Skripsi
Oleh :
1438 H/2017
0
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Latar Belakang: Angka kesakitan diare pada balita berdasarkan Survei Dasar
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 mengalami kenaikan dari
13,7% pada tahun 2007 menjadi 14 % pada tahun 2012. Di Indonesia prevalensi
diare pada balita tertinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Barat, Gorontalo, dan
Sulawesi Barat. Sebagian besar diare banyak ditemukan pada bayi usia ≥ 6 bulan
yang tinggal di wilayah pedesaan. Faktor individu merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi bayi 6-12 bulan menderita diare hingga menunjukkan gejala-
gejala klinis. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
faktor individu dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah
pedesaan 3 Provinsi Indonesia. Metode: Penelitian ini adalah analisis lanjut dari
SDKI 2012 sehingga desain studi yang digunakan mengikuti SDKI 2012, yaitu
cross sectional. Jumlah sampel dalam penlitian ini sebanyak 108 bayi berusia 6-
12 bulan. Hubungan antara faktor individu dengan kejadian diare dianalisis
menggunakan uji chi-square.
Hasil: Jenis Kelamin [PRR 0.80 95% CI (0.42-1.54)]; MPASI Dini [PRR 0.86
95% CI (0.44-1.66)]; ASI Eksklusif [PRR 1.1 95% CI (0.55-2.10)]; Susu Formula
[PRR 0.57 95% CI (0.29-1.10)]; Vitamin A [PRR 0.71 95% CI (0.36-1.39)]; dan
Vaksinasi campak [PRR 0.83 95% CI (0.32-2.11)] adalah faktor individu yang
tidak berhubungan bermakna dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di
wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia. Simpulan: Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa bayi usia 6-12 bulan dengan diare cenderung dialami oleh
bayi dengan jenis kelamin laki-laki, menerima MPASI dini, dan tidak vaksinasi
campak. Saran: Bagi Kementrian Kesehatan RI diperlukan kebijakan pada upaya
mengkampanyekan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
Nurrizky Wisudawati,
NIM: 1111101000126
ABSTRAK
A. Identitas Pribadi
B. Riwayat Pendidikan
C. Pengalaman Organisasi
D. Pengalaman Kerja
Kata Pengantar
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
tercurahkan pada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang merupakan suri
Kejadian Diare Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah 3 Provinsi Pedesaan
Indonesia (Analisis Data SDKI Tahun 2012)” ini disusun dalam rangka memenuhi
salah satu kompentensi mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat semester VIII.
Proposal penelitian ini dibuat untuk menjelasakan secara ilmiah mengenai hubungan faktor
individu dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah pedesaan Indonesia.
penyakit diare pada bayi usia 6-12 bulan dari aspek individunya.
1. ALLAH SWT Tuhan Yang Maha Esa, yang memberikan anugrah, rahmat dan
2. Bapak dan Ibu, yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan doa pada
3. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS; Ibu Hanun Siregar, M.Kes, Ibu Hoirun Nisa,
Ph.D dan Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang
ix
telah sabar dan penuh kasih sayang dalam memberikan arahan serta
bimbingannya.
4. Semua pihak terkait lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu,
Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis megharapkan kritik dan saran yang
membangun agar dimasa mendatang penulis dapat menyusun proposal yang lebih
baik lagi. Semoga dengan disusunnya proposal ini akan memberikan manfaat bagi
Wassalamu‟alaikum Wr.Wb.
Nurrizky Wisudawati
x
Daftar Isi
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
Daftar Isi.................................................................................................................. x
Daftar Tabel
Tabel 4. 2 Jumlah Rumah Tangga yang Dikunjungi dan WUS yang Diwawancarai
............................................................................................................ 108
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Bayi Usia 6-12 Bulan Berdasarkan Kejadian Diare
Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012 ................................... 127
Tabel 5 2 Distribusi Frekuensi Bayi Usia 6-12 Bulan dengan Diare Berdasarkan
Diagnosis Fasyankes Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012 . 128
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Bayi Usia 6-12 Bulan Berdasarkan Jenis Kelamin
Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012 .................................... 129
xiii
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Bayi Usia 6-12 Bulan Berdasarkan Pemberian
Susu Formula Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012 ............ 132
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Bayi Usia 6-12 Bulan Berdasarkan Pemberian
Vitamin A Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012 .................. 133
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Bayi Usia 9-12 Bulan Berdasarkan Pemberian
Vaksinasi Campak Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012 ..... 134
Tabel 5. 8 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Diare Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di
Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012 ........................................ 135
Tabel 5. 9 Hubungan Pemberian MPASI Dini Dengan Diare Pada Bayi Usia 6-12
Bulan Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012 .......................... 136
Tabel 5.10 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Diare Pada Bayi Usia 6-
12 Bulan Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012 ..................... 137
Tabel 5.11 Hubungan Pemberian Susu Formula Dengan Diare Pada Bayi Usia 6-
12 Bulan Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012 ..................... 138
Tabel 5.12 Hubungan Pemberian Vitamin A Dengan Diare Pada Bayi Usia 6-12
Bulan Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012 .......................... 139
Tabel 5.13 Hubungan Pemberian Vaksinasi Campak Dengan Diare Pada Bayi
Usia 9-12 Bulan Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012 ......... 140
xiv
Daftar Bagan
Daftar Gambar
Daftar Singkatan
GAPPD : Global Action Plan for the Prevention and Control of Pneumonia
and Diarrhea
RHA : arachidonix
xvii
TK : Taman Kanak-Kanak
CI : Confidence Interval
A. Latar Belakang
angka kesakitan dan kematian yang tinggi terutama pada kelompok balita.
Setiap tahun sekitar 2,5 milyar kasus diare terjadi pada balita. Selama
hampir dua dekade kejadian diare pada balita tetap relatif stabil. Sebanyak
760.000 balita meninggal karena diare setiap tahunnya. Pada tahun 2012
angka kematian balita akibat diare sebesar 15%. World Health Statistic
(4%), Asia Tenggara (10%), Eropa (4%), Mediterania Timur (10%), dan
Pasifik Barat (5%) (UNICEF, 2010; 2012 dan WHO, 2010; 2013; 2014).
WHO South East Asia Region (SEAR) terdapat lima negara dengan
Urutan ketiga dan keempat adalah Bhutan (8%) dan Myanmar (7%).
1
2
menjadi perhatian utama dalam Global Action Plan for the Prevention and
penderita diare berada pada bayi usia 6-11 bulan, yaitu sebesar 21,65%
2013a).
KLB diare masih terjadi dengan Case Fatality Rate (CFR) yang
jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009
dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi
kematian 73 orang (CFR 1,74 %). Pada tahun 2011 terjadi penurunan
2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Maka dari itu dengan
2012 menunjukkan 14% balita usia 0-59 bulan mengalami diare dalam
waktu 2 minggu sebelum survei. Angka tersebut 0,3 % lebih tinggi dari
dialami pada kelompok bayi usia diatas 6 bulan dan bertempat tinggal di
pada SDKI 2002 sebesar 8.3% menjadi 15.2% pada SDKI 2007 dan
Pada tahun 2002 belum ada data terkait prevalensi diare pada balita di
Provinsi Sulawesi Barat. Hal ini karena Provinsi Sulawesi Barat masih
2007 dari 22.2% menurun menjadi 19.9% pada SDKI 2012 (ORC, 2003;
juga data berdasarkan hasil survey lainnya. Hasil riset kesehatan dasar
prevalensi diare dari 9% pada tahun 2007 menjadi 3.5 % tahun 2013.
4.4%, 5.9% dan 7.2% . Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada
kelompok usia 12-23 bulan (7.6%), laki-laki (5.5%) dan tinggal di daerah
diketahui bahwa terdapat 173 kasus diare pada tahun 2016, dimana
jumlah penderita 198 orang dan kematian 6 orang (CFR 3,04 %). Pada
tahun 2016 CFR diare meningkat menjadi 3,04% dari tahun 2011 (0.40
5
%). Pada tahun 2016 terjadi 3 kali KLB diare yang tersebar di 3 provinsi
RI, 2017).
kerusakan usus halus, diare lebih akut dan persisten, malnutrisi berat dan
dan lemahnya daya tahan tubuh seorang bayi dalam melawan timbulnya
6
klinis (Adisasmito, 2007; Hung, 2006; Zwane dan Kremer, 2007). Faktor
individu dalam kaitannya dengan diare pada bayi dan balita dengan
dengan data SDKI 2012 terkait kejadian diare. Populasi yang diteliti
individu bayi dalam hubungannya dengan kejadian diare yang dilihat dari
dengan data SDKI 2012 terkait kejadian diare pada seluruh balita usia 0-
balita yang diteliti oleh Susanti dkk adalah jenis kelamin balita.
ibu balita dan faktor lingkungan. Pada penelitian ini yang membedakan
dengan penelitian Ade (2015) dan Susanti dan Sunarsih (2016) adalah
faktor individu yang akan diteliti lebih banyak. Faktor individu yang
tertinggi pada usia 6-24 bulan yang tinggal di wilayah pedesaan. Namun
bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita
yang sebagian besar berada pada kisaran usia 0-11 dan 7-12 bulan di
Kecamatan Dampal yang menyatakan bahwa bayi usia 0-12 bulan yang
usia 0-24 bulan dan bayi usia 1-12 bulan. Berbeda dengan hasil
dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan. Kemudian penelitian
status vaksinasi campak dengan kejadian diare akut diantara balita usia
12-59 bulan .
individu dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah
dengan tersedianya data terkait diare pada bayi usia 6-12 bulan dalam
dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah pedesaan 3
untuk dilakukan.
B. Rumusan Masalah
adalah faktor individu. Oleh karena itu, penelitian tentang hubungan faktor
individu dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah
C. Pertanyaan Penelitian
pemberian vitamin A dan vaksinasi campak) pada bayi usia 6-12 bulan
tahun 2012?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
tahun 2012.
E. Manfaat Penelitian
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam mencegah kejadian diare pada
daerah.
12
pada bayi.
Indonesia.
menggunakan data SDKI atau data primer pada masa yang akan
datang.
6. Bagi Masyarakat
diare pada bayi, dan faktor risikonya dari segi individu bayi. Kedepan
F. Ruang Lingkup
hubungan faktor individu dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12
tahun 2012. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Oktober tahun
2017 di Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Analisis data SDKI tahun 2012
adalah analisis univariat dan bivariat. Pada penelitian ini jumlah sampel
A. Diare Bayi
1. Pengertian
frekuensinya melebihi normal yaitu lebih sering (biasanya tiga kali atau
lebih dalam satu hari) yang disertai perubahan konsistensi tinja menjadi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dengan atau tanpa darah
atau elektrolit. Diare terjadi karena adanya gejala infeksi pada saluran
substrak organik. Pada penderita diare kadar air dalam tinjanya diatas
normal yaitu sekitar 10 ml/kg pada bayi, balita dan anak-anak (WHO,
2. Klasifikasi
infeksi, dan derajat dehidrasi (WHO, 2010; Nisa, 2007; Kemenkes RI,
2002, 2011a) :
a. Berdasarkan Gejalanya
kelompok, yaitu :
12
13
dan Muntah)
faktor dietetic.
dua, yaitu:
3. Gejala
keringat dingin dan lain-lain. Berikut adalah gejala klinik diare yang
yang timbul pada fase ini adalah perut terasa penuh, mual, bisa
2) Fase diare, pada fase ini gejala yang timbul adalah dehidrasi,
asidosis syok, mules (nyeri pada perut dan poros usus), dapat
4. Etiologi
Y
Protozoa E. histolityca Giardia lambia Balantidium coli Criytosporidum
E
Parasit
B Cacing perut Ascaris Trichiuris Strongyloides Balantissitis hominis
A
Alergi makanan susu sapi
B
Malabsorpsi karbohidrat lemak protein
Keracunan bahan-bahan
Kercunan kimia
D Makanan
Keracunan oleh racun Jasad renik Sayur-sayuran
I yang dikandung dan
diproduksi
A Penggunaan Ikan Buah-buahan Sayur-sayuran
Antibiotik
R
infeksi patogen :
Diare Kronik
EAEC, Shigella dan Crystopridium.
