Anda di halaman 1dari 100

GAMBARAN GAS DARAH PADA ANAK DENGAN

KESADARAN MENURUN

BLOOD GASES PROFILE IN CHILDREN WITH DECREASE OF


CONSCIOUSNESS

ASRI WARSI

P1507207092

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


TERPADU BIDANG ILMU KESEHATAN ANAK
PROGRAM STUDI BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

1
HALAMAN PENGESAHAN
SEMINAR HASIL PENELITIAN

Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu


Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Gambaran Gas Darah pada Anak dengan Kasadaran Menurun

Disetujui untuk diseminarkan :

Nama : dr. Asri Warsi

Nomo Pokok : P1507207092

Hari/Tanggal : Selasa/23 April 2013

Tempat : Ruang Pertemuan Departemen Ilmu Kesehatan Anak,

RSP Unhas

Menyetujui
Komisis Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Idham Jaya Ganda, Sp.A(K) dr. Hadia Angraini, Sp.A(K)

Mengatehui,
Ketua Konsentrasi,
PPDS Terpadu
(Combined Degree) FK. UNHAS

2
Prof. Dr. dr. H. Dasril Daud, Sp.A(K)
NIP. 19520923 197903 1 003

3
KATA PENGANTAR

Pertama dan yang utama penulis memanjatkan puji dan syukur

Kehadirat Allah SWT, karena atas Kehendak-Nya lewat limpahan

mukjizat, kasih sayang, serta rahmat yang selalu tercurah dalam

kehidupan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil

penelitian ini.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam rangka

penyelesaian Program Pendidikan Dokter Spesialis di IPDSA (Institusi

Pendidikan Dokter Spesialis Anak) pada Konsentrasi Pendidikan Dokter

Spesialis terpadu (Combined Degree) Program Studi Biomedik, Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hasil penelitian

tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang tulus kepada;

1. Dr.dr. Idham Jaya Ganda (K) sebagai pembimbing materi utama

dengan penuh perhatian dan sabar senantiasa banyak

membimbing dalam pengolahan data penelitian dan memberikan

dorongan kepada penulis sejak awal penulisan seminar hasil ini.

2. Prof. Dr.dr. H. Dasril Daud, SpA(K) sebagai dosen pembimbing

metodologi, dan sebagai Ketua DIKA FK-UNHAS, yang di tengah

kesibukannya telah banyak memberikan waktu, pikiran, dan arahan

4
yang sangat berharga dalam membantu penulis menyelesaikan

penulisan hasil penelitian ini. Saran dan petunjuk beliau yang

membangun senantiasa mendorong dan membantu penulis dalam

menyelesaikan penulisan seminar hasil ini.

3. dr. Hadia Angraini SpA(K) sebagai dosen pembimbing dan penguji

yang sekaligus telah berperan besar dalam memberikan bimbingan

dalam pengolahan data penelitian penulis.

4. Prof. Dr.dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) sebagai dosen penguji dan

sebagai Ketuai Bagian Ilmu kesehatan Anak periode 2004-2012,

yang telah banyak memberikan arahan, kritikan dan saran dalam

penulisan penelitian ini.

5. Prof. dr.Husain Albar SpA(K) sebagai dosen penguji dan sebagai

Ketua Program Studi PPDS DIKA FK Unhas, yang telah banyak

memberikan arahan, kritikan dan saran dalam penulitan penelitian.

6. Bapak Rektor, Direktur Program Pascasarjana dan Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin atas kesempatan yang

diberikan kepada penulis menjadi peserta pendidikan pada

Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

7. Bapak koordinator Program Pendidikan Dokter Spesialis

Universitas Hasanuddin yang senantiasa memantau dan

membantu kelancaran pendidikan penulis

5
8. Seluruh guru-guru saya (staf pengajar/supervisor) atas bimbingan

dan asuhannya selama penulis menjalani pendidikan dibagian Ilmu

Kesehatan Anak.

9. Bapak Direktur Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo atas

kesediaannya memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menjalani masa pendidikan di RSWS.

10. Semua teman sejawat peserta pendidikan Pascasarjana di bagian

Ilmu Kesehatan Anak atas bantuan, kebersamaan dan kerjasama

yang baik selama penulis menjalani masa pendidikan.

11. Seluruh keluarga besar saya dan terkhusus kedua orang tua yang

tiada hentinya memberikan yang terbaik kepada penulis.

Tesis ini masih jauh dari sempurna sehingga sangat diharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya terima kasih atas segala

bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Makassar, Mei 2013

Asri Warsi

6
ABSTRAK

Asri warsi, Gambaran gas darah pada anak dengan kesadaran menurun,
dibimbing oleh Dr.dr.Idham Jaya Ganda, SpA(K) dan dr. Hadia Angriani,
SpA(K)

Tujuan penelitiaan untuk mengevaluasi gambaran gas darah pada anak


dengan kesadaran menurun.

Metode. Desain penelitian cross sectional study dilakukan di Bagian Ilmu


Kesehatan Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar sejak juni 2011
sampai jumlah sampel terpenuhi. Populasi penelitian semua anak yang
mengalami penurunan kesadaran yang koma maupun tidak koma dan
dilakukan pemeriksaan analisis gas darah.

Hasil. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria yaitu 70 penderita


kesadaran menurun, terdiri dari 35 penderita koma dan 35 penderita tanpa
koma. Dari penelitian ini didapatkan pH dan PaO2 darah penderita koma
dengan tidak koma tidak berbeda bermakna masing-masing p=0.204 dan
p=0,872 (p>0.05). PaCO2, HCO3 dan SatO2 darah penderita dengan
kesadaran menurun koma dan tidak koma ada perbedaan bermakna
yaitu masing-masing p=0,032, p=0.040 dan p=0,000 (p<0.05). Penelitian
ini telah dilakukan analisis bivariat, didapatkan umur, jenis kelamin dan
status gizi tidak ada perbedaan bermakna. Asidosis metabolik 25.7 %
lebih banyak pada penderita koma. Kesadaran menurun tanpa koma
umumnya normal, asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik dan asidosis
metabolik yang masing-masing 11.4 %.

Kata Kunci : Analisis gas darah, kesadaran menurun, gangguan asam


basa.

7
ABSTRACT
ASRI WARSI. Blood Gases Profile in Children with Decrease of
Consciousness (Supervised by Idham Jaya Ganda and Hadia Anggriani)
Introduction. Reduced alertness and attention requires a more complex
treatment to avoid side effects, blood gas analysis changes can occur due
to decreased conciousness due to brain tissue damage. The reseacrh
aimed to evaluate blood gases profile in children with decreased of
conciusness.
Methods. The study design was a cross sectional in Children Health
Science Department of Dr. Wahidin Sudirohusodo hospital, Makassar,
from June 2011 until the number of samples fulfiled the need. Study
collected by researchers with assesing the level of conciousness, coma
and uncoma then grouped and examination of blood gas analysis.
Result. Total samples is 70 patients with decreased consciousness,
consisted of 35 patients with coma and 35 patients uncoma The results
showed blood pH and PaO2 blood of patients with coma and uncoma was
not significant, respectively p =0,204 and p= 0.872 (p>0.05). PaCO2,
HCO3 and blood SatO2 patient with decresed conciuosness, coma and
coma translation there are significant differences, respectively p = 0.032, p
= 0.040 and p = 0.000 (P<0.05). Metabolic acidosis 25,7 % more in
patients with coma, without the most normal coma, respiratory acidosis.
Translation and metabolic acidosis 11,4% respectively.
Conclusion: Decreased awareness can lead to acid-base disorders and
more severe in coma, translation hopefully routine screening of blood
gases in each patient decreased conciousness, especially in a coma so it
can be done quickly and accurately handling so can damage brain tissue
can be further, when correcting acid-base disturbances need close
monitoring.
Key words : Blood gas analysis, Decreased conciousness, acid-base
disturbances.

8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................... i

ABSTRAK ....................................................................................... iv

ABSTRACT ..................................................................................... v

DAFTAR ISI ..................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ........................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xi

DAFTAR SINGKATAN .................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah............................................... 1

I.2 Rumusan Masalah ...................................................... 4

I.3 Tujuan Penelitian ......................................................... 4

I.3.1 Tujuan Umum ....................................................... 4

I.3.2 Tujuan Khusus ..................................................... 4

I.4. Hipotesis ...................................................................... 6

I.5. Manfaat Penelitian ....................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Analisis Gas Darah...................................................... 8

II.2 Fisiologi Keseimbangan Asam Basa ............................ 9

II.2.1 Mekanisme Penyangga Kimia ............................. 9

II.2.2 Mekanisme Respirasi ........................................ 9

II.2.3 Mekanisme Ginjal ............................................... 11

9
II.3 Gangguan Keseimbangan Asam Basa ........................ 11

II.3.1 Asidosis Respiratorik ........................................... 12

II.3.2 Alkalosis Respiratorik .......................................... 13

II.3.3 Asidosis Metabolik............................................... 14

II.3.4 Alkalosis Metabolik .............................................. 16

II.4 Gangguan Asam Basa Campuran .............................. 18

II.4.1 Campuran Asidosis Metabolik dan Asidosis

Respiratorik .................................................. 18

II.4.2 Campuran Alkalosis Metabolik dan Alkalosis

Respiratorik .................................................... 19

II.4.3 Campuran Asidosis Metabolik dan Alkalosis

Respiratorik .................................................... 20

II.4.4 Campuran Alkalosis Metabolik dan Asidosis

Respiratorik .................................................... 21

II.5 Ukuran-Ukuran dalam Analisis Gas Darah ................ 22

II.5.1 pH........................................................................ 22

II.5.2 Tekanan Parsial CO2 (PaCO2)............................. 22

II.5.3 Tekanan Parsial O2 (PaO2) ................................. 23

II.5.4 HCO3 ................................................................. 24

II.5.5 SatO2 ................................................................... 24

II.5.6 Buffer Base (BB) ................................................. 25

II.5.7 Base Excess (BE) ............................................... 26

II.6 Interpretasi Analisis Gas Darah ................................. 27

10
II.7 Gangguan Kesadaran.................................................. 29

II.7.1 Tingkat Kesadaran .............................................. 29

II.7.2 Penyebab Penurunan Kesadaran ....................... 32

II.7.3 Mengukur Tingkat Keasadaran ........................... 32

II.7.4 Hubungan Antara Gangguan Kesadaran

dengan Gangguan Keseimbangan Asam

Basa ................................................................. 36

II.8. Kerangka Teori ........................................................... 41

BAB III KERANGKA KONSEP ...................................................... 42

BAB IV METODELOGI PENELITIAN

IV.1 Desain Penelitian ....................................................... 43

IV.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................... 43

IV.3 Populasi Penelitian ..................................................... 43

IV.4 Sampel dan Cara Pengambilan Sampel .................... 43

IV.5 Perkiraan Besar Sampel ............................................ 44

IV.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................ 45

IV.6.1 Kriteria Inklusi ................................................... 45

IV.6.2 Kriteria Eksklusi ................................................ 45

IV.7 Izin penelitian dan Ethical Clearance ....................... 45

IV.8 Cara Kerja ................................................................. 45

IV.8.1 Alokasi Subyek ................................................ 45

IV.8.2 Cara Penelitian .................................................. 46

IV.8.3 Skema Alur Kerja ............................................... 51

11
IV.9 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel ............................ 52

IV. Identifikasi Variabel ................................................. 52

IV Klasifikasi Variabel ................................................... 52

IV.10 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................. 53

IV.10.1 Definisi Operasional ....................................... 53

IV.10.2 Kriteria Objektif .............................................. 55

IV.11 Metode Analisis ........................................................ 57

BAB V HASIL PENELITIAN

V.1 Jumlah Sampel............................................................ 59

V.2 Karakterisitik Sampel................................................... 59

V.3 Hasil Evaluasi Pemeriksaan Analisis Gas Darah ........ 60

V.3.1 Analisis Gangguan Keseimbangan Asam Basa ....... 60

V.3.2 Analisis Keadaan Hipoksemia dan Hipoksia ....... 62

V.4 Hasil Evaluasi Gangguan Keseimbangan Asam

Basa ......................................................................... 64

V.5 Hubungan antara Status Gizi terhadap Analisis

gas Darah.......................................................................... 64

BAB VI PEMBAHASAN ........................................................... 67

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

VII.1 Kesimpulan .............................................................. 76

VII.2 Saran ........................................................................ 77

DAFTAR PUSTAKA ................................................................

LAMPIRAN ..............................................................................

12
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rumus Kompensasi Pada Kelainan Primer Gangguan

Keseimbangan Asam-Basa ............................................... 28

Tabel 2 Modifikasi GCS Untuk Bayi dan Anak................................. 36

Tabel 3 Karakterisitik Sampel Peneliti ............................................. 57

Tabel 4 pH darah pada Kelompok Kesadaran menurun Koma dan


Tidak Koma ........................................................................ 58

Tabel 5 PaCO2 Darah Kelompok Kesadaran Menurun Koma dan


Tidak Koma ...................................................................... 59

Tabel 6 HCO3 Darah Kelompok Kesadaran Menurun Koma dan


Tidak Koma ........................................................................ 60

Tabel 7 PaO2 Darah Kelompok Kesadaran Menurun Koma dan


Tidak Koma ....................................................................... 60

Tabel 8 SatO2 Darah Kelompok Penurunan Kesadaran Koma dan


Tidak Koma ....................................................................... 61

Tabel 9 Distribusi Gangguan Keseimbangan Asam - Basa pada


Kelompok Penurunan Kesadaran Koma dan Tidak
Koma ................................................................................. 62

Tabel 10 Hubungan antara Status Gizi terhadap Analisis Gas Darah 63

Tabel 11 Distribusi Jenis Gangguan Keseimbangan Asam - Basa


Pada Kelompok Kesadaran Menurun Koma dan
Tidak Koma ...................................................................... 63

13
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Kesadaran........................................................ 30

Gambar 2. Kerangka Teori .............................................................. 39

Gambar 3. Kerangka Konsep .......................................................... 40

Gambar 4 Lokasi Penusukan Arteri ................................................. 46

Gambar 5 Tes Allen ........................................................................ 46

Gambar 6 Tes Allen ......................................................................... 46

Gambar 7 Cobas b 121 ................................................................ 48

Gambar 8 AVL OPTI ....................................................................... 48

Gambar 9 Skema Alur Kerja ........................................................... 49

14
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/singkatan Arti dari keterangan

A-a gradien Alveolar- arteri gradien

AG Anion gap

AGD Analisis Gas Darah

ARAS Ascending Reticular Activiting System

BB Berat Badan

BB Buffer Base

BBB Blood Barrier Brain

DIKA Departemen Ilmu Kesehatan Anak

BE Base Excess

CAMP Cyclic adenosine monophospate

CGMP Cyclic guanosine monophosphate

CBF Cerebral Bood Flow

Cl- Chloride

CO2 Carbon dioxide

DepKes Departemen Kesehatan

Dkk Dan kawan-kawan

Dll Dan lain-lain

DADB Diare akut dehidrasi berat

DADRS Diare akut dehidrasi ringan-sedang

CES Cairan extrasellular

FIO2 Fraction of inspired oxygen

15
FK-UNHAS Fakultas Kedekoteran Universitas Hasanuddin

FK-UI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Ggn Gangguan

H+ Hidrogen

Hb Hemoglobin

HCO3- Bikarbonat

H2CO3 Asam Karbonat

H2O Air

IPDSA Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak

K+ Kalium

KCl Kalium Klorida

KKP Kurang kalori protein

mmHg Milimeter air raksa

mg Miligram

NCHS National Centre for Health Statistics

O2 Oxygen

O2CT Oxygen Content

PaCO2 Partial arterial pressure carbon dioxide

PACO2 Partial alveolar pressure carbon dioxide

PaO2 Partial arterial pressure oxygen

PPOM Penyakit Paru Obstruksi Menahun

RS Rumah Sakit

RSCM Rumah Sakit Cipto Mangunkusoumo

RSUD Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat

16
RTA Renal Tubular Asidosis

SatO2 Saturasi Oksigen

SBC Standard Bicarbonate

TCO2 Total carbon diokside

TIK Tekanan Intrakanial

URO Upaya Rehidrasi Oral

WHO World Health Organization

GCS Glasgow Coma Scale

17
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Naskah Penjelasan Kepada Relawan .........................

