Oleh :
AWAN SANTOSO
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2018
SKRIPSI
Oleh :
AWAN SANTOSO
NIM 101511123128
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2018
PENGESAHAN
Mengesahkan
Universitas Airlangga
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Dekan,
Tim Penguji:
a) Dr. Diah Indriani, S.Si.
b) Retno Adriyani, S.T., M.Kes
c) Gandhi Kusyoko, S.KM., M.KL.
ii
SKRIPSI
Oleh :
AWAN SANTOSO
NIM 101511123128
Menyetujui,
Pembimbing,
Mengetahui,
Corie Indria Prasasti, S.KM., M.Kes Dr. Lilis Sulistyorini, Ir., M.Kes
NIP 198105102005012001 NIP 196603311991032002
iii
SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul:
Apabila suatu saat nanti terbukti melakukan tindakan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Awan Santoso
NIM 101511123128
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rizki yang tidak
terhingga, hingga dapat terwujudnya skripsi dengan judul “HUBUNGAN MAYA
INDEX DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DAN
IDENTIFIKASI JENIS LARVA AEDES SP. DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PATRANG KABUPATEN JEMBER” sebagai salah satu
persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam skripsi ini dijelaskan perilaku masyarakat tentang pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) hubungannya dengan status maya index serta kejadian
DBD di wilayah kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember. Penelitian ini
dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Patrang. Wilayah kerja Puskesmas
Patrang merupakan daerah endemis DBD yang hampir selalu diikuti adanya
kematian. Oleh karena itu penelitian ini berupaya mengidentifikasi perilaku
masyarakat tentang pemberantasan sarang nyamuk serta mengidentifikasi jenis
larva yang ditemukan sebagai tambahan informasi untuk pembuatan kebijakan
maupun program dalam penanggulangan DBD.
Pada Kesempatan kali ini kami menyampaikan terimakasih dengan
setulusnya kepada Ibu Retno Adriyani, ST., M.Kes. selaku pembimbing skripsi
yang telah dengan sabar dan gigih memberikan bimbingan, mendengarkan
gagasan dan memberikan arahan. Sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
Kemudian ucapan Terima kasih juga kami sampaikan kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S., selaku Dekan Fakultas kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga.
2. Dr. Lilis Sulistyorini, Ir., M.Kes selaku Kepala Departemen Kesehatan
Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
3. Abah dan Mama yang selalu mendoakan dan mengusahakan agar penulis
mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Saudara kandung saya Astrid Annisya A.P., Aulia Aisyah A.P., Achmad
Fauzan Ainurrohman A.P.
5. Dosen, Staff dan teman-teman Alih Jenis Departemen Kesehatan
Lingkungan yang telah menyumbangkan pikiran dan semangat untuk
skripsi ini.
6. Teman dekat yang selalu berjuang bersama.
7. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan yang telah saling mendukung dan
membantu selama proses pendidikan.
8. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Demikian, semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal
yang telah diberikan dan semoga skripsi ini dapat berguna baik bagi diri kami
sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkan.
v
ABSTRACT
The work area of Puskesmas Patrang became the third highest Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) incidence in 2017. The purpose of this study was to
analyze the relationship between Maya Index with DHF incidence and to identify
the type of Aedes sp larvae in the area of Puskesmas Patrang, Jember. This research
was an observational with a case control study design 1:2. The samples of case
group were 19 and control were 38. The primary data obtained by questionnaire,
interview and observation sheet. The results showed that respondents had low level
knowledge of 57.9%. Most respondents have good attitude and action toward PSN
3M-Plus program, equal to 59,7% and 54,4%.. CI percentage of case group was
25,89%, density figure (DF) score in high risk category, while control group 14,9%,
DF score in medium risk category. Status of BRI in case group was 57.9% in the
moderate category, while the control group was in the low category of 73.7%. HRI
case group was in the moderate category of 47.5%, while in the control group in the
low category was 65.8%. Maya Index in both groups was in low status as a
mosquito breedingsites 57.9%. There were correlation between knowledge level
with the status of BRI, HRI and maya index (p: 0,005,0,0; 0,001). While attitudes
and practices were not related to BRI, HRI and Maya Index. There was a
relationship between BRI with DHF incidence (p: 0,006). While HRI and Maya
Index were not related to DHF incidence. The types of larvae were Aedes aegypti
(76.05%) and Aedes albopictus (23.95%). So that, the status of controllable
container (CC) and undercontrollable container (UCC) is an important concern in
PSN3M-Plus program. Suggestion for Health Department of Jember is to train
jumantik cadres about larvae inspection in all container that can be potential for
mosquito breedingsite.
Keywords: dhf, maya index, psn 3m-plus
vi
ABSTRAK
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
ABSTRACT ................................................................................................ vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH............... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................ 4
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................... 6
1.3.1 Pembatasan Masalah ...................................................... 6
1.3.2 Rumusan Masalah .......................................................... 6
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 7
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................ 7
1.4.2 Tujuam Khusus .............................................................. 7
1.4.3 Manfaat Penelitian ......................................................... 8
viii
3.2 Hipotesis Penelitian................................................................. 33
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Perilaku Responden ................................................................. 58
6.1.1 Pengetahuan ................................................................... 58
6.1.2 Sikap .............................................................................. 58
6.1.3 Tindakan ........................................................................ 59
6.2 Entomologi Index .................................................................... 59
6.2.1 Container Index ............................................................. 59
6.2.2 Maya Index .................................................................... 60
6.3 Jenis Larva .............................................................................. 61
6.4 Hubungan Perilaku dengan Maya Index ................................. 61
ix
6.4.1 Hubungan Perilaku Responden dengan Breeding Risk
Indicator ........................................................................ 61
6.4.2 Hubungan Perilaku Responden dengan Hygiene Risk
Indicator ........................................................................ 62
6.4.3 Hubungan Perilaku Responden dengan Maya Index ..... 62
6.5 Hubungan Maya Index dengan Kejadian DBD ....................... 63
6.5.1 Hubungan Breeding Risk Indicator dengan Kejadian
DBD............................................................................... 63
6.5.2 Hubungan Hygiene Risk Indicator dengan Kejadian
DBD............................................................................... 64
6.5.3 Hubungan Maya Index dengan Kejadian DBD ............. 64
x
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran Halaman
1
Penjelasan Penelitian Bagi Responden...................... 70
Informed Consent (Pernyataan Persetujuan
2
Mengikuti Penelitian)................................................ 72
3 Kuesioner Pengukuran Perilaku Masyarakat............. 73
4 Lembar Observasi Keberadaan Jentik Nyamuk......... 77
5 Perhitungan Besar Sampel......................................... 79
6 Output Hasil Uji Statistik........................................... 80
7 Dokumentasi Penelitian............................................. 89
8 Perijinan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember ......... 91
9 Lembar Uji Etik......................................................... 92
xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH
% = Persen
- = Hingga
/ = Atau
> = Lebih dari
< = Kurang dari
ч = Kurang dari sama dengan
ш = Lebih dari sama dengan
α = Alfa
β = Beta
Daftar Singkatan
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
virus dengue yang dibawa oleh nyamuk sebagai vektornya. Nyamuk aedes
aegypti merupakan vektor utama di seluruh dunia sebagai pembawa virus dengue
pembawa DBD di beberapa negara. Pada tahun 2001 terdapat kejadian luar biasa
DBD di Hawai dengan vektor nyamuk Aedes albopictus. Nyamuk yang paling
berperan sebagai vektor utama dalam penyebaran virus dengue dan kejadian
terlaporkan dan banyak kasus yang salah klasifikasi. Satu perkiraan baru-baru ini
menunjukkan 390 juta infeksi dengue per tahun (95% interval yang dapat
insiden demam berdarah, diperkirakan bahwa 3,9 miliar orang di 128 negara
berisiko terinfeksi virus dengue (WHO, 2017). Negara anggota di tiga wilayah
WHO secara teratur melaporkan jumlah kasus dengue tahunan. Jumlah kasus
yang dilaporkan meningkat dari 2,2 juta di tahun 2010 menjadi 3,2 juta pada
tahun 2015. Meskipun beban penyakit global secara keseluruhan tidak pasti
1
2
jumlahnya, inisiasi kegiatan untuk mencatat semua kasus demam berdarah telah
129.650 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 1.071 orang. Angka kejadian
atau Incidence Rate (IR) 50,75 per 100.000 penduduk dan angka kematian atau
Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,83%. Jumlah kasus tersebut meningkat jika
dibandingkan dengan kasus DBD tahun 2014 dengan jumlah kasus sebanyak
angka insiden (Incidence Rate) atau angka kejadian DBD di Jawa Timur pada
dibandingkan tahun tahun 2014 yakni 24,1 per 100.000 penduduk. Target
nasional untuk IR DBD adalah kurang dari sama dengan 49 per 100.000
penduduk. Angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2015 di
untuk angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar ≤49 per 100.000 penduduk, dan
CFR DBD <1%, dengan demikian Provinsi Jawa Timur masih belum mencapai
target tersebut.
risiko, yaitu karena lingkungan yang masih kondusif untuk terjadinya tempat
daerah endemik akibat perubahan dan manipulasi lingkungan yang terjadi karena
tempat yang dapat menampung air bersih, baik di dalam maupun di luar rumah.