(Persisten)
kasusnya jarang ditemukan (WHO, 2010; Acra dkk, 1984; Juffrie dkk,
2015).
19
misel yang siap diabsorpsi usus. Hal ini membuat balita mengalami
diare. Selain itu faktor psikologis seperti rasa takut, cemas, dan tegang
5. Cara Penularan
patogen diare dapat berasal dari air, kotoran manusia dan hewan.
dari orang ke orang yang disebabkan karena kebersihan diri yang buruk.
Transmisi penularan diare pada balita hingga ke anus dan mulut dikenal
2015; WHO, 2013; Yin, 2008; Widoyono, 2008; Pruess dkk., 2002).
Transmisi melalui jalur anus dan mulut dapat dilihat pada gambar 2.1
dikaitkan dengan dengan air, sanitasi dan kebersihan. Hal ini karena
diare juga dapat ditularkan dengan ekskresi manusia dan hewan yang
Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS). ODF adalah suatu
yang telah mendapat verifikasi ODF berarti telah memiliki dan BAB di
manusia dan tinja, membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi lalat,
akan dihinggapi lalat. Lalat yang hinggap di tinja membuat virus atau
6. Masa Inkubasi
a. Patogenesis
memproduksi
eretoksin Enterovirus
Berkembang di Berkembang di sel
lamina propria epitel Adenovirus
parvovirus rotavirus
penyakit karena
toksin ?
Viraemia ? Infeksi
Infeksi lokal
Lokal
Penyebaran Infeksi
sistematis lokal
Mekanisme tidak
diketahui
Mikroskopis Polimorf ++ Polimorf ++++ Tidak ada sel Jarang atau tidak ada sel
Tinja Monosit ++ Eritrosit ++++
Eritrosit ±
ujung-ujung vilus pada usus halus. Usus halus terdiri dari berbagai
vilus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorpsi usus halus
Diare kronis
b. Patofisiologi
menetap.
menimbulkan diare.
d. Defisiensi enzim
usia tua. Pada orang Asia dan India produksi enzim ini cepat
menurun. Maka dari itu banyak orang Asia yang tidak tahan
e. Laksan osmotik
28
lumen.
lumen usus. Hal ini terjadi pada proses peninggian tekanan vena
atau percepatan cairan air dari plasma ke lumen. Selain itu diare
ini juga dapat timbul karena pengaruh hormon seperti yag terjadi
sindrom klon iritable dan hipertiroid. Selain itu diare ini dialami
8. Dampak
tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, dan pemindahan ion natrium dan
dan dalam.
b. Hipoglikemia
sampai 40% pada balita. Gejalanya dapat berupa lemas, apatis, peka
c. Gangguan Gizi
sehingga menyebabkan penurunan berat badan. Hal ini karena saat diare
diganti dengan teh saja karena khawatir diare atau muntah yang
d. Gangguan Sirkulasi
e. Komplikasi
1. Orang
malaria dan diare yang disertai campak. Sebagian besar episode diare
dialami kelompok bayi usia 6-23 bulan. Hal ini karena usia tersebut
Diare lebih banyak dialami oleh bayi dengan jenis kelamin laki-laki
32
daya tahan tubuh yang lebih rendah dari perempuan (Widjaja, 2002;
Diare dapat dialami oleh bayi karena tidak diberi ASI secara
dan sanitasi yang buruk. Bayi dengan penyakit lainnya seperti HIV,
2. Tempat
bersih dan sanitasi yang buruk. Selain itu perbedaan geografis yang
3. Waktu
bakteri sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus
1. Faktor Individu
a. Jenis Kelamin
2013).
kelamin perempuan pada kisaran usia 0-11 bulan dan 12-24 bulan.
poin diare pada bayi kisaran usia 6-35 bulan. Bayi laki-laki lebih
35
jauh lebih baik diberikan orang tua pada bayi berjenis kelamin
balita memasuki masa membangun massa otot yang jauh lebih besar
Kulkarni (2012) dan Canani dkk peran zink dalam mengatasi diare
diare akan meningkatkan aborpsi air dan elektrolit oleh usus halus,
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan bayi berupa cairan hasil
Purwanti, 2003).
sudah diberikan makanan berupa susu formula, air putih, madu, dan
dan 47.4% bayi 0-6 bulan diberikan ASI secara parsial. Pemberian
antara diare pada bayi 0-6 bulan dengan pemberian ASI predominan
bayi usia 0-11 bulan. Terdapat 57 bayi yang mengalami diare akut
dan 78 bayi yang tidak mengalami diare. Bayi berusia 0-5 bulan 29
hari yang mendapat ASI saja sebanyak 41 (59.4%) bayi dan yang
bayi (51.5%) dan 32 bayi lainnya (48.5%) non ASI eksklusif. Pada
bayi yang tidak diberi ASI eksklusif dan 18 bayi diberi ASI
ada bayi yang disusui secara eksklusif. Sejumlah 48 bayi yang tidak
Barat India yang diberi ASI eksklusif dan 76.5% yang menerima
pada diare.
dari penyakit diare dengan dua cara. Pertama karena ASI eksklusif
mengandung kedua faktor imun yaitu faktor imun spesifik dan non
bayi sakit diare akan mencegah bayi dari status gizi buruk.
termasuk patogen diare yang masuk dalam tubuh bayi. ASI juga
pengikat besi yang dapat melawan bakteri, virus dan jamur (Ballard,
rotavirus yang disalurkan melalui plasenta dan air susu ibu. Selain
bayi kisaran 6-11 bulan adalah yang paling rentan terkena infeksi
antibodi ibu yang bayi peroleh dari ASI mulai menurun karena bayi
jeruk, tomat; makanan lunak dan lembek seperti bubur susu, nasi
melengkapi zat gizi ASI yang sudah mulai berkurang pada bayi,
pada usia 4-6 bulan. MPASI tidak boleh lebih lambat diberikan dari
usia 6 bulan (27 minggu) karena setelah usia 6 bulan ASI eksklusif
diare daripada balita yang tidak diberi MPASI. Hal ini berhubungan
dengan usia pemberian MPASI yang terlalu dini yaitu pada usia 0-6
bayi terlalu dini dalam menerima MPASI yaitu pada usia < 6 bulan.
menyebabkan diare pada bayi usia 6-12 bulan. Jenis MPASI yang
dapat diberikan pada bayi usia > 6 bulan dapat berupa susu formula.
Susu formula adalah susu komersil yang terbuat dari susu sapi atau
oleh partikel kaca dan plastik PVC. Sebanyak lebih dari satu juta
45
perklorat dan flouride. Susu formula yang diseduh dengan air kran
susu formula yaitu bayi yang menelan protein asing yang ada pada
(2009) dalam Atika dkk (2014) bayi yang diberikan susu formula
formula baik yang terlalu encer maupun yang terlalu kental dapat
membuat usus bayi susah mencerna. Usus bayi yang susah mencerna
signifikan dengan kejadian diare pada bayi. Bayi yang ikut dalam
penelitian ini sebagian besar berusia 6-24 bulan. Menurut Patel dkk
botol susu terutama dot sebagai tempat penyajian susu formula yang
tidak diare.
dkk (2009). Suherna dkk (2009) meneliti kejadian diare pada bayi
Pada penelitiannya ini sebagian besar bayi yang berusia > 6 bulan
jus buah tertentu (termasuk jus tanpa gula) pada bayi usia 6-12
atau 120-180 ml/kg berat badan perhari. Hal ini karena ada
beberapa jus tertentu misalnya jus apel, prune dan pir yang
bayi.
52
buah dapat diberikan pada ukuran 2-4 ons saja. Bayi tidak
selera makan bayi untuk makan makanan bergizi lainnya dan dapat
menurut Wham dkk (2012) jus buah lainnya seperti jus lemon
parah.
(Plessis, 2013)
d. Pemberian Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak,
disimpan dalam hati, dan tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus
dipenuhi dari luar tubuh. Salah satu manfaat vitamin A diantaranya adalah
keparahan dan kompilkasi pada kejadian diare. Selain itu vitamin A dapat
berwarna biru dengan dosis 100.000 SI diberikan pada bayi usia 6-11 bulan
berwarna merah dengan dosis 200.000 SI diberikan pada balita usia 12-59
diberikan kepada seluruh anak balitausia 6-59 bulan secara serentak (Pada
tenaga gizi, dll) atau kader kesehatan terlatih; (3) Berikan kapsul biru
(100.000 SI) pada bayi usia 6-11 bulan dan kapsul merah (200.000 SI) untuk
bayi ≥ 12 bulan; (4) Potong ujung kapsul dengan gunting yang bersih; (5)
pencet kapsul dan pastikan bayi menelan semua isi kapsul (dan tidak
pada KMS/Buku KIA dan direkapitulasi dalam buku bantu (Kemenkes RI,
2009).
jumlah episode diare yang parah dan kematian akibat diare pada kalangan
anak-anak terutama balita. Namun di lain sisi ditemukan bukti bahwa vitamin
India Selatan menunjukkan bahwa bayi yang sebagian besar berada pada usia
diare akut sebesar 7.4 kali dibandingkan dengan yang tidak menerima
signifikan dengan usia bayi muda, durasi diare >4 hari, dehidrasi dan rawat
yang terdapat pada tubuh bayi itu sendiri, namun pada penelitian ini tidak
kelompok bayi yang diberi vitamin A dan bayi yang tidak diberi vitamin A.
Penelitian lainnya yang dilakukan Long dkk (2006) pada bayi usia 5-15
tergantung pada patogen diare yang menginfeksi dan proses patologis yang
pengurangan kematian pada balita karena diare. Hal ini menurutnya karena
kadar serum retinol yang rendah dan kemungkinan periodik dosis tinggi
diare itu sendiri. Maka dari itu untuk mengatasi diare karena kekurangan
utama diare parah yang terjadi pada balita didunia. Setiap tahunnya
488.547 kasus rawat jalan, 176.375 kasus rawat inap, dan 8.148
kematian akibat diare pada sebanyak 4,2 juta balita sejak usia lahir
sampai usia 5 tahun (Wahab dan Julia, 2002; Ranuh dkk., 2011).
Carmo dkk (2011) dan Laryea dkk (2014) adalah penelitian yang
dilakukan oleh (Madhi dkk, 2016); (Cortes dkk., 2011); dan (Ngabo
1651 bayi menerima tiga dosis vaksin rotavirus dan 1641 menerima
kasus dicegah per 100 bayi divaksinasi per tahun). Khasiat terhadap
satu kejadian buruk yang serius dilaporkan terjadi pada 9.7% bayi
akibat diare pada balita dimana sebagian besar terjadi pada usia < 1
aktif turun 61-70%. Efek terbesar yang tercatat pada balita yang
kali lebih besar dibanding dengan anak balita yang memiliki status
vaksinasi campak.
