Anda di halaman 1dari 75

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR PROGNOSIS TERJADINYA SYOK PADA


ANAK DENGAN DEMAM BERDARAH DENGUE

TESIS

ROSSY AGUS MARDANI


NPM. 1106141076

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
JAKARTA
MEI 2017

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR PROGNOSIS TERJADINYA SYOK PADA


ANAK DENGAN DEMAM BERDARAH DENGUE

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Dokter Spesialis Anak

ROSSY AGUS MARDANI


NPM. 1106141076

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU KESEHATAN ANAK
JAKARTA
MEI 2017

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


iii Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
iv Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Allah Yang Maha Kuasa karena
berkat rahmat-Nya saya dapat mengikut Program Pendidikan Dokter Spesialis
(PPDS) di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia dengan baik dan menyelesaikan tesis ini. Kiranya anugerah
yang telah Tuhan Allah berikan kepada saya dapat menjadikan saya pribadi yang
selalu bersyukur dan lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini saya ingin menghaturkan hormat dan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah memberikan dukungan kepada saya sejak awal hingga
akhir masa pendidikan saya. Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, DR. Dr. Ratna Sitompul,
Sp.M(K), atas kesempatan yang telah diberikan pada saya untuk menempuh
pendidikan dokter spesialis.
2. Direktur Utama RSUPN Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. C.H. Soejono, Sp.PD,
Kger, Mepid., FACP, FINASIM, atas kesempatan yang telah diberikan pada
saya untuk menempuh pendidikan dokter spesialis.
3. Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, Dr. dr. Aryono
Hendarto, Sp.A(K) atas perhatian dan bimbingannya selama saya menjalani
proses pendidikan.
4. Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, dr. Bambang Tridjaja
AAP, Sp.A(K) atas perhatian dan bimbingannya selama saya menjalani proses
pendidikan.
5. Pembimbing materi, Dr. dr. Hindra I. Satari, Sp.A(K), M. Trop. Paed yang telah
memberikan bimbingan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
6. Pembimbing metodologi, Dr. dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K), yang telah
memberikan bimbingan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik
7. Penguji tesis, yaitu dr. Evita B. Ifran, Sp.A(K), Dr. dr. Pustika Amalia W,
Sp.A(K), dan Dr. dr. Rismala Dewi, Sp.A(K) yang telah memberi banyak
masukan dalam proses pengerjaan tesis ini.

v Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
vi Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
vii Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
ABSTRAK

Nama : Rossy Agus Mardani


Program Studi : Ilmu Kesehatan Anak
Judul : Faktor-faktor Prognosis Terjadinya Syok pada Anak
dengan Demam Berdarah Dengue

Latar belakang: Manifestasi klinis yang bervariasi, patogenesis yang kompleks,


dan perbedaan serotipe virus membuat sulit memprediksi perjalanan penyakit
dengue. Pencarian faktor-faktor prognosis sangat penting dalam memprediksi kasus
yang mungkin berkembang menjadi sindrom syok dengue (SSD). Anak yang
dirawat di RS dapat mengalami syok. Angka kematian SSD 7,81% dan prevalens
SSD 15,53% yang tinggi serta klasifikasi infeksi virus dengue terbaru menurut
pedoman WHO 2011 merupakan alasan dilakukan penelitian ini.

Tujuan: Mengetahui faktor-faktor prognosis demam berdarah dengue (DBD) yang


berpotensi menjadi SSD.

Metode: Studi retrospektif menggunakan data rekam medik pasien anak usia 0
sampai <18 tahun dengan diagnosis DBD yang memenuhi kriteria WHO tahun
2011 di RSCM dari Januari 2013 sampai Desember 2016. Variabel independen
adalah jenis kelamin, usia, status gizi, infeksi dengue sekunder, leukopenia, nyeri
abdomen, perdarahan gastrointestinal, hepatomegali dan kebocoran plasma. Faktor
prognosis syok merupakan variabel dependen. Analisis multivariat menggunakan
analisis regresi logistik.

Hasil: Subyek memenuhi kriteria penelitian yaitu 145 pasien, 52 pasien (35,8%)
diantaranya mengalami SSD. Lima dari 52 pasien SSD mengalami syok selama
perawatan di RS. Karakteristik subyek dengan diagnosis DBD banyak ditemukan
pada usia 5 sampai 10 tahun, lelaki, gizi baik, nyeri abdomen, leukosit ≥5.000 mm3
dan trombosit <100.000/mm3. Analisis bivariat menghasilkan faktor-faktor
signifikan: malnutrisi, gizi lebih dan obesitas, perdarahan gastrointestinal,
hemokonsentrasi, asites, leukosit ≥5.000 mm3, ensefalopati, peningkatan enzim hati
dan overload. Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel hemokonsentrasi
dan peningkatan enzim liver merupakan faktor prognosis SSD.

Simpulan: Hemokonsentrasi dan peningkatan enzim liver merupakan faktor


prognosis SSD.

Kata kunci: anak, demam berdarah dengue, prognosis, syok.

viii Universitas Indonesia


Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
ABSTRACT

Name : Rossy Agus Mardani


Department : Pediatrics
Title : Prognosis Factors of Shock in Children with Dengue
Hemorrhagic Fever

Background: Various clinical manifestations, complex pathogenesis and different


virus serotypes make us difficult to predict course of dengue. Prognosis factors
finding is important to predict cases progressing to become dengue shock syndrome
(DSS). Hospitalized children may sustain shock. High mortality rate 7,81%,
prevalence of DSS 15,53%1 and new dengue virus infection classification according
WHO 2011 guideline are reasons doing this research.

Objective: To know prognosis factors in Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) which


have potency to become DSS.

Methods: Retrospective study use medical records of children age 0 until <18 years
old with DHF diagnosis who fulfill WHO 2011 criteria from January 2013 until
December 2016. Independent variables are sex, age, nutritional status, secondary
dengue infection, leucopenia, abdominal tenderness, gastrointestinal bleeding,
hepatomegaly and plasma leakage. Shock prognosis factor is dependent variable.
Multivariate analysis use logistic regresion analysis.

Results: Subjects who fulfill study criteria were 145 patients, 52 patients (35,8%)
among them had diagnosis of DSS. Five of 52 patients with DSS had shock during
hospitalized. Subject characteristics with diagnosis of DHF mainly could be found
in age of 5 until 10 years old, male, normal nutrition status, abdominal tenderness,
leucocyte ≥5.000/mm3 and thrombocyte <100.000/mm3. Bivariate analysis yielded
significant factors : malnutrition, overnutrition, gastrointestinal bleeding,
hemoconcentration, ascites, leucocyte ≥5.000/mm3 , encephalopathy, elevated liver
enzymes and overload. Result of multivariate analysis showed that
hemoconcentration and elevated liver enzymes were prognosis factors of DSS.

Conclusion: Hemoconcentration and elevated liver enzymes are prognosis factors


of dengue shock syndrome.

Keywords: children, dengue haemorrhagic fever, prognosis, shock.

ix Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i


HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv

1. PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................. 1
1.3. Pertanyaan Penelitian......................................................................................... 2
1.4. Hipotesis.............................................................................................................. 2
1.5. Tujuan Penelitian................................................................................................ 3
1.5.1. Tujuan Umum............................................................................................ 3
1.5.2. Tujuan Khusus........................................................................................... 3
1.6. Manfaat Penelitian.............................................................................................. 3
1.6.1. Bidang Akademik...................................................................................... 3
1.6.2. Bidang Masyarakat .................................................................................... 3
1.6.3. Bidang Penelitian....................................................................................... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA4
2.1. Definisi Infeksi Dengue..............................................................................4
2.2. Epidemiologi...............................................................................................4
2.3. Patogenesis..................................................................................................4
2.4. Manifestasi Klinis.......................................................................................6
2.4.1. Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue..................................7
2.4.2. Sindrom Syok Dengue........................................................................7
2.4.3. Expanded Dengue Syndrome..............................................................8
2.5. Diagnosis9
2.5.1. Manifestasi Klinis ..............................................................................9
2.5.2. Pemeriksaan Laboratorium ................................................................9
2.6. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................10
2.7. Pemeriksaan Radiologis............................................................................11
2.8. Diagnosis Banding....................................................................................11
2.9. Faktor-faktor Prognosis Sindrom Syok Dengue........................................12
2.9.1. Penelitian Faktor Prognosis atau Risiko SSD ..................................12

x Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
2.9.2. Faktor-faktor Terjadinya SSD .........................................................14

3. KERANGKA TEORI....................................................................................... 20
KERANGKA KONSEP.................................................................................. 21

4. METODOLOGI PENELITIAN.............................................................................. 22
4.1. Desain Penelitian.......................................................................................22
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................22
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................22
4.4. Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian.........................................................22
4.5. Estimasi Besar Sampel..............................................................................23
4.6. Metode Pengambilan Sampel....................................................................24
4.7. Variabel Penelitian....................................................................................24
4.8. Prosedur Penelitian....................................................................................24
4.9. Alur Penelitian...........................................................................................25
4.10. Batasan Operasional.................................................................................25
4.11. Pengolahan Data.......................................................................................27
4.12. Etik Penelitian..........................................................................................28

5. HASIL PENELITIAN
5.1. Alur Subyek Penelitian ............................................................................ 29
5.2. Karakteristik Subyek Penelitian ............................................................... 30
5.2.1. Karakteristik Subyek dengan SSD ................................................... 31
5.3. Analisis Bivariat Faktor-faktor Prognosis SSD33
5.4. Analisis Multivariat Faktor-faktor Prognosis SSD....................................35

6. PEMBAHASAN..................................................................................................38
6.1. Keterbatasan dan Kelebihan Penelitian.....................................................38
6.1.1. Keterbatasan Penelitian.....................................................................38
6.1.2. Kelebihan Penelitian.........................................................................39
6.2. Faktor-faktor yang Berhubungan Terjadinya Syok Dengue ..................... 39
6.2.1 Faktor Usia........................................................................................40
6.2.2. Faktor Jenis Kelamin.........................................................................40
6.2.3. Faktor Status Gizi..............................................................................41
6.2.4. Faktor Nyeri Abdomen......................................................................43
6.2.5. Faktor Hepatomegali.........................................................................44
6.2.6. Faktor Perdarahan Gastrointestinal...................................................44
6.2.7. Faktor Kebocoran Plasma.................................................................46
6.2.8. Faktor Infeksi Dengue Sekunder.......................................................47
6.2.9. Faktor Leukopenia............................................................................48
6.3 Admisi Rumah Sakit, Waktu dan Durasi Kebocoran Plasma.....................49
6.4 Waktu dan Durasi Leukopenia …...............................................................50
6.5 Waktu dan Durasi Trombositopenia ..........................................................50
6.6 Hubungan Expanded Dengue Syndrome dengan Syok Dengue..................50

6. SIMPULAN DAN SARAN.................................................................................... 53

7. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................54

xi Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Expanded Dengue Syndrome ............................................................... 8


Tabel 2.2. Derajat Penyakit DBD Berdasarkan Klasifikasi WHO 2011 .............. 10
Tabel 5.1. Karakteristik Klinis Subyek Penelitian............................................... 31
Tabel 5.2. Karakteristik Laboratoris Subyek Penelitian ...................................... 33
Tabel 5.3. Analisis Bivariat Faktor-faktor Prognosis SSD .................................. 34
Tabel 5.4 Analisis Multivariat Faktor-faktor Prognosis SSD .............................. 36
Tabel 5.5. Area under the curve ......................................................................... 37

xii Universitas Indonesia


Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Patogenesis Infeksi Virus Dengue .................................................... 5


Gambar 2.2 Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue ........................................... 6
Gambar 5.1. Alur Pengambilan Subyek Penelitian ............................................. 29
Gambar 5.2. Kurva ROC .................................................................................... 36

xiii Universitas Indonesia


Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
DAFTAR SINGKATAN

ALT : Alanine Aminotransferase


APTT : Activated Partial Thromboplastin Time
AST : Aspartate Aminotransferase
CDC : Centers for Disease Control
DBD : Demam Berdarah Dengue
DD : Demam Dengue
FKUI : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
IgM : Imunoglobulin M
IgG : Imunoglobulin G
IK : Interval Kepercayaan
IKA : Ilmu Kesehatan Anak
NCHS : National Center for Health Statistic
OR : Odds Ratio
PICU : Pediatric Intensive Care Unit
PT : Prothrombin Time
RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
ROC : Receiver Operating Characteristic
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
SSD : Sindrom syok dengue
USG : Ultrasonography
WHO : World Health Organization

xiv Universitas Indonesia


Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik ......................................... 58


Lampiran 2. Surat Persetujuan Izin Penelitian .......................................... 59
Lampiran 3. Formulir Pengumpulan Data Penelitian ................................ 60

xv Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia, penyakit dengue merupakan
alasan rawat inap dan salah satu penyebab utama kematian pada anak. 1 Jumlah kasus
infeksi dengue memuncak setiap siklus 10 tahunan. Sejak tahun 1968 hingga 2008
angka kesakitan dengue terus meningkat. Angka kematian menurun dari 41% (tahun
1968) menjadi kurang dari 2% (tahun 2000) dan 0,86% pada tahun 2008. 2 Selama
tahun 2008-2012, jumlah rerata kasus demam berdarah dengue di Indonesia sebesar
120.876 kasus dengan rerata angka kematian 0,8-0,9%.1

Data dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak, dari 6 rumah sakit pendidikan di
Indonesia (RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUD Dr.
Soetomo, RSUP Dr. Sardjito, RSUP Dr. Karyadi dan RSUP Dr. Mohammad Hoesin)
mulai tahun 2008 sampai dengan 2013 menunjukkan bahwa terdapat 13.940 pasien
anak dengan infeksi dengue yang dirawat. Angka kematian demam dengue sebanyak
5 dari 5.931 (0,08%) kasus, angka kematian demam berdarah dengue (DBD)
sejumlah 21 dari 5.844 (0,36%) kasus. Angka kematian dari kasus sindrom syok
dengue (SSD) masih cukup tinggi yaitu 169 dari 2.165 (7,81%) kasus. Angka
kematian total kasus infeksi dengue yang dirawat di 6 RS pendidikan tersebut
sebanyak 195 dari 13.940 kasus (1,39%), sedikit lebih tinggi dari angka nasional. 1

Manifestasi klinis yang sangat bervariasi, patogenesis yang kompleks, dan perbedaan
serotipe virus pada daerah yang berbeda, membuat kita sulit memprediksi perjalanan
penyakit dengue apalagi dalam menilai apakah pasien akan menjadi syok atau syok
berulang.3 Pencarian faktor-faktor prognosis terasa sangat penting dalam
memprediksi kasus yang mungkin berkembang menjadi sindrom syok dengue.4

1 Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


2

Banyak penelitian yang telah dilakukan di Indonesia atau di luar negeri tentang faktor
prognosis terjadinya syok pada pasien anak demam berdarah dengue. Semua
penelitian tersebut menggunakan pedoman World Health Organization (WHO) tahun
1997 tentang tata laksana infeksi virus dengue.3,5-14 Angka kematian SSD 7,81%1 dan
prevalens SSD 15,53%1 yang tinggi serta klasifikasi infeksi virus dengue terbaru
menurut pedoman WHO 201115 dengan kelompok baru expanded dengue syndrome
(EDS) merupakan alasan dilakukannya penelitian ini. Expanded dengue syndrome
dapat berhubungan dengan syok pada demam berdarah dengue.1,15,16

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dibuat identifikasi dan rumusan
masalah penelitian sebagai berikut:
Penting untuk mengetahui faktor-faktor prognosis yang berperan pada
terjadinya SSD sehingga diharapkan dapat mendeteksi dini terjadinya syok

1.3 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah faktor-faktor prognosis terjadinya SSD berdasarkan panduan
WHO tahun 2011 tentang tata laksana infeksi virus dengue?

