakai sarung tangan
f. Bersihkan area perineal dengan sabun dan air bersih

Gambar 59. Cara membersihkan meatus


g. Bersihkan meatus dari dalam keluar dengan membuat lingkaran, gunakan
sabun dan air bersih tanpa banyak menggunakan air. Boleh gunakan cairan
antiseptik yang lain pada handuk pembersih.

Gambar 60. Membersihkan area perineal dengan menggunakan waslap.


h. Bersihkan kateter dari luar meatus sampai ke ujung kateter, Jaga kateter jangan
sampai tertarik.

69
i. Pastikan untuk mengulang perawatan beberapa kali apabila kateter sudah kotor
oleh cairan dan pengganjal.
j. Tempatkan kain yang dibentuk bola pada wadah pembuangan/daur ulang yang
tepat.
k. Lepaskan sarung tangan dan kemudian cuci tangan.
7. Evaluasi
a. Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi saluran urinari.
b. Pasien memahami alasan dilakukan perawatan kateter.
c. Meatus dan area sekitarnya bersih, utuh dan terbebas dari cairan.
8. Dokumentasi
Dokumentasi waktu prosedur dilakukan dan kondisi area sekitar kateter.

PEMERIKSAAN FISIK SISTIM ENDOKRIN


Teknik pemeriksaan fisik yang dipakai untuk pemeriksaan gangguan endokrin sama
dengan tehnik yang dipakai dalam pemeriksaan umum meliputi inspeksi, palpasi,
auskultasi, serta perkusi.
Melalui pemeriksaan fisik ada dua aspek utama yang dapat di gambarkan yaitu:
- Kondisi kelenjar endokrin
- Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin

Pemeriksaan Fisik Pada Sistem Endokrin


Pemeriksaan fisik terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan terhadap kelenjar
tiroid dan kelenjar gomad pria (testes). Secara umum,teknik pemeriksaan fisik yang
dapat dilakukan dalam memperoleh berbagai penyimpangan fungsi adalah:

INSPEKSI
Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan, keseimbangan cairan dan elektrolit, seks
dan reproduksi, metabolisme dan energi.
Hal-hal yang harus diamati :
- Penampilan umum
- Apakah klien tampak kelemahan berat, sedang dan ringan
- Amati bentuk dan proporsi tubuh
- Apakah terjadi kekerdilan atau seperti raksasa
- Pemeriksaan wajah

70
Fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk
dahi, rahang dan bibir pada mata, Amati adannya edema periorbita dan exopthalmus
serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul, Amati lidah klien terhadap kelainan
bentuk dan penebalan. Ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan.
Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid pada daerah leher, Apakah leher
tampak membesar, simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat disebabkan
pembesaran kelenjar tiroid, Apakah leher Distensi atau bendungan pada vena jugularis
dapat mengidentifikasikan kelebihan cairan atau kegagalan jantung. Amati warna kulit
(hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) pada leher, apakah merata Bila dijumpai
kelainan kulit leher.lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh selakigus,
Apakah terjadi Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut Biasanya dijumpai pada klien
yang mengalami hipofungsi kelenjar adrenal, Apakah terjadi Vitiligo atau hipopigmentasi
pada kulit Biasanya tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi
melanosit dikulit oleh proses autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher,
dan ekstremitas.
Amati adanya penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian
belakang yang biasa disebut Bufflow neck atau leher/punuk kerbau Amati bentuk dan
ukuran dada, pergerakan dan simetris tidaknya.Ketidakseimbangan hormonal
khususnya hormon seks akan menyebabkan perubahan tanda seks sekunder, oleh
sebab itu amati keadaan rambut axila dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan
pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan
ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah
dada, abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal. Bentuk abdomen
cembung akibat penumpukan lemak centripetal dijumpai pada hiperfungsi
adrenokortikal, Pemeriksaan genetalia, amati kondisi skrotum dan penis juga klitoris
dan labia terhadap kelainan bentuk.

PALPASI
Hanya kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan.
Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat diraba dengan
menengadahkan kepala klien. Apakah ada rasa nyeri pada saat di palpasi.
Pada saat melakukan pemeriksaan :
Klien duduk atau berdiri sama saja namun untuk menghindari kelelahan klien
sebaiknya posisi duduk, Dalam melakukan palpasi pemeriksa berada dibelakang klien
dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat jari-jari lain
ada diatas kelenjar tiroid dan untuk palpasi testes di lakukan dengan posisi tidur dan
tangan perawat harus dalam keadaan hangat. Perawat memegang lembut dengan ibu
71
jari dan dua jari lain, bandingkan yang satu dengan yang lainnya terhadap
ukuran/besarnya, simetris tidaknya nodul. Normalnya testes teraba lembut.

AUSKULTASI
Mendengarkan bunyi tertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan
berbagai perubahan dalam tubuh. Auskultasi pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid
dapat mengidentifikasi“ bruit“. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi
pada pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar.

PEMERIKSAAN DIGNOSTIK
- Foto tenggkorak (cranium)
- Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi
- Foto tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat kondisi tulang, apakah dijumpai ukuran tulang yang
bertambah besar dari ukuran maupun panjangnya CT scan otak, Dilakukan untuk
melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise atau hipotalamus melalui
komputerisasi:
- Pemeriksaan darah dan urin
- Up take Radioaktif (RAI)
- Untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodida.
Demikianlah pembahasan kita kali ini mengenai Pemeriksaan Fisik Pada Sistem
Endokrin, Semoga Bermanfaat Dan Terima Kasih Banyak Atas Kunjungannya.Kelenjar
endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang nengirimkan hasil sekresinya
langsung ke dalam darah ang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus
atau saluran dan hasil sekresinya disebut hormon.Beberapa dari organ endokrin ada
yang menghasilkan satu macam hormon (hormon tunggal) disamping itu juga ada yang
menghasilkan lebih dari satu macam hormon atau hormon ganda misalnya kelenjar
hipofise sebagai pengatur kelenjar yang lain.

VI. CARA MELAKUKAN TES KADAR GULA DARAH


Perlunya Melakukan Pemeriksaan Gula Darah
Mengingat kadar gula darah seseorang dapat menjadi patokan untuk membedakan
penderita diabetes dengan non-penderita atau yang beresiko terkena diabetes, maka
pemeriksaan kadar gula darah sangatlah perlu dilakukan. Apalagi bagi mereka yang
mempunyai riwayat keluarga penderita diabetes. Mereka yang mempunyai riwayat
keluarga penderita diabetes memiliki resiko yang lebih besar untuk terserang diabetes

72
meskipun resiko tersebut ternyata dapat dikurangi dengan perubahan gaya hidup, pola
makan dan olahraga teratur.
Biasanya untuk memperoleh hasil yang akurat, pemeriksaan gula darah dilakukan
sebelum makan yang mana nantinya kadar gula yang terukur disebut dengan kadar gula
puasa. Selanjutnya cek gula darah akan kembali dilakukan dua jam setelah makan.
Sebenarnya kadar gula dalam darah selalu berubah ubah bergantung pada asupan
makanan yang masuk ke dalam tubuh. Namun untuk ukuran normal, kadar gula darah
setelah makan tidak akan melebihi 180 mg per 100 cc darah atau 180 mg/dl. Nilai ini
disebut juga batas ambang ginjal. Hal ini karena jika kadar gula melebihi 180 mg/dl,
ginjal tidak akan mampu lagi menahan kelebihan gula dalam darah sehingga akan
dikeluarkan bersama dengan urin.

Kadar Gula Darah Normal


Kadar gula darah normal yang diukur sebelum makan (kadar gula darah puasa)
seharusnya kurang dari 100 mg/dl dan dua jam setelah makan kurang dari 140 mg/dl.
Jika kadar gula darah puasa anda lebih dari 100 mg/dl dan kadar gula darah setelah
berbuka lebih dari 140 mg/dl, maka anda dikategorikan pradiabetes.
Pradiabetes merupakan suatu kondisi dimana kadar gula darah seseorang melebihi
batas kadar gula darah normal namun belum cukup tinggi untuk dikategorikan diabetes.
Yang perlu dilakukan setelah mengetahui bahwa anda termasuk dalam kategori
pradiabetes ialah sesegera mungkin melakukan perubahan gaya hidup ke arah yang
lebih sehat dengan mengurangi atau bahkan meninggalkan kebiasaan merokok. Pola
makan juga perlu dijaga. Usahakan untuk mengatur jam makan anda. Selain itu anda
juga perlu menambah aktifitas fisik seperti olahraga teratur untuk membantu
menstabilkan kembali kadar gula darah anda sekaligus membakar lemak.

Kadar Gula Darah Penderita Diabetes


Kadar gula darah penderita diabetes sebelum makan akan lebih besar dari 126 mg/dl
dan dua jam setelah makan lebih besar dari 140 mg/dl. Untuk menstabilkan kembali
kadar gula darah yang meningkat tersebut, dokter biasanya akan memberikan suntik
insulin maupun obat. Namun perlakuan medis ini diberikan tergantung pada tipe diabetes
yang diderita.
Pemberian insulin akan diberikan pada penderita diabetes tipe I karena tubuh sudah
tidak mampu lagi memproduksi jumlah insulin yang cukup untuk membantu metabolisme
gula. Sedangkan pada penderita diabetes tipe II hanya diberikan obat. Pemberian obat
bukan untuk membantu produksi insulin melainkan untuk meningkatkan sensitifitas tubuh
terhadap insulin.
73
Pada banyak kasus dengan penderita diabetes tipe II, dokter juga akan memberikan
suntik insulin. Biasanya hal ini terjadi pada penderita yang sudah lama sekali menderita
diabetes tipe II. Ketahuilah bahwa pemberian obat hanya memberikan efek sembuh
sementara, namun tidak menuntaskan akar permasalahan diabetes. Akibatnya pada
suatu ketika sel beta pankreas juga akan mengalami kerusakan akibat beban untuk
memproduksi insulin yang semakin besar. Hal ini karena resistensi tubuh terhadap
insulin menuntut sel beta pankreas untuk terus memproduksi insulin padahal jumlah
insulin dalam tubuh sudah lebih dari cukup.

Gambar: alat pemeriksaan glukosa darah

Langkah-langkah dasar dalam melakukan tes kadar gula darah:


1. Basuh tangan dengan air hangat jangan lupa untuk menggunakan sabun
2. Tusuk jari anda dengan lancet ( (sejenis jarum), sampai darah keluar
3. Letakkan darah pada alat ukur (Biasa disebut glukosa meter) atau bisa juga pada
kertas yang memiliki ukuran yang tepat dengan glukosa meter. (ingat :: tidak seTiap
Glukosa meter memiliki cara kerja sama.
4. Tunggu beberapa detik dan bacakan hasilnya (lama waktunya tergantung pada tipe
glukosa meter yang digunakan.

TERAPI INJEKSI INSULIN


Pengertian
Insulin adalah hormon yang digunakan untuk mengobati diabetes mellitus.
Actrapid Novolet: adalah insulin short acting yang dikemas dalam bentuk pulpen insulin
khusus yang berisi 3 cc insulin.

Cara kerja Insulin:


Fungsi utama mengkounter hormon peningkat glukosa dan mempertahankan gula darah
normal, menstimulasi lipogenesis, menurunkan lipolisis dan meningkatkan transport asam
amino ke dalam sel, menstimulasi pertumbuhan, sintesis DNA dan replikasi sel.

74
Indikasi terapi insulin
- DM tipe 1/IDDM
- DM tipe 2/NIDDM yang tidak berespon dengan pengobatan obat hipoglikemic oral
(OHO)
- DM tipe 2 dengan stres
- Penurunan berat badab yang cepat
- Ketoasidosis diabetic

Insulin reguler diberikan pada diabetes mellitus tipe 2 yang tidak respon dengan
pemberian obat antidiabetik oral, serta pasien yang sudah diterapi dengan antidiabetik oral
dengan kadar glukosa darah tidak terkontrol baik dalam jangka waktu 3 bulan dan kadar
HbA1C > 6,5%.
Pada kasus-kasus tersebut di atas, pemberian insulin reguler dimulai dengan dosis
10 unit/hari subkutan, atau 0,1─0,2 unit/kgBB/hari dalam dosis terbagi. Pada pagi hari,
diberikan 2/3 dari kebutuhan dosis insulin harian, dengan rasio insulin reguler terhadap
insulin intermediate-acting 1:2. Pada malam hari, diberikan 1/3 dari kebutuhan dosis
insulin harian dengan rasio insulin reguler terhadap insulin intermediate-acting 1:1
Penggunaan insulin reguler pada tatalaksana diabetes jangka panjang umumnya
adalah pada jenis Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau diabetes mellitus tipe
1. Pada kasus tersebut, insulin reguler digunakan untuk memenuhi kebutuhan insulin
prandial atau setelah makan. Penggunaannya juga dibarengi dengan insulin intermediate-
acting atau insulin long-acting untuk memenuhi kebutuhan insulin basal.
Pada kasus ini, insulin reguler diberikan berdasarkan penghitungan total insulin harian
dengan cara :
Total insulin harian yang dibutuhkan = 0,5 unit x berat badan (kg)
Contoh: berat badan 50 kg, total insulin harian = 25 unit
Total insulin reguler prandial yang diperlukan = 60% dari total insulin harian
Contoh: total insulin reguler prandial = 15 unit per hari
Total insulin reguler prandial dibagi dalam frekuensi makan dalam sehari
Contoh: 5 unit insulin reguler prandial setiap makan, bila frekuensi makan 3 kali sehari.

