Anda di halaman 1dari 80

1

ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN PETUGAS


DENGAN ANGKA KEJADIAN HAIS
di RSIA MUHAMMADIYAH KOTA
PROBOLINGGO

SKRIPSI

UNIT PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT


INSTITUT ILMU KESEHATAN (IIK) STRADA INDONESIA
KEDIRI
2020

ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN PETUGAS DENGAN ANGKA


KEJADIAN HAIS di RSIA MUHAMMADIYAH
KOTA PROBOLINGGO
2

SKRIPSI

Disusun Oleh:
Esti Ruspitasari, NIM: 2011A0149
Dedi Saifullah M.Kes, NIDN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN (IIK) STRADA INDONESIA
KEDIRI
TAHUN 2021

ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN PETUGAS DENGAN ANGKA KEJADIAN


HAIS di RSIA MUHAMMADIYAH KOTA PROBOLINGGO

Diajukan Oleh:
Esti Ruspitasari
NIM: 2011A0149
3
TELAH DISETUJUI UNTUK DILAKUKAN UJIAN

Kediri, tanggal-bulan-tahun
Dosen Pembimbing

Dedi Saifullah M.Kes


NIDN

MENGETAHUI,
Dekan Fakultas S1 Keperawatan
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia

Nama Lengkap Dekan Beserta Gelar


NIDN.

1. HALAMAN PENGESAHAN
Judul (Bold, Font 12, Times New Roman, Capitalize Each Word, Spasi 1,5)

Oleh:
Nama Mahasiswa
NIM

Usulan proposal penelitian / SKRIPSI ini telah diuji dan dinilai


oleh Panitia Penguji
Pada Program Studi ............................. Fakultas .......................................................
Pada hari .......tanggal ................................

DOSEN PENGUJI
Ketua Penguji
4
Nama Lengkap beserta Gelar (penguji 1) ..........................................

Anggota Penguji
Nama Lengkap beserta Gelar (Penguji 2) ..........................................

Nama Lengkap beserta Gelar (Pembimbing) ..........................................

MENGETAHUI,
Dekan Fakultas ………………………………
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia

Nama Lengkap Dekan Beserta Gelar


NIDN.

ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN PETUGAS DENGAN ANGKA


KEJADIAN HAIS di RSIA MUHAMMADIYAH
KOTA PROBOLINGGO

Esti Ruspitasari, Dedi Saifullah M.Kes


Institut Ilmu Kesehatan (IIK) Strada Indonesia
Email:

ABSTRAK

Latar belakang: Prevalensi HAIs semakin upaya yang dilakukan untuk mencegah dan
mengendalikan penularan penyakit dari pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya adalah
penerapan Standard Precautions
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis korelasional. Desain penelitian cross
sectional. Populasi adalah Seluruh petugas di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo. Teknik
sampling purposive sampling, sehingga besar sampel sebanyak 40 responden
Hasil: Pengetahuan mayoritas adalah baik sejumlah 28 (70%), supervisi mayoritas adalah mendukung
sejumlah 32 (80%), sarana mayoritas adalah, mendukung sejumlah 31 (77,5%) dan angka kejadian
HAis mayoritas adalah tidak terjadi sejumlah 33 (82,5%), Ada hubungan antara pengetahuan dengan
5
angka kejadian HAis dengan nilai p value = 0,004 < α = 0,05, Ada hubungan antara supervisi dengan
angka kejadian HAis dengan nilai p value = 0,034 < α = 0,05, Ada hubungan antara sarana dengan
angka kejadian HAis dengan nilai p value = 0,011 < α = 0,05, Faktor dominan tingakat kepatuhan
petugas dengan angka kejadian HAis adalah pengetahuan dengan nilai 0,017
Analisa: Analisa data menggunakan uji regresi logistic
Discuss : kepatuhan petugas sangat berpengaruh dengan terjadinya HAis, ada beberapa faktor
kepatuhan diantaranya pengetahuan, supervise dan sarana, pada penelitian ini factor yang paling
dominan adalah factor pengetahuan.
Kata Kunci: HAis, Kepatuhan, Pengetahuan, Supervisi, Sarana.
6
ANALYSIS OF COMPLIANCE LEVEL OF OFFICERS WITH THE
EVENT OF HAIS IN RSIA MUHAMMADIYAH
PROBOLINGGO CITY

Esti Ruspitasari, Dedi Saifullah M.Kes


Institute of Health Sciences (IIK) Strada Indonesia
E-mail:

ABSTRACT

Background: The prevalence of HAIs is increasingly being made to prevent and control disease
transmission from patients to health workers or vice versa is the application of Standard Precautions
Methods: This research is a quantitative research with correlational type. The research design is
cross sectional. The population is all officers at RSIA Muhammadiyah Probolinggo City. The
sampling technique is purposive sampling, so that the sample size is 40 respondents
Results: The majority of knowledge is good, 28 (70%), majority supervision is 32 (80%), majority
means is, supports 31 (77.5%) and the majority of HAis incidence is 33 (82, 5%), There is a
relationship between knowledge and the incidence of HAis with p value = 0.004 < = 0.05, There is a
relationship between supervision and the incidence of HAis with p value = 0.034 < = 0.05, There is a
relationship between means with the incidence of HAis with p value = 0.011 < = 0.05, the dominant
factor in the level of compliance of officers with the incidence of HAis is knowledge with a value of
0.017
Analysis: Data analysis using logistic regression test
Discuss: officer compliance is very influential with the occurrence of HAis, there are several
compliance factors including knowledge, supervision and facilities, in this study the most dominant
factor is the knowledge factor.
Keywords: HAis, Compliance, Knowledge, Supervision, Facilities.
7
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau infeksi nosokomial saat ini di
ubah dengan istilah Health Care Asosiated Infection (HAIs). Infeksi tidak hanya
berasal dari rumah sakit, pasien, petugas kesehatan, tetapi juga didapatkan dari
pengunjung yang tertular pada saat berada di lingkungan rumah sakit atau fasilitas
pelyanan kesehatan lainya. HAIs merupakan permasalahan yang serius diberbagai
negara diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Penyakit infeksi terkait pelayanan
kesehatan telah menjadi agenda yang dibahas dalam forum Asian Pacific Comitte
(APEC) atau Global Health Security Aenda (GHSA). Kejadian ini menunjukan bahwa
HAIs yang ditimbulkanberdampak secara langsung sebagai beban ekonomi negara. HAIs
memerlukan penangan lebih lanjut dan jika tidak ditangani bisa beresiko
memperpanjang lama perawatan pasien di rumah sakit, peningkatan biaya perawatan,
sepsis serta bisa menyebabkan kematian (Permenkes No 27, 2017) Healthcare associated
infections (HAIs) merupakan istilah yang popular menggantikan istilah infeksi
nosokomial. Menurut (Mscph et al.,2017),
Angka kejadian HAIs di negara maju dalam kurun waktu beberapa tahun ini
beraneka ragam mulai dari 3,5% sampai dengan 12%. The European Centers for
Disease control didapatkan data rata-rata kejadian di Eropa adalah 7,1%.
Lembaga ini menyebutkan perkiraan ada 4.131.000 pasien terpapar kurang lebih
4.544.100 HAIs setiap tahunya di Eropa, sedangkan di negara dengan pendapatan
perkapita rendah dan sedang kejadian HAIs berada pada 5,7% dan 19,1% (WHO,
2011). Kejadian HAIs di Indonesia pada jenis/tipe rumah sakit sangat beragam. Penelitian
yang dilakukan oleh Depkes RI pada tahun 2017 didapatkan data proporsi kejadian HAIs
di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien 1.527 orang dari jumlah pasien beresiko
160.417 (55,1%), sedangkan untuk rumah sakit swasta dengan jumlah pasien 991 pasien
dari jumlah pasien beresiko 130.047 (35,7%). (Kemenkes, 2017). Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 29 juni 2021 melalui wawancara
tentang tingkat kepatuhan petugas dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah
Kota Probolinggo didapatkan data untuk tingkat kepatuhan petugas yaitu cuci tangan
dengan menggunakan metode pemberian kuisioner dari 10 responden didapatkan data 3
(30%) baik, 4 (40%) cukup dan 3 (30%) kurang, dan bundel HAis menggunakan metode
pemberian kuisioner dari 10 responden didapatkan data 3 (30%) baik, 3 (30%) cukup dan
8
4 (40%) kurang, dan untuk angka kejadian HAis didapatkan data bulan maret 2021 angka
infeksi IDO 1,2% dan phlebitis 1,94%.
Infeksi nosokomial atau yang saat ini disebut sebagai infeksi berkaitan dengan
pelayanan di fasilitas kesehatan atau HAIs merupakan suatu masalah serius terkena HAIs
(Healthcare Associated Infections). Salah satunya adalah kejadian flebitis di rumah
sakit dapat menjadi salah satu indikator pelayanan mutu rumah sakit. Upaya
pencegahan HAIs yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah meningkatkan
kemampuan dalam penerapan kewaspadaan standar dengan komponen utama yang
merupakan salah satu metode paling efektif untuk mencegah penularan patogen berkaitan
dengan pelayanan kesehatan adalah dengan melakukan praktek kebersihan tangan (hand
hygiene). Hand hygiene adalah suatu upaya membersihkan tangan baik dengan
menggunakan sabun ataupun dengan air mengalir dengan menggunakan enam langkah.
Hand hygiene sendiri telah ditetapkan oleh organisasi kesehatan dunia sebagai salah
satu penentu keselamatan pasien. Tujuan hand hygiene adalah menurunkan resiko infeksi
karena seringnya kontak antara petugas kesehatan dengan pasien. Perilaku hand
hygiene menjadi salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap
pencegahan dan pengendalian infeksi. (WHO,2019).
Ketidak patuhan dalam hand hygiene dapat terjadi transmisi mikroba yang
berasal dari sumber di sekitar penderita yang sedang menjalani perawat di fasilitas
layanan kesehatan banyak akibat dari ketidak patuhan melakukan hand higine salah
satunya adalah kejadian flebitis dirumah sakit. Angka kejadian flebitis dari tahun ke
tahun belum menunjukkan penurunan yang berarti. Kurangnya kesadaran dan
kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene secara tepat disinyalir menjadi
salah satu penyebab tingginya kejadian flebitis di rumah sakit baik di Indonesia maupun
di luar negeri. Flebitis merupakan infeksi nosokomial yang berasal dari
mikroorganisme yang dialami pasien, diperoleh selama pasien dirawat di rumah
sakit dan diikuti dengan manifestasi klinis yang sekurang-kurangnya 3×24 jam
(Brunner &Suddart, 2013). Flebitis dapat menyebabkan thrombus yang selanjutnya
menjadi tromboflebitis. Perjalanan flebitis biasanya jinak, tetapi meskipun demikian
apabila trombus terlepas dan kemudian di angkut ke aliran darah, dan masuk ke
jantung maka bisa menimbulkan seperti katup bola yang menyumbat arterioven
trikuler secara mendadak dan menimbulkan kematian (Potter & Perry, 2012). Faktor
penyebab terjadinya flebitis ada empat hal yaitu faktor kimiawi,mekanik,agen
bakterial, dan post infus (INS, 2016). Salah satu langkah efektif memutuskan
transmisi infeksi yang mengakibatkan flebitis adalah melakukan hand hygiene
9
dengan cara yang benar dan pada waktu yang tepat, sesuai dengan yang tertuang
dalam komponen kewaspadan standar.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui tentang “Analisis
tingkat kepatuhan petugas dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota
Probolinggo”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
permasalahan peneliti dalam penelitian ini adalah :”Analisis tingkat kepatuhan petugas
dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum dari penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kepatuhan petugas
dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo.
2. Tujuan Khusus dari penelitian
a. Mengindentifikasi pengetahuan di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo
b. Mengindentifikasi supervisi di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo
c. Mengindentifikasi sarana di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo
d. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan angka kejadian HAis di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo
e. Menganalisis hubungan supervisi dengan angka kejadian HAis di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo
f. Menganalisis hubungan sarana dengan angka kejadian HAis di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo
g. Menganalisis tingkat kepatuhan petugas dengan angka kejadian HAis di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo

D. Manfaat
Melalui penelitian ini diharapkan mengetahui tingkat kepatuhan petugas dengan
angka kejadian HAis. Dari hasil tersebut dapat diambil manfaat :
1. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan kesehatan dalam bidang
keperawatan khususnya tingkat kepatuhan petugas dengan angka kejadian HAis dan
dapat dijadikan sebagai jurnal atau bahan materi dalam pembelajaran di institusi
terutama dalam materi HAis.
10
2. Bagi Peneliti
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi referensi selanjutnya untuk melakukan
penelitian yang lebih lanjut tentang kepatuhan petugas dalam melakukan hand
hygiene dan bundle HAis serta dapat menambah wawasan penulis dalam melakukan
penulisan skripsi sesuai dengan bidang ilmu keperawatan.
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dibidang
pelayanan kesehatan di masyarakat khususnya rumah sakit untuk mensosialisasikan
pentingnya tingkat kepatuhan petugas dengan angka kejadian HAis.