Selain itu, sampah seperti botol bekas, ban, kaleng, dan sampah lainnya yang
dapat menampung air ketika hujan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.
manusia, lubang pohon dan bambu yang menampung air. Sebagian besar
menunjukkan preferensi untuk lubang pohon dan reruntuhan bambu dengan air
tetapi juga dapat memanfaatkan wadah buatan manusia. Kontainer berisi air yang
Lingkungan rumah yang tidak bersih dapat menjadi tempat dengan risiko
Kondisi lingkungan rumah berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat,
nyamuk dapat diukur dengan salah satu indikator yang disebut maya index.
Terdapat dua indikator utama yang digunakan dalam menilai status maya index
Kabupaten Jember merupakan daerah endemis DBD, hal ini terlihat dari
adanya kejadian kasus DBD setiap tahun dan diikuti dengan adanya kematian.
1000
750
500
250
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
jumlah 77 260 1018 868 962 511
Sumber: Laporan Kasus DBD Bidang Pengendalian Penyakit (P2) Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember, 2017
Gambar 1.1 Grafik Tren Kasus DBD Kabupaten Jember, Tahun 20011-2016
5
Data tren jumlah kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Patrang pada
dengan tingkat kepadatan dan mobilitas penduduk yang cukup tinggi sehingga
Jember menyatakan bahwa pada tahun 2015 hingga 2017 nilai ABJ sebesar
93,13%, 91,57% dan 93,93%. Pencapaian nilai ABJ tersebut masih berada di
bawah target Nasional, yaitu > 95%. Status ABJ yang masih di bawah target
dalam melakukan gerakan PSN serta perilaku hidup yang tidak menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan sekitarnya. Menurut hasil survei awal pada
bulan November 2017, program PSN yang dilakukan oleh kader jumantik
terjadwal secara rutin setiap bulan. Tempat yang diperiksa oleh kader adalah
tempat yang digunakan untuk menampung air di dalam rumah, seperti bak mandi
Puskesmas Patrang Kabupaten Jember setiap tahun terjadi dengan jumlah yang
fluktuatif dan nilai ABJ yang masih berada di bawah target. Oleh karena itu,
kejadian demam berdarah dengue dan mengidentifikasi jenis larva aedes sp. yang
index (CI) dan maya index dan hubungannya dengan kejadian DBD bulan Januari
hingga Desember Tahun 2017, serta mengidentifikasi jenis larva nyamuk Aedes
1. Apakah ada hubungan Maya index dengan kejadian DBD di wilayah kerja
Jember.
Kabupaten Jember.
5. Menganalisis hubungan status maya index (HRI dan BRI) dengan kejadian
1. Peneliti
2. Puskesmas Setempat
3. Warga
pengabdian masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
penyakit yang ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas
(peningkatan hematokrit > 20%); dan dengan atau tanpa pembesaran liver
(hepatomegali)
berakibat fatal dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit ini dapat menyerang
semua umur, baik anak-anak hingga orang dewasa. Penyebabnya adalah virus
dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dari famili Flaviviridae dan genus
Flavivirus. Virus ini memiliki empat serotipe yang biasa dikenal dengan sebutan
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Setiap serotipe tersebut menimbulkan gejala
yang berbeda jika menyerang manusia. Serotipe yang menyebabkan infeksi paling
9
10
manusia. Virus dengue sebagai penyebab DBD hanya ditularkan melalui gigitan
nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan sebagian lainnya Aedes
Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh
kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku
Virus dengue berukuran 35 hingga 45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh
dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Nyamuk betina akan
virus pada nyamuk betina saat kontak seksual. Selanjutnya nyamuk betina
tersebut menularkan virus ke manusia melalui gigitan. Selain itu, nyamuk yang
tidak terinfeksi virus dengue dapat terinfeksi bila menggigit manusia yang
1. Demam.
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus
berlangsung 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi
2. Tanda perdarahan.
berupa uji tourniquet (rumple leede) positif. Namun uji tourniquet positif dapat
11
juga dijumpai pada penyakit virus lainnya (campak, demam chikungunya) infeksi
bakteri (typus abdominal) dan lain-lain. Uji tourniquet dinyatakan positif, jika
terdapat 10 atau lebih petekie pada seluas 1 inci persegi (2,5x2,5cm) di lengan
penyakit
4. Renjatan (shock)
a. Kulit terasa dingin dan lembap terutama pada ujung hidung, jari tangan
dan kaki
5. Trombositopeni
selalu dijumpai pada DBD, merupakan idikator yang peka terjadinya pembesaan
Gejala klinik lain yang menyertai demam berdarah ialah nyeri otot,
anoreksia, lemah, mual, muntah sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.
Menurut Yatim (2007) tiga faktor yang berperan dalam penyebaran DBD
1. Faktor penjamu atau target penyakit, dalam hal ini adalah manusia yang
2. Faktor penyebab penyakit atau agen dan penyebar atau vektor. Agen
penyakit DBD adalah virus dengue serotipe DEN 1-4, sedangkan nyamuk
alamiah. Timbulnya DBD secara langsung dan tidak langsung dapat dipengaruhi
oleh perubahan iklim yaitu kelembapan dan curah hujan. Oleh karena itu
kewaspadaan dini perlu ditingkatkan menjelang musim hujan. Iklim dan kejadian
penyakit memiliki hubungan yang amat erat, terutama berbagai penyakit menular.
nyamuk Aedes aegypti memiliki kebiasaan menggigit pada jam tertentu pada
waktu siang dan sore hari yatu aitu pukul 09.00-11.00 WIB dan pukul 15.00-18.00
tertentu tidak memungkinkan untuk kehidupan nyamuk Aedes aegypti lebih dari
nyamuk Aedes aegypti selaku vektor primer penyebab DBD di Indonesia, serta
2008).
nyamuk yang dapat menjadi vektor penyebar virus dengue. Selain nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus terdapat beberapa jenis nyamuk lain yang dapat
dari Aedes Scutellaris complex dan Aedes (Finlaya) niveus (WHO, 2017).
yang digunakan menyemprot adalah mesin Fog atau mesin ULV dan
penyemprotan dengan cara pengasapan yang tidak mempunyai efek residu. Untuk
mengandung virus dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk lainnya akan mati.
15
Pasca penyemprotan pertama tersebut akan segera muncul nyamuk baru yang
diantaranya akan mengisap penderita viremia yang masih ada yang dapat
sesudah penyemprotan yang pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut
akan terbasmi sebeleum menularkan peda orang lain. Dalam waktu singkat,
tindakan penyemprotan dapat membasmi penularan, akan tetapi tindakan ini harus
dapat tetap ditekan serendahnya. Dengan demikian bila ada penderita DBD atau
a. Fisik
Cara ini dikenal dengan kegiatan 3 M yaitu Menguras (dan menyikat) bak
tempat tersebut. Pada saat ini telah dikenal istilah 3M plus yaitu kegiatan
DBD tidak terjadi lagi. Untuk itu upaya penyuluhan dan motivasi kepada
b. Kimia
rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai
c. Biologi
pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang / tempalo.
masyarakat terhadap penyakit ini. Upaya menekan laju penularan penyakit yang
kesadaran terhadap penyakit DBD, sehingga mata rantai penyakit akan dapat
Nyamuk termasuk jenis serangga yang masuk pada kelas Hexapoda ordo
(metamorfosis), yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Nyamuk Aedes aegypti
larva dan pupa hidup didalam air, sedangkan stadium dewasa hidup diluar air.
Pada umumnya telur akan menetas dalam 1-2 hari setelah terendam dalam air.
Stadium jentik biasanya berlangsung antara 5-15 hari, dalam keadaan normal
berlangsung 9-10 hari. Stadium berikutnya adalah stadium pupa yang berlangsung
2 hari, kemudian menjadi nyamuk dewasa dan siklus tersebut akan berlangsung
kembali. Dalam kondisi yang optimal, perkembangan dari stadium telur sampai
Yudhastuti, 2011).
penyebaran penyakit DBD dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder yang
bintik-bintik putih dengan jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter, menghisap
darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore hari pukul 16.00-17.
Siklus normal infeksi demam berdarah dengue terjadi antara manusia, nyamuk
Aedes aegypti, manusia. Dari darah penderita yang dihisap, nyamuk betina dapat
pada genangan air jernih pada bejana buatan manusia yang berada di dalam dan
memanjang dan warna putih pucat, serta corong pernafasan (siphon) yang
proses yang disebut larva instar I, II, III dan IV. Larva instar I memiliki tubuh
yang sangat kecil dengan panjang 1-2 mm, berwarna transparan, duri pada dada
belum terlihat dengan jelas, serta corong siphon yang belum menghitam. Pada
instar II, ukuran larva berkisar 2,5-3,9 mm dengan siphon yang sudah berwarna
hitam. Larva instar IV memiliki struktur anatomi yang lengkap dan jelas yang
dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax) dan perut (abdomen).