61
hasil bahwa lebih dari 60 persen balita berusia 12-59 bulan diberi
kaitannya dengan kejadian diare pada bayi, yaitu apabila bayi sedang
dan saluran cerna (Kemenkes RI, 2007). Selain itu ditemukan bahwa
umumnya mengalami kondisi yang lebih berat dan lebih lama dalam
(Suraatmaja, 2007).
salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung
atau berurutan. Tanda dan gejala peyakit ISPA dapat berupa batuk,
dkk (2016) yang menyatakan bahwa bayi usia 24-59 bulan yang
selama tiga bulan terakhir berisiko 2,02 kali akan menyebabkan bayi
2. Faktor Ibu
a. Usia
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu
tahun), remaja (10-24 tahun), dewasa (25-59 tahun), dan lanjut usia
berusia kurang dari 9 bulan dan memiliki ibu yang berusia dibawah
pengetahuan ibu. Rata-rata untuk setiap kenaikan usia ibu satu tahun
bayinya.
b. Pendidikan
balita pada kelompok diare maupun tidak diare. Sementara ibu yang
c. Pengetahuan
tentang diare dengan kejadian diare pada bayi usia 8-12 bulan di
d. Perilaku
atau mental dan tingkah laku. Sikap atau mental adalah sesuatu yang
diamati oleh orang lain. Namun ada pula perilaku yang tidak dapat
diamati oleh lain, antara lain presepsi, emosi, pikiran dan motivasi
terken diare. Hal ini disebabkan karena perilaku ibu yang kurang
diare. Perilaku ibu yang kurang baik tersebut yang dapat memicu
ibu dengan bayi berusia 6-24 bulan yang menderita diare akut di
antara peran ibu dengan durasi diare akut bayi usia 6-24 bulan
manusia dengan cara yang baik dan benar dengan tujuan mendapat
Pada saat ini banyak para ibu yang bekerja di luar rumah
karena ibu bekerja. Bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif secara
dengan kejadian diare pada bayi yang sebagian besar berada pada
b. Pendapatan Keluarga
erat kaitannya dengan kejadian diare pada kelompok balita. Hal ini
74
berisiko terhadap kejadian diare. Maka dari itu balita dari keluarga
OR: 5,47 (95% CI= 1,627-18, 357) yang berarti keluarga dengan
tinggi. Pendapatan ibu rendah bila < UMR Kota Semarang (Rp
1.685.000) dan pendapatan ibu tinggi bila > UMR Kota Semarang
(1.685.000).
75
diare pada sebagian besar bayi yang berusia 6-11 bulan di Wilayah
bayi yang sebagian besar berada pada kisaran usia 0-11 bulan. Bayi
4. Faktor Lingkungan
manusia. Manusia sendiri tubuhnya terdiri dari tiga per empat air.
Manusia tidak dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum
air. Volume air dalam tubuh manusia rata-rata 65% dari total berat
manusia, seperti otak 74,5%, tulang 22%, ginjal 82,7%, otot 75,6%
dan darah 83%. Volume rata-rata kebutuhan air tiap individu per
hari berkisar antara 150-200 liter atau 35- 40 galon. Manusia dalam
dan air tanah. Air angkasa (hujan) merupakan sumber air utama di
2005).
Sedangkan air tanah berasal juga berasal dari air hujan yang jatuh
tanah bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu mengalami proses
bersih yang berasal dari sumber air tanah dapat diambil dari sumur
mengakses air bersih dari air kemasan, air isi ulang, leding sampai
sungai/danau dan mata air. Adapun cara menjaga sumber air bersih
2. Sumur gali, sumur pompa, kran-kran umum dan juga mata air
ternak minimal 10 m.
kuman. Meskipun air terlihat bersih, namun air tersebut belum tentu
kuman dalam air, yaitu dengan cara merebus air hingga mendidih
Berikut adalah standar kualitas air minum dan air bersih yang sehat:
B. Kimia
a. Kimia Organik
1 Air Raksa 0,001 mg/L
2 Alumunium 0,2 mg/L
3 Arsen 0,05 mg/L
4 Barium 1,0 mg/L
5 Besi 0,3 mg/L
6 Fluorida 1,5 mg/L
7 Kadnium 0,005 mg/L
8 Kesadahan (CaCO3) 500 mg/L
9 Klorida 250 mg/L
10 Kromonium, Valensi 6 0,05 mg/L
11 Mangan 0,1 mg/L
12 Natrium 200 mg/L
13 Nitrat, sebagai NO2 10 mg/L
14 Nitrit, sebagai NO3 1,0 mg/L
15 Perak 0,05 mg/L
16 Ph 6,5-8,5 mg/L Merupakan batas
minimum dan
maksimum
17 Selenium 0,01 mg/L
18 Seng 5,0 mg/L
19 Sianida 0,1 mg/L
20 Sulfat 400 mg/L
21 Sulfida (sebagai H2S) 0,05 mg/L
22 Tembaga 1,0 mg/L
23 Timbal 0,05 mg/L
b. Kimia Organik
1 Aldrin dan Dieldrin 0,0007 mg/L
2 Benzena 0,01 mg/L
3 Benzo (a) pyrene 0,00001 mg/L
4 Chlordane (total isomer) 0,0003 mg/L
5 Coloroform 0,03 mg/L
6 2,4 D 0,10 mg/L
7 DDT 0,03 mg/L
8 Detergen 0,05 mg/L
9 1,2 Discloroethane 0,01 mg/L
10 1,1 Discloroethane 0,0003 mg/L
11 Heptaclor dan Heptaclor 0,003 mg/L
epoxide
12 Hexachlorobenzene 0,00001 mg/L
13 Gamma-HCH (Lindane) 0,004 mg/L
14 Methoxychlor 0,03 mg/L
15 Pentachlorophanol 0,01 mg/L
16 Pestisida Total 0,10 mg/L
17 2,4,6 urichlorophenol 0,01 mg/L
18 Zat organik (KMnO4) 10 mg/L
C. Mikrobiologi
1 Koliform Tinja 0
2 Total koliform 0 95% dari sampel
81
yang diperiksa
selama setahun.
Kadang-kadang
boleh ada 3 per
100 ml sampel air,
tetapi tidak
berturut-turut
D. Radioaktif
1 Aktivitas Alpha (Gross 0,1 Bq/L
Alpha Activity)
B. Kimia
b. Kimia Organik
1 Air Raksa 0,001 mg/L
2 Arsen 0,05 mg/L
3 Besi 1,0 mg/L
4 Fluorida 1,5 mg/L
5 Kadnium 0,005 mg/L
6 Kesadahan (CaCO3) 500 mg/L
7 Klorida 600 mg/L
8 Kromonium, Valensi 6 0,05 mg/L
9 Mangan 0,5 mg/L
10 Nitrat, sebagai N 10 mg/L
11 Nitrit, sebagai N 1,0 mg/L
12 Ph 6,5 – 9,0 mg/L Merupakan batas
minimum dan
maksimum
13 Selenium 0,01 mg/L
14 Seng 15 mg/L
15 Sianida 0,1 mg/L
16 Sulfat 400 mg/L
17 Timbal 0,05 mg/L
b. Kimia Organik
82
E. Mikrobiologi
1 Koliform Tinja 50 per 100 ml Bukan air perpipaan
2 Total koliform 10 per 100 ml Air perpipaan
F. Radioaktif
1 Aktivitas Alpha 0,1 Bq/L
(Gross Alpha
Activity)
didapatkan hasil bahwa balita yang tidak mempunyai sarana air bersih
berisiko 2,06 kali lebih besar untuk terkena diare daripada balita yang
rendah dalam memanfaatkan sarana air bersih berisiko 2,55 kali terkena
dialami oleh balita dengan usia 6-24 bulan dan ditemukan di daerah
dengan air ledeng lebih baik memiliki kemungkinan diare yang lebih
balita.
b. Jamban Keluarga
binatang lainnya.
dibersihkan
Gunawan, 2009):
tanah di tutup untuk lantai pijakan. Tutup bisa terbuat dari bambu
Latrine)
kering. Toilet kering memisahkan air seni dan tinja. Toilet kering ini
5) Septic tank
tangki sendimentasi kedap air. Tinja dan air buangan yang masuk di
10-15 tahun.
Jamban ini berbentuk bejana yang berisi caustic soda sehingga tinja
Menurut Godana dan Mengiste balita dari rumah tangga tanpa jamban
yang aman. Ini adalah salah satu cara untuk mengurangi kontak antara
industri dan kegiatan rumah tangga. Limbah yang lebih dikenal juga
Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia
Widjajanti, 2009).
(Notoatmodjo, 2007) :
pada balita. Ibu yang melakukan pembuangan air limbah yang tidak
alam yang berbentuk padat yang terdiri atas sampah rumah tangga
tangga adalah sampah yang tidak berasal dari rumah tangga dan
Sampah terdiri dari beberapa jenis, yaitu (Junias dan Balelay, 2008
dan lain-lain.
makanan.
(abu).
atau industri.
tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena
digunakan belum saniter, seperti masih terbuka dan tidak kuat dan
e. Kepadatan Hunian
hunian yang padat (< 9 m2) tidak memiliki risiko dengan kejadian
yaitu 86% pada kasus dan 83% pada kontrol. Sehingga rata-rata
yang tidak berdebu dan kedap air. Lantai yang berbahan tanah
(tidak kedap air) biasanya berdebu pada musim kemarau dan basah
yang mengadung patogen diare. Lantai rumah dari tanah agar tidak
lantai lainnya yang baik dapat terbuat dari bahan berupa ubin,
semen dan kayu. Jenis lantai yang baik adalah berbahan kering ,
D. Kerangka Teori
Faktor Ibu
Kebersihan
1. Usia
Makanan/minuman
2. Pendidikan
3. Pengetahuan
4. Perilaku
Diare pada Bayi
5. Status Pekerjaan Ibu Usia 6-12 Bulan
1. Jenis Kelamin
2. MPASI Dini
3. ASI Eksklusif
4. MPASI
5. Vitamin A
6. Vaksinasi Rotavirus
7. Vaksinasi Campak
8. Riwayat Penyakit Lain
Bagan 2. 4 Kerangka Teori
Keterangan:
95
96
Bab III
Kerangka Konsep
A. Kerangka Konsep
2008).
pada kerangka teori dapat diteliti. Variabel independen yang tidak dapat
diteliti dalam penelitian ini adalah faktor individu [jenis MPASI (Bubur
berbahan padi dan jus buah); status vaksinasi rotavirus, riwayat penyakit
lain], faktor ibu, faktor sosial ekonomi, dan faktor lingkungan. Variabel
jenis MPASI berupa makanan kaya serat dan nabati dengan kandungan
fitat tinggi seperti bubur tidak diteliti karena diketahui dari penelitian
berbahan dasar padi. Namun dari data SDKI tahun 2012 yang diperoleh
tidak ada penjelasan bubur berbahan jenis apa yang diberikan pada bayi.
Lainnya jenis MPASI berupa jus buah juga tidak dapat diteliti karena
Namun tidak ada data SDKI tahun 2012 terkait porsi pemberian jus buah
pada bayi. Sama halnya dengan variabel status vaksinasi rotavirus juga
tidak dapat diteliti karena tidak adanya data SDKI tahun 2012 terkait
variabel ini.
kejadian diare pada bayi adalah ISPA. Namun pada penelitian ini variabel
kebetulan saja dan kejadian ini jarang terjadi. Selanjutnya faktor ibu,
dalam hubungannya dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan
a) Jenis kelamin
tahan tubuh dimana sistem kekebalan tubuh bayi laki-laki lebih rendah
Selain itu perbedaan pola asuh orang tua yang kurang protektif pada
Pada masa bayi berusia 0-6 bulan yang seharusnya diberikan ASI
makanan lain selain ASI baik disamping tetap memberikan ASI atau
tidak. Pemberian minuman atau makanan selain ASI pada rentang usia
ASI mengandung berbagai zat gizi dan zat protektif tertentu yang
daya tahan tubuh bayi yang membuat bayi terhindar dari berbagai
MPASI penting untuk diteliti pada bayi usia 6-12 bulan. Salah
satu jenis MPASI yang penting untuk diteliti adalah pemberian susu
susu formula yang kurang tepat baik dapat terlalu encer maupun kental.
e) Pemberian Vitamin A
vitamin A dapat membuat bayi berisiko terjangkit diare. Maka dari itu
f) Vaksinasi Campak
kejadian diare pada bayi adalah apabila bayi mengalami diare, maka
virus campak yang menyerang sistem mukosa tubuh dan saluran cerna.
Faktor Individu :
1. Jenis kelamin
2. MP ASI dini Kejadian Diare pada
3. Pemberian ASI Eksklusif Bayi usia 6-12 bulan
4. Pemberian Susu Formula
5. Pemberian Vitamin A
6. Vaksinasi Campak Bagan 3. 1 Kerangka Konsep
101
B. Definisi Operasional
variabel yang akan diteliti akan diukur serta alat ukur apa yang akan
Variabel Dependen
Cara Skala
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
pengambilan data Ukur
1. Diare Bayi yang mengalami Kuesioner Observasi data 0. Diare Ordinal
buang-buang air besar SDKI12- sekunder 1.Tidak Diare
(mencret) setiap saat WUS No.
dalam waktu dua 514 dan (Kemenkes
minggu terakhir dan 519. RI, 2013b)
telah diperiksa oleh
tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan
kesehatan
berdasarkan
pengakuan ibu bayi
saat diwawancarai
oleh petugas
pengambil data SDKI
tahun 2012.