75
Gambar. Jenis-jenis terapi insulin
Tujuan pemeriksaan
Mengontrol kadar gula darah dalam pengobatan diabetes mellitus.

Perhatian:
1. Vial insulin yang tidak digunakan sebaiknya disimpan dilemari es.
2. Periksa vial insulin tiap kali akan digunakan (misalnya : adanya perubahan warna).
3. Pastikan jenis insulin yang akan digunakan dengan benar.
4. Insulin dengan kerja cepat (rapid-acting insulin) harus diberikan dalam 15 menit
sebelum makan. Interval waktu yang direkomendasikan antara waktu pemberian
injeksi dengan waktu makan adalah 30 menit.
5. Sebelum memberikan terapi insulin, periksa kembali hasil laboratorium (kadar gula
darah).
6. Amati tanda dan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.

Khusus Untuk Actrapid Novolet (pen insulin):


1. Actrapid Novolet yang tidak sedang digunakan harus disimpan dalam suhu 2-8 °C
dalam lemari pendingin (tidak boleh didalam freezer).

76
2. Actrapid Novolet yang sedang digunakan sebaiknya tidak disimpan dalam lemari
pendingin. Actrapid Novolet dapat digunakan/dibawa oleh perawat dalam kondisi suhu
ruangan (sampai dengan suhu 25 °C) selama 4 minggu.
3. Jauh dari jangkauan anak-anak, tidak boleh terpapar dengan api, sinar matahari
langsung, dan tidak boleh dibekukan.
4. Jangan menggunakan Actrapid Novolet jika cairan didalamnya tidak berwarna jernih
lagi.

Kontraindikasi : Klien yang mengalami hipoglikemia dan hipersensitivitas terhadap


human insulin.

Pengkajian

1. Mengkaji program/instruksi medik tentang rencana pemberian terapi injeksi insulin


(Prinsip 6 benar : Nama klien, obat/jenis insulin, dosis, waktu, cara pemberian, dan
pendokumentasian).
2. Mengkaji cara kerja insulin yang akan diberikan, tujuan, waktu kerja, dan masa
efek puncak insulin, serta efek samping yang mungkin timbul.
3. Mengkaji tanggal kadaluarsa insulin.
4. Mengkaji adanya tanda dan gejala hipoglikemia atau alergi terhadap human
insulin.
5. Mengkaji riwayat medic dan riwayat alergi.
6. Mengkaji keadekuatan jaringan adipose, amati apakah ada pengerasan atau
penurunan jumlah jaringan.
7. Mengkaji tingkat pengetahuan klien prosedur dan tujuan pemberian terapi insulin.
8. Mengkaji obat-obat yang digunakan waktu makan dan makanan yang telah
dimakan klien.

Intervensi
Persiapan alat:
1. Insulin pen (Actrapid Novolet)
2. Kapas + alkohol/alcohol swab
3. Handscoen bersih
4. Daftar/formulir obat klien

Persiapan Klien:
1. Menjelaskan kepada klien tentang persiapan dan tujuan prosedur pemberian injeksi
insulin.
2. Menutup sampiran (kalau perlu).
77
Cara kerja:
1. Mencuci tangan.
2. Memakai sarung tangan bersih.
3. Mengambil pen insulin dan memasang jarum pada kepala pen insulin, dan memutar
pen insulin sesuai dosis yang diperlukan untuk klien (berdasarkan daftar obat
klien/instruksi medik).
a. Memasang cap Novolet sehingga angka nol (0) terletak sejajar dengan indikator
dosis.
b. Memegang novolet secara horizontal dan menekan ujung pen insulin (bagian
cap) sesuai dosis yang telah ditentukan sehingga indicator dosis sejajar dengan
jumlah dosis insulin yang akan diberikan kepada klien. Skala pada cap : 0, 2, 4, 6,
8, 10, 12, 14, 16, 18 unit (setiap rasa ”klik” yang dirasakan perawat saat memutar
cap Novolet menandakan 2 unit insulin telah tersedia).
4. Memilih lokasi suntikan (deltoid, daerah umbilical, bokong, paha depan, atau paha
belakang), periksa apakah dipermukaan kulitnya terdapat kebiruan, inflamasi atau
edema.
5. Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat catatan perawat
sebelumnya.
6. Melakukan desinfeksi area penyuntikan dengan kapas alcohol (alcohol swab),
dimulai dari bagian tengah secara sirkuler ± 5 cm.
7. Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada klien yang kurus dan meregangkan
kulit pada klien yang gemuk dengan tangan yang tidak dominan.
8. Menyuntikkan insulin secara intramuscular (1800) atau tegak lurus, dan posisi ibu
jari menekan bagian atas pen insulin dengan tangan yang dominan secara lembut
dan perlahan sampai insulin keluar sesuai dosis dan kembali ke angka 0.
9. Setelah insulin telah masuk seluruhnya, biarkan jarum hingga 1-10 hitungan (10
detik) kemudian cabut jarum dengan cepat, tidak boleh di massage, hanya dilakukan
penekanan pada area penyuntikan dengan menggunakan kapas alkohol.
10. Menutup jarum dengan penutup jarum (lebih berhati-hati saat menutup jarum) dan
menyimpan pen insulin ke tempat yang telah ditentukan.
11. Observasi kondisi pasien (tanda-tanda hipoglikemia), dan segera anjurkan pasien
makan sesuai porsi yang disarankan ahli diet.
12. Merapikan klien dan peralatan.
13. Melepaskan handscoen dan mencuci tangan.

78
14. Lakukan dokumentasi terapi insulin pada catatan perkembangan pasien/catatan
keperawatan.

Evaluasi
1. Mengevaluasi respon klien terhadap medikasi yang diberikan 30 menit setelah injeksi
insulin dilakukan.
2. Mengobservasi tanda dan gejala adanya efek samping pada klien.
3. Menginspeksi tempat penyuntikan dan mengamati apakah terjadi pembengkakan
atau hematoma.

Dokumentasi
1. Mencatat respon klien setelah pemebrian injeksi insulin.
2. Mencatat kondisi tempat tusukan injeksi insulin.
3. Mencatat tanggal dan waktu pemberin injeksi insulin.

Gambar tempat-tempat penyuntikan Insulin

Cara menyimpan insulin


a. Penyimpanan insulin dalam suhu 2-80C (insulin akan stabil sampai dengan masa
kadaluarsa)
b. Umur insulin yang belum digunakan sampai dengan masa kadaluarsa adalah 2,5 tahun.
c. Insulin yang sudah dipakai, disimpan pada suhu kamar (<30 o) dan akan stabil sampai
dengan 6 minggu.
d. Hindari terpapar cahaya matahari langsung.
e. Bila insulin dingin diputar-putar ditelapak tangan atau ditaruh dalam suhu kamar dahalu.
79
f. Karea perbedaan suhu insulin jangan diletakkan di mobil atau nagasi pesawat.
g. Insulin beku atau mengumpal, berubah warna dan keruh jangan dipakai lagi.

Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu:


a. <200 mg% = 5-8 unit
b. 200-250 mg% = 10-12 unit
c. 250-300 mg% = 15-6 unit
d. 300-350 mg% = 20 unit
e. >350 mg% = 20-24 unit

Gambar Kriteria pengendalian diabetes mellitus

PERAWATAN LUKA GANGRENE & KAKI DIABETIK

Luka kaki merupakan kejadian yang sering terjadi pada pasien DM, akibat Neuropatiyang
menyababkan hilangnya sensasi, bullae atau kallus, diikuti oleh penurunan sirkulasidarah
dan penurunan system imunitas tubuh ( Smeltzer & Bare, 2001).
Ganggren atau pemakan luka dideinisikan sebagai jaringan nekrotik atau jaringanmati
yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian
tubuhsehingga supplai darah terhenti, dapat terjadi sebagai akibat proses infamasi
yangmemanjang, perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar, proses
degeneratif arteiosklerosisis) atau gangguan metabolic.
80
MACAM-MACAM GANGREN
1. Gangren Kering
Gangren kering dimulai pada bagian distal ekstremitas karena iskemia dan
seringterjadi pada jari kaki dan kaki pasien lansia karena arteriosklerosis gangren
keringmenyebar perlahan'lahan hingga mencapai titik di mana suplai darah tidak
memadai untuk menjaga jaringan yang layak! Bagian yang terkena kering, menyusut
dan gelap hitam, mirip mumi daging karena gelap itu adalah karena pembebasan
hemoglobin dari sel darah merah, yang ditindak lanjuti oleh hidrogen sulfida (H2S) yang
diproduksi oleh bakteri,sehingga pembentukan sulfida besi hitam itu tetap berada di
jaringan! Baris pemisahan biasanya memba+a pemisahan tentang lengkap dengan

aliran darah terganggu untuk alasan lain selaininfeksi bakteri parah, hasilnya adalah
kasus gangren kering dan dengan gangguan aliran darah perifer, seperti diabetes,
memiliki risiko lebih besar untuk mengidap gangren kering. Tanda-tanda gangren kering
adalah nyeri dan sensasi dingin.
2. Gangren Basah
Gangren basah terjadi pada jaringan alami lembab dan organ seperti mulut, usus,
paru'paru, leher rahim, dan luka baring yang terjadi pada bagian tubuh seperti sakrum,
pantat, dan tumit ' meskipun tidak lembab daerah harus juga dikategorikan sebagai
infeksi gangren basah ada gangren basah, jaringan terinfeksi oleh mikroorganisme
yang menyebabkan pembusukan fusiformis dll yang menyebabkan jaringan
membengkak dan bau busuk gangren basah biasanya berkembang pesat karena
penyumbatan pembuluh darah dan atau aliran darah arteri Bagian yang terkenadarah
jenuh dengan stagnan, yang mempromosikan pertumbuhan yang cepat dari
bakteri/roduk beracun yang dibentuk oleh bakteri diserap menyebabkan manifestasi
sistemik septikemia dan akhirnya mati Bagian yang terkena edematous, lembut, amis,
busuk dan gelap gegelapan di gangren basah terjadi karena mekanisme yang sama
seperti pada gangrenkering
3. Gas Gangren
Gangren adalah infeksi bakteri yang menghasilkan gas di dalam jaringan adalah
bentuk yang mematikan gangren biasanya disebabkan oleh clostridium perfringens
bakteri infeksi menyebar cepat sebagai gas yang diproduksi oleh bakteri berkembang
dan menyusup ke jaringan sehat di sekitarnya.

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN GANGREN DIABETIK ADALAH


- Evaluasi keadaan luka dengan cermat vaskularisasi luka
81
- Pengendalian keadaan metabolik sebaik-baiknya
- Debridement luka yang adekuat dan radikal, sampai bagian yang hidup
- Biakan kuman baik aerob maupun anaerob
- Antibiotik yang adekuat
- Perawatan luka yang baik, balutan yang memadai sesuai dengan tingkat keadaan
luka oMengurangi edema
- Non weight bearing : tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus,
total contak casting
- Perbaikan sirkulasi vasculer surgery
- Tindakan bedah rehabilitatif untuk memperbaiki kemungkinan dan kecepatan
penyembuhan
- Rehabilitasi peran perawat dalam perawatan luka gangren adalah mencegah
komplikasi akibat luka gangren dengan menerapkan teknik aseptik pada tiap
peralatan luka, selain itu peralat an harus mampu menjadi educator bagi pasien,
dan memberi asuhan keperawatan secara holistic.

PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan luka ganggren diabetik adalah
- Mencegah meluasnya infeksi
- Memberi rasa nyaman pada klien
- Mengurangi nyeri
- Meningkatkan proses penyembuhan luka

PERAWATAN LUKA ULKUS DIABETIK


1. Persiapan petugas
a.Pastikan pasien yang akan dilakukan tindakan
b. Jelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
c.Indetifikasi kebutuhan peraratan luka sesuai kebutuhan
d.Cuci tangan sesuai prosedur
e.Gunakan alat pelindung diri (APD) sesuai kebutuhan
2. Persiapan pasien
a.Pastikan pasien bersedia dilakukan peralatan luka
b. Siapkan lingkungan pasien
c.Atur posisi pasien sesuai kebutuhan perawatan
3. Persiapan alat
Trolly perawatan luka berisi
82
a. Set perawatan luka steril, berisi kom kecil 2 buah, pinset anatomi 1 buah dan
cirargi 1 buah, gunting jaringan 1 buah arteri klem 1 buah
b. Hanskun bersih 1 pasang dalam kemasan
c. Hanskun steril 1 pasang dalam kemasan
d. K a s a s t e r i l s e s u a i k e b u t u h a n d a l a m k e m a s a n
e. Verban sesuai ukuran yang dibutuhkan
f. Plaster sesuai kebutuhang
g. Gunting verbal 1 buah
h. Carian pencuci luka sesuai rekomendasi
i. Cairan antiseptik yang direkomendasikan
j. Kantong sampah medik
k. Perlah dengan pengalas
l. Bengkok 2 buah (satu berisi larutan desinfektan dan satu lagi berisi pinset
anatomi bersih
m. Spuit tanpa jarum (ukuran sesuai kebutuhan)
4. Pelaksanaan
a. Lakukan salam terapeutik (senyum, sapa, perkenalkan diri dan
pastikan identitas pasien yang akan dilakukan perawatan luka)
b. Jelaskantujuan perawatan luka dan langkah -langkah yang akan
dilakukan
c. Lakukan kontrak waktu sekitar 20 -30 menit (sesuai kondisi lu ka)
d. Minta kerja sama pasien, jaga privasi (gunakan sampiran) pasien
e. Dekatkan alat pada pasien
f. Cuci tangan dan gunakan APD sesuai kebutuhan
g. Letakkan bengkok didekat luka pasien
h. Pasang perlak dan pengalas dibawah lokasi luka
i. Pasang handsun bersih dan buka balutan dengan pinset anatomi bersih, jika
balutan kering basahi dengan NaC1 0,9%
j. Masukkan bekas balutan luka kedalam bengkok dengan melipat kearah dalam
k. Masukkan pinset yang telah digunakan kedalam bengkok berisi
larutandesinfektan
l. Lepaskan handscun kotor
m. Buka set peralatan luka, masukkan kassa steril dan cairan yang akan
digunakan
n. Pasang handscun steril

83
o. Bersihkan luka dengan NaCl 0,9% dengan satu arah atau secara sirkuler (dari
dalam ke luar
p. Untuk luka kotor yang berongga dan berpus, bersihkan dengan H202 3%
secara irigasi (tidak dilakukan pada luka yang sudah memerah/granulasi)
q. Angkat dan gunting jaringan yang sudah nekrotik sampai batas jaringan yang
sehat sehingga darah sedikit merembes dari tepi luka
r. Lakukan penekanan, bila perlu pada daerah pinggir sekitar luka untuk
mengeluarkan eksudat/pus
s. Luka dibersihkan dengan dengan NaCl 0,9%.
t. Bersihkan daerah sekitar luka (buka daerah luka) dengan kassa steril yang
diberi antiseptik
u. Untuk merangsang pertumbuhan jaringan, sebelum luka ditutup dapat
tambahkan growth factor (amnion atau oxoferin), dll
v. Tutup luka dengan kassa + NaCl 0,9 % (kassa lembab, tidak basah) sesuai
dengan ukuran luka
w. Kassa lembab hanya untuk daerah luka
x. Tambahkan kassa kering satu lapis diatas kassa lembab
y. Balut luka dengan perban dan tambahkan balutan elastis jika diperlukan
z. Komunikasikan dengan pasien bahwa peralatan luka telah selesai dilakukan
dan jelaskan kondisi luka
aa. Anjurkan menjaga kebersihan sekitar luka
bb. Bersihkan dan rapikan alat-alat yang sudah digunakan
cc. Lepaskan APD perawat mencuci tangan
dd. Dokumentasikan peralatan luka secara lengkap (kondisi luka,luas luka, warna,
bau, dan eksudat)

PEMERIKSAAN SISITEM IMUN

Pemeriksaan Fisik
- Tahap ketiga dalam pengumpulan data adalah pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat
keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan
wawancara. Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan
fungsional klien. Misalnya , klien mengalami gangguan sistem muskuloskeletal,
maka perawat mengkaji apakah gangguan tersebut mempengaruhi klien dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari atau tidak.

84
- Tujuan dari pemeriksaan fisik dalam keperawatan adalah untuk menentukan status
kesehatan klien, mengidentifikasi masalah klien dan mengambil data dasar untuk
menentukan rencana tindakan keperawatan.
Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu:

a. Inspeksi
- Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh
yang diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar
perawat dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus
inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk,
posisi, simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian
tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus),
terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.

b. Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-
jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data,
misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :
1) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.
2) Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
3) Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
4) Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir. Misalnya : adanya tumor,
oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.
c. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh
tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan
tujuan menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi,
ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua
tangannya sebagai alat untuk menghasilkan suara.
Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
1) Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
2) Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-
paru pada pneumonia.

85
3) Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah
jantung, perkusi daerah hepar.
4) Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong,
misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.dan timpani pada usus
d. Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan
suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut
dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas,
dan bising usus.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
1) Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya
pada klien pneumonia, TBC.
2) Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun
saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya
pada edema paru.
3) Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi
maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
4) Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
- Pengkajian Sistem Kekebalan Tubuh
- Identitas Pasien meliputi nama, umur, seks, suku/bangsa, pendidikan, status
perkawinan, alamat
- Riwayat kesehatan meliputi:

a. Keluhan utama
1) Kelelahan
2) Demam
3) Diaforesis, keringat malam
4) Kemerahan
5) Kelemahan muscular
6) Nyeri / pembengkakan sendi
7) Penurunan berat badan
8) Proses pemulihan buruk

b. Riwayat kesehatan sekarang

86
Apakah pasien masih merasakan kelelahan, demam, diaforesis, kemerahan,
kelemahan muscular, nyeri / pembenngkakan sendi, penurunan berat badan,.
Apakah masih terdapat massa yang tidak biasa, limfadenopati, proses
pemulihan buruk, hepatomegali, perubahan tanda-tanda vital.
c. Riwayat penyakit sekarang/menyertai
1) Infeksi berulang : sering, khususnya virus
2) Infeksi opurtunistik : jamur protozoa, atau virus.
d. Riwayat penyakit dahulu
1) Alergi
2) Autoimun
3) Proses infeksi
4) Penyakit transmisi seksual
5) Hepatitis
6) Pemajanan terhadap agen kimia
7) Radiasi

e. Riwayat keluarga
1) Kanker
2) Gangguan imun
3) Alergi

f. Riwayat sosial
1) Merokok
2) Penggunaan alkohol
3) Peningkatan stres
4) Pilihan seksual
5) Pasangan seks multipel
6) Penggunaan obat iv, pemakaian jarum bersama-sama
g. Riwayat pengobatan
1) Imunisasi
2) Menerima darah atau produk darah sebelum 1985
3) Hidralazin
4) Prokainmid
5) Isoniazid
6) Penggunaan obat-obatan iv secaragelap

Riwayat kesehatan

87
a. Keadaan umum meliputi tanda-tanda vital (nadi, respirasi, tekanan darah, suhu),
tinggi badan dan berat badan.
b. Sistem integumen
1) Sensitivitas matahari
2) Berkilau, kulit tegang diatas sendi yang rusak
3) Modul subkutaneus diatas tonjolan tulang
4) Kemerahan
5) Eritema : “kupu-kupu” pada pipi dan hidung : nodusum
6) bercak putih, abu-abu/putih pada mukusa
7) Lesi merah sampai ungu / coklat
8) vesikel herpetic
9) Olserasi oral, nasal
10) Kista tulang ; tangan ; kaki
11) Perlambatan pemulihan luka
12) Alopesia parsial
c. Sistem syaraf pusat
1) Umum meliputi sakit kepala, parestesia, paralisis, neuritis, perubahan
kesadaran.
2) Kognitif meliputi kerusakan memori, kerusakan konsentrasi, penurunan
proses berpikir, dan kacau mental.
3) Motorik meliputi gaya berjalan, kelemahan tungkai bawah, penurunan
koordinasi tangan, tremor dan kejang.
4) Perilaku meliputi kurang menjiwai, menarik diri, emosional labil, perubahan
kepribadian, dan ansietas.
d. Sistem penglihatan meliputi fotokobia, berkurangnya lapang pandang penglihatan,
diplopia, kebutaan, pandangan kabur, katarak, badan cytoid retinal, kinjungtivitas &
ureitis, proptosis, papiledema
e. Sistem pernafasan meliputi sesak nafas, dipsnea, ispa sering, batuk, takipnea,
sianosis, pendarahan, hipertensi pulmoner, fibrosis
f. Kardiovaskuler meliputi palpitasi, lakikardia, nyeri dada dari sendang sampai berat,
hipertensi, murmur, kardiomegali, dan fenimena reynoud’s
g. Sistem gastrointestinal meliputi anorexia, mual, disfagia, nyeri abdomen, kram,
kembung, gatal pada rectum, nyeri, penurunan berat badan, tidak disengaja,
muntah, diare, fisura tektum, pendarahan, hepatosplenomegali
h. Sistem gonotourinarius meliputi hemakuria, serpihan selular, azotemia, nyeri
panggul, nyeri pada waktu berkemih, dan Reynoud’s.

88
i. Sistem muskuloskeletal meliputi nyeri dan kekacauan sendi, kelemahan muscular,
parestesia pada tangan dan kaki, artralgia, peradangan/ pembengkakan sendi,
kerusakan fungsi sendi, nodul-nodul subkutan pada tonjolan hati dan edema
jaringan lunak
j. Sistem hematologi meliputi petekie, purpura, mudah memar, epistaksis dan
pendarahan gusi
k. Sistem limfatik meliputi limpadenopati dan splenomegaly.

X. PROSEDUR MENGGANTI KOLOSTOMI


1. Persiapan
Kebutuhan untuk mengganti peralatan stoma
a. Kaji adanya kebocoran cairan feses pada kantong yang di gunakan ( cairan
feses dapat mengiritasi kulit stoma
b. Tanya apakah klien merasakan ketidaknyamanan di sekitar stoma (rasa
terbakar dapat mengindikasikan kerusakan kulit di bawah plat pelindung
kantong stoma).
c. Kaji penuhnya kantong, kantong perlu di kosongkan apabila sudah terisi
sepertiga sampai seperdua kantong
d. Pilih waktu yang sesuai ketika mengganti peralatan:
1) hindari waktu di dekat waktu makan atau jam jam besuk
2) hindari setelah waktu makan atau setelah pemberian obat yang dapat
menstimulasi pengeluaran isi usus. Waktu terbaik untuk mengganti
kantong adalah pada saat kemungkinan terjadinya drainage sangat kecil
(Kozier dan Erb, 2009).

Persiapan Alat

a. Cairan skin barrier.


b. Pasta barrier.
c. Kantong kolostomi, clear drainable colostomy/ileostomy dengan ukuran yang
tepat untuk two-piece dengan klem system atau one piece yang ada skin
barrier.
d. Sarung tangan bersih.
e. Ostomy deodorant (pewangi ruangan).
f. Kapas lembab.
g. Pengalas (under pad).
h. Baskom dengan air hangat.
89
i. Gunting kolostomi.
j. Plester atau ostomy belt.
k. Kolostomi guide.
l. Powder kolostomi (bagi pasien yang iritasi kulit).
m. Kantong sampah.
n. Near beken.
o. Kom.
p. Spidol
2. Implementasi
a. Mengucapkan salam terapeutik, Memperkenalkan diri (bina hubungan saling
percaya dengan pasien).
b. Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan
tindakan yang akan dilaksanakan. Pasien/keluarga diberi kesempatan
bertanya untuk klarifikasi.
c. Menjaga privacy pasien
d. Membuat kontrak waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
e. Mendekatkan alat dengan pasien.
f. Cuci tangan, pasang, sarung tangan bersih, dan gown,
g. Berikan privasi klien,
h. Bantu posisi pasien supine atau berdiri yang nyaman, lebih baik pada posisi
berdiri atau duduk di dalam kamar mandi.posisi berbaring atau berdiri dapat
memfasilitasi penempelan kantong dengan lebih lancar, yaitu menghindari
terbentuknya kerutan.
i. Pasang pengalas (under pad).
j. Angkat kantong kolostomi lama dengan menekan kulit sekitar kolostomi,
gunakan bensin wash untuk mempermudah membuka dan letakkan ke
kantong sampah.

Gambar 34. Cara melepaskan kolostomi bag dari pasien

90
k. Bersihkan peristoma secara hati-hati dengan menggunakan kapas lembab atau
gunakan air hangat, sabun ringan (pilihan), dan gulungkan kapas atau waslap dan
handuk untuk membersihkan kulit dan stoma, lalu dikeringkan dengan
tissue/kasa./handuk dengan cara menepuk nepukkan handuk atau kasa ke area
tersebut. Menggosokkan yang berlebihan dapat mengiritasi kulit.

Gambar 35. Cara membersihkan area peristoma pada pasien


l. Kaji stoma dan kulit peristoma
m. Inspeksi warna, ukuran, bentuk, dan perdarahan stoma.
n. Inspeksi kulit peristomauntuk melihat adanya kemerahan, ulserasi atau irritasi.
Kemerahan sementara setelah melepaskan plester adalah hal yang normal.
o. Letakkan selembar tisu atau bantalan kasa di atas stoma, dan ganti sesuai
kebutuhan. Tisu atau kasa ini akan menyerap semua rembesan cairan feses dari
stoma, kemudian angkat tisu dari atas stoma sebelum menempelkan kantong
p. Gunting lubang kantong kolostomi baru dengan menggunakan colostomi guide
(1/16-1/8 inchi lebih besar dari lubang kolostomi) sebelum membuka plastik
penutup perekat kantong/face plate.
q. Oleskan barrier kulit tipe pasta jika perlu,
r. Masukkan pasta ke dalam lipatan atau cekungan abdomen. Hal ini akan membuat
permukaan abdomen lebih halus untuk melekatkan barrier kulit dan kantong.
s. Biarkan pasta mengering selama 1-2 menit atau sesuai rekomendasi pabrik.