E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian (Lestari, 2019) yang berjudul “Hubungan Kepatuhan Perawat Dalam
Melakukan Hand Hygiene Dengan Kejadian Flebitis Di Rsud Wonosari”. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene
paling banyak kepatuhan tinggi sebanyak 64 (95,5%) responden. kejadian flebitis
paling banyak tidak mengalami kejadian flebitis sebanyak 64 (95,5%) responden.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel dependen, dalam penelitian tersebut
menggunakan kejadian flebitis sedangkan dalam penelitian ini variable dependen
angka kejadian HAis.
2. Penelitian (Nur Hidayah, 2019) yang berjudul “Kepatuhan Tenaga Kesehatan
Terhadap Implementasi Hand Hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Kota
Makassar” Hasil penelitian menunjukkan kepatuhan perawat (56.05%), bidan
(53.37%), dan dokter (49.33%). Berdasarkan kepatuhan per indikasi sebelum kontak
dengan pasien (55.81%), sebelum tindakan aseptik (56.41%), setelah terpapar cairan
tubuh pasien yang berisiko (70.11%), setelah kontak dengan pasien (53.16%) dan
setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien (27.27)%. Perbedaan dengan penelitian
ini adalah variabel dependen, dalam penelitian tersebut menggunakan Implementasi
Hand Hygiene sedangkan dalam penelitian ini variable dependen angka kejadian
HAis.
3. Penelitian (Astri Budhi Satiti, 2019) yang berjudul “Analisis Penerapan Standard
Precautions Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Hais (Healthcare Associated
Infections) Di Rsud Raa Soewondo Pati” Hasil penelitian menunjukkan Tingkat
kepatuhan pembuangan sampah benda tajam rata-rata petugas sudah banyak yang
patuh walaupun belum bisa mencapai angka kepatuhan 100%. Sedangkan
pengelolaan limbah darah dan komponen darah baru yang dilakukan audit atau
monitoring evaluasi pada tahun 2016 triwulan ke-2 dan hasilnya sebesar 80% masih
11
di bawah standar. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel independen, dalam
penelitian tersebut menggunakan Penerapan Standard Precautions sedangkan dalam
penelitian ini variable independen tingkat kepatuhan petugas.
12
BAB II
KONSEP TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Kepatuhan
a. Pengertian
Kepatuhan (compliance ataupun adherence) merupakan istilah yang mengacu
pada sejauh mana pasien melaksanakan tindakan dan pengobatan yang
direkomendasikan oleh dokter atau orang lain (Sarafino & Smith.,2012)
Menurut Brown & Bussell (2011) menyebutkan bahwa konotasi keduanya
sedikit berbeda. Adherence melibatkan persetujuan pasien terhadap anjuran
pengobatan, hal ini secara implisit menunjukkan keaktifan pasien bekerjasama dalam
proses pengobatan, sedangkan compliance mengindikasikan bahwa pasien secara
pasif mengikuti petunjuk dokter.
Sarafino & Smith (2012) mengungkapkan bahwa adherence adalah istilah
yang lebih baik karena menunjukkan sifat kolaboratif pengobatan, sedangkan
compliance mengisyaratkan bahwa individu pasrah terhadap tuntutan pengobatan,
sehingga terkesan bahwa sebenarnya individu tersebut enggan mematuhi pengobatan.

b. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


Faktor – factor yang mempengaruhi kepatuhan menurut Kamidah (2015) diantaranya
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengar, pencium, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007).
2) Motivasi
Motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
berperilaku. Motivasi yang baik dalam mengkonsumsi tablet kalsium untuk
menjaga kesehatan ibu hamil dan janin, keinginan ini biasanya hanya pada tahap
anjuran dari petugas kesehatan, bukan atas keinginan diri sendiri. Semakin baik
motivasi maka semakin patuh ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet kalsium
karena motivasi merupakan kondisi internal manusia seperti keinginan dan
harapan yang mendorong individu untuk berperilaku agar mencapai tujuan yang
dikehendakinya (Budiarni,2012).
3) Dukungan keluarga
13
Upaya yang dilakukan dengan mengikutkan peran serta keluarga adalah
sebagai faktor dasar penting yang ada berada disekeliling ibu hamil dengan
memberdayakan anggota keluarga terutama suami untuk ikut membantu para ibu
hamil dalam meningkatkan kepatuhannya mengkonsumsi tablet kalsium. Upaya
ini sangat penting dilakukan, sebab ibu hamil adalah seorang individu yang tidak
berdiri sendiri, tetapi ia bergabung dalam sebuah ikatan perkawinan dan hidup
dalam sebuah bangunan rumah tangga dimana faktor suami akan ikut
mempengaruhi pola pikir dan perilakunya termasuk dalam memperlakukan
kehamilannya (Amperaningsih, 2011).

c. Faktor –faktor yang memepengaruhi kepatuhan


Perilaku manusia termasuk perilaku kepatuhan sangat dipengaruhi dan
ditentukan oleh faktor-faktor predisposisi (pedisposing factors), faktor pendukung
(enablinbg factors) dan faktor pendorong (reinforcing factors).
1) Faktor predisposisi. Faktor predisposisi merupakan faktor yang menjadi dasar
atau motivator untuk seseorang berperilaku atau dapat pula dikatakan sebagai
faktor preferensi pribadi yang bersifat bawaan yang dapat mendukung ataupun
menghambat seseorang untuk berperilaku tertentu.Terwujud dalam bentuk
pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, keyakinan, dan lain sebagainya.
a) Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia terhadap objekdi luarnya
melalui indera-indera yang dimiliki. Pada waktu penginderaan terjadi proses
perhatian, persepsi, penghayatan dan sebagainya terhadap stimulus atau objek
diluar subjek. Pengetahuan tersebut dapat diukur atau diobservasi melalui apa
yang diketahui tentang objek. Peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan perubahan perilaku, namun hubungan positif keduanya telah
diperlihatkan oleh banyak penelitian. Tingkat pengetahuan dapat dinilai dari
tingkat penguasaaan individu/seseorang terhadap suatu objek, pengetahuan
digolongkan menjadi 3 kategori yaitu :
Baik :76-100 % jawaban benar
Cukup : 56-75 % jawaban benar
Kurang :< 56 % jawaban benar
b) Sikap merupakan reaksi atau respon emosional seseorang terhadap stimulus
atau objek diluarnya.Respon emosional ini lebih bersifat penilaian atau
evaluasi pribadi terhadap stimulus atau objek diluarnya, penilaian ini dapat
dilanjutkan dengan kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan
14
sesuatu. Oleh sebab itu sikap terhadap sesuatu tidak selalu berakhir dengan
perilaku yang sesuai dengan sikap tersebut.
c) Tingkat Pendidikan. Pendidikan berpengaruh terhadap pola fikir individu.
Sedangkan pola fikir berpengaruh trhadap perilaku seseorang dengan kata lain
pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan pola
pikir seseorang yang berpendidikan tinggi. Pendidikan keperawatan memiliki
pengaruh besar tehadap kualitas pelayanan keperawatan (Asmadi, 2010).
Pendidikan yang tinggi seseorang perawat akan memberi pelayanan yang
optimal.
d) Umur. Umur berpengaruh terhadap pola fikir seseorang dan pola fikir
berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Umur seseorang secara garis besar
menjadi indikator dalam setiap mengambil keputusan yang mengacupada
setiap pengalamannya, dengan demikian banyak umur maka dalam menerima
sebuah interupsi dan dalam melaksanakan dalam suatu prosedur akan semakin
bertanggung jawab dan berpengalaman. Semakin cukup umur akan semakin
matang dalam berpikir dan bertindak (Evin, 2009).
e) Masa Kerja. Masa kerja adalah (lama kerja) pengalaman individu yang akan
menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Masa kerja yang lama
akan cenderung membuat seseorang betah dalam sebuah organisasi hal
disebabkan karena telah beraadaptasi dengan lingkungan yang cukup lama
sehingga akan merasa nyaman dalam pekerjaannya.
2) Faktor pendukung. Faktor pendukung yaitu setiap karakteristik lingkungan yang
memudahkan perilaku kesehatan dan keterampilan atau sumber daya yang
diperlukan untuk melaksanakan perilaku. Terwujud hal tersebut dapat dilihat
dalam bentuk lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas. Dalam hal ini yang
menjadi faktor pendukung adalah kesedian sumber daya (fasilitas, alat/bahan )
dan Standart operasional Prosedur (SOP). Sumber daya, para ahli berpendapat
bahwa kegagalan manager tingkat atas adalah kegagalan memberikan sumber
daya yang diperlukan. Jika sumber daya tidak disediakan, maka persepsi di
tingkat bawahan adalah bahwa kegiatan tersebut bukan merupakan prioritas bila
dibandingkan dengan yang disediakan sumber daya (fasilitas). Sesuai dengan
pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa suberdaya merupakan faktor yang perlu
ada untuk melaksanakannya suatu perilaku. Fasilitas yang tersedia hendaknya
dalam jumlah dan jenis yang memadai dan selalu dalam keadaan siap pakai. Tidak
tersedianya fasilitas, peralatan ataupun bahan untuk menerapkan suatu pekerjaan
sesuai SOP dapat mempersulit dan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya.
15
Standar merupakan nilai ideal yang harus dicapai dalam suatu kegiatan atau
produk. Karena nilai yang diinginkan adalah nilai ideal maka ukuran yang
digunakan biasanya berupa nilai minimal dan nilai maksimal. Dengan demikian
dapat diartikan, bahwa setandar operasional prosedur merupakan tingkat ideal
suatu kegiatan yang diinginkan dengan berpedoman pada prosedur yang telah
ditetapkan. Ketersediaan SOP akan membantu petugas dalam upaya menjaga
mutu pada tingkat ideal yang diinginkan dengan menerapkan langkah-langkah
yang telah ditetapkan menggunakan fasilitas, peralatan bahan sesuai standar yang
telah ditentukan.
3) Faktor Pendorong/Penguat. Faktor pendorong adalah faktor yang menentukan
apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Seseorang akan
patuh bila masih dalam pengawasan atau bimbingan dan bila pengawasan
mengendur maka perilaku akan ditinggalkan. Di dalam standar tenaga
keperawatan dirumah sakit, yang dikeluarkam oleh direktorat Pelayanan
Keperawatan Dirjen Yan Medik tahun 2001, disebutkan pula bahwa untuk
menjamin tercapainya pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien,diperlukan
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program oleh Manager keperawatan
Tertinggi. Pengawasan harus tepat dalam tipe dan jumlahnya, jika pengawasan
tidak adekuatm maka aktivitas perawat akan jauh dari standart yang ditetapkan.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi tiga
bagian menurut Kamidah (2015) antara lain:
1) Pemahaman Tentang Instruksi. Tak seorangpun dapat mematuhi instruksi jika ia
salah paham tentang instruksi yang di berikan padanya.
2) Kualitas Interaksi. Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien
merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.
3) Isolasi Sosial dan Keluarga. Keluarga dapat menjadi factor yang sangat
berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga
dapat menentukan program yang dapat mereka terima.

e. Cara Mengukur Kepatuhan


Menurut Feist (2014) setidaknya terdapat lima cara yang dapat digunakan untuk
mengukur kepatuhan pada pasien, yaitu :
1) Menanyakan pada petugas klinis
16
Metode ini adalah metode yang hampir selalu menjadi pilihan terakhir
untuk digunakan karena keakuratan atas estimasi yang diberikan oleh dokter pada
umumnya salah.
2) Menanyakan pada individu yang menjadi pasien
Metode ini lebih valid dibandingkan dengan metode yang sebelumnya.
Metode ini juga memiliki kekurangan, yaitu: pasien mungkin saja berbohong
untuk menghindari ketidaksukaan dari pihak tenaga kesehatan, dan mungkin
pasien tidak mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan mereka sendiri. Jika
dibandingkan dengan beberapa pengukuran objektif atas konsumsi obat pasien,
penelitian yang dilakukan cenderung menunjukkan bahwa para pasien lebih jujur
saat mereka menyatakan bahwa mereka tidak mengkonsumsi obat.
3) Menanyakan pada individu lain yang selalu memonitor keadaan pasien.
Metode ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama, observasi tidak
mungkin dapat selalu dilakukan secara konstan, terutama pada hal-hal tertentu
seperti diet makanan dan konsumsi alkohol. Kedua, pengamatan yang terus
menerus menciptakan situasi buatan dan seringkali menjadikan tingkat kepatuhan
yang lebih besar dari pengukuran kepatuhan yang lainnya. Tingkat kepatuhan
yang lebih besar ini memang sesuatu yang diinginkan, tetapi hal ini tidak sesuai
dengan tujuan pengukuran kepatuhan itu sendiri dan menyebabkan observasi yang
dilakukan menjadi tidak akurat.
4) Menghitung banyak obat
Dikonsumsi Pasien Sesuai Saran Medis Yang Diberikan Oleh Dokter.
Prosedur ini mungkin adalah prosedur yang paling ideal karena hanya sedikit saja
kesalahan yang dapat dilakukan dalam hal menghitung jumlah obat yang
berkurang dari botolnya. Tetapi, metode ini juga dapat menjadi sebuah metode
yang tidak akurat karena setidaknya ada dua masalah dalam hal menghitung
jumlah pil yang seharusnya dikonsumsi. Pertama, pasien mungkin saja, dengan
berbagai alasan, dengan sengaja tidak mengkonsumsi beberapa jenis obat. Kedua,
pasien mungkin mengkonsumsi semua pil, tetapi dengan cara yang tidak sesuai
dengan saran medis yang diberikan.
5) Memeriksa bukti-bukti biokimia
Metode ini mungkin dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada
pada metode-metode sebelumnya. Metode ini berusaha untuk menemukan bukti-
bukti biokimia, seperti analisis sampel darah dan urin. Hal ini memang lebih
reliabel dibandingkan dengan metode penghitungan pil atau obat diatas, tetapi
metode ini lebih mahal dan terkadang tidak terlalu ‘berharga’ dibandingkan
17
dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Lima cara untuk melakukan pengukuran
pada kepatuhan pasien yaitu menanyakan langsung kepada pasien, menanyakan
pada petugas medis, menanyakan pada orang terdekat pasien, menghitung jumlah
obat dan memeriksa bukti-bukti biokimia. Pada kelima cara pengukuran ini
terdapat beberapa kekurangan dan kekunggulan masing-masing dalam setiap cara
pengukuran yang akan diterapkan.

f. Cara – Cara Mengurangi Ketidakpatuhan


Menurut Feist (2014) ada berbagai cara untuk mengatasi ketidakpatuhan
pasien antara lain:
1) Mengembangkan tujuan dari kepatuhan itu sendiri, banyak dari pasien yang tidak
patuh yang memiliki tujuan untuk mematuhi nasihat-nasihat pada awalnya. Pemicu
ketidakpatuhan dikarenakan jangka waktu yang cukup lama serta paksaan dari tenaga
kesehatan yang menghasilkan efek negatif pada penderita sehingga awal mula pasien
mempunyai sikap patuh bisa berubah menjadi tidak patuh.
2) Perilaku sehat, hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, sehingga perlu
dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga
mempertahankan perubahan tersebut. Kontrol diri, evaluasi diri dan penghargaan
terhadap diri sendiri harus dilakukan dengan kesadaran diri. Modifikasi perilaku harus
dilakukan antara pasien dengan pemberi pelayanan kesehatan agar terciptanya
perilaku sehat.
3) Dukungan sosial, dukungan sosial dari anggota keluarga dan sahabat merupakan
faktor-faktor penting dalam kepatuhan pasien.