(SDKI, 2012)
Variabel Independen
1. Jenis Perbedaan jenis Kuesioner Observasi data 0. Laki-laki Ordinal
Kelamin kelamin bayi SDKI12- sekunder 1. Perempuan
berdasarkan WUS No.
pengakuan ibu bayi 213 (Kemenkes
yang diperkuat RI, 2013b)
dengan keterangan
kelahiran tertulis saat
diwawancarai oleh
petugas pengambil
data SDKI tahun
2012.
(SDKI, 2012)
102
2. Pemberian Bayi yang diberikan Kuesioner Observasi data 0. Tidak ASI Ordinal
ASI ASI saja tanpa disertai SDKI12- sekunder Eksklusif
Eksklusif pemberian cairan dan WUS No. 1. ASI
makanan apapun 453-459; Eksklusif
selama 6 bulan 558-561.
pertama kehidupan. (Kemenkes
RI, 2013b)
(SDKI, 2012)
C. Uji Hipotesis
A dan vaksinasi campak) dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12
A. Desain Penelitian
dan vaksinasi campak) dan dependen (Diare pada bayi usia 6-12 bulan)
104
105
Sulawesi Barat (19.9%). Observasi dan analisis lanjutan data SDKI tahun
2012 dilakukan pada bulan Januari - Oktober tahun 2017 di Ciputat Timur,
tahun 2012 adalah mengikuti hasil sensus penduduk tahun 2010. Menurut
perkotaan.
pedesaan di Indonesia :
2). > 5 km
g. Rumah Sakit
1). Ada atau ≤ 5 km
2). > 5 km
h. Hotel/Bilyar/Diskotek/Panti Pijat/Salon
1). Ada
2). Tidak ada
i. Presentase Rumah Tangga Telepon
1). ≥ 8,00
2). < 8,00
j. Presentase Rumah Tangga Listrik
1). ≥ 90,00
2). < 90,00
Sumber: (BPS, 2010)
Total sebanyak 1840 blok sensus (874 didaerah perkotaan dan 966
didaerah pedesaan) yang dipilih dari daftar blok sensus pada Primary
Sampling Unit (PSU) yang terbentuk saat sensus penduduk 2010. Pada
yang cukup untuk diwawancarai, oleh karena itu ibu yang merupakan
wanita usia subur dari setiap bayi tersebut yang menjadi responden (SDKI,
2012). Berikut adalah tabel 4.2 jumlah rumah tangga yang dikunjungi dan
tangga
Kota 600 510 420
Responden
Perkiraan Desa 1020 780 870
WUS
Total 1620 1290 1290
Wawancara 95.2 92.5 95.7
Lengkap
Responden 2.6 5.4 2.3
tidak ada di
Presentase rumah
(%) WUS Menunda 0.0 0.2 0.1
yang Menolak 0.7 0.5 0.6
diwawancarai Wawancara 0.2 0.3 0.4
Implementasi tidak lengkap
Tidak mampu 1.3 1.2 0.9
Lainnya 0.1 0.0 0.0
Total 100 100 100
Jumlah sampel WUS 1331 1247 1097
Respon rate (%) sampel WUS 95.2 92.5 95.7
yang eligible
Respon rate (%) seluruh 93.7 91.9 94.0
sampel WUS
Sumber: (ICF, 2013)
semua bayi usia 6-12 bulan yang masih hidup dari setiap rumah
Sementara sampel dalam penelitian ini adalah semua bayi usia 6-12
bulan yang masih hidup dari setiap rumah yang tinggal di pedesaan
tercatat dalam SDKI 2012. Bayi dengan usia 6-12 bulan dipilih karena
Bayi usia 6-12 bulan di seluruh Indonesia yang masih hidup pada periode tahun 2011 hingga SDKI tahun 2012
N= 1.413
Tidak Missing Tidak Missing Tidak Missing Tidak Missing Tidak Missing Tidak Missing
N= 20 N= 31 N= 12 N= 23 N= 12 N= 37
N= 3 N=4 N= 3
(Tidak Diagnosis Yankes) (Diagnosis Dukun) (Tidak Diagnosis Yankes)
N=1
(Diagnosis Dukun)
Jenis kelamin = 0 Jenis kelamin= 0 Jenis kelamin= 0 Jenis kelamin = 0 Jenis kelamin = 0 Jenis kelamin = 0
MPASI Dini = 0 MPASI Dini = 0 MPASI Dini = 0 MPASI Dini = 0 MPASI Dini = 0 MPASI Dini = 0
ASI Eksklusif= 3 ASI Eksklusif= 1 ASI Eksklusif= 0 ASI Eksklusif= 3 ASI Eksklusif= 0 ASI Eksklusif = 1
Susu Formula= 0 Susu Formula= 0 Susu Formula= 3 Susu Formula= 1 Susu Formula= 0 Susu Formula = 0
Vitamin A =0 Vitamin A = 0 Vitamin A = 0 Vitamin A =0 Vitamin A =0 Vitamin A =1
Vaksinasi =0 Vaksinasi = 2 Vaksinasi = 0 Vaksinasi =0 Vaksinasi =0 Vaksinasi =0
Campak Campak Campak Campak Campak Campak
N= 13 N= 28 N= 5 N= 19 N= 9 N= 34
N Total = 108
Berdasarkan Bagan 4.1 diatas bahwa terdapat 1.413 bayi usia 6-12
tahun 2011 hingga SDKI tahun 2012 dilakukan. Tiga Provinsi memiliki
Barat, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Bayi usia 6-12 bulan adalah salah
satu diantara kelompok balita yang rentan mengalami diare. Terdapat 135
bayi usia 6-12 bulan yang tinggal di wilayah pedesaan dari tiga provinsi,
mengalami diare.
diagnosis dokter tidak dipih sebagai sampel. Sama halnya dengan bayi
sebanyak 11 bayi dengan dua kriteria ini terekskusi dari penelitian ini.
diteliti baik pada kelompok bayi yang diare dan tidak diare. Sehingga total
sampel pada penelitian ini menjadi 108 bayi usia 6-12 bulan.
maka dapat ditentukan kekuatan uji (1-β) pada setiap variabel. Penentuan
kekuatan uji (1-β) menggunakan rumus besar sampel uji hipotesis beda
dua proporsi dua arah (two tail) , yaitu sebagaimana berikut (Ariawan,
1998):
( √ ( ) √ ( ) ( ))
( )
Keterangan :
n = Jumlah sampel
penderita Diare
penderita Diare
aplikasi Sample Size 2.0 pada sistem operasi Windows. Adapun besar
Besar Kekuatan
No Variabel P1 P2
sampel Uji (1-β)
1. Diare 108 0.25 0.75 99%
2. Jenis Kelamin 108 0.54 0.46 99%
3. MPASI Dini 108 0.60 0.40 99%
4. Pemberian ASI 108 0.57 0.43 99%
eksklusif
4. Susu Formula 108 0.75 0.25 99%
5. Pemberian 108 0.51 0.49 99%
Vitamin A
6. Vaksinasi campak 108 0.73 0.27 99%
D. Instrumen penelitian
SDKI tahun 2012. Kuesioner SDKI tahun 2012 sebelumnya telah di uji
cobakan. Uji coba kuesioner dilakukan oleh dua tim yang direkrut di setiap
blok sensus perkotaan dan empat blok sensus pedesaan. Kabupaten yang
terpilih untuk uji coba kuesioner adalah Pekanbaru dan Kampar (Provinsi
Riau), serta Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (Provinsi
Nusa Tenggara Timur). Uji coba kuesioner SDKI tahun 2012 dilakukan
segala faktor individu yang akan diteliti seperti jenis kelamin, MPASI dini,
dan vaksinasi campak pada bayi usia 6-12 bulan. Kuesioner SDKI 2012
E. Pengumpulan Data
yaitu data SDKI tahun 2012. Data SDKI tahun 2012 dalam penelitian ini
untuk menentukan kevalidan dari hasil penelitian. Adapun kulitas data dari
117
usia 15-49 tahun yang masih hidup, oleh sebab itu tidak tersedia data anak
dari wanita yang sudah meninggal. Estimasi angka kematian akan bias jika
fertilitas wanita yang masih hidup dan wanita yang sudah meninggal
Namun, jika kelangsungan hidup anak dari wanita yang masih hidup dan
periode kini.
perkiraan angka relatif rendah dimasa lalu lebih jelas terlihat. Kesalahan
pelaporan tanggal lahir dan atau usia saat meninggal dapat menghasilkan
angka kematian yang bias. Laporan usia anak saat meninggal, sumber
SDKI 2012 untuk mencatat kematian dibawah satu bulan dalam hari dan
118
Sama halnya yang terjadi pada SDKI 2007, pada SDKI 2012 juga
yang terjadi baru-baru ini. Hal ini jelas terlihat bahwa kecenderunganusia
untuk periode 0-4 tahun sebelum survei lebih mulus dibandingkan dengan
distribusi kematian untuk periode 5-9 dan 10-14 tahun sebelum survei.
merujuk pada status kelangsungan hidup anak yang terjadi untuk satu
periode tertentu (misal, 0-4 tahun sebelum survei). Namun karena hanya
bukan pengasuh, sanak saudara, maupun orang lain yang mengasuh bayi
melainkan adalah orang tua yang melahirkan bayi tersebut. Hal ini
dilakukan untuk menghindari bias informasi. Selain itu kualitas data SDKI
2012 dari setiap data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
119
G. Pengolahan Data
berikut :
memperoleh seluruh data mentah hasil SDKI tahun 2012 yang tidak
terkait faktor individu dan diare pada bayi usia 6-12 bulan. Saat
data terkait faktor individu dan diare pada bayi usia 6-12 bulan akan
dihapus.
123
penentuan sampel yang dapat dilihat pada bagan 4.1. Pada tahap
tersebut missing karena data hasil input tidak lengkap atau berupa
tahun 2012 yang diperoleh menjadi kode atau kategori yang sesuai
4) Computing, yaitu membuat variabel baru dari data yang ada sesuai
H. Analisis Data
yang akan dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini ada dua macam
1. Analisis Univariat
dependen pada penelitian ini adalah diare pada bayi usia 6-12 bulan.
usia 6-12 bulan. Hasil analisis univariat akan ditampilkan dalam bentuk
2. Analisis Bivariat
campak) dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan. Analisis
bivariat ini akan dianalisis dengan menggunakan uji statistik yaitu uji
125
Chi square. Menurut Budiarto (2002) prinsip dari uji chi-square adalah
( )
∑
Keterangan:
0 = Nilai hasil pengamatan
E = Nilai ekspektasi
Sementara itu, hal ini tidak dapat dilakukan untuk tabel 2x2. Oleh
merupakan salah satu kasus yang prevalen. Maka dari itu digunakan
1) Apabila nilai PRR >1 maka ada hubungan yang bermakna antara
juga memiliki makna tertentu, yaitu bila rentang nilai antara lower
faktor risiko Individu dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12
diare. Kemudian bila rentang nilai antara lower limit dengan upper
kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan. (Katz, 2006; Szumilas,
2010).