91
Gambar 38. Cara mengoleskan skin barrier
t. Tekan pinggir kantong kolostomi dengan telunjuk secara pelan.

Gambar 39. Cara menekan kantong kolostomi


u. Jika kantong kolostomi telah terpasang dengan baik letakkan tangan perawat
diatas kolostomi selama 2 menit untuk meyakinkan bahwa kantong terpasang
dengan benar.
Gambar 37. Cara memasang kolostomi bag pada pasien

Gambar 40. Cara merekatkan kolostomi bag

92
v. Pasang belt kolostomi atau plester non allergic.
w. Rapikan alat-alat dan semprot ruangan dengan deodorant kolostomi (pewangi
ruangan).
x. Buka sarung tangan dan cuci tangan.
3. Evaluasi respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan
a. Tidak ada kemerahan, iritasi, erosi, dan gangguan kulit sekitar peristoma.
b. Sekitar stoma bebas dari kebocoran.
c. Kantong stoma hanya berisi setengah oleh feses dan bebas dari flatus (tidak
kembung).
d. Bebas bau dari kantong stoma.
e. Pasien dapat merawat stoma secara mandiri

4. Dokumentasi
a. Laporkan adanya peningkatan ukuran stoma, perubahan warna yang
mengindikasikan adanya gangguan sirkulasi, dan adanya iritasi atau erosi kulit
b. Penampilan dari stoma, kulit peristoma, karakter keluaran dari stoma.
c. Dokumentasikan respon pasien terhadap stoma.
d. Laporkan proses pembelajaran dalam merawat stoma secara mandiri.
Note : Kantong kolostomi dapat dipertahankan 3-7 hari serta dapat dipakai saat
mandi dan setelah mandi dan keringkan dengan baik

PERAWATAN COLOSTOMY CARE


Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk
mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991)
a. Pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding perut
untuk mengeluarkan feses (Randy, 1987).
b. Lubang yang dibuat melalui dinding abdomen ke dalam kolon iliaka untuk
mengeluarkan feses (Evelyn, 1991, Pearce, 1993)
93
Defenisi
Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma , dan mengganti kantong kolostomi
secara berkala sesuai kebutuhan.
Tujuan
- Menjaga kebersihan pasien
- Mencegah terjadinya infeksi
- Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
- Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya
Persiapan pasien
- Memberi penjelasan pada pasien tentang tujuan tindakan, dll
- Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)
- Mengatur tempat tidur pasien dan lingkungan pasien (menutup gorden jendela, pintu,
memasang penyekat tempat tidur (k/P), mempersilahkan keluarga untuk menunggu di
luar kecuali jika diperlukan untuk belajar merawat kolostomi pasien

PERSIAPAN ALAT
1. Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain persegi
empat
2. Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
3. Kapas kering atau tissue
4. 1 pasang sarung tangan bersih
5. Kantong untuk balutan kotor
6. Baju ruangan / celemek
7. Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritasi dan Zink salep
8. Perlak dan alasnya dan Plester dan gunting
9. Bila perlu obat desinfektan
10. bengkok
11. Set ganti balut
PERSIAPAN KLIEN
1. Memberitahu klien
2. Menyiapkan lingkungan klien
3. Mengatur posisi tidur klien
Jenis – jenis kolostomi
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada
beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara
permanen maupun sementara.

94
a. Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya
keganasan,perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga
tidak memungkinkan feses melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa
kolostomi single barrel ( dengan satu ujung lubang)
b. Kolostomi temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk
mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti
semula dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua
ujung lubang yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double
barrel.
Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa
kemerahan yang disebut STOMA. Pada minggu pertama post kolostomi biasanya
masih terjadi pembengkakan sehingga stoma tampak membesar.Pasien dengan
pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan tindakan laparotomi (pembukaan
dinding abdomen). Luka laparotomi sangat beresiko mengalami infeksi karena
letaknya bersebelahan dengan lubang stoma yang kemungkinan banyak
mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka laparotomi, perawat harus
selalu memonitor kondisi luka dan segera merawat luka dan mengganti balutan jika
balutan terkontaminasi feses.Perawat harus segera mengganti kantong kolostomi
jika kantong kolostomi telah terisi feses atau jika kontong kolostomi bocor dan
feses cair mengotori abdomen. Perawat juga harus mempertahankan kulit pasien
disekitar stoma tetap kering, hal ini penting untuk menghindari terjadinya iritasi
pada kulit dan untuk kenyamanan pasien.Kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi
harus segera diberi zink salep atau konsultasi pada dokter ahli jika pasien alergi
terhadap perekat kantong kolostomi. Pada pasien yang alergi tersebut mungkin
perlu dipikirkan untuk memodifikasi kantong kolostomi agar kulit pasien tidak
teriritasi.

MANFAAT
1. Teraturnya pengeluaran B.A.B
2. Mengurangi pembentukan gas
3. Meminimalkan komplikasi di stoma
4. Mencegah konstipasi (susah buang air besar)

95
5. Mengurangi penggunaan kantong
6. Meningkatnya rasa Percaya diri (self confidence)

INDIKASI
- Irigasi kolostomi dapat dilakukan pada pasien dengan kolostomi desenden dan
sigmoid, karena feses mereka sudah terbentuk.
- Pasien dengan riwayat penyakit usus regular (inkontinensia alvi).
- Pasien yang mampu melakukan prosedur irigasi, dan memiliki aktivitas yang padat.

WAKTU IRIGASI KOLOSTOMI


a. Irigasi kolostomi paling efektif dilakukan 1 jam setelah makan, karena kolon sudah
penuh terisi.
b. Dilakukan 1 kali dalam sehari atau lebih tergantung keteraturan usus.
c. Irigasi kolostomi harus dilakukan secara rutin dan pada waktu yang sama.
d. Waktu yang digunakan selama irigasi sekitar 30 menit sampai 90 menit.

KONTRAINDIKASI
Pasien yang tidak dapat dilakukan irigasi, meliputi:
1. irritable bowel syndrome,
2. stoma dengan kolon asenden dan transversum,
3. stoma prolaps dan hernia peristoma
4. Pasien dengan kemoterapi, radiasi pelvis,

PROSEDUR KERJA
1) Cuci tangan
2) Gunakan sarung tangan
3) Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai letak stoma
4) Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien
5) Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)
6) Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset dan
tangan kiri menekan kulit pasien
7) Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok
8) Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
9) Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas sublimat /
kapas hangat (air hangat)/ NaCl

96
10) Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati menggunakan kassa
steril
11) Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma
12) Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy
13) Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertical/horizontal/miring sesuai
kebutuhan pasien
14) Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
15) Merekatkan/memasang kolostomy bag dengan tepat tanpa udara
didalamnyaMerapikan klien dan lingkungannya
16) Membereskan alat-alat dan membuang kotoran
17) Melepas sarung tangan
18) Mencuci tangan
19) Membuat laporan

Pendidikan pada pasien


Pasien dengan pemasangan kolostomi perlu berbagai penjelasan baik sebelum
maupun setelah operasi, terutama tentang perawatan kolostomi bagi pasien yang
harus menggunakan kolostomi permanen.
Berbagai hal yang harus diajarkan pada pasien adalah:
a. Teknik penggantian/ pemasangan kantong kolostomi yang baik dan benar
b. Teknik perawatan stoma dan kulit sekitar stoma
c. Waktu penggantian kantong kolostomi
d. Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien
e. Jadwal makan atau pola makan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan
f. Pengeluaran feses agar tidak mengganggu aktifitas pasien
g. Berbagai jenis makanan bergizi yang harus dikonsumsi
h. Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pasien
i. Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera pada dokter ( jika apsien
sudah dirawat dirumah)
j. Berobat/ control ke dokter secara teratur
k. Makanan yang tinggi serat

Komplikasi kolostomi
1. Obstruksi/ penyumbatan
Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya
pengerasan feses yang sulit dikeluarkan. Untuk menghindari terjadinya sumbatan,

97
pasien perlu dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. Pada pasien dengan
kolostomi permanen tindakan irigasi ini perlu diajarkan agar pasien dapat
melakukannya sendiri di kamar mandi.
2. InfeksiKontaminasi feses merupakan factor yang paling sering menjadi penyebab
terjadinya infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus
menerus sangat diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan
mengganti kantong kolstomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi.
3. Retraksi stoma/ mengkerutStoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi
yang terlalu sempit dan juga karena adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar
stoma yang mengalami pengkerutan.

A. Prosedur perawatan kolostomi


1. Pengertian
Kolostomi adalah pembuatan lubang dari kolon ke permukaan abdomen. Feses
keluar melalui stoma dengan aksi peristaltik. Berhubung karena stoma tidak
mempunyai spincter, maka flatus dan feses keluar tidak terkontrol. Stoma yang
normal adalah segar, lembab, merah mengkilap, sama dengan mukosa bibir. Lokasi
stoma bisa dimana saja ditentukan oleh lesi kolon seperti : sekum, tranverse, dan
sigmoid (Smeltzer & Bare, 2011).
Perawatan kolostomi adalah tindakan perawat membersihkan dan menjaga area
stoma dan periostoma tetap bersih dan terhindar dari iritasi dan infeksi. Lokasi stoma
untuk sigmoid umumnya dipertengahan antara lipatan paha dan garis pinggang serta
pertengahan garis tengah abdomen sebelah kiri. Lokasi yang sama tapi sebelah
kanan umumnya adalah lokasi untuk stoma kolon assenden. Keluaran dari stoma
sigmoid maupun stoma assenden dari semi solid sampai solid (Brunner&Suddarth,
2001).Ileostomi adalah pembuatan lubang dari ileum ke permukaan abdomen.
Prosedur ini dilakukan apabila seluruh kolon harus diangkat atau bypass karena suatu
penyakit seperti kanker, ulserative colitis, atau chron disease. Keluarannya biasanya
cairan yang kaya akan enzim pencernaan. Lokasi stoma umumnya bagian kanan,
dibawah pinggang.
Continent Ileostomi adalah alternatif untuk membuat intussusception yaitu berupa
kantong ileum dibawah dinding abdomen dan dibuat klep untuk mencegah drainage
effluent dengan cara memasukkan kateter ke dalam stoma untuk mengeluarkan
effluent secara teratur. Prosedur ini disebut “Koch Pouch” (Smeltzer & Bare, 2011).

98
1. Pengkajian

a. Tentukan Tipe stoma:


1) Permanent Kolostomi (Singgle Bariel), yaitu jika sebagian dari kolon diangkat
karena tumor, obstruksi atau karena proses suatu penyakit seperti chron
disease atau paraplegi.
2) Temporari Kolostomi (Double Bariel), adalah mengalihkan pengeluaran feses
sementara untuk penyembuhan setelah infeksi atau reseksi sebagian kolon,
kemudian disambung lagi dengan reanastomose dan pasien dapat buang air
besar normal kembali.
b. Mengkaji warna stoma: stoma harus tampak merah. Stoma yang sangat pucat
atau berwarna lebih gelap dengan warna kebiruan atau keunguan
mengindikasikan gangguan sirkulasi darah ke area.
c. Mengkaji ukuran dan bentuk stoma: sebagian besar stoma agak menonjol ke
abdomen. Stoma baru biasanya agak bengkak, tetapi pembengkakan biasanya
akan mereda setelah lebih dari 2 atau 3 minggu atau paling lama 6 minggu.
Bengkak yang tidak mereda dapat mengindikasikan adanya masalah (misalnya
Hambatan).
d. Perdarahan stoma: pada awalnya akan ada sedikit perdarahan jika stoma di
sentuh dan hal itu normal, tetapi perdarahan lain harus di laporkan
e. Status kulit peristoma: setiap kemerahan dan iritasi kulit peristoma 5-13 cm
f. Jumlah dan tipe feses: untuk cairan buangan dan feses dari ileum (buangan
kolostomi), kaji jumlah, warna, bau, dan konsistensinya. Inspeksi semua
abnormalitas, seperti nanah dan darah
g. Keluhan: keluhan rasa terbakar di bawah plat pelindung dapat mengindikasikan
adanya keruksakan kulit. Adanya ketidaknyamanan abdomen seperti distensi.
h. Tanyakan apakah pasien mengerti cara perawatan stoma.
i. Observasi respon pasien baik verbal maupun non verbal saat diskusi tentang
stoma. (status emosional klien, terutama strategi koping yang di gunakan
terhadap ostomy).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Konstipasi atau diare berhubungan dengan perubahan pola eliminasi.
b. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.
c. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sering terekspos
dengan keluaran dari stoma.
3. Perencanaan/kriteria hasil
99
a. Peristoma intact tidak ada kemerahan, iritasi, dan erosi.
b. Tidak ada kebocoran di sekitar stoma.
c. Kantong stoma hanya terisi separuh kantong setiap saat.
d. Kantong stoma terhindar dari bau.
e. pasien dapat mendemonstrasikan cara perawatan kolostomi.
f. klien akan mengakui perubahan citra tubuh .
g. klien akan mengekspresikan perasaan positif tentang diri
h. klien akan mempertahankan keseimbangan cairan .