Lampiran 2 Surat Persetujuan ......................................................

Lampiran 3 Rekomendasi Persetujuan Komisi Etik Penelitian ......

Lampiran 4 Prosedur Pengukuran Status Gizi................................

Lampiran 5 Data Dasar Analisis Gas Darah pada Anak dengan


Kesadaran Menurun ...................................................

18
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Anak dengan kesadaran menurun memerlukan suatu perhatian

dan penanganan yang lebih kompleks untuk menghindari efek samping,

gangguan neurologis bahkan kematian. Berbagai cara dilakukan untuk

memprediksi kemungkinan yang terjadi dengan banyaknya faktor

penyebab terjadinya gangguan kesadaran pada anak salah satunya

adalah gangguan keseimbangan asam basa. Untuk mencegah luaran

yang tidak diinginkan maka dilakukan dengan berbagai pemeriksaan.

Salah satunya adalah dengan melakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu

pemeriksaan analisis gas darah (Harsono, 2005)

Pemeriksaan laboratorium selain merupakan sarana penunjang

untuk menegakkan diagnosis juga dilakukan untuk mengenali secara dini

dan mendeteksi gangguan organ yang terjadi bahkan dapat memprediksi

prognosis yang akan dialami oleh pasien. Salah satu pemeriksaan yang

dilakukan adalah pemeriksaan analisis gas darah untuk mencegah

adanya gangguan keseimbangan asam basa pada anak yang dapat

menimbulkan gangguan kesadaran/penurunan kesadaran (Taslim dan

Sofyan, 2008). Pemeriksaan analisis gas darah yang sering digunakan

adalah dengan cara astrup dengan pengambilan darah arteri.

19
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk

mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu interaksi yang

konstan dan efektif antara hemisfer cerebri yang intak dan formasio

retikularis dibatang otak. Gangguan pada hemisfer cerebri atau formatio

retikularis dapat menimbulkan gangguan kesadaran. Gangguan

kesadaran dapat berupa apati, delirium, somnolen, soporous atau koma

tergantung pada beratnya kerusakan. Koma sebagai kegawatan maksimal

fungsi susunan saraf pusat memerlukan tindakan yang cepat dan tepat,

sebab semakin lama berlangsung makin parah keadaan susunan saraf

pusat sehingga kemungkinan makin kecil terjadinya penyembuhan

sempurna (Anonymus, 2010)

Sebanyak 3 % dari penderita yang datang ke unit gawat darurat

merupakan penderita koma dan sebanyak 85 % dengan penyebab

medikal dan 15 % dengan penyebeb struktural. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Wong CP (2001) penyebab terbanyak

koma pada anak di Inggris pada tahun 1994-1995 adalah infeksi (38%),

diiikuti intoksikasi, epilepsi dan kelainan kongenital (masing-masing

berkisar antara 8-10 %), kecelakaan dan gangguan metabolik (masing-

masing 6 %) dan selebihnya adalah akibat pendarahan non traumatik,

asma dan penyakit keganasan (masing-masing ± 2 %) (Passat J, 2006).

Gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi

otak berat yang dapat membahayakan kehidupan. Pada proses ini

susunan saraf terganggu fungsi utamanya mempertahankan kesadaran.

20
Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan beraneka ragam penyebab

baik primer intrakranial maupun ekstrakranial yang mengakibatkan

kerusakan struktural/metabolik ditingkat korteks cerebri, batang otak atau

keduanya. Penanggulangan koma sangat tergantung pada patologi dasar

serta patofisiologi gangguan kesadaran. Hal ini sangat sulit, apalagi jika

riwayat penyakit dan perkembangan gejala fisik sebelumya tidak jelas

(Passat J, 2006).

Pemeriksaan gas darah arteri sudah secara luas digunakan

sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat

yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai

respirasi yaitu pertukaran gas darah paru antara darah dan jaringan yang

menganggu keseimbangan asam basa sehingga dapat menyebabkan

penurunan kesadaran. Pemeriksaan gas darah dapat menggambarkan

hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, sehingga dipakai

sebagai salah satu kriteria untuk menilai pengobatan, selain dapat

membantu menegakkan diagnosis, analisis gas darah juga dapat

membantu untuk mengetahui dengan pasti beratnya suatu penyakit

sehingga secara lansung dapat kita lakukan intervensi, sehingga perlu

dilakukan penelitian untuk melihat perubahan gambaran gas darah pada

penderita kesadaran menurun (Taslim dan Sofyan, 2008)

Berdasarkan pengamatan awal peneliti, di Departemen Ilmu

Kesehatan Anak RSUP Wahidin Sudirohusodo, setiap pasien yang

mengalami penurunan kesadaran menurun sering mengalami

21
keterlambatan dalam pemeriksaan gas darah sehingga tidak terkoreksi

apabila ada gangguan gas darah. Menurut referensi peneliti, bahwa

penelitian analisis gas darah pada anak dengan kesadaran menurun

belum pernah dilakukan di Indonesia.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka

rumusan masalah penelitian ini yaitu “Bagaimana perubahan gas darah

yang terjadi pada penderita dengan kesadaran menurun yang mengalami

koma dan tidak koma ?”

I.3. Tujuan Penelitian

I. 3. 1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian secara umum adalah mengevaluasi gambaran

gas darah pada anak dengan kesadaran menurun.

I.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan secara khusus penelitian ini yaitu sebagai berikut ;

1. Menilai pH darah pada penderita kesadaran menurun yang

mengalami koma.

2. Menilai pH darah pada penderita kesadaran menurun yang tidak

mengalami koma.

22
3. Membandingkan pH darah pada penderita kesadaran menurun

yang mengalami koma dan yang tidak koma.

4. Menilai pCO2 darah pada penderita kesadaran menurun yang

mengalami koma.

5. Menilai pCO2 darah pada penderita kesadaran menurun yang

tidak mengalami koma.

6. Membandingkan pCO2 darah pada penderita kesadaran

menurun yang mengalami koma dengan yang tidak koma.

7. Menilai HCO3- darah pada penderita kesadaran menurun yang

mengalami koma.

8. Menilai HCO3- darah pada penderita kesadaran menurun yang

tidak mengalami koma.

9. Membandingkan HCO3- darah pada penderita kesadaran

menurun yang mengalami koma dengan yang tidak koma.

10. Menilai PaO2 darah pada penderita kesadaran menurun yang

mengalami koma.

11. Menilai PaO2 darah pada penderita kesadaran menurun yang

tidak mengalami koma.

12. Membandingkan PaO2 darah pada penderita kesadaran

menurun yang mengalami koma dengan yang tidak mengalami

koma.

13. Menilai SatO2 darah pada penderita kesadaran menurun yang

mengalami koma.

23
14. Menilai SatO2 darah pada penderita kesadaran menurun yang

tidak koma.

15. Membandingkan SatO2 darah pada penderita kesadaran

menurun yang mengalami koma dengan yang tidak koma.

I.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Kadar pH darah pada anak kesadaran menurun yang

mengalami koma lebih rendah dibandingkan pada anak yang

tidak koma.

2. Kadar PaCO2 darah pada anak kesadaran menurun yang

mengalami koma lebih tinggi dibandingkan pada anak yang

tidak koma.

3. Kadar PaO2 darah pada anak kesadaran menurun yang

mengalami koma lebih rendah dibandingkan pada anak yang

tidak koma.

4. Kadar HCO3- darah pada anak kesadaran menurun yang

mengalami koma lebih rendah dibandingkan pada anak yang

tidak koma.

5. Kadar SatO2 darah pada anak kesadaran menurun yang

mengalami koma lebih rendah dibandingkan pada anak yang

tidak koma.

24
I.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi ilmiah mengenai gambaran gas darah pada

anak dengan kesadaran menurun yang mengalami koma dan tidak

koma.

2. Memberikan informasi mengenai kejadian kesadaran menurun

mengalami perubahan gambaran gas darah sehingga dapat

mendapatkan informasi untuk melakukan intervensi dini dalam

mencegah kerusakan neurologik yang berat/ permanen atau

menimbulkan kecacatan.

3. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian

selanjutnya dalam hal intrepretasi analisis gas darah pada anak

kesadaran menurun yang mengalami koma maupun yang tidak

koma sehingga dapat sebagai penuntun terapi yang tepat dalam

penanganan penderita yang dirawat diperawatan anak maupun

diperawatan intensif anak.

25
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Analisis Gas Darah

Analisis gas darah (AGD) adalah pemeriksaan pH, tekanan parsial

CO2 dan tekanan parsial O2 dalam darah pada saat dan keadaan tertentu

dengan analisis khusus, yang dilakukan dengan cara astrup untuk menilai

keseimbangan asam basa, ekskresi CO2 dan oksigenasi. (Suharyono.,

2008). Seperti halnya pemeriksaan laboratorium yang lain digunakan

sebagai sarana penunjang diagnosis penyakit primer maupun penyakit

sekunder. Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH dan juga

keseimbangan asam basa, oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar

bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa.

Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan

sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat

yang akut dan menahun, juga dapat menggambarkan hasil berbagai

tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan

suatu diagnosa hanya dari penilaian analisis gas darah dan

keseimbangan asam basa saja, harus dihubungkan dengan riwayat

penyakit, pemeriksaan fisik dan data-data laboratorim lainnya.

Pemeriksaan AGD sangat berguna sebagai penuntun dalam

penatalaksanaan terapi pasien kritis khususnya yang disertai dengan

kesadaran menurun (Suraatmaja.,2007).

26
Tujuan pemeriksaan AGD adalah untuk menilai kemampuan

sistem respirasi menyediakan oksigen tubuh dan mengeluarkan CO2 dari

dalam tubuh. disamping itu pemeriksaan AGD dilakukan untuk menilai

status asam basa cairan tubuh (Suraatmaja dan Widodo., 2007)

II.2. Fisiologis Keseimbangan Asam- Basa

Fisiologi asam-basa adalah bagian dari homeostasis manusia

tentang keseimbangan yang tepat antara asam dan basa, dengan kata

lain, pH tubuh sangat sensitif terhadap tingkat pH, mekanismenya begitu

kuat untuk mempertahankannya. Proses-proses fisiologis dalam tubuh

hanya dapat berlangsung dalam suasana dengan pH tertentu, yaitu 7.35 –

7.45. diluar pH ini akan terjadi proses biokimiawi tubuh, sehingga organ-

organ tidak dapat berfungsi atau bahkan menderita kerusakan. Derajat pH

cairan tubuh dipertahankan melalui 3 mekanisme yaitu :

II.2.1. Mekanisme Penyangga Kimia :

Penyangga kimia darah dalam ukuran waktu detik segera

bekerja, untuk mempertahankan pH darah konstan terhadap perubahan

keseimbangan asam basa dan memfasilitasi transport ion H+ dan HCO3.-

II. 2.2 Mekanisme Respirasi :

PaCO2 di dalam alveolus berada dalam keseimbangan dengan

PaCO2 dan H2CO3 dalam darah. Tiap perubahan pada PaCO2 akan

27
mempengaruhi PaCO2 dan HCO3. Bila kadar HCO3 meningkat, maka

akan menyebabkan PaCO2 juga meningkat yang akan diikuti oleh

perangsangan pusat pernapasan sehingga timbul hiperventilasi untuk

mengeluarkan CO2 lebih banyak. Perubahan primer dalam konsentrasi

HCO3 darah dapat juga diatur oleh mekanisme pernapasan, dengan

pemberian HCO3 yang masif akan menyebabkan berkurangnya ventilasi

agar terdapat kenaikan CO2 sehingga perbandingan HCO3 – H2CO3 pada

pH tetap tidak berubah.

Menurut Muhardi dan Tampubolon (1989) Pusat pernapasan di

medulla oblongata sangat peka terhadap perubahan keseimbangan asam

basa dan PaCO2 di darah selalu seimbang dengan PaCO2 di alveoli

sehingga :

a. Peningkatan H+ di jaringan menyebabkan reaksi bergeser ke

kanan : Peningkatan (H+) memacu pernapasan  ventilasi

meningkat  CO2 lebih banyak diekskresi di paru  asidosis

terkompensasi.

b. Kelainan paru  terjadi gangguan ekskresi CO2 meningkat

reaksi bergeser ke kiri  H+ meningkat, terjadi asidosis

respiratorik : HCO3- reseptor H+ ikut meningkat (kompensasi

dilakukan oleh ginjal)

28
II.2.3 Mekanisme Ginjal

Pada keadaan keasaman darah yang meningkat, ginjal akan

mengeluarkan ion H+ dan menahan HCO3- untuk mempertahankan pH

darah dalam batas normal, sehingga akan menghasilkan urine yang

bersifat asam (pH: 5,5 – 6,5). Mekanisme tersebut terdiri dari :

1. Reabsorpsi ion HCO3-

Dalam keadaan normal seluruh ion bikarbonat yang keluar melalui

glomerulus dan masuk kedalam tubulus proksimal dan bertukar

dengan ion H+, yang dihasilkan yang berasal dari lumen tubulus

2. Asidifikasi dari garam-garam penyangga

Akan terjadi ekskresi ion H+ masuk ke dalam lumen tubulus urine

untuk bergabung dengan NaH2PO4 yang dikeluarkan ke dalam

urine, sementara itu akan terbentuk HCO3- baru.

3. Sekresi amoniak (NH3)

Amoniak (NH3) yang akan terbentuk dari hasil oksidasi asam

amino glutamin akan diubah menjadi NH4 dikeluarkan sebagai

NH4Cl.

II.3 Gangguan Keseimbangan Asam-Basa

Penilaian keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisis gas

darah membutuhkan pendekatan yang sistematis. Penurunan keasaman

(pH) darah < 7,35 disebut asidosis, sedangkan peningkatan keasaman

29
(pH) > 7,45 disebut alkalosis. Jika gangguan asam basa terutama

disebabkan oleh komponen respirasi (PCO2) maka disebut

asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila gangguannya disebabkan

oleh komponen HCO3 maka disebut asidosis/alkalosis metabolik. Disebut

gangguan sederhana bila gangguan tersebut hanya melibatkan satu

komponen saja (respirasi atau metabolik), sedangkan bila melibatkan

keduanya (respirasi dan metabolik) disebut gangguan asam basa

campuran (Muhardi, 2001., Bongar, 2003.,Wilson, 2006).

