Anda di halaman 1dari 107

SKRIPSI

HUBUNGAN MAYA INDEX DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH


DENGUE DAN IDENTIFIKASI JENIS LARVA AEDES SP. DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PATRANG KABUPATEN JEMBER

Oleh :

AWAN SANTOSO

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2018
SKRIPSI

HUBUNGAN MAYA INDEX DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH


DENGUE DAN IDENTIFIKASI JENIS LARVA AEDES SP. DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PATRANG KABUPATEN JEMBER

Oleh :

AWAN SANTOSO
NIM 101511123128

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2018
PENGESAHAN

Dipertahankan di Depan Tim Penguji Skripsi


Program Sarjana Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan
diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM.)
pada tanggal 19 Januari 2018

Mengesahkan
Universitas Airlangga
Fakultas Kesehatan Masyarakat

Dekan,

Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S.


NIP 195603031987012001

Tim Penguji:
a) Dr. Diah Indriani, S.Si.
b) Retno Adriyani, S.T., M.Kes
c) Gandhi Kusyoko, S.KM., M.KL.

ii
SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar


Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM.)
Departemen Kesehatan Lingkungan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga

Oleh :

AWAN SANTOSO
NIM 101511123128

Surabaya, 26 Januari 2018

Menyetujui,
Pembimbing,

Retno Adriyani, S.T., M.Kes


NIP 197506092003122001

Mengetahui,

Koordinator Program Studi, Ketua Departemen,

Corie Indria Prasasti, S.KM., M.Kes Dr. Lilis Sulistyorini, Ir., M.Kes
NIP 198105102005012001 NIP 196603311991032002

iii
SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Nama : Awan Santoso


NIM : 101511123128
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenjang : Sarjana (S1)

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul:

HUBUNGAN MAYA INDEX DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH


DENGUE DAN IDENTIFIKASI JENIS LARVA AEDES SP. DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PATRANG KABUPATEN JEMBER

Apabila suatu saat nanti terbukti melakukan tindakan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surabaya, 26 Januari 2018

Awan Santoso
NIM 101511123128

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rizki yang tidak
terhingga, hingga dapat terwujudnya skripsi dengan judul “HUBUNGAN MAYA
INDEX DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DAN
IDENTIFIKASI JENIS LARVA AEDES SP. DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PATRANG KABUPATEN JEMBER” sebagai salah satu
persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam skripsi ini dijelaskan perilaku masyarakat tentang pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) hubungannya dengan status maya index serta kejadian
DBD di wilayah kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember. Penelitian ini
dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Patrang. Wilayah kerja Puskesmas
Patrang merupakan daerah endemis DBD yang hampir selalu diikuti adanya
kematian. Oleh karena itu penelitian ini berupaya mengidentifikasi perilaku
masyarakat tentang pemberantasan sarang nyamuk serta mengidentifikasi jenis
larva yang ditemukan sebagai tambahan informasi untuk pembuatan kebijakan
maupun program dalam penanggulangan DBD.
Pada Kesempatan kali ini kami menyampaikan terimakasih dengan
setulusnya kepada Ibu Retno Adriyani, ST., M.Kes. selaku pembimbing skripsi
yang telah dengan sabar dan gigih memberikan bimbingan, mendengarkan
gagasan dan memberikan arahan. Sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
Kemudian ucapan Terima kasih juga kami sampaikan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S., selaku Dekan Fakultas kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga.
2. Dr. Lilis Sulistyorini, Ir., M.Kes selaku Kepala Departemen Kesehatan
Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
3. Abah dan Mama yang selalu mendoakan dan mengusahakan agar penulis
mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Saudara kandung saya Astrid Annisya A.P., Aulia Aisyah A.P., Achmad
Fauzan Ainurrohman A.P.
5. Dosen, Staff dan teman-teman Alih Jenis Departemen Kesehatan
Lingkungan yang telah menyumbangkan pikiran dan semangat untuk
skripsi ini.
6. Teman dekat yang selalu berjuang bersama.
7. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan yang telah saling mendukung dan
membantu selama proses pendidikan.
8. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Demikian, semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal
yang telah diberikan dan semoga skripsi ini dapat berguna baik bagi diri kami
sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkan.

Surabaya, 26 Januari 2018

v
ABSTRACT

The work area of Puskesmas Patrang became the third highest Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) incidence in 2017. The purpose of this study was to
analyze the relationship between Maya Index with DHF incidence and to identify
the type of Aedes sp larvae in the area of Puskesmas Patrang, Jember. This research
was an observational with a case control study design 1:2. The samples of case
group were 19 and control were 38. The primary data obtained by questionnaire,
interview and observation sheet. The results showed that respondents had low level
knowledge of 57.9%. Most respondents have good attitude and action toward PSN
3M-Plus program, equal to 59,7% and 54,4%.. CI percentage of case group was
25,89%, density figure (DF) score in high risk category, while control group 14,9%,
DF score in medium risk category. Status of BRI in case group was 57.9% in the
moderate category, while the control group was in the low category of 73.7%. HRI
case group was in the moderate category of 47.5%, while in the control group in the
low category was 65.8%. Maya Index in both groups was in low status as a
mosquito breedingsites 57.9%. There were correlation between knowledge level
with the status of BRI, HRI and maya index (p: 0,005,0,0; 0,001). While attitudes
and practices were not related to BRI, HRI and Maya Index. There was a
relationship between BRI with DHF incidence (p: 0,006). While HRI and Maya
Index were not related to DHF incidence. The types of larvae were Aedes aegypti
(76.05%) and Aedes albopictus (23.95%). So that, the status of controllable
container (CC) and undercontrollable container (UCC) is an important concern in
PSN3M-Plus program. Suggestion for Health Department of Jember is to train
jumantik cadres about larvae inspection in all container that can be potential for
mosquito breedingsite.
Keywords: dhf, maya index, psn 3m-plus

vi
ABSTRAK

Pada tahun 2017, wilayah kerja Puskesmas Patrang merupakan daerah


dengan jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) tertinggi ke-tiga setelah
Sumbersari dan Gladakpakem. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
hubungan maya index dengan kejadian DBD serta mengidentifikasi jenis larva
Aedes sp yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional dengan rancang
banggun kasus kontrol 1:2. Jumlah sampel kasus sebanyak 19 dan sampel kontrol
sebanyak 38. Data primer diperoleh dengan kuesioner, wawancara dan lembar
observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki pengetahuan
kurang sebesar 57,9%. Sebagian besar responden memiliki sikap dan tindakan yang
baik terhadap program PSN 3M-Plus, yaitu sebesar 59,7%. dan 54,4%. Persentase
CI kelompok kasus sebesar 25,89%, skor density figure (DF) pada kategori risiko
tinggi, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 14,9%, skor DF pada kategori
risiko sedang terhadap penyakit DBD. BRI kelompok kasus sebanyak 57,9% pada
kategori sedang, sedangkan kelompok kontrol berada pada kategori rendah sebesar
73,7%. HRI kelompok kasus berada pada kategori sedang sebesar 47,5%,
sedangkan pada kelompok kontrol pada kategori rendah sebesar 65,8%. Maya Index
pada kedua kelompok berada pada kategori rendah sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk sebesar 57,9%. Ada hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan dengan BRI, HRI dan maya index (p= 0,005; 0,016; 0,001).
Sikap dan tindakan tidak berhubungan dengan BRI, HRI dan maya index. Ada
hubungan yang signifikan antara BRI dengan kejadian DBD (p: 0,006), sedangkan
status HRI dan Maya Index tidak berhubungan dengan kejadian DBD. Jenis larva
yang ditemukan adalah Aedes aegypti (76,05%) dan Aedes albopictus (23,95%).
Maka disimpulkan bahwa kondisi controllable container dan undercontrollable
container penting untuk diperhatikan dalam program PSN 3M-Plus. Saran bagi
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember adalah melatih kader jumantik tentang
pemeriksaan jentik di controllable container maupun uncontrollable container.
Kata Kunci: dbd, maya index, psn 3m-plus

vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
ABSTRACT ................................................................................................ vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH............... xiv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................ 4
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................... 6
1.3.1 Pembatasan Masalah ...................................................... 6
1.3.2 Rumusan Masalah .......................................................... 6
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 7
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................ 7
1.4.2 Tujuam Khusus .............................................................. 7
1.4.3 Manfaat Penelitian ......................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Demam Berdarah Dengue ....................................................... 9
2.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue ................................ 9
2.1.2 Penyebab Demam Berdarah Dengue ............................. 9
2.1.3 Tanda dan Gejala Demam Berdarah Dengue ................ 10
2.1.4 Faktor yang Berperan dalam Demam Berdarah Dengue 12
2.1.5 Pencegahan Demam Berdarah Dengue.......................... 13
2.2 Nyamuk Aedes sp .................................................................... 17
2.2.1 Nyamuk Aedes aegypti .................................................. 17
2.2.2 Nyamuk Aedes albopictus ............................................. 19
2.3 Surveilans Entomologi Vektor DBD ...................................... 21
2.3.1 Kepadatan Larva Nyamuk ............................................. 21
2.4 Kontainer ................................................................................. 23
2.5 Maya Index .............................................................................. 24
2.5 Perilaku Masyarakat ................................................................ 26
2.5.1 Pengetahuan ................................................................... 26
2.5.2 Sikap .............................................................................. 27
2.5.3 Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M-Plus) 28

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN


3.1 Kerangka Konseptual .............................................................. 30

viii
3.2 Hipotesis Penelitian................................................................. 33

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian..................................... 34
4.2 Populasi Penelitian .................................................................. 34
4.3 Sampel, Besar Sampel, Cara Penentuan dan Penghitungan .... 35
4.3.1 Sampel ........................................................................... 35
4.3.2 Besar Sampel ................................................................. 36
4.3.3 Cara Penentuan Sampel ................................................. 36
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 36
4.5 Variabel dan Definisi Operasional .......................................... 37
4.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data .............................. 39
4.6.1 Teknik Pengumpulan Data............................................. 39
4.6.2 Instrumen Pengumpulan Data ........................................ 40
4.7 Teknik Analisis Data ............................................................... 41

BAB V HASIL PENELITIAN


5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................... 43
5.2 Pengetahuan, Sikap dan Tindakan PSN 3M Plus ................... 44
5.2.1 Pengetahuan Responden ................................................ 44
5.2.2 Sikap Responden............................................................ 45
5.2.1 Tindakan Responden...................................................... 45
5.3 Entomologi index berbasis Container Index dan Maya Index 47
5.3.1 Container Index ............................................................. 47
5.3.2 Breeding Risk Indicator ................................................. 48
5.3.3 Hygiene Risk Indicator .................................................. 48
5.3.4 Maya Index .................................................................... 49
5.4 Jenis Larva Aedes sp yang ditemukan ..................................... 49
5.5 Hubungan Antar Variabel Penelitian ...................................... 51
5.5.1 Hubungan Perilaku Responden dengan BRI ................. 51
5.5.2 Hubungan Perilaku Responden dengan HRI ................. 52
5.5.3 Hubungan Perilaku Responden dengan Maya Index ..... 54
5.5.4 Hubungan BRI dengan Kejadian DBD .......................... 56
5.5.5 Hubungan HRI dengan Kejadian DBD ......................... 56
5.5.6 Hubungan Maya Index dengan Kejadian DBD ............. 57

BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Perilaku Responden ................................................................. 58
6.1.1 Pengetahuan ................................................................... 58
6.1.2 Sikap .............................................................................. 58
6.1.3 Tindakan ........................................................................ 59
6.2 Entomologi Index .................................................................... 59
6.2.1 Container Index ............................................................. 59
6.2.2 Maya Index .................................................................... 60
6.3 Jenis Larva .............................................................................. 61
6.4 Hubungan Perilaku dengan Maya Index ................................. 61

ix
6.4.1 Hubungan Perilaku Responden dengan Breeding Risk
Indicator ........................................................................ 61
6.4.2 Hubungan Perilaku Responden dengan Hygiene Risk
Indicator ........................................................................ 62
6.4.3 Hubungan Perilaku Responden dengan Maya Index ..... 62
6.5 Hubungan Maya Index dengan Kejadian DBD ....................... 63
6.5.1 Hubungan Breeding Risk Indicator dengan Kejadian
DBD............................................................................... 63
6.5.2 Hubungan Hygiene Risk Indicator dengan Kejadian
DBD............................................................................... 64
6.5.3 Hubungan Maya Index dengan Kejadian DBD ............. 64

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan ............................................................................. 65
7.2 Saran ........................................................................................ 66

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 67


LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman

2.1 Density Figure Larva Index.............................................. 23


2.2 Kategori Breeding Risk Indicator dan Hygiene Risk 26
Indicator...........................................................................
2.3 Matriks kategori maya index............................................ 26
4.1 Waktu Penelitian.............................................................. 36
4.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian......................... 37
5.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden
tentang DBD dan PSN 3M Plus Terhadap Kejadian DBD
tahun 2017 di Kabupaten Jember..................................... 44
5.2 Distribusi Frekuensi Penilaian Sikap Responden
Terhadap PSN 3M Plus dengan Kejadian DBD tahun
2017 di Kabupaten Jember............................................... 45
5.3 Distribusi Frekuensi Penilaian Tindakan Responden
Terhadap PSN 3M Plus dengan Kejadian DBD tahun
2017 di Kabupaten Jember............................................... 46
5.4 Container Index di wilayah kerja Puskesmas Patrang
Tahun 2017....................................................................... 47
5.5 Hasil Penilaian Status Breeding Risk Index di wilayah
kerja Puskesmas Patrang Tahun 2017.............................. 48
5.6 Hasil Penilaian Status Hygiene Risk Index di wilayah
kerja Puskesmas Patrang Tahun 2017.............................. 48
5.7 Hasil Penilaian Status Maya Index di wilayah kerja
Puskesmas Patrang Tahun 2017....................................... 49
5.8 Distribusi frekuensi jenis larva Aedes sp.......................... 49
5.9 Tabulasi Silang Variabel Tingkat Pengetahuan dengan 51
Status BRI.........................................................................
5.10 Tabulasi Silang Variabel Sikap dengan Status BRI......... 51
5.11 Tabulasi Silang Variabel Tindakan dengan Status BRI... 52
5.12 Tabulasi Silang Variabel Pengetahuan dengan Status
HRI.................................................................................. 52
5.13 Tabulasi Silang Variabel Sikap dengan Status
HRI................................................................................... 53
5.14 Tabulasi Silang Variabel Tindakan dengan Status HRI... 53
5.15 Tabulasi Silang Variabel Pengetahuan dengan Maya
Index................................................................................. 54
5.16 Tabulasi Silang Variabel Sikap dengan Maya Index....... 55
5.17 Tabulasi Silang Variabel Tindakan dengan Maya Index. 55
5.18 Tabulasi Silang Variabel BRI dengan Kejadian DBD...... 56
5.19 Tabulasi Silang Variabel HRI dengan Kejadian DBD...... 56
5.20 Tabulasi Silang Variabel Maya Index dengan Kejadian
DBD................................................................................. 57

xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman

1.1 Grafik tren kasus DBD Jember Tahun 2011-2016............ 4


2.1 Ruas ke-delapan Larva Aedes aegypti.............................. 18
2.2 Bentuk Gigi Sisir (Comb Scales) Larva Aedes aegypti.... 19
2.3 Larva Aedes albopictus..................................................... 20
2.4 Bentuk Gigi Sisir (Comb Scales) Larva Aedes albopictus 20
3.1 Kerangka Konsep Penelitian............................................. 30
5.1 Telur nyamuk di dinding bak kamar mandi responden
tahun 2017........................................................................ 46
5.2 Larva aedes aegypti dengan comb scales berbentuk
trisula................................................................................ 50
5.3 Larva aedes albopictus dengan comb scales berbentuk
lurus tidak bergerigi......................................................... 50

xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran Halaman
1
Penjelasan Penelitian Bagi Responden...................... 70
Informed Consent (Pernyataan Persetujuan
2
Mengikuti Penelitian)................................................ 72
3 Kuesioner Pengukuran Perilaku Masyarakat............. 73
4 Lembar Observasi Keberadaan Jentik Nyamuk......... 77
5 Perhitungan Besar Sampel......................................... 79
6 Output Hasil Uji Statistik........................................... 80
7 Dokumentasi Penelitian............................................. 89
8 Perijinan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember ......... 91
9 Lembar Uji Etik......................................................... 92

xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH

Daftar Arti Lambang

% = Persen
- = Hingga
/ = Atau
> = Lebih dari
< = Kurang dari
ч = Kurang dari sama dengan
ш = Lebih dari sama dengan
α = Alfa
β = Beta

Daftar Singkatan

ABJ = Angka Bebas Jentik


BI = Breteau Index
BRI = Breeding Risk Indicator
CC = Controllable Container
CDC = Center for Disease Control and Prevention
CFR = Case Fatality Rate
CI = Container Index
DBD = Demam Berdarah Dengue
DC = Disposable Container
DHF = Dengue Hemorrhagic Fever
Depkes = Departemen Kesehatan
DF = Density Figure
Dinkes = Dinas Kesehatan
HI = House Index
HRI = Hygiene Risk Indicator
IR = Incidence Rate
Kemenkes = Kementrian Kesehatan
MI = Maya Index
Puskesmas = Pusat Kesehatan Masyarakat
PSN = Pemberantasan Sarang Nyamuk
UC = Uncontrollable Container
DC = Disposable Container
UCC = Undercontrollable Container
UU = Undang-Undang
WHO = World Health Organization

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh

virus dengue yang dibawa oleh nyamuk sebagai vektornya. Nyamuk aedes

aegypti merupakan vektor utama di seluruh dunia sebagai pembawa virus dengue

tersebut. Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan vektor

pembawa DBD di beberapa negara. Pada tahun 2001 terdapat kejadian luar biasa

DBD di Hawai dengan vektor nyamuk Aedes albopictus. Nyamuk yang paling

berperan sebagai vektor utama dalam penyebaran virus dengue dan kejadian

DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, sedangkan Aedes albopictus

sebagai vektor sekunder (CDC, 2012).