XI. PROSEDUR PEMBERIAN ENEMA/HUKNAH

Enema adalah tindakan memasukkan larutan ke dalam rektum dan kolon


sigmoid dan fungsinya adalah mengeluarkan feses dan flatus (Kozier & Erb, 2003).
Enema ini diberikan untuk meningkatkan defekasi dengan merangsang peristaltik.
Enema pembersihan dapat digunakan untuk melunakkan feses yang telah
mengeras atau untuk megosongkan rektum dan kolon bawah untuk prosedur
diagnostik atau pembedahan.
1. Pengkajian
a. Kaji status klien : kapan terakhir buang air besar, pola buang air besar normal,
apakah ada riwayat hemoroid, aktivitas, kontrol sphincternya dan nyeri bagian
abdomen
a. Kaji adanya peningkatan tekanan intrakranial, glaukoma, operasi prostat
b. Cek medikal record pasien untuk mengklarifikasi alasan di berikannya enema,
check kembali order dokter tentang pemberian jumlah dan tipe enema yang
akan di berikan
c. Identifikasi klien, terangkan prosedur atau kaji pengetahuan pasien tentang
pemberian enema, jelaskan kepada klien tentang apa yang akan di
lakukan,mengapa hal tersebut perlu di lakukan, dan jelaskan bahwa klien
mungkin mengalami perasaaan penuh ketika larutan di masukkan.
d. Kaji tanda-tanda konstipasi seperti perut keram, sukar atau tidak buang air
besar, air besar keras, kering dan jarang buang air besar.
e. Palpasi bagian bawah abdomen apakah ada massa.
f. Kaji apakah pasien ada impaksi dengan keluhan anoreksia, perut penuh,
perut terasa sakit, dan keram dan tidak buang air besar selama 3 hari.
g. Kaji apakah anus ada iritasi atau injury, seperti hemorrhoid atau fistula.

100
2. Pengetahuan klien yang diperlukan sebelum prosedur dilakukan:
a. Jelaskan alasan di berikannya enema .
b. Terangkan prosedur dan langkah-langkah prosedur enema
c. klien harus diajarkan bahwa enema yang digunakan adalah untuk mengobati
sembelit pada rutinitas dasar .
d. Klien harus diinstruksikan untuk tidak menyiram toilet sampai perawat dapat
mengamati isi .
e. Klien yang tidak terbiasa dengan enema harus diberitahukan tentang perasaan
kepenuhan pada saat larutan di berikan
f. Klien diinstruksikan untuk menginformasikan perawat jika kram atau sakit perut
terjadi.
g. Memberitahukan klien bahwa berbaring didengan lutut dan pinggul ditekuk ke
arah dada akan lebih mudah dalam prosedural
3. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan eliminasi BAB
b. Konstipasi
c. Resiko defisit volume cairan
d. Harga diri rendah berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap prosedur
4. Perencanaan
a. Feses dan flatus dapat keluar dari rectum sebagai hasil yang diharapkan setelah
b. mendapatkan huknah.
c. Pasien mengatakan perut flat, lembut, tidak kram atau distensi.
d. Pasien tidak merasa malu dan merasa nyaman dengan prosedur yang di
lakukan.

5. Implementasi
a. Peralatan Dibutuhkan (Gambar 6-19-2)
1) Volume besar, Cleansing Enema
a) Pad penyerap untuk tempat tidur
b) Sarung tangan sekali pakai (sarung tangan disposible)
c) Commode atau pispot jika pasien tidak bisa ke kamar mandi
d) ( lihat Gambar )
e) Pelumas
f) kontainer Enema
g) Tabung dengan penjepit dan nozzle
h) Thermometer untuk solusi enema

101
i) Jaringan Toilet
j) Tiang IV
k) Handuk

2) Enema Volume kecil ( lihat Gambar 6-19-4 )


a) Wadah larutan enema kemasan dengan ujung slang yang telah di lumasi
b) Jaringan Toilet
c) Pispot atau commode jika pasien tidak mampu ke kamar mandi
d) Pad penyerap untuk tempattidur
e) Sarung tangan Kembali - Arus Enema
f) Pad penyerap untuk tempat tidur
g) Sarung tangan disposible
h) Bedside commode jika klien tidak mampu ke kamar mandi
i) Pelumas
j) Kontainer Enema

b. Langkah- langkah tindakan enema volume besar


1. Cuci tangan, pakai sarung tangan bersih dan gown
2. Persiapkan peralatan ( lihat Gambar 6-19-5 )
1) Berikan privasi pasien
2) Tinggikan bed pasien sejajar dengan dengan pinggang perawat dan pasang
bedrai sebelah kiri pasien
3) Bantu klien dewasa ke posisi lateral kiri,dengan tungkai kanan di fleksikan
sedapat mungkin dan letakkan bantalan pelindung seprei di bawah bokong.

102
4) Lumasi selang di rektal sekitar 5 cm( beberapa set enema kemasan memiliki
alat penyemprot yang telah di lumasi). Pelumasan memfasilitasi masuknya
selang melalui sfingter dan meminimalkan trauma.
5) Alirkan sedikit larutan melalui slang penyambung dari set enema bervolume
besardan selang rektal untuk mengeluarkan semua udara di dalam slang ,
kemudian di tutupdan di klem. Udara yang di masukkan ke dalam rektum,
walaupun tidak membahayakan, dapat menyebabkan distensi
6) Memasukkan larutan enema secara perlahan - lahan
a) Tambahkan cairan hangat ke dalam kantong enema untuk mencegah
kram dan ketidaknyamanan, dengan temperatur :
- Dewasa : 105 ° -110 ° F ( 40,5 ° -43 ° C )
- Anak-anak : 100 ° F( 37,7 ° C )
b) Tinggikan wadah larutan, dan buka klem untuk membiarkan cairan
mengalir, selanjutnya tekan wadah yang lentur dengan menggunakan
tangan
c) Gantung wadah larutan tidak lebih tinggi dari 30 cm di atas rektum.
Semakin tinggi wadah larutan di pegang di atas rektum, semakin cepat
alirannya dan semakin besar tekanan di dalam rektum.

7) Memasukkan selang rektal


a) Tempatkan pad waterproof di bawah paha dan bokong, tutup dengan handuk
yang terlihat hanya area rektal.
b) Untuk klien dalam posisi lateral kiri dengan kaki kanan di tekuk, angkat bagian
atas bokong untuk memastikan visualisasi anus yang baik (lihat Gambar 6-19-
6).
c) Lumuri kateter tip dengan lubrikating jelly sekitar 6-8cm, masukkan selang
secara halus dan perlahan ke dalam rektum, arahkan selang menuju umbilikus.
Pemasukan selang secara perlahan-lahan akan mencegah spasme pada
sfingter.
d) Apabila klien mengeluh merasa penuh atau nyeri, gunakan klem untuk
menghentikan aliran sekitar 30 detik, kemudian buka klem untuk mengalirkan
kembali larutan pada kecepatan yang lebih lambat.
e) Panjang selang yang di masukkan :
dewasa : 7.5 – 10 cm
anak-anak : 5 – 7.5 cm
infant : 2.5 – 3.75 cm
103
f) Ketika memasukkan enema di temukan adanya tahanan di sfingter interna,
Minta klien untuk menarik napas dalam, kemudian masukkan sejumlah kecil
larutan melalui selang untuk merileksasikan sfingter anal interna.
g) Setelah semua larutan di masukkan atau jika klien tidak dapat menahan larutan
dan sangat ingin defekasi (keinginan kuat untuk defekasi biasanya
mengindiasikan bahwa cairan yang di masukkan sudah cukup), tutup klem, dan
lepaskan selang rektal dari anus.
h) Bantu klien untuk defekasi
1) Bantu klien mengambil posisi duduk di pispot, commode, atau toilet. Posisi
duduk memfasilitasi kerja defekasi
2) Bantu klien untuk membersihkan area anus dengan sabun dan air hangat
3) Lepas sarung tangan dan cuci tangan dengan sabun (lakukan hand hygiene).
4) Kaji warna, konsistensi, jumlah fekal dan cairan yang keluar.
5) Kaji kondisi abdomen: dstensi, kekakuan dan kram (tanda- tanda ini meng
indikasi masalah yang serius).

6. Evaluasi
Outcome yang tidak di harapkan ketika dilakukan prosedur enema
a. Abdomen terasa kaku dan distended
b. Prosedur enema di berhentikan dan laporkan ke tim ahli ( dokter) dan check
c. tanda- tanda vital
d. Abdomen terasa nyeri dan kram yang terus menerus
e. Cairan yang masuk di perlambat
f. Jika ada perdarahan
g. Prosedur enema di berhentikan dan laporkan ke tim medis dan chek tanda- tanda
vital

104
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S., (2004). Fundamentals of Nursing: Concept,
process, and practice, 7 th, New Jersey.
Monahan, F.D., Neighbors, M., Green C.J.. (2007). Phipps’ Medical Surgical Nursing
Health and Illness Perspectives (8 Ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamentals of nursing (6 ed.). St Louis, Missouri:
Elsevier Mosby.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Fundamentals of nursing; konsep, proses dan
praktik, 4 th ed.USA: Elsevier Mosby.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2011). Textbook of medical surgical nursing (10 ed. Vol.
1). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G (2001). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta; EGC, 2001
Wilkinson J.M (2010) Diagnosis Keperawatan, Diagnosis Nanda-I, Intervensi NIC, Hasil
NOC, Edisi 10,EGC Jakarta
Wilkinson J.M (2010) Diagnosis Keperawatan, Diagnosis Nanda-I, Intervensi NIC, Hasil
NOC, Edisi 10,EGC Jakarta
Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI (2018), Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI), Jakarta.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI), Jakarta.

105
BAB III

PENUTUP

A Tugas Individu/ kelompok

Setiap kelompok membuat 1 (satu) asuhan keperawatan pada kasus berikut sesuai
dengan nomor dan urutan kelompoknya dengan melampirkan paling kurang 1 (satu)
artikel terindeks (scopus) terkait intervensi yang mendukung tindakan asuhan
keperawatan tersebut, artikel dikonsultasi dengan tutor (artikel dapat diakses secara
online pada data based Unsyiah seperti ScienceDirect, Springerlink, ProQuest, dll).

Urutan tugas kelompok sebagai berikut:


Klp 1. Asuhan keperawatan pada pasien Steven Johnson
Klp 2: Asuhan keperawatan pada pasien Rhinitis allergic
Klp 3. Asuhan keperawatan pada pasien Nefrotik sindrom
Klp 4. Asuhan keperawatan pada pasien Cholelithiasis
Klp 5. Asuhan keperawatan pada pasien Pankreatitis
Klp 6. Asuhan keperawatan pada pasien disphagia
Klp 7. Asuhan keperawatan pada pasien Ca. prostat
Klp 8. Asuhan keperawatan pada pasien hemodialisis (HD) dan CAPD

Isi laporan kelompok terdiri dari:


1. Konsep dasar:
- Pengertian
- Etiologi
- Patofisiologi
- Manifestasi klinis
- Pemeriksaan penunjang
- Penatalaksanaan
2. Asuhan keperawatan
- Pengkajian mengacu pada data fokus
- Diagnosis keperawatan minimal 5 diagnosa keperawatan
- Intervensi
- Implementasi
- Evaluasi

106
Kasus pemicu skill lab

Kasus I

Laki-laki usia 60 tahun di rawat di Ruang Rawat Penyakit Dalam dengan diagnosa
medik Perdarahan saluran makan bagian atas (PSMBA). Pasien mengeluh mual dan
muntah mengeluarkan darah bercampur sisa makanan sebanyak 250 cc berwarna
merah kecoklatan.Hasil anamese: lemah, pasien mempunyai riwayat sakit maag akut
dan rematoid arthritis sehingga mengkonsumsi obat penghilang nyeri yang dibeli
diwarung selama 2 bulan yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik: TD 90/70 mmHg, frekuensi
nadi 88x/m, frekuensi napas 24 x/m. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb, 8,3 mg%, Ht
24 mg%. Regimen terapi: sucralfat syrup 3x1 sdm, injeksi asam taneksanat 1 gr/12 jam,
pasien dipuasakan, dan pemantauan balance cairan lambung. Tentukan rumusan
diagnosa dan intervensi keperawatan pada kasus tersebut.