g. Cara Meningkatkan Kepatuhan


Ada berbagai cara untuk meningkatkan kepatuhanmenurut Kamidah (2015)
diantaranya yaitu:
1) Segi Penderita
Usaha yang dapat dilakukan penderita untuk meningkatkan kepatuhan
dalam menjalani pengobatan yaitu:
a) Meningkatkan kontrol diri. Penderita harus meningkatkan kontrol dirinya
untuk meningkatkan ketaatannya dalam menjalani pengobatan, karena dengan
adanya kontrol diri yang baik dari penderita akan semakin meningkatkan
kepatuhannya dalam menjalani pengobatan.
b) Meningkatkan efikasi diri. Efikasi diri dipercaya muncul sebagai prediktor
yang penting dari kepatuhan. Seseorang yang mempercayai diri mereka
18
sendiri untuk dapat mematuhi pengobatan yang kompleks akan lebih mudah
melakukannya.
c) Mencari informasi tentang pengobatan. Kurangnya pengetahuan atau
informasi berkaitan dengan kepatuhan serta kemauan dari penderita untuk
mencari informasi mengenai penyakitnya dan terapi medisnya, informasi
tersebut biasanya didapat dari berbagai sumber seperti media cetak, elektronik
atau melalui program pendidikan di rumah sakit.
2) Segi Tenaga Medis
Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar penderita untuk
meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan antara lain:
a. Meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter. Salah satu strategi untuk
meningkatkan kepatuhan adalah memperbaiki komunikasi antara dokter
dengan pasien. Ada banyak cara dari dokter untuk menanamkan kepatuhan
dengan dasar komunikasi yang efektif dengan pasien.
b. Memberikan informasi yang jelas kepada pasien. Tenaga kesehatan,
khususnya dokter adalah orang yang berstatus tinggi bagi kebanyakan pasien
dan apa yang ia katakan secara umum diterima sebagai sesuatu yang sah atau
benar.
c. Memberikan dukungan sosial. Tenaga kesehatan harus mampu mempertinggi
dukungan sosial. Selain itu keluarga juga dilibatkan dalam memberikan
dukungan kepada pasien.
d. Pendekatan perilaku. Pengelolaan diri yaitu bagaimana pasien diarahkan agar
dapat mengelola dirinya dalam usaha meningkatkan perilaku kepatuhan.
Dokter dapat bekerja sama dengan keluarga pasien untuk mendiskusikan
masalah dalam menjalani kepatuhan.

2. Konsep Hand Hygine


a. Pengertian
Cuci tangan merupakan perilaku sehat yang telah terbukti secara ilmiah
dapat mencegah penyebaran penyakit menular seperti diare, infeksi saluran
pernapasan dan flu burung, namun demikian penting nya perilakukesehatan
cucitangan pakai sabun untuk mencegah penyakit-penyakit menular masih belum di
pahami masyarakat secara luas dan praktiknya pun masih belum banyak diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. (Kemenkes, 2017)
Menurut DEPKES 2017, mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis
melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa
19
dan air. Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir untuk
menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan benar-benar hilang

b. Tujuan Mencuci Tangan


1) Menjaga Kebersihan diri
2) Mencegah infeksi silang
3) Sebagai pelindung diri

c. Manfaat Cuci Tangan


Menurut Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN,
2019) tujuan dilakukannya kebersihan tangan yaitu untuk menghilangkan kotoran
dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme, menghindarkan
penularan penyakit melalui tangan, menjaga kebersihan diri (perorangan) dan tidak
menjadi agen penular bibit penyakit kepada orang lain

d. Waktu pelaksanaan cuci tangan (five moment) World Health Organization


dalam “My 5 Moments for Hand Hygiene” (2009)
1) Sebelum menyentuh pasien.
2) Sebelum prosedur aseptik.
3) Setelah terkena cairan tubuh
4) Setelah menyentuh pasien.
5) Setelah menyentuh benda-benda di sekeliling pasien

e. Langkah-langkah Mencuci Tangan


Mencuci tangan dengan menggunakan handrub ini dapat dilakukan
selama 20-30 detik. Dan 40-60 detik dengan menggunakan sabun. 6 langkah cuci
tangan diantaranya yaitu:
1) Gosok tangan dengan posisi telapak tangan pada telapak tangan
2) Telapak kanan di atas punggung tangan kiri dengan jari-jari saling menjalin dan
sebaliknya
3) Telapak pada telapak dengan jari-jari saling menjalin
4) Punggung jari-jari pada telapak tangan berlawanan dengan jari-jari saling mengunci
5) Gosok memutar dengan ibu jari tangan kanan mengunci pada telapak kiri dan
sebaliknya
6) Gosok memutar, kearah belakang dan kearah depan dengan jari-jari tangan kanan
mengunci pada telapak tangan kiri dan sebaliknya.
20

f. Dampak Jika Tidak Cuci Tangan


1) Keracunan Bakteri Salmonella Jika Anda sering makan tanpa mencuci tangan maka
bisa terkena infeksi bakteri salmonella. Bakteri ini bisa menyebar secara langsung
dari berbagai tempat. Potensi ini juga bisa disebabkan karena makan sayuran mentah
tanpa di cuci. Telur bakteri salmonella akan berpindah dari makanan atau tangan ke
dalam saluran pencernaan. Bakteri ini bisa hidup dalam usus dan saluran pencernaan
lain. Tanda keracunan bakteri salmonella adalah seperti diare, sakit perut, keringat
dingin, mual dan muntah. Untuk mencegah agar tidak terlalu parah maka bisa
meminta bantuan dokter.
2) Keracunan Bakteri E. Colli Keracunan bakteri E. colli juga bisa terjadi jika Anda
makan tanpa mencuci tangan. Bakteri ini bisa berasal dari tempat umum seperti toilet.
Misalnya jika Anda makan setelah menggunakan toilet umum tanpa mencuci tangan,
maka telur bakteri E.colli bisa masuk ke saluran pencernaan secara langsung.
Keracunan ini bisa menyebabkan diare yang sangat berat, kram perut, nyeri perut
yang parah dan jika tidak segera diobati maka bisa menyebabkan gagal ginjal. (baca
juga : bahaya gagal ginjal – gejala dan pencegahannya)
3) Resiko Tertular Flu atau Pilek Tertular flu atau pilek menjadi resiko yang paling
sering terjadi secara umum. Penularan ini terjadi ketika Anda baru saja menggunakan
fasilitas umum atau bersentuhan dengan orang lain. Kemudian ketika Anda makan
secara langsung maka bisa menyebabkan virus segera berpindah tangan. Virus akan
menyebar sangat cepat, tidak hanya masuk ke dalam tubuh tapi juga berpindah lewat
saluran pernafasan.
4) Tertular Penyakit Infeksi Tenggorokan Jika Anda memiliki kebiasaan tidak mencuci
tangan sebelum makan, maka bisa menyebabkan infeksi tenggorokan. Hal ini terjadi
ketika ada banyak bakteri yang sudah melekat ke tangan kemudian menyebar ke
saluran pencernaan. Makanan yang masuk ke saluran tenggorokan akan berhubungan
langsung dengan lendir. Kemudian bakteri akan tinggal dalam bagian lendir tersebut
dan berkembang dengan pesat. Kondisi ini bisa menyebabkan sakit tenggorokan dan
infeksi yang lebih buruk. (baca juga : bahaya radang tenggorokan kronis)
5) Diare Orang yang tidak mencuci tangan sebelum makan juga sangat rentan terkena
penyakit diare. Infeksi ini bisa disebabkan oleh virus atau bakteri yang sebelumnya
sudah ada di tangan. Kemudian akan masuk ke saluran pencernaan lewat makanan
yang bersentuhan langsung dengan tangan. Perkembangan bakteri atau virus dalam
saluran pencernaan bisa menyebabkan diare. Usus tidak bisa menerima bakteri
21
tersebut sehingga membuat reaksi diare. Untuk mencegah hal yang lebih buruk
sebaiknya segera kunjungi dokter Anda.
6) Infeksi Penyakit Hepatitis B Bahaya tidak mencuci tangan sebelum makan juga bisa
terkena hepatitis B. Penyakit hepatitis ini akan menyerang organ hati dan
menyebabkan penderita sulit untuk memiliki tubuh yang sehat. Hepatitis B termasuk
jenis penyakit yang mudah menular. Salah satu cara untuk mencegahnya adalah
sering mencuci tangan. Mencuci tangan sebelum makan bisa menurunkan resiko
hepatitis B. Virus ini bisa menyebar dengan mudah lewat udara dan makanan. Bahkan
lingkungan yang buruk bisa menjadi tempat endemi hepatitis B. (baca juga :
penyebab hepatitis kronis dan jenis-jenis hepatitis yang perlu diwaspadai)
7) Resiko Infeksi Shigellosis Infeksi ini bisa menyebabkan penyakit shigellosis, yang
merupakan infeksi akibat jenis bakteri shigela. Penyakit yang dihasilkan seperti
disentri. Disentri umumnya disebabkan karena kebiasaan tidak mencuci tangan
sebelum makan. Ketika tangan Anda kotor setelah melakukan berbagai pekerjaan
maka mungkin banyak bakteri yang bersarang dalam tangan Anda. Kontaminasi bisa
terjadi lewat makanan itu sendiri atau tangan yang kotor. Penyakit ini ditandai dengan
demam, diare yang parah, diare bisa disertai darah dan dehidrasi.
8) Resiko Infeksi Botulisme Orang yang tidak mencuci tangan sebelum makan juga bisa
terkena infeksi penyakit botulisme. Penyakit ini menular secara langsung lewat
makanan dan tangan yang kotor. Ini termasuk jenis infeksi yang sangat berbahaya
karena bisa menyebabkan kematian. Infeksi juga membutuhkan perawatan yang
segera untuk mengurangi potensi bahaya yang lebih buruk. Beberapa tanda infeksi ini
adalah seperti diare, sakit perut, mual, muntah, demam, pandangan kabur dan hilang
kesadaran.
9) Resiko Infeksi Amoebiasis Resiko infeksi amoebiasis adalah jenis penyakit yang bisa
disebabkan karena tidak mencuci tangan sebelum makan. Penyakit ini akan
menyebabkan penderita mengalami disentri. Jenis amuba penyebab infeksi ini
termasuk dalam kelas Entamoeba histolitica. Infeksi ini tidak hanya menyerang pada
saluran pencernaan namun juga berbagai organ lain. Karena itu infeksi ini cepat
berkembang dalam tubuh dan membutuhkan perawatan darurat. Mencuci tangan
sebelum makan bisa mencegah kondisi yang lebih berbahaya.
10) Resiko Radang Pernafasan Orang yang memiliki kebiasaan tidak mencuci tangan
sebelum makan juga bisa terkena penyakit radang saluran pernafasan. Penyakit ini
bisa menyebabkan sesak nafas, batuk, flu dan radang tenggorokan. Penyakit ini bisa
menyebar lewat bakteri atau virus yang masuk ke tubuh lewat makanan. Ketika
bakteri atau sumber penyebab infeksi bersentuhan dengan lendir dalam tenggorokan,
22
maka sumber infeksi akan berkembang dalam tempat itu. Kemudian akan
menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh dan membuat penderita mudah
sakit. Sumber penyebab penyakit seperti bakteri atau virus mungkin memang tidak
terlihat oleh mata secara langsung. Sumber infeksi bisa saja berasal dari makanan,
lingkungan atau tangan yang kotor ketika makan. Untuk mengatasi berbagai bahaya
tersebut maka biasakan untuk selalu mencuci tangan sebelum makan. Anda bisa
mencoba untuk melakukan cara mencuci tangan yang benar dan steril agar benar-
benar bersih dan tidak terkena resiko penyakit.

3. Konsep HAis
a. Pengertian
Menurut WHO (2016) HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya. Infeksi tersebut tidak
ditemukan atau tidak sedang berinkubasi pada saat pasien masuk. Termasuk dalam
definisi ini adalah infeksi yang didapat di rumah sakit namun baru bermanifestasi
setelah pasien keluar. Selain pada pasien, HAIs dapat terjadi pada tenaga kesehatan,
staf dan pengunjung rumah sakit.
HAIs merupakan penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit,
beberapa waktu yang lalu disebut sebagai infeksi nosokomial (Hospital Acquired
Infection). Saat ini penyebutan tersebut diubah menjadi infeksi terkait pelayanan
kesehatan atau “HAIs” (Healthcare Associated Infections) dengan pengertian yang
lebih luas, yaitu kejadian infeksi tidak hanya berasal dari rumah sakit, tetapi juga
dapat dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (Kemenkes, 2017)
Menurut Centres for Disease Control and Prevention (CDC) (2013), HAIs
adalah komplikasi perawatan kesehatan dan terkait dengan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga
kesehatan, dan pengunjung di rumah sakit dihadapkan pada resiko terjadinya
HAIs. Sumber penularan dan cara penularan terutama melalui tangan dan dari
petugas kesehatan maupun dari personil kesehatan lainnya, jarum injeksi, kateter
intra vena, kateter urin, kasa pembalut atau perban, dan cara yang keliru dalam
menangani luka. Infeksi nosokomial ini pun tidak hanya mengenai pasien saja,
tetapi juga dapat mengenai seluruh personil rumah sakit yang berhubungan
langsung dengan pasien maupun penunggu dan para pengunjung pasien.

b. Angka Kejadian HAis


23
Dalam Permenkes RI No. 27 Tahun 2017 di sebutkan bahwa yang
tergolong HAIs adalah VAP (Ventilator Associated Pneumonia), IAD (Infeksi
Aliran Darah), ISK (Infeksi Saluran Kemih), dan IDO (Infeksi Daerah Operasi).
VAP merupakan infeksi pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pemakaian ventilasi
mekanik baik pipa endotracheal maupun tracheostomi. IAD dapat terjadi pada
pasien yang menggunakan alat sentral intra vaskuler (CVC Line) setelah 48 jam
dan ditemukan tanda atau gejala infeksi yang dibuktikan dengan hasil kultur positif
bakteri patogen yang tidak berhubungan dengan infeksi pada organ tubuh yang lain
dan bukan infeksi sekunder, dan disebut sebagai Central Line Associated Blood
Stream Infection (CLABSI). ISK didiagnosa apabila urin kateter terpasang ≥ 48
jam, dan ditemukan gejala klinis seperti demam, sakit pada suprapubik dan nyeri
pada sudut costovertebra, disamping itu ditemukan kultur urin positif ≥ 105 Coloni
Forming Unit (CFU) dengan 1 atau 2 jenis mikroorganisme dan Nitrit dan/atau
leukosit esterase positif dengan carik celup (dipstick). IDO atau Surgical Site
Infections (SSI) adalah suatu cara yang dilakukan untuk mencegah dan
mengendalikan kejadian infeksi setelah tindakan operasi.
Sebuah survei prevalensi dilakukan di bawah naungan WHO di 55 rumah
sakit dari 14 negara yang mewakili empat wilayah WHO (Asia Tenggara, Eropa,
Mediterania Timur dan Pasifik Barat) mengungkapkan bahwa rata-rata 8,7% pasien
rumah sakit menderita infeksi nosokomial. Di negara maju (Amerika dan Eropa),
sekitar 5–10% dari pasien yang menjalani perawatan karena penyakit akut terkena
infeksi yang tidak muncul atau inkubasi pada saat masuk rumah sakit, angka
tersebut bisa menjadi dua kali lipat di negara berkembang seperti Indonesia. Di
Brasil seperti halnya Indonesia >50% neonatus yang dirawat di unit neonatal
menderita HAIs, dengan tingkat kematian antara 12% hingga 52% (Ahmed, 2012).
CDC (2011) meramalkan bahwa satu dari dua puluh lima pasien rawat inap akan
terinfeksi HAI (Hospital-Aquired Infection), serta pendapat Dewan Penasehat
Aliansi Dunia untuk keselamatan pasien, infeksi nosokomial sekitar 8,7 % dari 55
rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, dan Pasifik
sedangkan Asia Tenggara sebanyak 10% sehingga menyebabkan 1,5 juta kematian
setiap hari di seluruh dunia. Menurut WHO (2009) Fakta-fakta menunjukkan
bahwa di negara berkembang dan negara dan negara dengan masa transisi risiko
infeksi dari pelayanan kesehatan yang buruk sebanyak 20 kali lebih tinggi daripada
negara maju, setiap waktu, 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang
diperoleh dari rumah sakit.
24
Kejadian HAIs di Indonesia pada jenis/tipe rumah sakit sangat beragam.
Penelitian yang dilakukan oleh Depkes RI pada tahun 2007 didapatkan data
proporsi kejadian HAIs di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien 1.527
orang dari jumlah pasien beresiko 160.417 (55,1%), sedangkan untuk rumah sakit
swasta dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien beresiko 130.047
(35,7%). Untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 pasien dari jumlah
pasien beresiko 1.672 (9,1%). Tingginya angka kejadian HAIs mengindikasikan
rendahnya kualitas mutu pelayanan kesehatan. Angka kejadian HAIs telah
dijadikan tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit Indonesia. Menurut Komite
Akreditasi Rumah Sakit (2012) Izin rumah sakit dapat dicabut apabila angka
kejadian infeksi tersebut tinggi. Infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya dapat ditekan dengan penerapan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan,
pendidikan dan pelatihan, serta monitoring dan evaluasi (Kemenkes RI, 2009)

c. Pencegahan dan Pengendalian


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (PPIRS) sangat
penting karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit. Apalagi akhir-akhir
ini muncul berbagai penyakit infeksi baru (new emerging, emerging diseases, dan
re-emerging diseases) (Kemenkes RI, 2017). Pemerintah telah memasukkan
indikator pencegahan dan pengendalian infeksi ke dalam Standar Pelayanan
Minimal (SPM) dan bagian dari penilaian akreditasi versi 2012 yang diamanatkan
Permenkes No. 12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit kelompok sasaran
keselamatan pasien pada sasaran ke 5 (lima) yaitu pengurangan resiko infeksi
terkait pelayanan kesehatan, ini menunjukkan komitmen yang kuat bagi pemerintah
agar setiap rumah sakit dapat menjalankan program pencegahan dan pengendalian
infeksi. Selama ini penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah
Sakit dan pelayanan kesehatan lain masih jauh dari harapan. Kegiatan sosialisasi
perlu dilakukan agar mendapat komitmen dari direktur rumah sakit sampai tingkat
low manager dan staf.
Menurut Permenkes No. 27 Tahun 2017, Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada
pasien, petugas, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan, Pencegahan
dan pengendalian infeksi yang dimaksud dilaksanakan melalui penerapan
kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi. Beberapa penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui penerapan kewaspadaan standar di rumah sakit dan
25
fasilitas kesehatan lainnya menyatakan bahwa masalah infeksi nosokomial menjadi
semakin jelas, perlu dicari kebijakan baru untuk menguranginya, salah satunya
adalah dengan penerapan kewaspadaan standar. Dipertegas lagi oleh Menteri
kesehatan dalam Permenkes No 27 Tahun 2017 yang memerintahkan supaya SDM
fasilitas pelayanan kesehatan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi. Strategi yang digunakan adalah
peningkatan kemampuan petugas kesehatan dengan metode Kewaspadaan Standar
yang diterapkan pada semua orang (pasien, petugas atau pengunjung) yang datang
ke fasilitas pelayanan kesehatan tanpa menghiraukan mereka terinfeksi atau tidak
serta kewaspadaan berdasarkan penularan yang diperuntukkan bagi pasien rawat
inap dengan menunjukkan gejala, terinfeksi dengan kuman yang bersifat patogen.

d. Etiologi Hais
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial (Darmadi
2018)
1) Faktor dari dalam (instrinsik factors)
a) Dari penderita (instrinsic factors)
b) Umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, resiko terapi, atau adanya
penyakit lain yang menyertai penyakit dasar (multipatologi) beserta
komplikasinya.
c) Keperawatan: lamanya hari perawatan (length of stay), menurunkan standar
pelayanan perawat, serta padatnya penderita dalam suatu ruangan.
d) Patogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan merusak
jaringan, lamanya pemaparan (length of exposure) antara sumber penularan
(reservoir) dengan penderita.
2) Faktor dari luar (extrinsic factors)
a) Petugas pelayanan medis: perawat, dokter, bidan, tenaga laboratorium.
b) Peralatan dan material medis: instrumen, respirator, jarum, kateter, kain/doek,
kassa.
c) Lingkungan eksternal adalah halaman rumah sakit dan tempat pembuangan
sampah/pengolahan limbah.
d) Minuman/makanan: hidangan yang disajikan setiap saat pada penderita.
e) Penderita lain: keberadaan penderita lain dalam satu kamar/ruangan/bangsal
perawatan dapat merupakan sumber penularan.
f) Pengunjung /keluarga: keberadaan tamu/keluarga dapat merupakan sumber
penularan
26

B. Kerangka Teori
Kerangka konsep merupakan hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau
diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan:

Faktor Host Kejadian HAis

kondisi umum
penderita
Lingkungan
Lamanya hari
perawatan
Minuman/makanan
instrumen

Pengunjung/
Ketidak patuhan keluarga
Hand hygiene
petugas
Penderita lain yang memiliki
ruangan yang sama dengan pasien

Tabel 2.2 Kerangka konseptual Analisis tingkat kepatuhan petugas dengan


angka kejadian HAis.
Keterangan:
= Diteliti
= Tidak ditelitis
27
28
Kerangka konsep di atas dijelaskan bahwa terdapat beberapa aspek didalam
angka kejadian HAis Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian HAis antara lain:
kondisi umumpasien, lamanya hari perawatan, insrumen yang digunakan pada saat
perawatan pasien, ketidak patuhan hand hygiene petugas rumah sakit, lingkungan
sekitar pasien, makanan dan minuman yang diberikan kepada pasien, pengunjung
atau keluarga yang menjenguk pasien dan Penderita lain yang memiliki ruangan yang
sama dengan pasien. Tingkat kepatuhan itulah yang nantinya akan diteliti apakah
dapat mempengaruhi angka kejadian HAis.

C. Hipotesis
Hipotesa adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian (Nursalam, 2013).
Hipotesa (H1) Ada Pengaruh tingkat kepatuhan petugas dengan angka kejadian
HAis di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo. H1 diterima apabila p < α ( 0,05 ).
29
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desaine Penelitian
Desain penelitian merupakan suatus strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang
telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses
penelitian (Nursalam, 2016).
Desain Penelitian berupa metode analitik korelasional dengan pendekatan cross
sectional, yang bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel (Nursalam,
2016). Dalam hal ini adalah “Analisis tingkat kepatuhan petugas dengan angka kejadian
HAis di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo”.
Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan waktu
pengukuran/observasi data variabel independent dan dependent hanya satu kali. Pada jenis
variabel dependent dan independent dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada
tindak lanjut. Tentunya tidak semua subyek penelitian harus diobservasi pada hari atau
pada waktu yang sama, akan tetapi baik variabel independent ataupun dependent dinilai
hanya satu kali saja. Dengan studi ini, akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena
(variabel dependent) dihubungkan dengan penyebab (Nursalam, 2016).

B. Kerangka Kerja

Populasi
Seluruh petugas di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo sebanyak 45 responden

Tehnik Sampling
Tehnik Sampling yang digunakan adalah purposive sampling

Responden
Sebagian petugas di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo sebanyak 43 responden
30

Proses Pengumpulan Data


Editing, coding, scoring, tabulating

Instrumen Penelitian
Lembar Kuesioner dan Lembar Observasi

Analisa Data
Analisis Regresi Logistik

Kesimpulan
H1 di terima jika p value ≤ α dengan α = 0,05
Hο di terima jika p value > α dengan α = 0,05

C. Populasi,sampel,sampling
1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu
yang akan diteliti, bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari saja tetapi seluruh
karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut, atau kumpulan orang,
individu, atau objek yang akan diteliti sifat – sifat atau karakteristiknya (Hidayat,
2018).
Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh petugas di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo sebanyak 45 responden
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang secara nyata diteliti dan ditarik kesimpulan. Penelitian dengan
menggunakan sampel lebih menguntungkan dibandingkan dengan penelitian
menggunakan populasi karena penelitian dengan menggunakan sampel lebih
menghemat biaya, waktu, dan tenaga. Dalam menentukan sampel, langkah awal yang
harus ditempuh adalah membatasi jenis populasi atau menentukan populasi target
(Masturoh, 2018)

a. Kriteria Sampel
Adapun yang menjadi kriteria inklusi dan ekslusi adalah sampel ini adalah :
a) Kriteria inklusi
31
1) Bersedia berpatisipasi dalam penelitian
2) Latar belakang pendidikan D3 dan S1 atau Ners
3) Perawat yang bertugas di ruang anak, perawat perina dan bidan
b) Kriteria eklusi
1) Perawat yang tidak di ruangan itu
2) Perawat yang sedang cuti atau mengikuti tugas belajar
3) Kepala ruangan
Dalam penelitian ini sampelnya adalah sebagian petugas di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo
b. Besar Sampel
Dengan menggunakan rumus, maka besar sampel dalam penelitian ini adalah

Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumalh populasi
d = tingkat signifikasi (p)

Maka :

n= 45
1 + 45 (0,05)²
= 45
1 + 45 (0,0025)
= 45
1 + 0,1125
= 45
1,1125
= 40,44
= 40
3. Tehnik Sampling
Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel, (Sugiono,
2009).Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam
penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan
populasi yang ada (Hidayat, 2008). Sampling adalah proses penyeleksi porsi dari
populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2013).
Tehnik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability
peneliti menggunakan teknik purposive sampling (judgement sampling) yaitu suatu
32
teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai
dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/ masalah dalam penelitian), sehingga
sampel tersebut dapat mewakili populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam,
2013). Adapun besar sample dalam penelitian ini sebanyak 40 responden.

D. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan cross sectional merupakan desain
penelitian yang fokus dalam melakukan observasi data variabel independen dan
dependen yang diukur hanya satu kali saja atau secara simultan, tanpa ada tindak lanjut.
Semua subjek yang digunakan dalam penelitian tidak harus diobservasi dalam satu hari
atau satu waktu yang sama, tetapi variabel independen dan dependen dinilai satu kali
saja. Dengan demikian, akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel
dependen) yang dihubungkan dengan faktor penyebab atau variabel independen
(Nursalam, 2016).

E. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent/ Bebas / yang mempengaruhi)
Variabel independent adalah variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain,
apabila variabel independent berubah maka dapat menyebabkan variabel lain
berubah. Nama lain dari variabel independent atau variabel bebas adalah prediktor,
risiko, determinan, kausa (Masturoh, 2018).
Variabel Independent dalam penelitian ini adalah hand higyne dan bundel HAis.
Dengan menggunakan skala nominal
2. Variabel Dependent / terikat / yang dipengaruhi)
Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen,
artinya variabel dependent berubah karena disebabkan oleh perubahan pada variabel
independen (Masturoh, 2018). Variabel dalam penelitian ini adalah angka kejadian HAis.
Dengan menggunakan skala nominal

F. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Skala Data Kategori
(menurut peneliti bersifat / Indikator Ukur
operasional tidak boleh
bertentangan dengan teori,
bersifat operasional)
Bebas: Kemampuan responden -dapat Kuesi Nominal Hasil
1. Penget dalam menjawab menyebut oner Ukur:
33
ahuan pertanyaan seputar kan Baik = 6-
penggunaan APD secara definisi 10
benar - dapat Cukup = 1-
menyebut 5
kan
factorpeny
ebab
- dapat
menyebut
kan cara
menguran
gi
terjadinya
HAis
2. Superv Gambaran supervisi yang -mengikuti Kuesi Nominal Hasil
ise telah dilakukan oleh supervise oner Ukur:
supervisor keperawatan - Menduku
(tim patient safety, kepala melakukan ng = 17-
ruang, pengawas tindakan 32
keperawatan, dan kepala sesuai Kurang
seksi keperawatan) untuk SOP Mendukung
mengukur kualitas = 1-16
supervisi berdasarkan
persepsi perawat

3. Sarana Sarana yang dimiliki oleh alat Kuesi Nominal Hasil


perawat dalam pelindung oner Ukur:
menjalankan prosedur pribadi Menduku
tindakan yang ng = 1-22
terdiri dari Kurang
dua jenis Mendukung
alat = 23-32
pelindung
pribadi
yaitu alat
pelindung
pribadi
34
standar
(sarung
tangan,
topi,
masker,
baju
operasi,
kantong
kaki) dan
alat
pelindung
pribadi
khusus
(kacamata
pelindung/
google,
baju kedap
air/celeme
k (skort),
dan
sepatu
booth).
Terkait: infeksi yang didapatselama - Obsev Nominal Hasil
Angka penderita di rawat di Kepatuhan asi Ukur:
Kejadian rumah sakit, dengan cuci Tidak
Hais catatan pada waktu masuk tangan Terjadi =
rumah sakit masa inkubasi - 51-100
penyakit tidak sedang Kepatuhan Terjadi =
berlangsung memakai 1-50
APD
-Tingkat
pengetahu
an tentang
HAis

G. Pengumpulan dan Pengolahan Data


35
1. Bahan dan Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar penelitiannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Kuesioner merupakan cara pengumpulan data melalui pemberian kusioner dengan
beberapa pertanyaan kepada responden ( Hidayat & Aziz, 2018).
Instrumen dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner digali dari
pertanyaan tentang kepatuhan petugas meliputi pengetahuan, supervise, sarana,
dukungan yang terdiri dari masing-masing indikator 10 pertanyaan pengetahuan, 8
petanyaan supervise, 5 pertanyaan sarana, 5 pertanyaan dukungan, dan angka
kejadian HAis 25 pertanyaan sehingga jumlah total pertanyaan yaitu 53 pertanyaan
dengan skala likert sangat sering, sering , jarang, dan tidak pernah
a. Uji Validitas
Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip
keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur
apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2016). Uji validitas dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data.
Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (dalam hal ini kuesioner) dilakukan
dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor
totalnya. Teknik korelasi yang digunakan korelasi Pealson product moment. Suatu
variabel (pernyataan) dinyatakan valid bila skor variabel tersebut berkorelasi
secara signifikan dengan skor totalnya dengan cara membandingkan nilai r tabel
dengan nilai r hitung bila r hasil (hitung) > r tabel maka pertanyaan tersebut valid
(Nursalam, 2016).
Setelah uji validitas isi, instrument penelitian diujicobakan kepada 10
responden di di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo pada tanggal 01 Juli
2021 Pengujian validitas selanjutnya lakukan dengan rumus korelasi product
moment untuk menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor
total. Hasil tiap-tiap item dibandingkan dengan tabel nilai product moment. Nilai r
tabel pada n=10 adalah 0,632. Hasil uji validitas :
a. Nilai r tabel pada n=10 adalah 0,632. Nilai rhitung pada 10 kuesioner dalam
rentang 0,649 – 0,829 artinya kuesioner pengetahuan tersebut valid karena nilai
tersebut lebih daripada rtabel (0,632).
b. Nilai r tabel pada n=10 adalah 0,632. Nilai rhitung pada 8 kuesioner dalam
rentang 0,681 – 0,888 artinya kuesioner supervisi tersebut valid karena nilai
tersebut lebih daripada rtabel (0,632).
36
c. Nilai r tabel pada n=10 adalah 0,632. Nilai rhitung pada 5 kuesioner dalam
rentang 0,719 – 0,807 artinya kuesioner motivasi tersebut valid karena nilai
tersebut lebih daripada rtabel (0,632)
a. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta
atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang
berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama- sama memegang
peranan yang penting dalam waktu yang bersamaan. Perlu diperhatikan bahwa
reliabel belum tentu akurat (Nursalam, 2016).
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran
dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan aIat ukur yang sama.
Dinyatakan realiabel bila skor variabel tersebut berkorelasi secara signiflkan
dengan skor totalnya dengan cara membandingkan nilai r tabel dengan nilai r
hitung. Bila r (Alpha) > r Tabel, maka pernyataan tersebut reliabel. Pengujian
reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus alpha cronbach. Instrumen
dikatakan reliabel jika diperoleh nilai alpha ≥ 0,60. Hasil uji reliabilitas :
a. Hasil uji reliabilitas pengetahuan dengan α = 0,768 artinya kuesioner
pengetahuan tersebut reliabilitas tinggi karena nilai Alpha cronbach lebih besar
dari pada r tabel (0,60).
b. Hasil uji reliabilitas sikap dengan α = 0,784 artinya kuesioner supervise tersebut
reliabilitas tinggi karena nilai Alpha cronbach lebih besar dari pada r tabel
(0,60).
c. Hasil uji reliabilitas motivasi dengan α = 0,786 artinya kuesioner sarana tersebut
reliabilitas tinggi karena nilai Alpha cronbach lebih besar dari pada r tabel
(0,60).
2. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data yang harus diorganisasi sedemikian
rupa dalam suatu proses editing, coding, scoring dan tabulating data yang terdiri
dari :
a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan
data atau setelah data terkumpul.

b. Coding
37
Coding adalah kegiatan untuk mengklasifikasi data menurut katagorinya
masing-masing. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa kode
pada bagian-bagian tertentu untuk mempermudah waktu pentabulasian dan
analisa data.
1) usia
a) 28-30 tahun : code 1
b) 31-33 tahun : code 2
2) Jenis kelamin
a) Laki-laki : code 1
b) Perempuan : code 2
3) Pendidikan
a) DIII : code 1
b) SI : code 2
4) Lama Bekerja
a) 1-2 tahun : code 1
b) >3 tahun : code 2

5) Soal favourable
a) Ya : code 1
b) Tidak : code 0
6) Soal unfavourable
a) Ya : code 0
b) Tidak : code 1
c. Skoring
Scoring adalah melakukan penilaian dari hasil kuisioner yang dilakukan
pada responden. Dalam melakukan skoring. Pertanyaan mendukung
1) Pengetahuan
a) Baik :skor 6-10
b) Cukup : skor 1-5
2) Supervisi
a) Mendukung :skor 17-32
b) Kurang Mendukung : skor 1-16
3) Sarana
a) Mendukung : skor 3-5
b) Kurang Mendukung : skor 1-2
4) Angka Kejadian HAis
38
a) Tidak Terjadi : skor 51-100
b) Terjadi : skor 1-50
d. Tabulating
Setelah data diperiksa dan diberi kode, data dimasukkan dalam master
tabel kemudian dijumlahkan, disusun, ditata, untuk disajikan dan dianalisa

3. Waktu dan lokasi penelitian


Waktu penelitian : 28 Agustus 2021 sampai 25 September 2021
Lokasi Penelitian : di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo

4. Prosedur pengambilan data dan uji validitas


a. Peneliti meminta izin dan mendapatkan izin dari Institut Ilmu Kesehatan (IIK)
Strada Indonesia Kediri
b. Peneliti meminta izin dan mendapatkan izin dari Bakesbangpol
c. Peneliti meminta izin dan mendapatka izin dari Dinkes
d. Peneliti meminta izin dan mendapatkan izin dari RSIA Muhammadiyah Kota
Probolinggo
e. Memberikan inform consent pada pegawai yang setuju menjadi responden untuk
menanda-tangani.
f. Peneliti melakukan uji validitas dan reabilitas kepada responden sebanyak 10
responden
g. Peneliti mengumpulkan data dengan cara membagikan kuesioner pengetahuan,
supervise dan sarana
h. Peneliti mengumpulkan data dengan cara melakukan observasi angka kejadian
HAis
i. Peneliti memasukkan data ke windows SPSS 20 dengan memasukkan coding
dengan menggunakan uji regresi logisktik
j. Selanjutnya peneliti menyajikan hasil berupa tabel

5. Cara Analisis data


Analisa data merupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan secara
sistematis terhadap data yang dikumpulkan dengan tujuan supaya trend dan
relationship bisa dideteksi (Nursalam, 2016).
a. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel dan
atau per variabel dengan demikian teknik analisa data dapat diartikan sebagai
39
cara melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan mengelolah data
tersebut menjadi informasi sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya dapat
dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang
berkaitan dengan deskripsi data maupun untuk membuat induksi, atau menarik
kesimpulan tentang karakteristik populasi ( parameter) berdasarkan data yang
diperoleh dari sampel( statistic) ( Harsono, 2010).
Dalam penelitian ini analisis univariat pada variabel dependent yaitu usia,
jenis kelamin, pendidikan dan lama bekerja, pengetahuan, supervise, sarana dan
angka kejadian HAis memakai tabel distribusi frekuensi, distribusi frekuensi
adalah suatu daftar atau tabel yang membagi data dalam beberapa kelas.
b. Analisis Bivariat
Analisis data ini digunakan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dan
variabel terikat. Pengolaan data menggunakan media komputer program
“windows SPSS 20” kemudian peneliti menyimpulkan hasil penelitian sebagai
berikut:
Apabila p value ≤0,05 maka H1 diterima, H0 ditolak arinya ada hubungan
dari dari variable independent dan dependent ( Harsono, 2010). Analisis bivariat
pada penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis yang menyatakan adanya
hubungan pengetahuan dengan angka kejadian HAis di di RSIA Muhammadiyah
Kota Probolinggo, untuk menguji hipotesis yang menyatakan adanya hubungan
supervisi dengan angka kejadian HAis di di RSIA Muhammadiyah Kota
Probolinggo, untuk menguji hipotesis yang menyatakan adanya hubungan sarana
dengan angka kejadian HAis di di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo
dengan uji statistik “Chi-square”. Hal ini dikarenakan skala data pada tiga
variabel independent adalah nominal, dan skala data variabel dependent adalah
nominal. Pengolaan data menggunakan media komputer program “windows
SPSS 20” kemudian peneliti menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:
Dalam penelitian ini apabila angka probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka H0
ditolak yang berarti ada hubungan ketiga variabel independent dan variabel
dependent, sebaliknya jika lebih besar dari atau sama dengan 0,05 maka H0
diterima yang berarti tidak ada hubungan dari ketiga variabel independent dan
variabel dependent.
c. Multivariat
Analisis multivariat adalah merupakan analisis perluasan atau
perkembangan dari analisis melihat hubungan atau keterkaitan dua variabel,
maka analisis multivariate bertujuan melihat atau mempelajari hubungan variabel
40
( lebih dari 1 variabel ) independent dengan 1 atau beberapa variablel dependent (
umumnya 1 variabel dependent) (Setiadi, 2013).
Proses analisis multivariate dengan menghubungkan beberapa variabel
independent dengan satu variabel dependent pada waktu yang bersamaan. Jumlah
sample dalam analisis multivariate sangat penting diperhatikan, sebaiknya jangan
terlalu sedikit (Setiadi, 2013).
Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
angka kejadian HAis yaitu Uji Analisis Regresi Logistik menggunakan media
komputer program windows SPSS 20 kemudian peneliti menyimpulkan hasil
penelitian sebagai berikut “ apabila nilai p<0,05 maka H1 diterima, H0 ditolak
apabila p>0,05.

H. Etika Penelitian
1. Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak yang mungkin
terjadi selama dan sesudah mengumpulkan data (Nursalam 2017). Lembar
persetujuan ini diberikan kepada setiap petugas yang masuk dalam kriteria iklusi.
Peneliti memberikan pejelasan tentang maksud dan tujuan peneliti serta pengaruh
yang terjadi jika menjadi responden. Lembar persetujuan diisi secara suka rela oleh
responden dan jika pasien tidak bersedia, maka hak pasien tetap dijunjung tinggi.
2. Anonymity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan
3. Confidentility (kerahasiaan)
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian
baik informasi maupun masalah - masalah lainnya, semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu
yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, Alimul Aziz, 2018)
Informasi yang telah diperoleh dari responden dijamin kerahasiannya. Informasi
yang disajikan dalam laporan hanyalah data yang berhubungan dengan penelitian.

I. Keterbatasan Penelitian
41
Keterbatasan Penelitian yaitu bagian riset keperawatan yang menjelaskan
keterbatasan dalam penulisan riset, dalam setiap penulisan pasti mempunyai kelemahan
– kelemahan yang ada, kelemahan – kelemahan tersebut ditulis dalam keterbatasan
(Hidayat, 2017).
1. Pada saat penelitian ada sebagian responden yang tidak hadir sehingga peneliti harus
menyesuaikan kembali penelitian yang akan dilaksanakan sehingga hal tersebut juga
dapat memperpanjang waktu penelitian.
2. Adanya keterbatasan penelitian dengan menggunakan kuesioner yaitu terkadang
jawaban yang diberikan oleh responden tidak menunjukkan keadaan/ pengetahuan
responden yang sesungguhnya
42
BAB IV
HASIL

A. Diskripsi lokasi Penelitian


RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo merupakan rumah sakit ibu dan anak
yang berlokasi di Kanigaran, Kota Probolinggo. RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo
merupakan RS Khusus Type C terletak di Jalan Raya Panglima Sudirman No. 65
Kanigaran Probolinggo
B. Karakteristik responden
1. Karakteristik responden berdasarkan usia
Tabel 5.1: Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Pada Bulan Agustus 2021.
No Usia Frekuensi (F) Prosentase (%)
1 28-30 Tahun 21 52,5
2 31-33 Tahun 19 47,5
Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer, lembar kuesioner penelitian 2021
Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan mayoritas usia responden adalah
28-30 Tahun sejumlah 21 responden (52,5%). Minoritas usia responden
adalah 31-33 Tahun sejumlah 19 responden (47,5%).
2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.2: Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada
Bulan Agustus 2021.
No Jenis Frekuensi (F) Prosentase (%)
Kelamin
1 Laki-laki 14 35
2 Perempuan 26 65
Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer, lembar kuesioner penelitian 2021
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan mayoritas jenis kelamin responden
adalah perempuan sejumlah 26 responden (65%). Minoritas jenis kelamin
responden adalah laki-laki sejumlah 14 responden (35%).
3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir
Tabel 5.3: Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pada Bulan Agustus 2021.
No Pendidikan Frekuensi (F) Prosentase (%)
Terakhir
1 DIII 24 60
43
2 S1 16 40
Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer, lembar kuesioner penelitian 2021
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan mayoritas pendidikan terakhir
responden adalah DIII sejumlah 24 responden (60%). Minoritas pendidikan
terakhir responden adalah S1 sejumlah 16 responden (40%).
4. Karakteristik responden berdasarkan lama bekerja
Tabel 5.4: Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja Pada
Bulan Agustus 2021.
No Lama Frekuensi (F) Prosentase (%)
Bekerja
1 1-2 THN 10 25
2 >3 THN 30 75
Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer, lembar kuesioner penelitian 2021
Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan mayoritas lama bekerja responden
adalah > 3 Tahun sejumlah 30 responden (75%). Minoritas lama bekerja
responden adalah 1-2 Tahun sejumlah 10 responden (25%).

C. Karakteristik variabel
1. Pengetahuan
Tabel 5.5:Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan Pada
Bulan Agustus 2021.
No Pengetahuan Frekuensi (F) Prosentase (%)
1 Cukup 12 30
2 Baik 28 70
Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer, lembar kuesioner penelitian 2021
Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan mayoritas pengetahuan responden adalah
baik sejumlah 28 responden (70%). Minoritas pengetahuan responden adalah cukup
sejumlah 12 responden (30%).
2. Supervisi
Tabel 5.6:Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Supervisi Pada Bulan
Agustus 2021.
No Supervisi Frekuensi (F) Prosentase (%)
44
1 Kurang mendukung 8 20
2 Mendukung 32 80
Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer, lembar kuesioner penelitian 2021
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan mayoritas supervisi responden adalah
mendukung sejumlah 32 responden (80%). Minoritas supervisi responden adalah
kurang mendukung sejumlah 8 responden (20%).

3. Sarana
Tabel 5.7:Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Sarana Pada Bulan
Agustus 2021.
No Supervisi Frekuensi (F) Prosentase (%)
1 Kurang
9 22.5
mendukung
2 Mendukung 31 77.5
Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer, lembar kuesioner penelitian 2021
Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan mayoritas sarana responden adalah
mendukung sejumlah 31 responden (77,5%). Minoritas sarana responden adalah
kurang mendukung sejumlah 9 responden (22,5%).
4. Angka Kejadian HAis
Tabel 5.8:Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Angka Kejadian HAis
Pada Bulan Agustus 2021.
No Angka Frekuensi (F) Prosentase (%)
Kejadian HAis
1 Terjadi 7 17.5
2 Tidak Terjadi 33 82.5
Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer, lembar kuesioner penelitian 2021
45
Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan mayoritas angka kejadian HAis responden
adalah tidak terjadi sejumlah 33 responden (82,5%). Minoritas angka kejadian HAis
responden adalah terjadi sejumlah7 responden (17,5%).

D. Tabulasi silang antar Variabel


1. Tabulasi silang antara pengetahuan dengan angka kejadian HAis di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo.
Tabel 5.9:Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan
Pengetahuan dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah
Kota Probolinggo Pada Bulan Agustus 2021
 Angka Kejadian HAis
 Pengetahuan  Terjadi Tidak Terjadi  Jumlah 
f  %  f  %  f  % 
Cukup 3 7,5 9 22,5 12 30
Baik 4 10 24 60 28 70
Jumlah   7  17,5 33  82,5   40 100 
Berdasarkan tabel 5.9 didapatkan hasil bahwa pengetahuan dengan angka
kejadian HAis adalah baik dan tidak terjadi sebanyak 24 responden (60%)
2. Tabulasi silang antara supervisi dengan angka kejadian HAis di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo.
Tabel 5.10:Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan Supervisi
dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota
Probolinggo Pada Bulan Agustus 2021
 Angka Kejadian HAis
 Supervisi  Terjadi Tidak Terjadi  Jumlah 
f  %  f  %  f  % 
Kurang
3 7,5 5 12,5 8 20
Mendukung
Mendukung 4 10 28 70 32 80
Jumlah   7  17,5 33  82,5   40 100 
Berdasarkan tabel 5.10 didapatkan hasil bahwa supervisi dengan angka
kejadian HAis adalah mendukung dan tidak terjadi sebanyak 28 responden (70%)
46

3. Tabulasi silang antara sarana dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah
Kota Probolinggo.
Tabel 5.11:Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan Sarana
dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota
Probolinggo Pada Bulan Agustus 2021
 Angka Kejadian HAis
 Sarana  Terjadi Tidak Terjadi  Jumlah 
f  %  f  %  f  % 
Kurang
3 7,5 6 15 9 22,5
Mendukung
Mendukung 4 10 27 67,5 31 77,5
Jumlah  7 17,5 33 82,5 40 100
Berdasarkan tabel 5.11 didapatkan hasil bahwa sarana dengan angka kejadian
HAis adalah mendukung dan tidak terjadi sebanyak 27 responden (67,5%)

E. Hasil Uji Statistik


1. Bivariat
a) Hasil uji statistik pengetahuan
Tabel 5.12:Hasil Uji statistik Berdasarkan Hubungan Pengetahuan dengan
angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota
Probolinggo Pada Bulan Agustus 2021
Chi-Square Tests
Asymptotic
Exact Sig. Exact Sig.
  Value df Significance (2-
(2-sided) (1-sided)
sided)
Pearson Chi-
9,486a 1 0,002    
Square
Continuity
7,383 1 0,007    
Correctionb
Likelihood
9,043 1 0,003    
Ratio
Fisher's Exact
      0,004 0,004
Test
Linear-by-
Linear 9,275 1 0,002    
Association
N of Valid
40        
Cases
Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan hasil hubungan pengetahuan dengan
angka kejadian adalah p = 0,004 dengan tingkat signifikan nilai p < 0,05 sehingga
47
dapat dinyatakan bahwa H1 diterima yang artinya ada hubungan antara
pengetahuan dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota
Probolinggo Pada Bulan Agustus 2021. Sehingga variabel tersebut diatas
memenuhi syarat untuk dilakukan analisis multivariat.
b) Hasil uji statistik supervisi
Tabel 5.13:Hasil Uji statistik Berdasarkan Hubungan Supervisi dengan
angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota
Probolinggo Pada Bulan Agustus 2021
Chi-Square Tests
Asymptotic Exact Exact
Significance (2- Sig. (2- Sig. (1-
Value Df sided) sided) sided)
Pearson Chi-
5,351a 1 ,021
Square
Continuity
3,546 1 ,060
Correctionb
Likelihood
4,885 1 ,027
Ratio
Fisher's Exact
,034 ,034
Test
Linear-by-
Linear 5,232 1 ,022
Association
N of Valid
40
Cases
Berdasarkan tabel 5.13 didapatkan hasil hubungan supervisi dengan angka
kejadian adalah p = 0,034 dengan tingkat signifikan nilai p < 0,05 sehingga dapat
dinyatakan bahwa H1 diterima yang artinya ada hubungan antara supervisi
dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo Pada
Bulan Agustus 2021. Sehingga variabel tersebut diatas memenuhi syarat untuk
dilakukan analisis multivariat.

c) Hasil uji statistik sarana


Tabel 5.14:Hasil Uji statistik Berdasarkan Hubungan Sarana dengan angka
kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo Pada
Bulan Agustus 2021
Chi-Square Tests
48
Asymptotic Exact Exact
Significance (2- Sig. (2- Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-
7,816a 1 ,005
Square
Continuity
5,686 1 ,017
Correctionb
Likelihood
7,179 1 ,007
Ratio
Fisher's Exact
,011 ,011
Test
Linear-by-
Linear 7,642 1 ,006
Association
N of Valid
40
Cases
Berdasarkan tabel 5.14 didapatkan hasil hubungan sarana dengan angka
kejadian adalah p = 0,011 dengan tingkat signifikan nilai p < 0,05 sehingga dapat
dinyatakan bahwa H1 diterima yang artinya ada hubungan antara sarana dengan
angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo Pada Bulan
Agustus 2021. Sehingga variabel tersebut diatas memenuhi syarat untuk
dilakukan analisis multivariat.

2. Multivariat
Tabel 5.15: Analisa tingkat kepatuhan petugas dengan angka kejadian HAis di
RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo

Variables in the Equation


95% C.I.for
  B S.E. Wald Df Sig. Exp(B) EXP(B)
Lower Upper
Pegetahuan 4,406 1,847 5,691 1 0,017 81,949 2,195 4,406
Step
Supervisi 3,224 1,594 4,09 1 0,043 25,13 1,104 571,809
1a
Sarana 5,069 2,197 5,322 1 0,021 158,96 2,143 11790,6
49
-
Constant 1,074 10,553 1 0,001 0,031    
3,488
Berdasarkan tabel 5.15 dari hasil uji statistik dengan menggunakan Windows
SPSS 20 dengan menggunakan uji regresi logistik didapatkan faktor yang paling
dominan mempengaruhi penyebab terjadinya angka kejadian HAis di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo Pada Bulan Agustus 2021 adalah pengetahuan
dengan nilai 0,017
50
BAB V
PEMBAHASAN

A. Indentifikasi pengetahuan, supervisi, sarana di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo


1. Indentifikasi pengetahuan
Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan mayoritas pengetahuan responden adalah
baik sejumlah 28 responden (70%). Minoritas pengetahuan responden adalah cukup
sejumlah 12 responden (30%).
Dalam hal pencegahan infeksi yang memegang peranan sangat penting adalah
perawat, sebagaimana diketahui rerata perawat terpapar dengan pasien sekitar 7-8 jam
per hari kemudian sekitar 4 jam perawat dengan efektif kontak langsung pada pasien,
dengan demikan hal tersebut adalah sumber utama terpaparnya infeksi nosokomial
(Situmorang,2020). Tingginya angka prevalensi healthcare associated infections
(HAIs) adalah ancaman yang sangat besar bagi pelayanan Rumah sakit karena dapat
di artikan sebagai mutu pelayanan yang buruk, sehingga perlu pencegahan agar dapat
mengurangi angka kejadian healthcare associated infections (HAIs). Pencegahan
infeksi harus di laksanakan secara universal dari pelayanan kesehatan sehingga dapat
melindungi pasien dari kejadian infeksi nosokomial baik itu staf pelayanan kesehatan,
dan pengguna rumah sakit (Kemenkes, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui pengetahuan responden terhadap
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial sebagain besar juga telah berada
pada kategori baik sebagaimana ditemukan sebagian besar perawat telah mengetahui
tentang apa itu pencegahan infeksi nosokomial, penyebab dan pencegahan infeksi
nosokomial. Sedangkan pengetahuan terhadap pencegahan infeksi nosokomial yang
mendapat skor cukup, berdasarkan hasil analisis kuesioner yang tertera pada tabel 3
hal tersebut terjadi karena petugas kesehatan khususnya perawat ada yang belum
menerapkan universal precaution (tindakan pengendalian infeksi sederhana), seperti
pembuangan sampah yang salah, kesterilan alat yang perlu ditingkatkan.

2. Identifikasi Supervisi
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan mayoritas supervisi responden adalah
mendukung sejumlah 32 responden (80%). Minoritas supervisi responden adalah
kurang mendukung sejumlah 8 responden (20%).
51
Penelitian yang dilakukan oleh Yoan Kasim, dkk tahun 2017 yang
menganalisa hubungan motivasi dan supervisi dengan kepatuhan perawat dalam
penggunaan APD pada penanganan pasien gangguan muskuloskeletal yang
merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Hasil
penelitian menunjukan ada hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat (p=0,011)
dan terdapat hubungan supervisi dengan kepatuhan perawat (p=0,003). Ini artinya
terdapat hubungan motivasi dan supervisi dengan kepatuhan perawat dalam
penggunaan APD pada penanganan pasien gangguan muskuloskeletal di RSUP Prof
Dr. R.D. Kandou Manado. Penelitian ini di dukung oleh peneltian sebelumnya yang
dilakukan oleh Dewi & Ellafrina (2015) dengan mengevaluasi penggunaan alat
pelindung diri pada petugas saat melakukan tindakan penanganan pasien kecelakaan
lalu lintas di IGD RSM Ahmad Dahlan Kota Kediri, diperoleh hasil bahwa masih
rendahnya tingkat kepatuhan petugas dalam menggunakan APD. Beberapa hambatan
pada pelaksanaan penggunaan APD diantaranya kurangnya prasarana serta kurangnya
pengawasan berupa monitoring dan evaluasi dari pimpinan
Peneliti berpendapat bahwa untuk menilai kepatuhan perawat tentang
penggunaan standar penggunaan alat pelindung diri dibutuhkan adanya pengawasan
dari pihak rumah sakit. Pengelolaan pelayanan keperawatan khususnya dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi membutuhkan sistem manajerial keperawatan
yang tepat untuk mengarahkan seluruh sumber daya keperawatan dalam
menghasilkan pelayanan keperawatan yang prima dan berkual Manajer keperawatan
betanggungjawab melakukan pemantauan kepatuhan terhadap kebijakan keperawatan,
termasuk kepatuhan perawat dalam menggunakan alat pelindung diri dalam upaya
mengurangi resiko infeksi. Supervisi merupakan bagian dari fungsi pengarahan yang
berperan untuk mempertahankan agar segala kegiatan yang telah terprogram dapat
dilaksanakan dengan baik dan lancar. Supervisi secara langsung memungkinkan
manajer keperawatan menemukan berbagai hambatan dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan di ruangan dan bersama dengan staf keperawatan mencari jalan
pemecahannya
3. Sarana
Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan mayoritas sarana responden adalah
mendukung sejumlah 31 responden (77,5%). Minoritas sarana responden adalah
kurang mendukung sejumlah 9 responden (22,5%).
Kepatuhan perawat dalam melaksanakan prosedur tetap tindakan
keperawatan, termasuk didalamnya prosedur mencuci tangan, menjadi salah satu
penentu keberhasilan pencegahan infeksi nosokomial (Costy, 2013). Menurut Gultom
52
yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara fasilitas (sarana prasarana)
dengan penerapan kewaspadaan universal oleh perawat.
Sarana yang emndukung dapat meningkatkan kepatuhan petugas dalam
melaksanakan tindakan sehingga dapat menurunkan angka kejadian HAis

B. Analisa hubungan pengetahuan dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah


Kota Probolinggo.
Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan hasil hubungan pengetahuan dengan angka
kejadian adalah p = 0,004 dengan tingkat signifikan nilai p < 0,05 sehingga dapat
dinyatakan bahwa H1 diterima yang artinya ada hubungan antara pengetahuan dengan
angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo Pada Bulan Agustus
2021. Sehingga variabel tersebut diatas memenuhi syarat untuk dilakukan analisis
multivariat.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian Suharto (2016) menemukan bahwa ada
korelasi pengetahuan dengan tindakan mencegah infeksi di Ruang ICU Rumah Sakit Tk
II Putri Hijau, oleh karena itu petugas kesehatan harus memiliki pengetahuan yang baik
agar dapat mencegah kejadian infeksi nosokomial, dengan pengetahuan yang baik maka
akan berpengaruh terhadap tindakan yang seharusnya dilakukan demi keselamatan
perawat itu sendiri dan pasien. Riset Dwi Sulistyowati (2016), ditemukan ada keterkaitan
pengetahuan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial di ruang bedah RSUD
Dr.Moewardi Surakarta. Penelitian Atmadja (2012) diketahui ada korelasi antar
pengetahuan dan perilaku perawat terkait pencegahan infeksi nosocomial di ruang rawat
inap RSUD X. Penelitian Zulkarnain (2018) menyatakan ada huhungan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan perawat terhadap tindakan pencegahan phelibitis di ruang
perawatan interna RSUD Bima.
Peneliti berpendapat bahwa semakin tinggi pengetahuan, semakin sadar seorang
perawat untuk melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Adanya
pengetahuan akan infeksi nosokomial hal tersebut bisa berpengaruh pada praktik
individu, untuk melakukan pencegahan infeksi nosocomial

C. Analisa hubungan supervisi dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota
Probolinggo.
Berdasarkan tabel 5.13 didapatkan hasil hubungan supervisi dengan angka
kejadian adalah p = 0,034 dengan tingkat signifikan nilai p < 0,05 sehingga dapat
dinyatakan bahwa H1 diterima yang artinya ada hubungan antara supervisi dengan angka
53
kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo Pada Bulan Agustus 2021.
Sehingga variabel tersebut diatas memenuhi syarat untuk dilakukan analisis multivariat
Hananto P dkk (2017) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh supervisi kepala ruang model Proctor terhadap pelaksanaan keselamatan pasien
dengan menggunakan rancangan penelitian quasi eksperimen dengan pendekatan pre and
post test control group. Jumlah sampel sebanyak 88 perawat pelaksana. Analisa data
menggunakan Mann-Whitney menunjukkan ada pengaruh supervisi kepala ruang model
Proctor terhadap pelaksanaan keselamatan pasien (p= 0,000). Supervisi kepala ruang
Seminar Nasional dan Call for Paper | 245 model Proctor dapat diaplikasikan sebagai
salah satu solusi untuk meningkatkan pelaksanaan keselamatan pasien.
Peneliti berpendapat bahwa supervisi dalam keperawatan bukan hanya sekedar
kontrol, tetapi lebih dari itu. Kegiatan supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi
atau syarat-syarat personal maupun material yang diperlukan untuk tercapainya tujuan
asuhan keperawatan secara efektif dan efisien.14 Supervisi memiliki pengaruh besar
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Peran dari fungsi pengarahan kepala ruang
memiliki hubungan yang positif dalam kepatuhan perawat pelaksana menggunakan alat
pelindung diri.15 Supervisi kepala ruang berhubungan positif dengan penerapan patient
safety
54
D. Analisa hubungan sarana dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah Kota
Probolinggo.
Berdasarkan tabel 5.14 didapatkan hasil hubungan sarana dengan angka kejadian
adalah p = 0,011 dengan tingkat signifikan nilai p < 0,05 sehingga dapat dinyatakan
bahwa H1 diterima yang artinya ada hubungan antara sarana dengan angka kejadian
HAis di RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo Pada Bulan Agustus 2021. Sehingga
variabel tersebut diatas memenuhi syarat untuk dilakukan analisis multivariat.
Penelitian tentang strategi ketersediaan sarana yang mendukung pada tahun 2017
yang dilakukan oleh Pittet et al , dengan pengamatan dari berbagai aspek dan melibatkan
beberapa disiplin ilmu menunjukan penurunan angka kejadian HAIs yang signifikan,
terutama pada kasus kejadian transmisi MRSA ( Methycilin Resistant Staphylococcus
Aureus ) yang semakin menurun. Penelitian sama juga dilakukan di Victoria Australia,
hasil penelitan terbukti bahwa ketersediaan sarana dapat meningkatkan petugas
melakukan hand hygiene mengurangi bakteremia yang disebabkan oleh MRSA (Grayson
et al., 2011)
Peneliti berpendapat bahwa infeksi nosokomial sebagain besar juga telah berada
pada kategori tinggi sebagaimana ditemukan sebagian besar perawat telah mengetahui
tentang apa itu pencegahan infeksi nosokomial, penyebab dan pencegahan infeksi
nosokomial. ketersediaan sarana yang mendukung dapat menurunkan angka kejadian
HAis, semakin lengka sarana maka semakin patuh petugas dalam melakukan hand
hygine dan memakai alat pelindung diri sehingga dapat menurunkan kejadian HAis.
E. Analisa Faktor Dominan Tingkat Kepatuhan petugas dengan angka kejadian HAis di
RSIA Muhammadiyah Kota Probolinggo
Berdasarkan tabel 5.15 dari hasil uji statistik dengan menggunakan Windows
SPSS 20 dengan menggunakan uji regresi logistik didapatkan faktor yang paling
dominan mempengaruhi penyebab terjadinya angka kejadian HAis di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo Pada Bulan Agustus 2021 adalah pengetahuan
dengan nilai 0,017
Hasibuan (2012) menjelaskan bahwa kepatuhan merupakan kesadaran dan kesediaan
seseorang untuk menaati semua peraturan dan norma-norma yang berlaku. Kepatuhan
yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas
yang diberikan kepadanya. Tenaga kesehatan khususnya perawat merupakan salah satu
tenaga di rumah sakit yang secara langsung berinteraksi dengan pasien.
Penelitian Kusumaningtyas (2013) membuktikan bahwa kepatuhan mencuci
tangan kategori patuh sebesar 70%. Kepatuhan merupakan suatu perilaku manusia yang
taat terhadap aturan, perintah, prosedur dan disiplin. Kepatuhan perawat adalah perilaku
55
perawat sebagai seorang yang profesional terhadap suatu anjuran, prosedur atau
peraturan yang harus dilakukan atau ditaati. Kepatuhan perawat dalam penerapan
kewaspadaan universal sesuai prosedur tetap (protap) yang telah ditetapkan. Kepatuhan
mencuci tangan perawat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar
terhadap kesehatan perawat dan pasien dalam pencegahan terjadinya HAIs. Kegagalan
untuk melakukan kebersihan tangan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai
sebab utama terjadinya infeksi rumah sakit
56
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Pengetahuan mayoritas responden adalah baik sejumlah 28 responden (70%),
supervisi mayoritas responden adalah mendukung sejumlah 32 responden (80%),
sarana mayoritas responden adalah mendukung sejumlah 31 responden (77,5%) dan
angka kejadian HAis mayoritas responden adalah tidak terjadi sejumlah 33
responden (82,5%)
2. Ada hubungan antara pengetahuan dengan angka kejadian HAis di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo dengan nilai p value = 0,004 < α = 0,05
3. Ada hubungan antara supervisi dengan angka kejadian HAis di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo dengan nilai p value = 0,034 < α = 0,05
4. Ada hubungan antara sarana dengan angka kejadian HAis di RSIA Muhammadiyah
Kota Probolinggo dengan nilai p value = 0,011 < α = 0,05
5. Faktor dominan tingakat kepatuhan petugas dengan angka kejadian HAis di RSIA
Muhammadiyah Kota Probolinggo adalah pengetahuan dengan nilai 0,017
B. SARAN
1. Saran bagi tempat penelitian
Diharapkan kepada pihak rumah sakit dapat mengembangkan dan
memberikan edukasi melalui para petugas kesehatan untuk untuk meningkatkan
kepatuhan dengan meningkatkan pengetahuan tentang HAis, mengikuti supervise dan
menggunakan sarana yang telah disediakan seperti hand sanitaizer, alat pelindung diri
dll
2. Saran bagi Institusi pendidikan
Diharapkan untuk mengembangkan ilmu keperawatan bahwasanya penyebab
terjadinya HAis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengetahuan, supervise dan
sarana
3. Saran bagi Peneliti selanjutnya
Dari penelitian ini didapatkan bahwasanya faktor terjadinya HAis dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu yaitu pengetahuan, supervise dan sarana. Pengetahuan
merupakan faktor yang paling mempengaruhi terjadinya HAis sehingga pengetahuan
yang cukup akan memperkecil terjadinyaHAis. Sehingga diharapkan peneliti
selanjutnya agar dapat melihat terkait faktor lain yaitu supervise untuk diteliti lebih
detail
4. Uraikan saran bagi masyarakat
57
Diharapkan bagi masyarakat dapat menerapkan kepatuhan dalam menurunkan
angka kejadian HAis dengan cara mencuci tangan, memakai masker pada saat
menjenguk pasien
58
LAMPIRAN 1

INFORM CONSENT
59

LAMPIRAN 2
KISI – KISI KUESIONER
60

LAMPIRAN 3
INSTRUMEN PENELITIAN
KUESIONER

ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN PETUGAS DENGAN ANGKA KEJADIAN HAIS DI


RSIA MUHAMMADIYAH KOTA PROBOLINGGO

Ruang :

A. IDENTITAS RESPONDEN

Petunjuk Pengisian
Diisi peneliti berdasarkan biodata responden;
Nama:
Jenis Kelamin:
Usia:
Tingkat Pendidikan :
□ D III Keperawatan/ Kebidanan
□ S 1 Keperawatan / Ners/ Kebidanan

B. TINGKAT PENGETAHUAN

Diisi responden.
Jawablah pernyataan berikut dengan cara memberikan tanda ”√” pada kolom
jawaban yang telah tersedia sesuai dengan yang akan Anda lakukan, dengan pilihan
jawaban.
B : Benar
S : Salah
No Pernyataan Jawaban
B S
1. Infeksi merupakan invasi patogen ke dalam tubuh sehingga
menyebabkan sakit (kerusakan jaringan)
2. Infeksi yang didapat dalam proses perawatan pasien disebut sebagai
Hospital-acquired infections (HAI) atau Healthcare Associated
Infections (HAI’s).
3. Infeksi nosokomial ditetapkan jika di tempat perawatan
kesehatan terjadi lebih dari 48 jam.
61
4. Infeksi yang sering didapatkan akibat kecelakaan kerja adalah
infeksi nosokomial endemik.
5. Faktor resiko infeksi adalah status imun yang menurun, tindakan
invasif dan sarana.
6. Rantai penularan infeksi dapat sebagai dasar proses
pencegahan dan pengendalian infeksi.
7. Tindakan kewaspadaan standar mampu mencegah timbulnya
infeksi nosokomial.
8. Kewaspadaan standar yang diketahui terdiri dari 11 elemen.
9. Petugas kesehatan harus mematuhi tindakan kebersihan tangan, Alat
Pelindung Diri (APD), dekontaminasi peralatan perawatan
pasien,kesehatan lingkungan, pengelolaan limbah, penatalaksanaan
linen, perlindungan kesehatan petugas, penempatan pasien, hygiene
respirasi/etika batuk dan bersin, praktik menyuntik aman dan
praktik lumbal pungsi aman.
10. Kelalaian petugas akan menyebabkan timbulnya infeksi
nosokomial.

C. PELAKSANAAN SUPERVISI

Petunjuk Pengisian
Diisi oleh responden dengan cara memberi tanda () pada
kolom jawaban yang tersedia dengan salah satu pilihan
jawaban berikut; S = Selalu
Sr = Sering
K = Kadang-kadang
TP = Tidak Pernah

Jawaban
No PERNYATAAN S Sr K TP
4 3 2 1
1. Anda mendapatkan pengarahan dari kepala ruang
tentang pengendalian infeksi.

2. Kepala ruang memastikan Anda mudah memahami


tentang pengendalian infeksi.

Pengarahan yang diberikan kepada Anda


3. ditindaklanjuti oleh kepala ruang tentang
pengendalian infeksi.

4. Kepala ruang memberikan kepercayaan kepada Anda


dalam pelaksanaan pengendalian infeksi.

5. Kepala ruang memberikan dukungan kepada Anda


dalam memberikan obat.
62
6. Kepala ruang memberikan contoh kepada Anda
dalam pencegahan infeksi.

Kepala ruang melakukan observasi terhadap


7. kemampuan Anda dalampencegahan dan
pengendalian infeksi.

Kepala ruang melakukan proses penilaian kepada


8. Anda tentang pencapaianpencegahan dan
pengendalian infeksi

D. SARANAPRASARANA KEPERAWATAN

Petunjuk Pengisian
Diisi oleh responden dengan cara memberi tanda () pada
kolom jawaban yang tersedia dengan salah satu pilihan
jawaban berikut;
Y = Ya
T = Tidak

Jawaban
No PERNYATAAN Y T
1 0
1. Anda mendapatkan instrumen saat akan melakukan
pengendalian infeksi.

2. Anda mudah mengakses alat perlindungan diri ketika


melakukan tindakan keperawatan.

3. Bahan untuk tindakan universal precaution


disediakan di ruangan dan di dekat pasien.

4. Terdapat ceklis tentang inventaris bahan atau alat


universal precaution.

5. Terdapat petunjuk dalam melakukan universal


precaution di ruangan.

E. Angka Kejadian HEALTHCARE ASSOCIATED INFECTIONS (HAI’s)


63

Petunjuk Pengisian
Diisi oleh responden dengan cara memberi tanda () pada
kolom jawaban yang tersedia dengan salah satu pilihan
jawaban berikut; S = Selalu
Sr = Sering
K = Kadang-kadang
TP = Tidak Pernah

Jawaban
No PERNYATAAN S Sr K TP
4 3 2 1
1. Anda melakukan cuci tangan sebelum kontak pasien
2. Anda melakukan cuci tangan sebelum tindakan
aseptik.
3. Anda mencuci tangan setelah kontak pasien
4. Anda mencuci tangan setelah kontak dengan darah
dan atau cairan tubuh pasien
5. Anda mencuci tangan setelah kontak lingkungan
pasien.
6. Sebelum melakukan tindakan, anda memakai
handscoon.
7. Anda memakai masker selama melakukan tindakan.
Anda memakai apround sebelum melakukan tindakan
8. yang beresiko menodai baju seperti perawatan luka,
drainage, penanganan perdarahan.
9. Anda memakai sepatu jika melakukan tindakan yang
akan menodai kaki.
10. Anda memakai kacamata selama melakukan tindakan
yang beresiko menodai mata.
11. Anda memakai kap kepala selama melakukan
tindakan yang beresiko menodai tambut dan kepala.
Instrumen yang telah dipakai untuk tindakan
12. dilakukan dekontaminasi/desinfeksi dengan
direndam.
13. Bahan habis pakai dibuang di tempat sampah
infeksius.
64

14. Ruangan disterilkan (fogging) secara terjadwal.


15. Pengelolaan limbah dimanajemen secara tepat antara
sampah infeksius, noninfeksius dan benda tajam.
16. Linen dikelola secara hati-hati antara linen infeksius
dan kotor.
17. Perawat dilakukan pemeriksaan secara rutin.
18. Adanya vaksinasi bagi perawat terhadap penyakit
menular seperti hepatitis, TB
19. Pasien dibedakan berdasarkan jenis penyakit
(infeksius dan non infeksius).
20. Terdapat aturan etika batuk dan meludah
21. Tindakan injeksi dengan alat disposible.
22. Pengelolaan jarum pada tempat sampah khusus
23. Perawat diberikan sosialisasi tentang universal
Precaution
24. Terdapat laporan berkala tentang kewaspadaan
universal.
25. Terdapat petugas (perawat pencegahan dan
pengendalian infeksi; IPCLN)
65

LAMPIRAN 4
HASIL PENELITIAN
HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

PENGETAHUAN

Reliability
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 40 100.0
Excludeda 0 .0
Total 40 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
.768 11

Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Corrected Cronbach's
Item Variance if Item- Total Alpha if Item
Deleted Item Correlation Deleted
Deleted
P1 14.40 32.800 .702 .752
P2 14.43 32.185 .675 .746
P3 14.30 31.597 .829 .737
P4 14.23 32.668 .687 .748
P5 14.23 32.944 .681 .751
P6 14.20 32.993 .674 .751
P7 14.33 31.954 .714 .742
P8 14.30 32.424 .649 .747
P9 14.37 32.861 .707 .753
P10 14.33 31.540 .801 .737
Pengetahuan 7.53 8.947 1.000 .879

SUPERVISI

Reliability
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 40 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 40 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
66
Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
.784 9

Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Corrected Cronbach's
Item Variance if Item- Total Alpha if Item
Deleted Item Correlation Deleted
Deleted
P1 39.37 98.654 .888 .748
P2 39.50 102.328 .681 .762
P3 39.33 100.023 .740 .755
P4 39.53 103.430 .713 .766
P5 39.47 101.844 .754 .760
P6 39.50 101.845 .751 .760
P7 39.33 102.920 .737 .765
P8 39.47 99.292 .793 .752
Supervisi 21.03 28.723 1.000 .901

SARANA

Reliability
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 40 100.0
Excludeda 0 .0
Total 40 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
.786 6

Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Corrected Cronbach's
Item Variance if Item- Total Alpha if Item
Deleted Item Correlation Deleted
Deleted
P1 6.60 8.110 .807 .722
P2 6.43 8.875 .720 .758
P3 6.40 9.076 .774 .767
P4 6.53 8.671 .719 .753
P5 6.43 8.875 .720 .758
SARANA 3.60 2.662 1.000 .774
67
ANGKA KEJADIAN HAis
Reliability

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 40 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 40 100.0
a. Listwise deletion based on all variables
in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's N of Items
Alpha
.780 26

Item-Total Statistics

Scale Mean if Scale Corrected Cronbach's


Item Variance if Item- Total Alpha if Item
Deleted Item Correlation Deleted
Deleted
p1 81.57 198.254 .683 .761
p2 81.40 202.593 .672 .766
p3 81.40 201.834 .539 .766
p4 81.60 201.007 .598 .765
p5 81.50 203.086 .619 .767
p6 81.50 199.638 .700 .763
p7 81.53 206.809 .557 .771
p8 81.40 198.938 .802 .761
p9 81.60 199.766 .682 .763
p10 81.60 203.214 .600 .767
p11 81.43 205.357 .492 .770
p12 81.67 200.023 .668 .763
p13 81.47 202.671 .607 .766
p14 81.57 199.564 .731 .762
p15 81.63 205.413 .530 .770
p16 81.57 199.909 .646 .763
p17 81.60 203.352 .634 .767
p18 81.57 207.702 .457 .772
p19 81.70 200.562 .681 .764
68
p20 81.43 201.771 .657 .765
p21 81.47 204.326 .532 .769
p22 81.57 199.495 .735 .762
p23 81.63 205.757 .480 .770
p24 81.53 200.120 .711 .763
p25 81.63 199.826 .677 .763
69

LAMPIRAN 5
HASIL UJI STATISTIK
Frequencies

Statistics

Usia JK PT LB PGTN SPRVSI SARANA

Valid 40 40 40 40 40 40 40
N
Missing 0 0 0 0 0 0 0

Mean 1.48 1.65 1.40 1.75 1.70 1.80 1.78

Std. Error of Mean .080 .076 .078 .069 .073 .064 .067

Median 1.00 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00

Mode 1 2 1 2 2 2 2

Std. Deviation .506 .483 .496 .439 .464 .405 .423

Minimum 1 1 1 1 1 1 1

Maximum 2 2 2 2 2 2 2

Sum 59 66 56 70 68 72 71

Statistics

AKH

Valid 40
N
Missing 0

Mean 1.83

Std. Error of Mean .061

Median 2.00

Mode 2

Std. Deviation .385


70
Minimum 1

Maximum 2

Sum 73

Frequency Table

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

28-30 Tahun 21 52.5 52.5 52.5

Valid 31-33 Tahun 19 47.5 47.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

JK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

laki-laki 14 35.0 35.0 35.0

Valid perempuan 26 65.0 65.0 100.0

Total 40 100.0 100.0


71
PT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

DIII 24 60.0 60.0 60.0

Valid S1 16 40.0 40.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

LB

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1-2 THN 10 25.0 25.0 25.0

Valid >3 THN 30 75.0 75.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

PGTN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

CUKUP 12 30.0 30.0 30.0

Valid BAIK 28 70.0 70.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

SPRVSI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid KURANG
8 20.0 20.0 20.0
MENDUKUNG

MENDUKUNG 32 80.0 80.0 100.0


72
Total 40 100.0 100.0

SARANA

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

KURANG
9 22.5 22.5 22.5
MENDUKUNG
Valid
MENDUKUNG 31 77.5 77.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

AKH

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

TERJADI 7 17.5 17.5 17.5

TIDAK
Valid 33 82.5 82.5 100.0
TERJADI

Total 40 100.0 100.0

Crosstabs

PGTN * AKH Crosstabulation

AKH Total

TERJADI TIDAK
TERJADI

PGTN CUKUP Count 3 9 12

% within 42.9% 27.3% 30.0%


AKH
73
% of Total 7.5% 22.5% 30.0%

Count 4 24 28

% within
BAIK 57.1% 72.7% 70.0%
AKH

% of Total 10.0% 60.0% 70.0%

Count 7 33 40

% within
Total 100.0% 100.0% 100.0%
AKH

% of Total 17.5% 82.5% 100.0%

SPRVSI * AKH Crosstabulation

AKH Total

TERJADI TIDAK
TERJADI

Count 3 5 8

KURANG % within
42.9% 15.2% 20.0%
MENDUKUNG AKH

% of Total 7.5% 12.5% 20.0%


SPRVSI
Count 4 28 32

% within
MENDUKUNG 57.1% 84.8% 80.0%
AKH

% of Total 10.0% 70.0% 80.0%

Count 7 33 40

% within
Total 100.0% 100.0% 100.0%
AKH

% of Total 17.5% 82.5% 100.0%


74
SARANA * AKH Crosstabulation

AKH Total

TERJADI TIDAK
TERJADI

Count 3 6 9

KURANG % within
42.9% 18.2% 22.5%
MENDUKUNG AKH

SARAN % of Total 7.5% 15.0% 22.5%


A Count 4 27 31

% within
MENDUKUNG 57.1% 81.8% 77.5%
AKH

% of Total 10.0% 67.5% 77.5%

Count 7 33 40

% within
Total 100.0% 100.0% 100.0%
AKH

% of Total 17.5% 82.5% 100.0%

BIVARIAT

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)

Pearson Chi-Square 9,486a 1 ,002

Continuity
7,383 1 ,007
Correctionb

Likelihood Ratio 9,043 1 ,003

Fisher's Exact Test ,004 ,004

Linear-by-Linear
9,275 1 ,002
Association
75
N of Valid Cases 40

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)

Pearson Chi-Square 5,351a 1 ,021

Continuity
3,546 1 ,060
Correctionb

Likelihood Ratio 4,885 1 ,027

Fisher's Exact Test ,034 ,034

Linear-by-Linear
5,232 1 ,022
Association

N of Valid Cases 40

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)

Pearson Chi-Square 7,816a 1 ,005

Continuity
5,686 1 ,017
Correctionb

Likelihood Ratio 7,179 1 ,007

Fisher's Exact Test ,011 ,011

Linear-by-Linear
7,642 1 ,006
Association

N of Valid Cases 40

MULTIVARIAT

Iteration Historya,b,c,d
76
Coefficients

Angka
-2 Log Consta Penget Supervi Kejadia
Iteration likelihood nt ahuan si Sarana n HAis

Step 1 27,402 -8,441 1,114 -,428 1,756 2,000


1
2 20,925 -13,854 1,891 -,736 2,842 3,373

3 17,227 -45,479 3,224 -1,251 10,340 11,392

4 17,225 -65,480 3,224 -1,251 15,341 16,392

5 18,463 -19,456 2,590 -1,001 4,013 4,817

6 17,225 -57,480 3,224 -1,251 13,341 14,392

7 17,225 -61,480 3,224 -1,251 14,341 15,392

8 17,623 -24,828 3,055 -1,182 5,220 6,208

9 17,365 -29,367 3,206 -1,244 6,316 7,362

10 17,225 -65,480 3,224 -1,251 15,341 16,392

11 17,244 -37,472 3,224 -1,251 8,339 9,390

12 17,227 -45,479 3,224 -1,251 10,340 11,392

13 17,225 -65,480 3,224 -1,251 15,341 16,392

14 17,276 -33,456 3,223 -1,251 7,335 8,386

15 17,244 -37,472 3,224 -1,251 8,339 9,390

11 17,232 -41,477 3,224 -1,251 9,340 10,392

12 17,225 -65,480 3,224 -1,251 15,341 16,392

13 17,226 -49,480 3,224 -1,251 11,341 12,392

14 17,227 -45,479 3,224 -1,251 10,340 11,392

15 17,225 -65,480 3,224 -1,251 15,341 16,392

16 17,226 -49,480 3,224 -1,251 11,341 12,392


77
17 17,225 -53,480 3,224 -1,251 12,341 13,392

18 17,225 -69,480 3,224 -1,251 16,341 17,392

19 17,225 -57,480 3,224 -1,251 13,341 14,392

20 17,225 -61,480 3,224 -1,251 14,341 15,392

21 17,225 -65,480 3,224 -1,251 15,341 16,392

22 17,225 -69,480 3,224 -1,251 16,341 17,392

23 17,225 -73,480 3,224 -1,251 17,341 18,392

24 17,225 -77,480 3,224 -1,251 18,341 19,392

25 17,225 -81,480 3,224 -1,251 19,341 20,392

26 17,225 -77,480 3,224 -1,251 18,341 19,392

27 17,225 -81,480 3,224 -1,251 19,341 20,392

28 17,225 -57,480 3,224 -1,251 13,341 14,392

29 17,225 -61,480 3,224 -1,251 14,341 15,392

30 17,225 -73,480 3,224 -1,251 17,341 18,392

31 17,225 -77,480 3,224 -1,251 18,341 19,392

32 17,225 -81,480 3,224 -1,251 19,341 20,392

33 17,225 -85,480 3,224 -1,251 20,341 21,392

34 17,226 -49,480 3,224 -1,251 11,341 12,392

35 17,225 -53,480 3,224 -1,251 12,341 13,392

36 17,225 -69,480 3,224 -1,251 16,341 17,392

37 17,225 -73,480 3,224 -1,251 17,341 18,392

38 18,463 -19,456 2,590 -1,001 4,013 4,817

39 17,225 -57,480 3,224 -1,251 13,341 14,392

40 17,225 -89,480 3,224 -1,251 21,341 22,392


78
Variables in the Equation
95% C.I.for
  B S.E. Wald df Sig. Exp(B) EXP(B)
Lower Upper
Pgthun 3,224 1,594 4,09 1 0,043 25,13 1,104 571,809

Supervisi 4,406 1,847 5,691 1 0,017 81,949 2,195 4,406


Step
1a Sarana 5,069 2,197 5,322 1 0,021 158,96 2,143 11790,6

Constant -3,488 1,074 10,553 1 0,001 0,031    


79

LAMPIRAN 6
LEMBAR KONSULTASI
Lampiran 7 Dokumen Foto
Lampiran 8.Summary Executive
Lampiran 9. Identitas Penulis
80

Anda mungkin juga menyukai