Kejadian demam berdarah di seluruh dunia mengalami peningkatan dalam

beberapa dekade terakhir. Jumlah kasus dengue yang sebenarnya tidak

terlaporkan dan banyak kasus yang salah klasifikasi. Satu perkiraan baru-baru ini

menunjukkan 390 juta infeksi dengue per tahun (95% interval yang dapat

dipercaya 284-528 juta), 96 juta (67-136 juta) bermanifestasi secara klinis

(dengan berbagai tingkat keparahan penyakit). Studi lain menyatakan bahwa

insiden demam berdarah, diperkirakan bahwa 3,9 miliar orang di 128 negara

berisiko terinfeksi virus dengue (WHO, 2017). Negara anggota di tiga wilayah

WHO secara teratur melaporkan jumlah kasus dengue tahunan. Jumlah kasus

yang dilaporkan meningkat dari 2,2 juta di tahun 2010 menjadi 3,2 juta pada

tahun 2015. Meskipun beban penyakit global secara keseluruhan tidak pasti

1
2

jumlahnya, inisiasi kegiatan untuk mencatat semua kasus demam berdarah telah

menjelaskan peningkatan tajam dalam jumlah kasus yang dilaporkan dalam

beberapa tahun terakhir (WHO, 2017).

Penderita DBD yang dilaporkan di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak

129.650 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 1.071 orang. Angka kejadian

atau Incidence Rate (IR) 50,75 per 100.000 penduduk dan angka kematian atau

Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,83%. Jumlah kasus tersebut meningkat jika

dibandingkan dengan kasus DBD tahun 2014 dengan jumlah kasus sebanyak

100.347 serta IR 39,80 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2016).

Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2015,

angka insiden (Incidence Rate) atau angka kejadian DBD di Jawa Timur pada

tahun 2015 sebesar 54,18 per 100.000 penduduk, mengalami peningkatan

dibandingkan tahun tahun 2014 yakni 24,1 per 100.000 penduduk. Target

nasional untuk IR DBD adalah kurang dari sama dengan 49 per 100.000

penduduk. Angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2015 di

Provinsi Jawa Timur sebesar 1,37%. Target Renstra Kementerian Kesehatan

untuk angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar ≤49 per 100.000 penduduk, dan

CFR DBD <1%, dengan demikian Provinsi Jawa Timur masih belum mencapai

target tersebut.

Terjadinya KLB DBD di Indonesia berhubungan dengan berbagai faktor

risiko, yaitu karena lingkungan yang masih kondusif untuk terjadinya tempat

perindukan nyamuk Aedes sp, pemahaman masyarakat yang masih terbatas

mengenai pentingnya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus, perluasan


3

daerah endemik akibat perubahan dan manipulasi lingkungan yang terjadi karena

urbanisasi dan pembangunan tempat pemukiman baru, serta meningkatnya

mobilitas penduduk (Kemenkes RI, 2016).

Lingkungan yang kondusif untuk perindukan nyamuk Aedes sp. adalah di

tempat yang dapat menampung air bersih, baik di dalam maupun di luar rumah.

Selain itu, sampah seperti botol bekas, ban, kaleng, dan sampah lainnya yang

dapat menampung air ketika hujan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.

Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah wadah buatan

manusia, lubang pohon dan bambu yang menampung air. Sebagian besar

kontainer dengan air yang digunakan untuk perkembangbiakan Aedes aegypti

berada dalam atau dekat rumah. Sedangkan, nyamuk Aedes albopictus

menunjukkan preferensi untuk lubang pohon dan reruntuhan bambu dengan air

tetapi juga dapat memanfaatkan wadah buatan manusia. Kontainer berisi air yang

dimanfaatkan sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes albopictus berada di

sekitar atau lebih jauh dari rumah (CDC, 2012).

Lingkungan rumah yang tidak bersih dapat menjadi tempat dengan risiko

tinggi terhadap perindukan nyamuk dan berpotensi meningkatkan kejadian DBD.

Kondisi lingkungan rumah berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat,

salah satunya dengan melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Kegiatan PSN tersebut sebagaimana disebutkan dalam surat edaran Menteri

Kesehatan Nomor PM.01.11/MENKES/591/2016 bertujuan untuk mencegah dan

mengendalikan penyakit DBD dengan menurunkan risiko suatu tempat menjadi

tempat perindukan nyamuk. Risiko suatu lingkungan sebagai tempat perindukan


4

nyamuk dapat diukur dengan salah satu indikator yang disebut maya index.

Terdapat dua indikator utama yang digunakan dalam menilai status maya index

tersebut, yaitu breeding risk indicator (BRI) yang menggambarkan potensi

perkembangbiakan nyamuk dan hygiene risk indicator (HRI) yang

menggambarkan status kebersihan lingkungan (Satoto, 2005).

1.2 Identifikasi Masalah

Kabupaten Jember merupakan daerah endemis DBD, hal ini terlihat dari

adanya kejadian kasus DBD setiap tahun dan diikuti dengan adanya kematian.

Data kejadian kasus sejak 2011 hingga 2016 terlihat berfluktuasi.

1000

750

500

250

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
jumlah 77 260 1018 868 962 511
Sumber: Laporan Kasus DBD Bidang Pengendalian Penyakit (P2) Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember, 2017
Gambar 1.1 Grafik Tren Kasus DBD Kabupaten Jember, Tahun 20011-2016
5

Berdasarkan data laporan kasus DBD yang diperoleh dari bidang

Pengendalian Penyakit (P2) Dinas Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2017,

wilayah dengan jumlah kasus tertinggi DBD di Kabupaten Jember adalah

wilayah kerja Puskesmas Sumbersari, Patrang, Lojejer, Wuluhan dan Puger.

Data tren jumlah kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Patrang pada

tahun 2014-2016 adalah sebanyak 56, 72 dan 50 kasus (Dinas Kesehatan

Kabupaten Jember, 2017). Kecamatan Patrang merupakan salah satu wilayah

dengan tingkat kepadatan dan mobilitas penduduk yang cukup tinggi sehingga

memudahkan persebaran dan penularan DBD di masyarakat (Dinas Kesehatan

Kabupaten Jember, 2015)

Laporan data angka bebas jentik (ABJ) Puskesmas Patrang Kabupaten

Jember menyatakan bahwa pada tahun 2015 hingga 2017 nilai ABJ sebesar

93,13%, 91,57% dan 93,93%. Pencapaian nilai ABJ tersebut masih berada di

bawah target Nasional, yaitu > 95%. Status ABJ yang masih di bawah target

tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kurangnya kepedulian warga

dalam melakukan gerakan PSN serta perilaku hidup yang tidak menjaga

kebersihan rumah dan lingkungan sekitarnya. Menurut hasil survei awal pada

bulan November 2017, program PSN yang dilakukan oleh kader jumantik

terjadwal secara rutin setiap bulan. Tempat yang diperiksa oleh kader adalah

tempat yang digunakan untuk menampung air di dalam rumah, seperti bak mandi

dan tempat menyimpan air bersih. Wawancara dengan petugas Puskesmas

menyatakan belum pernah dilakukan identifikasi maupun pemetaan jenis larva

dan nyamuk yang ada di wilayah kerjanya.


6

Berdasarkan penjabaran di atas, kejadian kasus DBD di wilayah kerja

Puskesmas Patrang Kabupaten Jember setiap tahun terjadi dengan jumlah yang

fluktuatif dan nilai ABJ yang masih berada di bawah target. Oleh karena itu,

penting untuk dilakukan penelitian tentang hubungan Maya Index dengan

kejadian demam berdarah dengue dan mengidentifikasi jenis larva aedes sp. yang

ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember.

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.3.1 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka dilakukan pembatasan ruang

lingkup permasalahan pada keberadaan tempat yang dapat menampung air

(kontainer), baik di dalam maupun di luar rumah dengan menghitung container

index (CI) dan maya index dan hubungannya dengan kejadian DBD bulan Januari

hingga Desember Tahun 2017, serta mengidentifikasi jenis larva nyamuk Aedes

sp yang ditemukan di rumah responden. Studi dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Patrang Kabupaten Jember.

1.3.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan Maya index dengan kejadian DBD di wilayah kerja

Puskesmas Patrang Kabupaten Jember?

2. Apa jenis larva nyamuk Aedes sp yang teridentifikasi di wilayah kerja

Puskesmas Patrang Kabupaten Jember?


7

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan maya index dengan

kejadian DBD serta mengidentifikasi jenis larva Aedes sp yang ditemukan di

wilayah kerja Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) masyarakat

mengenai pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus di wilayah kerja

Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember.

2. Mengidentifikasi entomologi indeks berbasis CI dan maya index (HRI dan

BRI) di wilayah kerja Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember.

3. Mengidentifikasi jenis larva nyamuk aedes sp. yang ditemukan dalam

kontainer yang diperiksa di wilayah kerja Puskesmas Patrang, Kabupaten

Jember.

4. Menganalisis hubungan perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) PSN

3M Plus dengan maya index di wilayah kerja Puskesmas Patrang,

Kabupaten Jember.

5. Menganalisis hubungan status maya index (HRI dan BRI) dengan kejadian

DBD di wilayah kerja Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember.


8

1.4.3 Manfaat penelitian

Diharapkan dengan penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

1. Peneliti

Menerapkan ilmu yang telah dipelajari di perkuliahan, khususnya dalam

upaya pencegahan penyakit yang ditularkan oleh vektor nyamuk.

2. Puskesmas Setempat

a. Sebagai bahan masukan untuk dasar menentukan program bagi

sanitarian khususnya, yang sesuai dengan permasalahan warga di

wilayah kerja Puskesmas Patrang.

b. Sebagai informasi tambahan terkait perilaku warga dalam pencegahan

breeding place nyamuk.

3. Warga

Memperoleh informasi tambahan terkait kegiatan yang dapat dilakukan

dalam upaya vector control.

4. Bagi Civitas Akademika Universitas Airlangga

Sebagai tambahan gambaran program yang dapat dilakukan terkait

pengabdian masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue

2.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue

Menurut Depkes R.I. (2005) Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah

penyakit yang ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas

berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari; manifestasi perdarahan (petekie,

purpura, perdarahan conjungtiva, epitaksis, ekimosis, perdarahan mukosa,

perdarahan gusi, hematomisis, melena, hematuri) termasuk uji tourniquet (rumple

leede) positif; trombositopeni (jumlah trombosit < 100.000/µl); hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit > 20%); dan dengan atau tanpa pembesaran liver

(hepatomegali)

2.1.2 Penyebab Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang dapat

berakibat fatal dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit ini dapat menyerang

semua umur, baik anak-anak hingga orang dewasa. Penyebabnya adalah virus

dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dari famili Flaviviridae dan genus

Flavivirus. Virus ini memiliki empat serotipe yang biasa dikenal dengan sebutan

DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Setiap serotipe tersebut menimbulkan gejala

yang berbeda jika menyerang manusia. Serotipe yang menyebabkan infeksi paling

berat di Indonesia adalah DEN-3 (Hastuti, 2008).

9
10

Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan

manusia. Virus dengue sebagai penyebab DBD hanya ditularkan melalui gigitan

nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan sebagian lainnya Aedes

albopictus. Penyakit ini termasuk ke dalam kelompok arthropod borne disease.

Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh

kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku

masyarakat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Virus dengue berukuran 35 hingga 45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh

dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Nyamuk betina akan

menyimpan virus tersebut dalam telurnya, sedangkan nyamuk jantan menyimoan

virus pada nyamuk betina saat kontak seksual. Selanjutnya nyamuk betina

tersebut menularkan virus ke manusia melalui gigitan. Selain itu, nyamuk yang

tidak terinfeksi virus dengue dapat terinfeksi bila menggigit manusia yang

memiliki virus (viremia) tersebut (Satari, 2008).

2.1.3 Tanda dan Gejala Demam Berdarah Dengue

Menurut WHO (2005) Tanda dan gejala penyakit DBD yaitu:

1. Demam.

Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus

berlangsung 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi

pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak turun.

2. Tanda perdarahan.

Perdarahan ini terjaadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya

berupa uji tourniquet (rumple leede) positif. Namun uji tourniquet positif dapat
11

juga dijumpai pada penyakit virus lainnya (campak, demam chikungunya) infeksi

bakteri (typus abdominal) dan lain-lain. Uji tourniquet dinyatakan positif, jika

terdapat 10 atau lebih petekie pada seluas 1 inci persegi (2,5x2,5cm) di lengan

bawah bagian depan (volar) dekat siku (foss cubiti).

3. Pembesaran hati (hepatomegali)

Sifat pembesaran hati:

a. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan

penyakit

b. Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit

c. Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus

4. Renjatan (shock)

Tanda-tanda renjatan yaitu:

a. Kulit terasa dingin dan lembap terutama pada ujung hidung, jari tangan

dan kaki

b. Penderita menjadi gelisah

c. Sianosis disekitar mulut.

d. Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba

e. Tekanan nadi menurun, sistolik sampai 80 mmHg atau kurang

5. Trombositopeni

Jumlah trombosit < 100.000µl biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7

sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah

trombosit dalam batas normal atau menurun.


12

6. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)

Peningkatan nilai hematoktrit (Ht) menggambarkan hemokonsentrasi

selalu dijumpai pada DBD, merupakan idikator yang peka terjadinya pembesaan

plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada

umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematoktrit.

Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematoktrit > 20%.

7. Gejala klinik lain

Gejala klinik lain yang menyertai demam berdarah ialah nyeri otot,

anoreksia, lemah, mual, muntah sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.

2.1.4 Faktor yang Berperan dalam Penularan DBD

Menurut Bustan (2007), faktor yang berperan dalam penyebaran penyakit

sebagaimana model segitiga epidemiologi adalah adanya interaksi antara tiga

faktor, yaitu penjamu (host), agen-penyebar dan lingkungan. DBD merupakan

penyakit infeksi yang penularannya dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut.

Menurut Yatim (2007) tiga faktor yang berperan dalam penyebaran DBD

dalam kaitannya dengan segitiga epidemiologi yaitu:

1. Faktor penjamu atau target penyakit, dalam hal ini adalah manusia yang

rentan tertular penyakit DBD. Faktor tersebut meliputi usia, imunitas

individu, riwayat penyakit, genetik dan faktor internal individu.

2. Faktor penyebab penyakit atau agen dan penyebar atau vektor. Agen

penyakit DBD adalah virus dengue serotipe DEN 1-4, sedangkan nyamuk

Aedes sp. sebagai vektor penyebar penyakit.


13

3. Faktor Lingkungan, yaitu lingkungan yang memudahkan terjadinya kontak

penularan penyakit DBD. Faktor lingkungan seperti iklim, curah hujan,

laju angin, dan topografi tanah.

Menurut Achmadi (2008), perubahan iklim dapat mempengaruhi

ekosistem, vektor penular penyakit, tumbuh kembang koloni kuman secara

alamiah. Timbulnya DBD secara langsung dan tidak langsung dapat dipengaruhi

oleh perubahan iklim yaitu kelembapan dan curah hujan. Oleh karena itu

kewaspadaan dini perlu ditingkatkan menjelang musim hujan. Iklim dan kejadian

penyakit memiliki hubungan yang amat erat, terutama berbagai penyakit menular.

Iklim dapat dijadikan prediktor kejadian berbagai penyakit menular yang

sebaiknya dapat di pergunakan sebagai petunjuk untuk melakukan manajemen

kesehatan, khususnya manajemen penyakit berbasis wilayah.

Topografi adalah struktur dan ketinggian permukaan tanah dan terdapat

komponen lingkungan atau ekosistem diatas permukaannya. Spesies misalnya

nyamuk Aedes aegypti memiliki kebiasaan menggigit pada jam tertentu pada

waktu siang dan sore hari yatu aitu pukul 09.00-11.00 WIB dan pukul 15.00-18.00

WIB. Topografi pegunungan berbukit selain tinggi juga struktur perbukitannya

dapat mempengaruhi perilaku penduduk yang hidup di permukaannya. Ketinggian

tertentu tidak memungkinkan untuk kehidupan nyamuk Aedes aegypti lebih dari

1.000 meter di atas permukaan air laut.

2.1.5 Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit

DBD, diantaranya dengan cara memodifikasi faktor yang terlibat di dalamnya.


14

Perbaikan kualitas kebersihan (sanitasi) lingkungan, menekan jumlah populasi

nyamuk Aedes aegypti selaku vektor primer penyebab DBD di Indonesia, serta

pencegahan penyakit dan pengobatan segera bagi penderita DBD (Ginanjar,

2008).

Upaya utama memutus rantai penyakit ini adalah dengan memberantas

nyamuk yang dapat menjadi vektor penyebar virus dengue. Selain nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus terdapat beberapa jenis nyamuk lain yang dapat

menjadi vektor penyebaran virus dengue, seperti Aedes polynesiensis, anggota

dari Aedes Scutellaris complex dan Aedes (Finlaya) niveus (WHO, 2017).