Kasus II

Laki-laki usia 68 tahun di rawat diruang di rumah sakit dengan diagnosa medik Benigna
Prostat Hipertropi (BPH). Pasien mengeluh urine sedikit dan tertahan, pancaran urin
berkurang dan BAK tidak lampias. Hasil pengkajian: kondisi umum lemah, distensi
kandung kemih, nyeri tekan, dan rectal toucher kaku. Hasil pemeriksaan fisik: TD
150/100 mmHg, frekuensi nadi 88x/m, frekuensi napas 24 x/m. Hasil pemeriksaan lab:
Hb 11 mg%, Ht 33 mg%, leukosit 12.000 mg/dL.Tentukan rumusan diagnosa dan
intervensi keperawatan pada kasus tersebut.

Kasus III

Perempuan usia 68 tahun di rawat diruang Penyakit Dalam dengan diagnosa medik
diabetes mellitus tipe II. Pasien mengeluh lemah, tidak ada nafsu makan dan BB turun
2 kg selama 1 bulan terakhir. Hasil pemeriksaan fisik: keadaan umum lemah,
anoreksia, aktivitas dibantu oleh keluarga/perawat, BB sekarang 45 kg, TB 160 cm, BMI
17,57, adanya ulkus diabetik grade III pada plantar pedis sinistra, dengan ukuran 3x5x1
cm. Hasil pemeriksaan fisik: TD 150/80 mmHg, frekuensi nadi 90x/m, frekuensi napas
20 x/m. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 12 mg%, Ht 36 mg%, leukosit 15.000
mg/dL, KGDS 270 mg%, ureum 50 mg%, kreatinin 2,3 mg%. Regimen terapi: Injeksi.
Cifotaxim 1 gr/8 jam, insulin Novorapid 10-10-10-0, dan Levemir 0-0-0-12. Tentukan
diagnosa dan intervensi keperawatan pada kasus tersebut.

Kasus IV

Perempuan usia 56 tahun di rawat diruang di rumah sakit dengan diagnosis medik post
op colostomy dengan Ca. Colorectal. Pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi,
cairan merembes dan barbau dari kantong colostomi. Hasil pemeriksaan fisik: lemah,
aktivitas dibantu oleh perawat/keluarganya. Hasil pemeriksaan fisik: TD 140/80 mmHg,
frekuensi nadi 90 x/m, frekuensi napas 20 x/m. Hasil pemeriksaan lab: Hb, 11 mg%, Ht
33 mg%, leukosit 17.000 mg/dL. Regimen terapi: Inj. Cifotaxim 1 gr/8 jam, IVFD RL 20
tts/m, inj. Transamin /12 jam, drip parasetamol 250 mL/12 jam. Tentukan rumusan
diagnosa dan intervensi keperawatan pada kasus tersebut.

107
B. Sasaran belajar ISS

ISS I
Pertanyaan:
1. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinik, faktor risiko, patofisiologi,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, 4 pilar manajemen DM, serta asuhan
keperawatan pada pasien Diabetes Milletus  2 (dua) artikel yang mendukung
perawatan diabetes melitus (Ns. Cut Husna, MNS)

2. Jelaskan pengertian, etiologi, dan manifestasi klinik, patofisiologi, pemeriksaan


diagnostik dan penunjang serta asuhan keperawatan pada pasien dengan
hipo/hipertiroid,  2 artikel yang mendukung perawatan hipo/hipertiroid (Teuku
Samsul Bahri, S.Kp., MNSc)

3. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan


penunjang dan penatalaksanaan bedah serta asuhan keperawatan pada pasien
dengan appendiksitis,  2 artikel yang mendukung perawatan Appendiksitis (Ns.
Riski Amalia, M.Kep)

4. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan


penunjang serta asuhan keperawatan pada pasien cancer kolorektal,  2 artikel
yang mendukung perawatan kanker colorectal  2 artikel yang mendukung
perawatan Ca. Colorectal (Dr. Ns. Hilman Syarif, M.Kep., Sp. Kep MB)

5. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi dan pemeriksaan


penunjang perdarahan saluran makan bagian atas/bawah,  2 artikel yang
mendukung perawatan perdarahan saluran makan bagian atas/bawah (PSMBA/B)
(Ns. Nani Safuni, MNg)

6. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, faktor risiko, patofisiologi,


pemeriksaan penunjang serta asuhan keperawatan pada pasien hepatitis dan
chirosis hepatis,  2 artikel yang mendukung perawatan chirotis hepatis
(Ns. Devi Darliana, M.Kep.,Sp.KMB)

7. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofiiologi dan pemeriksaan


penunjang serta asuhan keperawatan pada pasien Gout desease,  2 artikel yang
mendukung perawatan Gout disease (Ns. Anda Kamal, MNS)
108
8. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi dan pemeriksaan
penunjang serta asuhan keperawatan pada pasien serta asuhan keperawatan
pada pasien gastritis akut/kronik,  2 artikel yang mendukung perawatan Gastritis
akit/kronik (Ns. Laras Cyntia Kasih, M.Kep)

ISS II
Pertanyaan:
1. Jelaskan pengertian, etiologi dan manifestasi klinik, faktor risiko, patofisiologi,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan, diet ginjal, manajemen dialisis serta
asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal akut/kronis,  2 artikel yang
mendukung perawatan gagal ginjal akut/kronik (GGA/GGK) (Ns. Cut Husna, MNS)

2. Jelaskan pengertian, etiologi, dan manifestasi klinik, patofisiologi, pemeriksaan


diagnostik dan penunjang,serta asuhan keperawatan pada pasien Hernia,  2
artikel yang mendukung perawatan Hernia (Ns.Anda kamal, MNS)

3. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan


penunjang dan penatalaksanaan serta asuhan keperawatan pada pasien dengan
infeksi saluran kemih (ISK),  2 artikel yang mendukung perawatan ISK
(Ns. Riski Amalia, M.Kep)

4. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan


penunjang, penatalaksanaan bedah serta asuhan keperawatan pada pasien
urolithiasis,  2 artikel yang mendukung perawatan urolithiasis (Ns. Devi Darliana,
M.Kep.,Sp.KMB)

5. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi dan pemeriksaan


penunjang, penatalaksanaan bedah, dan asuhan keperawatan pada pasien
benigna prostat hipertropi (BPH),  2 artikel yang mendukung perawatan BPH
(Teuku Samsul Bahri, S.Kp., MNSc)

6. Manajemen keperawatan pada pasien pre-post TURP  2 artikel yang mendukung


perawatan TURP (Dr. Ns. Hilman Syarif, M.Kep., Sp. Kep MB)

7. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, faktor risiko, patofisiologi,


pemeriksaan penunjang serta asuhan keperawatan pada pasien reumatoid
109
arthritis,  2 artikel yang mendukung perawatan Rematoid Arthritis (Ns. Laras
Cyntia Kasih, M.Kep)

8. Jelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi dan pemeriksaan


penunjang serta asuhan keperawatan pada pasien sistemik lupus eritematosus
(SLE)  2 artikel yang mendukung perawatan SLE (Ns.Nani Safuni, MNg)

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M. (2005). Medical surgical nursing clinical management for outcomes (7 th ed.
Vol. 1). St. Louis: Elsevier Senders.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2005). Medical surgical nursing clinical management for
positive outcomes (7 ed. Vol. 2). St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders.

Ignativicius, D.D., Workman, M.L.. (2006). Medical Surgical Nursing Critical Thinking For
Collaborative Care. (5 Ed.). St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders.

Kozier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S., (2004). Fundamentals of Nursing: Concept,
process, and practice, 7 th, New Jersey.

Lewis, S.M., Heitkemper, M.M., Dirksen, S. R.. (2000). Medical Surgical Nursing
Assesment and Management of Clinical Problems (7 ed. Vol. 2). St. Louis, Missouri:
Mosby.

Monahan, F.D., Neighbors, M., Green C.J.. (2007). Phipps’ Medical Surgical Nursing
Health and Illness Perspectives (8 Ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Fundamentals of nursing; konsep, proses dan
praktik, 4 th ed.USA: Elsevier Mosby.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2011). Textbook of medical surgical nursing (10 ed. Vol.
1). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.

Smeltzer, S.C (2011) Keperawatan Medikal-Bedah, Brunner & Suddarth, EDC 12,
Jakarta, EGC

Wilkinson J.M (2010) Diagnosis Keperawatan, Diagnosis Nanda-I, Intervensi NIC, Hasil
NOC, Edisi 10,EGC Jakarta

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) (2018), Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (SDKI), Jakarta.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) (2018), Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI), Jakarta.

110
TEKNIK PENULISAN LAPORAN TUGAS MANDIRI/KELOMPOK

1. TEKNIK PENGETIKAN

Teknik penulisan isi laporan tugas mandiri/kelompok harus mengikuti ketentuan


sebagai berikut:

a. Kertas yang digunakan adalah kuarto (8” x 11”) atau A4s , berat 80
gram/m2
b. Margin kertas atau ruang pengetikan :
Margin atas 4 cm

Margin bawah 3 cm

Margin kiri 4 cm

Margin kanan 2,5 – 3 cm

c. Teknik penomoran adalah sebagai berikut :


A……………….

1………………

a…………….

1)………….

a)………..

d. Spasi pengetikan skripsi adalah 2, huruf yang digunakan untuk isi laporan
adalah Times New Roman ukuran 12 pt.

2. PENULISAN KUTIPAN

Penulisan kutipan mengikuti aturan APA (American Psychological Association), untuk


teks Inggris kita mulai dengan nama akhir.

a. Untuk 1 (satu) pengarang, contohnya :


Roger (1994) mengatakan bahwa ………………………………………………..

Atau ………………………………………………………..(Roger, 1994)

b. Satu buku dengan 2 (dua) atau lebih pengarang, contohnya:

111
Osgood, Suci, and Task (1980) ……………………………………..

Atau ………………………………………………….(Osgood, Suci & Task,


1980)

Untuk kutipan yang dari buku yang pengarangnya lebih dari 6 orang, setelah nama
pertama diikuti “et al”

Contoh :

………………………………………………………..(Osgood et al, 1980)

c. Banyak buku oleh 1 (satu) pengarang. Contoh :


Roger (1980 a, 1980 b, 1980 c)…………………………………………

d. 2 (dua) atau lebih buku dalam satu pernyataan. Tuliskan menurut alphabet.
Pisahkan kutipan dengan menggunakan tanda titik koma. Contoh :
Pendidikan …………………… (Donna & Jones, 1980; Erickson, 1959)

e. Untuk kutipan pendek (kurang dari 4 baris), ditulis dalam alenia yang sama dengan
teks dalam tanda petik, diakhiri dengan nama pengarang dan tahun.
f. Untuk kutipan panjang (5 baris atau lebih), ditulis dalam alenia tersendiri dengan 1
(satu) spasi.
Contoh :
Savoi & Anderw, 1994 mengatakan bahwa :
“Implementasi PBL dirancang dengan struktur pembelajaran 1)
mahasiswasecaraindividual maupun kelompok dihadapkan pada suatu
masalahyang kontektual, 2)masalah yang dikonfrontasikan diusahakan
sedekatmungkin dengan kehidupanmahasiswa sehari-hari, 3) fasilitator
menyiapkanmateri perkuliahan yang dapat menuntut mahasiswa/siswa kearah
pemecahanmasalah, 4) memberikantanggungjawab kepada mahasiswa untuk
mengarahkansendiri pembelajarannya, 5) membentuk kelompok-kelompok kecil
dalampembelajaran, 6) menuntut agar mahasiswa menampilkan apa yang telah
dipelajari.”

g. Untuk literatur yang diambil dari situs, aturan penulisan kutipan tetap sama dengan
kutipan dari buku
Roger (1994) mengatakan bahwa ………………………………………………..

Atau ………………………………………………………..(Roger, 1994)


112
Di halaman daftar pustaka aturan penulisan mengikuti aturan APA (American
Psychological Association)

 Dari buku :

Burn, N., & Grove, S., K. (2001). The practice of nursing research: conduct,
critique, & utilization (4 ed.). Philadelphia PA: W.B. Saunders
Company.

 Dari internet :

Blendon, R. J., Benson, J. M., Desroches, C. M., Lyon-Daniel, K., Mitchell,


E. W., & Pollard, W. E. (2007). The public's preparedness for
hurricanes in four affected regions. Public Health Report,
122. Dikutip pada tanggal 9 November 2009, dari
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17357359

 Dari jurnal :

Brislin, R.W. (1970). Back-translation for cross-cultural research. Journal of


Cross Cultural Psychology, 1, 185-216.