Bagian abdomen larva Aedes aegypti tersusun atas delapan ruas. Pada ruas ke
delapan terdapat ciri utama yang membedakan Aedes aegypti dengan jenis
lainnya, yaitu gigi sisir atau comb scales berbentuk gerigi yang tersusun dalam
aegypti (stegomyia). Spesies tersebut tersebar luas di Asia dan negara beriklim
tropis sampai yang beriklim subtropis. Selama dua dekade terakhir, spesies ini
telah menyebarluas hingga ke amerika selatan dan utara, karibia, afrika, eropa
ini bertelur di lubang pohon, ruas bambu dan pangkal daun sebagai habitat
penghisap darah yang acak dan lebih zoofagik (memilih hewan) daripada Aedes
aegypti. Jarak terbangnya hingga mencapai 500 meter. Tidak seperti Aedes
aegypti, nyamuk ini berhasil beradaptasi dengan cuaca dingin di wilayah asia
utara dan amerika, serta telurya menghabiskan musim dingin dengan beristirahat.
nyamuk tersebut dapat menularkan virus dengue secara vertikal melalui nyamuk
betina ke telur sampai pada keturunannya, walaupun Aedes albopictus lebih cepat
melakukannya.
pendek dan halus dengan rambut berbentuk sikat di sisi depan bagian kepala, pada
ruas abdomen ke delapan terdapat gigi sisir (comb scales) yang khas berbentuk
dilakukan terus menerus. Tujuan dari surveilans adalah untuk mengetahui tingkat
kepadatan vektor, tempat perindukan, indeks larva (HI, CI, BI) serta mengetahui
cara pengendalian vektor DBD. Surveilans vektor DBD merupakan unsur penting
pengambilan keputusan atau kebijakan dan menentukan tindak lanjut dari data
diperlukan survei yang meliputi survei nyamuk, survei jentik serta survei
perangkap telur (ovitrap). Data yang diperoleh dapat digunakan untuk menunjang
Survei ini dilakukan dengan cara mengambil satu jentik disetiap tempat-
tempat yang menampung air yang ditemukan ada jentiknya untuk selanjutnya
2. Metode Visual
Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap
Setelah dilakukan survei dengan metode diatas, pada survei jentik nyamuk
1. House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah
yang diperiksa.
2. Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari
3. Breteu Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam seratus
rumah.
Berdasarkan hasil survei larva dapat ditentukan dengan density figure. Density
figure adalah kepadatan jentik Aedes aegypti yang merupakan perhitungan dari
HI, CI, BI yang dinyatakan dengan skala 1 – 9 dan dibandingkan dengan tabel
23
density figure (DF) larva Index. Apabila DF pada angka 1 menunjukkan risiko
penularan rendah, 2 – 5 risiko penularan sedang dan > 5 risiko penularan tinggi.
2.4 Kontainer
yang mana air didalamnya tidak dapat mengalir ke tempat lain. Dalam container
menampung air jernih yang tidak langsung berhubungan langsung dengan tanah
dan berada di tempat gelap sebagai tempat perindukan telurnya. (Dinkes DKI
Jakarta, 2003)
1. Tempat penampungan air (TPA), yaitu tempat untuk menampung air guna
keperluan sehari–hari seperti tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan
lain-lain.
24
bekas (ban bekas, kaleng bekas, botol, pecahan piring/gelas), vas bunga.
Purnama, 2012 ).
daerah, karena dapat diketahui tingkat risiko dan tempat perkembangbiakan yang
dibedakan menjadi 3, yaitu tempat yang dapat dikontrol (controllable sites) atau
dikendalikan oleh manusia seperti ember, pot bunga, talang air, drum minyak,
sumur, bak mandi, tempat minum burung, tower, bak air. Selain itu juga sampah
atau tempat yang sudah dipakai (disposable sites) seperti botol bekas, kaleng
25
bekas, ban bekas, ember bekas, lubang pada bambu, pohon berlubang, tempurung
kelapa, genangan air, toples bekas. Tempat yang selalu terkontrol (undercontrol
Breeding Risk Indicator (BRI) dan Hygiene Risk Indicator (HRI). Berikut di
a. Breeding risk index (BRI) adalah proporsi dari controllable sites di setiap
rumah.
b. Hygiene risk indikator (HRI) adalah proporsi dari disposable sites di setiap
rumah.
Nilai keduanya (BRI dan HRI) dikelompokkan menjadi tiga (3) kategori,
yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi berdasarkan distribusi tertil. Nilai HRI
dan BRI dikatakan rendah apabila nilainya lebih rendah dari rerata jumlah tempat
penampungan air yang ada di setiap rumah dikurangi satu kali standar deviasi dari
BRI dan HRI setiap rumah. (x < (µ - 1 σ)). Dikatakan tinggi apabila nilai HRI dan
BRI lebih tinggi dari rereta jumlah tempat penampungan air ditambah dengan satu
kali standar deviasi (x > (µ + 1 σ)). Dikatakan sedang apabila nilai HRI dan BRI
di antara nilai rendah dan tinggi [(x<(µ-1 σ)) ≤ x < (x>(µ+1 σ))].
26
Tabel 2.1 Kategori Breeding Risk Indicator dan Hygiene Risk Indicator
Indikator Kategori
Rendah Sedang Tinggi
BRI (x < (µ - 1 σ)) [(x<(µ-1σ)) ≤ x < (x>(µ+1σ))] (x > (µ + 1 σ))
HRI (x < (µ - 1 σ)) [(x<(µ-1σ)) ≤ x < (x>(µ+1σ))] (x > (µ + 1 σ))
Keterangan:
x = nilai BRI dan HRI setiap rumah σ = standar deviasi BRI dan HRI
µ = rerata BRI dan HRI
Nilai BRI dan HRI tersebut kemudian disusun dalam matrix 3x3 untuk
menentukan kategori Maya Index rendah, sedang dan tinggi. Berikut di bawah ini
2.5.1 Pengetahuan
baik dapat memberikan respon berupa sikap dan tindakan yang baik terhadap
diperoleh dari hasil tahu atau pengalaman penginderaan terhadap suatu hal.
27
1. Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab 76-100% dengan benar dari
3. Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab <56% dari total jawaban
pertanyaan.
2.5.2 Sikap
1. Sikap terhadap pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, yaitu upaya
Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah memiliki program kajian yaitu dengan
petugas khusus yang secara sukarela mau bertanggung jawab untuk melakukan
upaya pemantauan jentik nyamuk DBD Aedes aegypti di wilayah kerjanya dengan
penampungan air dan tempat yang dapat tergenang air bersih dan untuk tempat air
waktu pagi hari, apabila diketemukan jentik nyamuk maka jumantik berhak untuk
agar bersih dari jentik nyamuk. Selanjutnya jumantik wajib membuat laporan
29
jentik di wilayahnya (self Jumantik) dengan minimal tehnik dasar 3M Plus, yaitu;
1. Menguras
tempat penampungan air seperti kolam renang, bak kamar mandi, ember
2. Menutup
Menutup adalah memberi tutup secara rapat pada tempat air yang
3. Mengubur
KERANGKA KONSEPTUAL
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak Diteliti
30
31
faktor, di antaranya adalah faktor Host atau penjamu, agen vektor penyakit dan
lingkungan. Faktor penjamu yang dimaksud adalah manusia, dalam hal ini
terdapat beberapa hal yang diperhatikan yaitu karakteristik individu (umur, jenis
cahaya, curah hujan dan angin. Jarak antar rumah dan kepadatan penduduk
Semakin dekat jarak antar rumah maka semakin mudah bagi nyamuk untuk
berpindah maupun menyebar ke rumah lain, hal tersebut didukung dengan daya
terbang nyamuk Aedes sp dengan jarak 50 hingga 100 meter. Suhu udara
bagi nyamuk untuk pertumbuhan yang optimum berkisar antara 20° hingga 30°C.
optimum sebesar 60%. Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai suasana yang
gelap. Hujan merupakan faktor lingkungan yang memiliki hubungan erat dengan
tempat penampungan air (TPA) yang terbuka di luar rumah. Air hujan yang
Kecepatan angin juga berpengaruh terhadap jarak terbang nyamuk Aedes sp.
32
karakteristik lingkungan yang diobservasi adalah relatif sama dalam satu wilayah,
yaitu wilayah kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember. Penelitian ini tidak
yang dibahas.
diketahui dengan Maya index (MI). Nilai Maya Index diperoleh dari kombinasi
nilai Breeding Risk Indicator dan Hygiene Risk Indicator. Perhitungan BRI dan
HRI didasarkan pada jenis tempat penampungan air, yaitu: Controllable Site (CS)
dan Disposable Site (DS). Controllable Site merupakan TPA yang dapat
dikontrol, seperti: bak mandi, sumur, ember, talang, bak air, dispenser, vas bunga,
tempat minum hewan peliharaan, wastafel dapur, tandon air, dan lain-lain
sejenisnya. Disposable Site merupakan jenis TPA dari sisa barang bekas yang
tidak terpakai dan terbuang di lingkungan dan TPA alami. Contoh TPA yang
tergolong Disposable Site (DS) di antaranya adalah: botol bekas, kaleng bekas,
ban bekas, lubang pada pohon, bagian axial tanaman yang dapat menampung air,
Nilai HRI diperoleh dari jumlah TPA Disposable Site yang diperiksa dibagi
rerata TPA Disposable Site yang positif larva di setiap rumah. Sedangkan nilai
BRI didapatkan dari jumlah TPA Controllable Site dibagi rerata TPA
Controllable Site yang positif larva di setiap rumah yang diperiksa. Nilai BRI
berada di area perkotaan, kepadatan penduduk dan jarak antar rumah yang relatif
Jember.
2. Ada hubungan antara status maya index (HRI dan BRI) dengan kejadian
METODE PENELITIAN
penelitian kasus kontrol (case control study) untuk mempelajari hubungan maya
index dengan kejadian demam berdarah dengue, serta mengidentifikasi jenis larva
Populasi dalam penelitian ini ada dua, yaitu populasi penduduk dan
populasi larva Aedes sp. Populasi penduduk yang tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Patrang dibagi menjadi dua, yaitu kelompok kasus dan kontrol. Unit
analisis dalam penelitian ini adalah rumah penduduk. Populasi kelompok kasus
sedangkan kelompok kontrol adalah seluruh rumah warga bukan penderita DBD
aedes sp. adalah seluruh larva yang ditemukan di dalam dan luar rumah
responden.
34
35
Pengambilan Sampel
4.3.1 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2013).
Adapun sampel yang dijadikan sebagai responden adalah kepala rumah tangga
(bapak atau ibu) dari tiap sampel rumah yang diobservasi. Sampel dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sampel kelompok kasus dan
kontrol dengan perbandingan 1:2. Sampel kelompok kasus adalah penderita DBD
di wilayah kerja Puskesmas Patrang tahun 2017 berdasarkan hasil uji laboratorium
kontrol adalah orang yang bukan penderita DBD atau tidak mengalami gejala
klinis maupun laboratoris pada tahun 2017 dan berasal dari lingkungan yang sama
dengan kelompok kasus (jarak rumah dengan radius +/- 200 meter dari rumah
kelompok kasus). Adapun sampel yang dijadikan responden adalah kepala rumah
tangga (Bapak/Ibu) pemilik rumah dari tiap kelompok kasus dan kontrol..
b. Terdapat satu atau lebih anggota keluarga yang positif DBD berdasarkan
b. Bertempat tinggal di lingkungan yang sama dalam radius +/- 200 meter
sampel. Jumlah kasus DBD pada tahun 2017 tidak memenuhi jumlah sampel
minimal yaitu sebanyak 19 kasus, sehingga seluruh kasus diambil (total sampling)
lampiran.
2. Memilih kelompok kontrol di sekitar rumah kasus dalam radius 200 meter
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2017 hingga Januari 2018. Lokasi
Lanjutan
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian
4. Tindakan Upaya yang dilakukan Wawancara dengan Ordinal
PSN 3M Plus oleh responden terkait menggunakan
pemberantasan sarang kuesioner.
nyamuk DBD melalui Kriteria penilaian
pelaksanaan 3M Plus dibagi menjadi tiga:
a. Baik
Jika persentase
jawaban benar
>Mean
b. Kurang
Jika persentase
jawaban benar
чMean
5. Container Persentase jumlah Lembar observasi Ordinal
Index kontainer yang positif
larva dengan jumlah
kontainer yang
diperiksa
6. Hygiene Risk Parameter yang Lembar Observasi Ordinal
Indicator menggambarkan
kebersihan lingkungan
dengan memperhatikan
barang bekas yang
dapat menjadi tempat
perkembangbiakan
nyamuk aedes sp
(disposable sites).
Skor HRI diperoleh
melalui pembagian
jumlah Disposable
Sites yang diperiksa
dengan rerata kontainer
yang positif larva di
setiap rumah
39
Lanjutan
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian
7. Breeding Risk Parameter yang Lembar Observasi Ordinal
Indicator menggambarkan
banyaknya tempat yang
berpotensi menjadi
tempat perindukan
nyamuk dengan
memperhatikan tempat
perindukan yang dapat
dikontrol.
Skor BRI diperoleh
melaluipembagian
jumlah Controllable
Sites yang diperiksa
dengan rerata kontainer
yang positif larva di
setiap rumah
8. Maya Index Indikator yang Lembar Observasi Nominal
digunakan untuk
menentukan suatu
daerah berisiko tinggi
sebagai tempat
perkembangbiakan
nyamuk berdasarkan
nilai HRI dan BRI
Status maya index
diperoleh dengan
tabulasi silang 3x3
antara indikator BRI
dan HRI
1. Data Primer
tindakan PSN 3M Plus) serta maya index diperoleh melalui observasi dan
40
guna melengkapi hasil data pada kuesioner. Selain itu dilakukan observasi
2. Data Sekunder
Data Sekunder berupa jumlah kasus dalam kurun waktu tiga tahun terakhir
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dan laporan kasus DBD
dan survei jentik nyamuk dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa lembar
Alat dan bahan yang digunakan dalam observasi larva nyamuk adalah:
1) Lembar observasi
2) Alat tulis
3) Lampu senter
4) Kamera
nyamuk adalah:
1) Botol kecil
2) Gayung
41
3) Saringan teh
4) Pipet 3 ml
5) Object glasses
6) Cover glasses
7) Cairan xylol
40, 50, 100 kali dilengkapi dengan kamera video eyespice 4 max.
(pengetahuan, sikap dan tindakan) dinilai dengan kategori baik dan kurang. Data
dari hasil observasi digunakan untuk menghitung entomologi index, yaitu CI,
HRI, BRI, MI. Hasil penilaian perilaku dianalisis menggunakan chi square untuk
1. Menghitung HRI
Jumlah DC dan UC
Jumlah DC dan Rerata DC dan
yang diperiksa di Skor HRI
UC Positif Larva UC positif Larva
setiap rumah
A B C = B dibagi A D = A dibagi C
Keterangan:
DC : Disposable Container
UC : Uncontrolable Container
42
2. Menghitung BRI
Jumlah CC dan
Jumlah CC dan Rerata CC dan
UCC yang
UCC Positif UCC positif Skor BRI
diperiksa di setiap
Larva Larva
rumah
A B C = B dibagi A D = A dibagi C
Keterangan:
CC : Controlable Container
UCC : Under-Controlable Container
Penentuan kategori HRI dan BRI rendah, sedang dan tinggi dimulai
dengan menghitung rerata dan standar deviasi dari seluruh skor BRI dan
HRI. Kategori HRI dan BRI rendah apabila skor < mean dikurangi standar
deviasi, kategori tinggi apabila skor > mean ditambah standar deviasi, dan
4. Menentukan kategori MI
Setelah kategori HRI dan BRI dari setiap rumah responden ditentukan,
HASIL PENELITIAN
Jember Lor, Jumerto, Slawu dan Patrang. Pada pertengahan tahun 2016 wilayah
kerja tersebut dikurangi menjadi tiga wilayah, yaitu Kelurahan Gebang, Jember Lor
dan Patrang, sedangkan lima wilayah lainnya menjadi wilayah kerja baru yaitu
Puskesmas Banjarsengon.
Penyakit (P2) Dinas Kesehatan Kabupaten Jember pada bulan Desember 2017,
Kabupaten Jember pada tahun 2015 dan 2016. Jumlah kasus DBD tahun 2015 yaitu
sebanyak 72 dengan IR 73,73 per 100.000 penduduk dan CFR 1,39. Jumlah kasus
DBD pada tahun 2016 sebanyak 42 kasus dengan IR 65,35 per 100.000 penduduk.
Pada tahun 2017 kasus DBD di Puskesmas Patrang sebanyak 19 kasus dengan IR
29,56 per 100.000 penduduk. Berdasarkan jumlah kasus pada tahun 2017 tersebut,
posisi Puskesmas Patrang menurun menjadi wilayah kasus DBD tertinggi ke-tiga
adalah wilayah kerja Puskesmas Patrang yang berkurang menjadi tiga wilayah saja,
43
44
serta adanya program dan kegiatan aktif yang dilakukan oleh kader di Posyandu.
Posyandu mandiri pada tahun 2014 paling banyak berada di wilayah kerja
dengan tingkat kepadatan rumah dan mobilitas penduduk yang cukup tinggi (Dinas
responden adalah penyebab, tanda dan gejala DBD; cara yang dilakukan dalam
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang DBD dan
PSN 3M Plus Terhadap Kejadian DBD tahun 2017 di Kabupaten Jember
57 responden tentang DBD dan PSN 3M Plus diperoleh hasil bahwa 57,9%
kurang. Pertanyaan pada kuesioner yang tidak dapat dijawab dengan benar oleh
responden adalah cara yang paling tepat dalam memberantas nyamuk, fungsi
Berikut di bawah ini tabel hasil penilaian sikap responden terhadap kegiatan
PSN 3M Plus:
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Penilaian Sikap Responden Terhadap PSN 3M Plus
dengan Kejadian DBD tahun 2017 di Kabupaten Jember
kelompok kontrol memiliki sikap yang baik sebesar 59,7% dan 60,5%. Pernyataan
responden kategori kurang adalah setuju bahwa fogging merupakan cara yang
paling efektif dalam pemberantasan sarang nyamuk, menguras bak mandi hanya
saat terlihat kotor dan melakukan PSN hanya ketika musim hujan.
Berdasarkan Tabel 5.3 di atas, bahwa sebagian besar responden baik pada
kelompok kasus dan kontrol telah memiliki tindakan yang baik sebesar 63,2% dan
bahwa responden yang memiliki tindakan kurang baik menggantung pakaian kotor
di dalam kamar, tidak memasang kelambu atau net penghalang nyamuk di ventilasi
rumah dan tidak menggunakan obat anti nyamuk, serta tidak menaburkan bubuk
larvasida secara teratur pada penampungan air yang sulit dikuras maupun di kamar
mandi. Selain itu, cara menguras responden hanya membuang air yang ada di dalam
bak mandi serta menggosok hanya pada permukaan yang mudah dibersihkan. Pada
bagian siku dan garis pertemuan antara keramik yang ada di bak mandi tidak
Gambar 5.1 Telur nyamuk di dinding bak kamar mandi responden tahun 2017
47
Tabel 5.4 Container Index di wilayah kerja Puskesmas Patrang Tahun 2017
Keberadaan Larva
Kelompok Kontainer Total CI (%)
+ -
Controllable
17 60 77
Container
Kasus Disposble 25,89%
19 43 62
Container
TOTAL 36 103 139
Controllable
17 94 111
Container
Kontrol Disposble 14,89%
18 106 124
Container
TOTAL 35 200 235
TOTAL 71 303 374 18,98%
rumah dan halaman sekitar rumah responden tersebut digunakan untuk menghitung
container index (CI). Nilai CI pada kelompok kasus sebesar 25,89%, sedangkan
dengan tabel density figure (DF) pada CI. Skor DF kelompok kasus berada pada
angka 6, sedangkan kelompok kontrol berada pada angka 4. Skor DF pada angka 1
menunjukkan risiko rendah, skor 2 – 5 risiko sedang dan skor > 5 menunjukkan
risiko tinggi. Berdasarkan kategori tersebut, kelompok kasus berada pada kategori
risiko tinggi, sedangkan kelompok kontrol berada pada kategori risiko sedang.
48
Tabel 5.5 Hasil Penilaian Status Breeding Risk Index di wilayah kerja Puskesmas
Patrang Tahun 2017
Kasus Kontrol
Status BRI Persentase Persentase
n n
(%) (%)
Rendah 6 31,6 28 73,7
Sedang 11 57,9 2 5,3
Tinggi 2 10,5 8 21,1
Total 19 100,0 38 100,0
Berdasarkan Tabel 5.5 di atas, status BRI pada kelompok kasus berada pada
kategori sedang sebesar 57,9%, sedangkan pada kelompok kontrol berada pada
Tabel 5.6 Hasil Penilaian Status Hygiene Risk Index di wilayah kerja Puskesmas
Patrang Tahun 2017
Kasus Kontrol
Status HRI Persentase Persentase
n n
(%) (%)
Rendah 7 10,7 25 65,8
Sedang 9 47,5 3 7,9
Tinggi 3 15,8 10 26,3
Total 19 100,0 38 100,0
Berdasarkan Tabel 5.6 di atas, status HRI pada kelompok kasus berada pada
kategori sedang sebesar 47,5%, sedangkan pada kelompok kontrol berada pada
Tabel 5.7 Hasil Penilaian Status Maya Index di wilayah kerja Puskesmas Patrang
Tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Status MI Persentase Persentase Persentase
n n n
(%) (%) (%)
Rendah 11 57,9 22 57,9 33 57,9
Sedang 5 26,3 12 31,6 17 29,8
Tinggi 3 15,8 4 10,5 7 12,3
Total 19 100,0 38 100,0 57 100,0
Pada kelompok kasus, rumah responden dengan status maya index tinggi lebih
Hasil identifikasi jenis larva dari observasi dan pengambilan sampel larva
aedes sp di lingkungan dan rumah responden, tertera pada Tabel 5.8 berikut:
Jenis Larva
Kontainer
Kelompok aegypti albopictus
Positif Larva
n % n %
CC 14 82,4 3 17,6
Kasus DC 13 68,4 6 31,6
TOTAL 27 75,0 9 25,0
CC 13 76,5 4 23,5
Kontrol DC 14 77,8 4 22,2
TOTAL 27 77,1 8 22,9
TOTAL 54 76,0 17 24,0
Keterangan:
CC : Controllable Container DC : Disposable Container
50
Terdapat dua jenis larva yang ditemukan, yaitu Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Sebagian besar jenis larva yang teridentifikasi adalah Aedes aegypti,
yaitu sebanyak 76,0% dari seluruh sampel yang diobservasi. Berdasarkan hasil
observasi, jenis larva Aedes albopictus ditemukan di dalam kaleng bekas cat,
penyiram tanaman yang tidak digunakan, pot bunga kosong, dan talang air. Semua
larva aedes albopictus tersebut ditemukan di luar rumah dan berada di sekitar
tanaman halaman rumah responden. Berikut di bawah ini gambar hasil identifikasi
jenis larva:
Gambar 5.2 larva aedes aegypti dengan gigi sisir (comb scales) berbentuk trisula
Gambar 5.3 larva aedes albopictus dengan comb scales berbentuk lurus tidak bergerigi
51
Tabel 5.9 Tabulasi Silang Variabel Tingkat Pengetahuan dengan Status BRI
Status BRI
Total p value
Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 20 83,3 4 16,7 0 0,0 24 100,0
0,005
Kurang 14 42,4 9 27,3 10 30,3 33 100,0
Total 34 59,6 13 22,8 10 17,6 57 100,0
responden dengan sikap yang baik maupun kurang berada pada kategori BRI rendah
sebesar 67,6% dan 47,8%. Hasil uji chi square menjelaskan bahwa tidak ada
52
hubungan antara sikap dengan status BRI, nilai p value sebesar 0,102 atau lebih
Status BRI
Total p value
Tindakan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 23 67,6 8 23,5 3 8,9 34 100,0
0,230
Kurang 11 47,8 5 21,7 7 30,5 23 100,0
Total 34 59,7 13 22,8 10 17,5 57 100,0
responden dengan tindakan yang baik maupun kurang berada pada kategori BRI
rendah sebesar 67,6% dan 47,8%. Hasil uji chi square menjelaskan bahwa tidak ada
hubungan antara tindakan dengan status BRI, nilai p value sebesar 0,230 atau lebih
value sebesar 0,005. Variabel sikap dan tindakan tidak berhubungan dengan status
BRI.
Status HRI
Total p value
Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 17 70,8 6 25,0 1 4,2 24 100,0
0,016
Kurang 15 45,4 6 18,2 12 35,4 33 100,0
Total 32 56,1 12 21,1 13 22,8 57 100,0
53
tingkat pengetahuan yang baik maupun kurang berada pada kategori HRI rendah
sebesar 70,8% dan 45,4%. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara
tingkat pengetahuan dengan status HRI, nilai p value sebesar 0,016 lebih kecil dari
tertera pada nilai contingency coefficient sebesar 0,355, bermakna bahwa hubungan
Status HRI
Total p value
Sikap Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 22 64,8 7 20,6 5 14,7 34 100,0
0,171
Kurang 10 43,5 5 21,7 8 34,8 23 100,0
Total 32 56,1 12 21,1 13 22,8 57 100,0
responden dengan sikap yang baik maupun kurang berada pada kategori HRI
rendah sebesar 64,8% dan 43,5%. Hasil uji chi square menjelaskan bahwa tidak ada
hubungan antara sikap dengan status HRI, nilai signifikansi p value sebesar 0,171.
Status HRI
Total p value
Tindakan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 20 64,5 7 22,6 4 12,9 31 100,0
0,146
Kurang 12 46,2 5 19,2 9 34,6 26 100,0
Total 32 12 13 57 100,0
responden dengan tindakan yang baik maupun kurang berada pada kategori HRI
54
rendah sebesar 64,5% dan 46,2%. Hasil uji chi square menjelaskan bahwa tidak ada
hubungan antara tindakan dengan status HRI, nilai p value sebesar 0,146.
value sebesar 0,016. Erat hubungan variabel tingkat pengetahuan dengan status HRI
tertera pada nilai contingency coefficient sebesar 0,355 yang berarti bahwa kedua
variabel tersebut memiliki hubungan yang cukup erat. Variabel sikap dan tindakan
Status MI
Total p value
Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 21 87,5 3 12,5 0 0,0 24 100,0
0,0001
Kurang 12 36,4 14 42,4 7 21,2 33 100,0
Total 33 57,9 17 29,8 7 12,3 57 100,0
tingkat pengetahuan yang baik berada pada kategori MI rendah sebesar 87,5%,
sedang sebesar 42,4%. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara
tingkat pengetahuan dengan status MI, nilai p value sebesar 0,001. Eratnya
Status MI
Total p value
Sikap Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 23 67,6 10 29,4 1 3,0 34 100,0
0,124
Kurang 10 43,5 7 30,4 6 26,1 23 100,0
Total 33 57,9 17 29,8 7 12,3 57 100,0
Status MI
Total p value
Tindakan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Baik 21 67,7 9 29,1 1 3,2 31 100,0
0,169
Kurang 12 46,1 8 30,8 6 23,1 26 100,0
Total 33 57,9 17 29,8 7 12,3 57 100,0
responden dengan tindakan yang baik maupun kurang berada pada kategori MI
rendah sebesar 67,7% dan 46,1%. Hasil uji chi square menjelaskan bahwa tidak ada
hubungan antara tindakan dengan status HRI, nilai p value sebesar 0,169.
value sebesar 0,001. Erat hubungan variabel tingkat pengetahuan dengan status MI
tertera pada nilai contingency coefficient sebesar 0,455 yang berarti bahwa kedua
56
variabel tersebut memiliki hubungan yang cukup erat. Variabel sikap dan tindakan
di bawah ini tabulasi silang antara variabel BRI dengan kejadian DBD.
Kasus Kontrol
Status BRI Persentase Persentase p value
n n
(%) (%)
Rendah 6 31,6 28 73,7
Sedang 11 57,9 2 5,2
0,006
Tinggi 2 10,5 8 21,1
Total 19 100,0 38 100,0
Hasil uji chi square menunjukkan adanya hubungan antara status BRI
dengan kejadian DBD dengan p value sebesar 0,006 lebih kecil dari nilai α = 0,05.
Besarnya erat hubungan atau keterkaitan antara status BRI dengan kejadian DBD
dengan nilai contingency coefficient sebesar 0,375 yang berarti bahwa hubungan
Berikut di bawah ini tabulasi silang variabel HRI dan kejadian DBD.
Kasus Kontrol
Status HRI Persentase Persentase p value
n n
(%) (%)
Rendah 7 10,7 25 65,8
Sedang 9 47,5 3 7,9
0,073
Tinggi 3 15,8 10 26,3
Total 19 100,0 38 100,0
57
Berdasarkan Tabel 5.19 di atas, hasil uji chi square menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara status HRI dengan kejadian DBD dengan nilai
Tabel 5.20 Tabulasi Silang Variabel Maya Index dengan Kejadian DBD
Kasus Kontrol
Status MI Persentase Persentase p value
n n
(%) (%)
Rendah 11 57,9 22 57,9
Sedang 5 26,3 12 31,6
1,000
Tinggi 3 15,8 4 10,5
Total 19 100,0 38 100,0
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status
maya index dengan kejadian DBD dengan nilai signifikansi p value sebesar 1,000.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1.1 Pengetahuan
tentang DBD dan PSN 3M Plus diperoleh hasil bahwa sebesar 57,9% responden
memiliki pengetahuan yang kurang. Hasil tersebut tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Parti (2010) yang menyebutkan bahwa 63,1%
tingkat pengetahuan kurang tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan tentang
fungsi, dosis dan cara penggunaan larvasida serta cara yang tepat dalam memberantas
nyamuk. Hal ini sejalan dengan kader jumantik yang tidak mengetahui cara dan dosis
yang tepat dalam penggunaan larvasida, serta menyebutkan fogging sebagai cara yang
6.1.2 Sikap
baik sebesar 59,7%. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Yusnita (2008) yang
menyebutkan bahwa sebesar 64,6% responden memiliki sikap yang positif. Sikap
yang positif tidak menjamin seseorang untuk berperilaku yang positif, karena sikap
hasil penelitian. Namun, sikap yang positif telah menunjukkan adanya dukungan
58
59
6.1.1 Tindakan
responden telah memiliki tindakan yang baik, yaitu sebesar 54,4%. Hasil tersebut
besar responden telah melakukan tindakan PSN sebesar 76%. Penilaian pada aspek
yang masih menggantung pakaian kotor di dalam kamar, tidak memasang kelambu
atau net penghalang nyamuk di ventilasi rumah, serta tidak menaburkan bubuk
larvasida secara teratur pada penampungan air yang sulit dikuras maupun di kamar
mandi. Selain itu, cara menguras responden hanya membuang air yang ada di dalam
bak mandi serta menggosok hanya pada permukaan yang mudah dibersihkan.
berada pada angka 6 atau berada pada kategori risiko tinggi, sedangkan kelompok
kontrol berada pada angka 4 atau kategori risiko sedang. Hasil tersebut sejalan
dengan penelitian Parti (2010) diperoleh CI sebesar 22,71% dengan skor DF pada
angka 6, berada pada kategori risiko tinggi. Kondisi CI pada kategori tinggi tersebut
sesuai dengan hasil observasi dan wawancara dengan responden, bahwa cara
menguras bak mandi yang hanya membuang airnya tanpa menggosok bagian yang
60
sulit untuk dibersihkan. Selain itu, responden tidak mengetahui dosis dan tata cara
Status Breeding Risk Indicator pada kelompok kasus berada pada kategori
sedang sebesar 57,9%, sedangkan pada kelompok kontrol berada pada kategori
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wati (2015), diperoleh hasil bahwa
sebesar 64,04% berada pada kategori risiko sedang. Berdasarkan hasil observasi,
kontainer CC dalam penilaian BRI yang paling banyak ditemukan larva adalah bak
kamar mandi dan tempat penampungan air bersih untuk memasak di dapur. Hal
tersebut karena cara membersihkan kontainer yang hanya membuang airnya tanpa
menggosok bagian dalam kontainer, khususnya pada siku bak mandi yang sulit
dijangkau.
Status Hygiene Risk Indicator pada kelompok kasus berada pada kategori
sedang sebesar 47,5%, sedangkan pada kelompok kontrol berada pada kategori
rendah sebesar 65,8%. Hasil pada kelompok kasus tidak sejalan dengan penelitian
Wati (2015) yang menyebutkan bahwa sebesar 60,80% berada pada kategori risiko
rendah. Hasil observasi pada kontainer DC dalam penilian HRI, diketahui bahwa
kontainer yang banyak ditemukan larva adalah kaleng bekas, pot bunga dan
3. Maya Index
Status Maya Index kedua kelompok berada pada kategori rendah sebesar
57,9%. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Wati (2015) bahwa sebagian besar
rumah responden berada pada kategori MI rendah sebesar 54,05%. Hasil tersebut
berbeda dengan status BRI dan HRI kelompok kasus yang berada pada kategori
seluruh kontainer air baik di dalam maupun luar rumah yang berpotensi menjadi
Terdapat dua jenis larva yang ditemukan, yaitu Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Sebagian besar jenis larva yang teridentifikasi adalah Aedes aegypti,
yaitu sebanyak 76,0% dari seluruh sampel yang diobservasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Sundari (2007) hanya menemukan larva Aedes aegypti dari seluruh
sampel yang diperiksa. Penelitian lain menemukan larva Aedes aegypti dan Aedes
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa nyamuk Aedes albopictus
responden dengan status Breeding Risk Index dengan hasil uji chi square diperoleh
nilai signifikansi p value sebesar 0,005 dengan erat hubungan pada nilai
62
contingency coefficient sebesar 0,290. Sedangkan variabel sikap dan tindakan yang
dilakukan responden terkait PSN 3M Plus berdasarkan hasil uji chi square tidak
Penelitian sejenis yang dilakukan oleh peneliti lain tidak melakukan analisis
hubungan dua komponen utama maya index, yaitu BRI dan HRI secara terpisah
dengan variabel lainnya. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2013)
terkait kegiatan PSN 3M Plus dan pencegahan DBD, sehingga status BRI, HRI dan
responden dengan status breeding risk index dengan hasil uji chi square diperoleh
p value sebesar 0,016 dengan erat hubungan pada nilai contingency coefficient
sebesar 0,355. Hasil tersebut memiliki makna bahwa tingkat pengetahuan memiliki
hubungan yang cukup kuat dengan status HRI. Variabel sikap dan tindakan
berdasarkan hasil uji chi square tidak menunjukkan adanya hubungan dengan status
responden dengan status maya index dengan hasil uji chi square diperoleh p value
63
sebesar 0,0001 dengan erat hubungan pada nilai contingency coefficient sebesar
hubungan yang cukup kuat dengan status maya index. Sedangkan variabel sikap
dan tindakan menunjukkan tidak adanya hubungan dengan status maya index.
yang dilakukan oleh Wiranatha (2016) yang menunjukkan adanya hubungan antara
maya index. Oleh karena itu, penting untuk memberikan pengetahuan dan
Hasil uji chi square menunjukkan adanya hubungan antara status BRI
dengan kejadian DBD dengan p value sebesar 0,006 lebih kecil dari nilai α = 0,05
dengan erat hubungan pada nilai contingency coefficient sebesar 0,375 yang
bermakna bahwa hubungan kedua variabel tersebut cukup kuat. Penelitian lain yang
melakukan analisis maya index dengan kejadian DBD tidak melakukan analisis BRI
dan HRI secara terpisah. Penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2012) dan
rumah. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan responden yang
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status
HRI dengan kejadian DBD dengan p value sebesar 0,073. Hal ini menunjukkan
bahwa status HRI tidak menjadi faktor yang berhubungan serta berpengaruh
Hasil analisis secara terpisah dua komponen utama maya index (MI), yaitu
sarang nyamuk tetap penting dilakukan baik pada kontainer yang berada di dalam
maupun luar rumah, sehingga status BRI dan HRI berada pada kategori rendah yang
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status
HRI dengan kejadian DBD dengan p value sebesar 1,000. Hasil ini tidak sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2012) dan Rokhmawanti (2014)
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status maya index dengan kejadian
DBD. Status maya index yang sedang dan tinggi meningkatkan risiko kejadian
DBD (Astuti, 2016). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status BRI adalah
indikator yang memiliki hubungan dengan DBD, sedangkan status HRI yang juga
7.1 KESIMPULAN
sikap dan tindakan yang baik terhadap program PSN 3M Plus, yaitu sebesar
sedangkan kelompok kontrol berada pada status rendah sebesar 73,7%. HRI
kelompok kasus berada pada status sedang sebesar 47,5%, sedangkan pada
kelompok kontrol berada pada status rendah sebesar 65,8%. Status maya
4. Jenis larva nyamuk yang ditemukan adalah Aedes aegypti (76,05%) dan
5. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status BRI, HRI dan
65
66
7.2 SARAN
Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember sudah baik dan aktif, namun perlu
oleh Dinas Kesehatan melalui Puskesmas terkait PSN 3M Plus. Materi yang perlu
diperhatikan adalah cara melakukan survei jentik dan tempat apa saja yang dapat
edukasi kepada warga melalui kader posyandu tersebut, khususnya dalam hal tata
cara PSN 3M Plus yang dilakukan secara mandiri di rumah, mulai dari menguras
kontainer dengan benar hingga pemberian bubuk larvasida dengan dosis yang tepat.
Fokus kegiatan PSN berdasarkan hasil penelitian adalah pada kontainer yang
Undercontrollable Container.
67
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar F. (2008). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta:
UI Press
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta
Astuti, EP., Prasetyowati, H., Ginanjar, A. (2016). Jurnal. Risiko Penularan Demam
Berdarah Dengue Berdasarkan Maya Indeks dan Indeks Entomologi di Kota
Tangerang Selatan, Banten. Media Litbangkes Vol. 26
Bustan, M. N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan ke-dua (Edisi
Revisi). Jakarta: Rineka Cipta
CDC. 2012. Comparison Dengue Vectors. [pdf] Atlanta: Centers for Control and
Prevention. Tersedia di
https://www.cdc.gov/dengue/resources/30jan2012/comparisondenguevector
s.pdf (diakses pada 22 Juni 2017)
CDC. 2012. Dengue Fact Sheet. [pdf] Atlanta: Centers for Control and Prevention.
Tersedia di https://www.cdc.gov/dengue/faqfacts/index.html (diakses pada 5
Juni 2017)
Christopher, S.R. 1960. Aedes aegypty (L) The Yellow Fever Mosquito. London:
Cambridge University Press
Cutwa, F.MM dan O’Merra GF. (2016). An Identification Guide to the Common
Mosquitoes of Florida. Florida Medical Entomology Laboratory. Tersedia di
http://fmel.ifas.ufl.edu/fmel---mosquito-key/genera-and-species/genus-
aedes/aedes-albopictus/ (diakses pada 28 Agustus 2017)
Depkes R.I. (2005). Pencegahan dan Pemberatasan Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta
Dinas Kesehatan DKI Jakarta. (2003). Modul 3M Plus Ovitrap dalam
Penanggulangan DBD. Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. (2015). Profil Kesehatan Kabupaten Jember
Tahun 2015. Jember: Dinkes Kabupaten Jember
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. (2017). Laporan kasus DBD tahun 2017.
Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Jember
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur Tahun 2015. Surabaya: Dinkes Provinsi Jatim
Ginanjar, Genis. (2008). Demam Berdarah: A Survival Guide. Yogyakarta: B First
(PT. Bintang Pustaka).
68
Lampiran I
PENJELASAN PENELITIAN BAGI RESPONDEN
JUDUL PENELITIAN
HUBUNGAN MAYA INDEX DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH
DENGUE DAN IDENTIFIKASI JENIS LARVA AEDES SP. DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PATRANG KABUPATEN JEMBER
TUJUAN UMUM
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan maya index dengan kejadian
DBD serta mengidentifikasi jenis larva nyamuk yang ditemukan di wilayah kerja
Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember.
TUJUAN KHUSUS
1. Mengidentifikasi kejadian DBD tahun 2017 (Januari - Desember) di wilayah
kerja Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember.
2. Mengidentifikasi perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) masyarakat
mengenai pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus di wilayah kerja
Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember.
3. Mengidentifikasi status maya index di wilayah kerja Puskesmas Patrang,
Jember.
4. Mengidentifikasi jenis larva nyamuk aedes sp. yang ditemukan di dalam dan
sekitar rumah responden
5. Menganalisis hubungan antara perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan)
masyarakat terkait Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dengan
kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Patrang, Jember.
6. Menganalisis hubungan status maya index dengan kejadian DBD di wilayah
kerja Puskesmas Patrang, Jember.
PERLAKUAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional. Bapak/Ibu akan diminta untuk:
1. Menjawab beberapa pertanyaan yang ada pada kuesioner peneliti yang berisi
tentang Pengetahuan, Sikap dan Tindakan terkait program PSN 3M Plus serta
tanda gejala dan pencegahan Demam Berdarah Dengue. Pengisian kuesioner
+/- 15 menit tanpa mengganggu aktivitas Bapak/Ibu.
2. Dilakukan pengamatan lingkungan rumah, yaitu pengamatan pada tempat
penampungan air yang memungkinkan menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk aedes sp. baik di dalam dan luar rumah.
MANFAAT
Dalam penelitian ini Bapak/Ibu mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang
PSN 3M Plus, tata cara penggunaan larvasida dan faktor risiko kejadian DBD.
BAHAYA POTENSIAL
Penelitian ini tidak menimbulkan bahaya potensial selama mengikuti maupun
setelah dilakukan penelitian, karena Bapak/Ibu hanya berperan menjawab
71
pertanyaan pada kuesioner yang akan diberikan. Selain menjawab pertanyaan juga
memberikan izin untuk peneliti melakukan pengamatan larva pada tempat
penampungan air yang ada di sekitar rumah.
KONTAK
Kontak person yang dapat dihubungi, Awan Santoso selaku peneliti
(085749499871)
KERAHASIAAN SUBYEK
Keterangan identitas diri subyek akan dirahasiakan dari hasil wawancara dan
observasi yang dilakukan
PROSEDUR PENELITIAN
1. Penyusunan proposal penelitian
2. Penyusunan Instrument Penelitian, Pengajuan Ethical Clearance, dan
Perijinan
3. Pembuatan daftar sampel penelitian
4. Wawancara dengan responden dan observasi jentik nyamuk di rumah
responden
5. Entry data hasil penelitian, dan analisis data
6. Pelaporan
72
Lampiran II
Informed Consent
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
Saya, yang bertanda tangan di bawah ini selaku kepala rumah tangga (bapak/ibu),
Nama :
Umur :
Alamat :
Nomor HP. :
(__________________) (_____________________)
73
Lampiran III
KUESIONER PENGUKURAN PERILAKU MASYARAKAT
Kuesioner ini merupakan alat bantu yang digunakan untuk memperoleh data
dalam penyusunan skripsi. Oleh karena itu dimohon kerjasama Bapak/Ibu untuk
menjawab sesuai dengan yang anda ketahui dan alami dengan sebenar-benarnya.
Kerahasiaan identitas akan terjaga, sehingga informasi yang telah diberikan tidak
akan diketahui oleh pihak yang tidak berkepentingan.
I. Karakteristik Responden
a. Nomor responden :
b. Nama :
c. Umur :
d. Jenis Kelamin :
e. Alamat :
f. Pendidikan :
g. Pekerjaan :
h. Riwayat penyakit DBD di keluarga :
1. Apa yang anda ketahui tentang penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)?
a. Penyakit panas tinggi yang disebabkan flu
b. Penyakit demam dan berak darah
c. Penyakit batuk pilek yang sering terjadi pada musim hujan
d. Penyakit dengan gejala panas tinggi yang terjadi mendadak selama dua
hingga tujuh hari tanpa penyebab yang jelas
e. Tidak tahu
5. Menurut anda, cara yang paling tepat dalam memberantas nyamuk adalah?
a. Pengasapan (fogging)
b. Penaburan bubuk abate pada penampungan air
c. Melakukan gerakan 3M Plus
d. Menggunakan obat anti nyamuk
e. Tidak tahu
B. SIKAP
Berilah tanda (√) pada salah satu kolom SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS
(Tidak Setuju) atau STS (Sangat Tidak Setuju)
SIKAP
No. Pernyataan
SS S TS STS
1 Saya akan melakukan
pemberantasan sarang nyamuk
hanya pada musim hujan
2 Saya akan membersihkan tempat
penampungan air (bak mandi,
tandon air, vas bunga, drum, tempat
minum hewan peliharaan, dll)
minimal seminggu sekali
3 Saya akan mengubur atau
memindahkan ban bekas, kaleng
bekas, botol bekas dan barang
lainnya yang dapat menjadi
penampungan air dan dapat menjadi
tempat untuk perkembangbiakan
nyamuk.
4 Saya akan menaburkan bubuk
larvasida pada tempat yang sulit
dikuras minimal 3 bulan sekali
5 Saya akan menguras bak mandi
hanya saat terlihat kotor
6 Fogging merupakan cara yang
paling efektif dalam pemberantasan
sarang nyamuk
7 Saya akan segera memeriksakan
diri atau mengantarkan keluarga ke
dokter atau pelayanan kesehatan
jika memiliki tanda dan gejala DBD
76
C. TINDAKAN
Berilah tanda (√) pada kolom sesuai dengan yang telah anda lakukan
sebelumnya.
Tindakan
No. Kegiatan
Ya Tidak
Apakah saudara menguras bak mandi minimal
1
seminggu sekali?
Apakah saudara menutup tempat penampungan
2
air seperti gentong, tempayan, dll?
Apakah saudara mengubur atau membuang
barang bekas pada tempat sampah seperti: kaleng,
3
botol, ember, ban dan lainnya yang berada di
sekitar rumah?
Apakah saudara mengganti air pada pot
bunga/vas bunga dan tempat minum burung atau
4
hewan peliharaan di rumah minimal satu minggu
sekali?
Apakah saudara pernah menaburkan larvasida
5
pada penampungan air yang sulit dikuras?
6 Apakah saudara menggunakan obat anti nyamuk?
Apakah saudara menutup pernah lubang pada
potongan bambu atau pohon, memindahkan ban
7
atau kaleng bekas agar tidak menampung air di
sekitar rumah?
Apakah saudara menggantung pakaian di dalam
8
kamar?
Apakah saudara menggunakan kelambu atau
9 memasang net penghalang nyamuk di ventilasi
rumah?
77
Lampiran IV
Lembar Observasi Keberadaan Jentik Nyamuk
No. Jenis Kontainer Jumlah (+) Jentik Letak/Tempat Tertutup/Tidak Jenis Larva
Kontainer penilaian Breeding Risk Indicator
a) Controlable Container (CC)
1 Bak Kamar Mandi
2 Pot Bunga
3 Vas Bunga
4 Drum Minyak
5 Sumur
6 Tempat Minum Burung/Ayam
7 Bak Air/Ember
8 Talang Air
9 Penampungan air lemari es
10 Dispenser
No. Jenis Kontainer Jumlah (+) Jentik Letak/Tempat Tertutup/Tidak Jenis Larva
Kontainer penilaian Hygiene Risk Indicator
c) Disposable Container (DC)
1 Botol Bekas
2 Ban Bekas
3 Kaleng Bekas
4 Kantong Plastik bekas
5
6
7
d) Uncontrolable Container (UC)
1 Lubang pohon
2 Axial tanaman
3 Lubang Bambu
4
5
6
7
8
8
79
Lampiran V
Keterangan
Z1α/2 : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu dengan kemaknaan
α = 5% sebesar 1,96
Z1-β : nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kekuatan (power)
{ , √[ , , ] + , √[ , , + , , ]}2
n= 2
, − ,
{ , , + , , }2
n= 2
,
{ , + , }2
n=
,
n= ,
n=
80
Lampiran VI
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9,661a 1 ,002
Continuity Correctionb 8,036 1 ,005
Likelihood Ratio 10,268 1 ,001
Fisher's Exact Test ,003 ,002
Linear-by-Linear Association 9,492 1 ,002
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,68.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,381 ,002
N of Valid Cases 57
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pengetahuan (Baik / Kurang) 6,786 1,894 24,316
For cohort BRI sedang tinggi = rendah 1,964 1,270 3,037
For cohort BRI sedang tinggi = tinggi ,289 ,113 ,742
N of Valid Cases 57
81
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 4,575a 2 ,102
Likelihood Ratio 4,536 2 ,104
Linear-by-Linear Association 3,891 1 ,049
N of Valid Cases 57
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 4,04.
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 2,935a 2 ,230
Likelihood Ratio 2,969 2 ,227
Linear-by-Linear 1,821 1 ,177
Association
N of Valid Cases 57
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 4,56.
82
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 8,216a 2 ,016
Likelihood Ratio 9,669 2 ,008
Linear-by-Linear 6,671 1 ,010
Association
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 5,05.
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Contingency ,355 ,016
Nominal by Nominal
Coefficient
N of Valid Cases 57
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
3,534 2 ,171
Pearson Chi-Square a
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 14,905a 1 ,000
Continuity Correctionb 12,881 1 ,000
Likelihood Ratio 16,245 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear 14,644 1 ,000
Association
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
10,11.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Contingency ,455 ,000
Nominal by Nominal
Coefficient
N of Valid Cases 57
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pengt. Cukup Kurang 12,250 3,014 49,791
(Baik / Cukup Kurang)
For cohort maya index recode = rendah 2,406 1,495 3,873
For cohort maya index recode = Sedang ,196 ,066 ,584
dan Tinggi
N of Valid Cases 57
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
3,288 1 ,070
Pearson Chi-Square a
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi- 2,703a 1 ,100
Square
Continuity 1,890 1 ,169
Correctionb
Likelihood Ratio 2,717 1 ,099
Fisher's Exact ,115 ,084
Test
Linear-by-Linear 2,656 1 ,103
Association
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,95.
b. Computed only for a 2x2 table
86
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9,330a 1 ,002
Continuity Correctionb 7,663 1 ,006
Likelihood Ratio 9,382 1 ,002
Fisher's Exact Test ,004 ,003
Linear-by-Linear Association 9,166 1 ,002
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,67.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,375 ,002
N of Valid Cases 57
Risk Estimate
Lower Upper
Odds Ratio for BRI sedang tinggi (rendah / tinggi) 6,067 1,814 20,285
For cohort DBD = TIDAK SAKIT 1,894 1,159 3,096
For cohort DBD = SAKIT ,312 ,139 ,702
N of Valid Cases 57
87
Crosstab
DBD Total
TIDAK SAKIT SAKIT
Count 25 7 32
rendah Expected Count 21,3 10,7 32,0
HRI % within DBD 65,8% 36,8% 56,1%
sedang
tinggi Count 13 12 25
tinggi Expected Count 16,7 8,3 25,0
% within DBD 34,2% 63,2% 43,9%
Count 38 19 57
Total Expected Count 38,0 19,0 57,0
% within DBD 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.
sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4,311a 1 ,038
Continuity Correctionb 3,215 1 ,073
Likelihood Ratio 4,325 1 ,038
Fisher's Exact Test ,050 ,036
Linear-by-Linear 4,235 1 ,040
Association
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,33.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square ,000a 1 1,000
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,000 1 1,000
Fisher's Exact Test 1,000 ,614
Linear-by-Linear Association ,000 1 1,000
N of Valid Cases 57
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,00.
b. Computed only for a 2x2 table
89
Lampiran VII
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gigi sisir larva Aedes aegypti bergerigi dengan pembesaran objektif 100 kali
90
\
Posisi gigi sisir larva Aedes aegypti tampak samping pembesaran 50 kali
Lampiran VIII
Perijinan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember
92
Lampiran IX
Lembar Uji Etik