II.3.1 Asidosis Respiratorik

Asidosis respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan

karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari

fungsi paru-paru yang buruk atau pernapasan yang lambat. Kecepatan

dan kedalaman pernapasan mengendalikan jumlah karbon dioksida dalam

darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbon dioksida, pH darah

akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida

dalam darah merangsang otak yang mengatur pernapasan, sehingga

pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam (Abelow, 1998.,

Anonymus, 2010)

Kemoreseptor yang terletak pada medulla dan badan karotis akan

memberi respon terhadap perubahan PaCO2. Pada beberapa keadaan

respon kemoreseptor di medulla akan menyebabkan peningkatan

30
ventilasi paru (Widodo, 2007). Hal ini dapat terjadi pada penyakit-

penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti: emfisema,

bronkitis kronis, pneumonia berat, edema pulmoner dan asma bronchial.

Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari

saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme

pernapasan.

II.3.2 . Alkalosis Respiratorik

Alkalosis respiratorik adalah suatu keadaan darah menjadi basa

karena pernapasan yang cepat dan dalam menyebabkan kadar

karbondioksida dalam darah menjadi rendah. Adanya pernapasan yang

cepat dan dalam (hiperventilasi), menyebabkan terlalu banyak jumlah

karbon dioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Hiperventilasi

alveolus menyababkan terjadinya penurunan PaCO2 (hipokapnea) yang

dapat menunjukkan peningkatan pH. Hiperventilasi alveolus timbul

karena adanya stimulasi baik langsung maupun tidak langsung pada

pusat pernapasan, penyakit paru akut dan kronis, overventilasi iatrogenik

(penggunaan ventilasi mekanik). Hiperventilasi kronis umumnya bersifat

asimptomatik sedangkan akut ditandai dengan rasa ringan di kepala

(pusing), parastesia, kesemutan (Widodo.,2007).

Beberapa faktor yang dapat menimbulkan alkalosis respiratorik

sebagai berikut :

31
1. Rangsangan Hipoksemia : penyakit paru, jantung,anemia

2. Stimulasi pusat pernapasan di medulla : kelainan neurologis,

psikogenik misalnya : kecemasan/panik, nyeri.

3. Mekanik overventilasi

4. Sepsis

5. Pengaruh obat : salisilat, hormon progesteron.

Gejala-gejala yang sering diutarakan merasa tidak dapat

memperoleh udara yang cukup atau napas pendek, meskipun sudah

bernapas berlebihan. Gejala mencolok lainnya adalah kepala terasa

ringan, parestesia sekitar mulut dan kesemutan. Bila alkalosis cukup

berat, dapat timbul gejala tetani seperti spasme karpopedal. Pasien

mengeluh kelelahan kronis, berdebar-debar, cemas, mulut terasa kering

dan tidak dapat tidur. Pada pemeriksaan telapak tangan dan kaki dapat

terasa dingin dan lembab, dan pasien menunjukkan ketegangan emosi.

Alkalosis respiratorik yang berat dapat disertai ketidakmampuan

berkonsentrasi, kekacauan mental dan sinkop (Head, 2001 dan Abelow.,

1998)

II.3.3 Asidosis Metabolik

Asidosis adalah suatu keadaan adanya peningkatan asam di

dalam darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan dan penyakit

tertentu sehingga tubuh tidak bisa mengeluarkan asam dalam mengatur

keseimbangan asam basa. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan

32
fungsi sistem organ tubuh manusia. Gangguan keseimbangan ini dapat

dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu metabolik dan

respiratorik. Ginjal dan paru merupakan dua organ yang berperan

penting dalam pengaturan keseimbangan ini (Charles,2005., Andrade,

2007)

Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh beberapa penyebab

umum seperti :

1. Kegagalan ginjal untuk mengekresikan asam metabolik yang

normalnya dibentuk di tubuh.

2. Pembentukan asam metabolik yang berlebihan dalam tubuh.

3. Penambahan asam metabolik ke dalam tubuh melalui makanan

4. Kehilangan basa dari cairan tubuh (faal)

Tanda dan gejala dari asidosis metabolik cenderung kabur dan

asintomatik, kecuali jika HCO3- serum turun sampai di bawah 15 mEq/L.

Pernapasan Kusmaull (pernapasan cepat dan dalam menunjukkan

hiperventilasi kompensatorik) mungkin lebih menonjol pada asidosis dari

ketoasidosis diabetik dari pada asidosis pada gagal ginjal. Tanda dan

gejala utama pada asidosis metabolik bermanifestasi sebagai kelainan

pada kardiovaskuler, neurologis dan tulang. Jika pH di bawah 7,1 akan

terjadi penurunan kontraktilitas otot jantung dan penurunan respon

inotropik terhadap katekolamin. Efek-efek ini dapat menyebabkan

hipotensi dan disritmia jantung (Bongard ; FS Sue, D 2003., Samel 2000).

33
Terapi difokuskan untuk menghilangkan faktor penyebab, bila

perlu diberikan HCO3- dengan dosis:

NaHCO3(mEq) = 0,3 x BB x BE

Bikarbonat akan mengoreksi sempurna bila diberikan dalam dua

hari. Bila pH telah mendekati 7,25 – 7,30 atau HCO3- telah mencapai 15 -

18 mEq/L, Pemberian bikarbonat diturunkan bila perlu dengan dosis

rumatan 2 mEq/kgBB. Bikarbonat hanya diberikan kalau HCO3- < 15

mEq/L dan atau pH < 7,20. Atasi penyakit dasar penyebabnya misalnya

diare dengan resusitasi cairan, pneumonia atau penyakit lain yang

mendasari. Koreksi penuh dalam jam-jam pertama dapat menyebabkan

alkalosis (koreksi berlebihan, hiperventilasi persisten, produksi HCO3-

endogen), asidosis paradoks pada susunan saraf pusat, kelebihan

natrium, hipokalemia (K+ hilang akibat penyakit dasar atau adanya

pergeseran K+ ke dalam sel), dan hipokalsemia (Ca terikat pada protein

atau inkorporasi Ca+ ke tulang). Elektrolit : Na+, K+,dan Cl- harus dikelola

dengan baik, abnormalitas harus dikoreksi. (Bongard ; FS Sue, D., 2003)

II.3. 4 Alkalosis Metabolik

Alkalosis metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam

keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Penyebabnya adalah

metabolisme akibat hilangnya ion hidrogen, klorida, dan kalium dari

lambung. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak

34
asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung

selama periode muntah yang berkepanjangan misalnya pada stenosis

pilorus atau bila asam lambung diaspirasi dengan selang lambung (seperti

yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah

pembedahan abdomen). Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik

terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari

bahan-bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat

terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak

mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan

asam basa darah. Penyebab utama alkalosis metabolik adalah

penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat).

1. Penambahan berlebihan bikarbonat ke dalam CES (cairan

ekstra seluler), yang disebabkan karena pemberian larutan

parenteral berlebihan maupun pemberian susu secara

berlebihan pada sindrom susu alkali.

2. Meningkatnya reabsorpsi bikarbonat oleh ginjal seperti pada

deplesi kalium, sindrom cushing, sindrom Bartter, dan

hiperaldosteronisme.

3. Gejala alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas

(mudah tersinggung), otot berkedut dan kejang otot, atau tanpa

gejala sama sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat

terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang

berkepanjangan (tetani).

35
Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan dan

elektrolit (natrium dan kalium) (Samel., 2003)

II.4. Gangguan Keseimbangan Asam – Basa Campuran

II.4.1. Campuran Asidosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik

Pada keadaan ini didapatkan peningkatan PaCO2 dan penurunan

HCO3- serta penurunan yang jelas dari pH plasma. Pada kasus ini

kelainan sistem pernapasan menghambat penurunan kompensi dari

PaCO2 pada alkalosis metabolik dan kelainan metabolik menghambat

mekanisme sistem penyangga ginjal sehingga meningkatkan HCO3-

sebagai upaya mengatasi asidosis respiratorik. Kunci untuk mengenali

gangguan campuran ini adalah perubahan komponen pernapasan dan

komponen metabolik dari persamaan reaksi penyangga kearah yang

berlawanan (Abelow,1998, Wilson dkk.,2006).

Keadaan yang paling sering menimbulkan asidosis metabolik dan

asidosis respiratorik adalah henti cardiopulmoner yang tidak ditangani.

Henti napas tanpa ventilasi alveolar mengakibatkan penumpukan CO2

yang cepat dan hipoksia jaringan. Hal ini menyebabkan metabolisme

anaerob, sehingga terjadi penumpukan asam laktat. Contoh lain adalah

pasien penyakit paru obstruksi menahun/PPOM (asidosis respiratorik

kronis) yang jatuh ke dalam syok (asidosis metabolik), pasien gagal ginjal

kronis (asidosis metabolik) yang mengalami komplikasi insufisiensi

pernapasan akibat beban cairan berlebihan dan edema paru.

36
Pengobatan pada gangguan campuran asidosis respiratorik dan

metabolik ditujukan untuk menangani kelainan yang mendasari. Pada

kasus henti cardiopulmoner, tujuannya adalah memulihkan perfusi dan

oksigenasi jaringan dengan memulihkan fungsi jantung dan paru-paru.

Perlu juga ditambahkan sedikit NaHCO3 untuk meningkatkan pH sampai

tingkat optimal (7,2) sehingga fungsi jantung dapat berespon terhadap

usaha resusitasi (Samel, 2003).

II.4.2. Campuran Alkalosis Metabolik dan Alkalosis Respiratorik

Pada keadaan ini, terjadi peningkatan yang jelas dari pH, PaCO2

dan HCO3- bergeser dari batas-batas normal dalam arah yang

berlawanan. Menurut Schrier, kombinasi kelainan ini merupakan salah

satu gangguan asam basa campuran yang paling sering (Abelow,1998.,

Wilson., 2006).

Contoh klinik yang sering ditemukan adalah penderita penyakit

paru obstruksi menahun/PPOM (asidosis respiratorik terkompensasi

dengan peningkatan HCO3-) yang mengalami hiperventilasi akibat

respirasi. Penderita gagal jantung kongestif yang hiperventilasi (alkalosis

respiratorik) dan diobati dengan diuretik kuat (alkalosis metabolik dan

hipokalemia), atau mengalami muntah atau aspirasi nasogastrik yang

lama dan juga orang dengan hiperventilasi neurogenik sentral pada

trauma batang otak yang mendapatkan pengobatan diuretik.

37
Pada gangguan alkalosis campuran ini, masing-masing gangguan

akan menghambat respon kompensatorik satu sama lain (Wilson., 2006).

Pada perawatan pasien penyakit paru obstruksi menahun yang

menggunakan ventilator, penentuan ventilasi dan kadar oksigen harus

diperhatikan benar-benar agar PaO2 dipertahankan pada kadar aman

minimal sekitar 60-70 mmHg, sementara itu PaCO2 diturunkan perlahan-

lahan sekali, sehingga memberi kesempatan pada ginjal untuk

meningkatkan HCO3-. Pada penderita gagal jantung kongesti dan

penderita hiperventilasi neurogenik sentral diatasi dengan NaCl dan KCl

sebagai upaya untuk menurunkan HCO3- dan memulihkan pH ke batas

yang aman, oleh karena akan sulit atau tidak mungkin untuk dapat

langsung menaikkan PaCO2 (Wilson, 2006).

II.4.3. Campuran Asidosis Metabolik dan Alkalosis Respiratorik

Gangguan campuran asidosis metabolik dan alkalosis respiratorik

dapat diketahui jika HCO3- plasma dan PaCO2 sama-sama rendah, dan

pH normal atau mendekati normal oleh karena gangguan ini cendrung

saling menutupi satu dengan yang lainnya (Abelow,1998., Wilson, 2006).

Alkalosis respiratorik primer dapat timbul bersama berbagai tipe

asidosis metabolik. Sering timbul pada asidosis laktat sebagai komplikasi

subseptik disertai hiperventilasi. Alkalosis respiratorik juga sering

menyertai asidosis ginjal pada sindrom hepatorenal dan asidosis organik

pada intoksikasi salisilat.

38
Pada gangguan campuran antara asidosis metabolik dan alkalosis

respiratorik, maka penurunan PaCO2 akan lebih besar dari perkiraan

kompensasi asidosis metabolik primer, dan penurunan HCO3- akan lebih

besar daripada perkiraan sebagai kompensasi alkalosis respiratorik

primer. Penanganan harus ditujukan terhadap keadaan yang

menyebabkan ketidakseimbangan asam-basa campuran, oleh karena pH

normal atau mendekati normal (Widodo, 2007).

II.4.4. Campuran Alkalosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik

Diagnosis dari campuran antara asidosis respiratorik dan alkalosis

metabolik dapat dibuat jika HCO3- plasma dan PaCO2 kedua-duanya

meningkat dan pH normal atau mendekati normal (Abelow,1998, Wilson,

2006). Gangguan-gangguan pada pasien PPOM (asidosis respiratorik

kronik) yang mendapatkan diuretik kuat atau yang mengalami gangguan

lain yang menyebabkan alkalosis metabolik, seperti muntah-muntah,

aspirasi nasogastrik, atau terapi steroid. Gangguan asam-basa ganda ini

juga terjadi pada sindrom distress napas.

Pada kasus penyakit paru obstruksi menahun/PPOM,

penanganan alkalosis akan memperbaiki ventilasi secara bermakna. Diet

tinggi klorida atau pengobatan KCl akan membantu menurunkan HCO3-

plasma (Widodo, 2007).

39
II.5. Ukuran-Ukuran dalam Analisis Gas Darah

II.5.1. pH

pH adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen, atau pH

= -log (H+). pH normal plasma darah 7,35-7,45 yang setara dengan (H+)

36–44 nmol/L. Makin tinggi konsentrasi ion (H+), makin rendah pH-nya

dan sebaliknya. pH darah yang kurang dari 7,35 disebut asidemia dan

prosesnya disebut asidosis. pH darah yang lebih besar dari 7,45 disebut

alkalemia dan prosesnya disebut alkalosis. Rentang pH terjauh yang

masih dapat ditanggulangi yaitu antara 6,8 – 7,8. pH ≤ 7,25 dan ≥ 7,55

dapat membahayakan jiwa. pH darah < 6,8 dan > 7,8 sudah tidak dapat

ditanggulangi. Pada asidosis dan alkalosis (respiratorik dan metabolik) pH

dapat berubah atau tidak berubah tergantung pada derajat kompensasi

dan adanya gangguan asam basa campuran (Muhardi, 2001., Latif,

2002,. Pruden dkk.,1996).

II.5.2. Tekanan Parsial CO2 (PaCO2)

Ukuran ini berbanding langsung dengan konsentrasi asam

karbonat dan merupakan ukuran yang sangat penting untuk menentukan

kelainan respirasi dan kelainan metabolik. Nilai normal pada darah arteri

35 – 45 mmHg (Suraatmaja, 2007).

Peningkatan PaCO2 dalam darah disebut hiperkapnea. Keadaan

ini terjadi akibat penurunan ventilasi alveolar karena penyakit pada paru

atau cabang bronkus, obstruksi jalan napas, atau bernapas dalam udara

40
yang banyak mengandung CO2, depresi pusat pernapasan atau gangguan

neuromuskular alat pernapasan juga menyebabkan retensi CO2. Pada

peningkatan PaCO2 akan merangsang pusat pernapasan untuk

menurunkan PaCO2, akan tetapi pada keadaan PaCO2 sangat tinggi (> 70

mmHg) justru terjadi penekanan pusat pernapasan.