BAB V
Hasil
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah semua bayi usia 6-12
bulan yang masih hidup pada periode tahun 2011-2012 dari setiap rumah
Gorontalo dan Sulawesi Barat. Adapun jumlah sampel yang digunakan adalah
sebanyak 108 responden dengan distribusi kejadian diare pada bayi usia 6-12
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Bayi Usia 6-12 Bulan Berdasarkan Kejadian
Diare Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012
Status Diare N (%)
Diare 27 25%
Tidak Diare 81 75%
Total 108 100%
Berdasarkan tabel 5.1 diatas diketahui bahwa paling banyak bayi usia 6-12
dan Sulawesi Barat tidak mengalami diare (75%) dalam waktu 2 minggu
Adapun bayi usia 6-12 bulan dipastikan mengalami diare atau tidak
melalui pemeriksaan yang tepat dan diagnosis oleh tenaga kesehatan. Tenaga
kesehatan dapat berasal dari berbagai fasilitas pelayanan kesehatan baik milik
pemerintah ataupun swasta. Berikut adalah distribusi frekuensi bayi usia 6-12
127
128
pelayanan kesehatan :
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Bayi Usia 6-12 Bulan dengan Diare
Berdasarkan Diagnosis Fasyankes Di Wilayah Pedesaan
3 Provinsi Indonesia Tahun 2012
Fasilitas Pelayanan Kesehatan N Persentase
(%)
Pemerintah
Puskesmas 7 6,5 %
Polindes 1 0.9 %
Swasta
Apotek Swasta 3 2.8 %
Dokter Praktek Swasta 2 1,9 %
Klinik Praktek Swasta 1 0.9 %
Bidan Praktek Swasta 7 6.5 %
Perawat Praktek Swasta 2 1,9 %
Bidan Desa Swasta 3 2.8 %
Lainnya 1 0.9 %
Total 27 100%
Tabel 5.2 diatas diketahui bahwa paling banyak bayi usia 6-12
sektor pemerintah, yaitu Puskesmas (6.5 %). Sementara bayi dengan diare
swasta (6.5 %). Distribusi bayi dengan diare paling sedikit berdasarkan
kelamin pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia
Tahun 2012 :
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Bayi Usia 6-12 Bulan Berdasarkan Jenis
Kelamin Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012
Jenis Kelamin N (%)
Laki-laki 58 53.7%
Perempuan 50 46.3%
Total 108 100 %
Berdasarkan tabel 5.3 diatas diketahui bahwa bayi usia 6-12 bulan
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI saja oleh responden pada bayi
IMD < 1 jam dan pemberian minuman tambahan lainnya setelah tiga hari
untuk menentukan ASI eksklusif hanya dapat digunakan pada bayi usia 0-6
bulan. Tidak dapat digunakan pada bayi lainnya yang berada pada kisaran
usia > 6 bulan. Berikut adalah distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif
130
pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah pedesaan Provinsi Kalimantan Barat,
Tabel 5.4 diatas menunjukkan bahwa paling banyak bayi usia 6-12
Sulawesi Barat waktu pertama kali disusui yaitu ≥ 1 hari setelah dilahirkan
sebagian besar sudah menerima minuman lain selain ASI (MPASI Dini)
diketahui berusia 6-12 bulan yang masih disusui hingga saat ini lebih
banyak (83.3%). Maka dilihat dari awal responden melakukan IMD < 1
jam dengan pemberian cairan lainnya setelah bayi 3 hari dilahirkan dapat
diketahui bahwa bayi paling banyak tidak diberikan ASI eksklusif, yaitu
sebanyak 57.4%.
Pemberian susu formula pada tabel 5.5 merupakan salah satu dari MPASI
yang diberikan responden pada bayinya yang berusia 6-12 bulan di wilayah
adalah distribusi frekuensi pemberian susu formula pada bayi usia 6-12 bulan
yang dapat dilihat dari konsumsi susu formula dan banyaknya konsumsi susu
formula :
132
Berdasarkan tabel 5.5 diatas diketahui bahwa bayi usia 6-12 bulan
formula (63%). Tabel 5.5 juga memperlihatkan bahwa dari bayi usia 6-12
formula. Bayi usia 6-12 bulan paling banyak mengkonsumsi susu formula
berwarna biru atau merah yang dilakukan responden pada bayinya dalam
waktu 6 bulan terakhir. Responden yang memiliki bayi dengan usia 6-11
merah. Adapun pemberian Vitamin A pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah
Provinsi Kalimantan Barat, Gorontalo dan Sulawesi Barat dapat dilihat pada
banyak tidak menerima kapsul vitamin A, yaitu sebanyak 53%. Bayi usia
(34.3%) dibandingkan bayi pada usia 6-11 bulan yang menerima kapsul
tenaga kesehatan kepada bayi responden saat berusia 9-12 bulan sebanyak
satu kali. Sebagai bukti bayi responden telah menerima vaksin campak tenaga
mengaku bayinya diberi vaksin campak pada usia 9 -12 bulan, akan tetapi
134
campak pada bayi usia 9-12 bulan di wilayah pedesaan 3 Provinsi Indonesia :
diare paling banyak tidak diberikan vaksinasi campak, yaitu sebanyak 69.1%.
Bayi berusia 9-12 bulan yang diberikan vaksinasi campak berdasarkan catatan
G. Hubungan Faktor Individu dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 6-12
Bulan Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012.
dapat dilihat dari nilai Pvalue, PRR maupun 95% CI. Berikut adalah hasil
campak) dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah
1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 6-12
Bulan Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012.
Analisis jenis kelamin dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12
Tabel 5. 8 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Diare Pada Bayi Usia 6-12
Bulan Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.3 diatas diketahui bahwa bayi usia 6-12 bulan
(28%). Tetapi dilihat dari jumlahnya antara bayi berjenis kelamin laki-laki
hasil analisis pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak
berhubungan bermakna (P Value > 0.05) dengan kejadian diare pada bayi
dan Sulawesi Barat. Dilihat nilai PRR yang diperoleh pada CI 95% yaitu
Diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah pedesaan 3 Provinsi Indonesia,
diketahui bayi usia 6-12 bulan di awal pertama kehidupannya, yaitu ketika
ASI (MPASI Dini). Pemberian minuman tambahan lain selain ASI diawal
pertama kehidupan bayi ini disebut juga dengan pemberian MPASI dini.
Analisis pemberian MPASI dini dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12
Tabel 5.9 Hubungan Pemberian MPASI Dini Dengan Diare Pada Bayi Usia
6-12 Bulan Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.9 diatas diketahui bahwa bayi usia 6-12 bulan
tidak berhubungan bermakna (P Value > 0.05) dengan kejadian diare pada
Gorontalo dan Sulawesi Barat. Adapun nilai PRR yang diperoleh pada CI
137
95% yaitu sebesar 0.86 (0.44-1.66) dengan demikian nilai PRR tersebut
juga tidak ada hubungan bermakna anatara MPASI dini dengan diare pada
jam dan tidak diberikan minuman lain selain ASI apapun setelah bayi usia
6-12 bulan tiga hari dilahirkan oleh responden. Berikut adalah hasil
analisis pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 6-
Berdasarkan tabel 5.10 diatas diketahui bahwa bayi usia 6-12 bulan
Barat yang mengalami diare paling banyak tidak diberikan ASI eksklusif
tidak berhubungan bermakna (P Value > 0.05) dengan kejadian diare pada
Gorontalo dan Sulawesi Barat. Nilai PRR 1.1 (95% CI 0.55-2.10) dari
kejadian diare.
138
Analisis susu formula dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12
Berdasarkan tabel 5.11 diatas diketahui bahwa bayi usia 6-12 bulan
Barat yang mengalami diare paling banyak dialami bayi yang tidak
0.05) dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah pedesaan
nilai PRR 0.57 (95% CI 0.29-1.10) dapat disimpulkan bahwa nilai PRR
Tabel 5.12 Hubungan Pemberian Vitamin A Dengan Diare Pada Bayi Usia 6-
12 Bulan Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.12 diatas diketahui bahwa bayi usia 6-12 bulan
Barat yang mengalami diare paling banyak dialami bayi yang diberikan
berhubungan bermakna (P Value > 0.05) dengan kejadian diare pada bayi
usia 6-12 bulan Nilai PRR 0.71 (95% CI 0.36-1.39) juga menunjukkan
kejadian diare pada bayi usia 9-12 bulan di wilayah pedesaan 3 Provinsi
Berdasarkan tabel 5.13 diatas diketahui bahwa bayi usia 6-12 bulan
kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah pedesaan Provinsi
Kalimantan Barat, Gorontalo dan Sulawesi Barat. Hasil nilai PRR yang
bermakna dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan. Akan tetapi,
jika dilihat dari distribusinya bahwa bayi usia 6-12 bulan yang mengalami
diare cenderung dialami oleh bayi yang tidak diberikan vaksinasi campak
(19%).
Bab VI
Pembahasan
A. Keterbatasan Penelitian
peneliti berharap dapat mengambil jumlah sampel yang besar yaitu bayi
penelitian ini tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan sudah ada
(2016) . Oleh karena itu, peneliti hanya mengambil sampel bayi usia 6-12
2. Pada penelitian ini penggunaan data sekunder SDKI 2012 sebagai bahan
dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan cleaning untuk data yang
bias informasi yang mungkin terjadi dengan melakukan uji coba kuesioner
141
142
(Provinsi Riau), serta Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan
3. Faktor lupa responden pada saat wawancara SDKI 2012 merupakan hal
informasi. Hal ini dapat terjadi ketika enumerator SDKI 2012 menyakan
pertanyaan yang berkaitan dengan IMD pada responden dengan usia bayi
diatas 6 bulan. Selain itu terkait pemberian Vitamin A dalam kurun waktu
minuman lain selain ASI apapun sebelum ASI-nya keluar dengan lancar
setelah bayi usia 6-12 bulan tiga hari dilahirkan oleh responden.
definisi operasional ASI eksklusif secara utuh. Hal ini karena tidak ada
lancar setelah bayi usia 6-12 bulan tiga hari dilahirkan oleh responden.
namun data tersebut hanya dapat digunakan pada bayi yang berusia 6
bulan saja. Tidak dapat digunakan pada bayi yang berusia > 6 bulan.
6. Pada analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, dihasilkan nilai
menyeluruh.
Diare pada bayi usia 6-12 bulan adalah suatu kondisi dimana bayi
mengalami buang air yang frekuensinya melebihi normal yaitu lebih sering
(biasanya tiga kali atau lebih dalam satu hari) yang disertai perubahan
konsistensi tinja menjadi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja
dengan atau tanpa darah dan atau lendir. Bayi usia 6-12 bulan yang
mengalami diare kadar air dalam tinjanya diatas normal yaitu sekitar 10 ml/kg
(WHO, 2016; Kemenkes RI, 2011a; Guandalini dkk, 2015). Diare pada bayi
usia 6-12 bulan dapat diklasifikasikan berdasarkan gejalanya, ada atau tidak
adanya infeksi gatroenteris (diare dan muntah), organ yang terkena infeksi,
dan derajat dehidrasi (WHO, 2010; Nisa, 2007; Kemenkes RI, 2002, 2011a).
Secara umum untuk semua jenis diare memiliki gejala klinik yang sama.
144
Biasanya pasien hanya mengeluh mencret, perut penuh, mual, keringat dingin
25% bayi usia 6-12 bulan yang mengalami diare dalam waktu 2 minggu
kesehatan baik pemerintah maupun swasta. Pada data SDKI 2012 yang telah
didapatkan, data diare masih secara umum sehingga belum dapat ditentukan
jenis diare apakah yang dialami oleh bayi usia 6-12 bulan. Adapun diare yang
terjadi dan berlangsung selama beberapa jam atau kurang dari 14 hari
adalah termasuk kedalam jenis diare akut. Sementara diare yang terjadi dan
dan WHO, 2009; Nisa, 2007; Kemenkes RI, 2002; 2011). Oleh karena itu,
bayi yang mengalami diare berdasarkan data SDKI 2012 yang digunakan
dalam penelitian ini mengarah pada kejadian jenis diare akut atau diare
kronik.
Bayi usia 6-12 bulan yang menderita diare akut atau diare kronik akan
kehilangan cairan (dehidrasi) yang signifikan dan cepat pada individu yang
basa (metabolik asidosis). Bayi dengan diare akut maupun kronik juga dapat
dalam hati yang terganggu dan adanya gangguan absorpsi glukosa. Bayi
dengan diare akut maupun kronik dengan atau tanpa disertai muntah juga
145
Bayi dengan diare diare akut atau diare kronik juga biasanya akan
penyakit infeksi lain, kerusakan usus halus, malnutrisi berat dan gangguan
pertumbuhan dan kognitif. Bagi bayi dengan malnutrisi berat (marasmus atau
Indonesia harus ditangani dengan cepat dan tepat. Penanganan selain pada
dalam gedung; pemanfatan data dan infomasi dari profil kesehatan keluarga
2017).