113
Laporan Tugas Mandiri

times new roman, uk. 12, kapital, bold

JUDUL

time new roman, uk.14, bold, jarak 1 spasi, piramida terbalik

--------------------------------------------------------------

----------------------------------------------------

Oleh :

NAMA

NIM

huruf time new roman, bold, ukuran 14, awal kata huruf kapital.

jarak antara “oleh” dan “NAMA” 2 spasi, dan jarak antara “NAMA” dan “NIM” 1
spasi

FAKULTAS KEPERAWATANUNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

(TAHUN)

huruf kapital, time new roman, ukuran 14, bold, jarak 1 spasi

LAMPIRAN PENILAIAN LABORATORIUM

FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PENCERNAAN


114
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
Pemeriksaan mulut dan orofaring
9 Inspeksi :
- Bibir terhadap bentuk, posisi, gerakan, kondisi warna, lesi
- Mukosa mulut terhadap warna, tekstur, lesi, bengkak, dan
perdarahan
- Gusi terhadap karateristik, warna
- Geligi terhadap sumbatan, jumlah puncak belakang gigi
berada
- Warna, dan karateristik permukaan pada bagian bawah
gigi
- Lidah mengenai warna, tekstur, ukuran,lapisan, atau
ulserasi
- Dasar mulut terhadap warna, karateristik permukaan,
- Palatum keras dan lunak, warna, kontur, dan gerakan
- Area tonsilar terhadap ukuran, warna, eksudat
- Dinding faringeal posterior, terhadap warna, rabas, lesi
10 Palpasi :
- Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk
- Palpasi terhadap adanya ulserasi, tumor /pembengkakan
- Palpasi palatum dengan jari telunjuk dan rasakan
terhadap adanya fisura dan pembengkakan
- Palpasi lidah dan dasar mulut terhadap nyeri tekan, massa
- Teknik : gunakan sarung tangan, palpasi lidah diantara ibu
jari tangan dan ujung jari telunjuk
- Palpasi dasar mulut dengan jari telunjuk
11 Inspeksi:
- Bibir terhadap bentuk, posisi, gerakan, kondisi warna, dan
lesi
- Mukosa mulut terhadap warna, tekstur, lesi, Bengkak, dan
perdarahan
- Gusi terhadap karateristik, dan warna
- Geligi terhadap keutuhan, caries gigi, warna, dan
kebersihan gigi
- Lidah mengenai warna, tekstur, ukuran, lapisan, atau
ulserasi
- Dasar mulut terhadap warna, karateristik permukaan,
- Palatum keras dan lunak, warna, kontur, dan gerakan

115
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
- Area tonsilar terhadap ukuran, warna, dan eksudat
- Dinding faringeal posterior, terhadap warna, rabas, lesi
12 Palpasi:
- Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk
- Palpasi terhadap adanya ulserasi, tumor/ pembengkakan
- Palpasi palatum dengan jari telunjuk dan rasakan
terhadap adanya fisura dan pembengkakan
- Palpasi lidah dan dasar mulut terhadap nyeri tekan,
massa
- Teknik : gunakan sarung tangan, palpasi lidah diantara
ibu jari tangan dan ujung jari telunjuk
- Palpasi dasar mulut dengan jari telunjuk
13 Inspeksi:
- Kulit terhadap warna, karakteristik permukaan, jaringan
perut, dan lesi
- Umbilicus untuk kontur dan simetris
14 Auskultasi:
- Melakukan succutio flash (menilai cairan yang teresidu
dalam lambung.
- Memeriksa bising usus terhadap frekwensi.
- Mendengarkan adanya bruit/desiran
15 Perkusi
- Melakukan perkusi di semua kuadran terhadap timpani
atau pekak, lakukan secara sistemik
- Melakukan pemeriksaa batas hepar
- Melakukan pemeriksaan batas limpa
- Melakukan pemeriksaan lambung terhadap gelembung
16 Palpasi:
Teknik:
- Melakukan palpasi setiap kuadran palpasi terhadap
tonus, adanya nyeri tekan, dan massa. Mulai dengan
palpasi ringan dengan cara sistematik melanjutkan
palpasi dalam.
- Menanyakan klien tentang area nyeri tekan, dan palpasi
area ini terakhir.
- Memeriksa tanda Murphy (menilai kemungkinan
peradangan pada kandung empedu/Murphy positif).
- Menentukan cairan diperitoneum, dengan menilai adanya
fluktuasi cairan.
- Melakukan pemeriksaan shifting dullness
- Melakukan pemeriksaan hepar
- Melakukan pemeriksaan anus.
- Lakukan pemeriksaan apakah ada hemoroid, lesi atau
kerusakan. lakukan touché, rasakan ada tidaknya nodula,
massa, dan nyeri tekan.
17 Memberi salam
18 Melakukan dokumentasikan tindakan
Nilai Total

116
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4

Skoring: Total yang didapat


----------------------------- X 100
72

117
FORMAT PENILAIAN PEMASANGAN NGT

NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
10 MengkKaji kebutuhan pemberian makan pasien melalui
NGT: asupan nutrisi tidak cukup, dan kelainan fungsi
saluran cerna.
11 Melakukan elevasi kepala tempat tidur ( 45º)
12 Berdiri disisi yang sama dengan lubang hidung yang akan
diinsersi, bantu pasien pada posisi fowler tinggi kecuali jika
ada kontraindikasi. Letakkan bantal di belakang kepala dan
bahu
13 Meletakkan handuk diatas dada dan Letakkan tisu dalam
jangkauan
14 Menentukan panjang selang yang akan dimasukkan dengan
cara : mengukur jarak dari ujung hidung sampai daun telinga
lalu ke prosesus xifoideus sternum
15 Mengolesi selang NGT dengan lubrikan larut air
16 Memasukkan selang melalui lubang hidung ke belakang
kerongkongan dengan hati-hati
17 Melakukan fleksi kepala pasien kearah dada setelah selang
melewati belakang kerongkongan
18 Memasukkan selang secara perlahan sampai panjang yang
diinginkan sambil meminta pasien menelan dan memberi
pasien minum dengan sedotan jika pasien sadar
19 Memeriksa posisi selang NGT dengan beberapa cara
(Metode Auskultasi, letakkan stetoskop diatas regio
epigastrum, suntikan udara melalui selang dan dengan bunyi
udara (untuk bayi 1-2 cc udara, untuk dewasa maksimal 5 cc
udara, Metode Aspirasi, lakukan aspirasi cairan lambung
dengan spuit sampai terlihat)
20 Memotong plester sekitar 10 cm, letakkan ditengah selang
dekat hidung lalu rekatkan plester kehidung
21 Mengetatkan ujung selang ke baju dengan menyimpulkan
pembalut karet disekitar selang.
22 Menutup ujung selang NGT
23 Membantu pasien pada posisi yang nyaman

118
24 Melepas sarung tangan dan cuci tangan

25 Melakukan dokumentasikan tindakan


Nilai Total
Skoring: Total yang didapat
-------------------------- X 100
100

119
FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERKEMIHAN

NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
Inspeksi
9 - Periksa kulit dan membran mukosa, catat warna, turgor,
tekstur, dan pengeluaran keringat.
- Inspeksi mulut, wajah, dan abdomen
Catat ukuran, kesimetrisan, adanya massa atau
pembengkakan, kembung, Kulit dan membran mukosa
yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan
anemia
Tampak ekskoriasi, memar, tekstur kulit kasar atau kering.
Penurunan turgor kulit merupakan indikasi dehidrasi.
- Edema, indikasi retensi dan penumpukkan cairan.
- Stomatitis, napas bau ammonia
- Moon face
- Pembesaran atau tidak simetris, indikasi hernia atau
adanya massa.
- Nyeri permukaan indikasi disfungsi renal.
- Distensi atau perut yang nyeri menetap, distensi, kulit
mengkilap atau tegang.
- Periksa meatus urinary
Laki-laki posisi duduk atau berdiri, tekan ujung gland penis
dengan memakai sarung tangan untuk membuka meatus
urinary.
Pada wanita : posisi dorsal litotomi, buka labia dengan
memakai sarung tangan. Perhatikan meatus urinarI
Palpasi
10 - Posisi pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah
kanan.Letakkan tangan kiri dibawah abdomen diantara
tulang iga dan lengkung iliaka. Tangan kanan dibagian
atas
- Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan
sementara tangan kiri mendorong ke atas, lakukan hal
yang sama untuk ginjal kanan.
- Kandung kemih
Palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan
umbilicus.

Perkusi
11 - Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut
kostovertebral (CVA), lakukan perkusi di atas telapak
120
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
tangan dengan menggunakan kepalan tangan dominan.

- Pemeriksaan kandung kemih


Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan
palpasi untuk mengetahui fundus kandung kemih. Setelah
itu lakukan perkusi di atas region suprapubic.
- Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin
500 ml, maka akan terdengar bunyi dullness (redup) di
atas simphysis pubis.

Auskultasi
12 Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian
atas sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika
terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri
renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke
ginjal (stenosis arteri ginjal).

Nilai Total

Skoring: Total yang didapat


-------------------------- X 100
48

121
FORMAT PENILAIAN PEMASANGAN KATETER URINE

NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mempersiapkan alat dan bahan
6 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
7 Mencuci tangan
8 Menggunakan sarung tangan
9 Menempatkan klien dalam posisi yang benar adan minta
pasien untuk rilek
3) Wanita : posisi supine dengan lutut fleksi dan rotasi
eksternal.
4) Pria : posisi supine, dengan tungkai agak abduksi
10 Membuka set kateterisasi. Letakkan alas anti air di bawah
bokong (wanita) atau di bawah penis (pria) tanpa
mengkontaminasi bagian tengah alas tersebut
11 Membersihkan perineal area.Gunakan tangan non dominan
dengan jari telunjuk dan ibu jari untuk membuka labia mayor
dan labia minor.
12 Memeriksa kondisi Perineum dan identifikasi uretra
13 Menyiapkan cairan aquades ke dalam spuit sebanyak 5 - 30
ml sesuai yang tertera pada kateter
14 Membuka bungkus kateter kit, jaga kesterilan alat terutama
bagian area dalam
15 Menggunakan sarung tangan steril
16 Memasang duk bolong steril pada daerah perineum
sehingga hanya bagian perineum yang tampak.
17 Melakukan tes balon kateter dengan memasukkan cairan
kedalam kateter
18 Mengoleskan jelly pada bagian ujung kateter pada wanita
sepanjang 2,5 – 5 cm dan pada laki-laki sepanjang 12,5 –
17,7 cm
19 Memberitahu pasien untuk tarik nafas dalam apabila mulai
memasukkan kateter.
Pada Wanita: mempertahan tangan tetap membuka labia
dan letakkan ujung kateter pada bengkok lalu masukkan
secara hati-hati sampai ada tanda urine keluar lalu angkat
tangan non dominan dorong lagi masuk sampai seluruh
kateter masuk kecuali cabang yang tertinggal. Pada pria:
memegang penis dengan tegas dibelakang gland penis
dengan tangan yang non dominan.
20 Bagi pasien yang tidak disirkumsisi tarik penis dengan
tangan yang non dominan dan dilebarkan sehingga meatus
terbuka. Ambil kapas bulat dengan pingset dan mulai
bersihkan meatus dengan mulai dari tengah keluar secara
sirkuler
21 Mengangkat penis hingga sudut 90 derajat dari tubuh dan
dengan hati-hati tarik keatas
22 Mengambil kateter 3-4 inchi dan dengan hati-hati masukkan
122
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
ke uretra hingga 8 inch atau ada tanda urin keluar. Apabila
ada tahanan anjurkan pasien tarik nafas dalam dan
masukkan lagi secara pelan-pelan
23 Menyambungkan kateter dengan kantong urin
24 Mengambil spuit yang berisi cairan lalu sambungkan ke
kateter pot dan masukkan cairan tersebut sebanyak 5-30 cc
sesuai dengan kapasitas yang tertera
25 Menarik kateter dengan hati-hati untuk mengecek apakah
kateter telah masuk dengan baik
26 Melepaskan duk bolong dari pasien.
27 Merekatkan kateter dibagian tengah paha dengan plester
28 Mengantung urin bag ditempat tidur bagian samping dengan
posisi lebih rendah dengan bagian bladder
29 Membersihkan daerah perineum dari jelly dan cairan
antiseptic untuk mencegah iritasi mukosa.
30 Memastikan aliran urine lancar
31 Merapikan alat-alat.
32 Membuka sarung tangan dan cuci tangan
33 Melakukan evaluasi dan dokumentasi
Nilai Total