1.4 Hipotesis Penelitian


Terdapat beberapa faktor prognosis yang berperan pada terjadinya syok pada pasien
anak dengan DBD yaitu : jenis kelamin, usia, status gizi, infeksi dengue sekunder,
leukopenia, nyeri abdomen, perdarahan gastrointestinal, hepatomegali dan kebocoran
plasma.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


3

1.5 Tujuan Penelitian


1.5.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor prognosis pada infeksi virus dengue yang berpotensi
menjadi sindrom syok dengue berdasarkan pedoman WHO tahun 2011
tentang tata laksana infeksi virus dengue
1.5.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap terjadinya SSD
2. Mengetahui pengaruh usia terhadap terjadinya SSD
3. Mengetahui pengaruh status gizi terhadap terjadinya SSD
4. Mengetahui pengaruh infeksi dengue sekunder terhadap terjadinya
SSD
5. Mengetahui pengaruh leukopenia terhadap terjadinya SSD
6. Mengetahui pengaruh nyeri abdomen terhadap terjadinya SSD
7. Mengetahui pengaruh perdarahan gastrointestinal terhadap terjadinya
SSD
8. Mengetahui pengaruh hepatomegali terhadap terjadinya SSD
9. Mengetahui pengaruh kebocoran plasma terhadap terjadinya SSD

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1 Bidang Akademik
Memperoleh data yang lebih lengkap tentang faktor prognosis yang sering
menimbulkan SSD berdasarkan pedoman WHO tahun 2011 tentang tata
laksana infeksi virus dengue
1.6.2 Bidang Penelitian
Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
acuan untuk penelitian selanjutnya.
1.6.3 Bidang Masyarakat
Meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor prognosis terjadinya SSD
untuk para dokter agar dapat mencegah syok dan menatalaksana sedini
mungkin pasien anak dengan infeksi virus dengue.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infeksi Dengue


Infeksi virus dengue pada manusia menimbulkan spektrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiaded febrile illness),
demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) sampai sindrom syok dengue
(SSD).17

2.2 Epidemiologi
Setiap tahun sekitar 50 juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 di
antaranya memerlukan rawat inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah
anak-anak. Asia Tenggara dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 milyar merupakan
daerah endemis, Indonesia bersama dengan Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar,
Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste termasuk ke dalam kategori endemik A
(endemik tinggi).1 Berdasarkan jumlah kasus dengue, Indonesia menempati urutan
kedua setelah Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rerata DBD di Indonesia
terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983), dan mencapai
angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk dengan jumlah
pasien sebanyak 72.133 orang.17,18

2.3 Patogenesis
Secara umum patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi berbagai
komponen dari respons imun atau reaksi inflamasi yang terjadi secara terintegrasi. Sel
imun yang paling penting dalam berinteraksi dengan virus dengue yaitu sel dendrit,
monosit/makrofag, sel endotel dan trombosit. Akibat interaksi tersebut akan
dikeluarkan berbagai mediator antara lain sitokin, peningkatan aktivasi sistem
komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel imun tersebut
berlebihan, akan diproduksi sitokin (terutama proinflamasi), kemokin, dan mediator
inflamasi lain dalam jumlah banyak. Akibat produksi berlebih dari zat-zat tersebut

4 Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


5

akan menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan berbagai bentuk


tanda dan gejala infeksi virus dengue.1,17-21

Gambar 2.1. Patogenesis Infeksi Virus Dengue 21

Sebagian besar ahli masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis
atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi
apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi
kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.
Hipotesis lain adalah the immunological enhancement hypothesis. Antibodi terbentuk
pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat peningkatan

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


6

replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan neutralizing antibody.


Ada 2 tipe antibodi, yang dibedakan berdasarkan adanya virion determinant
specificity. Kelompok antibody pertama monoklonal reaktif tidak mempunyai sifat
menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, kelompok antibodi kedua dapat
menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Antibodi
non-netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya
kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori
ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe
dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. 17-21

2.4 Manifestasi Klinis

Gambar 2.2 Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue 15,19

(Dikutip dari: World Health Organization. Comprehensive guideline for prevention and control of
dengue and dengue hemorrhagic fever: revised and expanded edition. 2011)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


7

2.4.1 Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue


Demam berdarah dengue ditandai oleh empat manifestasi klinis, yaitu demam tinggi,
perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi darah.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan
DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya
volume plasma, trombositopenia dan diatesis hemoragik. 1,17,22-24

Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar dan perdarahan
pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar di anggota gerak,
muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan dapat terjadi di
setiap organ tubuh. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan
perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan yang tidak dapat diatasi. Perdarahan lain, seperti perdarahan subkonjungtiva
kadang-kadang ditemukan. Pada masa konvalesens seringkali ditemukan eritema
pada telapak tangan/telapak kaki.1,17,22-24

2.4.2 Sindrom Syok Dengue


Pada SSD, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba-tiba
memburuk, hal ini biasanya terjadinya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu
di antara hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis peningkatan
reaksi imunologi (the immunological enhancement hypothesis). Pada sebagian besar
kasus ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis
sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah dan secara
cepat masuk dalam fase syok. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat
sebelum syok. Fabie17 mengemukakan bahwa nyeri perut hebat seringkali
mendahului perdarahan gastrointestinal. Nyeri di daerah retrosternal tanpa sebab yang
jelas dapat memberikan petunjuk perdarahan gastrointestinal yang hebat.1,17,22-26

Syok harus segera diobati, apabila terlambat pasien dapat mengalami syok berat
(profound shock), tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tata

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


8

laksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi asidosis metabolik,
hipoksia, perdarahan gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya,
dengan pengobatan yang tepat (termasuk kasus syok berat) segera terjadi masa
penyembuhan dengan cepat. Pasien membaik dalam 2-3 hari.1,17,22-26

2.4.3 Expanded Dengue Syndrome (EDS)


Manifestasi yang tidak biasa pada pasien-pasien dengan keterlibatan organ-organ
seperti hati, ginjal, otak atau jantung yang berkaitan dengan infeksi dengue telah
dilaporkan meningkat pada pasien DD dan DBD. Manifestasi yang tidak biasa ini
mungkin berhubungan dengan koinfeksi, komorbiditas atau komplikasi dari syok
yang berkepanjangan. Kebanyakan pasien DBD yang mempunyai manifestasi yang
tidak biasa ini merupakan akibat syok berkepanjangan dengan gagal organ atau
pasien dengan komorbiditas atau koinfeksi. Jadi EDS dapat berupa penyulit infeksi
dengue berupa kelebihan cairan dan gangguan cairan; dan manifestasi klinis yang
tidak lazim berupa ensefalopati, perdarahan hebat, infeksi ganda, kelainan ginjal dan
miokarditis.1,15,16,25

Tabel 2.1. Expanded Dengue Syndrome (EDS) 15

Sistem organ Manifestasi yang tidak biasa atau atipikal


Neurologi Kejang demam, ensefalopati, ensefalitis/aseptik meningitis,
perdarahan
intrakranial/trombosis,efusisubdural,mononeuropati/polineuropati/
Guillane-Barre Syndrome, mielitis transversa
Gastrointestinal/ Hepatitis/gagal hati fulminan, kolesistitis akalkulosa, pankreatitis
Hepar akut, hiperplasia plak Peyer, parotitis akut
Ginjal Gagal ginjal akut, sindrom uremia hemolitik
Jantung Abnormalitas konduksi, miokarditis, perikarditis
Respirasi Respiratori distres akut, perdarahan paru

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


9

Muskuloskeletal Miositis dengan peningkatan Creatine Phosphokinase (CPK).


Rhabdomiolisis
Limforetikular/ Infeksi berkaitan dengan sindrom hemofagositik,
sumsum tulang Haemophagocytic lymphohistiocytosis (HLH), Idiopathic
Trombocytopenic Purpura (ITP), ruptur limpa spontan, infark
kelenjar getah bening
Mata Perdarahan makula, gangguan visus, neuritis optik
Lainnnya Depresi, halusinasi, psikosis,alopesia

2.5 Diagnosis
Demam berdarah dengue berdasarkan kriteria WHO tahun 2011 didiagnosis
berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium

2.5.1 Manifestasi Klinis


1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas dan terus menerus selama 2-
7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun
(≤ 20 mm Hg), tekanan darah menurun ( tekanan sistolik ≤ 80 mmHg) disertai
kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan
kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut. 1,15,17-19,22-23

2.5.2 Pemeriksaan Laboratorium


Trombositopenia ( ≤ 100.000/µL) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari
peningkatan nilai hematokrit ≥ 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada
masa sebelum sakit atau masa konvalesens. 15,17-19,22-23

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


10

Dua atau tiga gejala klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi
sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD. Dengan kriteria ini 87% kasus
tersangka DBD dapat didiagnosis dengan tepat, yang dibuktikan oleh pemeriksaan
serologis, dan dapat dihindari diagnosis berlebihan. 1,5,15,17-19,21-23

World Health Organization pada tahun 2011 membagi derajat penyakit DBD dalam 4
derajat yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :1,15,17,22

Tabel 2.2. Derajat Penyakit DBD Berdasarkan Klasifikasi WHO 2011

DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium


DD Demam disertai minimal dengan 2 -Leukopenia (jumlah leukosit
gejala ≤4000 sel/mm3)
-Nyeri kepala -Trombositopenia (jumlah
-Nyeri retro-orbital trombosit <100.000 sel/mm3)
-Nyeri otot -Peningkatan hematokrit (5%-
-Nyeri sendi/ tulang 10%)
-Ruam kulit makulopapular -Tidak ada bukti perembesan
-Manifestasi perdarahan plasma
-Tidak ada tanda perembesan
plasma
DBD I Demam dan manifestasi perdarahan Trombositopenia <100.000
(uji bendung positif) dan tanda sel/mm3; peningkatan
perembesan plasma hematokrit ≥20%
DBD II Seperti derajat I ditambah
Trombositopenia <100.000
perdarahan spontan sel/mm3; peningkatan
hematokrit ≥20%
DBD III Seperti derajat I atau II ditambah Trombositopenia <100.000
kegagalan sirkulasi (nadi lemah, sel/mm3; peningkatan
tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hipotensi, hematokrit ≥20%
gelisah, diuresis menurun
DBD IV Syok hebat dengan tekanan darah Trombositopenia <100.000
dan nadi yang tidak terdeteksi sel/mm3; peningkatan
hematokrit ≥20%

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit, dan
trombosit. Pada hapusan darah perifer juga dapat dinilai limfosit plasma biru,
peningkatan ≥ 15% menunjang diagnosis DBD. 19 Deteksi antigen virus dengue yang

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


11

banyak dilakukan pada saat ini adalah pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue, yaitu
suatu glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi
kehidupan dan replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia
yaitu sejak hari pertama demam dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi
pada 1-2 hari demam dan kemudian makin menurun setelahnya. 1,27
Imunoglobulin M anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat
terdeteksi pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah 90 hari. Pada infeksi
dengue primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM anti
dengue, namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue
bertahan lama dalam serum.1,18,27

2.7 Pemeriksaan Radiologis


Pemeriksaan foto dada Right Lateral Decubitus (RLD) dilakukan atas indikasi: dalam
keadaan klinis meragukan, kelainan radiologis dapat timbul apabila perembesan
plasma mencapai 20-40%; pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan.
Kelainan radiologi yang dapat terjadi antara lain dilatasi pembuluh darah paru
terutama daerah hilus kanan, hemithoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang
kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura. Pada
Ultrasonography (USG) dapat terlihat efusi pleura, kelainan dinding vesika felea,
asites dan dinding buli-buli. 1,19

2.8 Diagnosis Banding


Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang luas. Pada
hari-hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP) yang disertai demam. Pada hari demam ke-3-4,
kemungkinan diagnosis DBD akan lebih besar, apabila gejala klinis lain seperti
manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjadi nyata. Kesulitan kadang-kadang
dialami dalam membedakan syok pada DBD dengan sepsis; dalam hal ini
trombositopenia dan hemokonsentrasi di samping penilaian gejala klinis lain seperti
tipe dan lama demam dapat membantu. 17,18

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


12

2.9 Faktor-faktor Prognosis Sindrom Syok Dengue


2.9.1 Penelitian Faktor Prognosis atau Risiko SSD
Raihan dkk pada tahun 2010 mempublikasikan penelitian yang menyatakan bahwa
hepatomegali dan perdarahan saluran cerna merupakan faktor prognosis terjadinya
syok pada DBD, berdasarkan hasil analisis regresi logistik. Variabel independen
berupa lama demam, perdarahan, hepatomegali, hemokonsentrasi, nilai leukosit dan
trombosit bukan merupakan faktor prognosis terjadinya SSD.3

Tantracheewathorn dkk melalui penelitian di Thailand yang dipublikasikan pada


tahun 2007 menyebutkan faktor risiko syok antara lain perdarahan, infeksi dengue
sekunder dan hemokonsentrasi lebih dari 22%. Pasien-pasien DBD dengan salah satu
faktor risiko di atas, harus diawasi akan terjadinya tanda-tanda syok awal.
Penggantian cairan yang cepat dan adekuat dapat mencegah syok lebih lanjut. Faktor-
faktor seperti usia, jenis kelamin, status gizi dan lama demam tidak dianggap sebagai
faktor risiko karena tidak berbeda secara statistik.6

Pongpan dkk melalui penelitian di Thailand melaporkan bahwa hepatomegali,


perdarahan, tekanan nadi ≤ 20 mmHg, SBP < 90 mmHg, hematokrit > 40%, leukosit
> 5.000/μL dan trombosit ≤ 100,000/μL, merupakan faktor-faktor prognosis
terjadinya SSD. Sedangkan faktor-faktor prognosis terjadinya DBD yaitu usia > 6
tahun, hepatomegali, perdarahan, leukosit > 5.000/μL, trombosit ≤ 100,000/μL.7

Gupta dkk melalui penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2011 melaporkan
bahwa perdarahan spontan, hepatomegali, tanda kebocoran kapiler seperti asites dan
efusi pleura, leukopenia (<4000/μL) dan usia di atas 5 tahun merupakan faktor risiko
pada pasien anak dengan DBD.8

Kan dan Rampengan melalui penelitiannya di Manado yang dipublikasikan pada


tahun 2004 melaporkan bahwa nyeri abdomen, demam lebih dari empat sampai lima

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


13

hari, tingkat hematokrit > 46% dan jumlah trombosit <50.000/μL berkaitan dengan
syok pada DBD. Variabel usia, gender, muntah, status gizi dan hepatomegali bukan
merupakan faktor prognosis terjadinya syok.9

Dewi dkk melalui penelitian di RSCM tahun 2003-2004 melaporkan bahwa


hepatomegali dan jumlah trombosit <50.000/μL merupakan faktor risiko independen
terjadinya syok pada pasien-pasien DBD. Kedua faktor risiko tersebut berdasarkan
analisa dengan metode regresi logistik multipel. Faktor risiko hepatomegali, nilai
hematokrit yang tinggi dan trombositopenia berbeda signifikan berdasarkan analisa
univariat. Syok lebih sering terjadi pada pasien berusia 6-10 tahun, perempuan, gizi
kurang, suhu tubuh kurang dari 38 oC, nilai hematokrit 46-50% dan trombosit kurang
dari 20.000/μL.10

Pham, dkk melalui penelitian pada tahun 2005 di Vietnam melaporkan bahwa nyeri
abdomen, hepatomegali, letargi, ekstremitas dingin, hematokrit 50% dan jumlah
tombosit <75.000/μL merupakan prediktor terjadinya SSD. Pasien yang mengalami
SSD pada penelitian tersebut berusia 7-12 tahun dan mengalami infeksi sekunder
virus Dengue.11

Jujun dkk melakukan penelitian selama 2 tahun pada tahun 2004-2005 di RS Hasan
Sadikin Bandung, Hasilnya usia 5-9 tahun, overweight dan nyeri adomen persisten
merupakan faktor risiko terjadinya SSD. Variabel muntah dan perdarahan bukan
merupakan faktor risiko SSD berdasarkan analisis regresi logistik.12

Widiyati dkk melalui penelitian di RS dr Sardjito, Yogyakarta pada tahun 2008-2011


melaporkan bahwa obesitas, trombositopenia < 20.000/μL, infeksi sekunder Dengue,
tata laksana cairan yang tidak adekuat dari RS sebelumnya bukan merupakan faktor
risiko terjadinya SSD. Tetapi kobocoran plasma dengan peningkatan hematokrit >
25% merupakan faktor risiko terjadinya SSD.13

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


14

Mayetti melalui penelitian di RS M. Djamil Padang pada Januari-Desember 2007,


melaporkan suhu <37,5oC, perdarahan spontan, hepatomegali, hematokrit >42 %,
leukosit >5000/ μL dan trombosit <50000/μL merupakan faktor risiko syok pada
DBD.14

Huy di Thailand pada tahun 2013 melakukan suatu penelitian tinjauan sistematik dan
meta analisis. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa usia, jenis kelamin
perempuan, kelainan neurologis, mual/muntah, nyeri perut, perdarahan saluran cerna,
hemokonsentrasi, ascites, efusi pleura, hipoalbumin, hipoproteinemia, hepatomegali,
nilai alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST),
trombositopenia, prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time
(APTT), nilai fibrinogen, infeksi primer/sekunder dan virus dengue serotipe 2
berkaitan bermakna dengan terjadinya SSD. 5

2.9.2 Faktor-faktor Terjadinya SSD


 Jenis Kelamin
Beberapa penelitian melaporkan bahwa perempuan lebih berisiko mengalami
syok dan kematian. Respon imun pada perempuan mungkin lebih sensitif
terhadap sekresi sitokin, sehingga menyebabkan kebocoran plasma yang lebih
besar. Tetapi penelitian indikator prognosis di Thailand pada tahun 2007-2010
dan penelitian lain di Bangladesh pada tahun 2000 tidak menunjukkan jenis
kelamin sebagai risiko keparahan infeksi dengue.7 Meta analisis oleh Huy
menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara jenis kelamin perempuan
dan SSD. Hubungan tersebut belum sepenuhnya dipahami. 5

 Usia
Pasien berusia > 6 tahun berisiko terjadinya DBD dan SSD pada suatu
penelitian, yang diakibatkan beberapa faktor seperti jangkauan serologi dan
mutasi. Pada suatu penelitian salah satunya di Indonesia, anak-anak dengan
usia < 10 tahun lebih berisiko mengalami peningkatan permeabilitas vaskular,

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


15

yang berujung pada syok.7 Anak usia > 5 tahun merupakan faktor risiko
terjadinya SSD menurut penelitian Gupta. 8 Penelitian oleh Junia di Indonesia
menyatakan anak dengan usia 5 sampai 9 tahun mempunyai 1,6 kali risiko
lebih tinggi mengalami SSD. Hal ini mungkin diakibatkan oleh mikrovaskular
yang lebih banyak dan permeabilitis yang meningkat dibandingkan dengan
anak usia < 5 tahun atau > 9 tahun.12 Klasifikasi usia pasien anak yang
terinfeksi virus dengue berdasarkan karakteristik penelitian Raihan3 dan
Mayetti14 yaitu usia kurang dari 1 tahun, 1 sampai kurang dari 5 tahun, 5
sampai 10 tahun dan lebih dari 10 tahun. 3,14

 Ras
Pada penelitian wabah DBD/SSD di Kuba menunjukkan bahwa ras Negro
mempunyai risiko mengalami DBD/SSD lebih rendah dibandingkan dengan
ras Kaukasoid. Temuan ini sejalan dengan laporan pada populasi Karibia
Hitam dan Afrika.7

Manifestasi Klinis
 Hepatomegali
Hepatomegali merupakan faktor risiko yang kuat pada banyak
penelitian.7,8,10,14 Meskipun pembesaran hepar sedang merupakan respon
normal terhadap infeksi dengue, hal ini lebih berkaitan dengan DBD dan SSD
dibandingkan infeksi dengue.7 Meta analisis oleh Huy menunjukkan
hepatomegali berkaitan erat dengan SSD.5 Hepatomegali merupakan faktor
prognosis SSD menurut penelitian Pham dkk11 dan Raihan dkk3 Hepatomegali
terjadi mungkin berkaitan dengan galur dan serotipe virus.

 Nyeri Abdomen
Nyeri abdomen dilaporkan sebagai faktor prognosis lainnya.7,9,11 Ini dapat
terjadi oleh karena perdarahan gastrointestinal dan/atau hepatomegali.
Penelitian lain menunjukkan bahwa selama syok dan keadaan pre syok, suplai

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


16

darah ke organ abdomen berkurang yang menyebabkan hipoksia jaringan


yang diikuti nyeri abdomen.7 Meta analisis oleh Huy menunjukkan bukti yang
jelas tentang hubungan nyeri abdomen dan SSD.5 Nyeri abdomen merupakan
manifestasi klinis yang menonjol pada DBD walaupun tidak dimasukkan ke
dalam kriteria WHO. Pasien dengan nyeri abdomen sebaiknya dianggap
sebagai tanda perdarahan gastrointestinal. Pemeriksaan histopatologi saluran
cerna pasien DBD dengan nyeri abdomen menunjukkan edema dan
perdarahan di mukosa, submucosa dan membran serosa. Perdarahan dan
anoreksia pada pasien-pasien tersebut dapat menyebabkan syok. 9

 Kebocoran Plasma
Meta analisis oleh Huy menunjukkkan semua tanda kebocoran plasma
(hemokonsentrasi, efusi pleura, asites, hipoalbumin dan hipoproteinemia)
berhubungan kuat dengan SSD.5 Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥
22%) menurut studi Tantracheewathorn di Thailand merupakan faktor risiko
terjadinya SSD.6 Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 25%)
merupakan faktor risiko terjadinya SSD menurut studi Widiyati di
Indonesia.13 Efusi pleura dilaporkan banyak terjadi pada beberapa
penelitian,hal ini banyak ditemukan pada infeksi dengue, berkaitan dengan
kebocoran plasma, yang berujung pada syok hipovolemik. 7 Asites dan efusi
pleura merupakan faktor risiko bermakna SSD. 8

 Perdarahan
Episode perdarahan apapun juga merupakan faktor prognosis SSD.6-8,14 Hal
ini berkaitan dengan trombositopenia yang ditemukan pada infeksi dengue
yang berat. Trombosit < 50.000/μL berkaitan dengan perdarahan yang berat.
Perdarahan dapat juga disebabkan oleh disfungsi trombosit, sementara
vaskulopati dan/atau koagulopati berkaitan dengan perdarahan hebat yang
dapat berujung pada kematian.7 Meta analisis oleh Huy menunjukkkan
perdarahan gastrointestinal berhubungan bermakna dengan SSD,

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


17

dibandingkan dengan tes tourniquet, perdarahan kulit, petekie, hematuria dan


hemoptysis.5 Perdarahan gastrointestinal merupakan faktor prognosis
terjadinya syok pada DBD. Karena perdarahan yang timbul akan memperberat
kehilangan volume plasma akibat kebocoran sehingga mempercepat
terjadinya syok.3

 Status Gizi
Ada teori yang menyatakan bahwa gizi baik merupakan faktor risiko SSD,
sementara malnutrisi merupakan faktor protektif terhadap SSD karena
tertekannya aktivasi sistem imun pada anak malnutrisi. Penelitian telaah
sistematik dan meta analisis oleh Huy menyatakan bahwa malnutrisi
merupakan faktor yang berhubungan dengan SSD, status gizi baik melindungi
terhadap SSD.5 Junia menyatakan dalam penelitiannya bahwa anak dengan
gizi lebih merupakan faktor risiko lebih tinggi terjadinya SSD dibandingkan
dengan anak dengan gizi baik dan malnutrisi. 12 Obesitas diprediksi sebagai
faktor risiko terjadinya SSD. Beberapa peneltian melaporkan hubungan antara
obesitas dengan terjadinya SSD, tetapi hal ini masih belum jelas. Penelitian
menurut Widyati di Yogyakarta, menyatakan bahwa obesitas bukan
merupakan faktor risiko terjadinya SSD. 13

 Hemodinamik
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg dan tekanan nadi ≤ 20 mmHg merupakan
faktor prognosis yang dilaporkan pada beberapa penelitian. World Health
Organization telah menggunakan tekanan darah sistolik yang rendah atau
tekanan darah yang sempit merupakan kriteria untuk mengelompokkan infeksi
dengue menjadi tingkat yang lebih berat.7

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


18

Nilai Laboratorium
 Hematokrit
Hematokrit > 40% 7, 50% 11
merupakan faktor prognosis terjadinya SSD,
yang dapat ditemukan pada banyak penelitian. Hematokrit >42% merupakan
faktor risiko teradinya SSD menurut studi Mayetti. 14 Vaskulopati pada infeksi
Dengue menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, berujung pada
hemokonsentrasi dan syok. Hemokonsentrasi (hematokrit ≥ 20% dari nilai
awal) merupakan salah satu kriteria WHO dalam mendiagnosa DBD.7

 Trombosit
Trombosit ≤ 100.000/μL merupakan faktor terjadinya SSD pada banyak
penelitian.7,9-11,14 Trombosit turun secara cepat sebelum pasien masuk fase
syok. WHO juga menggunakan trombosit untuk mengelompokkan infeksi
dengue menjadi DBD grade I-IV. Trombositopenia diakibatkan oleh supresi
sumsum tulang dan respon imun yang menginduksi destruksi trombosit oleh
hati dan limpa.7

 Leukosit
Penelitian melaporkan bahwa jumlah leukosit > 5000/μL merupakan faktor
prognosis untuk terjadinya Dengue yang lebih berat, sementara penelitian
lainnya melaporkan leukopenia juga sebagai faktor prognosis.7 Leukopenia <
4000/μL menurut penelitian Gupta merupakan faktor risiko terjadinya syok
pada pasien anak dengan DBD21. Normal leukosit atau leukositosis ringan
dapat ditemukan pada infeksi Dengue yang awal. Ketika suhu tubuh turun,
banyak pasien mengalami leukopeni dari supresi sumsum tulang. Stres yang
disertai dengan syok dapat menyebabkan leukositosis.7

 APTT dan PT
Pemanjangan APTT dan PT merupakan faktor prognosis terjadinya DBD dan
SSD. Peningkatan enzim hati, pemanjangan PT dan APTT biasanya terjadi

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


19

setelah syok, dimana hal ini dirasa terlambat untuk digunakan sebagai
indikator prognosis. Lebih lanjut lagi, SGOT, SGPT, PT dan APTT tidak
digunakan secara rutin dalam investigasi di banyak rumah sakit, karena
keterbatasan mereka sebagai indikator prognosis. 7

 Enzim Hati
Peningkatan enzim hati (AST dan ALT) diketahui sebagai faktor prognosis
SSD.5,7 Ketika sel hati terinfeksi, kadar AST lebih tinggi daripada ALT
terutama pada kasus berat. Rerata kadar AST dan ALT lebih tinggi pada DBD
dibandingkan dengan infeksi dengue biasa.7

 Infeksi Dengue Sekunder


Infeksi dengue sekunder menurut penelitian Tantracheewathorn merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya syok pada pasien anak dengan DBD. 6
Penelitian meta analisis dari 40 studi menyatakan bahwa infeksi dengue
sekunder memiliki hubungan bermakna untuk terjadinya SSD pada pasien
anak.5

Signifikan parameter klinik berkaitan dengan keparahan infeksi dengue mungkin ke


depannya dapat digunakan dalam pengembangan skor prognosis. Untuk memprediksi
derajat berat ringannya penyakit pada pasien dengan tersangka infeksi dengue. Jika
memungkinkan, prediksi ini dapat membantu dalam tata laksana awal dan
mengurangi morbiditas dan mortalitas.7

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


BAB 3
KERANGKA TEORI

20 Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


21

KERANGKA KONSEP

Keterangan: ------ = ruang lingkup penelitian

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian studi prognosis yang bersifat kohort retrospektif
untuk mengetahui faktor-faktor prognosis terjadinya SSD

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSCM antara Januari sampai Maret 2017 menggunakan data sekunder berupa rekam
medis.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi target penelitian ini adalah anak Indonesia yang menderita DBD dan EDS.
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah anak yang didiagnosis DBD dan EDS
yang dirawat di Gedung A RSCM dan PICU RSCM dari 1 Januari 2013 sampai 31
Desember 2016. Sampel penelitian ini adalah populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

4.4. Kriteria Pemilihan Subyek Penelitian


Kriteria inklusi :
 Anak usia 0-<18 tahun
 Pasien dengan diagnosis awal DBD stadium I sampai IV
 Pasien dengan diagnosis awal EDS

Kriteria eksklusi :
 Pasien dengan kelainan hematologi atau keganasan
 Pasien dengan infeksi oleh: virus sistemik, bakteri, parasit, jamur.
 Pasien dengan diagnosis DD

22 Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


23

4.5. Estimasi Besar Sampel


Besar sampel keluaran kategorik bivariat
Penghitungan besar sampel menggunakan analisis bivariat untuk masing-masing
variabel28
N = ( Zα √2PQ + Zβ √P1Q1+P2Q2)2
(P1-P2)2

Keterangan : P1 proporsi efek yang diteliti


P2 proporsi efek standar
α = tingkat kemaknaan (α = 0,05, Zα = 1,96)
Zβ = power (β = 0,8, Zβ = 0,842)
P = ½ (P1+P2)
Q1 = 1-P1; Q2 = 1-P2
1. Variabel jenis kelamin
P2 = 0,48; P1-P2 = 0,3; P1 = 0,78; besar sampel 37 pasien
2. Variabel usia
P2 = 0,52; P1-P2 = 0,3; P1 = 0,82; besar sampel 35 pasien
3. Variabel status gizi
P2 = 0,32; P1-P2 = 0,3; P1 = 0,62; besar sampel 40 pasien
4. Variabel nyeri abdomen
P2 = 0,86; P1-P2 = 0,2; P1 = 1,06; besar sampel 12 pasien
5. Variabel infeksi dengue sekunder
P2 = 0,63; P1-P2 = 0,3; P1 = 0,93; besar sampel 27 pasien
6. Variabel hepatomegali
P2 = 0,32; P1-P2 = 0,3; P1 = 0,62; besar sampel 40 pasien
7. Variabel perdarahan saluran cerna
P2 = 0,11; P1-P2 = 0,3; P1 = 0,41; besar sampel 30 pasien
8. Variabel leukopenia
P2 = 0,37; P1-P2 = 0,3; P1 = 0,67; besar sampel 40 pasien

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


24

9. Variabel kebocoran plasma


P2 = 0,85; P1-P2 = 0,2; P1 = 1,05; besar sampel 15 pasien

Besar sampel keluaran kategorik multivariat :


n = (10 x VB)
Keterangan :
VB = jumlah variabel

Berdasarkan rumus tersebut, penelitian ini membutuhkan sampel minimal 90 pasien


dengan infeksi virus dengue, dengan 9 variabel prognosis. Karena besar sampel yang
didapat dengan rumus kategorik multivariat (rule of thumb) lebih besar daripada
kategorik bivariat, maka besar sampel menggunakan rumus rule of thumb dengan
sampel minimal 90 pasien. Angka drop out pasien berjumlah antara 5-10% dari besar
sampel.

4.6 Metode Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling

4.7 Variabel Penelitian


1. Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
Dalam penelitian ini adalah sindrom syok dengue
2. Variabel bebas adalah variabel yang secara langsung berhubungan dengan
pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Dalam penelitian ini adalah
jenis kelamin, usia, status gizi, infeksi dengue sekunder, leukopenia, nyeri
abdomen, perdarahan gastrointestinal, hepatomegali dan kebocoran plasma.

4.8 Prosedur Penelitian


Penelitian ini dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut :
1. Semua pasien yang termasuk dalam populasi penelitian yang memenuhi kriteria
inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


25

2. Data pasien diambil data rekam medis pasien Departemen IKA RSCM selama 4
tahun sejak 1 Januari 2013 – 31 Desember 2016.
3. Dilakukan pencatatan faktor-faktor prognosis terjadinya sindrom syok dengue
4. Dilakukan pengolahan data dari faktor-faktor prognosis yang diperoleh

4.9 Alur Penelitian

Rekam medis pasien Dept. IKA RSCM dari gedung A dan PICU

Pencarian data

Pengelompokan data

Pencatatan data

Pengolahan data

Laporan penelitian

4.10 Batasan Operasional


a. Jenis kelamin
Jenis kelamin dilihat berdasarkan klinis dan dari data di rekam medis. Pada
penelitian ini dilakukan pengelompokan berdasarkan jenis kelamin
b. Usia
Saat pemeriksaan anak berusia 0 tahun sampai < 18 tahun.29 Pengelompokkan
berdasarkan usia dilakukan pada penelitian ini yaitu 0 - <1 tahun, 1 - <5
tahun, 5 - 10 tahun dan >10- < 18 tahun.3,9,14

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


26

c. Status gizi
Pengelompokkan status gizi pasien yaitu gizi buruk, gizi kurang, gizi baik,
gizi lebih atau obesitas. Penilaian status gizi pasien menggunakan parameter
klinis dan antropometri berat badan sesuai tinggi badan (BB/TB) atau lingkar
lengan atas sesuai usia (LLA/U) pada anak dengan organomegali dan asites.
Status gizi anak usia di bawah 5 tahun berdasarkan kurva WHO, sedangkan di
atas 5 tahun sampai 18 tahun dengan kurva Centers for Disease Control
(CDC)/National Center for Health Statistics (NCHS).30
d. Demam
Suhu tubuh > 37,5C yang diukur dari aksila menggunakan termometer
digital.31
e. Hepatomegali
Teraba hepar pada pemeriksaan fisik abdomen di kuadran kanan atas > 2 cm
dibawah tepi costae dextra pada anak atau > 3,5 cm pada neonatus. 32
f. Nyeri abdomen
Sensasi nyeri di regio epigastrium dan umbilikal abdomen dan/atau teraba
nyeri abdomen pada pemeriksaan fisik palpasi abdomen.33
g. Perdarahan
Bisa ditemukan perdarahan spontan berupa petekie, mimisan, gusi berdarah,
perdarahan saluran cerna atau uji Touniquet positif.1,15,17,19
h. Perdarahan gastrointestinal
Terdapat tanda dan gejala hematemesis, hematokezia atau melena.1,15,17,19
i. Trombositopenia
Ditemukannya nilai trombosit < 100.000/µL pada pemeriksaan darah.1,15,17,19
j. Kebocoran plasma (plasma leakage)
Kebocoran plasma dengan manifestasi hemokonsentrasi, efusi pleura atau
asites.1,15,17,19
Hemokonsentrasi
Peningkatan ≥20% dari nilai hematokrit awal.1,15,17,19

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


27

Efusi pleura
Terdapat cairan dalam rongga pleura unilateral atau bilateral, yang
dikonfirmasi dengan foto Roentgent toraks atau USG toraks.1,15,17,19
Asites
Terdapatnya cairan dalam rongga peritoneum, yang dikonfirmasi dengan foto
Roentgent toraks dan USG abdomen.1,15,17,19
k. Leukopenia
Nilai leukosit darah di bawah batas bawah normal (<5000 /µL).1,15,17,19
l. Infeksi dengue sekunder
Infeksi dengue pada pasien merupakan infeksi kedua kali berdasarkan
pemeriksaan serologi IgG positif dan IgM positif.1
m. Demam dengue
Pasien demam ditambah dengan adanya dua atau lebih tanda dan gejala lain
(sesuai kriteria WHO 2011). 1,15,17,19,22
n. Demam berdarah dengue
Pasien demam dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti
perembesan plasma dan trombositopenia (sesuai kriteria WHO 2011).
1,15,17,19,22

o. Sindrom syok dengue


Pasien memenuhi kriteria DBD dengan manifestasi syok baik yang
terkompensasi atau dekompensasi (sesuai kriteria WHO 2011). 1,15,17,19,22
p. Expanded dengue syndrome
Memenuhi kriteria DD atau DBD dengan manifestasi klinis penyulit infeksi
virus dengue atau manifestasi klinis yang tidak biasa. 1,15

4.11 Pengolahan Data


Setelah penelitian selesai dan data diperoleh, kemudian dilakukan :
 Editing : dimaksudkan untuk memeriksa kembali data yang telah diperoleh
dari rekam medis mencakup kelengkapan/ kesempurnaan data, kekeliruan
pengisian, data subjek yang tidak sesuai atau tidak lengkap.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


28

 Coding : dimaksudkan untuk mempermudah pembacaan data dengan cara


memberi kode tertentu.
 Tabulasi : data yang diperoleh dimasukkan dalam tabel induk dengan
menggunakan program SPSS versi 14 untuk Windows.
 Analisa statistik : analisis bivariat, analisis multivariat dengan regresi logistik
dan analisa kurva ROC

4.12 Etik Penelitian


Persetujuan etik penelitian telah diperoleh dari Komisi Etik Penelitian FKUI melalui
Surat Keterangan Lolos Kaji Etik nomor 108/UN2.F1/ETIK/2017 tertanggal 6
Februari 2017 (Lampiran 1) dan Surat Persetujuan Ijin Penelitian nomor
LB.02.01/X.2/0150/2017 (Lampiran 2) tertanggal 20 Februari 2017.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Alur Subyek Penelitian


Data rekam medis diambil sejak 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2016. Jumlah
rekam medis subyek anak dengan infeksi virus dengue yang tersedia adalah 400
subyek. Data subyek dari 112 rekam medis tidak dapat ditemukan dan 7 rekam medis
tidak lengkap. Sebanyak 136 subyek dieksklusi karena 100 subyek dengan diagnosis
DD, 36 subyek dengan kelainan hematologi, onkologi dan infeksi. Subyek yang
memenuhi kriteria inklusi adalah 145 subyek, dengan 44 (30,3%) subyek mengalami
EDS. (Gambar 5.1).

400 subyek dengan diagnosis infeksi virus dengue

112 rekam medis tidak ditemukan


7 rekam medis tidak lengkap
136 subyek dieksklusi :
-100 subyek diagnosis DD
-36 subyek dengan kelainan hematologi
(thallasemia,itp), onkologi dan infeksi
(sepsis, HIV, CMV)

145 subyek memenuhi kriteria inklusi,


{44 (30,3%) subyek dengan EDS}

93 (64,1%) subyek 52 (35,8%) subyek


dengan diagnosis dengan
DBD diagnosis
SSD

Gambar 5.1. Alur Pengambilan Subyek Penelitian

29 Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


30

5.2 Karakteristik Subyek Penelitian


Selama Januari 2013-Desember 2016 terdapat 145 subyek yang memenuhi kriteria
inklusi penelitian. Usia paling muda subyek adalah 2 bulan dan tertua 17 tahun 7
bulan dengan kelompok usia 5-10 tahun sebagai kelompok yang paling banyak
terkena (40 %). Subyek lelaki sedikit lebih banyak daripada subyek perempuan
(50,3%). Sebagian besar (49,7%) subyek mempunyai gizi baik. Sebagian besar
(67,6%) subyek mengalami nyeri abdomen, sedangkan hepatomegali terdapat pada
sebagian kecil kasus (28,3%). Perdarahan gastrointestinal hanya terdapat pada 11,7%
subyek. Manifestasi perdarahan lain berupa petekie 51%, mimisan 11,7% dan gusi
berdarah 7,6% subyek. Jumlah subyek yang mengalami expanded dengue syndrome
yaitu 30,3% meliputi ensefalopati 9,6%, peningkatan enzim liver 14,5%, overload
12,4%, koinfeksi (diare akut 0,7%, infeksi saluran kemih 0,7%, konjungtivitis 0,7%),
imbalans elektrolit (hiponatremia 4,8%, hipokalemia 0,7%) dan acute kidney injury
1,4% (tabel 3).

Hemokonsentrasi (peningkatan kadar hematokrit ≥20%) dialami oleh 69% subyek.


Leukopenia dijumpai pada 41,4% kasus. Trombositopenia dengan nilai <100.000/µL
terdapat pada 86,2% kasus. Ada 36 dari 145 (24,8%) subyek tidak dapat dinilai status
infeksi dengue karena data tidak ada atau tidak lengkap. Status infeksi dengue
sekunder dialami oleh 53 dari 109 (48,6%) subyek. Status infeksi dengue primer
dialami oleh 19 dari 109 (17,4%) subyek. Status riwayat infeksi dengue dialami oleh
28 dari 109 (25,7%) subyek. Status bukan infeksi dengue dialami oleh 9 dari 145
(6,2%) subyek (tabel 4).

Subyek masuk rumah sakit rerata pada hari sakit ke-5. Kebocoran plasma mulai hari
sakit ke-5. Durasi kebocoran plasma selama 2 hari. Leukopenia terjadi pada hari sakit
ke-5, kemudian leukosit naik pada hari sakit ke-6. Trombositopenia terjadi pada hari
sakit ke-5, kemudian trombosit naik pada hari sakit ke-7.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


31

5.2.1 Karakteristik Subyek dengan SSD


Subyek yang masuk rumah sakit dengan syok dengue sebanyak 47 dari 52 (90,4%)
subyek. Ada 5 dari 52 (9,6%) subyek yang mengalami syok dengue saat dirawat di
rumah sakit. Subyek masuk rumah sakit rerata pada hari sakit kelima. Subyek
mengalami syok rerata pada hari sakit kelima.

Subyek dengan usia ≥ 5 tahun berjumlah banyak yaitu 37 dari 52 (71,1 %) subyek.
Usia termuda subyek yaitu 5 bulan, sedangkan usia tertua 16 tahun 1 bulan. Subyek
dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 32 dari 52 (61,5 %) subyek. Status gizi
baik banyak terdapat pada 33 dari 52 (63,4 %) subyek. Nyeri abdomen banyak
terdapat pada 33 dari 52 (63,4 %) subyek. Hepatomegali sedikit terdapat pada 11 dari
52 (21,1 %) subyek. Asites sedikit terdapat pada 3 dari 52 (5,8 %) subyek. Efusi
pleura sedikit terdapat pada 8 dari 52 (15,4 %) subyek. Perdarahan saluran cerna
sedikit terdapat pada 10 dari 52 (19,2%) subyek yaitu hematemesis 8 subyek dan
melena 2 subyek. Perdarahan selain saluran cerna banyak terdapat pada 24 dari 52
(46,1 %) subyek berupa petekie. Leukopenia sedikit terdapat pada 13 dari 52 (25 %)
subyek. Trombositopenia (< 50.000/µL) cukup banyak terdapat pada 25 dari 52 (48,1
%) subyek. Hemokonsentrasi terdapat pada 51 dari 52 (98,1 %) subyek. Expanded
dengue syndrome banyak terdapat pada 34 dari 47 (72,3%) subyek yaitu 3 kelainan
terbanyak berupa peningkatan enzim hati 19 dari 47 subyek (40,4 % ), overload 18
dari 47subyek (38,3 %) dan ensefalopati 11 dari 47 subyek (23,4 %). Status infeksi
dengue sekunder banyak terdapat pada 21 dari 52 (40,4%) subyek.

Tabel 5.1. Karakteristik Klinis Subyek Penelitian (n=145)

Karakteristik Jumlah, n (%)


Usia
0 - <1 tahun 12 (8,3)
1 - <5 tahun 21 (14,5)
5-10 tahun 58 (40)
>10-<18 tahun 54 (37,2)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


32

Karakteristik Jumlah, n (%)


Jenis Kelamin
-Lelaki 73 (50,3)
-Perempuan 72 (49,7)
Status gizi
-Gizi buruk 2 (1,4)
-Gizi kurang 39 (26,9)
-Gizi baik 72 (49,7)
-Gizi lebih 10 (6,9)
-Obesitas 22 (15,2)
Nyeri abdomen
Ada 98 (67,6)
Tidak 47 (32,4)
Hepatomegali
Ada 41 (28,3)
Tidak 104 (71,7)
Perdarahan gastrointestinal
Ada 17 (11,7)
Tidak 128 (88,3)
Manifestasi perdarahan saluran cerna
Hematemesis 10 (6,9)
Melena 5 (3,4)
Hematokezia 2 (1,4)
Manifestasi perdarahan non GI
-Petekie 74 (51,0)
-Mimisan 17 (11,7)
-Gusi berdarah 11 (7,6)
Efusi pleura
Ada 20 (13,8)
Tidak / tidak ada data 125 (86,2)
Asites
Ada 3 (2,1)
Tidak / tidak ada data 142 (97,9)
Expanded Dengue Syndrome (EDS)
-Ada 44 (30,3)
-Tidak 101 (69,7)
Ensefalopati
Ya 14 (9,6)
Tidak 131 (90,4)
Peningkatan Enzim Liver
Ya 21 (14,5)
Tidak 124 (85,5)
Overload
Ya 18 (12,4)
Tidak 127 (87,6)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


33

Karakteristik Jumlah, n (%)


AKI
Ya 2 (1,4)
Tidak 143 (98,6)
Koinfeksi
Diare akut 1 (0,7)
ISK 1 (0,7)
Konjungtivitis 1 (0,7)
Tidak 142 (97,9)
Imbalans elektrolit
HipoK 1 (0,7)
HipoNa 7 (4,8)
Tidak 137 (94,5)

Tabel 5.2. Karakteristik Laboratoris Subyek Penelitian

Karakteristik Jumlah, n (%)


Infeksi dengue sekunder (n=109)
Ya 52 (47,7)
Tidak 57 (52,3)
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥
20% )
100 (69)
Ada
45 (31)
Tidak ada
Leukosit (µL)
60 (41,4)
< 5.000
85 (58,6)
≥ 5000
Trombositopeni (µL)
<100.000 125 (86,2)
100.000-150.000 20 (13,8)

5.3 Analisis Bivariat Faktor-faktor Prognostik SSD


Pada penelitian ini terdapat faktor-faktor prognostik yang diteliti seperti yang terdapat
pada pada tabel 5. Berdasarkan analisis bivariat, penelitian ini memiliki beberapa
faktor-faktor atau determinan yang mempunyai nilai p < 0,25 sehingga dapat
dimasukkan dalam analisis multivariat, yaitu usia, status gizi, hepatomegali,
perdarahan saluran cerna, hemokonsentrasi, asites, leukosit, ensefalopati, peningkatan
enzim hati, overload dan imbalans elektrolit. Analisis bivariat menghasilkan beberapa
faktor prognostik yang bermakna (p < 0,05) yaitu gizi buruk-kurang (malnutrisi)
terhadap gizi baik, gizi lebih-obesitas terhadap gizi baik, perdarahan saluran cerna,

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


34

hemokonsentrasi, asites, leukosit ≥5000/µL, ensefalopati, peningkatan enzim hati dan


overload.

Tabel 5.3. Analisis Bivariat Faktor-faktor Prognosis SSD

Kelompok
Variabel Syok, Non Syok, n p OR (IK 95%)
n (%) (%)
Usia
<5 tahun 15 (45,5) 18 (54,5) 0,191 0,592 (0,269-1,305)
≥5 tahun 37 (33) 75 (67)
Jenis Kelamin
Lelaki 23 (31,5) 50 (68,5) 0,271 0,682 (0,345-1,350)
Perempuan 29 (40,3) 43 (59,7)
Status gizi
Gizi buruk-kurang 11 (26,8) 30 (73,2) 0,048 2,308 (1,004-5,303)
Gizi lebih-obesitas 8 (25,0) 24 (75) 0,048 2,538 (1,007-6,400)
Gizi baik 33 (45,8) 39 (54,2) Reff
Nyeri abdomen
Ada 33 (33,7) 65 (66,3) 0,427 0,748 (0,365-1,533)
Tidak 19 (40,4) 28 (59,6)
Hepatomegali
Ada 11 (26,8) 30 (73,2) 0,154 0,563 (0,254-1,248)
Tidak 41 (39,4) 63 (60,6)
Perdarahan gastrointestinal
Ada 10 (58,8) 7 (41,2) 0,036 2,925 (1,040-8,226)
Tidak 42 (32,8) 86 (67,2)
Hemokonsentrasi
Ada 51 (51) 49 (49) 0,000 45,796 (6,072-345,403)
Tidak ada 1 (2,2) 44 (97,8)
Kebocoran plasma
Efusi pleura
Ada 8 (40,0) 12 (60,0) 0,678 1,227 (0,467-3,228)
Tidak 44 (35,2) 81 (64,8)
Asites
Ada 3 (100) 0 (0,0) 0,044* 2,898 (2,310-3,635)
Tidak 49 (34,5) 93 (65,5)
Infeksi dengue sekunder
Ya 20 (37,7) 33 (62,3) 0,540 1,279(0,581-2,817)
Tidak 18 (32,1) 38 (67,9)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


35

Leukosit, (µL)
<5.000 14 (23,3) 46 (76,7) 0,008 0,376 (0,180-0,785)
≥5.000 38 (44,7) 47 (55,3)
Ensefalopati
Ya 11 (78,6) 3 (21,4) 0,000 8,049 (2,130-30,400 )
Tidak 41 (31,3) 90 (68,7)
Peningkatan Enzim
Liver
Ya 19 (90,5) 2 (9,5) 0,000 26,197 (5,784-118,643)
Tidak 32 (26,6) 91 (73,4)
Overload
Ya 18 (100) 0 (0) 0,000 3,735 (2,802–4,980)
Tidak 34 (26,8) 93 (73,4)
AKI
Ya 1 (50 1 (50) 1 1,804 (0,110-29,453)
Tidak 51 (35,7) 92 (64,3)
Koinfeksi
Diare akut 1 (100) 0 (0) 7,357 -
ISK 1 (100) 0 (0)
Konjungtivitis 1 (100) 0 (0)
Tidak 48 (34) 93 (66)
Imbalans elektrolit
HipoK 1 (100) 0 (0) 0,051 -
HipoNa 5 (71,4) 2 (28,6)
Tidak 46 (33,6) 91 (66,4)

* Uji fisher Exact

5.4 Analisis Multivariat Faktor-faktor Prognosis SSD


Analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
logistik dengan terlebih dahulu menggunakan metode backward pada variabel bebas
dengan p < 0,25. Analisis multivariat memasukkan 12 determinan yang memiliki
nilai p < 0,25 dalam analisis bivariat. Hasil analisis multivariat yang tercantum pada
tabel 6 didapatkan variabel dengan p < 0,05 yaitu variabel persamaan
hemokonsentrasi, EDS dan peningkatan enzim hati.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


36

Tabel 5.4. Analisis Multivariat Faktor-faktor Prognosis SSD

Variabel P OR (IK 95%)


Hemokonsentrasi 0,001 40,035 (4,846-330,752)
Peningkatan enzim liver 0,001 21,827 (3,845-123,906)

Gambar 5.2 Kurva ROC


Analisa hasil ROC menghasilkan persamaan hemokonsentrasi dan peningkatan
enzim hati. Kemampuan diskriminasi dari persamaan tersebut dalam
membedakan yang diprediksi mengalami sindrom syok dengue adalah baik
(area under receiver operating characteristic curve [AUC] 0,818 dengan p
0,000 dan IK 95% 0,750-0,886).

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


37

Tabel 5.5. Area under the curve

Area Std. Eror Asymptotic Interval Kepercayaan 95%


Sig. Batas bawah Batas atas
.818 .031 .000 .750 .886

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


BAB 6
PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan dan Kelebihan Penelitian


6.1.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan data sekunder
berupa rekam medis. Selama pencarian data, terdapat 112 rekam medis yang tidak
dapat ditemukan dan 7 rekam medis tidak lengkap. Peneliti telah melakukan
pencarian ulang rekam medis tersebut sebanyak 3 kali, tapi masih belum dapat
ditemukan.

Data subyek yang mengalami syok dengue selama perawatan hanya sedikit yaitu 5
orang dari 52 (9,6 %) subyek syok dengue. Hal ini mungkin disebabkan 112 rekam
medis yang tidak dapat ditemukan.

Penggunaan data sekunder juga memiliki keterbatasan dalam memperoleh informasi.


Pencatatan data di rekam medis masih belum baik, sehingga masih terdapat data yang
tidak lengkap seperti penghitungan hari demam, informasi hari demam saat masuk
rumah sakit dan selama pemantauan dan hasil laboratorium. Penghitungan hari
demam, contoh pasien masuk rumah sakit 3 hari sebelum masuk rumah sakit, tetapi
ditulis demam hari ke-3. Informasi hari demam saat masuk rumah sakit banyak ditulis
“pasien demam sejak nama hari (senin, selasa, dst..)”. Saat pemantauan subyek
selama perawatan, hampir semua rekam medis tidak ada keterangan hari demam.
Untuk mengatasi masalah tersebut telah dilakukan upaya dengan cara menghitung
ulang secara manual hari demam dan disesuaikan dengan kalendar. Hasil
laboratorium yang tidak tercantum dalam rekam medis dicari melalui electronic
health record.

38 Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


39

Penelitian ini merupakan studi prognosis yang bersifat kohort retrospektif. Studi
prognosis idealnya dilakukan dengan kohort prospektif. Penelitian ini dilakukan
secara retrospektif karena keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti.

6.1.2 Kelebihan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian pertama di Indonesia yang menilai faktor-faktor
prognosis sindrom syok dengue pada subyek anak dengan kriteria WHO-DBD tahun
2011. Selain itu penelitian ini juga melakukan evaluasi terhadap expanded dengue
syndrome yang belum pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya.

6.2 Faktor-faktor yang Berhubungan Terjadinya Syok Dengue


Angka kejadian syok dengue pada penelitian ini berjumlah 35,8%, terdiri dari 32,4%
subyek yang masuk rumah sakit dengan SSD dan 3,4% subyek mengalami SSD
dalam perawatan di rumah sakit. Jumlah subyek yang mengalami syok dengue pada
penelitian kami sama dengan studi oleh Gayatri3 (1997) di Jakarta 37,6%, Raihan3
(2010) di RSCM 37,3% dan Yulianto 35 (2016) di Yogyakarta 39%. Jumlah subyek
SSD pada penelitian kami lebih sedikit dibandingkan studi Kan9 (2004) di Manado
47%, Shah33 (2005) di Mumbai 41,2% dan Dewi10 (2006) di RSCM 58%. Kejadian
syok dengue pada studi Kan9 dan Dewi10 berjumlah banyak disebabkan kemungkinan
pada saat tersebut sedang terjadi kejadian luar biasa DBD.3

Data dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak, dari 6 rumah sakit pendidikan di
Indonesia (RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUD Dr.
Soetomo, RSUP Dr. Sardjito, RSUP Dr. Karyadi dan RSUP Dr. Mohammad Hoesin)
mulai tahun 2008 sampai dengan 2013 menunjukkan bahwa terdapat 2165 kasus syok
dengue dari 13.940 pasien anak dengan infeksi dengue yang dirawat atau 15,5%
kasus syok dengue.1

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


40

6.2.1 Faktor Usia


Kelompok usia 5-10 tahun pada studi kami merupakan kelompok terbanyak dengan
diagnosis DBD yaitu 40 %. Jumlah subyek kelompok usia tersebut bila ditambah
kelompok usia >10-<18 tahun maka sebanyak 77,2% (usia ≥ 5 tahun). Hal ini
berbeda dengan penelitian Rampengan36, Lam37, yang melaporkan kelompok usia
yang lebih muda (< 5 tahun) lebih banyak menderita DBD. Penelitian Chansuda
Bongsebandhu-phubhakdi38 (10-15 tahun), Yulianto (>10 tahun)35, Raihan3 (5-10
tahun), Kan9 (5-9 tahun) dan Dewi10 (6-10 tahun) menghasilkan jumlah subyek SSD
yang hampir sama dengan peneltian kami.

Pasien DBD umumnya berusia di bawah 15 tahun, terbanyak di bawah 10 tahun,


cenderung memiliki derajat penyakit lebih berat.39 Meta analisis dan tinjauan
sistematik Huy5, membuktikan meningkatnya usia rerata anak pada kelompok DBD
dan SSD. Awal era DBD transmisi umumnya terjadi di rumah namun saat ini telah
beralih ke fasilitas publik seperti sekolah, tempat ibadah dan tempat bermain anak-
anak.3

Pasien yang mengalami syok pada penelitian ini sebagian besar berusia ≥ 5 tahun
yaitu 71,1%. Hal ini sesuai dengan penelitian Junia12 di Bandung, Pongpan7 dan
Pothapregada40 di Thailand dan Gupta8 di India. Penelitian mereka menyatakan usia >
5 tahun merupakan faktor risiko terjadinya syok dengue. Alasan anak dengan usia
lebih tua lebih banyak mengalami syok dengue yaitu karena meningkatnya pajanan
terhadap nyamuk (anak banyak bermain di luar rumah), replikasi virus aktif dan
infeksi sekunder.40 Alasan lain mungkin diakibatkan oleh struktur mikrovaskular
yang lebih banyak dan permeabilitas yang lebih mudah meningkat. 12

6.2.2 Faktor Jenis Kelamin


Rasio antara jumlah subyek lelaki dan perempuan yang menderita DBD pada
penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang signifikan. Hasil ini sama dengan
yang diperoleh Lubis3 di Medan, Lam37, Mogra41, Gayatri3 (1:1,3), Dewi10 (1:1,1),

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


41

dan Kan9 (1:1,4). Halstead menyatakan bahwa insidens infeksi virus dengue di daerah
endemik identik antara anak lelaki dan perempuan.42

Jumlah subyek perempuan yang mengalami syok dengue pada penelitian kami lebih
banyak yaitu 61,5%. Analisis bivariat dan multivariat pada faktor jenis kelamin tidak
menunjukkan hubungan bermakna. Studi Chansuda38, Huy5, Lam37 dan Yulianto35
melaporkan anak perempuan lebih banyak mengalami syok dengue daripada anak
lelaki.

Penelitian Pongpan melaporkan respon imun mungkin lebih sensitif terhadap sekresi
sitokin pada pasien anak perempuan, sehingga menyebabkan kebocoran plasma yang
lebih besar.7 Studi Lam menyatakan pasien anak perempuan mungkin memiliki
permeabilitas vaskular intrinsik yang lebih tinggi sehingga lebih rentan mengalami
kebocoran kapiler.37 Studi di daerah Asia, perempuan Asia lebih memilih akses
pelayanan kesehatan yang mudah ditemukan seperti praktek pengobatan tradisional.
Perempuan Asia kurang terpajan dengan fasilitas pelayanan kesehatan dan biasanya
datang ke rumah sakit setelah kondisi memburuk. Pasien laki-laki terinfeksi virus
dengue karena mobilitas dan aktivitas yang menyebabkan transmisi virus lebih
banyak terjadi. Determinasi perbedaan jenis kelamin dalam infeksi dan derajat
intensitas penyakit membutuhkan desain dan target penelitian yang dapat
mengungkap faktor biologis dan sosial.12,43 Berdasarkan meta analisis dan tinjauan
sistematik Huy, hubungan antara jenis kelamin perempuan dan resiko terjadinya syok
belum dipahami dengan jelas.5

6.2.3 Faktor Status Gizi


Subyek DBD pada penelitian ini terbanyak (49,7%) dialami subyek dengan status gizi
baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Junia12 di Bandung, Hartoyo 44 di Banjarmasin,
Mayetti14 di Padang, Kan9 di Manado.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


42

Sindrom syok dengue lebih banyak (63,4%) terjadi pada subyek dengan gizi baik
pada penelitian ini. Analisis bivariat, membuktikan hubungan bermakna antara status
gizi buruk-kurang dan syok yaitu p 0,048 dengan OR 2,308 (IK95% 1,004-5,303) dan
status gizi lebih-obesitas dan syok yaitu p 0,048 dengan OR 2,538 (IK95% 1,007-
6,400). Analisis multivariat tidak menunjukkan hubungan bermakna antara status gizi
dengan syok. Status gizi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu status gizi buruk-kurang,
gizi lebih-obesitas dan gizi baik. Referensi atau pembanding menggunakan gizi baik.
Studi meta analisis dan tinjauan sistematik Huy5 melaporkan malnutrisi berhubungan
positif dengan syok dengue (OR: 1,19, IK 95%: 1,00-1,41) dari analisis 9 studi.
Definisi malnutrisi berbeda di antara studi tersebut, 3 studi tidak memberikan definisi
yang jelas, 1 studi menggunakan BB/TB, sementara sisa 5 studi menggunakan BB/U
untuk menilai faktor ini. Menghilangkan subgrup tanpa definisi dan BB/TB tidak
memengaruhi hubungan. Analisis lebih lanjut dari 5 grup BB/U juga memberikan
hasil hubungan yang positif antara malnutrisi dengan SSD. 5 Anak malnutrisi pada
studi Kalayanarooj tahun 2005 mempunyai risiko lebih tinggi mengalami syok
(37.8%) dibandingkan anak dengan status gizi normal (29.9%) dan obesitas (30.2%)
(p = 0.000).45

Pasien anak DBD dengan malnutrisi dan gizi lebih mempunyai risiko lebih besar
terjadi syok atau manifestasi klinis yang tidak biasa dan komplikasi. Hal ini dapat
berakibat menjadi fatal atau komplikasi dan tingginya CFR. 45 Status gizi baik
berhubungan dengan respon imun yang baik yang dapat menimbulkan DBD berat. 42
Penelitian Raihan menunjukkan hasil yang mendukung teori tersebut. 3 Studi Junia
menunjukkan hasil yang sama, anak gizi lebih mempunyai resiko 1,98 kali lebih
tinggi terjadinya SSD (IK 95%: 1,29-3,08) dibandingkan dengan gizi baik dan
malnutrisi. Aktivitas sistem imun berkembang dengan baik pada gizi lebih dan
obesitas, sehingga memungkinkan proliferasi virus meningkat dan manifestasi
penyakit yang lebih berat.12 Obesitas dapat mempengaruhi beratnya infeksi dengue
karena peningkatan produksi jaringan adiposa putih yang menyebabkan peningkatan

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


43

produksi mediator. Kemudian, kebocoran plasma yang progresif berakhir pada risiko
SSD yang lebih tinggi.13

Studi meta analisis dan tinjauan sistematik tentang nutrisi dan infeksi dengue oleh
Trang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara anak
kelompok DBD dengan pasien malnutrisi, gizi lebih dan obesitas (OR 1,17; IK 95%:
0.99–1.39) dan SSD dengan pasien malnutrisi, gizi lebih dan obesitas (OR 1,31;
IK95%: 0,91-1,88).46 Studi Malavige47, Maron48, Dewi10, Mayetti14 dan
6
Tantracheewatron tidak mendapatkan perbedaan bermakna antara status gizi baik
dan gizi kurang dengan terjadinya syok..

6.2.4 Faktor Nyeri Abdomen


Subyek DBD pada penelitian kami banyak (67,6%) mempunyai keluhan nyeri
abdomen. Hal ini sesuai dengan penelitian Hartoyo 44 di Banjarmasin, Kan9 di
Manado, Pongpan7 di Thailand, Junia12 di Bandung dan Ramachandran49 di India,
tetapi berbeda dengan studi Dhooria di India tahun 2008 yang melaporkan nyeri
abdomen dialami hanya pada 16% kasus.50

Nyeri abdomen dialami oleh banyak (63,4%) subyek SSD pada penelitian ini,
walaupun pada analisis bivariat tidak ada perbedaan bermakna. Hal serupa juga
dialami Kan9 di Manado, dan Junia12 di Bandung. Penelitian Pongpan7 di Thailand
juga menyatakan sebagian besar subyek syok dengue mengalami nyeri abdomen,
walaupun tidak bermakna secara statistik. Nyeri abdomen mempunyai kemaknaan
sebagai faktor prognosis dilaporkan pada penelitian Kan9 di Manado, Junia12 di
Bandung, Yulianto35 di Yogyakarta, Pham11 dan Pothapregada40 di Thailand. Meta
analisis dan tinjauan sistematik oleh Huy menunjukkan bukti yang jelas tentang
hubungan nyeri abdomen dan syok dengue. 5 Nyeri abdomen merupakan petanda
aliran darah splanknik berkurang sampai terjadi hipoksia selama pre dan intra syok 7
serta tanda perdarahan gastrointestinal secara histopatologis. 9

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


44

6.2.5 Faktor Hepatomegali


Subyek dengan diagnosis DBD pada penelitian ini hanya 28,3% yang mengalami
hepatomegali. Hepatomegali sedikit ditemukan pada pasien anak dengan DBD dalam
penelitian Hartoyo44 di Banjarmasin, Mayetti14 di Padang, Raihan3 dan Dewi10 di
Jakarta dan Junia12 di Bandung. Penelitian Kan9 di Manado, Ramachandran49 dan
Dhooria50 di India banyak menemukan hepatomegali pada anak dengan DBD.

Penelitian ini mendapatkan hepatomegali pada 21,1% subyek SSD. Hal ini serupa
dengan penelitian yang dilakukan oleh Raihan3 dan Junia12. Hepatomegali banyk
ditemukan pada syok dengue dalam penelitian Mayetti14 dan Dewi10. Analisis bivariat
dan multivariat membuktikan tidak ada hubungan bermakna antara hepatomegali dan
syok. Studi yang sesuai dengan penelitian kami yaitu studi Kan9 yang menilai
hepatomegali bukan sebagai faktor prognosis syok dengue. Penelitian lain yang
menyatakan hepatomegali bermakna sebagai faktor prognosis antara lain: Mayetti14 di
Padang, Pham11 dan Pongpan7 di Thailand, Dewi10 dan Raihan3 di RSCM Jakarta,
Gupta8 di India, Yulianto 35 di Yogyakarta dan Pothapregada40 di Thailand, Pongpan51
di Thailand dan Ramchandran49 di India. Studi Huy menyatakan hepatomegali
berhubungan kuat dengan syok dengue. Suatu studi berpendapat mungkin
hepatomegali berkaitan dengan galur dan serotipe virus.3 Penelitian Jagadiskhumar52
menyatakan tidak ada korelasi antara derajat hepatomegali atau nyeri hepar dengan
abnormalitas fungsi hati. Hepatomegali merupakan respon normal dari infeksi
dengue, tetapi hal ini lebih berhubungan dengan DBD dan SSD dibandingkan dengan
DD.35

6.2.6 Faktor Perdarahan Gastrointestinal


Subyek penelitian ini hanya sedikit (11,7%) yang mengalami perdarahan
gastrointestinal. Hal ini berbeda dengan penelitian Raihan3, pasien perdarahan saluran
cerna pada kasus syok dengue lebih banyak daripada kasus non syok. Analisis
bivariat menyatakan ada perbedaan bermakna antara perdarahan gastrointestinal dan
syok dengan nilai p 0,036 (p < 0,05) OR 2,925 (IK95% 1,040-8,226), tetapi analisis

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


45

multivariat menunjukkan hasil sebaliknya. Subyek syok dengue penelitian ini


sebanyak 19,2% mengalami perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis (15,4%)
dan melena (3,8%). Melena merupakan manifestasi perdarahan yang terbanyak pada
studi Pothapregada40 di Thailand. Studi Raihan menyatakan perdarahan sebagai
faktor prognosis.3 Studi meta analisis dan tinjauan sistematik Huy5 membuktikan
perdarahan gastrointestinal merupakan faktor positif terjadinya syok dengue.
Perdarahan kulit dan mukosa tidak berhubungan dengan terjadinya syok dengue.5 Hal
ini berbeda dengan studi Junia12 yang menyatakan perdarahan bukan merupakan
faktor risiko syok dengue.

Kondisi ini dapat dijelaskan sebagai berikut perdarahan yang timbul akan
memperberat kehilangan volume plasma akibat kebocoran sehingga mempercepat
terjadinya syok.3 Studi Tantracheewatrohn6 dan Pongpan7 di Thailand, Gupta8 di
India, Mayetti14 di Padang dan Pothapregada40 di Thailand juga menyatakan bahwa
perdarahan merupakan salah satu prognosis terjadinya syok meskipun tidak
membedakan asal perdarahan apakah dari mukosa atau saluran cerna. 6 Perdarahan
berhubungan dengan trombositopenia pada infeksi dengue berat. Perdarahan dapat
disebabkan disfungsi trombosit, vaskulopati dan/atau koagulopati yang dapat
berujung kematian.7

Perdarahan mayor yang umumnya berasal dari saluran cerna, seperti hematemesis dan
melena, merupakan manifestasi perdarahan berat yang tersering ditemukan.
Penelitian Yulianto35 melaporkan perdarahan gastrointestinal sebagai faktor prognosis
penting. Hal tersebut berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit pada infeksi
dengue berat. Anak dengan syok dengue yang mengalami perdarahan mayor
mempunyai prognosis meninggal delapan kali lebih besar atau 88% lebih tinggi
dibandingkan anak dengan SSD yang tidak mengalami perdarahan mayor.35

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


46

6.2.7 Faktor Kebocoran Plasma


Subyek DBD pada penelitian ini sebanyak 69% mengalami hemokonsentrasi ≥ 20%.
Subyek (31%) yang tidak mengalami hemokonsentrasi tersebut, mempunyai
hematokrit awal saat datang tinggi. Nilai hematokrit awal yang tinggi tersebut
merupakan tanda kebocoran plasma.1,7,15 Hematokrit yang tidak tinggi atau
hemokonsentrasi < 20% pada penelitian ini dapat terjadi karena penggantian dini
volume plasma. Kadar hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian dini volume
plasma, masukan kurang, kehilangan cairan, dehidrasi dan perdarahan. 3,39 Analisis
bivariat menunjukkan perbedaan bermakna pada studi ini dengan nilai p 0,000 (p <
0,05) OR 45,796 (IK95% 6,072-345,403). Analisis multivariat menunjukkan
perbedaan bermakna pada studi ini dengan nilai p 0,001 (p < 0,05) OR 40,035
(IK95% 4,846-330,752). Hemokonsentrasi ≥ 20% pada penelitian ini dialami oleh
hampir 100% (98,1%) subyek syok dengue. Hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit ≥ 22%) menurut studi Tantracheewathorn6 di Thailand dan peningkatan
hematokrit > 25% menurut studi Widiyati di Indonesia13 merupakan faktor risiko
terjadinya syok dengue.6 Kebocoran plasma > 25% lebih banyak ditemukan pada
kasus DBD dan syok dengue dalam studi Widiyati di Yogyakarta. 13 Hemokonsentrasi
dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih membuktikan peningkatan
permeabilitas vaskular, kebocoran plasma dan berhubungan dengan beratnya
penyakit.3

Kebocoran plasma berupa efusi pleura dan asites hanya dialami 13,8% dan 2,1%
subyek pada penelitian ini. Asites dan efusi pleura pada kasus syok dengue masing-
masing sejumlah 5,8% dan 15,4% subyek. Analisis bivariat membuktikan perbedaan
bermakna antara asites dan terjadinya syok dengan nilai p 0,044 (p < 0,05) OR 2,898
(IK95% 2,310-3,635), tetapi tidak ada perbedaan pada efusi pleura. Analisis
multivariat membuktikan tidak ada perbedaan bermakna antara asites dengan syok
dan efusi pleura dengan syok.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


47

Efusi pleura paling banyak ditemukan pada seluruh kasus DBD (93,6%) dan syok
dengue (96,6%) dalam studi Widiyati di Yogyakarta.13 Efusi pleura dilaporkan
banyak terjadi pada beberapa penelitian infeksi dengue, berkaitan dengan kebocoran
plasma yang berujung pada syok hipovolemik. 7 Studi Widiyati menyatakan asites
ditemukan sedikit lebih banyak pada kasus DBD (53,5%) sedangkan pada syok
dengue, asites ditemukan pada 83,6% kasus.13

Asites dan efusi pleura merupakan faktor risiko bermakna syok dengue. 8 Asites dan
efusi pleura merupakan prediktor bermakna syok dengue. 49 Penelitian Huy
menyatakan semua tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura, asites)
berhubungan kuat dengan syok dengue.5 Edema palpebra, efusi pleura atau asites
akibat dari kebocoran plasma merupakan faktor risiko penting pada DBD dan SSD.35
Tanda kebocoran plasma berupa hemokonsentrasi > 20%, efusi pleura, dan asites
yang disertai trombositopenia <50.000/mm3 merupakan prediktor signifikan
terjadinya syok dengue.40

Subyek yang tidak mengalami efusi pleura dan asites berjumlah sangat banyak yaitu
86,2% dan 97,9% pada penelitian ini. Hal ini dapat terjadi karena tidak dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa foto toraks untuk mendiagnosis efusi pleura dan USG
untuk mengkonfirmasi asites. Kebocoran plasma dapat dibuktikan pada kelompok
tersebut jika dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang.

6.2.8 Faktor Infeksi Dengue Sekunder


Hampir setengah dari seluruh subyek (47,7 %) DBD pada penelitian ini merupakan
infeksi dengue sekunder. Analisis bivariat dan multivariat pada penelitian ini
membuktikan tidak ada perbedaan bermakna antara infeksi dengue sekunder dan
terjadinya syok dengue. Ada 14 subyek yang tidak dilakukan pemeriksaan IgM dan
IgG pada penelitian ini. Ada 4 subyek dengan status bukan infeksi dengue (IgM dan
IgG negatif) dari pemeriksaan penunjang serologis. Hal ini tidak menyingkirkan
diagnosis DBD karena klinis sesuai dengan DBD. Subyek dengan status riwayat

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


48

infeksi dengue (IgM negatif dan IgG positif) sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang
IgM pada fase konvalesen.1 Subyek tersebut tidak dilakukan pemeriksaan ulang
mungkin karena biaya dan ketidaknyamanan subyek.

Infeksi dengue sekunder dialami oleh banyak (40,4%) pasien syok dengue pada
penelitian kami. Analisis bivariat dan multivariat tidak menunjukkan perbedaan
bermakna antara infeksi dengue sekunder dan syok. Studi Widiyati di Yogyakarta
menyatakan infeksi dengue sekunder bukan merupakan faktor risiko syok dengue. 13
Subyek syok dengue pada penelitian Pham di Thailand mengalami infeksi dengue
sekunder tetapi bukan merupakan prediktor syok. 11 Infeksi dengue sekunder menurut
penelitian Tantracheewathorn merupakan salah satu faktor risiko terjadinya syok
dengue.6 Meta analisis dan tinjauan sistematik Huy5 menyatakan terdapat hubungan
positif antara infeksi dengue sekunder dan syok dengue. Hal ini mungkin terjadi
karena peran antibody-dependent enhancement dalam patogenesis SSD.5

Infeksi sekunder berhubungan bermakna dengan terjadinya syok pada studi


Pothapregada40 di Thailand. Wichmann dkk dalam studi mereka juga menyatakan hal
yang sama. Sel T teraktivasi selama infeksi sekunder karena interaksi dengan monosit
yang terinfeksi. Sel tersebut akan menginduksi kebocoran plasma dengan melepaskan
kaskade sitokin seperti interferon gamma, interleukin 2 dan tumor necrosis factor
alpha. Hal ini akan berujung pada syok. 40

6.2.9 Faktor Leukopenia


Leukopenia dijumpai pada 41,4% subyek DBD pada penelitian ini. Subyek SSD pada
penelitian ini yang mengalami leukopenia berjumlah hanya 25%. Hal ini juga dialami
subyek syok dengue pada penelitian Mayetti dengan jumlah leukopenia yang lebih
sedikit dibandingkan non syok.14 Analisis multivariat pada penelitian ini tidak
menemukan perbedaan bermakna antara leukopenia dan syok. Analisis bivariat pada
penelitian ini menemukan perbedaan bermakna antara leukopenia dan syok dengan
nilai p 0,008 (p < 0,05) OR 0,376 (IK95% 0,180-0,785), tetapi leukopenia bernilai

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


49

sebagai faktor protektif terhadap syok. Leukosit ≥ 5000/μL dianggap sebagai faktor
prognostik syok dengue berdasarkan analisis bivariat.

Hasil penelitian kami hampir sama dengan studi Azin53 yang melaporkan bahwa
jumlah leukosit > 5000/μL merupakan faktor prognosis untuk terjadinya syok
dengue.7 Studi oleh Dewi melaporkan leukopenia bukan faktor risiko terjadinya
syok.10 Leukosit < 5000/μL menurut penelitian Gupta8 di India, Mayetti14 di Padang
merupakan faktor risiko terjadinya syok pada pasien anak dengan DBD. 8 Penelitian
Chacko53 melaporkan leukopenia juga sebagai faktor prognosis.7 Nilai rerata angka
leukosit pada subyek SSD lebih rendah jika dibandingkan dengan DD atau DBD, ini
bermakna secara statistik (p=0,007).44 Penderita DBD anak-anak dengan leukopenia
memiliki risiko mengalami SSD 2,9 kali lebih tinggi dibandingkan penderita DBD
anak tanpa leukopenia.55 Leukopenia sampai lekositosis ringan secara nyata selalu
terlihat mendekati akhir fase demam. Ketika suhu tubuh turun, banyak pasien
mengalami leukopeni dari supresi sumsum tulang. Stres yang disertai dengan syok
juga dapat menyebabkan leukositosis.7 Pada saat demam mulai terjadi pengurangan
jumlah leukosit dan netrofil disertai limfositosis relatif. Leukopenia mencapai
puncaknya sesaat sebelum demam turun dan normal kembali pada 2-3 hari setelah
defervescence (demam turun).55

6.3 Admisi Rumah Sakit, Waktu dan Durasi Kebocoran Plasma


Lama sakit menentukan perjalanan penyakit DBD berada pada suatu fase dari tiga
fase yang ada yaitu fase demam (hari sakit ke 1-3), fase kritis/syok (hari sakit ke 4-7),
atau fase penyembuhan (hari sakit lebih dari 7). 3 Subyek penelitian ini yang
mengalami syok dengue selama perawatan datang pada hari sakit ke-5 atau selama
fase kritis/syok.3 Subyek penelitian ini masuk rumah sakit pada hari ke-5 setelah
empat hari mengalami demam, sama seperti yang dilaporkan Raihan3. Kebocoran
plasma pada penelitian ini terjadi pada hari sakit ke-5 dan berlangsung selama 2 hari.
Hal ini sesuai dengan studi Hadinegoro dkk yang menyatakan bahwa fase syok terjadi
pada hari sakit ke 4-7, kebocoran plasma terhebat terjadi setelah demam tiga hari dan

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


50

berlangsung selama 24-48 jam. Namun lama demam di rumah kadang tidak tepat
diketahui karena penentuan lama demam berdasarkan anamnesis dari orangtua. 3

6.4 Waktu dan Durasi Leukopenia


Leukopenia pada penelitian ini terjadi mulai hari ke-5 kemudian naik lagi pada hari
ke-6. Hal ini sesuai dengan studi Risniati di Jakarta. Pada saat demam mulai terjadi
pengurangan jumlah leukosit dan netrofil disertai limfositosis relatif. Ketika suhu
tubuh turun, banyak pasien mengalami leukopeni dari supresi sumsum tulang.
Leukopenia mencapai puncaknya sesaat sebelum demam turun dan normal kembali
pada 2-3 hari setelah defervescence (demam turun).55

6.5 Waktu dan Durasi Trombositopenia


Trombositopenia pada penelitian ini terjadi mulai hari ke-5 kemudian naik lagi pada
hari ke-7. Hal ini juga sesuai dengan studi Risniati di Jakarta. Penurunan trombosit
umumnya mengikuti turunnya leukosit dan mencapai puncaknya bersamaan dengan
turunnya demam. Ketika suhu tubuh turun, banyak pasien mengalami
trombositopenia dari supresi sumsum tulang. 55

6.6 Hubungan Expanded Dengue Syndrome dengan Syok Dengue


Subyek DBD pada penelitian ini yang mengalami EDS berjumlah 44 dari 145
(30,3%) subyek. Jenis EDS pada subyek DBD yang terbanyak yaitu peningkatan
enzim liver (14,5%), overload (12,4%), dan ensefalopati (9,6%). Subyek SSD pada
penelitian ini yang mengalami EDS berjumlah 34 dari 47 (72,3%) subyek SSD. Jenis
EDS yang terbanyak pada kelompok subyek SSD yaitu peningkatan enzim liver
(40,4%), overload (38,3%), dan ensefalopati (23,4%).

Analisis bivariat menyatakan ada perbedaan bermakna antara peningkatan enzim liver
dan syok dengan nilai p 0,000 (p < 0,05) OR 26,197 (IK95% 5,784-118,643).
Analisis bivariat menyatakan ada perbedaan bermakna antara overload dan syok
dengan nilai p 0,000 (p < 0,05) OR 3,735 (IK95% 2,802-4,980). Analisis bivariat

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


51

menyatakan ada perbedaan bermakna antara peningkatan ensefalopati dan syok


dengan nilai p 0,000 (p < 0,05) OR 8,049 (IK95% 2,130-30,400). Analisis multivariat
menunjukkan hubungan bermakna antara peningkatan enzim liver dan syok. Hasil
penelitian ini sesuai dengan studi meta analisis dan tinjauan sistematik Huy5 dan studi
Pongpan7 yang menyatakan oeningkatan enzim hati (AST dan ALT) merupakan
faktor prognosis SSD.

Ensefalopati merupakan salah satu manifestasi klinis tak lazim infeksi dengue. 1,15,16
Ensefalitis, meningitis dan ensefalomielitis diseminata akut terjadi karena efek
virulen-neuro yang disebabkan virus dengue serotipe 2 dan 3. Kedua serotipe virus
diisolasi dari cairan likuor cerebro spinalis. 16 Overload pada penelitian ini merupakan
komplikasi tata laksana DBD.1,15,16 Keterlibatan hepar pada dengue mencakup dari
peningkatan enzim liver asimptomatik sampai gagal hati fulminan. Peningkatan
SGOT sebagian besar mungkin diakibatkan kerusakan monosit. Nilai
aminotransferase umumnya mencapai maksimum sekitar hari sakit ke-9 dan turun
bertahap mencapai normal dalam 2 minggu. Demam berdarah dengue berat (SSD)
berhubungan dengan kerusakan hepar akut dan hebat terutama karena infeksi
langsung yang masif terhadap hepatosit dan sel Kupfer dengan respon sitokin
minimal.16

Analisis regresi logistik pada penelitian ini membuktikan bahwa pasien dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20%) dan peningkatan enzim liver
mempunyai prognosis lebih besar terjadinya syok. Studi Yulianto di Yogyakarta
tahun 2016 melaporkan bahwa nyeri abdomen, hepatomegali, hematokrit >45% dan
trombosit <50.000/µL berperan sebagai faktor prognosis terjadinya syok dengue.31
Studi Raihan di RSCM tahun 2010 menyatakan hepatomegali dan perdarahan saluran
cerna yang lebih berperan untuk terjadinya syok dengue.3 Penelitian Kan22 di Manado
menyatakan faktor-faktor yang berperan terjadinya syok dengue hampir sama dengan
studi Yulianto31 yaitu lama demam 4-5 hari, nyeri abdomen, hematokrit >46%,
trombosit <50.000/µL. Hasil yang bervariasi ini kemungkinan disebabkan oleh besar

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


52

sampel dan nilai titik potong dari variabel yang berbeda-beda di antara penelitian
penelitian tersebut.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
Penelitian ini menghasilkan simpulan sebagai berikut:
1. Penelitian ini menyatakan variabel hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit
≥20%) dan peningkatan enzim liver merupakan faktor-faktor prognosis yang
bermakna dalam terjadinya syok dengue berdasarkan analisis multivariat.
2. Hubungan antara jenis kelamin, usia, status gizi, nyeri abdomen, perdarahan
gastrointestinal, hepatomegali, leukopenia, infeksi dengue sekunder dan
kebocoran plasma (efusi pleura dan asites) dengan terjadinya SSD tidak
menunjukkan kemaknaan pada penelitian ini.
3. Hipotesis penelitian yang menyatakan “terdapat beberapa faktor prognosis
yang berperan pada terjadinya syok pada pasien anak dengan DBD yaitu :
jenis kelamin, usia, status gizi, infeksi dengue sekunder, leukopenia, nyeri
abdomen, perdarahan gastrointestinal, hepatomegali dan kebocoran plasma”
tidak dapat diterima.

7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian faktor prognosis syok dengue ini diharapkan para dokter
menjadi lebih waspada, teliti dan berhati-hati dalam pemantauan pasien yang
mempunyai hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥20%) dan
peningkatan enzim liver.
2. Studi prospektif dengan data primer diperlukan pada studi selanjutnya untuk
menentukan faktor-faktor prognosis yang lebih banyak dan lebih baik yang
berperan dalam terjadinya syok dengue.
3. Pencatatan rekam medis yang lebih baik dan penyimpanan rekam medis yang
teratur dibutuhkan di RSCM sehingga penelitian yang bersifat retrospektif
dapat memberikan data yang dibutuhkan peneliti.

53 Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


54

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A, penyunting. Pedoman diagnosis


dan tata laksana infeksi virus dengue pada anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI;
2014. h.1-6.
2. Hadinegoro SR, Karyanti MR. Perubahan epidemiologi demam berdarah
dengue di Indonesia. Sari Pediatri. 2009;10:424-32.
3. Raihan, Hadinegoro SR, Tumbelaka AR. Faktor prognosis terjadinya syok
pada demam berdarah dengue. Sari Pediatri. 2010;12:47-52.
4. Pawitan JA. Dengue virus infection: predictors for severe dengue. Acta Med
Indones. 2011;43:129-35.
5. Huy NT, Van Giang T, Thuy DH, Kikuchi M, Hien TT, Zamora J, dkk.
Factors associated with dengue shock syndrome: a systematic review and
meta-analysis. Plos Negl Trop Dis. 2013;7:1-13.
6. Tantracheewathorn T, Tantracheewathorn S. Risk factors of dengue shock
syndrome in children. J Med Assoc Thai. 2007;90:272-7.
7. Pongpan S, Wisitwong A, Tawichasri C, Patumanond J. Prognostic indicators
for dengue infection severity. Int J Clin Pediatr. 2013;2:12-8.
8. Gupta V, Yadav TP, Pandey RM, Singh A, Gupta M, Kanaujiya P, dkk. Risk
factors of dengue shock syndrome in children. J Trop Pediatr. 2011;57:451-6.
9. Kan EF, Rampengan TH. Factors associated with shock in children with
dengue hemorrhagic fever. Pediatr Indones. 2004;44:171-5.
10. Dewi R, Tumbelaka AR, Syarif DR. Clinical features of dengue hemorrhagic
fever and risk factors of shock event. Pediatr Indones. 2006;46:144-8.
11. Pham TB, Nguyen TH, Vu TQ, Nguyen TL, Malvy D. Predictive factors of
dengue shock syndrome in children hospital no. 1 Ho-chi-Minh City,
Vietnam. Bull Soc Pathol Exot. 2007;100:43-7.
12. Junia J, Garna H, Setiabudi D. Clinical risk factors for dengue shock
syndrome in children. Paediatr Indones. 2007;47:7-11.
13. Widiyati MMT, Laksanawati IS, Prawirohartono EP. Obesity as a risk factor
for dengue shock syndrome in children. Paediatr Indones. 2013;53:187-92.
14. Mayetti. Hubungan gambaran klinis dan laboratorium sebagai faktor
risiko syok pada demam berdarah dengue. Sari Pediatri. 2010;11:367-73.
15. World Health Organization. Comprehensive guideline for prevention and
control of dengue and dengue hemorrhagic fever: revised and expanded
edition. New Delhi: South East Asian Region Office-World Health
Organization; 2011. h. 17-27.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


55

16. Kadam DB, Salvi S, Chandanwale A. Expanded dengue. J Assoc Physician


India. 2016;64:59-62.
17. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro S, Satari H. Infeksi virus dengue. Dalam:
Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro S, Satari HI, penyunting. Buku ajar
infeksi dan pediatri tropis. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2008.
h.155-81.
18. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana demam
dengue dan demam berdarah dengue pada anak. Dalam : Hadinegoro SR,
Satari HI, penyunting. Demam berdarah dengue. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 1999. h. 80-124.
19. Infeksi virus dengue. Panduan praktik klinis departemen ilmu kesehatan anak
RSCM. Jakarta: RSCM; 2015. h. 167-82.
20. Simmons CP, Farrar JJ, Chau NV, Wills B. Current concept dengue. N Engl J
Med. 2012;366:1423-32.
21. Martina BEE, Koraka P, Osterhaus ADME. Dengue virus pathogenesis: An
integrated view. Clin Microbiol Rev. 2009;22:564.
22. Tumbelaka AR. Diagnosis demam dengue/demam berdarah dengue. Dalam:
Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Demam berdarah dengue. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 1999. h.73-9.
23. World Health Organization. Dengue hemorrhagic fever: diagnosis, treatment,
prevention, and control. Edisi kedua. Geneva: WHO; 1997. h. 12-23.
24. Fonseca BA, Fonseca SN. Dengue virus infection. Curr Opin Pediatr.
2002;14:67-71.
25. Bunnag T, Kalayanarooj S. Dengue shock syndrome at the emergency room
of Queen Sirikit National Institute of Child Health, Bangkok, Thailand. J Med
Assoc Thai. 2011;94:S57-63.
26. Ranjit S, Kissoon N, Jayakumar I. Aggresive management of dengue shock
syndrome may decrease mortality rate: a suggested protocol. Pediatr Crit Care
Med. 2005;6:412-9.
27. Huang JH, Shu PY. Current advances in dengue diagnosis. Clin Diagn Lab
Immunol. 2004;11:642.
28. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH.
Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi
penelitian klinis. Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto; 2011.
29. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Program nasional bagi anak Indonesia 2015.
Diakses 20 Maret 2017. Tersedia di://www.idai.or.id/artikel/seputar-
kesehatan-anak/program-nasional-bagi-anak-indonesia-2015.
30. Asuhan nutrisi pediatrik. Panduan praktik klinis departemen ilmu kesehatan
anak RSCM. Jakarta: RSCM; 2015. h. 306-9.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


56

31. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro S, Satari H. Demam: patogenesis dan


pengobatan. Dalam: Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro S, Satari HI,
penyunting. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Edisi ke-2. Jakarta: Balai
Penerbit IDAI; 2008. h. 32.
32. Boamah L, Balistreri WF. Manifestations of liver disease. Dalam: Behrman
RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson textbook of pediatric.
Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders; 2007. h. 1662.
33. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Abdomen. Dalam: Matondang
CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S, penyunting. Diagnosis fisis pada anak.
Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2000. h. 103.
34. Shah I, Katira B. Clinical and laboratory abnormalities due to dengue in
hospitalized children in Mumbai. Dengue Bull. 2005;29:90-6.
35. Yulianto A, Laksono IS, Juffrie M. Faktor prognosis derajat keparahan
infeksi dengue. Sari Pediatri. 2016;18:198-203.
36. Rampengan TH. Demam berdarah dengue pada anak di RSU Manado. Maj
Kedokter Indon. 1986;6:300-5.
37. Lam PK, Hoai Tam DT, Dung NM, Hanh NHT, Kieu NTT, Simmons C, dkk.
A prognostic model for development of profound shock among children
presenting with dengue shock syndrome. PLoS One. 2015;10:1-11.
38. Phubhakdi CB, Hemungkorn M, Thisyakorn Usa, Thisyakorn C. Risk factors
influencing severity in pediatric dengue infection. Asian Biomedicine.
2008;2:409-13.
39. WHO. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment and control. Geneva;
1997. h. 17-27.
40. Pothapregada S, Kamalakannan B, Thulasingham M. Risk factors for shock in
children with dengue fever. Indian J Crit Care Med. 2015;19:661-4.
41. Mogra G, Ghildiyal RG, Mohanlal S. Classification and study of the clinico-
hematological profile of patients with dengue fever in the pediatric age group.
Int J Contemp Pediatr. 2016;3:1405-10.
42. Halstead SB. Dengue fever/dengue hemorrhagic fever. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi ke-
18. Philadelphia: WB Saunders; 2007. h. 1005-7.
43. Guha-Sapir D, Schimmer B. Dengue fever: new paradigms for a changing
epidemiology. Emerg Themes Epidemiol. 2005;2:1-10.
44. Hartoyo E. Spektrum klinis demam berdarah dengue pada anak. Sari Pediatri.
2008;10:145-50.
45. Kalayanarooj S, Nimmannitya S. Is dengue severity related to nutritional
status? Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2005;36:378-84.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


57

46. Trang NTH, Long NP, Hue TTM, Hung LP, Trung TD. Association between
nutritional status and dengue infection: a systematic review and meta-analysis.
BMC Infectious Diseases. 2016;16:172-83.
47. Malavige GN, Ranatunga PK, Velathanthiri VGNS. Pattern of disease in
Srilanka dengue patients. Arch Dis Child. 2006;91:396-400.
48. Maron GM, Clara AW, Diddle JW. Association between nutritional status and
severity of dengue infection in children in Salvador. Am J Trop Med Hyg.
2001;82:324-9.
49. Ramachandran S, Geral A, Kamall M, Geral R, Roy MP. Changing trends in
clinicopathological parameters in dengue with evaluation of predictors of poor
outcome in children. Int J Contemp Pediatr. 2016;3:1411-5.
50. Dhooria GS, Deepak Bhat D, Harmesh S Bains HS. Clinical profile and
outcome in children of dengue hemorrhagic fever in north india. Iran J
Pediatr. 2008;18:222-8.
51. Pongpan S, Wisitwong A, Tawichasri C,Patumanond J, and Sirianong
Namwongprom S. Development of dengue infection severity score. ISRN
Pediatr. 2013;12:1-5.
52. Jagadishkumar K, Jain P, Manjunath VG, and Umesh L. Hepatic Involvement
in Dengue Fever in Children. Iran J Pediatr. 2012;22:231-6.
53. Chacko B, Subramanian G. Clinical, laboratory and radiologicalparameters in
children with dengue fever and predictive factors for dengue shock syndrome.
J Trop Pediatr. 2008;54:137-140.
54. Azin FR, Goncalves RP, Pitombeira MH, Lima DM, Branco IC. Dengue:
profile of hematological and biochemical dynamics. Rev Bras Hematol
Hemoter. 2012;34:36-41.
55. Risniati Y,Tarigan LH,Emiliana Tjitra E. Leukopenia sebagai prediktor
terjadinya sindrom syok dengue pada anak dengan demam berdarah dengue di
RSPI. Prof. dr. Sulianti Saroso. Media Litbang Kesehatan. 2011;21:96-102.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


58

Lampiran 1. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


59

Lampiran 2. Surat Persetujuan Ijin Penelitian

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017


60

Lampiran 3. Formulir Pengumpulan Data Penelitian

Nama Pasien : ____________________________


DOB : ___ / ___ / ______ Usia: _____ minggu/bulan/tahun
Alamat : _________________________________________________
(JP / JT / JB / JU / JS / BKS / BGR / TNG / DPK)
Rekam medis :..../..../..../..../..../..../....
Masuk RS/lama rawat : ..../..../20.... - ..../..../20.... (..... hari)
Jenis Kelamin :L/P
Diagnosa awal : DD □ DBD std I □ DBD std II □ EDS □
Status gizi : Gizi buruk / Gizi kurang / Gizi baik / Gizi lebih / Obesitas
Nyeri abdomen : yes / no
Hepatomegali : yes / no
Asites : yes / no
Efusi pleura : yes / no
Perdarahan selain saluran cerna : yes / no (bentuk perdarahan : ............................ )
Perdarahan saluran cerna : yes / no (hematemesis / melena / hematokezia)
Laboratorium
Hemoglobin (rerata) : .......... g/dl, Hb terendah ......... g/dl
Leukosit (rerata) : ..................../µL,
Leukopenia : .............../µL; leukositosis:.............../µL
Trombosit (rerata) : ..................../µL, trombositopenia ..................../µL
Hematokrit (rerata) : ... %, Hematokrit terendah.... %,Hematokrit tertinggi.... %
Hemokonsentrasi (≥20%) : .......... %
NS1 positif □ negatif □ NA □
IgM positif □ negatif □ NA □
IgG positif □ negatif □ NA □
Luaran/diagnosa akhir : DBD dengan syok (SSD) / DBD tanpa syok

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Rossy Agus Mardani, FK UI, 2017

Anda mungkin juga menyukai