C. Hubungan Faktor Individu Dengan Kejadian Diare Pada Bayi Usia 6-12
Bulan Di Wilayah Pedesaan 3 Provinsi Indonesia.
1. Jenis Kelamin
bentuk anatomi, fisiologi dan sistem hormonal (Noor, 2014). Pada tabel
5.8 terlihat di distribusi tertinggi bayi usia 6-12 bulan dengan diare dialami
tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian diare
kesehariannya.
oleh Diouf dkk (2014) yang dilakukan di wilayah pedesaan Burundi bahwa
balita pada kisaran usia 0-11 bulan dan 12-24 bulan yang berjenis kelamin
laki-laki lebih berisiko diare. Sama halnya dengan penelitian Wilunda dan
Panza (2009) di pedesaan Thailand, dimana bayi usia 6-24 bulan yang
yang dilakukan oleh Ahmed dkk. (2008) dan Yilgwan dan Okolo (2012)
higienis. Oleh karena itu balita laki-laki lebih mudah terserang diare
pada masa balita memasuki masa membangun massa otot yang jauh lebih
mengalami diare.
Maka dari itu diperlukan adanya perhatian lebih pada bayi terutama bayi
dengan jenis kelamin laki-laki. Adapun upaya yang dapat dilakukan Dinas
kesehariannya. Hal ini dapat berupa lebih mengawasi bayi dalam aktifitas
higienis dan memasukannya ke mulut. Selain itu juga mengawasi bayi agar
dari terpapar oleh patogen penyebab diare. Pendidikan lainnya yang dapat
151
bayi terutama laki-laki. Hal ini dikarenakan bayi laki-laki sendiri lebih
yang lebih parah pada rumah tangga. Kemudian kader kesehatan dapat
guna memberikan tata laksana diare pada tingkat medis. Melalui upaya ini
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan bayi berupa cairan hasil
Selama pemberian ASI eksklusif bayi hanya diberikan ASI saja dan tidak
ASI setelah bayi 3 hari dilahirkan (MPASI Dini) dengan kejadian diare
Namun pada tabel 5.9 terlihat bahwa bayi dengan diare sebagian besar
menunjukkan bahwa bayi usia 0-6 bulan yang diberi MPASI dini berisiko
14,043 kali mengalami diare daripada balita yang tidak diberi MPASI dini.
0-12 bulan yang diberikan MPASI dini berpeluang 7,8 kali mengalami
penelitian ini bayi dengan diare lebih banyak dialami oleh bayi yang telah
cairan, semi-padat maupun padat secara dini berupa susu formula, air
putih, madu, dan makanan semi padat sampai makanan padat tertentu.
diare cenderung lebih banyak dialami oleh bayi yang menerima MPASI
dini.
pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 6-12 bulan diwilayah pedesaan 3
ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah
Hal ini karena tidak ada data pemberian makanan lain apapun
sebelum ASI-nya keluar dengan lancar setelah bayi usia 6-12 bulan tiga
pada bayi yang berusia 6 bulan saja. Tidak dapat digunakan pada bayi
Hasil penelitian ini tidak selaras ini dengan hasil penelitian yang
Vietnam dimana pemberian ASI tidak eksklusif (ASI predominan dan ASI
kejadian diare pada bayi 0-6 bulan. Penelitian lainnya yang juga
adalah penelitian Rohmah dkk (2015); Gedefaw dan Berhe (2015); dan
usia 0-6 bulan membuat status menyusui bayi menjadi tidak eksklusif.
bayi tidak mendapat perlindungan dari kedua faktor imun spesifik dan dan
155
2003).
saluran cerna, mikroba patogen melekat pada sel enterosit usus kemudian
terjadi. Suradi (2008) mengatakan bahwa bayi yang tidak mendapat ASI
bifidus, lisozim, faktor alergi, dan limfosit T dan B. Zat protektif ini
termasuk patogen diare yang masuk dalam tubuh bayi. Bayi tidak ASI
glikoprotein pengikat besi yang dapat melawan bakteri, virus dan jamur
Selain itu walaupun dalam hasil penelitian ini tidak ada data hasil
pemeriksaan laboraturium pada bayi dengan diare. Bayi dengan diare pada
penelitian ini yang mengarah pada jenis diare akut atau diare kronik
melawan rotavirus yang disalurkan melalui plasenta dan air susu ibu (Pun,
156
2010). Di dalam tubuh bayi tidak ASI eksklusif juga tidak ditemukan
kandungan Lactadherin yang berasal dari air susu ibu yang dapat
kelompok usia 6-11 bulan paling rentan terkena infeksi rotavirus karena
Pada kelompok usia ini kadar antibodi ibu yang bayi peroleh dari ASI
mulai menurun karena bayi mulai memasuki "fase oral" dari fase
kesakitan diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah pedesaan 3 Provinsi
subur yang sedang hamil dan pasca melahirkan beserta suaminya agar
apapun (MPASI dini) segera saat sesudah lahir yang dimulai dengan
memberikan ASI esklusif pada bayinya sejak lahir hingga usia 6 bulan
mengenai tata laksana diare dirumah yang salah satunya dengan terus
keluarga dengan bayi mengalami diare yang sudah parah, maka kader
dapat segera mengajak orang tua bayi untuk membawa bayinya tersebut ke
tingkat medis.
Susu formula adalah susu komersil yang terbuat dari susu sapi
Pada penelitian ini, nilai PRR yang diperoleh pada CI 95% sebesar 0.57
dilakukan oleh Patel dkk (2015); Aningsih dkk (2013); dan Estiana dkk
diare pada bayi usia 6-12 bulan yang mengkonsumsi susu formula.
dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan pada penelitian ini
data primer dengan sampel besar dan desain case control pada masa yang
akan datang.
terjadi pada bayi saat mengkonsumsi susu formula yaitu bayi yang
menelan protein asing yang ada pada susu formula akan terangsang oleh
Hausman, 2012). Selain itu susu formula juga dapat meningkatkan resiko
(2009) dalam Atika dkk (2014) bayi yang diberikan susu formula
pembuatan susu formula yang kurang tepat. Pembuatan susu formula baik
yang terlalu encer maupun yang terlalu kental dapat membuat usus bayi
susah mencerna. Usus bayi yang susah mencerna susu formula akan
160
berusia 6-12 bulan mencapai usia 2 tahun. Kegiatan yang dapat dilakukan
dari Puskesmas. Kegiatan ini dapat dilakukan pada saat kegiatan rutin
kesehatan, wanita usia subur yang sedang hamil, pasca melahirkan dan
memliki bayi berusia < 2 tahun beserta suaminya. Upaya ini juga dapat
kader kesehatan.
4. Pemberian Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak,
disimpan dalam hati, dan tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus dipenuhi
dari luar tubuh. Salah satu manfaat vitamin A diantaranya adalah meningkatkan
daya tahan tubuh. Selain itu vitamin A juga dapat mengurangi durasi, keparahan
dan kompilkasi diare. Vitamin A juga dapat mengurangi dan mencegah kematian
akibat diare. Tubuh dapat memperoleh vitamin A salah satunya melalui suplemen
161
kapsul vitamin A dosis tinggi (Kemenkes RI, 2009; WHO, 2010; Juffrie dkk,
2015).
usia 6-59 bulan. Balita direkomendasikan menerima kapsul vitamin A dosis tinggi
biru dengan dosis 100.000 SI diberikan pada bayi usia 6-11 bulan sebanyak satu
dosis 200.000 SI diberikan pada balita usia 12-59 bulan sebanyak dua kali
diketahui hasil nilai PRR yang diperoleh pada CI 95% yaitu sebesar
dilakukan oleh Stanly dkk (2009) yang dilakukan di pedesaan India Selatan.
Stanly dkk (2009) berasumsi bahwa bayi yang sebagian besar berada pada kisaran
usia 7-12 bulan yang tidak menerima suplemen vitamin A meningkatkan risiko
diare akut sebesar 7.4 kali. Penelitian ini juga bertentangan dengan penelitian Chisti
dkk. (2013) yang menyatakan bahwa bayi dibawah usia 6 bulan yang tidak
menerima vitamin A berhubungan signifikan durasi diare >4 hari, dehidrasi dan
kapsul vitamin A sendiri yang kurang dapat mempengaruhi kejadian diare itu
sendiri melihat sebagian besar bayi dengan diare dalam penelitian ini telah
menerima kapsul vitamin A (29.4%). Long dkk (2006) dalam penelitiannya pada
bayi usia 5-15 bulan berasumsi bahwa efek suplemen vitamin A dalam kaitannya
pada patogen diare yang menginfeksi dan proses patologis yang terjadi didalam
tubuh bayi itu sendiri. Nel (2010) juga menemukan bukti di lain sisi pemberian
vitamin A kurang dapat bermanfaat bagi anak-anak yang menderita diare. Vitamin
berkembang dari kejadian diare. Uji khasiat suplemen kapsul vitamin A sejak tahun
1994 dikonfirmasi tidak berdampak pada pengurangan kematian pada balita karena
diare. Hal ini menurutnya karena kadar serum retinol yang rendah dan
dengan perubahan pola penyakit diare itu sendiri. Maka dari itu untuk mengatasi
vitamin A disamping pemberian kapsul vitamin A dengan diare pada bayi usia 6-12
163
bulan di wilayah pedesaan 3 provinsi Indonesia. Hal ini dikarenakan data SDKI
homogen dengan hasil ukur ≤ mean. Data yang dapat digunakan juga hanya
Tidak spesifik pada pengukuran porsi konsumsi hingga satuan gram. Maka dari itu
hal ini merupakan kelemahan dalam penelitian ini. Diperlukan adanya penelitian
makanan bersumber vitamin A dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di
wilayah pedesaan Indonesia dengan menggunakan data primer di masa yang akan
datang.
meningkatakan program promosi kesehatan bayi pada unsur gizi bayi dengan
menitik beratkan pada pemenuhan asupan gizi baik pangan maupun fortifikasi
berbahan vitamin A disamping pemberian kapsul vitamin A pada bayi. Upaya ini
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan Puskesmas yang dibantu oleh kader
vitamin A yang diadakan tiap 6 bulan sekali di Posyandu ataupun dapat melalui
bulan sekali juga perlu menekankan tenaga kesehatan Puskesmas dan kader
vitamin A pada bayinya. Tetapi lebih mengawasi dan memastikan pemberian isi
kapsul vitamin A hingga bayi menelannya kemudian mencatatnya pada buku KIA
atau KMS balita sebagai bukti pemberian vitamin A telah dikonsumsi bayi sesuai
waktunya.
suplementasi Vitamin A, dimana pemberian vitamin A pada bayi dan usia 6-59
bulan dilakukan secara serentak pada bulan Februari dan Agustus. Bayi diberikan
vitamin A oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat, tenaga gizi, dll) atau kader
kesehatan. Bayi usia 6-11 bulan diberikan kapsul biru (100.000 SI) dan bayi ≥ 12
bulan diberikan kapsul merah (200.000 SI). Tenaga kesehatan yang telah
A pada KMS/Buku KIA. Kedepan pada saat pengumpulan data, enumerator yang
KMS/Buku KIA. Hal ini untuk memperkuat kevalidan data variabel pemberian
vitamin A sehingga dapat meningkatkan kualitas data SDKI. Kualitas data SDKI
5. Vaksinasi Campak
dkk, 2011). Bayi yang telah di vaksinasi diharapkan dapat kebal terhadap
dalam satu dosis 0.5 ml secara subkutan dalam pada usia 9 bulan.
terhadap penyakit diare yang lebih berat (IDAI, 2000; Halim, 2016;
Hidayat, 2008).
anak balita yang tidak memiliki status imunisasi campak sebesar 12,69 kali
lebih besar dibanding dengan anak balita yang memiliki status imunisasi
dengan kejadian diare pada bayi usia 12-24. Lainnya penelitian Bawankule
dan Pakistan memperoleh hasil bahwa balita yang diberi vaksin campak
cenderung memiliki risiko diare lebih rendah daripada mereka yang tidak
bermakna dengan kejadian diare pada bayi usia 9-12 bulan di wilayah
dianalsisis untuk variabel ini sedikit. Namun diketahui dari tabel 5.13 bayi
dengan kejadian diare pada bayi, yaitu apabila bayi sedang mengalami
diare, maka bayi yang tidak menerima vaksinasi campak akan semakin
menyerang sistem mukosa tubuh dan saluran cerna (Kemenkes RI, 2007).
dan lebih lama dalam pengobatannya. Hal ini terjadi karena susah diobati
mengajak orang tua yang memiliki bayi usia 9 bulan untuk dapat
/Buku KIA balita. Pencatatan pada kartu imunsasi/ KMS /Buku KIA balita sebagai
bukti pemberian vaksinasi campak telah diberikan pada bayi sesuai waktunya.
bayi yang bersiko diare dari segi faktor individu, kader dapat
terkait pencegahan dan pengendalian faktor risiko diare pada orang tua
bayi tersebut.
individu bayi. Bayi bisa mengalami diare dari faktor lingkungan di wilayah
pedesaan 3 Provinsi Indonesia mungkin saja dapat terjadi karena desa yang
tempat.
jamban yang sehat dan membuang tinja/kotoran bayi hanya ke jamban sehat
169
3). Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk
mempunyai jamban yang sehat; 5). Ada upaya strategis yang jelas dan
tertulis untuk dapat mencapai Total Sanitasi (Dinkes Jatim, 2005; Kemenkes
RI, 2014).