Skoring: Total yang didapat


-------------------------- X 100
132

123
FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM ENDOKRIN

NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mempersiapkan alat dan bahan
6 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
7 Mencuci tangan
8 Menggunakan sarung tangan
11 Inspeksi
- Hal-hal yang harus diamati: penampilan umum, apakah
klien tampak kelemahan berat, sedang dan ringan, amati
bentuk dan proporsi tubuh, apakah terjadi kekerdilan atau
seperti raksasa, pemeriksaan wajah
- Fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan
ekspresi wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir
pada mata
- Amati adannya edema periorbita dan exopthalmus serta
apakah ekspresi wajah datar atau tumpul
- Amati lidah klien terhadap kelainan bentuk dan
penebalan
- Ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila
digerakkan. Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan
tiroid pada daerah leher, Apakah leher tampak
membesar, simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat
disebabkan pembesaran kelenjar tiroid
- Apakah leher Distensi atau bendungan pada vena
jugularis dapat mengidentifikasikan kelebihan cairan atau
kegagalan jantung
- Amati warna kulit (hiperpigmentasi atau hipopigmentasi)
pada leher
- Apakah terjadi hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut
biasanya dijumpai pada klien yang mengalami hipofungsi
kelenjar adrenal
- Apakah terjadi vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit
Biasanya tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal
sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses
autoimun
- Amati adanya penumpukan masa otot yang berlebihan
pada leher bagian belakang yang biasa disebut Bufflow
neck atau leher/punuk kerbau
- Amati bentuk dan ukuran dada, pergerakan dan simetris
tidaknya
124
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
- Ketidakseimbangan hormonal khususnya hormon seks
akan menyebabkan perubahan tanda seks sekunder,
oleh sebab itu amati keadaan rambut axila dan dada.
- Pada buah dada amati bentuk dan ukuran, simetris
tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan
- Striae pada buah dada, abdomen sering dijumpai pada
hiperfungsi adrenokortikal
- Bentuk abdomen cembung akibat penumpukan lemak
centripetal dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal
- Pemeriksaan genetalia, amati kondisi skrotum dan penis
juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.
12 PALPASI
- Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun
isthmus dapat diraba dengan menengadahkan kepala
klien. Apakah ada rasa nyeri pada saat di palpasi
- pemeriksa berada dibelakang klien dengan posisi kedua
ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat
jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid
- untuk palpasi testes di lakukan dengan posisi tidur dan
tangan perawat harus dalam keadaan hangat
- Perawat memegang lembut dengan ibu jari dan dua jari
lain, bandingkan yang satu dengan yang lainnya
terhadap ukuran/besarnya, simetris tidaknya nodul.
Normalnya testes teraba lembut
13 AUSKULTASI
- Auskultasi pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid dapat
mengidentifikasi“ bruit“
- Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi
pada pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal,
bunyi ini tidak terdengar.
Nilai Total

Skoring: Total yang didapat


-------------------------- X 100
52

125
FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN GULA DARAH SEWAKTU (GDS)

NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mempersiapkan alat dan bahan
6 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
7 Mencuci tangan
8 Menggunakan sarung tangan
9 Mengatur posisi pasien duduk di kursi dan posisi jari tangan
menghadap ke arah perawat
10 Menentukan ujung jari tangan yang akan di tusuk jarum
11 Basuh jari tangan pasien dengan dengan alcohol swab
12 Tusuk jari anda dengan lancet ( (sejenis jarum), sampai
darah keluar
13 Letakkan darah pada alat ukur (Biasa disebut glukosa meter)
14 Tunggu beberapa detik (lama waktunya tergantung pada tipe
glukosa meter yang digunakan)
Nilai total

Skoring: Total yang didapat


-------------------------- X 100
56

126
FORMAT PENILAIAN INJEKSI INSULIN

NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mempersiapkan alat dan bahan
6 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
7 Mencuci tangan
8 Menggunakan sarung tangan
9 Memeriksa apakah Novolet berisi tipe insulin yang sesuai
dengan kebutuhan
10 Mengganti jarum pada insulin pen dengan jarum yang baru.
11 Memasang cap Novolet sehingga angka nol (0) terletak
sejajar dengan indikator dosis.
12 Memilih lokasi suntikan, periksa apakah dipermukaan
kulitnya terdapat kebiruan, inflamasi, atau edema
13 Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat
catatan perawat sebelumnya.
14 Mendesinfeksi area penyuntikan dengan kapas
alcohol/alcohol swab, dimulai dari bagian tengah secara
sirkuler ± 5 cm
15 Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada klien yang
kurus dan regangkan kulit pada klien yang gemuk dengan
tangan yang tidak dominan
16 Memegang novolet secara horizontal dan menekan ujung
insulin pen (bagian cap) sesuai dosis yang telah ditentukan
sehingga indicator dosis sejajar dengan jumlah dosis insulin
yang akan diberikan kepada klien
17 Hitung 1-10 detik sebelum jarum dicabut dari tempat
penyuntikan
18 Mencabut jarum dengan cepat, tidak boleh di massage,
hanya dilalukan penekanan pada area penyuntikan dengan
menggunakan kapas alkohol
19 Merapikan klien dan peralatan
20 Melepaskan handscoen dan mencuci tangan
Nilai Total

Skoring: Total yang didapat


-------------------------- X 100
56

127
FORMAT PENILAIAN PERAWATAN LUKA DIABETIK

NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mempersiapkan alat dan bahan
6 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
7 Mencuci tangan
8 Menggunakan APD sesuai kebutuhan
9 Letakkan bengkok didekat luka pasien.
10 Pasang perlak dan pengalas dibawah lokasi luka.
11 Pasang handsun bersih dan buka balutan dengan pinset
anatomi bersih, jika balutan kering basahi dengan NaC1
0,9%.
12 Masukkan bekas balutan luka kedalam bengkok dengan
melipat kearah dalam.
13 Menusukkan pinset yang telah digunakan kedalam bengkok
berisi larutan desinfektan
14 Melepaskan handscun kotor
15 Membuka set peralatan luka, masukkan kassa steril dan
cairan yang akan digunakan
16 Memasang handscun steril
17 Bersihkan luka dengan NaCl 0,9% dengan satu arah atau
secara sirkuler (dari dalam ke luar).
18 Untuk luka kotor yang berongga dan berpus, bersihkan
dengan H202 3% secara irigasi (tidak dilakukan pada luka
yang sudah memerah/granulasi)
19 Mengangkat dan gunting jaringan yang sudah nekrotik
sampai batas jaringan yang sehat sehingga darah sedikit
merembes dari tepi luka
20 Lakukan penekanan, bila perlu pada daerah pinggir sekitar
luka untuk mengeluarkan eksudat/pus
21 Luka dibersihkan dengan dengan NaCl 0,9%.
22 Membersihkan daerah sekitar luka (buka daerah luka)
dengan kassa steril yang diberi antiseptik.
23 Untuk merangsang pertumbuhan jaringan, sebelum luka
ditutup dapat tambahkan growth factor (amnion atau
oxoferin)
24 Menutup luka dengan kassa + NaCl 0,9 % (kassa lembab,
tidak basah) sesuai dengan ukuran luka
25 Menambahkan kassa kering satu lapis diatas kassa lembab
26 Membalut luka dengan perban dan tambahkan balutan
elastis jika diperlukan
27 Komunikasikan dengan pasien bahwa peralatan luka telah
selesai dilakukan dan jelaskan kondisi luka
28 Menganjurkan menjaga kebersihan sekitar luka
29 Bersihkan dan rapikan alat-alat yang sudah digunakan
30 Melepaskan APD perawat mencuci tangan
31 Melakukan dokumentasikan peralatan luka secara lengkap

128
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
(kondisi luka,luas luka, warna, bau, dan eksudat).
Nilai total
Skoring: Total yang didapat
-------------------------- X 100
124

129
FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM IMUN

NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mempersiapkan alat dan bahan
6 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
7 Mencuci tangan
8 Menggunakan sarung tangan
9 Inspeksi
- Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran
tubuh, warna, bentuk, posisi, dan kesimetrisan
- Dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh
satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning
(ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis),
dan lain-lain
10 Palpasi
- Palpasi terhadap temperatur, turgor, bentuk, kelembaban,
vibrasi, dan ukuran.
- Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi:
a. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.
b. Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan
kering
c. Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
d. Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.
Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah
tulang), dan lain-lain.
11 Perkusi
- Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran,
bentuk dan konsistensi jaringan
- Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat
untuk menghasilkan suara
a. Sonor: suara perkusi jaringan yang normal.
b. Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat,
misalnya di daerah paru-paru pada pneumonia.
c. Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada
perkusi daerah jantung, perkusi daerah hepar.
d. Hipersonor/timpani: suara perkusi pada daerah yang
lebih berongga kosong, misalnya daerah caverna paru,
pada klien asthma kronik.dan timpani pada usus.
12 Auskultasi
- Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan
stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi
jantung, suara nafas, dan bising usus.
- Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas
adalah:
a. Rales: suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat
saluran-saluran halus pernafasan mengembang pada
inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada
130
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
klien pneumonia, TBC.
b. Ronchi: nada rendah dan sangat kasar terdengar baik
saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi
adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada
edema paru.
c. Wheezing: bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa
dijumpai pada fase inspirasi maupun ekspirasi.
Misalnya pada bronchitis akut, asma.
d. 4) Pleura friction rub: bunyi yang terdengar “kering”
seperti suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya
pada klien dengan peradangan pleura.
Nilai total

Skoring: Total yang didapat


-------------------------- X 100
48

131
FORMAT PENILAIAN PERAWATAN COLOSTOMY CARE

NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mempersiapkan alat dan bahan
6 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
7 Mencuci tangan
8 Menggunakan sarung tangan
9 Membantu posisi pasien supine atau berdiri yang
nyaman
10 Memasang pengalas (under pad)
11 Angkat kantong kolostomi lama dengan menekan kulit
sekitar kolostomi, gunakan bensin wash untuk
mempermudah membuka dan letakkan ke kantong
sampah.
12 Membersihkan peristoma secara hati-hati dengan
menggunakan kapas lembab atau gunakan air hangat,
lalu dikeringkan dengan tissue/kasa
13 Mengkaji stoma dan kulit peristoma
14 MengiInspeksi warna, ukuran, bentuk, dan perdarahan
stoma
15 Menginspeksi kulit peristoma untuk melihat adanya
kemerahan, ulserasi atau irritasi
16 Meletakkan selembar tisu atu bantalan kasa di atas
stoma, dan ganti sesuai kebutuhan. Tisu atau kasa ini
akan menyerap semua rembesan cairan feses dari
stoma, kemudian angkat tisu dari atas stoma sebelum
menempelkan kantong
17 Menggunting lubang kantong kolostomi baru dengan
menggunakan colostomi guide (1/16-1/8 inchi lebih
besar dari lubang kolostomi) sebelum membuka
plastik penutup perekat kantong/face plate.
18 Mengoleskan barrier kulit tipe pasta jika perlu, biarkan
pasta mengering selama 1-2 menit
19 Menekan pinggir kantong kolostomi dengan telunjuk
secara pelan
20 Jika kantong kolostomi telah terpasang dengan baik
letakkan tangan perawat diatas kolostomi selama 2
menit untuk meyakinkan bahwa kantong terpasang
dengan benar.
21 Memasang belt kolostomi atau plester non allergic
22 Merapikan alat-alat dan semprot ruangan dengan
deodorant kolostomi
23 Membuka sarung tangan dan cuci tangan

132
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
Nilai total

Skoring: Total yang didapat


-------------------------- X 100
92

133
FORMAT PENILAIAN PEMASANGAN ENEMA (HUKNAH)

NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan dan tindakan yang dilakukan
5 Mempersiapkan alat dan bahan
6 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
Menggunakan alat perlindungan diri (masker dan gown)
7 Mencuci tangan
8 Menggunakan sarung tangan
9 Meniinggikan bed pasien sejajar dengan dengan pinggang
perawat dan pasang bedrai sebelah kiri pasien
10 Membantu klien dewasa ke posisi lateral kiri,dengan tungkai
kanan di fleksikan
11 Melumasi selang di rektal sekitar 5 cm (beberapa set enema
kemasan memiliki alat penyemprot yang telah di lumasi).
12 Mengalirkan sedikit larutan melalui slang penyambung dari
set enema bervolume besar dan selang rektal untuk
mengeluarkan semua udara di dalam slang, kemudian di
tutup dan di klem
13 Memasukkan larutan enema secara perlahan – lahan
14 Tambahkan cairan hangat ke dalam kantong enema untuk
mencegah kram dan ketidaknyamanan, dengan temperatur
:
- Dewasa : 105 °-110°F (40,5°-43°C)
- Anak-anak : 100°F (37,7 °C)
15 Meninggikan wadah larutan, dan buka klem untuk
membiarkan cairan mengalir
16 Menggantung wadah larutan tidak lebih tinggi dari 30 cm di
atas rektum
17 Memasukkan selang rektal:
Tempatkan pad waterproof di bawah paha dan bokong, tutup
dengan handuk yang terlihat hanya area rektal.
18 Untuk klien dalam posisi lateral kiri dengan kaki kanan di
tekuk, angkat bagian atas bokong untuk memastikan
visualisasi anus yang baik
19 Melumuri kateter tip dengan lubrikating jelly sekitar 6-8 cm,
masukkan selang secara halus dan perlahan ke dalam
rektum, arahkan selang menuju umbilikus
20 Apabila klien mengeluh merasa penuh atau nyeri, gunakan
klem untuk menghentikan aliran sekitar 30 detik, kemudian
buka klem untuk mengalirkan kembali larutan pada
kecepatan yang lebih lambat.
21 Ketika memasukkan enema di temukan adanya tahanan di
sfingter interna, minta klien untuk menarik napas dalam,
kemudian masukkan sejumlah kecil larutan melalui selang
untuk merileksasikan sfingter anal interna
22 Setelah semua larutan di masukkan, tutup klem, dan
lepaskan selang rektal dari anus.

134
NO KETERAMPILAN MAHASISWA NILAI KET
0 1 2 3 4
23 Membantu klien untuk defekasi
24 Melakukan evaluasi dan dokumenetasi
Nllai total

Skoring: Total yang didapat


-------------------------- X 100
92

135
Fakultas Keperawatan USK
Februari 2021

Anda mungkin juga menyukai