Menurut Depkes R.I. (2007) Pemberantasan vektor DBD yang dilakukan

adalah terhadap nyamuk dewasa dan jentik. Cara pemberantasannya yaitu:

1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara

peyemprotan (pengasapan / fogging) dengan insektisida. Mengingat kebiasaan

nyamuk senang hinggap pada benda bergantungan, maka penyemprotan tidak

dilakukan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria.

Insektisida yang dapat digunakan adalah golongan organophospate, misalnya

malathion, pyretroid sintetic, lamda sihalotrin, sypermetrin, alfametthrin. Alat

yang digunakan menyemprot adalah mesin Fog atau mesin ULV dan

penyemprotan dengan cara pengasapan yang tidak mempunyai efek residu. Untuk

membatasi penularan virus dengue penyemprotan dilakukan dua siklus dengan

interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang

mengandung virus dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk lainnya akan mati.
15

Pasca penyemprotan pertama tersebut akan segera muncul nyamuk baru yang

diantaranya akan mengisap penderita viremia yang masih ada yang dapat

menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan

penyemprotan siklus kedua. Penyemprotan yang kedua dilakukan 1 minggu

sesudah penyemprotan yang pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut

akan terbasmi sebeleum menularkan peda orang lain. Dalam waktu singkat,

tindakan penyemprotan dapat membasmi penularan, akan tetapi tindakan ini harus

diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi nyamuk penular

dapat tetap ditekan serendahnya. Dengan demikian bila ada penderita DBD atau

orang dengan viremia, maka dapat menular kepada orang lain.

2. Pemberantasan Jentik (PSN 3M Plus)

Pemberantasan terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti yang dikenal dengan

istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD)

dilakukan dengan cara:

a. Fisik

Cara ini dikenal dengan kegiatan 3 M yaitu Menguras (dan menyikat) bak

mandi, bak WC; Menutup tempat penampungan air rumah tangga

(tempayan, drum dan lainnya); serta Mengubur, menyingkirkan atau

memusnahkan barang bekas seperti kaleng, ban, dan lain-lain. Pengurasan

tempat penampungan air (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurang-

kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembangbiak di

tempat tersebut. Pada saat ini telah dikenal istilah 3M plus yaitu kegiatan

3M yang diperluas. Bila PSN DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat,


16

maka populasi nyamuk Aedes Aegypti dapat ditekan sehingga penularan

DBD tidak terjadi lagi. Untuk itu upaya penyuluhan dan motivasi kepada

masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan, karena keberadaan

jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat.

b. Kimia

Cara memberantas nyamuk jentik nyamuk Aedes aegypti dengan

menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida) ini antara lain

dikenal dengan istilah larvardasi. Larvasida yang biasa digunakan antara

lain temephos. Formulasi temephos yang digunakan adalah granules (sand

garanules) dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram + 1 sendok makan

rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai

efek residu 3 bulan.

c. Biologi

Cara pemberantasan jentik secara biologi dengan memelihara ikan

pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang / tempalo.

Hal lain yang penting untuk diperhatikan dalam memutus rantai

penyebaran penyakit DBD selain melakukan pengendalian vektor adalah

peningkatan pemahaman, kesadaran dan sikap serta perubahan perilaku

masyarakat terhadap penyakit ini. Upaya menekan laju penularan penyakit yang

mematikan ini akan dipercepat apabila masyarakat memiliki pemahaman dan

kesadaran terhadap penyakit DBD, sehingga mata rantai penyakit akan dapat

diputus lebih efektif dan efisien (Ginanjar, 2008).


17

2.2 Nyamuk Aedes sp.

Nyamuk termasuk jenis serangga yang masuk pada kelas Hexapoda ordo

Diptera. Pada umumnya nyamuk mengalami 4 tahap dalam siklus hidupnya

(metamorfosis), yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Nyamuk Aedes aegypti

mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur-larva-pupa-dewasa. Stadium telur,

larva dan pupa hidup didalam air, sedangkan stadium dewasa hidup diluar air.

Pada umumnya telur akan menetas dalam 1-2 hari setelah terendam dalam air.

Stadium jentik biasanya berlangsung antara 5-15 hari, dalam keadaan normal

berlangsung 9-10 hari. Stadium berikutnya adalah stadium pupa yang berlangsung

2 hari, kemudian menjadi nyamuk dewasa dan siklus tersebut akan berlangsung

kembali. Dalam kondisi yang optimal, perkembangan dari stadium telur sampai

menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu sedikitnya 9 hari (Rozendaal dalam

Yudhastuti, 2011).

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama (primer) dalam

penyebaran penyakit DBD dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder yang

juga penting dalam mendukung keberadaan virus.

2.2.1 Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti memiliki ciri-ciri badan kecil berwarna hitam dengan

bintik-bintik putih dengan jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter, menghisap

darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore hari pukul 16.00-17.

Siklus normal infeksi demam berdarah dengue terjadi antara manusia, nyamuk

Aedes aegypti, manusia. Dari darah penderita yang dihisap, nyamuk betina dapat

menularkan virus dengue. Aedes aegypti dikenal mempunyai kebiasaan hidup


18

pada genangan air jernih pada bejana buatan manusia yang berada di dalam dan

luar rumah (Wirayoga, 2013).

Larva Aedes aegypti memiliki bentuk tubuh yang agak silindris,

memanjang dan warna putih pucat, serta corong pernafasan (siphon) yang

berwarna hitam. Pertumbuhan dan perkembangan larva terjadi dalam empat

proses yang disebut larva instar I, II, III dan IV. Larva instar I memiliki tubuh

yang sangat kecil dengan panjang 1-2 mm, berwarna transparan, duri pada dada

belum terlihat dengan jelas, serta corong siphon yang belum menghitam. Pada

instar II, ukuran larva berkisar 2,5-3,9 mm dengan siphon yang sudah berwarna

hitam. Larva instar IV memiliki struktur anatomi yang lengkap dan jelas yang

dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax) dan perut (abdomen).

Bagian abdomen larva Aedes aegypti tersusun atas delapan ruas. Pada ruas ke

delapan terdapat ciri utama yang membedakan Aedes aegypti dengan jenis

lainnya, yaitu gigi sisir atau comb scales berbentuk gerigi yang tersusun dalam

satu baris (Christopher, 1960).

Sumber: Christopher, 1960


Gambar 2.1 Ruas ke-delapan Larva Aedes aegypti
19

Sumber: Christopher, 1960


Gambar 2.2 Bentuk Gigi Sisir (comb scales) Larva Aedes aegypti

2.2.2 Nyamuk Aedes albopictus

Aedes albopictus termasuk dalam subgenus yang sama dengan Aedes

aegypti (stegomyia). Spesies tersebut tersebar luas di Asia dan negara beriklim

tropis sampai yang beriklim subtropis. Selama dua dekade terakhir, spesies ini

telah menyebarluas hingga ke amerika selatan dan utara, karibia, afrika, eropa

utara dan beberapa kelulauan pasifik.

Aedes albopictus pada dasarnya adalah spesies hutan yang beradaptasi

dengan lingkungan manusia di pedesaan, pinggiran kota dan perkotaan. Nyamuk

ini bertelur di lubang pohon, ruas bambu dan pangkal daun sebagai habitat

hutannya; serta penampung buatan di daerah perkotaan. Nyamuk ini merupakan

penghisap darah yang acak dan lebih zoofagik (memilih hewan) daripada Aedes

aegypti. Jarak terbangnya hingga mencapai 500 meter. Tidak seperti Aedes

aegypti, nyamuk ini berhasil beradaptasi dengan cuaca dingin di wilayah asia

utara dan amerika, serta telurya menghabiskan musim dingin dengan beristirahat.

Di beberapa wilayah Asia, Aedes albopictus terkadang diduga sebagai vektor

epidemi DF/DHF, walaupun tidak sepenting Aedes aegypti. Kedua spesies


20

nyamuk tersebut dapat menularkan virus dengue secara vertikal melalui nyamuk

betina ke telur sampai pada keturunannya, walaupun Aedes albopictus lebih cepat

melakukannya.

Larva Aedes albopictus memiliki kepala berbentuk bulat silindris, antena

pendek dan halus dengan rambut berbentuk sikat di sisi depan bagian kepala, pada

ruas abdomen ke delapan terdapat gigi sisir (comb scales) yang khas berbentuk

lurus tanpa gerigi berukuran lebih kurang 5 mm (Cutwa, 2016).

Sumber: Cutwa, 2016


Gambar 2.3 Larva Aedes albopictus

Sumber: Cutwa, 2016


Gambar 2.4 Gigi Sisir (Comb Scales) Larva Aedes albopictus
21

2.3 Surveilans Entomologi Vektor DBD

Surveilans vektor DBD meliputi proses pengumpulan, pencatatan,

pengolahan, analisis dan interpretasi data vektor serta penyebarluasan informasi

ke penyelenggara program dan pihak instansi terkait secara sistematis dan

dilakukan terus menerus. Tujuan dari surveilans adalah untuk mengetahui tingkat

kepadatan vektor, tempat perindukan, indeks larva (HI, CI, BI) serta mengetahui

cara pengendalian vektor DBD. Surveilans vektor DBD merupakan unsur penting

dalam pelaksanaan program pengendalian penyakit DBD, antara lain dalam

pengambilan keputusan atau kebijakan dan menentukan tindak lanjut dari data

yang diperoleh dalam rangka menentukan tindakan pengendalian vektor secara

efisien dan efektif (Kemenkes RI, 2016).

2.3.1 Kepadatan Larva Nyamuk

Untuk mengetahui kepadatan vektor nyamuk pada suatu tempat,

diperlukan survei yang meliputi survei nyamuk, survei jentik serta survei

perangkap telur (ovitrap). Data yang diperoleh dapat digunakan untuk menunjang

perencanaan program pemberantasan vektor. Dalam pelaksanaannya, survei dapat

dilakukan dengan menggunakan 2 metode (Depkes RI, 2005), yakni :

1. Metode Single Larva

Survei ini dilakukan dengan cara mengambil satu jentik disetiap tempat-

tempat yang menampung air yang ditemukan ada jentiknya untuk selanjutnya

dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai jenis jentiknya.


22

2. Metode Visual

Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap

tempat genangan air tanpa mengambil larvanya.

Setelah dilakukan survei dengan metode diatas, pada survei jentik nyamuk

Aedes aegypti akan dilanjutkan dengan pemeriksaan kepadatan jentik dengan

ukuran sebagai berikut:

1. House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah

yang diperiksa.

Jumlah rumah yang positif jentik


HI = X 100 %
Jumlah rumah yang diperiksa

2. Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari

seluruh kontainer yang diperiksa

Jumlah kontainer yang positif jentik


CI = X 100 %
Jumlah kontainer yang diperiksa

3. Breteu Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam seratus
rumah.

Jumlah kontainer yang positif jentik


BI = X 100 %
100 rumah yang diperiksa

HI lebih menggambarkan penyebaran nyamuk di suatu wilayah.

Berdasarkan hasil survei larva dapat ditentukan dengan density figure. Density

figure adalah kepadatan jentik Aedes aegypti yang merupakan perhitungan dari

HI, CI, BI yang dinyatakan dengan skala 1 – 9 dan dibandingkan dengan tabel
23

density figure (DF) larva Index. Apabila DF pada angka 1 menunjukkan risiko

penularan rendah, 2 – 5 risiko penularan sedang dan > 5 risiko penularan tinggi.

Tabel 2.1 Density Figure Larva Index


Density Figure House Index Kontainer Index Breteau Index
(DF) (HI) (CI) (BI)
1 1–3 1–2 1–4
2 4–7 3–5 5–9
3 8 – 17 6–9 10 – 19
4 18 – 28 10 – 14 20 – 34
5 29 – 37 15 – 20 35 – 49
6 38 – 49 21 – 27 50 – 74
7 50 – 59 28 – 31 75 – 99
8 60 – 76 32 – 40 100 – 199
9 >77 >41 >200
Sumber : (Queensland Government, 2011)

2.4 Kontainer

Kontainer merupakan semua tempat/wadah yang dapat menampung air

yang mana air didalamnya tidak dapat mengalir ke tempat lain. Dalam container

seringkali ditemukan jentik nyamuk karena biasanya container digunakan nyamuk

untuk perindukan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti menyukai kontainer yang

menampung air jernih yang tidak langsung berhubungan langsung dengan tanah

dan berada di tempat gelap sebagai tempat perindukan telurnya. (Dinkes DKI

Jakarta, 2003)

Menurut Dinkes DKI Jakarta (2003), tempat perindukan nyamuk Aedes

aegypti dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Tempat penampungan air (TPA), yaitu tempat untuk menampung air guna

keperluan sehari–hari seperti tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan

lain-lain.
24

2. Bukan TPA, seperti tempat minum hewan peliharaan, barang–barang

bekas (ban bekas, kaleng bekas, botol, pecahan piring/gelas), vas bunga.

3. Tempat penampungan air alami (natural/ alamiah) misalnya tempurung

kelapa, lubang di pohon, pelepah daun, lubang batu, potongan bambu,

kulit kerang yang umumnya ditemukan diluar rumah.

2.5 Maya Index

Kondisi tempat potensial perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat

diketahui dengan menggunakan indikator maya index (MI). MI merupakan

indikator baru yang digunakan untuk mengidentifikasi sebuah lingkungan di

perumahan atau komunitas berisiko tinggi atau tidak sebagai tempat

perkembangbiakan (breeding sites) nyamuk Aedes spp, didasarkan pada status

kebersihan daerah tersebut dan ketersediaan tempat-tempat yang mungkin

berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk (Miller et al, 1992 dalam

Purnama, 2012 ).

Maya index juga digunakan sebagai upaya pengendalian DBD di suatu

daerah, karena dapat diketahui tingkat risiko dan tempat perkembangbiakan yang

paling disukai, sehingga berguna untuk menentukan prioritas dalam penyusunan

program pengendalian jentik nyamuk.

Menurut Miller 1992 dalam Dhewantara 2012, tempat perindukan

dibedakan menjadi 3, yaitu tempat yang dapat dikontrol (controllable sites) atau

dikendalikan oleh manusia seperti ember, pot bunga, talang air, drum minyak,

sumur, bak mandi, tempat minum burung, tower, bak air. Selain itu juga sampah

atau tempat yang sudah dipakai (disposable sites) seperti botol bekas, kaleng
25

bekas, ban bekas, ember bekas, lubang pada bambu, pohon berlubang, tempurung

kelapa, genangan air, toples bekas. Tempat yang selalu terkontrol (undercontrol

sites) seperti kolam yang berisi ikan.

Maya Index diperoleh dengan mengkombinasikan 2 indikator utama, yaitu

Breeding Risk Indicator (BRI) dan Hygiene Risk Indicator (HRI). Berikut di

bawah ini perhitungan BRI dan HRI:

a. Breeding risk index (BRI) adalah proporsi dari controllable sites di setiap
rumah.

Jumlah 𝑙𝑙 𝑙 𝑖 di setiap rumah yang diperiksa


𝐁𝐑 =
Rata − rata kontainer positif larva

b. Hygiene risk indikator (HRI) adalah proporsi dari disposable sites di setiap
rumah.

Jumlah 𝑖 𝑙 𝑖 di setiap rumah yang diperiksa


𝐑 =
Rata − rata kontainer positif larva

Nilai keduanya (BRI dan HRI) dikelompokkan menjadi tiga (3) kategori,

yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi berdasarkan distribusi tertil. Nilai HRI

dan BRI dikatakan rendah apabila nilainya lebih rendah dari rerata jumlah tempat

penampungan air yang ada di setiap rumah dikurangi satu kali standar deviasi dari

BRI dan HRI setiap rumah. (x < (µ - 1 σ)). Dikatakan tinggi apabila nilai HRI dan

BRI lebih tinggi dari rereta jumlah tempat penampungan air ditambah dengan satu

kali standar deviasi (x > (µ + 1 σ)). Dikatakan sedang apabila nilai HRI dan BRI

di antara nilai rendah dan tinggi [(x<(µ-1 σ)) ≤ x < (x>(µ+1 σ))].
26

Tabel 2.1 Kategori Breeding Risk Indicator dan Hygiene Risk Indicator

Indikator Kategori
Rendah Sedang Tinggi
BRI (x < (µ - 1 σ)) [(x<(µ-1σ)) ≤ x < (x>(µ+1σ))] (x > (µ + 1 σ))
HRI (x < (µ - 1 σ)) [(x<(µ-1σ)) ≤ x < (x>(µ+1σ))] (x > (µ + 1 σ))
Keterangan:
x = nilai BRI dan HRI setiap rumah σ = standar deviasi BRI dan HRI
µ = rerata BRI dan HRI

Nilai BRI dan HRI tersebut kemudian disusun dalam matrix 3x3 untuk

menentukan kategori Maya Index rendah, sedang dan tinggi. Berikut di bawah ini

matrix sebagaimana dimaksud:

Tabel 2.2 Matrix kategori maya index 3x3

Indikator BRI 1 BRI 2 BRI 3


(kategori rendah) (kategori sedang) (kategori tinggi)
HRI 1 Maya Index Maya Index Maya Index
(kategori rendah) Rendah Rendah Sedang
HRI 2 Maya Index Maya Index Maya Index
(kategori sedang) Rendah Sedang Tinggi
HRI 3 Maya Index Maya Index Maya Index
(kategori tinggi) Sedang Tinggi Tinggi

2.6 Perilaku Masyarakat

2.5.1 Pengetahuan

Faktor pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang

pemberantasan sarang nyamuk memiliki hubungan yang erat dengan kejadian

demam berdarah dengue (Purnama, 2013). Masyarakat dengan pengetahuan yang

baik dapat memberikan respon berupa sikap dan tindakan yang baik terhadap

pelaksanaan program kesehatan.

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan sesuatu yang

diperoleh dari hasil tahu atau pengalaman penginderaan terhadap suatu hal.
27

Penginderaan melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan, penciuman, rasa

dan perabaan. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan

dan pendengaran. Pengetahuan berperan penting dalam menentukan sikap serta

membentuk tindakan seseorang.

Indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan

seseorang terhadap kesehatan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit

2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat

3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan

Menurut Arikunto (2010), pengukuran tingkat pengetahuan dapat dikatagorikan

menjadi tiga yaitu:

1. Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab 76-100% dengan benar dari

total jawaban pertanyaan.

2. Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab 56-75% dengan benar

dari total jawaban pertanyaan.

3. Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab <56% dari total jawaban

pertanyaan.

2.5.2 Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap diartikan sebagai opini seseorang

terhadap suatu rangsangan, kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap

tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki seseorang. Indikator yang

digunakan untuk mengetahui sikap kesehatan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Sikap terhadap pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, yaitu upaya

seseorang dalam menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit.


28

2. Sikap terhadap sakit dan penyakit, yaitu usaha seseorang dalam

pemanfaatan fasilitas kesehatan dan pengobatan.

3. Sikap terhadap kesehatan lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial budaya

dan lain sebagainya.

2.5.3 Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M-Plus)

Angka kejadian penyakit Demam Berdarah yang cenderung sulit turun

menyebabkan berbagai upaya pemberantasan terus dilakukan. Sebagaimana kita

kenal, metode pemberantasan habitat nyamuk ini, misalnya dengan upaya

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), masih dianggap cara paling efektif.

Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah memiliki program kajian yaitu dengan

melakukan survei jentik pada rumah warga.

Jumantik kepanjangan dari Juru Pemantau Jentik merupakan seorang

petugas khusus yang secara sukarela mau bertanggung jawab untuk melakukan

upaya pemantauan jentik nyamuk DBD Aedes aegypti di wilayah kerjanya dengan

melakukan pelaporan ke kelurahan atau puskesmas terdekat sebelumnya. Tugas

dari Jumantik pada saat memantau wilayah diantaranya adalah mengunjungi

rumah warga untuk memeriksa jentik, memeriksa keberadaan jentik di tempat

penampungan air dan tempat yang dapat tergenang air bersih dan untuk tempat air

yang sulit dikuras diberi bubuk larvasida (abate).

Pemantauan jentik nyamuk dilakukan satu kali dalam seminggu, pada

waktu pagi hari, apabila diketemukan jentik nyamuk maka jumantik berhak untuk

memberi peringatan kepada pemilik rumah untuk membersihkan atau menguras

agar bersih dari jentik nyamuk. Selanjutnya jumantik wajib membuat laporan
29

kepada puskesmas terdekat untuk dilaporkan ke instansi terkait. Selain petugas

Juru Pemantau Jentik (Jumantik), masyarakat juga wajib melakukan pemantauan

jentik di wilayahnya (self Jumantik) dengan minimal tehnik dasar 3M Plus, yaitu;

1. Menguras

Menguras adalah membersihkan tempat-tempat yang sering dijadikan

tempat penampungan air seperti kolam renang, bak kamar mandi, ember

air, tempat air minum, penampungan air, lemari es.

2. Menutup

Menutup adalah memberi tutup secara rapat pada tempat air yang

ditampung seperti bak mandi, botol air minum, kendi.

3. Mengubur

Mengubur adalah menimbun dalam tanah bagi sampah-sampah atau benda

yang sudah tidak dipakai lagi yang berpotensi untuk tempat

perkembangbiakan dan bertelur nyamuk di dalam rumah.

Plus kegiatan pencegahan, seperti :

a. Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

b. Menaburkan bubuk Larvasida di tempat air yang sulit dibersihkan

c. Tidak menggantung pakaian di dalam rumah

d. Menggunakan obat anti nyamuk

e. Membersihkan lingkungan sekitar, terutama pada musim penghujan

Dengan melakukan tindakan positif seperti yang telah disebutkan diatas

akan dapat menekan atau mengurangi penyebaran dan perkembangbiakan vektor

nyamuk sehingga meminimalisasi ancaman tertular penyakit DBD.


BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Faktor Lingkungan Breeding Places


1. Suhu Udara
2. Kelembapan Udara Tempat Penampungan Air dan
3. Intensitas Cahaya Keberadaan Larva Aedes sp:
4. Curah Hujan
a. Container Index
5. Angin b. Maya Index:
1. Breeding Risk Index
2. Hygiene Risk Index
Faktor Penghuni Rumah
1. Karakteristik Faktor Agen
a. Umur
b. Jenis Kelamin Virus Dengue
c. Pendidikan
2. Perilaku
Pengetahuan, Sikap dan Kejadian
Demam Berdarah Dengue
Tindakan PSN 3M Plus:
a. Menguras TPA
b. Mengubur barang bekas
Faktor Lain
c. Menutup TPA
d. Menggunakan Larvasida a. Mobilitas penduduk
e. Menggunakan obat anti
b. Imunitas individu
nyamuk
c. Pelaksanaan program
f. Menggunakan kelambu
g. Menghindari kebiasaan pemberantasan penyakit
menggantung baju DBD oleh dinas kesehatan
h. Menanam tanaman d. Jarak antar rumah
pengusir nyamuk e. Kepadatan Penduduk

Keterangan:
: Diteliti
: Tidak Diteliti

Gambar 3.1Kerangka konsep hubungan maya index dengan kejadian demam


berdarah dengue dan identifikasi jenis larva Aedes sp di wilayah
kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember

30
31

Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dipengaruhi oleh beberapa

faktor, di antaranya adalah faktor Host atau penjamu, agen vektor penyakit dan

lingkungan. Faktor penjamu yang dimaksud adalah manusia, dalam hal ini

terdapat beberapa hal yang diperhatikan yaitu karakteristik individu (umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan) dan perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan)

terkait Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus yang dilakukan. Faktor

penjamu yang diteliti adalah perilaku PSN yang dilakukan responden.

Faktor lingkungan terdiri dari suhu udara, kelembapan udara, intensitas

cahaya, curah hujan dan angin. Jarak antar rumah dan kepadatan penduduk

mempengaruhi penyebaran nyamuk Aedes sp. dari rumah ke rumah lainnya.

Semakin dekat jarak antar rumah maka semakin mudah bagi nyamuk untuk

berpindah maupun menyebar ke rumah lain, hal tersebut didukung dengan daya

terbang nyamuk Aedes sp dengan jarak 50 hingga 100 meter. Suhu udara

mempengaruhi metabolisme maupun perkembangbiakan nyamuk. Suhu rata-rata

bagi nyamuk untuk pertumbuhan yang optimum berkisar antara 20° hingga 30°C.

Kelembapan udara menentukan rentang umur nyamuk, dengan kelembapan

optimum sebesar 60%. Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai suasana yang

gelap. Hujan merupakan faktor lingkungan yang memiliki hubungan erat dengan

kejadian DBD. Hal tersebut karena dengan adanya hujan menyebabkan

peningkatan risiko perkembangbiakan nyamuk apabila air hujan tertampung pada

tempat penampungan air (TPA) yang terbuka di luar rumah. Air hujan yang

tertampung dalam TPA dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.

Kecepatan angin juga berpengaruh terhadap jarak terbang nyamuk Aedes sp.
32

Faktor lingkungan tersebut tidak termasuk variabel yang diteliti, karena

karakteristik lingkungan yang diobservasi adalah relatif sama dalam satu wilayah,

yaitu wilayah kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember. Penelitian ini tidak

melibatkan wilayah lain sebagai pembanding sesuai dengan pembatasan masalah

yang dibahas.

Tempat penampungan air (TPA) yang ada di lingkungan dapat

meningkatkan risiko perkembangbiakan nyamuk. Tingkat risiko tersebut dapat

diketahui dengan Maya index (MI). Nilai Maya Index diperoleh dari kombinasi

nilai Breeding Risk Indicator dan Hygiene Risk Indicator. Perhitungan BRI dan

HRI didasarkan pada jenis tempat penampungan air, yaitu: Controllable Site (CS)

dan Disposable Site (DS). Controllable Site merupakan TPA yang dapat

dikontrol, seperti: bak mandi, sumur, ember, talang, bak air, dispenser, vas bunga,

tempat minum hewan peliharaan, wastafel dapur, tandon air, dan lain-lain

sejenisnya. Disposable Site merupakan jenis TPA dari sisa barang bekas yang

tidak terpakai dan terbuang di lingkungan dan TPA alami. Contoh TPA yang

tergolong Disposable Site (DS) di antaranya adalah: botol bekas, kaleng bekas,

ban bekas, lubang pada pohon, bagian axial tanaman yang dapat menampung air,

tempat sampah yang tidak tertutup, dan lain sebagainya.

Nilai HRI diperoleh dari jumlah TPA Disposable Site yang diperiksa dibagi

rerata TPA Disposable Site yang positif larva di setiap rumah. Sedangkan nilai

BRI didapatkan dari jumlah TPA Controllable Site dibagi rerata TPA

Controllable Site yang positif larva di setiap rumah yang diperiksa. Nilai BRI

menggambarkan tingkat risiko perkembangbiakan nyamuk, sedangkan nilai HRI


33

menggambarkan tingkat sanitasi lingkungan yang berisiko menjadi tempat

perindukan nyamuk. Kedua indikator tersebut (BRI dan HRI) dikombinasikan

menjadi indikator Maya Index (MI).

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian DBD adalah imunitas

individu, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk dan jarak antar rumah.

Mobilitas penduduk di wilayah kerja Puskesmas Patrang relatif sama karena

berada di area perkotaan, kepadatan penduduk dan jarak antar rumah yang relatif

homogen berada di area perumahan, sehingga faktor tersebut tidak diteliti.

3.2 HIPOTESIS PENELITIAN

1. Ada hubungan antara perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) PSN 3M

Plus dengan maya index di wilayah kerja Puskesmas Patrang, Kabupaten

Jember.

2. Ada hubungan antara status maya index (HRI dan BRI) dengan kejadian

DBD di wilayah kerja Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangbangun

penelitian kasus kontrol (case control study) untuk mempelajari hubungan maya

index dengan kejadian demam berdarah dengue, serta mengidentifikasi jenis larva

Aedes sp yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember.

4.2 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini ada dua, yaitu populasi penduduk dan

populasi larva Aedes sp. Populasi penduduk yang tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Patrang dibagi menjadi dua, yaitu kelompok kasus dan kontrol. Unit

analisis dalam penelitian ini adalah rumah penduduk. Populasi kelompok kasus

adalah seluruh rumah penderita yang terdiagnosis DBD di wilayah kerja

Puskesmas Patrang Kabupaten Jember periode bulan Januari – Desember 2017,

sedangkan kelompok kontrol adalah seluruh rumah warga bukan penderita DBD

di wilayah kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember. Populasi larva nyamuk

aedes sp. adalah seluruh larva yang ditemukan di dalam dan luar rumah

responden.

34
35

4.3 Sampel, Besar Sampel, Cara Penentuan Sampel dan Cara

Pengambilan Sampel

4.3.1 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2013).

Adapun sampel yang dijadikan sebagai responden adalah kepala rumah tangga

(bapak atau ibu) dari tiap sampel rumah yang diobservasi. Sampel dalam

penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sampel kelompok kasus dan

kontrol dengan perbandingan 1:2. Sampel kelompok kasus adalah penderita DBD

di wilayah kerja Puskesmas Patrang tahun 2017 berdasarkan hasil uji laboratorium

dan tercatat di laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Sedangkan kelompok

kontrol adalah orang yang bukan penderita DBD atau tidak mengalami gejala

klinis maupun laboratoris pada tahun 2017 dan berasal dari lingkungan yang sama

dengan kelompok kasus (jarak rumah dengan radius +/- 200 meter dari rumah

kelompok kasus). Adapun sampel yang dijadikan responden adalah kepala rumah

tangga (Bapak/Ibu) pemilik rumah dari tiap kelompok kasus dan kontrol..

Kriteria inklusi sampel kasus:

a. Bersedia menjadi subjek penelitian

b. Terdapat satu atau lebih anggota keluarga yang positif DBD berdasarkan

laporan surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2017.

Kriteria inklusi sampel kontrol:

a. Bersedia menjadi subjek penelitian

b. Bertempat tinggal di lingkungan yang sama dalam radius +/- 200 meter

dari tempat tinggal kelompok kasus.


36

4.3.2 Besar Sampel

Besar sampel yang diperoleh dalam perhitungan yaitu sebanyak 69

sampel. Jumlah kasus DBD pada tahun 2017 tidak memenuhi jumlah sampel

minimal yaitu sebanyak 19 kasus, sehingga seluruh kasus diambil (total sampling)

dengan perbandingan 1:2. Jumlah sampel kasus sebanyak 19 responden dan

sampel kontrol sebanyak 38 responden. Perhitungan besar sampel tercantum pada

lampiran.

4.3.3 Cara Penentuan Sampel

Penentuan sampel dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu:

1. Melakukan pendataan seluruh kasus DBD pada Januari hingga Desember

tahun 2017 di wilayah kerja Puskesmas Patrang.

2. Memilih kelompok kontrol di sekitar rumah kasus dalam radius 200 meter

dari rumah kasus.

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2017 hingga Januari 2018. Lokasi

penelitian di wilayah kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember.

Tabel 4.1 Waktu Penelitian

Tahun 2017 2018


Bulan 6 7 8 9 10 11 12 1
Pembuatan proposal dan studi
literatur
Pengurusan surat dan perijinan
Pengumpulan data primer
Analisis dan Interpretasi Hasil
(Pembuatan Laporan)
Seminar Hasil Penelitian
Perbaikan Seminar Hasil
Penelitian
37

4.5 Variabel, Definisi Operasional, Cara pengukuran, dan Skala Data

Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Skala Data


1. Kejadian Penderita yang Melihat data Nominal
DBD terdiagnosis positif sekunder yang
DBD oleh dokter dan diperoleh dari
tercatat dalam laporan Dinas Kesehatan
surveilans Dinas Kabupaten Jember
Kesehatan Kabupaten
Jember Tahun 2017
2. Pengetahuan Kemampuan responden Wawancara dengan Ordinal
PSN 3M Plus mengetahui penyebab, menggunakan
tanda dan gejala, kuesioner.
penularan dan Kriteria penilaian
pencegahan DBD dan dibagi menjadi dua:
PSN 3M Plus
a. Baik
Jika persentase
jawaban benar
ш75%
b. Kurang
Jika persentase
jawaban benar
<75%
(Arikunto, 2010)
3. Sikap PSN Kesediaan responden Wawancara dengan Ordinal
3M Plus untuk merespon, baik menggunakan
respon positif maupun kuesioner.
negatif terkait Kriteria penilaian
partisipasi terhadap dibagi menjadi dua:
PSN 3M Plus
a. Baik
Jika persentase
jawaban benar
>Mean
b. Kurang
Jika persentase
jawaban benar
чMean
38

Lanjutan
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian
4. Tindakan Upaya yang dilakukan Wawancara dengan Ordinal
PSN 3M Plus oleh responden terkait menggunakan
pemberantasan sarang kuesioner.
nyamuk DBD melalui Kriteria penilaian
pelaksanaan 3M Plus dibagi menjadi tiga:

a. Baik
Jika persentase
jawaban benar
>Mean
b. Kurang
Jika persentase
jawaban benar
чMean
5. Container Persentase jumlah Lembar observasi Ordinal
Index kontainer yang positif
larva dengan jumlah
kontainer yang
diperiksa
6. Hygiene Risk Parameter yang Lembar Observasi Ordinal
Indicator menggambarkan
kebersihan lingkungan
dengan memperhatikan
barang bekas yang
dapat menjadi tempat
perkembangbiakan
nyamuk aedes sp
(disposable sites).
Skor HRI diperoleh
melalui pembagian
jumlah Disposable
Sites yang diperiksa
dengan rerata kontainer
yang positif larva di
setiap rumah
39

Lanjutan
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian
7. Breeding Risk Parameter yang Lembar Observasi Ordinal
Indicator menggambarkan
banyaknya tempat yang
berpotensi menjadi
tempat perindukan
nyamuk dengan
memperhatikan tempat
perindukan yang dapat
dikontrol.
Skor BRI diperoleh
melaluipembagian
jumlah Controllable
Sites yang diperiksa
dengan rerata kontainer
yang positif larva di
setiap rumah
8. Maya Index Indikator yang Lembar Observasi Nominal
digunakan untuk
menentukan suatu
daerah berisiko tinggi
sebagai tempat
perkembangbiakan
nyamuk berdasarkan
nilai HRI dan BRI
Status maya index
diperoleh dengan
tabulasi silang 3x3
antara indikator BRI
dan HRI

4.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

4.6.1 Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer berupa perilaku responden (pengetahuan, sikap dan

tindakan PSN 3M Plus) serta maya index diperoleh melalui observasi dan
40

wawancara. Wawancara dan observasi dimaksudkan untuk menggali

informasi tindakan PSN yang telah dilakukan sebelumnya oleh responden

guna melengkapi hasil data pada kuesioner. Selain itu dilakukan observasi

keberadaan jentik dan diperoleh sampel jentik nyamuk di setiap rumah

yang ditemukan jentik untuk dilakukan identifikasi jenisnya.

2. Data Sekunder

Data Sekunder berupa jumlah kasus dalam kurun waktu tiga tahun terakhir

diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dan laporan kasus DBD

Puskesmas Patrang. Selain itu diperoleh data berupa gambaran umum

tentang Puskesmas Patrang.

4.6.2 Instrumen Pengumpulan Data

Pengumpulan data perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan PSN 3M Plus)

dan survei jentik nyamuk dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa lembar

observasi dan kuesioner.

Alat dan bahan yang digunakan dalam observasi larva nyamuk adalah:

1) Lembar observasi

2) Alat tulis

3) Lampu senter

4) Kamera

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan sampel larva

nyamuk adalah:

1) Botol kecil

2) Gayung
41

3) Saringan teh

4) Pipet 3 ml

5) Object glasses

6) Cover glasses

7) Cairan xylol

4.7 Teknik Analisis Data

Observasi larva dilakukan dengan metode single larva, yaitu mengambil

sampel larva di rumah responden untuk diidentifikasi jenisnya. Identifikasi jenis

larva menggunakan mikroskop jenis compound dengan pembesaran objektif 5, 10,

40, 50, 100 kali dilengkapi dengan kamera video eyespice 4 max.

Data yang diperoleh dari kuesioner berupa perilaku responden

(pengetahuan, sikap dan tindakan) dinilai dengan kategori baik dan kurang. Data

dari hasil observasi digunakan untuk menghitung entomologi index, yaitu CI,

HRI, BRI, MI. Hasil penilaian perilaku dianalisis menggunakan chi square untuk

mengetahui hubungannya dengan maya index. Hasil penilaian entomologi index

dianalisis hubungannya dengan kejadian DBD dan melihat kecenderungannya

menggunakan tabulasi silang dan Odd Ratio.

Tahapan penilaian maya index adalah:

1. Menghitung HRI

Jumlah DC dan UC
Jumlah DC dan Rerata DC dan
yang diperiksa di Skor HRI
UC Positif Larva UC positif Larva
setiap rumah
A B C = B dibagi A D = A dibagi C
Keterangan:
DC : Disposable Container
UC : Uncontrolable Container
42

2. Menghitung BRI

Jumlah CC dan
Jumlah CC dan Rerata CC dan
UCC yang
UCC Positif UCC positif Skor BRI
diperiksa di setiap
Larva Larva
rumah
A B C = B dibagi A D = A dibagi C
Keterangan:
CC : Controlable Container
UCC : Under-Controlable Container

3. Menentukan kategori HRI dan BRI.

Penentuan kategori HRI dan BRI rendah, sedang dan tinggi dimulai

dengan menghitung rerata dan standar deviasi dari seluruh skor BRI dan

HRI. Kategori HRI dan BRI rendah apabila skor < mean dikurangi standar

deviasi, kategori tinggi apabila skor > mean ditambah standar deviasi, dan

kategori sedang apabila skor berada antara rendah dan tinggi.

4. Menentukan kategori MI

Setelah kategori HRI dan BRI dari setiap rumah responden ditentukan,

dilakukan tabulasi silang kedua indikator tersebut untuk penentuan status

maya index setiap rumah.


BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Patrang merupakan salah satu fasilitas kesehatan tingkat

pertama di Kabupaten Jember. Lokasi Puskesmas Patrang berada di jalan Kaca

Piring nomor 5, Kelurahan Gebang, Kecamatan Patrang, Jember. Wilayah kerja

Puskesmas Patrang adalah Kelurahan Banjarsengon, Baratan, Bintoro, Gebang,

Jember Lor, Jumerto, Slawu dan Patrang. Pada pertengahan tahun 2016 wilayah

kerja tersebut dikurangi menjadi tiga wilayah, yaitu Kelurahan Gebang, Jember Lor

dan Patrang, sedangkan lima wilayah lainnya menjadi wilayah kerja baru yaitu

Puskesmas Banjarsengon.

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Bidang Pengendalian

Penyakit (P2) Dinas Kesehatan Kabupaten Jember pada bulan Desember 2017,

Puskesmas Patrang merupakan wilayah dengan jumlah kasus tertinggi DBD di

Kabupaten Jember pada tahun 2015 dan 2016. Jumlah kasus DBD tahun 2015 yaitu

sebanyak 72 dengan IR 73,73 per 100.000 penduduk dan CFR 1,39. Jumlah kasus

DBD pada tahun 2016 sebanyak 42 kasus dengan IR 65,35 per 100.000 penduduk.

Pada tahun 2017 kasus DBD di Puskesmas Patrang sebanyak 19 kasus dengan IR

29,56 per 100.000 penduduk. Berdasarkan jumlah kasus pada tahun 2017 tersebut,

posisi Puskesmas Patrang menurun menjadi wilayah kasus DBD tertinggi ke-tiga

setelah Sumbersari sebanyak 49 kasus dan Gladakpakem 25 kasus.

Penurunan kasus tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya

adalah wilayah kerja Puskesmas Patrang yang berkurang menjadi tiga wilayah saja,

43
44

serta adanya program dan kegiatan aktif yang dilakukan oleh kader di Posyandu.

Posyandu mandiri pada tahun 2014 paling banyak berada di wilayah kerja

Puskesmas Patrang (21,62%).

Penurunan jumlah kasus di wilayah kerja Puskesmas Patrang tersebut

merupakan hasil kerjasama upaya masyarakat dan petugas kesehatan dalam

menyehatkan masyarakat. Namun, penurunan angka kejadian DBD tersebut masih

berada di posisi ke-tiga tertinggi di Kabupaten Jember. Hal tersebut dapat

disebabkan karena wilayah kerja Puskesmas Patrang merupakan wilayah perkotaan

dengan tingkat kepadatan rumah dan mobilitas penduduk yang cukup tinggi (Dinas

Kesehatan Kabupaten Jember, 2015).

5.2 Pengetahuan, Sikap dan Tindakan PSN 3M Plus

5.2.1 Pengetahuan Responden

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penilaian tingkat pengetahuan

responden berupa kuesioner. Beberapa hal utama yang ditanyakan kepada

responden adalah penyebab, tanda dan gejala DBD; cara yang dilakukan dalam

mengurangi risiko terkena penyakit DBD; dan kegiatan pemberantasan sarang

nyamuk (PSN 3M Plus). Hasil penilaian tingkat pengetahuan responden tercantum

pada Tabel 5.1 berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang DBD dan
PSN 3M Plus Terhadap Kejadian DBD tahun 2017 di Kabupaten Jember

Kasus Kontrol Total


Pengetahuan Persentase Persentase Persentase
n n n
(%) (%) (%)
Baik 8 42,1 16 42,1 24 42,1
Kurang 11 57,9 22 57,9 33 57,9
Total 19 100,0 38 100,0 57 100,0
45

Berdasarkan Tabel 5.1 di atas, hasil penilaian tingkat pengetahuan terhadap

57 responden tentang DBD dan PSN 3M Plus diperoleh hasil bahwa 57,9%

responden pada kelompok kasus maupun kotrol memiliki pengetahuan yang

kurang. Pertanyaan pada kuesioner yang tidak dapat dijawab dengan benar oleh

responden adalah cara yang paling tepat dalam memberantas nyamuk, fungsi

larvasida dan cara penggunaan serta dosisnya.

5.2.2 Sikap Responden

Berikut di bawah ini tabel hasil penilaian sikap responden terhadap kegiatan

PSN 3M Plus:

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Penilaian Sikap Responden Terhadap PSN 3M Plus
dengan Kejadian DBD tahun 2017 di Kabupaten Jember

Kasus Kontrol Total


Sikap Persentase Persentase Persentase
n n n
(%) (%) (%)
Baik 11 57,9 23 60,5 34 59,7
Kurang 8 42,1 15 39,5 19 33,3
Total 19 100,0 38 100,0 57 100,0

Berdasarkan Tabel 5.2 di atas, bahwa pada kelompok kasus maupun

kelompok kontrol memiliki sikap yang baik sebesar 59,7% dan 60,5%. Pernyataan

responden kategori kurang adalah setuju bahwa fogging merupakan cara yang

paling efektif dalam pemberantasan sarang nyamuk, menguras bak mandi hanya

saat terlihat kotor dan melakukan PSN hanya ketika musim hujan.

5.2.3 Tindakan Responden

Hasil penilaian Tindakan responden terhadap kegiatan PSN 3M Plus tertera

pada Tabel 5.3 berikut:


46

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penilaian Tindakan Responden Terhadap PSN 3M


Plus dengan Kejadian DBD tahun 2017 di Kabupaten Jember

Kasus Kontrol Total


Tindakan Persentase Persentase Persentase
n n n
(%) (%) (%)
Baik 12 63,2 19 50 31 54,4
Kurang 7 36,8 19 50 20 45,6
Total 19 100 38 100 57 100

Berdasarkan Tabel 5.3 di atas, bahwa sebagian besar responden baik pada

kelompok kasus dan kontrol telah memiliki tindakan yang baik sebesar 63,2% dan

50%. Hasil jawaban kuesioner dan observasi di rumah responden menunjukkan

bahwa responden yang memiliki tindakan kurang baik menggantung pakaian kotor

di dalam kamar, tidak memasang kelambu atau net penghalang nyamuk di ventilasi

rumah dan tidak menggunakan obat anti nyamuk, serta tidak menaburkan bubuk

larvasida secara teratur pada penampungan air yang sulit dikuras maupun di kamar

mandi. Selain itu, cara menguras responden hanya membuang air yang ada di dalam

bak mandi serta menggosok hanya pada permukaan yang mudah dibersihkan. Pada

bagian siku dan garis pertemuan antara keramik yang ada di bak mandi tidak

dijangkau untuk dibersihkan, sehingga masih terdapat telur nyamuk yang

menempel seperti pada Gambar 5.1 berikut:

Gambar 5.1 Telur nyamuk di dinding bak kamar mandi responden tahun 2017
47

5.3 Entomologi Index berbasis Container Index dan Maya Index

5.3.1 Container Index

Berikut di bawah ini hasil observasi keberadaan larva Aedes sp di seluruh

kontainer yang diperiksa di rumah dan lingkungan sekitar responden.

Tabel 5.4 Container Index di wilayah kerja Puskesmas Patrang Tahun 2017

Keberadaan Larva
Kelompok Kontainer Total CI (%)
+ -
Controllable
17 60 77
Container
Kasus Disposble 25,89%
19 43 62
Container
TOTAL 36 103 139
Controllable
17 94 111
Container
Kontrol Disposble 14,89%
18 106 124
Container
TOTAL 35 200 235
TOTAL 71 303 374 18,98%

Hasil observasi keberadaan larva pada kontainer yang diperiksa di dalam

rumah dan halaman sekitar rumah responden tersebut digunakan untuk menghitung

container index (CI). Nilai CI pada kelompok kasus sebesar 25,89%, sedangkan

pada kelompok kontrol sebesar 14,89%. Nilai persentase tersebut dibandingkan

dengan tabel density figure (DF) pada CI. Skor DF kelompok kasus berada pada

angka 6, sedangkan kelompok kontrol berada pada angka 4. Skor DF pada angka 1

menunjukkan risiko rendah, skor 2 – 5 risiko sedang dan skor > 5 menunjukkan

risiko tinggi. Berdasarkan kategori tersebut, kelompok kasus berada pada kategori

risiko tinggi, sedangkan kelompok kontrol berada pada kategori risiko sedang.
48

5.3.2 Breeding Risk Indicator

Berikut di bawah ini hasil penilaian status BRI berdasarkan observasi di

lingkungan dan rumah responden.

Tabel 5.5 Hasil Penilaian Status Breeding Risk Index di wilayah kerja Puskesmas
Patrang Tahun 2017

Kasus Kontrol
Status BRI Persentase Persentase
n n
(%) (%)
Rendah 6 31,6 28 73,7
Sedang 11 57,9 2 5,3
Tinggi 2 10,5 8 21,1
Total 19 100,0 38 100,0

Berdasarkan Tabel 5.5 di atas, status BRI pada kelompok kasus berada pada

kategori sedang sebesar 57,9%, sedangkan pada kelompok kontrol berada pada

kategori rendah sebesar 73,7% sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk.

5.3.3 Hygiene Risk Indicator

Berikut di bawah ini hasil penilaian status HRI berdasarkan observasi di

lingkungan dan rumah responden.

Tabel 5.6 Hasil Penilaian Status Hygiene Risk Index di wilayah kerja Puskesmas
Patrang Tahun 2017
Kasus Kontrol
Status HRI Persentase Persentase
n n
(%) (%)
Rendah 7 10,7 25 65,8
Sedang 9 47,5 3 7,9
Tinggi 3 15,8 10 26,3
Total 19 100,0 38 100,0

Berdasarkan Tabel 5.6 di atas, status HRI pada kelompok kasus berada pada

kategori sedang sebesar 47,5%, sedangkan pada kelompok kontrol berada pada

kategori rendah sebesar 65,8% sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk.


49

5.3.4 Maya Index

Berikut di bawah ini hasil penilaian status MI berdasarkan observasi di

lingkungan dan rumah responden.

Tabel 5.7 Hasil Penilaian Status Maya Index di wilayah kerja Puskesmas Patrang
Tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Status MI Persentase Persentase Persentase
n n n
(%) (%) (%)
Rendah 11 57,9 22 57,9 33 57,9
Sedang 5 26,3 12 31,6 17 29,8
Tinggi 3 15,8 4 10,5 7 12,3
Total 19 100,0 38 100,0 57 100,0

Berdasarkan Tabel 5.7 di atas, status MI kedua kelompok berada pada

kategori rendah sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk, yaitu sebesar 57,9%.

Pada kelompok kasus, rumah responden dengan status maya index tinggi lebih

banyak dibandingkan kelompok kontrol, yaitu 15,8%.

5.4 Jenis Larva aedes sp yang ditemukan

Hasil identifikasi jenis larva dari observasi dan pengambilan sampel larva

aedes sp di lingkungan dan rumah responden, tertera pada Tabel 5.8 berikut:

Tabel 5.8 Distribusi frekuensi jenis larva aedes sp

Jenis Larva
Kontainer
Kelompok aegypti albopictus
Positif Larva
n % n %
CC 14 82,4 3 17,6
Kasus DC 13 68,4 6 31,6
TOTAL 27 75,0 9 25,0
CC 13 76,5 4 23,5
Kontrol DC 14 77,8 4 22,2
TOTAL 27 77,1 8 22,9
TOTAL 54 76,0 17 24,0
Keterangan:
CC : Controllable Container DC : Disposable Container
50

Terdapat dua jenis larva yang ditemukan, yaitu Aedes aegypti dan Aedes

albopictus. Sebagian besar jenis larva yang teridentifikasi adalah Aedes aegypti,

yaitu sebanyak 76,0% dari seluruh sampel yang diobservasi. Berdasarkan hasil

observasi, jenis larva Aedes albopictus ditemukan di dalam kaleng bekas cat,

penyiram tanaman yang tidak digunakan, pot bunga kosong, dan talang air. Semua

larva aedes albopictus tersebut ditemukan di luar rumah dan berada di sekitar

tanaman halaman rumah responden. Berikut di bawah ini gambar hasil identifikasi

jenis larva:

Gambar 5.2 larva aedes aegypti dengan gigi sisir (comb scales) berbentuk trisula

Gambar 5.3 larva aedes albopictus dengan comb scales berbentuk lurus tidak bergerigi
51

5.5 Hubungan Antar Variabel Penelitian

5.5.1 Hubungan Perilaku Responden dengan Breeding Risk Indicator

Variabel perilaku responden yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan

tindakan dihubungkan dengan status BRI:

Tabel 5.9 Tabulasi Silang Variabel Tingkat Pengetahuan dengan Status BRI

Status BRI
Total p value
Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 20 83,3 4 16,7 0 0,0 24 100,0
0,005
Kurang 14 42,4 9 27,3 10 30,3 33 100,0
Total 34 59,6 13 22,8 10 17,6 57 100,0

Berdasarkan Tabel 5.9 di atas, bahwa sebagian besar responden dengan


tingkat pengetahuan yang baik maupun kurang, berada pada kategori BRI rendah
sebesar 83,3% dan 42,4%. Responden dengan tingkat pengetahuan yang kurang
berada pada ketiga kategori BRI tinggi sebesar 30,3%, sedangkan pada responden
dengan tingkat pengetahuan yang baik tidak ada yang berada pada kategori BRI
tinggi. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan status BRI, nilai p value sebesar 0,005 lebih kecil dari α = 0,05. Eratnya
hubungan tingkat pengetahuan dengan status BRI sebagaimana tertera pada nilai
contingency coefficient sebesar 0,290, bermakna bahwa hubungan kedua variabel
tersebut tidak cukup kuat.

Tabel 5.10 Tabulasi Silang Variabel Sikap dengan Status BRI


Status BRI
Total p value
Sikap Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N %
Baik 23 67,6 8 23,5 3 8,9 34 100,0
0,102
Kurang 11 47,8 5 21,7 7 30,5 23 100,0
Total 34 59,7 13 22,8 10 17,5 57 100,0

Berdasarkan Tabel 5.10 di atas, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar

responden dengan sikap yang baik maupun kurang berada pada kategori BRI rendah

sebesar 67,6% dan 47,8%. Hasil uji chi square menjelaskan bahwa tidak ada
52

hubungan antara sikap dengan status BRI, nilai p value sebesar 0,102 atau lebih

besar dari α = 0,05.

Tabel 5.11 Tabulasi Silang Variabel Tindakan dengan Status BRI

Status BRI
Total p value
Tindakan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 23 67,6 8 23,5 3 8,9 34 100,0
0,230
Kurang 11 47,8 5 21,7 7 30,5 23 100,0
Total 34 59,7 13 22,8 10 17,5 57 100,0

Berdasarkan Tabel 5.11 di atas, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar

responden dengan tindakan yang baik maupun kurang berada pada kategori BRI

rendah sebesar 67,6% dan 47,8%. Hasil uji chi square menjelaskan bahwa tidak ada

hubungan antara tindakan dengan status BRI, nilai p value sebesar 0,230 atau lebih

besar dari α = 0,05.

Berdasarkan penjabaran hasil analisis di atas, variabel perilaku yang

berhubungan dengan status BRI adalah tingkat pengetahuan dengan signifikansi p

value sebesar 0,005. Variabel sikap dan tindakan tidak berhubungan dengan status

BRI.

5.5.2 Hubungan Perilaku Responden dengan Hygiene Risk Indicator

Variabel perilaku responden berupa pengetahuan, sikap dan tindakan

responden terhadap PSN 3M Plus dihubungkan dengan status HRI.

Tabel 5.12 Tabulasi Silang Variabel Pengetahuan dengan Status HRI

Status HRI
Total p value
Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 17 70,8 6 25,0 1 4,2 24 100,0
0,016
Kurang 15 45,4 6 18,2 12 35,4 33 100,0
Total 32 56,1 12 21,1 13 22,8 57 100,0
53

Berdasarkan Tabel 5.12 di atas, bahwa sebagian besar responden dengan

tingkat pengetahuan yang baik maupun kurang berada pada kategori HRI rendah

sebesar 70,8% dan 45,4%. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara

tingkat pengetahuan dengan status HRI, nilai p value sebesar 0,016 lebih kecil dari

α = 0,05. Eratnya hubungan tingkat pengetahuan dengan status HRI sebagaimana

tertera pada nilai contingency coefficient sebesar 0,355, bermakna bahwa hubungan

kedua variabel tersebut cukup kuat.

Tabel 5.13 Tabulasi Silang Variabel Sikap dengan Status HRI

Status HRI
Total p value
Sikap Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 22 64,8 7 20,6 5 14,7 34 100,0
0,171
Kurang 10 43,5 5 21,7 8 34,8 23 100,0
Total 32 56,1 12 21,1 13 22,8 57 100,0

Berdasarkan Tabel 5.13 di atas, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar

responden dengan sikap yang baik maupun kurang berada pada kategori HRI

rendah sebesar 64,8% dan 43,5%. Hasil uji chi square menjelaskan bahwa tidak ada

hubungan antara sikap dengan status HRI, nilai signifikansi p value sebesar 0,171.

Tabel 5.14 Tabulasi Silang Variabel Tindakan dengan Status HRI

Status HRI
Total p value
Tindakan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 20 64,5 7 22,6 4 12,9 31 100,0
0,146
Kurang 12 46,2 5 19,2 9 34,6 26 100,0
Total 32 12 13 57 100,0

Berdasarkan Tabel 5.14 di atas, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar

responden dengan tindakan yang baik maupun kurang berada pada kategori HRI
54

rendah sebesar 64,5% dan 46,2%. Hasil uji chi square menjelaskan bahwa tidak ada

hubungan antara tindakan dengan status HRI, nilai p value sebesar 0,146.

Berdasarkan penjabaran hasil analisis di atas, variabel perilaku yang

berhubungan dengan status HRI adalah tingkat pengetahuan dengan signifikansi p

value sebesar 0,016. Erat hubungan variabel tingkat pengetahuan dengan status HRI

tertera pada nilai contingency coefficient sebesar 0,355 yang berarti bahwa kedua

variabel tersebut memiliki hubungan yang cukup erat. Variabel sikap dan tindakan

tidak berhubungan dengan status HRI.

5.5.3 Hubungan Perilaku Responden dengan Maya Index

Variabel perilaku dihubungkan dengan status MI. Berikut di bawah ini

tabulasi silang dua variabel tersebut.

Tabel 5.15 Tabulasi Silang Variabel Pengetahuan dengan Maya Index

Status MI
Total p value
Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 21 87,5 3 12,5 0 0,0 24 100,0
0,0001
Kurang 12 36,4 14 42,4 7 21,2 33 100,0
Total 33 57,9 17 29,8 7 12,3 57 100,0

Berdasarkan Tabel 5.15 di atas, bahwa sebagian besar responden dengan

tingkat pengetahuan yang baik berada pada kategori MI rendah sebesar 87,5%,

sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan kurang berada pada status MI

sedang sebesar 42,4%. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara

tingkat pengetahuan dengan status MI, nilai p value sebesar 0,001. Eratnya

hubungan tingkat pengetahuan dengan status MI sebagaimana tertera pada nilai


55

contingency coefficient sebesar 0,455, bermakna bahwa hubungan kedua variabel

tersebut cukup kuat.

Tabel 5.16 Tabulasi Silang Variabel Sikap dengan Maya Index

Status MI
Total p value
Sikap Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 23 67,6 10 29,4 1 3,0 34 100,0
0,124
Kurang 10 43,5 7 30,4 6 26,1 23 100,0
Total 33 57,9 17 29,8 7 12,3 57 100,0

Berdasarkan Tabel 5.16 di atas, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar


responden dengan sikap yang baik maupun kurang berada pada kategori MI rendah
sebesar 67,6% dan 43,5%. Hasil uji chi square menjelaskan bahwa tidak ada
hubungan antara sikap dengan status MI, nilai signifikansi p value sebesar 0,124.

Tabel 5.17 Tabulasi Silang Variabel Tindakan dengan Maya Index

Status MI
Total p value
Tindakan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 21 67,7 9 29,1 1 3,2 31 100,0
0,169
Kurang 12 46,1 8 30,8 6 23,1 26 100,0
Total 33 57,9 17 29,8 7 12,3 57 100,0

Berdasarkan Tabel 5.17 di atas, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar

responden dengan tindakan yang baik maupun kurang berada pada kategori MI

rendah sebesar 67,7% dan 46,1%. Hasil uji chi square menjelaskan bahwa tidak ada

hubungan antara tindakan dengan status HRI, nilai p value sebesar 0,169.

Berdasarkan penjabaran hasil analisis di atas, variabel perilaku yang

berhubungan dengan status MI adalah tingkat pengetahuan dengan signifikansi p

value sebesar 0,001. Erat hubungan variabel tingkat pengetahuan dengan status MI

tertera pada nilai contingency coefficient sebesar 0,455 yang berarti bahwa kedua
56

variabel tersebut memiliki hubungan yang cukup erat. Variabel sikap dan tindakan

tidak berhubungan dengan status MI.

5.5.4 Hubungan Breeding Risk Indicator dengan Kejadian DBD

Variabel breeding risk index dihubungkan dengan kejadian DBD. Berikut

di bawah ini tabulasi silang antara variabel BRI dengan kejadian DBD.

Tabel 5.18 Tabulasi Silang Variabel BRI dengan Kejadian DBD

Kasus Kontrol
Status BRI Persentase Persentase p value
n n
(%) (%)
Rendah 6 31,6 28 73,7
Sedang 11 57,9 2 5,2
0,006
Tinggi 2 10,5 8 21,1
Total 19 100,0 38 100,0

Hasil uji chi square menunjukkan adanya hubungan antara status BRI

dengan kejadian DBD dengan p value sebesar 0,006 lebih kecil dari nilai α = 0,05.

Besarnya erat hubungan atau keterkaitan antara status BRI dengan kejadian DBD

dengan nilai contingency coefficient sebesar 0,375 yang berarti bahwa hubungan

kedua variabel tersebut cukup erat.

5.5.5 Hubungan Hygiene Risk Indicator dengan Kejadian DBD

Berikut di bawah ini tabulasi silang variabel HRI dan kejadian DBD.

Tabel 5.19 Tabulasi Silang Variabel HRI dengan Kejadian DBD

Kasus Kontrol
Status HRI Persentase Persentase p value
n n
(%) (%)
Rendah 7 10,7 25 65,8
Sedang 9 47,5 3 7,9
0,073
Tinggi 3 15,8 10 26,3
Total 19 100,0 38 100,0
57

Berdasarkan Tabel 5.19 di atas, hasil uji chi square menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan antara status HRI dengan kejadian DBD dengan nilai

signifikansi p value sebesar 0,073.

5.5.6 Hubungan Maya Index dengan Kejadian DBD

Variabel maya index dihubungkan dengan kejadian DBD. Berikut di bawah

ini tabulasi silang variabel maya index dengan kejadian DBD.

Tabel 5.20 Tabulasi Silang Variabel Maya Index dengan Kejadian DBD

Kasus Kontrol
Status MI Persentase Persentase p value
n n
(%) (%)
Rendah 11 57,9 22 57,9
Sedang 5 26,3 12 31,6
1,000
Tinggi 3 15,8 4 10,5
Total 19 100,0 38 100,0

Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status

maya index dengan kejadian DBD dengan nilai signifikansi p value sebesar 1,000.
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Perilaku Responden

6.1.1 Pengetahuan

Berdasarkan hasil penilaian tingkat pengetahuan terhadap 57 responden

tentang DBD dan PSN 3M Plus diperoleh hasil bahwa sebesar 57,9% responden

memiliki pengetahuan yang kurang. Hasil tersebut tidak sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Parti (2010) yang menyebutkan bahwa 63,1%

masyarakat Patrang berpengetahuan baik tentang penyakit DBD. Responden dengan

tingkat pengetahuan kurang tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan tentang

fungsi, dosis dan cara penggunaan larvasida serta cara yang tepat dalam memberantas

nyamuk. Hal ini sejalan dengan kader jumantik yang tidak mengetahui cara dan dosis

yang tepat dalam penggunaan larvasida, serta menyebutkan fogging sebagai cara yang

paling tepat dalam pemberantasan nyamuk.

6.1.2 Sikap

Hasil penilaian sikap menyebutkan bahwa responden memiliki sikap yang

baik sebesar 59,7%. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Yusnita (2008) yang

menyebutkan bahwa sebesar 64,6% responden memiliki sikap yang positif. Sikap

yang positif tidak menjamin seseorang untuk berperilaku yang positif, karena sikap

tersebut masih merupakan reaksi tertutup (Notoadmojo, 2003). Selain itu,

kecenderungan individu untuk menyatakan sikap yang baik sangat mempengaruhi

hasil penelitian. Namun, sikap yang positif telah menunjukkan adanya dukungan

untuk melakukan perilaku hidup yang sehat.

58
59

6.1.1 Tindakan

Penilaian aspek tindakan PSN diperoleh hasil bahwa sebagian besar

responden telah memiliki tindakan yang baik, yaitu sebesar 54,4%. Hasil tersebut

sesuai dengan penelitian Prastyabudi (2014) yang menyebutkan bahwa sebagian

besar responden telah melakukan tindakan PSN sebesar 76%. Penilaian pada aspek

tindakan, selain didasarkan pada jawaban kuesioner juga dilakukan observasi

langsung di rumah responden dan menggali informasi dari kader jumantik.

Berdasarkan pengamatan di rumah responden diketahui bahwa terdapat responden

yang masih menggantung pakaian kotor di dalam kamar, tidak memasang kelambu

atau net penghalang nyamuk di ventilasi rumah, serta tidak menaburkan bubuk

larvasida secara teratur pada penampungan air yang sulit dikuras maupun di kamar

mandi. Selain itu, cara menguras responden hanya membuang air yang ada di dalam

bak mandi serta menggosok hanya pada permukaan yang mudah dibersihkan.

6.2 Entomologi Index

6.2.1 Container Index

Hasil observasi diperoleh nilai CI pada kelompok kasus sebesar 25,89%,

sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 14,89%. Skor DF kelompok kasus

berada pada angka 6 atau berada pada kategori risiko tinggi, sedangkan kelompok

kontrol berada pada angka 4 atau kategori risiko sedang. Hasil tersebut sejalan

dengan penelitian Parti (2010) diperoleh CI sebesar 22,71% dengan skor DF pada

angka 6, berada pada kategori risiko tinggi. Kondisi CI pada kategori tinggi tersebut

sesuai dengan hasil observasi dan wawancara dengan responden, bahwa cara

menguras bak mandi yang hanya membuang airnya tanpa menggosok bagian yang
60

sulit untuk dibersihkan. Selain itu, responden tidak mengetahui dosis dan tata cara

penggunaan bubuk larvasida.

6.2.2 Maya Index

1. Breeding Risk Indicator

Status Breeding Risk Indicator pada kelompok kasus berada pada kategori

sedang sebesar 57,9%, sedangkan pada kelompok kontrol berada pada kategori

rendah sebesar 73,7% sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Hasil tersebut

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wati (2015), diperoleh hasil bahwa

sebesar 64,04% berada pada kategori risiko sedang. Berdasarkan hasil observasi,

kontainer CC dalam penilaian BRI yang paling banyak ditemukan larva adalah bak

kamar mandi dan tempat penampungan air bersih untuk memasak di dapur. Hal

tersebut karena cara membersihkan kontainer yang hanya membuang airnya tanpa

menggosok bagian dalam kontainer, khususnya pada siku bak mandi yang sulit

dijangkau.

2. Hygiene Risk Indicator

Status Hygiene Risk Indicator pada kelompok kasus berada pada kategori

sedang sebesar 47,5%, sedangkan pada kelompok kontrol berada pada kategori

rendah sebesar 65,8%. Hasil pada kelompok kasus tidak sejalan dengan penelitian

Wati (2015) yang menyebutkan bahwa sebesar 60,80% berada pada kategori risiko

rendah. Hasil observasi pada kontainer DC dalam penilian HRI, diketahui bahwa

kontainer yang banyak ditemukan larva adalah kaleng bekas, pot bunga dan

penyiram tanaman yang tidak terpakai. Hasil tersebut menjelaskan kurangnya

kepedulian responden dalam menjaga kebersihan lingkungan.


61

3. Maya Index

Status Maya Index kedua kelompok berada pada kategori rendah sebesar

57,9%. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Wati (2015) bahwa sebagian besar

rumah responden berada pada kategori MI rendah sebesar 54,05%. Hasil tersebut

berbeda dengan status BRI dan HRI kelompok kasus yang berada pada kategori

sedang, dengan demikian fokus pemberantasan nyamuk tetap dilakukan pada

seluruh kontainer air baik di dalam maupun luar rumah yang berpotensi menjadi

tempat perindukan nyamuk.

6.3 Jenis Larva

Terdapat dua jenis larva yang ditemukan, yaitu Aedes aegypti dan Aedes

albopictus. Sebagian besar jenis larva yang teridentifikasi adalah Aedes aegypti,

yaitu sebanyak 76,0% dari seluruh sampel yang diobservasi. Penelitian yang

dilakukan oleh Sundari (2007) hanya menemukan larva Aedes aegypti dari seluruh

sampel yang diperiksa. Penelitian lain menemukan larva Aedes aegypti dan Aedes

albopictus. Larva Aedes albopictus hanya ditemukan di kontainer DC (Wati, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa nyamuk Aedes albopictus

mulai berpindah habitatnya ke pemukiman warga untuk perkembangbiakannya.

6.4 Hubungan Perilaku dengan Maya Index

6.4.1 Hubungan Perilaku Responden dengan Breeding Risk Index

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan

responden dengan status Breeding Risk Index dengan hasil uji chi square diperoleh

nilai signifikansi p value sebesar 0,005 dengan erat hubungan pada nilai
62

contingency coefficient sebesar 0,290. Sedangkan variabel sikap dan tindakan yang

dilakukan responden terkait PSN 3M Plus berdasarkan hasil uji chi square tidak

menunjukkan adanya hubungan dengan status BRI.

Penelitian sejenis yang dilakukan oleh peneliti lain tidak melakukan analisis

hubungan dua komponen utama maya index, yaitu BRI dan HRI secara terpisah

dengan variabel lainnya. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2013)

menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status maya

index. Dengan demikian, penting untuk diberikan pengetahuan kepada warga

terkait kegiatan PSN 3M Plus dan pencegahan DBD, sehingga status BRI, HRI dan

MI akan semakin turun berada pada kategori rendah.

6.4.2 Hubungan Perilaku Responden dengan Hygiene Risk Index

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan

responden dengan status breeding risk index dengan hasil uji chi square diperoleh

p value sebesar 0,016 dengan erat hubungan pada nilai contingency coefficient

sebesar 0,355. Hasil tersebut memiliki makna bahwa tingkat pengetahuan memiliki

hubungan yang cukup kuat dengan status HRI. Variabel sikap dan tindakan

berdasarkan hasil uji chi square tidak menunjukkan adanya hubungan dengan status

HRI. Dengan demikian penting untuk meningkatkan pengetahuan warga tentang

pencegahan DBD dan pentingnya melakukan gerakan PSN 3M Plus.

6.4.3 Hubungan Perilaku Responden dengan Maya Index

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan

responden dengan status maya index dengan hasil uji chi square diperoleh p value
63

sebesar 0,0001 dengan erat hubungan pada nilai contingency coefficient sebesar

0,455. Hasil tersebut memiliki makna bahwa tingkat pengetahuan memiliki

hubungan yang cukup kuat dengan status maya index. Sedangkan variabel sikap

dan tindakan menunjukkan tidak adanya hubungan dengan status maya index.

Hasil penelitian ini pada variabel pengetahuan sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Wiranatha (2016) yang menunjukkan adanya hubungan antara

pengetahuan, sikap dan tindakan pemberantasan sarang nyamuk dengan status

maya index. Oleh karena itu, penting untuk memberikan pengetahuan dan

pendampingan kepada warga untuk melakukan kegiatan PSN 3M Plus.

6.5 Hubungan Maya Index dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue

6.5.1 Hubungan Breeding Risk Index dengan Kejadian DBD

Hasil uji chi square menunjukkan adanya hubungan antara status BRI

dengan kejadian DBD dengan p value sebesar 0,006 lebih kecil dari nilai α = 0,05

dengan erat hubungan pada nilai contingency coefficient sebesar 0,375 yang

bermakna bahwa hubungan kedua variabel tersebut cukup kuat. Penelitian lain yang

melakukan analisis maya index dengan kejadian DBD tidak melakukan analisis BRI

dan HRI secara terpisah. Penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2012) dan

Rokhmawanti (2014) menunjukkan adanya hubungan antara status maya index

dengan kejadian DBD. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya melakukan

pemberantasan sarang nyamuk, khususnya pada kontainer CC yang berada di dalam

rumah. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan responden yang

menyebutkan bahwa penderita DBD usia sekolah menghabiskan lebih banyak

waktunya di rumah setelah kegiatan sekolah selesai.


64

6.5.2 Hubungan Hygiene Risk Index dengan Kejadian DBD

Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status

HRI dengan kejadian DBD dengan p value sebesar 0,073. Hal ini menunjukkan

bahwa status HRI tidak menjadi faktor yang berhubungan serta berpengaruh

signifikan terhadap kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Patrang, Jember.

Hasil analisis secara terpisah dua komponen utama maya index (MI), yaitu

HRI dan BRI menunjukkan komponen penyusun MI yang memiliki hubungan

dengan kejadian DBD adalah status BRI. Meskipun demikian, pemberantasan

sarang nyamuk tetap penting dilakukan baik pada kontainer yang berada di dalam

maupun luar rumah, sehingga status BRI dan HRI berada pada kategori rendah yang

selanjutnya status MI juga pada kategori rendah.

6.5.3 Hubungan Maya Index dengan Kejadian DBD

Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status

HRI dengan kejadian DBD dengan p value sebesar 1,000. Hasil ini tidak sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2012) dan Rokhmawanti (2014)

yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status maya index dengan kejadian

DBD. Status maya index yang sedang dan tinggi meningkatkan risiko kejadian

DBD (Astuti, 2016). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status BRI adalah

indikator yang memiliki hubungan dengan DBD, sedangkan status HRI yang juga

penyusun indikator MI tidak berhubungan dengan kejadian DBD.


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

pengetahuan kurang sebesar 57,9%. Sebagian besar responden memiliki

sikap dan tindakan yang baik terhadap program PSN 3M Plus, yaitu sebesar

59,7%. dan 54,4%.

2. Persentase CI pada kelompok kasus sebesar 25,89%, berdasarkan density

figure berada pada angka 6, sehingga termasuk ke dalam risiko penularan

tinggi terhadap penyakit DBD. Persentase CI pada kelompok kontrol

sebesar 14,9%, posisi pada density figure berada di angka 4, sehingga

termasuk ke dalam risiko penularan sedang.

3. Konsisi BRI kelompok kasus sebanyak 57,9% pada status sedang,

sedangkan kelompok kontrol berada pada status rendah sebesar 73,7%. HRI

kelompok kasus berada pada status sedang sebesar 47,5%, sedangkan pada

kelompok kontrol berada pada status rendah sebesar 65,8%. Status maya

index pada kedua kelompok berada pada status rendah sebagai

perkembangbiakan nyamuk sebesar 57,9%.

4. Jenis larva nyamuk yang ditemukan adalah Aedes aegypti (76,05%) dan

Aedes albopictus (23,95%).

5. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status BRI, HRI dan

maya index. Sedangkan Sikap dan Tindakan tidak berhubungan dengan

status BRI, HRI dan maya index.

65
66

6. Ada hubungan status BRI dengan kejadian DBD di wilayah kerja

Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember. Sedangkan status HRI dan Maya

Index tidak berhubungan dengan kejadian DBD.

7.2 SARAN

Program PSN yang dilaksanakan oleh kader posyandu di wilayah kerja

Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember sudah baik dan aktif, namun perlu

dilakukan pemberian pengetahuan berupa materi pembelajaran dan pendampingan

oleh Dinas Kesehatan melalui Puskesmas terkait PSN 3M Plus. Materi yang perlu

diperhatikan adalah cara melakukan survei jentik dan tempat apa saja yang dapat

berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Selain itu dilakukan

edukasi kepada warga melalui kader posyandu tersebut, khususnya dalam hal tata

cara PSN 3M Plus yang dilakukan secara mandiri di rumah, mulai dari menguras

kontainer dengan benar hingga pemberian bubuk larvasida dengan dosis yang tepat.

Fokus kegiatan PSN berdasarkan hasil penelitian adalah pada kontainer yang

digunakan dalam penentuan indikator BRI, yaitu Controllable Container dan

Undercontrollable Container.
67

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar F. (2008). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta:
UI Press
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta
Astuti, EP., Prasetyowati, H., Ginanjar, A. (2016). Jurnal. Risiko Penularan Demam
Berdarah Dengue Berdasarkan Maya Indeks dan Indeks Entomologi di Kota
Tangerang Selatan, Banten. Media Litbangkes Vol. 26
Bustan, M. N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan ke-dua (Edisi
Revisi). Jakarta: Rineka Cipta
CDC. 2012. Comparison Dengue Vectors. [pdf] Atlanta: Centers for Control and
Prevention. Tersedia di
https://www.cdc.gov/dengue/resources/30jan2012/comparisondenguevector
s.pdf (diakses pada 22 Juni 2017)
CDC. 2012. Dengue Fact Sheet. [pdf] Atlanta: Centers for Control and Prevention.
Tersedia di https://www.cdc.gov/dengue/faqfacts/index.html (diakses pada 5
Juni 2017)
Christopher, S.R. 1960. Aedes aegypty (L) The Yellow Fever Mosquito. London:
Cambridge University Press
Cutwa, F.MM dan O’Merra GF. (2016). An Identification Guide to the Common
Mosquitoes of Florida. Florida Medical Entomology Laboratory. Tersedia di
http://fmel.ifas.ufl.edu/fmel---mosquito-key/genera-and-species/genus-
aedes/aedes-albopictus/ (diakses pada 28 Agustus 2017)
Depkes R.I. (2005). Pencegahan dan Pemberatasan Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta
Dinas Kesehatan DKI Jakarta. (2003). Modul 3M Plus Ovitrap dalam
Penanggulangan DBD. Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. (2015). Profil Kesehatan Kabupaten Jember
Tahun 2015. Jember: Dinkes Kabupaten Jember
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. (2017). Laporan kasus DBD tahun 2017.
Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Jember
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur Tahun 2015. Surabaya: Dinkes Provinsi Jatim
Ginanjar, Genis. (2008). Demam Berdarah: A Survival Guide. Yogyakarta: B First
(PT. Bintang Pustaka).
68

Hastuti, Oktri. (2008). Demam Berdarah Dengue: Penyakit dan Cara


Pencegahannya. Yogyakarta: Kanisius
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Profil Kesehatan Republik
Indonesia 2015. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Situasi DBD di Indonesia.
Jakarta
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta
Parti, Rachmi P.F. (2010). Skripsi. Pengaruh Tingkat Pengetahuan Tentang
Penyakit DBD Terhadap Keberadaan Larva Aedes aegypti dan PSN di
Kelurahan Patrang Kecamatan Patrang Kabupaten Jember. Universitas
Jember
Prastyabudi, D.M., Susilo, C. (2014). Jurnal. Hubungan Peran Kader Jumantik
dengan Perilaku Masyarakat tentang 3M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas
Sumbersari Jember. Jember: UMJ
Purnama, S.G. dan Baskoro, T. (2012). Jurnal. Maya Index dan Kepadatan Larva
Aedes aegypti Terhadap Infeksi Dengue. Makara volume 16
Purnama, S.G., Satoto, T.B., Prabandari, Y. (2013). Jurnal. Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku PSN Terhadap Infeksi Dengue di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota
Denpasar, Bali. Bali: ACH Universitas Udayana
Queensland Government. (2011). The Queensland Dengue Management Plan
2010-2015. Fortitude Valley : Queensland Health
Rokhmawanti, N. (2014). Jurnal. Hubungan Maya Index dengan Kejadian DBD di
Kelurahan Tegalsari Kota Tegal. Semarang: e-journal FKM Undip
Satari, Hindra I.; Meiliasari, M. (2008). Demam Berdarah. Jakarta: Puspa Swara
Satoto, T. (2005). Penting Survei Jentik Sebelum Fogging. Medika, XXXI:185-7
Sugiyono. (2013). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sundari. (2007). Skripsi. Identifikasi dan Kepadatan Populasi Larva Nyamuk Aedes
aegypti L. di Lingkungan FKIP Universitas Jember. Jember: Repository Unej
Wati, , Nur A.P. (2015). Jurnal. Survei Entomologi dan Pennetuan Maya Index di
Daerah Endemis DBD di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo,
Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Jurnal Medika Respati
Wiranatha, I Gede P. (2016). Skripsi. Survei Entomologi, Maya Index dan Perilaku
PSN Terhadap Kepadatan Larva Aedes spp di Desa Kediri Kecamatan Kediri
Kabupaten Tabanan. Udayana: Repository Unud
69

Wirayoga, Mustazahid Agfadi. (2013). Hubungan Kejadian Demam Berdarah


Dengue Dengan Iklim Di Kota Semarang Tahun 2006-2011. UJPH
WHO. (2005). Dengue: guideline for diagnosis, treatment, prevention and control.
Geneva: WHO Press
WHO. (2017). Dengue and Severe Dengue. World Health Organization. Tersedia
di http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ (diakses pada 5 Juni
2017)
Yatim, F. (2007). Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya. Jakarta: Pustaka
Obor Populer
Yudhastuti, Ririh. (2011). Pengendalian Vektor dan Rodent. Surabaya: Pustaka
Melati
70

Lampiran I
PENJELASAN PENELITIAN BAGI RESPONDEN
JUDUL PENELITIAN
HUBUNGAN MAYA INDEX DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH
DENGUE DAN IDENTIFIKASI JENIS LARVA AEDES SP. DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PATRANG KABUPATEN JEMBER
TUJUAN UMUM
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan maya index dengan kejadian
DBD serta mengidentifikasi jenis larva nyamuk yang ditemukan di wilayah kerja
Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember.
TUJUAN KHUSUS
1. Mengidentifikasi kejadian DBD tahun 2017 (Januari - Desember) di wilayah
kerja Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember.
2. Mengidentifikasi perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) masyarakat
mengenai pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus di wilayah kerja
Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember.
3. Mengidentifikasi status maya index di wilayah kerja Puskesmas Patrang,
Jember.
4. Mengidentifikasi jenis larva nyamuk aedes sp. yang ditemukan di dalam dan
sekitar rumah responden
5. Menganalisis hubungan antara perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan)
masyarakat terkait Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dengan
kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Patrang, Jember.
6. Menganalisis hubungan status maya index dengan kejadian DBD di wilayah
kerja Puskesmas Patrang, Jember.

PERLAKUAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional. Bapak/Ibu akan diminta untuk:
1. Menjawab beberapa pertanyaan yang ada pada kuesioner peneliti yang berisi
tentang Pengetahuan, Sikap dan Tindakan terkait program PSN 3M Plus serta
tanda gejala dan pencegahan Demam Berdarah Dengue. Pengisian kuesioner
+/- 15 menit tanpa mengganggu aktivitas Bapak/Ibu.
2. Dilakukan pengamatan lingkungan rumah, yaitu pengamatan pada tempat
penampungan air yang memungkinkan menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk aedes sp. baik di dalam dan luar rumah.

MANFAAT
Dalam penelitian ini Bapak/Ibu mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang
PSN 3M Plus, tata cara penggunaan larvasida dan faktor risiko kejadian DBD.

BAHAYA POTENSIAL
Penelitian ini tidak menimbulkan bahaya potensial selama mengikuti maupun
setelah dilakukan penelitian, karena Bapak/Ibu hanya berperan menjawab
71

pertanyaan pada kuesioner yang akan diberikan. Selain menjawab pertanyaan juga
memberikan izin untuk peneliti melakukan pengamatan larva pada tempat
penampungan air yang ada di sekitar rumah.

HAK UNDUR DIRI


Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela dan berhak untuk
mengundurkan diri kapanpun tanpa menimbulkan konsekuensi yang merugikan
Bapak/Ibu.

ADANYA INSENTIF UNTUK SUBYEK


Responden akan mendapatkan leaflet PSN 3M Plus dan/atau bubuk abate

KONTAK
Kontak person yang dapat dihubungi, Awan Santoso selaku peneliti
(085749499871)

KERAHASIAAN SUBYEK
Keterangan identitas diri subyek akan dirahasiakan dari hasil wawancara dan
observasi yang dilakukan

PROSEDUR PENELITIAN
1. Penyusunan proposal penelitian
2. Penyusunan Instrument Penelitian, Pengajuan Ethical Clearance, dan
Perijinan
3. Pembuatan daftar sampel penelitian
4. Wawancara dengan responden dan observasi jentik nyamuk di rumah
responden
5. Entry data hasil penelitian, dan analisis data
6. Pelaporan
72

Lampiran II
Informed Consent
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini selaku kepala rumah tangga (bapak/ibu),
Nama :
Umur :
Alamat :
Nomor HP. :

Menyatakan bahwa telah memperoleh keterangan secara rinci dan jelas


mengenai hal hal di bawah ini:
1. Penelitian yang berjudul “HUBUNGAN MAYA INDEX DENGAN
KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DAN IDENTIFIKASI
JENIS LARVA AEDES SP. DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PATRANG KABUPATEN JEMBER”
2. Tidak ada perlakuan dan bahaya yang akan ditimbulkan jika bersedia
menjadi responden
3. Manfaat mengikuti penelitian sebagai subyek penelitian
4. Waktu pengisian kuesioner dan observasi +/- 20 menit
5. Hak untuk mengundurkan diri dari menjadi subyek penelitian
6. Kerahasiaan informasi yang diberikan

Setelah mendapatkan kesempatan bertanya dan waktu untuk berpikir yang


cukup untuk menentukan secara sukarela dan dengan penuh kesadaran serta tanpa
paksaan menyatakan “Bersedia / Tidak Bersedia” ikut serta dalam penelitian ini.
Demkian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanoa tekanan dari pihak
manapun,

Jember, Tanggal (__), Bulan (_____) 2017


Peneliti Responden

(__________________) (_____________________)
73

Lampiran III
KUESIONER PENGUKURAN PERILAKU MASYARAKAT

“HUBUNGAN MAYA INDEX DENGAN KEJADIAN DEMAM


BERDARAH DENGUE DAN IDENTIFIKASI JENIS LARVA AEDES SP.
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATRANG KABUPATEN JEMBER”

Kuesioner ini merupakan alat bantu yang digunakan untuk memperoleh data
dalam penyusunan skripsi. Oleh karena itu dimohon kerjasama Bapak/Ibu untuk
menjawab sesuai dengan yang anda ketahui dan alami dengan sebenar-benarnya.
Kerahasiaan identitas akan terjaga, sehingga informasi yang telah diberikan tidak
akan diketahui oleh pihak yang tidak berkepentingan.

I. Karakteristik Responden
a. Nomor responden :
b. Nama :
c. Umur :
d. Jenis Kelamin :
e. Alamat :
f. Pendidikan :
g. Pekerjaan :
h. Riwayat penyakit DBD di keluarga :

II. Perilaku Responden


A. PENGETAHUAN
Berilah tanda silang pada salah satu jawaban yang menurut anda benar atau
sesuai dengan pendapat anda.

1. Apa yang anda ketahui tentang penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)?
a. Penyakit panas tinggi yang disebabkan flu
b. Penyakit demam dan berak darah
c. Penyakit batuk pilek yang sering terjadi pada musim hujan
d. Penyakit dengan gejala panas tinggi yang terjadi mendadak selama dua
hingga tujuh hari tanpa penyebab yang jelas
e. Tidak tahu

2. Apa penyebab penyakit DBD?


a. Virus Dengue
b. Bakteri
c. Kuman
d. Cacing
e. Tidak tahu
74

3. Bagaimana cara penularan penyakit DBD?


a. Bersentuhan dengan penderita lain
b. Melalui kotoran dan air seni penderita
c. Melalui pakaian atau peralatan makan yang digunakan penderita
d. Melalui gigitan nyamuk
e. Tidak tahu

4. Apa salah satu kegiatan yang dilakukan dalam pemberantasan sarang


nyamuk DBD?
a. Kerja bakti membersihkan jalan
b. Membuanng sampah dengan teratur
c. Memelihara jentik nyamuk
d. Melakukan gerakan 3M Plus
e. Tidak tahu

5. Menurut anda, cara yang paling tepat dalam memberantas nyamuk adalah?
a. Pengasapan (fogging)
b. Penaburan bubuk abate pada penampungan air
c. Melakukan gerakan 3M Plus
d. Menggunakan obat anti nyamuk
e. Tidak tahu

6. Apa yang anda ketahui tentang larvasida (abate)?


a. Pembunuh jentik dan nyamuk dewasa
b. Pembunuh jentik dan menjernihkan air
c. Pembunuh jentik nyamuk saja
d. Pembunuh nyamuk dewasa
e. Tidak tahu

7. Bagaimana cara menggunakan larvasida yang benar?


a. Membungkus atau menggantungkan di keran air
b. Menaburkan di bagian tepi dinding bak mandi setelah dikuras
c. Menaburkan larvasida di bagian tengah bak mandi
d. Melarutkan larvasida ke dalam segelas air dan menuangkannya ke
dalam bak mandi
e. Tidak tahu

8. Berapa dosis yang dibutuhkan untuk menggunakan larvasida?


a. 1 gram per 10 liter air
b. 1.5 gram per 10 liter air
c. 2 gram per 10 liter air
d. 2.5 gram per 10 liter air
e. Tidak tahu
75

9. Di mana biasanya telur nyamuk aedes sp. ditemukan?


a. Selokan air
b. Rawa-rawa
c. Semua penampungan air yang berhubungan langsung dengan tanah
d. Semua penampung air yang tidak berhubungan langsung dengan tanah

10. Berapa kali seharusnya dilakukan pengurasan bak mandi?


a. Satu hingga dua kali dalam seminggu
b. Dua minggu sekali
c. Satu bulan sekali
d. Tidak perlu dikuras

B. SIKAP
Berilah tanda (√) pada salah satu kolom SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS
(Tidak Setuju) atau STS (Sangat Tidak Setuju)
SIKAP
No. Pernyataan
SS S TS STS
1 Saya akan melakukan
pemberantasan sarang nyamuk
hanya pada musim hujan
2 Saya akan membersihkan tempat
penampungan air (bak mandi,
tandon air, vas bunga, drum, tempat
minum hewan peliharaan, dll)
minimal seminggu sekali
3 Saya akan mengubur atau
memindahkan ban bekas, kaleng
bekas, botol bekas dan barang
lainnya yang dapat menjadi
penampungan air dan dapat menjadi
tempat untuk perkembangbiakan
nyamuk.
4 Saya akan menaburkan bubuk
larvasida pada tempat yang sulit
dikuras minimal 3 bulan sekali
5 Saya akan menguras bak mandi
hanya saat terlihat kotor
6 Fogging merupakan cara yang
paling efektif dalam pemberantasan
sarang nyamuk
7 Saya akan segera memeriksakan
diri atau mengantarkan keluarga ke
dokter atau pelayanan kesehatan
jika memiliki tanda dan gejala DBD
76

C. TINDAKAN
Berilah tanda (√) pada kolom sesuai dengan yang telah anda lakukan
sebelumnya.

Tindakan
No. Kegiatan
Ya Tidak
Apakah saudara menguras bak mandi minimal
1
seminggu sekali?
Apakah saudara menutup tempat penampungan
2
air seperti gentong, tempayan, dll?
Apakah saudara mengubur atau membuang
barang bekas pada tempat sampah seperti: kaleng,
3
botol, ember, ban dan lainnya yang berada di
sekitar rumah?
Apakah saudara mengganti air pada pot
bunga/vas bunga dan tempat minum burung atau
4
hewan peliharaan di rumah minimal satu minggu
sekali?
Apakah saudara pernah menaburkan larvasida
5
pada penampungan air yang sulit dikuras?
6 Apakah saudara menggunakan obat anti nyamuk?
Apakah saudara menutup pernah lubang pada
potongan bambu atau pohon, memindahkan ban
7
atau kaleng bekas agar tidak menampung air di
sekitar rumah?
Apakah saudara menggantung pakaian di dalam
8
kamar?
Apakah saudara menggunakan kelambu atau
9 memasang net penghalang nyamuk di ventilasi
rumah?
77

Lampiran IV
Lembar Observasi Keberadaan Jentik Nyamuk

Nomor Responden : Tanggal Observasi :


Nama Responden : Alamat Responden :

No. Jenis Kontainer Jumlah (+) Jentik Letak/Tempat Tertutup/Tidak Jenis Larva
Kontainer penilaian Breeding Risk Indicator
a) Controlable Container (CC)
1 Bak Kamar Mandi
2 Pot Bunga
3 Vas Bunga
4 Drum Minyak
5 Sumur
6 Tempat Minum Burung/Ayam
7 Bak Air/Ember
8 Talang Air
9 Penampungan air lemari es
10 Dispenser

b) Undercontrolable Container (UCC)


1 Kolam Ikan
2 Aquarium
3
4
78

No. Jenis Kontainer Jumlah (+) Jentik Letak/Tempat Tertutup/Tidak Jenis Larva
Kontainer penilaian Hygiene Risk Indicator
c) Disposable Container (DC)
1 Botol Bekas
2 Ban Bekas
3 Kaleng Bekas
4 Kantong Plastik bekas
5
6
7
d) Uncontrolable Container (UC)
1 Lubang pohon
2 Axial tanaman
3 Lubang Bambu
4
5
6
7
8
8
79

Lampiran V

Perhitungan Besar Sampel

Penentuan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Lemeshow

(1997) sebagai berikut:

Keterangan

n : jumlah sampel minimal kelompok kasus

p1 : proporsi paparan pada populasi kontrol (0,29) (Purnama, 2012)

p2 : proporsi paparan pada kelompok kasus (0,56) (Purnama, 2012)

Z1α/2 : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu dengan kemaknaan

α = 5% sebesar 1,96

Z1-β : nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kekuatan (power)

sebesar yang diinginkan (β =10% adalah sebesar 1,28)

Maka, besar sampel sebagai berikut:

{ , √[ , , ] + , √[ , , + , , ]}2
n= 2
, − ,

{ , , + , , }2
n= 2
,

{ , + , }2
n=
,

n= ,

n=
80

Lampiran VI

Hasil Uji Statistik

1. HUBUNGAN PERILAKU DENGAN STATUS BRI

A. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN STATUS BRI


Pengetahuan * BRI sedang tinggi Crosstabulation
BRI sedang tinggi Total
rendah tinggi
Count 20 4 24
Baik Expected Count 14,3 9,7 24,0
% within BRI sedang tinggi 58,8% 17,4% 42,1%
Pengetahuan
Count 14 19 33
Kurang Expected Count 19,7 13,3 33,0
% within BRI sedang tinggi 41,2% 82,6% 57,9%
Count 34 23 57
Total Expected Count 34,0 23,0 57,0
% within BRI sedang tinggi 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9,661a 1 ,002
Continuity Correctionb 8,036 1 ,005
Likelihood Ratio 10,268 1 ,001
Fisher's Exact Test ,003 ,002
Linear-by-Linear Association 9,492 1 ,002
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,68.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,381 ,002
N of Valid Cases 57

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pengetahuan (Baik / Kurang) 6,786 1,894 24,316
For cohort BRI sedang tinggi = rendah 1,964 1,270 3,037
For cohort BRI sedang tinggi = tinggi ,289 ,113 ,742
N of Valid Cases 57
81

B. HUBUNGAN SIKAP DENGAN STATUS BRI


Crosstab
status BRI Total
RINGAN SEDANG TINGGI
Count 23 8 3 34
Baik Expected Count 20,3 7,8 6,0 34,0
% within status BRI 67,6% 61,5% 30,0% 59,6%
Sikap
Count 11 5 7 23
Kurang Expected Count 13,7 5,2 4,0 23,0
% within status BRI 32,4% 38,5% 70,0% 40,4%
Count 34 13 10 57
Total Expected Count 34,0 13,0 10,0 57,0
% within status BRI 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 4,575a 2 ,102
Likelihood Ratio 4,536 2 ,104
Linear-by-Linear Association 3,891 1 ,049
N of Valid Cases 57
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 4,04.

C. HUBUNGAN TINDAKAN PSN 3M Plus DENGAN STATUS BRI


Crosstab
status BRI Total
RINGAN SEDANG TINGGI
Count 20 8 3 31
Baik Expected Count 18,5 7,1 5,4 31,0
% within status BRI 58,8% 61,5% 30,0% 54,4%
Tindakan
Count 14 5 7 26
Kurang Expected Count 15,5 5,9 4,6 26,0
% within status BRI 41,2% 38,5% 70,0% 45,6%
Count 34 13 10 57
Total Expected Count 34,0 13,0 10,0 57,0
% within status BRI 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 2,935a 2 ,230
Likelihood Ratio 2,969 2 ,227
Linear-by-Linear 1,821 1 ,177
Association
N of Valid Cases 57
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 4,56.
82

2. HUBUNGAN PERILAKU DENGAN HRI


A. PENGETAHUAN DENGAN HRI
Crosstab
status HRI Total
RINGAN SEDANG TINGGI
Count 17 6 1 24
Expected Count 13,5 5,1 5,5 24,0
Baik
% within status 53,1% 50,0% 7,7% 42,1%
HRI
Pengetahuan
Count 15 6 12 33
Expected Count 18,5 6,9 7,5 33,0
Kurang
% within status 46,9% 50,0% 92,3% 57,9%
HRI
Count 32 12 13 57
Expected Count 32,0 12,0 13,0 57,0
Total
% within status 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
HRI

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 8,216a 2 ,016
Likelihood Ratio 9,669 2 ,008
Linear-by-Linear 6,671 1 ,010
Association
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 5,05.

Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Contingency ,355 ,016
Nominal by Nominal
Coefficient
N of Valid Cases 57

B. HUBUNGAN SIKAP DENGAN HRI


Crosstab
status HRI Total
RINGAN SEDANG TINGGI
Count 22 7 5 34
Baik Expected Count 19,1 7,2 7,8 34,0
% within status HRI 68,8% 58,3% 38,5% 59,6%
Sikap
Count 10 5 8 23
Kurang Expected Count 12,9 4,8 5,2 23,0
% within status HRI 31,3% 41,7% 61,5% 40,4%
Count 32 12 13 57
Total Expected Count 32,0 12,0 13,0 57,0
% within status HRI 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
83

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
3,534 2 ,171
Pearson Chi-Square a

Likelihood Ratio 3,509 2 ,173


Linear-by-Linear 3,390 1 ,066
Association
N of Valid Cases 57
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 4,84.

C. HUBUNGAN TINDAKAN DENGAN HRI


Crosstab
status HRI Total
RINGAN SEDANG TINGGI
Count 20 7 4 31
Baik Expected Count 17,4 6,5 7,1 31,0
% within status HRI 62,5% 58,3% 30,8% 54,4%
Tindakan
Count 12 5 9 26
Kurang Expected Count 14,6 5,5 5,9 26,0
% within status HRI 37,5% 41,7% 69,2% 45,6%
Count 32 12 13 57
Total Expected Count 32,0 12,0 13,0 57,0
% within status HRI 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 3,847a 2 ,146
Likelihood Ratio 3,891 2 ,143
Linear-by-Linear 3,289 1 ,070
Association
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 5,47.

3. HUBUNGAN PERILAKU DENGAN MAYA INDEX


A. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN MAYA INDEX
Crosstab
maya index recode Total
rendah Sedang dan
Tinggi
Count 21 3 24
Ba Expected Count 13,9 10,1 24,0
ik % within maya 63,6% 12,5% 42,1%
index recode
Pengetahuan
Count 12 21 33
Ku
Expected Count 19,1 13,9 33,0
ra
ng % within maya 36,4% 87,5% 57,9%
index recode
Count 33 24 57
Expected Count 33,0 24,0 57,0
Total
% within maya 100,0% 100,0% 100,0%
index recode
84

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 14,905a 1 ,000
Continuity Correctionb 12,881 1 ,000
Likelihood Ratio 16,245 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear 14,644 1 ,000
Association
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
10,11.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Contingency ,455 ,000
Nominal by Nominal
Coefficient
N of Valid Cases 57

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pengt. Cukup Kurang 12,250 3,014 49,791
(Baik / Cukup Kurang)
For cohort maya index recode = rendah 2,406 1,495 3,873
For cohort maya index recode = Sedang ,196 ,066 ,584
dan Tinggi
N of Valid Cases 57

B. HUBUNGAN SIKAP DENGAN MAYA INDEX


Crosstab
maya index recode Total
rendah Sedang dan
Tinggi
Count 23 11 34
Baik Expected Count 19,7 14,3 34,0
% within maya index recode 69,7% 45,8% 59,6%
Sikap
Count 10 13 23
Kurang Expected Count 13,3 9,7 23,0
% within maya index recode 30,3% 54,2% 40,4%
Count 33 24 57
Total Expected Count 33,0 24,0 57,0
% within maya index recode 100,0% 100,0% 100,0%
85

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
3,288 1 ,070
Pearson Chi-Square a

Continuity 2,371 1 ,124


Correctionb
Likelihood Ratio 3,293 1 ,070
Fisher's Exact Test ,102 ,062
Linear-by-Linear 3,230 1 ,072
Association
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,68.
b. Computed only for a 2x2 table

C. HUBUNGAN TINDAKAN DENGAN MAYA INDEX


Crosstab
maya index recode Total
rendah Sedang dan
Tinggi
Count 21 10 31
Baik Expected Count 17,9 13,1 31,0
% within maya index recode 63,6% 41,7% 54,4%
Tindakan
Count 12 14 26
Kurang Expected Count 15,1 10,9 26,0
% within maya index recode 36,4% 58,3% 45,6%
Count 33 24 57
Total Expected Count 33,0 24,0 57,0
% within maya index recode 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi- 2,703a 1 ,100
Square
Continuity 1,890 1 ,169
Correctionb
Likelihood Ratio 2,717 1 ,099
Fisher's Exact ,115 ,084
Test
Linear-by-Linear 2,656 1 ,103
Association
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,95.
b. Computed only for a 2x2 table
86

4. HUBUNGAN MAYA INDEX DENGAN KEJADIAN DBD


A. HUBUNGAN BRI DENGAN DBD
Crosstab
DBD Total
TIDAK SAKIT SAKIT
Count 28 6 34
rendah Expected Count 22,7 11,3 34,0
% within DBD 73,7% 31,6% 59,6%
BRI sedang tinggi
Count 10 13 23
tinggi Expected Count 15,3 7,7 23,0
% within DBD 26,3% 68,4% 40,4%
Count 38 19 57
Total Expected Count 38,0 19,0 57,0
% within DBD 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9,330a 1 ,002
Continuity Correctionb 7,663 1 ,006
Likelihood Ratio 9,382 1 ,002
Fisher's Exact Test ,004 ,003
Linear-by-Linear Association 9,166 1 ,002
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,67.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,375 ,002
N of Valid Cases 57

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for BRI sedang tinggi (rendah / tinggi) 6,067 1,814 20,285
For cohort DBD = TIDAK SAKIT 1,894 1,159 3,096
For cohort DBD = SAKIT ,312 ,139 ,702
N of Valid Cases 57
87

B. HUBUNGAN HRI DENGAN DBD

Crosstab
DBD Total
TIDAK SAKIT SAKIT
Count 25 7 32
rendah Expected Count 21,3 10,7 32,0
HRI % within DBD 65,8% 36,8% 56,1%
sedang
tinggi Count 13 12 25
tinggi Expected Count 16,7 8,3 25,0
% within DBD 34,2% 63,2% 43,9%
Count 38 19 57
Total Expected Count 38,0 19,0 57,0
% within DBD 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.
sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4,311a 1 ,038
Continuity Correctionb 3,215 1 ,073
Likelihood Ratio 4,325 1 ,038
Fisher's Exact Test ,050 ,036
Linear-by-Linear 4,235 1 ,040
Association
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,33.
b. Computed only for a 2x2 table

C. HUBUNGAN MAYA INDEX DENGAN DBD


Crosstab
DBD Total
TIDAK SAKIT SAKIT
Count 22 11 33
rendah Expected Count 22,0 11,0 33,0
% within DBD 57,9% 57,9% 57,9%
maya index recode
Count 16 8 24
Sedang dan Tinggi Expected Count 16,0 8,0 24,0
% within DBD 42,1% 42,1% 42,1%
Count 38 19 57
Total Expected Count 38,0 19,0 57,0
% within DBD 100,0% 100,0% 100,0%
88

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square ,000a 1 1,000
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,000 1 1,000
Fisher's Exact Test 1,000 ,614
Linear-by-Linear Association ,000 1 1,000
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,00.
b. Computed only for a 2x2 table
89

Lampiran VII
DOKUMENTASI PENELITIAN

Sampel larva Aedes sp yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Patrang


Kabupaten Jember Tahun 2017

Identifikasi jenis larva menggunakan mikroskop trinokuler pembesaran objektif


40 kali

Gigi sisir larva Aedes aegypti bergerigi dengan pembesaran objektif 100 kali
90

\
Posisi gigi sisir larva Aedes aegypti tampak samping pembesaran 50 kali

Gigi sisir larva Aedes albopictus pembesaran 50 kali

Foto Bersama Kader Jumantik Puskesmas Patrang Kabupaten Jember


91

Lampiran VIII
Perijinan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember
92

Lampiran IX
Lembar Uji Etik

Anda mungkin juga menyukai