Sulawesi Barat (67.9%) (Dinkes KalBar, 2012; Dinkes Gorontalo, 2012; dan
yang memiliki dan menggunakan jamban sehat adalah 69% (Kemenkes RI,
Barat adalah 132 dari 532 desa/kelurahan. Provinsi Kalimantan Barat masuk
Pada tahun 2014 jumlah desa yang klaim dan terverifikasi Stop
desa klaim dan 1 desa terverifikasi); dan Sulawesi Barat (3 desa klaim dan 1
desa terverifikasi). Desa klaim adalah desa yang menyatakan telah bebas
buang air besar sembarangan oleh masyarakat yang berada di dalam desa itu
sendiri namun belum diverifikasi oleh tim verifikasi yang terdiri dari
masyarakat desa terdekat, kader/bagas desa lain, bidan desa lain dan
desa yang dinyatakan telah bebas buang air besar sembarangan oleh tim
verifikasi yang terdiri dari masyarakat desa terdekat, kader/bagas desa lain,
bidan desa lain dan sanitarian dari wilayah puskesmas lain (Dinkes Jatim,
2005; Kemenkes RI, 2015). Dengan demikian dilihat dari banyaknya desa di
Provinsi Kalimantan Barat, Gorontalo dan Sulawesi Barat yang masih belum
telah mendapat verifikasi ODF berarti telah memiliki dan BAB di tempat
yang tepat yaitu, jamban sehat serta dapat memeliharanya dengan baik.
membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi lalat, atau serangga vektor
lainnya, serta binatang liar atau binatang peliharaan (Dinkes Jatim, 2005;
diare bila menggunakan air yang sudah tercemar dengan tinja yang telah
sembarangan ditempat terbuka akan terinfeksi oleh bakteri atau virus yang
menjadi patogen diare. Kemudian biasanya akan dihinggapi lalat. Lalat yang
hinggap di tinja membuat virus atau bakteri yang menjadi patogen diare
menempel di tubuh lalat. Lalat yang sudah membawa patogen diare lalu
menjadi patogen diare untuk berpindah dari tinja ke inang yang potensial
A. Simpulan
faktor individu dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah
1. Sebanyak 25% bayi usia 6-12 bulan pada tahun 2011-2012 diwilayah
berusia 6-12 bulan sebagian besar sudah menerima minuman lain selain
ASI (MPASI Dini) (63%). Adapun minuman yang pertama kali paling
banyak diberikan berupa air putih (22.2%). Kemudian bayi berusia 6-12
(83.3%). Maka dilihat dari awal responden melakukan IMD < 1 jam
172
173
Indonesia.
B. Saran
daerah.
hubungan faktor individu dengan kejadian diare bayi usia 6-12 bulan
primer dengan sampel yang besar dan desain case control pada masa
Daftar Pustaka
Azage, M. et al. (2016) „Childhood diarrhea in high and low hotspot districts of
Amhara Region, northwest Ethiopia: a multilevel modeling‟, Journal of health,
population, and nutrition. Journal of Health, Population and Nutrition, 35, p. 13.
doi: 10.1186/s41043-016-0052-2.
Bahartha, A. S. and Alezzi, J. I. (2015) „Risk factors of diarrhea in children under
5 years in Al-Mukalla, Yemen‟, Saudi Medical Journal, 36(6), pp. 720–724. doi:
10.15537/smj.2015.6.11266.
Banerjee, I. et al. (2006) „Comparative study of the epidemiology of rotavirus in
children from a community-based birth cohort and a hospital in South India‟,
Journal of Clinical Microbiology, 44(7), pp. 2468–2474. doi:
10.1128/JCM.01882-05.
Bawankule, R. et al. (2017) „Does Measles Vaccination Reduce the Risk of Acute
Respiratory Infection (ARI) and Diarrhea in Children: A Multi-Country Study?‟,
PLoS ONE.
Biswas, A. and Mandal, A. K. (2016) „A study on association between
breastfeeding and its protective role against diarrhoea in under five children in a
rural block of West Bengal , India‟, 3(9), pp. 2499–2503.
BPS (2010) Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik No.37.
Budiarto, E. (2002) Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Cahyaningrum, D. (2015) „Studi Tentang Diare Dan Faktor Resikonya Pada
Balitausia 1-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan Sleman‟, Jurnal
Stikes Aisyiyah Yogyakarta.
Canani, R. B. et al. (2011) „Mechanisms of action of zinc in acute diarrhea‟,
PubMed, 27(1), pp. 8–12. doi: 10.1097/MOG.0b013e32833fd48a.
Carmo, G. M. I. Do et al. (2011) „Decline in diarrhea mortality and admissions
after routine childhood rotavirus immunization in Brazil: A time-series analysis‟,
PLoS Medicine, 8(4), p. 11. doi: 10.1371/journal.pmed.1001024.
CDC (2012) Diarrhea : Common Illness , Global Killer, Global Diarrhea
(Factsheet). USA: U.S Department of Health and Human Services.
Chandra, B. (2006) Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Chisti, M. J. et al. (2013) „History of vitamin A supplementation reduces severity
of diarrhea in young children admitted to hospital with diarrhea and pneumonia.‟,
Food and Nutrition Sciences, 4(2), pp. 150–155. doi: 10.4236/fns.2013.42021.
Cortes, J. E. et al. (2011) „Rotavirus vaccine and health care utilization for
diarrhea in U.S. children‟, N Engl J Med, 365(12), pp. 1108–1117. doi:
10.1056/NEJMoa1000446.
178
Dhar, J. and Sharma, A. K. (2009) „The role of the incubation period in a disease
model‟, Applied Mathematics E - Notes, 9, pp. 146–153.
Diouf, K. et al. (2014) „Diarrhoea prevalence in children under five years of age
in rural Burundi: An assessment of social and behavioural factors at the household
level‟, Global Health Action, 7(1), pp. 1–9. doi: 10.3402/gha.v7.24895.
Ernawati, E., Fadhilah, S. and Solikatun (2013) „Hubungan Pemberian Makanan
Pendamping Asi Dini Dengan Kejadian Diare Pada Bayi Usia Kurang 6 Bulan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Grabag Ii Kabupaten Magelang Tahun 2013‟, Jurnal
Kebidanan STIKes Guna Bangsa Yogyakarta.
Estiana, E., Rahmadi, A. and Noorhidayati (2014) „Pengaruh Pemberian PASI
Terhadap Kejadian Diare Pada Bayi Di Ruang Anak Rumah Bersalin Di
Perawatan Anak (RBPA) MUTIA BANJARBARU‟, Jurnal STIKES Husada
Borneo., pp. 25–32.
FAO (2004) Enterobacter sakazakii and other microorganisms in powdered
infant formula. Geneva: WHO.
Farthing, M. and Salam, M. (2012) „Acute diarrhea in adults and children: a
global perspective‟, World Gastroenterology Organization, (February), pp. 1–24.
doi: 10.1097/MCG.0b013e31826df662.
FDA (2009) US Food and Drug Administration. Melamine. Available at:
http://www.fda.gov/NewsEvents/PublicHealthFocus/ucm179005.htmL.
Fenn, B., Morris, S. S. and Black, R. E. (2005) „Comorbidity in childhood in
northern Ghana: Magnitude, associated factors, and impact on mortality‟,
International Journal of Epidemiology, 34(2), pp. 368–375. doi:
10.1093/ije/dyh335.
Gedefaw, M. and Berhe, R. (2015) „Determinates of Childhood Pneumonia and
Diarrhea with Special Emphasis to Exclusive Breastfeeding in North Achefer
District , Northwest Ethiopia : A Case Control Study‟, Journal Of Epidemiology,
(May), pp. 107–112.
Gribble, K. D. and Hausman, B. L. (2012) „Milk sharing and formula feeding :
Infant feeding risks in comparative perspective ?‟, pp. 275–283.
Guandalini, S., Frye, R. E. and Tamer, M. A. (2015) Diarrhea. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/928598-overview.
Hajeebhoy, N. et al. (2014) „Suboptimal breastfeeding practices are associated
with infant illness in Vietnam‟, pp. 1–7.
Halim, R. A. (2016) „Campak pada Anak‟, Cermin Dunia Kedokteran (CDK)
Journal, 43(Campak).
Hegar, B. and Sahetapy, M. (2013) AIR SUSU IBU DAN KESEHATAN SALURAN
CERNA. Available at: http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-
kesehatan-saluran-cerna.
179
Jakarta Press.
Noor, N. N. (2009) Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Noor, N. N. (2014) Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, T. (2011) ASI dan Tumor Payudara. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nursalam (2008) Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan
(Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan) (2 ed.). Jakarta:
Salemba Medika.
Nutrisiani F (2010) „Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI)
pada Anak Usia 0-24 Bulan dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas
Purwodadi‟, Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
ORC (2003) Indonesia Demographic and Health Survey 2002-2003. Calverton,
Maryland USA: MEASURE DHS. Available at: http://dhsprogram.com/what-we-
do/survey/survey-display-450.cfm.
Paramanik, D. et al. (2015) „Assessment of Morbidity Profile of Under-Five
Children in a Rural Area of West Bengal‟, Indian Journal of Hygiene and Public
Health, I(2), pp. 35–40. Available at:
http://www.ijhph.co.in/Archive/dec2015/PDF/Original Articles3.pdf.
Parashar, U. D. et al. (2006) „Rotavirus and severe childhood diarrhea‟, NCBI
PubMed Emerging Infectious Disease Journal, 12(2), pp. 304–306. doi:
10.3201/eid1202.050006.
Parashar, U. D. et al. (2009) „Global Mortality Associated with Rotavirus Disease
among Children in 2004‟, The Journal of Infectious Diseases, 200(s1), pp. S9–
S15. doi: 10.1086/605025.
Patel, D. V et al. (2015) „Breastfeeding Practices, Demographic Variables, and
Their Association with Morbidities in Children‟, Journal Hindawi. doi:
10.1155/2015/892825.
Pawennari, M. (2011) „Pengaruh Penyajian Susu Formula Terhadap Kejadian
Diare Pada Bayiusia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi
Makassar Tahun 2011‟, Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Uin Alauddin Makassar.
PERSAGI. (2009) Kamus Gizi (Pelengkap Kesehatan Keluarga). Jakarta: PT.
Kompas Media Nusantara.
Plessis, D. L. (2013) „Complementary feeding: a critical window of opportunity
from six months onwards‟, South African Journal of Clinical Nutrition, 26, pp.