Penurunan PaCO2 dalam darah disebut hipokapnea. Keadaan ini

terjadi akibat peningkatan ventilasi alveolar pada bantuan respirasi

mekanik yang terlalu cepat atau stimulasi pusat pernapasan (Muhardi,

Tampubolon, suntaro., 2001., Pruden dkk., 1996).

II.5.3. Tekanan Parsial O2 (PaO2)

Merupakan indikator utama untuk mengetahui oksigenasi darah.

Nilai normal pada darah arteri 80 – 100 mmHg. Dalam keseimbangan

asam-basa PaO2 sendiri hanya memberikan petunjuk fisiologi yang kecil.

Selain menunjukkan cukup tidaknya oksigen darah arteri, PaO2 mengukur

keefektivan paru untuk mengambil oksigen ke dalam darah dari atmosfer

(Muhardi, Tampubolon, Suntaro., 2001., Pruden, Siggard, Tietzz., 1996 ).

PaO2 yang meningkat didapatkan pada orang yang bernapas di

udara yang kaya O2, pemberian 100% O2 dapat meningkatkan PaO2

sampai 640 mmHg (Pruden, Siggard, Tietzz., 1996). Hipoksemia adalah

suatu keadaan PaO2 kurang dari 80 mmHg pada orang yang bernapas

dalam udara kamar setinggi permukaan laut. Hipoksemia didapatkan pada

keadaan :

41
1. Kapasitas difusi paru menurun, akibat sindrom distress
pernapasan.
2. Penurunan luas permukaan membran alveoli akibat reseksi atau
kompresi paru.
3. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi akibat bronkitis, asma,
emfisema, obstruksi paru oleh neoplasma, benda asing, dan sekret.
4. Hipoventilasi karena penyebab perifer maupun sentral.

II.5.4. HCO3-

Standard Bicarbonate (SBC) ialah konsentrasi ion bikarbonat dalam

plasma pada PaCO2 40 mmHg, suhu 37°C dan Hb teroksigenasi penuh.

Kadar bikarbonat ini tidak diukur secara langsung tetapi dihitung

berdasarkan pH dan PaCO2. Nilai normal SBC adalah 22 – 26 mmol/L.

Actual bicarbonate (ABC) ialah konsentrasi bikarbonat dalam darah

penderita sesuai dengan PaCO2 (Murphy M., Tooky, D.,

Semenacczd,1998., Pruden. E.L., Siggard, A.A., Tietz, M.U.,1996).

Konsentrasi bikarbonat menunjukkan terdapatnya asidosis

metabolik atau alkalosis metabolik. Konsentrasi bikarbonat kurang dari 22

mmol/L menunjukkan asidosis metabolik dan bila lebih 26 mmol/L

menunjukkan alkalosis metabolik (Widodo, 2007).

II.5.5. Saturasi Oksigen (SatO2)

SatO2 adalah persentase hemoglobin yang mengikat oksigen

dalam darah. Presentasi saturasi dari Hb dengan O2 ini sangat membantu

untuk menghitung banyaknya O2 total di dalam darah. Besarnya jumlah O2

42
yang bersenyawa dengan Hb pada keadaan O2 tertentu, bila dihubungkan

membentuk suatu kurva keseimbangan oksi hemoglobin yang berbentuk

sigmoid yang disebut kurva dissosiasi oksigen (Muhardi, Tampubolon,

Suntaro, 2001).

Persentase saturasi merupakan perbandingan konsentrasi,

dengan demikian konsentrasinya sendiri tidak dapat diukur. Dengan kata

lain saturasi yang rendah bukan pasti berarti bahwa kadar oksigen darah

rendah (Muhardi, Tampubolon, Suntaro., 2001).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kurva dissosiasi oksigen

adalah: pH. pCO2, temperatur,2,3, DPG. Pada peningkatan konsentrasi

ion hidrogen, PCO2, temperatur dan 2.3 DPG akan menyebabkan afinitas

hb terhadap O2 berkurang sehingga kurve akan bergeser ke kanan.

Sebaliknya penurunan konsentrasi ion H+, PCO2. Temperatur dan 2,3,

DPG akan menyebabkan afinitas Hb terhadap O2 akan meningkat

sehingga kurva akan bergeser ke kiri (Muhardi, Tampubolon,

Suntaro.,2001)

II.5.6. Buffer Base (BB)

Buffer Base adalah jumlah seluruh penyangga anion yang

terdapat di dalam darah (bikarbonat dalam plasma dan sel darah merah,

Hb dan Oksi Hb, plasma protein, serta fosfat dalam plasma dan sel darah

merah). Jumlah total penyangga anion dalam darah adalah 45 – 50

mmol/L yang sebagian besar terdapat dalam bentuk bikarbonat plasma,

43
bikarbonat sel darah merah, dan Hb. Penurunan BB menunjukkan adanya

gangguan metabolik dalam keseimbangan asam-basa. Perubahan

tersebut hanya terjadi apabila terdapat peningkatan atau penurunan tetap

di dalam darah. Perubahan BB dalam mEq/L akan menggambarkan

secara langsung jumlah asam atau basa yang menyebabkan perubahan

tersebut (Pruden, Suggard, Tietz., 1996).

II.5.7. Base Excess (BE)

Base Excess/base deficit menggambarkan secara langsung

kelebihan atau kekurangan basa dalam darah. Jadi BE adalah jumlah

asam-basa yang perlu dititrasikan ke dalam darah agar pH kembali ke

nilai normal pada keadaan standar (PaCO2 40 mmHg dan suhu 37°C).

Nilai normal BE adalah ± 2,5 mmol. Nilai positif menggambarkan

kelebihan basa, sementara nilai negatif menggambarkan kekurangan

basa (kelebihan asam). Jika nilai BE dibawah – 2,5 mmol/L berarti

terdapat asidosis metabolik, sebaliknya bila diatas 2,5 mmol/L berarti

terjadi alkalosis metabolik (Muhardi, Tampubolon, Suntaro., 2001., ,

Murphy,Tooky, Semenacz dkk.,1998).

Astrup menyatakan nilai BE dapat digunakan untuk diagnosis dan

juga untuk pedoman pengobatan asidosis metabolik atau asidosis

metabolik dengan rumus :

44
Kebutuhan basa = BE x Berat badan (kg) x 0,3 mEq (Muhardi,

M., Tampubolon, O.E., Suntaro, A., 1989., Murphy, M., Tooky, D.,

Semenacz, M., 1998.)

II.6. Interpretasi Analisis Gas Darah

Langkah-langkah dalam penafsiran AGD dalam menentukan

gangguan keseimbangan asam-basa :

1. Tentukan asidemia atau alkalemia dari pengukuran pH atau (H+)

a. Asidemia = pH < 7,35 atau (H+) > 44 nmol/L

b. Alkalemia = pH > 7,45 atau (H+) < 36 nmol/L

c. Kompensasi ginjal dan pernapasan jarang memulihkan pH

kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal

meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3- mungkin

ada gangguan campuran.

2. Tentukan penyebab asidemia dan alkalemia. Asidemia

menunjukkan asidosis dan alkalemia menunjukkan alkalosis.

Dengan merujuk PaCO2 dan kadar HCO3- tentukan penyebab

primernya respiratorik atau metabolik.

Asidosis Normal Alkalosis

pH < 7,35 I I > 7,45

PaCO2 > 45 I I < 35

(HCO3-) <22 I I > 26

45
a. Baca PaCO2, jika menyimpang searah pH maka jenis

kelainannya respiratorik. Asidosis respiratorik jika PaCO2 > 45

dan alkalosis respiratorik bila PaCO2 < 35.

b. Baca HCO3-, jika menyimpang searah pH maka jenis

kelainannya adalah metabolik. Asidosis metabolik bila HCO3- <

22, dan alkalosis metabolik bila HCO3- > 26.

c. Pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3-

selalu berubah dalam arah yang sama.

d. Pada gangguan asam-basa campuran, PaCO2 dan HCO3-

berubah dalam arah yang berlawanan.

3. Tentukan apakah sudah terjadi kompensasi dengan menggunakan

rumus ada tabel 1.

Tabel 1. Rumus Kompensasi pada Kelainan Primer Gangguan

Keseimbangan Asam-Basa

Kelainan Primer Kompensasi Kompensasi yang


diharapkan
Asidosis metabolik PaCO2 ↑ PaCO2 = 1,5 x [HCO3-] + 8
[HCO3-] ↓
Alkalosis [HCO3-] ↑ Peningkatan PaCO2 0,5 – 1
metabolik mmHg/L setiap ↑ [HCO3-] 1
[HCO3-] ↑
Asidosis Akut : ↑ 1 mmol/L []HCO3-/↑
respiratorik 10 mmHg PaCO2 diatas 40
[PaCO2] ↑ Kronik : ↑ 4 mmol/L [HCO3-]/↑
10 mmHg PaCO2 diatas 40

46
Asidosis [HCO3-] ↑ Akut : ↑ 1 mmol/L []HCO3-/↑ 10
respiratorik mmHg PaCO2 diatas 40
[PaCO2] ↑ Kronik : ↑ 4 mmol/L [HCO3-]/↑
10 mmHg PaCO2 diatas 40
Alkalosis [HCO3-] ↓ Akut : ↓ 2 mmol/L [HCO3-]/ ↓
respiratorik 10 mmHg PaCO2 dibawah 40
[PaCO2] ↓ Kronik : ↓ 4 mmol/L [HCO3-]/ ↓
10 mmHg dibawah 40

Bila kadar HCO3- atau PaCO2 yang dihitung dengan menggunakan

rumus berbeda dengan hasil yang didapat dari AGD, maka gangguan

keseimbangan adalah jenis campuran atau belum terjadi kompensasi

(Muhardi dkk.,1989, Murphy dkk., 1998).

4. Padankanlah hasil AGD dengan keadaan klinis. Hal ini sangat

penting untuk menilai proses terjadinya gangguan keseimbangan

asam-basa dan rencana tindakan yang ditemukan (Latif, 2002)

II.7. Gangguan Kesadaran

II.7.1. Tingkat Kesadaran

Otak merupakan pusat sistem saraf. Otak dapat dibagi menjadi

korteks serebral, ganglia basalis, talamus dan hipotalamus,

mesencephalon, pons, serebelum. Kortex serebral tersusun menjadi dua

hemisfer yang masing-masing dibagi menjadi empat lobus yaitu: lobus

frontal, parietal, occipital, dan temporal.(Mangunatmadja I.. 2006)

47
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada

di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System

(ARAS) jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan

sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya

penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. ARAS merupakan

suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari

medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui batang otak

sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut berada

diantara medulla, pons, mesencephalon menuju hipothalamus, thalamus

dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.(Riza, B,.2012)

Thalamus merupakan stasiun pemancar impuls sensorik dan

motorik yang berjalan dari dan ke otak. Talamus berperan dalam kontrol

respon primitif seperti rasa takut, perlindungan diri, pusat persepsi nyeri,

dan suhu. Hipotalamus terletak di bawah talamus terdiri dari kiasma

optikum dan neurohipofisis. Neurohipofisis bertanggungjawab pada

pengaturan suhu, cairan, nutrisi, dan tingkah laku seksual (Passat J.,

2006) Gambar 1

48
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat.

Interaksi antara hemisfer serebri dan formasio retikularis yang konstan

dan efektif diperlukan untuk mempertahankan fungsi kesadaran. Tingkat

kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap

rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar

sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan

sekelilingnya..

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan

dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon

psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat

pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,

mampu memberijawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi

ada respon terhadap nyeri.

6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon

terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun

reflek muntah, dan kemungkinan tidak ada respon pupil terhadap

cahaya).

49
Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan

angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). Jadi sangat

penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat

kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari tanda

vital.(Passat,J,.2006)

II.7. 2 Penyebab Penurunan Kesadaran

Penyebab gangguan kesadaran dan koma secara praktis

dikelompokkan sebagai penyebab struktural, baik supra maupun

infratentorial, dan penyebab medikal atau toksik metabolik. Penyebab

struktural misalanya trauma, perdarahan intrakranial, edema cerebri,

tumor/sol, stroke dan hidrosefalus biasanya menyebabkan penekanan

atau disfungsi ARAS sedangkan penyebab medikal seperti infeksi, toxin,

kejang, metabolik, sindrom uremik hemilitik dan penyebab medik lain

menyebabakn disfungsi umum kedua hemisfer cerebri (Passat J., 2006).

II.7. 3 Mengukur Tingkat Kesadaran

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil

objektif adalah menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS dipakai

untuk menentukan derajat kesadaran. Refleks membuka mata, respon

verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang

dari 13, maka dikatakan seseorang mengalami gangguan defisit fungsi

50
otak, yang menunjukan adanya penurunan tingkat kesadaran (Mankes,JH

dan Ruchard 2004., Passat J, 2006).

Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu skala yang digunakan untuk

menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma

atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang

diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu

(1) reaksi membuka mata : (2) bicara dan (3) motorik. Hasil pemeriksaan

dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung

responnya. Adapun tingkatan respon membuka mata (eye) sebagai

berikut :

(4) : Spontan

(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya

menekan kuku jari)

(1) : Tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

(5) : Orientasi baik


(4) : Bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang)
disorientasi tempat dan waktu
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih
jelas,namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…,
bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon

51
Motor (respon motorik) :

(6) : Mengikuti perintah

(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi

rangsang nyeri)

(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi

stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada &

kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,

dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : Tidak ada respon

Hasil pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol

E…V…M…Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi

adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Kriteria: kesadaran baik/ normal –> GCS 15

Penurunan kesadaran koma –> GCS 3 – 8, tidak koma GCS 9-14

Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

GCS : 12 – 14 = CKR (cidera kepala ringan)

GCS : 9 – 11 = CKS (cidera kepala sedang)

GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)

Pediatric Glasgow Coma Score atau (PGCS) adalah setara

dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yang digunakan untuk menilai

keadaan mental pasien dewasa. Seperti banyak penilaian untuk pasien

52
dewasa tidak akan cocok untuk bayi , skala itu diubah sedikit. Seperti

halnya GCS, yang PGCS terdiri dari tiga tes: mata, verbal dan

motorik.Tiga tes ini dinilai secara terpisah. PGCS paling rendah nilainya

adalah 3 (koma atau kematian) sedangkan tertinggi adalah 15

(sepenuhnya sadar ). Modifikasi Glasgow Coma Scale untuk Bayi dan

Anak dapat digunakan.Karena hipoksia dan hipotensi dapat menurunkan

GCS, GCS dinilai setelah resusitasi/RKP lebih spesifik untuk disfungsi

otak. Demikian pula, obat penenang dapat menurunkan nilai GCS dan

harus dihindari sebelum evaluasi neurologis penuh (Harsono, 2005)

Tabel 2 . Skala GCS dan Modifikasi GCS untuk Anak

Area Dinilai Skala untuk Anak-anak Skala GCS Skor *


Membuka mata Buka spontan Buka spontan 4
Buka mata dengan Buka mata dengan 3
rangsangan verbal rangsangan verbal
Buka mata terhadap Buka mata terhadap 2
rangsang nyeri rangsang nyeri
Tidak ada respon Tidak ada respon 1
Verbal respon Mengoceh Orientasi sesuai 5
Menangis Bingung 4
Berteriak jika dirangsang Kata-kata yang Tidak 3
nyeri Pantas
Mengerang dalam kta-kata dimengerti atau 2
menanggapi rasa sakit suara tidak spesifik
Tidak ada respon Tidak ada respon 1
Motorik Bergerak secara spontan Mematuhi perintah 6
dan sengaja
Menarik untuk Melokalisasi stimulus 5

53
menyentuh menyakitkan
Menarik jika dirangsang Menarik jika dirangsang 4
nyeri nyeri
Merespon rasa sakit Merespon rasa sakit 3
dengan sikap dekortikasi dengan sikap dekortikasi
(fleksi abnormal) (fleksi abnormal)
Merespon rasa sakit Merespon rasa sakit 2
dengan sikap decerebrasidengan sikap decerebrasi
(ekstensi abnormal) (ekstensi abnormal)
Tidak ada respon Tidak ada respon 1
Nilai Total
Terbaik 15
Sumber : Teasdale, G Jennete B. Lancet 1974
Hahn Ys, dkk. Child Nerv System 1988

II.7.4. Hubungan antara Gangguan Kesadaran dengan Gangguan

Keseimbangan Asam Basa.

Neurotransmitter yang berperan pada ARAS antara lain

neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan gammaaminobutyric acid

(GABA). Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini

merupakan kelainan yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu

respon primitif yang merupakan manifestasi rangkaian inti-inti di batang

otak dan serabut-serabut saraf pada susunan saraf. Korteks serebri

merupakan bagian terbesar dari susunan saraf pusat karena keduakorteks

ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap lingkungan atau inpit-

input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga awarness (Riza,B,.2012).

Trauma pada kepala dapat menimbulkan cedera primer dan

sekunder. Cedera primer merupakan kerusakan pada otak yang

54
diakibatkan langsung oleh benturan pada kepala dan tekanan akselerasi-

deselerasi yang ditimbulkannya sehingga menyebabkan fraktur tulang

tengkorak dan lesi intrakranial. Lesi intrakranial yang terjadi dapat berupa

cedera difus maupun fokal (kontusio cerebri, hematom epidural, hematom

subdural, dan hematom intraserebral, perdarahan subarakhnoid).

Beberapa saat, jam atau beberapa hari setelah kejadian,dapat timbul

cedera sekunder yang mungkin merupakan penentu prognosis neurologik

pasien. Cedera sekunder terutama timbul akibat hipoksia dan iskemia

serebral. Menyebabkan antara lain gangguan respirasi, instabilitas

kardiovaskuler, peningkatan tekanan intrakranial (TIK), dan gangguan

metabolik.(Yulius, T,. 2010)

Ruang intrakanial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan

serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang

menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal sebesar 50 sampai 200

mmH2O atau 4 sampai 5 mmHg. Ruang Intrakranial adalah suatu ruang

kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak

dapat ditekan: otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan

darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga

unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur

lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial. Hipotesis Monro-Kellie

memberikan suatu contoh konsep pemahaman peningkatan TIK. Teori

menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila

salah satu dari ketiga ruangannya meluas, dua ruang lainnya harus

55
mengkompensasi intrakranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural

ini dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari

meningkatnya aliran CSF ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak

terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK.(Yozi,AA.,2009)

Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian

adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah

bawah atau horizontal (herniasi) bila TIK makin meningkat. Dua

mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi syaraf. Apabila

pengkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif

dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal. Tumor

otak, cedera otak , ederma otak, dan obstruksi aliran darah CSF berperan

dalam peningkatan TIK. Ederma otak (mungkin penyebab tersering

peningkatan TIK) disebabkan oleh banyak hal (termasuk peningkatan

cairan intrasel, hipoksia, iskemia otak, meningitis, dan cedera). Pada

dasarnya efeknya sama tanpa melihat faktor penyebabnya. Pusat

vasomotor, dan tekanan darah sistemik meningkat.(Yozi,AA.,2009)

Rangsangan pada pusat inhibsi jantung mengakibatkan

bradikardia dan pernapasan menjadi lambat. Mekanisme kompensasi ini

dikenal sebagai reflek cushing, membantu mempertahankan aliran darah

otak, (akan tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2

dan mengakibatkan vasidolatasi otak yang membantu menaikkan tekanan

intrakranial). Tekanan darah sitemik akan terus meningkat sebanding

56
dengan peningkatan TIK, walaupun akhirnya dicapai suatu titik ketika

tekanan intra kranial (TIK) melebihi tekanan arteria dan sirkulasi otak

berhenti yang mengakibatkan kematian otak. Pada umumnya, kejadian ini

didahului oleh tekanan darah arteria yang cepat menurun. Siklus defisit

neorologik progresif yang menyertai kontusio dan ederma otak (atau

setiap lesi massa intrakranial yang membesar).

Trauma otak menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontosio,

menyebabkan rusaknya sawar darah otak (Blood brain barrier, BBB),

disertai vasolidasi dan eksekusi cairan sehingga timbul edema. Edema

menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan akhirnya

meningkatkan TIK, yang ada pada gilirannya akan menurunkan Cerebral

Blood Flow (CBF). Iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan

peningkatan PaCO2), dan kerusakan BBB labih lanjut. Siklus ini akan terus

berlanjut sehingga terjadi kematian sel dan bertambahnya ederma secara

progresif kecuali bila dilakukan intervensi.(Yozi,AA., 2009)

Setiap kondisi yang meningkatkan tekanan intrakranial dapat

menurunkan tekanan perfusi otak, mengakibatkan iskemia otak sekunder.

iskemia otak sekunder dapat mempengaruhi RAS atau kedua belahan

otak, sehingga merusak kesadaran. Salah satunya adalah gangguan

keseimbangan asam-basa yang disebabkan berbagai hal yang dapat

menyebabkan perubahan pH atau tidak dalam batas normal yang

merubah pula pH pada serebrospinal sehingga menimbulkan koma, begitu

57
pula bikarbonat dan CO2 yang berlebihan menyebabkan vasodilatsi

pembuluh darah otak, selanjutnya kongesti pembuluh darah dan akhirnya

terjadi peningkatan tekanan darah otak, peningkatan tekanan intrakranial

menyebabkan anak menjadi koma dan dapat bermanifestasi sebagai

edema papil. Sebaliknya oksigen berkurang menyebabkan hipoksia di

otak. (Risa B., 2012)

58
II. 8. Kerangka Teori Gambar 2 : KERANGKA TEORI
Penyakit
Infeksi jantung Tumor/Sol
Meningitis, ensepalitis, Gangguan Metabolik hidrosepalus
Intoksikasi Trauma Diare,dehidras/ggn elektrolit, hipoglikemia
pneumoni, dll Ggn
kontraktilitas
Depresi /penekanan
miokard
Mediator proinflamasi Syok jrngan otak

Depresi SSP Pendarahan Obstruksi


CO
Edema otak
Ggn perfusi jaringan
Hipoksia Hipoperfusi Edema otak, TIK
TIK Ggn perrfusi
cerebral
Hipoperfusi cerebral jaringan

Disfungsi sistem ARAS dan korteks cerebri


KESADARAN MENURUN

Ggn autoregulasi/kerusakan sel otak

Depressi pusat napas Pons & MO Rangsangan simpatis

Irama napas irreguler TPD Pulmonal

Otot-otot napas lemah Tekanan hidrostatik

Difusi O2 terganggu Keboocoran kapiler

Edema paru CO

Difusi O2 terhambat Ggn perfusi jaringan

Ggn perfusi di ginjal


GANGGUAN ASAM-BASA

59
BAB III
KERANGKA KONSEP
Bagan ini menerangkan berbagai kedudukan dan peran yang menjelaskan hubungan kesadaran menurun dengan gambar
analisis gas darah (Gambar 3)

Umur Jenis Kelamin Status Gizi

Teknik
Kimia pengambilan
Bikarbonat
Fosfat
Protein
Hemoglobin

- Ggn autoregulasi otak Paru


Medikal
CO2
 Cheyne pH
 Infeksi KESADARAN - Depresi pusat napas Pons & MO Depresi pernapasan stokes
 Toksin MENURUN PaO2
 Metabolik
- Difusi O2 terganggu  Kusmaul
Disfungsi sistem - Ggn Perfusi jaringan, ginjal, HCO3
Kardiovaskuler  Apneu
Struktural ARAS Depresi Miokard
 Tumor/Sol dan asam laktat CO  Kluster PaCO2
 Trauma
Gangguan perfusi  Ataksik
korteks cerebri Sat02
 Hidrosepalus
 vaskuler Ginjal
Ggn bikarbonat

Cara
pemeriksaan
Terapi Antibiotik Terapi Cairan
Waktu pengambilan
= Variabel bebas = Hubungan variable bebas sampai proses
= Variabel tergantung = Hubungan variable tergantung pemeriksaan
= Variabel random = Hubungan variable random
= Variabel antara = Hubungan variable Kendali
= Varibel kendali

60

Waktu pengambilan
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

IV. 1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional, mengevaluasi

gambaran gas darah pada penderita kesadaran menurun. Dalam hal ini

saat kesadaran menurun (variabel bebas) didiagnosa bersamaan dengan

pengambilan darah untuk menentukan nilai gas darah (variabel terikat)

IV. 2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di unit perawatan (UP) anak dan ruang

perawatan intensif anak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, dilaksanakan

mulai pada bulan Juni 2011 sampai jumlah sampel terpenuhi.

IV. 3. Populasi Penelitian

Populasi terjangkau adalah semua penderita yang dirawat di unit

perawatan (UP) anak dan ruang perawatan intensif anak RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo yang berumur 1 bulan sampai 15 tahun.

IV. 4. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

Sampel adalah seluruh populasi terjangkau yang memenuhi

kriteria inklusi. Subyek penelitian diperoleh berdasarkan urutan masuknya

di rumah sakit. Kemudian dikelompokkan menjadi 2 yaitu kesadaran

menurun yang mengalami koma dan yang tidak mengalami koma.

61
IV. 5. Perkiraan Besar Sampel

Penetapan jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 35

Perhitungan ini didasarkan atas tingkat kepercayaan yang dikehendaki

adalah 95%. Bila proporsi penderita yang mengalami gangguan

keseimbangan basa pada anak yang mengalami penurunan kesadaran

adalah 10 %, tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (d) 10 % dengan

tingkat kemaknaan (α2) 1,96 dan Q = ( 1 - P ), maka perkiraan besar

sampel pada penelitian ini dengan menggunakan rumus :

n = Zα2PQ
d2
n = (1,96)2 X 0,10 X 0,9
0,12
= 34,5 dibulatkan menjadi 35

Dengan demikian masing-masing kelompok mempunyai jumlah

sampel sebesar 35.

62
IV. 6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

IV. 6.1. Kriteria Inklusi :

1. Semua penderita yang dirawat di unit perawatan (UP) anak dan

ruang perawatan intensif anak yang mengalami kesadaran

menurun ringan, sedang maupun berat..

2. Umur 1 bulan sampai dengan 15 tahun.

3. Orang tua bersedia anak/bayinya ikut dalam penelitian.

IV. 6.2. Kriteria Eksklusi

- Penderita menolak untuk ikut penelitian.

IV. 7. Izin Penelitian dan Ethical Clearance

Pemberian informasi (lampiran 1) dan permintaan ijin (informed

concent) dari orang tua penderita untuk dijadikan sampel penelitian

(lampiran 2), serta persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Biomedis pada

Manusia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dilakukan dalam

penelitian ini (lampiran 3).

IV. 8. Cara Kerja

IV. 8.1. Alokasi Subyek

Subyek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi yang dibagi

menjadi 2 kelompok yaitu kelompok penderita dengan kesadaran

menurun tanpa koma dan kelompok penderita dengan kesadaran

63
menurun koma yang dirawat diunit pelayanan (UP) anak dan perawatan

intensif anak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

IV. 8.2. Cara Penelitian

IV. 8.2.1. Prosedur Penelitian

Tahap persiapan penelitian ini dibagi atas beberapa bagian yaitu

sebagai berikut :

1. Semua penderita yang memenuhi kriteria dicatat nama, nomor

register, umur, jenis kelamin, status gizi, tanda vital (suhu, nadi,

tekanan darah, pernapasan, tingkat kesadaran), gejala klinik

serta pemeriksaan laboratorium.

2. Persiapan pasien

Memberi penjelasan pada orang tua pasien tentang manfaat

pengambilan sampel guna mendapat persetujuan.

3. Persiapan sampel

- Digunakan whole blood yang diberi antikoagulan heparin,

sebaiknya harus segera dilakukan dalam 15 menit setelah

pengambilan darah arteri.

- Bila disimpan selama 1 – 2 jam harus disimpan dalam

termos es dan suhu pertahankan 1 – 5 oC.

4. Alat dan bahan

- Semprit/disposible syringe

- Antikoagulan (lithium heparin)

64
- Media transport dengan es

- Alkohol, kain kasa dan plester

- Lidocain 0.5 % (bila perlu)

- Opti critical care analyzer

IV.8.2.2. Pemilihan Tempat Pengambilan Darah Arteri

Nilai gas darah sama pada semua arteri. Empat pembuluh darah

yang paling sering digunakan untuk tes analisis gas darah pada darah

seorang anak adalah arteri radialis, brakhialis, femoralis dan a. dorsum

pedis (gambar 1). Sebelum dilakukan tes AGD maka perlu dilakukan tes

Allen untuk menilai kolateral pada daerah Palmaris (gambar 4).

Gambar 4. Gambar lokasi penusukan arteri

65
Gambar 5.
5 Tes Allen

Gambar 6
6. Tes Allen

Tes Allen :

1. Palpasi dengan 3 jari untuk mencari arteri radialis dan arteri

ulnaris.

2. Pasien diminta untuk menggenggam tangan.

66
3. Tekan kedua arteri dengan ibu jari dan jari tengah selama 20

– 30 detik untuk menghambat darah.

4. Pasien diminta untuk melepaskan genggamannya.

5. Lepaskan tekanan pada arteri ulnaris. Pada pasien normal,

telapak tangan menjadi merah dalam 5 detik dan

menunjukkan sirkulasi kolateral yang baik.

IV.8.2.3. Prosedur Pemeriksaan

IV.8.2.3.1 Teknik Pengambilan Darah Arteri Radialis

1. Semprit dibilas dengan heparin

2. Diraba a.radialis dan a.ulnaris mengikuti aplikasi tes

Allen.

3. Bagian kulit yang akan ditusuk dibersihkan dengan

menggosokkan alkohol (penusukan jarum tidak dilakukan

pada daerah yang kemerahan atau abnormal)

4. Jarum sejajar dengan arteri, dianjurkan menggunakan

jarum 20 atau 21G.

5. Pergelangan tangan diekstensikan 30° dengan palmaris

menghadap keatas. Penusukan dibuat sudut 45°

berlawanan aliran darah dengan permukaan ujung jarum

yang menghadap keatas, setelah darah didapat ujung

jarum disumbat karet.

67
6. Agar darah dan heparin bercampur baik, setelah

pengambilan darah arteri semprit diputar di antara kedua

telapak tangan selama 5 detik, kemudian dibolak-balik

selama 5 detik berikutnya.

IV.8.2.3.2. Pemeriksaan Gas Darah

Darah arteri ± 2 ml dalam tabung/semprit heparin, kemudian di analisis

dengan Opti Critical Care Analyzer (AVL OPTI) di Laboratorium RS Dr.

Wahidin Sudirohusodo.

Gambar 7. Cobas b 121 Gambar 8. AVL OPTI

68
IV. 8.3. Skema Alur Kerja

Penderita yang dirawat

Di unit perawatan (UP) anak dan perawatan intensif anak yang sesuai
kriteria inklusi

Menentukan derajat penurunan kesadaran

Analisis gas darah

Kesadaran menurun Kesadaran menurun


Koma GCS 3-8 Tidak koma GCS 9-14

pH pH

PaO2 PaO2

PaCO2 pH PaCO2

HCO3 HCO3

SaO2 SaO2

1. Semua pasien diidentifikasi penurunan kesadarannya

2. Semua pasien yang mengalami penurunan kesadaran yang sesuai

kriteria inklusi dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelompok koma dan

tidak koma dilakukan pemeriksaan analisis gas darah

69
3. Hasil analisis gas darah (pH, PaO2, PaCO2, HCO3-, SatO2)

dilakukan analisis (alkalosis respiratorik, asidosis repiratorik,

alkalosis metabolik atau asidosis metabolik).

IV. 9. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel

IV. 9. 1. Identifikasi Variabel

a. Penderita yang mengalami kesadaran menurun/gangguan

kesadaran.

b. Hasil analisis gas darah (pH, pCO2, HCO3, pO2, SatO2).

IV. 9. 2. Klasifikasi Variabel

1. Variabel bebas adalah penderita yang mengalami kesadaran

menurun yang mengalami koma dan yang tidak mengalami

koma adalah variabel kategorikal (skala nominal), mengukur

tingkat kesadaran dengan menggunakan skala yaitu glasgow

coma scale.

2. Variabel terikat adalah hasil analisis gas darah (pH, PaO2,

PCO2, HCO3-, SatO2) penderita yang mengalami penurunan

kesadaran. Variabel ini adalah variabel numerik (skala rasio).

Asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik, asidosis metabolik

dan asidosis respiratorik yang mengalami penurunan kesadaran

adalah variabel kategorikal (skala nominal)

3. Variabel antara adalah mekanisme terjadinya perubahan

analisa gas darah pada penderita kesadaran menurun.

70
4. Variabel kendali/kontrol adalah: teknik pengambilan darah,

lamanya pemeriksaan sampel dan mesin AVL OPTI untuk

pemeriksaan AGD.

5. Variabel random adalah umur, status gizi, jenis kelamin dan

penyakit yang mendasarinya dari hasil pemeriksaan yang

merupakan variabel numerik dan kategorikal.

IV. 10. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

IV.10.1. Definisi Operasional

1. Kesadaran menurun adalah Kondisi pasien yang tidak mengetahui

dan memahami diri sendiri dan lingkungan atau mental yang tidak

bekerja untuk mengetahui diri sendiri dan lingkungan disertai

respon yang menurun terhadap stimulasi lingkungan.

2. Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon

seseorang terhadap rangsangan dengan lingkungannya dengan

menggunakan skala yaitu glasgow coma scale.

3. Glascow Coma Scale adalah skala yang digunakan untuk menilai

tingkat kesadaran pasien.

4. Kesadaran menurun koma adalah keadaan tidur dalam patologik

akibat disfungsi ARAS baik dibatang otak ataupun kedua hemisfer

cerebri dengan skala GCS 3-8..

5. Kesadaran menurun tidak koma adalah penurunan kesadaran

dengan skala GCS 9-14.

71
6. Tes analisis gas darah adalah salah satu tes laboratorium untuk

menilai keadaan ventilasi, oksigenasi, dan keseimbangan asam-

basa pada darah arteri dengan menggunakan mesin AVL OPTI.

7. pH adalah fungsi logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen

dalam plasma darah dari hasil pemeriksaan analisis gas darah.

8. PaO2 adalah tekanan yang ditimbulkan oleh O2 terlarut dalam

darah yang terukur oleh mesin AVL OPTI melalui proses

fluoresensi pada pemeriksaan AGD.

9. PaCO2 adalah tekanan parsial CO2 dalam arteri yang terukur oleh

mesin AVL OPTI melalui proses fluoresensi pada pemeriksaan

AGD.

10. HCO3- adalah konsentrasi ion bikarbonat dalam plasma pada

PaCO2 40 mmHg pada suhu 37°C dan pada keadaan dimana Hb

teroksidasi penuh, dari hasil pemeriksaan AGD.

11. SaO2 adalah presentase hemoglobin yang mengikat oksigen dalam

darah pada pemeriksaan gas darah yang terukur oleh mesin AVL

OPTI.

12. Gangguan keseimbangan asam basa adalah suatu keadaan yang

terjadi bila mekanisme homeostasis tubuh tidak dapat

mempertahankan pH dalam batas normal.

13. Gangguan asam basa campuran adalah keadaan dimana terdapat

suatu atau lebih gangguan asam basa sederhana yang terjadi

bersama-sama.

72
14. Base Excess/basa defisit adalah jumlah asam-basa yang perlu

dititrasikan ke dalam darah agar pH kembali ke nilai normal pada

keadaan standar (PaCO2 40 mmHg dan suhu 37°C). Pada

pemeriksaan AGD dengan mesin AVL OPTI.

15. Status gizi adalah keadaan gizi yang ditentukan berdasarkan

parameter berat badan terhadap tinggi badan sesuai standar NCHS

2000.

16. Umur adalah berdasarkan usia kronologis penderita yang dihitung

berdasarkan pengurangan tanggal, bulan dan tahun saat diambil

sebagai sampel dengan tanggal dan tahun kelahiran yang

dinyatakan dalam tahun dan atau bulan.

IV.10.2. Kriteria Obyektif

1. Penurunan kesadaran dinilai berdasarkan sistem skoring Glasgow

coma scale dan PDGCS (pediatric glasgow coma scale)

2. pH, nilai normalnya adalah 7,35 – 7,45

Asidemia bila pH darah < 7,35

Alkalemia bila pH darah > 7,45

3. PaO2, nilai normalnya adalah 80 – 100 mmHg

Hipoksemia bila nilai PaO2 darah < 80 mmHg

Hiperoksemia bila nilai PaO2 darah > 100 mmHg

73
4. PaCO2, nilai normalnya adalah 35 – 45 mmHg

Hiperkapnea bila nilai PaCO2 darah > 45 mmHg

Hipokapnea bila nilai PaCO2 darah < 35 mmHg

5. HCO3-, nilai normalnya adalah 22 – 26 mmol/l

Asidosis metabolik bila konsentrasi HCO3- < 22 mmol/l

Alkalosis metabolik bila konsentrasi HCO3- > 26mmol/l

6. SaO2 Nilai normalnya > 95 %

7. Base excess (BE), nilai normalnya adalah ± 2,5 mmol/L.

Asidosis metabolik bila nilai BE < -2,5 mmol/L

Alkalosis metabolik bila nilai BE > 2,5 mmol/L

8. Gangguan asam basa campuran asidosis respiratorik dan asidosis

metabolik: pH darah sangat rendah, PaCO2 terlalu tinggi dan

HCO3 terlalu rendah.

9. Gangguan asam basa campuran alkalosis respiratorik dan

alkalosis metabolik: pH sangat tinggi, PaCO2 terlalu rendah dan

HCO3 terlalu tinggi.

10. Gangguan asam basa campuran alkalosis respiratorik dan

asidosis metabolik: pH normala atau mendekati normal, PaCO2

terlalu rendah dan HCO3 terlalu rendah.

74
11. Gangguan asam basa campuran asidosis respiratorik dan

alkalosis metabolik pH normal atau mendekati normal, PaCO2

terlalu tinggi dan HCO3 terlalu tinggi.

12. Status Gizi :

a. Gizi baik jika berat badan menurut tinggi badan terletak -2

SD sampai + 2 SD berdasarkan parameter NCHS 2000 .

b. Gizi kurang jika berat badan menurut tinggi badan terletak <

-2 SD sampai – 3 SD berdasarkan parameter NCHS 2000

c. Gizi buruk jika berat badan menurut tinggi badan terletak < -

3 SD berdasarkan parameter NCHS 2000.

IV. 11. Metode Analisis

Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis

data, kemudian dipilih metode statistik yang sesuai.

IV. 11.1. Analisis Univariat

Analisis tersebut digunakan untuk deskripsi karakteristik data

dasar berupa distribusi frekuensi, nilai rerata, simpang baku dan

rentangan.

IV. 11.2. Analisis Bivariat

a. Uji student t.

75
Digunakan untuk menganalisis data dengan variabel bebas yang

berskala nominal dengan variabel tergantung berskala numerik

yang datanya terdistribusi normal dan mempunyai varian yang

sama. Dalam hal ini digunakan untuk membandingkan nilai rata-

rata kelompok kesadaran menurun koma dan tidak koma.

b. Uji Mann-Whitney

Digunakan untuk menganalisis data dengan variabel bebas yang

berskala nominal dan variabel tergantung yang berskala ordinal

atau numerik yang datanya tidak berdistribusi normal dan

mempunyai varians berbeda.

c. Uji X2 (Chi square) atau Fisher Exact test

Untuk membandingkan 2 variabel yang berskala nominal antara 2

kelompok atau lebih yang tidak berpasangan. Dalam hal ini

membandingkan frekuens hasil analisa gas darah dari kelompok

kesadaran menurun koma dan tidak koma.

Penilaian hasil uji hipotesis ditetapkan sebagai berikut :

1. Tidak bermakna, bila p > 0,05

2. Bermakna, bila p ≤ 0,05

3. Sangat bermakna, bila p < 0,01

76
BAB V

HASIL PENELITIAN

V.1. Jumlah Sampel

Selama jangka waktu penelitian mulai pada bulan Juni 2011

sampai jumlah sampel terpenuhi, telah dilakukan penelitian tentang

gambaran gas darah pada anak dengan kesadaran menurun terhadap 70

kasus yang memenuhi kriteria penelitian, terdiri dari 35 kasus penurunan

kesadaran dengan koma dan 35 kasus penurunan kesadaran dengan

tidak koma

V.2. Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel pada kelompok kesadaran menurun yang

koma dan tidak koma dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3. Karakterisitik sampel penelitian

Kesadaran menurun
Karakteristik n = 70
pasien Koma Tidak koma Total Pearson
n (%) = n (%) = n(%)= chi
35(50) 35(50) 70(100) square
Umur :
<5 thn 20 (28,6) 25 (35,7) 45 (64,3) p =0,212
>5 thn 15 (21,4) 10 (14,3) 25 (35,7)
Jenis kelamin :
Laki-laki 20 (28,6) 19 (27,1) 39 (55,7) p =0,810
Perempuan 15 (21,4) 16 (22,9) 31 (44,3)
Status Gizi :
Malnutrtisi 32 (45,7) 17 (24,3) 49 (70,0) p =0,001
Gizi baik 3 (4,3) 18 (25,7) 21 (30,0)

77
Pada tabel 3, dari 70 penderita yang diteliti terdiri dari 45 orang

(64,3%) yang berumur < 5 dan 25 orang (35,7 %) yang berumur > 5

tahun. Pada kelompok koma terdapat 20 orang (28,6 %) yang berumur

< 5 tahun dan 15 orang (21,4 %) yang berumur > 5 tahun. Untuk jenis

kelamin laki-laki sebanyak 39 orang (55,7%) dan perempuan 31 orang

(44,3%) dan yang mengalami koma 20 orang (8,6%) laki-laki dan 15

(21,4%) orang perempuan, sedangkan yang tidak koma perempuan 15

orang (21,4%) dan tidak koma 16 orang. Untuk status gizi yang malnutrisi

sebanyak 49 orang dan gizi baik 21 orang (30%), dan yang koma 32

orang (45,7%) dan tidak koma 17 orang (24,3%). Yang gizi baik koma 3

orang (4,3%) dan gizi baik tidak koma 18 orang (25,7%). Dari hasil uji x2

didapatkan tidak ada perbedaan bermakna umur dan jenis kelamin tetapi

pada status gizi berbeda bermakna yaitu p = 0.001 (p<0,01).

V.3. Hasil Evaluasi Pemeriksaan Analisis Gas Darah.

V.3.1. Analisis Gangguan Keseimbangan Asam Basa.

V.3.1.1. Hasil Evaluasi pH Darah

Tabel 4. pH darah pada Kelompok Kesadaran menurun Koma dan tidak


Koma

pH
Kesadaran
Asidemia Alkalemia Normal Total
Menurun
(n=35) (n =35) (n=35)
Koma 15 (55,6%) 11 (57,1%) 9 (36,0%) 35
Tidak koma 12 (44,4%) 7 (42,9%) 16 (64,0%) 35
TOTAL 27 (100%) 18 (100%) 25(100%) 70
Person Chi- X2=3.182 df=2 p=0.204

78
square
Pada tabel 4, dari 70 penderita penurunan kesadaran koma

dengan pH abnormal asidemia 15 orang (55,6%) dan tidak koma 12

orang (44,4%), dan dari penderita penurunan kesadaran koma dengan

pH abnormal alkalemia 11 0rang (57,1%) dan tidak koma yang pH

abnormal alkalemia dengan 7 orang (42,9%). PH normal 9 orang

(36%)dengan koma, dan tidak koma 16 orang (64%), Hasil uji x2

didapatkan tidak ada perbedaan bermakna yaitu p = 0,204 (p>0,05).

V.3.1.2. Hasil Evaluasi PaCO2 Darah

Tabel 5. PaCO2 Darah Kelompok Kesadaran Menurun Koma dan


Tidak Koma

PaCO2
Kesadaran
Hipokapnea Hiperkapnea Normal Total
Menurun
(n=35) (n =35) (n=35)
Koma 12 (35,3%) 15 (71,4%) 8 (53,3%) 35
Tidak koma 22 (64,7%) 6 (28,6%) 7 (46,7%) 35
TOTAL 34 (100%) 21 (100%) 15 (100%) 70
Person Chi- X2=6.865 df=2 p=0.032
square

Pada tabel 5, dari 70 penderita penurunan kesadaran koma

dengan Nilai PaCO2 abnormal hipokapnea 12 orang (35,3%), dan yang

tidak koma 22 orang (64,7%), Nilai PaCO2 abnormal hiperkapnea yang

koma 15 orang(71,4%) dan yang tidak koma 6 orang (28,6%). pada nilai

PaCO2 normal pada penurunan kesadaran dengan koma sebanyak 8

orang (53,3%) dan yang tidak koma 7 orang (46,7%). . Hasil uji x2

didapatkan perbedaan bermakna yaitu p = 0,032 (p<0,05).

79
V.3.1.3. Hasil Evaluasi HCO3 Darah

Tabel 6. HCO3 darah Kelompok Kesadaran menurun Koma dan tidak


Koma

HCO3
Kesadaran
<22 mmol/l >26 mmol/l Normal Total
Menurun (22-26mmol/l)
(n=35) (n =35)
Koma 24 (63,2%) 4 (26,7%) 7 (41,2%) 35
Tidak koma 14 (36,8%) 11 (73,3%) 10 (58,8%) 35
TOTAL 28 (100%) 15 (100%) 17 (100%) 70
Person Chi- X2=6.426 df=2 p=0.040
square

Pada tabel 6, dari 70 penderita penurunan kesadaran koma

dengan nilai HCO3 abnormal (<22mmol/l) sebanyak 24 orang (63,2%),

dan yang tidak koma sebanyak 14 orang (36,8%). Nilai HCO3 abnormal

(>26mmol/l) pada koma 4 orang (26,7%) dan tidak koma 11 orang

(73,3%). Dan nilai HCO3 yang normal pada kesadaran menurun koma

sebanyak 7 orang (41,2%) dari kesadaran menurun tanpa koma sebanyak

10 orang (58,8%). Hasil uji x2 didapatkan ada perbedaan bermakna yaitu

p = 0,040 (p<0,05).

V.3.2. Analisis Keadaan Hipoksemia dan Hipoksia.

V.3.2.1. Hasil evaluasi PaO2 Darah

Tabel 7 PaO2 Darah Kelompok Kesadaran Menurun Koma dan


Tidak Koma

PaO2
Kesadaran
Hipoksemia Hiperoksemia Normal Total
Menurun
(n=35) (n =35) (n=35)
Koma 14 (53,8%) 16 (48,5%) 5 (45,5%) 35

80
Tidak koma 12 (46,2%) 17 (51,5%) 6 (54,5%) 35
TOTAL 26 (100%) 33 (100%) 11(100%) 70
Person Chi- X2=0.275 df=2 p=0.872
square
Pada tabel 7, dari 35 penderita penurunan kesadaran koma dengan

hipoksemia (<80mmHg) 14 orang (53,8 %), hiperksemia (>100 mmHg)

16 orang (48,5%), normal (80-100 mmHg) 5 orang (45,5%) dari 35

penderita penurunan kesadaran tidak koma dengan hipoksemia 12 orang

(46,2%), hiperoksemia 17 orang (51,5%), normal 6 orang (54.5%) Hasil

uji x2 didapatkan tidak ada perbedaan bermakna yaitu p = 0,872

(p > 0,05).

V.3.2.1. Hasil Evaluasi SatO2 Darah

Tabel 8. SatO2 Darah Kelompok Penurunan Kesadaran Koma dan


Tidak Koma

SatO2
Kesadaran Desaturasi Normal Total
Menurun <95 % >95%
(n=35) (n =35)
Koma 27 (75,0%) 8 (23,5%) 35
Tidak koma 9 (25,0%) 26 (76,5%) 35
TOTAL 36 (100%) 34 (100%) 70
Person Chi- X2=18,529 df=1 p =0,000
square

Pada tabel 8, dari 35 penderita terdiri dari penurunan kesadaran

koma dengan nilai SatO2 abnormal 27 orang (75%), normal 8 orang

(23,5%) dari 35 penderita penurunan kesadaran tidak koma dengan Nilai

SaO2 abnormal sebanyak 9 orang (25,0%), normal 26 orang (76,5%).

81
Hasil uji x2 didapatkan ada perbedaan sangat bermakna yaitu p = 0,000

(p<0,001).

V.4. Hasil Evaluasi Gangguan Keseimbangan Asam-Basa.

Gangguan keseimbangan asam-basa pada masing-masing

kelompok dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 9. Distribusi Gangguan Keseimbangan Asam - Basa pada


Kelompok Penurunan Kesadaran Koma dan Tidak Koma

Kelompok
Gangguan Asam
Koma Tidak Koma
Basa
(N=35) (N =35)
Normal 0 (0,0 %) 4 (5,7%)
Tidak Normal 35 (50,0%) 31 (44,3%)
TOTAL 35 (100%) 35 (100%)
Fisher’s Exact Test p=0.114 (p>0.05)

Pada tabel 9, dari 35 penderita penurunan kesadaran koma yang

Gangguan Asam Basanya dalam kategori tidak normal sebanyak 35 orang

(50,0%), sedangkan yang dalam keadaan normal tidak ada, dari 35

penderita penurunan kesadaran tidak koma yang Gangguan Asam

Basanya dalam kategori Normal sebanyak 4 orang (5,7%) dan tidak

normal sebanyak 31 orang (44,3%). Hasil uji fishers exact test didapatkan

tidak ada perbedaan bermakna (p<0,114).

V.5. Hubungan antara Status Gizi terhadap Analisis Gas Darah

Tabel 10. Hubungan antara Status Gizi terhadap Saturasi oksigen

Status Gizi SatO2

82
Desaturasi Normal Total
< 95% > 95 %
Malnutrisi 27 (75,0%) 22 (64,3%) 35
Gizi Baik 9 (25,0%) 12 (35,3%) 35
TOTAL 36 (100%) 34 (100%) 70(100%)
Person Chi- X2=0,882 df=1 p =0,348
square
Pada tabel 10, hubungan antara status gizi terhadap saturasi

oksigen didapatkan dari 70 penderita yang malnutrisi dengan SatO2

abnormal (<95%) 27 orang (75,0%) dan gizi baik dengan SatO2 abnormal

9 orang (25,0%). Pada malnutrisi dengan SatO2 normal (>95%) 22 orang

(64,3%) dan gizi baik dengan SatO2 normal 12 orang (35,3%). Hasil uji X2

tidak ada perbedaan bermakna p= 0,348(p>0,05).

Tabel 11. Distribusi Jenis Gangguan Keseimbangan Asam - Basa Pada


Kelompok Kesadaran Menurun Koma dan Tidak Koma

Kelompok

Interpretasi AGD Koma Tidak Koma


(N=35) (N =35)

Normal 4 (11,4%)

Alkalosis metab. Tksmp 3 (8,6%)


Alkalosis metabolik 2 (5,7%) 2 (5,7%)
Alkalosis metabolik tksbgn 1 (2,9%)

Alkalosis resp. Tksbgn 3 (8,6%) 2 (5,7%)


Alkalosis resp. Tksmp 1 (2,9%) 2 (5,7%)
Alkalosis respiratorik 4 (11,4%) 4 (11,4%)

Asidosis metab. + resp. 3 (8,6%) 2 (5,7%)


Asidosis metabolik 9 (25,7%) 2 (5,7%)
Asidosis metabolik tksbgn 4 (11,4%) 4 (11,4%)
Asidosis metabolik tksmp 4 (11,4%) 1 (2,9%)
Asidosis metab. Tdk tkp 2 (5,7%)

Asidosis resp. Tksbgn 2 (5,7%) 2 (5,7%)


Asidosis respiratorik 4 (11,4%)
Asidosis respiratoril tksmprna 3 (8,6%)

83
Kelompok

Interpretasi AGD Koma Tidak Koma


(N=35) (N =35)

TOTAL 35(100%) 35(100%)

Pada tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa gangguan keseimbangan

asam-basa pada kelompok penurunan kesadaran koma yang terbanyak

adalah asidosis metabolik (25,7%) diikuti Asidosis resporatorik (11,4%).

Pada kelompok penurunan kesadaran tidak koma gangguan

keseimbangan asam-basa yang terbanyak adalah normal, Asidosis

respiratorik, alkalosis respiratorik dan asidosis metabolik terkompensasi

sebagian yang masing – masing (11,4%).

84
BAB VI

PEMBAHASAN

Penurunan kesadaran pada anak merupakan kedaruratan yang

dapat mengancam jiwa dan membutuhkan diagnosis dan

penatalaksanaan cepat. Tujuan utama penatalaksanaan adalah

mencegah kerusakan otak lebih lanjut. Penyebab gangguan kesadaran

dan koma secara praktis dikelompokkan sebagai penyebab struktural,

baik supra maupun infratentorial, dan penyebab medikal atau toksik

metabolik. Penyebab strukural biasanya menyebabkan penekanan atau

disfungsi ARAS sedangkan penyebab medikal menyebabkan disfungsi

umum kedua hemisfer serebri.(Passat J, 2006)

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional gambaran

analisis gas darah pada penderita kesadaran menurun yang koma dan

tidak koma, serta membandingkannya. Kita melakukan penelitian secara

cross sectional karena pengambilan sampel pada saat pasien mengalami

kesadaran menurun.

85
Dari hasil penelitian ini diperoleh 70 sampel yang terdiri dari 35

anak dengan kesadaran menurun dengan koma dan 35 anak tidak koma.

Pada penelitian ini Usia, jenis kelamin dan status gizi dari hasil uji statistik

x2 tidak didapatkan perbedaan bermakna yang berarti usia, jenis kelamin

maupun status gizi tidak mempengaruhi penurunan kesadaran. Data

distribusi sampel, anak yang berumur < 5 tahun jumlahnya lebih banyak

yang kesadaran menurun dibandingkan umur > 5 tahun. Anak yang

malnutrisi jumlahnya lebih banyak pada kesadaran menurun koma

dibandingkan yang tidak koma, dan anak yang gizi baik lebih banyak

pada penderita kesadaran menurun tanpa koma dibandingkan yang tidak

koma. Dalam hipotesis kejadian kesadaran menurun tidak dipengaruhi

oleh usia, jenis kelamin maupun status gizi sesuai data penelitian ini,

tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor penyebab dan beratnya defisit

otak yang terjadi.

Hasil evaluasi hubungan kesadaran menurun dengan koma dan

tidak koma terhadap perubahan pH didapatkan hasil uji statistik

menunjukkan tidak berbeda bermakna p = 0.204 (P>0,05). Koma dan

tidak koma kedua kelompok mengalami perubahan pH (abnormal), dan

jumlah penderita yang mengalami asidemia maupun alkalemia lebih

banyak pada koma dibandingkan tanpa koma.

Pada penelitian ini, Hasil evaluasi hubungan PaCO2 dengan

kesadaran menurun didapatkan terjadinya hipokapnea pada koma 12

orang dan yang tidak koma 22 orang, sedangkan yang mengalami

86
hiperkapnea pada anak dengan koma 15 orang dan tidak koma 6 orang.

PaCO2 yang normal pada koma 8 orang sedangkan yang tidak koma 7

orang. Dari hasil uji statistik didapatkan perbedaan bermakna p = 0.032

(p=0.05). keseimbangan asam basa yang ditemukan selain

mengakibatkan peningkatan PaCO2 (asidosis respiratorik) juga

mengakibatkan penurunan (alkalosis repiratorik dan asidosis metabolik).

Ini disebabkan terjadi hipoksia yang merangsang kemoreseptor (badan

karotis dan badan aorta) sehingga timbul hiperventilasi yang

menyebabkan frekuensi napas lebih cepat sebagai awal mekanisme

kompensasi dari tubuh, jika proses hipoksia berlangsung lama karena

beratnya suatu penyakit maka lama kelamaan akan terjadi hipokapnea

(Guyton 1996).

Dari penelitian ini, hubungan kesadaran menurun terhadap

perubahan nilai PaO2, hasil uji statistik tidak didapatkan perbedaan

bermakna dengan p = 0.743 (p>0,05). Jumlah anak yang mengalami

kesadaran menurun koma maupun tidak koma lebih banyak mengalami

perubahan nilai PaO2 yang abnormal. Dan yang mengalami kesadaran

menurun koma lebih banyak terjadi hipoksia (PaO2 < 80 mmHg)

dibandingkan tidak koma karena kejadian hipoksia yang lama semakin

memungkinkan untuk terjadinya koma, meskipun dari hasil uji statistik

didapatkan tidak ada perbedaan bermakna

Hasil evaluasi nilai HCO3 <22mmol/l yang mengalami asidosis

metabolik pada kelompok kesadaran menurun koma 24 orang lebih

87
banyak dibandingkan yang tidak koma 14 orang, penderita koma dengan

nilai HCO3 >26mmol/l yang mengalami alkalosis lebih rendah dari yang

tidak koma, begitupun yang normal lebih rendah yang koma daripada

yang tidak koma. Hasil uji statistik ternyata terdapat perbedaan bermakna

yaitu p= 0.04 (p<0.05). Hal ini terjadi karena pada kesadaran menurun

telah terjadi kekurangan HCO3 karena banyak digunakan untuk proses

pendaparan (mengoreksi asidosis metabolik), regenerasi HCO3 kurang

dan gangguan keseimbangan asam basa didominasi oleh komponen

metabolik pada kesadaran menurun koma sehingga komponen metabolik

(HCO3) banyak berubah. Sedangkan pada kesadaran menurun tanpa

koma kurang didominasi oleh gangguan keseimbangan asam basa

metabolik tapi komponen respiratorik baik murni maupun campuran, ini

terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan CO2 di jaringan

perifer dengan ekskresinya di paru di tandai oleh peningkatan atau

penurunan konsentrasi CO2.

Hasil evaluasi hubungan kesadaran menurun dengan perubahan

saturasi oksigen dari uji statistik didapatkan perbedaan yang sangat

bermakna yaitu p=0.000 (p<0,001) saturasi oksigen dengan kesadaran

menurun didapatkan penderita yang mengalami koma lebih banyak terjadi

desaturasi yaitu 27 orang dibandingkan yang tidak mengalami koma yaitu

9 orang. Hal ini akibat penggunaan oksigen secara besar-besaran karena

kebutuhan yang meningkat akibat hipoksia otak dan jaringan sehingga

kekurangan oksigen yang banyak semakin terjadi hipoksia menyebabkan

88
makin kurangnya pengikatan oksigen terhadap hemoglobin menyebab

kekurangan oksigen pada otak/hipoksia otak yang meningkatkan

terjadinya koma, penelitian ini sesuai dari hipotesis.

Hubungan antara status gizi dengan analisa gas darah (pH, PCO2,

PaO2, HCO3 dan SatO2), dari penelitian ini status gizi terhadap analisa

gas darah dengan hasil uji statistik tidak ada perbedaan bermakna. Hal ini

menunjukkan bahwa status gizi tidak mempengaruhi analisis gas darah.

Pada kesadaran menurun koma gangguan asam basa terbanyak

yang terjadi adalah asidosis metabolik (baik asidosis metabolik murni

maupun campuran). Terjadi koma disebabkan beratnya kerusakan

jaringan otak di bagian ARAS maupun di korteks serebri yang

berhubungan dengan kesadaran seperti pada trauma capitis, penyakit

infeksi yang berat, penyakit ginjal, metabolik maupun keracunan, oleh

karena pembentukan CO2 oleh asam fixed dan asam organik yang

menyebabkan peningkatan ion bikarbonat di jaringan perifer atau cairan

ekstraseluler. Namun indikasi pemberian NaHCO3 adalah bila pH <7.2 dan

HCO3 < 12 mEq/L (Clive, 2003, Charles and Heilman, 2005) sehingga

tidak semua asidosis metabolik perlu diberikan NaHCO3. Pada penelitian

ini didapatkan nilai rerata pH dan HCO3 pada kesadaran menurun koma

adalah 7.36 (tidak ada pH 7.2) dan HCO3 18.25 mEq/L( tidak ada yang

HCO3 < 12 mEq/L) sehingga dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa

pada kesadaran menurun koma tidak dianjurkan untuk memberikan

NaHCO3 sebelum diketahui hasil pemeriksaan gas darah (Andrade, 2008).

89
Dikatakan cara terpenting untuk mengatasi asidosis metabolik adalah

dengan mengatasi penyebabnya. (Kasanagh, 2008, Schwaderer and

Schwatz, 2008). Bila diberikan NaHCO3 harus dilakukan pemeriksaan

ulang analisis gas darah setiap hari untuk mengetahui apakah NaHCO3

masih diperlukan dan bila masih diperlukan mungkin dosis yang diberikan

akan berubah (hal ini sesuai dengan salah satu fungsi analisis gas darah

yaitu untuk mengetahui hasil pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan

jadi dapat dipakai sebagai salah satu kriteria untuk menilai pengobatan.

Salah satu fungsi AGD adalah menilai proses oksigenasi. Pada

penelitian ini didapatkan hipoksemia lebih banyak pada penurunan

kesadaran koma setelah uji statistik tidak ada perbedaan yang bermakna

(p=0.872), meskipun tidak ada perbedaan bermakna tetapi menunjukkan

bahwa lebih banyak terjadi gangguan transport oksigen pada kesadaran

menurun koma sehingga lebih banyak membutuhkan oksigen untuk

memperbaiki oksigenasi. Hal ini dikarenakan proses hipoksia yang lama

sehingga menyebabkan kesadaran menurun yang disertai koma lebih

banyak dibandingkan yang tidak koma.

Gangguan keseimbangan asam basa terbanyak pada kesadaran

menurun dengan koma adalah asidosis metabolik (25.7%) diikuti asidosis

respiratorik (11.45 %) yang disebabkan karena beberapa pasien

mengalami metabolisme anaerob karena hipoksia jaringan atau

oksigenasi yang kurang memadai dan adanya benda-benda keton yang

terbentuk sebagai hasil metabolisme lemak karena asupan yang tidak

90
adekuat. (Wilson,2006). Pada kelompok kesadaran menurun yang tidak

koma terbanyak adalah normal, sedangkan asidosis respiratorik, alkalosis

respiratorik dan asidosis metabolik terkompensasi sebagian masing-

masing (11.4%).

Pada kesadaran menurun dengan koma rata-rata mengalami

gangguan keseimbangan asam basa, dibandingkan dengan tanpa koma.

Gangguan alkalosis respiratorik terjadi hiperventilasi alveolar sehingga

terjadi penurunan PaC02 (hipokapnaa) yang dapat menyebabkan

peningkatan pH, Hiperventilasi alveolar timbul karena adanya stimulus

baik langsung maupun tidak langsung pada pusat pernapasan.

Hiperventilasi menyebabkan eliminasi C02 yang berlebihan sehingga

menyebabkan alkalosis respiratorik. Vasokonstriksi pembuluh darah otak

dapat menyebabkan hipoksia otak dan hal ini merupakan gejala yang

sering terjadi pada hperventilasi.

Asidosis respiratorik dapat terjadi akibat depresi pusat pernapasan

misalnya (akibat obat, anestesi, penyakit neurologi) kelainan atau penyakit

yang mempengaruhi otot atau dinding dada, penurunan area pertukaran

gas atau ketidakseimbangan ventilasi perfusi, dan obstruksi jalan napas.

Manifestasi klinis bervariasi tergantung derajat keparahannya dan

penyakit yang mendasarinya. Peningkatan PaCO2 secara akut akan

mengakibatkan penurunan kesadaran (confusion sampai somnolen)

bahkan dapat terjadi narkose CO2. Gas CO2 merupakan vasodilator

91
serebral maka pembuluh darah difundus optikus akan dilatasi bahkan

dapat terjadi edema papil.

Manifestasi asidosis metabolik sangat bergantung pada penyebab

dan kecepatan perkembangan prosesnya. Suatu asidosis metabolik akut

menyebabkan depresi miokardial disertai reduksi cardiac output (curah

jantung), penurunan tekanan darah, penurunan aliran ke sirkulasi hepatik

dan renal. Aritmia dan fibrilasi ventrikuler mungkin terjadi, metabolisme

otak menurun secara progresif yang menyebabkan terjadinya koma.

Alkalosis metabolik terjadi overventilasi pada kasus gagal napas

dapat menimbulkan alkalosis posthypercapnic Pada sebagian kasus

alkalosis metabolik memebrikan dampak pada sistem kardiovaskular,

pulmonar, dan fungsi metabolik. Curah jantung menurun, depresi ventilasi

sentral, kurva sarurasioksi-hemoglobin bergeser ke kiri, hipokalemia dan

hifosfatemia yang terjadi semakin memburuk. Koreksi alkalosis metabolik

bertujuan meningkatkan tekanan oksigen arterial dan mixed venouse

oxygen tension, serta menurunkan konsumsi oksigen. Oleh karena itu

sangat penting melakukan koreksi pada pasien kritis.

Walaupun keadaan asidosis dan alkalosis sama-sama berbahaya

tetapi asidosis lebih mengancam nyawa penderita seperti pada kesadaran

menurun dengan koma karena pada asidosis kelainan yang terjadi sudah

pada tingkat sel dan mempunyai komplikasi yang lebih berat pada sistem

kardiovaskuler, neurologik dan tulang sehingga membutuhkan waktu yang

92
lebih lama untuk mengkompensasinya. Umumnya keadaan asidosis kita

dapatkan pada penyakit-penyakit sudah tahap lanjut. Kunci keberhasilan

untuk menanggulangi keadaan asidosis yang terpenting adalah dengan

mengobati penyakit yang mendasarinya, tetapi pada keadaan berat (pH <

7.2 dan HC03 < 12 mEq/L) dipertimbangkan untuk pemberian NaHC03

karena pada keadaan tersebut obat-obatan yang diberikan untuk

mengobati penyakit dasarnya tidak dapat bekerja secara optimal dan

dapat terjadi koma serta henti jantung.

Keterbatasan penelitian ini adalah (1) Kurangnya jumlah sampel,

ini dapat mempengaruhi distribusi penelitiani. (2) Kegelisahan pasien saat

pengambilan darah dapat mempengaruhi hasil AGD seperti kondisi pasien

yang delirium. (3) Tidak dilakukan analisis A-aDO2. A-aDO2 dapat

merupakan parameter untuk mengetahui sudah terjadi gangguan ventilasi

dan perfusi. Kekuatan dari penelitian ini mewakilkan banyak jenis

penyakit.

93
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

VII. 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

1. pH dan PaO2 darah penderita koma dan tidak koma setelah uji

statistik tidak berbeda secara bermakna.

2. PaCO2 darah penderita koma berbeda secara bermakna

dibandingkan penderita tanpa koma.

3. SatO2 dan HCO3 darah penderita kesadaran menurun koma lebih

rendah secara bermakna dibandingkan penderita kesadaran

menurun tanpa koma. Dan jumlah penderita yang mengalami

asidosis metabolik (< 22 mmol/l) dan satO2 <95% lebih banyak

pada penderita yang mengalami koma dibandingkan yang tidak

koma.

4. Hasil evaluasi identifiksai hubungan antara umur, jenis kelamin dan

status gizi dengan analisis gas darah dari penelitian ini dengan uji

statistik tidak ada perbedaan bermakna, yang artinya tidak

mempengaruhi perubahan analisis gas darah.

5. Gangguan keseimbangan asam basa secara statistik pada

penderita koma tidak berbeda secara bermakna dibandingkan

tanpa koma, keduanya terjadi gangguan keseimbangan gas darah

94
tetapi tingkat beratnya gangguan gas darah tergantung pada

beratnya defisit jaringan otak, sistemik dan intervensi yang

dilakukan .

VII. 2. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut maka implikasinya adalah


disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan pemeriksaan gas darah secara rutin pada setiap

penderita kesadaran menurun terutama yang koma.

2. Penderita kesadaran menurun yang mengalami asidosis metabolik,

terapi utama adalah mengatasi penyebabnya..

3. Hindari pemberian NaHC03 sebelum mengetahui hasil pemeriksaan

gas darah agar pengobatan lebih akurat dan menghindari keadaan

yang lebih fatal.

4. Bila diperlukan NaHC03, perlu pengawasan secara ketat.

5. Penelitian ini dapat dilanjutkan untuk melihat seberapa besar

kejadian penurunan kesadaran menyebabkan perubahan gas darah

dengan melibatkan berbagai macam penyakit dengan jumlah

sampel yang lebih besar.

95
DAFTAR PUSTAKA

Abelow, B. (1998). Mixed Distrucb in Dept; Understandng Acid-Base. 1 ed.


Philadelphia.

Alatas, Husein. (2002). Keseimbangan Cairan Elektrolik dan Asam-Basa.


Buku Ajar Nefrologi Anak Ed.2, IDAI. Jakarta.

Antonius; Latief A; Budiwardhana N. 2011. Evaluasi Diagnosis dan


Tatalaksana Penurunan Kesadaran pada Anak. Buku Ajar
Pediatrik Gawat Darurat. IDAI. Jakarta

Andrade, O.V., Ihara, F.O., and Troster, E.J. (2007). Metabolic Acidosis in
Childhood: Why, When and How to Treat. (http://www,scielo.br/).

Anonim, Anion Gap. (Online) http://en.wikipedia.org./wiki/Anion gap,


diakses 7 Juli 2010

Anonim, Coma and Impaired Consciousness. In Neurologic Disorders.


(online) http://www.merck.com/mmpe/sec21/ch310/ch310a.html.
Diakses tanggal 7 Juli 2010.

Bongard,F.S, Sue., D.Y. (2003). Elektrolyties and Acid-Base; Curent


Critical Care Diagnosis and Treatment.2 ed.The McGraw Hill Co.
New York.

Chan JC and Mark RH. Acid-Base Homeostatis. Pediatrric Nephrology


First Edision. Lippicott Williams & Wilkins.2004.

Charles, J.C., and Heilman, R.L. (2005), Metabolic Acidosis.


(http//www.turner-white.com/).

Darwis D, dkk. (2008). Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam


Basa. FK.UI. Ed.2. Jakarta.

Guyton, Athur C. (1996) Fisiologi Manusia dan Mekasnisme Penyakit,


ECG.Jakarta,.

Guyton, Athur C (2008) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran; Text Book of


Medical Physiology . Penerbit Buku Kedokteran ECG.Jakarta,.

Harsono, (2005). Buku Ajar Neurologi, Kesadaran Menurun, Fakultas


Kedokteran UI, Jakarta.

96
Head, K. C. (2001). Arterial blood gas analysis, (online),
http://www.jachabocha.com., diakses 7 Juli 2010.

Keseimbangan Asam Basa dalam Darah (online).


http://ayosz.wordpress.com/2008/02/21/Keseimbangan-asam-
basa/, diakses tanggal 7 Juli 2010.

Latif, A. (2002). Gangguan Asam Basa; Dalam. Pendidikan Kedokteran


Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLV, Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.

Larry A. Greenbaum. (2007) Acid-Base Balance, in Elecroly anf acid-Base


Disoerdesrs.Kligman: Nelson Textbook of Pediatrics, 18 ed.

Mangunatmadja, I (2006) Penurunan Kesadaran pada Anak,Evaluasi,


Diagnosis dan Tatalaksana. Pediatric Neurologycal FKUI. RSCM.
Jakarta.

Mankes JH and Richard GE. Postnatal Trauma and Injuries by Phicical


Agent. In Child Neurologi. Lippincont Williams & Wilkins.2004.

Muhardi, M., Tampubulon, O.E., Suntaro, A. (2001). Analisis Gas Darah


(AGD), Penata Laksanaaan Pasien di ICU. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta..

Murphy, M., Tooky, D.,Semenacz, M.(1998). Respiratory System,


Handbook of Critical Care. London.

Passat, Jimmy. (2006). Datang Tidak Sadar, Apa yang Harus Dilakukan?
Pediatric Neurology and Neuro Emergency in Daily Practice. DIKA
FK. UI. RSCM. Jakarta

Prunden., E.L., Siggard, A.A., Tietz, M.U, (1996). Blood Gases and pH,
Funfamentals of Clinical Chemistry. Ed. Saunders Co.
Philadelphia.

Price Stylviaanderson; Wilson Mc. Carty. (1993) Pathofisologi Konsep


Klinik Proses Proses Penyakit. ECG. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta.
Riza, B (2012). Pasien dengan Penurunan Kesadaran. (online)
rizabarbie.blogspot.com. diakses 23 April 2013.

Suraatmaja., S. (2007). Diare akut; Kapita Selekta Gastrerologi Anak,


Lab/SMF Ilmu Kesehatan anak FK UNUD. Jakarta.

97
Samel. WD. (2000). Regulation of Acid-Base Balance. In; Eds Textbook of
Medical Physiology; 10th ed. WB. Saunders Co. Philadelphia.

Taslim dan Sofyan,. (2008). Diare akut; Kapita Selekta Gastrerologi Anak,
Lab/SMF Ilmu Kesehatan anak FK UNUD. Jakarta

Widodo, D. (2007). Ganggguan Keseimbangan Air-Electrolit dan Asam-


Basa, Balai Penerbit FKUI.Jakarta

Wilson, L.M.C (2006). Gangguan asam-basa. Dalam Patofisiologi, Konsep


Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1 Ed. 6 EGC. Jakarta

Wong CP, Forsyt RJ, Kelly TP, Eyree JA (2001). Current topic: incidence,
aetilogy, and outcome of non-traumatic coma: a population base
study. Arch Dis Child.

Yozi A.A. (2009). Patofisiologi Edema Otak, (online) Ahmad Yozi


Alhidayah.blogspot.com. diakses tanggal 4 Mei 2013.

Yulius, T (2010). Gangguan Asam-Basa karena Hipermata pada Cedera


Kepala; Acid Base Disorder due to Hypernatremia in Head Injury,
Vol.3 , No. 1.

98
Lampiran 1.

SURAT PENJELASAN KEPADA

RELAWAN/PARTISIPAN PENELITIAN

Assalamu’ Alaikum Wr.Wb. Bapak dan ibu yang kami hormati, kami turut

prihatin atas penyakit yang di derita oleh anak Bapak/Ibu sehingga sampai

menjalani perawatan rawat inap di Rumah Sakit ini. Penyakit ini bila tidak

dideteksi dengan cepat bila terjadi gangguan keseimbangan gas darah dapat

berakibat terjadinya penurunan kesadaran yang berakibat kematian ataupun

kecacatan.

Kesadaran menurun merupakan tanda kegagalan otak dan harus diatasi

segera untuk mencegah dan meminimalkan jejas Susunan Saraf Pusat (SSP)

ireveribel atau kerusakan yang permanen.

Mengingat bahaya dari beberapa penyulit seperti gangguan gas darah

yang menyebabkan penurunan kesadaran, maka kami bermaksud untuk

melakukan pemeriksaan analisis gas darah yang bertujuan untuk mengetahui

sejauh mana terjadi gangguan keseimbangan asam-basa pada anak dengan

kesadaran menurun.

Hasil pemeriksaan ini akan sangat bermanfaat langsung kepada anak

Bapak/Ibu sebagai relawan dan juga untuk masyrakat bila seseorang dapat

dideteksi secara dini menderita kelainan gas darah, maka dapat dengan cepat

diatasi sehingga dapat menyelamatkan anak-anak yang mengalami kesadaran

menurun penyebab utama kematian pada anak.

99
Bapak/Ibu mungkin bertanya apa tindakan ini berbahaya? Perlu kami

jelaskan bahwa dalam pemeriksaan ini kami mengambil darah sebanyak 2 cc,

sedikit agak nyeri tapi tidak berbahaya dan perlu Bapak/Ibu ketahui bahwa

pengambilan darah ini merupakan tindakan pemeriksaan kesehatan biasa, yang

biasa dikerjakan di Rumah Sakit.

Kami berharap Bapak/Ibu dapat mengerti atas penjelasan yang kami

berikan tentang bahaya gangguan gas darah akibat penyakit yang diderita dan

tindakan yang akan kami lakukan, dan kami mengucapkan terima kasih atas

kesediaan bergabung dengan kami demi kesembuhan anak Bapak/Ibu, anak

indonesia, serta pertisipasinya dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

100

Anda mungkin juga menyukai