129–140.
Pruess, A. et al. (2002) „Estimating the burden of disease from water, sanitation,
and hygiene at a global level‟, Environmental Health Perspectives, 110(5), pp.
183
537–542.
Pun, S. B. (2010) „Rotavirus infection: An unrecognised disease in Nepal‟,
Kathmandu University Medical Journal, 8(29), pp. 135–140. doi:
10.1097/INF.0b013e3181d9bcce.
Purwanti, H. . (2003) Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Puspitawati, H. (2013) Konsep, Teori dan Analisis Gender. Jurnal Gender dan
Keluarga. Bogor: PT IPB Press.
Rahmadhani, E. P., Lubis, G. and Edison (2013) „Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare Akut pada Bayi Usia 0-1 Tahun di
Puskesmas Kuranji Kota Padang‟, Jurnal Kesehatan Andalas, 2(2), pp. 62–66.
Ranuh, I. G. . G. et al. (2011) Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas
Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Rohmah, H. et al. (2015) „Role of Exclusive Breastfeeding in Preventing
Diarrhea‟, Althea Medical Journal, 2(1), pp. 78–81.
Sabri, L. and Hastono, S. . (2010) Statistik Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Schier, J. G. et al. (2010) „Perchlorate exposure from infant formula and
comparisons with the perchlorate reference dose‟, Journal of Exposure Science
and Environmental Epidemiology. Nature Publishing Group, 20(3), pp. 281–287.
doi: 10.1038/jes.2009.18.
Sears, W. et al. (2003) The Baby Book (Segala Hal yang Perlu Anda Ketahui
Tentang Bayi Anda Sejak Lahir Hingga Usia Dua Tahun). Jakarta: Serambi Imu
Semesta.
Siziya, S., AS, M. and E, R. (2013) „Correlates of diarrhoea among children
below the age of 5 years in Sudan‟, African Health Sciences. (Online).
Sjarif, D. R. et al. (2015) Rekomendasi Praktik Pemberian Makan Berbasis Bukti
pada Bayi dan Batita di Indonesia untuk Mencegah Malnutrisi. Unit Kerja
Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Soenardi, T. (2008) 100 Resep Makanan Sehat Untuk Meningkatkan Imunitas dan
Kecerdasan Otak Bagi Bayi dan Balita. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Stanly, A. M., Sathiyasekaran, B. W. C. and Palani, G. (2009) „A Population
Based Study of Acute Diarrhoea Among Children Under 5 Years in a Rural
Community in South India‟, Sri Ramachandra Journal of Medicine, 1(1), pp. 1–7.
Suherna, C., Febry, F. and Mutahar, R. (2009) „Hubungan Antara Pemberian Susu
Formula dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 0-24 Bulandi Wilayah Kerja
Puskesmas Balai Agung Sekayu Tahun 2009‟, Jurnal Universitas Sriwijaya.
184
tract infections among young children in low income settings.‟, Journal of Global
Health, 3(1), p. 10402. doi: 10.7189/jogh.03.010402.
Walker, M. (2010) Recalls of Infant Feeding Products. Available at:
https://www.naba-breastfeeding.org/images/Formula Recalls-W.pdf.
Wapnir, R. A. (2000) „Zinc and Health : Current Health and Future Directions
Zinc Deficiency , Malnutrition and the Gastrointestinal Tract 1‟, pp. 1388–1392.
Webb, P. and Bain, C. (2011) Essential Epidemiology: An Introduction for
Students and Health Profesionals. Second Edi. United Kingdom: Cambridge
University Press.
Wham, C. et al. (2012) Food and Nutrition Guidelines for Healthy Infants and
Toddlers ( Aged 0 – 2 ) A background paper. Wellington, New Zealand: Public
Health Commission New Zealand.
WHO (2003) Global Strategy for Infant and Young Child. Geneva, Switzerland:
WHO.
WHO (2010) Diarrhoea: why children are still dying and what can be done, The
Lancet. doi: 10.1016/S0140-6736(09)61798-0.
WHO (2013) Diarrhoeal disease. Available at:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/ (Accessed: 10 April 2017).
WHO (2014) World Health statistics 2014, World Health Organization. Geneva,
Switzerland: WHO Press. doi: 978 92 4 156458 8.
WHO (2016) Health Topics (Diarrhoea). Available at:
http://www.who.int/topics/diarrhoea/en/.
Widjaja, M. (2002) Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan
Pustaka.
Widoyono (2008) Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan dan
Pemberantsannya). Jakarta: Erlangga Medical Series.
Wilunda, C. and Panza, A. (2009) „Factors Associated With Diarrhea Among
Children Less Than 5 Years Old In Thailand : A Secondary Analysis Of Thailand
Multiple Indicator Cluster Survey 2006‟, 23, pp. 17–22.
Yilgwan, C. and Okolo, S. (2012) „Prevalence of diarrhea disease and risk factors
in Jos University Teaching Hospital, Nigeria.‟, Journal Annlas of African
Medicine, p. 217–221.
Yin, M. (2008) Infectious Diarrhea. Available at:
http://www.columbia.edu/itc/hs/medical/pathophys/id/2008/diarrheaNotes.pdf.
Zwane, A. P. and Kremer, M. (2007) What Works in Fighting Diarrheal Diseases
in Developing Countries? A Critical Review. USA: Center for International
Development at Harvard University.
186
Anindita, Hana Sofia. 2015. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Usia Awal
Pemberian MPASI Dengan Lama Kejadian Diare Pada Bayi Usia 8-12 Bulan i
Puskesmas Colomadu 1 Karanganyar. Skripsi Program Studi Ilmu Gizi Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: UMS
Badan Pusat Statistik, 2013, Profil dan Tren Pendapatan Pekerja Bebas di
Indonesia 2011-2012, ,
Berg, Alan., 1986, Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional, Jakarta: Rajawali
Depkes RI. 2011 c. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Falasifa, Mila. 2015. Hubungan Antara Sanitasi Total Dengan Kejadian Diare
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kepil 2 Kecamatan Kepil Kabupaten
Wonosobo. Skripsi FKM UNNES. Semarang: UNNES.
187
Gedamu, Genet dkk . 2017. Magnitude and Associated Factors of Diarrhea among
Under Five Children in Farta Wereda, North West Ethiopia. Journal of Quality in
Primary Care. Insight Medical Publishing Group: Ethiophia.
Herijulianti, Eliza; Indriani, Tati Svasti dan Artini, Sri. 2001. Pendidikan
Kesehatan Gigi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Okour dkk. 2012. Diarrhea Among Children and the Household Conditions in a
Low-Income Rural Community in the Jordan Valley. J Med J Vol. 46 (2):108-
117).
Kadaruddin dkk. 2014. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada
Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa. Jurnal FKM
UNHAS. Makassar: UNHAS
Kemenkes RI. 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta: Ditjen
PPM dan PL
188
Kemenkes RI. 2009. Informasi Piihan Jamban Sehat. Proyek Sanitasi Total dan
Pemasaran Sanitasi (SToPS), kerjasama antara Pemerintah Indonesia, Bill and
Melinda Gates Foundation, dan Water and Sanitation Program - East Asia and
Pacifi c (WSP - EAP).
Kemenkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2007. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.
Kusrini. 2006. Sistem Pakar Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi Offset
Laksmi, Ni Putu Anggun dkk. 2013. Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Kejadian
Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukawati I Periode Bulan
November Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah
Lasning. 2012. Faktor Risiko Terjadinya Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Kandangan Kabupaten Temangung Tahun 2012. Skripsi FKM
UI. Depok: UI.
189
Martin, J. & Oxman, S., 1988, Building Expert Systems a tutorial, Prentice Hall,
New Jersey.
Mauliku, Novie E dan Wulansari, Eka. 2008. Hubungan Antara Faktor Perilaku
Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Batujajar Kabupaten
Bandung Barat. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes Ahmad Yani.
Noor, N.N. 2008. Epidemiologi. Rineka Cipta. Jakarta: 29, 97-101, 107.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nuraeni. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadia diare pada balita
di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok: UI.
Pati, G.Panji Pati dkk.2013. Peran Ibu Terhadap Durasi Diare Akut Anak Umur
6-24 Bulan Selama Perawatan. Sari Pediatri, Vol. 15, No. 1, Juni 2013.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Kariadi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro, Semarang.
Tumwine James et al. 2002. Diarrhoea and effects of different water sources,
sanitation dan hygiene behavior in East Africa.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12225505
Wijaya, Y., 2012. Fakto Risiko Kejadian Diare Balita di Sekitar TPS Banaran
Kampus UNNES. Unnes Journal of Public Health, Volume 1, Nomor 2.
Hariyanto, Achmad. 2013. Perancangan website program bina keluarg balita Kota
Depok. Skripsi Fakultas Desain Komunikasi dan Visual UNIKOM. Depok:
UNIKOM.
Khotijah, Siti. 2015. Case Series Pneumonia Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Kalideres Pada April-Juni 2015. Skripsi FKM UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Kemenkes RI. 2014. Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator STBM (Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat) di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Kemenkes RI. 2013. Road Map Percepatan Program STBM Tahun 2013-2015.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Dinkes KalBar. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012.
Diunduh dari www.pusdatin.kemkes.go.id/.../structure-data-dasar-puskesmas.html
Dinkes SulBar. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012.
Diunduh dari www.pusdatin.kemkes.go.id/.../structure-data-dasar-puskesmas.html
Kemenkes RI, 2015. Laporan STBM Indonesia 10 Maret 2015 dalam Profil
Sanitasi 2014 Provinsi Kalimantan Barat (Leaflet). Sekretariat Pokja AMPL
Provinsi Kalimantan Barat.
Kemenkes RI, 2015. Laporan STBM Indonesia 10 Maret 2015 dalam Profil
Sanitasi 2014 Provinsi Gorontalo (Leaflet). Sekretariat Pokja AMPL Provinsi
Gorontalo.
Kemenkes RI, 2015. Laporan STBM Indonesia 10 Maret 2015 dalam Profil
Sanitasi 2014 Provinsi Sulawesi Barat (Leaflet). Sekretariat Pokja AMPL Provinsi
Sulawesi Barat.
Suradi, Rulina. 2008. Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ballard O, Morrow AL. 2013. Human milk composition. Pediatr Clin N Am 2013:
60:49-74.
Duijts L, dkk .2010. Prolonged and exclusive breastfeeding reduces the risk of
infectious diseases in infancy. Pediatrics. 2010;126:e18-25.
192
Lampiran 1
Lampiran 2
194
195
196
197
198
199
200
201
202
Lampiran 3
1. Diare
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
203
204
Diarrhea: Other
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid No 25 23,1 92,6 92,6
Yes 2 1,9 7,4 100,0
Total 27 25,0 100,0
Missing System 81 75,0
Total 108 100,0
Diarrhea: medical treatment
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid No 5 4,6 18,5 18,5
Yes 22 20,4 81,5 100,0
Total 27 25,0 100,0
Missing System 81 75,0
Total 108 100,0
208
2. Jenis Kelamin
Sex of child
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
102 1 ,9 ,9 49,1
105 1 ,9 ,9 53,7
109 1 ,9 ,9 54,6
110 1 ,9 ,9 55,6
123 1 ,9 ,9 58,3
Days: 1 15 13,9 13,9 72,2
209
204 1 ,9 ,9 93,5
206 1 ,9 ,9 96,3
210 1 ,9 ,9 99,1
230 1 ,9 ,9 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
211
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Duration of breastfeeding
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Female Count 36 14 50
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
8. Hubungan pemberian minum setelah 3 hari dilahirkan (MPASI) Dini dengan Diare
First 3 days, given nothing * Had diarrhea recently Crosstabulation
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
% within Exclusive
74,2% 25,8% 100,0%
Breastfeeding
ASIEKSK Count 35 11 46
% within Exclusive
76,1% 23,9% 100,0%
Breastfeeding
Total Count 81 27 108
% within Exclusive
75,0% 25,0% 100,0%
Breastfeeding
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Yes Count 17 10 27
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.75.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Ya Count 36 15 51
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.75.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.35.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate